metode pendekatan pada generasi milenial untuk
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-1
METODE PENDEKATAN PADA GENERASI MILENIAL UNTUK KEBERLANJUTAN
DAN KETAHANAN BATIK NASIONAL
Approaching Methods to Millennial Generation for The Sustainability and Tenacity
of National Batik
Desy Nurcahyanti, Agus Sachari, dan Achmad Haldani Destiarmand
Program Studi Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain
Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132
Korenspondesi Penulis
Email : [email protected]
Kata kunci: metode pendekatan, batik tradisi, generasi milenial, keberlanjutan, ketahanan
Keywords: approaching methods, traditional batik, millennial generation, sustainability, tenacity
ABSTRAK
Keberlanjutan dari aspek proses dan fungsi secara tradisi merupakan permasalahan yang dialami oleh
seluruh pihak yang menekuni bidang batik. Kekhawatiran muncul ketika generasi milenial sebagai
penerus potensial batik tradisi di Indonesia, kurang tertarik mempelajari dan melanjutkan batik sebagai
warisan adi luhung; meskipun batik telah mendapat tempat dan diakui internasional sebagai identitas
budaya Indonesia. Berbagai pihak telah berupaya maksimal menjaga keberlanjutan hingga mencapai
target bahwa batik dapat dijadikan sebagai ketahanan tekstil tradisi skala nasional di Indonesia, namun
menunjukkan hasil kurang menggembirakan. Permasalahan terdeteksi akibat minimnya sinergi yang
baik dan sistematis antara pihak-pihak yang mengupayakan usaha keberlanjutan batik tradisi. Tujuan
penelitian ini adalah merumuskan metode pendekatan yang sesuai serta efektif untuk generasi milenial
sebagai upaya keberlanjutan dan ketahanan batik secara nasional di Indonesia. Metode yang digunakan
untuk menghasilkan rumusan adalah pendekatan literatur. Di antaranya yakni pengumpulan serta
pendokumentasian hasil survei serta penelitian terkait sebelumnya, kemudian direduksi dan dianalasis,
selanjutnya dikembangkan menjadi metode pendekatan yang sesuai dengan karakter generasi milenial
saat ini sebagai tahap akhir. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengembangan metode
pendekatan dalam beberapa opsi diperoleh rumusan upaya paling sesuai dan efektif untuk
keberlanjutan tradisi batik berdasarkan karakter generasi milenial. Metode pendekatan tersebut terbagi
menjadi dua cara yakni langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung melalui sosialiasi media
sosial dan aplikasi digital. Sedangkan pendekatan tidak langsung melalui keterlibatan aktif para generasi
milenial dalam berbagai bentuk kegiatan yang melibatkan batik sebagai topik dan elemen pendukung;
serta peraturan resmi pemerintah perihal pembelajaran, produksi, pemakaian, dan perniagaan batik
secara rinci; sehingga keberlanjutan dan ketahanan batik tradisi secara nasional tercapai.
ABSTRACT Sustainability in process and function is a natural problem faced by all parties concerning in batik. This
concern culminates to its climax when the current community, millennial generation, as the potential
successor of batik tradition in Indonesia has low interest to learn and continue batik tradition as a great
heritage of this country. The problem is detected as a result of lacking a great and systematic synergy
among the parties attempting for batik tradition sustainability. This study aims at formulating an
appropriate and effective approaching method for millennial generation as an effort to nationally
achieve the sustainability and resistance of batik. The methods used to formulate the approach are
collecting and documenting the results of surveys and related previous studies. This study shows that
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-2
the development of approaching method in several options results in the most appropriate and effective
effort formulation for batik tradition sustainability based on the characters of millennial generation. The
approaching method is divided into two, direct and indirect ways. Moreover, it can also be conducted
by official government regulation concerning the details of learning, producing, using and marketing
batik; thus the sustainability as well as the resistance of batik in Indonesia can be nationally achieved.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-3
PENDAHULUAN
Topik penelitian yang tidak purna dieksplorasi dan diuraikan adalah batik. Berbagai
perspektif menarik dikembangkan untuk mengkaji batik lebih dalam, dengan serangkaian
inovasi kolaboratif menyesuaikan dinamika kemajuan teknologi. Pengakuan terhadap batik
sebagai wastra ornamentikal dengan nilai filosofis dan identitas tekstil tradisi adi luhung dari
Indonesia tersemat kuat; terutama batik tradisi yang divisualisasikan secara elegan melalui
proses pembuatan secara detail. Narasi kekuatan batik muncul melalui asal-usul terciptanya
sebuah motif, makna di balik ratusan isen-isen, komposisi pola, fungsi tiap-tiap motif dalam
upacara adat, arti filosofis, detail tahapan proses, keahlian perajin, dan presentasi kulturalnya
melalui berbagai upacara daur hidup seperti kelahiran, pernikahan, dan kematian (Redaksi,
2013).
Pemakaian batik pada berbagai kesempatan dan kegiatan resmi mulai dari lingkup
keluarga sampai dengan acara kenegaraan, menjadi gambaran apresiatif masyarakat
Indonesia untuk melestarikan tradisi serta menampilkan identitas. Proses dan makna menjadi
aspek yang kurang dipertimbangkan oleh masyarakat pengguna batik saat ini. Tampilan visual
yang menarik dan sederet kriteria bersifat subjektif menjadi panduan untuk menentukan
kualitas estetika batik. Tradisi merupakan hal transendental pada batik perlahan tapi pasti telah
diabaikan oleh masyarakat, terutama para generasi penerus milenial yang menjadi penentu
pasang surut keberlanjutan dan ketahanan batik tradisi di Indonesia. Pandangan mengenai
tradisi bagi sebagian besar pewaris (usaha) batik tradisi berelasi dengan hal klasik dan lamban,
sehingga dianggap tidak mampu mengimbangi kecepatan kondisi serta situasi yang
digemakan sebagai era revolusi industri 4.0. Kecanggihan teknologi saat ini sebatas
dimanfaatkan untuk reproduksi sintetis yang meninggalkan akar tradisi. Pemanfaatan
teknologi secara maksimal untuk tradisi belum mampu terepresentasikan dengan baik oleh
pihak berkepentingan, terutama pemerintah (Nurcahyanti, 2018); (Nurcahyanti, 2019).
Masalah Keberlanjutan Batik Tradisi
Keniscayaan suatu hasil budaya akan mengalami perubahan dan pergeseran. Tugas
bersama warna untuk memelihara identitas tersebut dengan kesadaran sebagai wujud
pengabdian kepada negara dan bangsa. Batik telah diakui memperoleh posisi aman sehingga
tidak perlu dikhawatirkan terkait proses keberlanjutan dan ketahanannya. Permasalahan akan
tampak apabila melihat batik dari perspektif berbeda yakni resistensi dan daya adaptifnya
sebagai artefak tradisi terhadap kemajuan teknologi saat ini. Masalah umum yang dihadapi
oleh para pelaku serta penjaga batik tradisi adalah keberlanjutan dan cara mempertahankan
(Redaksi, 2008). Secara khusus dikaitkan dengan sikap dan keinginan para generasi penerus
penjaga batik tradisi yang tersebar di berbagai wilayah kantong batik tradisi Indonesia, untuk
tetap melanjutkan dengan menjaga pakem (aturan dasar) dan mengembangkan serta
berinovasi guna melebur dengan perubahan masyarakat industri 4.0 (lihat Gambar 1).
Tuntutan pasar untuk mempertahankan tradisi dengan menggunakan cara-cara modern
digemakan oleh pemangku kebijakan serta konsumen (Santyaningtyas, 2016); (Wang, 2018).
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-4
Alih guna fungsi usaha batik dan berkurangnya permintaan batik tulis menjadi kontradiktif jika
dihadapkan dengan meningkatnya permintaan tekstil impor motif batik saat ini. Minimnya
pengetahuan generasi muda tentang sejarah, nama, makna filosofis, dan fungsi batik tradisi
sebagai kelengkapan upacara adat menjadi serangkaian masalah yang mendesak untuk
ditemukan solusi efektifnya secara strategis, berkesinambungan, terukur, dan berkelanjutan
(Sugiarti, 2014); (Mustika, 2018).
Gambar 1. Identifikasi masalah utama terkait keberlanjutan batik tradisi.
Pihak yang bertugas untuk menjaga keberlangsungan dan ketahanan batik nasional
adalah para pewaris usaha serta tradisi batik nusantara yang saat ini masuk kategori milenial.
Kemudahan dan kepraktisan instan menjadi kata kunci serta kriteria bawah sadar yang
dipahami oleh para generasi dengan karakter menyukai tampilan visual secara dominan.
Segala bentuk interaksi lebih diminati jika menitikberatkan tampilan visual yang menarik dan
menghibur, kemudian terjadi degradasi kemampuan imajinatif serta berkurangnya kepekaan
dalam mengolah rasa. Batik tradisi telah keliru dipahami oleh sebagian besar pewaris usaha
batik dan generasi milenial sebagai karya seni dengan proses yang rumit, lama, dan kurang
menguntungkan dari segi ekonomi, kecuali kain motif batik (printing/sablon) dengan proses
produksi cepat dan keuntungan besar (Steelyana, 2012); (Suprianto, 2019). Kekeliruan
pemahaman muncul akibat tidak maksimalnya proses transfer, pembelajaran, dan regenerasi,
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-5
sehingga para pewaris tradisi mencari bentuk terbaik pada bidang lain untuk dipelajari,
didalami, dan ditekuni sebagai media ekspresi individual hingga komunal. Kesadaran untuk
memprioritaskan serta melestarikan batik secara harfiah menjadi ironi; ketika minat untuk
menjaga keberlangsungan batik tradisi berkurang, ketertarikan untuk mempelajari budaya
sandang, tekstil, dan tren busana atau fesyen asing meningkat pesat (Handayani, 2016).
Urgensi Perumusan Metode Pendekatan Pada Generasi Milenial untuk Keberlanjutan
Batik Tradisi
Antipati generasi milenial penerus usaha batik untuk mempelajari dan melanjutkan batik
tradisi ditandai dengan beberapa gejala berdasarkan hasil survei dan penelitian sebelumnya,
dua di antaranya yakni menurunnya jumlah pembatik tulis (tradisi) dan alih guna fungsi usaha
di kantong-kantong batik tradisi Pulau Jawa. Keberadaan pembatik tradisi dengan
kemampuan pemahaman desain motif dan teknik yang baik terus menurun. Faktor usia
menjadi alasan menurunnya performa dan produktifitas. Selanjutnya, kain-kain batik tradisi
dieksekusi oleh tangan terampil generasi penerus yang memahaminya sebatas pene batik
buatan pabrik. Ancaman hilangnya kekuatan tradisi dan pemahaman filosofis batik memiliki
peluang besar terjadi. Salah satu identitas budaya Indonesia yang dibangun dengan perjalanan
Gambar 2. Tabel upaya berbagai pihak dalam keberlanjutan, ketahanan, dan pelestarian batik
tradisi.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-6
panjang harus dijaga dan dipertahankan. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pihak
berwenang dari jajaran pemegang kebijakan, masyakat, komunitas, dan akademisi layak
diapresiasi serta diperkuat (lihat Gambar 2) (Pertiwi, 2014); (Prizilla, 2014); (Damayanti, 2015);
(Redaksi, 2016); (Sitoresmi, 2017); (Affan, 2018). Metode pendekatan efektif yang mampu
menyesuaikan kondisi kekinian diperlukan, untuk menyemai nilai-nilai kearifan lokal dan
kejayaan batik tradisi di Indonesia. Efek positif setelah penerapan metode diharapkan terjadi
pada sektor lain di luar batik tradisi secara berkesinambungan, setelah sehingga mampu
menciptakan stabilitas dan ketahanan pada pembangunan nasional Indonesia.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersifat komplementer, yakni melengkapi dan menyempurnakan upaya
metode serta teknik yang pernah dirumuskan sebelumnya secara kualitatif. Hasil penelitian
dan literatur terkait dengan pelestarian, keberlanjutan, dan ketahan batik tradisi direduksi
kemudian dianalisis untuk merumuskan cara efektif sebagai pendekatan kepada generasi
milenial yang memiliki karakter khusus. Urutan langkah penelitian yang dimaksud antara lain:
1) mengumpulkan serta mendokumentasikan hasil survei dan penelitian sebelumnya, 2)
mengerucutkan data (reduksi) berbagai metode dengan hasil akhir sama tentang cara
pendekatan terhadap generasi milenial untuk keberlanjutan tradisi batik, 3) membuat analisis
dan urutan hasil berdasarkan tingkat efektifitas, 4) mengembangkan hasil analisis menjadi
metode pendekatan efektif pada generasi milenial.
Gambar 3. Bagan alur pemecahan masalah.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-7
Hasil akhir diperoleh dari penggabungan beberapa metode. Pemilihan metode berdasarkan
pada upaya keberlanjutan dan ketahanan batik tradisi yang pernah dilakukan oleh berbagai
pihak. Klasifikasi dibuat menurut tingkat efektifitas dan kesesuaian karakter pada generasi
milenial. Metode yang diuraikan merupakan diskripsi pemecahan masalah secara sistematis,
seperti terlihat pada Gambar 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakter dan Potensi Generasi Milenial
Generasi milenial adalah fenomena karakter yang muncul karena perkembangan
teknologi di era revolusi industri 4.0. Efisiensi nilai proses industri menjadi kata kunci pada
semua bidang, khususnya sosial, ekonomi, dan budaya (Admin, 2019). Keberadaan manusia
tergantikan oleh sistem digital, merupakan bentuk kemajuan di awali pada revolusi industri
Inggris abad 18. Pemerintah Indonesia memiliki kesadaran bahwa karakter dan potensi
generasi milenial dapat membawa pengaruh besar dalam pembangunan fundamental, maka
diadakan suatu kajian dan penelitian yang dapat dijadikan panduan dalam perumusan
berbagai kebijakan. Hasil penelitian tersebut terangkum dalam buku Statistik Gender Tematik:
Profil Generasi Milenial Indonesia. Berdasarkan hasil kesepakatan para peneliti sosial tentang
definisi generasi milenial berdasarkan tahun kelahiran yakni yang lahir antara 1980-an sampai
2000-an (lihat Gambar 4) (Yembise, 2018). Profil sosial generasi milenial di Indonesia menurut
olah statistik hasil kerjasama BPS (badan Pusat Statistik) dengan Kementerian Pemberdayaan
Gambar 4. Tabel rekap generasi milenial menurut tahun kelahiran berdasarkan pendapat
peneliti.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-8
Perempuan dan Perlindungan Anak antara lain memiliki kualitas pendidikan dan kesehatan
lebih baik dari generasi sebelumnya, tetapi rentan terhadap gangguan mental serta
penyalahgunaan narkoba. Kecenderungan negatif pada generasi milenial Indonesia perlu
mendapat perhatian dan solusi terbaik. Keberlanjutan pembangunan fundamental Indonesia
berikutnya bergantung pada kualitas generasi dan sumber daya manusia yang unggul sebagai
modal utama, sehingga siap berperan aktif menjalankan roda pembangunan di berbagai
sektor. Perbedaan pola pikir sebuah generasi penting dicermati untuk dasar perumusan dan
perubahan metode terutama pembelajaran (Putra, 2016a). Adanya jarak (gap) antar generasi
menjadi penghambat, sehingga upaya transfer konsep dan upaya keberlanjutan diperlukan.
Kajian tentang kecenderungan sikap, aksi, reaksi para generasi milenial, dan bentuk kultur
dominan yang berpengaruh diperlukan sebagai dasar perumusan metode, model, serta
kebijakan jangka panjang.
Cyberculture menjadi budaya, aktifitas, dan tren gaya hidup bagi generasi milenial.
Cyberculture merupakan budaya baru yang tumbuh akibat integrasi beraneka ragam produk
hasil inovasi dan kemajuan teknologi (Wahana, 2015). Identitas generasi milenial terbangun
dari interaksi mereka dengan budaya maya, yang sekaligus digunakan sebagai media baru
(Langmia, 2016). Kecenderungan generasi milenial untuk meninggalkan lapangan kerja yang
mengandalkan operasional manual dan berinteraksi dengan alam seperti pertanian,
kehutanan, dan kelautan cukup besar. Sebaliknya, minat pada lapangan kerja yang
mengandalkan kreatifitas dan inovasi teknologi meningkat. Salah satu dampak yang muncul
sebagai dampak pemanfaatan produk budaya maya secara positif dan sistematis adalah media
sosial (Ricardo, 2009). Terdapat tiga media sosial yang mempengaruhi aktifitas generasi
milenial saat ini, yakni Facebook, Instagram, dan YouTube. Tiga raksasa media sosial tersebut
mampu mewadahi beragam bentuk kreatifitas. Misi keberlanjutan dan ketahanan produk
budaya seperti batik tradisi berpeluang besar dilakukan melalui kreasi para generasi milenial
di media sosial, kemudian diperkuat dengan dukungan fasilitas pemerintah dan mitra
(stakeholder) yang tepat.
Upaya Berbagai Pihak dalam Keberlanjutan Batik Tradisi di Indonesia
Keberlanjutan tradisi menjadi isu penting dalam pemerintahan sebuah negara. Sistem dan
struktur tradisi merupakan identitas yang membedakan dan menjadi ciri khas kearifan lokal.
Perhatian pemerintah Indonesia terhadap keberlanjutan tradisi secara khusus belum menjadi
prioritas, kecuali tradisi yang dapat diaktualkan untuk mendukung sektor pariwisata dan
perekonomian. Hal tersebut terjadi pada tekstil tradisi di Indonesia yakni batik. Informasi yang
diperoleh masyarakat tentang pesatnya pertumbuhan permintaan batik Indonesia merupakan
fakta dari sektor industri; sedangkan batik tradisi sedang menghadapi ancaman keberlanjutan
sejak puluhan tahun silam hingga sekarang (Hasyim, 1998). Regenerasi yang sulit terjadi pada
berbagai bentuk tradisi di Indonesia. Sebagai contoh, tradisi pembuatan kapal pinisi
tradisional oleh Suku Bugis yang mengalami masalah keberlanjutan, yang disebabkan oleh
faktor internal dan eksternal (Muslimin, 2018). Faktor internal berasal dari pelaku tradisi saat
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-9
ini yang mayoritas telah berusia lanjut dan eksternal. Faktor eksternal berasal dari sektor
ekonomi dan ekspansi teknologi (lihat Gambar 5).
Gambar 5. Tabel faktor yang mempengaruhi keberlanjutan tradisi.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-10
Gambar 6. Tabel komponen pelaksana dan upaya keberlanjutan batik tradisi.
Seluruh masyarakat Indonesia pada dasarnya memiliki kewajiban menjaga
keberlangsungan dan ketahanan suatu tradisi. Stigma masyarakat bahwa keberlanjutan tradisi
merupakan hal yang kurang mendesak, merupakan dampak dari penyajian dan pengelolaan
informasi tentang tradisi yang kurang komunikatif (Priatna, 2017). Berbagai elemen
masyarakat telah melakukan upaya untuk keberlanjutan dan ketahanan, tetapi lambannya
keterbaruan dan tidak diprioritaskannya batik tradisi dalam sebuah kelembagaan khusus
menyebabkan langkah yang ditempuh tidak berjalan optimal.
Berdasarkan hasil penelitian terbaru, peran tokoh atau orang berpengaruh yang dihormati
dalam sebuah komunitas/masyarakat menentukan keberhasilan pelaksanaan upaya
pewarisan/keberlanjutan pada generasi penerus disebut hexa helix (empat komponen),
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-11
menyempurnakan keterlibatan tiga komponen masyarakat (triple helix element) yakni
pemerintah (pemegang kebijakan, lembaga formal edukatif), swasta (lembaga independen,
pemodal, mitra, stakeholder), dan pelaku (praktisi, pengrajin, industri); lihat Gambar 6 (Prizilla,
2019). Tokoh masyarakat merupakan salah satu komponen yang mampu memudahkan
konsep transfer pemahaman dan pembelajaran dalam pewarisan batik tradisi, namun
kurangnya pengenalan metodis dan pendalaman bersifat sosiologis menjadi kelemahan dalam
pelaksanaannya. Penyampaian informasi yang kurang menyeluruh pada komponen penting
pelaksana menyebabkan upaya keberlanjutan yang dilaksanakan bersifat sementara/alternatif,
karena kurangnya pengakuan atau legalitas untuk keberlanjutan jangka panjang terutama dari
pakar dan pemegang kebijakan. Rumusan metode yang tepat diperlukan untuk keberhasilan
upaya keberlanjutan dan ketahanan tradisi, khususnya pada batik.
Metode Pendekatan Efektif Pada Generasi Milenial untuk Keberlanjutan dan Ketahanan
Batik Tradisi
Gambar 7. Karakter dan potensi generasi milenial Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-12
Rancangan metode untuk pendekatan efektif pada generasi muda/penerus dalam upaya
keberlanjutan dan ketahanan batik tradisi adalah dengan memanfaatkan karakter serta potensi
sebagai modal dasar (lihat Gambar 7). Aktifitas pelestarian dan pewarisan yang telah diteliti
sebelumnya menunjukkan bahwa pemahaman karakter sosial pelaku dapat menjadi panduan
efektif dalam pelaksanaan keberlanjutan tradisi. Pembelajaran bertahap dan pengkajian
melalui realisasi/praktik sebagai pemecahan masalah adalah cara efektif berdasarkan karakter
generasi milenial yakni kreatif, kritis, dan memiliki kepekaan visual tinggi (Soeroso, 2008);
(Triwardani, 2014); (Soemantri, 2015); (Fauzan, 2017); (Sularso, 2017); (Puguh, 2017);
(Irhandayaningsih, 2018).
Basis kreasi sebagai problem solving untuk keberlanjutan dan ketahanan batik tradisi
memerlukan partisipasi aktif komponen hexa helix dan lembaga khusus semi formal yang
disediakan oleh pemerintah. Pemerintah melalui fasilitas dan kebijakan khusus mengarahkan
serta mewadahi para generasi penerus dan senior/pelaku usaha batik tradisi untuk bertemu
dalam satu sesi forum guna penyetaraan visi misi. Selanjutnya, peran tokoh berpengaruh
memberi afirmasi/penguatan tentang pentingnya keberlanjutan batik tradisi. Para generasi
milenial diberikan kesempatan untuk memahami dan membuat evaluasi diri terkait tugas
keberlanjutan yang diberikan. Praktek dan penyelenggaraan kegiatan memerlukan kerjasama
dengan pihak swasta yang memiliki akses teknologi modern serta sistem terbaru (lihat Gambar
8). Format sekolah khusus batik yang dikelola oleh negara di bawah operasional badan khusus
layak untuk direalisasikan; mengingat pentingnya batik tradisi sebagai aset dan identitas
negara Indonesia.
Gambar 8. Penerapan metode pendekatan berbasis kreasi untuk keberlanjutandan
ketahanan batik nasional pada generasi milenial Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-13
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengenalan dan kajian mendalam tentang karakter sosial yang menjadi mayoritas jumlah
demografis sebuah negara menentukan efektifitas dan produktifitas pembangunan. Tradisi
memiliki korelasi dengan kebiasaan masyarakat dalam jangka waktu lama (berabad-abad,
ratusan tahun). Sebuah aset penting identitas yang terkandung dalam tradisi memerlukan
upaya regenerasi, mencakup pelestarian, pewarisan, pewarisan, dan pembaruan. Generasi
milenial Indonesia menjadi motor penggerak utama yang secara aktif memberi kontribusi
besar dalam pembangunan adalah subjek tepat untuk melakukan aksi keberlanjutan. Karakter
penguasaan teknologi yang cepat, sifat aktif, kritis, serta kreatif yang disebabkan kemudahan
dan kecepatan akses informasi (aktual), menjadi modal dasar untuk menjalankan metode
pendekatan efektif berbasis kreasi dan aktifitas. Pembentukan institusi khusus semi formal di
bawah pengelolaan badan atau lembaga yang telah ada saat ini diperlukan untuk fokus
melaksanakan metode pendekatan tersebut; selanjutnya mampu menghasilkan berbagai
macam luaran yang detail sesuai variasi objek. Pengawasan, evaluasi, dan pengembangan
dalam jangka panjang akan lebih mudah dilakukan jika penerapan metode difasilitasi secara
baik oleh pemerintah. Metode pendekatan efektif pada generasi milenial untuk keberlanjutan
dan ketahanan ini adalah salah satu rumusan model regenerasi yang dapat diterapkan pada
objek (tradisi) lain dengan karakter setara batik tradisi di Indonesia.
Saran
Kajian dan penelitian dengan topik potensi generasi milenial dalam keberlanjutan batik tradisi
ini dapat dilanjutkan lebih spesifik. Hasil penelitian berupa metode pendekatan berpeluang
terbuka untuk dikembangkan dan diterapkan pada objek berbeda, sehingga dapat menambah
kedalaman pembahasan, memperkaya khasanah keilmuan kajian budaya minat tekstil tradisi,
sekaligus memberi referensi alternatif bagi para praktisi di bidang terkait.
KONTRIBUSI PENULIS
Desy Nurcahyanti, Agus Sachari, dan Achmad Haldani Destiarmad selaku penulis pertama,
kedua, dan ketiga adalah kontributor utama dalam penulisan ini.
UCAPAN TERIMA KASIH
Karya tulis sebagai hasil mini research dan pengembangan sub topik dari penelitian utama
tentang regenerasi batik ini dapat selesai disusun berkat arahan, sumbangan ide, dan
kolaborasi dengan Dr. Agus Sachari, M.Sn. selaku Pembimbing I dan Dr. Achmad Haldani
Destiarmand, M.Sn. selaku Pembimbing II.
DAFTAR PUSTAKA
Admin (2019). Revolusi Industri 4.0: Pengertian, Sejarah, Ciri, dan Penerapannya. Retriviewed
Agustus 28, 2019, from https://jurnalmanajemen.com/revolusi-industri-4-0/.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-14
Affan, M. (2018). Kontribusi Kelompok Pengrajin Batik Terhadap Pelestarian Budaya Batik di
Giriloyo Desa Wukirsari. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta.
Damayanti, M. & Latifah (2015). Strategi Kota Pekalongan dalam Pengembangan Wisata
Kreatif Berbasis Industri Batik. Jurnal Pengembangan Kota, 3(2), 100-111.
Fauzan, R & Nashar (2017). “Mempertahankan Tradisi, Melestarikan Budaya” (Kajian Historis
dan Nilai Budaya Lokal Kesenian Terebang Gede di Kota Serang). Jurnal Candrasangkala,
3(1), 1-9.
Handayani, R. A. (2016). Pengaruh Minat Remaja dalam Pemakaian Batik Terhadap Pelestarian
Batik Kudus. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang.
Hasyim, M. W. & Alwustho, M. (1998). Membela, Mengangkat Tekstil Tradisional: Upaya di
Tengah Laju Industri Tekstil. Yogyakarta: Yayasan Peduli Tekstil Tradisional Indonesia
(Yayasan PETTRI).
Irhandayaningsih, A. (2018). Pelestarian Kesenian Tradisional sebagai Upaya dalam
Menumbuhkan Kecintaan Budaya Lokal di Masyarakat Jurang Blimbing Tembalang.
ANUVA, 2(1), 19-27.
Langmia, K. (2016). Gobalization and Cyberculture: An Afrocentric Perspective. Washington:
Palgrave Macmillan.
Muslimin, Sarina, Anggareni, F. & Supratman (2018). Eksistensi Panrita Lopi: Studi tentang
Sulitnya Regenerasi Pengrajin Kapal Pinisi di Kecamatan Ponto Bahari. Patrawidya, 19 (2),
143-160.
Mustika, S. (2018). Melestarikan Batik Tradisional Rifa’iyah sebagai Identitas Budaya Komunitas
Rifa’iyah. Jurnal Penelitian Komunikasi, 21(1), 29-42.
Nurcahyanti, D. & Affanti, T. B. (2018a). Pengembangan Desain Batik Kontemporer Berbasis
Potensi Daerah dan Kearifan Lokal. Jurnal Sosioteknologi, 17(3), 291-402.
Nurcahyanti, D. & Sachari, A. (2019). Motif Batik Mbok Semok sebagai Interpretasi Simbolik
Kearifan Lokal Pembatik Girilayu di Era Revolusi Industri 4.0. In Seminar Nasional Desain
& Arsitektur (SENADA) 2019. Bali: Sekolah Tinggi Desain Bali.
Pertiwi, M. N. (2014). Fungsi Paguyuban Kampung Batik dalam Pelestarian Batik Semarang di
Kota Semarang. Solidarity, 3(1), 56-63.
Priatna, Y. (2017). Melek Informasi sebagai Kunci Keberhasilan Budaya Lokal. Jurnal Publis, 1
(2), 37-43.
Puguh, D. R. (2017). Melestarikan dan Mengembangkan Warisan Budaya: Kebijakan Budaya
Semarangan dalam Perspektif Sejarah. Jurnal Sejarah Citra Lekha, 2(1), 48-60.
Putra, Y. M. P. (2016). Batik Tulis Kurang Diminati Generasi Muda. Retriviewed Agustus 23,
2019, from https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah.
Putra, Y. S. (2016a). Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi. Among Makarti, 9(18), 123-
134,
Prizilla, A. B. (2014). A Development of Visual Element of Batik Ornaments as A Batik
Preservation Attempt (Case Study: Batik Rifa’iyah). Bandung Creative Movement (BCM)
Journal. 1(1), 1-7.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-15
Prizilla, A. B. (2019). Model Pemberdayaan Warga Rifa’iyah Melalui Strategi Pewarisan Tradisi
Batik Rifa’iyah di Desa Kalipucang Wetan, Kecamatan Kalipucang Wetan, Kabupaten
Batang, Jawa Tengah. Ringkasan Disertasi. Fakultas Seni Rupa dan Desain. Institut
Teknologi Bandung.
Redaksi (2008). Generasi Muda Kurang Peduli Budaya Sendiri. Retriviewed Agustus 22, 2019,
from
https://nasional.kompas.com/read/2008/11/26/17323361/generasi.muda.kurang.peduli.
budaya.sendiri.
Redaksi (2013). Batik: Past, Present, and Future. Kina Karya Indonesia Edisi Khusus Batik
Nusantara, p. 6-9. Jakarta.
Redaksi (2016). Sultan Imbau Generasi Muda Lestarikan Batik. Retriviewed Agustus 23, 2019,
from http://www.jurnalasia.com/seremoni/sultan-imbau-generasi-muda-lestarikan-
batik/.
Ricardo, J., Rafalli, S., Hayat, T., Ariel, Y., Eid, M., Zaltsman, R., Ridgway, N., Stern, N., Giresunlu,
L., Backe, M., Richards, T., Adil, A., & Kennedy, S. (2009). Cyberculture and Media. New
York: Rodovi B. V.
Santyaningtyas, A. C. & Noor, M. Z. M. (2016). Preserving of Traditional Culture Expression in
Indonesia. Asian Social Science, 12(7), 1911-2025.
Sitoresmi, D. A. (2017). Ekstrakurikuler Membatik Terhadap Sikap Pelestarian Budaya Nasional
di SD Negeri 1 Pandan Tahun Ajaran 2016/2017. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Soemantri, Indira, D. & Indrayani (2015). Upaya Pelestarian Khas Desa Mekarsari dan Desa
Simpang, kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat,
4(1), 42-46.
Soeroso, A. & Susilo, Y. S. (2008). Strategi Konservasi Kebudayaan Lokal Yogyakarta. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan, 1(2), 144-161.
Steelyana, E. (2012). Batik, A Beatiful Cultural Heritage that Preserve Culture and
Supporteconomic Development in Indonesia. Binus Business Review, 3(1), 116-130.
Sugiarti, R. (2014). Regenerasi Seniman Batik di Era Industri Kreatif untuk Mendorong
Pengembangan Pariwisata Budaya. PUSPARI LPPM UNS: Surakarta.
Sularso, P. & Maria, Y. (2017). Upaya Pelestarian Kearifan Lokal melalui Ekstrakurikuler
Karawitan di SMP Negeri 1 Jiwan Tahun 2016. Citizhensip Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, 5(1), 1-12.
Suprianto (2019). Batik Tulis Kurang Diminati Generasi Muda, Publikasi TMDD Tegal Coba
Merubahnya. Retriviewed Agustus 23, 2019, from
http://rri.co.id/purwokerto/post/berita/696661/daerah/batik_tulis_kurang_diminati_gene
rasi_muda_publikasi_tmmd_tegal_coba_merubahnya.html.
Triwardani, R. & Rochayanti, C. (2014). Implementasi Kebijakan Desa Budaya dalam Upaya
Pelestarian Budaya Lokal. REFORMASI, 4 (2), 102-110.
Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019
Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814
A4-16
Wahana, H. D. (2015). Pengaruh Nilai-nilai Budaya Millenial dan Budaya Sekolah Terhadap
Ketahanan Individu (Studi di SMA Negeri 39, Cijantung, Jakarta). Jurnal Ketahanan
Nasional, 21(1), 14-22.
Wang, C. Y. (2018). Building a Network for Preserving Intangible Cultural Heritage through
Education: A Study of Indonesian Batik. The International Journal of Art and Design
Education, 37(4), 1-18.
Yembise, Y. S. (2018). Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia. Jakarta:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.