mendaur ulang identitas kemusliman melalui umrah …
TRANSCRIPT
i
MENDAUR ULANG IDENTITAS KEMUSLIMAN
MELALUI UMRAH
(TESIS)
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Master Humaniora
(M. Hum.) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya
Oleh :
Susilani Ani Maghfirah
126322006
PROGRAM STUDI ILMU RELIGI DAN BUDAYA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
TESIS
MENDAUR ULANG IDENTITAS KEMUSLIMAN
MELALUI UMRAH
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PENGESAHAN
TESIS
MENDAUR ULANG IDENTITAS KEMUSLIMAN
MELALUI UMRAH
Oleh :
Nama : Susilani Ani Maghfirah
NIM : 126322006
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana
layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Susilani Ani Maghfirah
Nomor Mahasiswa : 126322006
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “Mendaur Ulang
Identitas Kemusliman Melalui Umrah” beserta perangkat yang diperlukan (bila
ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 18 Mei 2018
Yang menyatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERSEMBAHAN
Cogito Ergo Sum
(Aku Berfikir Maka Aku Ada)
- Rene Descartes
Karya ini saya persembahkan untuk :
Muhammad Djudi (Alm), Hj. Siti Ramlah, ungkapan rasa hormat dan baktiku.
Muhammad Nur Wahid, Hj. Hadiah, Mas Igen, Dek Bulan.
Adik-adikku dan Almamaterku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
KATA PENGANTAR
Berawal dari banyaknya ketertarikan dan kegelisahan akan fenomena
umrah yang semakin masiv, perjalanan Tesis ini dimulai. Tesis ini kemudian
menjadi tempat bagi saya untuk melakukan praktik kerja budaya sekaligus
menjadi tempat untuk belajar banyak hal. Dan proses penyusunan Tesis ini
tidaklah mulus. Ada banyak tantangan dan cobaan yang datang silih berganti.
Oleh sebab itu, pada kesempatan ini saya ingin berterima kasih kepada semua
pihak yang sudah banyak membantu dan mendukung saya selama proses
penyususnan Tesis ini.
Pertama-tama saya ingin mengaturkan terima kasih kepada Bu Katrin
selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing, membantu dan
memberikan banyak pengarahan, saran dan masukan selama penyusunan Tesis
ini. Juga saya haturkan terima kasih kepada Pak Nardi yang disela kesibukannya
masih bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan dalam
penulisan Tesis ini. Dan terima kasih juga kepada seluruh Dosen IRB yang
dengan caranya masing-masing telah berperan besar baik dalam penulisan Tesis
ini maupun proses belajar saya di IRB. Tak lupa juga terimakasih kepada Mbak
Desy selaku sekretariat IRB yang sangat bisa diandalkan dalam segala urusan
logistik di IRB.
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga saya yang
telah memberi dukungan untuk penyelesaian Tesis ini. Juga terima kasih
khususnya pada Miss Ida yang turut membantu secara teknis, juga Bung Zuhdi
yang meluangkan waktunya untuk sharing tentang tema penelitian ini dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
pencerahan teoritis terkait Tesis ini. Juga terima kasih kepada jamaah umrah
Fiesta tour, Pak Yudhi, Pak Tio, Bu Jannatin, Bu Yul, Mbak Sita Mutia, Mbak Uli
Mutia, serta Bu Udhi.
Tak lupa saya ingin berterima kasih kepada teman-teman IRB angkatan
2012 (Mbak Nurani, Mbak Dwi, Mas Totok, Mas Miko, Mbak Ajeng, Mas
Krisna, Rendra, Pak Willy, Bang Ferdinan, Bang Saman, Mas Felik, Pak Rudi,
Darwis) dengan caranya masing-masing selalu memastikan bahwa (Tesis) saya
masih hidup. Terima aksih juga kepada teman-teman lintas angkatan yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu.
Terakhir, saya ingin berterima kasih kepada mereka yang sangat berjasa
dalam hidup saya, yaitu Muhammad Djudi (Alm), Hj. Siti Ramlah, Muhammad
Nur Wahid, Hj. Hadiah, Mas Igen, Dek Bulan, Om Toni, Mamat, Ganang, Pak
Kun, Mbak Muji, Budhe serta Miss Kamulan. Saya peracaya terselesaikannya
Tesis ini sebuah hasil dari usaha juga karena kekuatan doa-doa mereka.
Semoga dengan terselesainya Tesis ini tidak berarti saya telah
menyelesaikan kewajiban saya dengan tuntas. Ada banyak hal yang bisa
ditingkatkan dan dikembangkan dari Tesis ini. Namun, saya berharap Tesis ini
bisa menjadi bahan belajar lengkap dengan segala kekurangannya baik bagi saya
pribadi maupun bagi pembaca sekalian dalam praktik melakukan kajian budaya
selanjutnya.
Yogyakarta, Juni 2017
Susilani Ani Maghfirah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRAK
Berangkat dari fenomena umrah yang semakin meningkat dan menjadi
masiv meskipun banyak kasus penipuan sana-sini namun tidak menyurutkan
keinginan umat muslim Indonesia untuk pergi umrah. Bahkan melakukan umrah
telah menjadi bagian gaya hidup dan ungkapan ketaqwaan beragama. Hal ini
disinyalir merupakan efek dari dibatasinya kuota haji oleh pemerintah Arab Saudi.
Sehingga mengakibatkan panjangnya daftar tunggu calon jamaah haji. Lebih dari
itu, melakukan umrah kini telah menjadi bentuk ungkapan ketakwaan bagi
masyarakat muslim kelas menengah Indonesia.
Dalam era modernitas yang cair, keringnya makna spiritualitas yang
mendera homo consumer akibatnya lunturnya ikatan sosial, rendahnya komitmen
jangka panjang, dan hilangnya tujuan karena masyarakat yang terpisah-pisah,
membuat mereka secara lansung berhadapan dengan kehausan spiritual. Dalam
dunia tanpa sekat yang sangat cair, melakukan perjalanan umrah diyakini sebagai
bentuk pencarian pengalaman spiritualitas baru. Meskipun ambivalensi justru
muncul di dalam pengalaman merumrah, antara pengalaman ibadah, wisata,
jamaah, dan belanja saling campur aduk. Membuktikan bergesernya makna
ibadah umrah dialami masyarakat.
Umrah ini juga telah memfasilitasi kebutuhan masyarakat untuk
berkomunitas. Individualitas yang selalu disertai dengan rasa ketidakamanan
sosial membuat masyarakat butuh untuk saling bertemu. Namun pada saat yang
sama, kebersamaan temporer pada saat menjalankan ibadah umrah belum mampu
mencukupikebutuhan engagement di antara jamaah umrah. Hal itu dikarenakan
masing-masing individu sesungguhnya tidak ingin membagi ruang-ruang
privasinya.
Kata Kunci : Umrah, Ambivalensi, Liquid Modernity, Individuaitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRACT
These days, the phenomenon of Umrah have been increasing and
becoming masiv. Despite the number of fraud cases related to Umrah, the
eagerness of Indonesian Muslim to have Umrah is still high. In fact, Umrah has
now become part of lifestyle and expression of religious devotion. Allegedly, this
happen as an effect of limited Hajj quota made by the governor of Saudi Arabia.
Therefore, it results in a long waiting list of prospective pilgrims. Moreover,
Umrah has now become a form of religious devotion for the middle class society
of Indonesian Muslim.
In this liquid modernity era, the homo consumer are suffering from lack of
spiritual understanding due to fading social ties, weak long-term commitment, and
loss of interest caused by fragmented society. These caused them to directly
experience spiritual thirst. In a world that is free from boundary, doing Umrah is
considered as a form of search for new spiritual experience. However,
ambivalence also appears in experiencing Umrah because the purpose of Umrah
gets mixed up between worshipping, touring, becoming a pilgrim, and shopping.
This proves that the society experienced a shifting in understanding the spiritual
meaning of Umrah.
Umrah has also facilitated the society’s need in making community.
Individuality that comes with a sense of social insecurity has increased the need
for people to get in contact with each other. However, the temporary togetherness
during Umrah is still unable to meet the engagement needs between Umrah
pilgrims. This happen because each individual still have their own privacy space
that they don’t want to share.
Keywords: Umrah, Ambivalence, Liquid Modernity, Individuality
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 5
E. Kerangka Teori.................................................................................. 13
F. Metode Penelitian.............................................................................. 22
G. Sistimatika Pembahasan .................................................................... 26
BAB II KELAS MENENGAH ISLAM DAN UMRAH .............................. 28
A. Kebangkitan Kelas mengengah Islam Indonesia ............................. 28
a. Gerakan Masjid Kaampus ........................................................... 29
b. Fenomena Global dan Ustadz Selebritis ..................................... 33
c. Semarak Pengajian Elite dan Majlis Taklim ............................... 36
B. Konteks Hitoris Umrah ..................................................................... 37
C. Umrah Pada Masa Kekinian.............................................................. 43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
BAB III UMRAH: ANTARA IBADAH, WISATA, DAN BELANJA ...... 47
A. Antara Jalan-jalan dan Ziarah ........................................................... 49
1. Wisata Ziarah Saat Berumrah ..................................................... 51
2. Wisata Peternakan Unta .............................................................. 55
3. Wisata Belanja ............................................................................ 59
B. Keakraban Berjamaah ....................................................................... 72
C. Pengalaman Spitual Ketika di Raudhoh dan Melaksanakan Ibadah Sai
............................................................................................... 74
1. Memasuki Raudhah .................................................................... 74
2. Saat Sa’i ...................................................................................... 76
BAB IV AMBIVALENSI IBADAH UMRAH DALAM DUNIA YANG CAIR
....................................................................................................................... 82
A. Mengkonsumsi Umrah Menjual Spiritualitas ................................... 83
B. Antara Pembelanja dan Peziarah Serta Pengembara dan Pelancong 88
C. Antara Bersosialisasi dan Berjalin-Ikatan ......................................... 91
D. Makna dan Ambivalensi Umrah: Sebuah Refleksi Kritis ................. 95
BAB V PANUTUP .............................................................................................. 99
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Tabel Data Orang Indonesia ke Luar Negeri ......................... 39
Gambar 2 : Tabel Data Peningkatan Jamaah Umrah ................................ 40
Gambar 3 : Kebun Kurma di Madinah ...................................................... 53
Gambar 4 : Bukit Jabal Nur yang terdapat Gua Hira ................................ 54
Gambar 5 : Suasana di peternakan unta) ................................................... 55
Gambar 6 : Al Jewar tower hotel, tempat mengiap di Makkah ................ 57
Gambar 7 : Foto bersama Rombongan dari Fistatour ............................... 58
Gambar 8 : Foto masjid Sultan di Singapore ............................................ 59
Gambar 9 : suasana Marina Bay ............................................................... 60
Gambar 12 : Suasana di dalam Etihad ........................................................ 62
Gambar 13 : Suasana Masjid Nabawi ......................................................... 64
Gambar 14 : Salah satu toko perhiasan di masjid Nabawi .......................... 65
Gambar 15 : Foto pasar sore di dekat Masjid Nabawi ................................ 68
Gambar 16 : Salah satu toko di kompleks pasar Cornich ........................... 69
Gambar 17 : Contoh oleh-oleh elegant berisi 2 hijab cantik, kurma, cokelat dan
tasbih batu kristal Swarovski ........................................................................ 70
Gambar 18 : Suasana perjalanan menuju Raudhah ..................................... 75
Gambar 19 : suasana Thawaf mengelilingi ka’bah ..................................... 76
Gambar 20 : salah satu sudut di Masjidil Haram saat breafing melakukan umrah
wajib .............................................................................................................. 78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bila berbicara mengenai ibadah umrah kita tidak akan melepaskan
keterkaitanya dengan ibadah haji. Namanya juga sebuah ibadah tentunya harus
memenuhi syarat dan rukunnya masing-masing. Sejatinya dari dulu perjalanan
haji dan umrah sudah sering dilakukan nenek moyang para muslimin di Nusantara
bahkan lebih dari sekali bagi kalangan para ulama, saudagar muslim, para
generasi muda pelajar yang menuntut ilmu ke Timur Tengah pada masa kolonial.
Menurut Dadi Darmadi, peneliti senior dari UIN Jakarta yang juga
meneliti tentang Haji dan Umrah menyebutkan 4 faktor pendorong meningkatnya
jamaah umrah dari tahun ke tahun. Pertama, adanya regulasi dari pemerintah Arab
Saudi tentang batasan kuota jamaah haji Indonesia. Hal ini menyebabkan
panjangnya ntrean daftar tunggu calon jamaah haji Indonesia, maka umrah dipilih
sebagai alternatif ibadah ke Tanah Suci. Kedua, tumbuhnya industri umrah
ditandai dengan banyak muncul biro-biro perjalanan haji dan umrah. Ketiga,
adalah karena banyak biro-biro perjalanan haji dan umrah menggunakan artis-artis
sebagai daya tarik untuk mengiklankan paket-paket umrah, membuat ibadah
umrah semakin terkenal. Keempat, semakin banyak para mahasiswa yang sedang
menuntut ilmu di Timur Tengah yang bekerja sebagai pembimbing haji dan
umrah. Selain keempat faktor tersebut, adanya fenomena umrah yang
dimanfaatkan pemerintah, contohnya apa yang dilakukan Bupati Bone pada tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
2014 silam yang memberangkatkan secara gratis umrah kepada para petugas
kebersihan, tujuannya untuk meningkatkan kerja para petugas kebersihan.
Hasilnya jelas, daerah tersebut mendapatkan piala adipura.1
Dalam beberapa media on-line pada tahun 2014 yang lalu, Gubernur DKI
Jakarta Basuki Cahya Purnama sempat menjadi sorotan atas partisipasinya dalam
pelepasan para jamaah umrah. “Ahok lepas pemberangkatan umrah 30 marbot”
banyak menjadi tagline. “Kita sih pengennya tiap tahun supaya para marbot jadi
kuncen membersihkan menjaga di situ, biar jadi agen-agen orang biar tertarik ke
mesjid,” kata Ahok dalam menjelaskan tujuan pemberian hadiah umrah kepada
marbot, di Balai Agung, Balai Kota, Selasa (16/12/2014). 30 orang marbot
tersebut hasil seleksi dari 3. 146 peserta yang mendaftar dari seluruh masjid di
DKI.2
Kalangan artis juga tidak mau kalah. Julia Perez, misalnya, untuk kedua
kalinya memutuskan melakukan ibadah umrah. Ia mengatakan hendak meminta
jodoh dan akan menghapus tatonya, serta akan mengenakan busana yang agak
tertutup meski belum akan berhijab. “Biasanya, seleb Indonesia akan menjadi
sorotan nih saat nggak berhijab setelah pulang umrah. Menurut Jupe sih,
pekerjaannya yang mengharuskan sering ngelawak malah takut membuat citra
hijabers jadi turun” ujarnya.3
1 http://www.ipminstitut.com/2014/menjual-simbol-agama.html. Dadi Darmadi. di download
pada 5 Mei 2016 2 http://www.lensaindonesia.com/2014/12/16/ahok-lepas-pemberangkatan-umroh-30-
marbot.html. Fatah Sidik. Di download pada 10 Mei 2016 3 Kapanlagi.com/jumat,27 feb 2015/Jupe-umrah-kedua.html. kpl/hen/gtr. Di download pada 11
Mei 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Ketiga berita di atas menjadi contoh bagaimana umrah dilihat secara
berbeda oleh masing-masing pihak tergantung pada kepentingannya. Oleh
akademisi menjadi wacana perdebatan yang menghasilkan produk pengetahuan.
Sementara para politikus menggunakanya untuk peningkatan pencitraan, para
selebritis tak kalah membuat umrah menjadi salah satu cara berkatarsis serta
mendongkrak popularitasnya.
Umrah didefinisikan sebagai “haji kecil” dalam Islam, yang berarti sebuah
kunjungan ke Makkah dan Madinah “diluar periode haji” (Rowley, 1989). Bila
orang sudah berhaji maka otomatis dia sudah ber- umrah, karena rangkaian ibadah
haji didalamnya ada rangkaian ibadah umrahnya. Namun bila orang ber- umrah
belum bisa disebut berhaji. Sebuah kritik menarik tentang haji yang ditulis mantan
imam masjid besar Istiqlal dalam sebuah kolom yang dia tulis di Majalah “Gatra”
edisi 10 yang terbit pada Januari 2006, Ali Mustafa Yaqub menyindir orang yang
gemar naik haji berulang-ulang sebagai “pengabdi setan”. Kolom yang terbit 10
tahun lalu tiba-tiba beberapa waktu lalu kembali menyebar di berbagai group
perbincangan untuk mengenang wafat beliau.
Menurut Ali Mustafa tak ada satupun ayat yang menyuruh umat Islam
melaksanakan haji/umrah berkali-kali, sementara masih banyak kewajiban agama
yang harus dilakukan. Seperti menyantuni anak yatim dan memberi makan fakir
miskin. “Apakah haji kita itu mengikuti Nabi SAW? Kapan Nabi SAW memberi
teladan atau perintah seperti itu? Atau sejatinya kita mengikuti bisikan setan
melalui hawa nafsu, agar di mata orang awam kita disebut orang luhur? Apakah
motivasi ini yang mendorong kita, maka berarti kita beribadah haji bukan karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Allah, melainkan karena setan,” tulis Ali Yaqub dalam kolomnya seperti dikutip
detik.com, kamis (28/4/2016).4
Fokus pembahasan dalam tulisan ini menyoroti fenomena melakukan
perjalanan umrah yang saya duga terkait dengan persoalan identitas masyarakat
yang cair menurut Zygmunt Bauman. Bagi Bauman identitas masyarakat kita saat
ini tidak lagi solid atau kaku. Seseorang bisa menyandang berbagai macam
identitas yang berbeda dalam ruang dan kesempatan yang sama. Hal ini
disebabkan oleh arus globalisasi yang semakin meleburkan tatanan masyarakat
dunia, dan mencairkan keterikatan fundamentalnya dengan prinsip-prinsip yang
sebelumnya dianggap mapan. Dengan demikian ibadah umrah bisa jadi bukan
sekedar praktik religiusitas yang sakral, melainkan juga ekspresi dari berbagai
kebutuhan yang lain.
Menjadi muslim saat ini diperlukan definisi ulang mengenai identitasnya.
Seorang muslim yang taat itu yang bagaimanakah? Mendaur-ulang identitas
menjadi proses terus menerus seturut kemampuan berkonsumsinya. Komunitas
pengajian apa yang diikuti, komunitas waktu luang apa yang diminati, belum lagi
komunitas bisnis sampai ikatan wali murid, menjadi ajang untuk menunjukkan
identitas seseorang. Dalam dunia smartphone, memasang status foto di depan
Baitullah, selfi di depan Al-Burj Tower sama pentingnya dengan mengunggah
foto kegiatan baksos rutin ke panti asuhan ke media sosial. Semuanya adalah
wahana untuk mengada.
4 m.detik.com/news/berita/31 didownload pada tgl 17 Mei 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Penelitian ini bermaksud untuk mendalami fenomena maraknya ibadah
umrah saat ini. Semakin populer, umrah bagi saya semakin membuka pintu
pertanyaan yang lebar, terkait apa yang sesunggunya sedang terjadi dan dialami
oleh masyarakat kita. Saya sendiri baru melakukan umrah sekali, sementara para
informan yang saya pilih adalah orang-orang yang sudah berumrah lebih dari
sekali.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengalaman konsumsi dan rohani saling berkaitan dalam
ibadah umrah?
2. Masih adakah pengalaman keterjalinan (engagement) dalam ibadah umrah
di tengah modernitas cair?
C. Tujuan Penelitian
Secara akademik, penelitian ini bertujuan untuk dapat memilah dan
membedakan berbagai pandangan atau hasil penelitian sebelumnya tentang ibadah
umrah. Mana yang bisa disebut sebagai temuan yang subtansial atau mendalam,
dan mana yang artifisial atau sekedar membahas masalah permukaan. Selain itu
penelitian ini bertujuan untuk dapat melengkapi penelitian-penelitian terdahulu
mengenai haji dan umrah dalam konteks kajian budaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
D. Manfaat Penelitian
Mendapatkan gambaran mengenai fenomena umrah sejak pasca reformasi
sampai sekarang. Dapat memberikan kebaruan pandangan dalam melihat
fenomena umrah dan menstimulasi penelitian lanjutan dalam bidang haji dan
umrah.
E. Tinjauan Pustaka
Adapun beberapa buku atau hasil penelitian yang diambil sebagai tinjauan
pustaka adalah sebagai berikut:
1. Making Arab One‟s Own : Muslim Pilgrimage Experience in Central
Java, Indonesia (2014)
Adalah sebuah judul penelitian yang dilakukan oleh Mirjam Lucking
dalam rangka meraih PhD pada University of Freiburg di Jerman. Karya tersebut
menjelaskan tentang mobilitas yang merupakan unsur penting dalam kebudayaan
Islam di Indonesia. Dia memberikan contoh mobilitas yang dilakukan dalam
rangka haji dan umrah salah satunnya menjadi awal perjumpaan muslim Indonesia
menemukan identitasnya sebagai “Javanese muslim, Indonesian muslim, and
Asian muslim” sekaligus.
Penelitian ini merangkai cerita tentang mobilitas perjalanan lewat haji dan
umrah juga ada perjalanan buruh migran, serta pelajar-pelajar Indonesia yang
menuntut ilmu di Timur Tengah. Kesemuanya sebagai contoh bagaimana
bertemunya self and other yang melahirkan identitas sebagai Jawa, Indonesia,
Asia Tenggara. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2013-2014 di wilayah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Magelang, Yogyakarta dan Madura. Peneliti mengakui bahwa kajian antropologis
di Indonesia pada umumnya seakan tidak ingin repot dengan seperangkat teori
atau konsep-konsep baru namun lebih senang dengan menggunakan teori klasik.
Konsep liminal-nya Victor Turner masih digunakan untuk melihat persoalan
mobilitas dalam haji dan umrah, keberadaan para TKI di Arab Saudi serta para
pelajar Indonesia di Timur Tengah.
Apa yang ingin saya ajukan dalam penelitian mengenai umrah ini adalah
mengaitkannya dengan identitas kekinian dengan menggunakan konsep
modernitas cair-nya Bauman, untuk dapat menerangi kompleksitas masyarakat
yang “cair” ini.
Dalam tulisan Mirjam tersebut telah di catat data dari Kemenag RI, bahwa
setiap tahun sekitar 200.000 orang muslim Indonesia berangkat haji. Meskipun
permintaan semakin naik dan haji hanya dapat dilaksanakan setahun sekali pada
bulan Dzulhijah. Serta pembatasan kuota dari pemerintah Arab Saudi,
menyebabkan panjangnya daftar tunggu calon jamaah haji. Inilah yang menjadi
alasan penting kenapa banyak orang Indonesia memutuskan untuk melakukan
umrah.5
Selain itu, dicatat oleh Mirjam juga tentang murahnya biaya penerbangan
dari akses media massa. Kemudian semakin bertambahnya jumlah kelas
menengah muslim Indonesia yang menyebabkan bisnis perjalanan ziarah terus
bertumbuh. Juga disebutkan oleh Mirjam, menyatunya budaya konsumen
5 Mirjam Lucking, Making “Arab” One’s Own: Muslim Pilgrimage Experience In Central Java.
Internationales Asian Forum, Vol.45 (2014). No.1-2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
kapitalisme dan religiusitas disinyalir membentuk peningkatan ketaqwaan Islam
dan sebuah perubahan dalam moral dan ideal, di mana Islam menjadi penting
dalam kelas menengah perkotaan. Menurut Mirjam ekspresi dari budaya populer
seperti musik, film, fiksi, mode pakaian, merupakan inovasi Islam modern.
Fenomena tersebut mulai trend sejak periode reformasi.6
Karya penelitian antropologi ini memiliki bahasan yang sangat luas dan
kaya akan sumber data dan catatan penting yang terkait dengan tema sebagaimana
layaknya. Namun saya tidak menemukan analisa yang mendalam terkait persoalan
identitas. Meskipun demikian penelitian ini memotret sekilas praktek
komersialisasi umrah sebagai berikut:
Beberapa paket perjalanan umrah biasanya ditawarkan menjadi beberapa
kategori yaitu: umrah reguler, umrah ramadhan, umrah arba‟in, umrah bulan
madu, umrah plus Turkey, umrah plus UAE dan beragam pilihan menarik lainnya.
Dalam catatan Mirjam disebutkan harga umrah 10 hari ditawarkan dengan harga
berkisar mulai dari 2.000 sampai 4.000 US Dollars per orang. Berdasarkan
pendapatan per-kapita rata-rata orang Indonesia adalah 3,475 US Dollars (world
bank 2014), maka hal tersebut termasuk mahal untuk rata-rata orang banyak.
Meskipun tumbuhnya kelas menengah dapat mengambil paket umrah plus
termasuk destinasi tambahan seperti Turkey, UAE, Mesir, Pakistan, Srilanka,
Brunei. Dengan tagline menjelajah kebudayaan Islam di tempat lain, slaah satunya
yang sedang trend sekarang adalah umrah plus Eropa. Praktik konsumsiliasi
peziarah menjadi sorotan banyak orang, sebagaimana sebuah buku yang terbit
6 Ibid.,,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
dengan judul prokovatif “Ketika Mekah menjadi seperti Las Vegas (Kusuma,
2014) sebagai bukti.7
Catatan lainnya yang menarik dari penelitian Mirjam sebagai salah satu
kesimpulan mengenai umrah adalah :
Bagi banyak orang muslim Indonesia, fun, fashion dan entertainment di
satu sisi dan ketaqwaan di sisi lain bukan sebuah kontradiksi. Trend perjalanan
umrah menjadi bagian tumbuhnya perekonomian dan budaya populer Islam
Indonesia. Komersialisasi, budaya populer, dan persepsi diri sebagai
„cosmopolitan travellers‟ tumbuh bersama dengan peningkatan ketaqwaan.
Perjalanan umrah menjadi bagian perubahan kebudayaan Islam Indonesia dan
dapat dilihat berkaitan dengan trend gaya hidup Islami terkini. Khususnya penting
bagi „identity enrichment‟ dari kelas menengah perkotaan, sebagian besar bagi
para perempuan, individualistis, komersialistis dan modis.8
“The identity enrichment” menarik untuk saya garis bawahi terkait apa
yang telah saya sebut di awal sebagai kebutuhan untuk „‟mendaur ulang
identitas‟‟ kemusliman.
2. On Hajj Turism : In Search of Piety And Identity In The New Order
Indonesia (Muslim Abdurrahman, University of Ilinois, Urbana-
Champaign, US. 1998).
Karya penelitian yang telah diterbitkan oleh Kompas Gramedia menjadi
buku yang berjudul “Bersujud di Baitullah” pada tahun 2009 ini membahas
tentang haji plus atau haji turistik, yang pada masa pemerintahan Orde Baru,
7 Ibid., 8 Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
fenomena berhaji semacam ini berawal dari lahirnya kelas menengah muslim
yang mencoba membanggakan kembali identitasnya sebagai muslim kelas
menengah. Penelitian ini menemukan peran perempuan kelas menengah sangat
penting melalui haji plus tersebut. Bahwa sebagian besar perempuan kelas
menengah yang pergi haji plus adalah orang-orang yang sukses dan berkontribusi
baik di bidang bisnis, politik, dan menyumbang suara tentang revisi UU
perkawinan yang melindungi kepentingan kaum perempuan.
Penelitian ini mengisahkan bagaimana si peneliti berperan ganda, yaitu
sebagai subyek-obyek penelitian sekaligus. Bila sekarang dikenal dengan
Autoethnografi, pada masa itu peneliti menyebutnya sebagai Etnografi-
Interpretative. Muslim Abdurrahman sebagai Antropolog juga sebagai mutawif
Haji-Plus melihat para jamaah yang dibimbingnya pada masa orde-baru sebagai
obyek penelitian, dan juga dirinya sebagai peneliti melihat dirinya sebagai bagian
penting dari penelitian tersebut.
Beberapa catatan penting ia sebutkan antara lain: Adalah Snouck
Hurgronje, yang selama masa penjajahan mempelajari perjalanan ibadah haji
Indonesia ke Mekkah. Sejak awal periode modern, Meulen dan Vredenbreght,
memberikan catatan yang bagus dari orang Belanda mengenai ibadah haji
Indonesia. Roff menulis ciri menarik dan penting mengenai ibadah haji di Asia
Selatan dan Asia Tenggara. Di antara topik-topik yang lain, ia mengatakan
pentingnya variasi regional dalam dunia Muslim dan menyimpulkan bahwa
ibadah haji di dunia Melayu, dianggap penting sebagai sarana bagi identifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Islam. Beberapa catatan Melayu pada abad ke-19 mengenai kegiatan haji diseleksi
dan diulas oleh Matheson dan Milner.9
Ada pernyataan menarik dari Muslim, beliau mengklaim bahwa karya
penelitian tersebut merupakan penelitian lapangan pertama mengenai „haji‟ yang
dilakukan oleh peneliti Indonesia pada masa orde baru. Jauh sebelumnya banyak
dilakukan oleh peneliti barat pada masa Snouck Hurgronje.
Catatan penting lainnya, perbandingan jumlah perempuan dalam haji-
turistik lebih tinggi dari sebelumnya, namun tidak ditemukan catatan pengalaman
perempuan dalam perjalanan haji pada masa itu. Dia sebutkan satu-satunya studi
yang membahas panjang lebar mengenai ibadah haji yang diedit oleh ahli
antropologi. Yaitu buku yang ditulis oleh Dale Eickelman dan James Piscatori,
yang berjudul „Muslim Travelers‟: Pilgrimage, Migration, and the Religious
Imagination. Dia sebutkan buku ini secara khusus memfokuskan pada perjalanan
ke Mekkah dan tidak secara spesifik membahas masalah jender dalam ibadah haji.
Dia catat juga sebuah artikel yang ditulis oleh Delaney, menggambarkan ritual
keberangkatan dan kedatangan kembali dari ibadah haji di Turki, yang
menyatakan bahwa peran perempuan dalam ritus keagamaan ini sangat kecil.10
3. „Multiple Umrah Trips: Recharging Faith Among Middle Class
Yogyakarta‟ (Mayasari,
Adalah penelitian tesis yang dilakukan pada tahun 2014 pada program
CRCS universitas Gajah Mada. saya memilihnya berdasarkan pada kesamaan
9 Ibid., h.17-18. 10 Ibid. hal 126.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
konteks obyek material penelitian yaitu mengenai perjalanan umrah . Apa yang
saya dapati setelah membaca karya penelitian ini kurang lebih sama dengan yang
dicatat dalam kesimpulan penelitian yang dilakukan Mirjam. Letak perbedaanya
jelas, yang satu karya penelitian tesis dan yang lain dalam rangka meraih Phd.
Penelitian Mayasari, hanya mengambil kurang lebih 5 partisipan
perempuan muslim kelas menengah di kota Yogyakarta yang telah berulang kali
melakukan perjalanan umrah, 2 partisipan lainnya adalah pemilik biro travel
perjalanan umrah-plus. Pengumpulan datanya antara lain melalui in-depth
interview, dan life history interview untuk informan kuncinya.
Mayasari mencantumkan bingkai teori yang dipakai adalah perpaduan dari
konsep sacred dan profannya Durkheim di tambah dengan media analisis dengan
mencantumkan gambar baliho atau iklan umrah, foto kamar mewah hotel di
Mekah, dan foto contoh oleh-oleh umrah. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menjawab pertanyaan penelitianya antara lain: bagaimana makna God of calling
di pahami para jamaah umrah ? Bagaimana praktek religius sehari-hari dilakukan
setelah melakukan perjalanan umrah? Bagaimana praktek umrah dianggap
sebagai „recharging faith‟? Dalam Tesis ini, Mayasari menemukan kebiasaan
pergi umrah secara rutin adalah upaya bagi para perempuan kelas menengah
perkotaan untuk recharging faith.
Ketiga kajian pustaka tersebut saya gunakan sebagai dasar untuk
menentukan kerangka teori. Poin pertama, saya melihat ada celah bagi penelitian
mengenai umrah ini di wilayah konsep atau teoritisnya. Bermula dari pertanyaan
mengapa penelitian yang dilakukan Mirjam tidak menggunakan pendekatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
kekinian? Sementara dia masih membahas persoalan identitas yang dilahirkan dari
mobilitas pada masa sekarang. Dengan demikian titik singgung dari penelitian
yang dilakukan Mirjam dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas
identitas, namun Mirjam tidak menyinggung konsep atau gagasan baru untuk
meneropongnya misalnya dengan teori konsumsi ataupun gaya hidup dan
semacamnya, namun merasa cukup hanya menerangi dengan konsep turisme di
padu dengan ‟Turnerian‟. Hal itu menyisakan tanda tanya besar yang oleh peneliti
tidak merasa perlu untuk menjelaskan, bagaimana semua itu bisa terjadi? Ini
menjadi peluang bagi saya untuk mengajukan penelitian ini.
Poin kedua, apa yang menjadi kaitan dari karya disertasi tersebut dengan
penelitian ini adalah pada wilayah metodologinya. Muslim menyebutnya dengan
„etnografi interpretative‟ di mana peneliti sebagai seorang antropolog yang
sekaligus meneliti dunianya sendiri sebagai bagian dari petugas haji turistik juga.
Hal tersebut cukup menarik disamping memberi keleluasaan dalam menyajikan
data empirik dilapangan peneliti juga masih bebas bereksplorasi lebih reflektif
dengan tetap memberi suara kritisnya.
Poin ketiga, pengalaman langsung tersebut tidak ada dalam penelitian
Mayasari. Dia hanya memotret pengalaman kelima partisipanya sehingga klaim
Mayasari tentang umrah banyak dilakukan para perempuan menengah perkotaan
saja menjadi perlu untuk dipertanyakan lagi. Itu menjadi lobang bagi penelitian
yang saya ajukan ini untuk melengkapi kekosongan tersebut. Dan bahwa seiring
berjalannya waktu segala sesuatunya berubah dengan sangat cepat, bahwa
fenomena umrah tidak mencukupi bila hanya dilihat dengan cara pandang lama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Maka dalam hal ini konsep modernitas cair (liquid modernity) Bauman saya
ajukan dengan harapan mampu memberi petunjuk dan mengurai kompleksitas
fenomena tersebut.
F. Kerangka Teori
Dari uraian di atas saya tertarik menggunakan beberapa konsep Zygmunt
Bauman sebagai obyek formal atau kerangka konseptual dalam mendekati
fenomena umrah sebagai obyek material dalam penelitian ini. Beberapa konsep
yang digunakan sebagai kerangka berpikir sekaligus pisau analisis dari tema besar
penelitian ini yakni dalam masyarakat konsumerisme saat ini mendaur-ulang
identitas menjadi sebuah cara dan ciri individu-individu dalam menegosiasikan
dirinya dari zaman yang serba cair saat ini. Pertanyaan besarnya adalah apa
artinya orang beragama pada saat ini?
Sebagai titik berangkatnya saya gunakan gagasan posmodernisme menurut
Bauman, jawaban dari pertanyaan di atas ada baiknya kita memahami apa itu
posmodernisme? Bagi Bauman, istilah tersebut lebih kuat didasarkan pada suatu
negasi dengan yang modern, suatu pembebasan, perpecahan dengan atau
pergeseran dari gambaran definitif modern, dengan penekanan pada pengertian
perpindahan relasional.11
Bauman melihat posmodernisme sebagai suatu artikulasi
langsung dari pengalaman intelektual yang menghadapi krisis status dan identitas
sebagai akibat dari menurunnya tuntutan terhadap barang-barang mereka yang
11 Mike Feathersone, Postmodernisme dan Budaya Konsumen, hlm. 97.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
menstransformasikan mereka dari posisi legislator dengan suatu proyek universal,
menjadi peran yang lebih rendah yaitu sebagai „interpreter‟.12
Gagasan postmodernism Bauman menggaris bawahi ketidakmungkinan
agensi dari individu untuk menolak dan bersepakat dengan banyak hal dalam
perubahan sosial. Bagi Bauman apa yang menjadi pembeda postmodernism dalam
masyarakat kontemporer dapat ditemukan dalam arti pilihan-pilihan individu
sebagai agen dibawah kondisi yang plural.13
Dengan demikian Bauman tidak melihat adanya agensi yang serius dalam
postmodernisme yang akan mengarah kepada transformasi sosial. Hal tersebut
mendorongnya untuk mengajukan gagasan tentang modernitas cair.
1. Kaku (Solid) dan Cair (Liquid) dalam Konteks Politik Identitas
Untuk dapat memahami „modernitas cair‟ kita harus memahami apa itu
„modernitas kaku‟. Modernitas yang disebut kaku menurut Bauman bertumpu
pada pusat kekuatan institusional. Sebagaimana secara tepat digambarkan oleh
Weber, ketika dia membedakan antara tradisional, legal birokrasi, dan otoritas
kharismatik.14
Pada intinya „solidnya modernitas‟ adalah sebuah gambaran akan transisi
dari tradisional menuju otoritas legal birokrasi. Struktur birokrasi terlihat lebih
kaku dari pada yang tradisional, namun menjadi tidak berdaya dikarenakan efek
12 Ibid, hlm. 147. 13 Raymond L.M.Lee, Bauman, Liquid Modernity and Dilemmas of Development. Thesis Eleven,
Number 83, November 2005: 61–77. SAGE Publications (London, Thousand Oaks, CA and New Delhi), hlm.62.
14 Ibid, hlm. 62-63.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
tidak sehat dari kharisma.15
Hal yang sama seperti kita lihat dalam pemikiran
Giddens, yang menjelaskan bahwa rangkaian modernitas terdiri dari jaringan
kekuasaan institusinal menuju jalinan antara kapitalisme, industrialisasi,
surveillannce dan militerisme.16
Agensi individu dalam modernitas kaku,
bertumpu pada bentuk agensi institusional sebagaimana yang dikemukakan Weber
maupun Giddens. Sedang modernitas cair menggambarkan dunia yang serba cair
oleh globalisasi, deregulasi, dan individualisasi.17
Gagasan modernitas cair yang diajukan Bauman merupakan bentuk kritik
atas basic modernitas. Pada saat yang sama, keterkaitannya dengan
postmodernisme tidak secara penuh diajukan mengenai inti fleksibilitas dan
partikularitas. Mengenai dua hal tersebut secara implisit masih berlangsung dalam
gagasan tentang kecairan.
Menurut Bauman, proses mencairnya moderitas diawali dengan sebuah
modernitas yang „kaku‟ yang ditujukan untuk mengeliminasi secara brutal semua
elemen seperti pemangkasan dalam taman yang sedang tumbuh. Alienasi hadir
untuk mendefinisikan keberadaan modernitas secara alami. Pertama dengan
memberikan kesan akan kehadiran tetapi sesungguhnya hanya merupakan
manifestasi sebagaimana „ambivalensi‟ yang tidak pernah hilang.
Seperti sebuah latihan untuk lari dari kekacauan dalam kehidupan dunia
yang telah tercabik-cabik oleh kondisi di mana kemungkinan lari sudah hilang.
15 Raymond Lee, ibid, hal.63. 16 Ibid, hal: 63 17 Ibid, hal: 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Untuk dapat merealisasikan pelarian tersebut diperlukan strategi yang lebih
fleksibel, agar dapat mengatasi kondisi alienasi.18
Lalu Bauman mendefinisikan
ulang posmodernitas sebagai modernitas di dalam fase yang cair dan sebuah era
yang tenggelam tanpa penenggelaman. Sebuah era ketidakpastian di mana ikatan
yang membentuk keintiman yang telah digantikan secara alami atas semua
hubungan sosial. Alienasi tidak hilang tapi mengambil bentuk baru sebagaimana
sebuah solusi dari ikatan yang terletak pada pilihan individu di dalam proyek dan
kegiatan bersama.19
Hal tersebut memperkenalkan sebuah kondisi di mana resiko
dan ketidakpastian telah menghiasi keterpecahan individu lebih dari pada
menyatukan individu-individu untuk memperjuangkan hak.20
Progres tanpa batas
dari „liquifaction‟ memerlukan sebuah kondisi yang tidak permanen yang dapat
dijelaskan sebagai cahaya kebaruan dan kecairan dari meningkatnya mobilitas,
slippery, pergantian, tersebarnya kekuatan fugitive.21
Ini tidak serta merta dilihat sebagai pandangan optimis atas modernitas
sebab ketertutupan dan keterbukaan menuju kecairan tidak dapat sejajar namun
membentuk kesenjangan yang besar dan lebih dari polariasi sosial dan ekonomi.
Kemudian Bauman menganalisis kecairan sebagai rasa yang bebas dari
keterbukaan sebagai bentukkan untuk menuju tanggung jawab moral. seperti
moral penting yang tertanam untuk memahami rasa aman yang ada saat kita
tergantung satu sama lain. Lalu kecairan dari masyarakat kontemporer tidak
18 Ibid, hal 66. 19 Ibid, hal. 66 20 Ibid, hal. 66 21 Ibid, hal. 67.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
menjadi sumber yang baru dari kemajuan tetapi seperti menyusun sebuah program
dari disenfranchisement atas kemiskinan masyarakat marjinal lainnya.
Bagi Bauman, cair bukan kondisi yang sederhana untuk direnungkan
tetapi merupakan dilema yang hadir untuk dipraktikkan yang mengarah untuk
dilakukan. Bauman telah menerima bahwa menyatukan dua budaya yang berbeda
agar bisa bernafas panjang itu dilema yang sulit. Bauman memberikan contoh
tentang kemampuan untuk menjaga rasa aman dan moralitas tidak harus hilang
atau dilupakan didalam bentuk yang bergerak cepat menuju cair. Menurutnya hal
tersebut ada dalam pergantian hubungan di dalam komunitas cloak room,
komunitas karnaval, dan ledakan komunitas-komunitas lainnya. Berbagai macam
komunitas yang bermunculan dengan mengetengahkan identitas masing-masing
yang sangat partikular.
Secara politis hal itu tidak dapat dilihat sebagai upaya dalam menghapus
atau menemukan kembali jenis ikatan sosial yang diperlukan untuk
mengaktualisasikan rasa aman dan moralitas. Cair mengurangi rasa
kesementaraan dan menyarankan level baru atas kebebasan, dan pada saat yang
sama menghilangkan ikatan yang memunculkan rasa aman.22
Demi meraih
kebebasan, setiap individu posmodern telah kehilangan ikatan sosialnya. Di satu
sisi mereka memilih hidup dengan cara melepaskan segala jenis aturan main
dalam ruang sosial, namun di sisi lain, kondisi kebebasan individual tersebut
justru melahirkan rasa ketidak-amanan (insecurity) dan keterasingan. Sehingga
selalu ada tuntutan untuk berjalin dengan ikatan-ikatan komunal meski tidak
22 Ibid, hal. 67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
sepenuhnya mereka bersedia terikat di dalamnya. Dengan kata lain, kemunculan
berbagai komunitas yang partikular ini bisa kemudian dimaknai sebagai bentuk
apolitis dari perkembangan konteks politik identitas, karena hanya mengacu pada
kepentingan setiap individu atas kebebasan berkonsumsi secara temporer. Jika
dalam modernitas kaku aktivitas konsumsi adalah penyakit yang memakan tubuh
kita dari dalam, dalam modernitas cair hal itu adalah penyakit yang diterima
secara terbuka dan bahagia.
Untuk memaknai situasi seperti ini ada baiknya memaknai analisis
Zygmunt Bauman tentang 4 tipologi manusia zaman sekarang, yaitu :
a. Manusia Pejalan santai (Stroller)
Manusia sebagai stroller yang dimaksudkan Bauman ini adalah manusia
yang sikap hidupnya mirip dengan tindakan “jalan sore-sore” sejenis menghirup
udara segar di luar sana, tak ada unsur komitmen pada hidup. Identitas stroller
unsur yang dicari amusement sebagai keisengan.23
b. Manusia Pengembara (Vagabond)
Yakni sejenis manusia pengembara namun bukan peziarah. Manusia
pengembara mau terus menjadi “orang asing”. Umumnya vagabond ini tidak
memiliki komitmen pada sesuatu yang stabil. 24
23 Zygmunt Bauman. “From Pilgrains to Tourist – or A Short History Of Identity”, dalam Short
Hall and P. du Gayn (ed.), Question of Culture Identity. London: Sage, hlm. 26 24 Ibid, hlm. 28.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
c. Manusia Pelancong (Tourist)
Manusia bermental pelancong akan terobsesi dengan pengalaman baru.
Karena telah bosan dengan apa yang rutin.25
d. Manusia Pemain (Player)
Bagi seorang pemain, hidup adalah permainan, apa yang paling penting
bagi seorang pemain adalah bagaimana memainkan tugasnya dengan terampil.
Hidup dipahami secara terpisah sebagai sekumpulan permainan dengan aturan
main yang tersendiri.26
2. Engagement: antara Berkomunitas dan Ambivalensinya
Apa yang dimaksud komunitas dalam modernitas cair adalah sebuah
representasi dalam bingkai yang melatarbelakangi kebersamaan temporer, di mana
selalu membentuk pola yang berganti dari satu even ke even berikutnya. Dalam
bukunya yang berjudul Identity Consumersations with Benetto Vecchi (2004)
Bauman mengatakan:
Ini juga semacam komunitas yang ambivalen secara mendalam; para
anggotanya bisa menjadi sangat individualistic, mereka minum dan mabuk,
menjadi dicintai, dan pada waktu yang sama secara nyaman merasa di rumah
sendiri, mereka bersama-sama tapi saling sindiri27
.
Menurut Bauman, pengalaman empiris dari berkomunitas adalah untuk
kelompok-kelompok sosial yang secara kolektiv mereka membutuhkan
25 Ibid, hlm. 29. 26 Ibid, hlm. 31. 27 Raymond L.M. Lee, Ibid, hlm.67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
pembedaan diantara mereka dari kelompok sosial lainnya dalam rangka untuk
menerima identitas kolektif.
Ambivalensi dalam komunitas yang Bauman maksudkan merujuk pada
ikatan sosial baru pada masa masyarakat akhir kapitalis.28
Ambivalensi juga
disebutkan dalam politik identitas, yaitu :
Dengan demikian, politik identitas menyuarakan bahasa dari mereka yang
telah termarjinalkan oleh globalisasi. Selain itu banyak dari mereka yang
berlatar kajian poskolonial menekankan bahwa jalan lain dari identitas harus
mempertimbangkan proses sejarahnya sendiri yang sedang berjalan. Di sinilah
letak di mana kita menemukan ambivalensi dari identitas. Sebuah nostalgia
masa lalu yang berkesesuaian penuh dengan “modernitas cair”.29
Rasa tidak aman telah mendorong kebutuhan individu untuk
berkomunitas, mereka berkelompok atas persamaan dan juga perbedaan. Dalam
dunia yang cair esensi dari rasa memiliki adalah tentang berbagi dengan yang lain
tentang produk-produk dari imajinasi kolektiv mereka.
Imajinasi adalah seember penuh cairan modernitas yang memungkinkan
sekumpulan individu untuk berbagi suatu gambaran akan hubungan yang saling
memiliki.30
Dalam konteks modernitas cair, “kebebasan” dapat dicapai dengan
kemampuan mengkonsumsi pada saat yang sama identitas menjadi cair karena
mengkonsumsi. “Rasa tidak aman” (insecurity) menemukan jalan pintas akan
kebutuhan untuk berkomunitas. Atas dasar perbedaan, komunitas bergerak
mencari persamaan dalam rasa yang dapat ditemukan atas benda-benda simbolik
sehingga melahirkan identitas kolektif. Agensi menjadi cair sehingga membentuk
DIY identity yang merupakan cara individu-individu dalam masyarakat yang cair
28 Zygmunt Bauman. Identity Conversations with Benetto Vecchi, Polity. 2004, hlm.6. 29 Ibid, hlm.7. 30 Ibid, hlm.105.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
mengambil bentuk tanggung jawab. Dalam masyarakat konsumsi DIY identity
merubah bentuk menjadi brand identity SYS (sell yourself).
Lalu apakah dalam komunitas yang dilandasi oleh konsumerisme itu
terdapat semacam engagement, atau ikatan batin antar sesama anggotanya? Ini
yang layak untuk dipertanyakan. Menurut Bauman, aktivitas konsumsi saat ini tak
hanya hadir sebagai pilihan sederhana, melainkan justru telah menjadi kepatuhan
yang berlebihan. Arus globalisasi telah mampu menciptakan pembeli dan
konsumen yang hebat, yang mampu mengambil kenikmatan-kenikmatan besar
dari setiap bentuk komoditi yang diciptakan.31
Dengan begitu ikatan sosial yang
dihasilkan dari pola relasi tersebut adalah ikatan antar konsumen, yang dipandu
oleh dinamika selera konsumsi yang sangat bersifat temporer. Maka di sinilah
ikatan sosial dalam modernitas cair itu bersifat ambivalen.
Dengan menggunakan kerangka teori ini, saya berusahan untuk
memahami bagaimana sesungguhnya hubungan yang terjalin dalam komunitas
ibadah umrah. Apakah sebagai sebuah praktek religius, umrah masih mampu
mempertemukan masyarakat kita dalam kesatuan spiritual yang solid, atau telah
menjadi semakin cair, mengingat saat ini umrah telah menjadi bagian dari budaya
konsumsi.
31 Tony Blackshaw, Zigmunt Bauman, Routledge, 2015, hlm.113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
G. Metode Penelitian
Untuk dapat memahami realitas yang telah digambarkan secara sekilas
dalam pendahuluan di atas, penelitian ini akan menggunakan metode Etnografi-
Baru sebagai strategi pendekatan. Etnografi-Baru merujuk pada bentuk-bentuk
riset sosial dan kultural yang menekankan bahwa ilmu-ilmu sosial adalah
penggambaran dari masyarakat yang dikaji, terutama kelompok-kelompok yang
tidak terkognisi karena tidak mendapatkan keadilan atas pemikiran mereka
terhadap realitas. Salah satu karakter utamanya adalah komitmennya untuk
mampu menggambarkan secara lebih mendalam realitas yang dijalani oleh orang
lain. Misalnya tentang konsep resistensi yang biasa digunakan oleh riset-riset
sosial untuk mengkategorisasi individu. Etnografi-Baru menganggap bahwa
kategori resistensi itu tidak merefleksikan kehidupan yang dijalani oleh
masyarakat yang dikaji, tetapi untuk mendukung kerangka teoritis atau politis dari
peneliti. Oleh karena Etnografi-Baru mencoba melampaui hal itu dengan
memposisikan subjektifitas masyarakat sebagai sesuatu yang tidak selalu sama
atau sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran peneliti. Hal penting yang ingin
dijelaskan oleh metode ini adalah bahwa apa yang dipahami sebagai realitas itu
tidak akan mungkin bisa sepenuhnya ditangkap secara objektif.32
1. Startegi Pendekatan
a. Kolaborasi
Melakukan kolaborasi dengan subjek yang sedang diteliti. Kolaborasi ini
bisa menggunakan bentuk apa saja yang disesuaikan dengan ruang sosial yang
32 Paula Saukko. 2003. Doing Research in Cultural Studies: an Introduction to Classical and New
Methodological Approaches. London: SAGE Publication, hlm: 55.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
diteliti. Inti dari kolaborasi ini adalah mendekatkan peneliti kepada realitas
kehidupan subjek yang diteliti dengan mengalami dan merasakannya bersama.
b. Self-Reflexivity
Peneliti melakukan refleksi terhadap diri sendiri. Ini adalah cara untuk
menjaga kesadaran peneliti akan hal-hal yang memediasi pemahaman peneliti atas
kehidupan dan pemahaman orang lain atas kehidupannya, di mana kedua
pemahaman itu bisa jadi sangat berbeda secara radikal.
c. Polyvocality
Peneliti harus memahami kehidupan secara beragam. Oleh karena itu
sangat penting untuk mendengar berbagai macam suara dan perspektif, untuk
kemudian mendialogkannya dengan konteks sosial secara kritis, terutama dengan
mengingat dan menganalisa sosial yang timpang.33
d. Partisipatoris
Merupakan teknik pendekatan di mana peneliti mengajak partisipan yang
diteliti untuk ikut berperan aktif dalam mencapai tujuan penelitian. Di mana
dalam penelitian ini peneliti tidak hanya meneliti pada saat perjalanan umrah
tetapi ada kontak lanjut setelah perjalanan umrah selesai.
33 Ibid, hal: 64, 73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2. Kebutuhan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini secara umum adalah deskripsi
dari pengalaman berumrah, baik dari pengalaman peneliti sendiri atau para
narasumber. Juga bagaimana mereka masing-masing memaknai perjalanan umrah
tersebut.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah para peserta jamaah umrah, dan
sumber-sumber tulisan atau karya penelitian mengenai haji dan umrah.
4. Prosedur Perolehan Data
Dalam melakukan penggalian data dan penelitian ini menggunakan tiga
prosedur, yaitu wawancara, diskusi, dan observasi, yang kesemuanya diusahakan
sebisa mungkin untuk didokumentasikan secara audio:
a. Refleksi dan Wawancara
Prosedur penggalian data pada penelitian ini akan difokuskan pada refleksi
pengalaman sendiri dan wawancara, yaitu bertanya, berdialog, dan bertukar
pikiran secara mendalam dengan anggota masyarakat atau perseorangan. Dalam
melakukan wawancara peneliti sebelumnya harus sudah dibekali dengan
pertanyaan-pertanyaan (di luar kepala) menyangkut data yang dibutuhkan, dan
teknik dalam melakukan wawancara. Wawancara dilakukan secara langsung face
to face ke partisipan dipilih sudah melakukan umrah lebih dari sekali dan para
partisipan tersebut tinggal di wilayah Yogyakarta. Selanjutnya hasil wawancara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
tersebut akan dipertemukan dengan refleksi penulis yang juga turut bersama
dalam melaksanakan ibadah umrah.
b. Observasi
Observasi ini bekerja dengan mencatat dan mendokumentasikan segala
temuan di lapangan, khususnya adalah hal-hal (data) yang bersifat visual,
misalnya: kondisi alam dan lingkungan, serta aktivitas-aktivitas masyarakat
(individu atau komunal), misalnya ketika melakukan ritual ibadah atau ketika
berwisatan dan berbelanja.
c. Pengolahan Data
Semua data yang didapat dikumpulkan, ditranskrip ke dalam bentuk
tulisan (untuk data audio dan visual), kemudian diklasifikasi secara tematik sesuai
dengan kebutuhan rumusan masalah serta kategori dan jenis data yang telah
ditentukan, agar proses analisis data secara teknis lebih dimudahkan.
H. Sistimatika Pembahasan
Pembahasan dari hasil penelitian ini akan dituangkan secara sitematis ke
dalam lima bab, yang terdiri dari bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang
memaparkan kerangka penelitian secara umum, mulai dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, kerangka teoritis, metode
penelittian, hingga sistematika penelitian, bab kedua akan diisi dengan membahas
secara ringkas pada pendahuluan tentang melihat perkembangan islamic pop
culture, yaitu munculnya islamisasi pasca reformasi. Di mana perjalanan umrah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
mulai populer. Kemudian membahas secara ringkas diskripsi konteks dan latar
historis sejak kapan umrah menjadi fenomena. Bab ketiga akan membahas data
seputar makna atau alasan umrah yang dijalani partisipan serta bentuk-bentuk
respon partisipan. Bab keempat adalah analisis perihal identitas individu yang
berbeda-beda dalam menjalankan umrah . Dan identitas yang dilahirkan setelah
melakukan perjalanan umrah . Juga melihat konteks umrah sebagaimana yang
dimaksudkan dalam konsep “modernitas cair”-nya Bauman. Bab lima membahas
kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
BAB II
KELAS MENENGAH ISLAM DAN UMROH
A. Kebangkitan Kelas Menengah Islam
Apa yang kita ingat saat mendengar kata reformasi? Pada waktu itu di
Yogyakarta, yang saya rasakan adalah suasana hiruk pikuk massa yang turun ke
jalan untuk menuntut lengsernya Suharto. Pada bagian ini saya tidak akan
membahas kemelut politik pada akhir pemerintahan Orde Baru, namun ingin
melihat kelahiran ICMI sebagai pintu masuk lahirnya kelas menengah muslim
Indonesia. Sedikit ingatan akan masa-masa sebelumnya juga akan disajikan untuk
dapat memetakan konteks historis kebangkitan Islam Indonesia pada dekade 80-
an dan 90-an. Saya merasa perlu untuk mengaitkan seting historis tersebut dengan
fenomena semaraknya majlis taklim di kota-kota khususnya di Jawa. Mulai dari
gerakan masjid kampus, kebangkitan Islam global, fenomena ustadz selebritis,
dimana hal tersebut dapat menjadi bingkai dan mengantarkan pada fenomena
umrah .
Kebangkitan agama Islam melalui munculnya gerakan masjid kampus
yang kemudian menjadi embrio bagi proses kebangkitan Islam Indonesia pada
periode berikutnya. Gerakan tersebut diikuti oleh fenomena busana muslimah dan
didorong oleh fenomena kebangkitan Islam global.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
1. Gerakan Masjid Kampus
Munculnya gerakan masjid kampus diawali oleh masjid Salman ITB di
Bandung. Gerakan muda Islam masjid Salman ini menjadi titik awal tumbuhnya
gerakan masjid kampus yang disusul dengan merebaknya gerakan serupa di
berbagai masjid kampus di Jawa. Pada tahun 1990-an, gerakan ini tumbuh dengan
pesat, hingga mampu membangun semacam jaringan antar gerakan tersebut.
Kelahiran gerakan masjid kampus ini mampu menjadi tonggak awal beberapa
perkembangan penting Islam di Indonesia, khususnya pada kalangan kelas
menengah.34
Pembentukan kelas menengah muslim di Indonesia ini didukung juga
oleh kemunculan fenomena jilbab di kalangan elit, terbentuknya ICMI, dan yang
terakhir, munculnya parpol yang berbasis gerakan masjid kampus yaitu Partai
Keadilan Sejahtera.
Sejak tahun 1980-an, kelas menengah muslim ini telah mengambil peranan
penting dalam proses Islamisasi yang terjadi hampir di semua level sosial dan
politik di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan kalangan menengah Islam ini juga
tidak lepas dari peranan pemerintah yang juga turut mendukung dan menfasilitasi
kekuatan yang sedang tumbuh ini. Sehingga tak lama kemudian kelas menengah
muslim ini memiliki peluang untuk memasuki pusat kekuasaan. Hal ini dibuktikan
dengan diresmikannya organisasi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
pada tgl 6 Desember 1990 oleh Suharto.35
34 Hasbullah Moeflich. Sejarah Sosial Intelektual Islam Di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
2012. Hlm. 55. 35 Ibid., hlm. 49.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
ICMI merupakan sebuah organisasi modern yang paling representatif
mempresentasikan kehadirnya sebagai sebuah kelas sosial baru di tengah-tengah
umat Islam Indonesia, yaitu kelas menengah muslim. Menurut catatan Arif
Budiman, banyak anggota ICMI yang menjadi anggota parlemen dan menjadi
menteri. Di waktu yang sama munculah koran baru, yaitu “Republika” dan sebuah
bank Islam, yaitu bank Muamalat yang telah didirikan, serta CIDES, yang
merupakan lembaga kelompok akademisi dan para pemikir muda. Dalam waktu
yang singkat, kelas menengah muslim ini telah membawa pengaruh yang besar
dalam dinamika Islam di Indonesia.36
Tahun 1980-an dan 1990-an, panggung sejarah Indonesia menyaksikan
terbentuknya sebuah lapisan sosial baru yang disebut kelas menengah, termasuk
di dalamnya kelas menengah muslim.
Kelas menengah Indonesia ini tidak hanya diikat oleh kemakmuran
ekonomi, tetapi juga posisi dan status sosial yang sama, perstise, serta kekuatan
politik yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia.37 Kemakmuran ekonomi dan
transformasi pendidikan yang difasilitasi oleh proses pembangunan dan
modernisasi telah melahirkan sejumlah tenaga ahli. Dengan profesi mereka
masing-masing, kelas terdidik ini kemudian menjadi kelompok penting di
birokrasi pemerintah dan juga di banyak sektor swasta yang ada.38
Di hadapan masyarakat secara umu, kelas menengah Indonesia ini
mendapat sambutan yang cukup baik di masyarakat. Terbukti dengan terdapatnya
36 Ibid., hlm. 50 37 Ibid., hlm. 95. 38 Ibid., hlm. 95.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
sejumlah kaum akademisi, kaum cendekiawan, reformis, intelektual, pengusaha
muda, pengacara, tokoh politik, aktivis kebudayaan, kaum teknokrat, aktivis
LSM, juru dakwah, publik figur, presenter, pengamat ekonomi dan sejenisnya
dalam kelas menengah ini. Mereka tersebar di sejumlah lembaga, instansi ataupun
swasta yang menjadikan golongan kelas menengah dapat diterima dengan baik di
Indonesia.39
Hal yang menarik dari kemunculan kelas ini, yaitu dengan diikutinya
dengan peningkatan semangat kembali pada agama di era 1980-an dan 1990-an,
khususnya di kalangan muslim yang telah menikmati kemakmuran sebagai warga
kelas menengah. Hal tersebut adalah fenomena yang khas dari kelas menengah di
wilayah-wilayah perkotaan, segmen masyarakat yang paling banyak tersentuh
oleh pembangunan ekonomi dan perubahan sosial.40 Kelas menengah muslim
mulai terbentuk di kalangan masyarakat yang ditandai dengan munculnya kaum
profesional, modernis, aktivis kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan, yang
tidak tertarik lagi pada orientasi politik lama (Islam politik yang berorientasi pada
ideologi dan negara Islam). Hal ini didukung oleh laju pembangunan dan
industrialisasi yang mendorong laju urbanisasi, berbondongnya masyarakat desa
terpelajar ke kota-kota besar. Terjadinya perubahan sosial yang cukup drastis
mengakibatkan kebutuhan masyarakat terhadap hal-hal spiritual mengalami
intensifikasi.
39 Ibid., hlm. 96. 40 Ibid., hlm. 96.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Permasalahannya, ketika mereka kembali pada intensitas keagamaan untuk
menggapai spiritualitas, bagaimana mereka membentuk diri menjadi sebuah
kelas? Sebuah kelas, sebagaimana sebuah identitas kolektif, dibentuk oleh kode-
kode sosial, seperti kesetiaan, komitmen, atribut, dan afiliasi yang menentukannya
seperti bahasa, agama, ideologi.41 Selain itu, pakaian, mode, selera, dan lain-lain.
Kode-kode ini mengikat anggota-anggota dan memunculkan simbol-simbol
kelompok menjadi identitas kolektif.
ICMI sebagai symbol identitas politik Islam bertemu dengan berbagai
symbol atau kode lain yang telah ada dalam kehidupan sosio-kultural masyarakat
dan kemudian menyatu menjadi sebuah kelas. Kode-kode ini saling mendukung
satu sama lain, melengkapi dan membentuk kelas sosial baru, yaitu kesadaran
kelas menengah muslim. Misalnya merebaknya budaya jilbab, kelahiran
beeberapa kelompok musik Islami (Bimbo, Kyai Kanjeng, shalawat modern
Hadad Alwi, kelompok-kelompok nasyid pesantren) yang tak hanya turut
meramaikan acara-acara di radio dan televisi, namun juga tampil di panggung-
panggung acara di mall, hotel, dan berbagai tempat lain yang identik dengan
kalangan menengah.
Tak hanya itu, dalam konteks pengetahuan dan media, perkembangan ini
juga ditandai oleh dibentuknya lembaga-lembaga studi Islam yang dikelola
kelompok kelas menengah, seperti Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF),
Central For Information and Development Studies (CIDES), Pusat Pengkajian
Islam dan Masyarakat (PPIM –UIN Jakarta), Lembaga Kajian Islam dan Sosial
41 Ibid., hlm. 96.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
(LKIS) lakpesdam NU, dan yang kontroversial, yaitu Jaringan Islam Liberal (JIL),
berdirinya penerbit Mizan, Jurnal Ulumul Quran, Majalah Ummat, koran
Republika, dan Studia Islamika.42 Semua kode kelas ini menegaskan kehadiran
dan mempresentasikan terbentuknya kelas menengah muslim Indonesia.
Pertanyaanya siapa sajakah mereka? Bagaimana wajah kelas menengah
muslim sekarang? Apakah kode-kode kelas tersebut masih relevan dalam
masyarakat yang cair seperti sekarang ?
2. Fenomena Global dan Ustadz Selebritis
Modernitas mampu mendefinisikan ulang beberapa aspek praktek-praktek
keagamaan, juga mereka yang memiliki wewenang di dalam komunitas
keagamaan. Sekalipun demikian modernitas dan agama tidak saling
menghancurkan satu sama lain. Keduannya bahkan dalam beberapa kasus bisa
bersinergi hingga mampu mendukung kegiatan-kegiatan kolektif yang berjangka-
panjang.
Dalam bukunya Heryanto mengatakan tentang kecenderungan budaya
populer Islam di Iran, Mesir, dan lebih banyak lagi di Timur Tengah pada tahun
2000-an mempengaruhi semarak Islam popular di Indonesia. Heryanto
menggambarkan fenomena tersebut sebagai kasus ketakwaan post-Islamis.
Dengan menyodorkan konsepnya sendiri post-Islamisme, ia memulai analisanya
dari kebangkitan bintang dakwah televisi Mesir yakni Amr Khalid. Tak hanya itu,
42 Ariel Heryanto , Identitas dan Kenikmatan, KPG Gramedia: Jakarta, 2015, hlm. 48.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Khalid juga menggunakan segala jenis media informasi sebagai media
dakwahnya, dari saluran TV satelit, internet dengan website pribadinya yang
canggih, serta kaset-kaset audio dan video yang secara khusus dapat menjangkau
kelas menengah dan kelas yang lebih makmur.43 Kaset-kaset rekaman ceramah
Amr Khalid menjadi barang terlaris yang tak tertandingi di Pekan Buku Kairo
pada tahun 2002 dan telah melakukan perjalanan jauh hingga mencapai pasar
gelap di Yerusalem Timur, Beirut, dan kota-kota di Teluk Persia. Khalid
merupakan salah satu pendakwah televisi di Timur Tengah yang berhasil
mengumpulkan banyak pengikut.44 Kecenderungan serupa inilah yang melanda
Indonesia dengan kemunculan nama-nama ustadz selebritis seperti AA Gym,
Jeffry al-Bukhori, Muhammad Arifin Ilham, dan lain-lain.
Tak lepas juga dari kontroversi terkait religiusitas, kebangkitan kelas
menengah perkotaan di kalangan umat Muslim dunia ini menunjukkan bahwa
tumbuhnya perbedaan kelas sosial-ekonomi di kalangan umat Islam merupakan
sebuah fenomena global.45
Sementara memanfaatkan situasi tersebut, para
pendakwah baru ini dengan sengaja mengincar kaum muda dan perempuan di
kelompok elite, mengantarkan pesan-pesan (kelas menengah perkotaan) ke dalam
rumah dan ruang-ruang pribadi, klub-klub, masjid-masjid, dan setiap sudut dari
lingkungan tempat tinggal mereka yang mewah.46
43 Ibid., Hlm. 49. 44 Ibid., Hlm. 50. 45 Ibid., Hlm 51. 46 Ibid., hlm. 51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Para pendakwah baru ini berlomba memunculkan tren terbaru dan terkeren
dalam pidato, pakaian, dan potongan rambut mereka. Mereka bahkan tampil
seperti seorang bintang atau model. Mereka memuaskan kebutuhan generasi baru,
terutama orang-orang kaya yang sedang belajar mengambil jalan pintas dalam
mencari ilmu agama dan Tuhan, dengan cara menjadi trendsetter bagi para
pengikut dan masyarakat umum yang menjadi muridnya.47
Bila selama berabad-abad sebelumnya, para ulama dan para pendakwah
mencapai kewenangan dan wibawa mereka dengan mengabdikan diri bertahun-
tahun mengaji secara mendalam, sebaliknya generasi baru pendakwah merupakan
figur-figur religius mentereng namun tidak dihasilkan dari pendidikan keagamaan
formal yang berlangsung selama bertahun-tahun. Kebanyakan dari mereka sama
sekali tidak berlatar pendidikan agama. Modal utama mereka adalah ketrampilan
komunikasi yang hebat, keunggulan dalam bicara di depan umum, dan
penggunaan berbagai media baru.
Tak mengherankan seperti di ungkapkan oleh Heryanto, para pendakwah
“keren” ini menjangkau dengan tepat generasi muda, kaum kaya baru, para
pendamba kekayaan, popularitas mendadak mereka telah menjadi tantangan
langsung bagi para pemimpin agama tradisional yang otoritasnya juga mendapat
ancaman dari demokratisasi agama yang terjadi belakangan ini.
Di Indonesia dan di berbagai tempat lain, para pendakwah tradisional,
berdakwah seperti cara generasi pendakwah lama, yaitu bertutur secara serius
tentang dogma, menawarkan nasihat berdasar kitab suci, serta menekankan pesan
47 Ibid., hlm. 55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
mereka pada kewajiban dan kepatuhan dari para pendengar. Sebaliknya, para
pendakwah baru bicara secara bersemangat dalam bahasa sehari-hari-
menggunakan frasa yang sederhana dan menarik, terkadang dengan humor dan
lawakan yang mengejek diri-sendiri-untuk menawarkan nasihat-nasihat pendek
dan praktis untuk menjawab beragam persoalan sehari-hari yang dihadapi oleh
para pendengar. Hal-hal yang berkaitan dengan studi, pacaran, diet, kosmetik,
pakaian, hiburan, hubungan orang tua dengan anak, pengelolaan keuangan
pribadi, pekerjaan, hubungan kerja di kantor, menjadi topik pokok dakwah
mereka. Mereka menggunakan teknologi komunikasi terbaru yang sangat diakrabi
oleh generasi muda dan kaum berada.
Masalah-masalah keagamaan mendominasi segala bentuk media sosial di
Indonesia saat ini. Jika di Timur Tengah pergeseran wacana bergulir dari
kelembagaan politik Islam menuju kesalehan personal dan etika, di Indonesia isu-
isu seputar hak dan urusan pribadi menjadi hal yang cukup dominan dan
menandai pergeseran wacana dalam arus media baru ini.48
3. Semarak Pengajian Elite dan Majlis Taklim
Seperti telah disinggung di awal bahwasanya ICMI, merupakan titik awal
tumbuhnya kelas menengah muslim pertama di Indonesia. Dalam
perkembangannya, ICMI kemudian tumbuh menjadi identitas masyarakat muslim
perkotaan dan mengalami penguatan secara politik. Sementara itu pada panggung
48 Ibid., hlm. 56.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
drama yang lain, jenis baru kesadaran Islam berkembang meluas dan melebar,
yang ditandai oleh maraknya pengajian-pengajian elite yang diselenggarakan di
lingkungan bisnis, hotel berbintang, kantor pemerintahan, lapisan kelas
menengah, organisasi profesional, kelompok artis selebritis, lingkungan
kesarjanaan, dan sebagainya.
Seperti telah dicatat oleh Tempo (3/01/87) pada tahun 1986 Nurcholis
Madjid, Dawam Raharjo, Fahmi Idris mendirikan kampus Paramadina, sebuah
klub kajian agama yang melakukan kegiatanya di hotel berbintang dan berbayar
mahal. Sambil mendengarkan ceramah agama, peserta juga bisa menikmati
hidangan lezat bersama dentingan piano dan panorama malam Jakarta. Hal ini
sangat kontras dengan tradisi pengajian sebelumnya yang seolah hanya milik
masyarakat bawah dan diselenggarakan di masjid-masjid, baik di desa maupun di
kota. Penyelenggaraanya pun jauh dari kesan-kesan elite dan modern.49
Pada saat yang sama Paramadina meluncurkan paket perjalanan haji dan
umrah-plus bekerjasama dengan biro-biro perjalanan ternama seperti Tiga Utama,
dimana Nurcholis Madjid sebagai pembimbing perjalanan ke tanah suci.
Perjalanan ke tanah suci menjadi rangkaian paket belajar tentang Islam bagi
kalangan berpunya sekaligus bentuk legitimasi identitas sebagai kelas menengah
muslim. Fenomena Paramadina menyebar di kota-kota besar di Jawa dengan
aktivitas yang serupa.
49 Hasbullah Moeflich. Sejarah Sosial Intelektual Islam Di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
2012. Hlm. 70.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Di Yogyakarta sebagaimana kota-kota lainnya, bermunculan majlis-majlis
taklim yang sebagian terinspirasi dari gerakan masjid kampus dan sebagian lagi
merupakan komunitas-komunitas yang lahir dari semacam ikatan wali murid,
arisan ibu-ibu komplek yang kemudian menjelma menjadi komunitas pengajian
elite.
B. Konteks Historis Umrah
Umrah secara bahasa bermakna mengunjungi. Mengunjungi ka‟bah.
Sebuah kunjungan yang menuntut persiapan rohani dan spiritual yang kuat,
karena kunjungan ini bukan kunjungan biasa. Umrah secara historis adalah sebuah
sejarah kemanusiaan para Nabi yang perlu diteladani.50 Di dalam perjalanan
umrah mengandung makna yang luas, yakni terdapat dimensi ubudiyah
(kebaktian) dan insaniyah (kemanusiaan). Perjalanan umrah bukanlah mengisi
waktu luang, pergi umrah adalah perjalanan spiritual yang melibatkan kesucian
niat dan perilaku. Karena umrah satu dengan umrah yang lain menurut hadist
Nabi Muhammad SAW sebagai penebus dosa, jikalau umrah dilakukan dengan
ikhlas untuk peribadatan. Umrah memiliki esensi yang sarat dengan spiritualitas
karena ada sisi panggilan Allah yang diyakini setiap muslim telah ada dari zaman
azali.51
Di sisi lain pergeseran sosial membuat globalisasi mampu melahirkan
masyarakat konsumsi. Termasuk dalam hal ini mampu menggeser makna yang
50 Sucipto, Kontekstualita, vol. 28, No. 1, 2013, hlm. 16. 51 Ibid., hlm. 20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
terkandung dalam suatu bentuk ibadah, yaitu ibadah umrah. Bila dulu melakukan
ibadah haji ke Mekah dalam literatur disebut rihlah mubarokah (perjalanan yang
penuh berkah) karena berpusat di Mekah, atau sering disebut pula rihlah
Makkiyah.52
Tidak diragukan lagi, Mekah telah menguasai imajinasi kolektif muslim
seluruh Nusantara. Mekah memiliki peran penting dalam dinamika Islam dan
kehidupan kaum muslimin di Indonesia atau Asia Tenggara, yang dalam literatur
Arab sejak masa pra-Islam disebut sebagai Negeri Bawah Angin. Sejak masa awal
penyebaran Islam di kalangan ini, Mekah bukan hanya sebagai tempat
pelaksanaan ibadah haji, tetapi juga sumber terpenting bagi intelektualisme Islam
di Indonesia dan Nusantara secara keseluruhan. Semakin banyaknya jamaah haji
yang menuntut ilmu di Mekah membuat terbentuknya komunitas – yang dalam
sumber-sumber Arab disebut sebagai Asob Al-jawiyyin (saudara-saudara Jawa) –
yang tidak menunjuk khusus kepada orang Jawa tetapi orang-orang muslim
Indonesia secara keseluruhan.53
Di sini Mekah tidak hanya berperan secara keagamaan saja, tetapi juga
dalam bidang sosial, budaya dan politik. Masing-masing ulama memiliki peran
yang penting dalam pembaharuan intelektual Islam di nusantara sejak abad ke-17,
dan hampir kesemuanya adalah lulusan Mekah. Meskipun sebagian di antaranya
menumbuhkan keilmunya di Madinah, Mekah tetap menjadi pusat dari keilmuan
52 M. Dien Majid, Berhaji Di Masa Kolonial, CV sejahtera, 2008, hlm. ii. 53 Ibid., hlm. iii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
dan keagamaan.54 Pada masa kolonialisme Belanda abad-18/19, Mekah menjadi
pusat solidaritas kaum muslim yang dikenal dengan Pan-Islamic, dimana para
jamaah haji yang kembali dari Tanah Suci selalu dibekali dengan semangat anti
kolonialisme. Perlawanan kepada kolonial Belanda oleh gerakan muslim pun
berangkat dari lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, pondok,
surau, dan lain-lain. Gerakan perlawanan yang kebanyakan dipimpin oleh seorang
kiyai55
Namun, setiap masa pasti akan menorehkan sejarahnya sendiri. Begitu
pula kondisi Mekah sebagai pusat keilmuan dan keulamaan pada masa lalu. Meski
imajinasi kolektif tentang Mekah antara kisah buyut kita dengan bayangan kita
sekarang tentang Mekah pastinya sangat berbeda. Begitupun umrah, seperti yang
dianut kaum muslim merupakan ritual yang di wajibkan dalam rangkaian ibadah
haji dan menjadi ibadah sunnah saat umrah dilakukan secara sendiri, bukan bagian
dari ibadah haji.
Seperti diketahui, umrah berbeda secara hukum dengan haji. Ibadah haji
adalah kewajiban atas seorang muslim dengan syarat memiliki kemampuan.
Sedangkan ibadah umrah merupakan suatu ibadah anjuran yang dapat dijalankan
sepanjang tahun. Lalu mengapa fenomena umrah sedemikian masif? Apa
pentingnya melihat ibadah umrah dalam konteks historis?
Seperti yang sudah saya singgung pada Bab I tentang beberapa faktor
pendorong semakin maraknya fenomena umrah. Panjangnya daftar antrian ibadah
54 Ibid., 55 Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
haji dan terbatasnya kuota haji hingga orang lebih memilih melakukan ibadah
umrah. Terjangkaunya biaya maskapai penerbangan turut memudahkan siapapun
untuk pergi keluar negeri dalam hal ini melakukan perjalanan umrah. Dalam
hukum ekonomi berlaku besarnya permintaan mengakibatkan menggeliatnya
industri umrah menyebabkan tumbuhnya biro perjalanan atau travel haji dan
umrah bagai janin di musim hujan.
Pada titik ini saya merasa perlu untuk menelisik bagaimana ibadah umrah
pada zaman dulu dilihat dan dilaksanakan? Kemudian apa perbedaan dengan
ibadah umrah pada masa sekarang? Beberapa literatur klasik natara lain, karya C.
Snouck Hurgronye “Mecca in the later perth of the 19 th century” (1931), Jan
Schmidt “Through the legation of window” (1916-1926), “Four essays on Dutch,
Dutch Indian and Ottoman History” (1992), yang menyebutkan bahwa, bagi
banyak jamaah haji dari Nusantara di atas segalanya lebih memaparkan sebuah
mekanisme untuk tourism. Begitu pula karya FE Peters dalam “The Hajj: the
Muslim Pilgrimage to Macca and Holy Places” (1994), yang menegaskan bahwa
para pembimbing dan agen perjalanan haji seolah-olah lebih membimbing tusris
dari pada jamaah haji. Sekali lagi menurut Azzumardi Azzra, Karya MF Lattan,
“Islamic Nationhood and Colonial Indonesia: the Umma Below the Wind” (2003),
yang menyinggung soal jamaah haji kita di masa kolonial, bahwa ibadah haji dan
jamaah haji yang kembali ke Indonesia telah menjadi faktor sangat penting bagi
kebangkitan Islam di masa ini.
Banyak jamaah haji Indonesia yang kian aktif dalam dunia sosial seperti
lembaga-lembaga Islam. Mereka turut berperan serta menciptakan lembaga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
pendidikan berbasis agama seperti pesantren. Apabila dulunya hanya
mementingkan religusitas pribadi, maka jamaah kini aktif dalam segala bentuk
perlawanan, termasuk melawan kekuasaan kolonial Belanda.
Bisa dikatakan bila dulu orang menunaikan ibadah haji atau melakukan
perjalanan ke Mekah untuk menuntut ilmu adalah sebuah upaya mentransformasi
diri dan masyarakatnya melawan penjajahan. Kemudian pada masa akhir
pemerintahan Orde Baru melakukan perjalanan haji atau umrah dijadikan bentuk
legitimasi oleh para elit kekuasaan dari merangkul kalangan Islam (ulama) guru
mempertahankan sisa kekuasaan yang bankrut oleh rezim Suharto. Maka dapat
dikatakan pada periode pasca reformasi dalam pemerintahan Habibi telah terjadi
euforia kebangkitan Islam yang berakhir pada tampilnya para tokoh intelektual
dan tekhnokrat muslim menduduki kunci-kunci pemerintahann. Kelahiran ICMI
dan pusat kajian-kajian seperti CIDES, Paramadina, dll., semakin mematapkan
peran birokrat yang didominasi oleh tokoh-tokoh intelektual muslim.
Seperti yang sudah disinggung di awal bahwa kelahiran ICMI, kelahiran
koran Republika, dan bank Muammalat juga CIDES menjadi penanda kelahiran
kelas menengah muslim Indonesia yang memiliki pengaruh besar dalam dinamika
Islam di Indonesia. Pada momentum ini melakukan perjalanan ibadah haji
maupun umrah merupakan bentuk pernyataan ketaatan beragama bagi setiap
muslim. Khususnya kelas menengah muslim yang tengah mengalami
kemakmuran ekonomi. Melakukan perjalanan umrah mulai menjadi gaya hidup
masyarakat muslim kelas menengah perkotaan. Lalu bagaimana perjalanan umrah
semakin populer dan dalam periode lima tahun terakhir ini?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
C. Umrah Pada Masa Kekinian
Umrah kini menjadi salah satu industri yang tumbuh secara menakjubkan
seiring besarnya jumlah konsumen kelas menengah muslim pergi berumrah.
Indonesiapun menjadi satu-satunya negara penyumbang terbesar untuk jamaah
umrah ke Saudi Arabia. Hampir seperempat jumlah turis umrah ke Mekah berasal
dari Indonesia. Karena itu, tidak heran apabila banyak penjual yang terkadang bisa
sedikit berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.
Tumbuh pesatnya industri umrah ini tidak lepas dari perubahan perilaku
konsumen kelas menengah muslim Indonesia. Seiring dengan kemampuan daya
beli yang tinggi, segmen inipun memiliki orientasi liburan ke luar negeri, tidak
sekedar dalam negeri saja. Umrah pun menjadi jenis wisata konsumen kelas
menengah muslim yang ingin beribadah sekaligus berlibur.56 Untuk menjadi jenis
wisata favorit konsumen kelas menengah muslim. Mereka rela membayar
mahalnya ongkos umrah demi bisa menjamah ka‟bah, sholat di Masjidil Haram,
ziarah ke makam Rasul dan para Mujahid, dan liburan ke luar negeri. Konsumen
kelas menengah rela mengeluarkan uang sekitar US$ 1.800-2.000 supaya bisa
pergi umrah.57 Perubahan orientasi liburan yang cenderung ke luar negeri inilah
yang mendorong tumbuhnya berbagai paket wisata ke luar negeri, termasuk di
dalamnya adalah umrah.
56 Yuswohadi, Marketing To The Middle Class Muslim, Gramedia, Jakarta, 2014, hlm. 30. 57 Ibid., hlm. 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Temuan Euromonitore menyebutkan bahwa Saudi Arabia merupakan
salah satu destinasi wisata internasional yang paling banyak digemari oleh
masyarakat Indonesia selain Singapura dan Malaysia. Tercatat dalam setahun
terakhir yakni antara tahun 2005-1010 terjadi kenaikan jumlah pengunjung asal
Indonesia ke Arab Saudi secara signifikan hampir dua kali lipat, yakni 582.000
(2005) menjadi 904.400 orang (2010) tampak pada tabel dibawah ini :
Gambar 1. Tabel Data Orang Indonesia ke Luar Negeri58
58 Kawanpendi, Tren Liburan sebagai Indikasi Meningkatnya Daya Beli Kelas Menengah,
(https://kawanpendi.com/2016/05/05/tren-liburan-sebagai-indikasi-meningkatnya-daya-beli-kelas-menengah/), diakses pada tanggal 9 April 2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Gambar 2. Tabel Data Peningkatan Jamaah Umrah59
Umrah banyak diminati karena menggabungkan unsur keagamaan dan
wisata. Sebagian besar konsumen kelas menengah muslim melakukan perjalanan
umrah demi peningkatan spiritualitas. Tetapi tidak bisa dipungkiri merekapun
menunaikan ibadah umrah sekaligus ingin berplesiran. Tujuannya mendapatkan
pengalaman baru yakni mengetahui berbagai tempat wisata di Timur Tengah,
belanja, kuliner dan lainnya.
Peluang ini ditangkap dengan cerdik oleh agen perjalanan wisata dengan
membuat paket perjalanan umrah dan wisata. Menurut data dari Kementrian
Agama Islam RI setidaknya terdapat 660 biro travel penyelenggara umrah dan
haji yang sudah terdaftar di kementrian. Setidaknya ada 4 paket perjalanan umrah
yang biasa dilakukan jamaah umrah Indonesia, yaitu: paket umrah reguler 9 hari,
paket umrah ramadhan, paket umrah arbain, dan paket umrah wisata. Karena
paketnya yang beragam, maka menjadi daya tarik bagi jamaah untuk melakukan
perjalanan ini, karena ibadah umrah dinilai sangat fleksibel. Karena orang dapat
melakukannya tanpa dibatasi waktu, usia, jumlah kunjungan dan terbebas dari
faktor sosial keagamaan. Dalam hal ini bila orang sudah menyandang gelar haji
maka harus siap ditempatkan oleh masyarakat sebagai panutan (role model).
Banyak orang secara ekonomi sudah mampu tapi merasa belum siap berhaji
karena belum siap menghadapi faktor sosial keagamaan.
59 Arminareka Perdana, Grafik Peningkatan Jumlah Jamaah Umrah,
https://arminarekaperdanamakassar.wordpress.com, diakses pada tanggal 9 April 2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Jika pada masa kolonial berhaji atau melakukan perjalanan umrah ke tanah
suci dapat disebut sebagai bentuk persaingan individu menekankan spiritualitas
keilmuan, pada masa Orde Baru perjalanan ibadah haji atau umrah menjadi cara
rakyat untuk mendapatkan legitimasi di mata penguasa untuk melenggangkan
jabatan. Bagi warga masyarakat berhaji atau berumrah menjadi upaya untuk
memiliki status sosial tertentu di mata masyarakat lainnya.
Namun kini melakukan perjalanan ke Tanah Suci dengan berumrah telah
menjadi medan pencitraan dan gaya hidup kelas menengah muslim Indonesia.
Menjadi cara untuk terus menerus mengisi kekeringan spiritualitas akibat tawaran
hidup sebagai homo consumer dalam dunia yang serba cair sekarang ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
BAB III
UMRAH: ANTARA IBADAH, WISATA DAN BELANJA
Fenomena umrah sudah sangat masif dilakukan seluruh kalangan umat
Islam. Bila 10 atau 20 tahun lalu masih didominasi oleh golongan kelas menengah
atas, maka dalam lima tahun terakhir kalangan menengah bawah mendominasi
jamaah umrah. Tak perduli telah terjadi berbagai kasus penipuan dalam praktik
bisnis travel ke tanah suci ini, antrian jamaah umrah tetap bertambah.
Ibu Jul, teman dalam perjalanan umrah saya menceritakan bahwa salah
satu keluarganya dari Semarang tertipu oleh biro travel gadungan pada tahun
2014. Harga paket umrah reguler yang ditawarkan termasuk murah, berkisar 17
juta per orang. Uang sudah lunas dibayar 34 juta untuk dua orang. Seminggu
sebelum berangkat tidak ada tanda-tanda kejelasan. Setelah ditanya kantornya
ternyata sudah pindah entah kemana.
Kampanye 5-Pasti dari Kemenag hanya seperti angin berlalu, hanya lewat
jejaring media internet. Saya sendiri juga jarang melihat spanduk besar yang berisi
kampanye yang berfungsi mengedukasi masyarakat agar berhati-hati dan teliti
mendaftar ke biro perjalanan umrah. Kampanye 5-Pasti meliputi60
:
1. pasti travelnya berijin
2. pasti jadwalnya (keberangkatan dan makapai pesawat)
60 www.haji.kemenag.go.id
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
3. pasti terbangnya (pastikan harga dan paket layanannya)
4. pastikan hotelnya
5. pasti visanya
Meskipun sosialisasi tersebut berlaku sama untuk semua biro perjalanan umum
atau travel penyelenggara umrah, tak jarang juga masih terjadi kasus penipuan
dalam praktek budaya umrah ini. Hal ini diamini Pak Yudhi sebagai pemilik
Fistatour, bahwa untuk mengurus ijin operasional travel dibutuhkan biaya yang
cukup banyak bahkan hingga ratusan juta rupiah. Sehingga sudah rahasia umum
jika terjadi banyak penggelapan maupun penipuan, atau setidaknya korupsi oleh
agen-agen tertentu. Akan tetapi, segala kasus penipuan oleh travel abal-abal
tersebut tidak membuat minat pergi umrah menyurut. Gelombang keberangkatan
umrah ke tanah suci tetap berjalan dan semakin marak.
Seperti yang sudah saya sampaikan di awal bahwa fokus pembahasan
umrah dalam penelitian ini adalah terkait dengan persoalan identitas kemusliman.
Bahwa dalam melakukan umrah sejatinya menunjukkan kekeringan identitas.
Sesuatu yang kosong sehingga harus dicari bahkan ditemukan dalam berbagai
pengalaman yang ingin terus menerus diulangi dalam melakukan umrah. Beragam
pengalaman yang campur aduk tersebut dalam melakukan perjalanan umrah saya
temukan dalam diri partisipan-partisipan yang telah lebih dari sekali mengunjungi
Baitullah, baik dalam rangka berhaji ataupun hanya umrah. Rupanya apa yang
terus menerus dicari individu dalam berumrah selalu terkait dengan persoalan
identitasnya sebagai muslim. Bagaimana umrah dijadikan penegasan identitas
kemusliman? Pada bab III ini saya akan mencoba mengurai kompleksitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
pengalaman berumrah para partisipan dan pengalaman saya sendiri. Pengalaman
apa saja? Saya akan membagi menjadi tiga kategori pengalaman, yaitu
pengalaman berziarah sambil jalan-jalan, pengalaman keakraban berjamaah, dan
pengalaman beribadah.
A. Antara Jalan-jalan dan Ziarah
Pada akhir bulan Januari 2016 yang lau saya berangkat umrah sendiri,
menggunakan jasa agen travel yang direkomendasikan seorang teman. Dia
bercerita tentang sebuah biro travel milik teman kuliahnya dulu, yang bernama
Fistatour dan berkantor di Solo Baru. “Servisnya pada customer istimewa”, kata
Sivi, teman arisan saya. Lalu saya diperkenalkan dengan Pak Yudhi pemilik
Fistatour yang ternyata masih muda.
Dari bapak muda ini saya berkenalan dengan Ibu JN (51) yang telah tiga
kali berangkat umrah bersama suami menggunakan Fistatour. Ibu JN telah
mengenal Pak Yudhi sudah lama. Mereka berteman sudah seperti saudara. Sejak
Fistatour berdiri Ibu JN setia menggunakan jasanya untuk berangkat ibadah
umrah. Memang betul bila mendengar testimoni dari teman sendiri pasti kita
langsung percaya. Seperti saat saya mengiyakan untuk berangkat umrah
menggunakan jasa Fistatour atas testimoni teman.
Persiapan teknis seperti suntik vaksin menigitis sudah dilakukan sejak 10
hari sebelum berangkat. Dengan biaya 500.000 saya serta calon jamaah lainnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
mendapatkan dua macam vaksin yakni meningitis dan influenza. Sewaktu antre
menunggu giliran divaksin, saya sempat membatin apakah harus disuntik? Misal
tidak perlu disuntik boleh tidak ya? Lumayan bisa menghemat biaya. Tiba-tiba
pundakku ditepuk seseorang yang memperkenalkan dirinya Ibu Shinta (55 tahun).
Berparas cantik dengan penampilan sosialita. Tanpa basa-basi lama diapun
bercerita tentang rencana umrahnya yang ketiga. Ibu Shinta asli dari Magelang,
suaminya seorang purnawirawan bintang empat.
“Jeng saya haji tahun 2014 bersama Bapak (suaminya), waktu masih sehat.
Sepulang haji kami niat langsung mendaftar umrah setahun kemudian (2015).
Mumpung sehat ya to jeng. Soalnya kondisi bapak sudah tidak memungkinkan.
Besok saya berangkat bareng kakak serta adik untuk memohonkan kesembuhan
bapak yang sedang stroke” (Wawancara 16 Januari 2016).
Bu Shinta berangkat menggunakan biro travel Nur Romadhan Jogja. Pada
jadwal yang sama denganku. “Semoga besok kita bertemu disana ya jeng”.
Menurutnya waktu umrah itu rasanya hanya senang dan senang, apapun kondisi
kita saat itu. Sementara itu saya sendiri, saat memutuskan melakukan perjalanan
umrah bersama Fistatour pertama karena merasa aman. Ada orang yang sudah
saya kenal dalam rombongan tersebut. Pertimbangan saya karena pasti akan
berguna tema penelitian umrah saya.
Sedang impian pribadi dalam perjalanan ini saya ingin menyakinkan diri
sendiri akan memperoleh manfaat spiritual. Dengan niat yang lurus dan persiapan
mental dan fisik tentunya. Persiapan batin seperti menjaga hati dan mulut serta
mata agar sinkron untuk terus berserah diri pada-Nya. Agar tidak mudah
terpancing oleh segala hal yang merusak nilai ibadah umrah yang saya lakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Pada saat seperti ini saya merasa sangat serius dalam menjalani rangkaian ibadah
umrah. Tapi benarkah niat saya sudah lurus? Bagaimana cara mengukurnya? Hal
ini cukum menjadi pertanyaan yang mengganggu benak saya. Pasalnya dalam
proses melakukan ibadah umrah tersebut, ternyata bukan hanya kenikmatan
spiritual yang didapatkan, melainkan juga berbagai kenikmatan duniawi sebagai
wisatawan atau sebagai konsumen. Kompleksitas tersebut merupakan bagian yang
satu dalam perjalanan umrah saat ini, yang untuk mendapatkannnya orang
bersedia membayar dengan harga yang relatif tidak mudah atau murah.
Ibu Jul, misalnya, saat memutuskan berangkat umrah bersama Fistatour
dengan keponakannya rupanya penuh perjuangan.
“Aku nego banyak ke mas Yudhi, mbak. Suamiku bersedia berangkat
dengan keponakanku. Masalahnya dananya kurang setengah, kira-kira ada
solusinnya nggak mas? Waktu itu mas Yudhi cuma bilang lewat telepon,
sebentar ya bu, saya usahakan. Tapi maaf, dana yang tersedia ada berapa?
Baru ada 45 juta mas. Oh baik bu, nanti saya kabari lagi.
Seminggu sebelum berangkat mas Yudhi baru memberi kabar dan minta
uang ditransfer atau secara langsung ke kantor. Anak-anak pada ngga setuju,
takut kena penipuan seperti besan saya di Semarang mbak. Akhirnya mas
Yudhi aku telepon dan aku undang ke rumah, biar dia menjelaskan di depan
anak- anakku. Paspor dan vaksin pas Haji 2015 kan masih berlaku mbak, jadi
bisa lebih lancar urasannya. Benar-benar, sore harinya koper dan perlengkapan
lainnya lansung dikirimkan, karena ternyata identitas sudah diinput oleh
Ahmadi, ponakan dari Bapak (suami). Jadi nggak kebayang urusan
administrasinya bisa beres dalam waktu seminggu sebelum berangkat.
Nggak apa-apa bu, kekurangan dananya bisa disetorkan selesai umrah saja
dengan tenggang waktu sebulan. Kata mas Yudhi.
Alhamdulillah, ya Allah bener-bener memberi jalan tak terduga. Ternyata
benar mbak, kata Mama Dedeh kalau ada niat pasti ada jalan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Pensiunan seperti aku ini kan Cuma bisa ngandalin tandatangan kantor,
mbak. Nanti kekurangannya biar aku daftar kantor saja, prosesnya cepat,
nggak sampai satu minggu.”
Kisah ibu Jul sebenarnya mirip dengan yang saya alami. Bedanya saya
mendapat tabungan dana arisan lalu saya setor ke Fistatour. Bukan arisan umrah,
hanya arisan tabungan. Bagi saya dan Bu Jul paket umrah seharga 30 juta per
orang bukan perkara mudah. Tapi tetap saja kami berangkat menjalaninya dan
mengikuti semua aturan formalnya.
Semua jamaah yang akan berangkat umrah pasti melakukan persiapan dari
mulai pengurusan visa dan pasport, cek kesehatan termasuk vaksin, perlengkapan,
uang saku dan lain sebagainya. Pengalaman tersebut sama persis seperti rencana
liburan ke luar negeri. Rencana pasti sudah jauh hari dipersiapkan dari melihat
pameran liburan atau umrah, pilihan paket, pilihan travel, tawaran harga sampai
oleh-oleh, setidaknya menjadi dasar pertimbangan sebelum seseorang
memutuskan untuk mendaftar kemudian membayar. Baik secara on line ataupun
off line. Hal standar yang wajib ditanyakan terkait perjalanan umrah adalah
pesawatnya apa? Hotelnya bintang satu atau tidak? Penerbangan direct atau transit
di mana saja? Karena seringkali apa yang tertulis dalam tawaran akan berbeda
dengan fakta saat di lapangan. Jika semuanya sudah dirasa tersiapkan dengan baik
dan benar, maka berangkatlah jamaah.
Hujan rintik pada tanggal 26 Januari 2016 mengawali keberangkatan
rombongan jamaah umrah Fistatour berjumlah 32 orang. Pukul 06.00 wib satu
persatu jamaah mulai berkumpul di lobby pintu masuk bandara Adisucipto
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Yogyakarta. Menurut itenary perjalanan, dijadwalkan kita akan mendarat di
Changi Airport pada pukul 09.00 pagi.
Satu persatu kusalami yang ada didekatku sambil memperkenalkan diri.
Segera ketua rombongan yaitu Pak Yudhi sendiri meminta semua berdiri
melingkar untuk do‟a bersamasebelum boarding, lalu ditunjuk seorang pria masih
muda yang dipanggil dengan nama ustadz Ahmadi untuk memimpin doa.
Penampilannya agak nyentrik, rambut dicat warna kuning kemerahan, celana
jeans bersweeter dan berheadset pula. Dan saya baru tahu belakangan ternyata
ustadz Ahmadi ditunjuk sebagai mahram untuk saya (petugas pendamping).
Layaknya akan berplesiran bu JN mengaku membawa uang ekstra karena
akan city tour di Singapore. Namun dia tidak berhenti mengeluhkan kalau harga
oleh-oleh ternyata mahal. Mulai dari kaos, aksesoris, coklat, gantungan kunci dll.
Dari tour leader yang bernama Abidi (55) kami dijemput di Changi tepat pukul 9
pagi. Selesai cek bagasi kami dibawa masuk bus untuk menuju kampung Bugis
dimana masjid tua Sultan berdiri megah.
Foto bersama Rombongan dari Fistatour (Dokumentasi Pribadi, Januari
2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Tepat pukul 12.00 siang kami bersiap sholat dzuhur di masjid Sultan. Pada
pintu masjid tertulis dalam bahasa Inggris larangan bagi pengunjung yang tidak
berhijab memasuki area masjid. Saya merasa aneh dengan tulisan tersebut, dan
hanya bisa menduga-duga maksud tulisan itu. Bu Udhi (57) yang duduk di
sampingku mengutarakan, Islam di kita (Indonesia) boleh saja perempuan tidak
berhijab masuk masjid, yang dilarang kalau pakai baju yang tidak senonoh.
Area kampung Bugis memiliki beberapa bangunan kuno antara lain,
museum kampung Gelam yang sering mengadakan festival budaya Melayu.
Sepanjang lorong berjajar toko dan gallery kecil dengan gaya kuno yang memang
dipertahankan dalam bentuk aslinya. Kuteringat kampung Prawirotaman pada
zaman dulu. Rombongan kami makan siang di sebuah restaurant padang setelah
puas berbelanja di kampung Bugis. Meski hujan rintik bus melaju menuju Marina
Bay. Selama perjalanan tour leader menceritakan kisah sukses pembangunan di
Singapore. Momen berselfie ria di Merlion, Marina Bay membuat keakraban
Masjid Sultan di Singapore (Dokumentasi pribadi, Januari 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
kelompok kami makin terjalin. Saya merasa dekat dengan bu Udhi yang berasal
dari Klaten. Ia berangkat bersama bapak (suaminya) pensiunan Bank BPD Klaten.
Bu Udhi memilih duduk disampingku dan membiarkan suaminya
menempati kursi dibelakang kami. Tutur katanya halus, menceritakan
keberangkatan umrahnya ini hadiah ultahnya dari putri bungsunya yang sebentar
lagi akan menikah. Saya merasa nyaman berada di dekat pasangan sepuh yang
romantis ini.
Setelah puas berfoto-foto kami melanjutkan perjalanan untuk mampir di
pusat oleh-oleh coklat, jaraknya sekitar 5 km dari Marina Bay. Para ibu-ibu dan
bapak-bapak sebagian besar berbelanja coklat dan pernak-pernik accesories lucu.
Sementara saya sibuk mengabadikan keceriaan berbelanja kami.
Ibu JN dengan bercanda mengingatkan “ayo belanjanya nanti, masih
banyak di Mekah dan Madinah, murah-murah disana bu ibu...” akhirnya kubeli
juga dua kotak coklat karakter Disney, dua T-shirt anak dan bola salju mainan.
Berada dalam pesawat Etihad ketika hendak mendarat di Bandara Madinah
terjadi sedikit keributan yang memalukan. Para penumpang yang jumlahnya
ratusan tersebut sebagian tidak sabar dan tidak mau mendengarkan peringatan dini
co-pilot maupun para pramugari. Pesawat belum landing beberapa nekat melepas
sabuk pengaman dan berdiri. Para petugas panik dan berteriak- teriak. Saya
melihat beberapa jamaah sepuh rombongan kami ikut berdiri karena bingung
dengan situasi. Akhirnya pak Yudhi dan bu JN bersuara keras dalam bahasa jawa
bersahut-sahutan. “silahkan duduk dulu, masih lama, jangan dicopot sabuknya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
mbah.”
Seketika saya terenyuh dan teringat keluhan Kemenag tentang betapa
kompleksnya penumpang jamaah umrah Indonesia. Mulai dari usia lansia, buta
aksara dan bahasa, hingga yang baru pertama kali naik pesawat dan jamaah-
jamaah yang sudah bolak-balik umrah dan biasa travelling ke luar negeri. Rasanya
kepedulian sesama muslim dapat teruji lewat perjalanan umrah ini. Tidak cukup
hanya rasa terenyuh seperti yang saya ungkapkan.
Setelah penerbangan panjang yang cukup menegangkan karena saat take
off dari Changi Airport disertai hujan deras dan petir. Akhirnya Etihad kami
mendarat di Bandara Madinah. Selesai melewati pos pemeriksaan paspor yang
melelahkan kami sudah dijemput sopir dan Mutowif dengan mini bus. Waktu
setempat menunjukkan pukul 02.00 dini hari, seorang Mutowifnya Mukimin
(orang yang sudah lama) tinggal di Mekah asli Madura, akan membimbing semua
pelaksanaan umrah dari awal sampai akhir. Profilnya mirip seorang pelawak
Indonesia Kadir Srimulat. Sang sopir kecil kurus pria asal Ciamis Mukimin juga.
Tak lama kemudian minibus yang menjemput kami meluncur perlahan
meninggalkan Madinah Airport. Mutowif mengajak kami untuk berdoa
menyerukan-Nya. Labbaik allah humma labbaik, dst. 30 menit kemudian
sampailah di hotel Mubarrok Almashi yang berada diseberang jalan Masjid
Nabawi, tepatnya di depan pintu masuk Masjid gate-15. Pak Yudhi meminta kita
untuk bisa sholat berjamaah di Masjid Rasul ini. karena pahalanya yang begitu
besar. Meski capek dan belum istirahat, kita diajak untuk bersiap langsung masuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Masjid untuk sholat sunnah dan sholat shubuh. Ibu JN dan beberapa ibu muda
sempat menggerutu bersama “lho bukannya kita mandi dan ganti baju dulu pak?
terus mutowifnya menyaut dengan logat Maduranya, kalo mandi dulu nanti kita
tak dapat masuk Raudhah dan kehilangan moment sholat shubuh pertama”.
Kami berempat sekamar, bu Udhi, Ibu Jul dan keponaknnya segera
mengikuti Mutowif untuk ke Masjid. Ibu JN dan sebagian kecil rombongan
memilih masuk kamar dan istirahat. Ibu Zul memberitahukan “benar ibadah
urusan pribadi mbak, kalo saya rugi rasanya sudah jauh-jauh terbang, bayar
mahal, kok disini hanya mau tidur”, tangkasnya. Bu Zul ini terkesan judes bila
berbicara.
Dingin menusuk kulit kami saat mengambil wudhu dan mencari tempat
yang berkarpet tebal. Para bpak segera memisahkan diri. Saya melihat bu Zul
berkaca-kaca sambil bergumam “ya allah, ya allah, akhirnya bisa sampai disini
lagi.” “Teman kita yang lain mana mbak?” Tanya bu Udhi dan saya hanya
Suasana Masjid Nabawi (Dokumentasi Pribadi, Januari 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
menggelengkan kepala masih dalam kondisi “jet lag.” Saat di dalam Masjid,
rombongan terpisah tidak dapat berkumpul di satu tempat. Namun, kami kami
bersepakat untuk titik kumpul selalu di area pintu-15.
Sudah mentradisi bagi jamaah Nusantara ketika melakukan ziarah
dimanapun berbelanja oleh-oleh untuk handai taulan. Hal yang terlihat lumrah dan
biasa dalam belanja oleh-oleh tersebut menjadi cara kita menunjukkan siapa diri
kita yang sebenarnya. Karena kita ingin terlihat elegan atau sederhana ataukah
ingin dipandang murah hati atau pelit, dapat tercermin lewat oleh-oleh yang kita
berikan. Seperti pengalaman Pak Tio sebagai eksekutif muda kelas menengah dia
akui memiliki teman-teman yang cukup banyak. Juga sanak saudara yang tinggal
di kampung cukup banyak. Dalam hal oleh-oleh Pak Tio sudah mempersiapkan
daftar belanjaan yang dicatatkan sang isteri sejak sebelum berangkat umrah.
Karena lebih berpengalaman maka diantisipasi agar saudara dan teman-teman
mendapatkan jatah oleh-oleh masing-masing.
Istri yang urus oleh-oleh untuk saudara-saudara di kampung mbak. Sudah
pesan di Solo lebih murah dibandingkan dengan Jogja. Paket dari mulai
Salah satu toko perhiasan di masjid Nabawi (Dokumentasi Pribadi, Februari 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
souvenir sampai kurma dan kacang arab. Kalo untuk teman kantor saya belikan
saja disini. Dari mulai cokelat hingga gamis anak sesuai selera masing-masing.
Beberapa juga pada memesan parfum (wawancara, 3 februari 2017).
Pak Tio lebih senang belanja di Madinah dari pada di Mekah. Alasannya
karena di Mekah waktu terus berjalan lebih cepat dan rasanya terburu-buru. Meski
demikian saya sempat mengekor Pak Tio berburu parfume dan perhiasan untuk
isteri dan mertuanya. Di kompleks toko perhiasan samping Al Bait Mall. Untuk
ukuran bapak muda ternyata Pak Tio lebih lihai dalam belanja dan menawar dari
pada saya sendiri, dengan agak malu-malu Pak Tio menghabiskan 20 jutaan untuk
belanja perhiasan emas, cincin, gelang, dan kalung cantik dalam kotak perhiasan
elegant. Dia bungkus sajadah kecil dan dimasukkan dalam baju gamisnya. Cara
ini menurutnya paling aman menghindari copet yang banyak di dalam Masjidil
Haram atau di luar area.
Saya miris saat ada insiden copet perempuan di depan saya pada waktu
keluar pintu Masjid Nabawi. Samping agak depan perempuan paruh baya teriak
tangan kirinya yang megenakan gelang cukup besar berhasil ditarik lepas oleh si
pencopet. Askar perempuan bercadar bertindak cepat kerudung pencopet ditarik
hingga ia hampir jatuh menuju saya.
Bu Udhi yang bareng saya, sempat latah ikut teriak “ya Allah, ya Allah, ya
Allah,” sambil mencengkram lengan saya. Kemudian berbisik “bukan salah
pencopetnya ya mbak, salah orang yang pakai perhiasan mencolok”. Saya hanya
mengangguk-angguk sambil tak henti beristighfar dalam hati. Barangkali
dimanapun kesenjangan yang menganga antara si miskin dan si kaya dapat
memicu tindak kriminal seperti kejadian tersebut tidak peduli tempat-tempat suci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
agama manapun.
Lain halnya dengan pendapat bu JN dalam belanja dia cenderung lebih
hemat, dia sampaikan kalau dirinya tidak begitu tertarik dengan perhiasan karena
tidak suka berdandan. Tapi dia pikirkan keponaknnya yang cukup banyak dan dia
suka belanja accesories untuk mereka yang murah meriah, dari mulai gantungan
kunci dan tasbih elektrik yang murah dia borong saat belanja di Singapore dan
pasar Cornich Jeddah. Memang Bu JN berpenampilan biasa saja cenderung
tomboi dan terlihat lebih tua dari suaminya yang seumuran dengan Pak Tio. Bu
JN memiliki usaha toko material bangunan di daerah Gamping sedang sang suami
Dosen muda, di salah satu perguruan tinggi swasta Yogyakarta. Saat dalam
perjalanan ke Jabal Nur bu JN berkata: “ dari awal niat umrah kita ya untuk
ibadah. Bukan belanja mbak, bisa lihat sendiri bawaanku cuma tiga koper kog,
yang dua isinya baju ganti yang satunya khusus oleh-oleh untuk ponakan-
ponakan yang di Yogyakarta. Isisnya cuma cokelat-cokelat murah dan accesories
murah meriah.”
Biasanya saat hendak melakukan sholat lima waktu atau setelahnya. Pasar
tiban di area Masjid Nabawi hiruk pikuk menggelar segala macam dagangan dari
mulai gamis, hijab, peci, cokelat, kurma, kacang-kacangan, parfum, buah-buahan
dsb. Para pedagang saling berteriak dan melempar barang dagangannya ke atas
lalu ditangkap lagi. Persis adegan lempar tangkap dengan suara gaduh.
Saya tidak pandai menawar akhirnya saya mengajak bu Udhi untuk
membeli sekantong cokelat. Bu Udhi memborong cokelat 5kg, rasanya saya tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
enak bila hanya membeli 1kg. Dengan rasa geli dengan diri sendiri saya minta
tambah 1kg lagi. Sayapun mendapat senyum manis disertai ucapan Terima kasih,
terima kasih, dari si pedagang.
Pak Yudhi mengakui sebagai orang yang paling sering bolak-balik umrah
karena mendampingi jamaahnya mengaku sebagai pengusaha travel. “Sudah
kewajiban saya untuk tahu apa yang paling diminati dari jamaah. Dan
mengakomodir semua kebutuhan mereka. Dengan beragam latar belakang
pendidikan dan sosial masing-masing jamaah sangat mempengaruhi selera
belanjanya. Kalau saya pribadi orangnya praktis saja, belanja sesuai kebutuhan,
tapi lebih sering membelikan barang-barang titipan saudara atau teman. Dari
mulai barang bermerk sampai emas berlian juga mainan atau cokelat”, ujar Pak
Yudhi. Pak Yudhi sampai hafal area tempat belanja, dari kelas Mall sampai kaki
lima. Bila ingin kurma segar di Madinah. Emas berlian di Mekah, berjajar toko
perhiasan di samping At bit Mall. Konon harganya lebih miring dengan model
Pasar sore di dekat Masjid Nabawi (Dokumentasi Pribadi, Februari 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
variatif. Kalau parfum dan pernak-pernik yang murah di pasar Cornich Jeddah.
Saya pikir semua perempuan itu menyukai perhiasan emas berlian secara
fungsinya. Namun, tidak berlaku bagi bu JN dan mbak Ul keduanya mengaku
tidak suka berdandan dan melihat emas hanya untuk investasi saja. Mbak Ul
seorang ibu rumah tangga mengakui meski sudah dua kali berangkat umrah
bersama suami belum pernah tertarik untuk membeli perhiasan di Mekah.
Meskipun senang membeli barang-barang bermerk seperti tas, sepatu, jam tangan,
sebagai ketua sebuah majelis taklim di Jogja, namanya cukup dikenal. Meski tidak
suka berdandan mbak Ul tetap menjaga penampilan dengan barang-barang
bermerk. Barangkali khawatir dikatakan kampungan bila mengenakan kerlap-
kerlip perhiasan. Saat saya tanyakan tentang pernak-pernik yang disukai, dia
berkata “aku paling suka gantungan kunci mbak, tapi kunci mobil atau rumah
beneran lho mbak, hahaha...”
Saat di pasar Cornich, pak Yudhi mengingatkan untuk siapkan riyal atau
Salah satu toko di kompleks pasar Cornich (Dokumentasi Pribadi, Februari 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
rupiah karena kita akan Thawaf wada‟. Cornich sebenarnya komplek perbelanjaan
mirip dengan Blok M. Barang apa saja yang biasa dicari jamaah ada disini.
Awalnya saya tidak tertarik untuk membeli sesuatu. Di toko Ali Murah yang
terkenal di Jeddah, karena melihat bu Udhi memilih mainan untuk cucunya, saya
jadi ikut membeli.
Sebagian besar pasangan pensiunan seperti bu Udhi belinya lumayan
banyak untuk oleh-oleh cucu dan keluarganya. Barangkali akan terlihat aneh, bila
seseorang tidak membeli apapun sementara teman lainnya sibuk berbelanja.
Orang lebih khawatir dianggap tidak mampu membeli dari pada dianggap pelit.
Saat di pasar Cornich biasanya akhir dari acara belanja oleh-oleh, sebelum
menuju Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Dengan demikian menjadi kesempatan
terakhir untuk memenuhi koper ataupun menambah koper. Adalah bu Citra,
pengusaha konveksi dari Klaten. Ibu muda yang cantik ini saat berangkat hanya
membawa 2 koper besar bersama suaminya. Saat cek bagasi di Jeddah dia rela
Oleh-oleh elegant berisi 2 hijab cantik, kurma, cokelat dan tasbih batu kristal Swarovski
(Dokumentasi Pribadi, Februari 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
menambah biaya kargo akibat kopernya sudah beranak pinak menjadi enam buah.
Di awal Pak Yudhi sudah mengingatkan bahwa setiap jamaah mendapat jatah
bagasi kurang lebih 30 kg untuk oleh-oleh yang dibawa pulang ke Tanah Air.
Sedang bila kelebihan jatah biaya akan ditanggung pribadi.
Belanja untuk melepas penat setelah lama beri‟tikaf di Masjid terasa sama
khusyuknya. Namun menjadi ironi, karena salah satu tujuan berumrah sejatinya
membersihkan hati dan pikiran dari gemerlap dunia.
Siapa yang tidak tergoda adanya tawaran parfum bermerk dengan harga
kaki lima? Selepas sholat dzuhur kami bertiga, Bu Zul, Bu Udhi dan saya jalan-
jalan di dalam area Bindaud (semacam Mall di samping Masjid Nabawi).
Penampilannya orang Jawa bertampang mahasiswa. Dengan sopan penjaga toko
menawarkan paket parfum seharga 600 ribuan per botol. Dengan berbahasa
Indonesia logat Jawa, bu Udhi mengira saya ingin sekali membeli parfum
tersebut. Saya bilang “iya bu saya mau 2 botol kalau harganya dapat 600-an”
dengan bercanda saya menggoda bu Udhi. Tiba-tiba mas penjaga toko
menyodorkan kalkulator dan menjelaskan ke saya kalau beli 4 botol harga
perbotolnya jadi 500 ribu. Dengan senyum masam, saya bilang “terima kasih mas
infonya” segera saya tarik bu Udhi meninggalkan penjaga toko yang terbengong.
Bila isi kantong cekak, tidak usah berlagak pura-pura tersesat di dalam Mall, bisik
saya pada bu Udhi, dan kami pun tertawa-tawa.
Dapat dikatakan bergantinya jam dan aktivitas dalam rangkaian ibadah
umrah bagi sebagian jamaah tidak menjadi persoalan. Setelah suntuk berdo‟a akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
diajak refreshing oleh mutowif, sebagaimana jadwal yang sudah disusun
sedemikian rupa supaya perjalanan umrah menjadi lebih menarik. Namun
sebenarnya saya terusik oleh kenyataan tersebut. Karena keseriusan ibadah
menjadi sangat cair karena harus berbagi dengan kesenangan lainnya, yakni
berbelanja atau bertamasya.
Sungguh sulit membedakan antara wisata dan ziarah juga ibadah dalam
perjalanan umrah bagi masyarakat awam. Karena setiap kali kita berziarah atau
melihat bangunan Masjid yang bersejarah kita akan diajak sholat sunnah ataupun
berdoa ditempat tersebut. Selesai melakukan ibadah sunnah tidak lupa berselfi ria.
Seperti saat mengunjungi Masjid Quba di Madinah atau makam Baqi.
Makam Baqi adalah kompleks makam para sahabat Rasul serta para
Mujahid yang tewas pada saat peperangan masa Nabi Muhammad SAW. Sayang
sekali sebagian besar sudah diratakan untuk pelebaran jalan. Saya sendiri tidak
turun dari bus, sementara Bu JN dan Bu Jul serta semua rombongan antusias
untuk dapat berfoto. Saya teringat saat melakukan ziarah walisongo, dimana
semua area kompleksnya terdapat Masjid serta pasar tiban. Sudah menjadi tradisi
jamaah Nusantara untuk setiap kali ziarah di manapun diakhiri dengan berbelanja
oleh- oleh. Hal yang sama juga berlaku di semua destinasi baik di Mekah maupun
di Madinah.
Seperti kita ketahui, mekanisme agen perjalanan umrah sama persis
dengan agen perjalanan wisata pada umumnya. Kita dapat memilih paket
perjalanan sesuai isi kantong kita. Beribadah sekaligus berplesiran menjadi pilihan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
utama muslim kelas menengah Indonesia. Dalam hal ini umrah menjadi pilihan
terbaik untuk mendapatkan kekhusukan beribadah sekaligus liburan.
Mutowif pun berperan ganda. Dia membimbing semua ibadah baik wajib
ataupun sunnah, sekaligus pimpinan rombongan yang mengisahkan berbagai
tempat bersejarah lewat microphone dalam bis. Sebagian besar rombongan kami
tidak begitu antusias saat mendengarkan Mutowif bercerita tentang berbagai hal.
Banyak yang terkantuk-kantuk. Tapi begitu bus masuk area parkir kebun kurma
semua jamaah bergegas turun bersemangat untuk berbelanja.
Kedatangan kami langsung disambut oleh para pedagang yang saling
berteriak-teriak menawarkan kurma masing-masing. Banyak sekali jenisnya yang
saya tahu hanya kurma Rasul dan kurma muda atau Roptob. Sayang sekali pada
waktu itu musim dingin dan kebun hanya berisi Pohon kurma yang belum
berbuah. Saya sempat berfoto dengan bu Udhi dan suami. Sementara yang lain
asyik menawar dan belanja kurma Roptob.
Salah satu bukit bersejarah yang puncaknya terdapat Gua Hira dimana
Kebun Kurma di Madinah (Dokumentasi Pribadi, Januari
2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Nabi Muhammad menerima wahyu pertama berada di kota Mekah. Pada hari
kedua kami di Mekah bu JN dan suami, Pak Yudhi, Pak Tio, Bu Citra dan suami,
lalu saya bergabung menuju ke Jabal Nur. Kami menyewa mobil dan sopir.
Medan yang cukup sulit menyebabkan minibus tidak bisa masuk ke jalan yang
terjal. Saya bersyukur bisa mendaki sampai pos 3 bersama bu Citra. Sekitar 10
pos pemberhentian untuk mencapai Gua Hira. Sedang bu JN dan bapak-bapak
mendaki sampai puncak.
Pak Tio berkomentar, “mbak aku membayangkan nabi Muhammad itu
pasti kuat sekali. Naik pakai apa dia. Kita saja naiknya yang sudah pakai tangga
masih berat sekali, padahal dulu pasti belum ada tangganya begini. Luar biasa”.
Bukit Jabal Nur yang terdapat Gua Hira (Dokumentasi Pribadi, Januari 2016)
“Pakai mukjizat, mas Tio”, sahut bu JN dengan terengah-engah. Pikiran saya
sibuk menerjemahkan kata iqro‟ (bacalah), yang merujuk kata pembuka dari
wahyu pertama Rasulullah. Untuk mendapatkan pikiran yang jernih dengan
berkhalwat (menyendiri) telah dicontohkan Nabi untuk kita umatnya. Bahkan
kalau kita membaca kisah-kisah Nabi sebelumnya bermeditasi istilah kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
sekarang, dan pada zaman dahulu disebut berkhalwat.
Selain Gua Hira destinasi lainnya yang secara umum disinggahi jamaah
umrah adalah laut merah. Bila Jabal Nur termasuk destinasi minat khusus maka
Laut Merah sekedar bersantai di Pantai melepas penat. Saya memilih tidur di
dalam bus saat rombongan turun untuk berfoto pada hari menjelang gelap di Laut
Merah.
Pada hari ke empat di Mekah kami semua diajak melihat salah satu
peternakan unta. Saya membayangkan sebuah peternakan modern seperti
peternakan sapi perah di Bandung atau sejenisnya. Saya miris seteah sampai di
lokasi melihat penggembala unta sekitar duapuluhan jumlahnya. Unta dibiarkan
liar tidak diikat di kandang. Mutowif sebagai tour leader menjelaskan sedang
terjadi wabah penyakit sehingga banyak unta yang mati.
Cuaca sangat terik berangin dan berdebu. Sebagian besar rombongan turun
untuk berfoto dan membeli susu segar unta yang dibungkus untuk langsung di
minum. Sebuah mobil pick up segera merapat menawarkan segala jenis kacang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Suasana di peternakan unta (Dokumentasi pribadi, Janauri 2016)
arab. Penjual kacang arab dibantu dua bocah kecil sibuk melayani para pembeli.
Saya duduk manis di dalam bus teringat peribahasa, “dimana ada gula, disitu ada
semut” satu dua orang belanja yang lain segera mengantri untuk mendapatkan
giliran dilayani. Para jamaah ini layaknya pasukan pembeli yang siap membeli
apa saja dimanapun tempat yang dikunjungi.
Selama di Madinah disarankan Pak Yudhi untuk selalu sholat berjamaah di
Masjid dan beri‟tikaf di Masjid. Saya absen sholat shubuh 1x karena cuaca yang
sangat dingin, sholat dzuhur 1x dan sholat ashar 1x karena istirahat dan persiapan
check out Hotel. Pada Jumat malam, jam 21.00 rombongan sampai di Mekah.
Kami mengambil wudhu di Hotel, makan malam, kemudian bersiap untuk
Al Jewar tower hotel, tempat mengiap di Mekah
(Dokumetasi Pribadi, Jauari 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
melakukan Umrah wajib (Thawaf, Sa‟i dan Tahalul) kita bisa memasuki Masjid
Masjidil Haram pukul 23.00 malam.
Dengan ijin Allah rombongan berhasil mendekat ka‟bah ketika thawaf dan
berkumpul lengkap dengan doa yang dipimpin oleh pembimbing saya merasa
terganggu dengan beberapa jamaah dari rombongan lain yang melakukakan
thawaf sambil memegang Tongsis. Selesai thawaf kami melaksanakan sholat
sunnah 2 rakaat menghadap maqom Ibrahim kemudian dilanjutkan untuk Sa‟i
yaitu berlari-lari kecil dari bukit Shawa ke Marwa. Alhamdulillah semua bisa
diselesaikan pukul 01.30 waktu setempat. Kami semua langsung istirahat di
kamar. Rombongan kami menginap di Al Jeewar Tower lantai 9 berjarak sekitar
100 m dari halaman Masjidil Haram. Pagi ini saya absen shubuh berjamaah
karena kecapean dan besoknya jam 10.00 kami melakukan perjalanan ziarah
ditempat Nabi Muhammad dilahirkan kemudian sholat dzuhur berjamaah di
Masjidil Haram.
Ada saat dimana saya merasa biasa saja megikuti seluruh rangkaian ziarah
di dua kota suci seperti saat mengunjungi bekas rumah Rasulallah saat kecil.
Bekas rumah tersebut dijadikan perpustakaan yang tidak terurus dan sebentar lagi
pasti akan digusur. Dari hotel menuju area dalam Masjidil Haram kemudian naik
eskalator menuju jalur thawaf di lantai tiga. Di sanalah bekas area pasar Seng
dimana rumah Nabi sewaktu kecil tinggal bersama Pamannya.
Seketika teringat hujatan-hujatan yang ditulis para Sarjana tentang
kebijakan pemerintah Arab Saudi yang menggusur habis situs-situs bersejarah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
terkait perluasan area Masjidil Haram. Dan benar yang bisa saya saksikan hanya
toilet umum konon bekas rumah Khadijah isteri pertama Nabi. Perpustakaan tak
terurus bekas rumah Nabi sewaktu kecil. Sepertinya pemerintah Arab Saudi tidak
mampu membuat papan nama kecil sebagai penanda bagi para peziarah disemua
situs yang telah luluh lantak. Atau memang begitukah akhir dari perselingkuhan
wahabi dan kapitalisme yang dianut Kerajaan Arab Saudi.
B. Keakraban Berjamaah
Secara umum para jamaah dalam satu rombongan belum mengenal satu
sama lain. Hanya beberapa yang kebetulan masih saudara ataupun sahabat lama.
Namun, seperti halnya kegiatan outbond akan cepat menyatukan semua orang
meski belum kenal, dalam hal ini, melakukan perjalanan umrah secara otomatis
menumbuhkan keterikatan satu sama lain.
Pertama tercermin lewat seragam yang kita kenakan. Selain sebagai
penanda bahwa rombongan kita berbeda dengan rombongan yang lain, seragam
pun dapat menjadi identitas kebersamaan saat umrah. Terutama saat berada
ditengah kerumunan ribuan orang saat melakukan thawaf. Meski pakaian ihram
bagi kaum pria menjadi simbolisasi tidak adanya perbedaan dimata Yang Maha
Kuasa. Bagi jamaah perempuan wajib mengenakan penanda lain untuk
mengetahui posisi rombongan terutama saat terpisah jauh.
Sering terlihat rombongan jamaah lain mengenakan scurf warna-warni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
yang dikalungkan di mukena. Rombongan kami saat Thawaf mengenakan mukena
bertuliskan nama travel, agar para bapak dapat melihat rombongannya.
Pada saat melakukan Thawaf yang pertama kali, kami diminta berbaris
rapat yang terdiri dari 4 orang. Selang-seling perempuan laki-laki. Tujuannya agar
tidak dapat diterobos barisan lain. Biasanya rombongan dari Pakistan atau Afrika
paling suka menerobos jamaah lain. Kata Mutowif kita satu sama lain harus
berpegangan erat dan tidak boleh terlepas. Yang saya ingat, sebelah kiri saya ada
mbak Hani dan sebelah kanan saya bu Citra dan suami. Kita diharapkan
mengingat satu sama lain dan saling mengingatkan bila disamping kita tiba-tiba
terlepas akan tertinggal. Barangkali situasi-situasi seperti ini mendorong
munculnya ikatan emosional di antara jamaah seperti obrolan santai saat makan
ataupun istirahat di hotel.
Kedua, momen tertentu seperti kepanikan sesaat dapat menyatukan ikatan
emosional dan kebersamaan temporer. Seperti kejadian hilangnya satu jamaah
akibat tersesat saat di Madinah. Bapak Rohmat usia 65 tahun, pensiunan guru
tidak kembali ke Hotel saat pertama kali sholat subuh berjamaah di Masjid
Nabawi. Pak Yudhi terlihat panik meski bersikap tenang, persoalannya pak
Rohmat ini yang membawa kunci kamar. Setelah hampir 24 jam baru dapat
ditemukan, ternyata pak Rohmat tertidur meringkuk di pintu masuk No.17.
Sementara Hotel Mubarrok, tempat rombongan kita menginap berada di pintu
No.15. Ujian pertama yang menimpa teman satu rombongan dengan kita. Menjadi
alarm untuk lebih meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian satu sama lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Ketiga saat berusaha memasuki tempat-tempat ijabah seperti Multazam,
atau Hijir Ismail tidak semua dari rombongan dapat memasukinya. Karena
diperlukan strategi dan kerja tim, seperti permainan sepak bola. Saya bersama bu
JN dan bu Udhi mendapat giliran pertama untuk mencoba menerobos lautan
manusia yang sedang Thowaf. Bu JN yang mengajari cara berjalan menyamping
dengan cepat seperti kepiting. Hingga kita dapat mencapai salah satu sudut ka‟bah
dekat Hijir Ismail. Setelah sampai saya segera menempel pada dinding ka‟bah.
Agar tidak terdorong keluar Hijir Ismail. Lalu bu JN memakai aba-aba dan
membentangkan tangannya untuk melindungi saya agar dapat segera sholat
sunnah 2 rakaat di Hijir Ismail. Kita bergantian membentangkan tangan untuk
bergantian sholat. Saya tidak ingat berapa lama saya menempel di dinding ka‟bah
karena tidak bisa bergerak keluar. Sementara bu JN dan bu Udhi sudah dapat
keluar.
Saya sangat terharu atas pengalaman tersebut. Karena sebelumnya saya
tidak berani membayangkan memasuki Hijir Ismail dan sholat sunah di situ. Juga
tidak membayangkan dapat menempel pada dinding ka‟bah dalam waktu yang
agak lama.
Kejadian tersebut terjadi pada hari ketiga di Mekah saat umrah wajib dan
sunnah sudah kita lakukan. Sangat membekas dalam ingatan saya, kalau kita tidak
bisa sendiri untuk mencapai tujuan. Kita butuh orang lain, untuk membantu
menggapai cita-cita. Bahkan kita butuh alasan kenapa semua amal kebaikan kita
harus diterima Yang Maha Pencipta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
C. Pengalaman Spitual Ketika di Raudhoh dan Melaksanakan Ibadah Sai
1. Saat Memasuki Raudhah (Makam Rasulallah SAW)
Raudhoh yaitu berziarah ke makam Rasul saat berada di Madinah,
sekiranya bukan rangkaian ritual wajib yang dilakukan dalam berumrah. Umrah
wajib hanya sekali yang terdiri dari Thawaf, Sa‟i, Tahalul yang dilakukan saat di
Mekah. Seperti kami melakukan umrah wajib saat baru datang ke Mekah. Setelah
umrah wajib tersebut, umrah berikutnya adalah sunnah. Banyak di antara jamaah
yang sama sekali tidak paham segi hukumnya. Namun, Raudhah adalah destinasi
penting di Madinah karena sebagian besar umat islam di dunia meyakini doa-doa
yang dipanjatkan akan diijabah disini.
Dengan didampingi seorang Mukimin perempuan yang ditunjuk travel
rombongan kecil kami bergerak pelan. Beringsut dari shaf ke shaf berikutnya
diselingi sholat sunnat 2 rakaat ditiap pemberhentian. Antara para pria dan
perempuan dipisah rute untuk sampai ke Raudhah. Posisi Raudhoh berada
didalam Inti bangunan Masjid Nabawi berada di area 8 pilar asli Masjid Nabawi
lama yang dulunya adalah kamar Rasul dan mimbar serta mimbar serta kamar
Aisyah. Memasuki Raudhoh artinya berhasil memasuki area makam Rasul. Dari
pukul 6 pagi rombongan kecil kami baru bisa mendekat pukul 10.00 tidak ada
yang tidak menangis saat itu. Kita tidak boleh menegok kebelakang sampai ujung
Raudhah. Karpet tebal berwarna hijau dibawah kubah bulat berwarna hijau, itulah
ciri fisik pertanda sudah sampai Raudhah. Bau harum semerbak membuatku tak
kuasa menahan tangis. Dengan gemetaran setelah sholat 2 rakaat dengan dijaga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
pendamping agar saya tidak terinjak.
Suasana perjalanan menuju Raudhah (Dokumentasi Pribadi, 27 Januari 2016)
Ternyata hal ini juga dialami oleh ibu JN tahun lalu, Ibu JN cerita tentang
pengalamnnya di Raudhah tahun 2015.
“Mbak aku ndak tahu arah tahu-tahu sudah duduk di atas permadani hijau
yang sangat tebal dan harum sekali. Saya nangis ndak bisa berhenti sambil
ngomong ya Allah lindungi saya. Tiba-tiba ada yang menepuk pundak dan
nyuruh saya sholat, saya ingatnya sudah selesai sholat tiba-tiba posisi saya
sudah di depan pintu keluar masjid, badanku menggigil mbak. Saya ndak cerita
siapa-siapa sampai pulang ke tanah air. Waktu tak tanyakan ustadz mengenai
kisah tersebut beliau bilang, “MasyaAllah ibuk ditunjukkan Raudhah yang
sebenarnya bu.” Sejak itu saya slalu ingin umrah setiap tahun, uang bisa dicari
kesempatan dan kesehatan yang gak bisa di beli. Ndak bisa di eyeli setiap orang
pergi umrah pasti punya kisah spiritual masing-masing mbak” (Wawancara 28
Januari 2016).
Lain lagi cerita saat Thawaf mengelilingi ka‟bah dari mbak Sita.
“Saat pergi umrah status saya adalah single parent karena sudah pisah rumah
dengan sang suami kurang lebih enam bulan meski masih menunggu putusan
pengadilan agama terkait hak asuh anak dan pembagian harta gono-gini. Saya
hanya pasrah dan mohon kekuatan pada Alloh SWT supaya dapat pencerahan
bagaimana menatap masa depan bersama ketiga anak-anak saya. Saat saya
melakukan thawaf mengelilingi ka‟bah tanpa saya sadari jilbab saya yang cukup
panjang tersangkut sesuatu yang saya tidak tahu itu apa. Sampai kepala saya
tertarik ke belakang dan tak bisa bergerak dan saya berhenti dan berteriak
meminta tolong untuk di lepaskan karena saya hampir terjatuh akibat dorongan
orang-orang yang juga sedang thawaf. Tiba-tiba ada seorang bapak yang
berhasil melepaskan ujung jilbab saya yang nyangkut, saat itu saya menangis
dan mengucapkan terimakasih padanya sambil melanjutkan kembali thawaf
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
sampai selesai. Pada waktu itu memang dini hari kita berempat perempuan
semua memutuskan untuk tetap di masjid menunggu subuh tiba. Saya berdoa,
ya Allah saya tidak bisa hidup sendiri dengan anak-anak saya, saya butuh
pemimpin rumah tangga bila Engkau berkenan segera pertemukan saya
dengannya. Sepulang umrah bulan februari 2015 satu bulan kemudian saya di
pertemukan dengan laki-laki yang dikenalkan lewat teman saya yang sekarang
jadi suamiku. Selesai masa iddah saya, kami melangsungkan akad nikah
sederhana disaksikan keluarga dan anak- anak kami, dia seorang duda berputra
satu tinggal di Jakarta. Pada bulan februari 2016 kemarin kami berdua
melakukan umrah berdua sebagai rasa syukur kami telah di pertemukan sebagai
suami istri, dan pada bulan haji 2017 insyaAllah kami berangkat menunaikan
ibadah haji berdua” (Wawancara pribadi, 07 Desember 2016).
Suasana Thawaf mengelilingi ka’bah (Dokumentasi Pribadi, Januari 2016)
Bunda Sita sekarang lebih di kenal sebagai motivator dan pendongeng
dakwah untuk anak-anak. Selain mengelola rumah kost kesibukan bunda cantik
ini mengelola dana untuk berbagai program sosial dari . Dari mulai program
peduli Allepo sampai peduli Bima, program rumah tahfidz Kali Code dan masih
banyak lagi. Dia yakin bahwa kalau kita bergerak dan sibuk mengurus umat
InsyaAllah masalah kita pribadi Allah SWT yang akan urusi, begitu pesannya
pada saya.
2. Saat Sa‟i
Saat saya melakukan sa‟i yaitu berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan
Marwa terasa melayang-layang. Pada kondisi antara sadar dan hampir pingsan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
yang saya ingat semua hampir berwarna hijau kekuningan. Suara-suara doa yang
menggema, kadang kaki sangat berat kadang sangat ringan. Suara mutowif
menuntun doa terkadang terdengar kadang juga tidak. Tercium bau yang sangat
wangi lalu menghilang. Dalam hati saya berteriak “ya Allah berikan kekuatan, ya
Allah”. Jangan sampai saya pingsan. Saya tidak mau menggunakan kursi roda
untuk menyelesaikan sai.
Kejadian tersebut pada waktu melakukan umrah wajib seteah thawaf pada
pukul 01.30 dini hari waktu setempat. Barangkali karena kelelahan dapat menjadi
pemicu seseorang berada pada kondisi antara sadar dan tidak. Pada hari kedua di
Mekah saya tanyakan kepada ibu JN saat kami sampai di hotel tentang bau wangi
menyengat saat sa‟i kemarin, bu JN bilang tidak mencium bau apa-apa. Juga para
ibu yang sekamar dengan saya tidak mencium bau apapun saat sa‟i. Saya
putuskan untuk tidak membahas lagi meski dalam hati teringat cerita bu JN yang
di Raudhah saat umrah 2015.
Semua orang pasti mengalami cerita-cerita serupa saat melakukan ibadah
wajib ataupun sunnah dalam umrah. Terlepas apakah memahami atau tidak esensi
dari rangkaian ibadah umrahnya yang jelas hal tersebut menjadi bagian oleh-oleh
untuk handai taulan. Hal ini dapat menjadi kisah inspiratif bagi sebagian orang
pada saat melakukan ibadah umrahnya, bagi sebagian yang lain dapat menjadi
cara untuk mengenali diri dari Tuhannya.
Iya betul dalam kondisi apapun ketika bisa menatap ka‟bah sambil berdoa
kita sulit mengungkapkan dengan kata-kata, akan perasaan susah atau bahagia hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
tersebut diamini juga oleh Ibu JN (51). “itu salah satu alasanku mbak, ngopo tho
aku bolak-balik umrah” ujarnya padaku (Wawancara 30 Januari 2016).
Salah satu sudut di Masjidil Haram saat breafing melakukan umrah wajib
(Dokumentasi Pribadi, Januari 2016)
Akan sedikit berbeda dengan mbak Ul (43) yang sudah dua kali berangkat
umrah, “rasanya puas bisa curhat langsung dengan yang Maha kuasa, bisa minta
apa saja kita dan pasti akan terkabul, itu pengalamanku mbak”, ungkapnya.
(Wawancara 21 Desember 2016).
Ternyata dorongan kuat untuk dapat berangkat umrah lagi karena jaminan
doa akan terkabul. Kalau begitu, apakah doa yang kita panjatkan di rumah tidak
terdengar olehNya? Dengan agak becanda Pak Yudhi menimpali, kalau di sana
(Mekah Madinah) online langsung denganNya 24 jam. Maka bila kita melakukan
hal yang tidak baik langsung akan mendapatkan teguran dari Nya saat itu juga.
Seperti mbak Ul cerita tentang rumah tangganya yang tidak harmonis
bahkan sempat ada keinginan untuk berpisah dengan suami. Sepulang umrah
mereka yang pertama tahun 2013 dia merasa lebih sabar menghadapi suaminya.
Lalu mereka berangkat lagi pada tahun 2014 hubungan mereka sekarang mesra,
begitu ungkapnya (Wawancara 21 Desember 2016).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Saya merasa aneh dengan apa yang disampaikan oleh mbak Ul, tentang
bertransaksi dengan Allah. Maksudnya apa? Karena terakhir berkomunikasi mba
Ul masih saja gelisah dengan rumah tangganya. Bahkan bertanya ingin belajar
tasawuf? Dan mengeluhkan kalau suaminya masih jauh dari syariat Islam.
“Selesai sholat sunnah setelah menyelesaikan thawaf wajib saya mohon
kepada Allah. “Ya Allah mudahkanlah masalah-masalah dalam rumah
tanggaku, ampunilah suamiku, berikan hidayah padanya, tingkatkan selalu
kesabaranku, tunjukanlah jalan yang terang padaku.
Mbak, mungkin ada yang salah dengan doaku, karena sekembalinya kami
dari umrah memang ada ketenangan dalam hati, tapi itu tidak berlangsung lama.
Tidak sampai dua bulan dia (suamiku) kembali pada karakternya. Capek aku
mbak, lelah nunggu dia kapan sadarnya. Jujur mbak masih jauh dari syariat,
padahal anak-anakku sudah mulai remaja, mereka butuh role model. Lha kalau
bapaknya seperti itu gimana aku bisa tenang mbak? Anak-anakku butuh ibu
yang tenang mendampingi mereka. Tahun ini kami memang sedang
menyiapkan dana untuk pergi umrah sekeluarga, buat bekal anak-anak agar
lebih mengenal agamanya. Dan untuk menagih janji Allah Yang Maha
Penyelamat.”
Terus terang mendengar keluhan seperti ini membuat saya berpikir
mengapa banyak perempuan merasa terjebak dengan pilihannya sendiri? Bila
memang sudah tidak sejalan kenapa tidak bisa memutuskan berpisah? Lalu
meminta tangan Tuhan mengubahnya. Bukankah setiap persoalan yang datang
sejatinya ujian kita sebagai makhluk Nya. Kita bisa lulus bisa pula gagal
tergantung cara kita mensyukurinya. Bukan malah menyalahkan Yang Maha
Kuasa.
Seperti umumnya calon jamaah yang akan berangkat umrah disarankan
untuk mengikuti manasik ataupun latihan. Tujuannya agar tidak melakukan
kesalahan saat beribadah umrah bagi yang sudah pernah, tidak perlu untuk datang
manasik lagi. Biasanya saat manasik kita jadi mengenal rombongan kita dan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
teman sekamar nantinya di tanah suci. Waktu itu kami melakukan manasik di
Asrama Haji Donohudan, karena dekat dengan kantor Fistatour.
Yang sudah kukenal saat itu selain Pak Yudhi ada juga Pak Tio suami Sevi
temanku. Kali ini Pak Tio mengantarkan mertuanya yang ternyata sekamar
dengan saya. Pak Tio (42) eksekutif muda asal Yogyakarta. Menurutnya
pengalaman umrah pertama dulu bersama isterinya, hajatnya terkabul. Sejak saat
itu dia berjanji bila ada rejeki ia akan rutin berangkat umrah setiap tahun
(Wawancara 3 Februari 2016).
Lain halnya dengan Ibu Jul (55) yang merasa doanya terkabulkan saat Haji
tahun 2014, asal Boyolali pensiunan guru ternyata sekamar dengan saya. Dia
meminta untuk dipanggil lagi ke Tanah Suci. Secepatnya sebelum dia meninggal.
Dan akhirnya tahun 2016 bisa berangkat umrah bersama keponakannya
(Wawancara 28 Januari 2016).
Setiap orang pasti punya persoalan dengan kadar ujiannya masing-masing.
Namun, dalam hal ini melakukan ibadah umrah telah dipandang sebagai jalan
pintas untuk keluar dari kemelut masalah. Barangkali karena sering melihat
liputan artis atau public figure berangkat umrah saat dirundung masalah, lalu
tanpa kita sadari menjadi hal yang lumrah dan cenderung kita tiru.
Pada akhirnya uraian diatas mengenai pengalaman umrah masing-masing
partisipan saling campur aduk. Kompleksitas pengalaman baik itu ibadah, wisata
maupun belanja juga pengalaman berjamaah akan menjadi poin untuk analisa
pada bab IV nantinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Pada saat melakukan ziarah kita juga sedang melakukan perjalanan wisata.
Pada saat yang sama kita juga ingin memohonkan ampunan dan doa-doa agar
terkabulnya hajat kita. Dengan berurai air mata kita tumpahkan segala keluh kesah
pada yang Maha Pencipta. Kita lupa akan waktu dan suntuk dalam munajat.
Namun ketika kaki kita melangkah keluar pintu gerbang sebagian diri kita tidak
mampu menahan diri untuk memborong barang-barang yang tidak berguna. Kita
ingin terlihat gemerlap dan elegant tapi kita juga ingin terlihat santun dan
bersahaja. Terlalu banyak yang kita inginkan sampai kita lupa, bahwa Yang
Kuasa tidak menginginkan apa-apa dari kita.
Kita hanya manusia biasa yang penuh dusta dan keinginan. Kita hanya
manusia biasa yang penuh nafsu menabung pahala. Dan mengira akan mudah
menukarnya dengan surga. Kita lupa bahwa kita diciptakan untuk meringankan
beban sesama. Bukan untuk berburu surga.
Barangkali melakukan perjalanan umrah dapat memberi dampak yang
berbeda bagi setiap individu, sebagaimana juga berbeda jam biologis setiap tubuh
manusia. Hingga setiap sudut kota Mekah dan Madinah bisa jadi menjadi sakral
dan sangat monumental bagi sebagian besar peziarah. Namun juga bisa menjadi
biasa saja bagi pelancong lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
BAB IV
AMBIVALENSI IBADAH UMRAH DALAM DUNIA YANG CAIR
Bagaimana orang beragama pada era Budaya kontemporer sekarang ini?
Itulah yang akan menjadi fokus dari bab IV ini, yaitu dalam rangka melihat lebih
jauh kondisi huBungan antar manusia antar individu lewat perjalanan umrah itu
sendiri. Dalam hal ini, saya akan menggunakan gagasan Bauman tentang
modernitas-cair yang menyoal akan persoalan krisis manusia sekarang teraleniasi
satu sama lain akibat hilangnya engagement (komitmen) antar individu.
Pada dasarnya, perjalanan umrah itu bagi setiap muslim diyakini sangat
penuh makna, akan tetapi kepenuhan makna saat ini ternyata telah
terkomodifikasi sedemikian rupa. Dengan menjadikan ibadah umrah sebagai
simbol ketaqwaan dan jaminan pengalaman spiritual yang sangat penting bagi
setiap muslim, bisnis perjalanan ke tanah suci menjadi semakin marak.
Ambivalensi muncul di wilayah apa yang diyakini jamaah akan manfaat ibadah
umrah sendiri, seperti menghapus dosa, investasi pahala untuk akhirat dan lain
sebaginya. Hal itu pula, yang dikomodifikasikan, baik oleh para pihak agen
penyelenggara maupun para pelaku umrah itu sendiri. Artinya, meski bisa
dikatakan bahwa yang terjadi adalah proses komodifikasi praktik beragama,
namun kedua belah pihak bisa jadi berangkat dari keyakinan nilai yang sama.
Dengan mempertanyakan bagaimana ibadah umrah dijadikan konsumsi
dan bagaimana spiritualitas bisa dijual? Bagaimana seorang pejalan santai
(stroller) bisa disebut juga sebagai Peziarah (pilgrim)? Atau barangkali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
sebaliknya, Peziarah adalah seorang Pejalan santai? Bagaimana hubungan antar
manusia dalam perjalanan umrah? Apakah antara satu dengan yang lainnya dapat
menjalin ikatan? Berbagai pertanyaan tersebut semoga dapat menjadi pintu masuk
bagi saya untuk menjawab rumusan masalah yang kedua, yaitu: masih adakah
pengalaman ikatan batin dalam berumrah ditengah modernitas yang cair ini?
A. Mengkonsumsi Umrah Menjual Spiritualitas
Seperti kita tahu sulit untuk membedakan antara wisata pada umumnya
dengan wisata religi, yang dalam hal ini adalah perjalanan umrah. Apa yang saya
rasakan saat memilih Paket umrah 10 hari melewati Singapore adalah pilihan
tepat. Alasan utama memang selain beribadah, saya berharap dapat melihat dan
merasakan pengalaman-pengalaman yang terkait dengan ibadah dan konsumsi
demi kepentingan penelitian ini.
Pada tahun sebelumnya saya terpaksa membatalkan keberangkatan umrah
9 hari dikarenakan anak saya sakit. Pada waktu itu, saya tidak menyesal atas
hangusnya DP yang sudah masuk di pihak travel. Karena saya seorang ibu yang
tidak mungkin meninggalkan anak yang sedang sakit hanya untuk berangkat
ibadah umrah. Saya yakin akan ada waktu yang terbaik untuk tenang menjalankan
ibadah umrah. Ternyata anggapan saya itu keliru, tidak ada waktu yang tepat
sampai kita benar-benar mengucapkan niat di dalam hati dan memohon
kemudahan untuk mencapainya. Saya pribadi, memutuskan berangkat karena
selain kebutuhan riset juga atas dorongan orangtua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Kebetulan keluarga besar saya rata-rata sudah berangkat haji dan juga
melakukan ibadah umrah di luar periode haji. Sering saya disindir bercanda
bahwa hanya saya sendiri yang katrok ketika mereka ngobrol seru tentang
pengalaman haji atau umrah. Saya sendiri sebetulnya lebih berhasrat untuk
menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni haji. Tapi karena waktunya masih
lima tahun untuk antri jamaah, keinginan itupun harus saya simpan. Tawaran yang
pasti berangkat dalam waktu satu tahun, juga ada dengan harga 3x lipat dari biaya
ONH, namun saya kurang tertarik, karena hal tersebut memaksakan diri namanya.
Berangkat menjalankan ibadah umrah biasanya disertai suatu keyakinan
kita akan mendapatkan asupan dan pencerahan akan problem hidup kita masing-
masing. Saya pun berangkat dengan niat yang sama dan tekad yang Bulat untuk
dapat beribadah dengan khusyuk dan tenang. Tapi faktanya saya harus berperang
dengan diri saya sendiri untuk selalu menjaga mata, hati, mulut, dan pikiran agar
tidak menyimpan atau membatin segala sesuatu yang Buruk. Hal tersebut saya
lakukan dari mulai niat awal itu muncul, sampai akhirnya saya diperkenalkan
dengan Pak Yudhi, pemilik Fiesta Tour, biro perjalanan yang saya ikuti.
Kesan pertama saat bertemu Pak Yudhi, saya merasa ada kesan positif
yang diperlihatkan oleh Pak Yudhi. Setelah mengobrol basa-basi dan berkenalan
dengan istrinya rasanya sudah seperti teman lama. Barangkali itu kekuatan dari
seorang marketer Pak Yudhi yang dapat membuat orang lain merasa dekat dengan
seketika. Saya pikir saya harus belajar banyak tentang kelincahan berkomunikasi
semacam itu. Mungkin itu terkait dengan tingkat kematangan seseorang. Usia
tidak menjamin penguasaan komunikasi semacam itu. Saya sendiri sering dinilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
sebagai orang yang saklek atau kaku. Kurang pandai bergaul dan bersosialisasi.
Kenyataan tersebut saya akui meskipun saya yakin tidak ingin membawa cacat
bawaan semacam itu.
Setiap orang pasti ingin berubah menjadi lebih baik. Saya pun ingin
sesekali berubah menjadi manusia yang lebih baik. Salah satunya dengan
melakukan perjalanan umrah. Harapannya agar dapat memohon langsung berdoa
dengan khusyuk di tempat-tempat ijabah (jaminan doa akan terkaBul), seBut saja
Multazam, salah satu sudut ka‟bah yang terdapat pintu bertirai, lalu Hijir Ismail,
berada pada sisi salah satu sudut ka‟bah setengah lingkaran, dan tentu saja
Raudhah, yakni makam Rasulullah SAW. Entah mengapa setiap muslim saat
berada ditempat-tempat ijabah tersebut dipastikan bersimpuh dalam sujud dan
berurai airmata. Saya pun demikian, tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata
yang tepat pada momen seperti itu.
Bisa dikatakan pada saat sujud bermunajat di tempat ijabah adalah saat
paling egois, karena saya lupa di mana teman tadi yang duduk di sebelah, atau
depan bahkan belakang, saya tidak mampu peduli kiri atau kanan, depan atau
belakang. Yang diutamakan hanya memikirkan diri sendiri agar tidak terinjak,
terdorong ataupun terjatuh. Tapi saya kembali sadar bahwa tadi berangkat bertiga
dengan Bu Jane dan Bu Udhi dan telah bergantian membentangkan tangan agar
dapat sholat sunnah di dalam Hijir Ismail.
Apabila orang sering menyebut pengalaman spiritual, mungkin itu yang
dimaksudkan. Barangkali itu yang dicari dan dirindukan banyak muslim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
nusantara. Bisa jadi itu yang disebut sebagai salah satu alasan dan cara
mengkonsumsi ibadah umrah itu sendiri. Selain investasi pahala, pengampunan
dosa, juga tersedia pengalaman-pengalaman spiritual yang menantang untuk
dibuktikan. Terlebih saat saya silaturahmi kepada kerabat atau tetangga yang
pulang haji ataupun umrah. Banyak pengalaman spiritual yang diceritakan dengan
beragam versinya. Tetapi intinya adalah sama. Rasa bersyukur telah pulang
dengan selamat, rasa bangga telah mengalami teguran Allah SWT lewat kejadian-
kejadian di luar nalar pikiran manusia.
Seperti kisah kedua orang tua saya saat pergi umrah pada tahun 2014
bapak dan ibu saya berselisih paham tentang jalan kembali ke hotel waktu di
Makkah, akibat pertengkaran kecil tersebut keduanya tersesat sampai memanggil
taxi untuk diantarkan ke alamat. Setelah taxi berjalan ternyata hanya berjarak 100
m dari komplek Masjidil Haram. Lalu ibu saya menangis dan memohon maaf
kepada bapak saya.
Masih banyak cerita serupa semacam itu. seperti halnya Pak Rohmat yang
tersesat lalu ditemukan tidur meringkuk di pintu keluar Masjid Nabawi. Saya
tidak mengenal Pak Rohmat dengan baik. Saya hanya tahu bahwa dia pensiunan
guru yang berasal dari Klaten. Semenjak kejadian tersebut pada hari pertama di
Madinah Pak Rohmat enggan mengobrol dengan jamaah yang lain. Saya menduga
setelah pulang ke Tanah Air saat Pak Rohmat kunjungi sanak saudara dia akan
bersemangat menceritakan pengalaman tersesatnya itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Dari pola seperti ini bisa dikatakan perjalanan umrah menjanjikan
pengalaman-pengalaman unik dan cerita-cerita saya menyebar secara alami
memenuhi ruang bersandar masing-masing orang yang belum berangkat umrah
lalu memiliki angan-angan dengan bertanya kapan giliran saya? Saya pernah
menyimpan rapat-rapat cerita saat menjalani ibadah umrah. Bukan karena apa,
tetapi khawatir ceritanya garing. Paling ditanya saudara kemarin dimana
menginapnya? Bisa menyelesaikan rangkaian umrah berapa kali?
Saat saya bercerita pada kedua anak saya yang masih usia SD saya hanya
menceritakan bahwa saya sudah mendoakan mereka supaya jadi anak yang baik.
Dan mereka lebih antusias membuka oleh-olehnya masing-masing.
Teringat kata Pak Yudhi, kalau doa-doa di tempat ijabah pasti langsung
didengar dan dijawab Allah SWT. Saya pun percaya apa yang telah kita ucapkan
dan batinkan pasti akan segera menjadi nyata. Saat iseng ditanya suami aPakah
saya mau bila diajak berangkat umrah lagi bersama suami? Saya bilang tidak mau.
Tetapi kalau pergi berhaji saya siap. Kebetulan suami sudah pergi haji sendiri
delapan tahun yang lalu. Alasan saya tidak ingin berangkat umrah lagi di luar
periode haji lebih karena bentuk efisiensi dana dan waktu. Masih banyak hal yang
lebih penting secara dana dan waktu yang dapat digunakan untuk hal yang lebih
bermanfaat. Salah satunya memberi beasiswa untuk sekolah bagi anak-anak yang
kurang mampu misalnya. Apakah pikiran saya itu akibat dari munculnya
kesadaran baru sebagai manusia setelah menyelesaikan ibadah umrah?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Bila demikian berarti kepergian umroh saya memiliki dampak yang baik.
Karena tidak mungkin saya berpikiran lain tentang ibadah umroh selain niat
ibadah, awalnya demikian. Tapi setelah jalan-jalan di Singapore dulu rasanya
seperti mengikuti fieldtrip sekolah anak SMP. Kemudian waktu pemberangkatan
malam harinya dari bandara Changi kembali disodorkan bahwa niat beribadah
umroh dengan membaca doa Safaat bersama memBuat ingatan tentang kota suci
melekat kuat.
Perjalanan ditempuh kurang lebih 9 jam, selama itu setiap nafas saya
melantunkan dzikir dalam hati penuh kepasrahan memohon perlindungan agar
selamat sampai tujuan. Saya tidak ingat siapa disamping saya dan didepan saya.
Terlalu sibuk dengan fikiran saya sendiri. Bahkan rasa senang saat jalan-jalan dan
selfie di Merlion tadi sudah tidak ada bekasnya. Hati saya bergemuruh, khawatir
terhenti mengucap dzikir dalam sekelebatpun.
B. Antara Pejalan santai dan Peziarah, serta Pengembara dan Pelancong
Saya pikir kita sulit membedakan kapan saat kita mendekati jenis
gambaran manusia Pejalan santai sebagaimana yang Bauman maksudkan: jalan-
jalan yang iseng seperti jalan-jalan sore, melintasi bangunan-bangunan megah
sambil membeli barang-barang. Dalam penjadwalan setiap perjalanan ibadah
umroh sudah tercatat agenda dari hari pertama sampai hari kesepuluh. Tentunya
jadwal tersebut sudah disusun sedemikian rupa sehingga menjadi rangkaian
kegiatan yang menarik. Dengan jadwal tersebut, saya merasa tidak bisa keluar dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
keharusan kapan menjalani peran sebagai Peziarah dan Pejalan santai. Karena
susunan jadwal perjalanan mengharuskan demikian. Misalnya, hari pertama tiba
di masjid Nabawi maka kita sudah shalat subuh berjamaah dilanjutkan memasuki
Raudhah.
Suasana begitu kental dan mengharu biru, sangat membekas dalam
ingatan. Saat itulah kita menjalankan peran sebagai seorang Peziarah. Namun,
selesai berziarah kita pun diajak menelusuri area masjid Nabawi sambil
menghafalkan rute menuju hotel tempat menginap. Rasa takjub melihat keindahan
bangunan masjid Nabawi serta syahdunya suara adzan menjadikan kita manusia
pejalan santai pada saat jalan-jalan seperti itu. Ditambah setiap petang dan
shubuh, pasar tiban di halaman masjid memaksa kita untuk melihat-lihat,
menawar, dan akhirnya membeli.
Saya merasa menjadi Pelancong saat diajak menelusuri bermacam
museum yang ada di sekitar masjid Nabawi. Terdapat museum Nabi Muhammad
lengkap dengan diorama rumah rasul yang beratap pelepah kurma. Juga museum
Asmaul Husna yang melukiskan semua sifat-sifat Allah lengkap dengan tayangan
multimedia tentang awal mula bumi diciptakan sampai gambaran terjadinya hari
kiamat. Lalu apa pentingnya atraksi Pelancong museum semacam itu bagi lansia
yang buta aksara yang untuk melangkahkan kaki saja kadang merasa harus
menggunakan kursi roda. Bukankah lebih baik mereka ini melakukan ibadah
(i‟tikaf) di dalam masjid sambil berdzikir atau berdoa semaunya. Hal tersebut
sebagai fakta bahwa sungguh sulit untuk mengelak dari berlakunya jadwal
perjalanan dari pihak travel yang tanpa kita sadari menjebak kita untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
membawakan identitas kita sebagai Pejalan santai disatu sisi dan menjadi Peziarah
di sisi lainnya.
Kemudian pada hari kedua di Madinah kita diajak berwisata ke kebun
kurma. Kegiatannya selain berfoto-foto tentunya berbelanja aneka macam kurma.
Saya ingat pesan suami untuk tidak perlu belanja banyak kurma disini. Cukup
membeli kurma Rasul (kurma yang harganya paling mahal diantara kurma
lainnya) hanya untuk dikonsumsi sendiri selama di Tanah suci dan untuk
dikonsumsi di rumah nanti. Menurut saya tidak ada yang istimewa dari
pemandangan kebun kurma tersebut karena waktu itu musim dingin dan belum
musim berbuah. Rasanya sama seperti saat pergi berkebun salak pas belum musim
berbuah, namun di pintu gerbang kebun banyak terdapat pedagang buah salak. Ya
seperti itulah mental pelancong yang tiba-tiba menghinggapi seluruh rombongan.
Tawar sana-sini belanja sebanyak-banyaknya mumpung masih di sini.
Setelah puas berbelanja di kebun kurma kita diajak menuju masjid Quba,
seBuah masjid yang pertama kali didirikan Nabi Muhammad SAW saat hijrah ke
Madinah. Seluruh rombongan turun kemudian mengambil wudhu untuk
melakukan sholat sunnah tahiyatul masjid. Banyak rombongan bisnya bergantian
untuk dapat memasuki masjid Quba. Sebagaimana tuntunan amalan ketika
memasuki masjid di awali dengan sholat sunnah sholat sunnah qobliyah (sebelum)
atau ba‟diyah (sesudah) kemudian dilanjutkan sholat sunnah takhiyatul masjid
yang akan mengantarkan pada moment i‟tikaf (menyepi) di dalam masjid sesuai
kebutuhan. Selama i‟tikaf tentunya kita bisa memilih apakah hanya dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
berdzikir dan sholawat ataupun melakukan sholat-sholat sunnah dan juga
membaca alquran.
Lebih dari itu saya melihat banyak orang yang melakukannya dengan
terburu-buru. Karena jamaah bus yang mulai berdatangan membuat masjid Quba
penuh dengan jamaah dari berbagai negara. Saya sempat berfoto dengan Bu Udhi,
bahkan selfie dengan latar belakang menara masjid Quba. Begitulah berganti jam
dan tempat serta kegiatan dengan serta merta identitas kita berubah seketika. Saat
di dalam masjid menjalankan sholat sunnah dan berdoa. Saya adalah Peziarah,
begitu saya sibuk selfie sesungguhnya saya adalah seorang Pelancong.
Lalu kapan saya menjadi seorang Pengembara? Adalah ketika saya
menyadari arti perjalanan itu sendiri. Terkadang sepi sendiri ditengah hiruk pikuk
jamaah lainnya. Bila sebagai seorang Pelancong kita mengagumi tempat atau
benda maupun keBudayaan yang kita koleksikan, maka ketika kita mengunjungi
sebuah tempat bukan untuk menikmati tempat tersebut tetapi lebih karena kita
“pernah” datang ke tempat tersebut, pada saat itu kita adalah Pengembara. Rasa
seorang yang hinggap di hati saat berhasil menjamah ka‟bah, dan berdoa sambil
menatap Baitullah, mungkin saja mental Pengembara dan Pelancong sedang
menyergap tiba-tiba.
C. Antara Bersosialisasi dan Berjalin-Ikatan
Pernahkah kita sadari bahwa kita yang merasa terasing satu sama lain, baik
dengan saudara, teman, maupun orangtua kita sendiri. Saat sebelum perjalanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
umrah bersama rombongan Fiesta Tour berjumlah 32 orang, masing-masing dari
kita baru mengenal satu sama lain. Pada awalnya saya hanya mengenal Pak Yudhi
dan Pak Tio kemudian mertua Pak Tio lalu Bu Jane dan suaminya, dan sampai
hari-H pemberangkatan di Bandara Adi Sucipto saya belum mengenal yang
lainnya. Meskipun saya yakin bahwa saya adalah mampu mengingat wajah
dengan cukup baik, tetapi saya termasuk orang yang sulit menghafal nama orang.
Ketika doa bersama sebelum berangkat diseButkan Pak Yudhi yang memimpin
adalah ustadz Ahmadi, belakangan saya baru paham kalau beliau seharusnya
petugas mahrom, semacam pembimbing bagi saya.
Sampai memasuki pesawat Air Asia menuju bandara Changi rasanya saya
sendirian. Meskipun rombongan kita disatukan oleh seragam batik dan koper
berinisial Fiesta Tour satu sama lain belum sempat berbincang akrab. Ustadz
Ahmadi kebetulan disebelah saya duduknya mencoba mengajak berbicara basa-
basi. Kenapa sendirian? Tinggalnya dimana? Kok suami tidak ikut? Adalah
pertanyaan yang coba saya jawab dengan datar juga. Saya sendiri heran merasa
terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan demikian. Rasanya saya kesulitan
memulai obrolan ringan dengan orang baru kenal atau baru bertemu. Terlebih bila
lawan bicara tidak bisa memberi pancingan obrolan yang menarik bagi saya. Saya
akan berpura-pura tidur biasanya. Mungkin itu sebabnya suami saya sering
berkata bahwa saya adalah jenis manusia yang menyebalkan jika sudah seperti itu.
Entahlah, saya pikir semua orang mengalami kesulitan yang sama atau mirip
dengan saya. Kikuk tiba-tiba ketika bertemu dengan orang lain entah baru ataupun
teman lama. Mengapa? Karena kita lebih “chemistri” bahasa kekiniannya ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
membahas sesuatu atau komen lewat medsos, sejenis WhatsApp, BBM atau yang
lainnya. Kita mudah disatukan oleh kesamaan pandangan atas isu tertentu.
Begitupun kita mudah tercerai beraikan oleh perbedaan pandangan terhadap suatu
isu yang lagi hangat.
Saya merasa beruntung tidak menggunakan medsos di luar urusan binis.
Saya merasa lebih aman jika kehidupan pribadi saya tidak banyak diketahui orang
lain. Mungkin saya tidak sendirian berpikiran demikian. Banyak diantara kita
ingin diketahui orang lain dalam berbagai hal kehidupan pribadinya. Sedang
dimana, makan apa, memikirkan apa dan siapa adalah serangkaian ekspresi yang
dapat ditunjukkan melalui DP status medsosnya. Kita benar-benar hidup dalam
dunia artifisial yang sesungguhnya.
Kesibukan orang sekarang adalah mengkonstruksi berlapis identitas
dengan antusias berburu lokasi dari berbagai destinasi wisata yang paling
“ngehits” di penjuru dunia. Kepentingannya adalah mengkoleksi foto atau video
menarik untuk dapat di pamerkan lewat medsos. Kita bisa mengecek lewat DP
status teman-teman kita atau siapapun banyak sekali yang memasang foto berlatar
belakang ka‟bah, atau area masjid Nabawi, laut Merah, dan lainnya. Pernah suatu
kali saya memasang foto selfie berlatar belakang ka‟bah tanpa sengaja sebagai
DP status BBM. Kemudian sayapun mendapatkan “like” dari berbagai teman yang
saya kenal atas foto yang saya pasang. Tiba-tiba saja saya merasa malu dan segera
menggantinya dengan gambar lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Apa yang saya rasakan tersebut bisa jadi merupakan ambivalensi saya
sebagai seorang muslim yang merasa memahami bahwa malu rasanya
memperlihatkan diri kita sedang beribadah, karena itu hal yang bersifat pribadi,
antara diri dan Tuhan. Bahwasanya ibadah tidak selayaknya dipamerkan, karena
akan mengurangi nilai ibadah itu sendiri.
Namum apa daya, barang kali itulah persoalan konstruksi identitas lewat
mengkonsumsi ibadah umrah. Secara tidak sadar kita ingin segera mengabarkan
kepada semua orang melalui media sosial tentang apa yang sedang kita alami.
Terlebih lagi saat ini kecenderungan tersebut semakin dilihat sebagai sesuatu yang
lumrah dan tak lagi dipersoalkan. Semakin banyak kita mendapat pengikut,
semakin besar pula kemungkinan kita dikenal. Dengan demikian kita dapat
memetakan dan mengambil manfaat seluas-luasnya dari jaringan media sosial.
Identitas sebagai netizen sekarang menjadi ukuran seberpa “gaulnya” diri
kita ini. Menjadi cara bersosialisasi untuk mendapatkan rasa “secure” yang
melanda manusia sekarang, bahkan menjadi strategi bisnis yang ampuh untuk
menjaring pelanggan lewat Facebook, Instagram, Twitter dan lain sebagainya.
Mengikuti rangkaian ibadah seperti saat thawaf mampu memberikan rasa
ikatan emosional di antara sesama manusia pada satu sisi. Namun di sisi lainya
masing-masing sibuk melindungi diri agar tidak terjatuh maupun terdorong. Hal
yang sama juga saya rasakan saat sa‟i, rasa kebersamaan yang tumbuh saat saya
melakukan rangkaian ibadah thawaf dan sa‟i tidak mampu memBukakan jalan
untuk saya lebih dekat dan menyatu satu sama lain diantara teman serombongan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Pengalaman semacam ini tridak cukup membuat kita saling peduli satu sama lain.
Tidak cukup untuk membangun jalinan diantara kita yang sesungguhnya,
mengapa?
Karena rasa aman kita sesungguhnya berada pada posisi yang sangat
dilematis. Kita merindukan kebersamaan hubungan antara manusia sebagaimana
kita makhluk sosial. Namun juga, kita tidak mau ruang privasi kita dimasuki
orang lain karena sejatinya kita makhluk individual. Tapi menjadi aneh di masa
yang cair sekarang ini ruang privasi kita ingin orang lain mengetahuinya akibat
aktif bersosial media.
D. Makna Umrah di Tengah Konsumerisme: sebuah Refleksi Kritis
Fenomena masiv orang berumrah dapat dikatakan sebagai gambaran
betapa kompleksnya persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat muslim
kelas menengah Indonesia dalam rangka mengekspresikan keagamaannya. Bila
pada modernitas yang solid (modern) agama tidak mendapatkan tempat akibat
rasionalisasi dalam segala sisi kehidupan manusia ditentukan oleh kekuatan
lembaga-lembaga atau instuisi yang mengaturnya. Tidak demikian dalam masa
modernitas yang cair ini (posmodern) dimana agama mendapat ruang ekspresi
yang luas lewat jalan konsumsi. Konsep “homoconsumer” dalam modernitas cair
mengandaikan manusia beragama memperlakukan ekspresi keagamaan dalam hal
ini melakukan ibadah umrah bagi seorang muslim dapat dipandang sebagai bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
dari cara mengkonsumsi itu sendiri. Spiritualitas menjadi komoditi paling laris di
abad ini.
Saya tidak sepenuhnya sepakat atas hal tersebut karena bagaimanapun kita
juga mahluk primordial yang akan rindu terus menerus terhadap imajinasi kolektif
kita sebagai muslim, yaitu Baitullah. Hal tersebut lantas disamakan dengan
perjalanan wisata ke luar negeri yang sudah menjadi gaya hidup muslim kelas
menengah. Dengan kata lain melakukan ibadah umrah itu sangat penuh makna
bagi setiap muslim. Sebagai media mendekati Tuhannya dan kembali pada-Nya,
artinya menjadi manusia yang lebih baik. Jadi pergi umrah Buka melulu konsumsi
sebagaimana “homoconsumer” yang Bauman maksudkan. Paradoksnya terletak
pada sistem perjalanan secara keseluruhan diatur oleh mekanisme industri
pariwisata dunia yang berlaku umum.
Ambivalensi ibadah umrah berada pada keyakinan akan manfaat ibadah
umrah yang dipahami secara sama, baik oleh penjual (agen perjalanan) ataupun
pembeli (jamaah). Antara lain yang dipahami secara umum adalah umrah dapat
menghapus dosa, investasi pahala dan lain sebagainya.
Ambivalensi dapat dilihat juga dari upaya mengkontruksi identitas melalui
konsumsi. Dalam hal ini individu tidak kuasa menahan diri untuk mengungah saat
berumrah ke dalam akun media sosialnya. Meskipun demikian yang saya rasakan
saat melaksanakan ibadah thawaf yang pertama kali, suasana kekhususkan sangat
terjaga. Pun dalam suasana kiri dan kanan saya beberapa jamaah lain sibuk
memegang kamera dan tongsis untuk merekam ibadah thawaf tersebut. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
menunjukkan bahwasannya nilai ibadah tidak terpengaruh oleh peristiwa ataupun
aktivitas konsumsi.
Sedangkan rasa malu yang saya rasakan saat memasang foto saat berumrah
adalah wujud dari nilai-nilai ajaran yang juga telah menyatu dalam diri. Bahwa
urusan ibadah adalah urusan pribadi dan tidak sepantasnya ditunjuk-tunjukkan
pada dunia. Apalagi jika tanpa malu menyatakan bahwa saya adalah hamba yang
bertaqwa. Memang demikianlah naik turunnya keimanan manusia. Bermacam
ajaran maupun amalan ibadah yang dilakukan manusia dapat meningkatkan kadar
keimanan seseorang. Namun sekaligus dapat menurunkan bahkan menjatuhkan
makna iman itu sendiri. Dalam hal ini rasa ujub/bangga menjadi hamba yang
bertaqwa terhadap diri sendiri, merasa lebih baik dari pada orang lain.
Kategorisasi manusia posmodern ala Bauman tidak dapat dilihat secara
terpisah dalam rangkaian orang melakukan perjalanan ibadah umrah. Karenanya
semua identitas manusia posmo tersebut dapat dialami secara bersamaan saat
orang berumrah. Antara pengalaman satu dengan yang lain diikat oleh jadwal
perjalanan yang sudah ditentukan oleh biro travel penyelenggara. apalagi bila
melakukan perjalanan umrah secara mandiri seperti para backpacker.
Identitas kemusliman, merujuk pada kerangka beripikir Bauman, pada
masa sekarang adalah juga identitas kemusliman homo consumer. Begitupun yang
diandaikan dalam identitas pada masa modern cair ini, identitas ini menjadi cair
melalui jalan konsumsi. Dari sini kita akan bisa menemukan cairnya identitas
kemusliman tersebut, baik dalam pola relasi individu, maupun dalam praktek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
peribadatan. Dalam ibadah umrah, kekhusukan saat melakukan rangkaian ibadah
berbanding lurus dengan gemerlapnya atraksi pelancong. Dalam segala agenda
kegiatan perjalanan umrah, identitas kita juga berubah dari peziarah menjadi juga
pejalan santai, kemudian menjadi pelancong, dan sekaligus pengembara pada saat
yang bersamaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
BAB V
PENUTUP
Penelitian tesis ini memakan waktu kurang lebih tiga tahun. Proses dari
berkembangnya ide dan kebutuhan data telah saya lakukan dari mulai
mengumpulkan informasi-informasi terkait tema penelitian, yaitu “budaya
umrah”. Oleh karena itu saya juga telah melakukan perjalanan umrah bersama
sebagian partisipan yang saya pilih. Dan fenomena yang saya tangkap selanjutnya
say abaca menggunakan beberapa konsep Zygmunt Bauman sebagai objek
pendekatannya.
Agar mampu menggambarkan secara lebih mendalam realitas yang
dialami oleh para partisipan, saya memilih etnografi baru sebagai metode.
Etnografi baru memungkinkan saya untuk menggabungkan data hasil wawancara
dengan pengalaman saya sendiri. Dengan demikian diharapkan mampu membuka
ruang yang lebih reflektif.
Fenomena perjalanan umrah kini telah menjadi ungkapan ketaqwaan bagi
kalangan muslim kelas menengah Indonesia. Bila pada masa awal kemunculannya
pada masa orde baru kelas menengah muslim ini hadir demi merebut ruang
politik, peran tersebut pun kini telah bergeser seiring perubahan zaman. Pada era
modern cair ini agama tidak terlampau lagi mendapatkan ruang di ranah politik,
melainkan justru dalam ranah konsumsi. Oleh karena itu kelas menengah muslim
saat ini tidak lagi berlomba untuk menjadi bagian dari suatu kerja politik tertentu.
Arah dari setiap kerjanya kini telah terengkuh masuk ke dalam kepentingan bisnis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
dan pasar, dan tak terkecuali juga yang berkaitan dengan praktek keberagamaan.
Aktivitas ibadah umrah adalah bentuk konsumsi terhadap ibadah umrah itu
sendiri, karena nilai-nilai yang diyakini, baik oleh penjual (pihak travel) ataupun
pembeli (jamaah) adalah sama.
Namun ambivalensi tidak hanya berada pada nilai-nilai yang diyakini
secara sama, tapi juga berada di tengah antara pengalaman rohani dan konsumsi
itu sendiri. Akibatnya tipologi manusia postmodern Bauman (pembelanja,
pelancong, dan pengembara) sulit dipisahkan dalam kaitannya dengan proses
perjalanan ibadah umrah tersebut. Identitas sebagai pembelanja bercampur dengan
yang lain. Antara pengalaman satu dengan yang lain diikat oleh jadwal perjalanan
yang telah ditentukan oleh pihak travel.
Di sisi lain, kebersamaan yang dialami oleh para jamaah secara temporer
selama menjalani seluruh rangkaian ibadah umrah juga tidak cukup untuk
menumbuhkan jalinan ikatan sosial yang mendalam di antara mereka. Namun hal
itu bukan berarti membuat mereka menjauh satu sama lain, karena justru mereka
selalu butuh untuk bersama. Rasa tidak aman (insecurity) terus mendorong
manusia untuk berkomunitas. Melalui umrah mereka menemukan sebuah
kebersamaan yang mereka rindukan. Namun pada saat yang bersamaan mereka
juga tidak ingin berbagi hal-hal yang bersifat pribadi.
Maka jika fenomena umrah ini dibandingkan kembali dengan fenomena
kebangkitan kalangan muslim kelas menengah di masa Orde Baru, kita akan bisa
melihat perbedaan yang sangat signifikan. Pada masa Orde Baru, sebagaimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
telah saya jelaskan pada Bab II, kebangkitan muslim kelas menengah bertujuan
untuk menyerukan aspirasi dan merebut ruang-ruang politik, tatkala pada masa itu
rezim pemerintahan Suharto begitu ketat membatasi berbagai geliat sosial-politik
masyarakat. Sementara sangat berbeda dengan masa itu, budaya umrah yang
meledak pada saat ini secara sosial menurut saya belum bisa dimaknai sebagai
representasi dari geliat identitas politik tertentu, karena dari praktek yang terjadi
belum cukup mampu membuat para pelakunya menyandang identitas yang
spesifik dan berbeda. Satu-satunya hal yang bisa kita identifikasi dari fenomena
umrah ini adalah semakin mencairnya batas antara ruang, waktu atau aktivitas
ibadah dan konsumsi. Ketika kita melakukan umrah ke tanah suci, apakah pada
saat itu kita hanya sedang beribadah, atau juga sedang mengkonsumi komoditas
tertentu? Hal ini menjadi sulit untuk dipastikan. Terlebih lagi keempat tipologi
manusia modern cair menurut Bauman tersebut semakin menguatkan bahwa pada
era ini tidak dimungkinkan lagi bertahannya identitas yang solid. Semua melebut
menjadi satu bersamaan dengan semakin derasnya arus budaya massa yang kian
mengkondisikan manusia untuk hidup secara ambivalen. Semakin menjadi
individual, dan secara bersamaan menginginkan komunitas karena semakin
merasakan ketidakamanan.
Pada akhirnya, dalam melihat fenomena perjalanan umrah dalam konteks
perkembangan kelas menengah muslim Indonesia ini, saya pesimis hal tersebut
mampu menjadi bagian dari ruang transformasi, baik secara individual maupun
sosial. Mengapa demikian? Dalam perjalanan umrah tidak saya temukan
tumbuhnya solidaritas sosial antar jamaah yang berkelanjutan. Meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
melakukan perjalanan umrah akan memberi dampak positif bagi setiap individu,
tapi tidak secara kolektif maupun sosial. Fenomena umrah ini tidak memberikan
dampak perubahan yang berarti, khususnya dalam konteks bagaimana kelas
menengah muslim Indonesia ini berkontribusi terhadap dinamika persoalan sosial
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Muslim. 2009. Bersujud Di Baitullah. Jakarta: Kompas Gramedia
Bauman, Zygmunt. 1996 “From Pilgraims to Tourist – or A Short History of
Identity” dalam Stuart Hall and Paul du Guy (ed.). Question of Culture
Identity. London: Sage
_____. 2004 . “Identity Conversations with Benetto Vecchi”, London: Sage
Blackshaw, Tony. 2005. Zigmunt Bauman. London & New York: Routledge
Darmadi, Dadi. http://www.ipminstitut.com/2014/menjual-simbol-agama.html. Di
download pada 5 Mei 2016
Feathersone, Mike. 2005. Postmodernisme dan Budaya Konsumen. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Heryanto, Ariel. 2015. “Identitas dan Kenikmatan”, Jakarta : KPG Gramedia.
Lee, Raymond L.M., 2004. “Bauman, Liquid Modernity and Dilemmas of
Development”. London: SAGE
Lucking. Mirjam. 2014. “Making “Arab” One‟s Own: Muslim Pilgrimage
Experience In Central Java”. Internationales Asian Forum. Vol.45 (2014).
No.1-2.
Moeflich, Hasbullah. 2012. “Sejarah Sosial Intelektual Islam Di Indonesia”.
Bandung : Pustaka Setia.
Majid, M. Dien. 2008. “Berhaji Di Masa Kolonial” CV sejahtera, 2008.
Saukko, Paula. 2003. “Doing Research in Cultural Studies: an Introduction to
Classical and New Methodological Approache”s. London: SAGE
Publication
Sidik, Fatah. http://www.lensaindonesia.com/2014/12/16/ahok-lepas-
pemberangkatan-umroh-30-marbot.html. Di download pada 10 Mei 2016
Sucipto. 2013. Kontekstualita, vol. 28, No. 1.
Yuswohadi. 2014. “Marketing To The Middle Class Muslim”, Jakarta : Gramedia.
_______________________
Arminareka Perdana, Grafik Peningkatan Jumlah Jamaah Umrah,
https://arminarekaperdanamakassar.wordpress.com, diakses pada tanggal 9
April 2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Kapanlagi.com/jumat,27/feb/2015/Jupe-umrah-kedua.html.kpl/hen/gtr.
Didownload pada 11 Mei 2016
Kawanpendi, Tren Liburan sebagai Indikasi Meningkatnya Daya Beli Kelas
Menengah, (https://kawanpendi.com/2016/05/05/tren-liburan-sebagai-
indikasi-meningkatnya-daya-beli-kelas-menengah/), diakses pada tanggal 9
April 2018
m.detik.com/news/berita/31 didownload pada tgl 17 Mei 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI