menjadi guru yang dirindukan siswa

12
MENJADI GURU YANG DIRINDUKAN SISWA PENDAHULUAN Latar belakang masalah Dimulai dari sebuah cerita, “Ayah, Bunda, kata Bu Guru, kalau mau makan, kita harus membaca doa dulu,” begitu celutuk seorang bocah kepada orang tuanya ketika makan malam bersama di rumah. Dari sekelumit cerita tersebut, kita bisa melihat betapa besarnya peran seorang guru terhadap prilaku anak didik. Pesan moral yang disampaikan guru terhadap anak didiknya akan sangat mempengaruhi pola pikirnya. Saat ini, pandangan orang tua terhadap makna pendidikan formal di sekolah mulai mengalami pergeseran. Semula, orang tua menuntut anaknya mendapatkan nilai bagus disemua mata pelajaran karena mereka memandang kemampuan akademis amatlah penting sehingga kemampuan lainnya diabaikan. Namun, kini kian banyak orang tua yang lebih memperdulikan perkembangan moralitas anak-anaknya. Adanya ketidaksinkronan antara harapan dan kenyataan, menyangkut pendidikan. Kita berharap akan muncul masyarakat yang cerdas, berakhlak mulia, dan peduli terhadap lingkungannya. Pada kenyataannya, sekolah hanya menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak kreatif, bermental penjahat, dan terasing dari masyarakat sekitarnya. Ini menandakan ada masalah dalam pendidikan.

Upload: rossy

Post on 16-Nov-2015

643 views

Category:

Documents


48 download

DESCRIPTION

dengan kerja yang optimal, bukan tidak mungkin guru akan dirindukan siswanya

TRANSCRIPT

Menjadi guru yang dirindukan siswa

MENJADI GURU YANG DIRINDUKAN SISWA

PENDAHULUAN Latar belakang masalahDimulai dari sebuah cerita, Ayah, Bunda, kata Bu Guru, kalau mau makan, kita harus membaca doa dulu, begitu celutuk seorang bocah kepada orang tuanya ketika makan malam bersama di rumah. Dari sekelumit cerita tersebut, kita bisa melihat betapa besarnya peran seorang guru terhadap prilaku anak didik. Pesan moral yang disampaikan guru terhadap anak didiknya akan sangat mempengaruhi pola pikirnya. Saat ini, pandangan orang tua terhadap makna pendidikan formal di sekolah mulai mengalami pergeseran. Semula, orang tua menuntut anaknya mendapatkan nilai bagus disemua mata pelajaran karena mereka memandang kemampuan akademis amatlah penting sehingga kemampuan lainnya diabaikan. Namun, kini kian banyak orang tua yang lebih memperdulikan perkembangan moralitas anak-anaknya. Adanya ketidaksinkronan antara harapan dan kenyataan, menyangkut pendidikan. Kita berharap akan muncul masyarakat yang cerdas, berakhlak mulia, dan peduli terhadap lingkungannya. Pada kenyataannya, sekolah hanya menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak kreatif, bermental penjahat, dan terasing dari masyarakat sekitarnya. Ini menandakan ada masalah dalam pendidikan. Memandang konsep pendidikan sebagai sistem, ada input, proses, dan output yang dihasilkan. Belajar dan mengajar di kelas merupakan kegiatan yang paling utama dalam keseluruhan proses pendidikan. Ini mengandung arti bahwa berhasil atau gagalnya target tujuan pendidikan sangat tergantung kepada bagaimana merancang proses belajar mengajar dengan profesional. Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari persiapan peserta didik dan persiapan oleh tenaga pendidik. Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas antara guru dan anak didiknya terdapat interaksi yang harmonis. Guru sebagai pengajar harus memiliki kemampuan dalam memahami kondisi kelas secara jeli. Artinya, peran aktif guru dalam melayani kebutuhan siswa didiknya sangat dibutuhkan sekali. Jika proses pembelajaran ingin berhasil dengan baik, yang pertama harus diperhatikan adalah metode atau pendekatan yang akan dilakukan sehingga sasaran yang diharapkan dapat tercapai atau terlaksana dengan baik. Kurangnya kemampuan metodologik yang dimiliki guru dibandingkan dengan besarnya tugas yang dihadapi, telah berdampak pada hasil belajar yang tidak memuaskan. Hal ini banyak di antara kita yang beranggapan bila seorang guru menguasai bidang ilmu dengan baik, maka ia pun akan dengan sendiri mampu mengajarkan ilmu tersebut kepada siapapun juga. Ada juga yang beranggapan kalau seorang pendidik dilahirkan dengan bakatnya sehingga mengajar itu tidak bisa dipelajari seperti mempelajari keterampilan lainnya.Namun sekarang, kedua anggapan itu telah terbantahkan. Mereka terlalu menyederhanakan persoalan. Seorang ilmuwan yang pandai sekalipun dalam bidangnya belum tentu pandai untuk mengkomunikasikan kepada orang lain secara edukatif, apalagi bila yang dihadapi adalah anak didik yang berbeda tingkat usia, minat, dan kemampuan intelektualnya. Kemudian mengajar memang suatu kepandaian yang tidak mudah dikuasai karena hubungannya dengan makhluk hidup, yakni manusia. Tetapi tidak berarti bahwa mengajar itu semata-mata seni dan tidak bisa dipelajari. Mengajar telah berkembang sebagai satu keterampilan profesional yang mempunyai ilmu tertentu yang dapat dan harus dipelajari. Keterampilan seorang gurulah yang akan menjawab semua masalah di atas. Walau tidak dapat dipungkiri banyak faktor lain yang mempengaruhinya. Namun kerja keras guru akan menjawab sebagian besar tantangan itu. Rumusan masalahBagaimana usaha guru dalam mewujudkan suasana kelas yang dapat membuat proses belajar siswa berlangsung menyenangkan dan berkesan bagi siswa. Tujuan penulisanTujuan dari penulisan makalah ini adalah agar guru mencintai profesinya. Karena bila seorang guru mempunyai rasa cinta pada profesinya, dia akan melakukan segala hal dengan maksimal demi keberhasilan proses belajar anak didiknya. Dengan cinta, guru akan dapat mengantarkan anak didiknya untuk mencapai tujuan dari pendidikan di Indonesia. Yaitu manusia yang berakhlak mulia. Anak didik akan merasakan kelas sebagai tempat belajar yang menyenangkan dan dirindukan oleh siswa. Memang tidak mudah tapi bukan berarti tidak mungkin. Manfaat penulisanSemoga tulisan ini dapat mengingatkan kembali para guru akan hakekat profesinya. Profesi mulia yang akan melahirkan generasi-generasi yang berkarakter.PEMBAHASANPembelajaran di kelasKelas merupakan tempat terjadinya proses belajar dan mengajar. Di sana ada guru, siswa, dan sarana pendukung tercapainya tujuan pendidikan. Di kelas diharapkan terdapatnya peristiwa belajar bagi siswa. Proses belajar akan membawa siswa dari ketidaktahuan menjadi tahu, dan menjadi manusia yang lebih baik tentunya. Lebih baik dari segi pengetahuan, prilaku, dan keterampilan. Dewasa ini, hal yang lebih ditekankan pada proses belajar adalah pada aspek prilaku. Guru harus mampu mendewasakan anak didiknya. Menurut pendapat Rahmat (2010) bahwa semakin dewasa peserta didik maka akan terjadi beberapa hal berikut ini;1. Konsep diri peserta didik semakin berubah dari ketergantungan kepada pendidik menuju pada sikap dan pada prilaku mengarahkan diri dan saling belajar.2. Akumulasi pengalaman belajar dapat dijadikan sumber belajar (learning resources) dan orientasi belajar mereka berubah dari penguasaan terhadap materi pada kemampuan memecahkan masalah.3. Kesiapan belajar adalah untuk dapat menguasai kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan nyata.4. Semakin ia membutuhkan keterlibatan dirinya dalam perencanaan juga proses pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Anak didik baru dapat dikatakan dewasa bila mereka mampu mengakumulasi pengalamannya untuk merespons situasi saat ini. Dimensi sikap dan prilaku orang dewasa (Rahmat, 2010)Perubahan dari sikap dan prilaku yang:Menuju ke arah sikap dan prilaku yang;

TergantungkanSubjektifPasifMenerima InformasiKecakapan terbatasTanggungjawab terbatasMemiliki minat terbatasMementingkan diri sendiriMenolak kenyataan diriTidak memiliki integritas diriBerpikir teknisPandangan mendatarMeniruSikap dan prilaku seragamPerasaan dan fisik mandiriMandiriObjektifAktifMemberikan informasiKecakapan luas/tinggiTanggungjawab lebih luasMemiliki minat beragamMemerhatikan orang lainMenerima kenyataan diriMemiliki integritas diriBerpikir prinsipPandangan mendalamBerinovasiTenggang rasa terhadap perbedaanEmosi dan pikiran

Dimensi dewasa di atas dapat menjadi masukan untuk dipertimbangkan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas agar siswa mengembangkan kemampuan dirinya untuk mendewasa. Di samping itu dimensi di atas dapat dijadikan indikator dalam memprediksi perkembangan orang yang mendewasa, serta perlu diwujudkan dalam proses pembelajaran secara bertahap, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip sepanjang hayat. Penerapan dimensi-dimensi dewasa dalam pendidikan di kelas melalui prinsip-prinsip sebagai berikut;1. Program pembelajaran di kelas hendaknya memberikan kesempatan peserta didik agar mereka mampu mengembangkan diri dalam berbagai dimensi dewasa. 2. Proses pengembangan diri yang dewasa hendaknya dilakukan secara kontiniu3. Proses mendewasa pada diri peserta didik akan berkembang akan dimulai dari tingkat perkembangan yang rendah menuju tingkat perkembangan yang lebih tinggi dan berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses pendewasaan peserta didik cenderung belajar berdasarkan pengalaman dan sesuai kebutuhan belajarnya. Peserta didik menerima dan menginterpretasi suatu pesan atau bahan belajar sesuai dengan dimensi mendewasa yang telah dialaminya yang jelas berbeda dengan dimensi mendewasa yang dialami orang lain. Sehingga dalam kondisi pembelajaran di kelas perlu mempertimbangkan perbedaan pengalaman, kebutuhan belajar, dan taraf mendewasa setiap peserta didik secara optimal 4. Pembelajaran di kelas hendaknya berpusat pada peserta didik Hakikat pendidikan secara universal adalah menanamkan nilai-nilai intelegensi, moral, dan spiritual kepada anak didik sesuai dengan perkembangan mental dan jasmaninya (Prihatin, 2008). Pembelajaran diartikan sebagai upaya membelajarkan siswa dan mengajar adalah membantu para siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan diri, dan cara-cara belajar. Dalam kenyataan sesungguhnya, hasil akhir atau tujuan jangka panjang dari proses belajar mengajar adalah meningkatnya kemampuan siswa sehingga dia bisa dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif pada masa yang akan datang. Raka Joni (1980) dalam Rahmat (2010) menyebutkan bahwa pembelajaran adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Penciptaan sistem lingkungan berarti menyediakan seperangkat kondisi lingkungan bagi siswa tersebut. Kondisi ini dapat berupa sejumlah tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa, persoalan yang menuntut agar siswa memecahkannya, seperangkat keterampilan yang perlu dikuasai siswa. Termasuk di dalam hal tersebut adalah seperangkat kondisi yang meliputi sejumlah informasi atau pengetahuan atau keterampilan yang perlu dikuasai siswa. Sebagai ilmu, pembelajaran bertolak dari bangunan teori ilmiah yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Oleh karena itu, setiap keputusan tentang tindakan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dapat dipulangkan rasionalitasnya pada landasan teori yang mendasarinya. Reigeluth dan Merrill (1978) dalam Rahmat (2010) menyatakan ada tiga variable yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran, yaitu;1. Variable kondisi pembelajaran yang meliputi karakteristik siswa, karakteristik bidang studi, kendala pembelajaran, dan tujuan instruksional2. Variable metode pembelajaran yang meliputi strategi pengorganisasian, strategi pengelolaan, dan strategi penyampaian pembelajaran3. Variable hasil pembelajaran yang meliputi efektivitas, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran.

Komunikasi sebagai strategi pembelajaranDalam upaya penyampaian pendidikan baik pendidikan informal maupun nonformal, terutama pendidikan formal yang dilakukan melalui proses belajar mengajar, maka peranan komunikasi sangatlah penting. Sebab dengan komunikasi yang efektif seorang guru akan dengan mudah menyampaikan pesan-pesan pendidikan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya kepada anak didik, baik melalui komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, maupun instruktif. Berpedoman pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Maka keberhasilan suatu pendidikan nasional di Indonesia harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Prihatin; 2008);1. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan; memiliki keyakinan yang utuh tentang adanya Tuhan YME.2. Pengendalian diri; merupakan kecerdasan emosi yang akan memberikan nilai diri tersendiri dalam masyarakat3. Kepribadian; akan menjadikan batasan dalam berprilaku, menunjukan kematangan seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan4. Kecerdasaan; proses pendidikan dikatakan berhasil atau tidak bergantung pada seberapa besar dunia pendidikan dapat menggali tiga domain dalam diri anak (domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor)5. Akhlak mulia; tingginya akhlak seseorang akan semakin memudahkannya untuk memilih mana yang salah dan mana yang benar. Hal itu akan melahirkan warga negara yang tahu menempatkan segala sesuatu, baik sikap, prilaku, ucapan, tata krama dalam tatanan yang tepat.6. Keterampilan; diharapkan pendidikan melahirkan akumulasi dari berbagai kecerdasan, ditambah keahlian dan keterampilan yang membuat anak didik menjadi produktif.

Ada banyak teori tentang pembentukan karakter. Banyak hal yang dapat mempengaruhi karakter seseorang. Diantaranya adalah faktor DNA atau keturunan, faktor psikis yaitu faktor pengalaman masa kecil yang dialami. Ketiga adalah faktor lingkungan. Pembentukan karakter tersebut didasari oleh hukum Aksi dan Reaksi atau hukum Stimulus dan Respon, bisa juga disebut sebagai hukum Rangsangan dan Respon. Kita bertindak seperti ini karena ada stimulus atau rangsangan dari luar diri kita. Itulah faktor yang membentuk jati diri kita. Disinilah peran besar guru.Guru sebagai pengelola kelas, hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar yang perlu diorganisir. Seperti dapat diketahui bahwa kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas bergantung pada faktor guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas. Sebagai pengelola kelas, guru juga harus menyediakan kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit mengurangi kebergantungannya pada guru sehingga mereka mampu membimbing kegiatannya sendiri. Siswa harus belajar melakukan kontrol diri dan kontrol aktifitasnya melalui proses belajar yang efektif serta efisien dengan hasil optimal. Peran guru sebagai pribadi teladan, guru menjadi ukuran bagi norma-norma tingkah laku, guru sebagai fasilitator, merupakan cara-cara yang dapat dilakukan guru dalam membentuk karakter anak didiknya. Pembentukan karakter yang diharapkan di sini adalah pembentukan karakter yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak didik. Di sinilah perlu kehati-hatian seorang guru dalam memilih segala metode dalam pembelajaran di kelas yang dikelolanya. Karena pembentukan karakter yang dipaksakan atau tidak sesuai dengan perkembangan dan potensi anak akan berakibat tidak baik juga bagi anak. Contoh hal di atas dapat tergambar dalam ilustrasi berikut ini; Suatu hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulit, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir bagaimana cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki menemukan ide, dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki tersebut. Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap.

PENUTUPKesimpulan Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan setiap penyelenggaraan pembelajaran adalah agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Oleh karena itu, untuk mendorong terciptanya peristiwa belajar pada diri seseorang diperlukan lingkungan kelas yang kondusif. Lingkungan kelas yang kondusif itu berupa kondisi yang diharapkan dapat menggerakkan atau merangsang beroperasinya mental atau pikiran siswa. Tugas gurulah di kelas untuk dapat berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif agar mental atau pikiran siswa terdorong dan teransang untuk belajar. SaranBagi guru, mari jalankan tugas dan tanggungjawab dengan penuh rasa cinta. Rasa cinta akan dapat menyambung rasa antar guru dan anak didiknya di kelas. Bila hal ini telah terwujud, tidak akan sulit bagi guru memberikan lingkungan belajar di kelas yang kondusif bagi anak didik. Sehingga dapat melahirkan siswa-siswa yang dewasa dalam bertindak.

DAFTAR PUSTAKA

Rahmat, Abdul, 2010. Kearifan Cinta Sang Guru. Bandung: MQS Publishing

Prihatin, Eka, 2008. Konsep Pendidikan. Bandung: Karsa Mandiri Persada

Prihatin, Eka, 2008. Guru Sebagai Fasilitator. Bandung; Karsa Mandiri Persada

Wardhana, Yana. 2010. Teori Belajar dan Mengajar. Bandung; Pribumi Mekar

Rossy Sandra/8146132055Menjadi guru yang dirindukan siswaPage 2