masalah adat istiadat, norma, dan hukum masyarakat

17
ANTROPOLOGI KELOMPOK V (Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat) FPKK PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2011 Antropologi Nunnie Widagdo, P.Si. MM. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana ‘ 11 1

Upload: suher-lambang

Post on 04-Jul-2015

2.092 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

ANTROPOLOGI

KELOMPOK V

(Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat)

FPKK PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA

2011

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 1

Page 2: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

MASALAH ADAT ISTIADAT, NORMA DAN HUKUM DALAM

MASYARAKAT

A. Adat istiadat

Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari

adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep

mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat

mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup. Sehingga

dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada

kehidupan para warga masyarakat tadi.

Nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari

alam jiwa para individu yang menjadi warga dari kebudayaan yang bersangkutan. Kecuali itu, para

individu itu sejak lahir telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam

masyarakatnya, sehingga konsep-konsep itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa

mereka. Itulah sebabnya nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat diganti

dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat, dengan cara mendiskusikannya

secara rasional.

Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada

sejimlah nilai budaya yang satu dengan lain berkaitan hingga merupakan suatu sistem.

Dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi

pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.

Menurut ahli antropologi terkenal C.Kluckhon, tiap sistem nilai budaya dalam tiap

kebudayaan itu mengenai 5 masalah dasar dalam kehidupan manusia, yang menjadi

landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah:

1. Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia (disingkat MH)

2. Masalah mengenai hakekat dari karya manusia (disingkat MK)

3. Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (disingkat

MW)

4. Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya

(disingkat MA)

5. Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (disingkat

MM)

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 2

Page 3: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

Cara berbagai kebudayaan di dunia mengkonsepsikan ke 5 masalah universal

tersebut mungkin berbeda-beda. Walaupun kemungkinan untuk bervariasi itu terbatas

adanya. Misalnya MH ada kebudayaan yang memandang hidup manusia itu pada

hakekatnya suatu hal yang buruk dan menyedihkan, oleh karena itu harus dihindari.

Tetapi manusia dapat mengusahakan untuk menjadikannya suatu hal yang baik dan

mengembirakan.

Masalah MK, ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang bahwa karya

manusia pada hakekatnya bertujuan untuk memungkinkan hidup. Kebudayaan lain lagi

menganggap hakekat dari karya manusia itu memberikannya suatu kedudukan yang

penuh kehormatan dalam masyarakat. Sedangkan kebudayaan lain lagi menganggap

hakekat karya manusia itu sebagai suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak

karya lagi.

MW, ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang penting dalam kehidupan

manusia itu masa yang lampau. Dalam kebudayaan-kebudayaan serupa itu orang

akan lebih sering mengambil sebagai pedoman dalam tindakannya. Kebudayaan lain lagi

malahan justru mementingkan pandangan yang berorientasi sejauh mungkin terhadap masa yang

akan datang. Dalam kebudayaan seperti itu perencanaan hidup menjadi suatu hal yang amat

penting.

MA, ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang alam sebagai suatu hal yang

begitu dasyat sehingga manusia pada hakekatnya hanya dapat bersifat menyerah saja

tanpa dapat berusaha banyak. Sebaliknya banyak pula kebudayaan lain yang

memandang alam sebagai suatu hal yang dapat dilawan oleh manusia, dan mewajibkan

manusia untuk selalu berusaha menaklukan alam. Kebudayaan lain lagi menganggap

bahwa manusia hanya dapat berusaha mencari keselarasan dengan alam.

MM, ada kebudayaan-kebudayaan yang sangat mementingkan hubungan vertikal

antara manusia dengan sesamanya. Dalam tingkah lakunya manusia yang hidup

dalam suatu kebudayaan serupa itu akan berpedoman kepada tokoh-tokoh pemimpin,

orang-orang senior, atau orang-orang atasan. Kebudayaan lain lebih mementingkan

hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya. Orang dalam suatu kebudayaan

serupa itu akan sangat merasa tergantung kepada sesamanya, dan usaha untuk

memelihara hubungan baik dengan tetangganya dan sesamanya merupakan suatu hal

yang dianggap sangat penting dalam hidup. Kecuali itu, ada banyak kebudayaan lain yang tidak

membenarkan anggapan bahwa manusia itu tergantung kepada orang lain dalam hidupnya.

Kebudayaan serupa itu, yang sangat mementingkan invidualiame, menilai tinggi

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 3

Page 4: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

anggapan bahwa manusia harus berdiri sendiri dalam hidupnya, dan sedapat mungkin

mencapai tujuannya dengan dantuan orang lain sedikit mungkin.

Suatu sistem nilai budaya sering juga berupa pandangan hidup (world view) bagi

manusia yang menganutnya. Namun istilah pandangan hidup sebaiknya dipisahkandari

konsep sistem nilai budaya. Pandangan hidup biasanya mengandung sebagian dari nilai-

nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, yang dipilih secara selektif oleh para individu dan

golongan-golongan dalam masyarakat.

Dengan demikian, apabila 'sistem nilai' itu merupakan pedoman hidup yang dianut

oleh sebagian besar warga masyarakat, pandangan hidup itu merupakan suatu sistem

pedoman yang dianut oleh golongan-golongan atau individu-individu dalam masyarakat.

Karena itu hanya ada pandangan hidup seluruh masyarakat.

Ideologi merupakan suatu sistem pedoman hidup atau cita-cita yang ingin sekali

dicapai oleh banyak individu dalam masyarakat. Tetapi, yang lebih khusus sifatnya daripada

sistem nilai budaya. Ideologi dapat menyangkut sebagian besar dari warga masyarakat, tetapi

dapat juga menyangkut golongn-golongan tertentu dalam masyarakat. Istilah ideologi

biasanya tidak dipakai dalam hubungan dengan individu. Yang ada ideologi negara,

ideolog masyarakat, ideologi golongan tertentu, dll.

Kerangka Kluckhon mengenai 5 masalah dasar dalam hidup yang menentukan

orientasi nilai budaya manusia

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 4

Page 5: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

B. Norma dan Hukum

Norma yang berupa aturan-aturan untuk bertindak bersifat khusus, sedangkan

perumusannya biasanya bersifat amat terperinci, jelas, tegas, dan tak meragukan. Hal

itu memang seharusnya demikian, sebab kalau terlampau umum dan luas ruang lingkupnya,

serta terlampau kabur perumusannya, maka norma tersebut tak dapat mengatur tindakan

individu dan membingungkan individu bersangkutan mengenai prosedur serta bagaimanakah

suatu tindakan itu sebaiknya dilaksanakan.

Norma-norma yang khusus itu dapat digolongkan menurut pranata-pranata masyarakat

yang ada. Tiap masyarakat mempunyai sejumlah pranata, seperti misalnya pranata-pranata

ilmiah, pendidikan, peradilan, ekonomi, estetik atau kesenian, keagamaan, dsb. Sejajar

dengan adanya aneka warna pranata itu ada juga norma-norma ilmiah, pendidikan, peradilan,

ekonomi, estetik atau kesenian, keagamaan, dsb.

Dalam tiap pranata itu ada macam-macam kedudukan, dan dalam tiap kedudukan

ada seorang individu yang bertindak mementaskan peranan sosial terhadap tindakan-

tindakan lain individu warga masyarakat dalam interaksi sosial. Para Individu dalam hal

mementaskan peranan mereka tidak bertindak membabi buta, melainkan bertindak menurut

aturan-aturan tertentu, yaitu menurut norma-norma khusus yang jelas, tegas, dan tak

meragukan.

Norma-norma dalam rangka suatu pranata dan sub-sub pranatanya sudah tentu

erat berkaitan satu sama lain, dan karena itu juga merupakan suatu sistem yang terintegrasi.

Kecuali itu, norma-norma dalam suatu pranata sudah tentu juga berkaitan dengan norma-

norma dalam pranata-pranata lain yang berdekatan, menjadi sistem-sistem yang lebih

luas. Sistem-sistem yang lebih luas itu dapat disebut unsur-unsur kebudayaan universal.

Individu-individu ahli mengenai norma-norma semacam itu dalam masyarakatnya

disebut 'ahli adat'. Warga-warga masyarakat lainnya yang tidak mengetahui tentang adat,

yang hanya mengetahui sedikit, atau yang hanya mengetahui sebagian, biasanya dapat

minta nasehat kepada ahli adat tadi bilamana perlu.

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 5

Page 6: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

Dalam masyarakat yang sederhana, dimana junlah pranata dalam kehidupan

masyarakat masih sedikit, dan dimana jumlah norma dalam suatu pranata juga kecil, maka

satu orang ahli adat dapat mencakup pengetahuan mengenai semua norma dalam

banyak pranata. Bahkan seringkali semua pranata yang ada dalam masyarakatnya.

Sebaliknya, dalam masyarakat yang kompleks dimana jumlah pranatanya sangat banyak dan

dimana jumlah norma tiap pranata juga besar, seorang ahli seperti 'ahli adat' dalam

masyarakat yang sederhana, tak dapat lagi menguasai seleruh pengetahuan mengenai

semua sistem norma yang ada dalam kehidupan masyarakat. Demikian ada ahli-ahli

khusus norma-norma kekerabatan, perdagangan, keagamaan, dsb.

Bahkan dalam masyarakat yang kompleks seperti itu, norma-norma dalam satu

pranata sudah sedemikian banyaknya, sehingga sistem itupun tak dapat lagi dikuasai oleh

satu orang. Sehingga terpaksa dibagi antara sejumlah ahli.

Warga masyarakat menganggap semua norma yang mengatur dan menata tindakan

mereka itu tidak sama beratnya. Ada norma yang sangat berat, sehingga apabila terjadi

pelanggaran terhadap norma-norma seperti itu akan ada akibatnya yang panjang. Para

pelanggar akan dituntut, diadili, dan dihukum.

Sebaliknya, ada juga norma-norma yang dianggap kurang berat, sehingga apabila

dilanggar tidak akan ada akibat yang panjang, melainkan hanya tertawaan, ejekan, atau

penggujingan saja oleh warga masyarakat lainnya.

Ahli sosiologi W.G.Sumner, norma-norma golongan pertama disebut mores. Dan

norma-norma golongan kedua folkways. Istilah mores menurut konsepsi Sumner dalam

bahasa Indonesia dapat disebut 'adat istiadat dalam anti khusus', sedangkan folkways dapat

disebut 'tata cara'.

Norma-norma dari golongan adat istiadat yang mempunyai akibat yang panjang tadi

berupa 'hukum'. Walaupun demikian, tidaklah tepat untuk menyamakan mores menurut

Sumner itu dengan 'hukum'. Karena menurut Sumner norma-norma yang mengatur

upacara-upacara suci tertentu juga termasuk mores, karena dalam banyak kebudayaan

norma-norma seperti itu dianggap berat. Dan pelanggaran terhadapnya sering

menyebabkan ketegangan-ketegangan dalam masyarakat dan sering mempunyai akibat

panjang. Padahal akibat pelanggaran terhadap norma-norma upacara suci tadi belum tentu

mempunyai akibat 'hukum'.

Hasil dari analisa komparatif yang amat luas adalah suatu teori tentang batas

antara adat dan hukum adat, dapat diringkas sebagai berikut:

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 6

Page 7: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

1. Hukum adalah suatu aktivitas di dalam rangka suatu kebudayaan yang mempunyai

fungsi pengawasan sosial. Untuk membedakan suatu aktivitas itu dari aktivitas-aktivitas

kebudayaan lain yang mempunyai fungsi serupa dalam sesuatu masyarakat, seorang

peneliti harus mencari adanya empat ciri dari hukum, atau attributes of law.

2. Attribute yang terutama disebut attribute of authority. Atribut otoritas atau kekuasaan

menentukan bahwa aktivitas kebudayaan yang disebut hukum itu adalah keputusan- -

keputusan melalui suatu mekanisme yang diberi wewenang dan kekuasaan dalam

masyarakat. Keputusan-keputusan itu memberi pemecahan terhadap ketegangan sosial

yang disebabkan karena misalnya ada; serangan-serangan terhadap diri individu,

serangan-serangan terhadap hak orang, serangan-serangan terhadap pihak yang

berkuasa, dan serangan-serangan terhadap keamanan umum.

3. Attribute yang kedua disebut attribute of intention of universal application. Atribut ini

menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa itu harus

dimaksudkan sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai jangka waktu panjang,

dan yang harus dianggap berlaku juga terhadap peristiwa-peristiwa yang serupa dalam

masa yang akan datang.

4. Attribute yang ketiga disebut attribute of obligation. Atribut ini menentukan bahwa

keputusan-keputusan dari pemegang kuasa harus mengandung perumusan dari

kewajidan pihak ke satu terhadap pihak ke dua. Tetapi juga hak dari pihak kedua yang

harus dipenuhi oleh pihak kesatu. Dalam hal ini, pihak kesatu dan pihak kedua harus

terdiri dari individu-individu yang hidup. Kalau keputusan tidak mengandung perumusan

dari kewajidan maupun dari hak tadi, maka keputusan tak akan ada akibatnya dan

karena itu tidak akan merupakan keputusan hukum. Dan jika pihak kedua sudah

meninggal, maka keputusan yang menentukan kewajidan pihak kesatu terhadap pihak

kedua itu bukan keputusan hukum. Melainkan hanya suatu keputusan yang merumuskan

suatu kewajidan keagamaan.

5. Attribute yang keempat disebut attribute of sanction, dan menentukan bahwa keputusan--

keputuan dari pihak berkuasa itu harus dikuatkan dengan sanksi. Dalam arti seluas- -

luasnya. Sanksi itu bisa berupa sanksi jasmaniah berupa hukuman tubuh dan deprivasi

dari milik, tetapi juga berupa sanksi rohani seperti misalnya menimbulkan rasa takut,

rasa malu, rasa dibenci, dsb

Norma Sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu

kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 7

Page 8: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial.

Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi

sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu

kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya,

norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib

sebagaimana yang diharapkan.

Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah

laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma tersebut, akan memperoleh

hukuman. Misalnya : bagi seorang siswa yang datang terlambat akan dihukum tidak boleh

masuk kelas, atau bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan akan mendapat hukuman

tidak boleh meneruskan ulangan tersebut, dll.

Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan

ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk

secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku

yang pantas atau wajar.

Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling

berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya.

Pembagian itu adalah sebagai berikut :

1. Norma agama

Norma agama adalah petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan yang disampaikan melalui

utusan-Nya (Rasul/Nabi) yang berisi perintah, larangan dan anjuran-anjuran. Contoh-contoh

norma agama ialah:

• Beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan.

• Beramal saleh dan berbuat kebajikan.

• Mencegah, melarang, dan tidak melakukan perbuatan maksiat, keji, dan mungkar.

Contoh perbuatan maksiat, keji, dan mungkar ialah berjudi, mabuk-mabukan, durhaka,

berkhianat, menipu, berbohong, menyekutukan Allah dan sebagainya.

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 8

Page 9: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

Pelanggar norma agama mendapatkan sanksi secara tidak langsung, artinya

pelanggarnya baru akan menerima sanksinya nanti diakhirat berupa siksaan di neraka. Norma

agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa. Norma agama adalah peraturan

sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau

diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan,

tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.

2. Norma kesusilaan

Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang

menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan

apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan

secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).

Contoh: Orang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak susila,melecehkan

wanita atau laki-laki di depan orang.

3. Norma kesopanan

Norma sopan-santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan

sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma

kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Contoh-contoh norma

kesopanan ialah:

• Menghormati orang yang lebih tua.

• Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.

• Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.

• Tidak meludah di sembarang tempat.

Norma kesopanan sangat penting kia terapkan, terutama dalam bermasyarakat karna

norma ini sanga erat kaitanna terhadap masyarakat sekali saja kita melanggar terhadap norma

kesopan kita pasti akan mendapat sanki dari masyarakat semisal "cemoohan" atau yang

lainnya

Berikut ini contoh Norma Kesopanan

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 9

Page 10: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

Sanksi bagi pelanggar norma kesopanan adalah tidak tegas, tetapi dapat diberikan oleh

masyarakat berupa cemoohan, celaan, hinaan, atau dikucilkan dan diasingkan dari pergaulan

serta di permalukan.

4. Norma kebiasaan

Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau

peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga

perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan,

kritik, sampai pengucilan secara batin.

Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.

Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok

masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma

kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja,

sedangkan kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan

yang tersendiri pula.

5. Norma hukum

Pada dasarnya setiap norma dan sanksi mempunyai tujuan yang sama untuk

mengupayakan ketertiban dalam rangka mencapai "tertib sosial" guna mengembangkan sistem

sosial dan kontrol sosial pada kehidupan masyarakat.

Norma dan sanksi hukum keberadaannya dan keberlakuannya lebih bersifat "rekayasa

sosial" dan "kultural" baik bagi kepentingan privat maupun publik dalam kehidupan tertib hukum

bermasyarakat. Karakter hukum menitikberatkan pada tertib hukum yang merupakan bagian

dari tertib sosial yang lebih luas, dan mengandung sifat rekayasa sosial dalam lingkup kultural.

Hal ini yang membedakan antara norma dan sanksi hukum yang berada dalam lingkup kultural

yang secara normatif lebih kuat, dibandingkan dengan etika yang berada dalam lingkup natural

yang secara normatif dianggap lemah.

Pada hakekatnya norma dan sanksi dari hukum mempunyai lingkungan yang berbeda,

akan tetapi pada beberapa hal dapat diintegrasikan dalam arti substansi nilai-nilai hukum itu

memperkokoh substansi nilai etika supaya mempunyai kekuatan berlaku secara normatif

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 10

Page 11: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

sebagai bagian dari hukum positif, atau dapat dikatakan bahwa norma dan sanksi etika

dikomplementasikan dengan norma dan sanksi hukum.

Dalam berbagai pustaka hukum dan pandangan hukum dari para ahli hukum

berpendapat bahwa "perbuatan melawan hukum" bukan sekedar perbuatan yang bertentangan

dengan undang-undang atau peraturan perundangan lainnya, tetapi dapat merupakan

perbuatan "tercela , anti sosial, asosial" sehingga dalam batas tertentu jugs dapat perbuatan

"unethic".

Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu,

misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk

dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran

terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).

C. Masalah Adat Istiadat dan Sosial

Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma,

kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat

ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh

masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan

dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang

berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai

mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam

bahasa Indonesia.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah

kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak

unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,

bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak

terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan

secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada

budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu

dipelajari.[1]

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 11

Page 12: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan

luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya

ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2]

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan

orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit

nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas

keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam

berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam"

d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut

membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan

menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling

bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk

mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang

lain. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan

Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat

ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu

adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu

generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas

Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu

pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi

segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,

yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat

istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota

masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana

hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh

pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat

pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,

sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 12

Page 13: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang

berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,

bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya

ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.

Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat

dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.

Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan

darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu,

cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-

antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil

hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat

umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas,

keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh

masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi

sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai

makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling

berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat),

dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang

lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata

krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk

masyarakat. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan

fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,

berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi

bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari,

mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu

pengetahuan dan teknologi.

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 13

Page 14: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

Masalah sosial merupakan suatu kondisi yang terlahir dari sebuah keadaan masyarakat

yang tidak ideal. Artinya, selama dalam suatu masyarakat masih dijumpai adanya kebutuhan

masyarakat yang tidak terpenuhi secara merata, maka masalah sosial akan selalu ada. Dalam

kehidupan masyarakat yang heterogen seperti Indonesia, tentu akan banyak sekali dijumpai

permasalahan sosial. Menurut Soerjono Soekanto mendefinisikan masalah sosial sebagai suatu

ketidaksesuaian antara unsure-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan

kehidupan kelompok sosial. Unsure-unsur yang ada di masyarakat dapat menimbulkan

gangguan tehadap hubungan sosial jika mengalami suatu gesekan atau bentrokan. Akibatnya,

kehidupan suatu masyarakat atau kelompok akan goyah.

Masalah sosial ini muncul seiring dengan terjadinya perbedaan yang signifikan antara

nilai dalam masyarakat dengan realita atau kenyataan yang terjadi di lapangan. Adanya

masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh masyarakat sendiri, biasanya oleh lembaga

yang memang memiliki kewenangan khusus, seperti tokoh masyarakat, musyawarah

masyarakat, organisasi sosial, atau pemerintah.

Masalah sosial yang ditemui di masyarakat biasanya sangat beragam. Namun, dari

keberagaman itu sebenarnya masalah social ini dapat di kategorikan ke dalam 4 faktor

penyebab utamanya, yakni sebagai berikut :

1. Factor ekonomi, biasanya berupa kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya.

2. Factor budaya, biasanya berupa perceraian, kenakalan remaja, dan sebagainya.

3. Factor biologis, biasanya berupa penyakit menular, keracunan makanan, dan

sebagainya.

4. Factor psikologis, biasanya berupa penyakit syaraf, aliran sesat, dan sebagainya.

Keberadaan masalah sosial di tengah kehidupan masyarakat dapat diketahui dengan

melakukan beberapa proses dan tahapan analitis. Tahapan analitis ini dilakukan dengan

melakukan diagnosis. Adapun proses pendiagnosaan masalah sosial ini dapat dilakukan

dengan menggunakan dua pendekatan, yakni : person Blame Approach dan System Blame

Approach.

Person Blame Approach adalah pendekatan untuk memahami masalah sosial yang

berada pada level individu. Artinya, yang menjadi unit analisis utamanya adalah si individu itu.

Dari proses analisis ini daoat diketahui penyebab terjadinya masalah sosial pada level individu.

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 14

Page 15: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

Biasanya, penyebab masalah social di level ini berupa kondisi fisik maupun psikis dari tiap-tiap

individu.

Sementara itu, pendekatan kedua, yakni System Blame Approach, merupakan sebuah

pendekatan yang menjadikan sebuah system yang di gunakan dalam masyarakat sebagai unit

analisi utamanya. Dari dua pendekatan tadi dapat disimpulkan bahwa masalah sosial ini bias

muncul karena adanya “kesalahan” individu dan “kesalahan” system dalam sebuah masyarakat.

Masalah sosial sebagai sebuah kondisi atau keadaan suatu masyarakat yang dapat

mengganggu perwujudan kesejahteraan sosial tentu membutuhkan suatu penanganan,

perbaikan dan perubaha. Nah upaya penanganan masalah social ini harus di lakukan dengan

melibatkan pemerintah dan masyarakat itu sendiri agar hasilnya maksimal.

Upaya pemecahan masalah sosial ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama,

Negara membuat suatu kebijakan sosial yang benar-benar akurat yang didasarkan pada data

informasi terkini. Kedua, masalah sosial ini dapat di pecahkan dengan melakukan tindakan

bersama oleh masyarakat sehingga tercipta sebuah kondisi masyarakat yang lebih ideal.

Sebagaimana teori yang di ungkapkan oleh Kotler, bahwa manusia dapat dengan mudah

melakukan perbaikan terhadap kondisi kehidupan sosialnya asalkan mau dan mampu

mengorganisir segala tindakan secara kolektif.

D. Nilai – nikai Kebudayaan Dalam Masyarakat

Memahami nilai budaya secara lebih mendalam, haruslah dilandasi dengan pengertian

dan pemahaman terhadap makna dari setiap perangkat simbolnya. Perangkat simbol yang

bermakna ini dapat ditemui dalam berbagai sumber, seperti : ungkapan dalam komunikasi

sehari-hari, interaksi dan transaksi-transaksi adat, bait-bait pantun yang disebut “l e l a k a q”

atau “lawas”, petuah para orang tua (sasak :pengelingsir) yang disebut “wadi temah”, dongeng-

dongeng tradisional yang disebut“waran”atau “t u a r a n”, perumpamaan-perumpamaan yang

disebut “sesenggak”.

Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu

masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan,

kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu

dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang

terjadi. Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu

yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 15

Page 16: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :

1. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)

2. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut

3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka

acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

Latihan tatap muka 5

Sebutkan dan jelaskan tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat!

Pembahasan Latihan pada tatap muka 5

Menurut Koentjaraningrat bahwa kebudayaan ada tiga wujud, yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-

norma, peraturan, dsb. Merupakan wujud yang ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak,

tak dapat diraba dan difoto. Lokasinya ada di dalam alam pikiran warga masyarakat di

mana kebudayaan bersangkutan itu hidup. Ide-ide dan gagasan manusia banyak yang

hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan iti

tidak berada lepas satu dari yang lain, melainkan selalu berkaitan, menjadi suatu

sistem. Para ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sebagai sistem budaya

(cultural system). Dalam bahasa Indonesia istilah yang tepat untuk menyebut wujud ideal dari

kebudayaan ini yaitu adat, atau adat istiadat untuk bentuk jamaknya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari

manusia dalam masyarakat. Disebut sistem sosial (social system), mengenai tindakan

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 16

Page 17: Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat

berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-

manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain, dari detik ke

detik, hingga dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan

adat tata kelakuan. Wujud ini bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa

diobservasi, difoto, dan didokumentasi

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Disebut kebudayaan

fisik, berupa seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua

manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling konkret, berupa benda-benda yang dapat

diraba, dilihat, dan difoto.

AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.

Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 17