meningitis tuberkulosis baru editing 1

13
MENINGITIS TUBERKULOSIS Meiti Frida POKDI NEUROINFEKSI PERDOSSI Cabang Padang Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUD DR. M. Djamil Padang PENDAHULUAN Meningitis tuberkulosis termasuk salah satu tuberkulosis ekstra pulmoner dan merupakan penyakit infeksi susunan saraf pusat (SSP) subakut dari fokus primer paru. Menurut WHO (2003) diperkirakan 8 juta orang terjangkit TBC setiap tahun dan 2 juta meninggal. Pada tahun 1997 diperkirakan TBC menyebabkan kematian lebih dari 1 juta penduduk di negara- negara Asia. Riggs (1956) menyatakan bahwa antara 5–10% penderita TBC akan meninggal, dan 25% akan berlanjut menjadi infeksi. Meningitis TBC lebih sering pada anak terutama anak usia 0 - 4 tahun. Sebaliknya di daerah dengan prevalensi TBC tinggi, meningitis TBC lebih sering dijumpai pada orang dewasa. Di Amerika Serikat meningitis TBC ditemukan pada 32% kasus meningitis dan menurun drastis kurang dari 8% dalam 25 tahun kemudian, sedangkan di India pada tahun yang sama 60% kasus terjadi pada anak usia 9 bulan – 5 tahun. Berdasarkan data di Departemen Neurologi RS Cipto Mangunkusumo, pasien yang dirawat di IRNA B, tahun 1996 terdapat 15 penderita dengan kasus meningitis dengan kematian 40%, tahun 1997, 13 kasus dengan kematian 50,85% dan tahun 1998 dengan 1

Upload: crossdress

Post on 25-Oct-2015

31 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

mentb baru

TRANSCRIPT

Page 1: Meningitis Tuberkulosis Baru Editing 1

MENINGITIS TUBERKULOSIS

Meiti Frida

POKDI NEUROINFEKSI PERDOSSI Cabang Padang

Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUD DR. M. Djamil Padang

PENDAHULUAN

Meningitis tuberkulosis termasuk salah satu tuberkulosis ekstra pulmoner dan merupakan

penyakit infeksi susunan saraf pusat (SSP) subakut dari fokus primer paru.

Menurut WHO (2003) diperkirakan 8 juta orang terjangkit TBC setiap tahun dan 2 juta

meninggal. Pada tahun 1997 diperkirakan TBC menyebabkan kematian lebih dari 1 juta

penduduk di negara-negara Asia. Riggs (1956) menyatakan bahwa antara 5–10% penderita TBC

akan meninggal, dan 25% akan berlanjut menjadi infeksi. Meningitis TBC lebih sering pada

anak terutama anak usia 0 - 4 tahun. Sebaliknya di daerah dengan prevalensi TBC tinggi,

meningitis TBC lebih sering dijumpai pada orang dewasa.

Di Amerika Serikat meningitis TBC ditemukan pada 32% kasus meningitis dan menurun

drastis kurang dari 8% dalam 25 tahun kemudian, sedangkan di India pada tahun yang sama 60%

kasus terjadi pada anak usia 9 bulan – 5 tahun.

Berdasarkan data di Departemen Neurologi RS Cipto Mangunkusumo, pasien yang

dirawat di IRNA B, tahun 1996 terdapat 15 penderita dengan kasus meningitis dengan kematian

40%, tahun 1997, 13 kasus dengan kematian 50,85% dan tahun 1998 dengan kematian 46,15%

dari 13 penderita. Di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit DR. M. Djamil Padang, selama

tahun 2007 didapatkan kasus meningitis TBC sebanyak 9 penderita dan tahun 2008 dengan 7

orang penderita.

Meningitis tuberkulosis merupakan meningitis yang paling banyak menyebabkan

kematian dan kecacatan. Dibandingkan dengan meningitis bakterialis akut, perjalanan penyakit

meningitis tuberkulosis lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam cairan serebro spinalis

(CSS) tidak begitu hebat.

1

Page 2: Meningitis Tuberkulosis Baru Editing 1

Dewasa ini terutama di negara-negara maju, penderita meningitis TBC merupakan

komplikasi HIV dengan gejala yang lebih kompleks, seperti infiltrat pulmoner difus dengan

limfadenopati torakal.

DEFINISI

Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis

primer. Secara histologis meningitis tuberkulosis merupakan meningoensefalitis (tuberkulosis)

dengan invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf pusat.

PENYEBAB

Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis jenis Hominis,

jarang oleh jenis Bovinum atau Aves.

PATOFISIOLOGI

Meningitis tuberkulosis selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosis, fokus primernya

berada di luar otak. Fokus primer biasanya di paru-paru, tetapi bisa juga pada kelenjar getah

bening, tulang, sinus nasalis, traktus gastrointestinal, ginjal, dan sebagainya.

Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput otak secara

hematogen, tetapi melalui pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa milimeter sampai 1

sentimeter) berwarna putih, terdapat pada permukaan otak, sumsum tulang belakang. Tuberkel

tersebut selanjutnya melunak, pecah dan masuk ke dalam ruang subarachnoid dan ventrikel

sehingga terjadi peradangan difus.

Penyebaran dapat pula terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau

jaringan di daerah selaput otak seperti proses di nasofaring, pneumonia, endokarditis, otitis

media, mastoiditis, trombosis sinus kovernosus, atau spondilitis.

Penyebaran kuman dalam ruang subarakhnoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan

araknoid, CSS, ruang subarachnoid dan ventrikel.

Akibat reaksi radang ini maka akan terbentuk eksudat kental, serofibrinosa dan gelatinosa

oleh kuman-kuman serta toksin yang mengandung sel-sel mononuklear, limfosit, sel plasma,

2

Page 3: Meningitis Tuberkulosis Baru Editing 1

makrofag, sel raksasa dan fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang subaraknoid saja

tetapi terutama berkumpul di dasar tengkorak. Eksudat juga menyebar melalui pembuluh-

pembuluh darah pia dan menyerang jaringan otak di bawahnya sehingga proses sebenarnya

adalah meningoensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat akuaduktus, fisura Sylvii, foramen

Magendi, foramen Luschka dengan akibatnya adalah terjadinya hidrosefalus, edema papil akibat

terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan ini juga terjadi pada pembuluh-pembuluh

darah yang berjalan di dalam ruang subaraknoid berupa kongesti, peradangan dan penyumbatan

sehingga selain arteritis dan flebitis juga mengakibatkan infark otak terutama pada bagian

korteks, medulla oblongata dan ganglia basalis.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan ananmnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi

dan pemeriksaan penunjang. Gambaran klinis meningitis tuberkulosis memperlihatkan gejala

yang bervariasi dan tidak spesifik. Selama 2-8 minggu dapat ditemukan malaise anoreksia,

demam, nyeri kepala yang semakin memburuk, perubahan mental, penurunan kesadaran, kejang,

kelumpuhan saraf kranial (II, III, IV, VI, VII, VIII), hemiparese. Pemeriksaan funduskopi

kadang-kadang memperlihatkan tuberkel pada khoroid, dan papil edema menandakan adanya

peninggian tekanan intrakranial.

Perjalanan penyakit meningitis tuberkulosis memperlihatkan 3 stadium.

* Stadium I (Stadium awal)

Gejala prodromal nonspesifik, yaitu apatis, iritabilitas, nyeri kepala ringan, malaise,

demam, anoreksia, muntah, nyeri abdomen.

* Stadium II (Intermediate)

Gejala menjadi jelas ditemukan “drowsy” perubahan mental, tanda iritasi meningen,

kelumpuhan saraf III, IV, VI.

* Stadium III (Stadium lanjut)

Penderita mengalami penurunan kesadaran menjadi stupor atau koma, kejang, gerakan

involunter, dapat ditemukan hemiparese.

3

Page 4: Meningitis Tuberkulosis Baru Editing 1

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium rutin pada meningitis tuberkulosis jarang yang khas, bisa ditemui leukosit

meningkat, normal atau rendah dan diff count bergeser ke kiri kadang-kadang ditemukan

hiponatremia akibat SIADH.

2. Pemeriksaan CSS.

Terdapat peningkatan tekanan pada lumbal pungsi 40 - 75% pada anak dan 50% pada

dewasa. Warna jernih atau xantokhrom terdapat peningkatan protein dan 150 - 200mg/dl

dan penurunan glukosa pada cairan serebrospinal. Terdapat penurunan klorida,

ditemukan pleiositosis, jumlah sel meningkat biasanya tidak melebihi 300 cel/mm3.

Differential count PMN predominan dan limpositik.

3. Mikrobiologi

Ditemukan Mycobacterium tuberculosis pada kultur cairan serebrospinal merupakan

baku emas tetapi sangat sulit, lebih dari 90% hasilnya negatif.

4. Polymerase chain reaction (PCR) spesifitas tinggi tetapi sensitivitas moderat.

5. Pada pemeriksaan foto rontgen toraks ditemukan tuberkulosis aktif pada paru dan dapat

sembuh sampai 50% pada dewasa dan 90% pada anak-anak

6. Hasil tes PPD tuberkulin menunjukkan ditemukan negatif pada 10 - 15% anak-anak dan

50% pada dewasa

7. CT Scan dan MRI.

Pemeriksaan CT scan dengan kontras ditemukan penebalan meningen di daerah basal,

infark, hidrosefalus, lesi granulomatosa. Pemeriksaan MRI lebih sensitif dari CT Scan,

tetapi spesifitas juga masih terbatas.

PENATALAKSANAAN

Penderita meningitis tuberkulosis harus dirawat di rumah sakit, di bagian perawatan

intensif. Dengan menentukan diagnosis secepat dan setepat mungkin pengobatan segera dapat

dimulai.

4

Page 5: Meningitis Tuberkulosis Baru Editing 1

PERAWATAN UMUM

Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus diperhatikan dengan sungguh -

sungguh, antara lain: kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan gizi, posisi penderita, perawatan

kandung kemih dan defekasi.

Kebutuhan cairan, elektrolit serta gizi dapat diberikan melalui infus maupun saluran pipa

hidung. Di samping itu, pengobatan untuk hiperpireksia, gelisah atau kejang juga diberikan.

PENGOBATAN

Saat ini telah tersedia berbagai macam tuberkulostatika, pada umumnya tuberkulostatika

diberikan dalam bentuk kombinasi, dikenal sebagai triple drugs, ialah kombinasi antara INH

dengan dua jenis tuberkulostatika lainnya. Kita harus kritis untuk menilai efektivitas masing-

masing obat terutama dalam hal timbulnya resistensi.

Berikut ini adalah beberapa contoh tuberkulostatika yang dapat diperoleh di Indonesia:

1. Isoniazid (INH), diberikan dengan dosis 10 – 20 mg/kgBB/hari (pada anak) dan pada

dewasa dengan dosis 400 mg/hari.

Efek samping berupa neuropati, gejala-gejala psikis.

2. Rifampisin, diberikan dengan dosis 10 – 20 mg/kgBB/hari, pada orang dewasa dapat

diberikan dengan dosis 600 mg/hari dengan dosis tunggal.

Efek samping sering ditemukan pada anak di bawah 5 tahun dapat menyebabkan neuritis

optika, muntah, kelainan darah perifer, gangguan hepar dan flu-like-symptom.

3. Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kg/BB/hari - 150mg/hari

Efek samping dapat menimbulkan neuritis optika.

4. PAS atau Para-Amino-Salicilyc-Acid diberikan dengan dosis 200 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 3 dosis dapat diberikan sampai 12 gr/hari.

Efek samping dapat menyebabkan gangguan nafsu makan.

5. Streptomisin, diberikan intramuskuler selama lebih kurang 3 bulan. Dosisnya adalah 30 -

50 mg/kgBB/hari. Oleh karena bersifat ototoksik maka harus diberikan dengan hati-hati.

5

Page 6: Meningitis Tuberkulosis Baru Editing 1

Bila perlu pemberian streptomisin dapat diteruskan 2 kali seminggu selama 2 - 3 bulan

sampai CSS menjadi normal.

6. Kortikosteroid, biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB/hari

(dosis normal) 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis selama 2 - 4 minggu kemudian diteruskan

dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 - 2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya

adalah lebih kurang 3 bulan, apabila diberi deksametason maka obat ini diberikan secara

intravena dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam. Pemberian deksametason ini terutama bila

ada edema otak. Apabila keadaan membaik maka dosis dapat diturunkan secara bertahap

sampai 4 mg setiap 6 jam secara intravena. Pemberian kortikosteroid parenteral ditujukan

untuk mengurangi eksudat di bagian basal, mencegah terjadinya nekrosis, perlengketan

dan menghalangi blok spinal. Pemberian kortikosteroid dapat membahayakan penderita

karena munculnya super infeksi, kemampuan menutupi penyakitnya (masking effect).

Tabel 1. Beberapa regimen yang dianjurkan untuk pengobatan meningitis tuberculosis

Obat Dosis Frekuensi LamanyaKemungkinan resistensi obat yang rendah

A

B

C

INH RIFPRZINHRIFEtambutol atau StreptomisinINH

RIF

300 mg600 mg15-30 mg/kg300 mg600 mg25 mg/kgBB1 gr300 mg900 mg600 mg600 mg

Setiap hariSetiap hariSetiap hariSetiap hariSetiap hariSetiap hariSetiap hariSetiap hari2 x semingguSetiap hari2 x seminggu

6 bulan6 bulan2 bulan9 bulan9 bulan2 bulan2 bulan1 bulan8 bulan1 bulan8 bulan

Kemungkinan resistensi obat yang tinggiA INH

RIF300 mg600 mg

Setiap hariSetiap hari

1 tahun1 tahun

Kasus dengan resistensi obat, diberikan setelah tes resistensi

KOMPLIKASI DAN PROGNOSA

Komplikasi neurologi yang sering terjadi pada anak dan dewasa adalah hemiparesis

spastik, ataksia, parese nervus kranialis yang permanen, kejang terutama pada anak, atropi

nervus optikus, penurunan visus dan kebutaan. Prognosis meningitis tuberkulosis ditentukan oleh

stadiumnya, makin lanjut stadiumnya prognosa makin jelek. Anak di bawah 3 tahun dan dewasa

6

Page 7: Meningitis Tuberkulosis Baru Editing 1

di atas 40 tahun mempunyai prognosis yang jelek.

7

Page 8: Meningitis Tuberkulosis Baru Editing 1

TUBERKULOSIS MEDULA SPINALIS

Tuberkulosis intrakranial dapat terjadi di dalam medulla spinalis dan membrannya berupa

araknoiditis, vaskulitis dan massa intraparenchyma. Lesi bisa terjadi lokal pada medulla spinalis

tetapi lebih sering berhubungan dengan intrakranial.

PATOGENESIS

Sama dengan meningitis tuberkulosis, disebabkan oleh robeknya tuberkel di daerah

submeningeal ke rongga subaraknoid medulla spinalis.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis dapat terjadi secara mendadak karena terjadinya blok spinal mendadak

menyerupai Mielitis Transversa atau bisa juga terjadi perlahan berupa paralisis ascending yang

terjadi dalam waktu, bulan atau tahun.

Demam dan gejala sistemik lainnya jarang ditemukan pada tuberkulosis medula spinalis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan CSS

Ditemukan kadar protein yang tinggi mencapai beberapa gram per 100 ml, kadar glukosa

menurun, pleositosis limpositik pada 30 - 50% pasien.

2. Mielografi

Ditemukan “filling defect” sepanjang medulla spinalis

3. Pada pemeriksaan CT Scan dan MRI

Ditemukan eksudat pada ruang subarachnoid

PENGOBATAN

Pemberian tuberkulostatika dan steroid dilaporkan dapat mengurangi gejala pada

beberapa kasus, dan operasi pada araknoiditis spinal dapat mengurangi gejala neurologis secara

parsial.

8

Page 9: Meningitis Tuberkulosis Baru Editing 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Roper AH dan Samuels MA, 2009. Infections of the Nervous System (Bacterial, Fungal,

Spirochetal, Parasite) and Sarcoidosis. In: Principles of neurology. Adam and Victor’s. 9th

Ed. New York – Toronto. McGraw Hill Medical. p. 667-707.

2. Zuger A, 2004. Tuberculosis. In: Scheld WM, Whitley RJ, Marra CM (eds). Infection of

the central nervous system, third ed. Philadelphia : Lippincott Williams&Wilkins. p. 441-

457.

3. Koshy AA dan Jay CA, 2009. Infections of the nervous system. In: Bloom JC and David

RB (eds). Clinical adult neurology, 3rd ed. New York. Demos Medical. p. 341-343

4. Rom WN, 2004. Tuberculosis, 2nd ed. Philadelphia : Lippincott Williams&Wilkins. p. 445-

458.

5. Krieger S, 2009. Neurologic infections. In: Frontera JA (ed). Decision making in

Neurocritical Care. New York : Thieme Medical Publishers. Inc. p. 134-148.

6. Jannis J, 1998. Tata laksana dan Diagnosis Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Pertemuan

Regional Jakarta - Bandung – Palembang 24-25 Oktober 1998.

7. KNI PERDOSSI, 2008. Standar Kompetensi Spesialis Saraf. Jakarta.

9