mengenal tata ruang rumah adat jawa tengah

16
Mengenal Tata ruang rumah adat jawa tengah Susunan ruang dalam bangunan tradisional Jawa pada prinsipnya terdiri dari beberapa bagian ruang yaitu : 1. Pendapa, difungsikan sebagai tempat melakukan aktivitas yang sifatnya formal (pertemuan, upacara, pagelaran seni dan sebagainya). Meskipun terletak di bagian depan, pendapa bukan merupakan ruang penerima yang mengantar orang sebelum memasuki rumah. Jalur akses masuk ke rumah yang sering terjadi adalah tidak dari depan melalui pendapa, melainkan justru memutar melalui bagian samping rumah 2. Pringgitan, lo rong penghubung (connection hall) antara pendapa dengan omah njero. Bagian pringgitan ini sering difungsikan sebagai tempat pertunjukan wayang kulit / kesenian / kegiatan publik.Emperan adalah teras depan dari bagian omah-njero. Teras depan yang biasanya lebarnya sekitar 2 meter ini merupakan tempat melakukan kegiatan umum yang sifatnya nonformal 3. Omah njero, kadang disebut juga sebagai omah-mburi, dalem ageng atau omah. Kata omah dalam masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal. 4. Senthong-kiwa, dapat digunakan sebagai kamar tidur keluarga atau sebagai tempat penyimpanan beras dan alat bertani. 5. Senthong tengah (krobongan), sering juga disebut sebagai boma, pedaringan, atau krobongan. Dalam gugus bangunan rumah tradisional Jawa, letak senthong-tengah ini paling dalam, paling jauh dari bagian luar. Senthong-tengah ini merupakan ruang yang menjadi pusat dari seluruh bagian rumah. ruang ini seringkali menjadi “ruang pamer” bagi keluarga penghuni rumah tersebut.Sebenarnya senthong-tengah merupakan ruang yang sakral yang sering menjadi tempat pelaksanaan

Upload: fagella-dive-bakrie

Post on 22-Jun-2015

181 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Mengenal Tata ruang rumah adat jawa tengah

Susunan ruang dalam bangunan tradisional Jawa pada prinsipnya terdiri dari beberapa bagian

ruang yaitu :

1. Pendapa, difungsikan sebagai tempat melakukan aktivitas yang sifatnya

formal (pertemuan, upacara, pagelaran seni dan sebagainya). Meskipun terletak di

bagian depan, pendapa bukan merupakan ruang penerima yang mengantar orang

sebelum memasuki rumah. Jalur akses masuk ke rumah yang sering terjadi adalah tidak

dari depan melalui pendapa, melainkan justru memutar melalui bagian samping rumah

2. Pringgitan, lo rong penghubung (connection hall) antara pendapa dengan omah njero.

Bagian pringgitan ini sering difungsikan sebagai tempat pertunjukan wayang kulit /

kesenian / kegiatan publik.Emperan adalah teras depan dari bagian omah-njero. Teras

depan yang biasanya lebarnya sekitar 2 meter ini merupakan tempat melakukan

kegiatan umum yang sifatnya nonformal

3. Omah njero, kadang disebut juga sebagai omah-mburi, dalem ageng atau omah. Kata

omah dalam masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti

kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal.

4. Senthong-kiwa, dapat digunakan sebagai kamar tidur keluarga atau sebagai

tempat penyimpanan beras dan alat bertani.

5. Senthong tengah (krobongan), sering juga disebut sebagai boma, pedaringan,

atau krobongan. Dalam gugus bangunan rumah tradisional Jawa, letak senthong-tengah

ini paling dalam, paling jauh dari bagian luar. Senthong-tengah ini merupakan

ruang yang menjadi pusat dari seluruh bagian rumah. ruang ini seringkali menjadi

“ruang pamer” bagi keluarga penghuni rumah tersebut.Sebenarnya senthong-tengah

merupakan ruang yang sakral yang sering menjadi tempat pelaksanaan upacara / ritual

keluarga. Tempat ini juga menjadi ruang penyimpanan benda-benda pusaka keluarga

penghuni rumah.

6. Senthong-tengen, fungsinya sama dengan sentong kiwa

7. Gandhok, bangunan tambahan yang mengitari sisi samping dan belakang bangunan inti.

tata ruang rumah rakyat biasa

tata ruang rumah bangsawan

Struktur ruang pada rumah tradisional Jawa ( telah diolah kembali ),

Dakung, Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Jogjakarta

(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan

Daerah, 1982)

http://www.hdesignideas.com/2011/01/tata-ruang-rumah-adat-jawa-tengah.html

B. DESAIN TRADISIONAL

1. Arsitektur Rumah Jawa

Desain eksterior adalah gambar dan proses rancang bangun sebuah bentuk bangunan secara

keseluruhan yang juga memperhatikan disiplin ilmu lain (material, kontruksi, kebudayaan

lingkugan hidup). Masyarakat Nusantara membuat bangunan dalam berbagai fungi yaitu (1)

tempat tinggal, (2) lumbung padi, dan (3) tempat beribadah.

Di Jawa Tengah terdapat rumah Joglo yang berfungsi sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai

ciri khas budaya masyarakatnya. Sebagai contoh masjid Demak yang struktur bangunannya

sangat dekat dengan dtruktur rumah Joglo.

(Masjid Demak)

Di dalam masyarakat Jawa, baik sebagai sentana, abdi maupun kawula dalem, walaupun tidak

tertulis secara tradisional tidak dibenarkan melakukan pelanggaran terhadap pranata-pranata

sosial masyarakat. Misalnya tata aturan sopan-santun, tingkah laku, gaya hidup, tata cara

pergaulan dan rumah tempat tinggal pun termasuk dalam aturan tersebut dan dibuat secara

hirarkis.

Rumah Jawa dalam suasana kehidupan feodal misalnya tidak dibenarkan membangun rumah

tempat tinggal (dhatulaya istana) dengan menggunakan bangunan limasan atau Joglo atau

kampung tetapi sebaiknya menggunakan bangunan sinom mangkurat untuk Sasana

Prabasuyasa. Bangunan limasan atau joglo hanyalah untuk bangunan pelengkap saja. Misalnya

untuk kantor, ruang pertemuan, perlengkapan, paseban dan sejenisnya. Aturan tersebut

didasarkan pada kedudukan sosial pemiliknya yang merupakan simbol status bagi pemilik

golongan raja, yogiswara, abdi dalem dan sentana dalem. Mengapa demikian? Karena golongan

ini dianggap sebagai golongan penguasa dan bahkan suci, maka bangunan umah tempatnya

harus meniru bangunan suci, tinggi (seperti gunung suci; besar (seperti dunia yang luas);

bersekat-sekat seperti candi, pura ataupun bangunan suci lainnya. Bentuk bangunan rumah

dikompleks istana (dhatulaya) dalam batas-batas tertentu boleh dicontoh oleh para sentana

dan abdi dalem, tetapi dilarang bagi kawula dalem.

Kita ketahui bahwa bangunan pokok rumah adat Jawa ada lima macam yaitu Panggung pe,

kampung, limas, joglo dan tajug. Namun dalam perkembangannya, jenis tersebut masih tetap

berpola dasar bangunan rumah adat Jawa hanya bangunan dasarnya masih tetap berpola dasar

bangunan yang lima tersebut.

Gambar pola rumah Jawa :

Dalam bangunan rumah adat Jawa tersebut ditentukan ukuran, kondisi perawatan rumah,

kerangka dan ruang-ruang di dalam rumah serta situasi di sekeliling rumah yang dikaitkan

dengan status pemiliknya. Di samping itu, latar belakang sosial, dan kepercayaannya ikut

berperan, agar memperoleh ketentraman, kesejahteraan, kemakmuran, maka sebelum

membuat rumah baru, tidak dilupakan adanya sesajen yaitu benda-benda tertentu yang

disajikan untuk badan halus, dahnyang desa, kumulan desa dan sebagainya, agar dalam usaha

pembangunan rumah baru tersebut memperoleh keslamatan.

Dalam masyarakat Jawa, susunan rumah dalam sebuah rumah tangga terdiri dari beberapa

bangunan rumah. Bangunan rumah tersebut terdiri dari

(1) Pendhapa, terletak di depan rumah tempat tinggal,

digunakan untuk menerima tamu.

(2) Omah buri digunakan untuk rumah tempat tinggal,

(3) Senthong adalah kamar tempat tidur,

(4) Pringgitan, terletak diantara rumah belakang dan pendhapa. Pringgitan ialah tempat yang

digunakan untuk pementasan pertunjukan wayang kulit, bila yang bersangkutan mempunyai

hajat kerja. Dalam pertunjukan tersebut tamu laki-laki ditempatkan di pendhapa sedang tamu

wanita ditempatkan di rumah belakang. Susunan rumah demikian mirip dengan susunan rumah

istana Hindu Jawa, misalnya Istana Ratu Boko di dekat Prambanan.

Berukit adalah skema susunan rumah orang Jawa :

Bagi warga masyarakat umum (kawula dalem) yang mampu, disamping bangunan rumah

tersebut sebagai tenpat tinggalnya masih dilengkapi dengan bangunan lainnya misalnya.

(1) Lumbung, tempat menyimpan padi dan hasil bumi lainnya. Biasanya terletak di sebelah kiri

atau kanan Pringgitan. Letaknya agak berjauhan.

(2) Dapur/pawon terletak di sebelah kiri rumah belakang (omah buri.), tempat memasak.

(3) Lesung, tempat menumbuk padi. Terletak di samping kiri atau kanan rumah belakang (pada

umumnya terletak di sebelah belakang).

(4) Kandang, tempat untuk binatang ternak (sapi, kerbau, kuda, kambing, angsa, itik ayam dan

sebagainya). Untuk ternak besar disebut kandang untuk ternak unggas ada sarong (ayam),

kombong (itik, angsa); untuk kuda disebut gedhogan. Kandang bisa terdapat di sebelah kiri

pendapa, namun ada pula yang diletakkan di muka pendhapa dengan disela oleh halaman yang

luas. Gedhogan biasanya menyambung ke kiri atau kanan kandhang. Sedang untuk sarong atau

kombong terletak di sebelah kiri jauh dari pendhapa.

(5) Peranginan, ialah bangunan rumah kecil biasanya diletakkan di samping kanan agak

berjauhan dengan pendapa. Peranginan ini bagi pejabat desa bisa dibunakan untuk markas

ronda atau larag, dan juga tempat bersantai untuk mencari udara segar dari pemiliknya.

(6) Kemudian terdapat bangunan tempat mandi yang disebut jambang, berupa rumah kecil

ditempatkan di samping dapur atau belakang samping kiri atau kanan rumah belakang.

Demikian pula tempat buang air besar/kecil dan kamar mandi dibuatkan bangunan rumah

sendiri. Biasanya untuk WC ditempatkan agak berjauhan dengan dapur, rumah belakang, sumur

dan pendhapa.

(7) Regol, yaitu Pintu msuk pekarangan sering dibuat Regol. Demikian sedikit variasi bangunan

ruah adat Jawa yang lengkap untuk sebuah keluarga. Hal tersebut sangat bergantung pada

kemampuan keluarga. Besar kecilnya maupun jenis bangunannya dibuat menurut selera serta

harus diingat status sosial pemiliknyya di dalam masyarakat. Untuk dindingnya menggunakan

gedheg (anyaman kulit bammabu), gebyok (ari papan kayu dan Patangaring (Gedheh yang

dibingkai kayu).

(Gedheg)

(Gebyok)http://omahwayangklaten.blogspot.com/2013/11/seni-rupa-terapan-jawa.html

MAKNA SIMBOLIS PADA TATA RUANG RUMAH JOGLOPada arsitektur bangunan rumah joglo, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman seni konstruksi rumah, juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya. Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusitasnya terefleksikan dalam arsitektur rumah dengan gaya ini.

Istilah Joglo berasal dari kerangka bangunan utama dari rumah adat jawa terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya. Struktur joglo yang seperti itu, selain sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah bisa berbentuk pencu.

hal ini melambangkan bahwa, pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa menjalani hidup seorang diri, melainkan harus saling bantu membantu satu sama lain, selain itu soko guru juga melambangkan empat hakikat kesempurnaan hidup dan juga ditafsirkan sebagi hakikat dari sifat manusia.

Pada bagian pintu masuk memiliki tiga buah pintu,yakni pintu utama di tengah dan pintu kedua yang berada di samping kiri dan kanan pintu utama. Ketiga bagian pintu tersebut memiliki makna simbolis bahwa kupu tarung yang berada di tengah untuk keluarga besar, sementara dua pintu di samping kanan dan kiri untuk besan, hal ini melambangkan bahwa tamu itu adalah

raja yang harus di hormati dan di tempatkan di tempat yang berbeda dengan keluarga inti ataupun keluarga dari mempelai, demi menghormati kehadiran mereka dan memberi tempat yang berbeda dari keluarga sendiri dan itu adalah cara atau tata krama yangb pantas untuk menyambut tamu.

Pada ruang bagian dalam yang disebut gedongan dijadikan sebagai mihrab, tempat Imam memimpin salat yang dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang disucikan, sakral, dan dikeramatkan. Gedongan juga merangkap sebagai tempat tidur utama yang dihormati dan pada waktu-waktu tertentu dijadikan sebagai ruang tidur pengantin bagi anak-anaknya, ruang tengah melambangkan bahwa di dalam rumah tinggal harus ada tempat khusus yang disakralkan atau di sucikan supaya digunakan ketika acara-acara atau kegiatan tertentu yang sakral atau berhubungan dengan Tuhan, hal ini adalah salah satu cara bagi penghuni rumah untuk selalu mengingat keberadaan Tuhan ketika berada di dalam Rumah mereka.

Ruang depan yang disebut jaga satru disediakan untuk umat dan terbagi menjadi dua bagian, sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk jamaah pria. Masih pada ruang jaga satru di depan pintu masuk terdapat satu tiang di tengah ruang yang disebut tiang keseimbangan atau soko geder, selain sebagai simbol kepemilikan rumah, tiang tersebut juga berfungsi sebagai pertanda atau tonggak untuk mengingatkan pada penghuni tentang keesaan Tuhan.

Pemilihan dan penggunaan bahan bangunan adalah faktor keempat. Penggunaan kayu untuk dinding (gebyok) dan genteng tanah liat untuk atap disebabkan material ini bersifat ringan sehingga relatif tidak terlalu membebani bangunan.

Sirkulasi keluar masuknya udara pada rumah joglo sangat baik karena penghawaan pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri, sehingga hal itu menyebabkan penghuni merasa nyaman ketika berada di dalam bangunan dan hal itu membuat penghuni lebih sering berkumpul dengan keluarga dan merasakan kebersamaan yang kuat seperti struktur yang menopang rumah Adat Joglo ini.

Ciri khas atap joglo, dapat dilihat dari bentuk atapnya yang merupakan perpaduan antara dua buah bidang atap segi tiga dengan dua buah bidang atap trapesium, yang masing-masing mempunyai sudut kemiringan yang berbeda dan tidak sama besar. Atap joglo selalu terletak di tengah-tengah dan selalu lebih tinggi serta diapit oleh atap serambi. Bentuk gabungan antara

atap ini ada dua macam, yaitu: Atap Joglo Lambang Sari dan Atap Joglo Lambang Gantung. Atap Joglo Lambang Sari mempunyai ciri dimana gabungan atap Joglo dengan atap Serambi disambung secara menerus, sementara atap Lambang Gantung terdapat lubang angin dan cahaya, dan hal ini melambangkan filosofi kehidupan manusia, bahwa kehidupan semakin sukses (berada diatas) maka cobaan pun akan semakin berat, semakin kuat diterpa angin, dan selalu rawan untuk jatuh apabila tidak hati-hati, dan alangkah baiknya jika hidup kita seperti kontruksi Rumah dan Penataan Ruang pada Rumah joglo ini, yang saling mengikat satu sama lain, mengormati, bantu membatu, dan tidak ada yang dirugikan.

Kesimpulan : sistem yang terkandung dalam penataan ruang dan struktur Rumah adat joglo ini, selain menuntun manusia untuk hidup sosial dan bantu membantu adalah menjadikan diri manusia tidak sombong dan menghormati satu sama lain, dan juga tidak pernah lupa akan keberadaan Yang Maha Kuasa.

http://achmad-jf.blogspot.com/2012/06/makna-simbolis-pada-tata-ruang-rumah.html