membangun kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran matematika melalui penerapan metode...

14
MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING Oleh: Widodo Winarso Dosen Jurusan/Prodi Tadris Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Syekh Nurjati Cirebon email : [email protected] Abstrak Pembelajaran di sekolah merupakan sebuah wadah untuk menjadikan siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Akan tetapi, semua orang memiliki metode pembelajaran yang berbeda-beda. Dalam pembelajaran seluruh siswa yang akan menerima pembelajaran harus bisa memahami penjelasan yang diberikan oleh guru. Sehingga, tugas guru adalah mencari metode pembelajaran yang dapat memberikan pemahaman siswa. Dengan menggunakan metode probing prompting, guru dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang dipelajari. Metode probing prompting dapat membantu siswa dalam belajar dengan cara guru menuntun atau mengarahkan siswa kepada pengetahuan yang baru dengan cara memberikan pertanyaan pertanyaan atau masalah yang dapat meningkatkan dan menggali pengetahuan serta menjadikan siswa berpikir kritis terhadap pengatuahan yang akan diterimanya. Metode ini pembelajarankan siswa untuk lebih mandiri dalam mencari pengetahuan yang belum diketahui sebelumnya. Metode probing prompting adalah salah satu cara untuk meningkatkan berpikir kritis siswa dengan menggunakan pertanyaan pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa untuk bisa menggali pengetahuan yang belum mereka ketahui. Maka tugas seorang guru dalam metode ini adalah memberikan pertanyaan yang dapat merangsang siswa agar menjadi aktif bertanya dan berpikir kritis dalam menjawab. Untuk metode probing prompting tidak hanya memerlukan pemikiran, melaikan aktifitas fisik tetap diikut sertakan, karena dalam metode belajar tersebut siswa dapat melakukan diskusi diskusi kecil dengan temannya agar dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dalam diskusi tersebut, siswa mendiskusikan jawaban atas petanyaan yang diberikan dan melatih siswa untuk berpikir dan bersosialisai.Untuk mengetahui pemahaman siswa atas pelajaran yang diajarkan, guru akan memberikan pertanyaan yang bersifat menggali pengetahuan siswa bahkan ketika siswa menjawab pertanyaannya tidak tepat dalam metode ini guru harus memberikan pertanyaan kembali akan tetapi pertanyaan dalam bentuk kata yang paling sederhana dan dapat dimengerti oleh siswa yang sifatnya menuntun kepada jawaban yang diinginkan. Sehingga hasil pembelajaran matematika dapat menjadi lebih baik. Kata kunci : Kemampuan berpikir kritis, pembelajaran matematika, metode probing prompting

Upload: iain-sekh-nurjati-cirebon

Post on 18-Jul-2015

502 views

Category:

Education


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN

METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

Oleh:

Widodo Winarso

Dosen Jurusan/Prodi Tadris Matematika

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Syekh Nurjati Cirebon

email : [email protected]

Abstrak

Pembelajaran di sekolah merupakan sebuah wadah untuk menjadikan siswa menjadi lebih

baik dari sebelumnya. Akan tetapi, semua orang memiliki metode pembelajaran yang

berbeda-beda. Dalam pembelajaran seluruh siswa yang akan menerima pembelajaran harus

bisa memahami penjelasan yang diberikan oleh guru. Sehingga, tugas guru adalah mencari

metode pembelajaran yang dapat memberikan pemahaman siswa. Dengan menggunakan

metode probing prompting, guru dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap

pembelajaran yang dipelajari. Metode probing prompting dapat membantu siswa dalam

belajar dengan cara guru menuntun atau mengarahkan siswa kepada pengetahuan yang baru

dengan cara memberikan pertanyaan – pertanyaan atau masalah yang dapat meningkatkan

dan menggali pengetahuan serta menjadikan siswa berpikir kritis terhadap pengatuahan yang

akan diterimanya. Metode ini pembelajarankan siswa untuk lebih mandiri dalam mencari

pengetahuan yang belum diketahui sebelumnya. Metode probing prompting adalah salah

satu cara untuk meningkatkan berpikir kritis siswa dengan menggunakan pertanyaan –

pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa untuk bisa menggali pengetahuan yang belum

mereka ketahui. Maka tugas seorang guru dalam metode ini adalah memberikan pertanyaan

yang dapat merangsang siswa agar menjadi aktif bertanya dan berpikir kritis dalam

menjawab. Untuk metode probing prompting tidak hanya memerlukan pemikiran, melaikan

aktifitas fisik tetap diikut sertakan, karena dalam metode belajar tersebut siswa dapat

melakukan diskusi – diskusi kecil dengan temannya agar dapat menjawab pertanyaan yang

diberikan oleh guru. Dalam diskusi tersebut, siswa mendiskusikan jawaban atas petanyaan

yang diberikan dan melatih siswa untuk berpikir dan bersosialisai.Untuk mengetahui

pemahaman siswa atas pelajaran yang diajarkan, guru akan memberikan pertanyaan yang

bersifat menggali pengetahuan siswa bahkan ketika siswa menjawab pertanyaannya tidak

tepat dalam metode ini guru harus memberikan pertanyaan kembali akan tetapi pertanyaan

dalam bentuk kata yang paling sederhana dan dapat dimengerti oleh siswa yang sifatnya

menuntun kepada jawaban yang diinginkan. Sehingga hasil pembelajaran matematika dapat

menjadi lebih baik.

Kata kunci : Kemampuan berpikir kritis, pembelajaran matematika, metode probing

prompting

Page 2: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

A. PENDAHULUAN

Seiring berkembangnya peradaban Indonesia, pendidikan harus mampu mengangkat

harkat dan martabat manusia Indonesia menjadi lebih maju dan beradab karena

pendidikan salah satu penentu mutu sumber daya manusia (SDM). Dewasa ini

keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam

melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM). Mutu sumber daya manusia

(SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering

diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang

harus terdapat dalam pendidikan, komponen – komponen tersebut adalah masukan,

proses, keluaran, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana serta biaya.

Menurut undang – undang Republik Indonesia no. 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional yang dilansir dalam koran pendidikan oleh M. Arif (4 februari

2014), dijabarkan fungsi bahwa fungsi pendidikan untuk mengembangkan kemampuan

serta meningkatkan mutu dan martabat manusia indonesia dalam rangka upaya

mewujudkan tujuan nasional sedangkan tujuan pendidikan untuk mencerdasakan

kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya yaitu manusia yang

beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,

memiliki pengetahuan dan keterampilan. Kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian

yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Menurut Direktur Pendidikan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional

(Bappenas) Subandi Sardjoko yang dilansir dalam beritasatu.com oleh Mahesa Bismo (13

Oktober 2013), Indeks tingkat pendidikan tinggi Indonesia dinilai masih rendah yaitu

14,6 persen, berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang sudah mempunyai indeks

tingkat pendidikan yang lebih baik yaitu 28 persen dan 33 persen. Apabila kualitas

pendidikan di Indonesiamasih rendah maka akan melemahkan daya saing Indonesia

dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean 2015. Oleh sebab itu, lanjut Subandi,

kunci untuk meningkatkan daya saing Indonesia, dengan meningkatkan kualitas

pendidikan dan melakukan terobosan terbaru dalam sektor pendidikan.

Menurut hasil Third in International Mathematics Science and Study (TIMSS) 2011

yang dilansir dalam Repubilka.co.id oleh Asep Sapa‟at (27 februaru 2014), peringkat

anak-anak Indonesia bertengger di posisi tiga puluh delapan dari empat puluh dua negara

untuk prestasi matematika, dan menduduki posisi empat puluh dari empat puluh dua

negara untuk prestasi sains. Rata-rata skor prestasi matematika dan sains berturut-turut

adalah tiga ratus delapan puluh enam dan empat ratus enam, masih berada signifikan di

bawah skor rata-rata internasional. Hal ini dikarenakan lemahnya kurikulum matematika

di Indonesia. Karakteristik soal-soal yang diujikan di TIMSS cenderung mengujikan

aspek penalaran dan pemecahan masalah (Problem Solving). Kurikulum matematika di

Indonesia sendiri terlalu banyak menekankan pada penguasaan keterampilan dasar

menghitung (basic skills) yang bersifat procedural, dan kurangnya dukungan sekolah dan

rumah.

Pembelajaran adalah segala upaya yang dilaukan oleh guru (pendidik) agar terjadi

proses belajar pada diri siswa. Secara implisit, didalam pembelajaran, ada kegiatan

memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran

yang diinginkan (Sutikno, 2008:33).

Proses belajar pembelajaran (pembelajaran) adalah upaya secara sistematis yang

dilakukan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan

Page 3: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Aqib, 2013: 66).

Dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa benar – benar kreatif. Sehingga akan

berdampak pada ingatan siswa yang akan lebih lama bertahan tentang apa yang akan

dipelajari. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan

daya pikir manusia.

Dalam belajar matematika siswa harus berpikir, karena itu peserta didik harus

difasilitasi agar mau berpikir. Menurut Jozua Sabandar ada beberapa hal yang dipandang

perlu dikuasai dan dilakukan oleh guru agar proses berpikir siswa dapat berlangsung,

yaitu guru harus menggunakan teknik Prompting, teknik Probing, teknik scafolding, dan

teknik cognitive conflict(Megarati, 2010:75).

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses

berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik

otak kiri maupun otak kanan; baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek

(Sanjaya, 2010:200-201). Untuk mempelajari matematika siswa perlu kemampuan

berpikir dengan secara logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.

Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa siswa

untuk berpikir logis dan rasional, akan membuat siswa dalam posisi “kering dan hampa”.

Oleh karena itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak

kanan, misalnya dengan memasukan unsur – unsur yang dapat mempengaruhi emosi,

yaitu unsur estetika melalui proses belajar yang menyenangkan dan menggairahkan

(Sanjaya, 2010:201).

Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh

sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan

kemampuan berpikir. Artinya, belum tentu siswa yang memiliki kemampuan mengingat

dan memahami memiliki kemampuan juga dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan

berpikir siswa sudah pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Hal ini

seperti yang dikemukakan Peter Reason, bahwa berpikir tidak mungkin terjadi tanpa

adanya memori (Sanjaya, 2010:231).

Dengan demikian metode konvensional dianggap kurang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk memberikan partisipasi dalam pembelajaran matematika. Seperti

yang dikemukakan Program Director MMExecutive BINUS Business School, Tubagus

Hanafi Soeriaatmadja yang dilansir (kompas.com) menyatakan bahwa ketika dalam

pembelajaran menggunakan metode konvensional yaitu metode ceramah siswa harus

mencatat. Apabila siswa lupa atau tidak mencatat, maka materi yang diberikan “masuk

telinga kanan, keluar telinga kiri”.

Menurut Dewey dalam Fisher (2009:2) mendefinisikan berpikir kritis sebagai sebuah

proses „aktif‟, Dewey ingin mengkontraskannya dengan cara berpikir di mana siswa

menerima begitu saja gagasan – gagasan dan informasi dari orang lain dan ini disebut

sebagai sebuah proses „pasif‟. Jika dilihat dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan

bahwa siswa MTs As Sunnah Kota Cirebon masih belum menjadi pemikir kritis karena

siswa MTs As Sunnah Kota Cirebon hanya bisa menerima dan mendengarkan apa yang

di sampaikan guru tanpa adanya pertimbangan. Oleh karena itu, peneliti menganggap

bahwa perlu adanya suatu metode pembelajaran yang bisa meningkatkan rasa ingin tahu

dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Maka peneliti tertarik untuk

Page 4: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

menggunakan metode probing prompting dalam pembelajaran di kelas VII MTs As

Sunnah Cirebon.

Melalui metode probing prompting (menggali dan menuntun) guru dan siswa dapat

menciptakan susana pembelajaran yang lebih efektif dan aktif karena siswa lebih banyak

diikut sertakan dalam pembelajaran. Sehingga siswa lebih berani dalam mengungkapkan

pertanyaan – pertanyaan yang ingin di tanyakan serta proses berpikir siswa dapat

berkembang dengan baik.

B. PENGERTIAN BERPIKIR KRITIS

Menurut Ennis dalam Fisher (2009:4), berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk

akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau

dilibatkan. Sedangkan Paul mengemukakan berpikir kritis adalah mode berpikir

mengenai hal, seubstansi atau masalah apa saja di mana si pemikir meningkatkan kualitas

pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur – struktur yang melekat dalam

pemikiran dan menerapkan standar – standar intelektual padanya.

Definisi berpikir kritis menurut Dewey yang dinamakannya sebagai berpikir reflektif

dan mendefinisikannya sebagai pertimbangan yang aktif, persistent (terus menerus), dan

teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja

dipandang dari sudut alasan – alasan yang mendukungnya dan kesimpulan – kesimpulan

lanjutan yang menjadi kecenderungannya(Fisher 2009:2).

Fisher dalam Ismaimuza mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah menjelaskan

apa yang dipikirkan. Belajar untuk berpikir kritis berarti: belajar bagaimana bertanya,

kapan bertanya, apa pertanyaannya, bagaimana nalarnya, kapan menggunakan penalaran,

dan metode penalaran apa yang dipakai.Seorang siswa dapat dikatakan berpikir kritis bila

siswa tersebut mampu menguji pengalamannya, mengevaluasi pengetahuan, ide-ide, dan

mempertimbangkan argumen sebelum mendapatkan justifikasi. Agar siswa menjadi

pemikir kritis maka harus dikembangkan sikap-sikap keinginan untuk bernalar, ditantang,

dan mencari kebenaran (Ismaimuza, 2011:13).

Sedangkan menurut Munandar dalam Murtadho (2013:534), berpikir kritis

merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi mulai dari tingkat analisis, sinteis, dan

evaluasi. Contoh kata kerja operasional yang dapat dipakai untuk ranah kognitif pada

tingkat analisis adalah menganalisis, memecahkan, menegaskan, menyeleksi, menelaah,

menyelidiki, mengaitkan, dan lain – lain. Kata kerja pada ranah kognitif tingkat sintesis

adalah menghubungkan, mengkategorikan, menyusun, membentuk, dan lain – lain. Kata

kerta pada ranah kognitif tingkat evaluasi (penilaian) adalah membandingkan,

menyimpulkan, memprediksi, dan lain – lain.

Krulik dan Rudnick dalam Somakim (2011:43) mengemukakan bahwa yang termasuk

berpikir kiritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan,

menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun suatu

masalah. Berpikir kritis tersebut bisa muncul apabila dalam pembelajaran adanya

masalah yang menjadi memicu dan diikuti dengan pertanyaan.

Menurut Paul yang dikutip oleh Kasdin dan Febiana dalam Liberna (2011:192)

berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana siswa secara aktif dan

terampil memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan mengevaluasi

berbagai informasi yang dikumpulkan atau yang diambil dari pengalaman,pengamatan,

refleksi yang dilakukannya, penalaran atau komunikasi yang dilakukannya.

Page 5: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

Berpikir kritis merupakan suatu sikap dan proses penalaran yang melibatkan sejumlah

keterampilan intelektual. Menurut Paul dalam Wilkison menyatakan bahwa berpikir kritis

adalah disiplin, mengarahkan diri, berpikir rasional yang mengesahkan apa yang kita tahu

dan membuat jelas dimana kita mengetahui. Ini adalah seni berpikir tentang pemikiran

saat manusia sedang berpikir sehingga membuat pemikiran menjadi lebih jelas, tepat,

akurat, relevan, konsisten, dan adil (Mulyaningsih, 2011:28).

Dari uaraian di atas, berpikir kritis adalah mencari kebenaran dalam suatu

permasalahan yang dihadapi dengan cara memahami, menganalisis, menghubungkan, dan

mengevaluasi pengetahuan yang telah dimiliki dan dihubungkan dengan pengetahuan

yang baru.

C. KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Kemampuan siswa dalam berpikir kritis dapat dikenali dari tingkah laku yang

diperlihatkan siswa selama proses berpikir dalam pembelajaran. Untuk mengetahui

kemapuan berpikir kritis siswa itu dapat dihubungkan dengan indikatior – indikator

berpikir kritis yang dikemukakan beberapa ahli. berikut merupana konsep dari beberapa

ahli terkait dengan kemampuan berpikir kritis.

Menurut Facione dalam Haryani (2011:124) mengemukakan ada enam kemampuan

berpikir kritis yaitu:

a) Interpretasi, yaitu kemampuan untuk memahami, menjelaskan dan memberi makna

data atau informasi.

b) Analisis, yaitu kemapuan untuk mengidentifikasi hubungan dari informasi –

informasi yang dipergunakan untuk mengekspresikan pemikiran atau pendapat.

c) Evaluasi, yaitu kemampuan untuk menguji kebenaran.

d) Inferensi, yaitu kemapuan untuk mengidentifikasi dan memperoleh unsur – unsur

yang diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan yang masuk akal.

e) Eksplanasi, yaitu kemapuan untuk menjelaskan atau menyatakan hasil pemikiran

berdasarkan bukti, metodologi, dan konteks.

f) Regulasi diri, yaitu kemampuan siswa untuk mengatur berpikirnya.

Sedangkan menurut Angelo di kutip oleh Susanto dalam Haryani (2011:124-125)

mengungkapkan lima perilaku yang sistematis dalam berpikir kritis. Lima perilaku

tersebut adalah sebagai berikut:

a) Keterampilan menganalisis, yaitu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke

dalam komponen – komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut.

b) Keterampilan mensintesis, keterampilan menggabungkan bagian- bagian menjadi

susunan yang baru.

c) Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah, yaitu keterampilan aplikatif

konsep kepada beberapa pengertian.

d) Keterampilan menyimpulkan, yaitu kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan

pengertian/pengetahuan yang dimilikinya untuk mencapai pengertian baru.

e) Keterampilan mengevaluasi/menilai, yaitu kemapuan menentukan nilai sesuatu

berdasarkan kriteria tertentu.

Menurut Gleser dalam Fisher (2009:7), mendaftarkan kemampuan berpikir kritis

adalah sebagai berikut:

a) Mengenal masalah

b) Menemukan cara – cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah – masalah itu

Page 6: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

c) Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan

d) Mengenal asumsi – asumsi dan nilai – nilai yang tidak dinyatakan

e) Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas

f) Menganalisi data

g) Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan – pernyataan

h) Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah – masalah

i) Menarik kesimpulan – kesimpulan dan kesamaan – kesamaan yang diperlukan

j) Menguji kesamaan – kesamaan dan kesimpulan – kesimpulan yang siswa ambil

k) Menyusun kembali pola – pola keyakinan siswa berdasarkan pengalaman yang lebih

luas

l) Membuat penilaian yang tepat tentang hal – hal dan kualitas – kualitas tertentu dalam

kehidupan sehari – hari.

Untuk melihat atau mengukur kemampuan berpikir kritis dibutuhkan indikator –

indikator yang sebenarnya tidak mudah untuk dirumuskan. Berdasarkan pendapat –

pendapat di atas maka indikator berpikir kritis dalam penelitian ini adalah:

a) Menganalisis adalah kemapuan untuk mengidentifikasi hubungan dari informasi –

informasi yang dipergunakan untuk mengekspresikan pemikiran atau pendapat.

b) Inferensi adalah kemapuan untuk mengidentifikasi dan memperoleh unsur – unsur

yang diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan yang masuk akal.

c) Memecahkan masalah adalah keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa

pengertian.

d) Mengevaluasi adalah kemapuan menentukan nilai sesuatu berdasarkan kriteria

tertentu.

Berdasarkan konsep di atas, kemampuan berpikir kritis siswa manjadikan siswa

mampu mengidentifikasi hubungan dari informasi untuk dijadikan sebuah kesimpulan

yang masuk akal sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah serta

menentukan nilai dari sebuah masalah tersebut.

D. TEKNIK PENGUKURAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

Kemampuan berpikir kritis siswa dapat diketahui dengan pengkuran. Beberapa

metode pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis

antara lain dengan pilihan ganda atau dengan tes esai. Selain dengan pengukuran di atas,

kebiasaan berpikir kritis siswa dapat diukur dengan skala likert (Mulyaningsih, 2011:41-

42).

Terdapat beberapa model pengukuran yang dapat digunakan oleh pendidik untuk

mengukur pencapain kemampuan berfikir siswa. model pengukuran terhadapa

kemampuan berfikir kritis sebagai berikut.

a) California critical thinking disposition inventory

California critical thinking disposition inventory dapat digunakan untuk mengukur

sejauh mana siswa memiliki sikap sebagai seorang pemikir kritis. Dengan alat ukur

ini maka dapat membuka pikiran, kepercayaan diri, maturitas, menganalisis,

sistematis, penyelidikan, pencarian kebenaran.

b) Critical thinking disposition assessment instrument (UF-EMI)

UF-EMI mengukur tiga hal yaitu engagement (keterlibatan), cognitive maturity

(kematangan kognitif), dan innovativeness (inovatif). Engagement (keterlibatan)

unutk mengukur rasa percaya diri siswa terhadap pemikirannya dan kemampuan

Page 7: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

komunikasi. Siswa dengan engagement (keterlibatan) yang tinggi akan mampu

mengantisipasi situasi dengan menggunakan rasional yang baik. Orang yang

mempunyai engagement (keterlibatan) yang tinggi juga akan mencari kesempatan

untuk menggunakan keterampilan penalaran dan kemampuannya untuk memberikan

alasan, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Orang tersebut juga dapat

menjadi komunikator yang baik dan mampu menjelaskan proses penalaran yang

digunakan untuk membuat keputusan atau menyelesaikan masalah.

Coginitive maturity (kematangan kognitif) diukur untuk mengetahui sejauh mana

kesadarn diri dan obyektifitas siswa. Seorang individu dengan tingkat Coginitive

maturity (kematangan kognitif) yang tinggi akan menyadari kecenderungan sendiri

dan bias dalam proses pengambilan keputusan. Orang tersebut akan menyadari

pendapat dan posisinya akan dipengaruhi oleh orang lain, lingkungan, dan

pengalaman. Dia juga menyadari bahwa orang lain mungkin setujut atau tidak setuju

dengan pendapat dan posisinya. Ia terbuka dengan pendapat orang lain dan

membutuhkan masukan untuk menyatukan perbedaan pandangan dan akan obyektif

ketika membuat keputusan atau menyelesaikan masalah.

Innovativeness (inovasi) diukur untuk mengetahui keingintahuan siswa terhadap

sesuatu yang baru. Siswa yang memiliki Innovativeness (inovasi) yang tinggi

digambarkan sebagai orang yang selalu lapar. Orang dengan inovasi tinggi akan

selalu mencari pengetahuan baru. Individu yang memiliki tingkat inovasi yang tinggi

akan tahu apa yang harus dipelajari lebih banyak tentang profesi mereka, situasi

mereka, hidup mereka, dan dunia mereka. Siswa dengan inovasi tinggi akan merasa

penasaran dengan tantanganbaru dan aktif berusaha untuk tahu lebih banyak melalui

penelitian, membaca, dan mempertanyakan(Mulyaningsih, 2011:42-43).

Kedua model pegukuran tersebut dapat menjadi rujukan bagi pendidik dalam

melakukan evaluasi terhadap hasil belajar, khususnya terkait dengan kemampuan siswa

dalam berpikir kritis.

E. METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

Metode secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode

diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu

(Sutikno, 2008:83-84).

Oleh karena itu, metode pembelajaran dapat berarti alat yang merupakan perangkat

atau bagian dari suatu strategi pengajaran. Strategi pengajaran juga merupakan suatu

pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan. Jadi, cakupan strategi lebih luas

dibandingkan metode atau teknik dalam pengajaran (Kamsinah, 2008:103).

Sedangkan probing prompting merupakan salah satu teknik bertanya yang dapat

diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Probing prompting terdiri dari dua kata yaitu

probing dan prompting.

Menurut arti kata, probing adalah menyelidiki dan pemeriksaan, sementara prompting

adalah mendorong atau menuntun. Pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran

dengan menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali

gagasan siswa sehingga dapat melejitkan proses berpikir yang mampu mengaitkan

pengetahuan dan pengalaman siswa dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.

Page 8: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

Selanjutnya, siswa mengkonstruksi konsep, prinsip, dan aturan menjadi pengetahuan

baru, dan dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan (Miftahul Huda,

2013:281).

Probing question atau pertanyaan menggali adalah pertanyaan lanjutan yang akan

mendorong siswa untuk lebih mendalami jawaban terhadap pertanyaan

sebelumnya.Prompting question atau pertanyaan mengarahkan atau menuntun adalah

pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada siswa dalam proses berpikir

(Hasibuan, 2010:15).

Menurut M. Fahris dan Puput (2014:90) menyatakan bahwa, probing adalah menggali

atau melacak, dan prompting adalah mengarahkan atau menuntun. Secara umum

pembelajaran dengan menggunakan probing promptingadalah pembelajaran dengan cara

guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga

terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode probing promptingadalah salah

satu cara untuk meningkatkan berpikir kritis siswa dengan menggunakan pertanyaan –

pertanyaan yang dapat mengarahkan dan menggali pengetahuan siswa sehingga mampu

mengaitkan pengetahuan yang sudah didapat dengan pengetahuan yang akan dipelajari.

Maka tugas seorang guru dalam metode ini adalah memberikan pertanyaan yang dapat

merangsang dan menuntun siswa agar menjadi aktif bertanya dan berpikir kritis dalam

menjawab.

Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya dengan pertanyaan.

Pertanyaan – pertanyaan yang dilontarkan pada saat pembelajaran ini disebut probing

question. Probing question adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan

jawaban lebih dalam dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas

jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat, dan beralasan.

Probing question dapat memotivasi siswa untuk mampu mencapai jawaban yang

dituju. Selama proses pencarian dan penemuan jawaban atas masalah tersebut, mereka

berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki dengan

pertanyaan yang akan dijawab (Miftahul Huda, 2013:281).

Menurut Megarati (2010:89), dari hasil observasi yang dilakukan pada saat proses

pembelajaran menggunakan teknik probing prompting mengungkapkan bahwa ketika

siswa melakukan diskusi kelompok terlihat siswa sudah aktif dan pada waktu

mempresentasikan hasil kelompoknya siswa sudah berani dan terlihat antusias untuk

menjawabny.

Proses tanya jawab dalam pembelajaran dilakukan dengan menunjuk siswa secara

acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif. Siswa tidak bisa

menghindar dari proses pembelajaran, karena setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses

tanya jawab.

Berdasarkan penelitian Priatna (Sudarti, 2008), proses probing dapat mengaktifkan

siswa dalam belajar yang penuh tantangan, sebab ia menuntun konsentrasi dan keaktifan.

Page 9: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

Selanjutnya, perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang dipelajari cenderung

lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban sebab mereka harus selalu siap

jika tiba – tiba ditunjuk oleh guru (Megarati, 2010:282).

F. LANGKAH - LANGKAH METODE PROBING PROMPTING

Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilakukan melalui penerapan pembelajaran

probing prompting. berikut ini merupakan Langkah-langkah pembelajaran probing

prompting dijabarkan melalui tujuh tahapan teknik pobing yang kemudian dikembangkan

dengan prompting adalah sebagai berikut (Huda, 2013:282-283):

a) Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan membeberkan gambar,

rumus,atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.

b) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk

merumuskan permasalahan.

c) Guru mengajukan persoalan yang sesuaidengan tujuan pembelajaran khusus (TPK)

atau indikator kepada seluruh siswa.

d) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk

merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil.

e) Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.

f) Jika jawabannya tepat, maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang

jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang

sedang berlangsung. Namun, jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawaban atau

jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan

pertanyaan – pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan

penyelesaian jawaban. Kemudian, guru memberikan pertanyaan yang menuntun siswa

berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan

sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang diajukan pada

langkah keenam ini sebaiknya diberikan pada beberapa siswa yang berbeda agar

seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing prompting.

g) Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan

bahwa TPK/indikator tersebut benar – benar telah dipahami oleh seluruh siswa.

G. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN METODE PROBING PROMPTING

Metode probing promting memiliki kelebihan dan kelemahan dalam penerapanya di

pembelajaran. pendidik harus dapat mengetahu kelebihan apa yang didapat jika

melakukan pembelajaran probing promting. selain itu, pendidik jiga harus dapat

mengatasi kemumngkinan buruk yang terjadi dari penerapan metode probing promting.

Adapun kedua hal tersebut adalah sebagai berikut.

a) Kelebihan metode probing prompting(Nurjanah, 2013:22-23):

1) Mendorong siswa aktif berpikir

2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal – hal yang kurang jelas

sehingga guru dapat menjelaskan kembali.

3) Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan atau diarahkan pada suatu

diskusi.

4) Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun ketika itu

siswa sedang ribut, yang mengantuk, kembali tegar dan hilang kantuknya.

5) Sebagai cara meninjau kembali (review) bahan pelajaran yang lampau.

Page 10: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

6) Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan

mengemukakan pendapat.

b) Kelemahan metode probing prompting(Nurjanah, 2013:22-23):

1) Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk

berani, dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab.

2) Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkatan berpikir dan

mudah dipahami siswa.

3) Waktu sering banyak terbuang apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan

sampai dua atau tiga orang.

4) Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan

pertanyaan kepada tiap siswa.

5) Dapat menghambat cara berpikir anak bila tidak/kurang pandai membawakan,

misalnya guru meminta siswanya menjawab persi seperti yang dia kehendaki,

kalau tidak dinilai salah.

H. CONTOH PENERAPAN METODE PROBING PROMPTING DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Berikut merupakan contoh penerapan metode probing prompting dalam

pembelajaran matematika pada pokok bahasan garis dan sudut.

1. Standar Kompetensi

Menelaah hubungan garis dengan garis, garis dengan sudut, sudut dengan sudut, serta

menentukan ukurannya.

2. Kompetensi Dasar

Mengaitkan hubungan antara dua garis, serta besar, dan jenis sudut.

3. Indikator

1. Menyelidiki kedudukan dua garis (sejajar, berimpit, dan berpotongan).

2. Menghubungkan pengetahuan dasar untuk menyelesaikan soal keududkan dua

garis.

4. Tujuan Pembelajaran

1. Peserta didik dapat menentukankedudukan dua garis (sejajar, berimpit, dan

berpotongan).

2. Peserta didika dapat menyelesaikan soal kedudukan dua garis.

Karakteristik siswa yang diharapkan :

- Berani

- Bertanggung jawab

- Aktif

5. Materi Pembelajaran

Pengertian garis

Garis merupakan bangun paling sederhana dalam geometri, karena garis adalah

bangun dimensi satu. Perhatikan garis AB di bawah ini, di antara titik A dan titik B

dapat dibuat satu garis lurus AB. Di antara dua titik pasti dapat ditarik satu garis

lurus.

A B

a. Kedudukan dua garis

a) Dua garis sejajar

Page 11: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

Dua garis atau lebih dikakatan sejajar apabila garis – garis tersebut terletak

pada suatu bidang datar dan tidak akan pernah bertemu atau berpotongan jika

garis tersebut diperpanjang sampai tak berhingga.

b) Dua garis berpotongan

Dua garis dikatakan berpotongan apabila garis tersebut terletak pada suatu

bidang datar dan mempunyai satu titik potong.

c) Dua garis berimpit

Dua garis dikatakan berimpit apabila garis tersebut terletak pada suatu garis

lurus, sehingga hanya terlihat sebagai satu garis lurus saja.

b. Sifat dua garis sejajar

Jika suatu garis memoton salah satu dari dua garis sejajar, maka garis tersebut

juga memotong garis yang kedua. Perhatikan ambar di bawah. Diketahui garis k

//m. Jika garis l memotong garis m di titik P, maka garis l juga memotong garis n

di titik Q.

6. Pendekatan dan Metode Pembelajaran

1. Pendekatan : Deduktif

2. Metode : Probing Prompting

7. Langkah – langkah Pembelajaran

Pendahuluan:

Salam dan berdo‟a sebelum belajar

Memeriksa kehadiran siswa

Memberikan motivasi kepada siswa agar siap dalam mengikuti pembelajaran

Apersepsi: Memberikan sebuah masalah berbentuk gambar yang berhubungan

dengan materi yang akan dipelajari yaitu garis dan sudut.

Kegiatan Inti:

Eksplorasi

Siswa menggali infromasi tentang masalah yang diberikan oleh guru besrta

nilai kebenarannya dengan cara berdiskusi berpasangan dengan teman

sebangku.

Guru memberikan beberapa pertanyaan pada beberapa pasangan siswa yang

ditunjuk secara acak yang sifatnya menuntun (Probing).

Guru memberikan beberapa pertanyaan pada beberapa pasangan siswa yang

ditunjuk secara acak yang sifatnya menggali pengetahuan siswa (Prompting).

Guru menyampaikan materi beserta contoh soalnya yang dikaitkan dengan

hasil diskusi dan membimbing siswa tentang pertanyaan beserta nilai

kebenrannya.

Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang kurang paham pada materi

yang disampaikan guru untuk bertanya.

Elaborasi

Guru memberikan latihan soal pada siswa.

Page 12: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

Siswa mengerjakan latihan soal tersebut secara berkelompok dan berdiskusi

berpasangan dengan teman sebangku.

Guru berkeliling mengecek pekerjaan siswa.

Guru membantu dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam

mengerjakan latihan soal.

Guru memberi kesempatan pada siswa untuk menampilkan hasil jawabannya

dengan cara menuliskan di papan tulis.

Beberapa siswa menampilkan hasil pekerjaannya dengan cara menuliskannya

di papan tulis.

Konfirmasi

Guru mengecek dan menanggapi hasil jawaban siswa yang dituliskan di papan

tulis.

Guru memberikan penguatan terhadap hasil pekerjan siswa dengan cara

memberikan nilai tambahan pada siswa yang berani menampilkan jawabannya

di papan tulis.

Kegiatan penutup :

Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan.

Guru memberikan tugas pada siswa berupa pekerjaan rumah.

Guru menyampikan pokok bahsan yang akan disampikan pada pertemuan

berikutnya, yaitu jenis – jenis sudut dan hubungan antar sudut.

Guru menutup pelajaran dengan berdo‟a dan mengucapkan salam.

8. Penilaian

Indikator Pencapaian

Kompetensi

Penilaian

Teknik Bentuk

Instrumen Contoh Instrumen

Menentukan

Kedudukan dua garis.

Tes

tulis

Uraian

Dari gambar di bawah

ini tentuka yang

meupakan garis

berpotong . . .

Menyelesaikan soal –

soal kedudukan dua

garis

Tes

tulis Uraian

Pada gambar di bawah

ini panjang garis CA

adalah . . .

Page 13: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

I. KESIMPULAN

Setiap siswa dapat belajar untuk berpikir dengan kritis karena otak manusia secara

konstan berusaha memahami pengalaman. Dalam pencariannya yang terus – menerus

akan makna, otak dengan tangkas menghubungkan ide abstrak dengan konteksnya di

dunia nyata. Otak menyenangi jenis hubungan yang harus dilakukan oleh pemikir kritis

karena hubungan semacam ini menghargai bukti, meniliti asumsi, dan memeriksa bahasa

dengna teliti.

Pendidikan dengan paradima kritis menempatkan peserta didik sebagai subjek. Bagi

Freire, fitrah manusia sejati adalah menjadi subjek bukan menjadi objek. Berpikir kritis

sebagai pertimbangan yang aktif, persisten (terum menerus), dan teliti mengenai sebuah

keyakinan atau bentuk pengetahuan yang tidak ada pertimbangan dalam menerimanya

dipandang dari sudut alasan – alasan yang mendukungnya dan kesimpulan – kesimpulan

lanjutan yang menjadi kecenderungannya.

Dengan mendefinisikan berpikir kritis sebuah proses „aktif‟, proses di mana siswa

memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan,

menemukan informasi yang relevan, dibandingkan dengan menerima berbagai hal dari

orang lain sebagian besarnya secara pasif.

Berpikir kritis sebagai proses yang presistent (terus menerus) dan teliti.

dikontraskannya dengan cara berpikir kritis yang tidak direfleksikan yang kadang –

kadang memutuskan sebuah keputusan dengan tidak teliti. Bahkan untuk memutuskan

dengan segera atau isu itu tidak cukup penting untuk dipikirkan secara lebih mendalam,

tetapi mengambil keputusan dengan segara sering dilakukan ketika diharuskan untuk

mengambil jeda dan berpikir sehingga harus diam sejenak.

Berpikir kritis didasari dengan alasan – alasan yang mendukung suatu keyakinan dan

kesimpulan – kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya. untuk

mengungkapkan pemahaman ini dalam bahasa yang lebih familiar, Dewey menandaskan

hal – hal yang menjadi alasan untuk meyakini sesuatu dan implikasi dari keyakinan –

keyakinan. Bukanlah sesuatu yang disebar – sebarkan jika dikatakan berpikir kritis

memberi pengaruh besar terhadap penalaran, untuk mengemukakan alasan – alasan dan

untuk mengevaluasi penaralan sebaik mungkin.

Page 14: MEMBANGUN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA  PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN  METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2013. Model – Model,Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif).

Bandung: Yrama Widya

Arif, M. 4 Ferbuari 2014. Pendidikan Berperan Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia.

Koran Pendidikan “Bernalar dan Berhati Nurani”

Bismo, Mahesa. 13 Oktober 2013. Kualitas Pendidikan di Indonesia Masih Rendah.

Beritasatu.com

Fajar A, M. Fahris. Puput Wanarti R. 2014. Pengaruh Metode Pembelajaran Tanya Jawab

Probing Prompting Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Standar Kompetensi Menerapkan

Dasar – Dasar Elektronika Kelas X AV Di SMK Negeri 2 Surabaya. Jurnal Pendidikan

Teknik Elektronika, Volume 03, Nomor 01, Universitas Negeri Surabaya: tidak diterbitkan

Fisher, Alec. 2009. Berpikir kritis: Sebuah Pengantar. Penerbit: Erlangga

Hasibuan, J.J. dkk. 2010. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Huda, Miftahul. 2013. Model – model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu – isu Metodis dan

Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ismaimuza, Dasa. 2011. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Ditinjau Dari Pengetahuan Awal

Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 2 Nomor 1

Kamsinah. 2008. Metode dalam proses pembelajaran: studi tentang ragam dan implementasinya.

Lentera Pendidikan Vol. 11 No. 1

Latief, M. 05 Februari 2014. Ingat . . . “Online Learning” Bukan Kelas Kacangan. Berita

Pendidikan. Edukasi.Kompas.Com

Lawshe, C.H. 1975. A Quantitative Approach to Content Validity. Indiana: Bowling Green State

University

Murtadho, Fathiaty. 2013. Berpikir Kritis Dan Strategi Metakognisi: Alternatif Sarana

Pengoptimalan Latihan Menulis Argumentasi. Internasional Seminar On Quality And

Affordable Education (ISQAE)

Mustakim, Zaenal. 2009. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: STAIN Press

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:

Kencana

Sapa‟at, Asep. 27 Februari 2014. Kemana Arah Pendidikan Indonesia?.Republika.co.id

Sutikno, M. Sobry. 2008. Belajar dan Pembelajaran “upaya kreatif dalam mewujudkan

pembelajaran yang berhasil”. Bandung: Prospect

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana Pustaka

Trianto. 2009. Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif: konsep, landasan, dan

implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana