menumbuhkan budaya keberagamaan
TRANSCRIPT
5/10/2018 MENUMBUHKAN BUDAYA KEBERAGAMAAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/menumbuhkan-budaya-keberagamaan 1/9
MENUMBUHKAN BUDAYA
KEBERAGAMAAN (RELIGIOUS
CULTURE) DI LINGKUNGANSEKOLAH
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, karena pendidikan
merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan danpemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Di dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 31 tentang pendidikan menyebutkan antara lain pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Hal ini menunjukkan
pendidikan berorientasi ke masa depan dengan bertumpu pada potensi sumber daya manusia
dan kekuatan budaya masyarakat, sehingga meningkatkan mutu manusia dan masyarakat.
Peningkatan mutu pendidikan Islam memperhatikan pengembangan kecerdasan rasional
dalam rangka memacu penguasaan nilai-nilai agama Islam dan ilmu pengetahuan serta
teknologi di samping memperkokoh kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual.
Pembangunan pendidikan di Indonesia mengacu pada sistem pendidikan nasional yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
Undang-Undang ini dinyatakan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional ini berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman. Selain itu,
pendidikan nasional memiliki misi meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga
pendidikan sebagai pusat pembudayan ilmu pengetahun, keterampilan, pengalaman, sikap,
dan nilai berdasarkan standar nasional dan global.
Di dalam Bab II Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama danPendidikan Keagamaan, dinyatakan bahwa pengelolaan pendidikan agama dilaksanakan oleh
Menteri Agama, dan bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan
penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Agama merupakan keseluruhan
tingkah laku manusia dalam hidup. Tingkah laku itu membentuk keutuhan manusia berakhlak
mulia atas dasar percaya atau beriman kepada Tuhan dan tanggung jawab pribadinya. Untuk
menjelaskan agama seorang pendidik bisa menggunakan ilmu lain, jika ilmu agama itu
memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu tersebut dalam menafsirkan berbagai materi atau
kejadian-kejadian yang terjadi dalam kehidupan manusia. Pendidikan keagamaan berfungsi
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Hal ini sesuaidengan karakter bangsa Indonesia adalah masyarakat yang berdasarkan pada kehidupan
5/10/2018 MENUMBUHKAN BUDAYA KEBERAGAMAAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/menumbuhkan-budaya-keberagamaan 2/9
beragama dalam pergaulannya (religionism). Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban dan kesejahteraan umat manusia.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 5 tentang Standar Nasional
Pendidikan dijelaskan bahwa pendidikan agama mendorong peserta didik untuk taatmenjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga menjadikan
agama sebagai landasan etika dan moral dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negara. Dengan pendidikan agama dapat membangun sikap mental peserta didik
yang baik. Peserta didik akan memiliki sikap dan perilaku jujur, amanah, bertanggung jawab,
percaya diri, disiplin, bekerja keras, dan mandiri. Pada diri peserta didik pun akan tumbuh
sikap kritis, inovatif, dan dinamis yang memberikan motivasi kepada peserta didik untuk
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga. Untuk menciptakan
kemampuan peserta didik seperti itu, maka diperlukan proses pendidikan yang interaktif,
kreatif, inspiratif, komunikatif, menyenangkan, menantang, dan menumbuhkan motivasi. Jika
pendidikan agama dipahami dengan baik dan benar oleh peserta didik, maka dapat
mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat diantara sesama pemeluk agamayang dianut terhadap pemeluk agama lain. Hal ini sesuai dengan Pendidikan Agama Islam
yang mengembangkan prinsip-prinsip pendidikan antara lain holistic antara akidah, ibadah,
muamalah dan akhlakul karimah.
Prinsip Pendidikan Agama Islam lainnya adalah interkoneksitas antara ilmu agama, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Untuk itu kurikulum pembelajaran dalam pendidikan agama
Islam lebih banyak mengenai dasar pembentukan intelek dan komunikasi dengan dunia luar,
karena hal ini dianggap sebagai upaya “memanusiakan manusia.” Manusia dibedakan dari
jenis makhluk hidup lain karena ia mempunyai intelektual. Oleh karenanya upaya
memanusiakan manusia dilakukan dengan mengembangkan inteleknya. Orang berpendidikandipandang sebagai kaum intelektual yang termasuk kaum elite. Kelas sosial tertinggi adalah
mereka yang memperoleh pendidikan tinggi; makin rendah tingkatan pendidikan makin
rendah kelas sosialnya. Tujuan pendidikan adalah memperbaiki intelek dengan mendisiplin
mentalnya. Namun demikian kurikulum sepatutnya tidak dimaksudkan untuk semata-mata
membentuk intelek, tetapi diarahkan agar peserta didik dapat mempelajari sesuatu yang
berhubungan dengan fungsi kehidupan. Selain itu ada pula budaya yang disampaikan dalam
pembelajaran hanya berisi informasi yang bersifat praktis dan realistis, dengan tujuan
mendidik keterampilan yang esensial dan berguna untuk hidup produktif.
Pendidikan Agama Islam dikembangkan dengan menempatkan nilai-nilai agama dan budaya
luhur bangsa sebagai spirit dalam proses pengelolaan dan pembelajaran. Hal ini ditunjukanantara lain dengan mengintegrasikan wawasan keagamaan pada kurikulum pendidikan,
menciptakan suasana keberagamaan pada kurikulum pendidikan, mengutamakan keteladanan
dalam perilaku dan amalan keagamaan aparat pengelola dan pendidik, menyediakan
dukungan bahan dan sarana pembelajaran seperti kitab suci, buku referensi keagamaan dan
tempat ibadah. Namun demikian, pelaksanaan kurikulum pendidikan terkadang masih belum
sepenuhnya menjadi alat perubahan nilai budaya masyarakat, tetapi masih lebih
mengutamakan mengajarkan nilai-nilai budaya lama. Peserta didik kurang dibekali dengan
realitas yang berkaitan dengan hakekat hidup dan kehidupan sehari-hari yang dialami di
lingkungan tempat tinggalnya. Peserta didik lebih diarahkan untuk memperoleh ijazah
setinggi-tinggi dan mempersiapkannya untuk menjadi pegawai dalam suatu instansi dan
kurang menstimulus mereka untuk menjadi seorang peserta didik yang berbudaya, khususnya
5/10/2018 MENUMBUHKAN BUDAYA KEBERAGAMAAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/menumbuhkan-budaya-keberagamaan 3/9
budaya keberagamaan. Untuk itu kurikulum seharusnya menjadikan guru dan peserta didik
mampu menyadari pentingnya budaya keberagamaan dalam kehidupanya.
Pendidikan agama Islam pada berbagai jenjang persekolahan dituntut untuk menyesuaikan
dan mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi di masyarakat. Perubahan ini sebagai akibat
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sesuai dengan prinsip pengembangankurikulum yaitu tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
yang berkembang secara dinamis. Semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman
belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni, khususnya dalam pembelajaran.
Pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan agama Islam berorientasi pada penerapan
Standar Nasional Pendidikan. Dalam proses pembelajaran bukan hanya terjadi transfer ilmu
pengetahuan dari guru kepada peserta didik atau dari peserta didik kepada peserta didik
lainnya, namun juga terjadi proses transfer kebudayaan yaitu terjadinya penanaman nilai-
nilai, norma-norma, atau adat kebiasaan. Peserta didik adalah subjek yang melakukanakulturasi kebudayaan. Peserta didik mempelajari dan mengamalkan nilai, norma, atau
kebiasaan yang ada di masyarakat. Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan seperti
pengembangan metode pembelajaran pendidikan agama Islam, pengembangan kultur budaya
Islami dalam proses pembelajaran, dan pengembangan kegiatan-kegiatan kerokhanian Islam
dan ekstrakurikuler. Dalam rangka menindaklanjuti hal tersebut maka dilaksanakan kegiatan
yang langsung melibatkan pelaku utama pendidikan yaitu peserta didik.
Wujud dari kegiatan ini antara lain diselenggarakannya kegiatan keterampilan dan seni
pendidikan agama Islam. Kegiatan ini sangat penting dalam rangka memberikan semangat
dan gairah baru bagi para pendidik, peserta didik, atau yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Selain itu juga diharapkan kegiatan ini
dapat menumbuhkan budaya keberagamaan (religious culture) di lingkungan sekolah.
Kegiatan-kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan Emotional Quotient (EQ) dan
Spiritual Quotient (SQ) agar semakin kokoh pada para peserta didik di kalangan
sekolah/madrasah yaitu MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA dan SMK, mempererat ukhuwah
Islamiyah, membawa persaudaraan, persatuan dan kesatuan bangsa sesama peserta didik
sekolah/madrasah. Emotional Quotient (EQ) adalah kecerdasan emosional dan Spiritual
Quotient (SQ) adalah kecerdasan berkaitan dengan keberagamaan (religious), dan ada pula
gabungan dari EQ dan SQ ini yaitu ESQ (Emotional Spiritual Quotient. Daniel Goleman
(Depkominfo 2006: 15) beranggapan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat sebagian
besar sekitar 80% ditentukan oleh kecerdasan emosi dan hanya 20% ditentukan oleh faktorkecerdasan kognitif (IQ). Intelegent Quotient (IQ) adalah kecerdasan intelektual atau
kecerdasan otak kiri. Kecerdasan otak kiri menekankan pada peserta didik untuk menguasai
kemampuan kognitif atau akademik, seperti membaca, menulis, berhitung. atau berupa
hafalan, sehingga tidak ada apresiasi dan penghayatan yang dapat menumbuhkan semangat
untuk belajar. Keberhasilan akademik peserta didik diukur dengan nilai angka dan ranking
bukan pada proses belajar. Tujuannya mencetak peserta didik pandai di bidang akademik
kognitif, maka materi pelajaran yang berkaitan dengan otak kiri saja yang diperhatikan yaitu
bahasa dan logis matematik.
Emotional Quotient (EQ) adalah kecerdasan emosional atau kecerdasan otak kanan. Materi
pelajaran yang berkaitan dengan otak kanan seperti kesenian atau musik. Beberapa aspek emosi-sosial yang menentukan keberhasilan peserta didik antara lain rasa percaya diri
5/10/2018 MENUMBUHKAN BUDAYA KEBERAGAMAAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/menumbuhkan-budaya-keberagamaan 4/9
(confidence), rasa ingin tahu (curiosity), kemampuan mengontrol diri (self control),
kemampuan bekerja sama (cooperation) ataupun mandiri, memiliki sifat jujur (honesty), bisa
dipercaya (amanah), bekerja tepat waktu, mampu dan cepat menyesuaikan diri dengan orang
lain, mempunyai motivasi kuat meningkatkan kualitas diri, mampu berkomunikasi, mampu
menyelesaikan masalah.
Kematangan emosi-sosial menentukan keberhasilan peserta didik di sekolah, di masyarakat,
dan dalam kehidupannya. Kematangan emosi ditandai antara lain mempunyai rasa percaya
diri, rasa sabar, mematuhi instruksi, dan mampu bekerja sama dengan kelompok. Peserta
didik menjadi sumber daya manusia yang bisa bekerja, terampil, rajin, tekun, kerja keras dan
cerdas, percaya diri dengan kemampuan sendiri. Kecerdasan emosi memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk berkembang secara alami. Peserta didik dapat mengembangkan
fungsi otak kanan, sehingga akan memudahkan menguasai pelajaran yang diberikan guru.
Peserta didik mengalami proses sosial emotional learning (kecerdasan emosi), joyful learning
(belajar yang menyenangkan), dan active learning (peserta didik terlibat aktif). Peserta didik
sebagai subjek pendidikan bukan hanya objek. Oleh karena itu sekolah seharusnya
memberikan lingkungan yang dapat menumbukan rasa senang dan gembira kepada pesertadidik. Pada diri peserta didik akan tumbuh rasa cinta untuk belajar, tidak perlu dipaksakan
dengan perintah atau pelajaran terlalu kaku, membebani, dan membosankan, sehingga
hasilnya tidak optimal.
Peserta didik yang tidak mempunyai bekal kompetensi emosional, spiritual, dan sosial sering
tidak berhasil dalam masa-masa belajar di sekolah. Kehidupannya akan menghadapi berbagai
masalah emosi, perilaku, akademik, dan perkembangan sosial. Mereka mengalami rendahnya
rasa percaya diri dan keingintahuan, ketidakmampuan mengontol diri, rendahnya motivasi,
kegagalan bersosialisasi, ketidakmampuan bekerja, dan rendahnya rasa empati. Untuk itu,
guru perlu memberikan bekal yang penting bagi peserta didik dengan menciptakankematangan emosi-sosialnya. Kematangan emosi-sosial peserta didik akan dapat berhasil
dalam menghadapi segala macam tantangan. Kematangan emosi sosial pun berpengaruh
terhadap kesehatan fisik peserta didik, yaitu mampu mengendalikan tekanan-tekanan (stress)
yang dialaminya, karena jika tidak dikendalikan akan menimbulkan berbagai penyakit.
Perilaku guru dalam proses pendidikan, pengajaran, atau pola asuhnya yang diterapkannya di
dalam sekolah kepada peserta didik pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian
peserta didik. Keberhasilan peserta didik mengatasi konflik kepribadian dalam dirinya sangat
menentukan keberhasilan dalam kehidupan sosial di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Perilaku itu antara lain kedekatan emosi (emotional bonding), pemberian atau sentuhan kasih
sayang. Untuk itu proses pendidikan tidak hanya mementingkan kecerdasan otak kiri atau IQsaja tetapi juga mementingkan kecerdasan otak kanan atau EQ atau kecerdasan emosional
dan Spiritual Quotient (SQ).
Bentuk Kegiatan Menumbuhkan Budaya Keberagamaan (Religious Culture)
Kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan budaya keberagamaan (religious culture) di
lingkungan sekolah antara lain pertama, melakukan kegiatan rutin, yaitu pengembangan
kebudayaan keberagamaan secara rutin berlangsung pada hari-hari belajar biasa di sekolah.
Kegiatan rutin ini dilakukan dalam kegiatan sehari-hari yang terintegrasi dengan kegiatan
yang telah diprogramkan, sehingga tidak memerlukan waktu khusus. Pendidikan agama
merupakan tugas dan tanggung jawab bersama bukan hanya guru agama saja melainkan jugatugas dan tanggung jawab guru-guru bidang studi lainnya atau sekolah. Pendidikan agama
5/10/2018 MENUMBUHKAN BUDAYA KEBERAGAMAAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/menumbuhkan-budaya-keberagamaan 5/9
pun tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan, tetapi juga meliputi pembentukan sikap,
perilaku, dan pengalaman keagamaan. Untuk itu pembentukan sikap, perilaku, dan
pengalaman keagamaan pun tidak hanya dilakukan oleh guru agama, tetapi perlu didukung
oleh guru-guru bidang studi lainnya.
Kedua menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung dan menjadi laboratorium bagipenyampaian pendidikan agama, sehingga lingkungan dan proses kehidupan semacam ini
bagi para peserta didik benar-benar bisa memberikan pendidikan tentang caranya belajar
beragama. Dalam proses tumbuh kembangnya peserta didik dipengaruhi oleh lingkungan
sekolah, selain lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Suasana lingkungan sekolah
dapat menumbuhkan budaya keberagamaan (religious culture). Sekolah mampu menanamkan
sosialisasi dan nilai yang dapat menciptakan generasi-generasi yang berkualitas dan
berkarakter kuat, sehingga menjadi pelaku-pelaku utama kehidupan di masyarakat. Suasana
lingkungan sekolah ini dapat membimbing peserta didik agar mempunyai akhlak mulia,
perilaku jujur, disiplin dan semangat sehingga akhirnya menjadi dasar untuk meningkatkan
kualitas dirinya.
Ketiga, pendidikan agama tidak hanya disampaikan secara formal oleh guru agama dengan
materi pelajaran agama dalam suatu proses pembelajaran, namun dapat pula dilakukan di luar
proses pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Guru bisa memberikan pendidikan agama
secara spontan ketika menghadapi sikap atau perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan
ajaran agama. Manfaat pendidikan secara spontan ini menjadikan peserta didik langsung
mengetahui dan menyadari kesalahan yang dilakukannya dan langsung pula mampu
memperbaikinya. Manfaat lainnya dapat dijadikan pelajaran atau hikmah oleh peserta didik
lainnya, jika perbuatan salah jangan ditiru, sebaliknya jika ada perbuatan yang baik harus
ditiru.
Keempat, menciptakan situasi atau keadaan keberagamaan. Tujuannya untuk mengenalkan
kepada peserta didik tentang pengertian agama dan tata cara pelaksanaan agama tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga menunjukkan pengembangan kehidupan
keberagamaan di sekolah yang tergambar dari perilaku sehari-hari dari berbagai kegiatan
yang dilakukan oleh guru dan peserta didik. Oleh karena itu keadaan atau situasi keagamaan
di sekolah yang dapat diciptakan antara lain pengadaan peralatan peribadatan seperti tempat
untuk shalat (masjid atau mushalla), alat-alat shalat seperti sarung, peci, mukena, sajadah atau
pengadaan Al Quran. Selain itu di ruangan kelas bisa pula ditempelkan kaligrafi, sehingga
peserta didik dibiasakan selalu melihat sesuatu yang baik. Selain itu dengan menciptakan
suasana kehidupan keagamaan di sekolah antara sesama guru, guru dengan peserta didik, atau
peserta didik dengan peserta didik lainnya. Misalnya, dengan mengucapkan kata-kata yangbaik ketika bertemu atau berpisah, mengawali dan mengakhiri suatu kegiatan, mengajukan
pendapatan atau pertanyaan dengan cara yang baik, sopan, santun tidak merendahkan peserta
didik lainnya, dan sebagainya.
Kelima memberikan kesempatan kepada peserta didik sekolah/madrasah untuk
mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat dan kreativitas pendidikan agama Islam
dalam keterampilan dan seni, seperti membaca Al Quran, adzan, sari tilawah, serta untuk
mendorong peserta didik sekolah mencintai kitab suci, dan meningkatkan minat peserta didik
untuk membaca, menulis serta mempelajari isi kandungan Al Quran. Dalam membahas suatu
materi pelajaran agar lebih jelas guru hendaknya selalu diperkuat oleh nas-nas keagamaan
yang sesuai berlandaskan pada Al Quran dan Hadits Rasulullah saw. Tidak hanya ketikamengajar saja tetapi dalam setiap kesempatan guru harus mengembangkan kesadaran
5/10/2018 MENUMBUHKAN BUDAYA KEBERAGAMAAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/menumbuhkan-budaya-keberagamaan 6/9
beragama dan menanamkan jiwa keberagamaan yang benar. Guru memperhatikan minat
keberagaman peserta didik. Untuk itu guru harus mampu menciptakan dan memanfaatkan
suasana keberagamaan dengan menciptakan suasana dalam peribadatan seperti shalat, puasa
dan lain-lain.
Keenam, menyelenggarakan berbagai macam perlombaan seperti cerdas cermat untuk melatih dan membiasakan keberanian, kecepatan, dan ketepatan menyampaikan pengetahuan
dan mempraktekkan materi pendidikan agama Islam. Mengadakan perlombaan adalah
sesuatu yang sangat menyenangkan bagi peserta didik, membantu peserta didik dalam
melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, menambah wawasan dan membantu
mengembangkan kecerdasan serta menambahkan rasa kecintaan. Perlombaan bermanfaat
sangat besar bagi peserta didik berupa pendalaman pelajaran yang akan membantu mereka
untuk mendapatkan hasil belajar secara maksimal. Perlombaan dapat membantu para
pendidik dalam mengisi waktu kekosongan waktu peserta didik dengan sesuatu yang
bermanfaat bagi mereka dan pekelahian pelajar dapat dihindarkan. Dari perlombaan ini
memberikan kreativitas kepada peserta didik dengan menanamkan rasa percaya diri pada
mereka agar mempermudah bagi peserta didik untuk memberikan pengarahan yang dapatmengembangkan kreativitasnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam perlombaan itu antara
lain adanya nilai pendidikan di mana peserta didik mendapatkan pengetahuan, nilai sosial,
yaitu peserta didik bersosialisasi atau bergaul dengan yang lainnya, nilai akhlak yaitu dapat
membedakan yang benar dan yang salah, seperti adil, jujur, amanah, jiwa sportif, mandiri.
Selain itu ada nilai kreativitas dapat mengekspresikan kemampuan kreativitasnya dengan cara
mencoba sesuatu yang ada dalam pikirannya.
Salah satu contoh perlombaan adalah lomba berpidato. Peserta didik diberikan kesempatan
berpidato untuk melatih dan mengembangkan keberanian berkomunikasi secara lisan dengan
menggunakan teks atau tanpa teks menyampaikan pesan-pesan Islami. Menjadi ahli pidatoyang efektif menuntut para peserta didik mengembangkan kemampuannya untuk
berkomunikasi secara efektif dan penuh percaya diri, serta mampu merumuskan dan
mengkomunikasikan pendapat dan gagasan di dalam berbagai kesempatan dan keadaan.
Peserta didik diharapkan mampu mendakwahkan ajaran agama yang benar sesuai dengan
hukum-hukum agama, tidak sebaliknya berpidato atau berkomunikasi yang merendahkan
agama.
Ketujuh, diselenggarakannya aktivitas seni, seperti seni suara, seni musik, seni tari, atau seni
kriya. Seni adalah sesuatu yang berarti dan relevan dalam kehidupan. Seni menentukan
kepekaan peserta didik dalam memberikan ekspresi dan tanggapan dalam kehidupan. Seni
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengetahui atau menilai kemampuanakademis, sosial, emosional, budaya, moral dan kemampuan pribadinya lainnya untuk
pengembangan spiritual rokhaninya. Untuk itu pendidikan seni perlu direncanakan dengan
baik agar menjadi pengalaman kreatif yang jelas tujuannya. Melalui pendidikan seni, peserta
didik memperoleh pengalaman berharga bagi dirinya, mengekspresikan sesuatu tentang
dirinya dengan jujur dan tidak dibuat-buat. Untuk itu, guru harus mampu menyadarkan
peserta didik untuk menemukan ekspresi dirinya. Melalui pendidikan seni peserta didik
dilatih untuk mengembangkan bakat, kreatifitas, kemampuan, dan keterampilan yang dapat
ditransfer pada kehidupan. Melalui seni para peserta didik akan memperoleh pengalaman dan
siap untuk memahami dirinya sendiri secara mandiri. Peserta didik yang mandiri mampu
memahami gaya belajar mereka sendiri, disiplin dalam belajar bukan karena tekanan pihak
lain, sehingga mereka mampu mengenali, mengidentifikasi dan memahami kekuatan dankelemahan kemampuannya mengembangkan bakat dan minatnya. Selain itu juga untuk
5/10/2018 MENUMBUHKAN BUDAYA KEBERAGAMAAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/menumbuhkan-budaya-keberagamaan 7/9
menghadapi berbagai tantangan, baik dalam belajar maupun dalam kehidupan yang
dijalaninya sehari-hari. Peserta didik dikondisikan agar mampu mengkomunikasikan apa
yang dilihat, didengar, diketahui, atau dirasakannya. Peserta didik mampu membuat dan
mengembangkan perasaan, imajinasi, dan gagasan secara ekspresif agar menjadi hidup yang
berguna bagi pengembangan diri.
Pembelajaran seni di sekolah memiliki kontribusi dalam sikap belajar seumur hidup (life long
learning). Selama waktu belajar di sekolah atau di luar waktu belajar, peserta didik
diharapkan selalu melakukan aktivitas seni untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilannya. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan seni pada dasarnya dirancang untuk
membantu peserta didik untuk belajar seumur hidup dengan memiliki pengetahuan,
pemahaman, pemikiran, atau komunikasi yang efektif. Melalui pelajaran seni di sekolah, para
peserta didik dilibatkan untuk menciptakan dan mengekspresikan gagasan dan perasaan
dalam bentuk ucapan, tulisan, pendengaran atau gerakannya.
Salah satu bidang seni yang diselenggarakan adalah seni nasyid. Nasyid adalah seni vocal
yang kadang-kadang dilengkapi dengan alat music. Tujuan nasyid antara lain untuk melatihdan mengembangkan keberanian, penjiwaan, keindahan, keserasian dan kemampuan
mengaransemen seni modern yang islami. Nasyid mengembangkan kemampuan untuk
berfikir dan mengeksresikan diri dalam bentuk vokal atau bunyi-bunyian alat-alat musik.
Peserta didik belajar untuk menginterpretasikan atau mengekspresikan emosi atau jiwa
spiritual di dalam bernyanyi atau bermusik. Dengan bernyanyi atau bermusik peserta didik
mendapatkan kepuasan lahir dan bathinnya sehingga menjadi landasan yang baik untuk
meningkatkan semangat belajarnya. Nasyid biasanya berisikan lagu-lagu atau syair syair
manis berupa pujian yang menyenangkan perasaan atau hati. Nasyid ini dapat dijadikan cara
yang cukup efektif untuk membantu peserta didik dalam memahami berbagai persoalan,
seperti tentang kehidupan, rasa cinta kepada sesama manusia atau kepada Tuhan Yang MahaEsa, dan sebagainya. Nasyid dengan menggunakan bahasa dan intonasi yang mudah
dipahami mempunyai pengaruh yang baik bagi pertumbuhan jiwa dan bahasa peserta didik.
Apalagi kalau disertai dengan gerakan-gerakan yang mudah untuk dilakukan. Serasinya
antara suara dengan gerakan atau antara lagu/syair-syair dengan gerakan-gerakan yang
mengikutinya dapat menyenangkan perasaan dan menenangkan hati peserta didik.
Budaya Keberagamaan dengan Kecakapan Hidup
Pembelajaran yang menekankan pada kebudayaan keberagamaan bisa dilakukan dengan
menerapkan pendekatan kecakapan hidup (life skill). Manfaat atau dampak yang positif
kecakapan hidup bagi peserta didik antara lain dalam kecakapan personal yang diperolehpeserta didik dapat menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
sebagai pondasi dalam membentuk dan mengembangkan akhlak mulia, rasa percaya diri,
kemandirian, harga diri, dan kasih sayang kepada orang lain. Bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yaitu berkaitan keyakinan terhadap agama atau kepercayaan, pengabdian dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan yang menciptakan semua makhluk hidup
dan alam semesta. Peserta didik pun diarahkan agar menjadi manusia yang memiliki akhlak
mulia, yaitu memiliki atau menunjukkan ciri-ciri karakter akhlak mulia, seperti kejujuran,
kesalehan, kesabaran, keberanian, kedermawanan, atau kehormatan, kasih sayang, hormat,
toleran, pemberi maaf, rendah hati, dan baik hati.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentraluntuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
5/10/2018 MENUMBUHKAN BUDAYA KEBERAGAMAAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/menumbuhkan-budaya-keberagamaan 8/9
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Depkominfo., (2006). Pentingnya Pendidikan dalam Keluarga. Jakarta: Depkominfo
Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 Bab II tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Menempatkan Pancasila sebagai Spirit Bangsa Dalam kaitan 65 tahun hari lahir Pancasila ini
berbagai pihak merayakannya dengan kepentingan masing-masing. Ada yang berdasarkan
tujuan idealistis, subsatantif, tetapi ada yang hanya bertujuan sebagai tameng bahkan kedok
untuk memperjuangkan kepentingan sendiri atau kelompoknya. Padahal banyak persoalan
besar yang dihadapi bangsa ini dimana memerlukan Pancasila sebagai spirit untukmembangkitkan bangsa yang sedang mengatasi masalahnya.
Kebangkitan nasional sendiri diperingati secara semarak, tetapi tidak sedikitpun menyentuh
Pancasila sebagai spirit pembangkit nasional. Padahal Pancasila sebagai falsafah negara,
sebagai dasar negara dan sekaligus sebagai ideologi negara menyedeakan berbagai prinsip
dasar yang bisa digunakan bangsa ini untuk melaksanan perjuangan nasional. Maka sangat
ironis kalau kebangkitan nasional dikumandangkan tanpa menggunakan Pancasila sebagai
sarana kebangkitan.
Demikian juga sangat ironis kalau kelahiran Pancasila diperingati tetapi tanpa mengingat
kembali kesejarahan bangsa ini dan sejarah yang memungkinkan lahirnya Pancasila, dan lebih
memperihatinkan tidak melihat Pancasila dengan sila-silanya itu sebagai sarana memecahkan
persoalan politik dan kebudayaan yang ada. Pancasila hanya dijadikan topeng atas
kepentingannya, sehingga hanya membutuhkan simbolnya sebagai sarana pemersatu, itu pun
hanya digunakan saat posisinya terancam, karena pada dasarnya mereka individualis. Karena
itu mereka melupakan substansi Pancasila sebagai sumber inspirasi dalam berpikir dan sarana
penggerak dalam berpolitik.
Secara filosofis, Pancasila merupakan gugusan moral yang harus diterapkan dalam
perikehidupan sehari hari. Sisi moral dari Pancasila ini juga sesuatu yang diabaikan bahkan
dihindari oleh mereka. Karena mereka menolak segala bentuk moralitas, baik yang bersumberdari agama maupun tradisi atau kekuasaan. Tetapi kenapa mereka merayakan Pancasila?
5/10/2018 MENUMBUHKAN BUDAYA KEBERAGAMAAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/menumbuhkan-budaya-keberagamaan 9/9
Sebagaimana dikatakan di depan bahwa mereka merayakan hari lahir Pancasila hanya untuk
tameng kepentingan mereka yang terancam, ketika ancaman hilang, hilang pula Pancasila
dalam ingatan mereka. Mereka menggunakan prinsip individualis, kompetitif berdasarkan
prinsip liberal.
Dalam bidang kebudayaan prinsip Pancasila sangat penting diketengahkan. Kalau tidak bangsaini akan kehilangan karakter bahkan kehilangan jati diri. Ketika seluruh rujukan budaya diputus
dan diganti dengan budaya pragmatis produk kapitalis yang terus disebarkan melalui media.
Kapitalisme dan imperialisme kebudayaan telah memaksakan budayanya pada masyarakat
Indonesia dengan melalui film baik televisi maupun bioskop. Mereka tidak mendidik pada
keluhuran, kesetiakawanan, kasih sayang, tetapi mengajarkan kebencian, kekerasan,
keangkuhan, keculasan bahkan pengkhianatan.
Kenyataan itu tidak hanya bertentangan dengan moralitas bangsa sebagaimana dirumuskan
dalam Pancasila, tetapi juga sangat bertentangan dengan agama. Tetapi etois semacam itu
mereka perjuangkan dengan gigih atas nama kebebasan. Ternyata kebebasan yang mereka
propagandakan adalah bebas untuk berbohong, bebas untuk bertindak culas dan bebas untuk
berkhianat.
Sayangnya negara yang semestinya bertugas melindungi rakyatnya dari berbagai ancaman baik
ancaman fisik, politik dan ancamana moral termasuk ancaman budaya, ternyata tidak berkutik
dengan alasan tidak memiliki lagi kewenangan. Karena berbagai Undang-undang dan peraturan
telah mereka bikin untuk mempreteli kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kekuasaan
sepenuhnya telah diambil oleh pasar, oleh kapital. Akhirnya soal moral bangsa diselesaikan
atau digadaikan dalam bentuk jual beli dalam arti yang sebenarnya, mereka butuh masukan
uang, tanpa mempedulikan akibat sosial yang terjadi. Ketika negara hanya mementingkan duit,
harus dibayar denagn kebejatan moral bangsa. Padahal kerugian moral dan untukmerehabilitasinya membutuhkan dana lebih besar dari uang yang diperoleh dalam perdagangan
pornografi dan kekerasan serta keculasan.
Proses demoralisasi bangsa melalui kebudayaan dan proses desintegrasi bangsa melalui
gerakan politik sudah harus mulai dibendung. Pancasila dengan filosofinya yang moralistis
mesti dijadikan kembali sebagai titik tolak bersama untuk membangun bangsa ini, karena
bersumber dari tradisi dan merupakan pengalaman konkret bangsa ini, sehingga diharapkan
memeiliki relevansi yang mendalam dan sekaligus memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
perkembangan.
Konsistensi dan tidaknya terhadap Prinsip Pancasila ini bisa dijadikan sebagai tolok ukur
kesetiaan dan keseriusan dalam menggerakkan Pancasila. Siapa yang sekadar bermain bisa
dilihat, dan bagi yang serius bisa dilihat baik dalam titik tolak, proses maupun solusi yang
ditawarkan. Dengan demikian pengamalan Pancasila tidak hanya sebatas verbalistis, tetapi
lebih substantif, dan ini yang diharapkan mampu membangkitkan spirit perjuangan dan moral
bangsa ini. ( Abdul Mun’im DZ)