masalah adat istiadat, norma, dan hukum masyarakat
TRANSCRIPT
ANTROPOLOGI
KELOMPOK V
(Masalah Adat Istiadat, Norma, dan Hukum Masyarakat)
FPKK PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2011
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 1
MASALAH ADAT ISTIADAT, NORMA DAN HUKUM DALAM
MASYARAKAT
A. Adat istiadat
Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari
adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep
mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat
mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup. Sehingga
dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada
kehidupan para warga masyarakat tadi.
Nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari
alam jiwa para individu yang menjadi warga dari kebudayaan yang bersangkutan. Kecuali itu, para
individu itu sejak lahir telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam
masyarakatnya, sehingga konsep-konsep itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa
mereka. Itulah sebabnya nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat diganti
dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat, dengan cara mendiskusikannya
secara rasional.
Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada
sejimlah nilai budaya yang satu dengan lain berkaitan hingga merupakan suatu sistem.
Dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi
pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.
Menurut ahli antropologi terkenal C.Kluckhon, tiap sistem nilai budaya dalam tiap
kebudayaan itu mengenai 5 masalah dasar dalam kehidupan manusia, yang menjadi
landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah:
1. Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia (disingkat MH)
2. Masalah mengenai hakekat dari karya manusia (disingkat MK)
3. Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (disingkat
MW)
4. Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya
(disingkat MA)
5. Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (disingkat
MM)
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 2
Cara berbagai kebudayaan di dunia mengkonsepsikan ke 5 masalah universal
tersebut mungkin berbeda-beda. Walaupun kemungkinan untuk bervariasi itu terbatas
adanya. Misalnya MH ada kebudayaan yang memandang hidup manusia itu pada
hakekatnya suatu hal yang buruk dan menyedihkan, oleh karena itu harus dihindari.
Tetapi manusia dapat mengusahakan untuk menjadikannya suatu hal yang baik dan
mengembirakan.
Masalah MK, ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang bahwa karya
manusia pada hakekatnya bertujuan untuk memungkinkan hidup. Kebudayaan lain lagi
menganggap hakekat dari karya manusia itu memberikannya suatu kedudukan yang
penuh kehormatan dalam masyarakat. Sedangkan kebudayaan lain lagi menganggap
hakekat karya manusia itu sebagai suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak
karya lagi.
MW, ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang penting dalam kehidupan
manusia itu masa yang lampau. Dalam kebudayaan-kebudayaan serupa itu orang
akan lebih sering mengambil sebagai pedoman dalam tindakannya. Kebudayaan lain lagi
malahan justru mementingkan pandangan yang berorientasi sejauh mungkin terhadap masa yang
akan datang. Dalam kebudayaan seperti itu perencanaan hidup menjadi suatu hal yang amat
penting.
MA, ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang alam sebagai suatu hal yang
begitu dasyat sehingga manusia pada hakekatnya hanya dapat bersifat menyerah saja
tanpa dapat berusaha banyak. Sebaliknya banyak pula kebudayaan lain yang
memandang alam sebagai suatu hal yang dapat dilawan oleh manusia, dan mewajibkan
manusia untuk selalu berusaha menaklukan alam. Kebudayaan lain lagi menganggap
bahwa manusia hanya dapat berusaha mencari keselarasan dengan alam.
MM, ada kebudayaan-kebudayaan yang sangat mementingkan hubungan vertikal
antara manusia dengan sesamanya. Dalam tingkah lakunya manusia yang hidup
dalam suatu kebudayaan serupa itu akan berpedoman kepada tokoh-tokoh pemimpin,
orang-orang senior, atau orang-orang atasan. Kebudayaan lain lebih mementingkan
hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya. Orang dalam suatu kebudayaan
serupa itu akan sangat merasa tergantung kepada sesamanya, dan usaha untuk
memelihara hubungan baik dengan tetangganya dan sesamanya merupakan suatu hal
yang dianggap sangat penting dalam hidup. Kecuali itu, ada banyak kebudayaan lain yang tidak
membenarkan anggapan bahwa manusia itu tergantung kepada orang lain dalam hidupnya.
Kebudayaan serupa itu, yang sangat mementingkan invidualiame, menilai tinggi
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 3
anggapan bahwa manusia harus berdiri sendiri dalam hidupnya, dan sedapat mungkin
mencapai tujuannya dengan dantuan orang lain sedikit mungkin.
Suatu sistem nilai budaya sering juga berupa pandangan hidup (world view) bagi
manusia yang menganutnya. Namun istilah pandangan hidup sebaiknya dipisahkandari
konsep sistem nilai budaya. Pandangan hidup biasanya mengandung sebagian dari nilai-
nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, yang dipilih secara selektif oleh para individu dan
golongan-golongan dalam masyarakat.
Dengan demikian, apabila 'sistem nilai' itu merupakan pedoman hidup yang dianut
oleh sebagian besar warga masyarakat, pandangan hidup itu merupakan suatu sistem
pedoman yang dianut oleh golongan-golongan atau individu-individu dalam masyarakat.
Karena itu hanya ada pandangan hidup seluruh masyarakat.
Ideologi merupakan suatu sistem pedoman hidup atau cita-cita yang ingin sekali
dicapai oleh banyak individu dalam masyarakat. Tetapi, yang lebih khusus sifatnya daripada
sistem nilai budaya. Ideologi dapat menyangkut sebagian besar dari warga masyarakat, tetapi
dapat juga menyangkut golongn-golongan tertentu dalam masyarakat. Istilah ideologi
biasanya tidak dipakai dalam hubungan dengan individu. Yang ada ideologi negara,
ideolog masyarakat, ideologi golongan tertentu, dll.
Kerangka Kluckhon mengenai 5 masalah dasar dalam hidup yang menentukan
orientasi nilai budaya manusia
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 4
B. Norma dan Hukum
Norma yang berupa aturan-aturan untuk bertindak bersifat khusus, sedangkan
perumusannya biasanya bersifat amat terperinci, jelas, tegas, dan tak meragukan. Hal
itu memang seharusnya demikian, sebab kalau terlampau umum dan luas ruang lingkupnya,
serta terlampau kabur perumusannya, maka norma tersebut tak dapat mengatur tindakan
individu dan membingungkan individu bersangkutan mengenai prosedur serta bagaimanakah
suatu tindakan itu sebaiknya dilaksanakan.
Norma-norma yang khusus itu dapat digolongkan menurut pranata-pranata masyarakat
yang ada. Tiap masyarakat mempunyai sejumlah pranata, seperti misalnya pranata-pranata
ilmiah, pendidikan, peradilan, ekonomi, estetik atau kesenian, keagamaan, dsb. Sejajar
dengan adanya aneka warna pranata itu ada juga norma-norma ilmiah, pendidikan, peradilan,
ekonomi, estetik atau kesenian, keagamaan, dsb.
Dalam tiap pranata itu ada macam-macam kedudukan, dan dalam tiap kedudukan
ada seorang individu yang bertindak mementaskan peranan sosial terhadap tindakan-
tindakan lain individu warga masyarakat dalam interaksi sosial. Para Individu dalam hal
mementaskan peranan mereka tidak bertindak membabi buta, melainkan bertindak menurut
aturan-aturan tertentu, yaitu menurut norma-norma khusus yang jelas, tegas, dan tak
meragukan.
Norma-norma dalam rangka suatu pranata dan sub-sub pranatanya sudah tentu
erat berkaitan satu sama lain, dan karena itu juga merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
Kecuali itu, norma-norma dalam suatu pranata sudah tentu juga berkaitan dengan norma-
norma dalam pranata-pranata lain yang berdekatan, menjadi sistem-sistem yang lebih
luas. Sistem-sistem yang lebih luas itu dapat disebut unsur-unsur kebudayaan universal.
Individu-individu ahli mengenai norma-norma semacam itu dalam masyarakatnya
disebut 'ahli adat'. Warga-warga masyarakat lainnya yang tidak mengetahui tentang adat,
yang hanya mengetahui sedikit, atau yang hanya mengetahui sebagian, biasanya dapat
minta nasehat kepada ahli adat tadi bilamana perlu.
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 5
Dalam masyarakat yang sederhana, dimana junlah pranata dalam kehidupan
masyarakat masih sedikit, dan dimana jumlah norma dalam suatu pranata juga kecil, maka
satu orang ahli adat dapat mencakup pengetahuan mengenai semua norma dalam
banyak pranata. Bahkan seringkali semua pranata yang ada dalam masyarakatnya.
Sebaliknya, dalam masyarakat yang kompleks dimana jumlah pranatanya sangat banyak dan
dimana jumlah norma tiap pranata juga besar, seorang ahli seperti 'ahli adat' dalam
masyarakat yang sederhana, tak dapat lagi menguasai seleruh pengetahuan mengenai
semua sistem norma yang ada dalam kehidupan masyarakat. Demikian ada ahli-ahli
khusus norma-norma kekerabatan, perdagangan, keagamaan, dsb.
Bahkan dalam masyarakat yang kompleks seperti itu, norma-norma dalam satu
pranata sudah sedemikian banyaknya, sehingga sistem itupun tak dapat lagi dikuasai oleh
satu orang. Sehingga terpaksa dibagi antara sejumlah ahli.
Warga masyarakat menganggap semua norma yang mengatur dan menata tindakan
mereka itu tidak sama beratnya. Ada norma yang sangat berat, sehingga apabila terjadi
pelanggaran terhadap norma-norma seperti itu akan ada akibatnya yang panjang. Para
pelanggar akan dituntut, diadili, dan dihukum.
Sebaliknya, ada juga norma-norma yang dianggap kurang berat, sehingga apabila
dilanggar tidak akan ada akibat yang panjang, melainkan hanya tertawaan, ejekan, atau
penggujingan saja oleh warga masyarakat lainnya.
Ahli sosiologi W.G.Sumner, norma-norma golongan pertama disebut mores. Dan
norma-norma golongan kedua folkways. Istilah mores menurut konsepsi Sumner dalam
bahasa Indonesia dapat disebut 'adat istiadat dalam anti khusus', sedangkan folkways dapat
disebut 'tata cara'.
Norma-norma dari golongan adat istiadat yang mempunyai akibat yang panjang tadi
berupa 'hukum'. Walaupun demikian, tidaklah tepat untuk menyamakan mores menurut
Sumner itu dengan 'hukum'. Karena menurut Sumner norma-norma yang mengatur
upacara-upacara suci tertentu juga termasuk mores, karena dalam banyak kebudayaan
norma-norma seperti itu dianggap berat. Dan pelanggaran terhadapnya sering
menyebabkan ketegangan-ketegangan dalam masyarakat dan sering mempunyai akibat
panjang. Padahal akibat pelanggaran terhadap norma-norma upacara suci tadi belum tentu
mempunyai akibat 'hukum'.
Hasil dari analisa komparatif yang amat luas adalah suatu teori tentang batas
antara adat dan hukum adat, dapat diringkas sebagai berikut:
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 6
1. Hukum adalah suatu aktivitas di dalam rangka suatu kebudayaan yang mempunyai
fungsi pengawasan sosial. Untuk membedakan suatu aktivitas itu dari aktivitas-aktivitas
kebudayaan lain yang mempunyai fungsi serupa dalam sesuatu masyarakat, seorang
peneliti harus mencari adanya empat ciri dari hukum, atau attributes of law.
2. Attribute yang terutama disebut attribute of authority. Atribut otoritas atau kekuasaan
menentukan bahwa aktivitas kebudayaan yang disebut hukum itu adalah keputusan- -
keputusan melalui suatu mekanisme yang diberi wewenang dan kekuasaan dalam
masyarakat. Keputusan-keputusan itu memberi pemecahan terhadap ketegangan sosial
yang disebabkan karena misalnya ada; serangan-serangan terhadap diri individu,
serangan-serangan terhadap hak orang, serangan-serangan terhadap pihak yang
berkuasa, dan serangan-serangan terhadap keamanan umum.
3. Attribute yang kedua disebut attribute of intention of universal application. Atribut ini
menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa itu harus
dimaksudkan sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai jangka waktu panjang,
dan yang harus dianggap berlaku juga terhadap peristiwa-peristiwa yang serupa dalam
masa yang akan datang.
4. Attribute yang ketiga disebut attribute of obligation. Atribut ini menentukan bahwa
keputusan-keputusan dari pemegang kuasa harus mengandung perumusan dari
kewajidan pihak ke satu terhadap pihak ke dua. Tetapi juga hak dari pihak kedua yang
harus dipenuhi oleh pihak kesatu. Dalam hal ini, pihak kesatu dan pihak kedua harus
terdiri dari individu-individu yang hidup. Kalau keputusan tidak mengandung perumusan
dari kewajidan maupun dari hak tadi, maka keputusan tak akan ada akibatnya dan
karena itu tidak akan merupakan keputusan hukum. Dan jika pihak kedua sudah
meninggal, maka keputusan yang menentukan kewajidan pihak kesatu terhadap pihak
kedua itu bukan keputusan hukum. Melainkan hanya suatu keputusan yang merumuskan
suatu kewajidan keagamaan.
5. Attribute yang keempat disebut attribute of sanction, dan menentukan bahwa keputusan--
keputuan dari pihak berkuasa itu harus dikuatkan dengan sanksi. Dalam arti seluas- -
luasnya. Sanksi itu bisa berupa sanksi jasmaniah berupa hukuman tubuh dan deprivasi
dari milik, tetapi juga berupa sanksi rohani seperti misalnya menimbulkan rasa takut,
rasa malu, rasa dibenci, dsb
Norma Sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 7
kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial.
Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi
sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu
kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya,
norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib
sebagaimana yang diharapkan.
Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah
laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma tersebut, akan memperoleh
hukuman. Misalnya : bagi seorang siswa yang datang terlambat akan dihukum tidak boleh
masuk kelas, atau bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan akan mendapat hukuman
tidak boleh meneruskan ulangan tersebut, dll.
Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan
ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk
secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku
yang pantas atau wajar.
Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling
berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya.
Pembagian itu adalah sebagai berikut :
1. Norma agama
Norma agama adalah petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan yang disampaikan melalui
utusan-Nya (Rasul/Nabi) yang berisi perintah, larangan dan anjuran-anjuran. Contoh-contoh
norma agama ialah:
• Beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan.
• Beramal saleh dan berbuat kebajikan.
• Mencegah, melarang, dan tidak melakukan perbuatan maksiat, keji, dan mungkar.
Contoh perbuatan maksiat, keji, dan mungkar ialah berjudi, mabuk-mabukan, durhaka,
berkhianat, menipu, berbohong, menyekutukan Allah dan sebagainya.
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 8
Pelanggar norma agama mendapatkan sanksi secara tidak langsung, artinya
pelanggarnya baru akan menerima sanksinya nanti diakhirat berupa siksaan di neraka. Norma
agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa. Norma agama adalah peraturan
sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau
diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan,
tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.
2. Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang
menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan
apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan
secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
Contoh: Orang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak susila,melecehkan
wanita atau laki-laki di depan orang.
3. Norma kesopanan
Norma sopan-santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan
sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma
kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Contoh-contoh norma
kesopanan ialah:
• Menghormati orang yang lebih tua.
• Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.
• Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.
• Tidak meludah di sembarang tempat.
Norma kesopanan sangat penting kia terapkan, terutama dalam bermasyarakat karna
norma ini sanga erat kaitanna terhadap masyarakat sekali saja kita melanggar terhadap norma
kesopan kita pasti akan mendapat sanki dari masyarakat semisal "cemoohan" atau yang
lainnya
Berikut ini contoh Norma Kesopanan
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 9
Sanksi bagi pelanggar norma kesopanan adalah tidak tegas, tetapi dapat diberikan oleh
masyarakat berupa cemoohan, celaan, hinaan, atau dikucilkan dan diasingkan dari pergaulan
serta di permalukan.
4. Norma kebiasaan
Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau
peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga
perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan,
kritik, sampai pengucilan secara batin.
Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.
Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok
masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma
kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja,
sedangkan kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan
yang tersendiri pula.
5. Norma hukum
Pada dasarnya setiap norma dan sanksi mempunyai tujuan yang sama untuk
mengupayakan ketertiban dalam rangka mencapai "tertib sosial" guna mengembangkan sistem
sosial dan kontrol sosial pada kehidupan masyarakat.
Norma dan sanksi hukum keberadaannya dan keberlakuannya lebih bersifat "rekayasa
sosial" dan "kultural" baik bagi kepentingan privat maupun publik dalam kehidupan tertib hukum
bermasyarakat. Karakter hukum menitikberatkan pada tertib hukum yang merupakan bagian
dari tertib sosial yang lebih luas, dan mengandung sifat rekayasa sosial dalam lingkup kultural.
Hal ini yang membedakan antara norma dan sanksi hukum yang berada dalam lingkup kultural
yang secara normatif lebih kuat, dibandingkan dengan etika yang berada dalam lingkup natural
yang secara normatif dianggap lemah.
Pada hakekatnya norma dan sanksi dari hukum mempunyai lingkungan yang berbeda,
akan tetapi pada beberapa hal dapat diintegrasikan dalam arti substansi nilai-nilai hukum itu
memperkokoh substansi nilai etika supaya mempunyai kekuatan berlaku secara normatif
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 10
sebagai bagian dari hukum positif, atau dapat dikatakan bahwa norma dan sanksi etika
dikomplementasikan dengan norma dan sanksi hukum.
Dalam berbagai pustaka hukum dan pandangan hukum dari para ahli hukum
berpendapat bahwa "perbuatan melawan hukum" bukan sekedar perbuatan yang bertentangan
dengan undang-undang atau peraturan perundangan lainnya, tetapi dapat merupakan
perbuatan "tercela , anti sosial, asosial" sehingga dalam batas tertentu jugs dapat perbuatan
"unethic".
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu,
misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk
dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran
terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
C. Masalah Adat Istiadat dan Sosial
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma,
kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat
ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh
masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang
berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam
bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan
secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.[1]
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 11
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya
ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2]
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan
orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas
keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam
berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam"
d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut
membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan
menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling
bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang
lain. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu
adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi
segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh
pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 12
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.
Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat
dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan
darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu,
cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-
antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil
hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat
umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas,
keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi
sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai
makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling
berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat),
dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang
lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata
krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk
masyarakat. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan
fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi
bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari,
mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu
pengetahuan dan teknologi.
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 13
Masalah sosial merupakan suatu kondisi yang terlahir dari sebuah keadaan masyarakat
yang tidak ideal. Artinya, selama dalam suatu masyarakat masih dijumpai adanya kebutuhan
masyarakat yang tidak terpenuhi secara merata, maka masalah sosial akan selalu ada. Dalam
kehidupan masyarakat yang heterogen seperti Indonesia, tentu akan banyak sekali dijumpai
permasalahan sosial. Menurut Soerjono Soekanto mendefinisikan masalah sosial sebagai suatu
ketidaksesuaian antara unsure-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan
kehidupan kelompok sosial. Unsure-unsur yang ada di masyarakat dapat menimbulkan
gangguan tehadap hubungan sosial jika mengalami suatu gesekan atau bentrokan. Akibatnya,
kehidupan suatu masyarakat atau kelompok akan goyah.
Masalah sosial ini muncul seiring dengan terjadinya perbedaan yang signifikan antara
nilai dalam masyarakat dengan realita atau kenyataan yang terjadi di lapangan. Adanya
masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh masyarakat sendiri, biasanya oleh lembaga
yang memang memiliki kewenangan khusus, seperti tokoh masyarakat, musyawarah
masyarakat, organisasi sosial, atau pemerintah.
Masalah sosial yang ditemui di masyarakat biasanya sangat beragam. Namun, dari
keberagaman itu sebenarnya masalah social ini dapat di kategorikan ke dalam 4 faktor
penyebab utamanya, yakni sebagai berikut :
1. Factor ekonomi, biasanya berupa kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya.
2. Factor budaya, biasanya berupa perceraian, kenakalan remaja, dan sebagainya.
3. Factor biologis, biasanya berupa penyakit menular, keracunan makanan, dan
sebagainya.
4. Factor psikologis, biasanya berupa penyakit syaraf, aliran sesat, dan sebagainya.
Keberadaan masalah sosial di tengah kehidupan masyarakat dapat diketahui dengan
melakukan beberapa proses dan tahapan analitis. Tahapan analitis ini dilakukan dengan
melakukan diagnosis. Adapun proses pendiagnosaan masalah sosial ini dapat dilakukan
dengan menggunakan dua pendekatan, yakni : person Blame Approach dan System Blame
Approach.
Person Blame Approach adalah pendekatan untuk memahami masalah sosial yang
berada pada level individu. Artinya, yang menjadi unit analisis utamanya adalah si individu itu.
Dari proses analisis ini daoat diketahui penyebab terjadinya masalah sosial pada level individu.
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 14
Biasanya, penyebab masalah social di level ini berupa kondisi fisik maupun psikis dari tiap-tiap
individu.
Sementara itu, pendekatan kedua, yakni System Blame Approach, merupakan sebuah
pendekatan yang menjadikan sebuah system yang di gunakan dalam masyarakat sebagai unit
analisi utamanya. Dari dua pendekatan tadi dapat disimpulkan bahwa masalah sosial ini bias
muncul karena adanya “kesalahan” individu dan “kesalahan” system dalam sebuah masyarakat.
Masalah sosial sebagai sebuah kondisi atau keadaan suatu masyarakat yang dapat
mengganggu perwujudan kesejahteraan sosial tentu membutuhkan suatu penanganan,
perbaikan dan perubaha. Nah upaya penanganan masalah social ini harus di lakukan dengan
melibatkan pemerintah dan masyarakat itu sendiri agar hasilnya maksimal.
Upaya pemecahan masalah sosial ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama,
Negara membuat suatu kebijakan sosial yang benar-benar akurat yang didasarkan pada data
informasi terkini. Kedua, masalah sosial ini dapat di pecahkan dengan melakukan tindakan
bersama oleh masyarakat sehingga tercipta sebuah kondisi masyarakat yang lebih ideal.
Sebagaimana teori yang di ungkapkan oleh Kotler, bahwa manusia dapat dengan mudah
melakukan perbaikan terhadap kondisi kehidupan sosialnya asalkan mau dan mampu
mengorganisir segala tindakan secara kolektif.
D. Nilai – nikai Kebudayaan Dalam Masyarakat
Memahami nilai budaya secara lebih mendalam, haruslah dilandasi dengan pengertian
dan pemahaman terhadap makna dari setiap perangkat simbolnya. Perangkat simbol yang
bermakna ini dapat ditemui dalam berbagai sumber, seperti : ungkapan dalam komunikasi
sehari-hari, interaksi dan transaksi-transaksi adat, bait-bait pantun yang disebut “l e l a k a q”
atau “lawas”, petuah para orang tua (sasak :pengelingsir) yang disebut “wadi temah”, dongeng-
dongeng tradisional yang disebut“waran”atau “t u a r a n”, perumpamaan-perumpamaan yang
disebut “sesenggak”.
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu
masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan,
kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu
dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang
terjadi. Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu
yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 15
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :
1. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
2. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut
3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka
acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).
Latihan tatap muka 5
Sebutkan dan jelaskan tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat!
Pembahasan Latihan pada tatap muka 5
Menurut Koentjaraningrat bahwa kebudayaan ada tiga wujud, yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan, dsb. Merupakan wujud yang ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak,
tak dapat diraba dan difoto. Lokasinya ada di dalam alam pikiran warga masyarakat di
mana kebudayaan bersangkutan itu hidup. Ide-ide dan gagasan manusia banyak yang
hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan iti
tidak berada lepas satu dari yang lain, melainkan selalu berkaitan, menjadi suatu
sistem. Para ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sebagai sistem budaya
(cultural system). Dalam bahasa Indonesia istilah yang tepat untuk menyebut wujud ideal dari
kebudayaan ini yaitu adat, atau adat istiadat untuk bentuk jamaknya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat. Disebut sistem sosial (social system), mengenai tindakan
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 16
berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-
manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain, dari detik ke
detik, hingga dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan
adat tata kelakuan. Wujud ini bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa
diobservasi, difoto, dan didokumentasi
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Disebut kebudayaan
fisik, berupa seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua
manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling konkret, berupa benda-benda yang dapat
diraba, dilihat, dan difoto.
AntropologiNunnie Widagdo, P.Si. MM.
Pusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana‘11 17