metalurgi besi

34
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengenalan Besi Besi merupakan logam paling biasa digunakan di antara semua logam, yaitu sebanyak 95 % dari semua logam yang dihasilkan di seluruh dunia. Harga yang murah serta kekuatannya membuat besi banyak digunakan, terutamanya dalam pembuatan pada industri kereta, badan kapal bagi kapal besar, dan komponen struktur pada bangunan. Bijih besi yang utama adalah hematit (Fe 2 O 3 ). Bijih lainnya adalah magnetit, pirit dan siderit. Tempat penambangan bijih besi di indonesia ada di Cilacap, Jawa tengah dan di beberapa tempat di jawa Timur sedang peleburan biji besi dan industri baja terdapat di Cilegon, jawa barat. III-1

Upload: dolly-alfarishi

Post on 16-Jul-2016

52 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

metalurgi besi

TRANSCRIPT

Page 1: Metalurgi Besi

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengenalan Besi

Besi merupakan logam paling biasa digunakan di antara semua logam,

yaitu sebanyak 95 % dari semua logam yang dihasilkan di seluruh dunia. Harga

yang murah serta kekuatannya membuat besi banyak digunakan, terutamanya

dalam pembuatan pada industri kereta, badan kapal bagi kapal besar, dan

komponen struktur pada bangunan.

Bijih besi yang utama adalah hematit (Fe2O3). Bijih lainnya adalah

magnetit, pirit dan siderit. Tempat penambangan bijih besi di indonesia ada di

Cilacap, Jawa tengah dan di beberapa tempat di jawa Timur sedang peleburan biji

besi dan industri baja terdapat di Cilegon, jawa barat.

Besi baja merupakan aloy besi yang paling banyak digunakan, dan jenis-

jenis dari besi yang lainnya adalah:

Besi mentah atau Pig iron yang mengandungi 4% – 5% karbon dengan

sejumlah campuran seperti belerang, silikon dan fosforus. Fungsinya adalah

merupakan perantaraan daripada bijih besi kepada besi tuang dan besi baja.

Besi tuang (Cast iron) mengandungi 2% – 3.5% karbon dan sejumlah kecil

mangan. Campuran yang terdapat di dalam besi mentah dapat memberikan

III-1

Page 2: Metalurgi Besi

III- 3

kesan buruk kepada sifat bahan, seperti belerang dan fosfor, telah mempunyai

titik lebur pada suhu 1420–1470 K, yang lebih rendah berbanding dua

komponen utamanya, dan menjadikannya hasil pertama yang melebur apabila

karbon dan besi dipanaskan serentak. Sifat mekaniknya berubah-ubah,

bergantung kepada bentuk karbon yang diberikan ke dalam aloi. Besi tuang

'putih' mengandung karbon dalam bentuk cementite, atau besi karbida.

Sebagian keras dan rapuh ini mendominasi sifat-sifat utama besi tuang 'putih',

menyebabkannya keras, tetapi tidak tahan kejutan. Dalam besi tuang 'kelabu',

karbon hadir dalam bentuk serpihan halus grafit, dan ini juga menyebabkan

bahan menjadi rapuh kerana ciri-ciri grafit yang mempunyai pinggir-pinggir

tajam yang merupakan kawasan tegasan tinggi. Jenis besi kelabu yang baru,

yang dinamakan 'besi mulur', adalah dicampur dengan kandungan surih

magnesium untuk mengubah bentuk grafit menjadi sferoid, atau nodul, lantas

meningkatkan ketegaran dan kekuatan besi.

Besi karbon mengandungi antara 0.5% dan 1.5% karbon, dengan sejumlah

kecil mangan, belerang, fosfor, dan silikon.

Besi tempa (Wrought iron) mengandungi kurang daripada 0.5% karbon. Besi

tersebut keras, mudah lentur. Besi tersebut mempunyai sejumlah kecil

karbon. Jika ditajamkan menjadi tirus, ia cepat kehilangan ketajamannya.

Besi aloi (Alloy steel) mengandungi kandungan karbon yang berubah-ubah

dan juga logam-logam lain, seperti kromium, vanadium, molibdenum, nikel,

tungsten dan sebagainya.

Page 3: Metalurgi Besi

III- 3

Besi oksida (III) digunakan dalam penghasilan gelombang magnetik dalam

komputer. Besi ini sering dicampurkan dengan bahan lain, dan menghasilkan

ciri-ciri mereka dalam larutan.

3.2 Ganesa Besi

Proses pembentukan bijih besi primer berhubungan dengan proses

magmatisme berupa gravity settling dari besi dalam batuan dunit, kemudian diikuti

dengan proses metamorfisme/metasomatsma yang diakhiri oleh proses hidrotermal

akibat terobosan batuan beku dioritik.

Besi yang terbentuk secara sekunder di sebut besi laterit berasosiasi

dengan batuan peridotit yang telah mengalami pelapukan Bijih besi tipe laterit

umumnya terdapat didaerah puncak perbukitan yang relative landai atau

mempunyai kemiringan lereng dibawah 10%, sehingga menjadi salah satu factor

utama dimana proses pelapukan secara kimiawi akan berperan lebih besar daripada

proses mekanik.

3.3 Proses Penambangan Bijih Besi

Tahapan proses penambangan dari proses penambangan bijih besi hampir

sama dengan proses penambangan bijih mineral logam lainnya. Di mana aktivitas

penambangannya terdiri dari tahapan kegiatan sebagai berikut :

1.Pembersihan Lahan (Land Clearing)

2. Pengeboran (Drilling)

Page 4: Metalurgi Besi

III- 3

3. Peledakan (Blasting)

4. Pemuatan dan Pengangkutan (Loading dan Hauling)

5. Penggilingan (Crushing)

6. Pengolahan (metallurgy)

3.4 Proses Pengolahan Besi

Ada dua tahap untuk mengolah besi, yaitu peleburan yang bertujuan

untuk mereduksi bijih besi sehingga menjadi besi dan peleburan ulang yang

berguna dalam pembuatan baja.

Dewasa ini, besi kasar diproduksi dengan menggunakan blast furnace

(tanur bijih besi) yang berisi kokas pada lapisan paling bawah, kemudian batu

kapur dan bijih besi. Kokas terbakar dan menghasilkan gas CO yang naik ke atas

sambil mereduksi oksida besi. Besi yang telah tereduksi melebur dan terkumpul

di bawah tanur menjadi besi kasar yang biasanya mengandung C, Si, Mn, P, dan

S. Kemudian leburan besi dipindahkan ke tungku lain (converter) dan diembuskan

gas oksigen untuk mengurangi kandungan karbon. Dengan cara ini dapat diproses

besi kasar menjadi baja sebanyak kurang lebih 300 ton dalam waktu 15-20 menit.

Untuk menghilangkan kembali kandungan oksigen dalam baja cair, ditambahkan

Al, Si, dan Mn.

Proses ini disebut dioksidasi. Setelah dioksidasi, baja cair dialirkan dalam

mesin cetakan kontinu berupa slab atau dicor dalam cetakan berupa ingot. Slab

dan ingot itu diproses dengan penempaan panas, rolling panas, penempaan dingin,

Page 5: Metalurgi Besi

III- 3

perlakuan panas, pengerasan permukaan dan lain-lain untuk dibentuk menjadi

sebuah produk atau kerangka dasar dari sebuah produk.

Berbagai macam bijih besi yang terdapat di dalam kulit bumi berupa

oksida besi dan karbonat besi, diantaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:

1. Bijih besi coklat (2Fe2O3 + 3H2O) dengan kandungan besi berkisar 40%.

2. Bijih besi merah yang juga disebut hematit (Fe2O3), kandungan Fe 50 %

3. Bijih besi magnetik (Fe3O4) berwarna hijau tua kehitaman, bersifat

magnetis dengan mengandung besi berkisar 60%.

4. Bijih besi kalsit atau spat (FeCO3) yang juga disebut sferosiderit dengan

mengandung besi berkisar 40%.

Bijih besi dari tambang biasanya masih bercampur dengan pasir, tanah

liat, dan batu-batuan dalam bongkah-bongkahan yang tidak sama besar. Untuk

kelancaran proses pengolahan bijih besi, bongkah-bongkah tersebut dipecahkan

dengan mesin pemecah, kemudian disortir antara bijih bersih dan batu-batuan

ikutan dengan tromol magnet.

Pekerjaan selanjutnya adalah mencuci bijih besi tersebut dan

mengelompokkan menurut besarnya, bijih – bijih besi halus dan butir-butir yang

kecil diaglomir di dalam tanur sinter atau rol hingga berupa bola-bola yang dapat

dipakai kembali sebagai isi tanur.

Setelah bijih besi itu dipanggang di dalam tanur panggang agar kering dan

unsur-unsur yang mudah menjadi gas keluar dari bijih kemudian dibawa ke tanur

tinggi diolah menjadi besi kasar. Tanur tinggi mempunyai bentuk dua buah

Page 6: Metalurgi Besi

III- 3

kerucut yang berdiri satu di atas yang lain pada alasnya. Pada bagian atas adalah

tungkunya yang melebar ke bawah, sehingga muatannya dengan mudah meluncur

ke bawah dan tidak terjadi kemacetan. Bagian bawah melebar ke atas dengan

maksud agar muatannya tetap berada di bagian ini.

Tanur tinggi dibuat dari susunan batu tahan api yang diberi selubung baja

pelat untuk memperkokoh konstruksinya. Tanur diisi dari atas dengan alat

pengisi. Berturut-turut dimasukkan kokas, bahan tambahan (batu kapur) dan bijih

besi. Kokas adalah arang batu bara yaitu batu bara yang sudah didestilasikan

secara kering dan mengandung belerang yang sangat rendah sekali. Kokas

berfungsi sebagai bahan bakarnya dan membutuhkan zat asam yang banyak

sebagai pengembus.

Agar proses dapat berjalan dengan cepat udara pengembus itu perlu

dipanaskan terlebih dahulu di dalam tanur pemanas udara. Proses reduksi bijih

besi pada tanur tinggi dapat dilihat pada (Gambar 3.1).

Besi cair di dalam tanur tinggi, kemudian dicerat dan dituang menjadi

besi kasar, dalam bentuk balok-balok besi kasar yang digunakan sebagai bahan

ancuran untuk pembuatan besi tuang (di dalam tanur kubah), atau dalam keadaan

cair dipindahkan pada bagian pembuatan baja di dalam konvertor atau tanur baja

yang lain, misalnya tanur Siemen Martin.

Page 7: Metalurgi Besi

III- 3

GAMBAR 3.1

PROSES REDUKSI BIJIH BESI DALAM TANUR TINGGI

Secara sederhana proses pengolahan bijih besi dari tambang sampai

proses peleburannya menjadi besi cair dapat dilihat pada bagan alir proses

peleburan besi pada (Gambar 3.2).

Page 8: Metalurgi Besi

III- 3

Bijih besi

Kadar tinggi(> 55% Fe 2 O 3)

Kadar rendah(< 55% Fe 2 O 3)

Bongkah-bongkah Ukuran kecil P B G Ampas

Sintering, pelletizing

Peleburan di tanur tiup(blast furnace)

Kokas & flux

Fluedust

Besi wantah(pig iron / hot metal)

Pemurnian di openhearth furnace

Pemurnian di L-D atauBessemer converter

Baja L-D atau BessemerOpen hearth steel

Terak dibuangTerak dibuang

Scrap

Blast furnace,gas dijual

GAMBAR 3.2

DIAGRAM ALIR PROSES PELEBURAN BESI

Page 9: Metalurgi Besi

III- 3

3.5 Proses Perlakuan pada Besi dalam Pembuatan Baja

Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan

cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan

kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia logam yang

bersangkutan. Tujuan proses perlakuan panas untuk menghasilkan sifat-sifat

logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat proses perlakuan panas

dapat mencakup keseluruhan bagian dari logam atau sebagian dari logam.

Adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya variasi struktur

mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik itu sendiri adalah merupakan

transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) ke bentuk susunan atom

yang lain. Pada temperatur dibawah 910 0C sel satuannya Body Center Cubic

(BCC), temperatur antara 910 dan 1392 oC sel satuannya Face Center Cubic

(FCC) sedangkan temperatur diatas 1392 sel satuannya kembali menjadi BCC.

Bentuk sel satuan ditunjukan pada gambar dibawah ini:

GAMBAR 3.3

BENTUK SEL SATUAN BCC

Page 10: Metalurgi Besi

III- 3

GAMBAR 3.4

BENTUK SEL SATUAN FCC

Perubahan bentuk susunan atom (sel satuan) akibat pemanasan ditunjukan

pada gambar dibawah ini :

GAMBAR 3.5

PERUBAHAN BENTUK SEL SATUAN AKIBAT PEMANASAN

PADA LOGAM

Page 11: Metalurgi Besi

III- 3

Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu :

1. Softening (Pelunakan) : Adalah usaha untuk

menurunkan sifat mekanik agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan

material yang sudah dipanaskan didalam tungku (annealing) atau

mendinginkan dalam udara terbuka (normalizing).

2. Hardening (Pengerasan) : Adalah usaha untuk

meningkatkan sifat material terutama kekerasan dengan cara selup cepat

(quenching) material yang sudah dipanaskan ke dalam suatu media quenching

berupa air, air garam, maupun oli.

3.5.1 Austenisasi Pada Perlakuan Panas

Tujuan proses austenisasi adalah untuk mendapatkan struktur

austenit yang homogen. Kesetimbangan kadar karbon austenit akan

bertambah dengan naiknya suhu austenisasi, ini mempengaruhi karakteristik

isothermal. Bila kandungan karbon meningkat maka temperatur Ms menjadi

rendah, selain itu kandungan karbon akan meningkat pula jumlah grafit akan

membentuk senyawa karbida yang semakin banyak. Proses perlakuan panas

selalu diawali dengan transformasi dekomposisi austenit menjadi struktur

mikro yang lain.

Struktur mikro yang dihasilkan lewat transformasi tergantung pada

parameter proses perlakuan panas yang diterapkan dan jenis proses proses

perlakuan panas. Struktur mikro yang berubah melalui transformasi

dekomposisi austenit menjadi struktur mikro yang lain, dimaksudkan untuk

Page 12: Metalurgi Besi

III- 3

memperoleh sifat mekanik dan fisik yang diperlukan untuk suatu aplikasi

proses pengerjaan logam. Proses selanjutnya setelah fasa tunggal austenit

terbentuk adalah pendinginan, dimana mekanismenya dipengaruhi oleh

temperatur, waktu, serta media yang digunakan. Pada pendinginan secara

perlahan-lahan perubahan fasa berdasarkan mekanisme difusi, dimana

kehalusan dan kekasaran struktur yang dihasilkan tergantung pada

kecepatan difusi.

GAMBAR 3.6

PENGARUH KECEPATAN PENDINGINAN PADA BAJA

TERHADAP STRUKUR MIKRO

Page 13: Metalurgi Besi

III- 3

Pada gambar diatas Variasi dari pembentukan struktur mikro yang

merupakan fungsi dari kecepatan pendinginan pada baja dari temperatur

eutektoid. Bila pendinginan dilakukan secara cepat, maka perubahan

fasanya berdasarkan mekanisme geser menghasilkan struktur mikro dengan

sifat mekanik yang keras dan getas. Perubahan struktur mikro selama proses

pendinginan dapat merupakan paduan dari mekanisme difusi dan

mekanisme geser.

3.6 Jenis Perlakuan Panas pada Besi

3.6.1 Annealing

Annealing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan

pendinginan lambat didalam tungku yang dimatikan. Temperatur pemanasan

annealing, untuk baja hypoeutektoid adalah sekitar sedikit diatas garis A3

(Gbr. 5.) dan untuk baja hypereutektoid adalah sedikit diatas garis Acm

(Gbr.5.). Tujuan dari annealing untuk memperbaiki ; mampu mesin, mampu

bentuk, keuletan, kehomogenan struktur, menghilangkan tegangan dalam,

dan lain sebagainya.

3.6.2 Normalizing

Normalizing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan

pendinginannya diudara terbuka. Tujuan normalizing antara lain untuk

memperbaiki sifat mampu mesin, memperhalus butir dan lain sebagainya.

Temperatur pemanasan normalizing, untuk baja hypoeutektoid dipanaskan

pada temperatur 30 oC sampai dengan 40 C diatas garis A3 agar diperoleh

Page 14: Metalurgi Besi

III- 3

Austenit yang homogen. Setelah waktu penahanan pada temperatur

austenisasi selesai, kemudian baja didinginkan di udara sampai mencapai

temperatur kamar (27 oC). Struktur Metalurgi baja HypoEutektoid yang

dihasilkan terdiri dari ferit dan perlit.

Sifat mekanik baja yang dihasilkan setelah proses annealing dan

normalizing, tergantung pada laju pendinginan diudara. Laju pendinginan

yang agak cepat akan menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang lebih

tinggi. Daerah temperatur pemanasan untuk proses Annealing dan

Normalizing dari diagram fasa Fe-C, dapat dilihat pada Gbr berikut :

GAMBAR 3.7

TEMPERATUR PEMANASAN UNTUK ANNELING, NORMALIZING, HOT

WORKING DAN HOMOGENEZING PADA DIAGRAM Fe-Fe3C

Page 15: Metalurgi Besi

III- 3

Siklus dari temperatur pemanasan dan kecepatan pendinginan dari

proses annealing dan normalizing, dapat dilihat pada gambar berikut :

GAMBAR 3.8

SKEMATIK SIKLUS TEMPERATUR – WAKTU DARI

ANNELING DAN NORMALIZING

Struktur yang dihasilkan dari proses pemanasan dan pendinginan yang

lambat adalah fasa ferit dan fasa perlit.

GAMBAR 3.9

STRUKTUR MIKRO BAJA KARBON MEDIUM HASIL AUSTENISASI

PADA TEMPERATUR 1095oC PENDINGINAN DI UDARA

Page 16: Metalurgi Besi

III- 3

Dari gambar terlihat fasa ferit dan perlit. Fasa ferit adalah fasa yang

terlihat berwarna terang, fasa ini mempunyai mempunyai sifat lunak.

Sedangkan fasa perlit yang terlihat berwarna gelap adalah lapisan ferit dan

sementit, fasa ini mempunyai sifat mampu mesin yang baik.

Temperatur pemanasan austenisasi yang semakin tinggi (super

heating) diatas garis A3 akan menghasilkan pertumbuhan butir austenit yang

semakin besar, sehingga pada saat pendinginan yang lambat akan

menghasilkan butir ferit dan perlit yang semakin kasar. Pada Gbr.dapat

dilihat skema pengaruh temperatur austenisasi pada struktur mikro baja hasil

proses annealing dan normalizing.

GAMBAR 3.10

SKEMA PENGARUH TEMPERATUR AUSTENISASI YANG

MENUNJUKAN PERUBAHAN STRUKTUR BAJA DALAM

PROSES ANNEALING DAN NORMALIZING.

Page 17: Metalurgi Besi

III- 3

Temperatur pemanasan yang sangat tinggi (overheating) pada proses

annealing dan normalizing ini sedikit berpengaruh pada kekuatan luluh,

kekuatan tarik dan kekerasan suatu baja. Persentase perpanjangan, reduksi

dan kekuatan impak akan meningkat dengan semakin meningkatnya besar

butir.

3.6.3 Proses Hardening

Proses ini berguna untuk memperbaiki kekerasan dari baja tanpa

dengan mengubah komposisi kimia secara keseluruhan. Proses ini

mencakup proses pemanasan sampai pada austenisasi dan diikuti oleh

pendinginan dengan kecepatan tertentu untuk mendapatkan sifat-sifat yang

diinginkan. Temperatur yang dipilih tergantung pada jenis baja yang

diproses, dimana temperatur pemanasan 50 ˚C – 100 ˚C di atas garis A3

untuk baja hypoeutektoid. Sedangkan proses pendinginannya bermacam-

macam tergantung pada kecepatan pendinginan dan media quenching yang

dikehendaki. Untuk pendinginan yang cepat akan didapatkan sifat logam

yang keras dan getas sedangkan untuk pendinginan yang lambat akan

didapatkan sifat yang lunak dan ulet.

Pada baja hypoeutektoid temperatur diatas garis Ac3, struktur baja

akan seluruhnya berkomposisikan butir austenit, dan pada saat pendinginan

cepat akan menghasilkan martensit. Quenching baja hypoeutektoid dari

temperatur diatas temperatur optimum akan menyebabkan terjadinya

Page 18: Metalurgi Besi

III- 3

overheating. Overheating dalam hardening akan menghasilkan butir

martensit kasar yang mempunyai kerapuhan yang tinggi (Ref.4)

Proses ini sangat dipengaruhi oleh parameter tertentu seperti :

a. Temperatur pemanasan, yaitu temperatur austenisasi yang dikehendaki

agar dicapai transformasi yang seragam pada material.

b. Waktu pemanasan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk

mencapai temperatur pemanasan tertentu (temperatur austenisasi).

c. Waktu penahanan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan agar

didapatkan distribusi temperatur yang seragam pada benda kerja.

Waktu pemanasan ini merupakan fungsi dari dimensi dan daya

hantar panas benda kerja. Lamanya waktu penahanan akan menimbulkan

pertumbuhan butir yang dapat menurunkan kekuatan material.

GAMBAR 3.11

GRAFIK PENGARUH PARAMETER PENGERASAN

Page 19: Metalurgi Besi

III- 3

Berdasarkan faktor-faktor tadi maka selanjutnya pembentukan

austenit dan pengontrolan butiran austenit merupakan aspek penting dalam

proses hardening, karena transformasi austenit dan sifat mekanis dari

struktur mikro yang terbentuk ditentukan oleh ukuran butir austenit.

3.6.4 Quenching

Untuk memperoleh kekerasan yang diinginkan, maka dilakukan

proses quenching. Media quech yang biasa dipergunakan diantaranya :

Larutan Garam

Air

Oli

Pemilihan media quech untuk mengeraskan baja tergantung pada

laju pendinginan yang diinginkan agar dicapai kekerasan tertentu. Untuk

lebih memahami laju pendinginan dari setiap media queching, perlu

memeriksa kurva pendinginan seperti terlihat pada Gbr.17. Kurva ini

menyatakan perubahan temperatur benda kerja pada saat didinginkan atau di

quench dari temperatur pengerasannya. Pada pendinginan tersebut terjadi

dalam 3 tahap berbeda yang ditandai A, B, C, dimana masing-masing tahap

memiliki karakteristik pendinginan yang berbeda-beda.

Jika suatu benda kerja diquench ke dalam medium queching, lapisan

cairan disekeliling benda kerja akan segera terpanasi sehingga mencapai

titik didihnya dan berubah menjadi uap.

Page 20: Metalurgi Besi

III- 3

GAMBAR 3.12

TAHAPAN DARI PENDINGINAN SELAMA QUENCHING

Pada tahap ini (tahap A) benda kerja akan segera dikelilingi oleh

lapisan uap yang terbentuk dari cairan pendingin yang menyentuh

permukaan benda kerja. Uap yang terbentuk menghalangi cairan pendingin

menyentuh permukaan benda kerja. Sebelum terbentuk lapisan uap,

permukaan benda kerja mengalami pendinginan yang sangat intensif.

Dengan adanya lapisan uap, akan menurunkan laju pendinginan, karena

lapisan terbentuk dan akan berfungsi sebagai isolator.

Pendinginan dalam hal ini terjadi efek radiasi melalui lapisan uap ini

lama-kelamaan akan hilang oleh cairan pendingin yang mengelilinginya.

Kecepatan menghilangkan lapisan uap makin besar jika viskositas cairan

makin rendah.

Page 21: Metalurgi Besi

III- 3

Jika benda kerja didinginkan lebih lanjut, panas yang dikeluarkan oleh

benda kerja tidak cukup untuk tetap menghasilkan lapisan uap, dengan

demikian tahap B dimulai. Pada tahap ini cairan pendingin dapat menyentuh

permukaan benda kerja sehingga terbentuk gelembung-gelembung udara

dan menyingkirkan lapisan uap sehingga laju pendinginan menjadi

bertambah besar.

Tahap C dimulai jika pendidihan cairan pendingin sudah berlalu

sehingga cairan pendingin tersebut pada tahap ini sudah mulai bersentuhan

dengan seluruh permukaan benda kerja. Pada tahap ini pula pendinginan

berlangsung secara konveksi karena itu laju pendinginan menjadi rendah

pada saat temperatur benda kerja turun. Untuk mencapai struktur martensit

yang keras dari baja karbon dan baja paduan, harus diciptakan kondisi

sedemikian sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi melampaui

kecepatan pendinginan kritik dari benda kerja yang diquench, sehingga

transformasi ke perlit atau bainit dapat dicegah.

Fluida yang ideal untuk media quench agar diperoleh struktur

martensit, harus bersifat :

o Mengambil panas dengan cepat didaerah temperatur yang tinggi.

o Mendinginkan benda kerja relatif lambat di daerah temperatur yang

rendah, misalnya di bawah temperatur 350˚C agar distorsi atau retak

dapat dicegah.

Page 22: Metalurgi Besi

III- 3

Pada Tabel III.1 berikut dapat dilihat beberapa sifat dan keunggulan

dari setiap media quenching yang biasa digunakan.

TABEL III.1

NILAI KEKERASAN (SEVERITY) DARI MEDIA QUENCHING

Air Oil Water Brine

No Circulation of Fluid or Agitation of

Piece 0.02

0.25 to

0.30

0.9 to

1.02

Mild Circulation

…………………………….…

0.30 to

0.35

1.0 to

1.1

2 to

2.2

Moderate Circulation

…………………………

0.35 to

0.40

1.2 to

1.3…

Good Circulation

……………………………… 0.4 to 0.5

1.4 to

1.5…

Strong Circulation

…………………………..0.05 0.5 to 0.8

1.6 to

2.0…

Violent Circulation

………………………….… 0.8 to 1.1 4 5

Page 23: Metalurgi Besi

III- 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Amstead, B,H. 1995. Ostwald, F, Philip. Myron, L, Begeman. 1995. Teknologi Mekanik. Erlangga. Jakarta

2. Fusito. 2005. Rangkuman Materi Proses Produksi. Universitas Sriwijaya. Indralaya

3. www.google.com/wikipeda