membaca arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer...

14
Membaca Arsip 1 Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra 2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai salah satu figur penting dalam sepak terjang sastra tanah air. Ia adalah seorang pengarsip karya-karya sastra yang tekun membaca dan mengkaji perkembangan karya sastra di Indonesia. Ia menyimpan dan mengumpulkan karya-karya sastra tanah air, baik dalam status telah diterbitkan maupun yang belum diterbitkan (titipan). Dari aktivitasnya yang kontiniu membaca karya-karya sastra, menjadikannya salah seorang tokoh kunci yang paham akan perkembangan sastra di tanah air. Tidak jarang ia menemukan karya penulis baru yang ternyata cukup berkualitas dibanding karya penulis sebelumnya. 3 Karya-karya kritik sastra Jassin memang bukanlah satu-satunya yang mengkritisi perkembangan sastra tanah air, bahkan beberapa orang menanggap kritikannya tidak begitu dalam. Tapi tidak dipungkiri pula ia ikut terlibat aktif membentuk arah perkembangan sastra tanah air. Karya Kritik dan 1 Catatan Kuratorial OtaRabuMalam musim pertama. 2 Kurator OtaRabuMalam 3 Bagus Takwin. Makalah Diskusi Sastra: “H.B Jassin: Dokumentator dan Kiritikus Sastra”, Freedom Institute, Jakarta: 2011. pembacaan ulang arsip yang dilakukannya memacu lahirnya karya-karya baru yang lebih inovatif, kreatif, dan segar. Nah, barang kali di sinilah awal mulanya hingga ia disebut seorang “Paus sastra”. Seorang yang dipercaya punya kuasa membabtis tulisan mana yang bisa disebut sastra, sasta popular, picisan, atau sekedar karya tulis biasa. Tapi Jassin Bukan lah satu- satunya yang memiliki ketekunan itu, ia juga bukanlah satu-satunya super hero dalam ranah sastra tanah air. Disini pun saya tidak mengajak setiap orang harus seperti HB Jassin atau melakukan hal yang sama. Karena barang kali hari ini kita tidak lagi membutuhkan Paus yang harus mengakui sebuah karya layak atau tidak. Hari ini semua orang bebas berkarya, hari ini semua orang berhak menyebut sebuah “hasil kerja” sebagai karya yang layak, hari ini semua orang berhak menentukan arah mereka berkarya, dan hari ini semua orang berhak menemukan bentuk-bentuk baru yang akan mewadahi karyanya. Namun ada spirit menarik yang ingin saya segarkan kembali dari apa yang telah dirintis HB Jassin. Membaca Arsip dan merekonstruksi Sejarah!. Membaca arsip menawarkan wawasan, memperkaya kosa, dan mendewasakan kita. Membaca arsip memberi kita pengatahuan dan pengalaman yang pernah lahir, kemudian mengadopsinya menjadi pengalaman kita, walau itu tidak sedasyat pengalaman nyata yang langsung kita alami. Membaca arsip juga mengajak kita untuk mengkritisi sebuah perjalanan mundur atau menganggapnya

Upload: dohuong

Post on 03-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

Membaca Arsip1

Mewarnai percaturan sejarah musikkontemporer Sumatera

Oleh Albert Rahman Putra2

Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagaisalah satu figur penting dalam sepak terjang sastratanah air. Ia adalah seorang pengarsip karya-karyasastra yang tekun membaca dan mengkajiperkembangan karya sastra di Indonesia. Iamenyimpan dan mengumpulkan karya-karya sastratanah air, baik dalam status telah diterbitkan maupunyang belum diterbitkan (titipan). Dari aktivitasnyayang kontiniu membaca karya-karya sastra,menjadikannya salah seorang tokoh kunci yang pahamakan perkembangan sastra di tanah air. Tidak jarang iamenemukan karya penulis baru yang ternyata cukupberkualitas dibanding karya penulis sebelumnya. 3

Karya-karya kritik sastra Jassin memangbukanlah satu-satunya yang mengkritisiperkembangan sastra tanah air, bahkan beberapaorang menanggap kritikannya tidak begitu dalam. Tapitidak dipungkiri pula ia ikut terlibat aktif membentukarah perkembangan sastra tanah air. Karya Kritik dan

1 Catatan Kuratorial OtaRabuMalam musim pertama. 2 Kurator OtaRabuMalam3 Bagus Takwin. Makalah Diskusi Sastra: “H.B Jassin:

Dokumentator dan Kiritikus Sastra”, Freedom Institute, Jakarta:2011.

pembacaan ulang arsip yang dilakukannya memaculahirnya karya-karya baru yang lebih inovatif, kreatif,dan segar. Nah, barang kali di sinilah awal mulanyahingga ia disebut seorang “Paus sastra”. Seorang yangdipercaya punya kuasa membabtis tulisan mana yangbisa disebut sastra, sasta popular, picisan, atausekedar karya tulis biasa. Tapi Jassin Bukan lah satu-satunya yang memiliki ketekunan itu, ia juga bukanlahsatu-satunya super hero dalam ranah sastra tanah air.Disini pun saya tidak mengajak setiap orang harusseperti HB Jassin atau melakukan hal yang sama.Karena barang kali hari ini kita tidak lagimembutuhkan Paus yang harus mengakui sebuahkarya layak atau tidak. Hari ini semua orang bebasberkarya, hari ini semua orang berhak menyebutsebuah “hasil kerja” sebagai karya yang layak, hari inisemua orang berhak menentukan arah merekaberkarya, dan hari ini semua orang berhakmenemukan bentuk-bentuk baru yang akan mewadahikaryanya. Namun ada spirit menarik yang ingin sayasegarkan kembali dari apa yang telah dirintis HBJassin. Membaca Arsip dan merekonstruksiSejarah!.

Membaca arsip menawarkan wawasan,memperkaya kosa, dan mendewasakan kita. Membacaarsip memberi kita pengatahuan dan pengalamanyang pernah lahir, kemudian mengadopsinya menjadipengalaman kita, walau itu tidak sedasyatpengalaman nyata yang langsung kita alami.Membaca arsip juga mengajak kita untuk mengkritisisebuah perjalanan mundur atau menganggapnya

Page 2: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

sebagai sebuah nostalgia. Membaca arsip mengajakkita memahami sebuah priode sejarah yang melatar-belakangi sebuah sepak terjang. Lebih dari itu,membaca arsip ternyata juga memaksa kita untukmampu berbuat lebih baik, melahirkan sesuatu yanglebih menakjubkan, melahirkan arsip-arsip baru dalamkeberlanjutan sebuah iklim.

Membaca arsip, saya kira memang bukanlahsebuah simsalabim yang bisa membuat kita tiba-tiba‘hebat’. Ada beberapa hal yang bisa kita “baca” dariarsip, di antarnya adalah sebuah musim. Sebuahkecendrungan kebiasaan banyak orang atau kelompokdan hadir berulang berulang. Kemudian di sana kitabisa menyikapinya dengan kedewasaan kita,menciptakan musim baru, memecah musim, atau larutbersama musim itu.

Untuk beberapa karya komposisi musikkontemporer4 selama empat tahun terkahir diSumatera Barat saya asumsikan sebagai sebuahmusim-musim yang terus berulang dalam sebuahsebuah iklim, sesekali berlanjut. Walaupun tidaksepenuhnya, tapi kasarnya, komposisi musik hinggaempat tahun terkahir terkesan sebagai karya satumusim. Di ranah kampus seni Padangpanjang sendiriada beberapa hal yang melatar belakangi motifpengkaryaan mereka. Seperti: kurikulum, tuntutan,apresiasi, dan banyak lagi.

Tiga hal diatas hanyalah sedikit nomor di antarabanyak hal yang melatar belakangi seorang senimandalam berkarya. Tiga hal di atas tidak saya lihatsebagai sebab akibat, melainkan kesaling-kaitan yangmembentuk mentalitas dan pengalaman estetis para‘seniman akademisi’ pada umumnya.

Persoalan kurikulum dan tuntutan perkuliahan,masalah ini sebenarnya telah sering dibincangkan olehbeberapa senior dan alumni (ISI Padangpanjang) diwarung-warung kopi. Salah satunya yang pernahmelempar wacana ini dalam sebuah diskusi Ota RabuMalam adalah Indra Arifin. Indra mengeluhkantuntutan perkuliahan yang membatasi geraknya dalammencipta sebuah karya. Dalam percaturan produksikarya di Jurusan Seni Karawaitan ISI Padangpanjang,mahasiswa diperkenalkan (dan kemudian

4 Kontemporer dalam konteks ini termasuk apa yang terkategori karya reinterpretasi, interpretasi tradisi, eksperimental,world music, dsb di ISI Padangpanjang.

Page 3: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

mengenalkan) beberapa pendekatan yang harusdilewati dalam memproduksi karya. Sepertipendekatan interpretasi tradisi, reinterpretasi,revitalisasi, dan kontemporer.

Pendekatan itu mereka dapatkan dari materiperkuliahan yang sudah berlaku sejak puluhan tahunlalu. Elizar Koto dan M Halim, dua orang pengajar dibidang tersebut, yang kebetulan hadir, menjelaskanbahwa sebenarnya memang ada banyak pendekatanyang bisa kita gunakan dalam memproduksi karya,hanya saja memang tidak semuanya diperkenalkandalam proses perkuliahan. Dan Elizar Koto pun tidakmemungkiri bahwa pendekatan yang sangat sedikit itumemang sesuatu yang harus dilalui sebagai tuntutanperkuliahan.

Tuntutan perkuliahan barang kali bisa disebut‘standar capaian’ dari suatu perguruan tinggi. Namunternyata dilapangan sedikit sekali mahasiswa ataualumni yang mendapatkan bentuk - bentuk baru daripendekatan/bentuk garap itu. Beberapa pegiat seniyang kritis di luar sana barang kali sedangmenertawakan kita karena mereka sangat sadar,mewujutkan kebebasan salahsatunya adalah denganmeruntuhan dogma perguruan tinggi. Ya, tapi sayamohon dibaca dulu, ini mengingat keterlanjuranberlakuknya konstruksi itu di Sumatera.

Kembali pada pendekatan-pendekatan yangsebutkan tadi, Saya tidak ingin memastikan apakahpendekatan (versi lama atau baru) itu penting atau

tidak, namun pada kenyataannya itu mempengaruhigaya dan sebagian besar perkembangan musik diSumatera. ISI Padangpanjang, tidak dipungkiri adalahlembaga institusi seni terbesar di luar pulau Jawa danBali. Kehadirannya tidak hanya memberi dampak padapelaku seni se-almamater. Dampaknya terus berkaitandan belanjut pada seniman ‘otodidak’ lainnya,terutama di Sumatera.

ISI Padangpanjang ataupun lulusannya tidakjarang mengisi pertunjukan beragam pertunjukan ataufestival besar di Sumatera. Baik itu diselenggarakanpihak swasta, pemerintahan, ataupun organisasi non-pemerintahan. Sempat diisukan, muncul sebuahanggapan bahwa ISI Padangpanjang saat ini adalahkiblat dari apresiasi musik di Sumatera.

Kesalingkaitan lainnya, dapat pula kita lihatpada minimnya wadah apresiasi yangmemperkenalkan kebaharuan di kalangan civitas ISIPadangpanjang.

Sebagian besar gaya berkarya yang diapresiasikalangan civitas ISI Padangpanjang, tidak lain karyaalumni atau karya jebolan kampus itu sendiri.Sehingga tidak banyak keberagaman yang bisamuncul. Oke, sebelumnya mungkin kembali padapersoalan tuntutan perkuliahan, namun ternyata initidak memberi pemahaman pada mahasiswa bahwapendekatan garapan musik itu sangatlah banyak.Sesekali memang dihadirkan beberapa komposer

Page 4: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

asing untuk mempresentasikan gaya khas mereka,yang barang kali baru atau sama, untuk diapresiasi.Namun sayang sekali kegiatan apresiasi itu tidakdimoderatori dengan baik, sehingga tontonan seringkali berakhir setelah tepuk tangan.

Kita masih bisa percaya gaya-gaya baru itu akantetap ada. Tidak semua pelaku seni ini yangmengamini hal itu dan larut ke dalam musim.Kehadiran teknologi seperti internet, memungkinkanbanyak orang berelasi dan mengapresiasi banyak kerjaseniman, sehingga muncul kesadaran dan kekuatan-keuatan baru untuk menemukan bentuk pendekatandan gaya garap yang lebih inovatif dan nakal.

Nakal dan inovatif tidak serta merta sekedartampil beda. Tetapi juga dibarengi dengan pengenalankonsep dan pengaplikasiannya. Beberapa cikal bakalkebaharuan yang paling menonjol di zaman mereka,pernah saya lihat dari karya komposer muda dapatkita apresiasi dari beberapa karya seperti, TabangBaliak (Leva Kudri Balti, 2009), Lapak-lapak Puan(Mariza Miradona, 2010), Satang Rimbo (UswanHasan;2010), Playsetan (Rizdki; 2010), Dag Dig Dug(Agung Hero Hernanda; 2013), Follow Me (AgungPerdana ; 2013), Sayatan dalam Disharmoni Hati (ToniJulano;2014), dan beberapa karya lainnya.

Karya-karya diatas tidak saya sebut sebagaikarya terbaik sepanjang perkembangan senipertunjukan di Sumatera, tetapi saya mengasumsikankarya-karya ini sebagai karya yang mempelopori

‘kebaharuan’ (berbeda) pada era mereka. Karya-karyayang berani keluar dari musim atau mencobamembentuk musim baru (beragam).

Belum saya temui karya-karya yang “buruk” diiklim berkesenian di ISI Padangpanjang. Mereka yanglarut dalam satu iklim pun mampu “berpacu”menampilkan totalitas mereka. Ya, barang kalidemikian kosekuensi berkarya dalam satu musim.Muncul sebuah kecendrungan untuk menilai danmembandingkan sebuah karya, mencari pemenangdalam suatu gaya garapan dan pendekatan yangsama.

Saya tidak ingin memuji berlebihan judul-judulyang sebutkan di atas. Tapi, sengaja atau tidak, karyamereka menawarkan dan membuktikan bahwakebaharuan dan perbedaan bisa saja diwujudkan.Kebaharuan dan perbedaan, saya harap tidakdimaklumi sebagai sesuatu yang negativ, melainkansebuah kaberagaman yang indah. Keberagaman yangmampu hidup sejalan, demikianlah yang saya sebutsebagai indahnya konskuensi kemerdekaan.

***

ISI Padangpanjang beruntung memiliki tokoh-tokoh seperti Hajizar, Elizar Koto, M Halim, Asep saipulHaris, Susandra Jaya, Hanefi, (Alm.) Nedi Winuza,mereka sebenarnya adalah pemain-pemain lama yangilmunya belum kita serap sepenuhnya. Mereka adalahorang-orang yang mempengaruhi bentuk di antaraiklim berkesenian di Indonesia, terutama Sumatera. Di

Page 5: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

dalam diri mereka ada ilmu-ilmu yang sering kali kitaacuhkan atau barang kali kurang kita preteli.

Di sinilah saya kira, kita harus sadar betapapentingnya sebuah Apresiasi. Seperti yang telah sayasebutkan sebelumnya: apresiasi tidak hanya menontonkarya kemudian bertepuk tangan. Apresiasi adalahkegiatan analitis - mengkaji, mempreteli - danmengevaluasi. Kita sering menyaksikan karyakomposer-komposer besar di atas, tapi kita jarangsekali mencoba menganalisa apa yang sebenarnyaterjadi pada karya itu. Kebanyakan pelaku seni mudayang saya temui, hanya menangkap sensibilitas (rasa)yang ditawakan saja, entah itu sedih, heroik, roman,haru, atau barang kali humor. Sensibilitas itu dibawapulang tanpa mengetahui asal dan prosesnya. Saya ingat pernyataan Hanefi (etmusikolog)

pada diskusi Ota Rabu Malam ke 5. Ketika ia mencobamembahas salah satu dari dua karya yang akanditampilkan di Pekan komponis Indonesia 2013,nantinya. Yaitu karya Kapacak Nagari. Rabu Malam ituHanefi menyebutkan kira-kira seperti ini:

“saya merasa proses kehadirankarya ini tidak begitu maksimal, ataubelum maksimal”.

Dalam iklim berkesenian di ISI Padangpanjangkita sering menyebut proses sebagai sebuah kegiatanlatihan. Sampai akhirnya seseorang yang dianggapskeptis memprotes, apa pentingnya sebuah proses,apa yang hadir di panggung itulah yang sesuatu yangingin ditampilkan. Sekalipun di sana muncul bunyi-

Page 6: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

bunyi yang tak terduga, kita bisa saja memakluminyasebagai sebuah ‘kesengajaan’. Beberapa pesertadiskusi seakan mengutuki dosen yang satu ini,

“mentang-mentang pernah lihat latihannya”.

Dari yang saya pahami, ada hal lain yang sayakira jauh lebih penting tengah disampaikan Hanefi.Proses yang dimaksud - seperti yang akhirnyadijelaskan kembali oleh Hanfei - bukanlah persoalanlatihan. Hanefi dengan latar kemampuanetnomusikologinya sudah terbiasa mempelajari musik-musik ritual dan musik rakyat. Ia seakan sudah terlatihuntuk merasakan kehadiran sebuah kesenian. Adayang melatarbelakangi setiap nada dan pola ritmeyang muncul. Sengaja ataupun tidak.

Musik rakyat misalnya, ia adalah ekspresikolektif dari sebuah masayrakat lokal. Kehadirannyabukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Terdapat sejarah,pengalaman estetis, dan tujuan yang melatarbelakanginya. Beruntung kita bisa menghadirkanHanefi sebagai pemateri di Ota Rabu Malam ke 9(Sampelong: Historia & Sistem Musikalnya).

Pembuktian menarik juga di presentasikan olehElizar Koto secara terpisah. Di Ota Rabu Malam yangkesepuluh ia memberi tugas pada 20 orang pesertadiskusi untuk menghubung titik-titik dengan pola yangsama untuk digarap menjadi sebuah bentuk. Bentukyang diinginkan oleh setiap peserta.

Hasilnya, dengan titik-titik yang sama hadir 20bentuk yang berbeda. Sayang sekali rasanya kalau kitahanya mengkritisi atau skeptis mempertanyakankenapa harus titik-titik, kenapa titiknya harus sepertiini atau seperti itu. Ya, skeptis terkadang membuat kitaterlihat lebih besar, atau angkuh, tapi ada hal yanglebih menarik dari itu, saya kira. Yang dilakukan ElizarKoto adalah gaya terapi dan mengajar yang lebihefektif, dan mungkin jarang ditemui di bangkuperkuliahan. Dari dua puluh lembar kertas berisi titik-titik itu dihubungkan oleh masing-masing peserta,tidak satu pun diantarnya ada kesamaan. Tetapisemuanya bisa terjelaskan, baik itu karena parapeserta diajak untuk menjelasakan ataupun tidak.

Titik-titik yang hadir bukanlah hasil dari bekalhari itu saja. Dalam setiap garis, sengaja atau tidak,turut serta pengalaman estetis masing-masing pesertamempengaruhi arah setiap garis. Ada yangmenyatukan titik-titik itu menjadi sebuah bentuk (yangpernah ada), ada yang menyatukannya menjadisebuah garis yang terus bersambung, ada yangterputus, ada yang mencoba ‘asal buat’.

Misalnya Budi (salah seorang peserta diskusi), iamenghubungkan titik-titik itu menjadi sebuah bentuktopeng robot. Dari sini kita bisa mencoba menganalisisapa yang tengah dipikirkan Budi, lalu menikmatiprosesnya. Kenapa garis itu harus menjadi sebuahbentuk wajah? Kenapa ia tidak menjadi sebuah garis-garis yang berserakan saja? Kenapa ia tidak sebuahpistol? Kenapa tidak seekor buaya?

Page 7: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

Penalaran menarik lainnya bisa kita lihat dariapa yang dibuat Rayhan, sekilas, saya melilhat titik-titik tersebut dihubungkannya sebagai sebuah grafikstatistik tertentu. Titik-titik itu ia hubungkan menjadisatu garis naik, kemudian turun. Lalu, kenapa dalamimajinasinya waktu itu ia tidak mencoba untukmelukiskan sebuah bunga? Atau ikan? Atau sesuatubentuk kongkrit lainnya.

Lalu Rika, titik-titik yang dihubungkan memangtidak telihat seperti “sesuatu yang pernah ada”, entahgrafik, entah titik-titik tertentu. Katanya ia terlebihdahulu harus mengetahui estetika dari titik-titik ini,kenapa titik-titiknya seperti ini, lalu kenapa harus titik-titik. Tapi tetap saja itu sebuah karya walau itudisebutnya bukan apa-apa.

Instruksi yang diberikan Elizar Koto, saya kiraadalah kuncinya. Elizar menyebar kertas yangberisikan titik-titik itu, kemudian meminta parapemegang kertas untuk menguhubungkan titik-titk itudengan leluasa, sebagai sebuah karya.

Saya teringat sebuah ungkapan yangdikemukan Albert Camus untuk mendefenisikan seni.

“Seseorang menjadi seniman dalammenciptakan karya seni dengan caramembekukan momen-momen estetisyang terjadi dalam dirinya. Keindahanbukan sekedar dialami, melainkandicoba untuk diaktualakan…

…Dalam meciptakan karya seni seoranghendak menghadirkan dunia tidaksebagiamana adanya, tetapisebagaimana yang dirasakan dandipahaminya, dunia yang diinginkan –meskipun absurd.”5

Setiap peserta menerima tantangan dari ElizarKoto, kemudian mengasumsikan titik-titik itu sebagaisebuah realitas dunia yang apa adanya. Setiap pesertamencoba memahami apa yang yang ada ditanganya.Peserta mencoba memahami titik-titik itu, kemudiandiaktualkan sebagai sebuah dunia atau sesuatu yangdiinginkan – sekalipun itu absurd.

5 Agus Sachari. Estetika; Makna, Simbl, dan Daya. Penerbit ITB, 2002

Page 8: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

Budi waktu itu maju ke depan kemudianmempresentasikan apa yang tengah dibuatnya.Baginya garis-garis itu bisa dihubungkan menjadisebuah bentuk. Bentuk itu awalnya terhubung tidaksengaja, tetapi di antara garis yang tidak sengajatersebut, setelah ia putar, menurutnya, dia melihatsepasang mata, lalu ia menantang dirinya, “kenapatidak dibuat seperti topeng saja?”.Pengalaman estetisBudi lah, yang saya kira mendorong budi untukmengatualkan titik-titik atau persoalan yang adadikertas itu sebagai sebuah bentuk topeng.

Sama halnya ketika kita melihat setumpuk awandi atas langit, seseorang bisa saja melihatnya sebagaikuda, atau kijang. Tetapi orang yang tidak pernahmelihat kuda saya kira tidak akan akan semudah itumenyebut seonggok awan yang dilihatnya sebagaikuda. Mungkin Budi senang untuk mencariperumpamaan atau metafora atas segala hal yangpahaminya, kemudian diaktualkannya. Benar, kitahanya bisa menebak, tapi sedikit banyaknya kitamerasakan sebuah proses.

Hal menarik juga kita lihat dari apa yang cobadiaktualkan Rayhan. Titik-titik yang dibentuknyamenjadi satu garis itu, tenyata disebutnya sebagailika-liku kehidupan. Ada permulaan, ada fase, ada naikturun, dan ada kematian. Barang kali Rayhan menemuipengalaman-pengalaman yang membenturkannyauntuk memaknai sebuah kehidupan. Barang kali iapernah mengalami keputus-asaan menjalanikehidupan. Ia meletakan titik kelahiran dan kematian

sebagai titik yang berada dibawah. Titik kelahiranmendaki ke fase-fase remaja dewasa, fase-fase“kehidupan”, mungkin saja kehidupan yang diainginkan. Ia menafsikan itu sebagai titik yang tinggi.Lalu garis itu menurun/melereng ke titik yang rendah,ia sebut itu fase kematian.

Begitu juga dengan Rika, ia maju dan terlebihdahulu menayakan kenapa titik-titik itu disusun sepertiini atau seperti itu, kenapa kita harus menggarisnya,apa estetikanya, dan sebagianya. Rika sangat skepstisatas apa yang ada dihadapannya. Barang kali ia lebihtertarik pada apa yang melatari persoalan itu muncul,dari pada harus memahaminya sebagai sebuahrealitas yang tiba-tiba ada. Rika mengatakan tidak adaperumpamaan atau manifestasi kusus dari apa yangdicoretkannya di kertas itu. Semuanya asal-asalan.

Jika kita mencoba berempati atas sensibilitasyang dirasakan Rika mungkin kita tidak akan tertariklagi melihat apa yang tengah dikerjakannya. Toh, kitamemang tidak bisa memaksa seseorang untukmemahami realitas dihadapannya dengan cara yangsama. Tapi setelah Rika menyampaikan konseptentang apa yang dia kerjakan kita bisa memaklumiproses itu.

Page 9: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

Saya sangat setuju, jika dalam sebuah karyaharus disertai konsep, dan konsep dapat dileburkanmenjadi sebuah judul. Budi, Rayhan, dan Rika mungkintelah melakukannya. Budi barang kali melakukannyasecara spontan, kemudian membaurkannya denganrealitas yang pernah ia tangkap dan direpresentasikan.Topeng yang kita lihat itu pun nantinya bisa saja kitasebut sebagi sebuah alegory kalau misalnya ia men-judul-i-nya dengan kata seperti“palsu”. Rayhanmenggarap titik-titik itu seperti sesuatu yang sayakenal sebagai garis grafik, tetapi ia sebut sebagaisebuah lika liku kehidupan. Garis grafik dan lika likukehidupan bisa saja dua hal defenitif yang berbeda.Namun secara sadar kita bisa melihat, Rayhan tengahmempresentasikan sesuatu yang tidak lurus, sesuatuyang realtif. Garis Grafik ataupun lika liku kehidupan

keduanya perlu dipahami dan diamati. Dua hal yangtidak bisa disimpulkan hanya dengan sekali lihat.

Garis “asal-asalan” yang dibuat Rika bisa sajabermakna atas sesuatu yang berada diluar “garis itu”,tapi itu semua menjadi berbeda ketika kita berempatidengan konsep yang dipaparkannya. Kita bisa tahusesuatu yang ada pada dirinya, dan memahaminyasebagai pelajaran bagi kita, bahwa demikianlah, iamengekspresikan sebuah aktivitas “asal-asalan”.

Penafsiran-penafsiran sederhana di atas tidaklahbersifat mutlak, kita bisa melihat dengan cara yangberbeda-beda, namun tidak tertutup pula munculpenafsiran-penafsiran yang sama. Di sini sayamerasakan hal penting lainya, yang sebaiknyadiapresiasi dari sebuah karya, seperti Bentuk, konsep,dan Judul.

***

Mewarnai Papan Catur

Sekali saya perlu ingatkan, kenapa saya banyakbicara persoalan seni di ISI Padangpanjang, adalahkarena ISI Padangpanjang, sebagai salah satu lembagapendidikan tinggi di Sumatera yang diapresiasisebagai kiblat musik Sumatera. Bagi saya hal iniberakibat munculnya penyeragaman bentuk karya.Untuk itu perlu kita kritisi sembari merawatkeberagamanan. Dan ini bukanlah satu-satunya cara,setiap orang juga bisa ikut membantunya denganberani memproduksi bentuk-bentuk baru itu, ataupun

Page 10: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

memecah dinding-dinding “konstruktif” tersebut.Untuk itu saya kira, tidak ada salanya kita lihat apayang terjadi di Padangpanjang

Dalam percaturan seni ISI Padangpanjang, kitabiasa mengenal adanya persoalan bentuk dan isi. Adayang memperlakukannya sebagai sebuah tahapan,ada yang menyajikannya sekaligus. Ketikamemposisikan diri sebagai seorang penonton “luar”,salah satunya saya tertarik pada karya “Dag Dig Dug”.Karya yang dikomposeri Agung Hero Hernanda ini bagisaya menawarakan sebuah khaos, sebuat sensibilitasyang tak dikenal, asing, atau belum ternamai.

Pertama sekali saya mencoba memahami karyaini dengan memposisikan diri sebagai sesorang yangtidak mengenal si komposer. Saya mencobamenautkan tiga elemen, bentuk, konsep, dan judul,lalu mendekonstruksinya6. Saya mencobamemposisikan diri seperti sedang, “membunuhpengarang” artinya menolak kecendrungan sebuahkarya yang tiba-tiba bernilai karena sejarah hidup sipengarang / komposer.

Kata Dag Dig Dug, yang dijadikannya juduladalah semacam konvensi tak tertulis untukmengindikasikan keadaan detak jantung. Pemaparanserupa disampaikan oleh pembawa acara,bahwasanya karya ini tengah menafsikan sebuahdetak jantung ke dalam medium musik, sebagaisesuatu yang komposer pahami. Lalu saya kembali

6 Dekonstruksi adalah:

memahami bentuknya. Karya ini hadir tidak lazim daribeberapa karya sebelumnya. Ia tidak meggunakanpakaian rapi atapun acak. Yang ada, tubuh yangdibalut plastic, dan para pemain “berjalan” dengantempo yang berbeda. Botol plastik berloncatan dariberbagai arah oleh pelempar yang tidak dikenal.Berserakan kemudian melahirkan suara-suara. Alat-alat musik konvensional itu dimainkan diluarkonvensinya. Seperti Gong dan Talempong yangdiayun-ayunkannya melahirkan gema seperti ‘suara-suara yang tak terdengar’, namun kita bisa merasakansuara itu ada. Tidak ada pola, tida ada perjalan melodi,tidak ada interloking, unisono, stakato, atau hal-hallainnya yang selalu muncul di karya komposisi musikkarawitan ISI Padangpanjang umumnya.

Dalam priode atau tingkat pengalaman tertentu, karyaini menghantarkan saya pada sebuah sensibilitas yang

Page 11: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

tidak dikenal itu, atau apa yang saya sebut Khaos.Saya merasa karya ini tegah mengajak kita kembalipada fase tabula rasa. Suatu fase ketika kita belumtersentuh oleh konstruksi dan konvensi di sekitar kita.Mengajak kita mencoba dan meraba-raba “image”sesuatu benda atau konsep. Seakan kita diajakmengalami sebuah proses mengapa sampai akhirnyagong itu harus dipukul. Mengajak kita memahamibahwa apa yang kita lihat, apa yang kita dengar, apayang kita rasakan, secara sadar atau tidak,mempengaruhi detak jantung kita. Lalu setelah masatabula rasa itu orang – orang mengkonvensikansensibilitas atau rasa.

Orang menyebut detak jantung yang cepatketika melihat kain putih melayang ditengah gelapsebagai ketakutan. Orang menyebut detak jantungyang cepat ketika bertemu orang tua pacar sebagaisebuah rasa grogi. Karya ini secara tidak sadarmenghadirkan sebuah kekacauan, bahkan ketika sayapulang, tidur, lalu bangun sensibilitias itu kembaliterasa ketika saya membayangkan kembali karya itu.Tiba-tiba saya tersadar, bagaimana karya ini bisalolos? Bukankah percaturan karya di kampus ini harusmelakukan pengarapan bentuk?

Penggarapan bentuk di Kampus seni iniditafsirkan sebagai pengembangan bentuk-bentukatau konsep dari kesenian tradisi yang pernah ada.Dan hal itu saya kira sama sekali berbeda dengankarya Dag Dig Dug. Saya sangat sadar penafsiransubjetif saya terlalu berlebihan. Pada Ota Rabu Malam

pertama, saya dan kawan-kawan curator memintakarya ini untuk hadir dan mempresentasikan kembalikonsep karya itu.

Benar “saya yang terlalu berlebihan”, karya inilahir dari sebuah konsep dan ide sederhana.“bagaimana menafsikan detak jantung dalamkomposisi musik?” hanya itu. Tuntutan dari karya iniadalah melahirkan sebuah bentuk. Namun tidaktertutup kemungkinan bentuk dan isi hadir bersamaan.Isi dalam percaturan seni di Kampus ISIPadangpanjang sering kali diposisikan sebagaikelanjutan dari bentuk. Bentuk dan isi dipahamisebagai dua hal yang terpisah. Tapi bentuklah yangmenaungi isi. Mereka bisa saja hadir berbarengan,bahkan ketika ia tidak disengaja. Isi dalam konteks inijuga disebut sebagai sebuah propaganda. Bentuk danisi bisa saja tidak memliki makna apa-apa ketikapengkarya tidak memahami persolan disekitarnya ataupesoalan yang dia bahas.

Tapi mengamati dan memahami persoalan mautidak mau menghantarkan kita pada sebuah tingkat,yang kita sebut tingkat “kedewasaan”. Tingkatkedewasaan juga bisa dipicu oleh pengalaman estetis,rutinitas latihan, mempelajari banyak hal dan lainsebaginya. Begitu pula lah pentingnya sebuah diskusidan apresiasi. Sebuah dimensi bebas menyerappengetahuan dan pengalaman orang lain, lalumengadopsinya sebagai pengalaman kita. AgungHero, saya kira tidak akan mampu melahiran karyaseperti itu jika ia tidak dibekali pengalaman langsung

Page 12: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

atau pengalaman yang ia pelajari, untuk bisa danberani membuat karya tanpa pola, unisono, motiftradisi, atau bahan garap lazim lainnya sebagaisebuah karya komposisi musik yang komprehensif.

Dalam bentuk lain, peleburan antara bentuk danisi juga bisa kita lihat pada Lapak – Lapak Puan (MarizaMiradona; 2010)7. Lapak-Lapak Puan adalah satu-satunya komposer perempuan yangmempresentasikan karya pada tahun 2010 sekaligusmembicarakan persoalan perempuan. Komposer yangbiasa di sapa Ija ini, memanfaatkan konstruksi adatyang melekat di sebuah kesenian gandang duduak diMuaro labuah. Konstruksi yang dijadikannya pijakan itusekaligus diterjangnya. Ia menangkap realitas yangada pada kesenian gandang duduak atau gandangsarunai, dalam konstruksi musikalitasnya terlihatsebuah sebuah cikal bakal konsep kesetaraan gender,kemudian dipersonifikasikan dan dianalogikannyauntuk menuju kesetaraan gender, seperti yang iapahami.

Bentuk lain juga dipresntasikan oleh UswanHasan pada tahun 2010. Wawan melahirkan karyaSatang Rimbo8, sekilas karya ini adalah aksipropaganda dalam menyalamatkan hutan. Wawanlahir dan besar di Jambi, sebuah profinsi yang saya

7Karya Komposisi musik, yang dikomoseri oleh Mariza Mira Dona pada tahun 2010. Arsip video karya bisa diakses di perpustakaan Jurusan Seni Karawitan ISI Padangpanjang

8KArya Pertunjukan yang dikomposeri oleh Uswan Hasan pada tahun 2010 ditapilkan di GP Hoerijzah Adam ISI Padangpannjang. Arsip video karya bisa diakses di perpustakaan Jurusan Seni Karawitan ISI Padangpanjang

kira juga terlibat banyak dalam perusakan hutandunia. Namun dalam konseptual yang ia laporkan,karya ini juga memenuhi kebutuhan tuntutankuliahnya, yaitu penggarapan bentuk. Isi itu bisa ianaunggi dalam penggapan bentuk kesenian khasmasyarakat ‘suku anak dalam’, atau orang rimba,Jambi.

Page 13: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

Bagi saya sendiri “taktik” ini baru tergambar jelassetelah Rizdki Afdal menampilkan kembali arsip videokaryanya yang berjudul Playsetan di Ota Rabu Malamke 07. Karya ini memecah ketakutakan kita terhadapsebuah fenomena misteri di sebuah desa di TaehBaruah. Fenomena Basirompak. Basirompak adalahsebuah ritual magis untuk mengguna-gunai seorangperempuan. Basirompak diaktual melalui mediummusik, di sana terdapat sederet mantra yangdidendangan, alunan melodi saluang dengan nadayang tajam dan permainan gasing. Melodi-melodi itumenyisakan trauma bagi orang-orang, terutama yangpernah menjadi korban.

Pada tahun 2010, Rizdki Afdal mengomposkembali fenomena itu dalam sebuah parodi musikal. Iamempermainkan elemen-elemen “kunci” dari ritualmagis itu sebagai sesuatu yang lucu bahkan konyol. Iamenjudulinya dengan kata “Playsetan”, kata ambiguyang samar bisa saja ditafsirkan sebagai sebuahbentuk plesetan atau beramain-main dengan setan.Sedangkan konseptual yang dibangun dari karya initidak lebih dari melahirkan sebuah “bentuk” kesenianritual magis ini ke dalam bentuk hiburan.

Hiburan yang dimaksudkan Rizdki barang kaliserupa dengan apa yang saya pahami sebagai parody.Tapi itu bukan masalah besar di sini, karya Rizdkimengahantar ingatan saya pada sebuah pidato ChairilAnwar pernah di kutip oleh Gunawan Mohamad:

“kita anak dari masa silam….

... pohon keramat yang selama ini tidak boleh didekati suatusaat akan dipanjat, dan akan dipotong cabang-cabang yangmerimbun-merindang-tak perlu.”

Demikian rangkaian kalimat Chairil Anwar dalammenyuarakan semangat kebaruan pada masa itu.Kalimat itu saya kira diperuntukan untukmempropogandai masyarakat untuk tidak lagiterkekang oleh “misteri” yang tak beralasan sepertiyang dikonstruksikan “adat” atau barang kali jugaagama.

Awalnya saya mengira karya-karya sepertiPlaysetan ini akan diejek oleh para etnomusikolog,namun semuanya hari itu serempak tertawa. Darikarya yang disampaikan Rizdki kita bisa merasakansebuah proses, dan memahami apa yang tengahdiparodikannya. Dan itu saya kira terbukti ketika iaberhasil membuat orang-orang tertawa di bagian kunciritual magis itu –yang sengaja di-pleset-kannya.

Sebuah kesimpulan menarik bagi saya malamitu di paparkan oleh Rizdki, ketika menjawab sebuahpertanyaan yang sering muncul dalam forum diskusiini, “pendekatan garap apa yang anda gunakan dalamkarya ini?”

Malam itu Rizdki tersenyum sumringah, “kitahanya perlu berkarya seperti yang kita inginkan…kalau persoalan laporan saya bikin saja reinterpretasi,toh nggak masalah… karya ini juga sekaligusmelakukan garapan bentuk”

Page 14: Membaca Arsip1 - otarabumalam.files.wordpress.com · Mewarnai percaturan sejarah musik kontemporer Sumatera Oleh Albert Rahman Putra2 Dunia sastra memiliki sosok HB Jassin sebagai

Kini, kita seakan harus melewati yang jugadilewati pendahulu kita. Mengikuti percaturan yangpernah ada. Dari karya-karya yang saya apresiasidiatas, ada beberapa hal menarik yang bisa sayadapat: ternyata bentuk dan isi bukan sesuatu yangharus dipisahkan. Kualitas karya itu ternyata bisa kitatingkatkan dengan meningkatkan kuantitas apresiasikita, meningkatkan imajinasi kita, menambahpengalaman estetis kita, menjadi akrab denganrealitas sosial kita dan keinginan kita untuk memahamiitu. Keliaran judul, konsep, dan bentuk ternyata ikutmemberi nilai tersendiri karya itu untuk menarik dikajiulang.

Persoalan yang dirasakkan Indra Arifin,barangkali juga merupakan suara dari sekian banyakorang yang ternyata ingin bereksperimentasi di luarketentuan-ketentuan yang disusun oleh perguruantinggi. Melihat perguruan tinggi ini diapresiasi sebagaikiblat musik Sumatera, perlu ada sebuah terobosanuntuk merayakan kebebasan berkesenian lebih sehatlagi. Akan sayang sekali kalau beberapa orang tidakmenemukan tempat untuk mengatualkan ekpresiberkeseniannya. Untuk itu kita kedepannya barang kalijuga perlu memberi ruang itu. Merayakankeberagaman dan kebebasan berkespresi. Menujumusik tanpa batas.

(Kurator Ota Rabu Malam)