mengkaji qunut nazilah
DESCRIPTION
Qunut NazilahTRANSCRIPT
Mengkaji Qunut Nazilah 22 June 2010, 12:00 am qunut, qunut nazilah, Qunut Shubuh
Melihat pentingnya pembahasan tentang Qunut Nazilah pada kondisi sekarang ini, juga dikarenakan
banyak manusia yang belum memahami hukum dan tata caranya, maka kami akan menjelaskan perihal
Qunut Nazilah, hukum dan tata caranya sesuai dengan Sunnah RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam.
Penjelasan ini kami bagi menjadi beberapa bagian:
Pertama: Qunut Nazilah disyariatkan ketika terjadi musibah besar, dan boleh dilakukan pada semua shalat wajib yang lima.Banyak dalil yang mendasari hal ini, antara lain:
Pertama: Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
berdoa Qunut selama sebulan penuh, beliau mendoakan keburukan terhadap Ri’lan dan Dzakwan serta
‘Ushayyah yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya” [HR. Bukhari-Muslim, dengan lafadz Muslim]
Kedua: Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu: “Suku Ri’lan, Dzakwan, Ushiyyah, dan Bani
Lihyan meminta bantuan orang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam untuk berlindung dari
musuh, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan bantuan 70 orang Anshor yang kami sebut
sebagai Qurra’. Kebiasaan para sahabat yang disebut Qurra’ ini adalah mereka pencari bakar di siang
hari dan menegakkan shalat lail di malam hari. Ketika 70 ornag Anshor ini berada di perjalanan dan
sampai di sumur Ma’unah, mereka dibunuh dan dikhianati oleh suku Ri’lan, Dzakwan, Ushiyyah, dan Bani
Lihyan. Berita ini sampai kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, maka beliau melakukan Qunut
Nazilah selama sebulan pada shalat shubuh mendoakan kehancuran terhadap suku Ri’lan, Dzakwan,
Ushiyyah, dan Bani Lahyan. Anas berkata: ” Kami pernah membacanya ayat Qur’an diturunkan tentang
orang-orang yang dibunuh di sumur Ma’unah tersebut , kemudian ayat tersebut diangkat (mansukh)
sesudah itu. (Yaitu ayat)
وأرضانا ا عن فرضي نا رب لقينا ا أن قومنا ا عن غوا بل‘Sampaikanlah kepada kaum kami bahwa kami telah bertemu dengan Tuhan kami, maka Dia ridha
kepada kami dan kami ridha kepada-Nya.’ “ [HR. Bukhari]
Ketiga: Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
terkadang berdoa Qunut (ketika ada musibah) pada shalat Maghrib dan shalat Shubuh” [HR. Bukhari]
Keempat: Diriwayatkan dari Barra’ bin ‘Azib Radhiyallahu’anhu: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
terkadang berdoa Qunut (ketika ada musibah) pada shalat Shubuh dan shalat Maghrib” [HR. Bukhari]
Kelima: Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu:
“Selama sebulan penuh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setelah membaca لمن ه الل سمع:pada raka’at terakhir dari shalat Isya beliau membaca doa Qunut حمده
المؤمنين من المستضعفين أنج هم الل هشام بن سلمة أنج هم الل الوليد بن الوليد أنج هم الل ربيعة أبي بن اش عي أنج هم الل
يوسف كسني سنين عليهم اجعلها هم الل مضر على وطأتك اشدد هم الل
Ya Allah, tolonglah ‘Ayyash bin Abi Rabi’ah. Ya Allah, tolonglah Walid bin Al Walid. Ya Allah, tolonglah
Salamah bin Hisyam. Ya Allah, tolonglah orang-orang lemah dari kaum mu’minin. Ya, Allah sempitkanlah
jalan-Mu atas orang-orang yang durhaka. Ya Allah, jadikanlah tahun-tahun yang mereka lewati seperti
tahun-tahun yang dilewati Yusuf “ [HR. Bukhari][1]
Keenam: Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: “Sungguh aku bersungguh-
sungguh dalam mencontoh shalat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam”. Dan pernah Abu
Hurairah Radhiyallahu’anhu berdoa Qunut pada raka’at terakhir shalat Zhuhur dan shalat Isya serta
shalat Shubuh setelah membaca حمده لمن ه الل kemudian ia berdoa untuk kebaikan kaum mu’minin سمع
dan keburukan kaum kafir. [HR. Bukhari-Muslim]
Ketujuh: Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu’anhuma: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa Qunut
dengan selama sebulan dan dilakukan berturut-turut pada shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan
shalat Shubuh pada setiap raka’at terakhir setelah membaca حمده لمن ه الل beliau mendoakan سمع
kehancuran bagi Bani Sulaim, Ri’lin, Dzakwan dan Ushayyah. Kemudian orang-orang dibelakangnya
mengamini” . Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dengan sanad jayyid. An Nawawi berkata:
“Diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad hasan dan shahih” [Al Majmu’, 482/3]. Ibnul Qoyyim berkata:
“Hadits ini shahih” [Zaadul Ma’ad, 208/1]. Al Albani menghasankan hadits ini [Lihat Shahih Sunan Abi
Dawud juz 1443]
Dari beberapa hadits di atas dapat disimpulkan:
Pertama: Disyariatkannya doa Qunut Nazilah saat terjadi musibah. Ibnu Taimiyah berkata:
“Dianjurkan berdoa Qunut saat terjadi musibah. Pendapat ini adalah pendapat fuqaha ahli hadits dan
didasari oleh riwayat-riwayat dari Khulafa Ur Rasyidin” [Majmu’ Fatawa 108/23]
Kedua: Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melakukan praktek berdoa Qunut Nazilah pada lima shalat waktu. Dalam Shahih Bukhari diriwayatkan beliau Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa Qunut
pada shalat Shubuh, Zhuhur, Maghrib, dan Isya’. Adapun pada shalat Ashar diriwayatkan oleh Ahmad
dan Abu Dawud dengan sanad jayyid. Sebagaimana telah lewat penjelasannya.
Ketiga: Kebanyakan riwayat menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam paling sering berdoa Qunut pada shalat Shubuh, setelah itu sering dilakukan pada shalat Maghrib, setelah itu
shalat Isya, setelah itu shalat Zhuhur baru kemudian shalat Ashar.
Ibnu Taimiyah berkata: “Disyariatkan doa Qunut saat terjadi musibah pada shalat Shubuh dan shalat
wajib yang lain, untuk mendoakan kaum mu’minin dan mendoakan keburukan untuk kaum kuffar.
Sebagaimana Umar berdoa Qunut untuk memerangi orang Nashara dengan doa أهل كفرة العن اللهم.[Majmu’ Fatawa 270/22] ” الكتاب
Beliau juga berkata: “Doa Qunut paling banyak dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam pada shalat Shubuh” [Majmu’ Fatawa 269/22]
Ibnul Qoyyim berkata: “Petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam berdoa Qunut adalah
mengkhususkannya hanya pada saat terjadi musibah dan tidak melakukannya jika tidak ada musibah.
Selain itu tidak mengkhususkan pada shalat Shubuh saja, walaupun memang beliau paling sering
melakukan pada shalat Shubuh” [Zaadul Ma’ad 273/1].
Keempat: Doa Qunut dilakukan pada raka’at terakhir setelah bangun dari ruku’.
Kedua: Yang sesuai dengan syariat, doa Qunut itu ringkas.Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak berdoa Qunut dengan bacaan yang panjang. Sebagaimana
hadits dari Anas Radhiyallahu’anhu saat ada yang bertanya “Apakah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam berdoa Qunut pada shalat Shubuh?”. Anas menjawab: “Ya. Setelah ruku’, dengan doa yang
ringkas” [HR. Muslim].
Dan telah jelas bagi kita dari hadits-hadits yang telah lewat bahwa doa Qunut yang dibaca
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah doa-doa yang kalimatnya sedikit. Dan tentulah,
kebahagiaan hanya ada pada apa yang sesuai dengan contoh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.
Ketiga: Membatasi doa Qunut pada apa yang menjadi musibah saat itu.Tidak dianjurkan menambah doa tentang hal lain pada doa Qunut. Karena yang benar adalah
mencukupkan doa Qunut pada apa yang menjadi musibah saat itu saja. Inilah yang nampak dari dalil-
dalil yang telah lewat dan juga dalil yang lain bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallammengulang-
ulang doa Qunut yang sama ketika beliau melakukan doa Qunut dalam sebulan penuh. Walau terkadang
beliau berdoa Qunut dengan doa yang agak sedikit berbeda.
Keempat: Qunut Nazilah hanya dilakukan karena adanya sebab, yaitu musibah besar yang melanda kaum muslimin, jika musibah telah berakhir maka tidak dilakukan lagi.Sedangkan Qunut Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang dilakukan selama sebulan penuh sebagaimana
telah lalu haditsnya, bukanlah pembatasan. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak
meneruskan pelaksanaan Qunut Nazilah setelah sebab yang menjadi alasan beliau untukmelakukan
Qunut Nazilah telah hilang. Yaitu dalam hal ini, datangnya para sahabat yang didoakan
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallamdalam doa Qunut dengan selamat. Hal ini didasari oleh hadits dari
Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: “Selama sebulan penuh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setelah
membaca حمده لمن ه الل ,pada raka’at terakhir dari shalat Isya beliau membaca doa Qunut: ‘Ya Allah سمع
tolonglah ‘Iyyash bin Abi Rabi’ah. Ya Allah, tolonglah Walid bin Walid. Ya Allah, tolonglah Salamah bin
Hisyam. Ya Allah, tolonglah orang-orang lemah dari kaum mu’minin. Ya, Allah sempitkanlah jalan-Mu
atas orang-orang yang durhaka. Ya Allah, jadikanlah tahun-tahun yang mereka lewati seperti tahun-tahun
yang dilewati Yusuf’ ”
Abu Hurairah berkata: “Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak meneruskan doa Qunut
setelahnya. Kemudian aku berkata kepada para sahabat: ‘Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam tidak meneruskan doa Qunut’. Lalu ada yang bertanya: ‘Apakah kalian melihat mereka sudah
datang?’[2] ” [HR. Muslim]
Ibnul Qoyyim berkata: “Qunut Nazilah dilakukan karena ada musibah yang menimpa suatu kaum atau
beberapa orang. Dan Qunut Nazilah tidak dilakukan lagi setelah orang yang didoakan tersebut datang,
atau telah terbebas dari tawanan, atau telah pulang dengan selamat, atau orang yang didoakan
keburukan telah bertaubat. Karena disyariatkan Qunut Nazilah adalah untuk menghilangkan musibah
tersebut, maka setelah hilang tidak lagi dilakukan Qunut Nazilah” [Zaadul Ma’ad 272/1]
Kelima: Qunut Nazilah tidak memiliki lafadz tertentu. Lafadz-nya disesuaikan dengan musibah yang sedang terjadiAdapun doa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Al Hasan yang berbunyi:
الخ …. فيما لنا بارك و يت تول فيمن نا تول و عافيت فيمن عافنا و هديت فيمن اهدنا اللهمIni adalah doa Qunut pada shalat Witir. Dan tidak terdapat riwayat yang menetapkan bahwa doa ini di
baca Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pada Qunut Nazilah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Disunnahkan untuk melakukan Qunut Nazilah ketika ada
musibah, dan disunnah pula padanya mendoakan kaum muslimin yang sedang diperangi (musuh)”
[Majmu’ Fatawa, 155/21]
Beliau juga berkata: “Dianjurkan seseorang yang melakukan Qunut Nazilah berdoa sesuai dengan
musibah yang terjadi saat itu. Dan jika dalam doanya ia menyebutkan kaum mu’minin yang diperangi
atau mendoakan kehancuran bagi orang-orang kafir yang memerangi mereka, maka itu adalah sebuah
kebaikan” [Majmu’ Fatawa, 271/22]
Beliau juga berkata: “Umar Radhiyallahu’anhu melakukan Qunut Nazilah ketika musibah menimpa kaum
muslimin. Dan beliau berdoa dengan doa yang sesuai dengan musibah yang terjadi. Sebagaimana
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa Qunut pertama kali untuk mendoakan kehancuran bagi Kabilah
Bani Sulaim yang telah membunuh para pembaca Al Qur’an. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa
sesuai dengan keadaan tersebut. Kemudian pada kesempatan lain Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam mendoakan para sahabat yang dalam keadaan lemah. Pada kesempatan inipun
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa sesuai dengan keadaan. Maka sunnah
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan Khulafa Ar Rasyidin ini menunjukkan dua hal:1. Qunut Nazilah dilakukan karean adanya suatu sebab, adapun melakukannya secara rutin dan
terus-menerus bukan termasuk sunnah NabiShallallahu’alaihi Wasallam.2. Doa Qunut Nazilah tidak ditetapkan lafadz-nya. Adapun lafadz-nya menyesuaikan dengan
musibah yang sedang terjadi. Sebagaimana doa Qunut Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang pertama dan kedua. Juga sebagaimana doa Umar Radhiyallahu’anhu kepada orang yang memeranginya saat terjadi fitnah. Beliau berdoa dengan doa yang sesuai dengan musibah yang terjadi. “ [Majmu’ Fatawa, 109/23]
Dan berdoa dengan lafadz doa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang sesuai dengan musibah yang
terjadi pada masa kita sekarang ini adalah sebuah kebaikan. Yaitu misalnya dengan lafadz:
في المسلمين إخواننا أنج على اللهم وطأتك اشدد اللهم ، انصرهم اللهم ، شايعهم فلسطين ومن المجرمين اليهود
يوسف كسني سنين عليهم اجعلها اللهم ، العنهم اللهم ، وأعانهمArtinya: “Ya Allah, berilah kemenangan pada dari kaum muslimin di Palestina. Ya Allah, tolonglah
mereka. Ya, Allah sempitkanlah jalan-Mu atas orang-orang Yahudi yang nista, juga kepada sekutu dan
pendukung mereka. Ya Allah, jatuhkan laknat kepada mereka dan jadikanlah tahun-tahun yang mereka
lewati seperti tahun-tahun yang dilewati Yusuf”
Karena doa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lebih utama dan juga telah mencakup apa yang
dimaksudkan.
Keenam: Di anjurkan bagi imam shalat untuk mengeraskan suara saat berdoa Qunut.Hal ini didasari oleh hadits Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam jika ingin mendoakan kebaikan bagi seseorang, atau mendoakan keburukan bagi seseorang,
beliau berdoa Qunut setelah ruku’ setelah membaca حمده لمن ه الل -beliau membaca: ‘Ya Allah bagi سمع
Mu segala pujian. Ya Allah, tolonglah Walid bin Walid. Ya Allah, tolonglah Salamah bin Hisyam. Ya Allah,
tolonglah ‘Iyyash bin Abi Rabi’ah. Ya Allah, tolonglah orang-orang lemah dari kaum mu’minin. Ya, Allah
sempitkanlah jalan-Mu atas orang-orang yang durhaka. Ya Allah, jadikanlah tahun-tahun yang mereka
lewati seperti tahun-tahun yang dilewati Yusuf’. Beliau membacanya dengan suara keras” [HR. Bukhari]
Imam An Nawawi berkata: “Hadits tentang Qunutnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam saat dibantainya
para pembaca Al Qur’an Radhiyallahu’anhummenetapkan bahwa doa Qunut dibaca dengan suara keras
pada setiap shalat. Inilah pendapat yang kuat. Adapun pendapat benar tentang hukumnya, disunnahkan
membacanya dengan suara keras.” [Al Majmu’, 482/3]
Ibnu Hajar berkata: “Yang nampak bagiku adalah bahwa Qunut Nazilah dilakukan pada saat I’tidal bukan
saat sujud, walaupun memang doa saat sujud lebih besar kemungkinan untuk dikabulkan. Sebagaimana
ditetapkan hadits : ‘Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya pada saat ia sedang
bersujud’. Dan juga ditetapkan dari dalil-dalil yang ada bahwa wajib bagi ma’mum untuk mengikuti imam
dalam doa Qunut, juga jika dengan ta’min. Oleh karena itu, disepakati bahwa pembacaan doa Qunut
ialah dengan suara keras ” [Fathul Baari, 570/2]
Ketujuh: Dianjurkan bagi ma’mum untuk ta’min (mengamini) doa imam pada saat berdoa Qunut.Berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu’anhuma yang menceritakan Qunut
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: Artinya: “Beliau mendoakan kutukan terhadap Bani Sulaim dan
terhadap Ri’lan, Dzakwan dan ‘Ashiyyah. Dan orang-orang yng dibelakang beliau pun mengamininya”
[HR. Ahmad, Abu Dawud dengan sanad jayyid]
Kedelapan: Dianjurkan mengangkat kedua tangan dalam doa Qunut.Hal ini didasari hadits Anas Radhiyallahu’anhu, ia berkata: “Tidak pernah kulihat
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersungguh-sungguh dalam berdoa seperti doanya untuk para
Qurra’. Dan pada saat itu aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pada shalat Shubuh beliau
berdoa Qunut sambil mengangkat kedua tangannya ” [HR. Ahmad, dengan sanad shahih. An Nawawi
berkata: “Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad shahih atau hasan”]. [Al Majmu’, 479/3]
Dari Abu Rafi’, ia berkata: “Aku shalat di belakang Umar bin Khattab Radhiyallahu’anhu, beliau berdoa
Qunut setelah bangun dari rukuk sambil mengangkat kedua tangannya dan membaca doa dengan suara
keras” [HR. Baihaqi, ia berkata “Riwayat ini shahih di nisbatkan kepada Umar”. Dinukil dari Sunan Baihaqi
212/2]
An Nawawi berkata: “Dari Abu ‘Utsman ia berkata: ‘Biasanya Umar Radhiyallahu’anhu mengangkat
kedua tangan saat Qunut’. Dan dari Al Aswad ia berkata: ‘Biasanya Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu’anhu mengangkat kedua tangan saat Qunut’. Imam Al Bukhari meriwayatkan
hadits-hadits tersebut dalam Kitab Raf’ul Yadain[3] dengan sanad shahih. Dan Imam Al Bukhari berkata:
‘Hadits-hadits ini shahih diriwayatkan dari RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam’ ” [Al Majmu’. 490/3]
Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Praktek Qunut NazilahPertama: Tidak disyariatkan mengusap wajah setelah selesai berdoaKarena riwayat yang menjelaskan tentang mengusap wajah setelah berdoa derajatnya dhoif dan tidak
bisa dijadikan hujjah. Al Baihaqi berkata: “Adapun mengusap wajah setelah selesai berdoa Qunut, aku
tidak mendapatkan ada ulama Salaf yang berpendapat demikian dalam doa Qunut. Namun hal ini
diriwayatkan sebagian Salaf dalam doa di luar shalat. Dan hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam tentang mengusap wajah derajatnya dhoif. Memang hal ini telah dilakukan sebagian salaf di
luar shalat, tetapi di dalam shalat tidak ada hadits shahih, ataupun atsar maupun qiyas yang
mendasarinya. Dan yang lebih baik adalah tidak melakukannya dan mencukupkan diri pada apa yang
diterapkan para salafRadhiyallahu’anhum, yaitu mengangkat tangan tanpa mengusap wajah
setelahnya. Wabillahit Taufiq” [Sunan Baihaqi, 212/2]
Imam Nawawi Rahimahullah telah menjelaskan ke-dhoif-an riwayat tentang mengusap wajah setelah doa
dalam shalat, kemudian berkata: “Al Baihaqi memiliki tulisan yang terkenal yang ia tulis untuk Syaikh Abu
Muhammad Al Juwaini. Ia telah membantah semua hal tentang mengusap wajah setelah Qunut” [Al
Majmu’, 480/3]
Ibnu Taimiyah berkata: “Adapun tentang mengusap wajah dengan kedua tangan tidak ada dalilnya
kecuali satu atau dua hadits yang tidak dapat dijadikan hujjah (karena dhoif)” [Majmu’ Fatawa, 519/22]
Kedua: Perlu di kritisi sebagian manusia yang berdoa Qunut dengan lafadz semacam :غفور يا عفو يا أو ، الراحمين أرحم يا برحمتك المجرمين النصارى الصرب على وطأتك اشدد اللهم
Artinya: “Ya Allah, sempitkanlah jalan-Mu bagi orang-orang Nashara yang berbuat nista, dengan rahmat-
Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang ” atau “Wahai Dzat Yang Maha Pengampun”
Karena bertawassul dengan nama dan sifat Allah di sini tidak sesuai dengan konteksnya, yaitu untuk
melaknat dan menjatuhkan adzab yang keras pada orang-orang kuffar.
Ketiga: Menambahkan shalawat kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di akhir doa Qunut Nazilah adalah sebuah kesalahan.Karena hal ini tidak dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sama sekali. Hukum asal
ibadah adalah tauqifiyyah, tidak boleh menyengaja dalam doa atau dzikir dengan dikaitkan pada sebab
atau waktu tertentu kecuali berdasarkan atas dalil. Adapun yang diriwayatkan dari sebagian sahabat
adalah pada Qunut dalam shalat Witir.
Keempat: Yang ditetapkan oleh dalil-dalil yang ada yaitu bahwa Qunut Nazilah dilakukan pada shalat berjama’ah.Sedangkan Qunut Nazilah pada shalat Jum’at, atau shalat nafilah, atau shalat sendirian tidak ada dalil
tegas yang menjelaskannya. Abdurrazzaq membuat bab yang berjudul “Bab Qunut pada shalat Jum’at”
pada Al Mushonnaf(194/3) miliknya. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf(46/2) miliknya membahas
tentang Qunut pada Shalat Jum’at. Begitu juga Ibnu Mundzir dalam Al Ausath(122/4). Mereka semua
menyebutkan riwayat dari para sahabat bahwa mereka meninggalkan dan mencela Qunut pada shalat
Jum’at. Namun tidak disebutkan dalam riwayat-riwayat tersebut bahwa yang dimaksud adalah Qunut
Nazilah. Sedangkan dalil-dalil tidak ada yang secara tegas melarang Qunut Nazilah pada shalat Jum’at.
Al Mardawi berkata: “Rasulullah melakukan Qunut pada setiap shalat wajib kecuali shalat Jum’at. Inilah
pendapat yang benar dari mazhabku karena terdapat nash tentangnya. Pendapat inilah yang dipilih Al
Majid dalam syarah-nya, juga Ibnu ‘Abdaus dalam At Tadzkir, serta Syaikh Taqiyyuddin dalam Al
Wajiz merajihkan pendapat ini. Sebagian ulama berpendapat: ‘Qunut Nazilah juga dilakukan pada shalat
Jumat’. Pendapat ini dipilih oleh Al Qadhi. Namun pendapat ini bertentangan dengan nash ” (Al Inshaf,
175/2). Dan Imam Ibnu Taimiyah memilih pendapat disyariatkannya Qunut Nazilah pada shalat sendirian
(Al Inshaf, 175/2)
Namun yang jelas, hukum asal ibadah adalah terlarang sampai datang hujjah yang menjelaskan
disyariatkannya. Dan masalah ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, wallahu’alam.
Kelima: Ibnu Taimiyah berkata: “Sebaiknya seorang mu’min mengikuti imamnya dalam memutuskan ber-qunut atau tidakBila imam berqunut maka ma’mun mengikutinya berqunut. Jika imam tidak berqunut, maka begitu pula
ma’mun. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang imam diangkat untuk
diikuti”. Beliau juga bersabda: “Jangan kalian menyelisihi imam kalian”. Juga sabda beliau yang terdapat
dalam Shahih Bukhari : “Shalatlah kalian bersama imam. Jika shalatnya imam benar, pahalanya untuk
dia dan untukmu. Jika shalatnya imam salah, pahalanya untukmu dan dosanya untuk dia” (Majmu’
Fatawa, 115-116/23)
Keenam: Sebagian fuqaha berkata: “Qunut Nazilah dipimpin oleh seorang imam kaum muslimin, dan tidak boleh dipimpin oleh selainnya”Pendapat ini perlu dikritisi dengan beberapa alasan[4]:
1. Hukum asal perbuatan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adalah berlaku juga untuk seluruh kaum muslimin, kecuali ada dalil yang mengkhususkannya. Dan dalam hal ini tidak ada dalil yang mengkhususkan, maka tetap berlaku hukum asal yaitu disyariatkannya bagi seluruh kaum muslimin
2. Hadits Malik bin Huwairits Radhiyallahu’anhu yang marfu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ”Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat”[HR. Bukhari]. Hadits ini adalah dalil tegas bahwa perbuatan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat adalah untuk kaum muslimin secara umum.
3. Abu Hurairah pernah memimpin Qunut Nazilah padahal beliau bukanlah imam kaum muslimin. Sebagaimana dijelaskan hadits yang terdapat dalam Shahihain: Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: “Sungguh aku bersungguh-sungguh dalam mencontoh shalat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam”. Dan pernah Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berdoa Qunut pada raka’at terakhir shalat Zhuhur dan shalat Isya serta shalat Shubuh setelah membaca حمده لمن ه الل kemudian ia berdoa untuk kebaikan سمعkaum mu’minin dan keburukan kaum kafir. [HR. Bukhari-Muslim]
Walhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
[Diterjemahkan dari artikel berjudul Qunut Nazilah karya DR. Yusuf bin Abdillah Al Ahmad di
website www.islamlight.net, 29 Dzulhijjah 1429]
Artikel asli di: http://islamlight.net/index.php?option=content&task=view&id=12138
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
[1] “’Ayyash, Walid dan Salamah” Radhiyallahu’anhum adalah para sahabat yang ditawan oleh kaum
musyrikin di Makkah ketika mereka masuk Islam. Dan kaum musyrikin menghalangi mereka untuk ikut
hijrah. Dan mereka berjanji untuk memberontak untuk membebaskan diri dari kaum musyirikin. Maka
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendoakan mereka. Sabda beliau “Tolonglah kaum mu’minin
yang lemah”, yang dimaksud adalah kaum muslimin yang ditawan oleh orang kuffar sehingga tidak bisa
mengikuti Hijrah. Orang kuffar menganiaya dan menyiksa mereka. Sabda beliau “Ya, Allah sempitkanlah
jalan-Mu atas orang-orang yang durhaka”, makna Al Wathoah adalah jalan setapak. Orang yang
melewati jalan setapak yang sempit dan terjal dengan kaki telanjang dan biasanya adalah orang yang
telah berada dalam kesengsaraan dan kehinaan yang mendalam. Maka maksudnya disini: ‘Ya Allah,
jadikanlah bagi mereka kesengsaraan dan adzab yang pedih’. Kemudian sabda beliau: “jadikanlah tahun-
tahun yang mereka lewati seperti tahun-tahun yang dilewati Yusuf” seolah-olah mengisyaratkan firman
Allah Ta’ala pada surat Yusuf, yang artinya: “Kemudian sesudah itu akan datang 7 tahun yang sulit”
[Yusuf: 47]. Karena pada saat itu kaum Yusuf melewati 7 tahun dalam kekeringan dan kekurangan bahan
makanan. Maka maksudnya di sini adalah permohonan untuk dijadikan kekeringan yang dahsyat bagi
mereka. [Lihat Al Minhal Al ‘Azb Al Maurud 82/8]
[2] Maksudnya “Aku bertanya apakah kalian melihat Walid bin Walid dan rombongannya telah datang dari
Madinah dan telah diberi kemenangan oleh Allah dari musuh-musuh mereka?” (Lihat Al Minhal Al ‘Azb Al
Maurud 82/8)
[3] Salah satu tulisan Imam Al Bukhari [Lihat Hadyu As Saari hal. 516]
[4] Masalah ini adalah perkara khilafiyah ijtihadiyyah diantara para ulama, pent.