metode eor

Upload: afrina-wulan-munir-sikumbang

Post on 10-Oct-2015

84 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

jj

TRANSCRIPT

BAB III

PAGE 64

3.1. Injeksi Kimia

Injeksi kimia adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak tahap lanjut (EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk menaikkan perolehan minyak sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan atau menurunkan saturasi minyak sisa yang tertinggal di dalam reservoir.

Injeksi kimia dapat dibagi menjadi tiga yaitu injeksi alkalin, injeksi polimer dan injeksi surfactant.

3.2.1. Injeksi Alkalin

Injeksi alkalin atau kaustik merupakan suatu proses dimana PH air injeksi dikontrol pada kisaran harga 12-13 untuk memperbaiki perolehan minyak, proses injeksi alkalin digambarkan seperti pada gambar 3.30.

Beberapa sifat batuan dapat mempengaruhi terhadap injeksi alkalin. Ion divalen dalam air di reservoir, jika jumlahnya cukup banyak dapat mendesak slug alkalin karena mengendapnya hidroksida-hidroksida yang tidak dapat larut. Gypsum dan anhydrit jika jumlahnya melebihi dibandingkan dengan jumlahnya yang ada didalam tracer akan menyebabkan mengendapnya Ca(OH)2 dan membuat slug NaOH menjadi tidak efektif. Clay dengan kapasitas pertukaran ion yang tinggi dapat menghasilkan slug NaOH dengan menukar hidrogen dari sodium. Limestone dan dolomit bersifat tidak reaktif dan reaksi dengan komponen silika di dalam batu pasirsangat lambat dan tidak lengkap, sedangkan reseistivitas alkalin dengan batuan reservoir dapat ditentukan di laboratorium.

Gambar 3.30.

Proses Injeksi Alkalin33.2.1.1 Bahan Kimia Injeksi Alkalin

Bahan kimia yang umumnya banyak dipakai adalah sodium hidroksida. Sodium orthosilikat, ammonium hidroksida, pottassium hidroksida, trisodium phospat, sodium karbonat, sodium silikat dan poly ethylenimine, juga termasuk zat organik yang dianjurkan untuk dipakai. Harga dari bahan-bahan kimia tersebut merupakan pertimbangan yang penting dimana NaOH dan sodium orthisilikat tidak begitu mahal dan lebih efektif dalam menaikkan perolehan minyak tambahan.

3.2.1.2 Parameter yang Mempengaruhi dalam Injeksi Alkalin

Beberapa parameter yang banyak mempengaruhi dalam proses injeksi alkalin antara lain adalah konsentrasi NaOH, karakteristik reservoir, luas permukaan serta komposisi fluida reservoir dan air injeksi.

A. Konsentrasi NaOH

Reisberg dan Doscher mengamati tegangan antar muka antara air-minyak pada minyak California dan didapatkan bahwa pada range pH tertentu tegangan antar muka akan minimum, seperti terlihat pada gambar 3.31. Dengan pengamatan yang sama pada minyak Tia Juana, De Ferrer mengemukakan bahwa tegangan antar muka akan minimum pada harga konsentrasi kritis tertentu, gambar 3.32. Dari kedua hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tegangan antar muka akan minimum pada range pH dan konsentrasi NaOH tertentu.

. Pentingnya konsentrasi yang tepat pada injeksi alkalin ini dikemukakan oleh Subkow, dimana agar didapat emulsi minyak dalam air pada proses emulsifikasi di formasi, konsentrasi NaOH harus cukup, karena konsentrasi NaOH yang berlebihan akan menyebabkan emulsifikasi yang sebaliknya (air dan minyak) atau tidak terjadi emulsi sama sekali, gambar 3.33.

B. Karakteristik Reservoir

Pada injeksi alkalin perolehan minyak tergantung kepada interaksi antara bahan kimia yang ditambahkan dengan fluida reservoir. Bahan kimia ini penting untuk bertahan cukup lama supaya dapat kontak sebanyak-banyaknya dengan fluida reservoir. Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengaruh karakteristik reservoir ini adalah :

Gambar 3.31.

Tegangan Antar Muka vs pH untuk Minyak California16

Gambar 3.32.

Tegangan Antarmuka vs Konsentrasi NaOH16

Gambar 3.33.

Injeksi Core dan Tegangan Antar muka vs Konsentrasi NaOH

Untuk Minyak dari Amerika Selatan dengan Gravity 12.2 (API16B.1. Struktur dan Geologi Reservoir

Dalam kaitannya dengan efisiensi pendesakan injeksi alkalin, hal-hal yang perlu dihindari adalah :

Reservoir dengan sesar dan rekahan yang memungkinkan terjadinya distribusi minyak yang tidak merata.

Ketebalan total reservoir yang jauh lebih besar dari ketebalan minyak.

Luas zona minyak yang kecil atau zona minyak yang tipis di atas aquifer yang tebal.

Reservoir dengan tingkat perlapisan yang tinggi.

Heterogenitas batuan yang tinggi dan perkembangan porositas serta permeabilitas yang rendah.

B.2. Kedalaman dan Temperatur

Dari hasil pengukuran di laboratorium didapatkan bahwa dengan semakin dalam dan semakin tinggi temperatur reservoir, maka konsumsi alkalinnya akan semakin besar.

C. Luas Permukaan

Minyak yang tersisa setelah injeksi alkalin pada matrik oil-wet adalah berbentuk film. Ketebalan film ini tergantung pada kualitas pendesakan emulsinya, minyak yang tersisa akan lebih besar bila luas permukaan batuan semakin besar. Dengan demikian injeksi alkalin akan tidak efektif pada batuan yang mempunyai luas permukaan yang besar seperti batu lempung dan silt.

D. Komposisi Fluida Reservoir

Kandungan kimia pada fluida reservoir dan injeksi air hangat sangat berpengaruh mekanisme dalam injeksi alkalin.

D.2. Komposisi Minyak

Beberapa hasil pengamatan yang penting sehubungan dengan komposisi minyak serta pengaruhnya terhadap mekanisme injeksi alkalin dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4

Famili Hidrokarbon yang Penting

Pada Mekanisme injeksi Alkalin16MekanismeFamili HCRumus Molekul

Penurunan tegangan permukaan

Perubahan kebasahan

Pembentukan rigidAsam karboksilat

Asphalten

Porphyrin

Aldehide

Keton

Asam karboksilat

Nitrogen OrganikRCOOH

RCH2COOH

C34H32N4O4FeCl2RCOH

RCOR

RCOOH

RNO2

Keterangan : R = gugus alkil

R = gugus alkil atau yang sama atau tidak sama dengan R.

E.2. Komposisi Air Formasi dan Air Injeksi

Kadar padatan yang terlarut yaitu berupa senyawa garam atau berupa ion bebas baik pada air formasi maupun pada injeksi air sama-sama mempengaruhi terhadap mekanisme injeksi dan konsumsi alkalin. Reaksi antara NaOH dengan ion kalsium dan magnesium akan membentuk sabun kalsium dan magnesium, akan tetapi keduanya bukan zat aktif permukaan, sehingga akan mengurangi slug NaOH dan tegangan antar muka akan naik dengan keberadaan kedua ion tersebut. Hasil percobaan di laboratorium menyatakan bahwa kadar kalsium yang diijinkan pada air injeksi adalah 70 ppm dan ion magnesium sampai 700 ppm, sedangkan kadar kalsium yang diijinkan pada air formasi sampai 500 ppm.

Pada jumlah tertentu garam NaCl berguna untuk menjunjung mekanisme dalam injeksi alkalin juga berguna untuk mengurangi konsumsi NaOH. Kegaraman di reservoir diperluka pada proses perubahan kebasahan., yaitu membuat batuan reservoir cenderung menjadi oil-wet, sedangkan pada konsentrasi yang lebih besar diperlukan untuk terjadinya emulsi air dalam minyak. Pengaruh NaCl terhadap tegangan antarmuka, Jennings menyatakan bahwa dibawah 20000 ppm, adanya NaCl pada air injeksi bukan saja membuat tegangan antarmuka tetap rendah akan tetpai juga dapat menurunkan keperluan akan konsentrasi NaOH.

3.2.1.3. Mekanisme Dalam Injeksi Akalin

Meskipun injeksi alkalin adalah proses yang sederhana dan relatif tidak mahal dalam pelaksanaannya, tetapi memiliki mekanisme pendesakan yang kompleks. Beberapa mekanisme yang ada yaitu penurunan tegangan antarmuka, emulsifikasi, perubahan kebasahan dan penghancuran rigid interfacial film.

Akibat dari mekanisme-mekanisme tersebut secara makroskopis adalah adanya perbaikan areal dan volumetric sweep efficiency, yaitu dengan perubahan mobilitas ratio atau perubahan permeabilitas minyak-air. Sedangkan secara mikroskopis adalah merubah minyak yang tidak dapat bergerak (immobile) dalam media berpori menjadi dapat bergerak (mobile), yaitu dengan emulsifikasi dan penurunan tegangan permukaan.

A. Penurunan Tegangan Antarmuka

Taber dkk membuat hubungan antara perubahan bilangan kapiler dengan perubahan saturasi minyak. Bilangan kapiler didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut :

................................................................................................(3.1)

Pada injeksi air, harga bilangan kapiler sekitar 10-6. Untuk meningkatakan perolehan minyak, maka harga ini harus dinaikkan menjadi lebih besar dari 10-4. Bila viskositas dan kecepatan konstan, maka untuk menaikkan bilangan kapiler dilakukan dengan menurunkan tegangan antarmuka sampai ribuan kali atau lebih. Kebanyakan minyak mempunyai tegangan antar muka 25 dyne/cm, sedang dengan injeksi alkalin dapat mencapai 0,001 dyne/cm.

Mekanisme ini berkaitan dengan bilangan asam, gravitasi dan viscositas. Bilangan asam adalah sejumlah miligram Kalium hidroksida (KOH) yang diperlukan untuk menetralisasikan satu gram minyak mentah (ph menjadi 7.0). Untuk hasil yang baik setidaknya mempunyai bilangan asam 0,5 mg KOH/gr minyak mentah atau lebih.

B. Emulsifikasi

Pada pH, konsentrasi NaOH dan salinitas yang optimum serta konsentrasi asam pada minyak di reservoir uang mencukupi, akan menyebabkan terjadinya emulsifikasi di formasi. Hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa dengan menginjeksikan emulsi minyak dalam air (water in oil emulsion) hasilnya akan lebih baik dibanding injeksi dengan air. Peningkatan perolehan minyak yang sama dapat terjadi kalu emulsi tersebut dapat dibangkitkan di formasi.

Ada dua sistem pengaliran emulsi, yaitu emulsifikasi entrainment (emulsifikasi dan penderetan) serta emulsifikasi entrapment (emulsifikasi dan penjebakan). Emulsifikasi entrainment yaitu bila emulsi yang terjadi akibat reaksi NaOH dengan minyak di reservoir, kemudian emulsi tersebut masuk ke dalam air injeksi dan mengalir bersamanya sebagai minyak-minyak yang halus. Alkalin mempunyai sifat dapat mencegah minyak menempel pada permukaan pasir. Kondisi tersebut diperlukan selama penderetan kontinyu terjadi untuk mempertahankan tegangan antar muka yang rendah saat campuran bergerak melewati reservoir.

Emulsifikasi entrapment yaitu bila emulsi tersebut selama proses pengalirannya ada sebagaian yang terperangkap kembali sehingga sedikit menghambat bergeraknya air injeksi, dam mobility air injeksi menjadi berkurang. Maka akan memperbaiki efisiensi penyapuan vertikal dan horisontal.

Keuntungan lain pada emulsifikasi ini adalah sifat pergerakan front-nya seperti terlihat pada gambar 3.34.

1. Bersamaan dengan terjadinya perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil wet, di dekat front bagian belakang yang mengandung sedikit emulsi akan terbentuk film (lamella) (gambar 3.34a.).

2. Terbentuknya lamella akan menghambat aliran injeksi pada pori-pori, mengakibatkan gradien tekanan yang besar di belakang front (gambar 3.34b.).

3. Pada saat lamella melalui kerongkongan pori, ia akan pecah, menjadikan gradien saturasi yang tajam di daerah front (gambar 3.34c.).

Bila ketiga proses diatas digambatkan secara mikroskopis seperti (gambar 3.34d)

Gambar 3.34.

Tekanan Dan Distribusi Fluida Dalam Kolom Pasir Pada Injeksi Alkalin18

C. Perbahan Kebasahan

Tenaga kapiler cenderung untuk menahan minyak pada media berpori. Hal ini dapat dikurangi, dihilangkan atau diubah dengan mekanisme perubahan kebasahan.. Pada injeksi alkalin ada dua kemungkinan terjadinya perubahan kebasahan, yaitu perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil-wet dan sebaliknya.

1. Perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil-wetMekanisme yang terjadi pada perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil-wet, sebagai berikut :

Gambar 3.35.

Mekanisme Pergerakan Minyak Residual Dengan Peubahan Kebasahan3a. Pada saat konsentrasi zat perubah kebasahan naik, batuan water-wet berubah jadi oil-wet, akibatnya tenaga kapiler akan mendorong minyak pada kerongkongan pori yang lebih sempit (gambar 3.35a.).

b. Pada saat yang bersamaan zat perubah itu akan menurunkan tegangan antarmuka, akibatnya minyak akan pecah dan menjalar sepanjang kerongkongan pori (gambar 3.35b.)

c. Bila zat perubah kebasahan tersebut turun, batuan mulai berubah lagi menuju water-wet sehingga mengakibatkan minyak menjadi retak-retak sepanjang kerongkongan pori (gambar 3.35c).

d. Bila batuan tadi sudah menjadi water-wet kembali, maka minyak yang retak-retak akan pecah dan lepas dari batuan, kemudian mengalir melalui kerongkongan pori bersama air injeksi (gambar 3.35d).

2. Perubahan kebasahan oil-wet menjadi water-wet

Banyak peneliti yang menyatakan bahwa kenaikan perolhan minyak pada perubahan kebasahan adalah dari oil-wet menjadi water-wet. Hal penting pada perubahan kebasahan ini adalah perubahan permeabilitas relatif minyak dan air yang menyertainya, dimana hal ini akan membantu terhadap perbaikan mobilty ratio penginjeksian atau akan menurunkan WOR, sehingga terjadi kenaikan perolehan minyak.

D. Peleburan Rigic Interfacial Film.

Beberapa hidrokarbon mempunyai kecenderungan untuk membetuk rigid interfacial film. Film ini akan hancur dan masuk ke dalam minyak, tetapi prosesnya sangat lambat. Bila film ini masuk ke dalam ruang pori yang kecil, maka ia akan melipat membentuk simpul-simpul yang mengakibatkan minyak tidak dapat keluar dari media berpori. Dengan injeksi alkalin, padatn film akan pecah atau larut terbawa gerakan minyak sisa.

Perilaku Reservoir Setelah Injeksi Alkalin

Perilaku reservoir setelah injeksi alkalin dapat dilihat pada gambar 3.36. Seperti halnya injeksi kimia yang lain, perilaku reservoir yang baik akan didapat jika semua parameter bersangkutan sesuai untuk injeksi alkalin.

Gambar 3.36.

Perilaku Reservoir Setelah Injeksi Alkalin16Perolehan minyak tambahan yang dapat diharapkan adalah sekitar 5 %, atau ultimate recovery dengan memakai injeksi alkalin adalah 67 % dari minyak mula-mula (OOIP). Perolehan minyak dapat tinggi jika ukuran slope yang diinjeksikan ke dalam reservoir adalah jumlah yang optimal dan WOR produksi dengan injeksi alkalin akan turun selama masa injeksi.

3.2.2. Injeksi Polimer

Injeksi polimer pada dasarnya merupakan injeksi air yang disempurnakan. Penambahan polimer ke dalam air injeksi dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fluida pendesak, dengan harapan perolehan minyaknya akan lebih besar.

3.2.2.1. Karakteristik Polimer

Karakteristik polimer diantaranya terdiri dari kimiawi polimer, rheologi dan ukuran polimer.

A. Kimiawi Polimer

Ada dua tipe dasar polimer yang saat ini banyak digunakan untuk EOR yaitu polisakarida dan poliakrilamida. Jenis polisakarida yang digunakan dalam EOR adalah xanthangum yang dihasilkan dari akuifitas bakteri xanthomonas campetris. Struktur kimiawinya sebagai berikut :

Sedangkan molekul poliakrilamida terbentuk rantai panjang molekul-molekul monomer akrilamid. Satuan dasar akrilamida memiliki rumus dasar sebagai berikut :

Polimer umumnya dimodifikasi secra kimia dengan cara hidrolisis.

B. Rheologi

Larutan polimer yang terdiri atas molekul-molekul raksasa merupakan fluida non Newtonion, sehingga kelkuan alirannya terlalu kompleks untuk dinyatakan dalam satu parameter, yaitu viskositas. Rheologi larutan meliputi :

Viscoelastisitas dan elaxation time Aliran laminer

Mengalir dengan arus longitudinal

Dalam hubungannya dengan penurunan permeabililtas dikenal faktor resistensi (R yang mengukur pengurangan mobilitas. Harga R dipengaruhi oleh konsentrasi polimer. Secara matematis R dinyatakan sebagai berikut :

...........................................................................................(3.2)

C. Ukuran Polimer

Ukuran polimer dapat ditentukan secara matematis atau melakukan percobaan. Flory (1953) merumuskan untuk polimer non-ionik :

...........................................................................................(3.3)

Sedangkan untuk polimer linier :

.............................................................................................(3.4)

dimana:

W = berat molekul polimer

( = viscositas minyak intrinsik

=

s = radius putaran molekul polimer.

( = viscositas larutan polimer.

(s = viscositas pelarut.

c = konsentrasi polimer.

3.2.2.2. Mekanisme Pendesakan

Seperti halnya pada metode lainnya dalam proyek peningkatan perolehan minyak, maka saat fluida diinjeksikan masuk ke dalam sumur dan kontak pertama terjadi maka mekanisme mulai bekerja. Dengan adanya penambahan sejumlah polimer ke dalam air, akan meningkatkan viskositas air sebagai fluida pendesak, sehingga mobilitas air sendiri menjadi lebih kecil dari semula dengan demikian mekanisme pendesakan menjadi lebih efektif.

Polimer ini berfungsi untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan invasi, sehingga Sor yang terakumulasi dalam media pori yang lebih kecil akan dapat lebih tersapu dan terdesak. Dalam usaha proyek polimer flooding ini membutuhkan analisa dan kriteria yang tepat terhadap suatu reservoir, oleh karena itu studi pendahuluan merupakan faktor yang penting.

Gambar 3.37.

Mekanisme Injeksi Polimer33.2.2.3. Pelaksanaan Di Lapangan

Pelaksanaan operasi injeksi polimer di lapangan pada garis besarnya dibagi menjadi dua, yaitu sistem pencampuran polimer dan sistem injeksi polimer.A. Sistem Pencampuran Polimer

Pencampuran polimer umumnya dilakukan di dalam fasilitas pencampur seperti ditunjukkan pada gambar 3.38. Bagian utama dari peralatan ini adalah pencampur (mixer) polimer kering, yang mengukur butiran dan serbuk polimer di dalam pengatur aliran air untuk memberikan dispersi yang seragam. Persiapan ini menyebabkan polimer kontak dengan aliran air yang berputar (swirling stream) didalam alat funnel-shaped. Jenis merk dagang perawatan tersebut itu adalah GACO dan Dow mixer. Laju feed polimer untuk pencampuran diatur dengan sebuah speed feed anger. Laju alir perlu diatur untuk memberikan kebutuhan percampuran di dalam funnel. Air yang tersisa setelah tercapai konsentrasi polimer yang diinginkan dimasukkan ke dalam pencampur sebagi aliran by pass yang bercampur dengan dispersi polimer dibagian bawah alat pencampur (mixer).

Perlakuan terhadap polimer kering yang disimpan di dalam feed hopper umumnya dilakukan dengan salah satu jarak sebagai berikut. Dalam skala operasi kecil, karung-karung seberat 50 pounds polimer dimasukkan ke dalam feed hoper atau ke dalam storage bin dan dialirkan ke feed hoper secara pneumatik (pompa angin).

Gambar 3.38.

Diagram Peralatan Pencampur Polimer Kering16

Karena laju larutan polimer yang berkonsentrasi tinggi begitu lambat, dibutuhkan tangki-tangki pencampur yang relatif besar di bagian bawah. Tangki-tangki ini biasanya di isi dengan nitrogen untuk mengeluarkan oxigen yang berasal dari udara. Ini juga adalah tempat yang biasanya untuk memasukkan pemakan oksigen (oxygen scavenger) atau biosida bila dirasa diperlukan. Polimer yang telah tercampur dalam tangki diinjeksikan secara langsung dengan menggunakan pompa jenis positive displacement. Jika dikhawatirkan akan terjadi penyumbatan permukaan (face plugging) di sumur injeksi, well head cartridge filter bisa digunakan untuk memastikan polimer yang telah diinjeksikan tidak terdapat penggumpalan gel dari polimer dengan konsentrasi tinggi.

Persiapan larutan polimer dari polimer emulsi atau dari persediaan tidak begitu kompleks. Hanya dibutuhkan pengukuran air dan penambahan zat-zat kimia. Cairan polimer seringkali dapat disempurnakan dengan mixer statis atau mixer in-line tanpa memakai tangki pencampur yang besar. Konsentrasi polimer yang tinggi disimpan di dalam sebuah tangki dengan menggunakan pompa dengan ukuran untuk mengontrol kecepatan polimer yang masuk ke dalam mixer.

B. Sistim Injeksi Polimer

Injeksi fluida ke dalam reservoir melalui beberapa sumur umumnya dilakukan dengan memakai sistim manifold. Gambar 3.39. menggambarkan sistim yang sederhana. Karena umumnya digunakan pompa positive displacement untuk menginjeksikan fluida ke dalam reservoir, laju aliran volumetris totoal dapat dikontrol untuk melihat program injeksi secara keseluruhan. Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif dapat ditentukan dengan flow resistance (daya tahan aliran) dalam masing-masing sumur injeksi. Untuk mengimbangi injeksi yang terkontrol, dibutuhkan jenis kontrol aliran pada masing-masing sumur. Dalam beberapa kasus, jika fluida yang diinjeksikan adalah air atau slug tercampur (miscible slug), throttling valve sederhanadapat untuk mengatur aliran fluida. Jika sejumlah sumur menerima fluida dari satu pompa dalam jumlah besar, alat-alat pengontrol tersebut menjadi tidak stabil karena seluruh sistim saling berhubungan. Perubahan sedikit saja dari alat throttling (katup penyumbat) pada satu sumur menyebabkan perubahan aliran di semua sumur yang lain karena laju alir total tetap konstan. Namun sistim ini tetap bekerja jika cukup monitoring terhadap laju injeksi pada masing-masing sumur.

Injeksi polimer polycrylamide memerlukan larutan khusus dalam masalah pengontrolan laju injeksi. Polimer-polimer tersebut rentan terhadap penurunan shear pada saat melewati throttling valve. Cara yang umumya digunakan untuk mengontrol rate (kecepatan) adalah penempatan tubing panjang dengan diameter relatif kecil. Karena polimer-polimer sedikit sensitif terhadap viscous shear daripada viscoelastic shear di dalam pipa orifice atau peralatan yang serupa, tubing-tubing tersebut menyempurnakan sasaran (tujuan) kontrol aliran tanpa menurunkan kualitas polimer.

Diameter tubing dihitung berdasarkan shear rate untuk laju alir yang diinginkan, sedangkan panjang coil (tubing) dihitung berdasarkan tekanan yang harus dihilangkan sebelum memasukkan wellhead.

Gambar 3.39.

Diagram Sistim Manifold Untuk Distribusi Fluida Injeksi163.2.2.4. Perilaku Reservoir Setelah Diinjeksikan Polimer

Bila karakteristik reservoir telah cocok untuk injeksi polimer, diharapkan perilaku reservoir setelah injeksi polimer mempunyai hasil yang baik. Dari data-data di lapangan yang telah berhasil dilakukan injeksi kimia dapat menggambarkan perilaku reservoir setelah injeksi kimia.

Perolehan minyak tambahan yang dapat diharapkan dari injeksi polimer adalah kira-kira sebesar 5% dari residual oil reserves. Sedangkan untuk sumur-sumur produksi reservoir minyak dengan solution gas drive, perolehan minyak bertambah kira-kira 25%. Dan untuk sumur-sumur produksi dengan water drive, injeksi gas atau gravity drainage perolehan minyak yang dapat dihasilkan sekitar 15 %. Perolehan minyak ini lebih besar daripada menggunakan injeksi air konvensional.

Laju produksi minyak bertambah dari awal dilakukannya proses injeksi polimer. Water cut dari sumur produksi dapat diturunkan, sedangkan WOR (water oil ratio) berkurang dengan banyak selama proses injeksi polimer sekitar 66% dari OOIP (original oil in place). Karakterisitik reservoir setelah injeksi polimer dapat dilihat pada Gambar 3.40. di bawah.

Gambar 3.40.

Karakteristik Reservoir Setelah Injeksi Polimer163.2.3. Injeksi Surfactant

Injeksi surfactant bertujuan untuk menurunkan tegangan antarmuka dan mendesak minyak yang tidak terdesak hanya dengan menggunakan pendorong air. Jadi efisiensi injeksi meningkat sesuai dengan penurunan tagangan antarmuka (LC Uren & EH Fahmy).

Ojeda et al (1954) mengidentifikasikan parameter-parameter penting yang menentukan kinerja injeksi surfaktan, yaitu :

1. Geometri pori.

2. Tegangan antarmuka.

3. Kebasahan atau sudut kontak.

4. (P atau (P/L.

5. Karakteristik perpindahan kromatografi surfactant pada sistim tertentu.

3.2.3.1. Pertimbangan dan Batasan Pemakaian Surfactant

Dasar pertimbangan yang diguankan untuk memilih metoda pendesakan surfactant pada suatu reservoir, yang diperoleh dari data empiris diantaranya meliputi :

1. Sifat fisik fluida reservoir yang terdiri dari : gravity minyak, viskositas minyak, komposisi dan kandugan kloridanya.

2. Sifat fisik batuan reservoir yang terdiri dari : saturasi minyak sisa, tipe formasinya, ketebalan, kedalaman, permeabilitas rata-rata dan temperaturnya.

Sedangkan syarat-syarat dan batasan-batasan yang digunakan dalam pemilihan metoda pendesakan surfactant dapat dirinci sebagai berikut :

1. Kualitas crude oil

Gravity

> 25( API

Viskositas

< 30 cp

Kandungan klorida < 20000 ppm

Komposisi diutamakan minyak menengah ringan (Light Intermediate)

2. Surfactant dan polimer

Ukuran dari slug adalah 5 15% dari volume pori (PV) untuk sistim surfactant yang tinggi konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah besarnya 15 50% dari volume pori (PV).

Konsentrasi polimer berkisar antara 500 2000 mg/i

Volume polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.

3. Kondisi reservoir

Saturasi minyak

>30% PV

Tipe fomasi

diutamakan sandstone

Ketebalan formasi

> 10 ft

Permeabilitas

> 20 md

Kedalaman

< 8000 ft

Temperatur

< 175( F

4. Batasan lain

Penyapuan areal oleh water floding sebelum injeksi surfactant diusahakan lebih besar dari 50%

Diusahakan formasi yang homogen

Tidak terlalu banyak mengandung annydrite, pysum atau clay.

Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divale (Ca dan Mg) lebih kecil dari 500 ppm.

3.2.3.2. Bahan-Bahan Yang Digunakan Dalam Injeksi Surfactant

Penentuan Kuantitas dan kualitas surfactant yang digunakan untuk injeksi perlu diketahui agar residu oil yang tertinggal bisa didesak dan diproduksikan dengan cara menurunkan tegangan permukaan minyak- air. Untuk memperbaiki kondisi reservoir yang tidak diharapkan, yang dapat menghambat operasi injeksi surfactant, maka perlu ditambahkan bahan-bahan kimia lain seperti kosurfactant dan larutan NaCl. Setelah kuantitas dan kualitas surfactant serta aditive ditentukan, maka dilakukan pencampuran larutan. Larutan in dapat berbentuk larutan biasa atau dalam bentuk microemulsion.

A. Klasifikasi Surfactant

Surfactant dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu :

1. Anion

1.1. Garam-Asam Carboxylic

a. Garam sodium dan potasium dari asam lemak rantai lurus (soaps).

b. Garam sodium dan potasium dari asam lemak minyak kelapa.

c. Garam sodium dan potasium dari asam minyak tall.

d. Garam amine.

e. Acylated polypeptides.

1.2. Garam Asam Sulfonat

a. Linear alkyl benzen sulfonat (LAS).

b. Hygher alkyl benzen sulfonat.

c. Benzen, toluen, xylen dan cumenesulfonat

d. Lignusulfonat.

e. Petroleum sulfonat

f. N-acyl-n-alkyltaurates.

g. Parafin sulfonat (SAS). Secondary n-alkyltaurates.

h. Alfa olefin sulfonat (AOS).

i. Ester sulfosuccinate.

j. Alkyl napthalen sulfonat.

k. Isethionates.

l. Garam ester dari phosporic dan polyphosporic.

m. Perfluorinated anion.

2. Kation

a. Amine rantai panjang dan garam-garamnya.

b. Diamines dan polyamines dan garam-garamnya.

c. Garam Quartenary Ammonium.

d. Polyoxythelenated Amine rantai panjang.

e. Quarternized Polyoxythelenated rantai panjang.

f. Amine Oxides.

3. Nonion

a. Polyoxythelenated Alkylphenols, alkylphenol ethoxylates.

b. Polyoxythelenated rantai lurus alkohol, alkohol ethoxylates.

c. Polyoxythelenated mercaptans

d. Rantai panjang asam Ester Carboxylic.

e. Alakanolamine kondensat, Alkanolamides.

f. Tertiery Acetylenic Glicol.

4. Amphoterik

Surfactant jenis ini mengandung dua atau lebih aspek jenis lain. Sebagai contoh amphoterik mungkin mengandung anion group dan non polar group. Surfactant jenis ini tidak pernah digunakan dalam perolehan minyak. Yang termasuk ke dalam surfactant ini adalah jenis-jenis aminocarboxylic.

B. Kuantitas Dan Kualitas Bahan Surfactant

Penentuan kuantitas bahan surfactant adalah penentuan volume surfactant yang dibutuhkan dalam pendesakan. Slug surfactant yang digunakan ini jangan terlalu banyak karena tidak ekonomis dan sebaliknya jangan terlalu sedikit karena mengakibatkan permukaan minyak tidak semuanya dilalui.

Sedangkan yang dimaksud dengan kualitas surfactant adalah efektivitas kerja dari surfactant untuk menurunkan tegangan permukaan antara minyak-air. Bahan utama dari surfactant ini adalah petroleum sulfonat, dimana zat ini dihasilkan dari sulfonatisasi minyak mentah.

Surfactant didefinisikan sebagai molekul yang mencari tempat diantara dua cairan yang tidak dapat bercampur dan mempunyai kemampuan untuk mengubah kondisi. Surfactant yang mempunyai daya afinitas yang kuat terhadap minyak disebut oil-soluble (mahagony) sedangkan surfactant yang mempunyai daya afinitas yang kuat terhadap air disebut water soluble (green acid). Petroleum sulfonate mempunyai daya afinitas terhadap air dan minyak.

Kualitas surfactant oleh parameter berat ekivalen. Semakin besar berat ekivalennya, maka efektivitas kerjanya semakin baik, dan sebaliknya. Surfactant dengan berat ekivalen yang terlalu besar maupun kecil tidak efektif sebagai bahan dasar injeksi surfactant. Berat ekivalen surfactant yang menghasilkan recovery minyak tertinggi adalah antara 375 sampai 475.

C. Pelarut dan Aditive

Pelarut utama surfactant adalah air dan minyak. Sulfonate yang merupakan hasil industri penyulingan suatu campuran zat-zat kimia disebut Petroleum Feedstock, dilarutkan dalam minyak atau air sehingga membentuk micele-micele yang merupakan microemulsion dalam air atau minyak. Micele-micele berfungsi sebagai medium yang miscible baik terhadap minyak atau air. Larutan yang menggunakan air atau minyak sebagai pelarutnya, tergantung pada bentuk larutan yang dikehendaki, apakah aqueous solution atau microemulsion (oil-external atau water-external microemulsion). Dalam sistem aqueous solution, pelarut utamanya adalah air. Sedangkan untuk oil-external adalah minyak, dan water-external pelarut utamanya adalah air. Sebagai zat tambahan dalam slug surfactant digunakan kosurfactant, umumnya adalah alkohol. Kosurfactant sering digunakan karena mrmpunyai banyak fungsi dalam sistem pendesakan, antara lain viscositas larutan dapat diatur dengan kosurfactant untuk kontrol mobilitas. Dari pengalaman di lapangan, penggunaan kosurfactant ini dapat meningkatkan recovery minyak sampai 20 %. Hal ini disebabkan karena selain ikut mendesak, kosurfactant turut melarutkan minyak.

Zat tambahan lain yang sering digunakan adalah larutan elektrolit NaCl yang digunakan sebagai preflush, untuk menggerakkan air formasi yang tidak compatible dengan komposisi slug surfactant.

D. Sistem Pencampuran

Untuk mencampur komponen-komponen menjadi slug surfactant, diperlukan sistem penanganan yang tepat, antara lain harus memakai water treatment dan sistem pencampuran slug surfactant. Fasilitas water treatment diperlukan untuk menghilangkan kation-kation yang merugikan seperti Ca2+, Mg2+ dan ion besi dengan ion-ion natrium dari pelembut air (water softener).

3.2.3.3. Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Injeksi Surfactant

Variabel-variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant diantaranya adalah adsorbsi, konsentrasi slug surfactant, clay, salinitas.

A. Adsorbsi

Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan reservoir terhadap larutan surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug surfactant terjadi akibat gaya tarik-menarik antra molekul-molekul surfactant dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya afinitas batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis, akibatnya kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin menurun.

Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang dilarutkan dalam air yang merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi persinggungan ini molekul-molekul surfactant akan ditarik oleh molekul-molekul batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu sampai mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena terjadi adsorbsi sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan berat ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi.

B. Konsentrasi Slug Surfactant

Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi batuan reservoir pada surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang digunakan, maka akan semakin besar adsorbsi yang diakibatkannya mencapai titik jenuh.

C. Clay

Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat menurunkan recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile) menyebabkan adsorbsi yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas rendah, peranan clay ini sangat dominan.

D. Salinitas

Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan minyak-air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan menyebabkan penurunan tegangan permukaan minyak-air tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena ikatan kimia yang membentuk NaCl adalah ikatan ion yang sangat mudah terurai menjadi ion Na+ dan ion Cl-, begitu juga halnya dengan molekul-molekul surfactant.Di dalam air ia akan mudah terurai menjadi ion RSO3- dan H+. Konsekuensinya bila pada operasi injeksi surfactant terdapat garam NaCl, maka akan membentuk HCl dan RSO3Na, dimana HCl dan RSO3Na buakan merupakan zat aktif permukaan dan tidak dapat menurunkan tegangan permukaan minyak-air.

Selain mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, garam NaCl juga mengakibatkan fraksinasi surfactant yang lebih besar, sampai batuan reservoir tersebut mencapai titik jenuh.

Gambar 3.41.

Diagram Sistem Water Treatment17

Gambar 3.42.

Diagram Sistem Pencampuran Slug Surfactant173.2.3.4. Sifat Surfactant Sebagai Bahan Injeksi EOR

Surfactant adalah bahan kimia yang molekulnya selalu mencari tempat diantara dua fluida yang tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida tersebut menjadi emulsi. Surfactant yang berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfactant yang aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil, maka campuran surfactant tersebut masih berupa monomor (belum aktif). Untuk itu setiap slug perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles Cocentration) yaitu konsentrasi tertentu, sehingga campuran surfactant yang semula monomor berubah menjadi micelle.

Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR adalah Sodium sulfonate yang ionik bermuatan negatif. Sedangkan jenis lain jarang dipakai. Larutan surfactant yang biasa digunakan di lapangan untuk pendesakan minyak sisa hasil pendorongan air, terdiri dari komponen surfactant, air, minyak dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan surfactant ini diijeksikan ke dalam reservoir sebagai slug kemudian didorong oleh larutan polimer untuk memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat bahan polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 15 % PV(Pore Volume), diharapkan kemampuannya menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan jika digunakan secondery recovery.

3.2.3.5. Mekanisme Surfactant Pada Sistem Fluida-Batuan Reservoir

Larutan surfactant yang merupakan microemulsion yang diinjeksikan ke dalam reservoir, mula-mula bersinggungan dengan permukaan gelembung-gelembung minyak melalui film air yang tipis, yang merupakan pembatas antara batuan reservoir dan gelembung-gelembung minyak. Surfactant memulai perannya sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air. Pertama sekali molekul-molekul surfactant yang mempunyai rumus kimia RSO3H akan terurai dalam air menjadi ion-ion RSO3- dan H+. Ion-ion RSO3- akan bersinggungan dengan gelembung-gelembung minyak, ia akan mempengaruhi ikatan antara molekul-molekul minyak dan juga mempengaruhi adhesion tension antara gelembung-gelembung minyak dengan batuan reservoir, akibatnya ikatan antara gelembung-gelembung minyak akan semakin besar dan adhesion tension semakin kecil sehingga terbentuk oil bank didesak dan diproduksikan.

Pada operasi di lapangan, setelah slug surfactant diinjeksikan kemudian diikuti oleh larutan polimer. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fingering dan chanelling. Karena surfactant + kosurfactant harganya cukup mahal, di satu pihak polimer melindungi bank ini sehingga tidak terjadi fingering menerobos zone minyak dan di lain pihak melindungi surfactant bank dari terobosan air pendesak.

Agar slug surfactant efektivitasnya dalam mempengaruhi sifat kimia fisika sistem fluida di dalam batuan reservoir dapat berjalan baik, maka hal-hal diatas harus diperhatikan. Misalnya mobilitas masing-masing larutan harus dikontrol. Mobilitas slug surfactant harus lebih kecil dari mobilitas minyak dan air didepannya.

3.2.3.6. Pelaksanaan Di Lapangan

Pelaksanaan di lapangan untuk injeksi surfactant meliputi sistem perlakuan terhadap air injeksi, sistem pencampuran slug surfactant dan sistem injeksi fluida.

A. Sistem Perlakuan Terhadap Air Injeksi

Fasilitas perlakuan terhadap air injeksi akan sangat bergantung pada persediaan air untuk injeksi dan keperluan-keperluan lain. Dalam beberapa kasus, kebutuhan perlakuan minimum terhadap filtrasi air dilakukan melalui penyaringan tekanan bumi diatomaeous.

Jika air dipakai sebagai slug tercampur (miscible slug) atau formasi polimer, proses penyaringan air dilakukan dengan penukaran ion water softener. Langkah ini digunakan untuk menghilangkan bermacam-macam kation pengganggu dengan ion-ion sodium dari regin di dalam water softener seperti diperlihatkan pada gambar 3.43.

B. Sistem Percampuran Slug Surfactant

Komponen-komponen slug tercampur (miscible) mempunyai komposisi berbeda-beda pada kebanyakan rumus-rumus dari micellar. Kebanyakan slug terdapat paling sedikit terdiri dari empat komponen berbeda : petroleun sulfonat, fasa cairan (encer), hidrokarbon dan kosurfactant. Semua komponen tersebut kecuali kosurfactant, diukur didalam tangki pencampur yang luas dimana mereka tercampur sampai menjadi homogen, seperti dapat dilihat pada gambar 3.45.

Gambar 3.43.

Diagram Sistem Perlakuan Terhadap Air16 Gambar 3.44.

Diagram Sistem Pencampuran Slug Surfactant16

Filtrasi diperlukan slug yang umumnya memanas sebelum dipompa melewati filter. Dengan memanaskan lebih dahulu mempunyai beberapa maksud, menstabilkan slug, memperbaiki penyaringan yang menyebabkan turunnya viskositas slug dan mengurangi kemungkinan terendapkannya parafin di dalam sumur injeksi. Setelah filtrasi, kosurfactant yang hampir selalu alkohol, terukur di dalam slug. Kosurfactant menaikkan kesetabilan micellar dan secar serempak merubah viskositas untuk memenuhi kebutuhan mobilitas di dalam reservoir. Slug tersebut biasanya ditempatkan di dalam tangki penyimpanan preinjection sebelum diijeksikan di dalam sumur. Sebuah pompa positive displacement digunakan untuk mengnjeksikan slug pada laju alir seperti sebelumnya.

C. Sistem Injeksi Fluida

Injeksi fluida ke dalam reservoir dengan melslui beberapa sumur umumnya dilakukan dengan memakai sistem manifold. Karena biasanya digunakan pompa positive displacement untuk menginjeksikan fluida di dalam reservoir, laju aliran volumetris total dapat dikontrol, untuk melihat program injeksi secara keseluruhan. Gambar 3.45. menggambarkan penginjeksian surfactant ke dalam reservoir suatu lapangan.

Gambar 3.45.

Sistem Penginjeksian Surfactant16

Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif ditentukan dengan mengukur daya tahan aliran dalam aliran masing-masing sumur injeksi. Untuk mengimbangi injeksi yang tak terkontrol, dibutuhkan beberapa jenis kontrol aliran pada masing-masing sumur. Jika fluida yang diinjeksikan adalah atau slug tercampur (miscible slug), throttling valve sederhana cukup untuk mengukur aliran. Jka sejumlah sumur mendapat fluida dari satu pompa dalam jumlah yang besar, alat-alat pengontrol dapat menjadi tidak stabil karena seluruh sistem saling berhubungan. Perubahan sedikit saja pada perawatan throttling pada sumur menyebabkan perubahan aliran di sebuah sumur yang lainnya, karena laju alir total tetap konstan. Namun sistem ini tetap dapat bekerja jika cukup memonitoring terhadap laju injeksi pada masing-masing sumur.

3.2.3.7. Perilaku Reservoir Setelah Injeksi Surfactant

Peilaku reservoir setelah injeksi surfactant pada dasarnya tidak dapat antara satu reservoir dengan reservoir yang lain, tergantung pada karakteristik reservoit tersebut yang lebih sesuai atau tepat untuk pelaksanaan injeksi surfactant. Namun dari data-data yang diperoleh dari keberhasilan injeksi surfactant pada sumur-sumur produksi yang telah dilakukan , dapat diambil perilaku reservoir setelah injeksi surfactant.

Perolehan minyak yang dapat mengharapkan dari injeksi surfactant adalah sekitar adalah 82 % dari OOIP (original oil in place) atau bahkan lebih jika dilakukan injeksi surfactant di laboratorium dengan memakai model batu pasir. Namun keseluruhan dari injeksi surfactant dapat dihasilkan perolehan minyak yang lebih besar dari pada menggunakan injeksi air konvensional. Sedangkan perolehan tambahan adalah sekitar 15% dari residual oil reserves. Untuk reservoir dengan kandungan minyak kental atau reservoir minyak berat perolehan yang mungkin didapat adalah sekitar 30%. Untuk reservoir minyak dengan solution gas drive perolehan yang dapat diharapkan lebih kecil, yaitu sekitar 15 % dan untuk reservoir minyak dengan water drive injeksi gas atau gravity drainage sekitar 10 %.

Perolehan minyak bertambah jika ukuran buffer mobilitas semakin besar. Dari percobaan diketahui bahwa perolehan minyak maximum dengan injeksi surfactant terjadi pada harga salinitas yang optimal (gambar 3.46.)

Gambar 3.46.

Karakteristik Reservoir Setelah Injeksi Surfactant16

63

_1031111210.unknown

_1031111470.unknown

_1031111745.unknown

_1031111366.unknown

_1030742198.unknown