masa persagi

4
MASA PERSAGI (1938-1942) PERSAGI (Peraturan Ahli Gambar Indonesia) didirikan tahun 1938 di Jakarta yang diketuai oleh Agus Jaya Suminta dan sekretarisnya S. Sudjojono, dengan anggota: Ramli, Abdul Salam, Otto Jaya S, Tutur, Emira Sunarsa (pelukis wanita pertama Indonesia). PERSAGI bertujuan agar para seniman Indonesia dapat menciptakan karya seni yang kreatif dan berkepribadan Indonesia. Persagi didirikan oleh S. Sudjojono bersama dengan Agus Djaja dan Otto Djaja. Mereka dianggap sebagai pelopor seni lukis Indonesia modern dan sejumlah pelukis lain bergabung. Pelukis Istana, Raden Saleh (1807 – 1880) dikenal baik di antara keluarga-keluarga kerajaan Eropa. Bersama pelukis potret Basuki Abdullah (1915-1993) mewakili gerakan “Mooi Indie” atau Indonesia Indah mendahului Persagi sebagai tokoh-tokoh istimewa yang sangat disegani dalam dunia seni rupa. Menyebut Persagi pun tentu tidak lepas dari menyebut nama S. Sudjojono sebagai pendirinya. S. Sudjojono adalah tokoh penting bagi seni lukis modern di Indonesia, bahkan, ia juga disebut-sebut sebagai “Bapak Seni Lukis Modern”. Pendirian Persagi dipengaruhi oleh situasi politik pada masa itu. Tuntutan untuk bersatu sangat menggelora & terhimpun beberapa organisasi yang bersifat kedaerahan: Jong Java, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Sumatra, dan lain sebagainya. Juga dipengaruhi dari pendirian sekolah Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara.

Upload: hendryan

Post on 08-Aug-2015

192 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Masa Persagi

MASA PERSAGI (1938-1942)

PERSAGI (Peraturan Ahli Gambar Indonesia) didirikan tahun 1938 di Jakarta yang diketuai

oleh Agus Jaya Suminta dan sekretarisnya S. Sudjojono, dengan anggota: Ramli, Abdul

Salam, Otto Jaya S, Tutur, Emira Sunarsa (pelukis wanita pertama Indonesia).

PERSAGI bertujuan agar para seniman Indonesia dapat menciptakan karya seni yang

kreatif dan berkepribadan Indonesia.

Persagi didirikan oleh S. Sudjojono bersama dengan Agus Djaja dan Otto Djaja. Mereka

dianggap sebagai pelopor seni lukis Indonesia modern dan sejumlah pelukis lain

bergabung. Pelukis Istana, Raden Saleh (1807 – 1880) dikenal baik di antara keluarga-

keluarga kerajaan Eropa.

Bersama pelukis potret Basuki Abdullah (1915-1993) mewakili gerakan “Mooi Indie” atau

Indonesia Indah mendahului Persagi sebagai tokoh-tokoh istimewa yang sangat disegani

dalam dunia seni rupa.

Menyebut Persagi pun tentu tidak lepas dari menyebut nama S. Sudjojono sebagai

pendirinya. S. Sudjojono adalah tokoh penting bagi seni lukis modern di Indonesia, bahkan,

ia juga disebut-sebut sebagai “Bapak Seni Lukis Modern”.

Pendirian Persagi dipengaruhi oleh situasi politik pada masa itu.

Tuntutan untuk bersatu sangat menggelora & terhimpun beberapa organisasi yang

bersifat kedaerahan: Jong Java, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Sumatra, dan lain sebagainya.

Juga dipengaruhi dari pendirian sekolah Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara.

Organisasi-organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan menginspirasi S. Sudjojono

untuk membuat organisasi berskala nasional yang bergerak di bidang seni, khususnya seni

lukis.

Ki Hadjar Dewantara, mitra dari dua tokoh yang sibuk merumuskan konsep budaya dan

orientasi untuk Hindia, percaya pada pentingnya pendidikan dengan visi nasional untuk

pribumi. Oleh karena itu, sekolah Taman Siswa didirikan pada tahun 1922. Kurikulum

menekankan pentingnya memelihara kreativitas melalui seni. Melukis menjadi bagian

penting dari proses pendidikan yang diharapkan mampu untuk mengembangkan pikiran

yang sehat diantara generasi baru penduduk pribumi.

Sudjojono, Basuki Resobowo, Rusli, Abas Alibasjah, semua berkembang di Taman Siswa.

Tidak ada keraguan bahwa sejumlah ide-ide besar dan mendasar yang digagas oleh

Page 2: Masa Persagi

Sudjojono, peletak dasar yang paling penting dari "ideologi" seni indonesia modern

(berasal dari Taman Siswa).

Misi Persagi: mencari sintesis dari lukisan tradisional- modern dan mengembangkan gaya

mereka sendiri yang bercirikan keindonesiaan.

Tujuan Persagi: mengembangkan seni lukis Indonesia dengan mencari corak Indonesia

baru.

Jim Supangkat:

Persentuhan seni rupa Indonesia dengan seni rupa modern sebenarnya hanya terbatas

pada corak, gaya, dan prinsip estetik tertentu.

Nasionalisme sebagai sikap dasar persepsi untuk menyusun sejarah perkembangan sejarah

seni rupa Indonesia adalah kenyataan yang tak bisa disangkal dan nasionalisme sangat

mewarnai pemikiran kesenian dihampir semua Negara berkembang.

Batas kenegaraan yang mengacu pada nasionalisme akhirnya diakui dalam seni rupa

kontemporer yang percaya pada pluralisme sejak zaman PERSAGI tidak pernah ragu

menggariskan perkembangan seni rupa Indonesia yang memiliki kekhasan Indonesia.

Agus Sachari:

Para pelukis Indonesia berupaya membangun „gaya Indonesia baru‟ yang dikembangkan

dari paduan antara nilai estetik tradisi dan nilai estetik modern. Semasa kolonialisasi

Jepang di Indonesia, Persagi mendapat wadah yang bernama Keimin Bunka Sidhoso (Pusat

Kebudayaan) yang didirikan pada tahun 1943.

Spirit yang dicanangkan Jepang untuk membangun „Kebudayaan Timur‟ mendapat

tanggapan positif, hal itu terbukti dari keterlibatan para pelukis dalam membina seni lukis

Indonesia, dan tokoh-tokohnya antara lain adalah S. Sudjojono, Agus Djaja, dan Affandi

yang kemudian diikuti oleh sejumlah pelukis muda, diantaranya Otto Djaja, Henk

Ngantung, Hendra Gunawan, Djajengasmoro, Kartono Yudhokusumo, Kusnadi, Sudjana

Kerton, Trubus, Baharuddin, dan sejumlah seniman lainnya.Karya-Karya Seni Lukis Zaman

PERSAGI

Page 3: Masa Persagi

Karya-karya S. Sudjojono (Di Depan Kelambu Terbuka, Cap Go Meh, Jongkatan, Bunga

kamboja), karya Agus Jayasuminta (Barata Yudha, Arjuna Wiwaha, Dalam Taman Nirwana),

karya Otto Jaya (Penggodaan, Wanita Impian).

Karya-Karya Seni Lukis Zaman PERSAGI

Karya-karya S. Sudjojono (Di Depan Kelambu Terbuka, Cap Go Meh, Jongkatan, Bunga

kamboja), karya Agus Jayasuminta (Barata Yudha, Arjuna Wiwaha, Dalam Taman Nirwana),

karya Otto Jaya (Penggodaan, Wanita Impian).

Karya-Karya Seni Lukis Zaman PERSAGI

Karya-karya S. Sudjojono (Di Depan Kelambu Terbuka, Cap Go Meh, Jongkatan, Bunga

kamboja), karya Agus Jayasuminta (Barata Yudha, Arjuna Wiwaha, Dalam Taman Nirwana),

karya Otto Jaya (Penggodaan, Wanita Impian).