master plan - pertanian.go.id sumatera... · master plan pengembangan kawasan tanaman hortikultura...
TRANSCRIPT
MASTER PLANPENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA
PROVINSI SUMATERA SELATAN
Dinas PertanianTanaman Pangan Dan Hortikultura
Provinsi Sumatera Selatan2016
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
ii
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun Master Plan Pengembangan Kawasan TanamanHortikultura di Provinsi Sumatera Selatan memanjatkan puji syukur kehadhirat Allah SWT atas karunia, rahmat dan hidayah yang telah dilimpahkankepada Tim dengan telah diselesaikannya Dokumen Master PlanPengembangan Kawasan Hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan tahun2016. Dokumen Master Plan ini disusun melalui proses identifikasi dananalisis terhadap komoditi tanaman hortikultura (cabai, bawang merah danjeruk) yang menjadi unggulan di Sumatera Selatan, pada 6 wilayah kawasanyang telah ditetapkan secara nasional meliputi Kabupaten OKI, OKU, OganIlir, Banyuasin, Musi Rawas dan Kota Palembang.
Dokumen ini dalam pemanfaatannya dapat digunakan oleh PemerintahProvinsi Sumatera Selatan khususnya Dinas Pertanian Tanaman Pangan danHortikultura Provinsi Sumatera Selatan sebagai pedoman arahan (direction)bagi pengembangan tanaman hortikultura dengan pola pengembangankawasan di Sumatera Selatan yang tepat dan terarah, bersifat strategis,berskala besar, dan berdurasi panjang dengan memperhatikan berbagaifaktor yang melekat pada konteks, situasi, dan lingkungan pengembangan,sehingga dapat mengantarkan pada pencapaian tujuan dengan tingkatefektivitas dan efisiensi yang tinggi. Bagi masyarakat/investor danstakeholders lainnya, dokumen ini bermanfaat sebagai dokumen yang dapatmemberikan informasi tentang komoditi unggulan tanaman hortikultura diProvinsi Sumatera Selatan yang memiliki potensi untuk berswasembada,sekaligus menjadi referensi bagi instansi serta sektor terkait untuk menyusunprogram pengembangan industri/komoditi unggulan khususnya pada wilayah-wilayah kawasan di Provinsi Sumatera Selatan yang bersinergi.
Tim mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi kepada semuapihak yang telah berkontribusi bagi tersusunnya dokumen ini, terutamakepada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi SumateraSelatan yang telah memfasilitasi pelaksanaan penyusunan Master PlanPengembangan Kawasan Tanaman Hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan.
Palembang, Desember 2016
Tim Penyusun
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
iii
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN…………………………………………………………...... I-11.1. Latar Belakang……………………………………………………… I-11.2. Tujuan…………………………………………………………………. I-41.3. Hasil Yang Diharapkan…………………………………………… I-41.4. Sasaran……………………………………………………………….. I-4
II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGANKAWASAN TANAMAN HORTIKULTURA……………………………… II-12.1. Komoditas dan Calon Lokasi………………………………….. II-12.2. Misi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota.. II-72.3. Tujuan Pengembangan Komoditas dan Kawasan
Tanaman Hortikultura……………………………………………. II-132.4. Sasaran Pengembangan Komoditas dan Kawasan
Tanaman Hortikultura……………………………………………. II-14
III. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR…………………….. III-13.1. Tinjauan Pustaka Pengembangan Kawasan dan
Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura…………….. III-13.2. Tinjauan Pustaka dan Hasil-Hasil Kegiatan Terdahulu III-53.3. Tantangan dan Permasalahan Pembangunan
Pertanian (Spesifik Komoditas dan Kawasan)…………… III-103.4. Landasan Teori Pengembangan Kawasan dan
Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura…………….. III-133.5. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Studi…………………… III-243.6. Kerangka Pemikiran Penyusunan Masterplan dan
Rencana Aksi………………………………………………………… III-25
IV. METODOLOGI………………………………………………………………... IV-14.1. Jenis data dan Sumbernya…………………………………….. IV-14.2. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data.. IV-14.3. Metode Pendekatan dan Pelaksanaan Studi……………… IV-24.4. Metode Penyusunan dan Rencana Aksi……………………. IV-3
V. POTENSI WILAYAH KOMODITAS UNGGULAN DANKAWASAN TANAMAN HORTIKULTURA……….... V-15.1. Aspek Kondisi Umum Wilayah………………………………… V-15.2. Aspek Agroekologis dan Lingkungan………………………. V-45.3. Aspek Ekonomi dan Perekonomian…………………………. V-125.4. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang…………………. V-23
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
iv
Halaman
5.5. Aspek Kelembagaan……………………….…………………….. V-315.6. Aspek Sumber Daya Manusia…………………………………. V-335.7. Aspek Teknis dan Gangguan Produksi…………………….. V-375.8. Aspek Kebijakan……………………….…………………………… V-385.9. Aspek Pertanian……………………….…………………………… V-42
VI. ANALISIS PERENCANAAN……………………….………………………. VI-16.1. Analisis Biofisik Sumberdaya Lahan………………………… VI-16.1.1. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimat untuk
Pengembangan Kawasan Cabai………………………………. VI-36.1.2. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimat untuk
Pengembangan Kawasan Bawang Merah………………… VI-66.1.3. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimat untuk
Pengembangan Kawasan Jeruk………………………………. VI-86.1.4. Perencanaan Pengembangan Kawasan Berdasarkan
Aspek Biofisik Sumberdaya Lahan…………………………… VI-116.2. Analisis Ekonomi dan Perekonomian………………………. VI-426.3. Analisis Sarana dan Prasarana Penunjang……………….. VI-536.4. Analisis Kependudukan dan Sosial Budaya………………. VI-626.5. Analisis Kelembagaan……………………….…………………… VI-646.6. Analisis Sumber Daya Manusia……………………………….. VI-666.7. Analisis Teknis Tanaman Hortikultura……………………… VI-686.8 Analisis Pengolahan, Perdagangan dan Konsumsi
Perdagangan Hasil Pertanian…………………………………. VI-756.9. Analisis Kebijakan dan Pembiayaan…………………………. VI-776.10. Analisis Pelaku dan Pemangku Kepentingan
(Keterkaitan antar Program dan Antar Sentra danAntar Kawasan atau Antar Klaster) ………………………… VI-78
6.11. Analisis Model dan Desain Pengembangan KomoditasUnggulan dan Kawasan Hortikultura……………………….. VI-81
VII. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KAWASAN……………………… VII-17.1. Strategi Pengembangan………………………..………………. VIII-17.2. Program Pengembangan………………………..……………… VII-3
VIII KESIMPULAN DAN SARAN………………………..…………………….. VIII-18.1. Kesimpulan………………………..………………………………… VIII-18.2. Saran………………………..…………………………………………. VIII-2
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Nilai LQ Tanaman Hortikultura Berdasarkan ProduksiKomoditas per Kabupaten di Provinsi SumateraSelatan Tahun 2014………………………..…………………… III-6
Tabel 5.1. Kondisi Umum Wilayah-Wilayah Kawasan TanamanPangan dan hortikultura di Provinsi SumateraSelatan, 2015………………………..……………………………. V-4
Tabel 5.2. Luas Lahan per Kabupaten/Kota Dirinci MenurutPenggunaannya di Sumatera Selatan Tahun 2013-2015………………………..…………………………………………. V-8
Tabel 5.3. Rata-Rata Suhu dan Kelembaban Udara MenurutBulan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015……… V-9
Tabel 5.4. Rerata Tekanan Udara, Kecepatan Angin danPenyinaran Matahari Menurut Bulan di ProvinsiSumatera Selatan, 2015………………………..……………… V-10
Tabel 5.5. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulandi Provinsi Sumatera Selatan, 2015……………………….. V-11
Tabel 5.6. Rerata Kondisi Aspek Agroekologis dan LingkunganPada Wilayah yang Telah Ditetapkan SebagaiKawasan di Provinsi Sumatera Selatan…………………..
V-12
Tabel 5.7. PDRB atas Dasar Harga Berlaku Komoditi Pertaniandi Provinsi Sumatera Selatan (Juta Rupiah) ……………. V-13
Tabel 5.8. Kontribusi Sektor dan Sub Sektor Pertanian Provinsiterhadap PDRB Sumatera Selatan, 2015………………… V-15
Tabel 5.9. Perkembangan Rerata Harga Produsen TanamanCabai pada Wilayah Kawasan Tahun 2009-2015……… V-16
Tabel 5.10. Perkembangan rerata harga produsen tanamanBawang Merah pada wilayah kawasan tahun 2009-2015…………………..………………………………………………. V-17
Tabel 5.11. Perkembangan Rerata Harga Produsen TanamanJeruk pada Wilayah Kawasan Tahun 2009-2015……… V-18
Tabel 5.12. Hasil Analisis Usahatani Cabai pada Wilayah Kawasanper Musim Tanam…………………………………………..……. V-19
Tabel 5.13. Hasil Analisis Usahatani Bawang Merah pada WilayahKawasan per Musim Tanam………………………………….. V-20
Tabel 5.14. Hasil Analisis Usahatani Jeruk pada Wilayah Kawasanper Musim Tanam…………………..…………………………… V-21
Tabel 5.15. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Pendudukdi Sumatera Selatan dan pada Wilayah Kawasanyang Ditetapkan………………………………………………….. V-22
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
vi
Halaman
Tabel 5.16. Bantuan Alsintan Melalui Program Upsus Tahun 2015pada Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan…………….. V-25
Tabel 5.17. Panjang Jalan Menurut Kabupaten/Kota dan JenisPermukaan Jalan di Wilayah-Wilayah KawasanTanaman Pangan dan Hortikultura Di ProvinsiSumatera Selatan, 2015……………………………………….. V-26
Tabel 5.18. Panjang Jalan dan Kondisi Jalan MenurutKabupaten/Kota di Wilayah-Wilayah KawasanTanaman Pangan dan Hortikultura di ProvinsiSumatera Selatan, 2015………………………………………. V-26
Tabel 5.19. Jumlah Kendaraan Bermotor dan Jenis KendaraamMenurut Kabupaten/Kota di Wilayah-WilayahKawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura diProvinsi Sumatera Selatan, 2015…………………………… V-27
Tabel 5.20. Jumlah Bank Pemerintah, Bank PembangunanDaerah, Bank Swasta, dan Bank BPR di ProvinsiSumatera Selatan (unit), Tahun 2014…………………… V-30
Tabel 5.21. Jumlah Koperasi dan Anggota Koperasi MenurutKabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2014.. V-31
Tabel 5.22. Jumlah kelompok tani dan Gapoktan di ProvinsiSumatera Selatan, 2013-2014……………………………… V-32
Tabel 5.23. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian danPertumbuhannya pada Wilayah-Wilayah Kawasan diProvinsi Sumatera Selatan……………………………………. V-33
Tabel 5.24. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian di ProvinsiSumatera Selatan Menurut Golongan Luas Lahanyang Dikuasai……………………………………………………… V-34
Tabel 5.25. Jumlah Petani Sektor Pertanian dan Sub SektorTanaman Pangan dan Hortikultura di ProvinsiSumatera Selatan tahun 2013……………………………… V-35
Tabel 5.26. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian dan RumahTangga Usahatani Tanaman Pangan dan Hortikulturayang Melakukan Pengolahan Hasil Pertanian PadaWilayah-Wilayah Kawasan di Provinsi SumateraSelatan Tahun 2013…………………………………………….. V-36
Tabel 5.27. Jumlah SDM yang Menangani Pelayanan Pertanianpada Wilayah-Wilayah Kawasan di Sumatera SelatanTahun 2015………………………………………………………… V-37
Tabel 5.28. Luas Masing-Masing Kabupaten dan Kota Di ProvinsiSumatera Selatan………………………………………………… V-43
Tabel 5.29. Penampilan Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitasdan Produksi Tanaman Hortikultura di SumateraSelatan………………………………………………………………… V-44
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
vii
Halaman
Tabel 6.1. Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah KawasanCabai dengan Syarat Lahan dan Agroklimat yangDiinginkan Tanaman Cabai……………………………………. VI-5
Tabel 6.2. Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah KawasanBawang Merah dengan Syarat Lahan dan Agroklimatyang Diinginkan Tanaman Bawang Merah……………… VI-8
Tabel 6.3. Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah KawasanJeruk dengan Syarat Lahan dan Agroklimat yangDiinginkan Tanaman Jeruk……………………………………. VI-11
Tabel 6.4. Kondisi dan Potensi Komoditi Cabai di SumateraSelatan dan Wilayah Kawasan, Tahun 2015……………. VI-17
Tabel 6.5. Kondisi dan Potensi Komoditi Bawang Merah diSumatera Selatan dan Wilayah Kawasan, Tahun 2015 VI-28
Tabel 6.6. Kondisi dan Potensi Komoditi Jeruk di SumateraSelatan dan Wilayah Kawasan, Tahun 2015…………… VI-37
Tabel 6.7. Kebutuhan Sarana dan Prasarana di Tingkat PetaniUntuk Pengembangan Kawasan Tanaman Pangandan Hortikultura……………………………………………………
VI-54
Tabel 6.8. Penyediaan Jalan Berdasarkan Kecepatan Kendaraan,Lebar dan GSJ……………………………………………………… VI-55
Tabel 6.9. Standar Perencanaan Prasarana Drainase VI-57Tabel 6.10. Standar Kebutuhan Air Bersih………………………………… VI-58Tabel 6.11. Kebutuhan Jaringan Listrik……………………………………. VI-60Tabel 6.12. Kebutuhan Jaringan Telepon…………………………………. VI-61Tabel 6.13. Jumlah kawasan Tanaman Hortikultura Dari Berbagai
Kabupaten dan Kota di Sumatera Selatan………………. VI-69Tabel 6.14. Luas Total Kawasan Tanaman Hortikultura Untuk
Setiap Kabupaten dan Kota di Sumatera Selatan……… VI-70Tabel 6.15. Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Hortikultura di
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI)……………………… VI-70Tabel 6.16. Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Hortikultura di
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKU)…………………….. VI-71Tabel 6.17. Kawasan berbagai komoditi tanaman hortikultura di
Kabupaten Ogan Ilir……………………………………………… VI-72Tabel 6.18 Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Hortikultura di
Kabupaten Banyuasin. …………………………………………. VI-73Tabel 6.19 Kawasan Komoditi Bawang Merah di Kabupaten Musi
Rawas…………………………………………………………………. VI-73Tabel 6.20. Kawasan komoditi Cabai di Kota Palembang………….. VI-74Tabel 7.1. Matriks Rencana Aksi Pengembangan Kawasan
Tanaman Cabai Di Sumatera Selatan……………………… VII-4
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
viii
Halaman
Tabel 7.2. Matriks Rencana Aksi Pengembangan KawasanTanaman Bawang Merah Di Sumatera Selatan………… VII-6
Tabel 7.3. Matriks Rencana Aksi Pengembangan KawasanTanaman Jeruk Di Sumatera Selatan……………………… VII-8
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 6.1. Peta Rencana Pengembangan Kawasan BudidayaPertanian………………………………………………………….. VI-15
Gambar 6.2. Peta Existing Kawasan Cabai di KabupatenBanyuasin………………………………………………………….. VI-18
Gambar 6.3. Peta Pengembangan Kawasan Cabai di KabupatenBanyuasin VI-19
Gambar 6.4. Peta Existing Kawasan Cabai di Kabupaten OganIlir…………………………………………………………………….. VI-20
Gambar 6.5. Peta Pengembangan Kawasan Cabai di KabupatenOgan Ilir……………………………………………………………. VI-21
Gambar 6.6. Peta Existing Kawasan Cabai di Kabupaten OganKomering Ilir……………………………………………………… VI-22
Gambar 6.7. Peta Pengembangan Kawasan Cabai di KabupatenOgan Komering Ilir………………………………………………
VI-23
Gambar 6.8. Peta Existing Kawasan Cabai di Kota Palembang VI-24Gambar 6.9. Peta Pengembangan Kawasan Cabai di Kota
Palembang………………………………………………………….VI-25
Gambar 6.10. Peta Eksisting Kawasan Cabai di Kabupaten OKU…. VI-26Gambar 6.11. Peta Pengembangan Kawasan Cabai di Kabupaten
OKU…………………………………………………………………… VI-27Gambar 6.12. Peta Existing Kawasan Bawang Merah di Kabupaten
OKU…………………………………………………………………... VI-29Gambar 6.13. Peta Pengembangan Kawasan Bawang Merah di
Kabupaten OKU………………………………………………….. VI-30Gambar 6.14. Peta Existing Kawasan Bawang Merah di Kabupaten
OKI……………………………………………………………………. VI-31Gambar 6.15. Peta Existing Kawasan Bawang Merah di Kabupaten
OKI……………………………………………………………………. VI-32Gambar 6.16. Peta Existing Kawasan Bawang Merah di Kabupaten
Musi Rawas………………………………………………………… VI-33Gambar 6.17. Peta Pengembangan Kawasan Bawang Merah di
Kabupaten Musi Rawas………………………………………… VI-34Gambar 6.18. Peta Existing Kawasan Bawang Merah di Kabupaten
Banyuasin…………………………………………………………… VI-35Gambar 6.19. Peta Pengembangan Kawasan Bawang Merah di
Kabupaten Banyuasin………………………………………….. VI-36Gambar 6.20. Peta Eksisting Kawasan Jeruk di Kabupaten OKU…… VI-38Gambar 6.21. Peta Pengembangan Kawasan Bawang Merah di
Kabupaten OKU………………………………………………….. VI-67
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
x
Halaman
Gambar 6.22. Peta Eksisting Kawasan Bawang Merah di KabupatenOI……………………………………………………… VI-68
Gambar 6.23. Peta Pengembangan Kawasan Bawang Merah diKabupaten OI……………………………………………………… VI-69
Gambar.6.24. Sistem Lembaga Otoritas Produksi TanamanHortikultura…………………………………………………………. VI-80
Gambar 6.25. Model Klaster Tanaman Komoditi Unggulan…………… VI-83Gambar 6.26. Pohon Industri Komoditas Cabai Besar………………….. VI-85Gambar 6.27. Pohon Industri Komoditas Bawang Merah……………… VI-87Gambar 6.28. Pohon Industri Jeruk…………………………………………… VI-89
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perencanaan pembangunan pertanian ke depan harus dilandasi
optimalisasi sumberdaya yang dicirikan dengan keterpaduan kegiatan, lokasi,
pembiayaan maupun fokus komoditas. Pendekatan pengembangan kawasan
dirancang untuk meningkatkan efektifitas kegiatan, efisiensi anggaran dan
mendorong keberlanjutan kawasan komoditas unggulan.
Kawasan pertanian menurut administrasi pengelolaannya terdiri dari :
1. Kawasan Pertanian Nasional, merupakan kawasan yang ditetapkan oleh
Menteri Pertanian dengan kriteria :
1) Memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap pencapaian produksi nasional;
2) Difasilitasi oleh APBN dan didukung APBD provinsi/kabupaten/kota;
3) Mengembangkan 40 komoditas unggulan nasional sesuai dengan Renstra
Kementan.
2. Kawasan Pertanian Provinsi adalah kawasan yang ditetapkan oleh Gubernur
dengan kriteria :
1) Memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap pencapaian produksi provinsi;
2) Difasilitasi oleh APBD provinsi dan dapat didukung APBN sebagai
pendamping (untuk provinsi yang mengembangkan 40 komoditas
unggulan nasional);
3) Mengembangkan komoditas unggulan provinsi dan/atau 40 komoditas
unggulan nasional.
1
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-2
3. Kawasan Pertanian Kabupaten/Kota adalah kawasan yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dengan kriteria :
1) Memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap pencapaian produksi kabupaten/kota;
2) Difasilitasi oleh APBD kabupaten/kota dan dapat didukung APBN sebagai
pendamping (untuk kabupaten/kota yang mengembangkan 40
komoditas unggulan nasional) serta dapat didukung oleh APBD provinsi
(untuk kabupaten/kota yang mengembangkan komoditas unggulan
provinsi);
3) Mengembangkan komoditas unggulan provinsi dan/atau 40 komoditas
unggulan nasional.
Sehubungan dengan hal di atas, perlu disusun rancang bangun
pengembangan komoditas strategis yang mampu mendorong terciptanya
kerjasama antar daerah dalam suatu kawasan guna menjamin terpenuhinya
ketersediaan pasokan produksi komoditas pangan dengan tetap memberikan
keuntungan yang memadai bagi petani dan produsen melalui pemberian
berbagai insentif produksi dan jaminan harga pasar hasil panen yang layak.
Rancang bangun perencanaan kawasan pertanian yang disusun harus sejalan
dengan pendekatan sistem perencanaan dan pembangunan nasional, yaitu
bersifat politis (mendukung tercapainya visi-misi kepala negara/kepala daerah),
top-down policy (sejalan dengan arah kebijakan nasional), bottom-up planning
(sesuai dengan aspirasi/kebutuhan masyarakat) dan teknokratis (didasarkan
pada kelayakan teknis, sosial ekonomis dan lingkungan). Dengan demikian,
penyusunan rancang bangun pengembangan komoditas merupakan bentuk
pendekatan yang terpadu dan menyeluruh dalam perencanaan yang didasarkan
atas kelayakan dan kesesuaian terhadap prasyarat dan potensi dampaknya
terhadap pengaruh timbal balik dari teknis budidaya, agroekosistem dan faktor
sosial-ekonomi.
Upaya untuk mewujudkan pengembangan komoditas strategis secara
berkelanjutan membutuhkan perencanaan pengembangan komoditas yang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-3
dapat mengakselerasi potensi daya saing komoditas dan wilayah melalui
optimalisasi sinergitas pengembangan komoditas (integrasi komoditas dengan
ternak), keterpaduan lokasi kegiatan dan keterpaduan sumber pembiayaan.
Keterpaduan pengembangan komoditas yang didukung secara horisontal dan
vertikal oleh segenap pelaku dan pemangku kepentingan dalam suatu kawasan
pertanian yang berskala ekonomis, mensyaratkan pendekatan yang menyeluruh
mulai dari hulu hingga hilir.
Secara garis besar implementasi pengembangan kawasan dapat dibagi
ke dalam tahap : perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan dengan urutan
tahapan sebagai berikut :
1. Pembentukan organisasi pelaksana;
2. Penentuan komoditas;
3. Penentuan lokasi kawasan kabupaten/kota;
4. Penyusunan masterplan pengembangan kawasan;
5. Penyusunan rencana aksi pengembangan kawasan;
6. Sinkronisasi rencana pengembangan kawasan lingkup provinsi;
7. Sinkronisasi rencana pengembangan kawasan lingkup esselon I
Kementerian Pertanian;
8. Pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan;
9. Monitoring, evaluasi dan pelaporan;
10. Penyusunan data base pengembangan kawasan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor : 45/Kpts/PD.200/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Tanaman
Hortikultura dengan jenis komoditi yang ditetapkan untuk dikembangkan adalah
Cabai, Bawang Merah dan Jeruk Nasional maka di Provinsi Sumatera Selatan
terdapat beberapa kabupaten yang ditetapkan sebagai kawasan tersebut.
Sesuai dengan tahapan implementasi pengembangan kawasan maka disusunlah
Masterplan untuk kabupaten–kabupaten yang telah ditetapkan sebagai kawasan
tanaman hortikultura.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-4
1.2. Tujuan
Penyusunan Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Hortikultura
bertujuan untuk:
1. Mendukung kebijakan Kementerian Pertanian dalam mengimplementasikan
kebijakan pengembangan kawasan tanaman hortikultura;
2. Mengarahkan perencanaan kawasan tanaman hortikultura selaras dengan
kebijakan nasional;
3. Menyediakan dokumen bagi para perencana dan pengambil keputusan di
provinsi, kabupaten dan pemangku kepentingan dalam menyusun rencana
aksi pengembangan kawasan tanaman hortikultura yang disusun oleh
Kabupaten;
4. Meningkatkan kinerja pengembangan kawasan tanaman hortikultura secara
terukur.
1.3. Hasil Yang Diharapkan
1. Tersusunnya Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Hortikultura di
Provinsi Sumatera Selatan dan diteruskan dengan Penyusunan Rencana
Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman Hortikultura oleh Kabupaten/Kota.
2. Terbangunnya sentra-sentra produksi tanaman hortikultura di Kawasan
Berbasis Komoditas Cabe Merah, Bawang Merah dan Jeruk di Provinsi
Sumatera Selatan.
1.4. Sasaran
Sasaran dari penyusunan master plan pengembangan kawasan tanaman
hortikultura di Sumatera Selatan ini adalah:
1. Tersusunnya master plan dan rencana aksi pengembangan kawasan
tanaman hortikultura secara komprehensif di daerah.
2. Adanya kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan tanaman
hortikultura di Sumatera Selatan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-5
3. Tersedianya alokasi anggaran non APBN yang mendukung pengembangan
kawasan tanaman hortikultura secara berkelanjutan (multy years).
4. Meningkatnya produksi, produktivitas, dan mutu komoditas unggulan yang
dikembangkan.
5. Meningkatnya aktivitas pasca panen dan kualitas produk.
6. Meningkatnya aktivitas pengolahan dan nilai tambah produk.
7. Meningkatnya jaringan pemasaran komoditas.
8. Meningkatnya pendapatan pelaku usaha komoditas.
9. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha;
10. Meningkatnya aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan, pasar input dan
output, teknologi dan informasi.
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyusunan master plan ini dibatasi pada wilayah Provinsi
Sumatera Selatan. dengan fokus wilayah pada kabupaten-kabupaten yang telah
ditetapkan secara nasional. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No :
45/Kpts/PD.200/1/2015 telah menetapkan kawasan tanaman hortikultura di
Sumatera Selatan meliputi:
1. Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) untuk kawasan tanaman bawang
merah.
2. Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) untuk kawasan tanaman cabai,
bawang merah dan jeruk.
3. Kabupaten Ogan Ilir (OI) untuk kawasan tanaman cabai dan jeruk
4. Kabupaten Banyuasin untuk kawasan tanaman cabai dan bawang merah.
5. Kabupaten Musi Rawas untuk kawasan tanaman bawang merah
6. Kota Palembang untuk kawasan tanaman cabai.
Penyusunan master plan pengembangan kawasan hortikultura di
Sumatera Selatan ini dilaksanakan selama 6 bulan selama tahun 2016. Dari
hasil penyusunan master plan ini, didapat dokumen yang bermuatan:
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-6
- Potensi wilayah komoditas unggulan dan kawasan tanaman hortikultura
yang ditinjau dari berbagai aspek.
- Hasil analisis perencanaan terhadap biofisik sumberdaya lahan, ekonomi
dan perekonomian, sarana dan prasarana penunjang, kependudukan dan
sosial budaya, kelembagaan, sumberdaya manusia, teknis tanaman
hortikultura, pengolahan, perdagangan dan konsumsi perdagangan hasil
tanaman hortikultura, kebijakan dan pembiayaan, pelaku dan pemangku
kepentingan, serta model dan desain pengembangan komoditas unggulan
dan kawasan hortikultura
- Rencana aksi pengembangan kawasan.
Secara keseluruhan muatan master plan ini dirangkum dan disajikan secara
lengkap dalam dokumen yang terstruktur sesuai format penulisan, yang terdiri
dari :
RINGKASAN EKSEKUTIF
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Hasil Yang Diharapkan
D. Sasaran
E. Ruang Lingkup
II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN
HORTIKULTURA
A. Komoditas dan Calon Lokasi
B. Visi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota
C. Misi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-7
D.Tujuan Pengembangan Komoditas dan Kawasan Tanaman Hortikultura
E. Sasaran Pengembangan Komoditas dan Kawasan Tanaman Hortikultura
III. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka dan Hasil-Hasil Kegiatan Terdahulu
B. Tantangan dan Permasalahan Pembangunan Pertanian (Spesifik
Komoditas dan Kawasan)
C. Landasan Teori Pengembangan Kawasan dan Komoditas Unggulan
Tanaman Hortikultura
D.Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Studi
E. Kerangka Pemikiran Penyusunan Masterplan dan Rencana Aksi
IV. METODOLOGI
A. Jenis data dan Sumbernya
B. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
C. Metode Pendekatan dan Pelaksanaan Studi
D.Metode Penyusunan dan Rencana Aksi
V. POTENSI WILAYAH KOMODITAS UNGGULAN DAN KAWASAN TANAMAN
HORTIKULTURA
A. Aspek Kondisi Umum Wilayah
B. Aspek Agroekologis dan Lingkungan
C. Aspek Ekonomi dan Perekonomian
D.Aspek Kependudukan dan Sosial Budaya
E. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang
F. Aspek Pengolahan, Perdagangan dan Konsumsi Hasil Pertanian
G.Aspek Kelembagaan
H.Aspek Sumber Daya Manusia
I. Aspek Teknis
J. Aspek Gangguan Produksi
K. Aspek Kebijakan
L. Aspek Pertanian
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-8
VI. ANALISIS PERENCANAAN
A. Analisis Biofisik Sumberdaya Lahan
B. Analisis Ekonomi dan Perekonomian
C. Analisis Sarana dan Prasarana Penunjang
D.Analisis Kependudukan dan Sosial Budaya
E. Analisis Kelembagaan
F. Analisis Sumber Daya Manusia
G.Analisis Teknis Tanaman Hortikultura
H.Analisis Pengolahan, Perdagangan dan Konsumsi Perdagangan Hasil
Pertanian
I. Analisis Kebijakan dan Pembiayaan
J. Analisis Pelaku dan Pemangku Kepentingan (Keterkaitan antar Program
dan Antar Sentra dan Antar Kawasan atau Antar Klaster)
K. Analisis Model dan Desain Pengembangan Komoditas Unggulan dan
Kawasan Hortikultura
VII. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KAWASAN
A. Strategi Pengembangan
B. Program Pengembangan
C. Rencana Aksi Pengembangan
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-1
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARANPENGEMBANGAN KAWASANTANAMAN HORTIKULTURA
2.1. Komoditas dan Calon Lokasi
Penetapan komoditi unggulan tanaman hortikultura dilakukan
berdasarkan peran dan fungsi primer komoditi tersebut bagi masyarakat, serta
kondisi dan potensi sumberdaya yang tersedia. Secara umum kriteria
penentuan komoditas unggulan terdiri dari :
1. Lima Komoditas Pangan Utama (Padi, Jagung, Kedelai, Sapi dan Tebu), dan
40 Komoditass Unggulan Nasional berdasarkan Permentan Nomor: 50 tahun
2012 (Dibuat Pemeringkatan untuk 37 komoditas unggulan)
2. Komoditas yang sejalan dengan Koridor Ekonomi: Sawit dan Karet
(Sumatera-Kalimantan), Industri Pangan (Jawa), Jagung dan Sapi (Bali-
Nustra), Pangan (Sulawesi), Pangan dan Ternak (Papua-Maluku).
Untuk kriteria umum calon lokasi terdiri dari :
1. Berpotensi sumberdaya pertanian (selama ini sentra), sehingga memiliki
potensi pasar
2. Memanfaatkan kawasan yang sudah ada, namun dimungkinkan jika ingin
membangun kawasan baru.
3. Bisa di dalam satu kabupaten, lintas kabupaten, maupun lintas provinsi
4. Mempertimbangkan skala ekonomi kewilayahan (bukan skala ekonomi unit
usaha) dan keterkaitan ke belakang dan ke depan.
5. Mengacu pada peraturan Undang-undang, misal Undang-Undang 12/1992,
18/2004, 18/2009, 41/2009, Undang-Undang 13/2010, Undang-Undang
18/2012, dan Undang-Undang 19/2013.
2
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-2
6. Sejalan dengan Renstra Kementan, Kebijakan daerah (Renstrada Provinsi
dan Renstrada Kabupaten) dan mengacu ketentuan RTRW.
7. Adanya komitmen Kepala Daerah untuk membangun kawasan dimaksud.
Pada Provinsi Sumatera Selatan jenis komoditas unggulan telah
diusulkan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan secara nasional.
Berdasarkan hasil penilaian nasional yang berbasis pada kondisi dan potensi
sumberdaya serta peluang keberlanjutan ke depan dan dukungan dari
pemerintah setempat, maka ditetapkan komoditas hortikultura, ditetapkan jenis
komoditi :
1. Cabai
2. Bawang merah
3. Jeruk
Untuk calon lokasi kawasan ditentukan berdasarkan usulan dari
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, yang selanjutnya ditindaklanjuti melalui
evaluasi di tingkat nasional. Hasil evaluasi dan penilaian di tingkat nasional
tentu saja tidak dapat mengakomodir keseluruhan usulan dikarenakan terdapat
keterbatasan dari aspek anggaran dan ketersediaan sumberdaya, sehingga
harus dilakukan seleksi dan penilaian terhadap keberlanjutannya ke depan. Dari
hasil evaluasi dan penilaian di tingkat nasional, maka ditentukan calon lokasi
kawasan berikut jenis komoditi yang dikembangkan pada kawasan, yang
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian RI No : 45/Kpts/PD.200/1/2015
yang telah menetapkan kawasan tanaman di Sumatera Selatan meliputi:
1. Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) untuk kawasan tanaman cabai, dan
bawang merah.
2. Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) untuk kawasan tanaman cabai,
bawang merah dan jeruk.
3. Kabupaten Ogan Ilir (OI) untuk kawasan tanaman cabai dan jeruk
4. Kabupaten Banyuasin untuk kawasan tanaman cabai dan bawang merah.
5. Kabupaten Musi Rawas untuk kawasan tanaman bawang merah
6. Kota Palembang untuk kawasan tanaman cabai.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-3
2.1.1. Visi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
Visi Pemerintah Pusat
Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan
pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka
visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah:
“Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian
berlandaskan gotong-royong”.
Visi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
Dengan mempertimbangkan kemajuan yang telah dicapai pada periode
2008-2013; memperhatikan hasil analisis isu strategis; mengacu visi dan misi
Gubernur dan Wakil Gubernur yang terpilih untuk masa bakti 2013-2018;
mengikuti prioritas pembangunan RPJPD Provinsi Sumatera Selatan 2005-2025;
memperhatikan prioritas pembangunan nasional; merujuk pada tujuan nasional
yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945; serta
memperhatikan tujuan pembangunan millenium, maka visi pembangunan
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2018 adalah :
“Sumatera Selatan sejahtera, lebih maju dan berdaya saing internasional”
Penjelasan dari visi pembangunan Sumatera Selatan 2013-2018 adalah
sebagai berikut :
- Sejahtera mengarah kepada kondisi kehidupan masyarakat Sumatera
Selatan pada semua lapisan yang mampu memenuhi hak dasarnya lebih dari
hanya memenuhi kebutuhan dasar, dan sekaligus merasakan suasana yang
aman dan nyaman dalam berkehidupan dan berusaha. Hidup sejahtera
adalah hidup dalam kelimpahan yang tidak hanya keduniawian, tetapi
mampu menempatkan, memanfaatkan dan mengarahkan ke duniawian
tersebut menjadi sarana hidup masyarakat yang damai, penuh toleransi,
saling mendukung, tertib, disiplin dan profesional yang didukung dengan
sumberdaya manusia yang bermutu, handal dan profesional dalam setiap
aspek.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-4
- Lebih maju adalah keadaan Sumatera Selatan yang semakin maju dan
berkembang dalam berbagai dimensi pembangunan meliputi sarana dan
prasarana fisik, ekonomi dan sosial. Kemajuan daerah ditandai oleh tingkat
kenyamanan, kelancaran dan kemudahan mobilitas orang, barang dan jasa
baik untuk kepentingan material maupun spiritual. Sumatera Selatan yang
lebih maju juga berarti kondisi daerah yang memiliki infrastruktur ekonomi
yang baik, lengkap dan terpadu.
- Berdaya saing internasional menggambarkan kapasitas dan kapabilitas
daerah Sumatera Selatan yang berperan serta secara aktif dalam pergaulan,
kerjasama dan hubungan internasional. Penetrasi yang dilakukan dalam
berbagai kesempatan kegiatan skala internasional akan menghadirkan
daerah Sumatera Selatan yang menarik untuk menjadi tujuan investasi di
berbagai bidang. Terkandung di dalamnya kekayaan sumberdaya manusia
dan sumberdaya alam daerah Sumatera Selatan yang berlimpah, yang
masih harus dimanfaatkan secara profesional, inovatif, dan berkelanjutan
demi kemakmuran daerah dan kemaslatan masyarakat.
Secara keseluruhan visi tersebut menunjukkan bahwa Sumatera Selatan
dalam lima tahun ke depan akan mencapai : kemakmuran daerah,
kesejahteraan rakyat dan eksistensi Sumatera Selatan di lingkup nasional,
regional dan internasional.
Visi Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI)
Visi Pembangunan Kabupaten Ogan Komering Ilir tahun 2014-2019
adalah : "Terwujudnya masyarakat OKI yang maju, mandiri dan sejahtera
berlandaskan iman dan taqwa"
Visi pembangunan Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2014-2019 ini
menjadi cita-cita bagi pembangunan yang secara sistematis bagi
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan segenap pemangku kepentingan
pembangunan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Penjelasan dari visi tersebut
adalah sebagai berikut:
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-5
- OKI Maju berlandaskan Iman dan Taqwa
Kondisi wilayah dan masyarakat yang memiliki infrastruktur perekonomian,
pendidikan, kesehatan air bersih, dan ketenagalistrikan, sehingga
berkemampuan mengikuti dan menyesuaikan dengan perkembangan global
namun tetap mempertahankan ciri identitas masyarakat Ogan Komering Ilir
yang majemuk, saling menghargai dan menghormati dalam bingkai
keluarga besar masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir yang serasi dan
harmonis berlandaskan Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- OKI Mandiri berlandaskan Iman dan Taqwa
Kemampuan pemerintah daerah untuk menyelenggaranakan pemerintahan
dan pembangunan serta kemampuan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya (sandang, pangan dan papan), serta dapat
berpatisipasi dalam pembangunan daerah dengan mengandalkan potensi
dan sumberdaya yang dimiliki, sehingga masyarakat lebih beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tidak bergantung sepenuhnya
kepada pemerintah daerah.
- OKI sejahtera berlandaskan iman dan taqwa;
Berkurangnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran, sekolah, usia
harapan hidup dan meningkatnya daya beli masyarakat, sehingga memiliki
penghidupan yang layak/seimbang jasmani dan rohani, berdaya saing,
memiliki rasa aman dan kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah, serta
memilliki integritas dan moralitas sehingga dapat menikmati kehidupan yang
lebih mandiri dan maju, yang berlandaskan Iman dan Taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Visi Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU)
Visi dari Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu yang dirangkum
dari RPJMD OKU 2016-2021 ini adalah "Terwujudnya Ogan Komering Ulu (OKU)
yang lebih maju, sejahtera dan berbudaya".
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-6
Visi Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir (OI)
Visi daerah Kabupaten Ogan Ilir tahun 2005 – 2025 sebagai tertuang
dalam Rencana pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten
Ogan Ilir tahun 2005 – 2025 adalah :
“ Terwujudnya Ogan Ilir yang santri menuju masyarakat sejahtera “
Kata Santri mempunyai 2 pengertian pokok, yaitu :
1. Santri, dalam arti harfiah adalah aktifitas kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat Ogan Ilir yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai agama Islam,
2. Santri, sebagai singkatan dari subur, aman, nyaman, tertib, relegius dan
indah.
Sejahtera mengandung pengertian: kondisi yang dimiliki, dirasakan, dan
dinikmati oleh penduduk/masyarakat terhadap kebutuhan hak dasar hidupnya
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat
sudah tercukupi atau melebihi. Kebutuhan dasar tersebut antara lain
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, air bersih,
pertanahan, sumberdaya alam, lingkungan hidup, rasa aman, dan hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-
laki.
Visi Pemerintah Kabupaten Banyuasin
Visi Pemerintah Kabupaten Banyuasin tahun 2013-2018 adalah : “Banyuasin
sebagai kawasan mandiri dan berdaya saing”.
Visi Pemerintah Kabupaten Musi Rawas
Visi Pemerintah Kabupaten Musi Rawas tahun adalah “MURA SEMPURNA
2021 Sejahtera, Mandiri, Produktif, Unggul, Religius, Nyaman, dan Aman”.
Visi Pemerintah Kota Palembang
Visi pembangunan Kota Palembang sampai dengan tahun 2018, adalah :
“Palembang Emas 2018”
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-7
Palembang Emas 2018 yang mengandung makna Palembang
Pemerintahan yang Amanah, Pemberdayaan Lembaga Masyarakat, Ekonomi
Kerakyatan, Mandiri, Bersih, Aman, Berkembang Pemerintahan Bersih,
Ekonomi, Kerakyatan, Religius dan Adil serta mewujudkan Kota Palembang
yang Elok, Madani, Aman dan Sejahtera.
2.2. Misi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota
Misi Pemerintah Pusat
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai
negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis
berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat
dan berbasiskan kepentingan nasional.
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Misi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan visi pembangunan yang telah ditetapkan, maka misi
pembangunan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013-2018 adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Misi kesatu menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan
perlu ditopang oleh pertumbuhan dari sisi pengeluaran dan sisi produksi
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-8
yang seimbang agar peningkatan jumlah permintaan tidak diikuti oleh
tekanan inflasi yang tinggi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi
diharapkan akan mendorong (1) peningkatan daya beli masyarakat, (2)
peningkatan iklim investasi, (3) peningkatan penyerapan anggaran dan
perbaikan kualitas belanja, serta (4) peningkatan daya saing ekspor. Dari
sisi produksi, pertumbuhan ekonomi diarahkan untuk mendorong (1)
peningkatan nilai tambah industri, (2) peningkatan perdagangan antar
wilayah, dan (3) peningkatan infrastruktur
2. Memantapkan stabilitas daerah
Misi kedua menekankan peningkatan stabilitas daerah melalui 3 (tiga)
aspek, yaitu: (1) stabilitas ekonomi dengan menjaga stabilitas harga dan
nilai tukar, (2) stabilitas sosial dengan mencegah konflik sosial, melalui (a)
pelaksanaan pembangunan dengan mempertimbangkan aspek pemerataan
dan keadilan; (b) pelaksanaan mekanisme perencanaan pembangunan
partisipatif; dan (c) pelaksanaan program dan kegiatan yang bernuansa
membangun harmoni sosial; serta (3) stabilitas politik melalui: (a)
pemantapan pertahanan dan keamanan dengan membangun kerjasama
keamanan dengan berbagai instansi maupun lembaga baik secara formal
maupun informal untuk mempermudah penanganan berbagai
permasalahan yang semakin komplek; serta meningkatkan peran dan
partisipatif aktif masyarakat dalam mengkritisi, menangani Kamtibmas,
meningkatkan kewaspadaan lingkungan atas berbagai kemungkinan
terjadinya aksi kejahatan, terutama kemungkinan terjadinya aksi terorisme;
(b) pemantapan pelaksanaan Pemilu dan Pemilukada dengan mendukung
penyelenggaraan Pemilu 2014 dan Pemilukada; memelihara kebebasan sipil
dan hak-hak politik warga dengan memperhatikan dan menindaklanjuti
secara seksama Inpres No.2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan
Keamanan Dalam Negeri; serta memfasilitasi peningkatan peran dan
kapasitas forum-forum komunikasi seperti FKDPM dan FKUB.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-9
3. Meningkatkan pemerataan yang berkeadilan
Misi ketiga mengutamakan pemerataan yang berkeadilan dengan
memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat untuk
berperan serta dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan.
Misi meningkatkan pemerataan yang berkeadilan diharapkan akan
mendorong (1) pemberdayaan melalui peningkatan partisipasi dan
perluasan pemanfaat; (2) peningkatan SDM yang berkualitas berbasis
kompetensi, dan (3) penanggulangan kemiskinan difokuskan kepada
pengembangan penghidupan yang berkelanjutan dan melakukan sinergi
dari seluruh pihak, termasuk kerjasama dan kemitraan pemerintah pusat,
pemerintah daerah, BUMN, swasta dan masyarakat.
4. Meningkatkan pengelolaan lingkungan yang lestari dan penanggulangan
bencana
Misi keempat menegaskan pelaksanaan konservasi dan pemanfaatan
lingkungan hidup dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan yang berkelanjutan yang disertai dengan penguasaan dan
pengelolaan resiko bencana untuk mengantisipasi perubahan iklim. Misi ini
diharapkan akan (1) meningkatkan pengelolaan hutan dan lahan gambut
secara lestari untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
yang berkelanjutan; (2) mengendalikan kerusakan lingkungan, dengan
menurunkan pencemaran lingkungan melalui pengawasan ketaatan
pengendalian sumber-sumber pencemaran; (3) meningkatkan pengelolaan
Daerah Aliran Sungai secara terpadu; serta (4) meningkatkan kemampuan
penanggulangan bencana melalui: penguatan kapasitas aparatur
pemerintah, menjamin berlangsungnya fungsi sistem peringatan dini dan
menyediakan infrastruktur kesiapsiagaan.
Misi Kabupaten OKI
Dalam mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Ogan Komering Ilir
tahun 2014-2019 tersebut ditempuh melalui 6 (enam) misi pembangunan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-10
beserta pokok-pokok penjelasannya sebagai berikut:
1. Mewujudkan pembangunan dari desa
2. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme aparatur pemerintah daerah
dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
masyarakat.
3. Meningkatkan kesejahteraan rakyat
4. Peningkatan pertumbuhan ekonomi
5. Mewujudkan penataan pemanfaatan dan peruntukan ruang yang ramah
lingkungan
6. Menciptakan kehidupan keagamaan, keamanan dan sosial-budaya.
Misi Kabupaten OKU
Untuk mencapai segala apa yang dicita-citakan sebagaimana terkandung
dalam visi diatas, maka rumusan misi Kabupaten Ogan Komering Ulu dalam
rangka pencapaian visi Kabupaten Ogan Komering Ulu ditetapkan dalam 4 misi:
1. Meningkatkan pembangunan masyarakat yang berkualitas, melalui
peningkatan peran sektor pendidikan, kesehatan, agama dan sektor
pembangunan lainnya.
2. Mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan merata, adalah dengan
upaya mendorong pengembangan sektor utama perekonomian Kabupaten
Ogan Komering Ulu yaitu sektor pertambangan dan penggalian, pertanian,
perdagangan dan jasa, industri sebagai penggerak ekonomi utama (prime
mover) dan menjadi tulang punggung tercapainya kesejahteraan
penduduk.
3. Mengembangkan prasarana dan sarana wilayah yang berkelanjutan,
dengan melalui peningkatan peran sektor infrastruktur, sehingga mampu
meningkatkan aktivitas perekonomian wilayah.
4. Mengembangkan tata pemerintahan yang baik, melalui peningkatan kinerja
aparatur, sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat yang didukung oleh perangkat daerah yang efektif, efisien,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-11
aparatur yang profesional, infrastruktur yang memadai dalam suasana
politik, hukum dan Kamtibmas yang kondusif.
Misi Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir
Misi daerah Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2005 – 2025 sebagai tertuang
dalam Rencana pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten
Ogan Ilir Tahun 2005 – 2025 adalah :
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang berakhlak
mulia, sehat, berpendidikan, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Meningkatkan stabilitas keamanan, ketentraman dan ketertiban
masyarakat, dengan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia (HAM) dan
demokrasi.
3. Meningkatkan kinerja Aparatur Pemerintah yang berakhlak mulia, jujur,
adil, sejahtera, profesional, dan akomodatif terhadap aspirasi masyarakat
serta mempermudah pelayanan terhadap masyarakat.
4. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka otonomi desa
dengan pengelolaan pembangunan dan perekonomian masyarakat desa.
5. Menjadikan Ogan Ilir sebagai kawasan pertumbuhan baru bidang
perdagangan, perindustrian dan pendidikan di selatan Kota Palembang.
6. Mengembangkan aksesibilitas, pemeliharaan sarana dan prasarana
perhubungan.
7. Mengembangkan zona agribisnis, agroindustri, industri kecil dan
menengah, penguatan kelembagaan dan pemasaran produk.
8. Mengelola Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang lestari dan
berkelanjutan.
9. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat sipil dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.
10. Meningkatkan kualitas kehidupan dan peran perempuan dalam
pembangunan sehingga terdapat kesetaraan dengan kaum laki-laki sesuai
dengan kaidah pengarus-utamaan gender.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-12
Misi Pemerintah Kabupaten Banyuasin
Misi pemerintah Kabupaten Banyuasin terdiri dari :
1. Meningkatkan Kualitas sumberdaya manusia.
2. Meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan
lingkungan.
3. Mewujudkan tata kelola pemerintah yang akuntabel
4. Meningkatkan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
daerah
Misi Pemerintah Kabupaten Musi Rawas
Misi pemerintah Kabupaten Musi Rawas, meliputi :
1. Memperbaiki kualitas sumberdaya manusia dan infrastruktur
2. Menumbuhkembangkan sistem dan usaha agribsnis dan agroindustri
komoditi unggulan.
3. Mengembangkan usaha ekonomi produktif masyarakat non petani.
4. Meningkatkan kemandirian dan keberdayaan masyarakat dalam
pembangunan daerah dan pengelolaan sumberdaya alam yang ramah
lingkungan
5. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang bersih, berwibawa dan
pelayanan prima.
6. Memantapkan pembangunan masyarakat yang religius menuju MURA
Darussalam.
7. Memastikan kondisi Kabupaten Mura yang lebih aman dan nyaman untuk
berinvestasi, menarik, dan berkesan untuk dikunjungi.
Misi Pemerintah Kota Palembang
Misi pemerintah Kota Palembang dalam mewujudkan visi
pembangunannya adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan Kota Palembang lebih aman untuk berinvestasi dan mandiri
dalam pembangunan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-13
2. Menciptakan tata kelola pemerintahan bersih dan berwibawa serta
peningkatan pelayanan masyarakat.
3. Meningkatkan ekonomi kerakyatan dengan pemberdayaan masyarakat
kelurahan.
4. Meningkatkan pembangunan bidang keagamaan sehingga terciptanya
masyarakat yang religius.
5. Meningkatkan pembangunan yang adil dan berwawasan lingkungan di
setiap sektor.
6. Melanjutkan pembangunan Kota Palembang sebagai kota metropolitan
bertaraf internasional, beradat dan sejahtera.
2.3. Tujuan Pengembangan Komoditas dan Kawasan TanamanHortikultura
Secara nasional, tujuan pengembangan komoditas dan kawasan
hortikultura adalah mendukung tercapainya empat target sukses Kementerian
Pertanian, yaitu :
1. Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan;
2. Peningkatan diversifikasi pangan,
3. Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor; serta
4. Peningkatan kesejahteraan petani.
Adapun maksud dari pengembangan kawasan pertanian tanaman
hortikultura adalah :
1. Merencanakan dan menetapkan sasaran dan lokasi kegiatan untuk
mendukung pencapaian target produksi/populasi dan produktivitas 3 (tiga)
komoditas hortikultura unggulan nasional (cabai merah, bawang merah dan
jeruk);
2. Terfokusnya pengembangan komoditas pertanian strategis dan unggulan
nasional secara komprehensif dan terpadu dari aspek hulu, hilir maupun
aspek penunjangnya dalam rangka mewujudkan sinergitas dan pengutuhan
pembangunan pertanian yang berbasis kawasan;
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-14
3. Mendorong sinergitas perumusan dan implementasi kebijakan nasional dan
daerah dalam pengembangan 3 komoditas hortikultura unggulan
Kementerian Pertanian RI sesuai dengan kondisi agroekosistem di setiap
wilayah guna mendukung tercapainya 4 target sukses Kementerian
Pertanian; dan
4. Meningkatkan kapasitas perencana dan perencanaan dalam pengembangan
komoditas strategis dan unggulan nasional yang berbasis kinerja,
berorientasi hasil dan berkerangka pengeluaran jangka menengah guna
mendukung tercapainya tujuan pembangunan yang berdimensi
kewilayahan.
Selaras dengan tujuan nasional, maka untuk Provinsi Sumatera Selatan,
tujuan pengembangan komoditas dan kawasan tanaman hortikultura tersebut
adalah :
1. Mendukung kebijakan Kementerian Pertanian dalam mengimplementasikan
kebijakan pengembangan kawasan tanaman hortikultura;
2. Mengarahkan perencanaan kawasan tanaman hortikultura selaras dengan
kebijakan nasional;
3. Meningkatkan kinerja pengembangan kawasan tanaman hortikultura secara
terukur.
4. Membangun sentra-sentra produksi tanaman hortikultura di kawasan
berbasis komoditas cabai merah, bawang merah dan jeruk di Provinsi
Sumatera Selatan.
2.4. Sasaran Pengembangan Komoditas dan Kawasan TanamanHortikultura
Sasaran yang diharapkan dari pengembangan komoditas dan kawasan
tanaman hortikultura adalah:
1. Terjaminnya dukungan perencanaan wilayah dalam penyelenggaraan
program dan kegiatan pembangunan pertanian yang terkait dengan
pencapaian target dan perlindungan lahan berkelanjutan bagi komoditas
strategis nasional guna mewujudkan ketahanan pangan,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-15
peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor serta peningkatan
kesejahteraan petani;
2. Terumuskannya instrumen untuk mendukung perencanaan wilayah bagi
Kepala Daerah dalam menetapkan kebijakan operasional dalam
merencanakan dan mengimplementasikan Rencana Umum Tata Ruang
Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan
3. Terumuskannya bahan koordinasi lintas sektoral dan lintas jenjang
pemerintahan dalam meningkatkan daya saing wilayah dan komoditas
unggulan pertanian nasional.
Indikator outcome dari pengembangan komoditas dan kawasan tanaman
hortikultura adalah:
Aspek Manajemen :
1) Tersusunnya master plan dan rencana aksi pengembangan kawasan
pertanian secara komprehensif di daerah;
2) Adanya kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan
pertanian di daerah;
3) Tersedianya alokasi anggaran non APBN Kementan yang mendukung
pengembangan kawasan pertanian secara berkelanjutan (multy years).
Aspek Teknis :
1) Meningkatnya produksi, produktivitas, dan mutu komoditas unggulan yang
dikembangkan;
2) Meningkatnya aktivitas pasca panen dan kualitas produk;
3) Meningkatnya aktivitas pengolahan dan nilai tambah produk;
4) Meningkatnya jaringan pemasaran komoditas;
5) Meningkatnya pendapatan pelaku usaha komoditas;
6) Meningkatnya penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha;
7) Meningkatnya aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan, pasar input dan
output, teknologi dan informasi.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-1
TINJAUAN PUSTAKA DANKERANGKA PIKIR
3.1. Tinjauan Pustaka Pengembangan Kawasan dan KomoditasUnggulan Tanaman Hortikultura
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah mencanangkan empat
target utama pembangunan pertanian yaitu: (1) mewujudkan pencapaian
swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) mewujudkan peningkatan
diversifikasi pangan, (3) mewujudkan peningkatan nilai tambah, daya saing,
dan ekspor, serta (4) mewujudkan peningkatan kesejahteraan petani (Ditjen
Tanaman Pangan, 2012). Khusus pada pembangunan sub sektor tanaman
hortikultura, pencapaian keempat sasaran utama tersebut diharapkan dapat
memberikan dampak kinerja yang signifikan bagi pemenuhan kebutuhan cabai
dan bawang merah yang produksi dan harga jualnya selalu berfluktuasi
sehingga menjadi pemacu inflasi nasional. Selain itu, dampak kinerja
pembangunan tanaman hortikultura juga diharapkan dapat mengurangi jumlah
kemiskinan dan meningkatkan pendapatan negara. Dalam hal ini,
pembangunan tanaman hortikultura dikelompokkan pada pengembangan
komoditas utama seperti cabai, bawang merah dan jeruk.
Adapun strategi pencapaian produksi tanaman hortikultura melalui
empat strategi yaitu: (1) peningkatan produktivitas, (2) perluasan areal dan
optimasi lahan, (3) pengembangan diversifikasi pangan, dan (4) peningkatan
manajemen. Arah dan kebijakan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas,
dan Mutu Tanaman Hortikultura untuk Mencapai Swasembada dan
Swasembada Berkelanjutan diprioritaskan pada komoditi cabai, bawang merah
dan jeruk.
3
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-2
Oleh karena itu, dengan kerangka percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi maka pembangunan pertanian khususnya tanaman
hortikultura memiliki urgensi sangat penting untuk terus ditingkatkan. Berbagai
informasi hasil kajian termasuk kondisi produksi (penawaran) dan permintaan
pangan utama serta kebijakan pengembangan eksisting, permasalahan yang
dihadapi dan kebijakan pengembangan kedepan menjadi informasi penting
dalam upaya percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional.
Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar suatu
wilayah berkembangan menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Salah
satu pendekatan yang perlu dipertimbangkan untuk pengembangan wilayah
adalah pengembangan sektor. Suatu wilayah dapat berkembang melalui
berkembangnya sektor unggulan pada wilayah tersebut yang dapat mendorong
perkembangan sektor lain.
Salah satu sektor yang kerap kali mendapatkan perhatian cukup besar
dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam
pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian. Sektor pertanian dapat
menjadi basis dalam menggambarkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui
usaha berbasis pertanian yaitu agribisnis. Usaha yang berbasis agribisnis
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi
pertanian dalam arti luas meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai
produksi. Pengolahan masukan dan keluaran produksi, atau lazim disebut
dengan sektor agroindustri, bidang pemasaran dan kelembagaan sebagai
penunjang kegiatan dalam agribisnis.
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah dimana hampir
seluruh kabupatennya memiliki potensi di sektor pertanian. Hingga saat ini
sektor pertanian masih menjadi sektor utama pendukung perekonomian di
Sumatera Selatan. Potensi sektor pertanian yang cukup besar juga dapat
terlihat dari mata pencaharian penduduk di wilayah ini yang sebagian besar
bekerja sebagai petani, yaitu sebesar 58%.
Peran penting sektor pertanian di Sumatera Selatan tersebut juga
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-3
tercermin dari kontribusi sektor ini terhadap pendapatan Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan. Dari data sebaran kontribusi pendapatan dari berbagai
sektor di Sumatera Selatan tahun 2015 terdata bahwa sektor ini menjadi tiga
sektor andalan penyumbang pendapatan Provinsi Sumatera Selatan. Dari data
BPS Provinsi Sumatera Selatan (2015), berdasarkan harga berlaku, terdapat
tiga lapangan usaha yang memberikan peranan cukup besar terhadap PDRB,
yaitu pertambangan diikuti oleh industri pengolahan, serta pertanian,
perkebunan, dan perikanan. Pada tahun 2015 peranan masing-masing
lapangan usaha di atas secara berurutan adalah 21,9 persen, 18,3 persen,
dan 16,6 persen. Dibanding kondisi tahun sebelumnya, peran industri
pengolahan meningkat sebesar 5,2 persen. Sedangkan pertambangan dan
penggalian dan pertanian menurun masing-masing sebesar 8,4 persen dan 6,7
persen.
Pada sub sektor pertanian yang merupakan bagian dari sektor pertanian,
perkebunan dan perikanan, kontribusi tersebut berasal dari bidang pertanian
tanaman pangan dan hortikultura, yang didominasi dari sub sektor tanaman
pangan. Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun subsektor tanaman
hortikultura belu memberikan kontribusi yang besar dibandingkan dengan
subsektor tanaman pangan, namun posisinya tergolong penting mengingat
tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhahap komoditi cabai, bawang
merah termasuk besar dari continue. Besarnya peranan sektor pertanian
terhadap Provinsi Sumatera Selatan ini tidak terlepas dari upaya wilayah ini
untuk mempertahankan penggunaan lahan khususnya pada usaha pertanian,
serta program-program kerja pemerintah daerah yang konsisten terhadap
pengembangan bidang pertanian.
Namun, dalam perkembangannya, subsektor tanaman hortikultura di
Provinsi Sumatera Selatan sebagian besar hanya bergerak pada usaha budidaya
(on farm) saja tanpa diikuti pembangunan agribisnis yang dapat meningkatkan
nilai tambah pada komoditas unggulan tanaman hortikultura. Teknologi pasca
panen yang seharusnya mampu meningkatkan nilai tambah produk belum bisa
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-4
dilakukan dengan baik. Hal tersebut disebabkan karena masih rendahnya
penguasaan teknologi pengolahan produk pertanian yang berakibat rendahnya
nilai tambah produk karena sebagian besar produk dijual dalam bentuk bahan
baku, sehingga penduduk yang bermata pencaharian di sektor pertanian belum
menikmati hasil yang maksimal, khususnya melalui usaha pada jenis komoditas
unggulannya.
Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi
strategis, berdasarkan baik pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim)
maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan
sumber daya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat),
untuk dikembangkan di suatu wilayah. Alkadri (2001) mengemukakan
beberapa kriteria dalam penentuan suatu komoditas unggulan, antara lain :
a. Komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan
pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran.
b. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional
dan internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas
pelayanan.
c. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain, baik dalam hal pasar (konsumen)
maupun pemasokan bahan baku.
d. Memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi
teknologi.
e. Mampu menyerap tenaga kerja yang berkualitas secara optimal sesuai
dengan skala produksinya.
f. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase kelahiran,
pertumbuhan, hingga fase kejenuhan atau penurunan.
g. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.
h. Pengembangan harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya
keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan,
fasilitas insentif / disinsentif dan lain-lain.
i. Pengembangan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-5
Saragih (2001) mengatakan bahwa komoditas unggulan diartikan
sebagai komoditas basis yaitu komoditas yang dihasilkan secara berlebihan
dalam pengertian lebih untuk digunakan masyarakat dalam suatu wilayah
tertentu sehingga kelebihan tersebut dapat dijual keluar wilayah tersebut.
Sebagai akibat upaya transfer keluar wilayah tersebut maka terciptalah
kegiatan-kegiatan pendukung yang dapat meningkatkan nilai tambah serta
memperluas kesempatan kerja.
3.2. Tinjauan Pustaka dan Hasil-Hasil Kegiatan Terdahulu
Pada tahun 2015, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Provinsi Sumatera Selatan bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya telah
melaksanakan Kajian Komoditi Unggulan Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan. Kajian tersebut dilakukan di seluruh
wilayah-wilayah sentra tanaman pangan dan hortikultura di Provinsi Sumatera
Selatan. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa pada komoditi tanaman
hortikultura, tanaman buah-buahan yang juga menjadi sektor basis dan
memiliki keunggulan komparatif yang dihitung dari potensi kumulatif produksi
buah-buahan dilakukan perhitungan nilai LQ di tingkat kabupaten. Hasil dari
perhitungan LQ untuk masing-masing jenis buahan disajikan pada Tabel 3.1
Dari hasil perhitungan LQ di tingkat kabupaten yang disajikan pada Tabel
3.1 terlihat bahwa dari 8 jenis komoditi buahan yang memiliki kontribusi
produksi buahan yang mendominasi di Sumatera Selatan, hanya dua jenis
komoditi buahan yang memiliki nilai LQ > 1. Jenis komoditi tersebut adalah :
1. Pisang, yang menjadi sektor basis dan memiliki keunggulan komparatif di
Kabupaten OKU Selatan dan OKU Timur
2. Nenas, yang menjadi sektor basis dan memiliki keunggulan komparatif di
Kabupaten Ogan Ilir dan Kota Prabumulih.
Hasil perhitungan nilai LQ pada jenis komoditi hortikultura lainnya untuk
keunggulan komparatif per kabupaten/kota yang ada di Sumatera Selatan
disajikan pada Tabel 3.1.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-6
Tabel 3.1Nilai LQ Tanaman Hortikultura Berdasarkan Produksi Komoditas per Kabupaten
di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2014
Kabupaten/Kota Pisang Nanas Durian Duku JerukSiam
Rambutan Mangga Nangka
OKU 0,36 0,02 0,47 0,75 0,22 0,28 0,07 0,12
OKI 0,48 0,01 0,08 0,17 0,12 0,31 0,24 0,53
Muara Enim 0,36 0,90 0,37 0,25 0,02 0,10 0,12 0,07
Lahat 0,18 0,00 0,35 0,07 0,05 0,11 0,29 0,15
MURA 0,65 0,17 0,22 0,07 0,52 0,19 0,15 0,16
MUBA 0,52 0,01 0,05 0,02 0,06 0,06 0,09 0,11
Banyuasin 0,28 0,18 0,01 0,00 0,17 0,31 0,10 0,18
OKU Selatan 1,92 0,00 0,45 0,26 0,20 0,08 0,06 0,00
OKU Timur 45,44 0,01 0,02 0,00 0,04 0,02 0,19 0,01
Ogan Ilir 0,38 2,21 0,00 0,00 0,07 0,01 0,06 0,08
Palembang 0,28 0,00 0,02 0,01 0,02 0,12 0,12 0,13
Prabumulih 0,06 1,24 0,02 0,02 0,00 0,02 0,01 0,01
Pagar Alam 0,03 0,00 0,05 0,00 0,00 0,01 0,08 0,04
Lubuk Linggau 0,09 0,00 0,02 0,00 0,00 0,01 0,02 0,00
Empat Lawang 0,02 0,00 0,04 0,01 0,06 0,01 0,05 0,02
Dari hasil kajian yang telah dilakukan oleh Dinas Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan Kota Palembang di tahun 2015 tentang Model Industri Hilir
Berbasis Bahan Baku Produksi Komoditi yang Diusahakan di Kawasan
Agrowisata Gandus menunjukkan bahwa Kota Palembang meskipun bukanlah
wilayah produsen pertanian di Provinsi Sumatera Selatan, namun memiliki
kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan, yang menjadikan
sektor pertanian sebagai basis pembangunan wilayah. Kawasan Agropolitan
Gandus merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi pertanian dengan
variasi yang cukup beragam meskipun tidak terlalu besar jika dibandingkan
wilayah-wilayah produsen lainnya di Sumatera Selatan. Di setiap sub sektor
pertanian yang terdiri dari kelompok tanaman pangan dan hortikultura,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-7
perkebunan, peternakan dan perikanan masing-masing memiliki potensi yang
tinggi untuk dikembangkan pada sektor hilirnya. Pada komoditi hortikultura,
meskipun tidak banyak, Kota Palembang juga memiliki berbagai potensi
sayuran dataran rendah, dan berbagai jenis buah tropis yang memiliki ciri khas
lokal.
Keanekaragaman bahan baku pertanian yang dapat diolah menjadi
produk industri agro di Kota Palembang sangat mendukung perkembangan
industri agro yang memang memiliki keterkaitan yang erat dikarenakan bahan
baku industri agro bertumpu pada produksi dari hasil-hasil komoditi pertanian.
Saat ini perkembangan industri agro di Kota Palembang sudah berjalan dengan
baik, namun masih memiliki keterbatasan pada jenis produk yang masih
didominasi barang setengah jadi. Diversifikasi produk industri agro sudah
dilakukan, namun sampai saat ini perkembangannya belum berjalan dengan
baik.
Beberapa komoditi pertanian yang sekarang dikembangkan menuju
produk industri agro melalui penerapan teknologi, sehingga produk mentah
menjadi produk industri agro telah dilakukan di Kota Palembang, meskipun
ketersediaan bahan baku masih banyak dipasok dari wilayah lain. Produksi
bidang pertanian yang sekarang mulai dikembangan di Kota Palembang hingga
menjadi produk industri agro tersebut terdiri dari:
- Produksi padi melalui teknologi pengeringan dan penggilingan menjadi
produk industri agro dalam bentuk beras.
- Ubi kayu melalui teknologi sortasi, pemarutan, ekstraksi, pengayakan, dan
pengeringan menjadi produk industri agro dalam bentuk tepung tapioka.
- Getah karet melalui teknologi penggumpalan (koagulan), pengepresan,
pembentukan, pengasapan menjadi karet sheet asap (RSS).
- Kopi melalui teknologi pengeringan, penggorengan, dan penggilingan
menjadi produk industri agro dalam bentuk kopi bubuk.
- Ikan melalui teknologi penggilingan, perebusan dan penggorengan menjadi
produk industri agro seperti pempek, kerupuk, dan nugget ikan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-8
Disamping produk-produk tersebut, masih terdapat jenis komoditi lain
yang telah diolah melalui teknologi pengolahan hingga menjadi produk industri
yang siap dipasarkan. Produk-produk industri unggulan yang telah
dikembangkan di Kota Palembang tersebut diolah dalam skala rumah tangga
maupun industri besar. .
Untuk penyusunan master plan kawasan yang selaras juga sebelumnya
telah dilakukan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi
Sumatera Selatan, diantaranya di tahun 2014 telah disusun Rencana Induk
(Master Plan) Pengembangan Agrowisata di Kabupaten Lahat Sumatera
Selatan. Hasil kajian tersebut yang seyogyanya juga merekomendasikan
pengembangan suatu wilayah dengan pola kawasan. Dari hasil penyusunan
master plan tersebut dapat dijelaskan bahwa Pengembangan Agrowisata
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja pembangunan
pertanian daerah yang dipadukan dengan pengembangan potensi wisata yang
berbasis pada kekayaan sumberdaya alam setempat. Setiap daerah yang
berbasis pertanian memiliki potensi untuk mengembangkan pola agrowisata ini,
namun perlu didahului dengan penyusunan rencana induknya yang kemudian
dilanjutkan dengan rencana rekayasa rincinya. Selain itu dalam pelaksanaan
programnya mesti didukung dengan dana pembangunan fisik dan infrastruktur
yang relevan dan dibutuhkan serta adanya komitmen semua pihak yang terkait,
bukan hanya menjadi tanggung jawab instansi yang langsung bergerak di
bidang pertanian saja.
Begitu pula dengan upaya pengembangan agrowisata di Wilayah
Kelurahan Pagar Agung, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat dengan potensi
pertanian, terutama hortikulturanya yang sangat bagus untuk dikembangkan
sebagai objek pariwisata pedesaan. Kondisi pemandangan alam yang bagus
dan udara yang cukup sejuk menjadi pelengkap dari potensi yang dimiliki
sebagai sebagai modal pengembangan agrowisata. Wilayah Pagar Agung yang
direncanakan menjadi wilayah sentra agrowisata sebagai bagian dari
Kecamatan Lahat merupakan wilayah pertanian yang meskipun bukan sentra
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-9
produksi komoditi pertanian di Kabupaten Lahat, namun dapat penjadi
pajangan (display) yang representatif karena memiliki hampir semua jenis
komoditi pertanian dan perkebunan yang termasuk kategori tanaman pangan
(padi), buah-buahan (durian, duku, lengkeng, alpukat, belimbing, jeruk, jambu,
mangga, manggis, dsb), sayur-sayuran (kentang, bawang merah. bayam,
kangkung, kacang panjang, dsb) serta dari jenis komoditi perkebunan (karet,
kelapa sawit, lada, kakao, kemiri, pinang, dan lain-lain). Selain itu, dukungan
potensi perikanan dan peternakan serta keindahan alam yang berasal dari air
(air terjun dan sungai) dan ditambah kekayaan budaya peninggalan sejarah
yang lokasinya saling berdekatan membuat daerah ini menjadi potensi yang
strategis untuk dikembangkan sebagai pusat agrowisata yang terintegrasi.
Keberadaan berbagai potensi tersebut saat ini belum diberdayakan
secara optimal untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan
sekaligus pendapatan daerah melalui pengembangan agrowisata, untuk itu
sudah saatnya wilayah ini menjadi pusat perhatian untuk dibentuk menjadi
wilayah agrowisata yang potensial melalui berbagai kegiatan pertanian dan
produk budaya serta penonjolan nuansa pedesaan yang alami yang dapat
menjadi alternatif untuk mendiversifikasikan produk wisata, memberikan
pengalaman baru kepada wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Lahat dan
mendiversifikasikan kegiatan ekonomi masyarakat desa setempat. Program-
program pengembangan yang bersifat fisik maupun non fisik tentu saja
dibutuhkan guna mewujudkan rencana tersebut. Koordinasi yang baik antar
instansi pemerintah dan kerjasama dengan pihak swasta menjadi hal yang
wajib untuk dilaksanakan, begitu juga dengan partisipasi masyarakat setempat
serta berbagai kearifan lokal harus diberdayakan dalam mendukung
perwujudan wilayah agrowisata ini.
Untuk mengembangkan Kelurahan Pagar Agung Kecamatan Lahat
menjadi kawasan agrowisata, maka Pemerintah Kabupaten Lahat harus
menyiapkan komoditi unggulan pertanian daerah, sarana dan prasarana yang
memadai serta sumberdaya manusia yang berkualitas di bidang pariwisata.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-10
Guna memenuhinya, tentu saja dibutuhkan peran aktif sektor pendidikan
pariwisata dalam upaya menyiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas di
bidang pariwisata. Selain itu peran Pemerintah Daerah di provinsi dan
kabupaten/kota (Dinas Pariwisata, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas
Pekerjaan Umum, Dinas Perikanan dan Dinas Pendidikan dan lain-lain) dalam
pengembangan agrowisata perlu ditingkatkan khususnya dalam sinergitas,
kerjasama dengan dunia pendidikan dan bisnis dengan melibatkan masyarakat.
Salah satu titik krusial yang perlu dicermati adalah pengenalan lokasi dan
pemasaran komoditi yang dikembangkan di kawasan agrowisata ini. Pada tahap
awal diperlukan kerjasama dengan SKPD terkait, terutama Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Dinas Perdagangan. Kerjasama dengan
Dinas Pendidikan dapat dibangun dengan cara membuat kegiatan kunjungan
agrowisata bagi sekolah-sekolah di Kabupaten Lahat secara bergiliran setiap
minggu ke lokasi agrowisata tersebut, mulai dari taman kanak-kanak hingga
SLTA. Kegiatan seperti ini juga dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan
minat dan kecintaan terhadap duna pertanian. Peran Dinas Perdagangan dan
Dinas Pariwisata terkait dengan promosi perdagangan dan wisata ke
masyarakat di luar daerah dalam lingkup nasional maupun internasional yang
dapat dilakukan secara langsung maupun bekerjasama dengan pemerintahan
provinsi dan pemerintah pusat dalam jangka menengah maupun jangka
panjang. Selanjutnya, peran swasta nasional nampaknya juga perlu digalakkan
dengan memberikan fasilitasi untuk mendukung pengembangan kawasan
agrowisatanya sendiri, menjadi mitra usaha pemasaran komoditi yang
dikembangangkan di wilayah Kabupaten Lahat dalam koordinasi agrowisata,
maupun dalam promosi wisata di lokasi tersebut dan pembangunan lokasi
agrowisata lainnya di masa mendatang.
3.3. Tantangan dan Permasalahan Pembangunan TanamanHortikultura
Tantangan dan permasalahan pembangunan pertanian khususnya
pembangunan untuk komoditi tanaman hortikultura (cabai, bawang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-11
merah dan jeruk) diidentifikasi melalui informasi langsung dari petani pelaksana
itu sendiri, serta analisis kondisi di lapangan. Dari hasil FGD di setiap lokasi
kajian menunjukkan bahwa yang menjadi tantangan dan permasalahan utama
pada pembangunan komoditi hortikultura (cabai, bawang merah dan jeruk),
teridentifikasi adalah rendahnya modal usaha. Ketidakberdayaan petani
terhadap penguasaan modal usaha serta lemahnya petani terhadap aksesibilitas
ke lembaga modal menjadikan mereka cenderung memanfaatkan peluang
untuk mendapatkan modal dari lembaga finansial non formal baik pedagang
pengumpul maupun fihak lainnya. Hal ini lebih disebabkan karena urusan yang
praktis dalam upaya mendapatkan bantuan modal serta urusan yang praktis
juga dalam hal memasarkan produk. Disamping itu karena tidak adanya
peluang lain untuk mendapatkan bantuan modal yang lebih mudah selain
dengan lembaga finansial non formal tersebut walau harus membayar dengan
bunga yang tinggi. Akan tetapi dengan adanya hubungan antara keduanya
melalui pinjaman tersebut berarti bahwa kesempatan untuk memasarkan
produk ketempat lain telah tertutup.
Rendahnya modal menyebabkan petani tidak mampu menjangkau
sarana produksi yang ada seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan yang
sebenarnya tersedia di kios-kios setempat. Harga benih bawang merah dan
cabai di pasaran cenderung sangat tinggi bagi petani.
Salah satu program yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan
ketahanan pangan adalah program SLPTT dan BLBU. Program SLPTT dan
program BLBU merupakan program yang telah dilaksanakan di tingkat/wilayah
kelompok tani. Memang dengan adanya program tersebut petani merasa
terbantu terutama dengan adanya bantuan bibit seperti bibit jagung unggul
BISI-2, Nusantara, Kuda terbang dan merk lainnya. Akan tetapi program
tersebut belum semua anggota kelompok mendapatkannya. Pada tahun 2010
semua anggota pernah mendapatkan bantuan berupa bibit jagung sebanyak 15
kg/ha, pupuk Urea 100 kg/ha dan Ponskha 100 kg/ha. Sedangkan tahun
berikutnya bantuan tersebut sudah tidak ada lagi. Bantuan tersebut sebenarnya
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-12
merupakan stimulan agar petani mau menerapkan teknologi yang ada,
sehingga produksinya diharapkan dapat meningkat. Akan tetapi upaya tersebut
belum mencapai sasaran yang diinginkan dan petani masih tetap menggunakan
varitas lokal yang produksinya lebih rendah. Permasalahan utama adalah modal
usahatani yang masih lemah. Program seperti ini diharapkan dapat juga
dilakukan untuk tanaman hortikultura khususnya untuk tanaman cabai dan
bawang merah yang memang masih terkendala dengan harga benih yang
mahal dana ketersediaannya terbatas.
Sarana produksi merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan
budidaya tanaman hortikultura. Akan tetapi permasalahan utama yang dihadapi
kelompok tani adalah ketersediaan benih unggul. Sebenarnya ketersediaan
benih unggul tersebut tidak masalah, mengingat hampir semua kios Saprodi
senantiasa menyediakan benih unggul untuk komoditi pangan dan hortikultura..
Akan tetapi sehubungan dengan adanya ketergantungan petani terhadap
bantuan pemerintah, maka kesadaran petani untuk membeli benih sendiri
masih rendah. Adanya bantuan benih di satu sisi menguntungkan petani, akan
tetapi disisi lain menjadikan ketergantungan. Permasalahan lainnya adalah
adanya keterlambatan pengiriman/droping bantuan benih, menjadikan petani
beralih ke penggunaan benih lokal yang biasa mereka gunakan.
Dari hasil beberapa kajian yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas
Sriwijaya pada kurun waktu 5 tahun terakhir (2011-2015) menunjukkan bahwa
secara umum permasalahan yang masih menjadikan kendala dalam kegiatan
berusaha tani tanaman hortikultura diantaranya adalah :
Perluasan areal untuk lahan baru bagi pengusahaan tanaman hortikultura
cenderung sudah sulit untuk dilakukan lagi mengingat hampir sebagian
besar lahan yang ada sudah diusahakan untuk komoditi lainnya, misalnya
komoditi pangan dan perkebunan, terbatasnya lahan tidur yang bisa
dijadikan areal perluasan lahan hortikultura menyebabkan kegiatan
perluasan areal tanaman hortikultura sudah sulit untuk dilakukan lagi.
Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan fisik baik pembangunan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-13
fasilitas perumahan maupun sarana prasarana lainnya yang banyak
memanfaatkan lahan pertanian yang semakin meningkat dan semakin sulit
dikendalikan menyebabkan semakin mempercepat terjadinya konversi lahan
pertanian.
Peningkatan produksi hortikultura selain terancam oleh adanya konversi
lahan pertanian juga sangat ditentukan oleh keseriusan pelaksanaan di
lapangan terutama oleh petani sendiri. Kegiatan usahatani yang tidak
diimbangi oleh adanya pendampingan terutama oleh kehadirannya tenaga
penyuluh sangat sulit untuk mempertahankan produktivitas yang tinggi.
Kehadiran penyuluh dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada di
lapangan sangat diharapkan oleh petani.
Masalah ketersediaan sarana pengairan yang belum merata. Secara umum
irigasi merupakan salah satu infrastruktur yang saat ini masih dirasakan
masih sangat kurang. Sehingga pada saat musim kemarau petani praktis
tidak dapat berusahatani karena terbatasnya ketersediaan air. Disamping itu
pembangunan sarana jalan usaha tani juga belum merata.
3.4. Landasan Teori Pengembangan Kawasan dan KomoditasUnggulan Tanaman Hortikultura
Sebagai bentuk penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010-2014, pemerintah menetapkan tiga strategi utama dalam rangka
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, yaitu: (1) mengembangkan
Koridor Ekonomi Indonesia; (2) memperkuat konektivitas nasional; dan (3)
mempercepat kemampuan SDM dan IPTEK nasional. Dalam rangka
pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia, terdapat enam koridor ekonomi
yang telah ditetapkan beserta tema pembangunannya masing-masing, yaitu:
(1) Koridor Sumatera sebagai produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung
energi nasional; (2) Koridor Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan
hasil tambang dan lumbung energi nasional; (3) Koridor Jawa sebagai
pendorong industri dan jasa nasional; (4) Koridor Sulawesi sebagai pusat
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-14
produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan nasional;
(5) Koridor Bali-NTT-NTB sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung
pangan nasional; dan (6) Koridor Papua-Maluku-Maluku Utara sebagai
pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan SDM yang sejahtera. Secara
umum strategi pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia tersebut dapat
diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan wilayah dalam rangka memacu
perkembangan ekonomi yang mengakar pada potensi dan kondisi sosial-
ekonomi daerah dan masyarakatnya.
Di masa lalu, pemerintah pernah melakukan upaya-upaya dalam bentuk
kebijakan, program dan kegiatan untuk mengembangkan wilayah melalui
strategi mempertahankan daya dukung sumberdaya lokal yang tersedia dan
memanfaatkan peluang yang ada secara sinergis dan terintegrasi, baik tingkat
regional, nasional dan sektoral. Di tingkat regional, upaya untuk
mengembangkan wilayah telah dilakukan melalui berbagai strategi dan
pendekatan kerja sama antar kawasan lintas negara seperti: Indonesia-
Malaysia-Thailand-Growth-Triangle(IMT-GT), Brunei Darussalam-Indonesia–
Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area(BIMP-EAGA), dan Indonesia-
Malaysia-Singapore Growth Triangle(IMS-GT). Namun demikian, upaya
pengembangan ekonomi antar wilayah-antar negara ini belum dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, karena kurangnya dukungan instrumen
kerjasama operasional dan komitmen dari segenap pemangku kepentingan
yang terlibat.
Selanjutnya, dalam skala lintas provinsi telah dikembangkan rancang
bangun kerja sama dalam bentuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET) di wilayah yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan mempunyai
sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan
sekitarnya (trickle-down effect). Terdapat 13 KAPET yang pembentukannya
masing-masing dikukuhkan dengan Keputusan Presiden, yaitu: Biak, Batulicin,
Sasamba, Sanggau, Manado-Bitung, Mbay, Parepare, Seram, Bima, Batui,
Bukari, DAS Kakap, dan Sabang. Namun dalam pelaksanaannya, KAPET belum
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-15
dapat berjalan sesuai yang diharapkan, karena pengembangannya memerlukan
investasi yang besar serta kurangnya dukungan instrumen kerjasama
operasional lintas instansi dan komitmen dari segenap pemangku kepentingan
yang terlibat.
Dalam skala sektoral di lingkup nasional, telah banyak Kementerian/
Lembaga yang menerbitkan kebijakan pengembangan ekonomi wilayah baik
yang dilaksanakan oleh internal Kementerian/Lembaga maupun yang
dilaksanakan melalui kerja sama lintas Kementerian/Lembaga, diantaranya
adalah: Kawasan Sentra Produksi (KSP), Kawasan Cepat Tumbuh, dan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) yang dibina oleh Kementerian Dalam Negeri; Kawasan
Agropolitan (Kementerian Dalam Negeri & Kementerian Pertanian); Kawasan
Minapolitan (Kementerian Kelautan dan Perikanan); Kota Terpadu Mandiri
(KTM) yang dibina oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Kawasan
Industri Berbasis Komoditas yang dibina oleh Kementerian Perindustrian serta
kawasan-kawasan lainnya. Namun dalam pelaksanaannya kawasan-kawasan
tersebut juga belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan, karena kerja sama
antar instansi dan lintas sektoral belum dapat berjalan dengan baik.
Di lingkup Kementerian Pertanian juga telah diselenggarakan berbagai
pola pengembangan komoditas dengan pendekatan yang berbasis kawasan
pada era sebelum pelaksanaan otonomi daerah, maupun di periode awal masa
transisi pelaksanaannya. Diantara berbagai konsep kawasan yang telah
dilaksanakan Kementerian Pertanian yaitu Sentra Pengembangan Agribisnis
Komoditas Unggulan (SPAKU), Kawasan Agribisnis Hortikultura, Kawasan
Industri Peternakan (KINAK), Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK), Perkebunan
Inti Rakyat (PIR), Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN),
Agropolitan, PRIMA TANI serta berbagai koordinasi perencanaan
pengembangan kawasan lainnya seperti kawasan produksi padi di pantai utara
dan selatan Jawa, jagung di Gorontalo, kakao di Sulawesi dan kawasan lainnya.
Secara manajerial, penyelenggaraan pengembangan kawasan oleh
Kementerian Pertanian yang berbasis komoditas di atas masih dilaksanakan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-16
dengan pola “proyek”, baik dalam pengertian dual budgeting system maupun
dalam pengertian masih bersifat output oriented. Dengan mulai diterapkannya
prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah secara otonomi penuh serta
disiplin penyelenggaraan program dan pembiayaan, maka penyelenggaraan
pengembangan kawasan yang berbasis komoditas ke depan dituntut sejalan
dengan prinsip-prinsip good governance, yaitu sesuai dengan rambu-rambu
penyelenggaraan tata pemerintahan (terutama disiplin kewenangan, urusan
dan pembiayaan) serta tata kelola dan tata penyelenggaraan yang baik. Di
samping itu, reformasi perencanaan dan penganggaran serta reorientasi arah
pembangunan nasional mensyaratkan untuk mulai dilaksanakannya program
yang memiliki kerangka pembiayaan berkerangka jangka menengah,
berorientasi outcome, berbasis kinerja dan berdimensi kewilayahan.
Guna menyusun rancang bangun pengembangan komoditas
sebagaimana dimaksud di atas yang sesuai dengan era otonomi daerah, harus
diawali dengan proses pembelajaran (lesson learned) dari keberhasilan maupun
kegagalan penyelenggaraan program dan kegiatan pengembangan kawasan
yang pernah dilaksanakan atau difasilitasi oleh Kementerian Pertanian. Belajar
dari pengalaman sebelumnya, diperlukan suatu instrumen perencanaan
pengembangan komoditas pertanian yang didasarkan atas analisis isu strategis,
identifikasi potensi yang disusun ke dalam skenario strategi, arah kebijakan
jangka menengah, serta langkah-langkah operasional pelaksanaannya dalam
suatu bentuk rancang bangun.
Arah dan kebijakan pembangunan pertanian nasional yang menjadi
landasan dalam penyusunan master plan ini adalah sebagaimana yang tertuang
dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 serta dinamika
perubahannya yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian. Kebijakan dan
strategi nasional mengacu pada sasaran RPJMN 2010-2014 yang difokuskan
pada kesejahteraan rakyat dalam aspek ekonomi dan pangan. Sasaran aspek
pembangunan ekonomi difokuskan pada kontribusi sektor pertanian dalam
mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,3 – 6,8 persen per
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-17
tahun dan sebelum tahun 2014 mencapai 7,0 persen; inflasi rata-rata 4-6
persen; tingkat pengangguran terbuka 5-6 persen pada akhir tahun 2014; dan
tingkat kemiskinan 8 – 10 persen pada akhir tahun 2014. Sasaran aspek
pembangunan pangan adalah pertumbuhan komoditas pangan utama, yaitu
produksi padi 3,22 persen per tahun; produksi jagung 10,02 persen per tahun;
produksi kedelai 20,05 persen per tahun; dan produksi daging sapi 7,40 persen
per tahun.
Keterkaitan antara strategi RPJMN 2010-2014 dengan Rencana Strategis
Kementerian Pertanian 2010-2014 dijabarkan ke dalam strategi pembangunan
pertanian yang berfokus pada tujuh aspek dasar yang disebut dengan TUJUH
GEMA REVITALISASI, yaitu : (1) Revitalisasi Lahan; (2) Revitalisasi Perbenihan
dan Perbibitan; (3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana; (4) Revitalisasi
Sumber Daya Manusia; (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani; (6) Revitalisasi
Kelembagaan Petani; dan (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir.
Implementasi dari TUJUH GEMA REVITALISASI ini merupakan kelanjutan,
perluasan dan pendalaman dari segenap usaha yang telah dilaksanakan
sebelumnya melalui perencanaan kebijakan, program, penganggaran,
pelaksanaan dan evaluasinya secara terpadu yang disesuaikan dengan
sumberdaya alam, sosial budaya daerah, perubahan dinamika lingkungan
strategis internal dan eksternal serta memperhatikan potensi, permasalahan
dan tantangan yang dihadapi saat ini dan kemudian. Implementasi strategi
pembangunan pertanian diarahkan guna mendukung tercapainya EMPAT
TARGET SUKSES Kementerian Pertanian.
Sasaran swasembada yang akan dicapai pada akhir tahun 2014 adalah
produksi kedelai sebesar 2,7 juta ton, produksi gula sebesar produksi 3,45 juta
ton dan produksi daging sapi 0,66 juta ton. Adapun sasaran swasembada
berkelanjutan yang hendak dicapai pada akhir tahun 2014 adalah produksi padi
sebesar 76,57 juta ton dan produksi jagung 29 juta ton. Disamping itu
peningkatan produksi 35 komoditas unggul nasional lainnya. Sasaran
pencapaian peningkatan diversifikasi pangan yang hendak dicapai adalah: (1)
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-18
konsumsi beras menurun sekurang-kurangnya 1,5 persen per tahun,
bersamaan dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-
buahan, dan sayuran; (2) skor Pola Pangan Harapan (PPH) naik dari 86,4
(tahun 2010) menjadi 93,3 (tahun 2014); dan (3) peningkatan keamanan
pangan. Sasaran pencapaian peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor
yang akan dicapai adalah: (1) tersertifikasinya semua produk pertanian organik,
kakao fermentasi, dan bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan wajib
bersertifikat); (2) meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan dari 20
persen (tahun 2010) menjadi 50 persen (tahun 2014); (3) berkembangnya
produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20 persen gandum/terigu impor
pada tahun 2014; (3) terpenuhinya semua sarana pengolahan kakao fermentasi
bermutu untuk industri coklat dalam negeri (tahun 2014); dan (4)
meningkatnya surplus neraca perdagangan dari US$ 24,3 miliar (tahun 2010)
menjadi US$ 54,5 miliar (tahun 2014). Sasaran peningkatan kesejahteraan
petani yang hendak dicapai adalah: (1) tingkat pendapatan per kapita pertanian
Rp 7,93 juta di tahun 2014; dan (2) rata-rata laju peningkatan pendapatan per
kapita 11,10 persen per tahun.
Secara umum, berbagai program dan kegiatan pembangunan pertanian
diarahkan untuk menjamin ketahanan pangan nasional, meningkatkan ekspor
dan mensubtitusi produk impor dengan produk lokal yang pada gilirannya akan
mendorong peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat. Konsep
Pengembangan Kawasan Pertanian Untuk membangun dan mengembangkan
kawasan pertanian dibutuhkan peran serta dan tanggung jawab para
pemangku kepentingan. Untuk itu diperlukan persamaan pemahaman tentang
pengertian dan batasan kawasan pertanian.
Sentra Pertanian dan Kawasan Pertanian
Sentra pertanian merupakan bagian dari kawasan yang memiliki ciri
tertentu dimana di dalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis produk
pertanian unggulan. Disamping itu, sentra merupakan area yang lebih khusus
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-19
untuk suatu komoditas dalam kegiatan ekonomi yang telah membudaya yang
ditunjang oleh prasarana dan sarana produksi untuk berkembangnya produk
tersebut. Pada area sentra terdapat suatu kesatuan fungsional secara fisik
lahan, geografis, agroklimat, infrastruktur dan kelembagaan serta SDM, yang
berpotensi untuk berkembangnya suatu komoditas unggulan.
Kawasan pertanian adalah gabungan dari sentra-sentra pertanian yang
terkait secara fungsional baik dalam faktor sumber daya alam, sosial budaya,
maupun infrastruktur, sedemikian rupa sehingga memenuhi batasan luasan
minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah.
Kawasan pertanian menurut administrasi pengelolaan terdiri dari: (1) Kawasan
Pertanian Nasional; (2) Kawasan Pertanian Provinsi; dan (3) Kawasan Pertanian
Kabupaten/Kota dengan kriteria untuk masing-masing kawasan sebagai berikut:
Kawasan Pertanian Nasional merupakan kawasan yang ditetapkan oleh
Menteri Pertanian dengan kriteria:
1. memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap pembentukan produksi nasional;
2. mendapat fasilitas dukungan pendanaan dari APBN serta APBD
provinsi/kabupaten/kota;
3. mengembangkan 40 (empat puluh) komoditas unggulan nasional yang
telah ditetapkan.
Kawasan Pertanian Provinsi adalah kawasan yang ditetapkan oleh
Gubernur dengan kriteria:
1. memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap pembentukan produksi provinsi;
2. difasilitasi oleh APBD provinsi dan atau dapat didukung APBN sebagai
pendamping (untuk provinsi yang mengembangkan 40 komoditas
unggulan nasional);
3. mengembangkan komoditas unggulan provinsi dan/atau 40 komoditas
unggulan nasional.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-20
Kawasan Pertanian Kabupaten/Kota adalah kawasan yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dengan kriteria:
1. memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap produksi kabupaten/kota;
2. difasilitasi oleh APBD kabupaten/kota dan/atau didukung oleh APBN
sebagai pendamping (untuk kabupaten yang mengembangkan 40
unggulan nasional), serta dapat didukung oleh APBD provinsi (untuk
kabupaten yang mengembangkan komoditas unggulan provinsi);
3. mengembangkan komoditas unggulan kabupaten/kota, komoditas
unggulan provinsi dan/atau komoditas 40 unggulan nasional.
Kawasan Pertanian Berdasarkan Kelompok Komoditas
Berdasarkan kelompok komoditas, kawasan pertanian terdiri dari: (1)
kawasan tanaman pangan; (2) kawasan hortikultura; (3) kawasan perkebunan;
dan (4) kawasan peternakan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Tanaman pangan
Kawasan tanaman pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang
disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, dan infrastruktur fisik
buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa
sehingga mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usaha
tanaman pangan.
Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau
calon lokasi baru dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial
namun terhubung dengan aksesibilitas memadai.
Kriteria khusus kawasan tanaman pangan dalam aspek luas agregat
kawasan untuk masing-masing komoditas unggulan tanaman pangan
adalah: padi, jagung, dan ubi kayu minimal 5.000 hektar; kedelai minimal
2.000 hektar; kacang tanah minimal 1.000 hektar; serta kacang hijau dan
ubi jalar minimal 500 hektar. Disamping aspek luas agregat, kriteria
khusus kawasan tanaman pangan juga mencakup berbagai aspek teknis
lainnya yang bersifat spesifik komoditas.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-21
b. Kawasan hortikultura adalah sebaran usaha hortikultura yang disatukan
oleh faktor alamiah, sosial budaya, dan infrastruktur fisik buatan, serta
dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga
mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usaha
hortikultura,dapat meliputi kawasan yang telah eksis maupun lokasi baru
yang memiliki potensi SDA yang sesuai dengan agroekosistem, dan
lokasinya dapat berupa hamparan dan/atau spot partial (luasan terpisah)
dalam satu kawasan yang terhubung dengan aksesibilitas memadai.
Kriteria khusus kawasan hortikultura mencakup berbagai aspek teknis
yang bersifat spesifik komoditas baik untuk tanaman buah, sayuran,
tanaman obat maupun tanaman hias.
c. Perkebunan
Kawasan perkebunan atau kawasan pengembangan perkebunan adalah
wilayah pembangunan perkebunan sebagai pusat pertumbuhan dan
pengembangan dan usaha agribisnis perkebunan yang berkelanjutan
(sesuai UU No. 18/2004). Kawasan tersebut disatukan oleh faktor alamiah,
kegiatan ekonomi, sosial budaya dan berbagai infrastruktur pertanian,
serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sehingga mencapai skala
ekonomi dan efektivitas manajemen usaha perkebunan. Kawasan
perkebunan dapat berupa kawasan yang telah ada maupun lokasi baru
yang sesuai dengan persyaratan bagi masing-masing jenis budidaya
tanaman perkebunan, dan lokasinya disatukan oleh agroekosistem yang
sama.
Kriteria khusus kawasan perkebunan diantaranya :
- Pengusahaannya dilakukan sebagai usaha perkebunan rakyat dan/atau
sebagai usaha perkebunan besar dengan pendekatan skala ekonomi;
Usaha perkebunan besar bermitra dengan usaha perkebunan rakyat
secara berkelanjutan, baik melalui pola perusahaan inti – plasma,
perkebunan rakyat dengan perusahaan mitra (kemitraan), kerjasama
pengolahan hasil dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya; dan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-22
- Arah pengembangannya dilaksanakan dalam bingkai prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan, diantaranya: kelapa sawit menerapkan
sistem ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), kakao menerapkan
sustainable cocoa dan prinsip-prinsip berkelanjutan lainnya.
d. Peternakan
Kawasan peternakan adalah kawasan existing atau lokasi baru yang
memiliki SDA sesuai agroekosistem, dan lokasinya dapat berupa hamparan
dan atau spot partial (luasan terpisah) yang terhubung secara fungsional
melalui aksesibilitas yang baik dalam satu kawasan, dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pengembangan ternak yang memadai. Kawasan
peternakan harus memiliki lahan padang penggembalaan dan atau hijauan
makanan ternak, serta dapat dikembangkan dengan pola integrasi ternak-
perkebunan, ternak-tanaman pangan, ternak-hortikultura.
Sumber Pembiayaan Pengembangan Kawasan
Pengembangan kawasan melibatkan peran serta masyarakat
(community); kalangan swasta, BUMN dan BUMD (business); serta pemerintah
(government). Sumber pembiayaan pengembangan kawasan dari pemerintah
dapat berasal dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Dana
pemerintah bersifat trigger (pengungkit) berkembangnya kawasan oleh
masyarakat dan dunia usaha.
Sumber pendanaan kawasan pertanian nasional didanai terutama oleh
APBN, namun demikian kawasan tersebut memungkinkan didanai APBD Provinsi
maupun APBD Kabupaten/Kota. Komoditas yang dikembangkan di kawasan
pertanian nasional difokuskan pada 40 komoditas unggulan nasional sesuai
Renstra Kementerian Pertanian.
Pola Dasar Pengembangan Kawasan Pertanian
Pola dasar pengembangan kawasan pertanian dirancang untuk
meningkatkan keberhasilan penerapan Rencana Strategis Kementerian
Pertanian 2010-2014 yang telah dijabarkan ke dalam strategi pembangunan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-23
pertanian. Strategi pembangunan pertanian berfokus pada tujuh aspek dasar
yang disebut dengan TUJUH GEMA REVITALISASI.
Implementasi TUJUH GEMA REVITALISASI merupakan kelanjutan,
perluasan dan pendalaman telah dilaksanakan melalui perencanaan kebijakan,
program, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan secara terpadu
guna mendukung tercapainya EMPAT TARGET SUKSES Kementerian Pertanian.
Pola dasar pengembangan kawasan pertanian dikelompokkan: (1) pola
pengembangan kawasan yang sudah ada, dan (2) pola pengembangan
kawasan baru.
a. Pola Pengembangan Kawasan yang Sudah Ada (Existing)
Pola ini ditujukan bagi kawasan pertanian yang sudah ada dan
berkembang, untuk memperluas skala produksi, serta melengkapi/memperkuat
simpul-simpul agribisnis yang belum berfungsi optimal. Luasan kawasan dapat
bertambah sesuai dengan daya dukung. Kawasan yang telah mandiri
diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi daerah sekitarnya (trickle-
down effect).
b. Pola Pengembangan Kawasan Baru
Pola ini ditujukan untuk kawasan komoditas unggulan pada wilayah
baru/potensial yang belum dikembangkan. Ada dua pendekatan pengembangan
kawasan, yaitu (1) memperluas skala dan mengadakan kegiatan yang belum
terlaksana, (2) membangun kawasan baru di kawasan potensial secara
bertahap hingga mencapai skala minimum kawasan.
Penentuan kawasan baru dapat didasarkan pada komoditas yang
potensial, dan ketersediaan lahan yang sesuai untuk mendukung
pengembangan komoditas tersebut (commodity-driven). Ada kalanya lokasi
potensial sudah ada, namun belum terdapat komoditas yang layak untuk
dikembangkan. Dalam pengembangan kawasan pertanian harus ditentukan
terlebih dahulu komoditas yang tepat berdasarkan potensi pasar dan wilayah
dan ketersediaan sumberdaya serta dukungan pemerintah setempat.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-24
3.5. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Studi
Pelaksanaan studi terkait penyusunan master plan dan rencana aksi telah
banyak dilakukan untuk berbagai komoditi dari berbagai wilayah, dengan
metode pelaksanaan studi yang cenderung sama. Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan (2015) dalam kegiatan
penyusunan Kajian Komoditi Unggulan Pertanian Tanaman Pangan Dan
Hortikultura Tahun 2015, dalam pelaksanaan studi tersebut menggunakan
metode analisis deskriptif, dengan jenis metode survei. Menurut Whitney
(1960) dalam Nazir (2005) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah
serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu termasuk
tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan serta proses yang sedang
berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena. Metode survei sebagai bagian
dari metode deskriptif adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan
secara faktual . Metode survei juga dilakukan evaluasi serta perbandingan
terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau
masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana
dan pengambilan keputusan dimasa mendatang (Nazir, 2005).
Metode kajian yang sama juga digunakan Juarsyah, dkk (2015), dalam
melakukan Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Buah-Buahan
Di Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. Penggunaan metode survey
dengan analisis deskriptif dianggap paling tepat dalam mengkaji
pengembangan-pengembangan wilayah dengan konsep kawasan pada berbagai
komoditi pertanian. Dalam penentuan komoditi unggulannya menggunakan
analisis LQ dan diperkuat dengan metode Delphi. Penyusunan strategi dengan
menggunakan analisis SWOT yang menghasilkan strategi dalam pengembangan
kawasan yang diinginkan.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera
Selatan (2014) juga telah menyusun Master Plan Pengembangan Agrowisata
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-25
dengan menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif. Metode ini
digunakan untuk mengungkap kedalaman berbagai potensi dan kegiatan
pertanian, dan perkebunan yang menjadi daya tarik pariwisata di Kelurahan
Pagar Agung Kabupaten Lahat yang menjadi lokasi terpilih. Upaya mengungkap
potensi dan sumberdaya dilakukan dengan menelusuri informasi dari berbagai
sumber data yang terdiri dari: informan, tempat dan peristiwa serta
dokumentasi/arsip terkait yang ada. Lokasi sasaran penyusunan master plan ini
adalah wilayah Kabupaten Lahat, tepatnya di Kelurahan Pagar Agung yang
memiliki berbagai ragam objek dan daya tarik wisata alam dan budaya yang
sangat potensial untuk pengembangan agrowisata.
Badan Penelitian dan Pengembangan Sumatera Utara (2011) telah
melakukan kajian Pengembangan Agrowisata dan Bahari di Provinsi Sumatera
Utara dengan menggunakan Kajian ini menggunakan metode observasi
(pengamatan) langsung untuk mengumpulkan data potensi sumberdaya dan
metode survey untuk sosial ekonomi masyarakat. Informasi dikumpulkan dari
responden dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data pokok
(Singarimbun, 1995). Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan
sekunder yangdiperoleh dari berbagai publikasi yang berasal dari stakeholders
dan berbagai informasi yang terkait dengan agrowisata dan wisata bahari.
Bank Indonesia Kota Palembang (2014) dalam menyusun kajian
Pemetaan dan Pendalaman Klaster Komoditas Unggulan Daerah dan Komoditas
Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi Sumatera Selatan menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan pemilihan jenis metode survey. Metode ini dianggap
metode yang tepat dalam menggambarkan potensi wilayah serta menganalisis
pengembangannya ke depan.
3.6. Kerangka Pemikiran Penyusunan Masterplan dan Rencana Aksi
Pendekatan pengembangan kawasan dirancang untuk meningkatkan
efektivitas kegiatan, efisiensi anggaran dan mendorong keberlanjutan kawasan
komoditas unggulan. Empat pendekatan yang digunakan dalam pengembangan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-26
kawasan komoditas unggulan yaitu: (1) pendekatan agroekosistem, (2)
pendekatan sistem agribisnis, (3) pendekatan partisipatif, dan (4) pendekatan
terpadu. Keempat pendekatan tersebut harus dilaksanakan secara
berkesinambungan dalam pengembangan kawasan pertanian. Khusus untuk
pengembangan kawasan perkebunan ada satu pendekatan lagi yang digunakan
adalah pendekatan diversifikasi integratif. Secara ringkas urgensi dan makna
dari setiap pendekatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Pendekatan Agroekosistem
Pengembangan kawasan pertanian disusun dengan mempertimbangkan
kualitas dan ketersediaan sumberdaya lahan melalui pewilayahan komoditas,
dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan dan agroklimat agar diperoleh
hasil produksi dan produktivitas pertanian yang optimal dan berwawasan
lingkungan. Kondisi agroekosistem di wilayah salah satunya dicirikan oleh
kondisi bio-fisik lahan yang mencakup ketinggian lokasi, kelerengan lahan,
kondisi iklim, dan karakteristik tanah. Untuk optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya lahan, penentuan komoditas unggulan harus mengacu pada peta
pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 yang telah
mempertimbangkan agroekosistem setempat.
Pendekatan Sistem Agribisnis
Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan kawasan
komoditas unggulan adalah meningkatnya kuantitas produksi, kualitas produk
dan kesinambungan produksi komoditas yang dihasilkan. Dalam rangka
pencapaian sasaran tersebut dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi
pengembangan komoditas unggulan, maka pengembangan kawasan komoditas
unggulan harus dilaksanakan melalui pendekatan sistem agribisnis. Hal ini
mengandung pengertian bahwa pengembangan komoditas pertanian di
kawasan komoditas unggulan harus dilaksanakan secara menyeluruh dan
terpadu mulai dari pengadaan input produksi hingga pemasaran produk yang
dihasilkan petani. Dengan kata lain, kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-27
pengembangan kawasan komoditas unggulan dapat meliputi aspek pengadaan
input produksi, proses produksi komoditas, aspek pemasaran, pengolahan
komoditas, serta aspek penyuluhan dan permodalan, yang disesuaikan dengan
kebutuhan pengembangan komoditas unggulan di kawasan setempat.
Pendekatan agribisnis dalam pengembangan kawasan juga bermakna
bahwa kegiatan pertanian pada suatu kawasan berorientasi pada keuntungan
usahatani. Hal ini mengisyaratkan perlunya efisiensi dalam penggunaan input
produksi, serta optimasi produksi. Pendekatan agribisnis juga mensyaratkan
adanya keterpaduan antar pemangku kepentingan pertanian yang terdiri dari
kalangan bisnis/usaha, masyarakat dan pemerintah. Namun demikian, motor
utama penggerak suatu kawasan pertanian tetap berada di masyarakat dan
dunia usaha, sedangkan keberadaan pemerintah hanya sebagai fasilitator dan
pengungkit terutama dalam pengembangan tahap awal.
Kawasan pertanian yang dibangun melalui pendekatan agribisnis
memiliki orientasi produksi yang jelas, apakah dalam rangka memenuhi
kebutuhan pangan lokal, atau untuk memenuhi permintaan pasar khususnya
pasar ekspor. Kawasan pertanian yang mengembangkan komoditas pangan
utama dari sub-sektor tanaman pangan (terutama padi, jagung, kedelai),
komoditas peternakan (sapi potong), dan komoditas perkebunan (gula)
merupakan kawasan yang diarahkan untuk menjadi pemasok utama kebutuhan
pangan masyarakat. Keterpaduan kegiatan yang dibangun dalam kawasan
pertanian tersebut lebih diarahkan untuk dapat menghasilkan produk berdaya
saing melalui peningkatan kuantitas produksi dan produktivitas melalui berbagai
instrumen mencakup perluasan areal, penggunaan benih/bibit unggul, aplikasi
teknologi budidaya, pengairan dan kegiatan-kegiatan lainnya dengan titik berat
kepada aspek hulu (benih/bibit unggul) dan aspek budidaya (kuantitas
produksi), serta tetap mengedepankan aspek kualitas dan efisiensi.
Kawasan pertanian yang mengembangkan komoditas bernilai tinggi dan
diminati pasar (sebagai produk kebutuhan sekunder atau tersier), merupakan
kawasan yang diarahkan untuk menjadi pemasok terhadap permintaan pasar
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-28
baik di tingkat lokal maupun internasional. Produk-produk bernilai tinggi dan
bukan merupakan kebutuhan pangan utama tersebut sebagian diantaranya
mencakup produk-produk unggulan hortikultura dan perkebunan. Keterpaduan
kegiatan yang dibangun dalam kawasan berorientasi permintaan pasar lebih
diarahkan untuk dapat meningkatkan daya saing produk melalui peningkatan
produksi dan kualitas produk, kontinuitas ketersediaan produk, pengolahan
pasca panen dan kegiatan-kegiatan lainnya dengan titik berat kepada aspek
budidaya (praktik GAP) dan aspek pasca panen (pengolahan, penyimpanan dan
peningkatan kualitas).
Pendekatan Terpadu dan Terintegrasi
Pembangunan kawasan komoditas unggulan dengan pendekatan sistem
agribisnis akan membutuhkan dukungan pembinaan serta fasilitas dari seluruh
unit Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan berbagai dinas/instansi di
daerah, dan dalam hal tertentu akan dibutuhkan pula dukungan dari
Kementerian lain. Dalam rangka menciptakan sinergisme kegiatan pada lingkup
Kementerian Pertanian, maka pelaksanaan program pada Unit Eselon I lingkup
Kementerian Pertanian di lokasi kawasan komoditas tertentu perlu dilaksanakan
secara terpadu dan terintegrasi. Hal ini dapat ditempuh dengan melakukan
sinkronisasi program lintas Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan
memprioritaskan program-program unit Eselon I Kementerian Pertanian di
lokasi kawasan komoditas unggulan yang telah ditetapkan, sesuai dengan
kebutuhannya. Sinkronisasi program juga perlu dilaksanakan dengan program
Pemda Kabupaten, Pemda Provinsi dan program Kementerian lain.
Pendekatan Partisipatif
Pembangunan kawasan komoditas unggulan dalam pelaksanaannya akan
melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah pusat (Kementan), Pemda
Provinsi, Pemda Kabupaten/Kota, pelaku usaha dan masyarakat. Dalam rangka
mendorong keberlanjutan kawasan komoditas yang telah ditetapkan, maka
perlu ditumbuhkan rasa memiliki pada seluruh pihak yang terkait. Dalam kaitan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-29
tersebut seluruh pihak terkait perlu dilibatkan secara aktif mulai dari tahap
perencanaan kegiatan hingga tahap pelaksanaan kegiatan pengembangan
kawasan yang telah ditetapkan. Partisipasi dana dari berbagai pihak (dana
APBD, swasta dan masyarakat) juga perlu dikembangkan untuk meningkatkan
sinergi dan outcome dari kegiatan pengembangan kawasan.
Pendekatan Diversifikasi Integratif
Dalam pengembangan budidaya tanaman tahunan, seperti tanaman
perkebunan dan hortikultura, pada periode Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM), dapat dikembangkan tanaman pakan ternak atau tanaman penutup
tanah untuk menekan pertumbuhan gulma, menahan erosi, serta menahan
aliran permukaan dan penguapan. Dengan tujuan yang sama, dapat
dikembangkan paket teknologi alternatif berupa pengembangan tanaman
pangan intensif, sehingga selain menekan biaya, sekaligus memberikan
pendapatan kepada petani. Disamping itu pada usaha tanaman tahunan
terdapat berbagai jenis limbah dan hasil samping yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pakan ternak. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam
pengembangan kawasan tanaman tahunan (perkebunan, hortikultura) adalah
meningkatnya produksi, produktivitas, kualitas produk dan kontinuitas produksi
yang dihasilkan. Dalam rangka pencapaian sasaran tersebut dan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi, maka pada pengembangan kawasan tanaman tahunan
dapat dilaksanakan pengembangan sistem pertanian dengan integrasi tanaman
pangan atau integrasi ternak.
Klasifikasi Pengembangan Kawasan
Kawasan pertanian yang ada saat ini baik merupakan kawasan pertanian
tradisional maupun kawasan pertanian yang dibangun Pemerintah. Ditinjau dari
tahap perkembangannya dapat diklasifikasikan dalam tiga katagori kelas, yaitu:
a. Kawasan yang belum berkembang
b. Kawasan yang cukup berkembang
c. Kawasan yang telah berkembang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
IV-1
METODOLOGI
4.1. Jenis data dan Sumbernya
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
Untuk data primer bersumber dari para pelaku usaha pertanian tanaman
hortikultura, mulai dari petani, kelompok tani, dan pedagang yang berada pada
lokasi-lokasi kajian. Adapun data sekunder bersumber dari instansi terkait
seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera
Selatan dan pada masing-masing tingkat kabupaten/kota wilayah kajian, BPS
Provinsi Sumatera Selatan dan BPS pada tingkat kabupaten, Bappeda Provinsi
Sumatera Selatan, serta SKPD lain yang terkait. Sumber lain data sekunder
juga didapat dari studi literatur dari dokumen-dokumen hasil penelitian dengan
topik dan tema yang terkait dengan kajian ini.
4.2. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam kajian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara terstruktur yang dituntun dengan kuesioner yang telah disusun
sebagai pedoman. Pendalaman materi dilakukan dengan metode Focus Group
Discussion (FGD) yang melibatkan perwakilan pemerintah setempat,
stakeholders, kelompok tani dan para pedagang untuk komoditi hortikultura
unggulan pada masing-masing wilayah. serta tokoh-tokoh masyarakat.
Wawancara dilakukan kepada responden sesuai jumlah responden yang telah
ditetapkan. Pendalaman informasi juga dilakukan dengan melakukan indepth
interview terhadap key informan yang terpilih.
4
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
IV-2
Pengambilan data sekunder seluruh objek yang dikembangkan di
kawasan ini, dan data-data pendukung yang relevan lainnya, yang berasal dari
instansi terkait di Provinsi Sumatera Selatan seperti Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan dan Dinas Pertanian yang
berada di kabupaten-kabupaten yang menjadi wilayah kajian, serta BPS Provinsi
Sumatera Selatan, melalui metode pengumpulan dengan mendatangi SKPD
terkait dan telusur data melalui dokumen fisik maupun dokumen yang
diterbitkan melalui media online.
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan teknik
analisis model interaktif yang meliputi : (1) pengumpulan data, (2) reduksi
data, (3) sajian data, (4) penarikan kesimpulan (verifikasi). Proses tersebut
dilakukan dengan menggunakan program komputer excel untuk tabulasi data,
metode delphy untuk analisis lanjutan, serta diskusi kelompok untuk
pembahasan. Penyempurnaan hasil analisis dilakukan melalui expose hasil
kajian pada forum seminar guna mendapatkan masukan dari para stakeholders
guna penyempunaan laporan akhir.
4.3. Metode Pendekatan dan Pelaksanaan Studi
Kegiatan kajian ini ini dilaksanakan dengan penentuan dan pemantapan
calon kawasan yang telah ditunjuk secara nasional melalui Surat Keputusan
Menteri Pertanian RI No : 45/Kpts/PD.200/1/ 2015 yang menetapkan kawasan
hortikultura di Sumatera Selatan, terdiri dari :
1. Kawasan cabai di Kabupaten : Ogan Komering Ulu (OKU), Ogan Komering
Ilir (OKI), Banyuasin, Ogan Ilir (OI), dan Kota Palembang
2. Kawasan bawang merah di Kabupaten : OKU, OKI, Banyuasin, dan
Kabupaten Musi Rawas
3. Kawasan jeruk di Kabupaten OKU dan OI
Pada setiap lokasi kajian dilakukan pertemuan dengan para pihak terkait,
pembinaan dan pengawalan pada daerah terpilih sebagai kawasan komoditi
unggulan tanaman hortikutura. Kawasan komoditi unggulan yang dikaji
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
IV-3
nantinya akan dituangkan dalam suatu peta kawasan dalam wilayah Sumatera
Selatan.
Dalam pelaksanaannya, kajian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan jenis metode penelitian survei. Menurut Whitney (1960)
dalam Nazir (2005) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah
serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu termasuk
tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan serta proses yang sedang
berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena. Metode survei sebagai bagian
dari metode deskriptif adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan
secara faktual . Metode survei juga dilakukan evaluasi serta perbandingan
terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau
masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana
dan pengambilan keputusan dimasa mendatang (Nazir, 2005).
4.4. Metode Penyusunan dan Rencana Aksi
Metode penyusunan hasil kajian menggunakan metode yang telah
disusun dalam pedoman pengembangan kawasan yang telah dikeluarkan oleh
Kementerian Pertanian Republik Indonesia dalam bentuk Peraturan Menteri
Pertanian Nomor : 50/Permentan/CT.140/8/2012. Pedoman tersebut memandu
secara jelas teknik dan cara penyusunan sampai dengan format dokumen
laporan yang harus disajikan.
Rencana aksi yang merupakan bagian dari master plan pengembangan
tanaman hortikutura di Provinsi Sumatera Selatan disusun dengan format
tabulasi dengan menggunakan tahapan-tahapan penyusunan sebagai berikut :
1. Identifikasi isu strategis dan permasalahan serta kebutuhan
pengembangan komoditi unggulan.
2. Penentuan program utama berbasis solusi terhadap permasalahan
dan identifikasi kebutuhan pengembangan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
IV-4
3. Penentuan sasaran untuk masing-masing program
4. Penyusunan rencana aksi berbasis program utama untuk mencapai
sasaran secara operasional
5. Penentuan lokasi pelaksanaan rencana aksi
6. Penentuan Satker yang bertanggung jawab sebagai pelaksana
masing-masing rencana aksi.
7. Pemilahan sumber dana yang akan membiayai rencana aksi.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-1
POTENSI WILAYAH KOMODITASUNGGULAN DAN KAWASANTANAMAN HORTIKULTURA
5.1. Aspek Kondisi Umum Wilayah
Secara astronomis, Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1’-4’
Lintang Selatan dan antara 102’-106’ Bujur Timur. Berdasarkan posisi
geografisnya, Provinsi Sumatera Selatan memiliki batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi
- Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung
- Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu
- Sebelalah timur berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung.
Sumatera Selatan secara administratif terdiri dari 17 kabupaten/kota,
yaitu : (1) Kabupaten Ogan Komering Ulu, (2) Kabupaten Ogan Komering Ilir,
(3) Kabupaten Muara Enim, (4) Kabupaten Lahat, (5) Kabupaten Musi Rawas,
(6) Kabupaten Musi Banyuasin, (7) Kabupaten Banyuasin, (8) Kabupaten OKU
Selatan, (9) Kabupaten OKU Timur, (10) Kabupaten Ogan Ilir, (11) Kabupaten
Empat Lawang, (12) Kabupaten PALI, (13) Kabupaten Musi Rawas Utara, (14)
Kota Palembang, (15) Kota Prabumulih, (16) Kota Pagar Alam, dan (17) Kota
Lubuk Linggau.
Dari aspek iklim, yang diklasifikasi berdasarkan suhu dan kelembaban
udara dengan simbol A dan B, maka wilayah Provinsi Sumatera Selatan berada
pada kategori iklim A atau tropis. Wilayah dengan jenis iklim B atau iklim gurun
tropis atau iklim kering umumnya hanya terdapat di daerah gurun dan daerah
semiand (steppa), curah hujan terendah kurang dari 25,4/tahun dan
penguapan besar. Di Sumatera Selatan, suhu rata-rata bulanan tidak kurang
dari 180C, dan suhu rata-rata tahunan berada pada kisaran angka 200C-250C.
5
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-2
Untuk curah hujan, rereta wilayah-wilayah di Sumatera Selatan rata-rata
memiliki curah hujan lebih dari 70 cm/tahun.
Sumatera Selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-
rata + 79 meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 1’-4’ Lintang
Selatan dan antara 102’-106’ Bujur Timur. Luas wilayah Sumatera Selatan,
adalah berupa daratan seluas 87.421,17 Km2. Wilayah administrasi Provinsi
Sumatera Selatan berjumlah 17 kabupaten/kota, yang terdiri dari 13 wilayah
kabupaten dan empat kota, dengan luas wilayah masing-masing kabupaten/
kota, yaitu:
1. Ogan Komering Ulu (3.747,77 Km2),
2. Ogan Komering Ilir (17.086,39 Km2),
3. Muara Enim (6.901,36 Km2),
4. Lahat (4.297,12 Km2),
5. Musi Rawas (6.330,53 Km2),
6. Musi Banyuasin (14.530,36 Km2),
7. Banyuasin (12.361,43 Km2),
8. OKU Selatan (4.544.18 Km2),
9. OKU Timur (3.397,10 Km2),
10. Ogan Ilir (2.411,24 Km2),
11. Empat Lawang (2.312,20 Km2),
12. PALI (1.844,71 Km2),
13. Musi Rawas Utara (5.836,70 Km2),
14. Kota Palembang (363,68 Km2),
15. Kota Prabumulih (458,11 Km2),
16. Kota Pagar Alam (632,80 Km2) serta
17. Kota Lubuk Linggau (365,49 Km2).
Berdasarkan elevasi (ketinggian dari permukaan laut), dataran di Provinsi
Sumatera Selatan cenderung memiliki bagian wilayah dengan sebaran yang
bervariasi, terdiri dari:
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-3
- 0 M - 25 M = 23,5 %
- 26 M - 50 M = 17,7 %
- 51 M -100 M = 35,3 %
- 101 M ke atas = 23,5 %
Ibukota Provinsi Sumatera Selatan terletak di Kota Palembang. Dari 16
kabupaten/kota yang lain, maka kabupaten/kota yang letaknya paling dekat
dengan Kota Palembang adalah Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Ogan ilir,
yang berjarak 35 Km. Adapun kabupaten yang berlokasi paling jauh dari
ibukota provinsi adalah Kota Pagar Alam, dengan jarak terdata 460 Km dari
Kota Palembang. Jarak antara ibukota provinsi ke daerah kabupaten/kota lain
meliputi :
1. Palembang – Ogan Komering Ulu: 221 km.
2. Palembang – Ogan Komering Ilir : 120 km.
3. Palembang – Muara Enim : 220 km.
4. Palembang - Lahat : 240 km.
5. Palembang – Musi Rawas : 360 km.
6. Palembang – Musi Banyuasin : 120 km.
7. Palembang – Banyuasin : 35 km.
8. Palembang – OKU Selatan : 280 km.
9. Palembang – OKU Timur : 261 km.
10.Palembang – Ogan Ilir : 35 km.
11.Palembang – Empat Lawang : 360 km.
12.Palembang – PALI : 160 km.
13.Palembang – Musi Rawas Utara : 390 km.
14.Palembang – Prabumulih : 95 km.
15.Palembang – Pagar Alam : 460 km.
16.Palembang – Lubuk Linggau : 260 km.
Pada wilayah-wilayah kawasan tanaman pangan dan hortikultura, kondisi
umumnya tersaji secara ringkas pada Tabel 5.1.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-4
Tabel 5.1.Kondisi Umum Wilayah-Wilayah Kawasan Tanaman Pangan dan hortikultura di
Provinsi Sumatera Selatan, 2015
No Wilayah Kawasan Luas Wilayah(Km2)
%TerhadapSumsel
KetinggianTempat
(Meter Dpl)
Jarak DariIbukota
Provinsi (Km)
1 OKU 3.747,77 4,29 70 221
2 OKI 17.086,39 19,54 18 120
3 Banyuasin 12.361,43 14,14 63 35
4 Ogan Ilir 2.411,24 2,76 25 35
5 Palembang 363,68 0,42 8 0
6 Musi Rawas 6.330,53 7,24 120 360
7 OKU Timur 3.397,10 3,89 83 261
Sumber : BPS Proovinsi Sumatera Selatan, 2016
Dari 7 kawasan yang telah ditetapkan, pada Tabel 5.1 terlihat bahwa
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) merupakan wilayah yang memiliki luasan
wilayah dengan persentase terbesar terhadap Provinsi Sumatera Selatan
(19,54%). Adapun wilayah yang terdekat dengan ibukota provinsi selain
Palembang tentunya adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan
Kabupaten Ogan Ilir, sedangkan wilayah kawasan yang terjauh dari ibukota
provinsi adalah Kabupaten Musi Rawas (360 Km).
5.2. Aspek Agroekologis dan Lingkungan
Potensi wilayah Sumatera Selatan berdasarkan aspek agroekologis dan
lingkungan dideskripsikan melalui kondisi potensi sumberdaya lahan dan
agroklimat. Potensi sumberdaya lahan ditinjau dari tata guna lahan yang
tersedia untuk dikembangkan, sedangkan potensi agroklimat dideskrisikan
melalui kondisi suhu, iklim, angin, curah hujan, penyinaran, dan lain-lain.
Selain itu, potensi agroekologis dan lingkungan juga digambarkan dari kondisi
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-5
wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai kawasan peruntukkan pertanian
dalam RTRW provinsi maupun RTRW di tingkat kabupaten /kota).
Sumberdaya Lahan
Jenis lahan yang tersedia untuk kegiatan pertanian di Sumatera Selatan
terbagi atas jenis lahan sawah dan bukan sawah. Jenis lahan sawah yaitu
lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan),
saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah
tanpa memandang dari mana diperoleh status lahan tersebut. Lahan tersebut
termasuk lahan yang terdaftar di Pajak Bumi Bangunan, Iuran Pembangunan
Daerah, lahan bengkok, lahan serobotan, lahan rawa yang ditanami padi dan
lahan bekas tanaman tahunan yang telah dijadikan sawah, baik yang ditanami
padi maupun palawija. Sedangkan lahan bukan sawah adalah semua lahan
pertanian selain lahan sawah seperti tegal/kebun, ladang/huma, perkebunan,
lahan yang ditanami pohon/hutan rakyat, padang penggembalaan, padang
rumput, lahan yang sementara tidak diusahakan dan lahan pertanian bukan
sawah lainnya (tambak, kolam, empang).
Kedua jenis lahan tersebut, baik lahan sawah maupun lahan bukan
sawah, dalam penggunaannya secara umum terbagi atas lahan yang
diusahakan untuk pertanian dalam arti luas dan lahan yang diusahakan bukan
untuk kegiatan pertanian. Lahan yang diusahakan untuk pertanian adalah
lahan yang dikuasai dan pernah diusahakan untuk pertanian selama setahun
yang lalu. Lahan tersebut antara lain: lahan sawah, huma, ladang/tegal/ kebun,
hutan, dan lahan untuk pengembalaan/padang rumput. Tidak termasuk lahan
yang diusahakan untuk pertanian, bila lahan pertanian diusahakan untuk usaha
pembuatan genteng, batu bata dan sebagainya. Lahan yang digunakan untuk
kegiatan pertanian tersebut terbagi atas :
1. Lahan Sawah Irigasi,
yaitu lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik
yang bangunan penyadap dan jaringan -jaringannya diatur dan dikuasai
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-6
dinas pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh masyarakat. Lahan sawah
irigasi yaitu lahan sawah yang sumber air utamanya berasal dari air
irigasi. Lahan sawah irigasi terdiri dari, teknis, setengah teknis, irigasi
sederhana, irigasi desa/non PU, termasuk juga sawah sistem surjan yaitu
sawah yang yang sumber air utamanya berasal dari air irigasi atau air
reklamasi rawa pasang surut (bukan lebak) dengan sistem tanam pada
tabukan dan guludan.
2. Lahan Sawah Non Irigasi
yaitu lahan sawah yang tidak memperoleh pengairan dari sistem irigasi
tetapi tergantung pada air alam, seperti :
air hujan, pasang surutnya air sungai/laut dan air rembesan. Lahan sawah
non irigasi terdiri dari:
a. Lahan Sawah Tadah Hujan yaitu lahan sawah yang sumber air utamanya
berasal dari curah hujan.
b. Lahan Sawah Rawa Pasang Surut yaitu lahan sawah yang pengairannya
tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air
laut.
c. Lahan Sawah Rawa Lebak yaitu lahan sawah yang mempunyai
genangan hamper sepanjang tahun, minimal selama tiga bulan dengan
ketinggian genangan minimal 50 cm.
3. Tegal/Kebun yaitu lahan bukan sawah (lahan kering) yang ditanami
tanaman semusim atau tahunan dan letaknya terpisah dengan halaman
sekitar rumah serta penggunaannya tidak berpindah-pindah.
4. Ladang/Huma
yaitu lahan bukan sawah (lahan kering) yang biasanya ditanami tanaman
musiman dan penggunaannya hanya semusim atau dua musim, kemudian
akan ditinggalkan bila sudah tidak subur lagi (berpindah-pindah).
Kemungkinan lahan ini beberapa tahun kemudian akan dikerjakan kembali
jika sudah subur.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-7
5. Perkebunan
yaitu lahan yang ditanami tanaman perkebunan/industri seperti: karet, kopi,
teh, dan sebagainya, baik yang diusahakan oleh rakyat/rumah tangga
ataupun perusahaan perkebunan yang berada dalam wilayah kecamatan.
6. Lahan Yang Ditanami Pohon/Hutan Rakyat
yaitu lahan yang ditumbuhi kayu-kayuan/hutan rakyat termasuk bambo,
sengon dan angsana, baik yang tumbuh sendiri maupun yang sengaja
ditanam misalnya semak-semak dan pohon-pohon yang hasil utamanya
kayu. Kemungkinan lahan ini juga ditanami tanaman bahan makanan
seperti padi atau palawija, tetapi tanaman utamanya adalah bambu/kayu-
kayuan.
7. Padang Penggembalaan/Padang Rumput
yaitu lahan yang khusus digunakan untuk pengembalaan ternak. Lahan
yang sementara tidak diusahakan (dibiarkan kosong lebih dari satu tahun
dan kurang dari dua tahun) tidak dianggap sebagai lahan
pengembalaan/padang rumput meskipun ada hewan yang digembalakan
di sana.
8. Lahan Yang Sementara Tidak Diusahakan
yaitu lahan yang biasanya diusahakan tetapi untuk sementara (lebih dari
satu tahun dan kurang dari dua tahun) tidak diusahakan. Termasuk lahan
sawah yang tidak diusahakan selama lebih dari dua tahun.
9. Lahan Bukan Sawah Lainnya
yaitu lahan sekitar rumah (pekarangan) yang diusahakan untuk pertanian.
Tabel 5.2 di bawah ini menampilkan distribusi dari tiga kategori
penggunaan lahan di kabupaten/kota yang ada di Sumatera Selatan. Dari
ketiga kategori penggunaan lahan terlihat bahwa jenis lahan bukan sawah yang
digunakan untuk kegiatan pertanian merupakan jenis lahan yang memiliki
luasan terbesar dalam penggunaannya. Jenis lahan pertanian bukan sawah ini
umumnya digunakan untuk usaha tanaman pangan non sawah, palawija,
hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan usaha kehutanan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-8
Tabel 5.2.
Luas Lahan per Kabupaten/Kota Dirinci Menurut Penggunaannya di SumateraSelatan Tahun 2013-2015
No Kabupaten/Kota
Lahan Pertanian Lahan Bukan Pertanian (Ha)Lahan Sawah (Ha) Lahan Bukan Sawah (Ha)
2013 2014 2015 2013 2014 2015 2013 2014 20151 OKU 11.862 8.901 8.872 486.308 469.897 449.191 80.759 88.897 89.4322 OKI 183.757 183.000 185.998 1.453.401 1.449.120 881.137 316.363 321.401 886.4363 Muara Enim 27.580 27.017 27.017 581.247 572.247 572.277 116.606 128.167 128.1374 Lahat 17.758 17.491 17.525 339.726 336.320 336.241 58.778 55.867 49.9305 Musi Rawas 37.497 30.366 30.451 798.059 422.854 419.653 401.028 182.698 185.6146 Musi
Banyuasin67.231 68.222 66.810 928.093 932.344 931.237 431.272 426.030 428.539
7 Banyusin 235.139 235.139 226.518 573.863 573.883 582.454 374.297 374.297 374.2978 OKU Selatan 17.889 18.040 18.040 373.729 374.826 376.455 131.139 131.217 127.6499 OKU Timur 85.077 84.966 85.620 157.120 163.095 162.451 56.678 58.922 589.91210 Ogan Ilir 64.607 64.962 67.627 119.828 118.099 116.908 79.598 80.972 79.49811 Empat
Lawang14.091 14.091 14.091 161.909 161.366 166.824 49.664 50.187 44.729
12 PALI 6.579 6.579 6.579 137.078 137.078 134.881 40.343 40.343 42.54013 Muratara - 7.131 7.131 - 377.047 377.047 - 216.688 216.68814 Palembang 6.218 6.189 6.189 9.582 9.109 9.109 26.317 27.725 27.72515 Prabumulih 437 550 700 31.552 28.831 27.204 16.035 14.069 15.54616 Pagar Alam 3.440 3.440 3.440 29.605 29.331 29.331 30.320 30.594 30.59417 Lubuk
Linggau2.433 1.916 1.894 30.805 30.329 26.641 6.912 7.904 11,614
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016
Dari Tabel 5.2 terlihat bahwa pada wilayah kawasan pangan (Kabupaten
OKI, Banyuasin, Ogan Ilir dan OKU Timur) penggunaan sawah dalam kurun
waktu 3 tahun terakhir masih berfluktuasi. Untuk jenis lahan sawah,
penggunan terbesar berada di Kabupaten Banyuasin dan OKI. Kondisi yang
sama juga terlihat untuk lahan pertanian dengan kategori bukan sawah.
Luasan terluas penggunaan lahan pertanian non sawah juga berada di
Kabupaten OKI. Adapun wilayah kawasan dengan penggunaan lahan untuk
kegiatan pertanian dengan luasan lahan pertanian tersempit adalah Kota
Palembang.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-9
Potensi Agroklimat
Provinsi Sumatera Selatan merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis
yang berada pada kelompok iklim Tipe A. curah hujan terendah kurang dari
25,4/ tahun dan penguapan besar. Di Sumatera Selatan, suhu rata-rata
bulanan tidak kurang dari 180C, dan suhu rata-rata tahunan berada pada
kisaran angka 200C-250C. Besaran suhu udara dan kelembaban udara per
bulan tahun 2015 di Provinsi Sumatera Selatan secara rinci disajikan pada Tabel
5.3 berikut ini.
Tabel 5.3.Rata-Rata Suhu dan Kelembaban Udara Menurut Bulan di Provinsi Sumatera
Selatan Tahun 2015
Bulan Suhu Udara (0C) Kelembaban Udara (%)Maks Min Rerata Maks Min Rerata
Januari 31,60 24,10 26,70 95,00 67,00 84,00Februari 32,10 23,90 26,70 95,00 67,00 84,00Maret 32,40 23,80 26,80 96,00 67,00 85,00April 33,20 24,20 27,60 94,00 64,00 83,00Mei 33,60 25,10 28,30 93,00 62,00 81,00Juni 33,10 24,70 27,80 93,00 62,00 81,00Juli 33,50 24,60 28,00 90,00 56,00 76,00Agustus 33,90 24,30 28,00 91,00 54,00 75,00September 34,60 24,00 28,20 89,00 48,00 71,00Oktober 34,40 24,20 28,60 88,00 48,00 71,00November 34,80 25,00 28,50 91,00 53,00 78,00Desember 33,00 24,90 27,50 91,00 68,00 84,00Rerata 33,40 24,40 27,70 92,00 60,00 79,00Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Kenten Palembang, 2016
Pada potensi agroklimat untuk jenis tekanan udara, kecepatan angin dan
penyinaran matahari menunjukkan bahwa rerata tekanan udara di Provinsi
Sumatera Selatan selama satu tahun adalah 1.011 mb. Pada kondisi kecepatan
angin terdata rerata 3,50 knot per bulan, dan penyinaran matahari rerata 51%
per bulan. Kondisi ini memenuhi persyaratan kebutuhan tekanan udara,
kecepatan angin dan kebutuhan sinar matahari pada tanaman pangan dan
hortikultura. Data lengkap tersaji pada Tabel 5.4 berikut ini.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-10
Tabel 5.4.Rerata Tekanan Udara, Kecepatan Angin dan Penyinaran Matahari Menurut
Bulan di Provinsi Sumatera Selatan, 2015
Bulan Tekanan Udara(mb)
Kecepatan Angin(knot)
PenyinaranMatahari (%)
Januari 1.011,30 3,90 49,00Februari 1.011,30 3,40 44,00Maret 1.011,50 2,70 52,00April 1.010,20 2,20 61,00Mei 1.010,50 2,70 66,00Juni 1.010,40 3,10 36,00Juli 1.011,00 4,60 77,00Agustus 1.011,10 4,10 75,00September 1.011,60 4,80 47,00Oktober 1.012,00 4,40 13,00November 1.009,90 2,70 46,00Desember 1.010,90 2,90 48,00Rerata 1.011,00 3,50 51,00Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Kenten Palembang, 2016
Dari kondisi tekanan udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari di
Provinsi Sumatera Selatan yang terjadi setiap bulan dari data tahun 2015
menunjukkan bahwa provinsi ini memang memiliki dukungan aspek agroklimat
yang cocok untuk kegiatan pertanian. Jika ditelusuri kondisi agroklimat per
kabupaten khususnya pada wilayah-wilayah kawasan menunjukkan sebaran
angka dari aspek-aspek agroklimat yang relatif tidak jauh berbeda.
Pada aspek agroklimat curah hujan dan hari hujan, juga menunjukkan
bahwa rerata wilayah-wilayah di Provinsi Sumatera Selatan memenuhi syarat
tumbuh untuk komoditi pangan dan hortikultura dan aspek kebutuhan air yang
bersumber dari air hujan. Dari data tahun 2015 yang memang terjadi anomali
iklim sehingga menyebabkan kemarau panjang hampir di seluruh wilayah di
Indonesia, namun hari hujan di Provinsi Sumatera Selatan masih terlihat ada.
Bulan September dan Oktober merupakan bulan-bulan yang memiliki curah
hujan dan hari hujan terendah, namun demikian, kondisi ini terjadi karena
anomali iklim. Pada kondisi normal terdata bahwa curah hujan dan hari hujan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-11
rerata baik untuk setiap bulannya, sekalipun pada musim kemarau umumnya
masih terdapat hujan, atau lebih dikenal dengan istilah kemarau basah. Jumlah
curah hujan dan hari hujan pada setiap bulan pada tahun 2015 di Provinsi
Sumatera Selatan disajikan pada Tabel 5.5 berikut ini.
Tabel 5.5.Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan di Provinsi
Sumatera Selatan, 2015
Bulan Curah Hujan (mm3) Hari HujanJanuari 221,60 24Februari 132,20 15Maret 390,50 25April 375,60 24Mei 177,90 14Juni 170,20 12Juli 21,40 7Agustus 21,20 9September 5,30 1Oktober 0,20 2November 193,40 15Desember 323,00 21Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Kenten Palembang, 2016
Kondisi Aspek Agroekologis dan Lingkungan Pada Wilayah yang TelahDitetapkan Sebagai Kawasan
Kondisi agroekologis pada setiap wilayah kawasan menunjukkan
kecenderungan yang relatif sama dengan kondisi agroekologis di tingkat
kabupaten. Setiap wilayah kawasan memiliki suhu, curah hujan dan hari hujan
yang meskipun masih memiliki variasi namun dengan perbedaan variasi yang
tidak begitu jauh. Pada Tabel 5.6 berikut ini menunjukkan bahwa variasi suhu
antar wilayah memiliki jarak antara 180C – 380C, namun rerata suhu terendah
berada pada angka > 200C. Banyaknya hari hujan pada setiap bulan
menunjukkan bahwa wilayah yang paling tinggi hari hujannya adalah
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Data lengkap tersaji pada Tabel 5.6.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-12
Tabel 5.6.Rerata Kondisi Aspek Agroekologis dan Lingkungan Pada Wilayah yang Telah
Ditetapkan Sebagai Kawasan di Provinsi Sumatera Selatan
No Wilayah Kawasan Suhu (̊ C) Curah Hujan (Mm3) Hari Hujan/Bln
1 OKU 27-30 2.687 22
2 OKI 26-28 1.576 7
3 Banyuasin 24-34 2.130 15
4 Ogan Ilir 24-34 2.126 16
5 Palembang 23-34 2.025 14
6 Musi Rawas 23-30 2.677 20
7 OKU Timur 18-38 2.690 17Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016
5.3. Aspek Ekonomi dan Perekonomian
Aspek ekonomi dan perekonomian ini dijelaskan melalui deskripsi kondisi
data dan informasi mengenai kontribusi sektor pertanian sub sektor hortikultura
dan komoditas unggulan dalam perekonomian wilayah, perkembangan harga,
perkembangan kredit, suku bunga, pendapatan petani, analisis usahatani,
satuan biaya dan kebutuhan investasi dan lain-lain. Pada aspek ini secara
keseluruhan memiliki daya dukung terhadap pengembangan kawasan,
meskipun kondisi kontribusinya bervariasi untuk masing-masing komoditi dan
kawasan. Secara rinci gambaran aspek ekonomi tersebut disajikan dalam uraian
berikut ini.
5.3.1. Kontribusi Sektor Pertanian Sub Sektor Hortikultura danKomoditas Unggulan dalam Perekonomian Wilayah
Sektor pertanian di Sumatera Selatan merupakan satu dari tiga lapangan
usaha yang memberikan peranan cukup besar bagi PDRB Provinsi Sumatera
Selatan. Dari data BPS Provinsi Sumatera Selatan (2015), berdasarkan harga
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-13
berlaku, terdapat tiga lapangan usaha yang memberikan peranan cukup
besar terhadap PDRB, yaitu pertambangan diikuti oleh industri pengolahan,
serta pertanian, perkebunan, dan perikanan. Pada tahun 2015 peranan
masing-masing lapangan usaha di atas secara berurutan adalah 21,9 persen,
18,3 persen, dan 16,6 persen. Dibanding kondisi tahun sebelumnya, peran
industri pengolahan meningkat sebesar 5,2 persen. Sedangkan pertambangan
dan penggalian dan pertanian menurun masing-masing sebesar 8,4 persen dan
6,7 persen.
Pada sub sektor pertanian yang merupakan bagian dari sektor pertanian,
perkebunan dan perikanan, kontribusi tersebut berasal dari bidang pertanian
tanaman pangan dan hortikultura, yang didominasi dari sub sektor tanaman
pangan. Kondisi ini menunjukkan bahwa subsektor tanaman pangan selalu
memberikan kontribusi yang cukup besar dibandingkan dengan subsektor-
subsektor lainnya, meskipun trennya tidak selalu menunjukan peningkatan dari
tahun ke tahun (masih berfluktuasi). Tabel 5.7 berikut ini menginformasikan
perkembangan nilai kontribusi komoditi pangan dan hortikultura terhadap PDRB
Sumatera Selatan pada kurun waktu tahun 2012-2015.
Tabel 5.7.PDRB atas Dasar Harga Berlaku Komoditi Pertanian di Provinsi Sumatera
Selatan (Juta Rupiah)
Jenis Lapangan Usaha 2012 2013 2014˟ 2015˟˟
Pertanian, Perikanan danKehutanan
37.862.813 52.145.884,8 54.406.469 55.168.853.4
1. Tanaman Pangan 7.973.890 8.582.687 8.346.862,8 9.358.443,9
2. Tanaman HortikulturaSemusim
493.570 513.156 514.657,6 608.698,9
3. Tanaman HortikuturaTahunan dan Lainnya
2.014.552 2.241.519 2.304.206 2.434.433,7
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016
Keterangan : ˟ angka sementara ˟˟Angka sangat sementara
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-14
Dari data yang dipublikasikan BPS Provinsi Sumatera Selatan tersebut
menunjukkan bahwa struktur perekonomian di Sumatera Selatan masih
didominasi oleh sektor pertambangan, sektor industri dan sektor pertanian.
Sepanjang tahun 2010-2015 kontribusi dari ketiga sektor ini dapat dikatakan
sebagai penopang utama perekonomian di Sumatera Selatan. Pada tahun 2013
lebih dari 50% perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan disumbang oleh
ketiga sektor utama ini. Dari data Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera
Selatan, kabupaten dengan kontribusi sektor pertanian terbesar adalah
Kabupaten Banyuasin dengan PDRB 11,93T rupiah pada 2010, dan meningkat
tahun 2013 mencapai 16,92 T rupiah. Selain Kabupaten Banyuasin, daerah lain
yang sama-sama memiliki keunggulan di sektor pertanian adalah Kabupaten
OKI, Lahat dan OKU. Ketiganya memiliki kemiripan dalam struktur
perekonomian, dan pada umumnya sektor pertanianlah yang menjadi sektor
penting dalam menopang perekonomian regional masing-masing daerah.
Dari hasil penelitian Octavia dkk (2016) menunjukkan bahwa sub sektor
perkebunan yang berkontribusi paling besar dibandingkan sub sektor pertanian
lainnya dengan total 9,09% yang artinya hampir 10% dari PDRB Sumatera
Selatan disumbang dari sub sektor perkebunan saja. Urutan kedua adalah sub
sektor tanaman bahan makanan, diikuti sub sektor perikanan dan kehutanan.
Kontribusi terendah untuk sub sektor pertanian adalah kontribusi dari sub
sektor peternakan, dengan kontribusi total rata-rata 1,49%.
Sektor pertanian secara keseluruhan kontribusinya mencapai angka
19,57% terhadap PDRB total Sumatera Selatan. Hampir 20% dari total PDRB
Sumatera Selatan disumbang dari sektor pertanian, yang artinya sektor
pertanian masih berpengaruh tinggi terhadap perekonomian di Sumatera
Selatan, dengan sub sektor andalan dari kelomopok tanaman pangan dan
perkebunan. Dari data time series dala kurun waktu 10 tahun terakhir pada
hasil penelitian tersebut didapat bahwa sektor pertanian masih menjadi salah
satu sektor utama penunjang PDRB Sumsel dengan angka 21,79%.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-15
Tabel 5.8.Kontribusi Sektor dan Sub Sektor Pertanian Provinsi terhadap PDRB
Sumatera Selatan, 2015
No Sektor / Sub Sektor Kontribusi (%)1 Pertanian 21,792 Tanaman Pangan 4,663 Perkebunan 10,194 Peternakan 1,675 Kehutanan 1,706 Perikanan 3,11
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan Diolah dalam Octavia, dkk (2016)
Berdasarkan Tabel 5.8 terlihat dari angka persentase kontribusi
menunjukkan bahwa sub sektor perkebunan yang menjadi penunjang utama
PDRB di sektor pertanian untuk Provinsi Sumatera Selatan. Dengan angka
10,19% artinya hampir setengah dari kontribusi sektor pertanian Sumsel
terhadap PDRB Sumsel disumbang dari sub sektor perkebunan. Ketersediaan
lahan yang cocok untuk usaha perkebunan membuat Sumsel menjadi ladang
bagi perusahaan-perusahaan perkebunan untuk mengembangkan usaha.
Dimana pada tahun 2013 terdapat 292 perusahaan perkebunan yang ada di
Sumsel. Hal ini menyebabkan subsektor perkebunan menjadi penyumbang
kontribusi terbesar sektor pertanian Sumsel terhadap PRDB
Posisi kedua ditempati oleh sub sektor tanaman pangan dengan
kontribusi sebesar 4,66%, diikuti subsektor peternakan dengan kontribusi
sebesar 1,67%, subsektor kehutanan sebesar 1,70% dan subsektor perikanan
sebesar 3,11%. Artinya untuk tingkat kabupaten dan kota sub sektor yang
berkontribusi terbesar adalah sub sektor perkebunan dan tanaman pangan.
Kontribusi terkecil adalah berasal dari subsektor peternakan. Untuk tanaman
pangan, didominasi kontribusi dari produksi padi, diikuti jagung, kedelai dan
umbi-umbian. Pada tahun 2015 khusus untuk komoditi pangan (padi, jagung
dan kedelai) meskipun mengalami musim kemarau panjang di tahun 2015,
namun terjadi peningkatan produksi yang cukup siginifikan sebagai dampak dari
Program Upaya Khusus Paningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-16
Pajale) yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan dukungan pemerintah
daerah.
5.3.2. Perkembangan Harga, Perkembangan Kredit dan Suku Bunga
Perkembangan harga dari komoditas unggulan tanaman hortikultura di
Provinsi Sumatera Selatan diperoleh dari hasil survey statistik harga produsen di
pedesaan, yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan.
Survei ini dilakukan setiap bulan di 11 kabupaten sentra produksi meliputi 83
wilayah kecamatan yang berada dalam wilayah 11 kabupaten tersebut.
Pantauan harga juga dilakukan oleh Tim Kajian melalui wawancara dengan
produsen pada wilayah kajian. Dari kedua sumber tersebut, menunjukkan
perkembangan harga yang sama untuk masing-masing komoditi yang menjadi
unggulan pada kajian ini. Perkembangan harga masing-masing komoditi pada
wilayah-wilayah kajian secara rinci disajikan pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 5.9.Perkembangan Rerata Harga Produsen Tanaman Cabai Merah pada Wilayah
Kawasan Tahun 2009-2015
Tahun Harga pada Kabupaten (Rp/Kg GKG)OKU OKI Banyuasin Ogan Ilir Palembang
2010 19.200 19.750 23.427 19.416 25.0002011 24.833 24.155 21.453 15.891 25.0002012 22.041 20.361 17.625 18.027 24.0002013 23.333 25.666 25.000 25.554 30.0002014 25.333 26.697 32.100 21.444 35.0002015 26.277 25.854 30.361 22.944 35.0002016 45.000 50.000 40.000 45.000 50.0000
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan hasil survey lapangan, 2016
Pada komoditi cabai, perubahan juga terjadi setiap bulan dengan variasi
yang berfluktuasi, sehingga pada setiap tahun didapat rerata harga cabai
seperti yang disajikan pada Tabel 5.9. Dari kelima wilayah kawasan yang
ditetapkan di Sumatera Selatan, terlihat bahwa Kota Palembang merupakan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-17
wilayah kawasan dengan rerata harga cabai setiap tahunnya tertinggi diantara
harga cabai pada wilayah kawasan lainnya. Hal ini dikarenakan Kota
Palembang memang cenderung menjadi wilayah konsumen dengan permintaan
cabai setiap tahun mayoritas lebih tinggi dibandingkan penawarannya.
Berlakunya hukum permintaan jika penawaran lebih tinggi dari permintaan,
membuat rerata harga cabai di Kota Palembang cenderung lebih tinggi
dibanding dengan harga pada kawasan lainnya.
Perkembangan harga pada komoditi bawang merah cenderung tidak
jauh berbeda dengan perkembangan harga cabai. Fluktuasi terlihat bukan
hanya terjadi setiap tahun tetapi juga terjadi antar wilayah kawasan. Kondisi
ini sebenarnya menjadi salah satu permasalahan yang dikeluhkan petani,
dimana fluktuasi harga cabai menurut mereka sering terjadi secara ekstrem,
sehingga pada saat harga jatuh, bisa mencapai Rp.5.000 – 7.000 per kg, dan
ini berada di bawah harga Break Even Point, sehingga petani merugi.
Tabel 5.10.Perkembangan Harga Produsen Tanaman Bawang Merah pada Wilayah
Kawasan Tahun 2009-2015
Tahun Harga pada Kabupaten (Rp/Kg GKG)OKU OKI Banyuasin Musi Rawas
2010 13.500 10.000 8.100 13.6252011 24.150 11.583 13.782 13.0002012 14.833 8.000 14.000 13.0002013 13.583 8.000 11.094 13.0002014 8.166 8.500 10.930 13.0002015 12.000 15.000 11.653 14.0002016 15.000 50.000 25.000 35.000
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan hasil survey lapangan, 2016
Permasalahan ini menjadi salah satu tujuan pemerintah memasukan
komoditi ini menjadi komoditi yang harus dikejar produksinya melalui Program
Upsus Pajale dan Komoditi Khusus tahun 2016, agar terjadi keseimbangan
antara produksi dan konsumsi sehingga harga dapat stabil. Perkembangan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-18
harga bawang merah pada wilayah-wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan
bawang merah di Sumatera Selatan disajikan secara lengkap dalam kurun
waktu 2009 – 2-15 pada Tabel 5.10.
Pada komoditi hortikultura berikutnya yaitu komoditi jeruk, menunjukkan
bahwa perkembangan harga produksinya pada dua wilayah kawasan cenderung
tidak jauh berbeda. Fluktuasi harga pada setiap tahunnya juga terlihat tidak
esktrem, peningkatan dan penurunan harga yang terjadi berfluktuasi cenderung
normal, seperti yang disajikan pada Tabel 5.11 berikut ini.
Tabel 5.11.Perkembangan Rerata Harga Produsen Tanaman Jeruk pada Wilayah Kawasan
Tahun 2009-2015
Tahun Harga pada Kabupaten (Rp/Kg)
Ogan Komering Ulu (OKU) Ogan Ilir (OI)
2010 8.500 8.0002011 9.500 9.5002012 10.000 10.0002013 12.000 12.5002014 14.000 14.0002015 12.000 12.5002016 10.000 15.000
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan hasil survey lapangan, 2016
Perkembangan harga jeruk lokal yang terjadi pada pada wilayah
kawasan Kabupaten OKU dan OI bila dilihat dari Tabel 5.11 berlangsung tidak
seperti harga cabai dan bawang merah. Harga jeruk meskipun belum dikatakan
stabil namun perkembangan harganya tidak seekstrem dua komoditi
hortikultura lainnya (cabai dan bawang merah).
5.3.3. Analisis Usahatani dari Komoditi Unggulan
Analisis usahatani menunjukkan analisis perhitungan terhadap biaya
produksi yang dikeluarkan terhadap input-input produksi yang digunakan dalam
menghasilkan produksi usahatani yang diinginkan. Perhitungan biaya
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-19
menggunakan perhitungan terhadap biaya tetap dan biaya variabel yang
dikeluarkan, dalam menghasilkan produksi per satuan waktu pengusahaan.
Dari produksi yang dihasilkan dengan tingkat harga yang berlaku, diperoleh
penerimaaan, yang setelah dikurangi biaya produksi dapat dihitung pendapatan
yang diterima petani dalam mengusahakan komoditi tersebut. Uraian analisis
usahatani masing-masing komoditi unggulan secara rinci disajikan berikut ini.
5.3.3.1. Analisis Usahatani Cabai
Dari hasil survey lapangan pada wilayah-wilayah kawasan menunjukkan
bahwa rerata pendapatan yang diterima petani dari usahatani cabai cukup
besar dibanding dengan jenis usahatani lainnya. Namun demikian, resiko dari
usahatani ini juga cenderung besar. Resiko tertinggi adalah kondisi harga yang
berfluktuasi dengan rentang fluktuasi yang cenderung besar, sehingga jika
harga bagus, petani untung besar, dan jika harga turun juga petani rugi besar.
Resiko yang lain adalah rentan terhadap serang hama dan penyakit, sehingga
perlu perawatan yang intensif. Hasil analisis usahatani komoditi cabai
berdasarkan data survey pada wilayah kawasan disajikan pada Tabel 5.12
berikut.
Tabel 5.12.Hasil Analisis Usahatani Cabai pada Wilayah Kawasan per Musim Tanam
No Jenis Perhitungan Jumlah
1 Biaya Produksi (Rp/ha/MT) 60.000.000
2 Produksi (Kg/Ha/MT) 9.000
3 Harga Jual (Rp/Kg) 30.000
4 Penerimaan (Rp/ha/MT) 180.000.000
5 Pendapatan (Rp/Ha/MT) 120.000.000
Dari Tabel 5.12 dapat dijelaskan bahwa rerata setiap musim tanam
petani harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.50.000.000 per hektar per musim
tanam untuk mendapatkan produksi rerata 9.000 Kg. Dari usaha tersebut, jika
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-20
kondisi normal, maka petani mendapatkan pendapatan sebesar Rp.120.000.000
per musim tanam per hektar. Nilai pendapatan ini memang cukup besar,
namun untuk mendapatkannya, pada awal usaha, petani harus mengeluarkan
biaya produksi yang cukup tinggi, dan ini yang menjadi permasalahan petani,
dikarenakan jika gagal maka petani kehilangan modal yang juga cukup besar.
5.3.3.2. Analisis Usahatani Bawang Merah
Dari hasil survey lapangan pada wilayah-wilayah kawasan menunjukkan
bahwa rerata pendapatan yang diterima petani dari usahatani bawang merah
cenderung tidak jauh berbeda dengan usahatani cabai. Permasalahan dan
risiko usaha juga relatif sama, yaitu permasalahan harga yang berfluktuasi dan
biaya produksi yang tinggi. Hasil analisis usahatani komoditi bawang merah
berdasarkan data survey pada wilayah kawasan disajikan pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13.Hasil Analisis Usahatani Bawang Merah pada Wilayah Kawasan
per Musim Tanam
No Jenis Perhitungan Jumlah
1 Biaya Produksi (Rp/ha/MT) 60.000.000
Produksi (Kg/Ha/MT) 8.000
2 Harga Jual (Rp/Kg) 30.000
3 Penerimaan (Rp/ha/MT) 240.000.000
4 Pendapatan (Rp/Ha/MT) 180.000.000
Dari Tabel 5.13 dapat dijelaskan bahwa rerata setiap musim tanam
petani harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.60.000.000 per hektar per musim,
dengan jenis biaya terbesar umumnya untuk keperluan pembelian benih yang
mayoritas harus didapat dari luar daerah. Dari penggunaan input produksi
dengan nilai biaya tersebut, didapat produksi rerata 8.000 Kg. Dari usaha
tersebut, petani rerata mendapatkan pendapatan sebesar Rp.180.000.000 per
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-21
hektar musim tanam. Nilai pendapatannya cukup besar, namun risiko usaha
juga cukup besar.
5.3.3.3. Analisis Usahatani Jeruk
Dari hasil survey lapangan pada wilayah-wilayah kawasan menunjukkan
bahwa rerata pendapatan yang diterima petani dari usahatani jeruk cenderung
tidak jauh berbeda. Hasil analisis usahatani komoditi jeruk berdasarkan data
survey pada wilayah kawasan disajikan pada Tabel 5.14 berikut.
Tabel 5.14.Hasil Analisis Usahatani Jeruk pada Wilayah Kawasan per Musim Tanam
No Jenis Perhitungan Jumlah
1 Biaya Produksi (Rp/ha/MT) 60.000.000
2 Produksi (Kg/Ha/MT) 40.000
3 Harga Jual (Rp/Kg) 6.000
4 Penerimaan (Rp/ha/MT) 240.000.000
5 Pendapatan (Rp/Ha/MT) 180.000.000
Dari Tabel 5.14 dapat dijelaskan bahwa rerata setiap musim tanam
petani harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.60.000.000 per hektar per musim
tanam untuk mendapatkan produksi rerata 40.000 Kg. Dari usaha tersebut,
petani mendapatkan pendapatan sebesar Rp.180.000.000 per musim tanam.
Namun perhitungan ini jika kualitas jeruk diasumsikan sama semua dikarenakan
seringkali kualitas jeruk dalam 1 ha tidak seragam, sehingga pedagang
membuat klasifikasi harga yang berbeda untuk kualitas jeruk yang berbeda
(ada grading dan standarisasi).
Aspek Kependudukan dan Sosial Budaya
Penduduk Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan proyeksi penduduk
tahun 2015 sebanyak 8.052.315 jiwa yang terdiri atas 4.092.177 jiwa penduduk
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-22
laki-laki dan 3.960.138 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan
proyeksi jumlah penduduk tahun 2014, penduduk Provinsi Sumatera Selatan
mengalami pertumbuhan sebesar 1,40 persen. Sementara itu besarnya angka
rasio jenis kelamin tahun 2015 penduduk laki-laki terhadap penduduk
perempuan sebesar 1,03.
Kepadatan penduduk di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015 mencapai
92,11 jiwa/km. Kepadatan Penduduk di 17 kabupaten/kota cukup beragam
dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di kota Palembang dengan
kepadatan sebesar 4.345,90 jiwa/km2dan terendah di Ke Kabupaten Musi
Rawas Utara sebesar 31,32 jiwa/Km2.
Pada tahun 2015 jumlah angkatan kerja di Sumatera Selatan sebanyak
3.934.787 orang. Perkembangan jumlah angkatan kerja mengalami
peningkatan dari tahun 2014. Jika dilihat distribusi jumlah penduduk pada
masing-masing kawasan yang telah ditetapkan, maka terlihat bahwa untuk
kawasan pangan dengan, maka Kabupaten Banyuasin merupakan wilayah
dengan jumlah penduduk tertinggi.
Tabel 5.15.Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Sumatera Selatan dan
pada Wilayah Kawasan yang DitetapkanNo Provinsi/
KabupatenJumlah Penduduk (Jiwa) Laju
PertumbuhanPenduduk2010 2014 2015
1 Sumatera Selatan 7.481.604 7.941.495 8.052.315 1,40
2 OKU 324.917 344.932 349.787 1,41
3 OKI 729.415 776.263 787.513 1,45
4 Banyuasin 752.193 799.998 811.501 1,44
5 Ogan Ilir 382.014 403.828 409.171 1,32
6 Palembang 1.468.007 1.558.494 1.580.517 1,41
7 Musi Rawas 357.112 378.987 384.333 1,41
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-23
Pada kawasan hortikultura unggulan, maka Kota Palembang menempati
posisi dengan jumlah penduduk terbanyak, diikuti Banyuasin dan Kabupaten
OKI, seperti yang telah disajikan secara lengkap pada Tabel 5.15.
Dari Tabel 5.15 tersebut terlihat bahwa dari 6 kawasan yang ada, laju
pertumbuhan penduduk tertinggi berada pada Kabupaten Ogan Komering Ilir
(OKI), dengan laju pertumbuhan penduduk pada angka 1,45, melebihi angka
pertumbuhan penduduk Sumatera Selatan. Adapun wilayah dengan
pertumbuhan penduduk terendah berada pada Kabupaten Ogan Ilir (1,32).
5.4. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang
Sarana dan prasarana yang menjadi penunjang pengembangan komoditi
pangan dan hortikultura unggulan pada wilayah-wilayah kawasan menjadi
aspek yang diperlukan dalam pengembangan. Jenis sarana dan prasarana
penunjang yang dibutuhkan tersebut meliputi sarana pengairan seperti
ketersediaan irigasi dan jenis pengairan lainnya, kondisi ketersediaan lahan,
modal, benih, pupuk dan ketersedian alsintan sebagai faktor produksi, beserta
infrastruktur seperti jaringan jalan, transportasi, dan komunikasi. Selain itu
sarana dan prasarana pasca panen, seperti mesin pengolahan hasil dan pasar
serta dukungan lembaga perguruan tinggi, litbang, dan permodalan juga
menjadi bagian dari sarana dan prasarana penunjang pengembangan komoditi
unggulan.
Pada sarana pengairan, sumberdaya air di Provinsi Sumatera Selatan
dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu sumberdaya air permukaan dan sumberdaya
air tanah. Wilayah Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah kaya
sumberdaya air, karena dialiri oleh banyak sungai. Beberapa sungai yang
relatif besar adalah Sungai Musi, Sungai Ogan, Sungai Komering dan Sungai
Lematang. Persediaan air di Wilayah Provinsi Sumatera Selatan pada
dasarnya sangat tergantung dari sungai-sungai utama, yakni Sungai
Musi dan anak-anak sungainya. Sebagian besar sungai-sungai bermata air
dari Bukit Barisan, kecuali Sungai Mesuji, Sungai Lalan dan Sungai
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-24
Banyuasin. Sungai yang bermata air dari Bukit Barisan dan bermuara ke Selat
Bangka adalah Sungai Musi beserta anak sungainya, seperti Sungai Ogan,
Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Lakitan, Sungai
Rupit dan Sungai Rawas.
Ketergantungan masyarakat yang tinggal di sepanjang pinggiran
sungai terhadap keberadaan sungai tersebut masih sangat besar terutama
dalam memenuhi kebutuhan air untuk aktivitas sehari-hari seperti minum,
memasak, mandi dan MCK serta untuk kebutuhan pengairan lahan pertanian
dan usaha perikanan yang mereka lakukan. Sungai-sungai tersebut juga
merupakan sumber air yang dialirkan melalui irigasi-irigasi yang dibangun pada
wilayah-wilayah pangan di Sumatera Selatan. Pada wilayah-wilayah yang
minim ketersediaan irigasi, sumber pengairannya rerata memanfaatkan sumber
dari air hujan.
Pada faktor ketersediaan input, rerata tidak mengalami masalah.
Kebutuhan benih selalu tersedia meskipun belum tersedia secara swasembada,
namun sudah banyak penangkar-penangkar benih untuk komoditi pangan dan
hortikultura, yang sebagian besar sudah membantu masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan benih. Kondisi yang sama juga terjadi pada jenis input
lainnya seperti pupuk dan pestisida. Untuk sarana produksi pupuk
permasalahannya adalah terbatasnya jumlah ketersediaan pupuk subsidi,
sehingga petani harus membeli pupuk non subsidi untuk memenuhi kebutuhan
lahannya. Pembelian pupuk non subsidi tentu saja akan menambah jumlah
biaya produksi yang harus dikeluarkan karena harganya jauh lebih mahal dari
pupuk subsidi. Pada sarana Alsintan, kebutuhan petani akan Alsintan didukung
melalui Program Upsus Pajale yang mendistribusikan bantuan Alsintan pada
kabupaten/kota secara proporsional sesuai kebutuhan, seperti yang disajikan
pada Tabel 5.16.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-25
Tabel 5.16Bantuan Alsintan Melalui Program Upsus Tahun 2015 pada Kabupaten/Kota di
Sumatera Selatan
No KabupatenKota
HandTraktor
PompaAir
RiceTrans-planter
TraktorRoda 4
CombineHarvester
PowerTreserMultiguna
CornSeller RMU
Vertikal Dryer+ bangunan
Padi Jagung
1 OKU 27 15 3 5 8 2 5 - 1 -
2 OKI 345 30 58 8 15 5 5 2 1 -
3 Muara Enim 123 37 18 5 8 2 5 1 1 -
4 PALI 24 15 4 4 - 1 2 - - -
5 Lahat 70 21 10 1 7 3 2 - 3 -
6 Musi Rawas 135 41 18 6 15 4 10 3 3 1
7 Muratara 15 15 1 1 - 2 2 - - -
8 Muba 224 67 32 9 11 3 10 3 3 -
9 Banyuasin 355 110 60 6 15 4 15 4 6 2
10 Oku Selatan 77 23 11 4 8 1 10 - - 2
11 Oku Timur 286 70 50 5 6 5 2 1 3 -
12 Ogan Ilir 192 53 28 10 8 - 3 3 2 -
13 Empat Lawang 54 17 8 3 8 2 5 - 1 1
14 Palembang 40 32 0 1 - - - 2 - -
15 Prabumulih 9 14 2 1 - 1 - - - -
16 Pagaralam 18 19 2 2 5 1 2 - - -
17 Lubuk Linggau 34 23 1 1 7 1 2 2 1 -
Sumatera Selatan 2.028 602 306 72 121 37 80 21 25 6
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016
Pada prasarana jalan, wilayah-wilayah kawasan tanaman pangan dan
hortikultura rerata telah memiliki sarana transportasi yang memadai dari
wilayah produsen menuju wilayah konsumen. Sarana jalan yang dimiliki
masing-masing kabupaten tersebut meskipun telah tersedia semua namun
terdapat variasi kondisi lahan dari jalan dengan permukaan aspal, belum diaspal
sampai dengan kondisi jalan yang masih tanah dan rusak. Kondisi prasarana
jalan ini tersaji pada Tabel 5.17.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-26
Tabel 5.17.Panjang Jalan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Permukaan Jalan di Wilayah-
Wilayah Kawasan Tanaman Hortikultura Di Provinsi Sumatera Selatan, 2015
No Kabupaten/KotaKawasan
Jenis Permukaan Jalan (Km)Aspal Tidak
DiaspalLainnya Jumlah
1 Sumatera Selatan 1.444,41 18,26 0,20 1.462,872 OKU 86,7 0,55 0,00 87,223 OKI 98,20 0,00 0,00 98,204 Banyuasin 56,50 0,00 0,00 56,505 Ogan Ilir 173,04 4,61 0,00 177,656 OKU Timur 199,15 6,60 0,00 205,757 Palembang 64,81 0,00 0,00 64,818 Musi Rawas 56,25 0,00 0,00 0,00Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2015
Dari panjang jalan yang tersedia sebagai sarana transportasi pada
masing-masing wilayah kawasan memang belum sepenuhnya berada dalam
kondisi baik. Masih terdapat jalan-jalan dengan kondisi rusak bahkan sangat
rusak, namun jumlahnya memang hanya sebagian kecil dari jalan-jalan yang
sudah berada pada kondisi baik. Tabel 5.18 menyajikan distribusi kondisi jalan
pada wilayah-wilayah kawasan.
Tabel 5.18Panjang Jalan dan Kondisi Jalan Menurut Kabupaten/Kota di Wilayah-Wilayah
Kawasan Tanaman Hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan, 2015
No Kabupaten/KotaKawasan
Kondisi Jalan (Km)Baik Sedang Rusak Rusak Berat
1 Sumatera Selatan 1.254,25 160,42 18,40 29,802 OKU 70,47 16,65 0,00 0,103 OKI 72,30 13,90 4,60 7,404 Banyuasin 55,90 0,60 0,00 0,005 Ogan Ilir 139,55 29,90 4,80 3,406 Palembang 61,04 3,77 0,00 0,007 Musi Rawas 52,15 4,10 0,00 0,00Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2015
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-27
Pada sarana transportasi terlihat bahwa ketersediaan alat angkut untuk
/orang maupun barang tersebar cukup banyak dan cenderung mencukupi
kebutuhan pengangkutan dan mobilitas masyarakat. Jumlah kendaraan yang
tersedia menurut kabupate/kota yang ditetapkan sebagai wilayah kawasan
disajikan pada Tabel 5.19 berikut ini.
Tabel 5.19.Jumlah Kendaraan Bermotor dan Jenis Kendaraan Menurut Kabupaten/Kota diWilayah Kawasan Tanaman Hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan, 2015
No Kabupaten/KotaKawasan
Jenis KendaraanMobil
BerpenumpangBus Truk Sepeda
Motor1 Sumatera Selatan 254.784 2.022 41.024 1.009.8952 OKU 9.081 66 1.433 54.6613 OKI 7.970 46 1.759 4.8334 Banyuasin 8.704 64 2.159 71.4275 Ogan Ilir 4.777 72 815 82.630
Palembang 150.693 1.139 22.802 397.74778 Musi Rawas 6.782 24 1.031 33.279
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2015
Dalam pergerakan transportasi khususnya pengangkutan hasil-hasil
produksi dari wilayah produsen ke wilayah konsumen dalam ruang lingkup
lokal, regional, nasional bahkan internasional, Provinsi Sumatera Selatan
khususnya melalui wilayah ibukota provinsi yaitu Kota Palembang, provinsi ini
memiliki akses jalan darat, laut dan udara. Untuk melayani transportasi ke luar
wilayah-wilayah produsen ini, Provinsi Sumatera Selatan memiliki 4 pintu
gerbang, yaitu stasiun kereta apa Kertapati, Bandara Internasional Sultan
Mahmud Badarudin II, Pelabuhan Boom Baru dan Pelabuhan Tanjung Siapi-Api,
serta terminal-terminal angkutan penumpang dan barang.
Pada sistem transportasi darat, wilayah Provinsi Sumatera Selatan
memiliki dua poros jalan utama, yang melayani pergerakan regional
(pergerakan lintas provinsi di Sumatera), yaitu lintas tengah dan lintas timur
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-28
Sumatera. Kedua poros ini memegang peranan yang sangat penting bagi
pergerakan orang dan barang termasuk produksi-produksi tanaman pangan dan
hortikultura. Selain melalui transportasi darat, akses keluar dan masuk Provinsi
Sumatera Selatan dapat melalui sistem transportasi udara, yang tidak hanya
tersedia di ibukota provinsi namun kini juga telah tersedia di beberapa
kabupaten/kota, seperti di Kota Lubuk Linggau dan Pagar Alam. Transportasi
air juga menjadi pilihan berikutnya, yaitu melalui pelabuhan boom baru dan
pelabuhan tanjung siapi-api yang sekarang semakin disempurnakan fasilitasnya
menuju pelabuhan internasional.
Prasarana dan sarana penunjang berikutnya adalah listrik. Secara umum
seluruh wilayah kawasan tanaman pangan dan hortikultura ini telah dilalui
fasilitas listrik yang dilayani oleh PT PLN (Persero). Prasarana ketenagalistrikan
PLN yang dimiliki Provinsi Sumatera Selatan adalah :
- 4 unit PLTU batubara, dengan kapasitas terpasang 260,0 MW.
- 2 unit PLTU (gas, HSD dan residu) dengan kapasitas terpasang 25,0 MW
- 8 unit PLTG , dengan kapasitas terpasang 207,7 MW
- 4 unit PLTD besar, dengan kapasitas terpasang 37,9 MW
- 47 unit PLTD isolated
- Jaringan Tegangan Menengah (JTM) yang telah dibangun sepanjang
6.907,00 KMS
- Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 7.231,00 KMS.
Selain listrik PLN, banyak perusahaan besar di Provinsi Sumatera Selatan
memiliki tenaga pembangkit listrik sendiri untuk kepentingan perusahaannya,
seperti PT Pusri, PT Pertamina, PT TEL, dan PT PN Nusantara dengan total
kapasitas terpasang 433,37 KVA. Untuk kebutuhan listrik di Provinsi Sumatera
Selatan sendiri sebenarnya telah terpenuhi oleh energi yang diproduksi oleh
pembangkit yang ada di wilayah ini, namun karena energi ini di interkoneksikan
(pemakaian bersama), sehingga terkadang terjadi pemadaman yang tidak bisa
dihindarkan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-29
Pada prasarana telekomunikasi yang mayoritas dikelola oleh PT Telkom
wilayah kerja Sumatera Bagian Selatan. Pelayan telekomunikasi ini dikelola
oleh beberapa Kandatel di beberapa kabupaten/kota. Seiring dengan
perkembangan teknologi komunikasi, maka saat ini pengelola telekomunikasi
tidak hanya dimonopoli oleh PT Telkom lagi, beberapa perusahaan swasta telah
berpartisipasi menyediakan layanan ini khususnya pada pelayanan
telekomunikasi seluler. Kondisi ini juga telah terdistribusi menyebar ke seluruh
kabupaten/kota sehingga sangat membantu proses komunikasi pelaku-pelaku
usaha agribisnis tanaman pangan dan hortikutura.
Saat ini sudah banyak petani dan kelompoknya yang memanfaatkan
sarana komunikasi untuk membantu mereka dalam mendapat informasi pasar
dan informasi kebutuhan sarana produksi. Selain itu, sarana komunikasi
melalui peralatan telepon seluler (HP) sudah banyak digunakan petani untuk
berkomunikasi antar petani atau antar kelompok tani. Selain berbagi info
mereka juga sudah mulai memanfaatkannya untuk perluasan usaha dengan
cara berkomunikasi dengan piha-pihak lain yang terkait dengan pengembangan
usahatani yang mereka lakukan.
Pada sarana permodalan, lembaga pendukungnya adalah lembaga
perbankan dan lembaga permodalan non formal lainnya. Jumlah perbankan di
Sumatera Selatan pada tahun 2014 dibagi menjadi tiga, yaitu Bank Umum
Pemerintah, Bank Umum Swasta Nasional dan BPR. Jumlah Bank yang paling
banyak di Provinsi Sumatera Selatan adalah bank yang merupakan bank
pemerintahan dan pembangunan daerah, sementara BPR jumlahnya sangat
terbatas. Pada kelompok bank swasta, jumlahnya juga cukup banyak yang
terdiri dari kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor pusat dan wilayah,
kantor kas, kas mobil dan loket pelayanan. Sebaran jumlah bank pemerintah,
swasta nasional dan kelompok BPR yang tersedia di Sumatera Selatan tersaji
secara rinci pada Tabel 5.20.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-30
Tabel 5.20.Jumlah Bank Pemerintah, Bank Pembangunan Daerah, Bank Swasta, dan Bank
BPR di Provinsi Sumatera Selatan (unit), Tahun 2014
No Jenis Bank Jumlah (Unit)
1 Bank Umum Pemerintah dan Bank PembangunanDaerah
1. Kantor Cabang 372. Kantor Cabang Pembantu 2433. Kantor Pusat dan Wilayah 44. Kantor Kas 745. Kas Mobil 56. Loket Pelayanan 21
2 Bank Umum Swasta Nasional1. Kantor Pusat dan Wilayah 42. Kantor Cabang 573. Kantor Cabang Pembantu 2334. Loket Pelayanan -5. Kantor Kas 116. Kas Mobil 1
3 BPR1. Kantor Pusat dan Wilayah 202. Kantor Cabang 103. Kantor Cabang Pembantu -4. Kantor Kas 9
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII
Koperasi juga menjadi lembaga pendukung bagi pengembangan usahatani
petani. Jumlah koperasi di Sumatera Selatan pada tahun 2014 mencapai
5.970 unit atau meningkat sebesar 14,26 persen dibanding tahun
sebelumnya. Koperasi tersebut tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Sumatera Selatan dengan besaran yang bervariasi, dengan jumlah
terbanyak berada di Kota Palembang (1.054 unit), disusul Kabupaten Musi
Rawas (1.029 unit) dan Kabupaten Muara Enim (530 unit) di posisi 2 dan 3.
Jumlah koperasi dengan jumlah unit terkecil adalah koperasi yang berada di
bawah kelola Provinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2014 jumlah anggota
koperasi di Sumatera Selatan mencapai 811.860 orang, sedangkan besarnya
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-31
volume usaha mencapai 2,69 triliun rupiah. Sebaran jumlah koperasi berikut
jumlah anggotanya disajikan secara rinci pada Tabel 5.21.
Tabel 5.21.Jumlah Koperasi dan Anggota Koperasi Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Selatan, 2014
No Kabupaten / Kota Jumlah Koperasi (Unit)
1 Ogan Komering Ulu 347
2 Ogan Komering Ilir 350
3 Muara Enim 530
4 Lahat 395
5 Musi Rawas 1.029
6 Musi Banyuasin 261
7 Banyuasin 350
8 OKU Selatan 189
9 OKU Timur 408
10 Ogan Ilir 197
11 Empat Lawang 125
12 Palembang 1.054
13 Prabumulih 155
14 Pagar Alam 110
15 Lubuk Linggau 193
16 Provinsi Sumsel 97
Jumlah 5.790
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2015
5.5. Aspek Kelembagaan
Aspek kelembagaan yang menunjang pengembangan komoditi pangan
dan hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan terbagi menjadi kelembagaan
yang berada di tingkat petani dan terlibat langsung maupun kelembagaan yang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-32
berada pada kelompok eksternal petani. Pada kelembagaan di tingkat petani,
ketersediaan kelompok tani, Gapoktan dan Koperasi menjadi aspek
kelembagaan yang sangat penting.
Pada kelembagaan di tingkat petani, pendataan yang dilakukan oleh
Kementerian Pertanian RI bekerjasama dengan Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikutura Provinsi Sumatera Selatan mencatat bahwa sampai
dengan tahun 2015 tercatat jumlah kelompok tani di Sumatera Selatan sebayak
16.759 kelompok tani. Data ketersediaan kelembagaan di tingkat petani
disajikan pada Tabel 5.22 berikut ini.
Tabel 5.22.Jumlah Kelompok Tani dan Gapoktan di Provinsi Sumatera Selatan, 2013-2014
No Jenis Lembaga Tahun 2013 Tahun 2014Jumlah
KelompokJumlahAnggota(Orang)
JumlahKelompok
JumlahAnggota(Orang)
1 Kelompok Tani (Poktan) 16.759 18.771 1.711 307.6132 Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan)1.415 242.376 1.415 242.376
Sumber : Kemeterian Pertanian RI, 2014
Dari Tabel 5.22 menunjukkan bahwa untuk kelompok tani jumlahnya
semakin berkurang namun anggotanya semakin meningkat. Hal ini
dikarenakan masih banyak terdapat kelompok tani yang tidak aktif sehingga
melebur ke dalam kelompok-kelompok tani yang aktif atau masuk dalam dalam
Gapoktan saja.
Pada kelembagaan di tingkat pemerintahaan, terdapat SKPD terkait di
bidang pertanian yang menjadi perpanjang tangan pemerintah di tingkat
provinsi maupun kabupaten. Pada tingkat provinsi terdapat Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan, begitu juga pada
tingkat kabupaten/kota. Semua wilayah kawasan memiliki SKPD ini sebagai
perpanjangan tangan pemerintah dalam mengembangkan komoditi pangan dan
hortikulturan dari hulu sampai dengan hilir. Dalam operasionalnya tentu saja
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-33
SKPD ini harus bekerjasama dengan SKPD lain seperti Dinas Perindustrian dan
Perdagangan dan Badan Ketahanan Pangan pada sektor hilirnya. Disamping
itu, kerjasama juga harus dilakukan dengan pihak-pihak swasta, khususnya
pada kelompok yang mengusahakan sarana-sarana produksi untuk kebutuhan
petani.
5.6. Aspek Sumber Daya Manusia
Dalam rangka pengembangan masing-masing kawasan, baik pangan
maupun hortikultura, maka diperlukan dukungan aspek sumberdaya manusia
yang terlibat dalam usaha pengembangan tersebut. Sumberdaya yang memiliki
peran langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan wilayah kawasan
tersebut meliputi SDM pelaku usahatani tanaman pangan dan hortikultura, SDM
yang menangani pelayanan pertanian serta kuantitas dan kualitasnya seperti
pegawai tanaman pangan dan hortikultura, penyuluh, pendamping, dll.
Tabel 5.23.Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian dan Pertumbuhannya pada Wilayah-
Wilayah Kawasan di Provinsi Sumatera Selatan
Kabupaten/Kota Rumah Tangga UsahaPertanian
Pertumbuhan
2003 2013 Absolut %
OKU 40.411 39.610 -801 -1,98
OKI 114.749 123.132 8.383 7,31
Musi Rawas 94.312 88.555 -5.757 -6,10
Banyuasin 119.734 114.738 -4.996 -4,17
Ogan Ilir 52.028 51.445 -583 -1,12
Palembang 28.322 10.768 -17.554 -61,98
Sumber : Sensus Pertanian 2013, BPS Provinsi Sumatera Selatan
Rumah tangga usaha pertanian pada wilayah-wilayah kawasan di
Sumatera Selatan berbdasarkan hasil Sensus Pertanian tahun 2013
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-34
menunjukkan bahwa sebagian besar terjadi penurunan jumlah rumah tangga
usaha pertanian. Namun demikian pafda beberapa wilayah pangan masih
terlihat peningkatan jumlah rumah tangga usaha pertanian. Informasi kondisi
perkembangan jumlah rumah tangga ini, secara rinci tesaji pada Tabel 5.23.
Pengelompokkan rumah tangga usaha pertanian berdasarkan golongan
luas lahan yang dikuasai menunjukkan bahwa kelompok terbesar jumlah berada
pada kelompok golongan luas lahan 10.000 M2 – 19.999 M2 atau berada pada
kelompok kepemilikan luas lahan 1-2 Hektar. Namu demikian, masih banyak
juga terdapat kelompok rumah tangga usaha pertanian yang masih berada
pada kategori petani Gurem, dikarenakan hanya mengusahkan lahan kurang
dari 0,5 Hektar. Sebaran data lengkap tersaji pada Tabel 5.24.
Tabel 5.24.Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian di Provinsi Sumatera Selatan Menurut
Golongan Luas Lahan yang Dikuasai
Gol Luas Lahan(M²)
Rumah Tangga Usaha Pertanian Pertumbuhan
2003 2013 Absolut %
< 1.000 105,340 27.648 -77.692 -73,75
1.000 – 1.999 32,973 15.548 -17.425 -52,85
2.000 – 4.999 102,244 76.232 -26.012 -25,44
5.000 – 9.999 139,119 139.976 857 0,62
10.000 – 19.999 263,604 322.061 58.457 22,18
20.000 – 29.999 190,613 195.932 5.319 2,79
≥ 30.000 137,565 181.327 43.762 31,81
JUMLAH 971,458 958.724 -12.734 -1,31
Sumber : Sensus Pertanian 2013, BPS Provinsi Sumatera Selatan
Pengelompokkan berikutnya adalah pembagian petani tanaman pangan
dan hortikultura berdasarkan jenis kelamin. Tabel 5.25 menunjukkan bahwa
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-35
jumlah petani laki-laki di sub sektor pangan maupun hortikultura didominasi
petani berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan memang pekerjaan yang
dilakukan pada kegiatan usahatani khususnya on farm lebih banyak
memerlukan kemampuan fisik, sehingga laki-laki memang lebih pas. Namun
demikian, peranan wanita dalam usahatani ini cukup besar, terutama pada
aktifitas-aktifias ringan seperti pemanenan dan penanaman.
Tabel 5.25.Jumlah Petani Sektor Pertanian dan Sub Sektor Tanaman Hortikultura di
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013
Sektor/Sub Sektor Laki-Laki Perempuan Jumlah
Absolut % Absolut % Absolut %
Pertanian 950.811 78,89 254.454 21,11 1.205.265 100
Tanaman Pangan 387.470 78,91 103.571 21,09 491.041 100
Hortikultura 145.680 79,43 37.723 20.57 183.403 100
Sumber : Sensus Pertanian 2013, BPS Provinsi Sumatera Selatan
Pada agro industrinya, terlihat bahwa terdapat juga rumah tangga usaha
pertanian yang melakukan pengolah hasil pertanian tanaman pangan dan
hortikulturanya. Jenis olahan yang dibuat bervariasi, namun mengarah kepada
produk pangan yang siap konsumsi, seperti keripik, sirup, penganan meja, dan
sebagainya. Selain itu juga terdapat rumah tangga yang mengolah dalam
bentuk setengah jadi seperti tepung tapioka, tepung beras maupun tepung
jagung. Rumah tangga yang melakukan usaha olahan pangan dan hortikultura
ini tersebar pada wilayah-wilayah kawasan, dengan wilayah kawasan yang
memiliki jumlah rumah tangga pengolah terbanyak adalah Kabupaten
Banyuasin (124.551 RT). Selanjutnya adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir
dan Kabupaten Musi Rawas. Jika dikomparasi antara jumlah rumah tangga yang
mengolah tanaman pangan dengan hortiktultura, maka terlihat bahwa rumah
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-36
tangga yang mengolah tanaman pangan berjumlah lebih banyak daripada
rumah tangga yang mengolah tanaman hortikultura. Distribusi kelompok
rumah tangga petani yang melakukan aktifitas pengolahan tersebut secara rinci
disajikan pada Tabel 5.26.
Tabel 5.26.Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian dan Rumah Tangga Usahatani yang
Melakukan Pengolahan Hasil Pertanian Pada Wilayah-Wilayah Kawasan diProvinsi Sumatera Selatan Tahun 2013
Kabupaten/Kota RT UsahaPertanian
Rumah Tangga Usaha Pertanian SubSektor (RT)
Tanaman Pangan Hortikultura
OKU 47.035 3.454 155
OKI 119.187 33.279 7.633
Musi Rawas 101.114 12.239 1.288
Banyuasin 124.551 73.510 1.440
OKU Timur 99.405 42.815 1.125
Ogan Ilir 43.079 19.801 1.059
Palembang 10.804 3.763 263
Sumber : Sensus Pertanian 2013, BPS Provinsi Sumatera Selatan
Kondisi SDM pada kelompok penanganan pelayanan pertanian
khususnya pada kegiatan penyuluhan pada wilayah-wilayah kawasan
menunjukkan bahwa meskipun belum ideal rasio antara jumlah petani yang
memerlukan pelayanan dengan jumlah SDM yang melayani namun telah cukup
banyak jumlah SDM nya. Kelompok SDM dengan profesi PPL tersebut
terkategori dengan status PPL PNS, PPL THL dan PPL swadaya, dengan jumlah
terbanyak pada kelompok PPL dengan status PNS. PPL tersebut wilayah
kerjanya terdistribusi pada desa-desa yang ada di kabupaten/kota yang ada di
Sumatera Selatan, di bawah kelembagaan masing-masing SKPD terkait. Selain
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-37
itu, keberadaan PPL swadaya merupakan SDM pendukung dan membantu
mengatasi kekurangan tenaga PPL pada setiap desa. Jumlah dan sebaran SDM
PPL tersebut pada wilayah kawasan secara lengkap disajikan pada Tabel 5.27
berikut ini.
Tabel 5.27.Jumlah SDM yang Menangani Pelayanan Pertanian pada Wilayah-Wilayah
Kawasan di Sumatera Selatan Tahun 2015
Kabupaten/Kota Kategori PPL (Orang)
PPL PNS THL/TB Swadaya Jumlah
OKU 66 28 - 94
OKI 127 58 - 185
Musi Rawas 141 53 84 278
Banyuasin 157 71 - 228
OKU Timur 88 49 32 169
Ogan Ilir 42 60 - 102
Palembang 33 17 - 50
Sumber : Badan Penyuluh dan Pengembangan Sumberdaya Manusia,Kemeterian Pertanian, 2015
5.7. Aspek Teknis dan Gangguan Produksi
Dalam pengusahaan tanaman hortikultura di Sumatera Selatan, masih
terdapat aspek-aspek yang tergolong dapat mengganggu produksi. Jenis
gangguan tersebut meliputi gangguan produksi yang bersumber dari bencana
alam, serangan OPT, banjir, kekeringan dan termasuk kerawanan konflik,
gangguan kemanan, dan sengketa lahan.
Pada tanaman cabai, gangguan yang sering dirasakan petani adalah
serangan penyakit. Jenis penyakit yang banyak menyerang cabai antara lain
antraks atau patek yang disebabkan oleh cendawan Colletotricum
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-38
capsici dan Colletotricum piperatum, bercak daun (Cercospora capsici), dan
yang cukup berbahaya ialah keriting daun (TMV, CMVm, dan virus lainnya).
Serangan penyakit untuk tanaman cabai di Sumsel telah banyak dilaporkan
seperti dari Kabupaten OKI, Banyuasin, Ogan Ilir dan Pagar Alam. Serangan
tersebut spot-spot dan tidak muncul secara kontinyu sepanjang tahun.
Tanaman cabai petani yang ada di Kabupaten Ogan Ilir ada yang
terserang trips sehingga daunnya mengulung dan pertumbuhannya kerdil.
Serangan trips biasanya menghebat pada musim kemarau.. Serangan lalat
buah (Bactrocera dorsalis) pada tanaman cabai di Kabupaten OKI sering muncul
sporadic sehingga menyebabkan kerontokan buah. Ulat grayak (Spodoptera
litura).yang sering menyarang tanaman cabe di Banyuasin dan juga di
Kabupaten Lahat yang berakibat banyak habis seluruh daun dan hanya
menyisakan tulang-tulang daun. Hama penting dari tanaman cabai yang
dibudidayakan di Sumsel adalah ulat buah cabai (Helicoverpa sp.dan
Spodoptera exigua).
Persoalan lain yang tidak spesifik komoditi adalah persoalan yang terkait
sengketa lahan pangan. Persoalan sengkketa lahan pangan di Sumsel banyak
disebabkan adanya perbedaan penetapatan tapal batas lahan petani dengan
perkebunan kelapa sawit, HTI dan kawasan hutan. Perbedaan persepsi
tentang aturan peraturan adat juga menjadi kendala dalam pengembangan
kawasan pertanian tanaman pangan sehingga berbagai pihak menjadi status
qua dalam pengelolaan lahan. Persoalan sengketa lahan banyak dijumpai di
Kabupaten Banyuasin, OKI, Ogan Ilir, dan MUBA. Sisi lain dari dampak
sengketa lahan adalah terjadinya lahan tidur yang berakibat terhadap
kebakaran lahan pada musim kemarau.
5.8. Aspek Kebijakan
Pengembangan kawasan ini dilakukan berlandaskan dasar yang formal
dari pusat hingga kabupaten/kota terkait agribisnis (Keputusan Gubernur,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-39
Bupati, Peraturan Daerah Terkait Pengembangan Kawasan) dan lain-lain. Dasar
hukum dari pengembangan kawasan ini adalah
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3478);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
juncto Undang-Undang Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 2006
Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4660);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Tahun
2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4725);
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844)
7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
8. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 131,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5433);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-40
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4833);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 24, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5106);
12. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025;
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/ OT.140/ 9/2009
tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian;
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/ OT.140/ 8/2012
tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian;
15. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 03/Kpts/ PD.120
/1/ 2015 tentang Penetapan Kawasan Padi, Jagung, Kedelai dan Ubi Kayu
Nasional;
16. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesi Nomor :
45/Kpts/PD.200/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Kawasan Cabai,
Bawang Merah dan Jeruk Nasional.
17. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia 2011-2025 sebagaimana tela diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2014;
18. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang
Pembentuka Menteri Kabinet Kerja Kementerian dan
Pengangkatan Periode 2014-2019;
19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41 /Permentan/ OT.140/9/
2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian;
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor61/Permentan/OT.140/10/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-41
21. Peraturan Menteri Pertanian50/Permentan/OT.140/8/~012 tentang
Pengembangan Kawasan Pertanian;
Isu dan Kebijakan Terkait
Isu dan kebijakan terkait dalam pengembangan kawasan tanaman
hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan, meliputi :
Pemerintah masih mempersiapkan pembentukan Badan Pangan Nasional
(BPN) sesuai dengan UU Pangan No.18 Tahun 2012. Bulan Januari 2016
diperkirakan telah dibentuk BPN yang merupakan gabungan dari Bulog dan
Badan Ketahanan Pangan (BKP). Peran Bulog akan diperbesar karena
memiliki aset yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pangan nasional
dimana sejumlah gudang Bulog diubah fungsi sehingga dapat menyimpan
produk pangan selain beras. Selain itu Bulog juga membutuhkan cold
storage untuk menyimpan daging sapi, bawang, jagung,cabai, kedelai,
tomat dan pangan lainnya.
Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN menyiapkan 5
strategi untuk memperkuat perum Bulog meningkatkan cadangan beras
nasional, yaitu: (1)membuka lahan baru seperti Merauke Industrial Food
Estate, (2)modernisasi penambahan sarana penyimpanan yang akan
ditingkatkan dari hanya 3,9 juta ton atau 6-7 % menjadi 15%,
(3)menyerap hasil panen, (4)pengembangan jalur distribusi pangan, dan
(5) penguatan fungsi Bulog.
Direktur Jenderal Standardisasi dan PerlindunganKonsumen (SPK)
Kementerian Perdagangan mengatakan pedagang harus memperhatikan
kebenaran label bahasa Indonesia dengan barang jualannya meliputi jenis
dan kualitas beras, berat dan tingkat kepecahannya. Dirjen SPK juga
mengajakkementerian dan lembaga non kementerian (seperti Otoritas
Kompeten Keamanan Pangan Kementerian Pertanian dan dinas terkait)
untuk mengawasi peredaran dan jaminan keamanan beras.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-42
Penyaluran Raskin tahun 2015 ditambah menjadi 14 kali dengan Rumah
Tangga Sasaran Penerima raskin tetap. Penyaluran raskin hingga Oktober
2015 telah dilaksanakan Bulog Subdivre Subang sebanyak 13 kali
sedangkan penyaluran ke 14 akan dilaksanakan November-Desember.
Penyaluran raskin tambahan mengacu pada Keputusan Kementerian Sosial
dalam upaya membantu wargatidak mampu akibat kekeringan dan
tingginya harga beras di pasaran.
Bulog tetap melakukan pembelian gabah dan berasmelalui mekanisme
pembelian berdasarkan HPP dan non HPP. Saat ini total penyerapan Bulog
sebesar 2,6 juta ton dengan 700 ribu ton diantaranya adalah beras
komersial. Menurut Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA), bahwa saat ini
Bulog lebih mengandalkan penyerapan beras non HPP karena HPP
dianggap terlalu rendah dan tidak ada kenaikan yang signifikan dalam 3
tahun
5.9. Aspek Pertanian
Sumatera Selatan mempunyai 13 kabupaten dan 4 Kota dengan luas areal
administratif seluas 91.592,43 Km2 atau sekitar 9,159 juta hektar, dengan
tipologi lahan pertanian yaitu lahan basah dan lahan kering. Untuk lahan basah
meliputi rawa lebak dan rawa pasang surut. Sementara, lahan kering
membentang dari lahan dataran tinggi, dataran sedang dan dataran rendah.
Tersedianya potensi lahan yang cukup merupakan salah satu keuntungan dari
upaya yang akan ditempuh dalam mewujudkan sasaran peningkatan pangan di
Sumatera Selatan. Sasaran pengembangan dan pembukaan sawah baru secara
intensif di Sumsel telah dilaksanakan lebih dari 15 tahun yang mencakup semua
jenis lahan sawah, akan tetapi sasaran utama dengan wilayah yang luas adalah
pada lahan rawa lebak dan lahan sawah rawa pasang surut .
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-43
Tabel 5.28.Luas Masing-Masing Kabupaten dan Kota Di Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi SumateraSelatan, 2016
Bawang merah dan cabai adalah komoditas yang baru dimasukan dalam
UPSUS Sumsel sehingga luas pertanaman dan juga luas panennya belum
maksimum. Untuk bawang merah telah dipanen dengan luas sekitar 256 hektar
dan cabe sebanyak 10.389 hektar. Bawang merah banyak dikembangkan di
No Kabupaten/Kota Luas (Km2) %
1 Ogan Komering Ulu 4.797,06 5,238
2 Ogan Komering Ilir 18.359,04 20,044
3 Muara Enim 7.383,90 8,062
4 Lahat 5.311,74 5,799
5 Musi Rawas 6.350,10 6,933
6 Musi Banyuasin 14.266,26 15,576
7 Banyuasin 11.832.99 12,919
8 Ogan Komering Ulu Timur 3.370,00 3,679
9 Ogan Komering Ulu Selatan 5.493,94 5,998
10 Ogan Ilir 2.666,09 2,911
11 Empat Lawang 2.256,44 2,464
12 Penukal Abab Lematang Ilir 1.840,00 2,009
13 Musi Rawas Utara 6.008,55 6,560
14 Palembang 369,22 0,403
15 Pagar Alam 633,66 0,692
16 Lubuk Linggau 401,50 0,438
17 Prabumulih 251,94 0,275
Total 91,592.43 100,00
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-44
OKI dan MURA, dan untuk cabai hampir merata disemua kabupaten dan yang
terluas terdapat di Banyuasin dan Ogan Ilir.
Tabel 5.29.Penampilan Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman
Hortikultura di Sumatera Selatan
No Komoditi LuasTanam (Ha)
LuasPanen (Ha)
Produktivitas(Ku/Ha)
Produksi(Ton)
1 Cabe(ton BB) 10.908 10.389 73,22 76.068
2 Bawang(ton BB) 269 256 100,00 2.560
3 Jeruk - - - 166.195
Sumber : Dinas Pertanian TPH Provinsi Sumatera Selatan, 2016
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-1
ANALISIS PERENCANAAN
Perencanaan merupakan kegiatan awal dari proses manajemen suatu
usaha/kegiatan. Melalui perencanaan maka pelaksanaan kegiatan yang akan
dilakukan dapat berjalan secara efektif dan efisien dikarenakan terdapat
pedoman dalam pelaksanaannya. Dalam penyusunan perencanaan, perlu
mempertimbangkan berbagai aspek yang diperlukan agar pada saat aksi
kegiatan dapat operasional secara efektif dan efisien. Berbagai aspek yang
perlu dianalisis dalam penyusunan perencanaan meliputi aspek biofisik dan
sumberdaya lahan ekonomi dan perekonomian, sarana dan prasarana,
kependudukan dan sosial budaya, kelembagaan, sumberdaya manusia, teknis
tanaman dan pengolahannya, pembiayaan serta kebijakan-kebijakan
pendukung dari pemerintah. Untuk mengukur tingkat pencapaian perencanaan
pada saat operasional, maka perlu ditetapkan indikator-indikator keberhasilan
beserta target output, outcome dan impact yang akan dicapai sesuai tujuan dan
sasaran pembangunan yang akan dicapai dan dilaksanakan.
6.1. Analisis Biofisik Sumberdaya Lahan
Faktor utama dalam pengembangan komoditi dalam konteks kawasan
adalah kesesuaian aspek biofisik yang terdiri dari aspek kesesuaian lahan dan
dukungan agroklimat pada wilayah kawasan terhadap komoditi yang akan
dikembangkan. Komoditi yang akan diusahakan dalam suatu wilayah akan
berkembang dengan baik jika terdapat kesesuaian jenis lahan dan agroklimat
wilayah dengan syarat tumbuh kembangnya suatu komoditi.
Kesesuaian lahan secara umum terbagi atas kesesuaian lahan aktual dan
kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual masih dapat menerima
perbaikan kecil pada sumberdaya lahan sebagai bagian spesifikasi tipe
6
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-2
penggunaan lahan, sedangkan kesesuaian lahan potensial mengacu pada nilai
lahan di masa datang apabila melakukan perbaikan lahan pada skala besar.
Menurut FAO (1976), klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi 4
kategori, yaitu :
1. Ordo : adalah keadaan kesesuaian lahan secara global.
Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong
sesuai (S = Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N = Not Suitable).
2. Kelas : adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo.
Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala
pemetaan, kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan menjadi : (1) untuk
pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas,
lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan dalam tiga kelas, yaitu :
lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3).
Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke
dalam kelas-kelas. (2) untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-
1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas kelas sesuai (S), sesuai
bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).
a. Kelas S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau
faktor pembatas bersifat minor dan tidak ada pengaruh terhadap
produktivitas lahan secara nyata.
b. Kelas S2 (cukup sesuai): Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi
oleh petani sendiri.
c. Kelas S3 (sesuai marjinal): Lahan mempunyai faktor pembatas yang
berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak
daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas
pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-3
campur tangan (intervensi) dari pemerintah atau pihak swasta untuk
memperbaikinya
d. Tidak sesuai (N): Lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat
berat atau sulit diatasi.
3. Sub Kelas: adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan
karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang
menjadi faktor pembatas terberat.
4. Unit: adalah keadaan tingkatan dalam sub kelas kesesuaian lahan, yang
didasarkan pada sifat tambahan dan pengelolaannya. Dalam praktek
evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.
Berikut disajikan analisis biofisik sumberdaya lahan pada masing-masing
kawasan komoditi unggulan di Sumatera Selatan.
6.1.1. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimat untukPengembangan Kawasan Cabai
Cabai merah merupakan jenis tanaman yang paling sesuai
pertumbuhannya (terutama cabai hibrida) pada tanah yang bertekstur remah,
gembur tidak terlalu liat, dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik.
Tanah yang terlalu liat kurang baik karena sulit diolah, drainasenya jelek,
pernafasan akar tanaman dapat terganggu dan dapat menyulitkan akar dalam
mengadopsi unsur hara. Tanah yang terlalu poros/banyak pasir juga kurang
baik, karena mudah tercucinya pupuk oleh air. Penambahan pupuk kandang 20-
25 ton/ha dapat memperbaiki tanah terlalu liat atau terlalu poros.
Tanah yang mengandung unsur hara yang optimum serta terbebas dari
unsur-unsur toksik bisa dikatakan mempunyai kesuburan kimia, tetapi bukan itu
saja kesuburan fisik yang meliputi keadaan air, oksigen, suhu tanah, dan
ukuran pori tanah harus selalu seimbang dan optimum sehingga menjadikan
keadaan tanah tersebut optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Supriyanto, et al, 1999).
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-4
Derajat keasaman tanah yang sesuai adalah berkisar antara pH 5,5-6,8
dengan pH optimum 6,0-6,5. Cendawan berkembang pada hampir semua
tingkatan pH, cendawan penyebab layu Fusarium dan cendawan penyebab
rebah kecambah seperti Rhizoctoma sp, Phythium sp. berkembang baik pada
tanah-tanah asam. Cendawan yang hidup pada pH>5,5 kehidupannya bersaing
dengan bakteri, karena bakteri berkembang baik pada pH>5,5. Pengaturan pH
dapat dilakukan dengan penambahan kapur pertanian pada pH rendah dan
belerang (S) pada pH tinggi.
Air berfungsi sebagai pelarut dan pengangkut unsur hara ke organ
tanaman, air berperan dalam proses fotosintesis (pemasakan makanan) dan
proses respirasi (pernafasan). Kekurangan air akan menyebabkan tanaman
kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati. Air yang diperlukan tanaman berasal dari
mata air atau sumber air yang bersih yang membawa mineral atau unsur hara
yang dibutuhkan tanaman, bukan air yang berasal dari suatu daerah
penanaman cabai yang terserang penyakit, karena air ini dapat menyebabkan
tanaman cabai yang sehat akan segera tertular, dan bukan air yang berasal dari
limbah pabrik yang berbahaya bagi tanaman cabai.
Faktor iklim yang penting dalam usaha budidaya cabai merah adalah
angin, curah hujan, cahaya matahari, suhu dan kelembaban. Angin sepoi-sepoi
akan membawa uap air dan melindungi tanaman dari terik matahari sehingga
penguapan yang berlebihan akan berkurang. Selain lebah, angin juga berperan
penting sebagai perantara penyerbukan, namun angin yang kencang justru
akan merusak tanaman. Curah hujan yang diperlukan adalah 1500-2500
mm/tahun. Tanaman dapat tumbuh dan berproduksi baik pada iklim A, B, C,
dan D (tipe iklim menurut Schmid dan Ferguson).
Kelembaban relatif yang diperlukan 80% dan sirkulasi udara yang lancar.
Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan bunga tidak terserbuki dan
banyak rontok. Lamanya penyinaran (foto periodisitas) yang dibutuhkan
tanaman cabai antara 10-12 jam/hari, intensitas cahaya ini dibutuhkan untuk
fotosintesis, pembentukan bunga, pembentukan buah dan pemasakan buah.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-5
Suhu untuk perkecambahan benih paling baik antara 25-30 0C. Suhu optimal
untuk pertumbuhan adalah 24-28 0C. Pada suhu < 150C >32 0C buah yang
dihasilkan kurang baik, suhu yang terlalu dingin menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat, pembentukan bunga kurang sempurna, dan pemasakan
buah lebih lama.
Tabel 6.1.Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah Kawasan Cabai dengan Syarat Lahan
dan Agroklimat yang Diinginkan Tanaman Cabai
No AspekAgroklimat dan
KesesuaianLahan
SyaratTumbuhCabai
Kabupaten
OKI OI Banyuasin OKU Palembang
1 Jenis Tanah Berteksturremah,gembur,dan tidakterlaluporos sertakaya bahanorganik
Glei humus danorganosol(endapan rawayang subur)
AlluvialdanPodsolik
Alluvial,organosol,klei humus& podsolik
LatosoldanPodsolik
Alluvial,Liat danBerpasir,
2 PH tanah 5,5-6,8 4-6 4-6,5 4-6 4-7 4-73 Suhu (oC) 24-28 26-28 23-32 26-27 22-31 23-314 Ketinggian
tempat (m dpl)5-1.500 10 14 0-40 0-1.000 0-20
5 Kelembaban(%)
60-80 70-86 60-98 69-85 60-90 75-89
6 Curah hujan(mm/bulan)
100-200 150 100 200 22-400 150-200
7 PenyinaranMatahari (%)
30-60 30-50 30-60 30-60 30-60 45
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan dan BPS Kabupaten OKI, OI,Banyuasin dan OKU Timur, 2016
Kawasan tanaman cabai yang telah ditetapkan di Sumatera Selatan
berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, Ogan Ilir,
Kabupaten OKU, dan Kota Palembang. Kelima kabupaten yang telah ditetapkan
sebagai wilayah kawasan cabai ini secara umum memiliki syarat-syarat tumbuh
yang diinginkan tanaman cabai, baik dari aspek kesesuaian lahan maupun
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-6
aspek agroklimat, sehingga layak untuk dijadikan kawasan jika ditinjau dari
aspek kesesuaian lahan dan agroklimat. Rerata daerah-daerah produsen cabai
yang menjadi wilayah target pengembangan pada wilayah kawasan memiliki
kondisi lahan dan agroklimat yang cenderung memiliki kesamaan. Tabel 6.1
berikut ini menyajikan kondisi lahan dan agroklimat kelima wilayah kawasan
yang disandingkan dengan syarat jenis lahan dan faktor agroklimat yang
dibutuhan untuk pengembangan tanaman cabai.
Dari Tabel 6.1 menunjukkan bahwa kelima wilayah kawasan
pengembangan cabai di Sumatera Selatan memiliki kesesuaian lahan dan aspek
agroklimat yang mendukung. Jenis tanah dan iklim di lima wilayah tersebut
rerata sesuai dengan jenis tanah dan iklim yang menjadi syarat tumbuh yang
baik bagi tanaman cabai. Dengan demikian, dari aspek kesesuaian lahan dan
biofisik kelima wilayah kawasan ini telah memenuhi persyaratan yang
diinginkan bagi perkembangan tanaman cabai.
6.1.2. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimat untukPengembangan Kawasan Bawang Merah
Pada umumnya, bawang merah tumbuh baik di dataran rendah. Hal ini
karena pembentukan umbi membutuhkan suhu tinggi. Suhu yang ideal untuk
pertumbuhan bawang merah sekitar 23—32°C, sedangkan di bawah suhu 23°C
hanya akan menghasilkan sedikit umbi atau tidak sama sekali. Penanaman
sebaiknya dilakukan pada musim kemarau. Hal ini karena jika ditanam pada
musim hujan, pertumbuhan tanaman kurang baik dan mudah terkena penyakit.
Tanah yang tergenang air juga dapat menyebabkan umbi membusuk sehingga
tidak dapat berproduksi. Penanaman bawang merah pada musim hujan dapat
disiasati dengan penggunaan plastik mulsa dan benih yang bermutu.
Pada umumnya tanaman bawang merah tidak tahan terhadap curah
hujan yang lebat. Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman bawang
merah antara 25-32oC dengan iklim kering. Bawang merah dapat ditanam
didataran tinggi maupun dataran rendah, didataran tinggi umur tanaman
bawang merah menjadi lebih panjang antara -1 bulan. Tanaman
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-7
bawang merah lebih menghendaki daerah yang terbuka, dengan penyinaran
70% (Sunarjono,1983).
Tanah yang cocok untuk menanam bawang merah adalah tanah
lempung berpasir, geluh (loam) berpasir, remah, tidak mudah tergenang air,
gembur, subur, dan banyak mengandung bahan organik. Derajat Dalam
pertumbuhannya, tanaman membutuhkan sinar matahari 100%. Semakin lama
penyinaran akan semakin baik pertumbuhan tanaman. Keasaman tanah yang
baik sekitar pH 6—7. Apabila pH kurang dari 6, dapat ditingkatkan dengan cara
pengapuran. Sementara itu, bila pH di atas 7 dapat diturunkan dengan
pemberian pupuk kandang dan tepung belerang atau kliserit (MgSO4·H2O).
Bawang merah lebih senang tumbuh pada tanah yang subur, gembur
dan banyak mengandung bahan organik seperti tanah lempung berpasir atau
lempung berdebu. Pada tanah alluvial dan latosol yang berpasir bawang merah
pun dapat pula ditanam. Hal yang penting adalah jenis tanah tersebut harus
mempunyai struktur bergumpal dan keadaan air tanahnya tidak menggenang
(stagnasi). Derajat keasaman tanah (pH) antara 6-7 (Sunarjono,1983).
Kawasan tanaman bawang merah yang telah ditetapkan di Sumatera
Selatan berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, OKU. dan
Musi Rawas. Ke empat kabupaten yang telah ditetapkan sebagai wilayah
kawasan bawang merah ini secara umum memiliki syarat-syarat tumbuh yang
diinginkan tanaman bawang merah, baik dari aspek kesesuaian lahan maupun
aspek agroklimat, sehingga layak untuk dijadikan kawasan jika ditinjau dari
aspek kesesuaian lahan dan agroklimat. Rerata daerah-daerah produsen
bawang merah yang menjadi wilayah target pengembangan pada wilayah
kawasan memiliki kondisi lahan dan agroklimat yang cenderung memiliki
kesamaan. Tabel 6.2 berikut ini menyajikan kondisi lahan dan agroklimat ke
empat wilayah kawasan yang disandingkan dengan syarat jenis lahan dan
faktor agroklimat yang dibutuhan untuk pengembangan tanaman bawang
merah.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-8
Tabel 6.2.Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah Kawasan Bawang Merah dengan
Syarat Lahan dan Agroklimat yang Diinginkan Tanaman Bawang Merah
No AspekAgroklimat dan
KesesuaianLahan
Syarat TumbuhBawang Merah
Kabupaten
OKI MusiRawas
Banyuasin OKU
1 Jenis Tanah Lempungberpasir atauLempungberdebu, Aluvial
Glei humusdan organosol(endapan rawayang subur)
Aluvial,Latosol,Podsolik
Alluvial,organosol,klei humus& podsolik
Latosol danPodsolik
2 PH tanah 6-7 4-6 4,5-6 4-6 4-73 Suhu (oC) 25-32oC 26-28 19-33 26-27 22-314 Ketinggian
tempat (m dpl)0-900 10 25-1000 0-40 0-1.000
5 Kelembaban (%) 80-90 70-86 87 69-85 60-906 Curah hujan
(mm/bulan)<150 150 100-200 200 22-400
7 PenyinaranMatahari (%)
70 30-50 60 30-60 30-60
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan dan BPS Kabupaten OKI, OI,Banyuasin dan OKU Timur, 2016
Dari Tabel 6.2 menunjukkan bahwa keempat wilayah kawasan
pengembangan bawang merah di Sumatera Selatan memiliki kesesuaian lahan
dan aspek agroklimat yang mendukung. Jenis tanah dan iklim di empat wilayah
tersebut rerata sesuai dengan jenis tanah dan iklim yang menjadi syarat
tumbuh yang baik bagi tanaman bawang merah. Dengan demikian, dari aspek
kesesuaian lahan dan biofisik keempat wilayah kawasan ini telah memenuhi
persyaratan yang diinginkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
bawang merah.
6.1.3. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimat untukPengembangan Kawasan Jeruk
Jeruk merupakan jenis tanaman buahan yang dalam pertumbuhan dan
perkembangannya memiliki syarat tumbuh yang sesuai supaya dapat tumbuh
dengan baik. Tanaman jeruk memerlukan 6-9 bulan basah (musim hujan),
curah hujan 1000-2000 mm/th merata sepanjang tahun, air yang cukup
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-9
terutama di bulan Juli-Agustus. Temperatur optimal untuk pertumbuhan
tanaman jeruk antara 25-30°C, kelembaban optimum sekitar 70-80%.
Kecepatan angin lebih dari 40-48% akan merontokkan bunga maupun buah.
Ketinggian optimum antara 1-1200 m dpl. Pada aspek iklim, kecepatan angin
yang lebih dari 40-48% akan merontokkan bunga dan buah. Untuk daerah yang
intensitas dan kecepatan anginnya tinggi tanaman penahan angin lebih baik
ditanam berderet tegak lurus dengan arah angin. Tergantung pada spesiesnya,
jeruk memerlukan 5-6, 6-7 atau 9 bulan basah (musim hujan). Bulan basah ini
diperlukan untuk perkembangan bunga dan buah agar tanahnya tetap lembab.
Di Indonesia tanaman ini sangat memerlukan air yang cukup terutama di bulan
Juli-Agustus. Temperatur optimal antara 25-30°C namun ada yang masih dapat
tumbuh normal pada 38°C. Jeruk Keprok memerlukan temperatur 20°C.
Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari.
Kelembaban optimum untuk pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80%.
Tanaman jeruk merupakan salah satu jenis tumbuhan yang menyukai
tempat terbuka tanpa naungan selama proses budidayanya, karena sinar
matahari langsung sangat membantu meningkatkan produktivitas tanaman.
Jenis tanah Andosol atau Latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk, derajat
keasaman tanah (pH tanah) berkisar 5,5-6,5. Air tanah optimal pada kedalaman
150-200 cm di bawah permukaan tanah, sedangkan di musim kemarau 150 cm,
musim hujan 50 cm. Tanaman jeruk menyukai air berkandungan garam sekitar
10%, serta dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan kemiringan sekitar
300.
Ketinggian tempat penanaman jeruk sangat bervariasi, tergantung
spesies yang dibudidayakan. Untuk Jenis jeruk Keprok Madura maupun Keprok
Tejakula optimal ditanam di ketinggian 1–900 m dpl. Keprok Batu 55, Keprok
Garut : 700-1.200 m dpl. Jeruk Manis Punten, Waturejo, WNO, VLO: 300–800
m dpl. Jeruk Siem: 1–700 m dpl. Jeruk Besar Nambangan-Madiun, Bali, Gulung:
1–700 m dpl. Jeruk Jepun Kasturi, Kumkuat: 1-1.000 m dpl. Jeruk Purut: 1–400
m dpl.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-10
Tanah yang baik adalah lempung sampai lempung berpasir dengan fraksi
liat 7- 27%, debu 25-50% dan pasir < 50%, cukup humus, tata air dan udara
baik. Jenis tanah Andosol dan Latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk.
Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok untuk budidaya jeruk adalah
5,5–6,5 dengan pH optimum 6. Air tanah yang optimal berada pada
kedalaman 150–200 cm di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau 150
cm dan pada musim hujan 50 cm. Tanaman jeruk menyukai air yang
mengandung garam sekitar 10%. Tanaman jeruk dapat tumbuh dengan baik di
daerah yang memiliki kemiringan sekitar 300.
Tinggi tempat dimana jeruk dapat dibudidayakan bervariasi dari dataran
rendah sampai tinggi tergantung pada spesies:
- Jenis Keprok Madura, Keprok Tejakula: 1–900 m dpl.
- Jenis Keprok Batu 55, Keprok Garut: 700-1.200 m dpl.
- Jenis Manis Punten, Waturejo, WNO, VLO: 300–800 m dpl.
- Jenis Siem: 1–700 m dpl.
- Jenis Besar Nambangan-Madiun, Bali, Gulung: 1–700 m dpl.
- Jenis Jepun Kasturi, Kumkuat: 1-1.000 m dpl.
- Jenis Purut: 1–400 m dpl.
Kawasan tanaman jeruk yang telah ditetapkan di Sumatera Selatan
berada di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dan Ogan Ilir (OI). Kedua
kabupaten yang telah ditetapkan sebagai wilayah kawasan jeruk ini secara
umum memiliki syarat-syarat tumbuh yang diinginkan tanaman jeruk, baik dari
aspek kesesuaian lahan maupun aspek agroklimat, sehingga layak untuk
dijadikan kawasan jika ditinjau dari aspek kesesuaian lahan dan agroklimat.
Rerata daerah-daerah produsen jeruk yang menjadi wilayah target
pengembangan pada wilayah kawasan memiliki kondisi lahan dan agroklimat
yang cenderung memiliki kesamaan. Tabel 6.3 berikut ini menyajikan kondisi
lahan dan agroklimat kedua wilayah kawasan yang disandingkan dengan syarat
jenis lahan dan faktor agroklimat yang dibutuhan untuk pengembangan
tanaman jeruk.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-11
Tabel 6.3.Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah Kawasan Jeruk dengan Syarat Lahan
dan Agroklimat yang Diinginkan Tanaman Jeruk
No Aspek Agroklimat danKesesuaian Lahan
Syarat TumbuhJeruk
Kabupaten
OKU Ogan Ilir1 Jenis Tanah Andosol, Latosol Latosol dan
PodsolikAlluvial, Latosol
dan Podsolik2 PH tanah 5,5-6,5 4-7 4-6,53 Suhu (oC) 25-30 22-31 23-324 Ketinggian tempat (m dpl) 1-1200 0-1.000 145 Kelembaban (%) 70-80 60-90 60-986 Curah hujan (mm/bulan) 100-200 22-400 1007 Penyinaran Matahari (%) 30-60 30-60 30-60
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan dan BPS Kabupaten OKU dan OganIlir, 2016
Dari Tabel 6.3 menunjukkan bahwa kedua wilayah kawasan (Kabupaten
OKU dan Kabupaten Ogan Ilir) pengembangan jeruk di Sumatera Selatan
memiliki kesesuaian lahan dan aspek agroklimat yang mendukung. Jenis tanah
dan iklim di empat wilayah tersebut rerata sesuai dengan jenis tanah dan iklim
yang menjadi syarat tumbuh yang baik bagi tanaman jeruk. Dengan demikian,
dari aspek kesesuaian lahan dan biofisik kedua wilayah kawasan ini telah
memenuhi persyaratan yang diinginkan bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman jeruk.
6.1.4. Perencanaan Pengembangan Kawasan Berdasarkan AspekBiofisik Sumberdaya Lahan
Pemanfaatan ruang kawasan budidaya meliputi kawasan budidaya
pertanian dalam arti luas dan kawasan budidaya non pertanian atau yang
umumnya disebut dengan kawasan perkotaan. Berdasarkan hasil analisis
kesesuaian lahan kawasan budidaya pertanian dalam arti luas di Provinsi
Sumatera Selatan direncanakan seluas 6.981.760,20 Ha atau sekitar 80,23%
dari luas wilayah Provinsi Sumatera Selatan yang tersebar di seluruh
kabupaten/kota (disajikan pada Gambar 6.1). Kegiatan yang dapat
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-12
dikembangkan pada kawasan budidaya pertanian meliputi; pertanian lahan
basah, pertanian lahan kering, perkebunan, tanaman hortikultura, peternakan,
perikanan dan hutan produksi.
Selain kawasan pertanian dalam arti luas, yang termasuk dalam kawasan
budidaya ialah kawasan budidaya non pertanian (disebut juga pengembangan
kegiatan perkotaan) yang meliputi pemukiman eksisting, prasarana jalan,
rencana pengembangan pemukiman, kegiatan industri dan kawasan
pertambangan. Luas areal yang direncanakan sebagai kawasan budidaya non
pertanian ialah seluas 157.228,04 ha atau 1,81% dari luas wilayah Provinsi
Sumatera Selatan dengan lokasi penyebaran terdapat di seluruh kabupaten/
kota.
Uraian berikut ini mendeskripsikan rincian rencana pengembangan
pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi Sumatera Selatan berikut pemetaan
yang dilakukan per kawasan :
(1) Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Pertanian
a. Pertanian Lahan Basah
Lahan basah atau dalam bahasa Inggris disebut wetland adalah wilayah-
wilayah dimana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap)
atau musiman. Wilayah lahan basah itu sebagian atau seluruhnya kadang-
kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal atau tergenang. Digolongkan
ke dalam lahan basah ini diantaranya, adalah rawa-rawa termasuk juga rawa
bakau, payau, dan gambut. Dimana air yang menggenangi lahan basah dapat
tergolong ke dalam air tawar, payau juga air asin. Lahan basah ini merupakan
wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan
dengan kebanyakan ekosistem. Kawasan lahan basah yang merupakan lahan
yang subur, sehingga sering dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahan-
lahan pertanian.
Lahan basah dicirikan oleh muka air tanah yang relatif dangkal, dan juga
dekat dengan permukaan tanah, pada waktu yang cukup lama sepanjang tahun
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-13
untuk menumbuhkan hidrofita, yaitu tumbuh-tumbuhan yang khusus tumbuh di
wilayah basah. Tumbuh-tumbuhan yang dapat dikembangkan di lahan basah
ini termasuk di dalamnya adalah tanaman pangan khususnya padi.
Pengusahaan komoditi pada lahan basah tersebut lazim disebut pertanian lahan
basah.
Pertanian lahan basah diartikan sebagai pertanian yang dikembangkan
pada dataran rendah yang mempunyai ketinggian ukuran 300 m diatas
permukaan laut yang di sekitarnya terdapat banyak air dari sungai-sungai atau
saluran irigasi. Contoh tanaman yang dibudidayakan di lahan basah adalah
tanaman padi, sedangkan pada lahan kering contohnya tanaman palawijaya,
buah-buahan dan sayur-sayuran.
Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi
lahan basah yang cukup luas. Jenis lahan basah yang ada di Sumatera Selatan
dikategorikan dalam kelompok lahan lebak dan lahan pasang surut. Hampir
seluruh wilayah kabupaten/koya di Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi
lahan basah, dengan wilayah terbesar yang mendominasi lahan basah adalah
Kabupaten Banyuasin, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir dan Kabupaten
Ogan Ilir. Potensi lahan basah yang terdistribusi hampir di seluruh
kabupaten/kota tersebut menyebabkan pertanian lahan basah di Sumatera
Selatan diarahkan pengembangannya di seluruh kabupaten kota di wilayah
Provinsi Sumatera Selatan kecuali Kota Pagar Alam dengan luas total
1.027.900,81 ha atau sekitar 11,81%.
b. Pertanian Lahan Kering
Pengertian pertanian lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan
untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya
hanya mengharapkan dari curah hujan atau menunggu hujan. Lahan ini
mempunyai kondisi agro-ekosistem yang beragam, pada umumnya berlerang
dan dengan kondisi kemantapan lahan yang labil (peka terhadap erosi)
terutama bila pengelolaannya tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-14
Pengunaan lahan kering untuk kegiatan pertanian banyak dilakukan di
Sumatera Selatan. Dalam pengertian operasional, pertanian lahan kering
diartikan sebagai pertanian yang mengandalkan musim hujan karena hanya air
hujan sebagai pasokan kebutuhan air bagi tanaman. Pada umumnya lahan
kering berada pada ketinggin 500 - 1500 m diatas permukaan laut. Untuk
usaha pertanian lahan kering dapat dibagi dalam tiga jenis penggunaan lahan,
yaitu lahan kering berbasis palawija (tegalan), lahan kering berbasis sayuran
(dataran tinggi) dan pekarangan.
Pertanian lahan kering diarahkan pengembangannya di seluruh kabupaten
kota di wilayah Provinsi Sumatera Selatan kecuali Kota Lubuk Linggau, Kota
Palembang dan Kota Pagar Alam dengan luas total 745.654,68 (sekitar 8,57%).
Pada umumnya, pemanfaan lahan untuk pertanian adalah lebih besar
bila dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk kegiatan non pertanian.
Walaupun demikian. alokasi lahan untuk kawasan lindung tetap diperlukan bagi
suatu kabupaten maupun kota.
Secara umum, penggunaan lahan untuk kegiatan budidaya maupun
kawasan lindung sesuai dengan kondisi lahan, ketersedian air dan agroklimat.
Kegiatan pertanian untuk irigasi teknis baik terdapat di Ogan Komering Ulu,
Ogan Komering Ulu Timur , Ogan Komering Ilir serta Musi Rawas. Selanjutnya
pertanian dengan irigasi yang lebih sederhana terdapat di Muara Enim, Lahat,
Pagar Alam dan Ogan Komering Ulu Selatan. Untuk pertanian lahan rawa
pasang surut dan rawa lebak terdapat di Ogan Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin
dan Ogan Komering Ilir.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-15
Gambar 6.1. Peta Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Pertanian
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-16
Secara umum lahan di kawasan-kawasan tersebut di atas sesuai juga
ditanami komoditas cabai merah dan bawang merah. Hal yang penting untuk
mengembangkan dua komoditas hortikultura ini adalah kemauan, komitmen
dan peningkatan keterampilan petani yang mengusahakan, karena sebelum ini
usahataninya baru dilakukan oleh beberapa petani dalam skala kecil, belum
berkembang dalam skala besar dalam kawasan yang memang untuk itu.
Dilihat dari kondisi hidrologi, sumber air di Provinsi Sumatera Selatan
berasal dari air permukaan dan air tanah. Adapun jenis air permukaan yang
berada di Provinsi Sumatera Selatan adalah sungai, danau/rawa, tadah hujan.
Sedangkan air tanah sangat jarang dijumpai sebagai sumber mata air dan kalau
ada debitnya kecil. Namun secara setempat pemunculan air tanah dapat
ditemukan walaupun debitnya relatif kecil umumnya kurang dari 1 lt/det, dan
tidak cukup prospek untuk dikembangkan disebabkan bersifat rembesan dan
dipengaruhi oleh keadaan musim.
Dilihat berdasarkan kondisi iklimnya, Provinsi Sumatera Selatan
mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah hujan antara 9/7 –
492/23 mm (curah hujan/hari) sepanjang tahun 2003, setiap bulannya curah
hujan bervariasi dengan bulan November merupakan bulan dengan curah hujan
paling banyak. Provinsi Sumatera Selatan memiliki suhu yang cenderung panas
berkisar antara 23,2°C hingga 33° C dengan rata-rata suhu udara pada tahun
2003 berkisar 26,7°C. Suhu terendah/minimum terjadi pada bulan Juli,
sedangkan suhu tertinggi/maksimum terjadi pada bulan Juni.
(2) Rencana Pengembangan Kawasan Cabai
Kawasan tanaman cabai di Sumatera Selatan ditetapkan di Kabupaten
OKU, OKI, Banyuasin, Ogan Ilir dan Kota Palembang. Penetapan 5
kabupaten/kota tersebut juga sebagai bagian dari upaya mengantisipasi
pengaruh inflasi akibat komoditas ini. Dalam pengembangan ke depan,
Sumatera Selatan memiliki tantangan untuk dapat swasembada pada tanaman
cabai. Mengingat selama ini cabai memang menyokong inflasi daerah. Dalam
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-17
pengembangan cabai di Sumatera Selatan melalui produksi di wilayah-wilayah
kawasan serta kabupaten/kota lain yang juga menjadi sentra produksi memiliki
target hingga 76.000 ton /tahun.
Rencana pengembangan kawasan cabai berdasarkan aspek biofisik,
ketersediaan dan kesesuaian lahan, serta perencanaan yang diselaraskan
dengan RTRW wilayah-wilayah kawasan disajikan pada Tabel 6.4, diikuti
rencana pengembangannya yang dideskripsikan dalam peta potensi dan
pengembangan pada masing-masing wilayah kawasan yang disajikan pada
Gambar 6.2 dan Gambar 6.11.
Tabel 6.4.Kondisi dan Potensi Komoditi Cabai di Sumatera Selatan dan Wilayah Kawasan,
Tahun 2015
No Provinsi/ Kabupaten Luas Panen(Ha)
Produksi(Kuintal )
Produktiitas(Ku /Ha)
1 Sumatera Selatan 6.146 134.400 21,87
2 Banyuasin 767 9.976 13,00
3 Ogan Ilir 604 8.607 14,25
4 OKI 417 9.367 22.46
5 Palembang 123 518 4,21
6 OKU 97 7.851 80,94
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan Dinas Pertanian TPHProvinsi Sumatera Selatan, Dinas Pertanian TPH Kabupaten OKU,Banyuasin, OKI, Ogan Ilir dan Kota Palembang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-18
Gambar 6.2. Peta Existing Kawasan Cabai di Kabupaten Banyuasin
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-19
Gambar 6.3. Peta Pengembangan Kawasan Cabai di Kabupaten Banyuasin
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-20
Gambar 6.4. Peta Existing Kawasan Cabai di Kabupaten Ogan Ilir
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-21
Gambar 6.5. Peta Pengembangan Kawasan Cabai di Kabupaten Ogan Ilir
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-22
Gambar 6.6. Peta Existing Kawasan Cabai di Kabupaten Ogan Komering Ilir
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-23
Gambar 6.7. Peta Pengembangan Kawasan Cabai di Kabupaten Ogan Komering Ilir
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-24
Gambar 6.8. Peta Existing Kawasan Cabai di Kota Palembang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-25
Gambar 6.9. Peta Pengembangan Kawasan Cabai di Kota Palembang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-26
Gambar 6.10. Peta Eksisting Kawasan Cabai di Kabupaten OKU
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-27
Gambar 6.11. Peta Pengembangan Kawasan Cabai di Kabupaten OKU
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-28
(3) Rencana Pengembangan Kawasan Bawang Merah
Kawasan tanaman bawang merah di Sumatera Selatan ditetapkan di
Kabupaten OKU, OKI, Banyuasin, dan Kabupaten Musi Rawas. Penetapan 4
kabupaten/kota tersebut juga sebagai bagian dari upaya mengantisipasi
pengaruh inflasi akibat komoditas cabai dan bawang merah. Mengingat selama
ini selain cabai, bawang merah juga menyokong inflasi daerah. Dalam
pengusahaan budidaya bawang merah skala besar memang baru dilakukan
dalam 3 tahun terakhir ini, namun beranjak dari hasil produksi yang dihasilkan
dan prospek pasar yang baik, maka pemerintah daerah berani mentargetkan
Sumatera Selatan dapat berswasembada bawang merah.
Rencana pengembangan kawasan bawang merah berdasarkan aspek
biofisik, ketersediaan dan kesesuaian lahan, serta perencanaan yang
diselaraskan dengan RTRW wilayah-wilayah kawasan disajikan pada Tabel 6.11,
diikuti rencana pengembangannya yang dideskripsikan dalam peta potensi dan
pengembangan pada masing-masing wilayah kawasan yang disajikan pada
Gambar 6.12 dan Gambar 6.19.
Tabel 6.5.Kondisi dan Potensi Komoditi Bawang Merah di Sumatera Selatan dan Wilayah
Kawasan, Tahun 2015
No Provinsi/ Kabupaten LuasPanen(Ha)
Produksi(Kuinta)
Produktiitas(Ku/Ha)
PotensiPengembanganThn 2016 (Ha)
1 Sumatera Selatan 96 5.828 60,71 250
2 OKU 11 740 67,27 30
3 OKI 39 2.350 60,25 65
4 Banyuasin 5 10 2 40
5 Musi Rawas 25 1.881 75,24 60
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan Dinas Pertanian TPHProvinsi Sumatera Selatan, Dinas Pertanian TPH Kabupaten OKU,Banyuasin, OKI, Ogan Ilir dan Kota Palembang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-29
Gambar 6.12. Peta Existing Kawasan Bawang Merah di Kabupaten OKU
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-30
Gambar 6.13. Peta Pengembangan Kawasan Bawang Merah di Kabupaten OKU
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-31
Gambar 6.14. Peta Existing Kawasan Bawang Merah di Kabupaten OKI
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-32
Gambar 6.15. Peta Existing Kawasan Bawang Merah di Kabupaten OKI
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-33
Gambar 6.16. Peta Existing Kawasan Bawang Merah di Kabupaten Musi Rawas
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-34
Gambar 6.17. Peta Pengembangan Kawasan Bawang Merah di Kabupaten Musi Rawas
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-35
Gambar 6.18. Peta Existing Kawasan Bawang Merah di Kabupaten Banyuasin
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-36
Gambar 6.19. Peta Pengembangan Kawasan Bawang Merah di Kabupaten Banyuasin
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-37
(4) Rencana Pengembangan Kawasan Jeruk
Kawasan tanaman jeruk di Sumatera Selatan ditetapkan di Kabupaten
OKU, dan Ogan Ilir. Penetapan 2 kabupaten ini juga sebagai bagian dari
upaya mengantisipasi pengaruh inflasi akibat dua komoditas hortikultura
tersebut. Dalam pengembangan ke depan, Sumatera Selatan memiliki
tantangan untuk dapat swasembada pada kedua tanaman tersebut. Mengingat
selama ini cabai memang menyokong inflasi daerah. Dalam pengembangan
cabai di Sumatera Selatan melalui produksi di wilayah-wilayah kawasan serta
kabupaten/kota lain yang juga menjadi sentra produksi memiliki target hingga
76.000 ton /tahun.
Rencana pengembangan kawasan jeruk berdasarkan aspek biofisik,
ketersediaan dan kesesuaian lahan, serta perencanaan yang diselaraskan
dengan RTRW wilayah-wilayah kawasan disajikan pada Tabel 6.12, diikuti
rencana pengembangannya yang dideskripsikan dalam peta potensi dan
pengembangan pada masing-masing wilayah kawasan yang disajikan pada
Gambar 6.20 dan Gambar 6.37.
Tabel 6.6.Kondisi dan Potensi Komoditi Jeruk di Sumatera Selatan dan Wilayah Kawasan,
Tahun 2015
No Provinsi/ Kabupaten Luas Panen(Pohon
Produksi(Kuintal )
Potensi(Ha)
1 Sumatera Selatan 168.188 101.713 800
2 OKU 31.920 34.136 450
3 Ogan Ilir 17.765 4.465 59
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan Dinas Pertanian TPHProvinsi Sumatera Selatan, Dinas Pertanian TPH Kabupaten OKU,dan Kabupaten Ogan Ilir
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-38
Gambar 6.20. Peta Eksisting Kawasan Jeruk di Kabupaten OKU
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-39
Gambar 6.21. Peta Pengembangan Kawasan Bawang Merah di Kabupaten OKU
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-40
Gambar 6.22. Peta Eksisting Kawasan Bawang Merah di Kabupaten OI
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-41
Gambar 6.23. Peta Pengembangan Kawasan Bawang Merah di Kabupaten OI
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-42
6.2. Analisis Ekonomi dan Perekonomian
Pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Sumatera
Selatan dengan konsep pengembangan kawasan menempatkan pertanian
tanaman pangan dan hortikultura sebagai salah satu penggerak utama
perekonomian di wilayah ini. lahan, potensi tenaga kerja, dan basis ekonomi
lokal pedesaan menjadi faktor utama pengembangan tanaman pangan dan
hortikultura. Saat ini disadari bahwa pembangunan pertanian tidak saja
bertumpu di desa tetapi juga diperlukan integrasi dengan kawasan dan
dukungan sarana serta prasarana yang tidak saja berada di pedesaan. Struktur
perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang membedakan suatu
wilayah dengan wilayah lainnya, perbedaan tersebut sangat erat kaitannya
dengan kondisi dan potensi suatu wilayah dari segi fisik lingkungan, sosial
ekonomi dan kelembagaan.
Konsep pertanian dengan konsep kawasan yang berkelanjutan dapat
diwujudkan dengan perencanaan wilayah yang berbasiskan sumberdaya alam
yang ada di suatu wilayah tertentu. Perencanaan pembangunan wilayah adalah
suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori kedalam
kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang didalamnya
mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial
lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.
Untuk memberhasilkan pembangunan ekonomi wilayah melalui
pengembangan sektor tanaman pangan dan hortikultura, kita perlu menemu-
kenali terlebih dahulu kondisi dan tantangan yang dihadapi sektor ini. Dengan
menemukenali hal-hal tersebut, kita dapat merumuskan strategi untuk
menghadapinya dan mempercepat pembangunan sektor tanaman pangan dan
hortikultura dari kondisi saat ini menuju kinerja subsektor tanaman pangan dan
hortikultura yang diharapkan.
Pengembangan subsektor tanaman pangan dan hortikultura di masa
depan, khususnya menghadapi era globalisasi, akan menghadapi sejumlah
tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-43
domestik, perubahan lingkungan ekonomi interansional, baik karena pengaruh
lieberalisasi ekonomi maupun karena perubahan-perubahan fundamental dalam
pasar produk agribisnis internasional.
Setidaknya ada lima alasan mengapa sektor pertanian khususnya pada
sub sektor tanaman pangan dan hortikultura menjadi strategis dalam dalam
satu wilayah, yaitu :
1. Pertanian tanaman pangan dan hortikultura merupakan sektor yang
menyediakan kebutuhan pangan masyarakat.
2. Sub sektor ini merupakan penyedia bahan baku bagi sektor industri
(agroindustri).
3. Sub sektor ini memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah dan devisa
melalui komoditas yang diekspor.
4. Sub sektor ini menyediakan kesempatan kerja bagi tenaga kerja pedesaan.
5. Sub sektor ini perlu dipertahankan untuk keseimbangan ekosistem
(lingkungan).
Adapun peran penting sub sektor ini dalam berkontribusi terhadap
pembangunan ekonomi antara lain :
1. Meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik,
2. Penyedia tenaga kerja
3. Memperbesar pasar untuk industri,
4. Meningkatkan supply uang tabungan dan
5. Meningkatkan devisa.
Sampai saat ini, peranan sektor pertanian tanaman pangan dan
hortikultura di Sumatera Selatan begitu besar dalam mendukung pemenuhan
pangan dan memberikan lapangan kerja bagi rumah tangga petani. Hasil
Sensus Pertanian tahun 2013 menunjukkan bahwa sektor pertanian di
Sumatera Selatan memiliki jumlah rumah tangga usaha pertanian sebanyak
sebanyak 958.724 orang. Untuk sub sektor tanaman pangan, memiliki jumlah
rumah tangga tani sebanyak 397.937 rumah tangga. Dengan pengembangan
kawasan tanaman pangan dan hortikultura ke depan, akan menambah jumlah
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-44
rumah tangga tani, yang bermakna bertambah serapan tenaga kerja yang
dapat disediakan, khususnya di wilayah-wilayah kawasan.
Melalui pengembangan kawasan tanaman pangan dan hortikultura ke
depan harapannya mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk,
sebagai sumber pendapatan, sebagai sarana untuk berusaha, serta sebagai
sarana untuk dapat merubah nasib ke arah yang lebih baik lagi. Peranan sub
sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura melalui pengembangan
kawasan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan ekonomi petani
dengan cara pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
Secara nasional, sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dan
strategis dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain:
meningkatkan penerimaan devisa negara, penyediaan lapangan kerja,
perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam
negeri, bahan baku industri dalam negeri serta optimalisasi pengelolaan sumber
daya alam secara berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi
sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terutama pada masa
kirisis ekonomi yang dialami Indonesia, satu-satunya sektor yang menjadi
penyelamat perekonomian Indonesia pada tahun 1997-1998 hanyalah sektor
pertanian, dimana pertanian memiliki pertumbuhan yang positif.
Disisi lain, dilihat ternyata pembangunan pertanian melalui
pengembangan kawasan mampu menunjukkan peningkatan produktivitas di
sektor pertanian. Hal ini menunjukkan dua hal yakni, bahwa terjadi
peningkatan produktivitas pada hasil produk pertanian yang diikuti oleh
perbaikan koalitas, perbaikan teknologi yang mengikutinya dan peningkatan
jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Pada dasarnya tidak perlu diragukan
lagi, bahwa pembangunan ekonomi yang berbasiskan lepada sektor pertanian
(agribisnis), karena telah memberikan bukti dan dan peranan yang cukup besar
dalam pembangunan perekonomian bangsa, dan tentunya lebih dari itu.
Pembangunan pertanian dalam kerangka pembangunan ekonomi
nasional berarti menjadikan perekonomian daerah sebagai tulang punggung
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-45
perekonomian nasional. Sebagai agregasi dari ekonomi daerah, perekonomian
nasional yang tangguh hanya mungkin diwujudkan melalui perekonomian yang
kokoh. Rapuhnya perekonomian nasional selama ini disatu sisi dan tingginya
disparitas ekonomi antar daerah dan golongan disisi lain mencerminkan bahwa
perekonomian nasional Indonesia dimasa lalu tidak berakar kuat pada ekonomi
daerah.
Pembangunan ekonomi lokal yang berbasis pada pertanian dengan
pengembangan kawasam merupakan sebuah proses orientasi, yang meletakkan
formasi institusi baru, pengembangan industri alternatif, peningkatan kapasitas
pelaku untuk menghasilkan produk yang lebih baik, identifikasi pasar baru,
transfer ilmu pengetahuan, dan menstimulasi bangkitnya perusahaan baru serta
semangat kewirausahaan.
Diharapkan dalam pembangunan ekonomi lokal melalui konsep
pengembangan kawasan, kegiatan pertanian dalam perkembangannya akan
berorientasi pada pasar (konsumen) apabila terjadi penyebaran sumberdaya
dan faktor produksi yang merata serta adanya biaya transportasi yang relatif
murah. Orientasi pasar ini akan menunjukkan bahwa setiap lokasi dapat
menghasilkan komoditi pertanian tertentu. Suatu kegiatan pertanian akan lebih
dapat berkembang pada lokasi tertentu yang disebabkan oleh adanya
kemudahaan bagi konsumen yang berasal dari dalam atau dari luar lokasi untuk
datang ke lokasi pemasaran komoditi pertanian tersebut.
Dari uraian di atas dapat dispesifikkan bahwa pengembangan kawasan
tanaman pangan dan hortikultura memberikan manfaat ekonomi bagi wilayah
adalah sebagai berikut :
1. Dapat menyerap banyak tenaga kerja
Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi
Sumatera Selatan tersebut diindikasikan juga dengan besarnya
penyerapan tenaga kerja. Indikasi ini didukung kenyataan bahwa sektor
pertanian masih bersifat padat karya (labor intensive) dibandingkan padat
modal (capital intensive). Hasil Sensus Pertanian Tahun 2013 menunjukkan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-46
bahwa kemampuan sektor pertanian menyerap tenaga kerja dalam kurun
waktu 2003-2013 meskipun mengalami penurunan sebesar 1,31%, maka
dengan pengembangan kawasan diharapkan dapat meningkatkan
penyerapan tenaga kerja, yang di tahu 2013 terdata sektor ini memiliki
jumlah Rumah Tangga Petani di sumsel sebanyak 958.724 rumah tangga
tani.
2. Memenuhi ketahanan pangan
Pada umumnya masyarakat Sumatera Selatan seperti halnya kebanyakan
masayarakat Indonesia menjadikan bahan pangan utamanya adalah padi
(beras), sementara saat ini produksi padi petani di Sumatera Selatan
meskipun di atas kertas telah dapat memenuhi kebutuhan penduduknya,
namun belum terdistribusi merata, karena masih ada sebagian wilayah
yang terkategori defisit pangan, dan masih banyaknya produksi pangan
Sumsel dijual ke luar wilayah. Hal ini terlihat dari adanya kebijakan
pemerintah yang melakukan impor beras dari Vietnam dan Thailand guna
memenuhi stok beras yang aman.
3. Merupakan kebutuhan pokok manusia
Sektor pertanian khususnya sub sektor tanaman pangan dan hortikultura
merupakan sumber kehidupan manusia dan juga sektor yang menjanjikan
bagi perekonomian wilayah. Pertanian salah satu pilar bagi kehidupan
masayarkat. Bertani adalah pekerjaan yang mulia, selain untuk
kehidupannya sendiri, juga penting bagi kelestarian alam dan makluk hidup
lainnya.
4. Didukung oleh alam di Sumatera Selatan
Dengan kegiatan di sektor pertanian, masyarakat memperoleh pangan yang
merupakan kebutuhan pokok untuk keberlanjutan hidup dan
kehidupannya. Manusia tidak dapat hidup dengan baik tanpa makan yang
berkecukupan baik jumlah dan mutunya. Oleh karena itu kemampuan
daerah untuk menyediakan pangan yang cukup bagi penduduknya melalui
kemandirian pangan adalah kewajiban.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-47
Seiring dengan usaha-usaha pembangunan pertanian seperti
pengembangan kawasan, muncul masalah-masalah baru yang kemudian
memperlambat laju perkembangan pertanian di Sumatera Selatan. Mulai dari
kerusakan alam yang diakibatkan oleh pelaku produksi dan konsumen pertanian
sampai minimnya pendidikan petani. Hal ini disebabkan adanya pola hidup yang
berubah dari petani itu sendiri, minimnya pengetahuan akan pemanfaatan dan
pengembangan pertanian modern, politik pertanian serta pudarnya nilai-nilai
budaya dan spirit yang dimiliki oleh pelaku pertanian. Belum lagi masalah
adanya pertentangan antara pertanian modern dengan pertanian berkelanjutan
yang semestinya dapat dikombinasikan dalam sistem pertanian terpadu, dan
segelintir masalah-masalah lainnya.
Di sisi lain, saat ini penyebab sulitnya perkembangan sektor pertanian
adalah karena masalah lahan pertanian, seperti ;
- Luas pemilikan lahan petani kini semakin sempit, setengah dari petani
memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar sehingga sebagian besar bekerja
sebagai buruh tani. Sebagai solusinya dengan menegmbangkan kawasan
yang menuntut batas minimal lahan pengusahaan di pedesaan dalam
upaya merasionalisasi jumlah petani dengan lahan yang ekonomis.
- Alih fungsi lahan produktif ke industri maupun perumahan. Sebagai
solusinya pemerintah agar bisa membatasi terjadinya alih fungsi lahan
pertanian. Disamping itu, perlu juga penggalakan sistem pertanian yang
berbasis pada konservasi lahan serta pemanfaatan lahan tidur untuk lahan
pertanian.
- Produktifitas lahan menurun akibat intensifikasi berlebihan dalam
penggunaan pupuk kimia secara terus menerus, sebagai solusinya perlu
dikembangkan sistem pertanian yang ramah lingkungan (organik).
Dengan melihat beberapa permasalahan sektor pertanian sebagaimana
tersebut di atas tentunya kita semua harus semakin berhati-hati, sebab jika
masalah tersebut tidak segera diatasi mungkin 5 hingga 10 tahun kedepan
sektor pertanian di Indonesia tidak akan bisa lagi memenuhi kebutuhan pangan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-48
bagi seluruh masyarakat Indonesia sehingga bukan tidak mungkin krisis pangan
pun akan bisa saja terjadi.
6.2.1. Potensi Ekonomi Pengembangan Kawasan Cabai
Komoditas cabai terutama cabai besar saat ini mendapat perhatian yang
cukup besar baik oleh masyarakat maupun pemerintah karena perkembangan
fluktuasi harganya yang signifikan akibat kondisi pasokan yang tidak sabil di
pasar. Hal tersebut juga menyebabkan komoditas ini sebagai salah satu
pemicu inflasi utama secara nasional, sehingga pemerintah memutuskan untuk
melakukan pengembangan cabai secara nasional yang menyebar hingga ke
wilayah luar Pulau Jawa dan sentra produksi lainnya, termasuk ke wilayah
Provinsi Sumatera Selatan.
Meskipun relatif baru, prospek pengembangan budidaya tanaman cabai
cukup menjanjikan di beberapa kabupaten seperti Banyuasin, OKI, Ogan Ilir,
Palembang, OKU, OKU Timur, Musi Rawas, dan Pagar Alam. Beberapa petani
yang sudah mencoba berusahatani cabai memperoleh hasil produksi yang
memuaskan, namun dalam satu wilayah luas arealnya baru mencapai kurang
dari 5 hektar. Untuk kepentingan pembentukan kawasan cabai yang komersial,
efisien dan berpotensi untuk dikaitkan dengan pengembangan industri
pengolahan yang dapat memberikan nilai tambah kepada petani, maka luas
areal kawasan cabai tersebut direkomendasikan minimal 25 ha.
Guna menghindari fluktuasi harga yang merugikan petani maupun
konsumen, penyediaan cabai merah setiap hari sepanjang tahun perlu
dirancang secara baik yaitu dengan pengaturan waktu tanam yang tidak
serentak dengan sistem zonasi antar kawasan dalam kabupaten maupun antar
kabupaten sehingga produksi dan pasokan maupun harganya relatif stabil
sepanjang tahun. Pengaturan waktu tanam tersebut bila perlu dikoordinasikan
dinas tanaman pangan dan hortikultura provinsi dengan melalui rekayasa
sistem informasi terpadu pengembangan cabai. Selain itu hasil produksi cabai
tidak hanya dijual segar,melainkan dapat dibuat diversifikasi produknya, antara
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-49
lain cabai giling, cabai pasta, cabai botol, dan cabai merah kering. Cabai giling
sudah banyak dibuat oleh para pedagang cabai, namun dengan daya tahan
yang berbeda. Beberapa kearifan lokal yang dikembangkan misalnya dengan
melakukan perendaman cabai giling yang dimasukkan dalam kantung plastik
besar dan direndam dalam gentong berisi air dapat ditiiru. Cara ini dapat
membuat daya tahan cabai hingga enam bulan. Teknologi capai pasta yang
dikembangkan oleh dosen dan peneliti teknologi pangan Universitas Sriwijaya
dapat pula di sebarluaskan penerapannya. Cabai botol merupakan contoh
olahan yang sudah komersial diproduksi industri besar, namun masih
berpeluang untuk dikembangkan dalam skla rumah tangga oleh para petani.
Cabai merah kering menjadi alternatif produk diversifikasi cabai merah yang
juga sudah banyak beredar di pasaran. Oleh karena itu diperlukan identifikasi
produk-produk olahan cabai merah yang diminati oleh konsumen dan preferensi
konsumen terhadap produk olahan cabai merah tersebut sebagai acuan dalam
sistem pascapanen dan pengolahan cabai merah yang mendukung hasil produk
sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen (preferensi konsumen).
Pengolahan cabai merah merupakan rantai proses yang akan
memberikan nilai tambah bagi pelaku yang ada di dalamnya, mulai dari petani
sampai dengan industri dan konsumen. Aktor/pelaku tersebut kemudian
terhubung dalam suatu rantai yang disebut dengan rantai nilai. Analisis rantai
nilai terhadap produk olahan cabai merah ditujukan untuk mempelajari
berbagai permasalahan permintaan pasar yang dihadapi oleh industri yaitu
produk yang diinginkan oleh konsumen, ketersediaan produk di pasar,
penanganan pascapanen dan pengolahan serta nilai tambah yang terbentuk.
Pertumbuhan ekonomi wilayah kawasan yang sukses dalam
pengembangan komoditas cabai dan hasil olahannya diperkirakan akan
meningkat karena bisnis cabai melibatkan perputaran modal yang besar. Hal ini
menjadi alasan mengapa pengembagan cabai ini mesti dilakukan dengan skala
yang besar melibatkan kelompok bahkan gabungan kelompok tani agar dapat
dikelola secara terpadu dengan sistem zonasi dan pengaturan waktu tanam.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-50
6.2.2. Potensi Ekonomi Pengembangan Kawasan Bawang Merah
Pengembangan komoditas bawang merah di beberapa kabupaten juga
mulai menjadi obsesi petani, selain merupakan program pemerintah dalam
rangka memenuhi permintaan konsumen sekaligus menjamin ketersediaan dan
stabilitas harganya sepanjang tahun. Sampai saat ini belum ada daerah yang
dapat disebut sebagai kawasan tanaman bawang merah di Sumatera Selatan.
Namun demikian sama halnya dengan cabai, petani dan para pembinanya di
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten OKU Timur, OKI
dan Musi Rawas telah bertekad untuk menjadikan minimal satu kecamatannya
menjadi kawasan usahatani/budidaya tanaman bawang merah. Program Upsus
Hortikultura mereka sambut dengan antusias dengan menyiapkan lahan untuk
penanaman bawang merah, bahkan beberapa petani sudah mempelopori
kegiatan usahataninya dengan produktivitas yang memadai dan keuntungan
yang cukup besar.
Ketersediaan lahan yang masih luas dan sumber air yang mencukupi
menjadi alasan mereka untuk menjadikan lokasinya menjadi kawasan usahatani
atau budidaya bawang merah Luas lahan minimal 25 ha yang dianjurkan untuk
menjadi kawasan komoditas bawang merah, mereka bersedia memenuhinya,
akan tetapi yang menjadi kendala utama adalah mereka belum sanggup
menyiapkan modal awal usahataninya. Oleh karena itu dengan perkiraan
modal usahatani bawang merah yeng berkisar Rp 85 – Rp 100 juta per hektar,
pengembangan budidaya bawang merah sebaiknya dilakukan secara bertahap
mulai luas yang dapat diberikan bantuan modal berdasarkan ketersediaan dana
bantuan pemerintah, kemudian dengan bantuan para pihak lain, dan pinjaman
dari bank dan lembaga keuangan lainnya, hingga akhirnya mencapai minimal
luas kawasan 25 ha.
Jika dilihat produk turunannya, maka bawang merah juga dapat
memberikan hasil variasi jenis produk olahan yang cukup bervariasi. Produk
olahan bawang merah dalam bentuk kupasan utuh dan irisan bawang merah
segar mampu menaikkan nilai tambah sekitar 150- 250%. Produk olahan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-51
bawang merah irisan kering, bawang goreng, acar bawang, bubuk bawang dan
tepung memiliki rendeman bervariasi antara 10-80%, dengan nilai tambah
berkisar antara 250-300%. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa prospek
pengembangan produk olahan bawang merah masih sangat terbuka.
Pengolahan bawang merah tersebut bertujuan untuk mengawetkan dan
mempertahankan mutu bawang. Pemanfaatan bawang merah melalui
diversifikasi produk olahan juga dalam rangka memenuhi dan/atau menciptakan
permintaan pasar. Salah satu alternatif produk olahan bawang merah yang
belum banyak dikembangkan adalah tepung bawang, krupuk bawang,
oleoresin, pasta bawang, minyak bawang, dan bawang giling.
Mengingat bahwa intensitas penggunaan bawang merah yang cukup
besar maka salah satu solusi alternatif penanganan pasca panen adalah
pembuatan pasta bawang merah, meningkatkan nilai tambah bawang merah
dengan upaya diversifikasi olahan, dan memanfaatkan peluang usaha bumbu
bawang berbentuk pasta, sebagai suatu suatu kreasi dan inovasi baru dari
olahan bawang merah yang mempunyai komposisi gizi yang cukup lengkap
dibandingkan produk olahan bawang lainnya. Pasta bawang merah
mengandung lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin C. Tingkat keawetan dan
kepraktisan serta harga yang terjangkau menjadikan produk ini sangat
kompetitif dengan produk olahan bawang merah lainnya.
Penanganan pasca panen bawang merah yang baik, khususnya dalarn
hal pengolahan dapat memperpanjang masa simpan dan mernpertahankan
mutu bawang merah, menjamin kontinuitas stok bawang merah sepanjang
masa serta meningkatkan nilai ekonominya. Untuk menghasilkan produk olahan
yang berkualitas hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah umur panen,
pemilihan bahan, pengirisan, kadar air bahan, penggunaan bahan pengawet
dan bentuk pengemasan. Beberapa olahan bawang merah tersebut dapat
menjadi alternatif meningkatkan nilai tambah bawang merah yang hanya dijual
dalam bentuk segar, beberapa negara sudah dapat menerima olahan tersebut
untuk tujuan ekspor. Pengembangan industri pengolahan bawang merah dapat
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-52
dirintis dalam jangka pendek sebagai upaya antisipasi terhadap kemungkinan
anjoknya harga komoditas tersebut dengan pelaku usahanya para petani sendiri
secara individu maupun kelompok. Sementara dalam jangka menengah dan
panjang dapat dikembangkan pola kemitraan petani dan pelaku usaha skala
menengah untuk membentuk klaster komoditas dan produk bawang dalam
sistem rantai pasok.
Keberhasilan pengembangan kawasan komoditas bawang, maka
perekonomian daerah kawasan itu akan terdorong kemajuannya dengan syarat
terjadi kenaikan penyerapan tenaga kerja dan transaksi ekonomi di dalam
kawasan dan dengan kawasan dan kegiatan ekonomi lain berjalan lancar.
Untuk mencapai itu semua tentu saja dibutuhkan dukungan pemerintah dan
juga pihak swasta mengingat komoditi ini tergolong baru dikembangkan di
Sumatera Selatan. Selain itu biaya produksi awal yang tinggi membuat petani
sulit untuk mengembangkan langsung secara mandiri.
Kawasan tanaman bawang merah di Sumatera Selatan ditetapkan di
Kabupaten OKU, OKI, Banyuasin, dan Kabupaten Musi Rawas. Penetapan 4
kabupaten/kota tersebut juga sebagai bagian dari upaya mengantisipasi
pengaruh inflasi akibat komoditas cabai dan bawang merah. Mengingat selama
ini selain cabai, bawang merah juga menyokong inflasi daerah. Dalam
pengusahaan budidaya bawang merah skala besar memang baru dilakukan
dalam 3 tahun terakhir ini, namun beranjak dari hasil produksi yang dihasilkan
dan prospek pasar yang baik, maka pemerintah daerah berani mentargetkan
Sumatera Selatan dapat berswasembada bawang merah.
Pengembangan komoditas bawang merah di beberapa kabupaten juga
mulai menjadi obsesi petani, selain merupakan program pemerintah dalam
rangka memenuhi permintaan konsumen sekaligus menjamin ketersediaan dan
stabilitas harganya sepanjang tahun. Sampai saat ini belum ada daerah yang
dapat disebut sebagai kawasan tanaman bawang di Sumatera Selatan. Namun
demikian sama halnya dengan cabai, petani dan para pembinanya di Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten OKU Timur, OKI dan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-53
Musi Rawas telah bertekad untuk menjadikan minima satu kecamatannya
menjadi kawasan usahatani/budidaya tanaman bawang merah. Program Upsus
Hortikultura mereka sambut dengan antusias dengan menyiapkan lahan untuk.
6.2.3. Potensi Ekonomi Pengembangan Kawasan Jeruk
Jeruk merupakan jenis tanaman hortikultura yang dikembangkan petani
di Sumatera Selatan dengan jenis yang paling banyak dipilih adalah jeruk siam.
Pilihan ini dikarenakan untuk jeruk konsumsi, jenis ini yang paling banyak
disukai konsumen, sehingga permintaan pasarnya cukup tinggi.
Mayoritas petani jeruk di sentra-sentra produksi jeruk di Sumatera
Selatan menjual hasik produksinya dalam bentuk segar (buah utuh), karena
rerata konsumsi masyarakat terhadap buah lebih disukai jika dikonsumsi dalam
bnetuk segar. Namun demikian, untuk mengetasi sifat spesifik produk
pertanian yang tidak tahan lama, maka masyarakat mulai melakukan olahan
buah jeruk yang berfungsi tidak hanya untuk mengatasi sifat jeruk yang tidak
tahan lama, juga memberikan nilai tambah bagi pelaku usahanya. Dalam skala
rumah tangga, kulit buah jeruk besar telah diolah menjadi jus, sirup dan
manisan yang ternyata banyak digemari. Kulit jeruk juga dapat diolah menjadi
makanan ringan. Selain itu ekstraksi limonin dari biji jeruk siam dapat
memberikan nilai tambah dari pemanfaatan limbah pabrik sari jeruk dan
limonin dimanfaatkan lebih lanjut pada industri farmasi. Dengan demikian
potensi ekonomi jeruk ini cukup terdiversifikasi.
6.3. Analisis Sarana dan Prasarana Penunjang
Berdasarkan hasil wawancara dan FGD yang dilakukan di wilayah
kawasan diperoleh gambaran sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani
guna pengembangan kawasan tanaman pangan dan hortikutura di wilayah
mereka. Secara umum jenis sarana dan prasarana yang dibutuhkan cenderung
sama pada setiap kawasan, dengan mayoritas kebutuhan pada infrastruktur
adalah perbaikan jalan tani dan jalan produksi serta prasarana pengairan. Pada
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-54
aspek teknis berua bantuan sarana produksi khususnya benih, pupuk dan
alsintan khususnya Alsintan untuk kegiata panen dan pasca panen. Hasil
identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana secara rinci disajikan pada Tabel
6.7 berikut ini.
Tabel 6.7.Kebutuhan Sarana dan Prasarana di Tingkat Petani Untuk Pengembangan
Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura
No Jenis Komoditi Unggukan Sarana dan Prasarana yang Dibutuhkan
1 Padi Perbaikan jalan tani, pupuk subsidi, mesinpanen, alat pengering dan lantai jemur
2 Jagung Perbaikan jalan tani, pupuk subsidi, alatpengering dan lantai jemur, alat pemipiljagung
3 Kedelai Perbaikan jalan tani, benih dan pupuksubsidi
4 Cabai Perbaikan jalan tani, benih dan pupuksubsidi,
5 Bawang Merah Perbaikan jalan tani, benih dan pupuksubsidi
6 Jeruk Perbaikan jalan tani, benih unggul tahanpenyakit, pupuk subsidi
Kebutuhan sarana dan prasarana di tingkat petani tersebut merupakan
bagian dari ketersediaan sarana dan parasarana yang harus ada untuk
pengembangkan kawasan. Memperhatikan ketersediaan dan kelayakan
prasarana merupakan salah satu poin mewujudkan perencanaan berbasis
kesejahteraan. Prasarana suatu wilayah atau kota selalu mengikuti tata ruang
sebab prasarana adalah merupakan bagian dari ruang. Aspek-aspek
penataruangan seperti penetapan status kawasan, sarana hingga prasarana
telah diatur oleh UU penataruangan, RTRWN, dan acuan penyediaannya dalam
wilayah yang disebut standarisasi. Standarisasi penyediaan prasarana menjadi
acuan tentang apa dan bagaimana prasarana tersebut dapat melengkapi dan
memenuhi konsonan tata ruang wilayah/kota. Berbasis pada standar
pengembangan kawasan, maka dukungan terhadap ketersediaan sarana dan
prasarana yang harusnya tersedia pada setiap kawasan, meliputi :
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-55
1. Prasarana Jalan, meliputi :
a. Prasarana Jalan Kolektor
Karakter dari prasarana jalan kolektor adalah jalan yang berfungsi sebagai
pengumpul lalu lintas dari Prasarana jalan lokal untuk disalurkan ke
Prasarana jalan arteri. Dengan kata lain Orasarana jalan ini akan merupakan
penghubung jalan arteri dengan jalan lokal. Selain itu jalan yang memotong
Prasarana jalan ini sedapat mungkin dibatasi oleh kendaraan yang
melintasinya. Jalan ini direkomendasikan berkecepatan lebih rendah dari
kecepatan kendaraan pada jalan arteri.
b. Prasarana Jalan Lokal
Prasarana jalan lokal adalah jalan yang berfungsi menampung lalu lintas
dari jalan tertentu yang terlayani oleh jalan lingkungan,dan selanjutnya akan
disalurkan ke prasarana jalan kolektor. Adapun karakter dari jalan lokal
adalah jarak perjalanannya atau identik dengan panjang jalan ini relatif
pendek dan jalan memotongnya (dapat saja berupa gank/lorong) tidak
dibatasi.selain itu direkomendasikan lebih mudah dari ketentuan yang
diberlakukan pada prasarana jalan kolektor maupun arteri. Untuk hierarki
jaringan jalan dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kecepatan kendaraan,
lebar jalan dan garis sempadan jalan, tersaji pada Tabel 6.8.
Tabel 6.8.Penyediaan Jalan Berdasarkan Kecepatan Kendaraan, Lebar dan GSJ
` Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2005
No Hirarki Jalan KecepatanKendaraan
Minimal LebarJalan
1. Arteri Primer > 60 km/jam > 8 m
2. Arteri sekunder > 30 km/jam > 7 m
3. Kolektor Primer > 40 km/jam > 7 m
4. Kolektor Sekunder > 20 km/jam > 7 m
5. Lokal Primer > 30 km/jam > 6 m
6. Lokal Sekunder > 10 km/jam > 5 m
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-56
Selain itu, jenis prasarana dan utilitas pada jaringan jalan yang harus
disediakan ditetapkan menurut klasifikasi jalan perumahan yang disusun
berdasarkan hirarki jalan, fungsi jalan dan kelas kawasan/lingkungan
perumahan. Jalan perumahan yang baik harus dapat memberikan rasa
aman dan nyaman bagi pergerakan pejalan kaki, pengendara sepeda dan
pengendara kendaraan bermotor. Selain itu harus didukung pula oleh
ketersediaan prasarana pendukung jalan, seperti perkerasan jalan, trotoar,
drainase, lansekap, rambu lalu lintas, parkir dan lain-lain.
2. Prasarana Drainase
Prasarana drainase primer dan sekunder harus mempunyai kapasitas
tampung yang cukup untuk menampung air yang mengalir dari area kasiba
dan kawasan sekitarnya. Saluran pembuangan air hujan dapat dibangun
secara terbuka, namun pembangunannya harus dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Dasar saluran terbuka ½ lingkaran dengan diameter minimum 20 cm
atau berbentuk bulat telur ukuran minimum 20/30 cm;
b. Bahan saluran terbuat dari tanah liat, beton, pasangan batu bata dan
atau bahan lain;
c. Kemiringan saluran minimum 2 %;
d. Tidak boleh melebihi peil banjir di daerah tersebut;
e. Kedalaman saluran minimum 30 cm;
f. Apabila saluran dibuat tertutup, maka pada tiap perubahan arah harus
dilengkapi dengan lubang kontrol dan pada bagian saluran yang lurus
lubang kontrol harus ditempatkan pada jarak maksimum 50 meter;
g. Saluran tertutup dapat terbuat dari PVC, beton, tanah liat dan bahan-
lain;
h. Untuk mengatasi terhambatnya saluran air karena endapan pasir/tanah
pada drainase terbuka dan tertutup perlu bak kontrol dengan jarak
kurang lebih 50 m dengan dimensi (0,40x 0,40x 0,40) m3; Setiap
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-57
lingkungan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air hujan atau
kotoran yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup seperti:
- Saluran pembuangan air hujan harus direncanakan berdasarkan
frekuensi intensitas curah hujan 2 tahunan.
- Saluran pembuangan air hujan dapat merupakan saluran terbuka atau
tertutup. Apabila saluran dibuat tertutup, maka tiap perubahan arah
harus dilengkapi dengan lubang pemeriksa, pada saluran yang lurus
lubang periksa harus dibuat tiap jarak minimum 50 meter.
Tabel 6.9.Standar Perencanaan Prasarana Drainase
NoKemiringan
Lahan
Kerapatan Saluran (m/100 Ha)Ket
Primer Sekunder Tersier Jumlah
1234
0-2 %2-5 %5-15 %15-40 %
800600480320
5100408030602040
141001128084605640
2000015960120008000
V min0,6m/dtV mak2.5m/dt
5 > 40 % Tidak DirekomendasikanSumber : Standar Nasional Indonesia Tahun 2004
3. Prasarana Air Bersih
Air bersih memegang peranan penting sebagai kebutuhan pokok dan utama
penghidupan dan kehidupan penduduk di kawasan perencanaan. Beberapa
sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh penduduk kawasan perencanaan
bersumber dari air permukaan (sungai) dan dari mata air pegunungan yang
dikelolah oleh PDAM dan masyarakat. Sasaran rencana kebutuhan air bersih
dikategorikan berdasarkan jumlah kebutuhan penduduk pendukung dan
kebutuhan aktivitas perkotaan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-58
Tabel 6.10.Standar Kebutuhan Air Bersih
No Fasilitas Kebutuhan
1 Perumahan 60 liter/orang/hari2 Fasilitas
Pendidikan STK 10 liter/orang/hari SD 10 liter/orang/hari SLTP 10 liter/orang/hari SLTA 10 liter/orang/hari
3 FasilitasKesehatan
Rumah sakit bersalin 5.000 liter/hari, Puskesmas3.000 liter/unit/hari, PUSTU 1.500 liter/unit/hari. Balaipengobatan 8.000 liter/unit/hari. Tempat praktekdokter 300 liter/unit/hari dan Apotik 30 liter/unit/hari.
4 Pemerintahandan PU
(kantor lingkungan, kantor pos, parkir umumditambah MCK) 1000 liter/orang/hari
5 FasilitasPeribadatan
Mesjid 3500 liter/orang/hari Mushallah 2000 liter/orang/hari
6 FasilitasPerekonomian
Fasilitas perekonomian menurut jenisnya adalahwarung 250 liter/unit/hari, pertokoan 10.000liter/unit/hari dan pusat perbelanjaan 86 m3 /ha/hari.
7 FasilitasOlahraga danrekreasi
Balai pertemuan 1.000 liter/unit/hari, gedungserbaguna 10.000 liter/unit/hari, taman untukbermain untuk 250 jiwa membutuhkan 1.000liter/unit/hari, taman untuk 2.500 jiwa membutuhkan5.000 liter/unit/hari dan lapangan olahraga 10.000liter/unit/hari.
Sumber : Standar Nasional Indonesia Tahun 2004
Standar hidrant dan sarana pemadam kebakaran pada umumnya dalam satu
kilometer pipa distribusi terdapat 4-5 buah hidrant. Ketentuan dalam
penempatan hidrant yaitu:
1) Satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa;
2) Radius pelayanan maksimum 100 meter;
3) Kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari;
Standarisasi kebutuhan air bersih berdasarkan jenis-jenis fasilitas wilayah
termasuk sasaran penggunaanya tersebut secara rinci seperti yang telah
disajikan pada Tabel 6.10.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-59
4. Prasarana Listrik
Keseluruhan kebutuhan energi listrik di kawasan perencanaan berdasarkan
standar perencanaan lingkungan perkotaan kebutuhan listrik adalah :
a. Perumahan dengan golongan tipe A adalah 1.300 Watt/unit, tipe B
adalah 900 Watt/unit dan tipe C sebesar 900 Watt/unit.
b. Fasilitas perdagangan dan perkantoran membutuhkan suplay energi
listrik sesuai standar yakni 60 watt/m2 atau 25 % dari kebutuhan rumah
tangga.
c. Fasilitas sosial dan pelayan umum untuk kegiatan pendidikan, kesehatan
dan peribadatan dan pelayanan umum meliputi pos keamanan dan balai
pertemuan. Standar kebutuhan energi listrik untuk fasilitas tersebut
adalah 60 watt/m2 atau 25 % dari kebutuhan rumah tangga.
d. Penerangan jalan kebutuhan listriknya adalah 10 % dari total kebutuhan
keseluruhan rumah tangga
e. Perkiraan kehilangan energi listrik dalam transmisi diperkirakan 30 %
dari total energi listrik yang dibutuhkan.
Sistem distribusi Prasarana kabel listrik dengan menggunakan tiang Sistem
distribusi Prasarana kabel listrik dengan menggunakan tiang yang terbuat
dari pipa beton yang penempatannya pada daerah manfaat jalan dengan
jarak satu dengan yang lainnya adalah lebih kurang 50 meter dan sebagai
upaya untuk menghindari gangguan Prasarana listrik, maka di beberapa
tempat akan ditempatkan gardu listrik yang sekaligus berfungsi sebagai
pengontrol gangguan listrik yang akan terjadi.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-60
Tabel 6.11.Kebutuhan Jaringan Listrik
No. Jenis SambunganJumlah
Pelanggan(Unit)
Daya(KVA)
Jumlah(KVA/Watt)
1 Rumah Type A 199 1,300 258,414
2 Rumah Type B 596 900 536,706
3 Rumah Type C 1,193 450 536,706
4 Pendidikan 4 1,500 6,000
5 Peribadatan 20 1,500 30,000
6 Kesehatan 8 1,500 12,000
7 Pelayanan Umum 4 1,500 6,000
8 Perdagangan 4 1,500 6,000
9 Olah Raga 3 1,500 4,500
10Penerangan Lampu Jalan =
10 % dari total kebutuhan – –139,633
Jumlah 2,031 1,535,959
Sumber : Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Tahun 2002
5. Telekomunikasi
Prasarana telekomunikasi merupakan salah satu jenis utilitas wilayah yang
menunjang kelengkapan infrastruktur dalam suatu wilayah tertentu. Beberapa
persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
a. Tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah melayani
14 kk (1:14)
b. Dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap
250 jiwa penduduk (unit RT) yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan
lingkungan RT tersebut. (1:250)
c. Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak
radius bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 m;
d. Penempatan pesawat telepon umum diutamakan di area-area publik
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-61
seperti ruang terbuka umum, pusat lingkungan, ataupun berdekatan
dengan bangunan sarana lingkungan; dan
e. Penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca (hujan dan
panas matahari) yang dapat diintegrasikan dengan kebutuhan
kenyamanan pemakai telepon umum tersebut.
Tabel 6.12.Kebutuhan Jaringan Telepon
No. Jenis Fasilitas Jumlah Sambungan Persentase (%)
1. Permukiman 1,988 99.00
2. Pelayanan Umum 4 0.20
3. Pendidikan 4 0.20
4. Kesehatan 8 0.40
5. Perekonomian 4 0.20
Jumlah 2,008 100.00
Sumber : Keputusan Menteri Permukiman & Prasarana Wilayah Tahun 2002
Hubungan antara pengembangan kawasan tanaman pangan dan
hortikultura dengan peningkatan komoditi unggulan sangat erat. Komoditi
unggulan sebagai prasayat dalam pengembangan kawasan yang akan
meningkatkan mutu dan kualitas suatu komuditas yang menunjang, dimana
suatu komuditas ini akan dijadikan sebagai sentra dalam pengembangan
kawasan. Bila suatu wilayah mempunyai komoditas maka pengembangan
kawasan cepat berkembang dan begitu pun sebaliknya.
Hubungan antara pengembangan kawasan dengan sarana dan prasarana
juga memiliki hubungan yang sangat erat. Kemajuan suatu wilayah ditentukan
oleh ketersedian sarana dan prasarana, bila sarana dan prasarana menunjang
maka dalam pengembangan kawasan akan semakin cepat berkemban.
Ketersedian sarana dan prasarana akan semakin menunjang dalam
perkembangan dalam kawasan. Bila sarana dan prasarana baik maka
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-62
pengembagan kawasan akan semakin baik dan lancar dan begitupun
sebaliknya.
6.4. Analisis Kependudukan dan Sosial Budaya
Analisis Kependudukan dan sosial budaya meliputi analisis yang
dilakukan terhadap kependudukan, ketenaga kerjaan dan sosial budaya untuk
meningkatkan Kualitas SDM dan menghitung kebutuhan dukungan tenaga kerja
dan kontribusi kawasan dalam menyerap tenaga kerja dan perencanaan
pengembangan SDM petani, kelompok tani, koperasi dan lain-lain.
Selama ini, dengan adanya peranan SDM pertanian di dalam
pembangunan sektor pertanian yang diharapkan SDM yang mampu
meningkatkan peranannya di dalam sektor pertanian, dalam arti luas adalah
sektor pertanian dalam berbagai lini termasuk di dalamnya usaha-usaha
pertanian dan segala hal yang mampu menunjang perkembangan maupun
kontinuitas kegiatan yang berguna bagi pertanian dan sektor-sektor lain yang
terhubung dengan pertanian secara langsung maupun yang mendukung
pertanian secara tidak langsung diharapkan pembangunan pertanian yang
mampu untuk memenuhi kriteria perkembangan ekonomi pertanian secara
merata di seluruh aspek bidang pertanian. Kita tidak mampu mengesampingkan
dengan adanya SDM pertanian yang baik di dalam menjalani perkembangan
pembangunan di pertanian. SDM yang baik mampu menjunjung tinggi segala
macam aspek di dalam pembangunan pertanian sehingga penbangunan
pertanian mampu untuk meningkatkan kegiatannya dalam mendukung
perekonomian masyarakat pertanian itu sendiri.
Di dalam pembangunan pertanian melalui pengembangan kawasan,
peran SDM itu sendiri mendapatkan perhatiannya secara khusus dengan
diadakannya berbagai macam pelatihan khusus mengenai SDM itu sendiri dan
menjalankan seminar-seminar yang membahas tentang SDM pertanian. Adanya
otonomi daerah dimana daerah sebagai pelaksana pembangunan pertanian
menuntut jumlah dan SDM institusi pertanian yang memadai. Selama ini fakta
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-63
menunjukkan pembangunan pertanian kurang menjadi prioritas pembangunan
di daerah, namun sekarang peranan SDM pertanian mulai diperhatikan jika hal
ini berkelanjutan dan terus berkelanjutan maka dibutuhkan SDM yang sanggup
memenuni kebutuhan yang ada.
Menurut Hubeis (1993), pelaksanaan pembangunan pertanian ini akan
berhasil jika semua sumberdaya manusia dalam hal ini tidak hanya pria, tetapi
juga perempuan yang jumlahnya haqmpir berimbang dengan jumlah laki-laki.
Sekitar 70% dari seluruh penduduk perempuan di Sumatera Selatan tinggal di
pedesaan dan lebih dari setengahnya memperoleh nafkah hidup dari sektor
pertanian. Untuk mewujudkan agribisnis yang berdaya saing diperlukan SDM
pertanian yang profesional, kreatif, inovatif, kredibel, dan berwawasan global.
Dalam memperbaiki SDM pada setiap kawasan perlu peran perguruan
tinggi guna membantu mengembangkan SDM pada masing-masing kawasan
karena :
1. Ketidak berdayaan petani yang disebabkan adanya kegagalan pasar pada
pertanian, dicirikan oleh :
- Kegagalan dalam kompetisi
- Kerterbatasan sumberdaya yang dimiliki
- Pasar yang tidak sempurna
- Kegagalan informasi
- Permasalahan makroekonomi yang kurang mendukung
- Kemiskinan dan ketidak merataan
2. Keterbatasan jumlah dan SDM institusi pertanian di daerah. Adanya
otonomi daerah dimana daerah sebagai pelaksana pembangunan pertanian
menuntut jumlah dan SDM institusi pertanian yang memadai. Selama ini
fakta menunjukkan pembangunan pertanian kurang menjadi prioritas
pembangunan di daerah. Oleh karena itu perguruan tinggi diharapkan
menjadi patner institusi di daerah baik dalam konsep, aktifitas maupun
dalam menjembatani kepentingan petani.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-64
3. Adanya Tri Dharma perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat. Perguruan tinggi pertanian yang mempunyai SDM,
teknologi dan mahasiswa selama ini aktifitas Tri Dharma perguruan
tingginya belum sinergis dengan pembangunan pertanian.
Pengembangan kawasan usahatani/budidaya pertanian tanaman padi,
jagung, kedele, cabai besar dan bawang merah akan membantu menambah
penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran penduduk yang
mencapai sekitar 6 % pada tahun 2015 di Sumatera Selatan. Terhadap tenaga
kerja yang ada dan akan diserap masih perlu ditingkatkan kualitasnya melalui
bimbingan, pendidikan dan pelatihan. Hingga saat ini yang SDM-nya sudah
relatif mapan adalah petani padi, jagung dan kedelai baik dalam berbudidaya
tanaman tersebut, berkegiatan dalam kelompok tani, gabungan kelompok tani
maupun dalam koperasi/KUD. Sementara dalam pengembangan budidaya
tanaman cabai besar dan bawang merah, keterampilan petani masih perlu
ditingkatkan dengan pelatihan manajemen jika petaninya relatif baru
berusahatani dan belum berpengalaman bekerja di kelompok dan koperasi,
sedangkan yang sudah berpengalaman berorganisasi hanya perlu menambah
keterampilan membudidayakan kedua komoditas tersebut. Hal tersebut
diperlukan tidak hanya agar petani lebih mahir berusahatani cabai besar dan
bawang merah, melainkan juga untuk membangun motivasi dan keseriusan
sekaligus kehati-hatian yang tinggi dalam menjalan kegiatan usahataninya
mengingat resiko teknis yang cukup tinggi dan biaya yang sangat besar yang
dikorbankan.
6.5. Analisis Kelembagaan
Dari hasil survey lapangan diperoleh gambaran keragaman bentuk
kelembagaan di tingkat petani saat ini. Keragamannya meliputi dari status,
struktur, pewilayahan maupun keanggotaannya. Memperhatikan temuan
tersebut maka perlu adanya penyesuaian yang mendasar tentang pola
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-65
pembinaan dan pengembangan kelompok tani, sehingga Surat Keputusan
Menteri No.93/Kpts/Ot. 210/3/93 tanggal 18 Maret 1997 tetang Pedoman
Pembinaan Kelompok Tani–Nelayan sudah tidak lagi relevan menjadi suatu
acuan kebijakan operasional di tingkat lapangan. Kondisi ini dikarenakan
kebutuhan akan pengorganisasian kelembagaan petani sudah tidak sesuai lagi
dengan sistem yang dikembangkan. Akibatnya muncul kelompok-kelompok
baru yang keluar dari tatanan tetapi memperoleh keberhasilan dalam
menerapkan sistem agribisnis.
Bentuk-bentuk kelembagaan baru yang muncul adalah bersifat formal
dengan dasar hukum serta memiliki AD/ART yang pada hakekatnya sangat
mendekati organisasi LSM dengan membawa visi pembangunan pertanian.
Kondisi ini dikarenakan organisasi petani yang bersifat non-formal ternyata
memiliki ruang gerak yang sempit khususnya dikaitkan dengan dunia “bisnis”
yang menghendaki adanya legalitas dan sejenisnya.
Struktur dan fungsi organisasi kelembagaan petani yang dkategorikan
berhasil banyak mendekatkan pada fungsi-fungsi pelayanan yang mengarah
pada “bisnis” di sektor pertanian mulai dari hulu sampai ke hilir. Sedangkan
struktur organisasi kelembagaan petani yang kurang berhasil banyak mendekati
pada fungsi-fungsi produksi. Dengan struktur dan fungsi yang berorientasi pada
bisnis pertanian maka kelompok-kelompok baru dapat menampung anggota-
anggota yang bergerak dalam “of-farm”. Disini muncul suatu simbiosis
mutualistik antara petani sebagai produsen dan pedagang sebagai pengumpul
dan penyalur sehingga antara keduanya tidak merebutkan peran tetapi banyak
berbagi peran.
Sistem pengelompokan pada kelompok yang berhasil banyak
mendekatkan pada profesi bukan lagi pada domisili maupun hamparan. Dengan
model sistem pengelompokan ini maka jangkauan kelembagaan petani tidak
dibatasi oleh kawasan. Kondisi ini disebabkan karena cepatnya pertumbuhan
dalam teknologi informasi dan perbaikan sarana-prasarana (infrastructure).
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-66
Pada kelompok yang berhasil memiliki tingkat partisipasi yang tinggi,
oleh karena menggunakan pola komunikasi multi-arah, sehingga semua
anggota dapat berperan serta memiliki kekuatan yang sama dalam
mempengaruhi anggota lainnya. Kondisi ini menciptakan dorongan anggota
untuk berpartisipasi secara optimum.
Kelompok tani yang berhasil banyak menerapkan pola-pola pelayanan
dan memberikan proses pembelajaran bagi anggotanya; seperti memberikan
kesempatan untuk mencoba saprotan pada lahan ushataninya melalui
pengujian dan pengembangan. Selanjutnya memberikan kesempatan untuk
mengaktualisasikan dirinya dalam suatu seminar, workshop ataupun menjadi
narasumber.
Pada kelompok tani yang berhasil penekanan keterikatan dalam bentuk
upaya membangun jaringan antar kelembagaan khususnya pada system
agribisnis. Kondisi ini menciptakan pola ketergantungan antara organisasi
petani, anggota dan kelembagaan lainnya. Keberhasilan dalam membentuk
jaringan ini ditunjukan oleh terjadinya pola kemitraan didalam kelompok
maupun antar kelompok.
Berdasarkan kondisi dan kebutuhan kelembagaan tersebut, maka dalam
pengembangan kelembagaan di tingkat kawasan perlu dilakukan :
- Penyesuaian Surat Keputusan Menteri No. 93/Kpts/OT.210/3/93
- Perlunya penguatan partisipasi petani (pemberdayaan) dalam
pengembangan kelembagaan dan masyarakat.
- Perlunya penguatan dan perluasan jaringan partnership dalam
pengembangan kelompok petani dengan berbagai pihak terkait
(stakeholders).
- Perlunya penguatan desentralisasi penyuluhan pertanian.
6.6. Analisis Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dianalisis pada bagian ini difokuskan kepada
kebutuhan SDM yang berkaitan dengan tenaga pendamping, penyuluh,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-67
pengembang dan sebagainya dibanding ketersediaannya saat ini. Disamping
penting untuk dibahas kebutuhan-kebutuhan keahlian dari perekrutan
penyiapan pendidikan dan keahlian dari para petugas pengembang kawasan
dan peningkatan kapasitas yang dibutuhkan.
Dalam era agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan aktor
pendukung pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek
bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan
agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran penyuluhan pertanian yang
merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena itu perlu peningkatan
pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal, kursus singkat, studi
banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang selama ini sebagai lembaga
penyuluhan agro-teknis, menjadi Klinik Konsultasi Agribisnis.
Dalam rangka pengembangan kawasan, maka peran aktif dari PPL dan
pendamping sangat diperlukan terutama pada tahap-tahap awal
pengembangan kawasan. Mengingat jenis komoditi unggulan yang diusahakan
adalah tanaman hortikultura, maka diperlukan peningkatan pengetahuan PPL
serta perekrutan tenaga pendamping terhadap sub sektor tersebut secara
berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan PPL dapat
dilakukan dengan cara pelatihan, magang, dan kegiatan pendidikan non formal
lainnya secara kontinue. Adapun kebutuhan jumlah PPL dan pendamping
tersebut secara ideal mengikuti standarisasi pengembangan kawasan yaitu 1
orang PPL membina 1 desa, sehingga untuk satu kawasan kebutuhan PPL
tergantung kepada jumlah desa dan petani yang berada di dalamnya. Dari dari
data rasio jumlah PPL di Sumsel dengan kebutuhan kelompok tani yang dibina
teridentifikasi bahwa secara keseluruhan Sumatera Selatan masih kekurangan
tenaga PPL lebih kurang 300 orang.
Agar pengembangan kawasan komoditi unggulan tanaman hortikultura
dapat berjalan lancar dan mencapai keberhasilan diperlukan tidak hanya
kegiatan penyuluhan yang dilakukan PPL, tetapi juga untuk bagian tertentu
diperlukan kegiatan pendampingan dan pengembangan. Dalam kaitan program
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-68
Upsus Pajale, telah dimanfaatkan tenaga pendamping dari perguruan tinggi
yang berjalan dengan baik. Akan tetapi untuk jangka menengah dan panjang
perlu ditambah tenaga pendamping yang direkrut khusus dan dipekerjakan
dalam unit kerja lapangan berdampingan dengan tenaga penyuluh dengan
pembagian tugas yang jelas dan terpadu. Momentum dikembalikannya SDM
penyuluh ke instansi sektoral sejak tahun 2017 dapat dimanfaatkan untuk
diberikan tugas yang terkait dengan pengembangan lima kawasan komoditi
yang akan dikembangkan di Sumatera Selatan.
Untuk tenaga pengembang, selain dapat bersumber dari unit kerja SKPD
atau Kementerian Pertanian seperti UPTD dan BPTD, dapat pula dimanfaatkan
para petani pelopor pengembangan budidaya tanaman tersebut, yaitu yang
menerapkan teknologi baru, dan yang berhasil membudidayakan tanaman cabai
besar dan bawang merah. Antar SDM tersebut perlu dipadukan dalam sistem
koordinasi, bahkan dapat dibentuk kelembagaan kerjasamanya. Format ini
akan memudahkan komunikasi antar mereka dan upaya untuk meningkatkan
kualitas dan kapasitas mereka dalam membantu kelancaran kegiatan para
petani dalam kawasan komoditi ungulan tersebut.
6.7. Analisis Teknis Tanaman Hortikultura
Secara umum Sumsel dengan berbagai karakteristik tipologi lahan
mempunyai areal yang sesuai dengan berbagai komoditi hortikultura sehingga
secara eksisting keberadaan berbagai tanaman sudah ada sejak lama. Melalui
program pembangunan pertanian berapa dekade yang lalu sampai sekarang
maka keberadaan kawasan pertanian menjadi terbentuk sedemikian rupa.
Melalui keberadaan tanaman dan minat petani serta tipologi lahan maka
pengembangan kawasan atau pementapan kawasan pertanian telah dilakukan
sedemikian rupa. Berdasarkan fakta di lapangan maka ada sejumlah kawasan
pertanian yang perlu dimantapkan yang totalnya untuk di Sumsel sekitar 89
kawasan. Kawasan tanaman pangan seperti padi (33), kawasan jagung (9)
dan kedelai (5). Untuk kawasan hortikultura seperti Bawang (19), jeruk (2) dan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-69
cabai (21). Berdasarkan keberadaan kawasan di kabupaten maka kabupaten
Banyuasin yang terbanyak (24 kawasan), OKI (21 kawasan) dan OKU timur
(15). Informasi tentang data tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.13.
Tabel 6.13Jumlah Kawasan Tanaman Hortikultura Dari Berbagai Kabupaten dan Kota di
Sumatera Selatan
No KabupatenJumlah Kawasan
TotalBawang Jeruk Cabai
1 OKI 2 0 2 4
2 OKU 4 1 5 10
3 Ogan Ilir 0 1 4 5
4 Banyuasin 6 0 7 13
5 Musi Rawas 7 0 0 7
6 Palembang 0 0 3 3
Jumlah 19 2 21 42
Sumber : Dinas Pertanian TPH Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan HasilSurvey Lapangan
Luas total kawasan tanaman hortikultura di Sumatera Selatan sekitar
594.917 hektar yang tersebar di lima kabupaten dan satu kota. Kabupaten
OKI dan Banyuasin merupakan daerah yang mempunyai porsi terluas kawasan,
dan Kota Palembang yang paling kecil porsinya. Berbasis komoditi maka
Sumatera Selatan mempunyai kawasan bawang seluas 21.589 hektar, jeruk
seluas 571 hektar dan cabai seluas 1.687 hektar. Jika dirinci pengusahaan
luasan per kabupaten/kota yang telah ditetapkan sebagai kawasan (ditampilkan
pada Tabel 6.14) terlihat bahwa kawasan bawang merah memang memiliki
luasan pengusahaan yang terbesar karena luasan existingnya memang lebih
luas dibandingkan komoditi pangan dan hortikultura lainnya. Sebaran masing-
masing luasan komoditi pada masing-masing kawasan disajikan pada Tabel
6.14 berikut ini.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-70
Tabel 6.14.Luas Total Kawasan Tanaman Hortikultura Untuk Setiap Kabupaten dan Kota
di Sumatera Selatan
No KabupatenLuas kawasan komoditi (ha) Total (ha)
BawangMerah
Jeruk CabaiMerah
1 OKI 21.459 0 650 22.109
2 OKU 30 512 75 617
3 Ogan Ilir 0 59 406 465
4 Banyuasin 40 0 541 581
5 Musi Rawas 60 0 0 60
6 Palembang 0 0 15 15
Jumlah 21.589 571 1.687 23.847
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi SumateraSelatan dan Kabupaten/Kota Masing-Masing Kawasan, serta HasilSurvey, 2016
Berdasarkan keberadaan kawasan tanaman hortikultura yang ada di
kabupaten, maka Kabupaten OKI telah ditetapkan untuk menjadi kawasan
bawang merah dan cabai merah. Luas total arealnya mencapai 23.847 hektar.
Kawasan untuk budidaya bawang terdapat di Kecamatan Lempuing dan
Lempuing Jaya. Sementara itu untuk cabai terdapat di Kecamatan Jejawi,
Lempuing Jaya, dan Jejawi.
Tabel 6.15.Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Hortikultura di Kabupaten Ogan
Komering Ilir (OKI)
No Jenis Komoditi Usulan Kawasan(Kecamatan)
Potensi Lahan(Ha)
1 Bawang Merah 1. Lempuing Jaya 10.0472. Lempuing 11.412
Total 21.4592 Kawasan Cabai 1. Lempuing Jaya 200
2. Jejawi 2503. Pedamaran 200
Total 650Total Kawasan Pengembangan 22.109
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-71
Kabupaten OKU akan dikembangkan kawasan bawang merah, cabai dan
jeruk dengan total luas areal kawasan sampai 617 hektar. Jeruk tergolong
komoditi yang akan dikembangkan secara luas yaitu mencapai luas sekitar 512
hektar, dan untuk bawang merah relatif kecil yaitu 30 hektar ( Tabel 6.16).
Kawasan untuk bawang merah dan cabai dalam jumlah yang relative luas akan
dikembangkan di Kecamatan Sosoh Buay Rayap, dan untuk jeruk akan
dikembangkan di Kecamatan Peninjauan.
Tabel 6.16.Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Hortikultura di Kabupaten Ogan
Komering Ulu (OKU)
No Jenis Komoditi Usulan Kawasan(Kecamatan)
Potensi Lahan(Ha)
1 Bawang Merah 1. Sosoh Buay Rayap 21
2. Lubuk Batang 6
3. Lubuk Raja 1
4. BaturajaTimur 2
Total 30
2 Cabai 1. Sosoh Buay Rayap 43
2. Lubuk Batang 9
3. Sinar Peninjauan 10
4. Kedaton Peninjauan
Raya12
5. Lubuk Raja 1
Total 75
3 Jeruk 1. Sosoh Buay Rayap 2
2. Peninjauan 405
Total 512
Total Kawasan Pengembangan 617
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-72
Kabupaten Ogan Ilir dominan dengan lahan basah yaitu rawa lebak
terutama di DAS Ogan bagian hilir sehingga pengembangan kawasan padi di
lahan rawa lebak menjadi prioritas di OI. Namun demikian potensi untuk
komoditi hortikultura juga cukup baik. Cabai merupakan komoditi penting
dalam sepuluh tahun terakhir di OI dan kawasannya akan dikembangkan di
Indrayala Utara dan Pemulutan Barat. Selanjutnya, kawasan jeruk akan
dikembangkan di Kecamatan Muara Kuang (Tabel 6.17).
Tabel 6.17Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Hortikultura di
Kabupaten Ogan Ilir
No Jenis Komoditi Usulan Kawasan(Kecamatan)
Potensi Lahan(Ha)
1 Cabai 1. Pemulutan Selatan 30
2. Indralaya Utara 221
3. Pemulutan Barat 105
4. Pemulutan 50
Total 406
2 Jeruk 1. MuaraKuang 59
Total 59
Total Kawasan Pengembangan 103.427
Total luas areal tanaman hortikultura di Kabupaten Banyuasin sekitar
591 hektar untuk menjadi cabai (541 hektar) dan bawang merah (40 hektar).
Kawasan berbagai komoditi tersebut dominan di areal pasang surut dengan
berbagai tipologi lahannya. Kawasan cabai akan dikembangkan di Kecamatan
Banyuasin III, Suak Tapeh, Talang Kelapa dan beberapa kecamatan lainnya
(Tabel 6.18). Untuk pengembangan kawasan bawang merah, lokasi yang
direncanakan juga cenderung sama dengan lokasi kawasan cabai, seperti yang
disajikan pada Tabel 6.18.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-73
Tabel 6.18Kawasan Berbagai Komoditi Hortikultura di Kabupaten Banyuasin
No Jenis Komoditi Usulan Kawasan(Kecamatan)
Potensi Lahan(Ha)
1 Bawang Merah 1. SuakTapeh 52. Banyuasin III 103. Sembawa 54. Air Salek 55. TalangKelapa 106. Air Kumbang 5
Total 402 Cabai 1. Banyuasin III 220
2. SuakTapeh 803. TalangKelapa 704. Air Salek 615. Air Kumbang 506. Banyuasin I 307. Betung 30
Total 541Total Kawasan Pengembangan 591
Musi Rawas tergolong kabupaten yang memberikan kontribusi yang
besar terhadap produksi produk hortikultura untuk Sumatera Selatan. Namun,
berdasarkan ketetapan Kementan maka di Mura hanya dikembangkan bawang
merah. Kawasan bawang merah akan dikembangkan sampai dengan 60 hektar
dan yang terluas ada di STLU Terawas (Tabel 6.19).
Tabel 6.19.Kawasan Komoditi Bawang Merah di Kabupaten Musi Rawas
No Jenis Komoditi Usulan Kawasan(Kecamatan)
Potensi Lahan(Ha)
1 Bawang Merah 1. STLU Terawas 19
2. MuaraBeliti 10
3. Purwodadi 13,5
4. TuguMulyo 7,5
5. Sumberharta 5
6. MuaraKelingi 2,5
7. MuaraLakitan 2,5
Total Kawasan Pengembangan 15
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-74
Kota Palembang akan dikembangkan untuk menjadi kawasan cabai yang
berada di Kecamatan Sako, Kalidoni dan Sematangborang. Pengembangan
kawasan cabai tentu sangat bergantung dengan kondisi lahan dan juga
petaninya sehingga luas yang relatif kecil (Tabel 6.20).
Tabel 6.20.Kawasan Komoditi Cabai di Kota Palembang
No Jenis Komoditi Usulan Kawasan(Kecamatan)
Potensi Lahan(Ha)
1 Bawang Merah 1. Sako 5
2. Kalidoni 5
3. SematangBorang 5
Total Kawasan Pengembangan 15
Berdasarkan data yang terdapat dari berbagai tabel kawasan komoditi
dari berbagai kabupaten dan kota dan perbandingan data yang ada selama ini
maka tergambar bahwa akan terjadi peningkatan jumlah kecamatan sejalan
dengan perluasan kawasan komoditas hortikultura di Sumatera Selatan.
Sejalan dengan pengembangan kawasan di berbagai kecamatan yang ada maka
diperlukan berbagai syarat pendukung agar aspek teknis tanaman hortikultura
dapat berjalan maksimum;
1. Dukungan kesatuan manajemen air (irigasi, drainase dan pompanisasi)
yang jika memungkinkan berbasis saling mendukung agar semua kawasan
tersebut menjadi satu kesatuan manajemen air.
2. Dukungan infrastruktur berbasis kawasan sehingga jalan, jembatan, kanal,
dapat menjadi alur transportasi komoditi untuk bergerak secara lancer.
3. Dukungan sistem pertanian yang berlangsung sepanjang musim yang
disesuaikan dengan musim dan faktor hambatan lainnya.
Tiga dukungan dalam pengembangan kawasan tersebut nantinya akan
berimplikasi lebih jauh terhadap pengembangan sistem budidaya tanaman
hortikultura yaitu monokultur, polikultur, atau sisipan (tumpangsari).
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-75
a. Pola tanam polikultur dapat diterapkan antara jeruk dengan padi dilahan
rawa lebak dan pasang surut sehingga optimalisasi pemanfaatan lahan
menjadi lebih tinggi.
b. Pola tanam monokultur cabai dapat diterapkan pada saat akhir kemarau
di lahan rawa lebak, dan pada akhir musim hujan untuk di rawa pasang
surut.
c. Pola tanam bawang merah secara monokultur akan lebih baik jika
dilakukan di lahan sawah saat MT 3 untuk daerah yang masih
berkecukupan air. Dan pelaksanaan tanam bawang merah pada akhir
musim kemarau untuk kawasan lahan kering.
6.8. Analisis Pengolahan, Perdagangan dan Konsumsi PerdaganganHasil Pertanian
Mengingat potensi tanaman hortikultura di Sumatera Selatan
sangat baik maka peningkatan kuantitas dan kualitas ketersediaan
pangan melalui peningkatan dan pengembangan hasil produksi dari
komoditas hortikultura yang akan dikembangkan (cabai, bawang merah dan
jeruk) mutlak harus dilakukan. Peningkatan dan pengembangan produksi yang
dimaksud adalah bukan hanya produksi yang berada pada sektor on farm saja,
namun sudah harus berorientasi ke arah produk olahan pada sektor hilir (agro
industri).
Arah pengembangan dan peningkatan produksi komoditas
hortikultura yang akan dikembangkan pada setiap kawasan adalah dengan
prioritas untuk memenuhi kebutuhan ketersediaan dan konsumsi domestik.
Berdasarkan pada kinerja ketersediaan dan konsumsi normatif, maka
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian segera adalah perbaikan kualitas
ketersediaan pangan maupun kualitas konsumsi pangan penduduk.
Bertitik tolak dari indikasi bahwa keanekaragaman pangan yang
dikonsumsi berkorelasi dengan keanekaragaman pangan yang tersedia,
maka untuk memperbaiki kualitas konsumsi penduduk yang harus
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-76
dilakukan terlebih dahulu adalah memperbaiki kualitas ketersediaan
pangan.
Upaya perbaikan kualitas ketersediaan pangan ini harus ditempuh
dengan pendekatan agribisnis dalam artian upaya tersebut secara garis besar
harus mencakup aspek-aspek sebagai berikut :
1) Penyediaan pangan diutamakan melalui peningkatan produksi dengan
jumlah dan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi
konsumen;
2) Pengembangan sistem distribusi yang efisien dengan jangkauan
mencakup wilayah pedesaan dan daerah terpencil; dan
3) Penciptaan mekanisme pasar yang mendukung terbentuknya harga
yang terjangkau daya beli konsumen dan mampu memberikan
insentif bagi produsen untuk menghasilkan produksi pangan.
Upaya ini harus dilakukan karena secara teoritis konsumsi pangan
dipengaruhi paling tidak oleh empat faktor utama yaitu : 1) penyediaan
pangan (termasuk produksi); 2) daya beli (pendapatan); 3) pengetahuan dan
kesadaran gizi; dan 4) faktor-faktor sosial dan budaya, maka keempat peubah
tersebut secara simultan haruslah digunakan sebagai instrumen kebijaksanaan
dalam peningkatan kualitas konsumsi pangan sekaligus memperbaiki
status gizi penduduk. Oleh karena itu, perbaikan kualitas ketersediaan
pangan melalui upaya sebagaimana disebutkan di atas harus diikuti pula
dengan upaya-upaya peningkatan daya beli masyarakat melalui peningkatan
pendapatan serta peningkatan pengetahuan dan kesadaran gizi masyarakat.
Pada target pengembangan komoditi olahannya pada sektor hilir (agro
industri), maka perencanaan yang harus dilakukan adalah pengembangan
teknologi pengolahan komoditi hortikultura. Melalui pengembangan pengolahan
tanaman pangan dan hortikultura dimaksudkan dapat dikembangkan berbagai
produk pangan olahan yang aman, sehat, environmentally friendly, lebih
bermutu, memenuhi kaidah keagamaan (halal), menarik, disukai dan
terjangkau oleh daya beli masyarakat sehingga menjadi alternatif bagi
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-77
konsumen untuk memilihnya dan diharapkan konsumsi pangan masyarakat
menjadi lebih beragam.
6.9. Analisis Kebijakan dan Pembiayaan
Analisis kebutuhan dukungan peraturan dan kebijakan baik pencabutan
peraturan yang menghambat, peraturan untuk mendukung dan upaya untuk
menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan kawasan
hortikultura.
6.9.1. Kebijakan Prioritas Pembiayaan dan Insentif Fiskal Provinsi danKabupaten/Kota
1. Perlu koordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam pembiayaan
fiskal guna peningkatan budidaya tanaman hortikultura terpilih yang pada
saat ini kuantitasnya belum memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat
Sumatera Selatan dengan pertimbangan ketersediaan faktor produksi dan
efisiensi produksi.
2. Untuk menambah dan memperlancar investasi, perlu disosialisasikan
insentif fiskal daerah apa saja yang dapat diterapkan oleh pemerintah
provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota kepada investor. Selain hal
tersebut penyederhanaan sistem birokrasi dan pelayanan perizinan dalam
berinvestasi perlu dibuatkan aturannya.
3. Perlu ditetapkan bagaimana sistem dan sumber pembiayaan publik yang
melibatkan peran berbagai pihak mulai dari pemerintah provinsi,
kabupaten/kota, dan pemerintah pusat maupun non publik/swasta dari
investor masyarakat luas dalam pengembangan kawasan komoditi
unggulan ke depan. Hal itu diharapkan mencerminkan komitmen semua
pihak untuk berpartisipasi dari sisi pembiayaan untuk kepentingan dan
keberhasilan bersama dari proses pemantapan ketahanan pangan dan
pembangunan pertanian dalam arti luas.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-78
4. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat mengintegrasikan
pendanaan APBD dan dana program-program CSR pihak swasta di daerah
masing-masing ke dalam program-program pemberdayaan pemerintah
pusat yang telah eksis di masyarakat dalam rangka peningkatan kapasitas
para petani, peningkatan infrastruktur pertanian dan permodalan usaha
tani mengingat Program-program yang telah memiliki kelembagaan yang
kuat dan memiliki SDM yang telah terlatih baik dari masyarakat maupun
dari pendampingan konsultannya, Perlu pula diperluas pola yang memiliki
tingkat keterlibatan masyarakat yang tinggi baik dalam swadaya
pendanaan maupun pelaksanaannya sehingga partisipasi masyarakat
dalam kontrol kegiatan dan pemeliharaan infrasruktur tentunya akan lebih
tinggi.
5. Kepada pemerintah pusat akan diusulkan untuk menetapkan beberapa
kebijakan deregulasi dan regulasi berikut ini:
a. Penurunan pajak (pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan)
yang menjadi beban pelaku usaha di bidang agribisnis.
b. Pembebasan sementara pajak pertambahan nilai (PPn) untuk
mendorong tumbuhnya industri pengolahan lokal.
c. Harmonisasi tarif, yaitu menerapkan tarif impor lebih tinggi untuk
produk-produk olahan pertanian dan substitusinya.
d. Insentif investasi terutama pada industri hilir pertanian yang akan
tumbuh dalam jangka menengah berupa keringanan pajak,
kemudahan investasi terutama dalam hal perizinan, penghapusan
retribusi.
Dukungan dan fasilitasi pendanaan dari pemerintah melalui skim kredit
khusus bagi petani jeruk, cabai besar dan bawang merah.
6.10. Analisis Pelaku dan Pemangku Kepentingan
Implementasi pengembangan kawasan tanaman hortikultura dianjurkan
untuk dilakukan dengan sistem manajemen terpadu melalui suatu pengelolaan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-79
dalam bentuk lembaga otoritas produksi tanaman seperti tampak dalam
Gambar 6.24. Lembaga otoritas ini melibatkan UMK sebagai pengelola utama
kawasan dan para pemangku kepentingan lainnya yang bekerja secara sinergis
dan terpadu.
Struktur organisasi Unit Manajemen Kawasan (UMK) Tanaman
Hortikultura beberapa koordinator lapangan yang masing-masing bertanggung
jawab membina kawasan dengan luas tertentu. Manajer Utama didukung oleh
2 (dua) staf administrasi. Setiap koordinator lapangan dibantu 2- 4 orang
tenaga pendamping yang wilayah kerjanya masing-masing dalam luasan
tertentu. Dalam mekanisme kerjanya, organisasi unit ini harus selalu
berkordinasi dengan Dinas Pertanian dan instansi pemerintah terkait lainnya
pada tingkat provinsi, kabupaten maupun kecamatan, agar terjadi sinkronisasi
pelaksanaan manajemen produksi, panen dan pasca panennya. Unit
manajemen kawasan ini tidak dimaksudkan untuk mengambil alih kegiatan
produksi yang dilakukan petani, melain memiliki tugas untuk :
1. Melaksanakan seleksi CPCL
2. Menyusun rencana budidaya tanaman di kawasan
3. Memperkirakan jumlah sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) yang harus
disiapkan berdasarkan kebutuhan aktual petani
4. Menginventarisasi kondisi infrastruktur tata air, prasarana transportasi dan
pasar hasil produksi dan menyampaikannya ke instansi terkait melalui Dinas
Pertanian.
5. Memastikan lancarnya dan mengawal pasokan sarana produksi pertanian
yang mencukupi kebutuhan lahan usahatani komoditi hortikultura di
kawasan dalam jenis, jumlah, harga dan waktu yang tepat,
6. Menggerakkan dan mengkoordinasi SDM penyuluh dan pendamping
produksi usahatani
7. Mendorong dan membantu pemanfaatan berbagai inovasi teknologi
budidaya, pengendalian OPT, panen dan pasca panen yang dapat diadopsi
petani agar dapat meningkatkan produktivitas komoditi hortikultura.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-80
Gambar.6.24. Sistem Lembaga Otoritas Produksi Tanaman Hortikultura
8. Melakukan mediasi antara petani, kelompok tani, Gapoktan dengan instansi
pemerintah terkait, lembaga penyandang dana (Perbankan, BUMN dll), dan
lembaga pemasaran (misalnya : Perum Bulog) untuk menjamin kelancaran
program peningkatan produksi padi dan pendapatan petani.
Dengan demikian sebagai penanggung jawab dan pimpinan kawasan,
agar dapat bekerja dan menjalankan tugasnya masing-masing, serta memantau
secara periodik manajer UMK mempunyai tugas pokok menjalankan sebagian
besar dari peran manajerial UMK tersebut, memberikan motivasi, dorongan
semangat, dan membina koordinator lapangan kondisi dan perkembangan
lapangan termasuk kinerja tenaga pendamping secara periodik baik langsung
Mitra Usaha :
Pabrik pengolahan hasil BUMN (PT. Pusri, PT.
Pertani, PT. SHS, PT. BA) BUMS Bank/Lembaga Keuangan
PenanggungJawab
Pokja AhliPertanian
KoordinatorProduksi
TimsAsistensiTeknis
PJ. TeknisKabupaten
PJ. TeknisKabupaten
UMKB
UMKZ
UMKA
SekretariatLOP
GAPOKTAN/POKTAN/PETANI
Mitra Kerja :
Perguruan Tinggi SKPD terkait Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian(BPTP)
KTNA/Asosiasi terkait
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-81
maupun melalui koordinator lapangan. Asisten Manajer bertanggung jawab
terhadap lancarnya sistem dan mekanisme kegiatan usahatani pada sub
kawasan dengan memimpin, menggerakkan, dan memantau tenaga
pendamping, dan berkoordinasi dengan PPL dalam setiap kegiatan operasional.
Koordinator juga bertugas membantu manajer UMK dan pihak lainnya dalam
menerapkan inovasi teknologi terkait dengan peningkatan produksi. Tenaga
pendamping bertugas melakukan seleksi Calon Peserta - Calon Lahan (CPCL),
mendampimgi kelompok dalam menyusun Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok (RDKK) yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan aktual lahan
usahatani masing-masing petani, membantu koordinator lapangan dan manajer
unit untuk mengawal dan memastikan petani/kelompok tani memperoleh
pasokan sarana produksi sesuai RDKK, mendampingi kegiatan budidaya padi
bekerjasama dengan PPL, mendampingi kegiatan panen dan penanganan pasca
panen, serta membantu mekanisme pemasaran hasil produksi. Selain itu, para
pengelola UMK ini pada proses pengolahan lahan akan bekerjasama dengan
brigade pengolahan tanah dan pada proses panen bekerjasama dengan brigade
panen-pascapanen yang sudah ada. Dalam setiap kegiatan lapangan yang
dilakukan, manajemen UMK berkoordinasi dan bekerjasama dengan instansi
dan petugas lapangan pemerintah terkait, yaitu Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Kabupaten, UPTD dan BPTP.
Agar operasional manajemen kawasan dapat berjalan lancar, maka
diperlukan dana untuk pembiayaan bagi personil pengelola dan dana
kegiatannya. Jenis pembiayaan yang diperlukan berupa (1) upah/honor
manajer unit dan staf pendukungnya, koordinator lapangan/sub kawasan, dan
tenaga pendamping, (2) biaya operasional kegiatan rapat/pertemuan,
transportasi, (3) biaya operasional tim pembina/pemantau.
6.11. Analisis Model dan Desain Pengembangan Komoditas Unggulandan Kawasan Hortikultura
Berikut disampaikan pilihan dan penetapan model pengembangan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-82
kawasan tanaman unggulan. Model yang direkomendasikan untuk ditetapkan
adalah model klaster dimana terdapat fungsi rantai pasok dan hubungan timbal
balik yang saling menguntungkan dan terjalin keterikatan antar pelaku usaha
dalam satu wilayah geografis, maupun antar wilayah.
Industri hulu yang terdiri dari para pelaku usaha di bidang input produksi
diharapkan tersedia di wilayah klaster, namun mekanisme penyalurannya akan
lebih efektif jika melibatkan kelompok tani sebagai lembaga yang ada di tingkat
petani. Melalui kelompok tani, penyaluran kebutuhan input produksi
diharapkan lebih terkoordinir dan juga melatih kelompok usaha petani agar
dapat memanajemen sendiri usaha yang mereka lakukan, sekaligus
memberikan keuntungan pada lembaga yang mereka miliki.
Pada tingkat hilir, peran kelompok tani juga diharapkan dapat
diberdayakan, melalui usaha penampungan hasil produksi lahan petani.
Pembelian komoditi dari petani oleh pedagang sebaiknya melalui kelompok tani,
sehingga secara kuantitas kebutuhan pedagang dapat dipenuhi secara
kontinyu. Selain itu, melalui lembaga, dapat membantu petani memiliki
kekuatan untuk dapat berkontribusi memperkuat posisi tawar menjadi ke arah
price maker, sehingga tidak terus menurus menjadi kelompok price taker.
Kegiatan yang terkoordinasi melalui lembaga (kelompok, Gapoktan bahkan
koperasi) dapat menjadikan usahatani komoditi unggulan pilihan petani menjadi
usaha yang terkategori agribisnis. Jika usaha tersebut tetap dilakukan secara
individu, maka perubahan usaha menjadi bentuk bisnis akan tetap sulit
dilakukan oleh petani.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-83
Gambar 6.25Model Klaster Tanaman Komoditi Unggulan
Pengolahan
PETANI KELOMPOK TANI
DISTRIBU-TOR PUPUK
ORGANIK
DISTRIBUTORBENIH, PUPUKLAINNYA, DAN
PESTISIDA
PEDAGANGIntra dan
AntarDaerah
PENGUSAHAINPUT PRODUKSI
InstitusiPendukung
LembagaPembiayaan
- DukunganPembiayaanProgram Kredit
- Dukungan AdmPeminjaman Dana
- PelayananPerbankan
LembagaPenelitian &
Pengembangan/PT
- Memberikankontribusi hasil-hasil penelitian padi
- Melakukansosialisasi inovasipadi
- Melakukanpembinaan danpendampingankepada pelakuusaha karet
Pemerintah/Pemda
- PengadaanInfrastruktur
- Pembinaan SDMPelaku Usahatani(pelatihan,pendampingan &penyuluhan)
- Program BantuanIntensifikasi danekstensifikasi UT
- Kebijakan &Regulasi
- Dukungan Perizinan- Peningkatan Minat
Investor
- Usaha pengadaanbibit & pupukorganik
- Penyaluran bibit,pupuk danpestisida
- Industripengolahan
- Simpan pinjam- Lumbung pangan- Penjualan hasil
produksi beras
ORGANISASI & KELEMBAGAAN PENDUKUNG- TPID dan Dewan Ketahanan Pangan- Asosiasi Pengusaha komoditi- Gapoktan- Koperasi
- Kebijakan & Regulasi- Dukungan Perizinan- Peningkatan Minat Investor
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-84
Dalam aplikasinya, keterlibatan lembaga pendukung dan penunjang
tentu saja sangat diperlukan. Peran aktif pemerintah dan pemerintah daerah
melalui instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan tentu saja sangat diperlukan. Aktifitas
pemerintah daerah melalui dukungan program ekstensifikasi, intensifikasi dan
bantuan dana bergulir atau Saprosi dan Alsintan secara kontinue menjadi
faktor pendukung implementasi klaster sesuai tujuan. Kebijakan-kebijakan
yang pro ke petani dan pengadaan infrastruktur yang diperlukan dalam
implementasi klaster merupakan syarat utama yang harus dilakukan untuk
merealisasikan jalannya klaster. Bagian yang tak kalah penting adalah
kelompok institusi pendukung seperti lembaga pembiayaan, lembaga penelitian
dan Perguruan Tinggi, serta organisasi-organisasi terkait perberasan diharapkan
dapat berkontribusi secara konsisten. Dengan demikian, klaster yang dibentuk
baru dapat berjalan sesuai dengan konsep yang disusun, sehingga tidak hanya
sekedar nama dan pencanangan klaster saja, seperti yang selama ini dilakukan
di wilayah-wilayah kajian.
Pengembangan pengusahaan beras dengan model klaster yang
direkomendasikan jika diadopsi secara ideal, diyakini akan memberikan
perbaikan pada kuantitas dan kualitas produksi beras, infrastruktur, pemasaran,
kemampuan SDM, dan industri pendukung, yang pada akhirnya akan
memberikan manfaat finansial dan ekonomi yang lebih baik dari sekarang.
6.11.1. Pilihan Komoditas dan Produk Akhir
1. Produk Cabai
Hasil produksi cabai tidak hanya dijual segar,melainkan dapat dibuat
diversifikasi produknya, antara lain cabai giling, cabai pasta, cabai botol, dan
cabai merah kering. Cabai giling sudah banyak dibuat oleh para pedagang
cabai, namun dengan daya tahan yang berbeda. Beberapa kearifan lokal yang
dikembangkan misalnya dengan melakukan perendaman cabai giling yang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-85
dimasukkan dalam kantung plastik besar dan direndam dalam gentong berisi air
dapat ditiiru. Cara ini dapat membuat daya tahan cabai hingga enam bulan.
Sumber : BPPTP (2008)
Gambar 6.26. Pohon Industri Komoditas Cabai Besar
Selain itu, teknologi capai pasta yang dikembangkan oleh dosen dan
peneliti teknologi pangan Universitas Sriwijaya dapat pula di sebarluaskan
penerapannya. Cabai botol merupakan contoh olahan yang sudah komersial
diproduksi industri besar, namun masih berpeluang untuk dikembangkan dalam
sklarumah tangga oleh para petani. Cabai merah kering menjadi alternatif
produk diversifikasi cabai merah yang juga sudah banyak beredar dipasaran.
Oleh karena itu diperlukan identifikasi produk-produk olahan cabai merah yang
diminati oleh konsumen dan preferensi konsumen terhadap produk olahan
cabai merah tersebut sebagai acuan dalam sistem pascapanen dan pengolahan
cabai merah yang mendukung hasil produk sesuai kebutuhan dan keinginan
konsumen (preferensi konsumen).
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-86
2. Produk Bawang Merah
Dalam pohon industri bawang merah memberikan gambaran bahwa
produk olahan yang dapat dihasil dari bawang merah cukup bervariasi. Produk
olahan bawang merah dalam bentuk kupasan utuh dan irisan bawang merah
segar mampu menaikkan nilai tambah sekitar 150- 250%. Produk olahan
bawang merah irisan kering, bawang goreng, acar bawang, bubuk bawang dan
tepung memiliki rendeman bervariasi antara 10-80%, dengan nilai tambah
berkisar antara 250-300%. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa prospek
pengembangan produk olahan bawang merah masih sangat terbuka.
Pengolahan bawang tersebut bertujuan untuk mengawetkan dan
mempertahankan mutu bawang. Pemanfaatan bawang merah melalui
diversifikasi produk olahan juga dalam rangka memenuhi dan/atau menciptakan
permintaan pasar. Salah satu alternatif produk olahan bawang merah yang
belum banyak dikembangkan adalah tepung bawang, krupuk bawang,
oleoresin, pasta bawang, minyak bawang, dan bawang giling.
Mengingat bahwa intensitas penggunaan bawang merah yang cukup
besar maka salah satu solusi alternatif penanganan pasca panen adalah
pembuatan pasta bawang merah, meningkatkan nilai tambah bawang merah
dengan upaya diversifikasi olahan, dan memanfaatkan peluang usaha bumbu
bawang berbentuk pasta, sebagai suatu suatu kreasi dan inovasi baru dari
olahan bawang merah yang mempunyai komposisi gizi yang cukup lengkap
dibandingkan produk olahan bawang lainnya. Pasta bawang merah
mengandung lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin C. Tingkat keawetan dan
kepraktisan serta harga yang terjangkau menjadikan produk ini sangat
kompetitif dengan produk olahan bawang merah lainnya.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-87
Gambar 6.27. Pohon Industri Komoditas Bawang Merah
Penanganan pasca panen bawang merah yang baik, khususnya dalarn
hal pengolahan dapat memperpanjang masa simpan dan mernpertahankan
mutu bawangmerah, menjamin kontinuitas stok bawang merah sepanjang
masa serta meningkatkannilai ekonominya. Untuk menghasilkan produk olahan
yang berkualitas hal-hal yangperlu mendapat perhatian adalah umur panen,
pemilihan bahan, pengirisan, kadar air bahan, penggunaan bahan pengawet
dan bentuk pengemasan. Beberapa olahan bawang merah tersebut dapat
menjadi alternatif meningkatkan nilai tambah bawang merah yang hanya dijual
dalam bentuk segar, beberapa negara sudah dapat menerima olahan tersebut
untuk tujuan ekspor.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-88
3. Produk Jeruk
Sebagian besar buah jeruk yang dihasilkan dari seluruh sentra produksi
diperdagangkan dan dikonsumsi dalam bentuk segar. Alasannya adalah
selain banyak disukai konsumen, pedagang pengumpul tempat
petani menjual produksi jeruknya juga mayori tas membel i dalam
bentuk segar. Selain i tu juga dalam skala rumah tangga, kulit buah
jeruk besar telah diolah menjadi jus, sirup dan manisan yang ternyata banyak
digemari. Kulit jeruk juga dapat diolah menjadi makanan ringan, dalam bentuk
manisan.
Selain itu ekstraksi limonin dari biji jeruk siam dapat memberikan nilai
tambah dari pemanfaatan limbah pabrik sari jeruk dan limonin dimanfaatkan
lebih lanjut pada industri farmasi. Limonin merupakan senyawa limonoid utama
yang terdapat pada hampir semua jenis jeruk dan memiliki manfaat yang besar
bagi kesehatan. Beberapa di antaranya menghambat pertumbuhan tumor,
menurunkan rasio kolesterol LDL/HDL, dan mengurangi risiko penyumbatan
pembuluh darah dan kanker. Di beberapa negara limonin dimanfaatkan sebagai
suplemen kesehatan dan bahan tambahan makanan dan minuman, namun di
Indonesia produksi limonin belum tersedia.
Inovasi ini mampu mengekstraksi limonin dari biji jeruk siam dan
menghasilkan limonin lebih banyak dibanding varietas jeruk lainnya. Kadar
kemurnian limonin yang dihasilkan adalah sebesar 27%, sehingga tergolong
dalam pharmaceutical gradedan dapat diaplikasikan untuk produk pangan dan
farmasi.
Gambar 6.46 berikut ini menyajikan potensi pengembangan jeruk
menurut pohon industrinya. Pohon industri ini dapat menjadi pedoman pelaku
usaha komoditi ini dalam pengembangan jeruk ke depan, sehingga dapat
diperoleh nilai tambah dari perubahan fisik jeruk serta pemanfaatan limbah
buah yang biasanya tidak memberikan nilai ekonomi.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-89
Gambar 6.46. Pohon industri Jeruk
Gambar 6.28. Pohon Industri Jeruk
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-90
6.11.2. Pengembangan Infrastruktur
Ada dua jenis infrastruktur utama yang perlu mendapat perhatian dalam
rangka pengembangan kawasan komoditi unggulan tanaman hortikultura, yaitu
saluran air atau drainase maupun cadangan air di lokasi untuk melaksanakan
budidaya komoditi tersebut di berbagai lokasi.
Untuk lahan kering, peningkatan produksi masih ada peluang dengan
rehabilitasi saluran air. Untuk kawasan komoditi di lahan pasang surut
diperlukan perbaikan jaringan drainase dan tata air mikro sebagian besar
kawasan pasang surut untuk dapat meningkatkan ketersediaan air yang
berkualitas bagi tanaman. Pada lahan rawa lebak, infrastruktur yang perlu
dibenahi adalah pengendalian volume kelebihan air pada musim air sungai
tiinggi dan penampung ketersediaan air ketika musim kering. Sistem penyiapan
embung, pompanisasi dan pipanisasi merupakan langkah terobosan yang dapat
ditempuh untuk memperbaiki sistem pengairan di lahan lebak. Untuk lahan
kering dan tadah hujan juga memerlukan penyediaan embung dan pompanisasi
untuk penyediaan air.
Infrastruktur yang kedua adalah jalan produksi dan jalan penghubung
antara kawasan dengan pabrik pengolahan dan pusat pasar di dalam daerah
maupun ke luar daerah. Perbaikan jalan produksi dan jalan penghubung yang
cukup intensif perlu dilakukan di kawasan pasang surut dan rawa lebak yang
sudah pernah dibangun sebelumnya dan sering mengalami kerusakan akibat
terendam air pasang atau kebanjiran. Pembangunan jalan dengan sistem cor
beton merupakan solusi yang dapat ditempuh.
6.11.3. Keterkaitan antar Program dan Antar Sentra dan AntarKawasan atau Antar Klaster
Pengembangan kawasan andalan dilaksanakan melalui program
pengembangan agribisnis, industri, agrowisata, dan bisnis jasa yang dapat
terkait satu sentra dengan sentra lainnya, terutama pada kondisi yang memang
perlu dilakukan. Program-program ini kemudian dijabarkan melalui beberapa
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-91
kegiatan berikut ini:
1. Program pengembangan agribisnis, kegiatannya adalah:
a. Penataan kawasan sentra produksi pertanian di kabupaten dan kota.
b. Pembentukan kelembagaan yang koordinasi penentuan zonasi dan
pergiiiran waktu tanam, terutama untuk komoditi cabai dan bawang
merah.
c. Pembangunan dan pengadaan infrastruktur pendukung untuk
transportasi (jalan dan jembatan, terminal, pelabuhan/dermaga),
irigasi/pengairan, listrik, dan telekomunikasi serta perdagangan
(pasar, sub terminal agribisnis, gudang).
d. Pengembangan IPTEK atau pendidikan dan latihan teknis bagi aparat
dan petani.
e. Optimalisasi balai-balai penelitian dan pengembangan pertanian
tanaman hortikultura
f. Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil melalui pengadaan
alat mesin pertanian, pengering, dan penggiling.
g. Pembangunan sentra benih atau bibit unggul beserta pelatihannya.
h. Intensifikasi dan ekstensifikasi lahan komoditi unggulan.
i. Penguatan kelembagaan petani di setiap kawasan andalan.
j. Pemanfaatan teknologi dan sarana produksi yang ramah lingkungan.
2. Program pengembangan agroindustri, kegiatannya ialah:
a. Identifikasi dan pengembangan kelompok agroindustri.
b. Penanganan produk-produk agroindustri hilir berbasis bahan baku
lokal.
c. Mendorong masuknya investasi kelompok lokal dan domestik melalui
regulasi dan perizinan dalam jangka pendek, dan investasi besar
dalam jangka panjang.
d. Pengembangan jaringan pemasaran produk-produk agroindustri hilir.
e. Mengarahkan pengembangan kegiatan agroindustri di lokasi kawasan
industri (industrial estate), misalnya di KEK.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-92
3. Program pengembangan agroriwisata, kegiatannya ialah:
a. Penataan kawasan agrowisata hortikultura di beberapa lokasi yang
potensial
b. Promosi lokasi agrowisata dan penyelenggaraan festival atau event
agrowisata
c. Pengembangan agro estate.
5. Program pengembangan jasa, kegiatannya ialah:
a. Penumbuhan jasa informasi.
b. Pengembangan jasa perdagangan.
c. Pengembangan jasa konsultansi.
d. Pengembangan jasa pendidikan.
e. Pengembangan jasa riset dan teknologi.
6. Program pengembangan sumberdaya manusia, kegiatannya ialah:
a. Pelatihan pengembangan komoditi di balai-balai riset dan teknologi.
b. Pelatihan manajemen pengelolaan bisnis di perguruan tinggi.
c. Pelatihan teknis budiaya di balai-balai pelatihan.
6.11.4. Penyediaan Sarana Produksi, Bahan Baku dan BahanPenolong
Perlu kebijakan yang khusus mengatur tataniaga dan distribusi input
produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain yang lebih menjamin
ketersediaan input produksi pagi petani secara tepat waktu atau dalam rangka
percepatan waktu tanam. Hal tersebut diperlukan karena siklus produksi
tanaman itu sendiri tidak dapat dipercepat atau diperlambat karena harus
mengikuti proses biologis yang alami. Demikian juga masa tanam yang harus
mengikuti musim yang tepat. Akibatnya kebutuhan input produksi harus
tersedia pada saat yang telah ditentukan. Bila tidak sesuai dengan waktu pada
saat dibutuhkan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang akhirnya
mempengaruhi produksi.
Penyediaan atau pasokan bahan baku untuk budidaya maupun
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-93
agroindustri komoditi hortikultura unggulan perlu diperhatikan dan/atau dikelola
secara cermat dan serius untuk menjamin kontinyuitas kegiatan produksinya
masing-masing. Secara internal apabila ada unit pengelola kawasan adalah
dengan menggunakan cara sistem titik pemesanan (order point system). Jika
persediaan bahan baku dan bahan penolong hampir habis atau dinilai perlu
untuk menambah persediaannya, maka unit ini akan melakukan pemesanan
untuk menambah bahan baku. Pemesanan dapat dilakukan secara bebas
terhadap para pemasok, atau melalui sistem kerjasama dengan pemasok yang
kredibel. Lama penyimpanan bahan baku dan penolong perlu disesuaikan
dengan rentang waktu kebutuhan pemakaian, kapasitas gudang dan modal
yang tersedia. Pada tahap awal diperlukan peran pemerinah untuk
memfasilitasi sistem penyediaan bahan baku melalui program bantuan atau
pembentukan kemitraan dengan perusahaan pemasok bahan baku dan
penolong.
6.11.5. Pengembangan Pasar dan Perdagangan
Pada tahap awal perlu kebijakan pemasaran komoditi dan produk
unggulan tanaman hortikultura yang bersifat saling mendukung dan melengkapi
antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota maupun antar
pemerintah kabupaten/kota. Hal ini penting untuk dirumuskan agar terdapat
sinergi upaya untuk memperlancar pemasaran komoditi dalam rangka
meningkatkan pendapatan petani dan pelaku usaha lainnya secara fair. Untuk
itu perlu disediakan infrastruktur pasar hasil penjualan di sentra produksi yang
sebagian sudah ada, namun memerlukan perbaikan. Pada kawasan tertentu
yang baru dibangun seperti di lokasi yang akan dijadikan kawasan hortikutura
pada tahap awal perlu dibangun pasar kecil berupa TPH (tempat penampungan
hasil) sebagai pusat transaksi komoditi yang diproduksi petani. Pemasaran
komoditi dapat dilakukan dengan sistem contract farming, memperpendek
rantai pasar, dan pembinaan pedagang perantara.
Selain itu, kerjasama dalam kegiatan promosi juga perlu disusun baik
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-94
antar provinsi dan kabupaten/kota, maupun dengan pihak perusahaan
BUMN/BUMD maupun swasta untuk memperkuat memperluas jangkauan
pemasaran dan mengefisienkan biaya. Kerjasama ini dapat diwujudkan dengan
pembuatan website bersama pemerintah provinsi/kabupaten dan perusahaan-
perusahaan tersebut secara langsung atau interlink untuk mempromosikan dan
memasarkan produksi unggulan.
Pada tahap berikutnya pengembangan pasar dan perdagangan komoditi
dan produk unggulan yang dihasilkan direkomendasikan dengan membangun
kelembagaan kemitraan usaha agribisnis yang berdaya saing dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) petani atau kelompok tani di
kawasan sentra produksi melakukan konsolidasi manajemen usaha pada
hamparan lahan yang memenuhi skala usaha, misalnya 50-100 hektar untuk
padi dan minimal 15 ha untuk hortikultura; (2) konsolidasi manajemen
dituangkan dalam bentuk kelembagaan agribisnis seperti yang lebih bersifat
formal dan terpadu, seperti koperasi agribisnis, asosiasi petani, kelompok usaha
agribisnis terpadu, kelompok usaha bersama agribisnis, sistem kebersamaan
ekonomi (SKE) dan lainnya; (3) kelompok usaha tersebut sebaiknya berbentuk
korporasi, asosiasi, atau koperasi yang berbadan hukum sehingga dapat
melakukan transaksi secara seimbang dan akses ke berbagai lembaga
pembiayaan; (4) penerapan manajemen korporasi dalam menjalankan sistem
usaha agribisnis; dan (5) pengembangan pola kemitraan usaha agribisnis
terpadu.
Salah satu model kemitraan usaha yang layak dikembangkan adalah
kelembagaan kemitraan usaha agribisnis terpadu. Implementasi kelembagaan
kemitraan usaha agribisnis terpadu adalah sebagai berikut: (1) petani
melakukan konsolidasi dalam wadah kelompok tani; (2) kelompok tani mandiri
dapat ditransformasikan dalam kelembagaan formal berbadan hukum (koperasi
pertanian, koperasi agribisnis, atau kelembagaan lainnya sesuai kebutuhan);
(3) kelompok tani mandiri atau yang sudah dalam kelembagaan berbadan
hukum mengkonsolidasikan diri dalam bentuk gapoktan atau asosiasi
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-95
petani/asosiasi agribisnis; (4) kelembagaan-kelembagaan yang telah tergabung
tersebut melakukan konsolidasi manajemen usaha pada hamparan lahan
yang memenuhi skala usaha, tergantung jenis komoditas; (5) pilihan komoditas
atau kelompok komoditas disesuaikan dengan potensi wilayah dan permintaan
pasarnya; (6) penerapan manajemen korporasi dalam menjalankan sistem
usaha agribisnis; (7) pemilihan perusahaan mitra yang didasarkan atas
rekomendasi dari dinas dan atau direktorat teknis yang didasarkan atas
komitmennya membangun masyarakat agribisnis; dan (8) adanya kelembagaan
pusat pelayanan dan konsultasi agribisnis (PPA) sebagai mediator dan fasilitator
terbangunnya kelembagaan kemitraan usaha terpadu.
Pengembangan sistem logistik dan distribusi cabai dan bawang merah
yang efisien untuk mengurangi disparitas harga baik karena kesenjangan antar
waktu maupun kesenjangan antar wilayah. Hal ini perlu melibatkan instansi
terkait seperti Dinas Perhubungan, Dinas Perindustian dan Dinas
Perdagangan. Sistem logistik dan distribusi ini perlu didukung dengan teknologi
penyimpan untuk mempertahankan kesegaran komoditi, dan khususnya
investasi cold storage untuk komoditi cabai.
Selanjutnya dilakukan pengembangan teknologi early warning system
yang dapat memantau perkembangan informasi harian harga komoditi dan di
beberapa sentra produksi dan pasar induk di wilayah Indonesia yang
terintegrasi dengan sistem nasional. Sistem ini dapat dimanfaatkan oleh
produsen dan konsumen untuk menentukan harga pasar serta oleh pemerintah
untuk menentukan perlunya intervensi dalam menjamin ketersediaan dan
stabilisasi harga.
6.11.6. Pengembangan Kelembagaan dan SDM
Optimalisasi peran Dinas Ketahanan Pangan dan Bulog Divisi Regional
yang bertugas untuk mengelola pangan daerah termasuk cabai dan bawang
dalam kaitannya dengan suplai, distribusi, pasar, dan lain-lain. Kelembagaan ini
dikoordinasi oleh Dewan Ketahanan Pangan yang bertanggung jawab langsung
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-96
kepada Gubernur yang berkoordinasi dengan Bupati/Walikota. Kehadiran
intervensi pemerintah dalam hal ini diperlukan untuk menjamin ketersediaan
dan menjaga kestabilan harga baik pada saat harga tinggi maupun pada saat
harga jatuh.
Agar pengembangan kawasan komoditi unggulan tanaman hortikultura
dapat berjalan lancar dan mencapai keberhasilan diperlukan kegiatan
pendampingan, penyuluhan dan pengembangan. Dalam kaitan program Upsus
Pajale, telah dimanfaatkan tenaga pendamping dari perguruan tinggi yang
berjalan dengan baik. Akan tetapi untuk jangka menengah dan panjang perlu
ditambah tenaga pendamping yang direkrut khusus dan dipekerjakan dalam
unit kerja lapangan berdampingan dengan tenaga penyuluh dengan pembagian
tugas yang jelas dan terpadu. Momentum dikembalikannya SDM penyuluh ke
instansi sektoral sejak tahun 2017 dapat dimanfaatkan untuk diberikan tugas
yang terkait dengan pengembangan lima kawasan komoditi yang akan
dikembangkan di Sumatera Selatan.
Untuk tenaga pengembang, selain dapat bersumber dari unit kerja SKPD
atau Kementerian Pertanian seperti UPTD dan BPTD, dapat pula dimanfaatkan
para petani pelopor pengembangan budidaya tanaman tersebut, yaitu yang
menerapkan teknologi baru, dan yang berhasil membudidayakan tanaman cabai
besar dan bawang merah. Antar SDM tersebut perlu dipadukan dalam sistem
koordinasi, bahkan dapat dibentuk kelembagaan kerjasamanya. Format ini
akan memudahkan komunikasi antar mereka dan upaya untuk meningkatkan
kualitas dan mereka dalam membantu kelancaran kegiatan para petani.
Sistem koordinasi Kelembagaan SDM tersebut kemudian melakukan
kerjasama dengan kelembagaan petani, baik dengan Gapoktan mapun
langsung dengan kelompok petani bila diperlukan. Kerjasama tersebut
bertujuan untuk meningkatkan keterampilan petani dalam berbudidaya
tanaman yang baik dan mengelola usahataninya secara profesional, serta
meningkatkan kemampuan mengakses modal, mengelola keuangan dan
melakukan pemasaran dengan posisi tawar yang kuat.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-97
6.11.7. Pengembangan Ilmu dan Teknologi
Perlu tindak lanjut pengimplementasian hasil riset di bidang produksi dan
pengolahan hortikultura unggulan yang telah dilakukan oleh pada beberapa
lembaga penelitian dan perguruan tinggi lokal di Sumatera Selatan oleh
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar dapat dimanfaatkan secara luas
oleh masyarakat.
Perlu dirumuskan jenis riset dan pengembangan teknologi untuk
menghasilkan berbagai benih/bibit, pupuk, pengendali OPT, teknologi
pengolahan, pengemasan, manajemen pemasaran dan lain-lain, termasuk
untuk menghasilkan sistem kelembagaan yang konsisten bagi pengembangan
komoditi.
Program yang sejalan dengan ini yang dapat dioptimalkan adalah
pengembangan science park dan techno park yang sudah dicanangkan
pemerintah sebagai lokasi pengembangan Iptek terapan, percontohan dan
diseminasi berbagai Iptek tersebut yang dilakukan para peneliti dari berbagai
instansi.
6.11.8. Pengembangan Pembiayaan
Perlu kebijakan akses pinjaman modal dengan beban bunga atau biaya
modal yang wajar bagi petani, seperti pengembangan lembaga keuangan
mikro, koperasi dan perbankan yang sudah ada yang dapat dijangkau baik dari
sisi bunga maupun persyaratannya dan ini perlu insentif pembiayaan dari APBD
provinsi dan kabupaten/kota. Campur tangan pemerintah diperlukan di sini
sehubungan dengan keengganan dari sektor keuangan formal dalam
memberikan kredit ke bidang pertanian karena tingginya resiko usaha, tidak
adanya atau keterbatasan agunan tambahan, masih sedikitnya pihak yang
bersedia menjadi penjamin (avalist) dan masa angsuran yang mengikuti siklus
panen. Hal tersebut jika dibiarkan saja dapat berakibat petani akan terlilit oleh
sistem ijon yang dapat mengurangi pendapatan petani.
Secara praktis, pembiayaan usaha awal budidaya tanaman unggulan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-98
dapat bersumber dan pemerintha melalui SKPD terkait berupa bantuan secara
fisik, dalam bentuk peralatan, benih hingga pupuk tanaman. Selain itu, kalau
masih kurang atau yang tidak mendapat bantuan pemerintah dapat
memperoleh pembiayaan perbankan berupa pinjaman nilai plafon sesuai
dengan kebutuhan modal kerja usahatani melalui skim KUR dan jangka waktu
pengembalian selama 3 tahun. Nasabah diwajibkan mengembalikan pinjaman
termasuk bunga pinjaman yang wajar per bulan.
Sumber pembiayaan perbankan lain berupa pinjaman kredit kepada
petani untuk kegiatan budidaya tetapi diperuntukkan bagi usaha perdagangan
sarana produksi, pengolahan dan pemasaran hasil-hasil pertanian. Proporsi
pola pembiayaan ini bervariasi antar petani karena disesuaikan dengan skala
usahanya termasuk diantaranya luasan areal tanam dan jenis tanaman/varietas
yang digunakan.
Perbankan atau lembaga keuangan lainnya dapat juga memberikan
kredit pembiayaan dengan insentif bunga ringan atau subsidi dari pemerintaah
kepada investor kelompok lokal atau domestik yang berminat di bidang
pertanian baik dari sisi Alsintan, input produksi, distribusi, pasar dan
pengolahan produk turunan dari produk pertanian. Apabila industri atau usaha
skala menengah atau besar yang dikelola terwujud, maka usahatani pada
tingkat on farm akan terangkat karena ada jaminan pasokan input produksi dan
atau ada jaminan pasar yang akan menyerap hasil produksi pertanian.
Koordinasi dan sinkronisasi dana CSR (Corporate Social Responsibility)
BUMN dan BUMS di daerah dengan dana APBD dalam membiayai program dan
kegiatan pengembangan kawasan komoditi unggulan tanaman hortikultura
yang bersifat saling mengisi pada tahapan rantai pasok komoditi atau per
pilihan komoditi, namun tidak tumpang tindih.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-1
RENCANA AKSI PENGEMBANGANKAWASAN
Rencana aksi pengembangan kawasan (action plan) merupakan bagian
dari rancang bangun penegmbangan kawasan pertanian yang bersifat scientific
atau teknokratik untuk mengarahkan pengembangan dan pembinaan kawasan.
Rancang bangun pengembangan kawasan ini disusun berdasarkan analisis
teknokratis dan rencana kerja melalui telaah kebijakan serta analisis
pemeringkatan, klasifikasi dan pemetaan kawasan serta analisis data dan
informasi tabular dan spasial. Secara garis besar rancang bangun
pengembangan kawasan mencakup:
1. Simulasi skenario arahan dan tujuan kebijakan dan program makro
regional yang bersifat strategis atau yang bersifat sebagai master plan
2. Simulasi skenario sasaran dan program kegiatan mikro lokasional yang
bersifat taktis dan lokasional atau yang bersifat sebagai action plan.
Action plan merupakan penjabaran operasional dari master plan sebagai upaya
untuk menyusun rencana yang lebih rinci dalam kurun waktu jamak (multy
years)
7.1. Strategi Pengembangan
Strategi pengembangan rencana aksi ini disusun berdasarkan
pendekatan yang sejalan dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2004,
yaitu pendekatan politik, teknokratis, keterpaduan top down policy-bottom up
planning dan partisipatif.
7.1.1. Pendekatan Politik
Pendekatan visi misi kepala daerah terpilih sebagai input dalam
perencanaan pengembangan kawasan. Dengan demikian tujuan dan
7
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-2
saran pembangunan nasional malalui penetapan kawasan harus dapat
diintegrasikan dan diharmoisasikan dengan visi misi kepala daerah ke dalam
kebijakan dan strategi pengembangan kawasan
7.1.2. Pendekatan Teknokratik
Strategi melalui pendekatan teknokratik adalah strategi mendudukan
action plan pengembangan kawasan pertanian sebagai instrument perencanaan
scientific yang disusun dengan menggunakan metode dan kerangka pikir ilmiah
oleh Bappeda dan SKPD sebagai penjabaran operasional dari RPJMD dan
Renstra SKPD pada lingkup pertanian di kabupaten/kota.
7.1.3. Pendekatan keterpaduan top down policy-bottom up planning
Pendekatan keterpaduan ini mendudukan forum koordinasi Musrenbang
dan forum koordinasi teknis lainnya yang dilaksanakan menurut jenjang
pemerintahan mulai dari tingkat desa kecamatan dan kabupaten/kota sebagai
arena untuk negosiasi dan konsensus penetapan tujuan dan sasaran
pengembangan awasan di daerah.
7.1.4. Pendekatan Partisipatif
Strategi pendekatan partisipatif mendudukan bahwa penetapan dan
pemilihan jenis dan volume kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan,
permasalahan dan aspirasi petani sebagai pelaku usaha serta pembiayaan dan
pengembangan kawasan didorong untuk meningkatkan keswadayaan
masyarakat.
Selanjutnya tahapan dan proses penyusunan serta pelaksanaan action
plan ini membutuhkan rencana kerja yang terukur dan penyusunannya
melibatkan para pemangku kepentingan, mulai dari pengambil kebijakan di
tingkat kabupaten/kota hingga aparatur teknis di lapangan. Disamping itu,
keterlibatan petani sebagai pelaku utama pengembangan kawasan melalui
stratgei pengembangan partisipatif akan sangat dibutuhkan untuk menentukan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-3
rencana kegiatan yang paling sesuai dengan permasalahan, aspirasi, dan
kebutuhan pelaku usaha di lapangan.
Rancangan matrik action plan ini dalam proses selanjutnya, tidak dapat
berhenti sampai disini saja, masih perlu kajian ulang dan pendalaman melalui
negosiasi dan konsensus dengan instansi lintas sektor di daerah untum
mendapatkan dukungan regulasi serta anggaran yang dibutuhkan untuk
mendukung pengembangan kawasan.
Pada akhirnya nanti, action plan yang telah disusun ini perlu ditetapkan
oleh Kepala Daerah atau Peraturan Daerah untuk menjadikan dokumen
perencanaan pengembangan kawasan ini mendapatkan dukungan kebijakan
yang dapat membangkitkan peluang dan potensi pembangunan pertanian
sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi di wilayah kawasan.
7.2. Program Pengembangan
Program pengembangan yang disusun merupakan program yang dibuat
berdasarkan strategi pendekatan yang telah disusun, yaitu berbasis pada
pendekatan politik, teknokratis, keterpaduan top down policy-bottom up
planning dan partisipatif. Dengan demikian program-program yang disusun
memang berbasis pada permasalahan dan kebutuhan petani, dan selaras
dengan kepentingan politik dan teknokratis, sehingga pada saat operasionalnya
dapat berlangsung optimal melalui dukungan anggaran yang rasional dan
keterlibatan lintas instansi melalui SDM yang kompeten.
7.3. Rencana Aksi Pengembangan
Rencana aksi pengembangan kawasan merupakan operasional dari
program yang telah disusun dan langsung diarahkan pada lokasi sasaran.
Dukungan anggaran utama adalah dari APBN dan APBD, namun tidak menutup
kemungkinan untuk dilakukan kolaborasi dengan dengan sumber lain non
pemerintah. Hasil penyusunan program dan rencana aksi untu pengembangan
kawasan per komoditi unggulan secara rinci disajikan pada Tabel 7.1-7.3.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-4
Tabel 7.1.Matriks Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman Cabai Di Sumatera Selatan
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
SasaranRencana Aksi
Lokasi SatkerPelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBD Kab/
KotaMasih rendahnyapengetahuan danketerampilan teknispetani dalambudidaya cabai
Peningkatanpengetahuandanketerampilanteknis petani
Meningkatnyapengetahuandanketerampilanpetani
Penyuluhan dan pelatihan teknisbudidaya cabai
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √
Pembuatan Demplot cabai denganpenggunaan input yang ideal danpenerapan GAP
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √ √
Pengadaan bantuan input produksi(benih dan pupuk)
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √ √
Modal awalproduksi yangtinggi khususnyauntuk biayapembelian benihdan pupuk
Fasilitasipengadaanmodal
Tersedianyamodal untukbiaya produksi
Pelatihan dan pendampingan dalammengakses lembaga permodalan
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √
Pelatihan pengadaan benih mandiridan pupuk organik untukmengurangi biaya produksi
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √ √
Fasilitasi kerjasama dengan BUMNdan perusahaan yangmendistribusikan dana CSR dansumber dana lainnya
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √
Harga berfluktuasidan cenderungekstrim
Stabilisasiharga cabai
Berkurangnyafluktuasi hargayang ekstrim
Pengelolaan sistem produksi meratasepanjang tahun, melalui kegiatanProduksi “off-season’’ yangdidukung oleh teknologi pengairan
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √
Pengaturan pola tanam bergilir
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-5
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
SasaranRencana Aksi
Lokasi SatkerPelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBD Kab/
KotaProduksi belumoptimal (masihrendah)
Peningkatankuantitas dankualitasproduksi
Meningkatnyaproduksi cabai Menambah sentra produksi pada
wilayah kawasan
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,
√ √ √
Perluasan areal tanamOKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Pengadaan bantuan benih danpupuk
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Serangan hamadan penyakit
Pengendalianhama danpenyakit
Berkurangnyaserangan hamadan penyakit
Peningkatkan gerakan pengendalianOPT ramah lingkungan untukmengurangi penggunaan pestisida;
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Sosialisasi pemakaian pupukorganik
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Percontohan penerapan GAP/SOPbudidaya
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Pengembangan desa organikberbasis cabai
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Lahanpengusahaan masihbanyak berstatuspinjam
Perluasanareal tanamdengan statushak milik
Bertambahnyaluas tanam cabaidenganpengusahaanyang permanen
Peningkatan motivasi petani pemiliklahan untuk mengusahakan cabai
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √
Pembentukan dan pengaktifanperan lembaga tani
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-6
Tabel 7.2.Matriks Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman Bawang Merah Di Sumatera Selatan
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
SasaranRencana Aksi
Lokasi SatkerPelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBD Kab/
KotaMasih rendahnyapengetahuan danketerampilan teknispetani dalambudidaya bawangmerah
Peningkatanpengetahuandanketerampilanteknis petani
Meningkatnyapengetahuandanketerampilanpetani
Penyuluhan dan pelatihan teknisbudidaya bawang
OKU, OKI,Banyuasin,Musi Rawas
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √
Pembuatan Demplot bawang merahdengan penggunaan input yangideal dan penerapan GAP
OKU, OKI,Banyuasin,Musi Rawas
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √ √
Pengadaan bantuan input produksi(benih dan pupuk)
OKU, OKI,Banyuasin,Musi Rawas
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √ √
Modal awalproduksi yangtinggi khususnyauntuk biayapembelian benihdan pupuk
Fasilitasipengadaanmodal
Tersedianyamodal untukbiaya produksi
Pelatihan dan pendampingan dalammengakses lembaga permodalan
OKU, OKI,Banyuasin,Musi Rawas
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √
Pelatihan pengadaan benih mandiridan pupuk organik untukmengurangi biaya produksi
OKU, OKI,Banyuasin,Musi Rawas
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √ √
Fasilitasi kerjasama dengan BUMNdan perusahaan yangmendistribusikan dana CSR dansumber dana lainnya
OKU, OKI,Banyuasin,Musi Rawas
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √
Harga berfluktuasidan cenderungekstrim
Stabilisasiharga bawangmerah
Berkurangnyafluktuasi hargayang ekstrim
Pengelolaan sistem produksi meratasepanjang tahun, melalui kegiatanProduksi “off-season’’ yangdidukung oleh teknologi pengairan
OKU, OKI,Banyuasin,Musi Rawas
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-7
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
SasaranRencana Aksi
Lokasi SatkerPelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBD Kab/
KotaProduksi belumoptimal (masihrendah)
Peningkatankuantitas dankualitasproduksi
Meningkatnyaproduksibawang merah
Menambah sentra produksi padawilayah kawasan
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,
√ √ √
Perluasan areal tanamOKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Pengadaan bantuan benih danpupuk
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Mayoritas benihmasih diperolehdari wilayah laindan tingginyatingkat susut benihdan daya tahanrendah
Perbaikansistemperbenihan
Tersedianyabenih produksisendiri
Perbayakan jumlah penangkarbenih
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,
√ √ √
Fasilitasi kerjasama dengan wlayahlain dalam penggunaan benih yangtidak tahan lama
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Pelatihan pengadaan benih mandiriOKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi
√ √ √
Serangan hamadan penyakit
Pengendalianhama danpenyakit
Berkurangnyaserangan hamadan penyakit
Peningkatkan gerakan pengendalianOPT ramah lingkungan untukmengurangi penggunaan pestisida;
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Sosialisasi pemakaian pupukorganic
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Percontohan penerapan GAP/SOPbudidaya
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Pengembangan desa organikberbasis bawang merah
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-8
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
SasaranRencana Aksi
Lokasi SatkerPelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBD Kab/
Kota
Lahanpengusahaan masihbanyak berstatuspinjam
Perluasanareal tanamdengan statushak milik
Bertambahnyaluas tanambawang merahdenganpengusahaanyang permanen
Peningkatan motivasi petani pemiliklahan untuk mengusahakan bawangmerah
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √
Pembentukan dan pengaktifanperan lembaga tani
OKU, OKI, OI,Banyuasin,Palembang
Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √
Tabel 7.3.Matriks Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman Jeruk Di Sumatera Selatan
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
SasaranRencana Aksi
Lokasi SatkerPelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBD Kab/
KotaPengusahaan masihbanyak yangbersifat sporadis
Perluasanarealpengusahaanjeruk yangpermanen
Pengusahaanjeruk dilakukansecara kontinuedanberkelanjutan
Perluasan areal tanam jerukOKU dan OI Dinas Pertanian
TPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Pengadaan bantuan benih danpupuk untuk memotivasi petanimengusahakan jeruk secaraberkelanjutan
OKU dan OI Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Serangan virusCVPD
Pengendalianserangan virusCVPD
Berkurangnyaserangan virusCVPD
Edukasi pencegahan danpenanganam serangan virus CVPDmelalui kegiatan penyuluhan danpelatihan
OKU dan OI Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Fasilitasi dan bantuan penggunaanbenih unggul
OKU dan OI Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-9
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
SasaranRencana Aksi
Lokasi SatkerPelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBD Kab/
Kota
Tingkat adopsiteknologi budidaya,panen danpascapanen masihrendah
Peningkatanpengetahuandanketerampilanpetani
Meningkatnyapengetahuandanketerampilanpetani
Penyuluhan dan pelatihan teknisbudidaya dan pengelolaanpascapanen yang benar
OKU dan OI Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten
√ √ √
Demplot manajemen panen denganpenerapan Good Handling Practices(GHP) sebagai pedoman melakukanpanen dan penangananpasca panen yang standar.
OKU dan OI Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten,Perguruan Tinggi,BPTP
√ √ √
Mutu/kualitas jeruktidak seragam
Perbaikankualiats jerukyang seragam
Meningkatnyakualitas jerukyang seragamdari sisi ukuran,rasa dankualias
Penanam dengan bibit bersertifikatyang menggunakan bibit berlabelbiru
OKU dan OI Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten, BPTP
√ √ √
Penerapan teknologiPengelolaan Terpadu KebunJeruk Sehat (PTKJS)berorientasi mutu yangdiformulasikan dalam GAP-SOP
OKU dan OI Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten, BPTP
√ √ √
Demplot usahatani jeruk denganimplementasi teknologipenjarangan buah untukkeseragaman buah , pemupukanberimbang untukmeningkatkan rasa manis buahyang konsisten, dn pengendalianpenyakit burik kusamyang ramah lingkungan untukmemuluskan kulit buah, danmemeratakan warna kuning-oranye kulit buah melalui perlakuanhormonal.
OKU dan OI Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten, BPTP
√ √ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-10
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
SasaranRencana Aksi
Lokasi SatkerPelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBD Kab/
Kota
Daya tahan jerukrendah
Peningkatandaya tahanjeruk
Meningkatnyadaya tahan jeruk
Demplot perpanjangan daya tahanbuah melalui perlakukan buahdengan pelapisan lilin danpenggunaanruang berpendingin
OKU dan OI Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten, BPTP
√ √ √
Peran kelembagaanpetani belumoptimal
Penguatankelembagaanpetani
Meningkatnyaperankelembagaanpetani
Pelatihan dan pendampinganpengembangan kemampuanmanajerial lembaga tani
OKU dan OI Dinas PertanianTPH Provinsi danKabupaten, BPTP
√ √ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VIII-1
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah di Indonesia
yang memiliki kekayaan sumberdaya dan dan tipologi lahan yang lengkap untuk
dimanfaatkan secara optimal bagi budidaya tanaman hortikultura unggulan
dalan rangka swasembada pangan. Upaya optimalisasi sumberdaya lahan dan
sumberdaya lain itu memerlukan arahan berupa rencana induk (Master Plan)
agar dapat ditentukan prioritas pelaksanaan program dan kegiatannya.
Dari hasil penyusunan master plan pengembangan kawasan tanaman
hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan ini dapat disimpulkan beberapa hal
berikut :
1. Kawasan tanaman hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No : 45/Kpts/PD.200/1/2015
dengan distribusi kawasan meliputi :
- Kawasan cabai berada di Kabupaten OKI, OKU, Ogan Ilir, Banyuasin dan
Kota Palembang
- Kawasan bawang merah berada di Kabupaten OKI, OKU, Banyuasin dan
Kabupaten Musi Rawas
- Kawasan jeruk berada di Kabupaten OKU dan Ogan Ilir
Meskipun prioritas dilakukan terhadap wilayah-wilayah kawasan yang telah
ditetapkan, namun berdasarkan fakta di lapangan untuk pengembangannya
ke depan tidak hanya terbatas pada yang telah ditetapkan dalam
Kepmentan itu saja, melainkan juga pada kabupaten/kota lain yang juga
mengusahakan komoditi tersebut dan masyarakatnya memiliki animo tinggi
untuk pengembangan komoditi cabai, bawang merah dan jeruk.
8
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VIII-2
2. Dari hasil analisis biofisik sumberdaya lahan, ekonomi, sarana dan
prasarana penunjang, kependudukan dan sosial budaya, kelembagaan,
sumberdaya manusia, teknis tanaman, pengolahan dan perdagangan, serta
kebijakan dan pembiayaan menunjukkan kecenderungan yang selaras
bahwa wilayah-wilayah kawasan tersebut memenuhi persyaratan untuk
dikembangkan sebagai kawasan melalui komoditi cabai, bawang merah dan
jeruk serta memiliki prospek untuk pengembangan ke depan yang
bersinergi dengan wilayah lain yang memiliki potensi yang sama namun
tidak ditetapkan sebagai wilayah kawasan.
3. Penyusunan rencana aksi dalam master plan ini dirumuskan berbasis pada
tujuan peningkatan produksi dengan orientasi swasembada, dan solusi
aplikatif dari permasalahan yang masih menjadi kendala dalam
pengembangan ketiga hortikultura ini, dengan jenis permasalahan yang
dominan ada pada kelompok tanaman hortikultura ini adalah keterbatasan
ketersediaan benih dan tingginya biaya produksi sedangkan kemampuan
pengadaan modal masih rendah, serta fluktuasi harga yang sulit diprediksi.
Beberapa program dan rencana aksi yang disusun telah memerhatikan dan
diupayakan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut
8.2. Saran
Dari dokumen master plan yang telah disusun secara rinci berdasarkan
analisis terhadap hasil survey dan informasi data sekunder, maka guna
pengembangan kawasan tanaman hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan ke
depan, disarankan :
1. Mengingat sumber kendala utama pada pengembangan tanaman
hortikultura adalah ketersediaan dan biaya pembelian kebutuhan benih
yang tinggi, maka disarankan dalam pengembangan tanaman hortikultura
khususnya cabai dan bawang merah, hendaknya dilakukan bukan hanya
berorientasi kepada usaha budidaya padi konsumsi saja, namun juga harus
diikuti dengan budidaya penangkaran benih.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VIII-3
2. Pada pengembangan komoditi cabai yang sering terkendala dengan
permasalahan fluktuasi harga, disarankan agar penyediaan cabai merah
setiap hari sepanjang tahun perlu dirancang secara baik yaitu dengan
pengaturan waktu tanam yang tidak serentak dengan sistem zonasi antar
kawasan dalam kabupaten maupun antar kabupaten sehingga produksi dan
pasokan maupun harganya relatif stabil sepanjang tahun. Selain itu hasil
produksi cabai tidak hanya dijual segar,melainkan dapat dibuat diversifikasi
produknya, antara lain cabai giling, cabai pasta, cabai botol, dan cabai
merah kering.
3. Permasalahan ketersediaan benih disarankan untuk diatasi dengan
melaksanakan program pengembangan yang seimbang antara budidaya
bawang konsumsi dengan penangkaran benih, dan guna mengatasi
permasalahan benih bawang yang mudah susut disarankan untuk
bekerjasama dengan wilayah produsen lain untuk saling menukar benih
pada musim tanam yang berbeda.
4. Perlu kebijakan yang khusus mengatur tataniaga dan distribusi input
produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain yang lebih menjamin
ketersediaan input produksi bagi petani secara tepat waktu atau dalam
rangka percepatan waktu tanam.
5. Perlu kebijakan pemasaran komoditi dan produk unggulan tanaman
hortikultura yang bersifat saling mendukung dan melengkapi antara
pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota
6. Agar pengembangan kawasan komoditi unggulan tanaman hortikultura
dapat berjalan lancar dan mencapai keberhasilan diperlukan kegiatan
pendampingan, penyuluhan dan pengembangan yang dilakukan tidak
hanya oleh lembaga penyuluhan tetapi juga melibatkan peran perguruan
tinggi.
7. Perlu tindak lanjut implementasi hasil riset di bidang produksi dan
pengolahan hortikultura unggulan yang telah dilakukan oleh pada beberapa
lembaga penelitian dan perguruan tinggi lokal di Sumatera Selatan oleh
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VIII-4
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar dapat dimanfaatkan secara
luas oleh masyarakat.
8. Perlu dirumuskan jenis riset dan pengembangan teknologi untuk
menghasilkan berbagai benih/bibit, pupuk, pengendali OPT, teknologi
pengolahan, pengemasan, manajemen pemasaran dan lain-lain, termasuk
untuk menghasilkan sistem kelembagaan yang konsisten bagi
pengembangan komoditi.
9. Program yang sejalan dengan ini yang dapat dioptimalkan adalah
pengembangan science park dan techno park yang sudah dicanangkan
pemerintah sebagai lokasi pengembangan iptek terapan, percontohan dan
diseminasi berbagai Iptek tersebut yang dilakukan para peneliti dari
berbagai instansi.
10. Perlu kebijakan akses pinjaman modal dengan beban bunga atau biaya
modal yang wajar bagi petani, seperti pengembangan lembaga keuangan
mikro, koperasi dan perbankan yang sudah ada yang dapat dijangkau baik
dari sisi bunga maupun persyaratannya dan ini perlu insentif pembiayaan
dari APBD provinsi dan kabupaten/kota.