manajemen pengelolaan objek wisata kota tua …repository.fisip-untirta.ac.id/621/1/manajemen...
TRANSCRIPT
1
MANAJEMEN PENGELOLAAN
OBJEK WISATA KOTA TUA JAKARTA
BERBASIS MASYARAKAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
RIZKI PARHANI
NIM 6661110901
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2016
2
3
4
5
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat (Sabda
Rasulullah SAW)
“Sukses akan datang kepada mereka yang berusaha, berdoa,
bertawakal serta diiringi dengan doa kedua orang tua” (Rizki
Parhani)
“Keluarga adalah penyemangat, inspirator, motivator
terbesar dan harta yang paling berharga di dunia ini”
(Rizki Parhani)
Tiada yang lebih indah ketika melihat kedua Orang Tua tersenyum
bahagia
Skripsi ini kupersembahkan
untuk Mamah, Babeh, Adikku, Kakek
dan almh. Nenekku, orang-orang yang
sayang kepadaku dan yang aku sayangi...
6
ABSTRAK
Rizki Parhani. NIM: 6661110901. Skripsi. Manajemen Pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat. Pembimbing I: Dr. Suwaib
Amiruddin, M.Si., dan Pembimbing II: Gandung Ismanto, S.Sos., MM
Kota Tua Jakarta merupakan Objek Wisata yang memiliki nilai sejarah yang
sangat penting bagi Kota Jakarta. Terdapat bangunan-bangunan tua peninggalan
penjajahan Belanda, yang pada saat ini dijadikan museum. Di sana terdapat
komunitas-komunitas yang ikut terlibat dalam pengelolaan. Namun masih
kurangnya koordinasi, kurang optimalnya pengawasan, pengorganisasian
komunitas masih kurang baik dan kurang tegasnya aturan terhadap komunitas
yang tidak sesuai dengan unsur Kota Tua Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta, untuk mengetahui proses keterlibatan masyarakat dalam
membuat aturan terkait dan untuk mengetahui fungsi masyarakat di dalam
manajemen tersebut. Penelitian ini menggunakan teori fungsi manajemen Henry
Fayol yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan
pengawasan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan menurut Prasetya Irawan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota
Tua Jakarta berbasis masyarakat belum baik. Dalam perencanaan masyarakat
belum berperan aktif dalam perumusan perencanaan, koordinasi pun belum
sampai kepada masyarakat ataupun komunitas-komunitas. Masyarakat hanya
dilibatkan dalam pengarahan dan pengawasan. Selain itu belum adanya dana dari
Pemerintah DKI Jakarta untuk mengembangkan komunitas-komunitas yang
berpotensi mengenalkan Kota Tua Jakarta kepada masyarakat luas dan menjadi
ciri khas Kota Tua Jakarta. Sarannya Pemerintah DKI Jakarta lebih melibatkan
secara aktif komunitas dalam perumusan perencanaan dan memasukkan
komunitas kedalam kegiatan-kegiatan didalam perencanaan, diberikan pelatihan
dan diberdayakan.
Kata Kunci: Kota Tua Jakarta, Manajemen, Masyarakat
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah.. Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT,
atas rahmat, berkat, hidayah, karunia, petunjuk dan pertolongan-Nyalah peneliti
dapat menyelesaikan Skripsi ini. Berkat bantuan dan campur tangan-Nyalah
peneliti bisa berada dititik ini. Tak hentinya mengucap syukur Alhamdulillah,
terimakasih ya Allah. Shalawat serta salam senantiasa peneliti panjatkan kepada
junjungan Nabi Besar kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta
para pengikutnya yang membawa kita semua dari zaman jahiliyyah ke zaman
yang canggih seperti sekarang ini.
Adapun penyusunan Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat
mengikuti ujian sarjana (S-1) dengan judul “Manajemen Pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat”.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk
itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih setulus hati kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
i
8
4. Bapak Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
7. Bapak Riswanda, M.A., P.hd., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
8. Bapak Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si., Pembimbing I Skripsi yang
senantiasa memberikan ilmu, kritik serta masukan kepada peneliti, dan
membimbing peneliti dengan sabar dalam penyusunan Skripsi ini.
Memberikan pemikiran-pemikiran yang sangat membantu dalam
penelitian ini. Terimakasih banyak Pak sudah membimbing saya.
9. Bapak Gandung Ismanto, S.Sos., M.M., selaku Pembimbing II Skripsi
yang selalu sabar dalam proses bimbingan, serta memberikan ilmu, kritik,
dan saran kepada peneliti dalam penyusunan Skripsi ini beserta pemikiran-
pemikiran yang sangat membantu peneliti.
10. Bapak Anis Fuad, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing Akademik yang
selalu baik dan memberikan arahan serta dukungan dari awal masa
perkuliahan hingga akhir masa perkuliahan.
ii
9
11. Kepada seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
yang membekali peneliti dengan segala pengetahuan selama masa
perkuliahan.
12. Para staf Tata Usaha (TU) Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
atas segala bantuan informasi selama perkuliahan.
13. Pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Bapak Encu
Suhandi, SE., MM., yang telah memberikan informasi dan data terkait
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, serta nasehat-nasehat yang
telah diberikan kepada peneliti dan waktu yang diluangkan untuk
melakukan wawancara.
14. Pihak Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta Bapak Ario Wicaksono,
SH yang telah memberikan informasi, data tentang pengelolaan dan
manajemen di Kota Tua Jakarta, serta waktu untuk melakukan wawancara.
15. Bapak Dodi Riadi dan Bapak Firman, narasumber dari Local Working
Group Kota Tua Jakarta.
16. Pihak pengelola museum, Bapak Sumardi, Bapak Hari Prabowo, Bapak
Khasirun dan Bapak Yosep yang telah memberikan data dan informasi
mengenai museum-museum di Kota Tua Jakarta
17. Bapak Rizal selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu, Bapak Sanem
Komunitas Ontel, Bapak Deden, Bapak Hendri, pengunjung lokal maupun
turis mancanegara yang telah memberikan waktunya untuk wawancara dan
iii
10
kesediaannya sebagai narasumber bagi penelitian ini, dan semua
narasumber yang ada dalam penelitian ini.
18. Kedua Orang Tuaku tersayang dan tercinta, Bapak Mamat dan Ibu Elah
yang telah memberikan semangat, motivasi serta dukungan moril maupun
materil kepada peneliti dalam melakukan penelitian ini, dan tanpa lelah
untuk mendoakan peneliti dalam meraih kesuksesan. Terimakasih atas
segala yang sudah diberikan, tanpa Mamah dan Babeh saya tidak akan bisa
seperti sekarang.
19. Adik saya satu-satunya Achmad Aldiansyah yang selalu mendukung apa
yang kakaknya lakukan.
20. Kakek saya yang selalu memberikan perhatiannya baik moril maupun
materil kepada cucu pertamanya ini dari kecil hingga sekarang dan juga
Almh. Nenek saya yang tidak pernah terlupakan.
21. Adhi Makayasa Saputra yang selalu memberikan semangat serta dukungan
kepada peneliti selama melakukan penelitian. Senantiasa meluangkan
waktu untuk bertukar pikiran mengenai Skripsi ini, memberikan masukan,
kritik dan saran, serta menemani peneliti dalam melakukan penelitian ini.
Terimakasih banyak atas semuanya.
22. Kepada Saudara-saudaraku Kaka Neneng, Om Aji, Kaka Mimil, Om Udi,
Kaka Iyus yang telah memberikan dukungan, semangat dan memberikan
bantuan materiil kepada peneliti.
23. Teman-teman seperjuanganku Dita Marsela Sufitri, Nurul Fitri Sugiharto,
Fitri Maliani Nugraha, Ayu Fitri Lestari, Ita Mafrohati, Nella Hani Rosa,
v
11
Resty Nani Yustini, Metta Miftahul Jannah, Ika Dewi Safitri, Anita,
Melinda Paula Tumbol, Veronica Puspaningtyas yang saling mendoakan
dan memberikan semangat.
24. Teman-teman Administrasi Negara Reguler 2011 yang memberikan kesan
dan kenangan selama masa perkuliahan.
25. Teman-teman kostan Mega, Ka erni dan Ka nita yang selalu menghibur
dengan canda tawa dan memberikan semangat.
26. Teman-teman Kelompok Kerja Mahasiswa (KKM) 62 Desa Kubang Jaya
Tahun 2014 yang memberikan kenangan selama KKM.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Skripsi
ini, karena keterbatasan penulis, maka dari itu saran dan kritik yang
membangun tetap dinantikan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir
kata semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Serang, Februari 2016
Rizki Parhani
12
ABSTRACT
Rizki Parhani. NIM. 6661110901. Research Paper. Management of Attraction
Jakarta Old City Based of Society. Public Administration Study Program,
Faculty of Social and Political Sciences, Sultan Ageng Tirtayasa University.
First Adviser Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si, and Second Adviser Gandung
Ismanto, S.Sos., MM.
Jakarta Old City is attraction which has very important historical value in
Jakarta. There are old buildings legacy of the Dutch colonialists, which is
currently used as a museum. In there, there are communities are involved in the
management of Jakarta Old City attractions, society and visitors are also involved
but there is still a lack of coordination, lack of optimal controlling, communities
organizing is still not good and lack of firm on the rules of the communities which
not accordance with the elements of the Jakarta Old City. The purpose of this
research are to know the involvement of the society in the management of Jakarta
Old City attraction, to know the process of the society involvement to making the
rules which relating, and to know the function of the society in the management of
the Jakarta Old City attraction. This research uses the functions of management
theory of Henry Fayol, there are planning, organizing, commanding, coordinating
and controlling. The method of this research is used descriptive method with
qualitative approach. The analysis technique of data is used according to
Prasetya Irawan. The result of this research indicate that management of
attraction Jakarta Old City based of society is not good. Society has not been fully
involved, in the planning society has not role actively in the formulation of
planning, coordination is not yet up to the society or communities. Society only
involved in directing and controlling. Communities only given directions by
stakeholders and give the directions to their members. Beside that, there are no
funds from the government of DKI Jakarta to develop communities which have the
potential to introduce the Jakarta Old City to the wide society and become a
characteristic of the Jakarta Old City. Suggestion for the government of DKI
Jakarta more actively involve the community in the formulation of planning and
involve the community in the program of planning, given training and
empowered.
Keywords: Jakarta Old City, Management, Society
vi
13
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
ABSTRAK
ABSTRACK
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 21
1.3 Batasan Masalah 21
1.4 Rumusan Masalah 22
1.5 Tujuan Penelitian 22
1.6 Manfaat Penelitian 23
1.7 Sistematika Penulisan 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka 29
2.1.1 Pengertian Manajemen 29
2.1.2 Pentingnya Manajemen 32
2.1.3 Prinsip Manajemen 34
2.1.4 Fungsi dan Tujuan Manajemen 35
2.1.4.1 Fungsi Perencanaan 38
2.1.4.2 Fungsi Pengorganisasian 40
2.1.4.3 Fungsi Pengarahan 42
2.1.4.4 Fungsi Pengkoordinasian 44
2.1.4.4.1 Tipe-Tipe Koordinasi 44
2.1.4.5 Fungsi Pengawasan 46 2.1.4.5.1 Tipe-Tipe Pengawasan 47
2.1.5 Definisi Pengelolaan 48
2.1.6 Pemerintahan 49
2.1.7 Definisi Organisasi 52
2.1.7.1 Ciri-Ciri Organisasi 54
2.1.7.2 Prinsip-Prinsip Organisasi 54
2.1.7.3 Kelompok-Kelompok Kerja Formal dan Informal 55
2.1.7.4 Tipe-Tipe Organisasi 56
2.1.7.5 Komponen-Komponen Pengorganisasian 59
2.1.8 Pengertian Komunitas 60
2.1.9 Definisi Objek Wisata 61
2.2 Penelitian Terdahulu 64
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian 66
2.4 Asumsi Dasar 70
vii
14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 71
3.2 Fokus Penelitian 72
3.3 Lokasi Penelitian 72
3.4 Fenomena yang Diamati 72
3.4.1 Definisi Konsep 73
3.4.2 Definisi Operasional 74
3.5 Instrumen Penelitian 75
3.6 Informan Penelitian 77
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 79
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data 79
3.7.1.1 Sumber Data Primer 79
3.7.1.2 Sumber Data Sekunder 84
3.7.2 Teknik Analisis Data 85
3.8 Jadwal Penelitian 89
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian 90
4.1.1 Deskripsi Kota Jakarta 90
4.1.2 Deskripsi Objek Wisata Kota Tua Jakarta 93
4.1.3 Gambaran Umum Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta 96
4.1.3.1 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta 96
4.1.3.2 Susunan Organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta 97
4.1.4 Gambaran Umum Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta 100
4.1.4.1 Susunan Organisasi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
Jakarta 102
4.1.5 Gambaran Umum Local Working Group (LWG) 103
4.1.5.1 Visi dan Misi LWG 104
a. Visi 104
b. Misi 105
c. Fungsi 105
4.1.6 Gambaran Umum Komunitas-Komunitas di Kota Tua Jakarta 106
4.2 Deskripsi Data 107
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian 107
4.2.2 Daftar Informan Penelitian 109
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian 111
4.3.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta 112
4.3.1.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan 112
4.3.1.2 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian 131
4.3.1.3 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan 137
4.3.1.4 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian 143
4.3.1.5 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan 148
4.3.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Membuat Aturan Terkait
Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta 152
4.3.2.1 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan 153
viii
15
4.3.2.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian 156
4.3.2.3 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan 162
4.3.2.4 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian 164
4.3.2.5 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan 166
4.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat 168
4.3.3.1 Fungsi Masyarakat dalam Perencanaan 168
4.3.3.2 Fungsi Masyarakat dalam Pengorganisasian 174
4.3.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Pengarahan 176
4.3.3.4 Fungsi Masyarakat dalam Pengkoordinasian 179
4.3.3.5 Fungsi Masyarakat dalam Pengawasan 180
4.4 Pembahasan 183
4.4.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta 183
4.4.1.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan 184
4.4.1.2 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian 188
4.4.1.3 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan 190
4.4.1.4 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian 191
4.4.1.5 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan 192
4.4.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Membuat Aturan Terkait
Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta 193
4.4.2.1 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan 193
4.4.2.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian 195
4.4.2.3 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan 196
4.4.2.4 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian 197
4.4.2.5 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan 199
4.4.3 Fungsi Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta 200
4.4.3.1 Fungsi Masyarakat dalam Perencanaan 200
4.4.3.2 Fungsi Masyarakat dalam Pengorganisasian 203
4.4.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Pengarahan 204
4.4.3.4 Fungsi Masyarakat dalam Pengkoordinasian 206
4.4.3.5 Fungsi Masyarakat dalam Pengawasan 207
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 210
5.2 Saran 212
DAFTAR PUSTAKA x
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ix
16
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Informan 78
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara 83
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian 89
Tabel 4.1 Daftar Informan 110
Tabel 4.2 Jumlah Pengunjung Museum Seni Rupa dan Keramik Tahun 2014 124
Tabel 4.3 Jumlah Pengunjung Museum Sejarah Jakarta Tahun 2014 125
Tabel 4.4 Jumlah Pengunjung Museum Wayang Tahun 2014 126
x
17
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kelompok Komunitas 15
Gambar 2.1 Organisasi formal dan informal dan ciri-ciri mereka 57
Gambar 2.2 Organisasi-organisasi primer dan organisasi-organisasi sekunder 58
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Penelitian 69
Gambar 3.1 Proses Analisis Data Menurut Irawan 87
Gambar 4.1 Peta Kota DKI Jakarta 92
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua 103
Gambar 4.3 Kelompok Komunitas 116
ix
18
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkrip Data
Lampiran 2 Koding Data
Lampiran 3 Kategorisasi Data
Lampiran 4 Catatan Lapangan
Lampiran 5 Kisi-kisi Wawancara
Lampiran 6 Membercheck (Transkrip Wawancara)
Lampiran 7 Kartu Bimbingan Skripsi
Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 9 Daftar Komunitas di Kota Tua pada Awalnya
Lampiran 10 Daftar Komunitas Setelah Berkurang
Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 12 Daftar Riwayat Hidup
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jakarta merupakan Ibukota Negara Republik Indonesia. Dari 34 provinsi
yang ada di Indonesia, Jakarta merupakan pusat pemerintahan di Indonesia dan
salah satu kota besar di Indonesia dengan segala macam aktivitas masyarakat.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jakarta Tahun 2013, Jakarta
merupakan kota dengan penduduk yang padat di Indonesia, dengan kepadatan
penduduk mencapai 14.469 orang perkilometer persegi, dengan luas wilayah
664,01 km2 dan jumlah penduduk 12.998.816 jiwa.
Hal ini dikarenakan tingginya angka mobilitas penduduk di Jakarta.
Banyak masyarakat dari luar Jakarta yang datang dan menetap di Jakarta untuk
mencari pekerjaan di Jakarta, hasil sensus 2010 mencatat 5.396.419 penduduk
atau 2,5% penduduk merupakan imigran antar provinsi. Pada tahun 2010 daerah
yang memiliki angka mobilitas yang tinggi atau penduduknya banyak yang keluar
daerah adalah Jawa Barat dengan 730.878 jiwa, sedangkan daerah yang
dimobilitasi atau dijadikan tempat perpindahan adalah DKI Jakarta dengan
734.584 jiwa. Hal ini dikarenakan Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara
Indonesia dan pembangunan yang dilakukan lebih banyak di Jakarta. Namun
dengan luas daerah Kota Jakarta yang tetap dari tahun ke tahun, namun jumlah
2
penduduknya terus bertambah, hal ini menggambarkan kepadatan penduduk
terjadi di Kota Jakarta. (Sumber: <http://www.jakarta.bps.go.id> [20/02/2015])
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007
tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi DKI Jakarta dengan
kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki
fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010
tentang Cagar Budaya, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya
bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga perlu
dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan,
dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk
melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui
3
kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 127 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit
Penataan dan Pengembangan Kawasan Kota Tua Dinas Kebudayaan dan
Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, bahwa untuk
mewujudkan Kota Tua sebagai kawasan sejarah, budaya dan bisnis serta sebagai
tujuan wisata, perlu dilaksanakan penataan dan pengembangan melalui
penanganan yang lebih optimal. Penataan dan pengembangan Kota Tua sebagai
kawasan sejarah, budaya dan bisnis serta sebagai tujuan wisata merupakan salah
satu lingkup tugas Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Menurut Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 127 Tahun 2007 Kawasan Kota Tua adalah kesatuan geografis beserta
unsur terkait di dalamnya seluas ± 846 ha yang terletak di Kotamadya Jakarta
Utara dan Kotamadya Jakarta Barat Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Penguasaan Perencanaan Dalam Rangka Penataan Kawasan Kota Tua Seluas ±
846 ha yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara dan Kotamadya Jakarta Barat.
Namun menurut Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua dalam ruang
lingkup rencana induk kawasan Kota Tua meliputi beberapa kawasan yang
dibatasi dalam daerah perencanaan seluas ± 334 ha.
4
Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 475 Tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan-Bangunan Bersejarah Di
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Benda Cagar Budaya bahwa upaya
pelestarian terhadap bangunan bersejarah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta
adalah untuk menjaga keaslian arsitektur bangunan, mempertahankan nilai-nilai
sejarah untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya arti sejarah nasional dan sejarah
perkembangan Kota Jakarta.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua, pengelolaan
Kawasan Kota Tua dilakukan secara terpadu lintas sektoral dan wilayah serta
melibatkan secara aktif dunia usaha dan kelompok-kelompok masyarakat.
Pengelolaan dapat dilakukan dengan membentuk Badan Otorita yang mempunyai
kewenangan yang memadai. Guna lebih mengoptimalkan pengelolaan Kawasan
Kota Tua dan memberikan insentif yang memadai dalam pelestariannya, dapat
dikembangkan Kawasan Kota Tua sebagai Kawasan Ekonomi Kreatif (KEK).
Dalam hal ini yang merupakan pengelola kawasan Kota Tua Jakarta
adalah Unit Pengelola Kawasan Kota Tua. Sesuai dengan yang tercantum dalam
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun
2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Kawasan
Kota Tua Pasal 4 bahwa, unit pengelola mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan Kawasan Kota Tua. Pada pasal 9 mengenai seksi pengembangan Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta mempunyai tugas salah satunya melakukan
5
koordinasi dengan swasta dan masyarakat untuk berperan serta dalam penataan
dan pengembangan Kawasan Kota Tua.
Provinsi DKI Jakarta memiliki beberapa tempat wisata antara lain Taman
Impian Jaya Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, Kebun Binatang Ragunan,
Monumen Nasional, Kota Tua Jakarta, dan berbagai museum lainnya. Hal ini
berpengaruh terhadap tingkat pendapatan daerah di Provinsi DKI Jakarta, dengan
banyaknya kunjungan masyarakat lokal, luar daerah maupun luar negeri yang
datang ke Jakarta, maka pendapatan daerah Provinsi DKI Jakarta akan semakin
meningkat. Di antara beberapa tempat pariwisata di DKI Jakarta, lebih banyak
tempat pariwisata yang menawarkan kesenangan atau hiburan, namun hanya
sedikit tempat wisata yang menawarkan pengetahuan, wawasan dan cerita sejarah
di masa lampau seperti di museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta. Hal ini
harus menjadi perhatian penting bagi Pemerintah DKI Jakarta untuk
memperkenalkan dan melestarikan objek wisata seperti Kota Tua Jakarta ini.
Kota Tua Jakarta merupakan suatu wilayah yang termasuk ke dalam Kota
Administrasi Jakarta Barat dan Kota Administrasi Jakarta Utara yang disana
terdapat bangunan-bangunan peninggalan zaman penjajahan Belanda.
Berdasarkan wawancara peneliti kepada narasumber Bapak Ario (29 Tahun)
selaku Staf Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Kota Tua pada
zaman dahulu merupakan pusat pemerintahan Belanda pada saat menjajah
Indonesia. Bangunan-bangunan tua tersebut pada saat itu dijadikan gedung-
gedung pemerintahan Hindia Belanda seperti kantor gubernur, penjara bawah
tanah, pengadilan bahkan gereja, dan sampai sekarang ini bangunan-bangunan tua
6
tersebut telah beberapa kali beralih fungsi dan sampai pada saat ini telah
diresmikan pemerintah untuk dijadikan museum bersejarah. Pada saat ini objek
wisata Kota Tua Jakarta terdapat beberapa museum, antara lain Museum
Fatahillah, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Wayang, Museum Bank
Mandiri, dan Museum Bank Indonesia.
Daerah Khusus Ibukota Jakarta termasuk daerah yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Selain menjadi Ibukota Negara
Republik Indonesia, Kota Jakarta juga dapat menjadi kota tujuan wisata bagi
masyarakat lokal, masyarakat dari luar Jakarta maupun mancanegara. Kota Jakarta
juga harus mampu meningkatkan kunjungan pariwisata di dalam Kota Jakarta itu
sendiri, sehingga Kota Jakarta tidak hanya terkesan buruk oleh masyarakat dari
luar Jakarta yaitu sebagai kota yang macet dan padat penduduk, namun dengan
adanya objek pariwisata yang ditingkatkan maka akan membawa nama baik Kota
Jakarta serta mambawa dampak positif lainnya bagi Kota Jakarta itu sendiri.
Jakarta memiliki banyak aset-aset pariwisata yang sangat potensial untuk
dikembangkan yang nantinya akan berdampak positif terhadap aktivitas ekonomi
daerah.
Pada zaman penjajahan Belanda, Kota Jakarta ditempatkan sebagai pusat
pemerintahan Hindia Belanda. Sehingga banyak gedung-gedung tua peninggalan
pemerintahan Belanda yang ada di Jakarta dan sekarang dijadikan museum-
museum sebagai objek wisata atau tempat penyimpanan benda-benda bersejarah.
Salah satu objek wisata di Jakarta yaitu Kota Tua. Kota Tua merupakan objek
wisata yang berupa bangunan-bangunan tua serta berbagai museum peninggalan
7
masa penjajahan belanda. Di Kota Tua itu sendiri terdapat beberapa museum
antara lain: Museum Fatahillah, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum
Wayang, Museum Bank Mandiri, dan Museum Bank Indonesia. Bangunan
museum-museum ini sudah ada sejak zaman pemerintahan Belanda pada masa
lampau, yang sekarang bangunannya dijadikan museum untuk menyimpan benda-
benda peninggalan masa penjajahan tersebut.
Kawasan Kota Tua Jakarta yang memiliki luas ±846 ha terbagi dalam 5
(lima) zona wilayah, yaitu Zona 1 (satu) adalah Kawasan Pelabuhan Sunda
Kelapa dan sekitarnya, Zona 2 (dua) adalah Kawasan Pusat Kota Lama (Taman
Fatahillah) dan sekitarnya, Zona 3 (tiga) adalah Kawasan Pecinan, Zona 4 (empat)
adalah Kawasan Perkampungan Multi Etnis, dan Zona 5 (lima) adalah Kawasan
Pusat Bisnis Kota Tua. Dalam penelitian ini, peneliti fokus meneliti pada
Kawasan Zona 2 atau Kawasan Pusat Kota Lama (Taman Fatahillah), karena zona
ini merupakan prioritas utama dalam pengembangan Kota Tua Jakarta dalam
waktu dekat.
Pada zona 2 (dua) adalah Kawasan Pusat Kota Lama (Taman Fatahillah)
dan sekitarnya merupakan pusat pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta dan
mempunyai visi misi yaitu memori pusat kota lama, dalam arti mengingatkan
kembali akan sejarah dimasa lampau. Di zona 2 ini terdapat beberapa museum,
diantaranya Museum Fatahillah, Museum Wayang dan Museum Seni Rupa dan
Keramik, Cafe Batavia dan sebagainya. Fungsi kawasan ini adalah lokasi
perkantoran skala besar dan kecil, wisata seni dan budaya, serta tempat pembagian
kluster Pedagang Kaki Lima.
8
Zona 2 (dua) yaitu Taman Fatahillah dan sekitarnya memiliki luas 443 ha.
Peruntukan luas tanah tersebut terdiri dari perumahan 256,69 ha; perkantoran
87,04 ha; taman 3,69 ha; pertanian 14,10 ha; lahan tidur 13,24 ha; dan lain lain
58,24 ha. Zona 2 (dua) Taman Fatahillah dan sekitarnya termasuk ke dalam
Kecamatan Tamansari, Kelurahan Pinangsia. Masyarakat yang terdekat dengan
Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta adalah masyarakat Kelurahan Pinangsia.
Kelurahan Pinangsia memiliki luas 96 ha dengan jumlah penduduk 16.672 jiwa
dan 3.813 KK.
(Sumber: <http://www.jakarta.go.id> [14/02/2015])
Di zaman modern seperti sekarang ini, dengan banyaknya jumlah
penduduk yang ada di Ibukota Negara Republik Indonesia dan dengan banyaknya
objek-objek wisata yang lebih modern dan lebih menarik banyak bermunculan,
harus diaturnya sedemikian rupa agar objek wisata Kota Tua Jakarta ini tetap
menarik minat pengunjung yang datang dan menjadi tempat kunjungan yang
nyaman ditengah padatnya Kota Jakarta. Pada dasarnya objek wisata Kota Tua ini
sudah cukup ramai dikunjungi oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari data
jumlah pengunjung yang peneliti dapatkan dari 3 (tiga) museum yang ada di
Kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta.
Berdasarkan data pengunjung yang peneliti dapatkan dari narasumber di
museum-museum di Kota Tua Jakarta antara lain: Tahun 2013 dan tahun 2014.
Pada bulan Januari hingga Desember 2013 jumlah pengunjung yang
datang ke Museum Seni Rupa dan Keramik yaitu Wisatawan Nusantara sebanyak
37.536 pengunjung, Wisatawan Mancanegara sebanyak 993 pengunjung, Sekolah
9
Dasar (SD) sebanyak 7.360 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingat Pertama
(SLTP) sebanyak 4.508 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
sebanyak 3.246 pengunjung. Jumlah keseluruhan totalnya sebanyak 60.810
pengunjung. Sedangkan pada bulan Januari hingga Desember 2014 jumlah
pengunjung yang datang ke Museum Seni Rupa dan Keramik meningkat yaitu
Wisatawan Nusantara sebanyak 65.490 pengunjung, Wisatawan Mancanegara
sebanyak 1.215 pengunjung, Taman Kanak-kanak (TK) 12.537 pengunjung,
Sekolah Dasar (SD) sebanyak 11.183 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingat
Pertama (SLTP) sebanyak 13.626 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA) sebanyak 8.824 pengunjung, mahasiswa 10.471 pengunjung. Jumlah
keseluruhan totalnya sebanyak 123.346 pengunjung.
Selanjutnya pada Museum Sejarah Jakarta, Pengunjung pada tahun 2013
bulan Januari hingga Desember baik wisatawan dari dalam negeri maupun luar
negeri yang datang mengunjungi museum ini, antara lain: Wisatawan Nusantara
sebanyak 120.347 pengunjung, Wisatawan Mancanegara sebanyak 15.182
pengunjung, Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 18.827
pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (SLTP) sebanyak 9.298
Pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 3.037, Mahasiswa
sebanyak 16.292 pengunjung, Riset 5.948 pengunjung, Tidak Resmi 7.394 orang.
Jumlah keseluruhan pengunjung totalnya sebanyak 196.325 pengunjung.
Sedangkan pengunjung 2014 meningkat, yaitu pada bulan Januari hingga
Desember baik wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri yang datang
mengunjungi museum ini, antara lain: Wisatawan Nusantara sebanyak 68.261
10
pengunjung, Wisatawan Mancanegara sebanyak 6.560 pengunjung, pelajar
122.896 pengunjung. Mahasiswa 63.391 pengunjung. Resmi 4832 pengunjung.
Jumlah keseluruhan pengunjung totalnya sebanyak 265.940 pengunjung.
Selanjutnya adalah Museum Wayang, Pengunjung di Museum ini pun juga
cukup banyak. Pengunjung pada tahun 2013 pada bulan Januari hingga Desember
baik wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri yang datang mengunjungi
museum ini, antara lain: Wisatawan Nusantara sebanyak 133.476 pengunjung,
Wisatawan Mancanegara sebanyak 52.386 pengunjung, Taman Kanak-kanak
(TK) dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 20.148 pengunjung, Sekolah Lanjutan
Tingat Pertama (SLTP) sebanyak 11.283 Pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas (SLTA) sebanyak 2.328 pengunjung, Mahasiswa sebanyak 23.494
pengunjung, Tidak Resmi 7.364 orang. Jumlah keseluruhan pengunjung totalnya
sebanyak 250.479 pengunjung.
Sedangkan pengunjung tahun 2014 pada bulan Januari hingga Desember
mengalami peningkatan jumlah pengunjung baik wisatawan dari dalam negeri
maupun luar negeri yang datang mengunjungi museum ini, antara lain: Wisatawan
Nusantara sebanyak 254.499 pengunjung, Wisatawan Mancanegara sebanyak
47.198 pengunjung, Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak
37.639 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (SLTP) sebanyak 4.547
pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 1.620 pengunjung,
Mahasiswa sebanyak 15.588 pengunjung, Tidak Resmi 800 orang. Jumlah
keseluruhan pengunjung totalnya sebanyak 361.881 pengunjung.
11
Penjabaran jumlah pengunjung dimasing-masing museum
menggambarkan bahwa jumlah pengunjung yang datang ke Museum Seni Rupa
dan Keramik, Museum Fatahillah dan Museum Wayang pada tahun 2013 dan
tahun 2014 cukup banyak dan mengalami peningkatan. Hal ini menandakan
jumlah pengunjung yang datang ke Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
sebanyak jumlah pengunjung yang datang ke museum atau bahkan melebihi
jumlah pengunjung di museum-museum tersebut.
Dalam pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta melibatkan beberapa
pihak yang terkait, diantaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Satuan Polisi Pamong Praja
Kecamatan Tamansari, pihak pengelola museum-museum serta melibatkan
masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada disekitar Objek Wisata Kota Tua
Jakarta, khususnya yaitu masyarakat Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari.
Komunitas-komunitas yang berada di Kota Tua Jakarta berasal dari dalam
masyarakat Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari maupun berasal dari luar
daerah. Hal ini dikarenakan adanya masyarakat urban yang datang ke daerah
kawasan Kota Tua Jakarta, bertempat tinggal disana dan ikut menjadi komunitas
di Kota Tua Jakarta. Manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini
sangat diperlukan dan sangat diperhatikan bagaimana pelaksanaannya, karena
apabila manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta tidak dilakukan
dengan baik maka akan menambah masalah untuk Kota DKI Jakarta itu sendiri.
Manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini juga
melibatkan masyarakat yang ada disekitar Kawasan Objek Wisata Kota Tua
12
Jakarta. Masyarakat merupakan aspek yang sangat penting dalam pengelolaan
Objek Wisata ini, karena dengan adanya masyarakat yang ikut serta dan terlibat
langsung dalam pengelolaan Kota Tua Jakarta, maka pengelolaan itupun akan
dilaksanakan dengan bantuan masyarakat yang ikut berpartisipasi dan menjaga
kelestarian Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Pengelolaan Kawasan Kota Tua dilakukan secara terpadu lintas sektoral
dan wilayah serta melibatkan secara aktif dunia usaha dan kelompok-kelompok
masyarakat. Dalam rangka mewujudkan visi dan misi penataan Kawasan Kota
Tua, setiap individu masyarakat berhak untuk berpartisipasi aktif dan memberikan
aspirasinya untuk kemajuan dan percepatan pengembangan Kawasan Kota Tua
Jakarta. Dalam hal ini masyarakat merupakan orang perseorangan, kelompok
orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku
kepentingan non pemerintah lainnya dalam penataan ruang. Peran masyarakat
merupakan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. (Sumber: Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 36 Tahun 2014)
Manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini tidak hanya
melibatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja, melainkan melibatkan pihak
swasta, masyarakat sekitar maupun wisatawan. Dalam hal ini Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,
Walikota Administrasi Jakarta Barat dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua.
Untuk pihak swasta yang ikut dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota
Tua Jakarta adalah PT. Jasindo, PT. Pembangunan Kota Tua Jakarta
13
(Konsorsium) dan juga bekerja sama dengan Pihak UNESCO ASEAN serta
dibantu pula oleh United Nation World Tourism Organization (UNWTO). Dalam
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga ikut melibatkan
masyarakat yaitu diantaranya komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Taman
Fatahillah, Lembaga Swadaya Masyarakat, pedagang kaki lima yang ada di
sekitar Kawasan Taman Fatahillah serta wisatawan yang datang ke Taman
Fatahillah Kota Tua Jakarta.
Selain banyaknya jumlah pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah
Kota Tua Jakarta, banyak juga kumpulan-kumpulan kelompok atau komunitas
yang ada di sekitar kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Komunitas
merupakan sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang
seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar
para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values.
Komunitas dapat dikatakan juga sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme
yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama.
Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki
maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah
kondisi lain yang serupa. (Sumber: <http://books.google.co.id> [20/02/2015])
Dalam hal ini masyarakat yang ikut terlibat langsung dalam manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah komunitas-komunitas yang
ada di Taman Fatahillah, masyarakat yang tinggal di sekitar Kota Tua Jakarta, dan
juga pedagang-pedagang yang ada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang
juga merupakan masyarakat sekitar serta wisatawan yang datang berkunjung.
14
Komunitas-komunitas yang ada di kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini
dinaungi oleh Local Working Group (LWG) dan dibina oleh Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua Jakarta. Pada awal terbentuknya Local Working Group
(LWG) berjumlah 79 komunitas, kemudian semakin lama semakin berkurang
sampai sekarang jumlahnya sebanyak 32 komunitas. Hal ini dikarenakan
komunitas-komunitas yang sebelumnya diseleksi lagi oleh Pihak Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua sesuai dengan unsur-unsur kebudayaan Kota Tua atau unsur
sejarah. Komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua
Jakarta ini ikut memberikan kontribusi dalam meramaikan Kawasan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta.
Berdasarkan data yang peneliti dapat dari Pihak Unit Pengelola Kawasan
Kota Tua dari 32 komunitas yang ada saat ini terdapat beberapa kelompok bidang
yaitu diantaranya:
15
Gambar 1.1 Kelompok Komunitas
Bidang Pendidikan 1. Gerakan Pramuka Museum Mandiri
2. Forum Indonesia Membaca
3. Komunitas Jelajah Budaya
Bidang Seni 1. Marching Band Museum
2. Barongsai dan Tanjidor Museum Mandiri
3. Musisi Lesehan
4. Pengamen Kota Tua
5. Paguyuban Onthel Wisata Fatahillah
6. Indonesia Community Art (ICA)
7. Komunitas Lorong Rupa
Bidang Keagamaan 1. Rhuha Fatahillah
Bidang Kesejarahan 1. Komunitas Manusia Batu
2. Komunitas Tempoe Doeloe
3. Trem Kota Tua
4. Sahabat Kota Tua
(Sumber: Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, 2015)
16
Berdasarkan wawancara peneliti kepada Bapak Rizal sebagai Bendahara
Komunitas Manusia Batu, komunitas berperan penting dalam kegiatan wisata di
Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Komunitaslah yang menghidupkan
suasana di Kawasan Kota Tua Jakarta. Dengan adanya komunitas, pengunjung
dapat menikmati berbagai macam seni maupun budaya yang dibawakan oleh
komunitas tersebut, bahkan dapat menggunakannya. Seperti komunitas Sepeda
Ontel, pengunjung dapat menggunakan sepeda ontel tersebut untuk berkeliling di
Taman Fatahillah yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Berdasarkan observasi dan wawancara bahwa adanya komunitas-
komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta disamping
memberikan kontribusi dalam meramaikan Kawasan Objek Wisata Kota Tua
Jakarta, komunitas-komunitas yang ada juga mengharuskan pemerintah ataupun
pengelola Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta untuk mengatur dan
mengelolanya, karena apabila komunitas-komunitas ini tidak diatur oleh
pemerintah, banyak komunitas-komunitas yang masuk di Kawasan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta tanpa seizin pihak pengelola. Menurut wawancara dan observasi
awal peneliti ada beberapa komunitas yang berada di Kawasan Taman Fatahillah
Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang masuk tanpa seizin pihak pengelola dan
tidak sesuai dengan kriteria yang diharuskan pengelola untuk menjadi komunitas
di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta dan berkontribusi di dalamnya.
Peneliti pun menarik meneliti mengenai Manajemen Pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat ini karena masyarakat atau dalam
hal ini adalah komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta ini berbeda dengan
17
ditempat-tempat lain yaitu adanya Komunitas Manusia Batu yang menyerupai
penjajah maupun pejuang pada masa penjajahan zaman dahulu, namun tidak
bergerak seperti batu, ada juga Komunitas Lorong Rupa yang merupakan suatu
tempat di Sekitar Taman Fatahillah yang memamerkan hasil kreativitas para
seniman, seperti lukisan dan gambar-gambar tentang penjajahan zaman dahulu.
Masih banyak komunitas-komunitas lain yang ada di Kota Tua Jakarta yang
kental dengan unsur sejarah dan suasana tempo dulu.
Adanya komunitas-komunitas ini membuat suasana di Sekitar Kawasan
Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta semakin hidup dan menyenangkan, karena
komunitas-komunitas yang ada di sekitar Taman Fatahillah dapat menghibur
pengunjung dan dapat dinikmati oleh pengunjung, seperti Komunitas Sepeda
Onthel. Pengunjung dapat menyewa sepeda onthel yang disediakan oleh
Komunitas Sepeda Onthel. Komunitas-komunitas yang ada berperan penting
untuk meramaikan suasana di Kota Tua Jakarta, karena setelah museum-museum
yang ada di Sekitar Taman Fatahillah tutup, pengunjung bisa menikmati
komunitas-komunitas yang ada disekeliling Taman Fatahillah. Komunitas-
komunitas yang ada di Taman Fatahillah juga mempengaruhi baik atau tidaknya
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Apabila komunitas-
komunitas yang ada dibina dengan baik, maka manajemen pengelolaan objek
wisata Kota Tua dapat dikatakan baik, dan sebaliknya. Namun dibalik adanya
beberapa komunitas-komunitas di Kota Tua Jakarta ada masalah-masalah yang
muncul terkait dengan komunitas-komunitas yang ada.
18
Adapun masalah yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu: Pertama,
mengenai manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis
masyarakat. Dalam hal ini komunitas di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
ikut serta dalam pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta agar Kawasan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta dapat menjadi Kawasan yang rapi dan teratur, namun
menurut wawancara yang peneliti lakukan kepada salah satu anggota komunitas,
ada beberapa komunitas yang masuk di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
tanpa seizin pihak pengelola dan tidak sesuai dengan kriteria yang diharuskan
pengelola untuk menjadi komunitas di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
dan berkontribusi di dalamnya. Hal ini juga terkait dengan perencanaan yang telah
direncanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan
Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, perencanaan yang telah ditetapkan dalam
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta terkait dengan
keterlibatan masyarakat.
Kedua, pengorganisasian komunitas-komunitas yang kurang baik, terlihat
dari jumlah komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta semakin berkurang dari yang
sebelumnya. Jumlah komunitas yang pada awalnya terdapat 79 komunitas,
jumlahnya kemudian berkurang sampai sekarang jumlahnya sebanyak 32
komunitas. Hal ini dikarenakan pihak pengelola komunitas di Kawasan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta yaitu Local Working Group dan Unit Pengelola Kawasan
Kota Tua mengharuskan adanya unsur sejarah ataupun hal-hal yang terkait dengan
ciri khas Kota Tua atau hal-hal dizaman penjajahan, seperti Komunitas Manusia
Batu dan Komunitas Sepeda Ontel, karena beberapa komunitas baru yang berada
19
di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta berupa Komunitas Badut dan komunitas
yang menyerupai hantu. Sebagian besar anggota komunitas-komunitas yang ada
di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta berasal dari masyarakat di Kelurahan
Pinangsia, Kecamatan Tamansari dan masyarakat urban yang berasal dari luar
Kota Jakarta dan bertempat tinggal di sekitar Kelurahan Pinangsia, Kecamatan
Tamansari.
Ketiga, tidak tegasnya aturan yang mengatur tentang komunitas yang
berada di Kota Tua dan tidak adanya sanksi yang tegas terhadap peraturan yang
berlaku serta pelanggaran yang terjadi terhadap komunitas atau pedagang yang
ada di Taman Fatahillah. Hal ini terlihat dari adanya beberapa komunitas yang
masuk ke dalam wilayah Taman Fatahillah tanpa seizin Pihak Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua yaitu masyarakat urban yang menjadi komunitas namun tidak
sesuai dengan unsur sejarah Kota Tua Jakarta dan tidak izin terlebih dahulu
kepada Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta. Manajemen pengelolaan objek
wisata Kota Tua Jakarta juga memerlukan pengarahan yang dilakukan kepada
masyarakat untuk menertibkan dan mengatur keberadaan masyarakat dalam
keterlibatannya dengan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta,
sehingga manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta yang dilakukan
dapat berjalan dengan baik.
Keempat, kurangnya koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta dengan
masyarakat. Hal ini berdasarkan wawancara dengan beberapa komunitas yang
tidak mengetahui program atau perencanaan yang sedang dilakukan oleh UPK
20
Kota Tua dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta untuk Kota
Tua. Oleh karena itu peneliti juga meneliti mengenai koordinasi yang dilakukan
antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua, Local Working Group serta pihak pengelola museum dengan
masyarakat ataupun komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta dalam mengelola Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Kelima, kurangnya pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh
para komunitas yang ada. Hal ini terkait dengan kenyamanan pengunjung yang
datang ke Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, yaitu apabila terjadi tindak
kejahatan seperti copet atau jambret, selain itu pengamen-pengemen yang ada di
Kota Tua Jakarta juga harus diawasi agar tidak memaksa pengunjung untuk
memberikan uang. Tanpa adanya pengawasan terhadap komunitas-komunitas
yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta maka dapat mengganggu
kenyamanan pengunjung apabila ada komunitas yang mengganggu kenyamanan
pengunjung. Dalam hal ini peneliti juga membahas pengawasan yang dilakukan
oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dengan Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua kepada masyarakat, khususnya terhadap komunitas-
komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Karena itu peneliti merasa perlu adanya pengkajian lebih lanjut terkait
dengan bagaimana Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
Berbasis Masyarakat. Sehingga diharapkan dapat membantu menyelesaikan
permasalahan yang ada didalam lingkup manajemen pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta.
21
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, dapat
ditemukan beberapa identifikasi masalah yaitu:
1. Beberapa komunitas yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta tidak
sesuai dengan unsur-unsur Kota Tua Jakarta atau kesejarahan
2. Pengorganisasian komunitas-komunitas yang kurang baik, terlihat dari
jumlah komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta semakin berkurang dari
yang sebelumnya.
3. Tidak tegasnya aturan dan sanksi terhadap komunitas dan pedagang yang
ada di Taman Fatahillah.
4. Kurangnya koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta dengan
masyarakat.
5. Kurangnya pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh para
komunitas yang ada.
1.3 Batasan Masalah
Dari latar belakang dan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya,
diperlukan pembatasan masalah dalam penelitian ini guna lebih mempersempit
masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat.
22
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah diatas, maka
rumusan masalah yang menjadi kajian peneliti yaitu:
1. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek
wisata Kota Tua Jakarta?
2. Bagaimana proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
3. Bagaimana fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata
Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat ini
adalah:
1. Untuk mengetahui keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan
objek wisata Kota Tua Jakarta
2. Untuk mengetahui proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan
terkait manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta
3. Untuk mengetahui fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan
objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat
23
1.6 Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian dilakukan untuk dapat digeneralisasikan dan diharapkan
memberikan feedback atau manfaat yang baik bagi bidang yang berhubungan
dengan penelitian ini. Maka, manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini
yang berjudul manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis
masyarakat ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan
dan pengetahuan, dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan,
serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat
ini, serta dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Secara Praktis
Manfaat penelitian untuk kepentingan praktis yaitu untuk membantu
pemberian informasi mengenai Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang
merupakan aset bagi Kota Jakarta, serta mengenai manajemen dan
pengelolaannya yang berbasis masyarakat. Selain itu penelitian ini diharapkan
sebagai bahan pertimbangan para pengambil kebijakan, dalam hal ini yaitu
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua. Diharapkan juga penelitian ini dapat mengembangkan
kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti selama
mengikuti pendidikan selama di program studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
24
Serta karya peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi
pembaca dan peneliti selanjutnya.
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan menjelaskan tentang isi satu per satu dari bab
1 (satu) sampai dengan bab 5 (lima) secara singkat, padat dan jelas.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup dan
kedudukan permasalahan yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara
induktif, dari ruang lingkup yang paling spesifik hingga kemasalah
yang lebih umum, yang relevan dengan judul skripsi.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah akan memperjelas aspek permasalahan yang
muncul dan berkaitan dengan variabel yang akan diteliti. Identifikasi
masalah dapat diajukan dan bentuk pertanyaan atau penyataan.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah akan lebih mempersempit masalah yang akan diteliti.
Sehingga objek penelitian, subjek penelitian, lokus penelitian, hingga
periode penelitian secara jelas termuat.
25
1.4 Rumusan Masalah
Bagian ini, peneliti mengidentifikasikan masalah secara implisit dan
tepat atas aspek yang akan diteliti seperti terpapar dalam latar belakang
masalah dan pembatasan masalah.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian akan mengungkapkan tentang sasaran yang ingin
dicapai dengan dilaksanakannya penelitian terhadap permasalahan
yang sudah dirumuskan sebelumnya.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian akan menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari
diadakannya penelitian ini.
1.7 Sistematika Penulisan
Menjelaskan secara singkat mengenai isi dari masing-masing sub judul
dalam penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka memuat kajian terhadap sejumlah teori yang relevan
dengan permasalahan dan variabel penelitian sehingga akan
memperoleh konsep penelitian yang jelas.
26
2.2 Penelitian Terdahulu
Sub bab ini berisi tentang penelitian-penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh peneliti lain sebagai perbandingan.
2.3 Kerangka Berfikir Penelitian
Sub bab ini menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan
dari landasan teori.
2.4 Asumsi Dasar
Sub bab ini menggambarkan anggapan dasar peneliti sebagai
kelanjutan dari kerangka berfikir.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Sub bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian.
3.2 Instrumen Penelitian
Sub bab ini menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat
yang digunakan untuk mengumpulkan data.
3.3 Informan Penelitian
Dalam sub bab ini menjelaskan informan penelitian yang mana yang
akan memberikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Menjelaskan teknik analisa beserta rasionalisasinya yang sesuai
dengan sifat data yang diteliti.
27
3.5 Teknik Analisis Data
Menjelaskan mengenai cara menganalisa data yang dilakukan dalam
penelitian.
3.6 Uji Keabsahan Data
Menjelaskan mengenai keabsahan data dalam penelitian.
3.7 Jadwal Penelitian
Memberikan informasi mengenai waktu pelaksanaan penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan mengenai objek penelitian yang meliputi alokasi
penelitian secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel
(dalam penelitian ini menggunakan istilah informan) yang telah
ditentukan serta hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan data penelitian dengan menggunakan teori yang sesuai
dengan kondisi di lapangan.
4.3 Temuan Lapangan
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah
dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif.
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Merupakan pembahasan lebih lanjut dan lebih rinci terhadap hasil
penelitian.
28
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan
mudah dipahami. Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan
serta asumsi dasar penelitian.
5.2 Saran
Memiliki isi berupa tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap
bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun secara praktis. Saran
praktis biasanya lebih operasional sedangkan pada aspek teoritis lebih
mengarah pada pengembangan konsep atau teori.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar referensi yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi.
LAMPIRAN
Berisi mengenai daftar dokumen yang menunjang data penelitian.
29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Pada bab ini peneliti akan menggunakan beberapa teori yang mendukung
masalah dalam penelitian ini, yang berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi
panduan dalam penelitian. Teori yang akan digunakan adalah beberapa teori yang
mendukung masalah penelitian ini mengenai Manajemen Pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat, diantaranya adalah teori
manajemen, pengelolaan, organisasi, dan pemerintahan.
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan
bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan
organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen adalah suatu
kegiatan, pelaksanaannya adalah “managing”, sedangkan pelaksanaannya disebut
manager atau pengelola. Manajemen mempunyai tujuan tertentu dan tidak dapat
diraba. Ia berusaha untuk mencapai hasil-hasil tertentu, yang biasanya
diungkapkan dengan istilah-istilah “objective” atau hal-hal yang nyata usaha-
usaha kelompok itu memberi sumbangannnya kepada pencapaian-pencapaian
khusus itu. Mungkin manajemen dapat digambarkan sebagai tidak nyata, karena ia
tidak dapat dilihat, tetapi hanya terbukti oleh hasil-hasil yang ditimbulkannya
30
“output” atau hasil kerja yang memadai, kepuasan manusiawi dan hasil-hasil
produksi serta jasa yang lebih baik. (Terry dan Rue 2009:1).
Dalam Terry dan Rue (2009:5) ada beberapa pendekatan utama dalam
manajemen, antara lain:
1. Proses Pendekatan Operasional
Manajemen dianalisa dari sudut pandang apa yang diperbuat
seorang manajer untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang manajer.
Kegiatan-kegiatan itu atau fungsi-fungsi dasar kedalam mana para manajer
terlibat, membentuk suatu proses yang dinamakan proses manajemen.
Pendekatan proses itu memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi dasar
manajemen. Proses pendekatan itu banyak digunakan, karena ia sangat
menolong dalam mengembangkan pemikiran manajemen dan membantu
menentukan bentuk manajemen dalam ketentuan-ketentuan yang mudah
dipahami.
2. Pendekatan Perilaku Manusia
Inti pendekatan ini adalah perilaku manusia. Hal itu memberi
manajemen metode-metode dan konsep ilmu-ilmu sosial yang
bersangkutan, khususnya psikologi dan antropologi. Penekanan diberikan
kepada hubungan-hubungan antara perorangan serta dampaknya. Pada
manajemen, individu dipandang sebagai makhluk sosio-psikologis. Seni
manajemen diberi penekanan dan seluruh bidang hubungan manusia
dipandang dalam istilah-istilah manajemen. Sebagian orang memandang
manajer itu sebagai pemimpin dan memperlakukan semua kegiatan-
kegiatan orang yang dipimpinnya sebagai keadaan-keadaan managerial.
Pengaruh lingkungan dan dampak yang memberi motivasi pada perilaku
manusia diberikan dalam seluruh penelitian. Karena tidak dapat
dipertanyakan bahwa pengelolaan melibatkan perilaku manusia dan
interaksi manusia, maka tidak diragukan bahwa tujuan-tujuan nyata dari
aliran ini sudah memadai, dan sumbangan-sumbangannya memberi
manfaat kepada penelitian manajemen.
3. Pendekatan Sistem Sosial
Para pendukung pendekatan ini manajemen sebagai suatu sistem
sosial, atau dengan perkataan lain, sebagai suatu sistem interelasi budaya.
Ia berorientasi secara sosiologis, berurusan dengan berbagai kelompok
sosial dan hubungan-hubungan budayanya serta berusaha menyatukan
kelompok-kelompok ini ke dalam suatu sistem sosial. Suatu organisasi
dianggap sebagai sebuah organisme sosial, takluk kepada segala
pertentangan dan interaksi para anggotanya. Pendekatan ini
memperhitungkan kelahiran, manfaat dan fungsi suatu “organisasi
informal”, yang dianggap tumbuh menjadi sesuatu, terutama sekali sebagai
akibat kekuatan-kekuatan sosial. Ia juga memperhitungkan pertimbangan-
pertimbangan etika, pengaruh masyarakat, serikat-serikat kerja dan
31
pemerintah. Hasil bersih dari pendekatan sistem sosial adalah terbatasnya
kekuatan paham sosiologis ke dalam penelitian dan teori manajemen.
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-
fungsi manajemen itu tadi. Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses untuk
mewujudkan tujuan yang diinginkan. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara
efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Hasibuan 2009:1).
Dalam Hasibuan (2009:2) pengertian manajemen menurut para ahli antara
lain:
Menurut Sikula Andrew F. Sikula:
“Management in general refers to planning, organizing, controlling,
staffing, leading, motivating, communicating, and decision making
activities performed by any organization in order to coordinate the varied
resources of the enterprise so as to bring an efficient creation of some
product or service”. (manajemen pada umumnya dikaitkan dengan
aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian,
penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk
mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan
sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien).
Menurut G.R Terry:
“Management is a distinct process consisting of planning, organizing,
actuating and controlling performed to determine and accomplish stated
objectives by the use of human being and other resources”. (manajemen
adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya).
32
Selanjutnya dalam Hasibuan (2009:3) pengertian manajemen menurut
Harold dan O’Donnel (2001) sebagai berikut:
“Management is getting things done through people. In bringing about
this coordinating of group activity, the manager, as a manager plans,
organizes, staffs, direct, and control the activities other people”.
(Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan
orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas
sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan pengendalian).
Menurut Handoko (2009:10) mendefinisikan bahwa:
“Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan
menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran
organisasi yang ditetapkan.”
Berdasarkan beberapa definisi para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa
manajemen adalah serangkaian proses, mulai dari tahap perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sehingga sampai pada tahap
pengendalian yang dilakukan oleh sebuah organisasi atau perusahaan untuk
mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga organisasi atau perusahaan
tersebut mendapatkan target, sasaran ataupun tujuan yang telah ditetapkan
didalam organisasi atau perusahaan tersebut.
2.1.2 Pentingnya Manajemen
Dalam Hasibuan (2009:3), pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas
(fisik, pengetahuan, waktu, dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas.
Usaha untuk memenuhi kebutuhan dan terbatasnya kemampuan dalam melakukan
pekerjaan mendorong manusia membagi pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab.
Dengan adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab ini maka
33
terbentuklah kerja sama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi. Dalam
organisasi ini, maka pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan
dengan baik serta tujuan yang diinginkan tercapai.
Dalam Hasibuan (2009:3) pada dasarnya manajemen itu penting, sebab:
1. Pekerjaan itu berat dan sulit untuk dikerjakan sendiri, sehingga
diperlukan pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab dalam
penyelesaiannya.
2. Perusahaan akan dapat berhasil baik, jika manajemen
diterapkan dengan baik.
3. Manajemen yang baik akan meningkatkan daya guna dan hasil
guna semua potensi yang dimiliki.
4. Manajemen yang baik akan mengurangi pemborosan-
pemborosan.
5. Manajemen menetapkan tujuan dan usaha untuk mewujudkan
dengan memanfaatkan men, money, methods, machine,
materials, market (6M) dalam proses manajemen tersebut.
6. Manajemen perlu untuk kemajuan dan pertumbuhan.
7. Manajemen mengakibatkan pencapaian tujuan secara teratur.
8. Manajemen merupakan suatu pedoman pikiran dan tindakan.
9. Manajemen selalu dibutuhkan dalam setiap kerja sama
sekelompok orang.
Manajemen selalu terdapat dan sangat penting untuk mengatur semua
kegiatan dalam rumah tangga, sekolah, koperasi, yayasan-yayasan, pemerintahan
dan lain sebagainya. Dengan manajemen yang baik maka pembinaan kerja sama
akan serasi dan harmonis, saling menghormati dan mencintai, sehingga tujuan
optimal akan tercapai. Begitu pentingnya peranan manajemen dalam kehidupan
manusia mengharuskan kita mempelajari, menghayati dan menerapkannya demi
hari esok yang lebih baik.
34
2.1.3 Prinsip Manajemen
Menurut Handoko (2009:22) prinsip manajemen adalah dasar-dasar atau
pedoman kerja yang bersifat pokok yang tidak boleh diabaikan oleh setiap
manajer/pimpinan. Dalam prakteknya harus diusahakan agar prinsip-prinsip
manajemen ini hendaknya tidak kaku, melainkan harus luwes, yaitu bisa saja
diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Prinsip-prinsip manajemen terdiri atas:
1. Pembagian kerja yang berimbang
Dalam membagi-bagikan tugas dan jenisnya kepada semua kerabat
kerja, seorang manajer hendaknya bersifat adil, yaitu harus bersikap sama
baik dan memberikan beban kerja yang berimbang.
2. Pemberian kewenangan dan rasa tanggung jawab yang tegas dan jelas.
Setiap kerabat kerja atau karyawan hendaknya diberi wewenang
sepenuhnya untuk melaksanakan tugasnya dengan baik dan
mempertanggung jawabkannya kepada atasan secara langsung.
3. Disiplin
Disiplin adalah kesedian untuk melakukan usaha atau kegiatan
nyata (bekerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang menjadi tugas dan
tanggung jawabnya) berdasarkan rencana, peraturan dan waktu (waktu
kerja) yang telah ditetapkan.
4. Kesatuan perintah
Setiap karyawan atau kerabat kerja hendaknya hanya menerima
satu jenis perintah dari seorang atasan langsung (mandor/kepala
seksi/kepala bagian), bukan dari beberapa orang yang sama-sama merasa
menjadi atasan para karyawan/kerabat kerja tersebut.
5. Kesatuan arah
Kegiatan hendaknya mempunyai tujuan yang sama dan dipimpin
oleh seorang atasan langsung serta didasarkan pada rencana kerja yang
sama (satu tujuan, satu rencana, dan satu pimpinan). Jika prinsip ini tidak
dilaksanakan maka akan timbul perpecahan diantara para kerabat
kerja/karyawan. Ada yang diberi tugas yang banyak dan ada pula yang
sedikit, padahal mereka memiliki kemampuan yang sama. Manajemen
adalah proses pencapaian tujuan melalui kerja orang lain. Dengan
demikian berarti dalam manajemen terdapat minimal 4 (empat) ciri, yaitu:
a. Ada tujuan yang hendak dicapai
b. Ada pemimpin (atasan)
c. Ada yang dipimpin (bawahan)
d. Ada kerja sama.
35
Prinsip-prinsip manajemen yang dikemukakan oleh Handoko diatas terkait
dengan penelitian ini yaitu mengenai manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota
Tua Jakarta berbasis masyarakat. Selanjutnya akan dilihat prinsip-prinsip
manajemen yang digunakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta dalam mengelola objek wisata Kota Tua Jakarta sudah sesuai dengan teori
manajemen yang ada atau belum. Dalam penelitian ini pemberian wewenang yang
mengelola dan mengatur objek wisata Kota Tua adalah Unit Pengelola Kawasan
Kota Tua Jakarta yang diberikan wewenang oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
2.1.4 Fungsi dan Tujuan Manajemen
Pada dasarnya setiap aktivitas atau kegiatan selalu mempunyai tujuan yang
ingin dicapai. Tujuan individu adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya berupa materi dan nonmateri dari hasil kerjanya. Tujuan organisasi
adalah mendapatkan laba (business organization) atau pelayanan/pengabdian
(public organization) melalui proses manajemen itu. (Hasibuan, 2009:17).
Dalam Hasibuan (2009:38) pembagian fungsi-fungsi manajemen menurut
beberapa ahli manajemen, diantaranya yaitu:
1. Menurut G.R. Terry
a. Planning;
b. Organizing;
c. Actuating;
d. Controlling.
36
2. Menurut Henry Fayol
a. Planning;
b. Organizing;
c. Commanding;
d. Coordinating;
e. Controlling.
3. Menurut DR. S.P. Siagian
a. Planning;
b. Organizing;
c. Motivating;
d. Controlling;
e. Evaluating.
4. Menurut Luther Gullick
a. Planning;
b. Organizing;
c. Staffing;
d. Directing;
e. Coordinating;
f. Reporting;
g. Budgeting.
5. Menurut Harold Koontz & Cyril O’Donnel
a. Planning;
b. Organizing;
c. Staffing;
d. Directing;
e. Controlling.
Dalam penelitian ini, fungsi-fungsi manajemen yang digunakan adalah
fungsi manajemen menurut Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:38) yaitu:
Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Commanding
(Pengarahan), Coordinating (Pengkoordinasian), dan Controlling (Pengawasan).
37
Fungsi - Fungsi manajemen menurut Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:
40) adalah sebagai berikut:
l) Fungsi perencanaan
Pada hakekatnya perencanaan merupakan proses pengambilan
keputusan yang merupakan dasar bagi kegiatan-kegiatan atau tindakan-
tindakan ekonomis dan efektif pada waktu yang akan datang. Proses ini
memerlukan pemikiran tentang apa yang perlu dikerjakan, bagaimana dan
dimana suatu kegiatan perlu dilakukan serta siapa yang bertanggungjawab
terhadap pelaksanaannya.
2) Fungsi pengorganisasian
Fungsi pengorganisasian dapat didefinisikan sebagai proses
menciptakan hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, personalia dan
faktor fisik agar kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan disatukan dan
diarahkan pada pencapaian tujuan bersama.
3) Fungsi pengarahan
Pengarahan merupakan fungsi manajemen yang mengatur
tindakan-tindakan agar betul-betul dilaksanakan. Oleh karena tindakan-
tindakan itu dilakukan oleh orang, maka pengarahan meliputi pemberian
perintah-perintah dan motivasi pada personalia yang melaksanakan
perintah-perintah tersebut.
4) Fungsi pengkoordinasian
Suatu usaha yang terkoordinir ialah dimana kegiatan karyawan itu
harmonis, terarah dan diintegrasikan menuju tujuan-tujuan bersama.
Koordinasi dengan demikian sangat diperlukan dalam organisasi agar
diperoleh kesatuan bertindak dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
5) Fungsi pengawasan
Fungsi pengawasan pada hakekatnya mengatur apakah kegiatan
sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam rencana.
Sehingga pengawasan membawa kita pada fungsi perencanaan. Semakin
jelas, lengkap serta terkoordinir rencana-rencana tersebut maka
manajemen yang dilakukan dikatakan baik.
Keberhasilan suatu kegiatan atau pekerjaan tergantung dari manajemen
yang dilakukan. Pekerjaan itu akan berhasil apabila manajemennya baik dan
teratur, dimana manajemen itu sendiri merupakan suatu perangkat dengan
melakukan proses tertentu dalam fungsi yang terkait. Serangkaian tahapan
kegiatan mulai awal melakukan kegiatan atau pekerjaan sampai akhir tercapainya
tujuan kegiatan atau pekerjaan.
38
2.1.4.1 Fungsi Perencanaan
Dalam Terry dan Rue (2009: 43) perencanaan adalah proses memutuskan
tujuan-tujuan apa yang akan dikejar selama suatu jangka waktu yang akan datang
dan apa yang dilakukan agar tujuan-tujuan itu dapat tercapai. Dalam Hasibuan
(2009:91) perencanaan adalah fungsi dasar (fundamental) manajemen, karena
organizing, commanding, coordinating dan controlling pun harus terlebih dahulu
direncanakan. Perencanaan ini adalah dinamis. Perencaaan ini ditujukan pada
masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, karena adanya perubahan kondisi
dan situasi.
Hasil perencanaan baru akan diketahui pada masa depan. Agar resiko yang
ditanggung itu relatif kecil, hendaknya semua kegiatan, tindakan, dan kebijakan
direncanakan terlebih dahulu. Perencanaan ini adalah masalah “memilih”, artinya
memilih tujuan, dan cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut dari beberapa
alternatif yang ada. Tanpa alternatif, perencanaan pun tidak ada. Perencanaan
merupakan kumpulan dari beberapa keputusan.
Dalam Hasibuan (2009:95) terdapat beberapa maksud dari perencanaan
antara lain:
1. Perencanaan adalah salah satu fungsi manajer yang meliputi seleksi atas
alternatif-alternatif tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-
prosedur, dan program-program.
2. Perencanaan pada asasnya adalah memilih dan persoalan perencanaan
timbul, jika suatu alternatif cara bertindak ditemukan.
3. Perencanaan, sebagian besar merupakan usaha membuat hal-hal terjadi
sebagaimana yang dikehendaki.
4. Perencanaan adalah suatu proses pemikiran, penentuan tindakan-tindakan
secara sadar berdasarkan keputusan-keputusan menyangkut tujuan, fakta,
dan ramalan.
5. Perencanaan adalah usaha menghindari kekosongan tugas, tumpang tindih,
dan meningkatkan efektivitas potensi yang dimiliki.
39
Dalam Hasibuan (2009:95) tujuan dari perencanaan antara lain:
1. Perencanaan bertujuan untuk menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan,
prosedur, dan program serta memberikan pedoman cara-cara pelaksanaan
yang efektif dalam mencapai tujuan.
2. Perencanaan bertujuan untuk menjadikan tindakan ekonomis, karena
semua potensi yang dimiliki terarah dengan baik kepada tujuan.
3. Perencanaan adalah satu usaha untuk memperkecil resiko yang dihadapi
pada masa yang akan datang.
4. Perencanaan menyebabkan kegiatan-kegiatan dilakukan secara teratur dan
bertujuan.
5. Perencanaan memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang
seluruh pekerjaan.
6. Perencanaan membantu penggunaan suatu alat pengukuran hasil kerja.
7. Perencanaan menjadi suatu landasan untuk pengendalian.
8. Perencanaan merupakan usaha untuk menghindari mismanagement dalam
penempatan karyawan.
9. Perencanaan membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi.
Berdasarkan beberapa definisi diatas peneliti menyimpulkan perencanaan
adalah rangkaian kegiatan yang disusun untuk menjalankan fungsi-fungsi
manajemen yang lain. Kegiatan-kegiatan yang disusun bertujuan untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditentukan. Dalam perencanaan juga melibatkan
stakeholder-stakeholder dalam organisasi, agar kegiatan tersebut juga dapat
tersosialisasi kepada anggota-anggota organisasi sehingga kegiatan yang akan
dilakukan dapat berjalan dengan baik.
Dalam penelitian ini akan dilihat perencanaan yang dilakukan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, serta Unit Pengelola Kawasan Kota
Tua sebagai pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta. Akan dilihat proses dari
perencanaan tersebut, program apa saja yang dilakukan dalam perencanaan dan
siapa saja yang terlibat dalam perencanaan tersebut.
40
2.1.4.2 Fungsi Pengorganisasian
Dalam Terry dan Rue (2009:82) Organizing atau mengorganisir adalah
proses mengelompokkan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan
penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer, yang mempunyai kekuasaan,
yang perlu untuk mengawasi anggota-anggota kelompok. Pengorganisasian
dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber yang
diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat
dilaksanakan dengan berhasil. Sebenarnya, manusia adalah yang paling terdepan
dalam pentingnya dan perhatian. Dengan cara mengorganisir, orang-orang
dipersatukan dalam pelaksanaan tugas-tugas yang saling berkaitan. Tinjauan
teratas dari “organizing” adalah untuk membantu orang-orang dalam bekerja
bersama-sama secara efektif. Mengorganisir perlu karena kerja yang akan
dilakukan adalah terlampau banyak untuk ditangani oleh seorang perorangan saja.
Karena itulah, diperoleh pembantu-pembantu, dan diciptakan masalah
memperoleh kegiatan kelompok yang efektif. Banyak otak, tangan dan kecakapan
yang mungkin dihimpun, dan semuanya ini harus dikoordinasikan tidak saja untuk
menyelesaikan pekerjaan yang ditentukan, tetapi juga dengan cara yang paling
efektif.
Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal
dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Seperti telah diuraikan sebelumnya tentang Manajemen, Pengorganisasian adalah
merupakan fungsi kedua dalam Manajemen dan Pengorganisasian didefinisikan
41
sebagai proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan-
tujuan, sumber-sumber, dan lingkungannya.
Pengorganisasian sebagai fungsi dari manajemen, meliputi :
a. Organisasi Formal
Organisasi formal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang
mengikatkan diri dengan suatu tujuan bersama secara sadar serta dengan
hubungan kerja yang rasional.
b. Organisasi Informal
Organisasi informal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang
telibat pada suatu aktifitas serta tujuan bersama yang tidak disadari.
Berdasarkan beberapa definisi diatas peneliti menyimpulkan
pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia
dan sumber daya fisik lain yang dimiliki organisasi untuk menjalankan rencana
yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan bersama. Pengorganisasian
merupakan sebuah aktivitas penataan sumber daya manusia yang tepat dan
bermanfaat bagi manajemen, sehingga menghasilkan apa yang telah diharapkan.
Fungsi pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber
daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki organisasi untuk
menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan organisasi.
Dengan kata lain pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang berhubungan
dengan pembagian tugas. Pengorganisasian mempermudah pemimpin dalam
melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat
dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang
harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa
42
yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan keputusan apa yang harus
diambil.
Dalam penelitian ini akan dilihat bentuk pengorganisasian yang dilakukan
oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua dan pihak pengelola museum-museum sebagai pengelola
Kawasan Kota Tua Jakarta serta pengorganisasian didalam masyarakat atau
komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dalam melakukan manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
2.1.4.3 Fungsi Pengarahan
Dalam Terry dan Rue (2009:181) “Directing” atau pengarahan adalah
mengintegrasikan usaha-usaha anggota suatu kelompok, sehingga dengan
selesainya tugas-tugas yang diserahkan kepada mereka, mereka memenuhi tujuan-
tujuan individual dan kelompok. Semua usaha kelompok memerlukan
pengarahan, kalau usaha itu ingin berhasil dalam mencapai tujuan-tujuan
kelompok. Setiap anggota itu haruslah mempunyai informasi yang diperlukan
untuk melakukan tugas yang diserahkan. Untuk itu, rencana-rencana yang baik
haruslah diberitahukan kepada semua anggota dalam bentuk instruksi-instruksi
dan perintah-perintah yang diakui secara resmi.
Pengarahan yang baik bukanlah kediktatoran, seorang pegawai harus
diberi informasi yang diperlukan mengenai kuantitas, kualitas, dan batas-batas
pemakaian waktu pekerjaannya. Adat dan kebiasaan mempengaruhi pengarahan.
Manajer atau pemimpin adalah orang yang harus memilih dan mengintegrasikan
43
pegawai untuk pekerjaan yang ditangani. Manajer atau pemimpin itu berada
dalam posisi untuk banyak mempengaruhi perilaku dari anggota-anggota
kelompok.
Dalam Terry dan Rue (2009:186) sebuah bagian penting dari pengarahan
adalah memberikan perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk. Perintah dan
petunjuk dapat dimulai, diberhentikan atau membetulkan suatu kegiatan. Semua
itu digunakan oleh para manajer sebagai alat pengarah, sebuah aturan adalah
dalam sifat perintah, yang mengharuskan seorang bawahan untuk bertindak
dengan cara tertentu dalam suatu keadaan tertentu.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti menyimpulkan pengarahan
adalah sebuah perintah atau arahan yang diberikan oleh pimpinan kepada
bawahan. Arahan yang diberikan dapat mempengaruhi kegiatan yang dilakukan
oleh bawahan dan tentunya akan mempengaruhi tujuan dari perencanaan yang
telah ditetapkan.
Dalam penelitian ini akan dilihat bentuk pengarahan yang dilakukan oleh
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan
Kota Tua Jakarta, pihak pengelola museum yang ada di Taman Fatahillah dan
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Tamansari kepada masyarakat
dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Bentuk pengarahan yang dilakukan serta dampak dari pengarahan yang telah
diberikan.
44
2.1.4.4 Fungsi Pengkoordinasian
Dalam Hasibuan (2009:85) definisi-definisi koordinasi yang dikemukakan
para ahli adalah sebagai berikut:
a. Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan
Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan
mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para
bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
b. Menurut E.F.L. Brech
Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan
memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing
dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang
semestinya diantara para anggota itu sendiri.
c. Menurut G.R. Terry
Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk
menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan
untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada
sasaran yang telah ditentukan.
d. Menurut Dr. Awaluddin Djamin, M.P.A.
Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit
dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat
saling mengisi, saling membantu, dan saling melengkapi.
2.1.4.4.1 Tipe-Tipe Koordinasi
Dalam Hasibuan (2009:86) tipe-tipe koordinasi ada dua, yaitu:
1. Koordinasi vertikal (vertical coordination) adalah kegiatan-kegiatan
penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-
unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah wewenang dan tanggung
jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di
bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara
relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada
aparat yang sulit diatur.
2. Koordinasi horizontal (horizontal coordination) adalah
mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan,
pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan penyatuan,
pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat
organisasi (aparat) yang setingkat.
45
Sifat-sifat koordinasi:
1. Koordinasi adalah dinamis bukan statis.
2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator
(manajer) dalam rangka mencapai sasaran.
3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
Asas koordinasi adalah asas skala, artinya koordinasi itu dilakukan
menurut jenjang-jenjang kekuasaan dan tanggung jawab yang disesuaikan dengan
jenjang-jenjang yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya, asas hierarki ini
bahwa setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasi bawahan langsungnya.
Tujuan Koordinasi:
1. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran ke
arah tercapainya sasaran perusahaan.
2. Untuk menjuruskan keterampilan spesialis ke arah sasaran perusahaan.
3. Untuk menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan.
4. Untuk menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran.
5. Untuk mengintegrasikan tindakan dan memanfaatkan 6M ke arah sasaran
organisasi atau perusahaan.
6. Untuk menghindari tindakan overlapping dari sasaran perusahaan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti menyimpulkan
pengkoordinasian adalah keterkaitan antara satu lembaga dengan lembaga lain
yang saling bersangkutan, atau antara stakeholder didalam suatu organisasi.
Koordinasi ini penting dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
melakukan kegiatan yang terkait dengan manajemen.
Dalam penelitian ini akan dilihat koordinasi yang dilakukan antara Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota
Tua Jakarta, pihak pengelola museum dan Satpol PP dengan masyarakat yang
dalam hal ini adalah komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Taman Fatahillah
dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
46
2.1.4.5 Fungsi Pengawasan
Dalam Terry dan Rue (2009:232) pengawasan adalah bentuk pemeriksaan
untuk memastikan, bahwa apa yang sudah dikerjakan dilakukan dengan baik.
Pengawasan berarti mengevaluasikan pelaksanaan kerja dan jika perlu
memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-hasil
menurut rencana.
Menurut Handoko pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk
“menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini
berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang
direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat
antara perencanaan dan pengawasan. Pengawasan membantu penilaian apakah
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengkoordinasian telah
dilaksanakan secara efektif.
Definisi pengawasan yang dikemukakan oleh Robert J. Mockler (Handoko
2003:23) berikut ini telah memperjelas unsur-unsur esensial proses pengawasan:
Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan
standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem
informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar
yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur
penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang
diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan
dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian
tujuan-tujuan perusahaan.
47
2.1.4.5.1 Tipe-Tipe Pengawasan
Ada tipe-tipe dasar pengawasan, yaitu:
1. Pengawasan pendahuluan;
2. Pengawasan “concurrent”; dan
3. Pengawasan umpan balik.
Pengawasan pendahuluan (feedforward control). Pengawasan ini
dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-
penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat
sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan.
Pengawasan concurrent adalah proses dimana aspek tertentu dari suatu
prosedur harus disetujui terlebih dahulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi
sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan yang
lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
Pengawasan umpan balik (feedback control) adalah untuk mengukur hasil-
hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari
rencana atau standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk
kegiatan-kegiatan serupa dimasa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat
historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti menyimpulkan pengawasan
adalah bagian akhir dari suatu manajemen yang bisa menilai suatu manajemen
dilakukan dengan baik atau tidak. Pengawasan sangat dibutuhkan dalam
manajemen. Jika tidak ada pengawasan, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan
bisa saja tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
48
Dalam penelitian ini akan dilihat pengawasan yang dilakukan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota
Tua Jakarta, pihak pengelola museum, Satpol PP, dan Local Working Group
(LWG) dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua
Jakarta. Bentuk pengawasan yang dilakukan, sanksi yang diberlakukan serta
mekanisme pengawasan itu sendiri.
2.1.5 Definisi Pengelolaan
Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang
dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam
mencapai tujuan tertentu. Definisi pengelolaan oleh para ahli terdapat perbedaan-
perbedaan, hal ini disebabkan karena para ahli meninjau pengertian dari sudut
yang berbeda-beda. Ada yang meninjau pengelolaan dari segi fungsi, benda,
kelembagaan dan yang meninjau pengelolaan sebagai suatu kesatuan. Namun jika
dipelajari pada prinsipnya definisi-definisi tersebut mengandung pengertian dan
tujuan yang sama (Sari, 2014:41).
Definisi dan pengertian pengelolaan menggunakan beberapa pemahaman
yaitu proses mempertimbangkan hubungan timbal balik antara kegiatan
pembangunan yang secara potensial terkena dampak kegiatan-kegiatan tersebut.
Dapat juga diartikan sebagai suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan
secara nasional tentang pemanfaatan segenap sumber daya alam yang terkandung
didalamnya secara berkelanjutan. (<http://www.wikipedia.org/pengelolaan>
[14/02/2015])
49
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengelolaan adalah: 1) proses,
cara, perbuatan mengelola, 2) proses melakukan kegiatan tertentu dengan
menggerakkan tenaga orang lain, 3) proses yang membantu merumuskan
kebijaksanaan dan tujuan organisasi, 4) proses yang memberikan pengawasan
pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian
tujuan.
Jadi, menurut beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas. Peneliti
menyimpulkan bahwa pengelolaan dapat diartikan sebagai suatu proses.
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengambilan keputusan tentang
pemanfaatan sumber daya yang ada secara berkelanjutan.
2.1.6 Pemerintahan
Pengertian pemerintah menurut para ahli dalam Syafiie (2011:63) antara
lain:
Menurut W.S. Sayre (1960) (Syafiie, 2011:63)
“Government is best as the organized agency of the state, expressing and
exercising its authority” (pemerintah dalam definisi terbaiknya adalah
sebagai organisasi dari negara yang memperlihatkan dan menjalankan
kekuasaannya.
Menurut C.F. Strong (1960) (Syafiie, 2011:63)
“Government is the broader sense is changed with the maintenance of the
peace and security of state with in and with out. It must therefore, have
first military power or the control of armed forces, secondly legislative
power or the mean’s making lows, thirdly financial power or the ability to
exctract sufficient money from the community to defray the cost of
defending of state and of enforcing the low it makes on the state’s behalf”
(pemerintahan dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara
kedamaian dan keamanan negara, oleh karena itu pertama harus
mempunyai kekuatan militer dan kemampuan untuk mengendalikan
50
angkatan perang, yang kedua harus mempunyai kekuatan legislatif atau
dalam arti pembuatan undang-undang, yang ketiga harus mempunyai
kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan
masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberadaan negara dalam
penyelenggaraan peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan
kepentingan negara)
Menurut Robert Mac Iver (1960) (Syafiie, 2011:63)
“Government is the organization of men under authority ... how man can
be govern” (pemerintahan adalah sebagai suatu organisasi dari orang-
orang yang mempunyai kekuasaan ... bagaimana manusia itu bisa
diperintah)
Menurut Soemendar (1985) (Syafiie, 2011:63)
Pemerintahan sebagai badan yang penting dalam rangka pemerintahannya,
pemerintah musti memperhatikan pula ketenteraman dan ketertiban umum,
tuntutan dan harapan serta pendapat rakyat, kebutuhan dan kepentingan
masyarakat, pengaruh-pengaruh lingkungan, pengaturan-pengaturan,
komunikasi peran serta seluruh lapisan masyarakat dan legitimasi.
Berdasarkan beberapa pengertian pemerintahan diatas, peneliti
menyimpulkan bahwa pemerintahan adalah suatu lembaga atau badan yang
memiliki wewenang dan kekuasaan untuk menjalankan fungsi pemerintahan, guna
mencapai kesejahteraan masyarakat. Pemerintah juga seharusnya melibatkan
masyarakat dalam menjalani fungsi pemerintahan tersebut, sehingga pemerintahan
yang dijalankan mendapat dukungan dari masyarakat, dan tujuan yang diharapkan
bisa tercapai.
51
Dalam Syafiie (2011:186) banyak pakar yang memberi definisi tentang
koordinasi, antara lain sebagai berikut:
Menurut Henry Fayol:
“To coordinate means binding together, unifying, and harmonizing all
activity and effort” (mengkoordinasikan berarti mengikat bersama,
menyatukan dan menyelaraskan semua kegiatan dan usaha).
Menurut George R. Terry:
“Coordination is the orderly synchronization of effort to private the paper
amount, timing, and directing of execution resulting in harmonious and
unified action to stated objective” (koordinasi adalah sinkronisasi yang
teratur dari usaha-usaha untuk menciptakan pengaturan waktu yang
terpimpin dalam hasil pelaksanaan yang harmonis dan bersatu untuk
menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan).
Dengan demikian unsur-unsur koordinasi bagi George R. Terry adalah sebagai
berikut:
1. Usaha sinkronisasi yang teratur
2. Pengaturan waktu yang terpimpin
3. Harmonis
4. Tujuan yang ditetapkan
Menurut James D. Mooney:
“Coordination, therefore, is the orderly arrangement of group effort, to
provide unity of action in the pursuit of a common purpose” (koordinasi,
karenanya, adalah susunan yang teratur dari usaha kelompok, untuk
menciptakan kesatuan tindakan dalam mengejar tujuan bersama).
Jadi dengan begitu unsur-unsur koordinasi menurut James D. Mooney adalah
sebagai berikut:
1. Susunan yang teratur
2. Usaha kelompok
3. Kesatuan tindakan
4. Tujuan bersama
52
Dengan demikian koordinasi merupakan peranan yang penting karena
begitu banyak kita temukan tumpang tindih dalam pekerjaan, oleh sebab tidak
adanya koordinasi, kendati keseluruhan itu dapat disinkronisasikan demi tujuan
dan kepentingan bersama.
Bentuk-bentuk koordinasi ada 3, yaitu:
1. Koordinasi Horisontal
Koordinasi horisontal adalah penyelarasan kerja sama secara harmonis dan
sinkron antar lembaga-lembaga yang sederajat.
2. Koordinasi Vertikal
Koordinasi vertikal adalah penyelarasan kerja sama secara harmonis dan
sinkron dari lembaga-lembaga yang sederajat lebih tinggi kepada lembaga-
lembaga lain yang sederajat lebih rendah.
3. Koordinasi Fungsional
Koordinasi fungsional adalah penyelarasan kerja sama secara harmonis
dan sinkron antar lembaga-lembaga yang memiliki kesamaan dalam fungsi
pekerjaan.
Dalam pemerintahan yang ideal, pemerintah berperan sebagai pembangkit
partisipasi seluruh lapisan masyarakat, mampu melihat dan mengantisipasi
keadaan, dalam arti lebih baik mencegah akan terjadinya berbagai kemungkinan
kendala, daripada menanggung dikemudian hari. Dalam hal ini dilakukan dengan
cara berkoordinasi secara vertikal, horisontal dan fungsional.
2.1.7 Definisi Organisasi
Dalam Umam (2010:22) organisasi berasal dari kata organon dalam
bahasa Yunani yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan
para ahli, dan pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip. Sebagai bahan
perbandingan, berikut ini adalah sebagian pendapat mereka.
53
a. Chester I. Barnard, dalam bukunya “The Excecutive Functions”,
mengemukakan bahwa, “Organisasi adalah sistem kerja sama
antara dua orang atau lebih” (organization as a system of
cooperatives of two more persons).
b. James D. Mooney mengatakan, “Organizations is the form of
every human associations for the attainment of common purpose”
(organisasi adalah setiap bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan
bersama).
c. Menurut Dimock, “Organization is the systematic bringing
together of interdependent part to form a unified whole through
which authority, coordination and control may be exercised to
achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara
sistematis bagian-bagian yang saling bergantung/berkaitan untuk
membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan,
koordinasi, dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang
telah ditentukan).
d. Robbin, S.P., “Organization is a conciously coordinated social
units, composed of two or more people, that function on a
relatively continuous basis to acheive a common goal or set of
goals.” Organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari pola
aktivitas kerja sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-
ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sekumpulan orang
dapat dikatakan sebagai organisasi jika memenuhi empat unsur pokok yaitu:
a. organisasi itu merupakan sistem;
b. adanya suatu pola aktivitas;
c. adanya sekelompok orang;
d. adanya tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Umam (2010:23) beberapa definisi lain yang dapat dijadikan
perbandingan pengertian organisasi yang lazim digunakan dalam kepustakaan
administrasi, manajemen, dan organisasi adalah sebagai berikut.
a. Dr. Sondang P. Siagian mengemukakan bahwa organisasi adalah,
“Setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang
bekerja bersama serta secara formal terkait dalam rangka
pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan, dalam ikatan yang
didalamnya terdapat seorang/beberapa orang yang disebut
bawahan.”
54
b. Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo, menuturkan bahwa organisasi
adalah, “Struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan
kerja antara sekelompok pemegang posisi yang bekerja sama
secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.”
Dari perspektif administrasi dan manajemen, dalam setiap organisasi
selalu ada seseorang atau beberapa orang yang bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan sejumlah orang yang bekerja sama dengan segala aktivitas
dan fasilitasnya. Dalam hal ini, orang yang bertanggung jawab tersebut harus
mengkoordinasikan beragam kegiatan sekumpulan orang yang mempunyai
kepentingan berbeda.
2.1.7.1 Ciri-ciri Organisasi
Dalam Umam (2010:23) organisasi memiliki tiga unsur dasar, dan secara
lebih terperinci, organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling
mengenal;
b. adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling
berkaitan (interdependent part) yang merupakan kesatuan
kegiatan;
c. tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya berupa
pemikiran, tenaga, dan lain-lain;
d. adanya kewenangan, koordinasi, dan pengawasan;
e. adanya tujuan yang ingin dicapai.
2.1.7.2 Prinsip-Prinsip Organisasi
Dalam Umam (2010:24) prinsip-prinsip organisasi banyak dikemukakan
oleh para ahli. Salah satunya adalah A.M. Williams dalam bukunya “Organization
of Canadian Goverment Administration”, yang menyebutkan bahwa prinsip-
prinsip organisasi meliputi:
55
a. organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas;
b. prinsip skala hierarki;
c. prinsip kesatuan perintah;
d. prinsip pendelegasian wewenang;
e. prinsip pertanggungjawaban;
f. prinsip pembagian pekerjaan;
g. prinsip rentang pengendalian;
h. prinsip fungsional;
i. prinsip pemisahan;
j. prinsip keseimbangan;
k. prinsip fleksibilitas; dan
l. prinsip kepemimpinan.
2.1.7.3 Kelompok-Kelompok Kerja Formal dan Informal
Dalam Terry dan Rue (2009:131) kelompok-kelompok kerja formal
ditentukan oleh hubungan yang secara resmi diperintahkan antara pegawai-
pegawai. Kelompok-kelompok kerja resmi biasanya ditunjukkan dalam peta
organisasi. Dua jenis kelompok-kelompok kerja formal adalah regu komando dan
regu-regu tugas. Sebuah regu tugas dibentuk oleh para pegawai, yang bekerja
sama agar dapat menyelesaikan suatu tugas kerja yang diberikan oleh organisasi.
Kelompok-kelompok kerja informal adalah kelompok yang terbentuk
dalam organisasi-organisasi sebagai hasil dari hubungan dan interaksi perorangan
dan kelompok-kelompok yang berhubungan dari orang-orang, yang bekerja dalam
kelompok-kelompok kerja formal dari organisasi. Kelompok-kelompok informal
biasanya tidak diakui dengan resmi oleh organisasi. Kelompok-kelompok kerja
informal memberikan suatu rasa aman kepada anggota-anggota perorangan,
karena biasanya anggota-anggota kelompok memperlihatkan rasa setia kawan
yang kuat dan mempunyai nilai-nilai bersama. Selanjutnya, keanggotaan dalam
kelompok kerja informal memudahkan interaksi sosial dan masuk jadi anggota
56
serta memupuk suatu rasa bangga atau hormat dengan memungkinkan
perorangan-perorangan menjadi bagian dari “kelompok dalam” atau “ingroup”.
Kondisi-kondisi fisik pekerjaan dapat juga mendorong terbentuknya kelompok
kerja informal. Orang-orang yang dekat satu sama lain hampir terpaksa untuk
berinteraksi.
2.1.7.4 Tipe-Tipe Organisasi
Herbert G. Hicks (Arenawati, 2009:6) menyajikan aneka tipe organisasi,
seperti yang dikemukakan dalam kalimat berikut ini:
“... organisasi-organisasi bersifat sangat variable” Sesuatu organisasi dapat
menjadi fokus sentral kehidupan seseorang, atau ia mungkin hanya merupakan
pelayanan untuk sementara waktu. Sebuah organisasi mungkin dapat bersifat
kaku, dingin, tanpa kepribadian atau ia kadang-kadang dapat menghasilkan
hubungan-hubungan luwes dan bermakna bagi para anggotanya. Oleh karenanya
organisasi terbagi dalam:
1. Organisasi Formal dan Informal
Pembagian tersebut tergantung pada tingkat atau derajat yang
terstruktur. Sesungguhnya pembagian yang disajikan merupakan wujud
ekstrim, karena dalam kenyataan tidak mungkin kita menjumpai sebuah
organisasi yang formal sempurna atau yang informal sempurna.
57
Terstruktur Lepas
Kaku Fleksibel
Terumuskan Tidak terumuskan
Tahan Lama Spontan
Formal Informal
Gambar 2.1 Organisasi formal dan informal dan ciri-ciri mereka
Ciri-ciri organisasi formal:
a. memiliki struktur yang terumus baik;
b. menunjukkan tugas-tugas terspesialisasi bagi masing-masing
anggotanya;
c. bersifat tahan lama dan terencana;
d. menekankan keteraturan, maka relative bersifat tidak fleksibel.
Ciri-ciri Organisasi informal:
a. terorganisasi secara lepas;
b. bersifat fleksibel;
c. tidak terumuskan dengan baik;
d. bersifat spontan.
2. Organisasi Primer dan Sekunder
Cara lain untuk mengklasifikasikan organisasi adalah dengan jalan
membedakan organisasi primer dan sekunder. Istilah “primer” dan
“sekunder” juga menyatakan dua wujud ekstrim, pada sebuah kontinum
seperti diperlihatkan pada gambar berikut:
58
Lengkap Kontraktual
Emosional Keterlibatan
Primer Sekunder
Gambar 2.2 Organisasi-organisasi primer dan organisasi-organisasi
sekunder
Ciri-ciri Organisasi-organisasi Primer:
a. menuntut keterlibatan lengkap pribadi dan emosiaonal para
anggotanya;
b. hubungan bersifat pribadi, langsung dan tatap muka;
c. berlandaskan pada ekspektasi timbal balik.
Ciri-ciri Organisasi-organisasi Sekunder:
a. hubungan bersifat intelektual, rasional dan kontraktual;
b. hubungan bersifat formal dam impersonal dengan kewajiban-
kewajiban yang dinyatakan secara eksplisit;
c. anggota melibatkan dirinya secara terbatas.
3. Organisasi-organisasi yang diklasifikasikan berdasarkan Sasaran Pokok
Dalam Arenawati (2009:8) setiap organisasi dibentuk dengan
tujuan mencapai sasaran tertentu. Kita dapat mengklasifikasikan organisasi
sesuai dengan sasaran khusus para anggotanya, yang berusaha dipenuhi
olehnya, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Organisasi-organisasi pelayanan (service organizations), yang siap
membantu orang-orang tanpa menuntut pembayaran penuh dari masing-
masing pihak yang menerima servis yang bersangkutan. (badan-badan
amal, taman margasatwa)
b. Organisasi-organisasi ekonomi (economics organizations), yaitu
organisasi yang menyediakan barang dan jasa sebagai imbalan untuk
pembayaran dalam bentuk tertentu. (korporasi, distributor, penyewaan
apartemen)
c. Organisasi-organisasi religius (religious organizations), yang memenuhi
kebutuhan spiritual dari anggotanya. (masjid, majlis ta’lim, gereja,
persekutuan doa)
59
d. Organisasi-organisasi perlindungan (protective organizations), yang
memberikan perlindungan kepada orang-orang dari bahaya. (Kepolisian,
ABRI, pemadam kebakaran)
e. Organisasi-organisasi pemerintah (government organizations), yang
memenuhi kebutuhan akan keteraturan dan kontinuitas. (Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah)
f. Organisasi-organisasi Sosial (social organizatios), yaitu organisasi yang
memenuhi kebutuhan sosial. (Yayasan Yatim Piatu, Klub olah raga)
2.1.7.5 Komponen-Komponen Pengorganisasian
Dalam Terry dan Rue (2009:86) ada empat komponen-komponen nyata
dari pengorganisasian, dan komponen-komponen itu dapat diingat dengan
perkataan “WERE”, yang berarti “Work, Employes, Relationships, and
Environment” yang artinya pekerjaan, pegawai-pegawai, hubungan-hubungan
dan lingkungan.
1. Pekerjaan
Fungsi-fungsi yang akan dijalankan berasal dari tujuan-tujuan
yang dinyatakan itu. Mereka merupakan landasan bagi
organisasi. Fungsi-fungsi itu dipisah-pisahkan dalam sub fungsi-
sub fungsi dan seterusnya dalam sub-sub fungsi.
2. Pegawai-pegawai
Kepada setiap orang ditugaskan suatu bagian khusus dari
pekerjaan keseluruhannya. Penugasan kepada perorangan
biasanya terdiri atas suatu bagian dari pekerjaan suatu unit kerja
organisasi atau dalam beberapa hal.
3. Hubungan-hubungan
Ini merupakan kepentingan utama dalam pengorganisasian.
Hubungan seorang pegawai dengan pekerjaan, interaksi seorang
pegawai dengan yang lain dan dari satuan unit pekerjaan dengan
unit pekerjaan lain, merupakan isu-isu yang menentukan
pengorganisasian.
4. Lingkungan
Komponen nyata terakhir ini dari pengorganisasian mencakup
alat-alat fisik dan iklim umum, dalam mana para pegawai akan
melaksanakan pekerjaan. Lokasi, peralatan, meja-meja,
formulir-formulir, penerangan, semangat umum, dan sikap-sikap
adalah contoh-contoh dari faktor-faktor yang membentuk
lingkungan. Lingkungan mempunyai dampak yang berarti
kepada hasil-hasil yang diperoleh dari pengorganisasian.
60
Jadi, pengorganisasian adalah suatu kegiatan dasar dari manajemen dan
dilakukan untuk menghimpun dan menyusun semua sumber-sumber yang
diperlukan, termasuk orang-orang, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat
diselesaikan dengan baik sesuai dengan tujuan organisasi. Dengan cara
mengorganisir, anggota-anggota di dalam organisasi dipersatukan dalam tugas-
tugas yang saling berkaitan.
2.1.8 Pengertian Komunitas
Secara umum, definisi komunitas adalah suatu perkumpulan dari
beberapa orang untuk membentu satu organisasi yang memiliki kepentingan
bersama. Komunitas dapat bersifat teritorial atau fungsional. Selain itu istilah
komunitas dapat merujuk pada arti warga dalam sebuah kota, desa atau bahkan
negara. Seperti warga perkotaan yang juga mempunyai tujuan yang sama yaitu
untuk dapat tinggal dan hidup di kota tersebut.
Pengertian Komunitas Menurut Para Ahli:
a. George Hillery Jr
Komunitas adalah sekumpulan orang yang hidup di satu wilayah
dan memiliki ikatan untuk melakukan interaksi satu sama lain
b. Christensson dan Robinson
Komunitas ialah orang-orang yang hidup di suatu daerah yang
secara geografis terbatas, mereka melakukan komunikasi satu dengan
yang lain dan memiliki ikatan batin antar sesama yang tinggal disitu
dan dengan wilayah tempat tinggalnya tersebut
c. Fairi
Komunitas merupakan sebuah hasil dari berkumpulnya masyarakat
dalam jumlah kecil dan terlibat dalam tempat yang sudah ditentukan
61
d. Vanina Delobelle
Komunitas merupakan sarana berkumpulnya orang-orang yang
memiliki kesamaan minat, komunitas dibentuk berdasarkan 4 faktor
yaitu:
1. Keinginan untuk berbagi dan berkomunikasi antar anggota sesuai
dengan kesamaan minat
2. Basecamp atau wilayah tempat dimana mereka biasa berkumpul
3. Berdasarkan kebiasaan dari antar anggota yang selalu hadir
4. Adanya orang yang mengambil keputusan atau menentukan segala
sesuatunya
(Sumber: <http://www.duniapelajar.com/pengertian-
komunitas>[4/3/2015])
Menurut beberapa ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa komunitas
adalah sekumpulan orang-orang yang punya tujuan sama dan ingin berbagi satu
sama lain. Di Indonesia terdapat berbagai macam komunitas, misalnya: komunitas
para pecinta alam, komunitas guru, komunitas pencinta sepeda, komunitas
penikmat kuliner dan lain-lain. Dalam penelitian ini komunitasnya antara lain
yaitu komunitas manusia batu, komunitas lorong rupa, paguyuban ontel wisata
Kota Tua, komunitas jelajah budaya dan lain sebagainya. Komunitas dapat
dibentuk begitu saja dengan mengumpulkan lebih dari dua orang didalamnya dan
aktif menjalankan kegiatan yang dicanangkan sebagai visi terbentuknya
komunitas tersebut.
2.1.9 Definisi Objek Wisata
Dalam dunia kepariwisataan objek dan daya tarik wisata memiliki
peranan penting yang dapat dijadikan sebagai daya tarik bagi seseorang atau calon
wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Pengertian objek dan
62
daya tarik wisata adalah unsur-unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumber
daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan yang dapat dikembangkan
dan dimanfaatkan sebagai daya tarik untuk menjadi sarana wisata atau objek
wisata, semua hal yang menarik untuk dilihat dan dirasakan oleh wisatawan yang
disediakan atau bersumber pada alam saja.
Sedangkan pengertian objek dan daya tarik wisata menurut Undang-
Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah
sebagai berikut: objek daya tarik adalah segala sesuatu yang menjadi wisata. Pada
pasal 4 bab III dijelaskan bahwa objek dan daya tarik wisata terdiri atas:
1. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
berwujud keadaan alam serta flora dan fauna. Objek dan daya tarik yang
berwujud keadaan alam serta flora dan fauna adalah merupakan suatu bahan
atau kawasan yang harus dikelola, wisata ini harus dilakukan secara bijaksana
karena sumber daya alam maupun ekosistemnya sangat peka terhadap
perubahan-perubahan untuk pengembangan jenis-jenis dan daya tarik wisata
ini memerlukan keterlibatan berbagai unsur (intergrated). Unsur-unsur ini
perlu digali dan dipahami, sehingga pendekatan langkah untuk pengembangan
dan pemanfaatannya dapat dilakukan secara cepat.
Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan yang berwujud keadaan
alam serta flora dan fauna memiliki daya tarik yang relatif bagi wisatawan,
apa yang menarik pada saat sekarang mungkin dimasa yang silam dan masa
yang akan datang kurang menarik bahkan sama sekali tidak atau sebaliknya.
63
Hal ini bisa saja terjadi pada waktu kunjungan wisatawan pada kunjungan
pertama objek dan daya tarik wisata tersebut sangat menarik, namun pada
kunjungan berikutnya menjadi tidak menarik.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan juga menyebutkan bahwa daya tarik yang terdapat
pada objek dan daya tarik wisata berwujud keadaan alam serta flora dan fauna
menurut kodrat dan kejadian sumber daya alam dan ekosistemnya. Objek dan
daya tarik wisata ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, antara lain:
a) Objek dan daya tarik wisata kawasan hutan, pertanian, perkebunan,
dan peternakan.
b) Objek dan daya tarik wisata laut, pantai, danau, dan sungai.
c) Objek dan daya tarik wisata goa, gunung, lembah, dan sebagainya.
Daya tarik suatu objek merupakan salah satu modal utama untuk
pengembanganya, hal ini disebabkan bahwa daya tarik tersebut sebagai
potensi utama yang menyebabkan pengunjung datang.
2. Objek dan daya tarik wisata berupa hasil karya manusia.
Objek dan daya tarik hasil karya manusia adalah berupa pemanfaatan
berbagai hasil kreasi yang diciptakan dari pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang dijadikan menjadi sasaran wisata. Pemanfaatan
aksi manusia sesuai dengan budaya memiliki keanekaragaman antara lain:
a. Peninggalan sejarah dan kepurbakalan.
b. Keanekaragaman budaya seperti :
1) Seni tari dan musik
2) Seni drama
3) Upacara agama dan kepercayaan
4) Acara perkawinan
5) Acara-acara yang menyangkut adat istiadat dan kebiasaan tradisional
6) Upacara pemakaman
7) Tata cara dan tata krama kehidupan tradisional
64
2.2 Penelitian Terdahulu
Untuk menghasilkan sebuah penelitian yang komprehensif dan
berkorelasi, dalam melakukan penelitian yang berjudul “Manajemen Pengelolaan
Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat” ini, peneliti melakukan
peninjauan terhadap penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai rujukan
bahasan didalam penelitian ini. Diharapkan dengan rujukan tersebut dapat
membentuk kerangka dasar berpikir dalam melakukan kajian.
Dalam hal ini, peneliti mengambil dua penelitian sebelumnya sebagai
pembanding dengan penelitian yang akan dilakukan, penelitian pertama diambil
dari skripsi berjudul “Manajemen Pengelolaan Museum Situs Kepurbakalaan
(Banten Lama) Sebagai Objek Wisata Budaya Banten” yang dilakukan oleh Woro
Novasagita Kirana mahasiswa studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa pada tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Manajemen Pengelolaan Museum Kepurbakalaan (Banten Lama) sebagai Objek
Wisata Budaya Banten. Penelitian ini menggunakan teori Luther Gullick dalam
Hasibuan 2009: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating dan
Reporting, budgeting, dan untuk menggambarkan manajemen pengelolaan
museum situs kepurbakalaan di Banten Lama, menjelaskan serta menganalisis
kendala-kendala atau hambatan dalam melakukan manajemen pengelolaan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan
penjelasannya yaitu dengan menggunakan eksploratif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa Manajemen Pengelolaan Museum Situs Kepurbakalaan
65
Banten Lama sebagai objek wisata budaya Banten belum berjalan dengan
maksimal, dan masih perlu pembenahan dalam berbagai aspek.
Persamaan peneliti dengan penelitian terdahulu yakni menggunakan
metode penelitian yang sama yaitu kualitatif. Perbedaannya yaitu penelitian ini
menggunakan teori manajemen menurut Luther Gullick, sedangkan peneliti
menggunakan teori manajemen menurut Henry Fayol. Lokus peneliti dengan
penelitian terdahulu pun berbeda.
Penelitian terdahulu yang kedua adalah penelitian berjudul “Pengelolaan
Sanitasi Berbasis Masyarakat” yang dilakukan oleh Indra Gunawan mahasiswa
studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Diponegoro pada tahun 2006.
Penelitian ini menggunakan teori persepsi masyarakat menurut Surwanto.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan wawancara dan studi
dokumen yang dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsep pembangunan berbasis masyarakat dalam pengelolaan sanitasi belum
terwujud. Hal ini berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan peran serta
masyarakat terhadap sanitasi. Peran Dinas yang bersangkutan kurang baik,
sehingga perencanaan berjalan kurang maksimal, dan tidak adanya koordinasi satu
sama lain.
Persamaan peneliti dengan penelitian terdahulu yang kedua ini yaitu
menggunakan metode penelitian kualitatif dan analisanya secara deskriptif, serta
judul yang terkait dengan berbasis masyarakat. Perbedaannya yaitu penelitian ini
menggunakan teori persepsi masyarakat, sedangkan peneliti menggunakan teori
manajemen.
66
Dengan demikian, persamaan penelitian ini dengan kedua penelitian
terdahulu diatas dapat dijadikan konsep bagi peneliti dalam menyusun penelitian
ini dan dalam membuat analisis. Penelitian terdahulu juga dapat dijadikan bahan
bacaan bagi peneliti, agar penelitian ini dapat disusun lebih baik dari penelitian
terdahulu.
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka berpikir merupakan intisari dari penulisan Bab 1 (Satu) sampai
dengan Bab 5 (Lima). Dalam penelitian ini kerangka berpikir yang dibuat oleh
peneliti adalah sebagai berikut:
Objek Wisata Kota Tua Jakarta merupakan suatu tempat yang merupakan
ikon Kota Jakarta yang syarat dengan unsur jaman dahulu atau jaman penjajahan.
Pada jaman dahulu Kota Tua Jakarta merupakan pusat pemerintahan Hindia
Belanda pada saat menjajah Indonesia, di Kota Tua Jakarta terdapat beberapa
bangunan-bangunan yang dijadikan pusat pemerintahan, gereja maupun penjara
bawah tanah untuk kepentingan para penjajah pada jaman dahulu. Pada saat ini
bangunan-bangunan peninggalan jaman penjajahan tersebut dijadikan museum-
museum untuk mengenang dan menyimpan benda-benda peninggalan pada jaman
penjajahan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan
budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang
penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan
dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
67
sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat
melibatkan beberapa pihak yang terkait, diantaranya Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta,
Local Working Group (LWG), Satpol PP Kecamatan Tamansari, unit pengelola
museum, pihak swasta serta melibatkan masyarakat yang ada disekitar Objek
Wisata Kota Tua Jakarta. Manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
ini sangat diperlukan dan sangat diperhatikan bagaimana pelaksanaannya, karena
apabila manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta tidak dilakukan
dengan baik maka akan menambah masalah untuk Kota Jakarta itu sendiri.
Manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis
masyarakat ini juga melibatkan masyarakat yang ada disekitar Kawasan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta. Masyarakat merupakan aspek yang sangat penting
dalam pengelolaan Objek Wisata ini, karena dengan adanya masyarakat yang ikut
serta dan terlibat langsung dalam pengelolaan Kota Tua Jakarta, maka
pengelolaan itupun akan dilaksanakan dengan bantuan masyarakat yang ikut
berpartisipasi dan menjaga kelestarian Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Namun adapun masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah
mengenai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, serta
pengawasan yang dilakukan oleh dinas dinas terkait seperti Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta,
68
Satpol PP dengan masyarakat yang ada disekitar Kawasan Kota Tua Jakarta.
Dalam hal ini masyarakat yang ikut terlibat langsung dalam manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah komunitas-komunitas yang
ada di Taman Fatahillah, dan juga pedagang-pedagang yang ada disekitar Objek
Wisata Kota Tua Jakarta yang juga merupakan masyarakat sekitar serta
pengunjung atau wisatawan.
Penelitian ini berjudul “Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua
Jakarta Berbasis Masyarakat”. Berdasarkan masalah yang ada dalam penelitian
ini, maka Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:38) memberikan teori tentang
fungsi manajemen yang didalamnya berisi mengenai Planning (Perencanaan),
Organizing (Pengorganisasian), Commanding (Pengarahan), Coordinating
(Pengkoordinasian), dan Controlling (Pengawasan). Dari teori inilah maka akan
diketahui bagaimana manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
yang Berbasis Masyarakat.
69
Gambar 2.3
Kerangka Berpikir Penelitian
(Sumber: Peneliti, 2016)
Masalah:
1. Beberapa komunitas yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta
tidak sesuai dengan unsur-unsur Kota Tua Jakarta atau kesejarahan.
2. Pengorganisasian komunitas-komunitas yang kurang baik, terlihat dari
jumlah komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta semakin berkurang dari
yang sebelumnya.
3. Tidak tegasnya aturan dan sanksi terhadap komunitas atau pedagang
yang ada di Taman Fatahillah.
4. Kurangnya koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta dengan
masyarakat.
5. Kurangnya pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh para
komunitas yang ada.
(Sumber: Peneliti, 2016)
Teori yang digunakan yaitu mengenai fungsi manajemen menurut Henry Fayol
dalam Hasibuan (2009:38):
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)
3. Fungsi Pengarahan (Commanding)
4. Fungsi Pengkoordinasian (Coordinating)
5. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Menggambarkan bagaimana manajemen pengelolaan objek wisata Kota
Tua Jakarta berbasis masyarakat
Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta
UPK Kota
Tua Pihak Swasta
Masyarakat
70
2.3 Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan tinjauan
pustaka dan landasan teori yang digunakan sebagai dasar argumentasi. Pada
penelitian ini yang membahas mengenai manajemen pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat dilakukan untuk menganalisis mengenai
fenomena manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis
masyarakat.
Terdapat beberapa masalah dalam hal ini manajemen pengelolaan berbasis
masyarakat di Kota Tua Jakarta dikatakan belum baik, dikarenakan kurangnya
pengawasan terhadap komunitas-komunitas dan pedagang yang ada di Kota Tua
Jakarta. Tidak tegasnya aturan dan sanksi terhadap komunitas atau pedagang yang
ada di Taman Fatahillah, serta kurangnya pengawasan terhadap aktivitas yang
dilakukan oleh para komunitas yang ada. Kurangnya koordinasi antara Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota
Tua Jakarta dengan masyarakat. Pengorganisasian komunitas-komunitas yang
kurang baik, terlihat dari jumlah komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta semakin
berkurang dari yang sebelumnya.
Dari berbagai permasalahan yang dipaparkan diatas, sehingga peneliti
berasumsi bahwa dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
berbasis masyarakat belum dilakukan dengan maksimal.
71
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam penelitian Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
Berbasis Masyarakat, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen). (Sugiyono,
2012:8).
Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian
naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural
setting); disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini
lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut
sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya bersifat
kualitatif (Sugiyono, 2012:8).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, dimana
peneliti menggambarkan dan menjelaskan situasi dan kondisi yang terjadi, setelah
peneliti melakukan observasi dan wawancara yang berkaitan dengan manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat kepada
narasumber yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
observasi, studi dokumentasi dan studi pustaka. Sedangkan untuk analisis data
menggunakan teknik analisis data menurut Prasetya Irawan dalam Metode
72
Penelitian Administrasi, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi.
3.2 Fokus Penelitian
Penelitian ini berjudul Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua
Jakarta Berbasis Masyarakat. Fokus dalam penelitian ini adalah pada Manajemen
Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat, yang ruang
lingkupnya atau bahasannya adalah masyarakat, yang dalam hal ini yaitu
komunitas, masyarakat lokal dan pengunjung yang ada di Kawasan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta,
khususnya pada Zona 2 yaitu Taman Fatahillah dan sekitarnya dengan berbagai
komunitas yang berada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang dinaungi
oleh Local Working Group (LWG), sesuai dengan judul penelitian yaitu
Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat.
3.4 Fenomena yang Diamati
Dalam penelitian ini, fenomena yang diamati adalah komunitas dan
masyarakat yang berada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta serta
manajemen pengelolaan di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
73
3.4.1 Definisi Konsep
Untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini mengenai
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat,
maka teori yang digunakan yaitu teori fungsi manajemen Henry Fayol dalam
Hasibuan (2009:40) yang meliputi:
l) Fungsi perencanaan
Pada hakekatnya perencanaan merupakan proses pengambilan
keputusan yang merupakan dasar bagi kegiatan-kegiatan atau tindakan-
tindakan ekonomis dan efektif pada waktu yang akan datang. Proses ini
memerlukan pemikiran tentang apa yang perlu dikerjakan, bagaimana dan
dimana suatu kegiatan perlu dilakukan serta siapa yang bertanggungjawab
terhadap pelaksanaannya.
2) Fungsi pengorganisasian
Fungsi Pengorganisasian dapat didefinisikan sebagai proses
menciptakan hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, personalia dan
faktor fisik agar kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan disatukan dan
diarahkan pada pencapaian tujuan bersama.
3) Fungsi pengarahan
Pengarahan merupakan fungsi manajemen yang mengatur
tindakan-tindakan agar betul-betul dilaksanakan. Oleh karena tindakan-
tindakan itu dilakukan oleh orang, maka pengarahan meliputi pemberian
perintah-perintah dan motivasi pada personalia yang melaksanakan
perintah-perintah tersebut.
4) Fungsi pengkoordinasian
Suatu usaha yang terkoordinir ialah dimana kegiatan karyawan itu
harmonis. terarah dan diintegrasikan menuju tujuan-tujuan bersama.
Koordinasi dengan demikian sangat diperlukan dalam organisasi agar
diperoleh kesatuan bertindak dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
5) Fungsi pengawasan
Fungsi pengawasan pada hakekatnya mengatur apakah kegiatan
sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam rencana.
Sehingga pengawasan membawa kita pada fungsi perencanaan. Semakin
jelas, lengkap serta terkoordinir rencana-rencana tersebut maka
manajemen yang dilakukan dikatakan baik.
74
3.4.2 Definisi Operasional
Berdasarkan definisi konsep serta teori yang digunakan oleh peneliti, maka
dalam penelitian ini yaitu menggunakan teori fungsi manajemen Henry Fayol
dalam Hasibuan (2009:40). Adapun indikator dari teori tersebut antara lain:
1. Planning (Perencanaan) meliputi:
a. Tujuan, yaitu sesuatu yang diinginkan harus dirumuskan dengan jelas
agar dapat dipahami dengan mudah oleh orang lain.
b. Program, yaitu suatu rencana yang pada dasarnya telah
menggambarkan rencana yang konkret.
c. Proses, yaitu dimana kegiatan-kegiatan yang ada didalam perencanaan
dirumuskan.
d. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu stakeholder-stakeholder yang
merumuskan perencanaan.
e. Peran masyarakat, yaitu keterlibatan masyarakat dalam merumuskan
perencanaan.
2. Organizing (Pengorganisasian) meliputi:
a. Struktur organisasi, yaitu susunan terhadap jabatan atau pembagian
tugas-tugas didalam organisasi.
b. Pengaturan organisasi, yaitu pelaksanaan tugas didalam organisasi.
c. Pola hubungan, yaitu komunikasi yang terjalin didalam organisasi.
3. Commanding (Pengarahan) maliputi:
a. Pembinaan organisasi, yaitu pelatihan-pelatihan atau pembekalan
terhadap ilmu atau keahlian didalam organisasi.
b. Peraturan, yaitu aturan-aturan yang digunakan untuk pengarahan
didalam organisasi.
c. Dampak, yaitu akibat atau hasil yang diperoleh setelah dilakukan
pengarahan.
d. Bentuk, yaitu cara atau metode dalam melakukan pengarahan.
4. Coordinating (Pengkoordinasian) meliputi:
a. Komunikasi, yaitu hubungan yang dijalin antar stakeholder-
stakeholder atau lembaga yang saling terkait.
b. Hubungan timbal balik, yaitu pola hubungan komunikasi yang terus
berjalan diantara stakeholder-stakeholder atau lembaga yang saling
terkait.
5. Controlling (Pengawasan) meliputi:
a. Sanksi, yaitu hukuman atau peringatan yang diberikan apabila
melanggar peraturan yang ada.
75
b. Bentuk pengawasan, yaitu metode atau cara dalam melakukan
pengawasan.
c. Mekanisme pengawasan, yaitu urutan langkah dalam melakukan
pengawasan.
d. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu stakeholder-stakeholder yang terlibat
dalam melakukan pengawasan.
e. Hasil dari pengawasan, yaitu dampak yang diperoleh setelah
melakukan pengawasan.
3.5 Instrumen Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Hal ini didasarkan pada kondisi dan konteks masalah yang
dikaji, yaitu mengenai manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta
berbasis masyarakat. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen
juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian
yang selanjutnya terjun kelapangan (Sugiyono, 2012:59). Selanjutnya menurut
Nasution (Sugiyono, 2012: 60) menyatakan:
“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan
manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala
sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, Fokus penelitian,
Prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan
itu semua tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala
sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan
yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya
peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”.
Berdasarkan dua pernyataan dari para ahli tersebut, peneliti menarik
pengertian bahwa instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Menurut
Nasution (Sugiyono, 2012:61) peneliti sebagai instrumen penelitian memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
76
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus
dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi
penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen
berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi,
kecuali manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami
dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering
merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang
diperoleh.
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan
segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan,
perbaikan atau pelaksana.
Dalam hal ini peneliti merupakan instrumen penelitian yang akan
berinteraksi secara langsung dengan responden penelitian, bahkan untuk
penggalian data yang menuntut partisipasi peneliti secara terbatas, keterlibatan
peneliti menjadi suatu keharusan. Untuk itu teknik penelitian yang digunakan
untuk menggali data adalah observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
Pengertian lebih lanjut adalah:
a. Wawancara
Wawancara merupakan proses untuk memperoleh data atau keterangan
untuk mencapai tujuan penelitian yang dilakukan dengan melalui kegiatan
komunikasi verbal berupa percakapan, pada penelitian ini wawancara yang
dilakukan tidak terstruktur dengan tujuan untuk menggali lebih jauh
informasi yang ada dari sumber data.
b. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan
terhadap kegiatan yang dilakukan oleh sumber penelitian di lapangan,
yang bertujuan memperoleh informasi dan gambaran secara jelas
mengenai manajemen strategi pengelolaan objek wisata Museum di Kota
Tua.
c. Dokumentasi
Peneliti melakukan pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis, baik
berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan
serta berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman).
77
3.6 Informan Penelitian
Usman dan Akbar dalam Metodologi Penelitian Sosial (2011:84)
menyatakan bahwa dalam penelitian yang bersifat kualitatif tidak dikenal
adanya populasi, melainkan yang dikenal hanya sampel yang terdiri dari
responden yang ditentukan secara purposive sesuai dengan tujuan penelitian,
dimana yang menjadi responden hanya sumber yang dapat memberikan
informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Penelitian ini memerlukan
informan yang mempunyai pemahaman yang berkaitan langsung dengan
masalah penelitian guna memperoleh data dan informasi yang lebih akurat.
Untuk memperoleh data guna kepentingan penelitian ini maka
diperlukan informan yang memahami dan mempunyai kaitan dengan masalah
penelitian. Pada penelitian ini yaitu mengenai Manajemen Pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat, pemilihan informan dalam
penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposif yaitu wawancara secara
terstruktur kepada informan. Penentuan informannya berdasarkan peran dan
fungsi informan tersebut.
Dalam penelitian ini informan penelitian terbagi dua yaitu key
informan dan secondary informan, dimana key informan adalah instrumen
kunci dan secondary informan adalah informan tambahan yang melengkapi
data penelitian. Informan dalam penelitian ini antara lain stakeholder-
stakeholder yang terkait, komunitas-komunitas, masyarakat serta pengunjung
objek wisata Kota Tua Jakarta. Adapun uraian daftar informan dalam
penelitian ini antara lain, yaitu:
78
Tabel 3.1
Tabel Informan
(Sumber: Peneliti, 2016)
No. Kategori Informan Kode
Informan
Keterangan
I Instansi:
a. Kepala Seksi Produk Bidang
Pengkajian dan Pengembangan
Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta
b. Seksi Penataan Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua Jakarta
c. Kepala Satuan Tugas Satpol PP
Kecamatan Tamansari
d. Ketua RW 06 Kelurahan
Pinangsia
e. Staf Pengelola Museum
Sejarah Jakarta
f. Staf Pengelola Museum
Wayang
g. Staf Pengelola Museum Seni
Rupa dan Keramik
I1-1
I1-2
I1-3
I1-4
I1-5
I1-6
I1-7
Key Informan
Key Informan
Key Informan
Key Informan
Key Informan
Key Informan
Key Informan
II Komunitas:
a. Anggota Tim Kelompok Kerja
Local Working Group (LWG)
b. Guide Museum Sejarah Jakarta
c. Bendahara Komunitas Manusia
Batu
d. Humas Paguyuban Onthel
Wisata Taman Fatahillah
e. Ketua Komunitas Cakra Buana
f. Anggota Komunitas Badut
g. Ketua Komunitas Dzikir Rhuha
Fatahillah
h. Ketua Komunitas Gerakan
Pramuka
i. Anggota Karang Taruna RW
06 Kelurahan Pinangsia
I2-1
I2-2
I2-3
I2-4
I2-5
I2-6
I2-7
I2-8
I2-9
Key Informan
Key Informan
Key Informan
Key Informan
Key Informan
Key Informan
Key Informan
Key Informan
Key Informan
III Masyarakat:
a. Masyarakat Sekitar
b. Pengunjung
I3-1
I3-2
Secondary
Informan
Secondary
Informan
79
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik penelitian yang digunakan untuk menggali data adalah observasi,
wawancara dan studi dokumentasi. Sumber data terbagi dua, yaitu sumber primer
dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada peneliti, sedangkan sumber sekunder merupakan sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti. Sebagai data primer dalam
penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dari hasil
wawancara dan observasi. Sedangkan data-data sekunder yang didapatkan berupa
dokumen tertulis, gambar dan foto-foto.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data dari beberapa teknik, yaitu:
3.7.1.1 Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan
masih bersifat mentah karena belum diolah. Data ini diperoleh melalui:
1. Pengamatan/Observasi
Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini
peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian dan melakukan pengamatan
langsung terhadap objek-objek yang diteliti, kemudian dari pengamatan
80
tersebut melakukan pencatatan data-data yang diperoleh yang berkaitan
dengan aktivitas penelitian.
Selain itu observasi merupakan kegiatan yang meliputi pencatatan
secara sistematik kejadian-kejadian perilaku, objek-objek yang dilihat dan
hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang
dilakukan. Konsep yang dikemukakan oleh Faisal dalam Sugiyono
(2012:226) yang mengklasifikasikan observasi sebagai berikut:
a. Observasi berpartisipasi (participant observation)
b. Observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt
observation and convert observation), dan
c. Observasi yang tidak terstruktur (unstructured observation)
Jadi berdasarkan pengklasifikasian observasi diatas, observasi yang
dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi terang-terangan,
dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang
kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Sehingga
pihak-pihak yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang
aktivitas peneliti. Selain itu peneliti juga melakukan observasi secara tersamar
dimana pihak-pihak yang diteliti belum mengetahui bahwa peneliti sedang
melakukan aktivitas penelitian.
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan
81
diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report atau setidak-tidaknya
pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi (Sugiyono, 2012:72).
Wawancara mendalam adalah teknik pengolahan data yang
pengumpulan data didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu
tujuan tertentu untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya. Wawancara
dilakukan dengan cara mendapatkan berbagai informasi menyangkut masalah
yang diajukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan pada informan yang
dianggap menguasai masalah penelitian. Adapun wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur yang pewawancaranya
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti.
Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu
berbagai keperluan yang dibutuhkan yaitu sampel informan, kriteria informan
dan pedoman wawancara yang disusun dengan rapi dan terlebih dahulu
dipahami peneliti, sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian
b. Menjelaskan alasan mengapa informan terpilih untuk diwawancarai
c. Menentukan strategi dan teknik wawancara
d. Mempersiapkan catatan untuk wawancara
Hal-hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi kepada
informan untuk melakukan wawancara dengan menghindari keasingan serta
rasa curiga informan untuk memberikan keterangan dengan jujur.
82
Selanjutnya, peneliti mencatat keterangan-keterangan yang diperoleh dengan
cara pendekatan kata-kata dan merangkainya kembali dalam bentuk kalimat.
3. Pedoman Wawancara
Dalam penelitian mengenai Manajemen Pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat ini mengacu pada aspek-aspek yang
perlu diperhatikan dalam Manajemen menurut Henry Fayol yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan
pengawasan.
83
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
No. Dimensi Indikator Kode Informan
1 Perencanaan 1. Tujuan 2. Program 3. Proses 4. Pihak-pihak yang
terlibat dalam
perencanaan 5. Peran masyarakat
dalam perencanaan
I1-1 - I1-7, I2-1
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-2
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1- I3-6
2 Pengorganisasian 1. Struktur organisasi
2. Pengaturan
organisasi
3. Pola hubungan
didalam organisasi
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
3 Pengarahan 1. Pembinaan organisasi
2. Peraturan
3. Dampak pengarahan
4. Bentuk pengarahan
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
4 Pengkoordinasian 1. Komunikasi antar
pihak terkait
2. Hubungan timbal
balik
3. Koordinasi antara
UPK dengan Dinas-
dinas terkait
4. Hubungan Dinas-
dinas terkait dengan
masyarakat
5. Hubungan UPK
dengan masyarakat
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7
I1-1, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6
I1-2, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6
5 Pengawasan 1. Sanksi
2. Bentuk pengawasan
3. Mekanisme
pengawasan
4. Pihak-pihak yang
terlibat dalam
pengawasan
5. Hasil dari
pengawasan
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6
(Sumber: Peneliti, 2016)
84
3.7.1.2 Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder ini merupakan sumber data yang diperoleh melalui
kegiatan studi literatur atau studi kepustakaan dan dokumentasi mengenai data
yang diteliti.
1. Studi Literatur atau Kepustakaan
Pengumpulan data ini diperoleh dari berbagai referensi yang relevan
dengan penelitian yang dijalankan dan teknik ini berdasarkan text books
maupun jurnal ilmiah.
2. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah pengumpulan data yang bersumber dari
dokumen yang resmi dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.
Seperti peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen atau laporan-
laporan.
Selanjutnya sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi atas
data primer dan data sekunder. Data primer diambil langsung dari informan
penelitian. Dalam hal ini data primer diambil melalui wawancara (interview).
Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak langsung berasal dari informan
penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini data sekunder diperoleh melalui
data-data dan dokumen-dokumen yang relevan mengenai masalah yang diteliti.
Data-data tersebut merupakan data yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini.
85
3.7.2 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
mengikuti teknik analisis data kualitatif yaitu mengikuti konsep yang
dikemukakan oleh Prasetya Irawan dalam bukunya Metodologi Penelitian
Administrasi (2006:27) yang terdiri dari langkah-langkah yang sistematis dimulai
dari pengumpulan data mentah, transkip data, membuat koding, kategorisasi data,
penyimpulan sementara, triangulasi, dan yang terakhir yaitu penyimpulan akhir.
Dalam analisis data pada penelitian kualitatif bersifat induktif (grounded)
dapat diartikan bahwa kesimpulannya penelitian adalah dengan cara
mengabstraksikan data-data empiris yang dikumpulkan dari lapangan dan mencari
pola-pola yang terdapat didalam data-data tersebut. Oleh karena itu analisis data
dalam penelitian kualitatif tidak perlu menunggu sampai seluruh proses
pengumpulan data selesai dilaksanakan. Analisis itu dilaksanakan secara paralel
pada saat pengumpulan data dan dianggap selesai apabila peneliti merasa telah
memiliki data sampai tingkat “titik jenuh” atau reliable (data yang didapat telah
seragam dan telah menemukan pola aturan yang peneliti cari). Maka tidak heran
dalam penelitian kualitatif dapat berlangsung berbulan-bulan.
Menganalisis data adalah untuk menyederhanakan data kedalam formula
yang sederhana dan mudah dibaca serta mudah diinterpretasikan. Analisis data
tidak hanya memberikan kemudahan interpretasi, tetapi mampu memberikan
kejelasan makna dari setiap fenomena yang diamati. Sehingga implikasi yang
lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan kesimpulan akhir
dari penelitian.
86
Adapun langkah dalam melakukan teknik analisis data yang
digunakan menurut Irawan (2006:5) adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data Mentah
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan mengumpulkan data
dengan teknik pengumpulan data seperti wawancara terhadap
informan yang telah ditetapkan (purposive) dan informan
sekunder, melakukan observasi di lokasi penelitian serta studi
dokumentasi guna memperkuat data yang didapat, yang peneliti
catat hanya data apa adanya (verbatim). Jangan dicampurkan
dengan pemikiran peneliti, komentar peneliti maupun sikap
peneliti.
2. Transkrip Data
Pada tahap ini, peneliti mencoba catatan kedalam bentuk tertulis
dengan kata-kata apa adanya.
3. Pembuatan Koding
Pada tahap ini, peneliti membaca ulang seluruh data yang sudah
ditranskrip. Perlu ketelitian dalam membaca transkrip, pada
bagian-bagian tertentu dari transkrip itu peneliti akan menemukan
hal-hal penting yang perlu peneliti catat untuk proses berikutnya.
Dari hal-hal penting ini dapat diambil kata kuncinya dan diberikan
kode.
4. Kategorisasi Data
Pada tahap ini, peneliti mulai menyederhanakan data dengan cara
mengikat kata-kata kunci dalam suatu kategorisasi.
5. Penyimpulan Sementara
Pada tahap ini, peneliti mengambil kesimpulan yang bersifat
sementara dan harus berdasarkan data sehingga kesimpulan ini
tidak dapat dicampur adukan dengan pemikiran dan penafsiran
peneliti. Adapun jika peneliti ingin memberikan penafsiran dari
pemikiran peneliti sendiri (observers comment), maka peneliti
dapat menuliskannya pada bagian akhir kesimpulan sementara.
6. Triangulasi
Pada tahap ini, peneliti melakukan proses check and recheck
antara satu sumber data dengan sumber data lainnya.
7. Penyimpulan Akhir
Pada tahap ini, setelah data dianggap cukup dan dianggap telah
sampai pada titik jenuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka
kegiatan selanjutnya adalah peneliti membuat kesimpulan akhir
dan mengakhiri penelitian.
87
Langkah-langkah teknik analisis data menurut Irawan tersebut dapat
ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 3.1
Proses Analisis Data Menurut Irawan
(Sumber: Irawan. 2006:5)
Analisis data dimulai sejak pengumpulan data dan dilakukan lebih intensif
lagi setelah kembali dari lapangan. Seluruh data yang tersedia, ditelaah dan
direduksi sehingga terbentuk suatu informasi. Satuan informasi inilah yang
ditafsirkan dan diolah dalam bentuk hasil penelitian sampai pada tahap
kesimpulan akhir. Adapun untuk pengujian keabsahan data, maka peneliti
menggunakan triangulasi yaitu:
1. Triangulasi data (sumber)
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi, atau juga dengan mewawancarai lebih dari
satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Dan
untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data
yang diperoleh melalui beberapa sumber.
Transkrip
Data
Pembuatan
Koding
Kategorisasi
Data
Pengumpulan
Data Mentah
Penyimpulan
Akhir Triangulasi Penyimpulan
Sementara
88
2. Triangulasi metode (teknik)
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode
wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan wawancara yang ditunjang dengan metode observasi saat
wawancara dilakukan.
89
3.8 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan kapan akan
dilakukan proses penelitian (Sugiyono. 2012:286). Jadwal penelitian ini
merupakan tahapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan
penelitian tentang Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
Berbasis Masyarakat adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
No Kegiatan
Waktu
2014-2016
2014 2015 2016
Okt
2014
Nov
2014
Des
2014
Jan
2015
Feb
2015
Mar
2015
Apr
2015
Mei
2015
Jun
2015
Juli
2015
Agust
2015
Okt
2015
Nov
2015
Des
2015
Jan
2016
Feb
2016
1 Pengajuan
judul
2 Perizinan
dan
observasi
awal
3 Penyusunan
proposal
Skripsi
4 Seminar
proposal
Skripsi
5 Proses
pencarian
data di
lapangan
6 Pengolahan
data
7 Penyusunan
laporan
hasil
penelitian
8 Sidang
laporan
Skripsi
9 Revisi
laporan
Skripsi
(Sumber : Peneliti, 2016)
90
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum
tentang Kota Jakarta, objek wisata Kota Tua Jakarta, gambaran umum tentang
Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, Local Working Group (LWG) dan gambaran umum tentang
komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Taman Fatahillah Kota Tua
Jakarta. Hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
4.1.1 Deskripsi Kota Jakarta
Kota Jakarta merupakan ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta
terletak di bagian barat laut Pulau Jawa dengan luas ± 664 km2. Secara astronomis
Kota Jakarta terletak pada 6⁰ LS – 7⁰ LS dan 106⁰ BT – 108⁰ BT dengan batas
wilayah:
1. Utara : Laut Jawa
2. Timur : Provinsi Jawa Barat
3. Selatan : Provinsi Jawa Barat
4. Barat : Provinsi Banten
(Sumber: <www.jakarta.bps.go.id> [20/02/2015])
91
Kota Jakarta secara administratif wilayahnya berdasarkan Undang-Undang
No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada 106
derajat 49' 35" Bujur Timur dan 06 derajat 10' 37" Lintang Selatan. Jakarta
memiliki luas daratan sekitar 661,52 km² dan lautan 6.977,5 km², dengan
penduduk berjumlah 10.187.595 jiwa (2011). Provinsi DKI Jakarta terbagi
menjadi 5 wilayah Kota administrasi dan satu Kabupaten administratif, yakni:
1. Kota Administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 Km²
2. Kota Administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 Km²
3. Kota Administrasi Jakarta Barat dengan luas 126,15 Km²
4. Kota Administrasi Jakarta Utara dengan luas 142,30 Km²
5. Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan luas 145,73 Km²
6. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan luas 11,71
Km²
(Sumber: <www.jakarta.go.id> [14/02/2015])
92
Gambar 4.1
Peta Kota DKI Jakarta
(Sumber: www.jakarta.go.id, 2015)
Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi
tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan
timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan
Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten
Tangerang, serta di sebelah utara dengan Laut Jawa.
Kegiatan perekonomian Indonesia sebagian besar berpusat di Jakarta.
Perputaran uang lebih banyak terjadi di Jakarta sebanyak 60% dan 40% berada di
daerah lainnya. Hal ini diimbangi dengan jumlah penduduk di Jakarta yang padat,
bahkan kepadatan rata-rata penduduk di Jakarta mencapai 8.726 orang per km2.
Angka kenaikan penduduk rata-rata 5,8% per tahun, yaitu pertambahan karena
kelahiran 2,5% dan karena urbanisasi 3,3%. Jakarta juga dikenal dengan pusat
perekonomian, hampir segala macam pusat perdagangan ada di Jakarta. Peran
Jakarta sebagai pusat kegiatan perekonomian tersebut mampu memberikan
kontribusi 16% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto nasional.
(Sumber: <www.jakarta.bps.go.id> [20/02/2015])
93
4.1.2 Deskripsi Objek Wisata Kota Tua Jakarta
Berdasarkan Guidelines Kota Tua Jakarta, Kawasan Kota Tua terletak di
bagian barat hingga utara Kota Jakarta. Kota Tua Jakarta merupakan awal sejarah
dari Kota Batavia. Gedung-gedung tua di Jakarta Kota adalah saksi bisu berbagai
kisah sejarah dan peradaban manusia. Daerah yang dulu bagian dari pusat Kota
Batavia lama itu kini menjadi kawasan pengembangan Cagar Budaya Kota Tua di
DKI Jakarta. Zaman dulu, Batavia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Kastil, Pusat
Kota yang dikelilingi tembok pertahanan, dan kota di luar tembok. Gubernur
Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen membangun Batavia tahun 1619. Hingga
pertengahan abad XX, kawasan kota tua masih berfungsi sebagai pusat
pemerintahan, perdagangan, pelayanan dan jasa, menjadi satu dengan perumahan
dan pelabuhan lama.
Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud
Batavia), adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta, Indonesia. Wilayah khusus ini
memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat
(Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka). Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari
Timur" pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa. Jakarta Lama dianggap sebagai pusat
perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya
melimpah. Peluang pengembangan kawasan Kota Tua ini dalam posisi bisnis
yang besar juga, karena kawasan tersebut jika dilihat dalam sudut pandang makro
menyimpan potensi ekonomi, seperti dekat dengan pusat belanja Mangga Dua,
Ancol, Glodok, kemudian Pantai Utara.
94
Kawasan Kota Tua meliputi bangunan-bangunan dengan nilai sejarah dan
nilai arsitektur yang tinggi. Beberapa bangunan tersebut digunakan sebagai
museum yang menjadi objek wisata sejarah yang banyak dikunjungi baik
wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Terdapat lima gedung museum
yang letaknya saling berdekatan, yaitu Museum Fatahillah (Museum Sejarah
Jakarta), Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, serta Museum
Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia. Benda-benda bersejarah yang ada di
sana dapat menambah wawasan tentang sejarah Kota Jakarta. Suasana di dalam
bangunan museum yang sudah berusia ratusan tahun itu pun membuat pengunjung
yang datang seperti berada pada zaman kolonial.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membagi Kawasan Kota Tua yang seluas
846 hektare dalam sistem zonasi. Terdapat lima zona yang diterapkan dalam
kawasan Kota Tua dan semua zona memiliki tema dan kekhususan masing-
masing, yaitu Sunda Kelapa (zona 1), Fatahillah (zona 2), Pecinan (zona 3),
Pekojan (zona 4), dan zona peremajaan termasuk Glodok (zona 5). Batas dan
zonasi destinasi Kota Tua Jakarta berdasarkan SK Gubernur DKI nomor 34 tahun
2005 terbagi dalam 5 zonasi dengan total luas wilayah 846 hektar, yang
terdiri dari:
a. Zonasi pertama adalah Zona Sunda Kelapa. Batasannya, ke arah utara
dari bentangan rel kereta api. Karakter zona itu adalah kehidupan bahari.
Zona ini didominasi perkampungan etnik dan pergudangan. Visi
pengembangan zona ini adalah untuk menyemarakkan aktivitas
kebaharian.
95
b. Zonasi kedua, Fatahilah. Batasannya, sekitar Taman Fatahilah, Kalibesar,
dan Taman Beos. Karakter zona tersebut, kota lama dengan populasi
bangunan tua terbanyak. Visi pengembangannya, memori masa lalu yang
memberi fungsi baru sebagai museum, industri kreatif, dan fungsi
campuran. Pada zonasi tersebut dikenakan retriksi yang ketat demi
pelestarian kawasan.
c. Zonasi ketiga, Pecinan. Batasannya, sekitar Glodok Pancoran. Karakter
zona ini menyesuaikan komunitas masyarakat yang berada di sekitar
zona tersebut yaitu etnis Cina. Penyesuaian akan dilakukan baik terhadap
kehidupan masyarakatnya maupun lingkungan arsitekturnya.
d. Zonasi keempat, Pekojan. Batasannya, sekitar Pekojan, Jembatan Lima
dan Bandengan. Karakter zonanya, budaya religius, lantaran terdapat
beberapa masjid tua. Zona ini dikembangkan sebagai kampung multi
etnis.
e. Zonasi kelima adalah kawasan peremajaan. Batasannya, dari Pancoran ke
arah Jalan Gajah Mada (gedung arsip). Kawasan ini nantinya akan
menjadi pusat bisnis kawasan Kota Tua.
Pada penelitian ini yaitu mengenai Manajemen Pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta berbasis Masyarakat, lokusnya berpusat pada zona 2
(dua) yaitu di Area Taman Fatahillah, karena pada zona 2 (dua) yang terdapat 3
(tiga) museum yang terdapat pada penelitian ini, yaitu Museum Wayang, Museum
Sejarah Jakarta, dan Museum Seni Rupa dan Keramik.
(Sumber: Guidelines Kota Tua Jakarta, 2015)
96
Zona 2 (dua) yaitu Taman Fatahillah dan sekitarnya memiliki luas 443 ha.
Peruntukan luas tanah tersebut terdiri dari perumahan 256,69 ha; perkantoran
87,04 ha; taman 3,69 ha; pertanian 14,10 ha; lahan tidur 13,24 ha; dan lain lain
58,24 ha. Zona 2 (dua) Taman Fatahillah dan sekitarnya termasuk ke dalam
Kecamatan Tamansari, Kelurahan Pinangsia. Masyarakat yang terdekat dengan
Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta adalah masyarakat Kelurahan Pinangsia.
Kelurahan Pinangsia memiliki luas 96 ha dengan jumlah penduduk 16.672 jiwa
dan 3.813 KK.
(Sumber: <http://www.jakarta.go.id> [14/02/2015])
4.1.3 Gambaran Umum Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta adalah salah satu dari dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dinas ini
bertugas dan bertanggung jawab terhadap segala hal terkait kebudayaan dan
kepariwisataan di wilayah Jakarta dan Kepulauan Seribu. Berikut adalah
kedudukan, tugas pokok dan fungsi, serta susunan organisasi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
4.1.3.1 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 228 tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata dan
97
Kebudayaan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta mempunyai
fungsi antara lain:
a. Penyusunan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran dinas
pariwisata dan kebudayaan;
b. Pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran dinas
pariwisata dan kebudayaan;
c. Penyusunan kebijakan, pedoman dan standar teknis pelaksanaan urusan
kepariwisataan dan kebudayaan;
d. Pembangunan, pengembangan dan pembinaan industri pariwisata dan
budaya;
e. Pembangunan, perlindungan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan;
f. Pengkajian kegiatan kepariwisataan dan kebudayaan;
g. Pembinaan dan pengembangan tenaga fungsional di bidang kepariwisataan
dan kebudayaan;
h. Perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pengawasan lingkungan
cagar budaya dan benda cagar budaya;
i. Pengembangan hubungan kepariwisataan dan kebudayaan dalam dan luar
negeri;
j. Penyelenggaraan pelayanan kepariwisataan dan kebudayaan;
k. Pengembangan kawasan destinasi pariwisata dan perkampungan budaya
lokal;
l. Promosi dan pemasaran kepariwisataan dan kebudayaan;
m. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana di bidang kepariwisataan dan kebudayaan;
n. Pengawasan dan pengendalian izin di bidang kepariwisataan dan
kebudayaan;
o. Pemungutan, penatausahaan, penyetoran, pelaporan dan
pertanggungjawaban penerimaan retribusi di bidang kepariwisataan dan
kebudayaan;
p. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan dan
kebudayaan;
q. Pemberian dukungan teknis kepada masyarakat dan Perangkat Daerah di
bidang kepariwisataan dan kebudayaan;
r. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan;
s. Pengelolaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan;
t. Pengelolaan kearsipan, data dan informasi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan; dan
u. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan.
98
4.1.3.2 Susunan Organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 228 tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan, susunan organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta terdiri dari:
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat terdiri dari:
a. Subbagian Umum;
b. Subbagian Kepegawaian;
c. Subbagian Perencanaan dan Anggaran; dan
d. Subbagian Keuangan.
3. Bidang Pengkajian dan Pengembangan terdiri dari:
a. Seksi Produk;
b. Seksi Analisa Pasar; dan
c. Seksi Regulasi.
4. Bidang Sumber Daya Kebudayaan terdiri dari:
a. Seksi Cagar Budaya, Sejarah dan Permuseuman;
b. Seksi Kesenian dan Perfilman; dan
c. Seksi Nilai Budaya Tradisi dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
5. Bidang Industri Pariwisata terdiri dari:
a. Seksi Hiburan dan Rekreasi;
b. Seksi Akomodasi dan Restoran; dan
c. Seksi Usaha Jasa Pariwisata.
6. Bidang Pengelolaan Daya Tarik Destinasi terdiri dari:
a. Seksi Atraksi Seni Pertunjukan;
b. Seksi Atraksi Desain dan Seni Rupa; dan
99
c. Seksi Atraksi Media Rekam.
7. Bidang Prasarana dan Sarana terdiri dari:
a. Seksi Prasarana;
b. Seksi Sarana; dan
c. Seksi Penataan Lingkungan.
8. Bidang Pemasaran terdiri dari:
a. Seksi Promosi Dalam Negeri;
b. Seksi Promosi Luar Negeri; dan
c. Seksi Kemitraan Pemasaran.
9. Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota;
10. Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten;
11. Satuan Pelaksana Kebudayaan Kecamatan; dan
12. Kelompok Jabatan Fungsional.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta memiliki visi dan
misi. Visi adalah suatu maksud, tujuan, atau impian besar yang ingin dicapai oleh
seseorang maupun sebuah organisasi. Ketika menjalankan setiap tugasnya sebagai
penggerak perekonomian di sektor pariwisata, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Jakarta memiliki visi yaitu Mewujudkan Jakarta Baru sebagai Kota Berbudaya
yang Memiliki Daya Saing Pariwisata Global.
Untuk mewujudkan suatu visi maka dibutuhkan beberapa misi yang harus
dilakukan. Misi adalah serangkaian langkah yang perlu diambil untuk meraih
tujuan tersebut. Berikut ini adalah misi yang dirancang oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta: Meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
mendorong pemberdayaan komunitas dan meningkatkan ketahanan kelembagaan
kepariwisataan dan Kebudayaan; Meningkatkan kualitas dan mengembangkan
100
produk pariwisata dan kebudayaan; Mengembangkan sarana dan prasanana
aktivitas kepariwisataan dan kebudayaan berbasis lingkungan; Mengembangkan
promosi dan publisitas kepariwisataan dan kebudayaan secara profesional;
Mewujudkan tata kelola penyelenggaraan urusan pariwisata dan kebudayaan yang
akuntabel, efektif dan efisien.
(Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, 2015)
4.1.4 Gambaran Umum Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta
Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta merupakan unit pelaksana
teknis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI dalam pengelolaan
kawasan Kota Tua Jakarta. Kawasan Kota Tua merupakan lingkup tugas Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kawasan
Kota Tua ditujukan sebagai kawasan sejarah, budaya, bisnis dan juga sebagai
kawasan tujuan pariwisata. Oleh karena itu Kawasan Kota Tua membutuhkan
sebuah organisasi yang dapat mengontrol seluruh kawasan dan
mengkoordinasikan kegiatan yang seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan. Hal
tersebut tercermin dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 294
Tahun 2014 yang membahas mengenai pembentukan, organisasi dan tata kerja
Unit Pengelola Kawasan Kota Tua.
Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta dipimpin oleh seorang Kepala
Unit yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta. Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta mempunyai tugas
101
melaksanakan pengelolaan kawasan Kota Tua Jakarta. Untuk melaksanakan tugas
dalam mengelola kawasan Kota Tua Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
Jakarta menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua;
b. Pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran
Unit Pengelola Kawasan Kota Tua;
c. Penyusunan standar operasional dan prosedur pengelolaan Kawasan
Kota Tua;
d. Penyusunan dan penyajian data pengelolaan Kawasan Kota Tua;
e. Pelaksanaan pelestarian meliputi perlindungan, pengembangan dan
pemanfaatan Kawasan Kota Tua;
f. Pelaksanaan pengawasan terhadap Kawasan Kota Tua;
g. Pelaksanaan penataan kawasan Kota Tua;
h. Pengadaan pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kawasan
Kota Tua;
i. Pemantauan, pengoordinasian dan pengendalian mengenai
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan SKPD/UKPD dan masyarakat
di kawasan Kota Tua;
j. Pengoordinasian keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan dan
kenyamanan Kawasan Kota Tua;
k. Pengelolaan perawatan dan pemeliharaan gedung dan prasarana serta
sarana Unit Pengelola Kawasan Kota Tua;
l. Pelayanan dan penyelenggaraan informasi dan publikasi Kawasan
Kota Tua;
m. Pengelolaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua;
n. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua;
o. Pelaksanaan publikasi kegiatan dan pengaturan acara Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua;
p. Pengelolaan kearsipan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua;
q. Pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi dan kerja sama dengan unit kerja
dan lembaga yang terkait dalam rangka pengelolaan Kawasan Kota
Tua; dan
r. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua.
102
4.1.4.1 Susunan Organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 294 tahun
2014 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Kawasan
Kota Tua Jakarta, susunan organisasinya terdiri dari:
1. Kepala Unit Pengelola;
2. Kepala Subbagian Tata Usaha:
3. Kepala Satuan Pelaksana;
4. Satuan Pelaksana Penataan dan Pengawasan;
5. Satuan Pelaksana Pelayanan Informasi;
6. Pejabat Fungsional
a. Pegawai Negeri Sipil; dan
b. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
103
4.1.4.2 Susunan Organisasi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta
Bagan Susunan Organisasi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua pada
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 294 Tahun 2014:
Gambar 4.2
Struktur Organisasi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
(Sumber: Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, 2015)
Subkelompok Jabatan
Fungsional
Kepala Unit
Subbagian Tata
Usaha
Satuan Pelaksana
Pelayanan
Informasi
Satuan Pelaksana
Penataan dan
Pengawasan
104
4.1.5 Gambaran Umum Local Working Group (LWG)
Local Working Group (LWG) merupakan organisasi yang terdiri dari
unsur Tim Penasehat, Tim Pengarah/Ahli, Kelompok Kerja (Pokja) dan Mitra
Kerja. Kepengurusan Kelompok Kerja (Pokja) terdiri dari: Ketua, Sekretaris dan
Bendahara.
4.1.5.1 Visi dan Misi LWG
a) Visi
Mewujudkan tata kelola destinasi pariwisata Kota Tua Jakarta yang
profesional dengan prinsip partisipatif, kolaboratif, keterpaduan dan
berkelanjutan, sehingga memiliki daya saing internasional dan memberikan
manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pemerintah.
b) Misi
1. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi (silaturahmi) seluruh pemangku
kepentingan di kawasan Kota Tua Jakarta dengan prinsip partisipatif,
keterpaduan, kolaboratif dan berkelanjutan.
2. Membangun industri pariwisata yang berkarakter dan berbasis sumber
daya lokal yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kualitas
hidup, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.
3. Mendorong dan mewujudkan pertunjukan seni yang sesuai dengan budaya
dan jatidiri bangsa serta menyediakan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan untuk meningkatkan daya tarik atraksi wisata.
4. Meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab segenap lapisan
masyarakat termasuk pengunjung kawasan wisata untuk mampu bertindak
105
dan mewujudkan Sapta Pesona, yaitu Keamanan, Ketertiban, Kebersihan,
Kesejukan, Keindahan, Keramahan dan Kenangan.
5. Menggali dan mengembangkan ekonomi kreatif masyarakat yang
bersumber dari talenta, kreativitas dan inovasi keterampilan untuk
menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat.
6. Menjalin kerjasama dan kemitraan (sinergi) dengan semua pihak untuk
kemajuan tata kelola destinasi pariwisata Kota Tua Jakarta.
c) Fungsi
1. Mengelola destinasi pariwisata secara terpadu, efektif, efisien, transparan
dan bertanggung jawab.
2. Menjalin kerjasama yang lebih erat antara para pihak berkepentingan
dengan pnnsip saling menghormati, kesetaraan dan saling menguntungkan.
3. Mewujudkan keterpaduan dalam perencanaan hingga evaluasi
pengembangan pariwisata mewujudkan perkuatan dalam perencanaan dan
kesepakatan para pihak yang berkepentingan (stakeholder).
4. Mendukung perluasan akses lebih luas bagi masyarakat untuk berperan
aktif dalam pengembangan pariwisata.
5. Menjembatani perbedaan kepentingan para pelaku.
106
4.1.6 Gambaran Umum Komunitas-Komunitas di Kota Tua Jakarta
Komunitas merupakan sekelompok orang yang saling peduli satu sama
lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi
pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan
interest atau values. Komunitas dapat dikatakan juga sebuah kelompok sosial dari
beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan
dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya
dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko
dan sejumlah kondisi lain yang serupa.
Dalam hal ini masyarakat yang ikut terlibat langsung dalam manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah komunitas-komunitas yang
ada di Taman Fatahillah, dan juga pedagang-pedagang yang ada disekitar Objek
Wisata Kota Tua Jakarta yang juga merupakan masyarakat sekitar dan wisatawan
yang datang berkunjung pun ikut terlibat didalamnya. Komunitas-komunitas yang
ada di kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini dinaungi oleh Local Working
Group (LWG) dan dibina oleh Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta. Pada
awal terbentuknya Local Working Group (LWG) berjumlah 79 komunitas,
kemudian semakin lama semakin berkurang menjadi 32 komunitas. Hal ini
dikarenakan komunitas-komunitas yang sebelumnya diseleksi lagi oleh Pihak Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua sesuai dengan unsur-unsur kebudayaan Kota Tua
atau unsur sejarah. Komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta ini ikut memberikan kontribusi dalam meramaikan Kawasan
107
Objek Wisata Kota Tua Jakarta dan juga membantu para stakeholder dalam
melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Komunitas berperan penting dalam kegiatan wisata di Kawasan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta. Komunitaslah yang menghidupkan suasana di Kawasan
Kota Tua Jakarta. Dengan adanya komunitas, pengunjung dapat menikmati
berbagai macam seni maupun budaya yang dibawakan oleh komunitas tersebut,
bahkan dapat menggunakannya. Seperti komunitas Sepeda Ontel, pengunjung
dapat menggunakan sepeda ontel tersebut untuk berkeliling di Taman Fatahillah
yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Setelah museum-museum
yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta tutup, maka pengunjung tetap
dapat menikmati Kota Tua dengan adanya komunitas-komunitas ini.
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang didapat dari
hasil penelitian lapangan. Data ini didapat dari hasil penelitian dengan
menggunakan teknik analisa data kualitatif. Dalam penelitian ini, mengenai
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat.
Peneliti menggunakan teori manajemen menurut Henry Fayol. Teori tersebut
memberikan penjelasan mengenai pentingnya manajemen, fungsi dan tujuan
manajemen, serta prinsip dari manejemen itu sendiri. Dalam pemaparannya yaitu,
manajemen yang dilakukan, mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengkoordinasian, sehingga sampai pada tahap pengawasan yang
108
dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dalam manajemen pengelolaan objek
wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat. Dalam hal ini pihak-pihak yang
terkait antara lain Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua, Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Tamansari,
Local Working Group (LWG), Unit Pengelola Museum Sejarah Jakarta, Unit
Pengelola Museum Wayang, Unit Pengelola Museum Seni Rupa dan Keramik dan
komunitas serta masyarakat yang ada di sekitar objek wisata Kota Tua Jakarta
khususnya pada zona 2 yaitu Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif, sehingga data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa
kata-kata dan tindakan yang peneliti peroleh melalui proses wawancara dan
observasi dilapangan. Kata-kata dari hasil wawancara dan hasil observasi
dilapangan merupakan sumber utama dalam penelitian. Sumber data ini kemudian
oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan tertulis atau melalui alat
perekam yang peneliti gunakan dalam penelitian. Adapun dokumentasi yang
peneliti ambil saat melakukan pengamatan adalah catatan berupa catatan lapangan
peneliti, seperti dokumen-dokumen yang peneliti dapatkan baik dari Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota
Tua Jakarta, Local Working Group (LWG), Satuan Polisi Pamong Praja
Kecamatan Tamansari maupun Unit Pengelola Museum Wayang, Museum
Sejarah Jakarta, Museum Seni Rupa dan Keramik dan komunitas serta masyarakat
yang merupakan data mentah yang harus diolah dan dianalisis kembali untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan. Selain itu bentuk data lainnya berupa foto-
109
foto di lapangan dimana foto-foto tersebut merupakan foto kegiatan-kegiatan yang
menggambarkan suasana di Objek Wisata Kota Tua Jakarta khususnya di Taman
Fatahillah Kota Tua Jakarta.
4.2.2 Daftar Informan Penelitian
Pada penelitian ini, mengenai Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota
Tua Jakarta Berbasis Masyarakat pemilihan informan dilakukan oleh peneliti
dengan teknik purposive. Teknik purposive adalah teknik pemilihan informan
yang mempunyai pemahaman yang berkaitan langsung dengan masalah
penelitian guna memperoleh data dan informasi yang lebih akurat. Hal ini juga
telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai metodologi penelitian.
Informan yang telah ditentukan diawal adalah semua pihak baik aparatur
pelaksana pengelolaan, pihak-pihak yang terlibat maupun masyarakat. Dalam hal
ini yaitu Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Seksi Penataan Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua Jakarta, Ketua Satuan Tugas Polisi Pamong Praja Kecamatan
Tamansari, Anggota Tim Kelompok Kerja di Local Working Group (LWG),
Ketua RW 06 Kelurahan Pinangsia, Unit Pengelola masing-masing museum di
Taman Fatahillah dan pihak lain yang terlibat dalam Manajemen Pengelolaan
Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat. Berikut adalah informan-
informan yang ada dalam penelitian ini:
110
Tabel 4.1
Daftar Informan
No Kode
Informan
Nama Keterangan Jenis
Kelamin
Umur
1 I1-1 Encu
Suhandi, SE.,
MM
Kepala Seksi Produk
Bidang Pengkajian dan
Pengembangan Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta
Laki-laki 46 Tahun
2 I1-2 Ario
Wicaksono,
SH
Staf Seksi Penataan Unit
Pengelola Kawasan Kota
Tua Jakarta
Laki-laki 29 Tahun
3 I1-3 Purnama
Pangabean
Ketua Satuan Tugas Satpol PP
Kecamatan Tamansari Laki-laki 41 Tahun
4 I1-4 Mochammad
Firmansyah
Ketua RW 06 Kelurahan
Pinangsia
Laki-laki 45 Tahun
5 I1-5 Khasirun Staf Pengelola Museum
Sejarah Jakarta
Laki-laki 48 Tahun
6 I1-6 Sumardi Staf Pengelola Museum
Wayang
Laki-laki 46 Tahun
7 I1-7 Hari Prabowo Staf Pengelola Museum
Seni Rupa dan Keramik
Laki-laki 54 Tahun
8 I2-1 Dodi Riadi Anggota Tim Kelompok
Kerja Local Working Grup
(LWG) Kota Tua Jakarta
Laki-laki 33 Tahun
9 I2-2 Yosep Guide Museum Sejarah
Jakarta
Laki-laki 39 Tahun
10 I2-3 Rizal Hidayat Bendahara Komunitas
Manusia Batu
Laki-laki 39 Tahun
11 I2-4 Sanem Humas Paguyuban Ontel Laki-laki 57 Tahun
12 I2-5 Deden
Sinaga, S.H
Ketua Komunitas Cakra
Buana
Laki-laki 43 Tahun
13 I2-6 Drg. Hendri Ketua Gerakan Pramuka
Museum Mandiri
Laki-laki 41 Tahun
14 I2-7 Sukro Anggota Komunitas Badut Laki-laki 35 Tahun
15 I2-8 Edi Anggota Karang Taruna
RW 06 Kelurahan Pinangsia
Laki-laki 27 Tahun
16 I3-1 Sri Ningsih Pedagang Kaki Lima Perempuan 52 Tahun
17 I3-2 Eli Pengunjung Laki-laki 43 Tahun
18 I3-3 Fahmi Pengunjung Laki-laki 17 Tahun
19 I3-4 Nani Pengunjung Perempuan 20 Tahun
20 I3-5 Lotta Turis mancanegara Perempuan 21 Tahun
21 I3-6 Daniel Turis Mancanegara Laki-laki 25 Tahun
(Sumber: Peneliti, 2015)
111
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan data dan fakta
yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang
peneliti gunakan yaitu menggunakan teori manajemen menurut Henry Fayol
dalam Hasibuan (2009:38), dimana dalam teori ini memberikan tolak ukur atas
komponen-komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam melakukan
manajemen pengelolaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis
masyarakat ini dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta dibantu dengan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Tamansari, Local Working Group (LWG),
unit pengelola museum-museum, konsorsium dan komunitas-komunitas serta
masyarakat yang ada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta, khususnya Taman
Fatahillah Kota Tua Jakarta. Penelitian mengenai manajemen pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat ini menggunakan teori fungsi
manajemen menurut Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:38) yang meliputi
planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), commanding
(pengarahan), coordinating (pengkoordinasian) dan controlling (pengawasan).
Dalam deskripsi hasil penelitian ini akan dibahas sesuai dengan rumusan masalah
penelitian yang akan disesuaikan dengan masing-masing fungsi manajemen
menurut Henry Fayol.
112
4.3.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta
Keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta akan dibahas kedalam masing-masing fungsi manajemen
menurut Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:38) yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan.
4.3.1.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan
Perencanaan adalah salah satu bagian dari elemen dasar manajemen dan
termasuk ke dalam elemen fungsi. Perencanaan merupakan tahapan paling penting
dan paling utama dari suatu fungsi manajemen, terutama dalam pengelolaan
Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat. Perencanaan diperlukan
untuk menentukan rencana-rencana maupun strategi yang akan dilakukan dalam
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Perencanaan juga
dimaksudkan agar pelaksanaan manajemen pengelolaan di Kota Tua Jakarta
berjalan dengan baik dan teratur sesuai dengan rencana-rencana yang telah
ditentukan. Seperti yang di katakan oleh Bapak Encu Suhandi (I1-1) selaku Kepala
Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Pariwisata Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melalui wawancara yang dilakukan oleh
peneliti yaitu:
113
“Kota Tua Jakarta akan dikembangkan menjadi salah satu tujuan
wisata untuk tingkat internasional, Kota Tua pada saat ini sedang
dalam penataan kawasan supaya lebih menarik agar Kota Tua
layak sebagai destinasi wisata, yang akan kita kembangkan disana
banyak bangunan-bangunan cagar budaya yang ingin dikelola, dan
Kota Tua ini akan masuk kedalam daftar tujuan wisata tingkat
dunia di UNESCO, kita terus berupaya menata baik dari
infrastruktur, pengelolaan kawasan yang melibatkan semua
stakeholder.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari
Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB di Gedung B Lantai
3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan Bapak Encu (I1-1), Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta ingin mengembangkan Kota
Tua Jakarta menjadi tujuan wisata tingkat internasional dengan melakukan
penataan kawasan agar lebih menarik dan merevitalisasi bangunan-bangunan
cagar budaya. Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh Bapak Ario Wicaksono
(I1-2) selaku Staf Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, beliau
mengatakan bahwa:
“Perencanaan yang dilakukan untuk Kota Tua ini sesuai dengan
Peraturan Gubernur No.36 Tahun 2014. Disitu semua tercantum
semua tentang perencanaan Kota Tua, didalam Pergub tersebut
terdapat konsep untuk menjadikan Kota Tua sebagai objek wisata
yang lebih baik lagi dalam hal penataan dan berbasis masyarakat”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Senin, 2 Maret
2015 pukul 15:01 WIB di Kantor Unit Pengelola Kawasan Kota
Tua Lantai 2)
Dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta melakukan upaya-upaya agar Kota Tua
Jakarta menjadi destinasi wisata yang layak dan menjadi objek wisata unggulan
di DKI Jakarta dan menjadi tujuan wisata lokal maupun mancanegara.
114
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta antara lain yaitu meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, mendorong pemberdayaan komunitas dan meningkatkan ketahanan
kelembagaan kepariwisataan dan kebudayaan, meningkatkan kualitas dan
mengembangkan produk pariwisata dan kebudayaan, mengembangkan sarana
dan prasarana aktivitas kepariwisataan dan kebudayaan berbasis lingkungan,
mengembangkan promosi dan publisitas kepariwisataan dan kebudayaan secara
profesional, mewujudkan tata kelola penyelenggaraan urusan pariwisata dan
kebudayaan yang akuntabel, efektif dan efisien. Hal ini tercantum dalam misi
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga
berintegrasi dengan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, pihak pengelola
masing-masing museum, Local Working Group (LWG), Satuan Polisi Pamong
Praja Kecamatan Tamansari dan juga masyarakat atau komunitas yang ada
disekitar kawasan Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah Kota Tua
Jakarta, selain itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga
melakukan kerjasama dengan pihak swasta yaitu PT Jababeka, PT Agung
Sedayu, PT Ciputra, Plaza Indonesia dan PT Pembangunan Kota Tua yang
tergabung dalam suatu konsorsium. Perencanaan yang dibuat oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta tercantum dalam Peraturan
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 36 Tahun 2014
tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua.
115
Dengan adanya Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 36 Tahun 2014 tentang rencana induk kawasan Kota Tua, segala
sesuatu yang dilaksanakan terkait dengan manajemen pengelolaan Kota Tua
Jakarta didasarkan pada Peraturan Gubernur tersebut, dan hal ini menunjukkan
adanya upaya dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pelestarian
terhadap bangunan bersejarah dan penataan kawasan Kota Tua Jakarta yang lebih
baik. Dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
36 Tahun 2014 tentang rencana induk kawasan Kota Tua pada Pasal 29
menyebutkan bahwa pengelolaan kawasan Kota Tua dilakukan secara terpadu
lintas sektoral dan wilayah serta melibatkan secara aktif dunia usaha dan
kelompok-kelompok masyarakat.
Masyarakat yang ikut terlibat dalam manajemen pengelolaan objek wisata
Kota Tua Jakarta berasal dari semua lapisan elemen, antara lain stakeholder-
stakeholder, komunitas-komunitas yang ada disekitar kawasan Taman Fatahillah,
pengunjung yang datang, seluruh lapisan masyarakat baik pelajar, kaum muda
maupun kaum orang tua serta karang taruna RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia,
Jakarta Barat, karena dalam hal ini Objek Wisata Kota Tua Jakarta milik bersama
sehingga dalam pengelolaannya pun melibatkan semua pihak, baik dari
pemerintah, swasta maupun masyarakat.
116
Komunitas-komunitas yang ada disekitar kawasan Taman Fatahillah:
Gambar 4.3
Kelompok Komunitas
Bidang Pendidikan 1. Gerakan Pramuka Museum Mandiri
2. Forum Indonesia Membaca
3. Komunitas Jelajah Budaya
Bidang Seni 1. Marching Band Museum
2. Barongsai dan Tanjidor
3. Paguyuban Onthel Wisata Fatahillah
4. Cakra Buana
5. Indonesia Community Art (ICA)
6. Komunitas Lorong Rupa
Bidang Keagamaan 1. Rhuha Fatahillah
Bidang Kesejarahan 1. Komunitas Manusia Batu
2. Komunitas Tempoe Doeloe
3. Trem Kota Tua
4. Sahabat Kota Tua
(Sumber: Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, 2015)
117
Dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta juga ikut
melibatkan masyarakat sekitar, pengunjung dan juga komunitas-komunitas yang
ada di sekitar kawasan Taman Fatahillah, seperti yang dikatakan oleh Bapak Encu
Suhandi (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan
bahwa:
“Banyak yang dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Kota Tua
ini, semua elemen. Kita melibatkan stakeholder, masyarakat dan
juga unit-unit terkait.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu,
hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB di Gedung B
Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti oleh informan yaitu
Bapak Encu (I1-1) diatas, manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta
melibatkan banyak pihak diantaranya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
stakeholders, instansi terkait dan juga elemen masyarakat.
Hal ini juga diperjelas dengan informasi yang didapatkan dari hasil
wawancara dengan Bapak Sumardi (I1-6) selaku Staf Pengelola Museum Wayang,
beliau mengatakan bahwa:
118
“Kita punya mitra kerja masyarakat. Tentunya kita juga sudah
mempertimbangkan, mana yang berkaitan dengan masyarakat
mana yang tidak. Artinya kita merumuskan kegiatan yang
berdampak langsung dengan masyarakat, yang artinya masyarakat
bisa menikmati dan merasakan dampak dari kegiatan tersebut.
Kemudian mitra kerja kita terhadap masyarakat stakeholder
dilingkungan kita. Contoh kita mengadakan acara dihalaman
Taman Fatahillah, iya berbaur dengan lingkungan kita, dengan
stakeholder yang ada, baik ke masyarakat maupun yang ada
dikawasan kota tua ini. Masyarakatnya itu dari tingkat RW, RT,
lurah, camat, polsek, pospol dan lain-lain. Selain itu mitra kerja
yang mendukung kegiatan kami seperti museum tekstil punya
komunitas pembatik, komunitas pembatik dari belahan nusantara
dari NTT, Bali Jogja dan lain-lain juga mitra kerja kami dan juga
yang ada di Jakarta itu sendiri.” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Sumardi, hari Jumat, 28 Agustus 2015 pukul 14:06 WIB, di
Museum Wayang)
Selain itu hal ini juga diperkuat oleh penyataan Staf Pengelola Museum Seni Rupa
dan Keramik Bapak Hari Prabowo (I1-7), beliau mengatakan bahwa:
“Kalau ada acara kita kerjasama dengan komunitas. Kalau kita mau
adain pameran, kita ikutsertakan komunitas, tapi kita ga boleh cari
sponsor, karna kita punya dana sendiri, tiap tahun mengajukan
anggaran.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Hari, hari Jumat
28 Agustus 2015 pukul 15:07 WIB, di Museum Seni Rupa dan
Keramik)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti oleh informan yaitu Bapak Hari
(I1-7) diatas berkaitan dengan wawancara yang dilakukan oleh Bapak Encu (I1-1)
dan Bapak Sumardi (I1-6) sebelumnya, bahwa pengelolaan Objek Wisata Kota Tua
Jakarta ikut melibatkan peran aktif swasta, dunia usaha dan juga masyarakat.
Setiap museum memiliki mitra kerja masing-masing, salah satunya adalah
komunitas. Masing-masing museum memiliki komunitas, di Museum Wayang ada
komunitas pecinta wayang, di Museum Seni Rupa dan Keramik ada komunitas
pelukis, namun dalam hal ini komunitas dilibatkan ketika ada acara saja,
119
selebihnya tidak ikut dilibatkan, misalnya dalam perencanaan atau perumusan
kegiatan-kegiatan museum dalam satu tahun komunitas tidak ikut dilibatkan.
Selain itu museum-museum juga memiliki program-program masing-
masing dalam satu tahun, salah satunya Museum Sejarah Jakarta, seperti yang
dikatakan oleh Bapak Yosep (I2-2) sebagai berikut:
“Kalau untuk perencanaan kita ada kegiatan-kegiatan selama satu
tahun, dan kami punya beberapa kegiatan unggulan untuk menarik
para pengunjung supaya mereka datang kembali ke museum ini,
ataupun masyarakat atau para pelajar bisa mengetahui lebih banyak
tentang sejarah Kota Jakarta ini. Diantaranya ada Batavia Art
Festival itu pamerannya tentang museum-museum yang ada di
Kota Jakarta. Khususnya yang dibawah naungan Pemda. Temanya
menyangkut tentang sejarah Kota Jakarta. Misalnya satu sosok
Fatahillah, kita pamerkan tentang fatahillah semua jadi seperti itu,
misalnya pedang hukuman tentang keadilan. Ada lagi kegiatan
unggulan kita namanya wisata kampung tua, wisata kampung tua
ini kita menjaring seluruh lapisan baik anak-anak ataupun dewasa,
atau mereka mau daftar disini langsung silahkan, atau kita
undang, kita mengajak mereka keliling kampung-kampung tua
yang ada di Kota Jakarta. Salah satu contoh misalnya kampung
pekojan daerah jembatan lima, kampung arab, kemudian ada nama
kampung pecinan karna disitu dulu khusus orang-orang cina
berdomisil, kita akan masuk kesana daerah glodok, wisata
kampung tua ini biasanya dari kota tua ini sampai ke pelabuhan
sunda kelapa, dan bukan hanya itu, kita juga menyiapkan ada
wisata jelajah malam atau jalan-jalan malam, jadi jalan-jalan
malam di museum. Kita sudah menyiapkan acara seperti itu.
Kegiatan-kegiatan di Museum Sejarah Jakarta juga diperuntukkan bagi
masyarakat yang melibatkan semua kalangan baik dari pelajar, mahasiswa
ataupun orang tua. Kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh Museum Sejarah Jakarta
yaitu untuk memperkenalkan sejarah Kota Tua Jakarta kepada masyarakat
ataupun pelajar. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan inipun mengikutsertakan
komunitas-komunitas untuk meramaikan acara tersebut. Misalnya komunitas-
120
komunitas disediakan stand untuk memperkenalkan komunitas mereka atau
memperkenalkan sejarah Kota Tua Jakarta.
Selain stakeholder-stakeholder yang mengatakan bahwa masyarakat ikut
dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta,
komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Kota Tua Jakarta juga
mengatakan hal yang sama, seperti yang dikatakan Bapak Rizal Hidayat (I2-3)
selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu, beliau mengatakan bahwa:
“Terkadang kalau ada event kita suka diajak gabung, tapi
tergantung eventnya, event apa dulu dan tergantung dari UPK juga.
Kadang-kadang kalo ada acara ulang tahun Jakarta sama seminar
Kota Tua kita juga dilibatkan dalam acaranya” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Rizal, hari Senin, 2 Maret 2015 pukul
15:14 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas
Komunitas Sepeda Onthel, beliau mengatakan bahwa:
“Komunitas sepeda ontel ini juga dilibatkan kalau ada acara-acara
disini, karna sepeda ontel ini juga merupakan hiburan untuk para
pengunjung muter-muter Taman Fatahillah ini, dan kita juga disini
ikut menjaga keamanan Kota Tua” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di
Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Komunitas manusia batu dan komunitas sepeda ontel adalah komunitas yang
paling aktif diantara komunitas-komunitas yang lainnya. Komunitas manusia batu
dan komunitas sepeda ontel adalah komunitas yang setiap hari ada di Taman
Fatahillah Kota Tua Jakarta, mereka ikut meramaikan suasana di Kota Tua
Jakarta. Komunitas sepeda ontel dengan menyewakan sepeda ontelnya kepada
pengunjung dan komunitas manusia batu dengan berkostum seperti pahlawan
121
zaman dulu dan berpose seperti patung yang membuat pengunjung tertarik untuk
berfoto bersama komunitas manusia batu tersebut.
Komunitas merupakan organisasi informal yang terbentuk dari hubungan
dan interaksi perorangan dan kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan
biasanya tidak diakui secara resmi oleh organisasi. Komunitas atau organisasi
informal bersifat lepas, fleksibel, tidak terumuskan dan spontan. Berdasarkan
wawancara dengan beberapa informan diatas terungkap bahwa komunitas-
komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah Kota Tua
Jakarta dilibatkan dalam acara-acara yang diadakan oleh Dinas, UPK maupun
museum-museum yang ada di Taman Fatahillah, namun dalam perencanaannya
komunitas tidak ikut dilibatkan secara aktif didalamnya.
Selain komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta, masyarakat sekitar yang bertempat tinggal di RW 06 Kelurahan
Pinangsia juga dilibatkan, masyarakat di RW 06 Kelurahan Pinangsia memiliki
Karang Taruna atau perkumpulan pemuda yang ada di RW 06 Kelurahan
Pinangsia, perwakilan dari Karang Taruna Bapak Edi (I2-8) mengatakan bahwa:
“Kita sebagai masyarakat sekitar sini yang deket dengan objek
Wisata Kota juga ikut membantu Pemerintah untuk menjaga dan
melestarikan Kota Tua ini, kalau ada acara di Kota Tua juga kita
dibikinin stand untuk mengenalkan kawasan ini, kita punya
kerajinan tangan hasil karya sendiri dan kalau ada acara kita ikut
tampil main rebana atau hadroh” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Edi, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 15:32, di Basecamp
Karang Taruna RW 06, Kelurahan Pinangsia)
Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan diatas, peneliti
mengungkapkan bahwa manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta
dilakukan dengan ikut melibatkan peran serta masyarakat didalamnya. Namun
122
peran serta masyarakat ataupun komunitas hanya pada acara atau kegiatan-
kegiatan yang diadakan di Kota Tua Jakarta saja, komunitas atau masyarakat
belum dilibatkan secara aktif dalam pembuatan perencanaan, perumusan kegiatan-
kegiatan dalam perencanaan ataupun rapat evaluasi hasil dari dilakukannya
perencanaan. Peran serta masyarakat dianggap penting dalam hal ini, dikarenakan
objek wisata Kota Tua Jakarta ini merupakan peninggalan penjajahan zaman
dahulu yang menjadi warisan bagi generasi sekarang dan selanjutnya, sehingga
masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaannya agar masyarakat juga merasa
memiliki dan ingin melestarikan Kota Tua Jakarta.
Dalam hal perencanaan, masyarakat sekitar atau komunitas-komunitas
yang ada disekitar Taman Fatahillah belum ikut secara aktif memberikan masukan
atau saran untuk merumuskan perencanaan yang dibuat untuk Objek Wisata Kota
Tua Jakarta. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Edi (I2-8) selaku anggota karang
taruna RW 06 Kelurahan Pinangsia, beliau mengatakan bahwa:
“Kalau rapat sih biasanya jarang diajak, paling hanya ketua RWnya
saja yang diajak rapat. Kalau kita biasanya hanya diikutkan jika
ada acara di Kota Tua, kita suka ikut tampil” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Edi, 4 Oktober 2015 pukul 15:32 WIB, di Basecamp
Karang Taruna RW 06, Kelurahan Pinangsia)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Rizal (I2-5), beliau mengatakan
bahwa:
“Kita kalau ada rapat suka diajak sama UPK, namun sekarang
jarang. Kalau ada acara saja. ” (Sumber: Wawancara dengan Bapak
Rizal, hari Minggu, 2 Maret 2015 pukul 16:33 WIB, di Taman
Fatahillah, Kota Tua Jakarta).
Hal yang sama pun dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku humas komunitas
sepeda Ontel. Beliau mengatakan bahwa:
123
“Kita pernah diajak rapat dengan Dinas atau UPK tetapi jarang,
didalam rapat itu pun masukan atau omongan yang kita sampaikan
kurang didengar oleh mereka. Mereka seperti kurang percaya
dengan apa yang kita omongkan” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di
Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta).
Berdasarkan wawancara kepada ketiga informan di atas dapat diketahui bahwa,
dalam perumusan perencanaan untuk Kota Tua Jakarta hanya dilakukan oleh unit-
unit terkait saja yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,
UPK Kota Tua Jakarta, dan Unit Pengelola masing-masing museum. Masyarakat
dalam hal ini ikut dilibatkan hanya pada rapat teknis yang dilakukan bersama
dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua
Jakarta, dan Unit Pengelola masing-masing museum, namun dalam hal ini
menurut hasil wawancara dengan informan diatas, bahwa komunitas atau
masyarakat karang taruna RW 06 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari
jarang diikutsertakan dalam rapat teknis tersebut dan masukan yang diberikan
oleh komunitas yang ikut rapat pun jarang ditanggapi.
Bukan hanya masyarakat sekitar ataupun komunitas-komunitas saja yang
ikut dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta,
melainkan pengunjung-pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua
Jakarta, khususnya Taman Fatahillah juga ikut dilibatkan didalamnya. Jumlah
pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta cukup banyak. Dilihat dari data
jumlah pengunjung di 3 (tiga) museum yang ada di Taman Fatahillah, yaitu
Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta dan Museum Wayang.
Berikut data jumlah pengunjung yang datang ke 3 (tiga) museum tersebut pada
tahun 2014
124
Tabel 4.2
Jumlah Pengunjung Museum Seni Rupa dan Keramik Tahun 2014
NO BULAN WISNUS WISMAN TK SD SLTP SLTA MAHASISWA RISET T.RESMI JUMLAH
1 Januari 4.600 44 510 200 500 400 1.321 - - 7.575
2 Februari 3.400 117 1.000 600 500 759 663 - - 7.039
3 Maret 3.360 625 1.000 1.500 2.500 663 515 - - 10.163
4 April 2.800 81 1.000 1.058 250 250 581 - - 6.020
5 Mei 3.100 103 750 1.250 400 457 486 - - 6.546
6 Juni 2.676 74 500 500 1.026 600 489 -
5.865
7 Juli 1.350
77 250 250 200 243 -
2.370
8 Agustus 11.000 76 2.500 1.500 200 214 1.226 - - 16.716
9 September 5.600 95 500 340 500 1.500 692 - - 9.227
10 Oktober 4.570
200 185 2.500 1.500 759 - - 9.714
11 November 9.793
2.500 1.300 1.500 1.524 1.508 - - 18.125
12 Desember 13.241
2.000 2.500 3.500 757 1.988 - - 23.986
Jumlah 65.490 1.215 12.537 11.183 13.626 8.824 10.471 - - 123.346
(Sumber: Museum Seni Rupa dan Keramik, 2015)
Dari tabel Jumlah Pengunjung Museum Seni Rupa dan Keramik Tahun
2014 diatas dapat dilihat bahwa jumlah pengunjung yang datang ke Museum Seni
Rupa dan Keramik pada tahun 2014 terbilang cukup banyak.
125
Tabel 4.3
Jumlah Pengunjung Museum Sejarah Jakarta Tahun 2014
NO BULAN
JENIS PENGUNJUNG
JUMLAH
UMUM ROMBONGAN
DEWASA
MHS PELAJAR WISNUS MHS PELAJAR RESMI
WISNUS WISMAN
1 Januari - - - - - - - - -
2 Februari 140 - 100 100 - - - - 340
3 Maret 8.907 478 1.391 3.974 166 112 2.193 - 17.221
4 April 17.867 875 2.995 9.071 262 156 6.032 - 37.258
5 Mei 19.254 1.095 2.697 9.529 534 230 4.349 - 37.688
6 Juni 17.074 842 2.469 11.041 664 50 4.566 4.832 41.538
7 Juli 2.791 1.742 7.647 11.078 - - - - 23.258
8 Agustus 100 - 24.506 30.765 166 - 160 - 55.697
9 September - 1.057 14.501 19.326 336 60 2.491 - 37.771
10 Oktober - 471 5.907 7.070 - 50 651 - 14.149
11 November - - 350 300 - - - - 650
12 Desember - - 170 200 - - - - 370
Jumlah 66.133 6.560 62.733 102.454 2.128 658 20.442 4.832 265.940
(Sumber: Museum Sejarah Jakarta, 2015)
Dari tabel Jumlah Pengunjung Museum Sejarah Jakarta Tahun 2014 diatas
dapat dilihat bahwa jumlah pengunjung yang datang pada tahun 2014 terbilang
banyak yaitu dengan total 265.940 pengunjung.
126
Tabel 4.4
Jumlah Pengunjung Museum Wayang Tahun 2014
NO BULAN WISNUS WISMAN TK/SD SLTP SLTA MAHASISWA RISET T.RESMI JUMLAH
1 Januari 17.336 3.533
1.088 108 80 1.124 -
63 23.332
2 Februari 13.398 3.865
5.994 828 344 1.486 -
55 25.970
3 Maret 17.442 3.605
7.105 753 303 1.122 -
42 30.372
4 April 13.893 3.667
2.900 184 115 1.922 -
39 22.720
5 Mei 46.862 3.445
2.487 125 63 681 -
25 53.688
6 Juni 19.784 4.546
210 - - 796 -
42 25.378
7 Juli 2,941 1253
230 64 - 342 -
45 4.875
8 Agustus 26.248 5.403
153 65 - 1.209 -
57 33.135
9 September 14.055 5.398
1.425 165 - 1.398 -
64 22.505
10 Oktober 12.289 4.529
4.477 1.067 309 1.115 -
81 23.867
11 November 23.016 3.894
5.722 796 235 1.980 -
125 35.768
12 Desember 47.235 4.060
5.848 392 161 2.413 -
162 60.271
Jumlah 254.499 47.198 37.639
4.547 1.610 15.588 0 800 361.881
(Sumber: Museum Wayang, 2015)
Dari tabel Jumlah Pengunjung Museum Wayang Tahun 2014 diatas dapat
dilihat bahwa jumlah pengunjung yang datang ke Museum Wayang pada tahun
2014 terbilang banyak yaitu 361.881 pengunjung.
127
Dapat dilihat dari jumlah pengunjung di 3 (tiga) museum yang ada di
Kawasan Taman Fatahillah yang cukup banyak menandakan bahwa masyarakat
yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah
terbilang banyak, bahkan bisa melebihi dari jumlah pengunjung museum yang
datang, karena dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, ada juga pengunjung
yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta tetapi tidak masuk dan berkunjung
ke museum-museum yang ada di kawasan Taman Fatahillah, hanya di Taman
Fatahillahnya saja.
Berikut hasil wawancara dengan pengunjung yaitu Bapak Eli (I3-2),
beliau mengatakan bahwa:
“Saya senang berkunjung di Kota Tua ini, selain untuk
pengetahuan anak juga bisa untuk berekreasi sambil duduk-duduk
disini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu, 4
Oktober 2015 pukul 16:55, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan pengunjung lain yaitu Fahmi (I3-3), beliau
mengatakan bahwa:
“Saya datang kesini sama orang tua, senang sih disini tapi sekarang
pengunjungnya semakin banyak, jadi sepertinya semakin sempit”
(Sumber: Wawancara dengan Fahmi, hari Minggu, 4 Oktober 2015
pukul 16:48, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Kedua informan diatas adalah informan yang berasal dari luar Kota
Jakarta, mereka sengaja berkunjung ke Kota Tua Jakarta untuk berwisata mengisi
akhir pekan. Ada juga pengunjung yang berasal dari mancanegara yaitu dari
Negara Finlandia dan Negara Swiss, mereka datang ke Kota Tua Jakarta untuk
berkunjung dan ada juga yang datang ke Kota Tua Jakarta karena sedang
berkunjung ke Jakarta. Berdasarkan wawancara dengan informan diatas terungkap
128
bahwa pengunjung Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah semakin
banyak, terlebih lagi pada hari sabtu dan minggu. Namun yang dikeluhkan oleh
pengunjung adalah minimnya toilet umum dan banyaknya sampah yang
berserakan. Selain itu dari peningkatan jumlah pengunjung setiap tahunnya, ada
juga upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta. Dari hasil wawancara dengan Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi
Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
“Dalam hal promosi pihak kita memasukan kawasan kota tua
dalam pembuatan booklet atau CD promosi tentang pariwisata di
DKI Jakarta. Pengenalan kawasan kota tua Jakarta dilakukan
melalui penentuan kota tua sebagai bagian dari Kawasan Strategi
Pariwisata Nasional, Daerah Pengembangan Daya Tarik
Pariwisata, Pengembangan Destination Management Organization.
Dengan masuk ke dalam program tersebut, Kota Tua menjadi
perhatian banyak pihak. Peran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan jumlah pengunjung kota
tua adalah melaksanakan event seni budaya di Kota Tua.
Merehabilitasi museum dan bangunan milik Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta dan kawasan publik, sehingga menarik untuk
dikunjungi.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari
Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Dinas
Lantai 3 Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Lantai
3)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staff Seksi
Penataan Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua, beliau mengatakan bahwa:
129
“Dalam rangka meningkatkan pengunjung museum dilakukan
melalui rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan, sehingga lebih
menarik. peran media elektronik, cetak dan lain sebagainya ikut
berperan dalam sosialisasi objek wisata Kota Tua. Yang ada di
bidang Sarana Prasarana, yang khusus memperbaiki fisik kota tua.
Kalau promosi kota tua dilakukan melalui website, brosur dan
leaflet.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat, 2
Maret 2015 pukul 15:04 WIB, di Kantor Unit Pengelola Kawasan
Kota Tua)
Berdasarkan wawancara dengan kedua informan diatas dapat diketahui
bahwa Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan UPK Kota
Tua Jakarta melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pengunjung yang
datang ke Kota Tua Jakarta dengan mempromosikan Kota Tua Jakarta melalui
media elektronik maupun media cetak. Namun dalam hal ini seharusnya
pemerintah juga menyiapkan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai dengan
seiring bertambahnya pengunjung Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah
Kota Tua Jakarta seperti toilet umum, tempat sampah, pusat informasi, masjid dan
lain sebagainya. Sehingga pengunjung yang datang merasa nyaman dan
menjadikan Kota Tua Jakarta kedalam destinasi wisata yang menarik untuk
dikunjungi.
Peneliti juga melakukan wawancara kepada pengunjung Objek Wisata
Kota Tua mengenai tanggapannya tentang Objek Wisata Kota Tua Jakarta pada
saat ini, dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Eli (I3-2)
pengunjung Kota Tua yang berwisata di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta,
beliau mengatakan bahwa:
130
“Kota Tua sekarang lebih rapih ya pkl nya sudah tidak lagi berada
di tengah-tengah lapangan, namun sampahnya disini berserakan,
sepertinya pengunjung-pengunjung buang sampahnya
sembarangan dan minim tempat sampah juga disini” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul
16:55 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Hal ini pun senada dengan yang dikatakan pengunjung lain yaitu Nani (I3-4),
beliau mengatakan bahwa:
“Sekarang Kota Tua pengunjungnya semakin banyak. Apalagi
kalau malam tambah ramai. Pengunjungnya banyak sampah pun
juga semakin banyak, jadi kesannya kumuh kalau malam”
(Sumber: Wawancara dengan Nani, hari Minggu, 4 Oktober 2015
pukul 17:23 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan beberapa pengunjung di Taman Fatahillah Kota
Tua Jakarta terungkap bahwa pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah Kota
Tua Jakarta semakin banyak. Pedagang Kaki Lima yang ada di Kota Tua Jakarta
sekarang sudah lebih rapi, tidak lagi berada di area Taman Fatahillah dan
disediakan tempat-tempat bercanopi untuk para Pedagang Kaki Lima berdagang.
Terkait dengan sampah, memang sampah di Taman Fatahillah jika pengunjung
ramai, sampah pun juga banyak yang berserakan, dikarenakan sedikitnya tempat
sampah yang dapat dijangkau oleh pengunjung dan rendahnya kesadaran
pengunjung untuk menjaga kebersihan di area Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta.
Selain itu Dinas Kebersihan DKI Jakarta untuk wilayah Taman Fatahillah hanya
pada saat pagi hari saja melakukan pengangkutan sampah, sehingga sampah
menumpuk di beberapa sudut Taman Fatahillah.
Beberapa waktu lalu terpampang baliho mengenai peraturan daerah yang
mengatur jika ada yang membuang sampah disembarang tempat akan dikenakan
denda Rp. 500.000. Namun dalam hal pelaksanaannya sepertinya tidak berjalan
131
dengan baik dan tidak ditindak dengan tegas, karena sampah tetap saja berserakan
di Kawasan Taman Fatahillah.
Dengan banyaknya pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah Kota
Tua Jakarta, keterlibatan pengunjung didalam perencanaan Objek Wisata Kota
Tua Jakarta hanya untuk meramaikan acara yang diadakan oleh Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta ataupun museum-
museum yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Masyarakat hanya
menikmati wisata Kota Tua Jakarta dan kalaupun ada kritik dan saran yang ingin
pengunjung sampaikan, pengunjung bisa menulis kritik dan saran lalu
memasukkannya kedalam kotak saran yang ada di Perpustakaan Taman Fatahillah
Kota Tua Jakarta.
4.3.1.2 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan bagian dari manajemen yang dilakukan
setelah perencanaan. Hal ini sesuai dengan teori manajemen yang digunakan oleh
peneliti dalam penelitian ini yaitu teori manajemen menurut Henry Fayol
(Hasibuan, 2009:40). Dalam pengorganisasian, pemimpin dalam suatu organisasi
mengelompokkan pekerjaan kepada pegawai atau anggota sesuai dengan
kemampuannya. Keterlibatan masyarakat dalam pengorganisasian di Kota Tua
Jakarta yaitu khususnya pada komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta,
komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta tidak ikut dilibatkan dalam
pengorganisasian di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta maupun di museum-museum yang ada di
132
Kota Tua Jakarta. Artinya komunitas-komunitas yang ada maupun masyarakat
tidak termasuk kedalam struktur organisasi di unit-unit terkait tersebut.
Melainkan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki
struktur organisasi masing-masing di dalam komunitasnya. Hal ini dikarenakan
komunitas merupakan organisasi informal yang tidak termasuk kedalam
organisasi formal. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dinaungi
oleh Local Working Group (LWG) di Kota Tua Jakarta. Local Working Group
(LWG) bertugas sebagai fasilitator dan mediator bagi komunitas-komunitas yang
ada di Kota Tua Jakarta. LWG menaungi komunitas-komunitas tersebut dan LWG
menerima masukan serta saran dari komunitas maupun masyarakat. Berikut
wawancara dengan Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di
LWG, beliau mengatakan bahwa:
“Di dalam komunitas memiliki struktur organisasi masing-masing,
yaitu ada ketua, sekretaris, bendahara dan angota-anggotanya,
mereka mengurus anggotanya masing-masing, dan kalau mau ada
pergantian ketua biasanya rapat dan kita diajak rapat” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015
pukul 14:51 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku humas
Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa:
“Kita di dalam komunitas ontel ini ada ketua, sekretaris, bendahara
dan beberapa anggota, totalnya semua 38 orang, kita dalam
keseharian itu membagi pendapatan dari hasil sewa ontel itu sama
rata, dan kita ada uang kas seminggu 10rb, uang itu digunakan
kalau ada kebutuhan-kebutuhan komunitas ontel ini. (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Minggu, 24 Oktober 2015
pukul 15:13 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Hal ini juga senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Deden (I2-5) selaku Ketua
Komunitas Cakra Buana, beliau mengatakan bahwa:
133
“Disini kita memiliki struktur organisasi sendiri, saya sendiri
ketuanya, lalu ada sekretaris, bendahara dan anggota-anggota lain
yang berasal dari masyarakat sekitar sini dan juga ada masyarakat
daerah lain yang ikut bergabung” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Deden, hari Minggu, 24 Oktober 2015 pukul 13:51 WIB, di
Kediaman Bapak Deden Sinaga, S.H)
Bapak Rizal (I2-3) selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu juga mengatakan
hal yang demikian:
“Kita memiliki ketua yaitu Bapak Idris, bendaharanya saya sendiri,
dan beberapa anggota, anggota kita itu kadang suka berganti orang,
dikarenakan orang yang sebelumnya itu memiliki kesibukan lain
atau ada hal lain” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari
Minggu, 2 Maret 2015 pukul 16:33 WIB, di Taman Fatahillah,
Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan diatas, peneliti menyimpulkan
bahwa masing-masing komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki struktur
organisasi sendiri dan mengatur organisasinya masing-masing. Contohnya saja
seperti Komunitas Manusia Batu, Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Cakra
Buana, mereka memiliki struktur organisasi masing-masing dan masing-masing
komunitas memiliki ketua, sekretaris dan bendahara.
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta pada awalnya
berjumlah 79 komunitas, kemudian berkurang menjadi 48 komunitas dan sampai
saat ini ada 32 komunitas di Kota Tua Jakarta. Namun itu pun tidak semuanya
aktif, dikarenakan anggota-anggota dari komunitas-komunitas tersebut memiliki
kegiatan atau pekerjaan masing-masing sehingga jumlah komunitas semakin lama
semakin berkurang.
Hal lain yang menyebabkan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua
Jakarta semakin lama semakin berkurang yaitu adanya penyeleksian komunitas
134
yang dilakukan oleh Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Jakarta. UPK Kota
Tua Jakarta mensyaratkan komunitas yang ingin menjadi bagian dari Kota Tua
Jakarta adalah komunitas yang mempunyai unsur kesejarahan tentang Kota Tua
Jakarta atau unsur zaman penjajahan Belanda. Contohnya seperti Komunitas
Manusia Batu dan Komunitas Sepeda Ontel.
Hal ini bertujuan agar nilai-nilai kesejarahan tentang Kota Tua Jakarta
dan unsur-unsur penjajahan zaman Belanda tetap ada dan tetap dilestarikan,
karena itu merupakan ciri khas atau karakteristik dari Kota Tua Jakarta,
khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Namun pada kenyataan yang ada
dilapangan ada beberapa komunitas di Kota Tua Jakarta khususnya Taman
Fatahillah yang tidak sesuai dengan unsur-unsur kesejarahan di Kota Tua Jakarta
atau unsur-unsur zaman penjajahan Belanda. Seperti Komunitas Badut yang ada
di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Adanya komunitas yang tidak sesuai
dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta dikarenakan tidak tegasnya UPK Kota
Tua dalam mengatur komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta.
Sehingga mereka masih tetap ada di Kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta.
Seperti yang di katakan oleh Bapak Sukro (I2-7) selaku Anggota Komunitas Badut,
beliau mengatakan bahwa:
“Daripada nganggur mendingan begini. Kalau untuk sekarang sih
karena belum ada pekerjaan yang lain jadi jalanin aja.” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Sukro, hari Sabtu, 11 Juli 2015 pukul
13:04 WIB, di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta)
Adapun yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok
Kerja di LWG mengenai Komunitas Badut yang tidak sesuai dengan unsur
kesejarahan Kota Tua Jakarta, beliau mangatakan bahwa:
135
“Kita dari LWG sudah sering kali bilang ke UPK, kepihak lainnya
seperti konsorsium. Mereka belum bisa menyingkirkan atau
memindahkan badut-badut ini. Sebetulnya awalnya itu dari monas,
semakin lama semakin banyak. Tetapi belum ada tindakan tegas
dari pemerintah atau pengelola, karena kita pernah mencoba
ngomong kemereka, kalau mau disini jangan pakai kostum
doraemon, marsha, upin-ipin, tapi pakailah karakter yang sesuai
sama objek wisata ini, misalnya jadi patung gubernur jenderal
belanda, atau mewakili tionghoa yang dulu jadi penjajah disini,
pokoknya yang menunjang kawasan ini. tapi karna mereka sudah
terlanjur mesen kostum itu dengan uang jutaan dibandung mungkin
mereka sayang atau apa. Tapi sampai hari ini pun belum ada
penindakan tegas dari UPK atau pemerintah. Sebenarnya mereka
ga boleh ada disini”. (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi,
hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di Gedung
Arsip Mandiri)
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sukro (I2-7) selaku Anggota Komunitas
Badut bahwa komunitas badut yang ada di Kota Tua Jakarta memang tidak ada
pekerjaan lain selain menjadi badut di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, dan
Komunitas Badut pun tidak izin terlebih dahulu kepada UPK Kota Tua.
Komunitas badut yang ada di Taman Fatahillah ini sudah agak lama berada di
Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Dodi
(I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG menyatakan bahwa LWG
sudah memberikan informasi kepada UPK Kota Tua terkait dengan adanya
komunitas badut yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta.
Namun belum ada tindakan tegas dari UPK Kota Tua, karena seharusnya
komunitas badut itu tidak diperbolehkan ada di sekitar Taman Fatahillah Kota Tua
Jakarta.
Dalam hal pengorganisasian komunitas-komunitas yang ada di sekitar
kawasan Kota Tua ini tidak termasuk ke dalam struktur organisasi Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan
136
(UPK) Kota Tua, maupun struktur organisasi di museum-museum yang ada di
Kota Tua Jakarta. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi
Penataan UPK Kota Tua, beliau mengatakan bahwa:
“Di dalam struktur organisasi UPK tidak ada komunitas-komunitas,
namun kita memiliki sub kelompok jabatan fungsional yang
melakukan penataan kawasan Kota Tua Jakarta. Didalam Pergub
No 7 Tahun 2007 itu tidak ada. Dalam Pergub rencana induk pun
tidak ada. Komunitas itu diluar program pemerintah tetapi secara
tidak langsung komunitas ikut dalam pengembangan objek wisata
Kota Tua Jakarta.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari
Rabu, 18 September 2015 pukul 15:31, di Kantor UPK Kota Tua
Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi
Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
“Dinas memiliki struktur organisasi yang diisi dengan pegawai
yang sudah ditetapkan sesuai dengan struktur yang ada” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015
pukul 12:43, di Gedung B Lantai 3, Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan informan (I1-2) dan (I1-1), peneliti menyimpulkan
bahwa Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua
Jakarta maupun Unit Pengelola museum memiliki struktur organisasi yang formal.
Hal itu pun tercantum di dalam peraturan gubernur yang mengatur tentang
struktur organisasi tersebut, dan tidak terdapat komunitas atau masyarakat dPi
dalam struktur organisasi tersebut. Dalam hal ini komunitas merupakan organisasi
informal yang tidak termasuk kedalam organisasi formal. Namun komunitas-
komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta ini secara tidak langsung ikut dalam
pengembangan kawasan Kota Tua Jakarta.
137
4.3.1.3 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan
Pengarahan merupakan kegiatan memberikan perintah atau arahan
kepada anggota organisasi masing-masing. Keterlibatan masyarakat dalam
pengarahan di Kota Tua Jakarta yaitu masyarakat dan komunitas dalam hal ini
adalah yang diberikan pengarahan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua maupun Satpol PP.
Dalam hal ini yang memiliki kewenangan untuk memberikan pengarahan
yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta memberikan arahan
kepada UPK Kota Tua, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua memberikan arahan
kepada komunitas-komunitas ataupun LWG dan Satpol PP memberikan
pengarahan kepada pedagang kaki lima di area Taman Fatahillah. Seperti yang
dikatakan oleh Bapak Purnama (I1-3) selaku Kepala Satuan Tugas Satpol PP
Kecamatan Tamansari, beliau mengatakan bahwa:
“Kita disini tugasnya mengarahkan pedagang kaki lima di Kota
Tua agar rapi dan tertib, karna di Kota Tua itu pedagang kaki lima
sudah tidak boleh masuk ke area Taman Fatahillah, jadi kita
tertibkan, khususnya untuk pkl yang liar” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Purnama, hari Jumat, 28 Agustus 2015 pukul 09:28,
di Kantor Kecamatan Tamansari)
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Purnama (I1-3), diketahui bahwa Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memberikan pengarahan kepada pedagang kaki
lima yang ada di Kota Tua Jakarta, khususnya kepada pedagang kaki lima yang
liar atau tidak terdaftar di dalam koperasi dan berjualan di dalam area Taman
Fatahillah. Berdasarkan data dari Koperasi Pena Waskata yang ada di Kota Tua
Jakarta pada saat ini jumlah pedagang kaki lima yang resmi ada 48 dan tidak
boleh ditambah lagi. Namun setelah peneliti observasi di lapangan masih banyak
138
pedagang kaki lima yang ilegal masih berjualan di Area Kota Tua Jakarta. Hal ini
yang menyebabkan Kota Tua Jakarta menjadi semakin sempit seiring dengan
meningkatnya jumlah pengunjung dan pedagang kaki lima yang semakin banyak.
Sedangkan untuk komunitas-komunitas yang ada di sekitar Kota Tua
Jakarta memberikan pengarahan kepada anggotanya masing-masing. Seperti yang
dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas Komunitas Sepeda Ontel, beliau
mengatakan bahwa:
“Kita mengarahkan anggota kita masing-masing, kalau ada yang
mau izin pulang kampung misalnya itu harus izin untuk beberapa
hari, kalau ada yang sakit kita jenguk dengan menggunakan uang
kas yang ada. Pengarahan kita dapatkan dari LWG, UPK juga
mengarahkan kita sebagai komunitas harus bagaimana” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015
pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman Fatahillah, Kota Tua
Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Rizal (I2-3) selaku Bendahara
Komunitas Manusia Batu, beliau mengatakan bahwa:
“Kita mendapat arahan dari UPK, kalau ada anggota yang ga patuh
dengan aturan, itu dikeluarkan dan ga boleh jadi komunitas kita
lagi, dan kalau disini ada komunitas yang tidak sesuai dengan unsur
kota tua itu ga diperbolehkan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak
Rizal, hari Senin, 2 Maret 2015 pukul 16:06 WIB, di Taman
Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan I2-4 dan I2-3 diatas dapat
diketahui bahwa komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memberikan
arahan kepada anggotanya masing-masing dan Unit Pengelola Kawasan (UPK)
Kota Tua juga memberikan pengarahan kepada komunitas-komunitas yang ada di
Kota Tua Jakarta yaitu harus mengikuti aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan
karakteristik sejarah Kota Tua Jakarta atau unsur-unsur penjajahan Belanda pada
139
zaman dahulu, hal ini juga dikatakan oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi
Penataan UPK Kota Tua, beliau mengatakan bahwa:
“Kita sebagai stakeholder yang berada dibawah Dinas secara
langsung mengarahkan hal-hal yang berkaitan dengan Kota Tua,
termasuk komunitas. Kita mengarahkan komunitas yang ada disini
harus sesuai dengan unsur sejarah Kota Tua, misalnya manusia
patung yang seperti orang belanda, penjajah jepang dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan unsur sejarah Kota Tua”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat, 18
September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua
Jakarta)
Selain itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga
memberikan pengarahan kepada UPK Kota Tua untuk memberikan arahan kepada
komunitas dan masyarakat sekitar, seperti yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1)
selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
“Dinas melakukan pengarahan kepada UPK dan Satpol PP untuk
mengarahkan masyarakat dan pkl yang di Kota Tua, tetapi kita juga
setiap sabtu malam dan minggu malam mengadakan piket secara
rutin di Kota Tua untuk melihat pelaksanaan di lapangan seperti
apa” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18
September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3, Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan informan I1-2 dan I1-1 diatas
dapat diketahui bahwa UPK Kota Tua yang merupakan stakeholder yang
langsung berada dibawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
memberikan arahan kepada komunitas dan masyarakat yang ada di Kota Tua
Jakarta khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. UPK Kota Tua
mengarahkan bahwa komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta harus
sesuai dengan unsur-unsur sejarah Kota Tua Jakarta.
140
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga
memberikan pengarahan kepada UPK Kota Tua dan Satpol PP Kecamatan
Tamansari untuk mengarahkan komunitas, masyarakat dan pedagang kaki lima
yang ada di sekitar Kota Tua Jakarta. Dalam hal ini Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta merupakan stakeholder yang mempunyai
wewenang utama terhadap manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua
Jakarta.
Selain itu Local Working Group (LWG) pun memberikan arahan kepada
komunitas-komunitas yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, seperti
yang katakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di
LWG, beliau mengatakan bahwa:
“Kita memberikan masukan dan arahan kepada komunitas-
komunitas yang ada, supaya mereka bisa berkreativitas disini. Kita
juga pernah mengadakan kursus bahasa inggris gratis bagi
komunitas disini agar mereka bisa berinteraksi dengan turis asing”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6
September 2015 pukul 14:51 WIB, di Gedung Arsip Mandiri, Kota
Tua Jakarta)
Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas
Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa:
“Kita diberikan arahan oleh LWG, LWG juga pernah memberikan
kursus bahasa inggris gratis. LWG memberikan masukan-masukan
untuk kita sebagai komunitas agar lebih bagus dan menarik”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Sabtu, 24
Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman Fatahillah,
Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara peneliti dengan informan I2-1 dan I2-4 diatas, dapat
diketahui bahwa komunitas-komunitas seperti Komunitas Sepeda Ontel dan
Komunitas Manusia Batu diberikan arahan oleh LWG agar menjadi komunitas
141
yang bagus dan menarik. Mereka diberikan pelatihan bahasa inggris agar bisa
berinteraksi dengan turis-turis asing.
Untuk pengarahan yang diberikan kepada masyarakat atau pengunjung
yang datang ke Kawasan Kota Tua Jakarta adalah pengarahan yang diberikan oleh
para stakeholder yang berjaga di Area Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta.
Stakeholder yang berjaga di sekitar Taman Fatahillah antara lain Satpol PP
Kecamatan Tamansari yang dibantu oleh LWG, Ketua RW 06 Kelurahan
Pinangsia dan Karang Taruna RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia yang berada di
pusat informasi Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta.
Berdasarkan wawancara dengan pengunjung yaitu Bapak Eli (I3-2), beliau
mengatakan bahwa:
“Kita kadang diberikan arahan untuk tidak buat sampah
sembarangan, biasanya pusat informasi itu memberitahukan lewat
speaker supaya pengunjung tetap jaga kebersihan” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul
16:55, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Hal ini pun senada dengan yang dikatakan pengunjung lain yaitu Nani (I3-4),
beliau mengatakan bahwa:
“Iya kadang ada pengumuman agar pengunjung tidak membuang
sampah sembarangan, disuruh buang sampah pada tempatnya,
karena kalau semakin sore dan malam sampah semakin banyak”
(Sumber: Wawancara dengan Nani, hari Minggu, 4 Oktober 2015
pukul 17:23, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan I3-2 dan I3-4 diatas dapat diketahui bahwa
pengunjung diberikan arahan oleh para stakeholder yang berjaga di pusat
informasi Area Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta untuk tidak membuang
sampah sembarangan dan membuang sampah pada tempatnya. Pengunjung juga
142
diarahkan agar menjaga keamanan diri sendiri dari para pencopet yang mungkin
ada di Kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Ketua RW setempat yaitu
RW 06 Kelurahan Pinangsia juga memberikan arahan kepada karang taruna.
Seperti yang dikatakan oleh Bapak Firman (I1-4) selaku Ketua RW 06 Kelurahan
Pinangsia, beliau mengatakan bahwa:
“Kita melibatkan karang taruna juga untuk mengisi pusat
informasi, kadang saya sendiri yang berjaga bersama dengan
anggota-anggota satpol pp” (Sumber: Wawancara dengan Bapak
Firman, hari Jumat, 21 Agustus 2015 pukul 17:14 WIB, di Taman
Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Edi (I2-8) selaku Anggota
Karang Taruna RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia, beliau mengatakan bahwa:
“Kita suka diajak untuk menjaga pusat informasi di Kota Tua.
Disana kita memantau pengunjung dan mengawasi keamanan
pengunjung dan menyuruh pengunjung agar tidak buang sampah
sembarangan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Edi, hari
Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 15:32 WIB, di Basecamp Karang
Taruna RW 06, RT 04, Kelurahan Pinangsia)
Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa masyarakat sekitar yang
tinggal disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga ikut dilibatkan dalam
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, contohnya yaitu Karang
Taruna RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia. Mereka dilibatkan untuk ikut serta
mengisi pusat informasi yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Selain
itu pedagang kaki lima yang ada di Taman Faahillah Kota Tua Jakarta juga
mendapatkan pengarahan dari Satpol PP Kecamatan Tamansari. Seperti yang
dikatakan oleh Ibu Sri (I3-1) pedagang kaki lima yang terdaftar di Koperasi Pena
Waskata, beliau mengatakan bahwa:
143
“Kita biasanya itu ditertibkan sama satpol pp, apalagi untuk pkl
yang liar, kalau tertangkap oleh satpol pp barang dagangannya
diangkut, kalo kami yang ditempatkan disini semua pkl yang resmi
yang sudah terdaftar dikoperasi” (Sumber: Wawancara dengan Ibu
Sri, hari Jumat, 21 Agustus 2015 pukul 18:04 WIB, di Taman
Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Sri (I3-1), salah satu pedagang kaki lima yang
legal dan terdaftar di Koperasi Pena Waskata yaitu Satpol PP Kecamatan
Tamansari memberikan pengarahan kepada pedagang kaki lima yang berada di
Taman Fatahillah. Satpol PP Kecamatan Tamansari juga terkadang melakukan
operasi besar-besaran untuk menjaring para pedagang kaki lima yang liar yang
berdagang di Kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Hal ini dilakukan agar
Kawasan Kota Tua Jakarta terlihat lebih rapi dan tertata, sehingga tidak terkesan
kumuh dengan banyaknya pedagang kaki lima yang berdagang di Kawasan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
bersama UPK Kota Tua Jakarta dan Satpol PP Kecataman Tamansari dalam hal
ini bersinergi untuk melakukan pengarahan dalam rangka mengelola Objek
Wisata Kota Tua Jakarta.
4.3.1.4 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian
Pengkoordinasian merupakan suatu hubungan yang saling berkaitan
antara unit satu dengan unit yang lainnya. Keterlibatan masyarakat dalam
pengkoordinasian pada manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
dalam hal ini masyarakat tidak ikut terkait dalam pengkoordinasian. Koordinasi
dilakukan antar instansi-instansi yang terkait dengan manajemen pengelolaan
objek wisata Kota Tua Jakarta diantaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
144
Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua, Satpol PP maupun Unit Pengelola Museum.
Koordinasi yang dilakukan tidak sampai ke masyarakat. Masyarakat hanya
sebagai objek dalam manajemen pengelolaan Kota Tua Jakarta. Seperti yang
dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian
dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,
beliau mengatakan bahwa:
“Keterlibatan itu sendiri diantaranya Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Satpol PP, pihak kecamatan,
pihak kelurahan dan pihak keamanan setempat” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015
pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi
Penataan UPK Kota Tua Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
“UPK berkoordinasi langsung dengan Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Kita sebagai pelaksana teknis di
lapangan dalam mengatur Kota Tua Jakarta” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Ario, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 15:31
WIB, di UPK Kota Tua Jakarta)
Hal demikian pun juga diungkapkan oleh Bapak Purnama (I1-3) selaku Ketua
Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari, beliau mengatakan bahwa:
“Kita disini satu tim. Dari Koperasi, Dinas Pariwisata, UPK
Konsorsium dan UMKM. Kami yang mengawasi. Tiap seminggu
sekali kita rapat. Setiap seminggu sekali kita lihat komunitas yang
ada di Kota Tua bagaimana, PKL nya juga kita lihat, keamanannya
juga kita perhatikan, setelah itu kita evaluasi” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Purnama, hari Jumat, 28 Agustus 2015
pukul 09:28 WIB, di Kantor Kecamatan Tamansari)
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan informan I1-1, I1-2 dan I1-3
terungkap bahwa koodinasi yang dilakukan dalam manajemen pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta hanya dilakukan oleh instansi-instansi terkait yaitu Dinas
145
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Satpol
PP Kecamatan Tamansari, pihak pengelola museum, pihak kecamatan, pihak
kelurahan maupun pihak keamanan setempat. Dalam hal ini koordinasi tidak
sampai kepada masyarakat. Komunitas-komunitas, masyarakat sekitar maupun
pengunjung hanya diberikan arahan oleh para stakeholder tersebut.
Namun komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta yang
dinaungi oleh LWG bisa menyampaikan masukan dan sarannya ke LWG,
masyarakat atau pengunjung pun bisa menyampaikan keluh kesahnya ke LWG,
dan nanti LWG yang menyampaikan ke UPK atau ke Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melalui rapat teknis yang dilakukan oleh para
stakeholder, seperti yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim
Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa:
“Iya itu tugas kita. LWG juga melakukan research atau penelitian
tentang kepuasan pengunjung, apa yang diinginkan oleh
pengunjung. Contohnya banyak keluhan dari pengunjung kalau
setiap hari sabtu ataupun minggu itu wisata Kota Tua ini ramai
setelah jam 3 sore, kita pun mendapat banyak keluhan ataupun
pertanyaan dari pengunjung yang datang. Misalnya mereka
datangnya sore, lalu ingin masuk ke museum dan museum itu kan
tutupnya jam 3 sore dan bukanya jam 9 pagi, otomatis pengunjung
jadi tidak dapat masuk kemuseum kalau datangnya sore. Ini kita
sampaikan ke Dinas Pariwisata, dan akhirnya sekarang museum
setiap weekend buka sampai jam 8 malam. Tugas kita seperti itu.
Menata kelola pariwisata di Kota Tua ini dengan 3 dimensi
stakeholder yaitu pemerintah, masyarakat dan swasta.” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015
pukul 12:43 WIB, di Gedung Arsip Mandiri Kota Tua Jakarta)
Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas
Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa:
146
“Kita suka ikut dilibatkan dalam rapat yang diadakan oleh Dinas,
UPK ataupun Walikota Jakarta Barat, kita sebagai perwakilan dari
masyarakat sekitar dan juga sebagai komunitas” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015
pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman Fatahillah, Kota Tua
Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan I2-1 dan I2-4 dapat diketahui bahwa komunitas
yang ada di Taman Fatahillah seperti Komunitas Sepeda Ontel dilibatkan dalam
rapat teknis yang dilakukan oleh para stakeholder seperti Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua, Walikota Jakarta Barat.
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dinaungi dan diarahkan oleh
Local Working Group (LWG), komunitas merupakan mitra kerja yang dirangkul
oleh LWG. LWG ini juga merupakan organisasi yang di dalamnya terdapat orang
atau perpanjangan tangan dari Kementerian Ekonomi Kreatif dan Pariwisata,
seperti yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok
Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa:
“Kita berkoordinasi langsung dengan Kementerian Pariwisata, kita
juga berhubungan baik dengan UPK, Dinas dan pihak pengelola
museum, kalau ada apa-apa rapatnya dengan LWG dan kita
mengajak serta perwakilan dari komunitas” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51
WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala
Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
“Dinas berkoordinasi dengan UPK, dan Unit Pengelola masing-
masing museum, dengan komunitas kita juga koordinasi melalui
rapat teknis, perwakilan masyarakat juga diikutsertakan” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015
pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3, Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
147
Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan UPK Kota Tua juga mengatakan hal
yang sama, yaitu:
“Kita koordinasi dengan dinas, konsorsium, LWG dan juga
komunitas-komunitas yang ada disini” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Ario, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 15:31
WIB, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta)
Bapak Sumardi (I1-6) selaku Staf Pengelola Museum Wayang juga mengatakan hal
yang sama dalam wawancara dengan peneliti, beliau mengatakan bahwa:
“Kita berkoordinasi dengan dinas dan juga unit pengelola museum-
museum lain. Kalau ada acara kita ikut juga melibatkan komunitas
yang ada disekitar sini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak
Sumardi, hari Jumat, 28 Agustus 2015 pukul 14:06 WIB, di
Museum Wayang)
Berdasarkan wawancara peneliti dengan beberapa informan diatas I2-1, I1-1, I1-2,
dan I1-6 dapat diketahui bahwa komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua
Jakarta diikutkan perwakilannya didalam rapat teknik atau rapat koordinasi yang
diadakan oleh para stakeholder atau instansi-instansi yang terkait dengan
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Di dalam rapat tersebut
komunitas-komunitas bisa memberikan masukannya kepada para stakeholder
yang mengikuti rapat. Selain itu komunitas-komunitas yang ada di Taman
Fatahillah Kota Tua Jakarta juga ikut dilibatkan dalam acara-acara yang diadakan
oleh museum-museum yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Dalam hal
ini koordinasi terbagi tiga yaitu koordinasi vertikal, koordinasi horizontal dan
koordinasi fungsional. Koordinasi yang dilakukan oleh instansi yang terkait dalam
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah koordinasi
fungsional. Koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
148
Provinsi DKI Jakarta dengan UPK Kota Tua Jakarta adalah koordinasi vertikal,
dan koordinasi yang dilakukan oleh antar komunitas adalah koordinasi horizontal.
Namun dalam hal ini pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua
Jakarta khususnya Taman Fatahillah tidak ikut dilibatkan dalam hal koordinasi,
seperti yang dikatakan oleh salah satu pengunjung yaitu Bapak Eli (I3-2), beliau
mengatakan bahwa:
“kita tidak ikut dilibatkan dalam koordinasi, karna kita disini kan
hanya berkunjung saja, dan tidak setiap hari datangnya. (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul
16:55 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Dalam hal ini pengunjung tidak ikut dilibatkan dalam koordinasi dikarenakan
pengunjung yang datang adalah silih berganti dan tidak selalu datang ke Kota Tua
Jakarta, hanya sesekali saja. Pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta,
khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta hanya menikmati Objek Wisata di
Taman Fatahillah saja seperti ke museum-museum yang ada di sekitar Taman
Fatahillah. Untuk itu koordinasi terkait dengan manajemen pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta tidak sampai kepada pengunjung yang datang ke Objek
Wisata Kota Tua Jakarta. Pengunjung hanya diberikan arahan saja oleh para
stakeholder seperti untuk tidak membuang sampah sembarangan.
4.3.1.5 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan
Keterlibatan Masyarakat dalam pengawasan di Kota Tua Jakarta yaitu
masyarakat atau pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta ikut menjaga dan
mengawasi diri mereka sendiri dari kejahatan seperti copet ataupun jambret.
Sedangkan komunitas-komunitas yang ada seperti Komunitas Sepeda Ontel dan
149
Komunitas Manusia Batu yang selalu ada di area Taman Fatahillah ikut menjaga
keamanan di Fatahillah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu
Satpol PP juga sesekali berjaga di Area Taman Fatahillah untuk mengawasi
pedagang kaki lima agar tidak masuk ke area Taman Fatahillah. Ada juga Pos
keamanan dari RW setempat yaitu RW 06 yang berjaga disekitar Taman
Fatahillah, RW 06 melibatkan karang taruna atau masyarakat sekitar yang ada
disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta untuk berjaga di pos keamanan atau di
pusat informasi, dibantu oleh LWG yang juga menyediakan pusat informasi dan
Perpustakaan Taman Fatahillah untuk pengunjung yang datang jika ada hal yang
kurang jelas atau ingin menyampaikan keluhan dan masukan. Seperti yang
dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG,
beliau mengatakan bahwa:
“Kita bersama dengan komunitas ontel membuka Perpustakaan
Fatahillah pada hari sabtu dan minggu, dan juga memberikan
informasi bagi pengunjung atau turis asing yang datang. Setiap
harinya kita juga ada disini untuk mengamati walaupun perpusnya
hanya buka sabtu dan minggu” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di
Gedung Arsip Mandiri, Kota Tua Jakarta)
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Edi (I2-8) selaku Anggota Karang Taruna
RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia, beliau mengatakan bahwa:
“Kita ikut mengawasi di Kota Tua ini setiap hari sabtu atau hari
minggu” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Edi, hari Minggu, 4
Oktober 2015 pukul 15:32 WIB, di Basecamp Karang Taruna RW
06, RT 04 Kelurahan Pinangsia)
Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas Komunitas Sepeda Ontel juga mengatakan hal
yang sama, beliau mengatakan bahwa:
150
“Kita setiap hari ada disini, dan kalau hari sabtu dan minggu juga
membuka perpustakaan Fatahillah, setiap harinya kita ikut
menjaga keamanan disekitar sini, kadang juga diadakan kerja bakti
untuk membersihkan sampah” (Sumber: Wawancara dengan Bapak
Sanem, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di
Perpustakaan Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan I2-1, I2-8 dan I2-4 diatas dapat diketahui bahwa
komunitas-komunitas yang setiap hari ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta
yaitu Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu beserta Karang
Taruna RW 06, RT 04 Kecamatan Pinangsia ikut menjaga keamanan dan
kebersihan disekitar Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Komunitas Sepeda
Ontel dan Komunitas Manusia Batu memang komunitas yang paling aktif
diantara komunitas yang lainnya. Setiap hari sabtu dan minggu pagi komunitas-
komunitas beserta stakeholder-stakeholder yang ada mengadakan kerja bakti
membersihkan Taman Fatahillah. Selain menjaga keamanan dan kebersihan
komunitas dan karang taruna bersama dengan LWG juga membuka Perpustakaan
Fatahillah setiap hari sabtu dan minggu, dan juga ada pusat informasi yang bisa
memberikan informasi untuk pengunjung lokal maupun mancanegara,
Selain itu Satpol PP juga ikut menjaga keamanan dan menjaga
ketertiban pedagang kaki lima di sekitar Taman Fatahillah, seperti yang
dikatakan oleh Bapak Purnama (I1-3) selaku Ketua Satuan Tugas Satpol PP
Kecamatan Tamansari, beliau mengatakan bahwa:
“Setiap hari kita melakukan penjagaan disini, kadang kalau hari
biasa pada siang atau sore hari, kalau hari sabtu minggu biasanya
dari siang hingga malam karna disini juga ramai dan kita
mengawasi pkl agar tidak masuk ke Taman Fatahillah sehingga
tertib” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Purnama, hari Jumat,
28 Agustus 2015 pukul 09:28 WIB, di Kantor Kecamatan
Tamansari)
151
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Firman (I1-4) selaku Ketua RW 06
Kelurahan Pinangsia, beliau mengatakan bahwa:
“Saya ada di Kota Tua biasanya hari sabtu atau minggu untuk
berjaga disana dengan anggota satpol pp dan karang taruna, kita
mendirikan pusat informasi disana” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Firman, hari Jumat, 21 Agustus 2015 pukul 17:14 WIB, di
Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Bapak Rizal (I2-3) Bendahara Komunitas Manusia Batu juga mengatakan hal
yang sama, beliau mengatakan bahwa:
“Kita setiap hari ada disini dan ikut juga menjaga keamanan dan
kebersihan, setiap minggu pagi itu ada gotong royong
membersihkan area Taman Fatahillah ini” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Rizal, hari Senin, 2 Maret 2015 pukul 16:06 WIB, di
Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta)
Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Bapak Encu (I1-1) juga ikut melakukan
pengawasan langsung kepada Objek Wisata Kota Tua Jakarta, beliau mengatakan
bahwa:
“Kita ikut mengawasi juga. Setiap malam minggu dan malam senin
itu kita secara berkelanjutan diadakan piket, kita memonitoring
langsung, waktunya dari jam 12 siang sampai jam 11 malam”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18
September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa bukan hanya komunitas,
karang taruna dan LWG saja yang melakukan pengawasan terhadap kawasan
Taman Fatahillah, Satpol PP, RW setempat dan Pihak dari Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta pun juga ikut melakukan pengawasan secara
langsung. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta ada jadwal
piket yang dilakukan untuk mengawasi langsung Kota Tua Jakarta, Pihak Satpol
152
PP Kecamatan Tamansari juga kadang berjaga di kawasan Taman Fatahillah
untuk mengawasi pedagang agar tidak bertambah banyak. Dalam hal pengawasan
banyak pihak yang ikut terlibat di dalamnya, karena Objek Wisata Kota Tua
Jakarta merupakan warisan budaya dan sejarah zaman dahulu yang harus
dilestarikan dan dijaga baik keamanannya maupun kebersihannya. Jika tidak
dijaga keamanan maupun kebersihannya bisa saja Objek Wisata Kota Tua Jakarta
beralih fungsi bukan lagi menjadi tempat yang syarat akan nilai kesejarahan
tetapi menjadi tempat pemukiman penduduk atau tempat-tempat yang lainnya.
Tidak hanya itu, dalam hal pengawasan para stakeholder yang ada di
Kota Tua Jakarta juga ikut melibatkan pihak keamanan setempat, baik Polisi,
Polri maupun Brimob untuk menjaga Kawasan Objek wisata Kota Tua Jakarta.
Jika terjadi kejahatan atau tidak kriminal di Objek Wisata Kota Tua Jakarta para
stakeholder langsung melibatkan pihak keamanan setempat untuk proses yang
lebih lanjut.
4.3.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Membuat Aturan Terkait
Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
Proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait dengan
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta tidak sepenuhnya ikut
dilibatkan didalamnya. Dalam hal pembuatan peraturan hak dan wewenangnya
adalah stakeholder yang terkait yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, maupun Pihak Pengelola Museum. Dalam
Sub Bab ini akan dibahas lebih rinci mengenai proses keterlibatan masyarakat
153
dalam membuat aturan terkait dengan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota
Tua Jakarta yang disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan yaitu Teori
Manajemen Menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40) diantaranya perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan.
4.3.2.1 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan
Dalam perencanaan, masyarakat tidak ikut dalam merumuskan kegiatan-
kegiatan yang akan menjadi perencanaan di Kota Tua Jakarta. Seperti yang
dikatakan oleh (I1-1) Bapak Encu selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan
Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau
mengatakan bahwa:
“Masyarakat sifatnya masukan bagaimana Kota Tua ini lebih baik,
kalau pengambilan kebijakan itu dari Pemerintah, dalam
pelaksanaan pengelolaan kita bekerja sama dengan masyarakat”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18
September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Purnama (I1-3) selaku Ketua
Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari, beliau mengatakan bahwa:
“Kalau dalam membuat aturan kita hanya melibatkan stakeholder-
stakeholder seperti dinas, UPK, Satpol PP saja, masyarakat tidak ikut
dilibatkan, masyarakat hanya menikmati hasilnya saja” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Purnama, hari Jumat 28 Agustus 2015
pukul 09:28 WIB, di Kantor Kecamatan Tamansari)
Hal yang sama pun dikatakan oleh Bapak Sumardi (I1-6) selaku Staf Pengelola
Museum Wayang, beliau mengatakan bahwa:
154
“Masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam membuat aturan, itu
adalah kewenangan dari stakeholder-stakeholder kita. Misalkan
untuk pembuatan keputusan menjadi peraturan gubernur itu adalah
kewenangan stakeholder atau SKPD dibawah dari Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta itu sendiri. Jadi ketika ada
perampingan organisasi seperti 3 museum dijadikan satu
organisasi, ini yang diajak rapat adalah kita-kita, stakeholder yang
ada di museum wayang, seni rupa dan tekstil untuk merumuskan
peraturan tersebut. Kalau untuk peraturan-peraturan yang
diberlakukan dimuseum sendiri seperti SOP itu juga kita sendiri
yang merumuskan, karena kita yang mempunyai kewenangan
membuat aturan tersebut. jadi masyarakat hanya sekedar bisa
menikmati jadinya saja. Untuk proses mentahnya masyarakat tidak
dilibatkan. Artinya bukan berarti apa-apa, takutnya kalau
masyarakat dilibatkan nanti malah ga jadi-jadi rumusannya, karena
yang memimpin organisasi adalah SKPD bukan masyarakat. Tetapi
aspirasi dari masyarakat juga sudah kita masukan kedalam rumusan
tersebut” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sumardi, hari Jumat
28 Agustus 2015 pukul 14:06 WIB, di Museum Wayang)
Dari penjelasan I1-1, I1-3 dan I1-6 yang didapat berdasarkan wawancara, keterlibatan
masyarakat dalam membuat aturan yang berlaku untuk objek wisata Kota Tua Jakarta,
maupun perencanaan yang dibuat oleh dinas ataupun unit terkait lainnya tidak ikut
melibatkan masyarakat secara aktif, tetapi masyarakat hanya dapat menyampaikan
aspirasinya ke forum-forum atau komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan
Kota Tua Jakarta, namun hal itu pun sepertinya tidak banyak diketahui oleh
masyarakat bahwa masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya ke forum atau
komunitas yang ada. Hal ini pun sepertinya tidak efektif dan efisien, karena
keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan pun dirasakan masih kurang. Menurut
wawancara dengan beberapa informan, dalam hal membuat aturan atau kebijakan
yang berwenang untuk membuat dan merumuskan adalah stakeholder-stakeholder
yang berkepentingan.
155
Selain melibatkan stakeholder-stakeholder dan masyarakat, dalam
pembuatan perencanaan juga melibatkan DPRD DKI Jakarta dalam hal penetapan
anggaran. Hal ini pun dikatakan oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
“Perencanaan yang dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta ini dibuat oleh Dinas yang disetujui dan disahkan
oleh DPRD” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat
18 September 2015 Pukul 15:31 WIB, di Kantor Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua)
Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala
Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
“SOPnya pengajuan anggaran dimasing-masing UKPD Kota Tua,
Museum Wayang, semua yang ada di Kota Tua, itu mengajukan
sesuai dengan kebutuhan, nanti itu dilakukan di Dinas, nah nanti di
Dinas dibahas dulu misalnya Kota Tua itu mau ngapain, ada
namanya Rapat Teknis, diikuti oleh semuanya, museum, UP Kota
Tua dan lain-lain. Tujuan dilakukannya Rapat Teknis adalah untuk
mengsinkronisasi program, dianalisa dulu cocok atau tidak, setelah
mendapatkan masukan, saran. Setelah melakukan pembahasan
internal. Setelah adanya Rapat Teknis sudah selesai dan
menghasilkan jumlah anggaran, lalu kita ajukan ke DPRD, karena
hak budgeting itu di DPRD, nanti DPRD melakukan kajian,
ditanyakan sasarannya apa, outcomenya apa kurang lebih seperti
itu yang ditanyakan oleh dewan” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di
Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta)
Hal demikian pun dikatakan juga oleh Bapak Sumardi (I1-6) selaku Staf Pengelola
Museum Wayang, beliau mengatakan bahwa:
156
“Semuanya bareng perencanaannya serempak. Di unit lain pun
sama begitu, nanti setelah di Dinas dinaikkan lagi ke tingkat
DPRD, setelah DPRD nanti dinaikkan lagi ke tingkat kementerian
dalam negeri. Setelah kemendagri nanti turun lagi misalnya sudah
di acc oleh kemendagri nanti keluar pagu anggaran. Pagu anggaran
itu adalah anggaran yang disetujui untuk pelaksanaan pekerjaan.
Misalkan pagu anggaran untuk suatu dinas, nanti anggaran itu
dibagi ke suku dinasnya lalu ke UP nya dan lain-lain. Nah di Unit
Pengelola dilihat eventnya dan kepentingannya, event yang besar
anggarannya besar, event yang kecil tentu anggarannya kecil juga,
dan seterusnya. Itu disesuaikan dengan tingkat kepentingan kalau
diperencanaan itu. Nah setelah turun pagu anggaran langsung
teknis dimasing-masing SKPD, seperti di museum seni, baru action
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Nanti setelah itu pengajuan
net untuk pengajuan dokumen penganggaran. (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Sumardi, hari Jumat 28 Agustus 2015
pukul 15:04 WIB, di Museum Wayang)
Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan I1-2, I1-1, dan I1-6 menjelaskan
bahwa perencanaan yang dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta dibuat oleh dinas ini sendiri kemudian disetujui dan disahkan oleh DPRD
dilihat berdasarkan tingkat prioritas dari kegiatan didalam perencanaan, apabila
kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang penting dan bermanfaat maka
kegiatan itu pun disetujui dan apabila kegiatan yang akan dilakukan merupakan
kegiatan yang kurang penting, maka dananya pun tidak akan dicairkan.
4.3.2.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian
Proses keterlibatan masyarakat dalam pengorganisasian terkait dalam
membuat aturan tentang manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta yaitu
masyarakat berada diluar organisasi formal. Organisasi formal yang dimaksud adalah
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini yaitu Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Satpol PP Kecamatan
157
Tamansari dan pihak pengelola museum yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua
Jakarta. Masyarakat diwakili oleh komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta,
seperti yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang
Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
“Ada forum-forum yang ada dimasyarakat seperti komunitas, itu
yang lebih tahu pelaksana teknis dilapangan Kota Tuanya. Kita
juga meminta masukan dari masyarakat” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43
WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta)
Selain itu Local Working Group (LWG) yang merupakan organisasi yang
menaungi komunitas-komunitas atau masyarakat yang memiliki kreativitas di
sekitar kawasan Kota Tua Jakarta dan juga sebagai mediator antara pemerintah
dengan masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Kota
Tua Jakarta, peneliti mewawancarai Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim
Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa:
“Kita disini sebagai fasilitator, penengah atau mediator antara
pemerintah dengan masyarakat yang membantu pemerintah untuk
berkoordinasi dengan masyarakat atau komunitas, dan juga
membantu masyarakat atau komunitas untuk menyampaikan
keluhan atau aspirasinya” (Sumber: Wawancara dengan Bapak
Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di
Gedung Arsip Mandiri Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan narasumber I1-1 dan I2-1 diatas dapat diketahui
bahwa masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta
termasuk kedalam pelaksana teknis dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta walaupun tidak secara langsung terlibat tetapi mereka yang
lebih mengetahui kondisi atau fakta dilapangan mengenai manajemen
158
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, karena komunitas-komunitas seperti
Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu adalah yang setiap hari
berada di Kawasan Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah Kota Tua
Jakarta.
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dinaungi oleh Local
Working Group (LWG), dimana LWG bertugas sebagai fasilitator, mediator atau
penengah antara pemerintah dengan masyarakat dan pihak swasta. LWG
membantu pemerintah dalam berkoordinasi dengan masyarakat atau komunitas
dalam menyampaikan keluhan atau aspirasi tentang manajemen pengelolaan
Kota Tua Jakarta. seperti yang dikatakan oleh Bapak Rizal (I2-3) selaku
Bendahara Komunitas Manusia Batu, beliau mengatakan bahwa:
“Kita juga suka diajak rapat sama UPK, waktu itu saya pernah ikut
rapat mengenai komunitas, dan disini komunitas kita didukung
oleh UPK karna kita mencerminkan Sejarah Kota Tua sebagai
manusia batu” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari
Senin, 2 Maret 2015 pukul 16:06 WIB, di Taman Fatahillah Kota
Tua Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Deden (I2-5) selaku Ketua
Komunitas Cakra Buana, beliau mengatakan bahwa:
“Kadang-kadang saya diundang untuk diajak rapat oleh LWG
membahas tentang misalnya kegiatan yang mau diadakan dan
kalau ada acara juga kita diundang untuk mengisi acara” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Deden, hari Sabtu, 24 Oktober 2015
pukul 13:51 WIB, di Kediaman Bapak Deden)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan beberapa informan
diatas, walaupun komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta tidak
termasuk kedalam organisasi formal atau struktur organisasi yang ada di
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang berwenang untuk Kota Tua tetapi dalam
159
hal manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta masyarakat juga ikut
dilibatkan walaupun belum dilibatkan secara aktif didalamnya, misalnya seperti
kalau ada acara terkait Kota Tua, komunitas-komunitas juga ikut dilibatkan.
Selain itu komunitas-komunitas yang dinaungi oleh LWG ini juga
diberikan pelatihan-pelatihan. Seperti pelatihan bahasa inggris, workshop tentang
Kota Tua Jakarta dan mereka diajari tentang cara membuat produk terkait dengan
komunitasnya. Contohnya seperti Komunitas Sepeda Ontel yang diberikan ide
dan diajari untuk membuat paket wisata dengan sepeda ontel untuk pengunjung
lokal maupun pengunjung mancanegara. Mereka diajari tentang cara membuat
brosur untuk memasarkan atau mempromosikan paket wisatanya dan mereka
juga diberikan informasi tentang asuransi Jasa Raharja untuk pengguna sepeda
Ontelnya, sehingga penyewa sepeda Ontel dapat dilindungi oleh asuransi Jasa
Raharja. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas
Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa:
“Kita sekarang sudah memiliki pake wisata tour kota tua ke
beberapa tempat tujuan, seperti ke pelabuhan sunda kelapa, ke
kampung cina, ke toko merah, ke jembatan kota intan dan lain
sebagainya” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari
Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman
Fatahillah Kota Tua Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim
Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa:
160
“Kita juga melatih mereka bahasa inggris disini bekerja sama
dengan UNJ, ada modulnya, ada rekaman mp3 bahasa asing.
Pelatihan memandu pariwisata seperti apa itu ada dari HPI
(Himpunan Pariwisata Indonesia) dan minggu depan mereka sudah
sertifikasi. Sebagai profesi pemandu mereka harus ada lisensi maka
dibutuhkan sertifikasi. Bukan hanya ontel saja, beberapa
masyarakat yang ada disini kita sudah kita fasilitasin juga untuk
ikut pelatihan bahasa inggris ini, mungkin mereka nganggur,
mereka bisa menjadi pemandu wisata disini.” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015
pukul 14:51 WIB, di Gedung Arsip Mandiri, Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa LWG memberikan
pelatihan-pelatihan bagi para komunitas dan masyarakat sekitar Objek Wisata
Kota Tua Jakarta secara gratis agar mereka dapat memiliki keahlian yang bisa
digunakan untuk menjadi tour guide atau pemandu wisata di Kota Tua Jakarta,
sehingga yang menjadi pemandu wisata di Objek Wisata Kota Tua Jakarta
bukanlah orang lain atau orang dari luar daerah, melainkan dari masyarakat
sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memang termasuk
kedalam bagian Kota Tua Jakarta, namun dalam hal struktur organisasi resmi
yang ada di instansi-instansi terkait komunitas tidak tercantum didalamnya.
Dalam hal pengembangan diri komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua
Jakarta tidak mendapatkan dana dari pemerintah DKI Jakarta, mereka
membentuk dan mengembangkan komunitasnya dengan kemampuan dan
keuangannya sendiri. Komunitas dengan para anggotanya mengatur sedemikian
rupa keuangan didalam komunitasnya untuk keberlangsungan komunitas itu
sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas
Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa:
161
“Kita setiap minggu itu ada uang kas yang dikumpulkan oleh
masing-masing anggota, uang kas itu digunakan untuk misalnya
biaya cetak brosur, untuk kepentingan bersama jika sewaktu-waktu
dibutuhkan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari
Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman
Fatahillah Kota Tua Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Rizal (I2-3) selaku Bendahara
Komunitas Manusia Batu, beliau mengatakan bahwa:
“Kita untuk kostum itu dari masing-masing, semua yang kita pakai
ini dari diri kita sendiri, tidak ada bantuan atau pemberian dari
UPK atau Dinas, murni dari kita sendiri” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Rizal, hari Senin, 2 Maret 2015 pukul 16:06 WIB,
di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta)
Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG juga
mengatakan hal yang demikian, beliau mengatakan bahwa:
“Kalau untuk DMO Kota Tua itu ada anggaran dari Kementerian
Pariwisata, tapi anggaran ini hanya digunakan untuk fasilitas rapat,
mempertemukan semua stakeholder. Tapi tidak mengakomodir
untuk pembelian alat-alat, pembangunan infrastruktur, tidak untuk
itu” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6
September 2015 pukul 14:51 WIB, di Gedung Arsip Mandiri, Kota
Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan informan I2-4, I2-3 dan I2-1 dapat diketahui bahwa
komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta tidak mendapatkan dana
untuk pengembangan komunitasnya dari Pemerintah DKI Jakarta, mereka
menggunakan uangnya sendiri untuk kebutuhan komunitasnya. Dalam hal ini
peneliti beranggapan bahwa jika ada dana yang diberikan oleh Pemerintah DKI
Jakarta khususnya yang terkait dengan Kota Tua Jakarta kepada komunitas, itu
akan sangat berguna untuk mengembangkan komunitas-komunitas yang ada di
Kota Tua Jakarta, hal ini juga untuk kepentingan Kota Tua Jakarta, karena
komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta ini bisa dijadikan
162
karakteristik bagi Kota Tua Jakarta dan dapat memperkenalkan atau
mempromosikan Kota Tua Jakarta kepada masyarakat luas.
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta jumlahnya juga
semakin lama semakin berkurang. Hanya tinggal sisa beberapa komunitas saja
yang masih aktif seperti Komunitas Sepeda Ontel, Komunitas Manusia Batu,
Komunitas Cakra Buana dan Gerakan Pramuka Museum Mandiri. Sedangkan
komunitas yang lain aktivitasnya sudah mulai tidak kelihatan lagi, artinya tidak
aktif dalam berkegiatan. Dalam hal ini komunitas juga merupakan forum yang
tersedia untuk masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, namun pada kenyataannya
komunitas-komunitas yang ada di sekitar Kota Tua Jakarta sudah banyak yang tidak
aktif, artinya berkurang dari tahun ke tahun, sehingga aspirasi yang masuk untuk
memberi masukan kepada pemerintah dalam membuat aturan tentang Kota Tua
Jakarta hanya sedikit yang berasal dari masyarakat.
4.3.2.3 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan
Dalam hal proses keterlibatan masyarakat dalam pengarahan, masyarakat
tidak ikut dilibatkan dalam proses pengarahan yang dilakukan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Satpol
PP, maupun Unit pengelola museum. Pengarahan yang dilakukan oleh komunitas
hanya kepada anggotanya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh Bapak
Deden (I2-5) selaku Ketua Komunitas Cakra Buana, beliau mengatakan bahwa:
163
“Kalau untuk mengarahkan Dinas maupun UPK tidak memberikan
pengarahan kepada komunitas, kita yang mengarahkan anggota kita
masing-masing” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Deden, hari
Sabtu 24 Oktober 2015, pukul 13:51 WIB di Kediaman Bapak
Deden Sinaga, SH)
Namun Bapak Rizal (I2-3) selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu
mengatakan bahwa:
“UPK memberikan arahan kepada kita, kalau ada komunitas baru
yang masuk dan tidak patuhi aturan disini akan ditindak tegas oleh
UPK” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari Senin 2
Maret 2015, pukul 16:06 WIB di Taman Fatahillah Kota Tua
Jakarta)
Local Working Group (LWG) juga memberikan arahan kepada komunitas yang
ada di Kota Tua Jakarta seperti yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku
Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa:
“LWG memberikan arahan kepada komunitas untuk membuat
suatu hal yang kreatif yang memiliki daya jual untuk dipamerkan
atau dijual sebagai souvenir atau cinderamata para pengunjung
yang datang kesini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi,
hari Minggu 6 September 2015, pukul 14:51 WIB di Gedung
Arsip Mandiri Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan informan I2-5, I2-3, dan I2-1 dapat diketahui bahwa
dalam hal proses pengarahan, masyarakat atau komunitaslah yang diberikan
arahan oleh para stakeholder yang mengatur tentang Kota Tua Jakarta. UPK Kota
Tua Jakarta memberikan arahan kepada komunitas yang berada di Kota Tua
Jakarta, namun komunitas di jarang ada di Taman Fatahillah seperti Komunitas
Cakra Buana tidak diberikan arahan oleh UPK Kota Tua Jakarta. Hal ini
disebabkan karena komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta adalah komunitas
yang tahu betul tentang kondisi lapangan di Kota Tua Jakarta terkait dengan
manajemen pengelolaannya.
164
Selain itu LWG juga memberikan arahan kepada komunitas terkait dengan
kreativitas komunitas. LWG menginginkan komunitas yang berada di Kota Tua
Jakarta itu kreatif, seperti contohnya bisa membuat cinderamata khas Kota Tua
Jakarta yang bisa dijual kepada masyarakat dan mempunyai nilai ekonomis.
Namun masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta belum ada kreativitas kearah sana,
masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta kebanyakan hanya menjadi pedagang atau
tukang parkir di area Kota Tua Jakarta.
Komunitas-komunitas di Kota Tua Jakarta diberikan arahan oleh para
stakeholder, namun mereka juga memberikan pengarahan kepada anggota
komunitas mereka sendiri. Didalam komunitas ada struktur anggota masing-
masing dan mereka mengatur komunitas mereka sendiri agar tetap ada dan
bertahan.
4.3.2.4 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian
Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan
mengatur unsur-unsur dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai
tujuan organisasi. Diperlukan waktu dan pengarahan pelaksanaan hingga
menghasilkan tindakan-tindakan harmonis dan terpadu menuju sasaran yang telah
ditentukan. Tujuan koordinasi adalah untuk mencegah kesalahpahaman perintah
atas tugas yang diberikan serta untuk mengarahkan, sehingga setiap kegiatan yang
dikoordinasikan itu dapat mencapai tujuannya masing-masing. Koordinasi sangat
diperlukan dalam hal manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta,
karena dalam pelaksanaannya pengelolaan Objek Wisata Kota Tua tidak
165
dilakukan oleh satu pihak, melainkan dilakukan oleh beberapa pihak terkait, yaitu
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan
Kota Tua, Pihak Pengelola masing-masing museum, dan Satuan Polisi Pamong
Praja. Pihak-pihak yang terkait dan berwenang tersebut melakukan pengelolaan
Objek Wisata Kota Jakarta harus berkoordinasi satu sama lain. Hal ini diperjelas
dengan hasil wawancara Oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua, beliau mengatakan bahwa:
“Kalau untuk pengelolaan Kota Tua ini, kita ada keterkaitan
dengan Dinas dalam hal kebijakan, lalu dengan satpol pp untuk
mengatur pengamen dan pedagang kaki lima disini” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat, 18 September 2015
pukul 15:31 WIB, di Kantor Unit Pengelola Kawasan Kota Tua)
Hal ini senada seperti yang dikatakan juga oleh Bapak Encu (I1-1), selaku Kepala
Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta beliau mengatakan bahwa:
“Pengamen yang ilegal berada dalam koordinasi Dinas
Trantib/Satpol PP. Yang berada dalam pembinaan Pemda adalah
yang sudah ada izin atau kerjasama dengan UPK Kota Tua.
Masalah pedagang kaki lima berada dalam koordinasi Dinas Usaha
Mikro, Kecil, Menengah dan Perdagangan. Dalam kenyataannya,
banyak pedagang kaki lima yang mengakibatkan kerusakan hasil
pemugaran.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat
18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Bapak Purnama (I1-3) selaku Ketua Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari
juga mengatakan bahwa:
166
“kita petugas satpol pp disini tugasnya untuk menjaga, mengatur
dan mengawasi PKL dan pengamen yang ada disini” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Purnama, hari Jumat 28 Agustus 2015,
pukul 09:28 WIB di Kantor Kecamatan Tamansari)
Berdasarkan wawancara diatas mendeskripsikan bahwa koordinasi sangat
penting dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Dengan
adanya koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,
Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, Pihak Pengelola Museum dan Satpol PP,
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua akan lebih mudah untuk
dilakukan, dan dengan adanya koordinasi maka diharapkan pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua ini akan mencapai hasil yang maksimal.
Namun dalam koordinasi tersebut masyarakat atau komunitas belum ikut
terlibat aktif didalamnya. Hanya sesekali diajak rapat koordinasi oleh para
stakeholder di Kota Tua Jakarta. Pengunjung pun tidak dilibatkan dalam
koordinasi, karena pengunjung datang hanya sesekali ke Kota Tua Jakarta.
Sehingga koordinasi yang dilakukan lebih mengarah kepada instansi-instansi yang
terkait dengan Kota Tua Jakarta dan manajemen pengelolaannya.
4.3.2.5 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan
Dalam proses keterlibatan masyarakat dalam pengawasan, masyarakat
ikut dilibatkan dalam menjaga keamanan dan kebersihan di Kota Tua Jakarta.
Masyarakat sekitar, komunitas dan pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta
ikut dilibatkan dalam menjaga keamanan dan kebersihan di Kota Tua Jakarta. Hal
167
ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Bapak Eli (I3-2) salah satu pengunjung di
Taman Fatahillah, beliau mengatakan bahwa:
“Kita disini menjaga kebersihan tidak boleh buang sampah
sembarangan dan menjaga keamanan disekitar sini” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu 4 Oktober 2015, pukul
16:55 WIB di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas
Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa:
“Kita setiap hari sabtu dan minggu pagi melakukan kerja bakti
membersihkan sampah yang ada di Taman Fatahillah ini, bersama
para anggota komunitas batu juga, ada dari LWG dan pihak
museum” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari
Minggu 4 Oktober 2015, pukul 16:55 WIB di Taman Fatahillah
Kota Tua Jakarta)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim
Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa:
“Kita setiap hari memantau Kota Tua, setiap hari saya
menyempatkan waktu untuk datang ke kota tua dan melihat
keadaan taman fatahillah bersama komunitas sepeda ontel”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu 6
September 2015, pukul 14:51 WIB di Gedung Arsip Mandiri, Kota
Tua Jakarta)
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan I3-2, I2-4 dan I2-1 dapat
diketahui bahwa proses keterlibatan masyarakat dalam pengawasan yaitu menjaga
keamanan diri sendiri dan menjaga kebersihan di sekitar Taman Fatahillah. Bukan
hanya masyarakat atau pengunjung saja yang menjaga kebersihan di area Taman
Fatahillah, melainkan komunitas-komunitas bersama dengan LWG dan pihak
pengelola museum juga ikut menjaga kebersihan di sekitar Taman Fatahillah Kota Tua
Jakarta, memberikan peraturan kepada pengunjung yang membuang sampah
sembarangan agar tidak membuang sampah sembarangan. Dalam hal pengawasan
168
diperlukan sinergi semua stakeholder dengan masyarakat agar Objek Wisata Kota Tua
Jakarta tetap terjaga keamanan dan kebersihannya.
4.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota
Tua Jakarta Berbasis Masyarakat
Dalam pelaksanaan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua
Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua
Jakarta, Unit Pengelola museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta
khususnya di Taman Fatahillah, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Kecamatan Tamansari bersinergi atau bekerja sama satu sama lain. Dalam
pelaksanaannya, manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga
ikut melibatkan masyarakat baik itu komunitas, penduduk sekitar maupun
pengunjung yang datang, karena Objek Wisata Kota Tua Jakarta sangat melekat
dengan masyarakat sekitar. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai fungsi
masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
berbasis masyarakat dengan menggunakan teori manajemen menurut Henry Fayol
(Hasibuan, 2009:40) yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian dan pengawasan.
4.3.3.1 Fungsi Masyarakat dalam Perencanaan
Masyarakat yang dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta antara lain masyarakat sekitar Kelurahan Pinangsia, komunitas-
169
komunitas yang ada disekitar Kota Tua Jakarta, pengunjung baik itu pelajar,
mahasiswa, orang tua, yang artinya mencakup semua elemen masyarakat. Fungsi
masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah
sebagai pemberi aspirasi berupa kritik dan saran, seperti yang dikatakan oleh
Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan
Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau
mengatakan bahwa:
“Masyarakat sifatnya masukan bagaimana Kota Tua ini lebih baik,
kalau pengambilan kebijakan itu dari Pemerintah, dalam
pelaksanaan pengelolaan kita bekerja sama dengan masyarakat.”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18
September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sumardi (I1-6) selaku Staf
Pengelola Museum Wayang, beliau mengatakan bahwa:
“Kewenangan dari stakeholder-stakeholder kita. Misalkan untuk
pembuatan keputusan menjadi peraturan gubernur itu adalah
kewenangan stakeholder atau SKPD dibawah dari Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta itu sendiri. Jadi ketika ada
perampingan organisasi seperti 3 museum dijadikan satu
organisasi, ini yang diajak rapat adalah kita-kita, stakeholder yang
ada di museum wayang, seni rupa dan tekstil untuk merumuskan
peraturan tersebut. Kalau untuk peraturan-peraturan yang
diberlakukan dimuseum sendiri seperti SOP itu juga kita sendiri
yang merumuskan, karena kita yang mempunyai kewenangan
membuat aturan tersebut. jadi masyarakat hanya sekedar bisa
menikmati jadinya saja. Untuk proses mentahnya masyarakat tidak
dilibatkan. Artinya bukan berarti apa-apa, takutnya kalau
masyarakat dilibatkan nanti malah ga jadi-jadi rumusannya, karena
yang memimpin organisasi adalah SKPD bukan masyarakat. Tetapi
aspirasi dari masyarakat juga sudah kita masukan kedalam
rumusan tersebut” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sumardi,
hari Jumat 28 Agustus 2015 pukul 14:06 WIB, di Museum
Wayang)
170
Hal ini yang sama juga dikatakan oleh Bapak Hari (I1-7) selaku Staf Pengelola
Museum Seni Rupa dan Keramik, beliau mengatakan bahwa:
“Kalau kita adain acara kegiatan seperti kemarin itu, kita ngadain
festival seni rupa, kita ajak komunitas 200 orang melukis bersama.
festival lukisan kaca kita ada workshop untuk anak-anak, sekolah
dasar, SMP, setiap ada pameran kita ada pendukung seperti
workshop melukis, workshop bikin keramik, menampilkan macam-
macam kesenian, misalnya ada komunitas ontel itu juga termasuk”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Hari, hari Jumat 28 Agustus
2015 pukul 15:07 WIB, di Museum Seni Rupa dan Keramik)
Berdasarkan wawancara dengan I1-1, I1-6 dan I1-7 dalam hal fungsi masyarakat
dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta, Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Pihak Pengelola Museum
menempatkan fungsi masyarakat dalam manajemen dan pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta sebagai pihak yang penting dalam acara atau kegiatan
yang diadakan oleh museum, seperti yang dikatakan oleh Bapak Hari (I2-4) bahwa
ketika Museum Seni Rupa dan Keramik mengadakan acara, mereka
membutuhkan masyarakat yang hadir dari seluruh elemen masyarakat, baik
pelajar maupun umum, hal ini juga dapat mempengaruhi keberhasilan atau tujuan
diadakannya kegiatan tersebut.
Museum Sejarah Jakarta juga mempunyai program-program atau
kegiatan dalam satu tahun yang juga melibatkan masyarakat atau pengunjung
yang hadir, seperti yang dikatakan oleh Bapak Yosep (I2-2) selaku Guide Museum
Sejarah Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
171
“Museum Sejarah Jakarta memiliki kegiatan unggulan namanya
wisata kampung tua, wisata kampung tua ini kita menjaring seluruh
lapisan baik anak-anak ataupun dewasa, atau mereka mau daftar
disini langsung silahkan, atau kita undang, kita mengajak mereka
keliling kampung-kampung tua yang ada di Kota Jakarta. Salah
satu contoh misalnya kampung pekojan daerah jembatan lima,
kampung arab, kemudian ada nama kampung pecinan karna disitu
dulu khusus orang-orang cina berdomisil, kita akan masuk kesana
daerah glodok, wisata kampung tua ini biasanya dari kota tua ini
sampai ke pelabuhan sunda kelapa, dan bukan hanya itu, kita juga
menyiapkan ada wisata jelajah malam atau jalan-jalan malam, jadi
jalan-jalan malam di museum. Kalau siang seperti ini, kalau malam
kesannya seperti apa, itu ada. Kita sudah menyiapkan acara seperti
itu” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Yosep, hari Sabtu 27
Juni 2015 pukul 14:47 WIB, di Museum Sejarah Jakarta)
Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan dapat diketahui bahwa setiap
museum yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki program atau kegiatan masing-
masing dalam satu tahunnya, yang didalamnya membutuhkan peran serta
masyarakat atau komunitas yang ada di sekitar Kota Tua Jakarta dan pengunjung
yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga ikut berkontribusi dalam hal
manajemen dan pengelolaan Objek Wisata Kota Tua ini, seperti yang dikatakan
oleh Bapak Eli (I3-2), beliau mengatakan bahwa:
“Kita disini berkunjung harus menjaga kebersihan, buang sampah
pada tempatnya, menjaga keamanan diri sendiri” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul
16:55 WIB, di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta)
Hal ini pun juga dikatakan oleh Fahmi (I3-3) yang berkunjung ke Taman Fatahillah
juga, beliau, mengatakan bahwa:
“Senang berkunjung kesini, sebagai pelajar juga ingin tahu tentang
sejarah Kota Jakarta, ya disini menikmati suasana Kota Tua saja,
ikut menjaga kebersihan juga” (Sumber: Wawancara dengan
Fahmi, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 16:48 WIB, di Taman
Fatahillah Kota Tua Jakarta)
172
Berdasarkan wawancara dengan beberapa pengunjung yang datang ke Kota Tua
Jakarta sebagian pengunjung berkontribusi pada acara yang diadakan oleh
museum-museum dan juga berkontribusi dalam menjaga kebersihan dan
keamanan diri mereka sendiri, namun pada kenyataannya sampah masih banyak
yang berserakan di kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Tidak semua
pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta sadar akan
menjaga kebersihan di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, masih banyak
pengunjung yang membuang sampah sembarangan.
Dalam hal perencanaan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta menempatkan masyarakat sebagai
pemberi kritik dan saran dalam pelaksanaan manajemen pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta. Masyarakat dapat memberikan aspirasi atau masukan kedalam
rumusan perencanaan. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi
Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
“Kita sebelum merumuskan perencanaan mengadakan rapat teknis
terlebih dahulu, dan didalam rapat teknis itu kita melibatkan semuanya,
para stakeholder, kepala museum, dan juga komunitas-komunitas di
Kota Tua, baru setelah itu kita tahu apa saja yang nantinya akan
dirumuskan untuk perencanaan” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Encu, hari Jumat, 28 Agustus 2015 pukul 12:35 WIB, di
Gedung B Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
Lantai 3)
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Encu (I1-1) dapat diketahui bahwa
sebelum merumuskan kegiatan-kegiatan didalam perencanaan, Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta mengadakan rapat teknis bersama dengan
para stakeholder dan juga perwakilan dari komunitas. Perencanaan yang
173
dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta tercantum
dalam Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk
Kawasan Kota Tua. Hal ini pun disampaikan oleh Seksi Penataan Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua Jakarta Bapak Ario (I1-2), beliau mengatakan bahwa:
“Perencanaan yang dilakukan untuk Kota Tua ini sesuai dengan
Peraturan Gubernur terbaru Nomor 36 Tahun 2014. Disitu semua
tercantum semua tentang perencanaan Kota Tua” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18 September 2015
pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta)
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk
Kawasan Kota Tua, dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta juga ikut melibatkan peran serta masyarakat. Masyarakat dalam
hal ini adalah masyarakat sekitar, komunitas dan pengunjung yang datang ke
Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas seperti Komunitas Sepeda Ontel dan
Komunitas Manusia Batu yang setiap hari ada di Taman Fatahillah Kota Tua
Jakarta ikut terlibat secara langsung dalam manajemen pengelolan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta.
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta sebagai penambah
daya tarik bagi Kota Tua Jakarta dan penghidup suasana di Kota Tua Jakarta.
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta apabila dilatih dan dibina
dengan baik akan meningkatkan kualitas Objek Wisata Kota Tua Jakarta dan
dapat meningkatkan jumlah pengunjung karena adanya komunitas yang menjadi
daya tarik baru bagi wisatawan yang akan datang. Terlebih lagi apabila
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memperhatikan serta mendanai komunitas-
komunitas yang ada di Kota Tua khususnya komunitas yang sesuai dengan unsur
174
kesejarahan Kota Tua Jakarta maka Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini akan
semakin menjadi Objek Wisata yang unggulan, bukan hanya bagi Kota Jakarta
tetapi juga bagi Indonesia ataupun Dunia Internasional.
Kawasan Kota Tua sebagai Objek Wisata di Jakarta tentu juga diperlukan
adanya sosialisasi, pengenalan ataupun promosi yang dilakukan yang bertujuan
untuk meningkatkan jumlah pengunjung yang datang ke Kota Tua. Walaupun
dapat dikatakan pengunjung museum di Kota Tua ramai, namun tetap diperlukan
kegiatan pengenalan ke masyarakat khususnya para pelajar agar tidak melupakan
sejarah dan mengetahui asal usulnya Bangsa Indonesia pada zaman dahulu.
4.3.3.2 Fungsi Masyarakat dalam Pengorganisasian
Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua
sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang
dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil. Sebenarnya, manusia adalah
yang paling terdepan dalam pentingnya dan perhatian. Dengan cara
mengorganisir, orang-orang dipersatukan dalam pelaksanaan tugas-tugas yang
saling berkaitan. Dalam penelitian tentang Manajemen Pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta berbasis Masyarakat, pengorganisasian yang dilakukan oleh
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta yaitu dengan
mengorganisasikan Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua sebagai pengelola
Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Berdasarkan wawancara peneliti kepada Bapak Ario (I1-2) selaku Staf
Seksi Penataan UPK Kota Tua yaitu sebagai berikut:
175
“Pengorganisasian di Kota Tua ini diawali dari yang paling tinggi
yaitu dinas pariwisata dan kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, lalu
dibawahnya ada UPK Kota Tua. Jadi kita disini langsung berada
dibawah Dinas Pariwisata yang bertugas langsung mengelola
Objek wisata ini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari
Jumat 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota
Tua Jakarta)
Pengorganisasian yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta yaitu Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta sebagai
pengelola kawasan Kota Tua Jakarta sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 7
Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua. Selanjutnya Bapak Ario Wicaksono juga menjelaskan:
“Kalau untuk komunitas dinaungi oleh LWG Kota Tua, LWG dan
DMO yang menghimpun komunitas-komunitas yang ada disini”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18
September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua
Jakarta)
Komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
dinaungi oleh Local Working Group (LWG) Kota Tua Jakarta. Jadi
pengorganisasian di Kota Tua Jakarta yaitu Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
yang memiliki wewenang untuk mengelola Kawasan Objek Wisata Kota Tua ini
secara khusus, sedangkan untuk museum-museum yang ada di Taman Fatahillah
yaitu Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang dan Museum Seni Rupa dan
Keramik masing-masing memiliki Kepala Unit Pengelola yang bertugas untuk
mengelola museum. Untuk komunitas-komunitas yang ada di sekitar Objek
Wisata Kota Tua Jakarta dinaungi oleh Local Working Group (LWG) dan di
dalam masing-masing komunitas juga terdapat susunan organisasi tersendiri.
176
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta juga merupakan mitra kerja
dari LWG, museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta maupun UPK Kota
Tua Jakarta. Komunitas-komunitas seperti Komunitas Sepeda Ontel, Komunitas
Manusia Batu dan Komunitas Cakra Buana juga sering diikut dalam acara-acara
yang diadakan oleh LWG, pihak pengelola museum maupun yang diadakan oleh
UPK Kota Tua Jakarta. Seperti Komunitas Cakra Buana yang ikut dalam mengisi
acara dengan pertunjukan pencak silat.
4.3.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Pengarahan
Pengarahan merupakan fungsi manajemen yang mengatur tindakan-
tindakan yang akan dilaksanakan. Pengarahan meliputi pemberian perintah-
perintah dan motivasi pada anggota organisasi yang melaksanakan tugas-tugas
sesuai dengan fungsinya. Dalam penelitian ini akan dilihat bentuk pengarahan
yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan
Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta kepada masyarakat dalam melakukan
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Bentuk pengarahan yang
dilakukan serta dampak pengarahan yang telah diberikan.
Berdasarkan wawancara peneliti kepada informan I1-2 Bapak Ario selaku
Staf Seksi Penataan UPK Kota Tua yaitu sebagai berikut:
“Pengarahan yang dilakukan oleh kita dengan cara mengadakan
rapat dengan komunitas-komunitas, lalu mereka diberikan arahan
dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tata aturan sebagai
komunitas di Kota Tua ini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak
Ario, hari Jumat 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor
UPK Kota Tua Jakarta)
177
Pengarahan yang dilakukan oleh UPK Kota Tua Jakarta kepada komunitas-
komunitas yang ada di Objek Wisata Kota Tua Jakarta dilakukan dengan cara
mengadakan rapat yang ikut melibatkan komunitas dan masyarakat yang ada di
sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Selanjutnya Bapak Ario (I1-2) selaku Staf
Seksi Penataan UPK Kota Tua Jakarta menambahkan:
“Komunitas itu kita beri arahan agar tidak melakukan hal-hal yang
negatif, misalnya komunitas reggae kota tua, itu kita larang untuk
minum-minuman keras disini, dan komunitas-komunitas juga kita
fungsikan untuk menjaga keamanan dan kebersihan di area kota
tua. Contohnya itu setiap hari minggu pagi para komunitas kerja
bakti untuk membersihkan areal kota tua, lalu apabila sewaktu-
waktu terjadi suatu yang mengancam kenyamanan pengunjung
seperti ada copet atau maling, itu komunitas ikut menjaga
keamanan pengunjung. Hal itu semata-mata itu membuat
pengunjung nyaman untuk berwisata di Kota Tua ini” (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18 September 2015
pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta)
Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta memberikan arahan kepada komunitas-
komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta agar tidak
melakukan hal-hal negatif yang mengganggu kenyamanan pengunjung yang
datang ke Kota Tua Jakarta. UPK Kota Tua mengarahkan agar komunitas
menjaga kenyamanan pengunjung dan tidak mengganggu ketertiban di Kota Tua
Jakarta.
Selanjutnya pengarahan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, pengarahan yang dilakukan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta biasanya berbentuk kebijakan
atau Undang-Undang yang mengatur tentang Objek Wisata Kota Tua, baik dari
perencanaan sampai dengan pengawasan. Sedangkan Unit Pengelola Kawasan
178
Kota Tua Jakarta memberikan pengarahan kepada komunitas-komunitas yang ada
di kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Selain itu ada juga pengarahan yang dilakukan oleh Satpol PP dalam
mengatur pedagang kaki lima yang ada sekitar Taman Fatahillah Kota Tua
Jakarta, seperti yang dikatakan oleh Bapak Purnama (I1-3) selaku Ketua Satuan
Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari, beliau mengatakan bahwa:
“Kita ini ada 3 metode. Yang pertama namanya proentiv, artinya
ada sosialisasi untuk tidak boleh berdagang disini. Yang kedua
preventif, yaitu menghalau mereka agar tidak boleh berdagang
sesuai dengan Perda, tetapi kalau sudah satu sampai dua atau tiga
kali kami halau masih tetap berjualan, kita melaksanakan operasi
atau penertiban, itu metode yang ketiga. Dagangannya akan kita
angkut dan disimpan digudang Pemda DKI, dan ada sidang
tipiringnya.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Purnama, hari
Jumat 28 Agustus 2015 pukul 09:28 WIB, di Kantor Kecamatan
Tamansari)
Dalam hal ini pedagang kaki lima yang berada di sekitar Taman Fatahillah Kota
Tua Jakarta juga mendapatkan pengarahan dari Satpol PP Kecamatan Tamansari,
karena banyak pedagang kaki lima yang ilegal yang masih berdagang di kawasan
Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta.
Fungsi masyarakat dalam pengarahan adalah yang diberikan arahan oleh
para stakeholder yang memiliki wewenang dalam manajemen pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta. Pengarahan ini dilakukan agar Objek Wisata Kota Tua
Jakarta tidak semrawut dan tertata dengan rapi, sehingga pengunjung yang datang
akan memiliki kesan yang baik terhadap Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
179
4.3.3.4 Fungsi Masyarakat dalam Pengkoordinasian
Koordinasi merupakan hubungan atau relasi yang terjalin antara instansi
yang saling berkaitan atau pegawai yang memiliki pekerjaan yang saling
berkaitan. Dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
masyarakat tidak dilibatkan dalam koordinasi. Dalam hal ini masyarakat hanya
diikutkan dalam rapat teknis yang dilakukan oleh para stakeholder yang
mempunyai wewenang dalam mengelola objek wisata Kota Tua Jakarta. Seperti
yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang
Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
“Kita melibatkan masyarakat ataupun komunitas dalam rapat teknis
atau rapat koordinasi yang dilakukan bersama dengan UPK dan
unit pengelola museum. Disana kita ajak juga komunitas yang ada
di Kota Tua” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari
Jumat 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Hal ini senada dengan yang di katakan oleh Bapak Rizal (I2-3) selaku Bendahara
Komunitas Manusia Batu, beliau mengatakan bahwa:
“Kalau tentang koordinasi kita suka diajak rapat dengan UPK,
Dinas dan LWG” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari
21 April 2015, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Dalam hal koordinasi masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di Kota
Tua Jakarta dilibatkan dalam rapat teknis atau rapat koordinasi yang diadakan
oleh para stakeholder di Kota Tua Jakarta. Masyarakat juga bisa menyampaikan
keluhan ke LWG ataupun pusat informasi yang ada di kawasan Taman Fatahillah,
dan Local Working Group (LWG) juga memberikan arahan, masukan dan ruang
180
kepada masyarakat sekitar dan komunitas untuk berkreasi dan berkreativitas.
Seperti yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok
Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa:
“LWG membantu masyarakat untuk tampil dan berkontribusi
diKota Tua ini, karna mereka yang punya wilayah disini dan
diarahkan untuk berpartisipasi aktif untuk melestarikan Kota Tua
ini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari minggu 6
September 2015, di Gedung Arsip Mandiri Kota Tua Jakarta)
Dalam hal ini Local Working Group (LWG) memberikan arahan kepada
masyarakat sekitar dan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta untuk
berpartisipasi aktif dalam menjaga dan melestarikan Kota Tua Jakarta. Fungsi
masyarakat dalam pengkoordinasian tidak dilibatkan secara aktif, namun
komunitas-komunitas di Kota Tua Jakarta perwakilannya ikut dilibatkan melalui
rapat teknis atau rapat koordinasi yang diadakan oleh para stakeholder Kota Tua
Jakarta. Sehingga para komunitas bisa memberikan masukan dan sarannya kepada
para stakeholder. Pengunjung yang datang juga bisa memberikan kritik dan
sarannya melalui pusat informasi atau menuliskan kritik dan sarannya pada kotak
saran yang tersedia di Perpustakaan Taman Fatahillah.
4.3.3.5 Fungsi Masyarakat dalam Pengawasan
Pengawasan merupakan fungsi terakhir dalam teori manajemen menurut
Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40), yang memiliki arti suatu proses mengawasi dan
mengevaluasi suatu kegiatan didalam perencanaan. Pengawasan dalam
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta penting dilakukan,
karena tanpa adanya pengawasan maka kegiatan perencanaan yang telah di
181
rencanakan sebelumnya tidak akan berjalan dengan baik. Untuk menjalankan
proses pengawasan tersebut dibutuhkan alat bantu manajerial yaitu personil-
personil atau pegawai yang berada dilapangan, dikarenakan jika terjadi kesalahan
dalam suatu proses dapat langsung diperbaiki. Pengawasan di Objek Wisata Kota
Tua Jakarta dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, pihak pengelola museum, Satpol PP, LWG, pihak
keamanan setempat, komunitas atau masyarakat sekitar serta pengunjung.
Semuanya bersinergi dalam melakukan pengawasan di Kota Tua Jakarta,
khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Berikut wawancara peneliti
dengan Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan
Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau
mengatakan:
“Untuk pengawasan keberadaan bangunan cagar budaya dilakukan
oleh pegawai lapangan dan juga saptol pp yang berjaga disini.
Pemantauan kota tua dilakukan melalui UPK Kota Tua yang
merupakan UKPD sendiri.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak
Encu, hari Jumat 18 September pukul 12:43 WIB, di Gedung B
Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
Pengawasan yang dilakukan dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek
Wisata Kota Tua Jakarta juga dilakukan oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja
yang berjaga di sekitar Kawasan Kota Tua untuk mengawasi pedagang kaki lima
di Kota Tua Jakarta. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga
ikut mengawasi setiap sabtu dan minggu ada pegawai yang piket untuk
mengawasi langsung Objek Wisata Kota Tua Jakarta. UPK Kota Tua juga ikut
mengawasi langsung, karena UPK Kota Tua merupakan unit pelaksana teknis
182
lapangan yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Selanjutnya untuk pengawasan proses
pelaksanaan dari perencanaan yang telah direncanakan menurut Bapak Ario (I1-2)
selaku Staf Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta adalah
sebagai Berikut:
“Proses perencanaan dilakukan monitor oleh Bappeda Provinsi
DKI Jakarta, Bappeko Jakarta Barat, Bappeko Jakarta Utara.”
(Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18
September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua)
Dalam hal perencanaan yang telah direncanakan, proses pelaksanaannya
dilakukan peninjauan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota
(Bappeko) Jakarta Barat, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota
(Bappeko) Jakarta Utara. Pengawasan dalam hal ini juga dilakukan oleh berbagai
pihak pada masing-masing konteks. Hal ini dilihat pada Badan Perencanaan dan
Pembangunan Kota (Bappeko), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan
Satuan Polisi Pamong Praja yang berbeda dalam mengawasi berbagai hal di
Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Dalam hal fungsi masyarakat dalam pengawasan yaitu masyarakat atau
komunitas-komunitas yang ada di sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga ikut
mengawasai Objek Wisata Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah Kota
Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta ikut menjaga
keamanan dan kebersihan di Kota Tua Jakarta. Setiap hari sabtu dan minggu pagi
ada kerja bakti yang dilakukan oleh Komunitas Sepeda Ontel, Komunitas
183
Manusia Batu, komunitas-komunitas lainnya bersama dengan Dinas Kebersihan
Kecamatan Tamansari, LWG maupun stakeholder yang lainnya ikut
membersihankan Taman Fatahillah dan daerah sekitar Kota Tua lainnya.
Pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah juga ikut terlibat dalam menjaga
keamanan dan kebersihan. Pengunjung menjaga keamanan diri mereka sendiri dan
ikut menjaga kebersihan untuk tidak membuang sampah sembarangan.
4.4 Pembahasan
Pembahasan merupakan isi dari analisis data dan fakta yang peneliti
dapatkan di lapangan dan disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini. Dalam penelitian berjudul Manajemen Pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat, peneliti menggunakan teori fungsi
manajemen menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40) yaitu Planning
(Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Commanding (Pengarahan),
Coordinating (Pengkoordinasian) dan Controlling (Pengawasan). Pembahasan
dalam penelitian ini dijelaskan berdasarkan rumusan masalah penelitian yang
disesuaikan dengan teori manajemen yang peneliti gunakan.
4.4.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta
Pembahasan terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta ini akan disesuaikan kondisi yang
peneliti temukan di lapangan dengan teori manajemen menurut Henry Fayol
184
(Hasibuan, 2009:40) yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian dan pengawasan.
4.4.1.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan
Perencanaan merupakan rangkaian kegiatan yang disusun untuk
menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang lain. Kegiatan-kegiatan yang disusun
bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan. Dalam
penyusunan perencanaan melibatkan stakeholder-stakeholder dari instansi-
instansi yang terkait dengan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua
Jakarta, seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK
Kota Tua Jakarta dan pihak pengelola museum. Dalam hal perencanaan ini
terdapat tujuan yang akan dicapai dari perencanaan dan program-program atau
kegiatan yang akan dilakukan.
Perencanaan tentang Kota Tua Jakarta tercantum dalam Peraturan
Gubernur Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua. Di
dalam Peraturan Gubernur tersebut pada pasal 29 menyebutkan bahwa
pengelolaan Kawasan Kota Tua melibatkan secara aktif dunia usaha dan
kelompok-kelompok masyarakat. Tujuan yang diinginkan dicapai dalam
perencanaan adalah menjadikan Kota Tua Jakarta menjadi salah satu tujuan wisata
untuk tingkat internasional.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta didalam perencanaan Kota Tua Jakarta adalah meningkatkan
sumber saya manusia, mendorong pemberdayaan komunitas dan meningkatkan
185
ketahanan kelembagaan kepariwisataan dan kebudayaan, meningkatkan kualitas
dan mengembangkan sarana dan prasarana yang berbasis lingkungan, dan
mewujudkan tata kelola yang akuntabel, efektif dan efisien.
Terkait dengan perencanaan, instansi-instansi yang terlibat seperti Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta maupun
pihak pengelola museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki
program atau kegiatan masing-masing dalam satu tahunnya. Seperti misalnya
Museum Sejarah Jakarta yang setiap tahunnya memiliki acara atau kegiatan
tentang museum diantaranya Wisata Kampung Tua, Jelajah Malam, Batavia Art,
dan lain sebagainya. Museum Wayang ada kegiatan pameran wayang atau
workshop mengenai wayang. Museum Seni Rupa dan Keramik ada kegiatan
pameran batik dan latihan membatik. Acara-acara yang diadakan oleh museum-
museum tersebut melibatkan komunitas-komunitas yang ada disekitar Taman
Fatahillah dan juga pengunjung yang datang. Hal ini sesuai dengan teori
partisipasi masyarakat yang termasuk kedalam penelitian ini karena ada
partisipasi masyarakat terkait dengan manejemen pengelolaan Objek Wisata Kota
Tua.
Dalam Sjafari dan Sumaryo (2007:150) partisipasi masyarakat
merupakan keterlibatan langsung dari masyarakat tanpa adanya dorongan yang
kuat dari pihak luar. Pemerintah dalam melaksanakan suatu perencanaan
membutuhkan peran serta masyarakat agar kegiatan perencanaan yang dilakukan
dapat berjalan dengan baik. Partisipasi dimaknai sebagai pemberdayaan
masyarakat sesuai dengan kemampuan mereka.
186
Dalam penelitian ini masyarakat yang terlibat dalam manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta antara lain komunitas-komunitas
yang ada di Kota Tua Jakarta, masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta yaitu
masyarakat Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari Jakarta Barat, pedagang
kaki lima dan pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
Keterlibatan masyarakat dalam hal perencanaan yaitu sebagai objek atau sasaran
di dalam perencanaan. Seperti halnya museum yang membuat perencanaan dalam
satu tahun dan begitupun dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta, dalam program kerja yang dibuat masyarakat ditempatkan sebagai objek
atau sasaran dari kegiatan tersebut, bukan merupakan subjek yang ikut dalam
merumuskan perencanaan dan melaksanakan perencanaan tersebut.
Namun sebelum merumuskan perencanaan, Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, pihak pengelola
museum bersama dengan stakeholder yang lainnya mengadakan rapat teknis atau
rapat koordinasi terlebih dahulu. Rapat teknis atau rapat koordinasi ini melibatkan
perwakilan komunitas atau masyarakat sekitar didalamnya. Sehingga masyarakat
sekitar atau komunitas bisa menyampaikan masukan dan sarannya kepada para
stakeholder. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan anggota-
anggota komunitas yang ikut dalam rapat teknis tersebut, masukan yang diberikan
oleh para anggota komunitas terkadang kurang didengar atau dianggap angin lalu
oleh para stakeholder, dikarenakan anggota komunitas yang memberi masukan
tidak disertai oleh bukti apabila ada pengunjung yang mengeluh dengan
ketidaknyamanannya saat berwisata di Kota Tua Jakarta.
187
Oleh karena itu, disediakan kotak saran yang bisa pengunjung isi dengan
berbagai kritik dan saran mengenai Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Kotak saran
tersebut ada di Perpustakaan Taman Fatahillah. Namun berdasarkan wawancara,
tidak banyak pengunjung yang mengisi kotak saran tersebut. Menurut pandangan
peneliti, tidak banyaknya pengunjung yang mengisi kotak saran tersebut adalah
kurangnya sosialisasi dari para komunitas atau stakeholder yang berjaga di
Perpustakaan Taman Fatahillah tentang adanya kotak saran yang bisa diisi oleh
pengunjung, karena setelah peneliti observasi dilapangan kotak saran tersebut
hanya ada satu, bentuknya kecil dan penempatan dari kotak saran itu berada
dibagian belakang Perpustakaan Taman Fatahillah, sehingga jarang ada
pengunjung yang mengetahui adanya kotak saran tersebut.
Dalam hal ini seharusnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan
jangan dianggap tidak penting oleh para stakeholder dalam merumuskan
perencanaan. Dengan adanya partisipasi dari masyarakat dalam mengembangkan
Kota Tua Jakarta dapat membuat Kota Tua Jakarta semakin dikenal oleh
masyarakat, bukan hanya dalam negeri tetapi juga masyarakat luar negeri. Selain
itu dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
dengan adanya keterlibatan dan partisipasi masyarakat didalamnya akan lebih
terpantau dan terbantu dalam pelaksanaannya, sehingga tujuan yang diharapkan
pun akan tercapai.
188
4.4.1.2 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan sumber daya manusia
untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan
organisasi. Dalam pengorganisasian, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, maupun pihak pengelola museum memiliki
struktur organisasi masing-masing. Struktur organisasi yang ada dilembaga formal
didalamnya tidak termasuk komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta.
Komunitas-komunitas merupakan organisasi informal yang tidak masuk kedalam
organisasi formal.
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dinaungi oleh Local
Working Group (LWG). Local Working Group (LWG) bertugas sebagai
fasilitator, mediator bagi komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta
kepada pemerintah. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta pada
awalnya berjumlah 79 komunitas dari berbagai bidang seperti bidang sejarah,
kesenian, keagamaan, maupun pendidikan. Semakin lama jumlah komunitas
berkurang menjadi 32 komunitas. Namun setelah peneliti melakukan observasi
ke lapangan 32 komunitas yang ada tidak semuanya aktif, dikarenakan para
anggota komunitas-komunitas itu mempunyai kesibukan dan pekerjaan masing-
masing.
Hal lain yang menyebabkan jumlah komunitas berkurang yaitu adanya
penyeleksian yang dilakukan oleh UPK Kota Tua Jakarta yang mensyaratkan
komunitas yang ingin menjadi bagian dari Kota Tua harus sesuai dengan unsur
kesejarahan di Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua
189
Jakarta memiliki struktur organisasi masing-masing, yang di dalamnya terdapat
ketua, sekretaris, bendahara dan anggota-anggotanya. Komunitas-komunitas
tersebut mengatur dan mengorganisir organisasinya masing-masing. Dalam hal ini
komunitas termasuk organisasi informal. Ciri organisasi informal dalam
Arenawati (2009:6) yaitu lepas, fleksibel, tidak terumuskan dan spontan.
Organisasi informal biasanya terbentuk karena mempunyai nilai-nilai bersama dan
rasa setia kawan yang kuat.
Dalam hal pengorganisasian sebaiknya UPK Kota Tua Jakarta lebih
memperhatikan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta, karena
komunitas di Taman Fatahillah seperti Komunitas Sepeda Ontel, Komunitas
Manusia Batu dan Komunitas Cakra Buana merupakan salah satu aset bagi wisata
Kota Tua Jakarta. Komunitas sebagai penghidup suasana di Taman Fatahillah
Kota Tua Jakarta. Komunitas seharusnya dirangkul juga oleh UPK Kota Tua dan
diberikan pelatihan-pelatihan yang bisa menunjang wisata di Kota Tua Jakarta.
UPK juga seharusnya menindak tegas komunitas-komunitas yang tidak sesuai
dengan unsur kesejarahan Kota Tua seperti komunitas badut, komunitas manusia
hantu yang masih berada di sekitar area Taman Fatahillah, hal ini bertujuan agar
nilai-nilai kesejarahan di Kota Tua Jakarta tidak hilang karena adanya komunitas
yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta.
190
4.4.1.3 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan
Pengarahan merupakan pemberian perintah ataupun arahan kepada
anggota organisasi atau orang yang akan melaksanakan kegiatan perencanaan.
Keterlibatan masyarakat dalam pengarahan dalam hal ini masyarakat maupun
komunitas-komunitas diberikan arahan oleh UPK Kota Tua dan Local Working
Group (LWG). Satpol PP Kecamatan Tamansari memberikan pengarahan kepada
pedagang kaki lima yang ada disekitar Kota Tua Jakarta. Pengarahan UPK Kota
Tua Jakarta kepada komunitas berbentuk arahan agar menjaga ketertiban,
keamanan dan kebersihan di Kota Tua Jakarta, serta diarahkan agar komunitas
yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta tidak berada di area
Taman Fatahillah.
Pengarahan yang dilakukan oleh Sapol PP kepada pedagang kaki lima di
Kota Tua Jakarta berbentuk penjagaan disekitar Kota Tua Jakarta, pedagang kaki
lima yang legal atau resmi sudah terdaftar di Koperasi Pena Waskata yang ada di
Kota Tua Jakarta sebanyak 48 pedagang dan anggotanya tidak boleh bertambah.
Dalam hal ini juga Satpol PP memberikan arahan ketika ada operasi penangkapan
pedagang kaki lima yang liar, pedagang kaki lima tersebut diarahkan agar tidak
berjualan di area Taman Fatahillah lagi, melainkan ada tempat relokasi yaitu di
Jalan Cengkeh.
Terkait dengan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta,
diberikan arahan oleh UPK Kota Tua agar yang termasuk ke dalam komunitas
Kota Tua Jakarta adalah yang memiliki karakteristik kesejarahan Kota Tua Jakarta
seperti komunitas ontel dan manusia batu. Apabila komunitas yang masuk tanpa
191
izin dan tidak sesuai dengan karateristik Kota Tua Jakarta akan ditertibkan oleh
UPK Kota Tua. Namun pada fakta dilapangan masih ada beberapa komunitas
yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan di Kota Tua Jakarta seperti komunitas
badut dan komunitas manusia hantu yang belum ditindak secara tegas oleh UPK
Kota Tua Jakarta. Selain komunitas-komunitas dan pedagang kaki lima yang
diberikan pengarahan, pengunjung yang datang juga diberikan pengarahan agar
tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga ketertiban di Kota Tua
Jakarta
4.4.1.4 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian
Pengkoordinasian sangat penting dilakukan dalam manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, hal ini bertujuan agar tidak terjadi
kesalahpahaman atau salah komando dalam melakukan suatu perintah. Dalam hal
pengkoordinasian, koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta tidak sampai kemasyarakat. Koordinasi
dilakukan oleh oleh instansi-instansi terkait yaitu Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua, Satpol PP dan LWG. Namun
komunitas dirangkul oleh LWG dan diberikan arahan serta masukan untuk
berkreasi di Kota Tua. Komunitas-komunitas juga bisa menyampaikan masukan
dan sarannya melalui LWG dan nanti LWG yang menyampaikan ke UPK Kota
Tua atau Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Pengunjung
pun tidak dilibatkan dalam hal koordinasi.
192
Namun dalam hal koordinasi komunitas terkadang diikut dalam rapat
teknis atau rapat koordinasi yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua, pihak pengelola museum dan LWG. Selain
itu komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta merupakan mitra kerja
museum-museum dan LWG, sehingga jika ada acara-acara yang diadakan oleh
museum-museum, komunitas juga ikut dilibatkan
4.4.1.5 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan
Masyarakat ikut menjaga kelestarian Kota Tua dan menjaga
keamanannya sendiri ketika berkunjung ke Kota Tua Jakarta. Masyarakat sekitar
Kota Tua Jakarta yaitu masyarakat RW 06 juga ikut menjaga keamanan dan
kebersihan di Taman Fatahillah yaitu dengan mendirikan tenda pusat informasi di
area Taman Fatahillah, sehingga masyarakat atau pengunjung yang baru pertama
kali datang ke Kota Tua Jakarta dan tidak memiliki informasi banyak tentang
Kota Tua bisa mendatangi pusat informasi tersebut. Pusat informasi tersebut diisi
dengan karang taruna RW 06 Kelurahan Pinangsia. Selain itu Satpol PP, LWG
dan komunitas ontel juga ikut menjaga keamanan dan kebersihan di Kota Tua
Jakarta, karena setiap harinya komunitas ontel, komunitas manusia batu selalu ada
di Taman Fatahillah.
Selain itu keterlibatan pengunjung dalam pengawasan adalah menjaga
keamanan diri mereka sendiri, menjaga ketertiban umum dan menjaga kebersihan
di Kota Tua Jakarta. Bukan hanya masyarakat sekitar, komunitas dan pengunjung
yang datang yang ikut terlibat dalam pengawasan, berdasarkan wawancara yang
193
peneliti lakukan pihak dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta juga ikut melakukan pengawasan secara langsung. Ada jadwal piket setiap
hari sabtu dan minggu yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta dalam memonitor Kota Tua Jakarta.
Dalam pengawasan, memang banyak pihak yang terlibat didalamnya,
karena Kota Tua Jakarta ini merupakan hal yang dekat dengan masyarakat dengan
posisinya yang ada ditengah-tengah Kota Jakarta yang padat penduduk.
Pengawasan penting dilakukan agar tidak terjadi kekacauan di Kota Tua Jakarta,
agar Kota Tua Jakarta juga tetap rapi, tertata dan terjaga keindahannya.
4.4.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Membuat Aturan Terkait
Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
Pembahasan terkait dengan rumusan masalah yang kedua yaitu proses
keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait manajemen pengelolaan
Objek Wisata Kota Tua Jakarta akan disesuaikan dengan teori manajemen
menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40) berdasarkan fakta yang peneliti
temukan dilapangan.
4.4.2.1 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan
Proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta dalam hal ini masyarakat tidak
sepenuhnya ikut dilibatkan didalamnya. Dalam perencanaan, masyarakat tidak
ikut dalam merumuskan kegiatan-kegiatan yang akan menjadi perencanaan di
194
Kota Tua Jakarta, hanya diikutkan dalam rapat namun itu dilakukan tidak rutin,
artinya masyarakat tidak rutin diajak dalam rapat koordinasi yang dilakukan oleh
para stakeholder.
Proses keterlibatan masyarakat dalam perencanaan terkait manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat merupakan
peranan penting dalam suatu objek wisata, khususnya Kota Tua Jakarta. Didalam
perencanaan yang tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014,
masyarakat difungsikan sebagai unsur yang diperlukan dalam melakukan
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta. Namun dalam pembuatan
perumusan perencanaan masyarakat tidak sepenuhnya dilibatkan dalam
pembuatan dan perumusan perencanaan.
Masyarakat yang di dalamnya terdapat komunitas, masyarakat sekitar
dan pengunjung hanya dilibatkan dalam memberikan masukan, kritik dan saran
untuk Kota Tua Jakarta. Pengunjung bisa menulis di kotak kritik dan saran yang
berada di perpustakaan Taman Fatahillah. Selain itu komunitas juga terkadang
diikutkan rapat koordiasi dengan LWG, UPK Kota Tua Jakarta dan Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, namun dalam rapat tersebut
suara atau masukan dari komunitas sering dianggap remeh oleh para stakeholder,
hal ini berdasarkan wawancara dengan beberapa informan yang peneliti lakukan.
Seharusnya didalam rapat teknis yang diadakan oleh para stakeholder
masukan dari komunitas merupakan hal yang penting, dikarenakan komunitas
yang setiap harinya berada di Kota Tua dan mengetahui secara langsung kondisi
di Kawasan Kota Tua Jakarta. Keterlibatan komunitas juga bisa membantu kerja
195
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam pelaksanaan
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
4.4.2.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian
Proses keterlibatan masyarakat dalam pengorganisasian terkait dalam
membuat aturan tentang manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
yaitu masyarakat atau komunitas berada diluar organisasi formal. Organisasi
formal yang dimaksud adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini
yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua
Jakarta, Satpol PP Kecamatan Tamansari dan pihak pengelola museum yang ada
di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota
Tua Jakarta memiliki struktur organisasi masing-masing. Komunitas yang ada
disekitar objek wisata di Kota Tua Jakarta merupakan mitra kerja Local Working
Group (LWG) dan museum-museum yang ada di Taman Fatahillah. LWG yang
menaungi komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta. Namun di dalam
struktur organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK
Kota Tua maupun museum-museum yang ada di Taman Fatahillah tidak ada
masyarakat ataupun komunitas di dalamnya.
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta mengatur
organisasinya dengan kemampuan dan keuangannya sendiri, tidak ada dana yang
diberikan dari pemerintah kepada komunitas, sehingga untuk keperluan didalam
organisasinya seperti Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu
mereka mengumpulkan uang dari para anggotanya masing-masing. Komunitas-
196
komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memang termasuk kedalam bagian Kota
Tua Jakarta, namun dalam pengorganisasiannya tidak termasuk kedalam struktur
yang resmi. Dalam hal pengembangan komunitas, apabila komunitas diperhatikan
dan didanai oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas wisata Kota Tua Jakarta
maka akan sangat berpotensi bagi Kota Tua Jakarta, karena komunitas juga
merupakan karakteristik dari Kota Tua Jakarta.
4.4.2.3 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan
Pengarahan yaitu suatu bentuk kegiatan mengintegrasikan usaha-usaha
anggota suatu kelompok sedemikian, sehingga dengan selesainya tugas-tugas
yang diserahkan kepada mereka, mereka memenuhi tujuan-tujuan individual dan
kelompok. Semua usaha kelompok memerlukan pengarahan, kalau usaha itu ingin
berhasil dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Setiap anggota itu haruslah
mempunyai informasi yang diperlukan untuk melakukan tugas yang diserahkan.
Untuk itu, rencana-rencana yang baik haruslah diberitahukan kepada semua
anggota dalam bentuk instruksi-instruksi dan perintah-perintah, yang diakui
secara resmi.
Dalam hal pengarahan, masyarakat sekitar, komunitas dan pengunjunglah
yang diberikan arahan oleh para stakeholder yang berperan dalam mengelola
objek wisata Kota Tua Jakarta seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta, UPK Kota Tua, Satpol PP dan pihak pengelola masing-masing
museum. Pengarahan dilakukan untuk mengatur Kota Tua Jakarta agar lebih
tertata dan lebih rapi dalam hal penataan. Namun untuk komunitas yang jarang
197
berada di area Taman Fatahillah seperti Komunitas Cakra Buana, Gerakan
Pramuka Museum Mandiri itu tidak diberikan pengarahan. Komunitas juga
memberikan arahan kepada anggotanya masing-masing.
Selain itu LWG memberikan arahan kepada komunitas agar bisa
berkreativitas dan membuat sesuatu yang memiliki nilai jual. Seperti Komunitas
Sepeda Ontel membuat paket wisata tour untuk wisatawan Kota Tua Jakarta,
selain itu LWG mengarahkan komunitas dan masyarakat sekitar agar membuat
cinderamata khas Kota Tua Jakarta agar bisa dijual, namun sampai saat ini belum
ada yang membuat cinderamata tersebut. Pengarahan yang dilakukan oleh LWG
adalah semata-mata untuk memberdayakan masyarakat sekitar dan komunitas
untuk membuat sesuatu yang kreatif dan bisa dijual, karena berdasarkan
wawancara dengan pihak LWG, kebanyakan masyarakat yang tinggal disekitar
Kota Tua Jakarta hanya menjadi tukang parkir atau pengamen di Kota Tua. LWG
mengharapkan masyarakat sekitar juga ikut tampil dan menunjukan
kemampuannya untuk kepentingan tempat wisata ini. Oleh karena itu dibutuhkan
perhatian lebih dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan pelatihan-pelatihan bagi
masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta
4.4.2.4 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian
Dalam koordinasi membuat aturan, komunitas diikutkan rapat koordinasi
yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit
Pengelola Kawasan Kota Tua, dengan stakeholder-stakeholder yang
198
berkepentingan dan bersama dengan masyarakat. Namun berdasarkan wawancara
yang peneliti lakukan kepada beberapa informan, dalam rapat koordinasi masukan
yang diberikan oleh perwakilan dari komunitas yang ikut sering tidak didengar
oleh stakeholder yang ada, komunitas merasa dikecilkan kedudukannya, karena
stakeholder berpikir bahwa komunitas adalah suatu organisasi yang kecil yang
tidak tahu apa-apa dan komunitas dianggap tidak memiliki bukti nyata. Namun
pada kenyataannya komunitaslah yang tahu kondisi dilapangan Kota Tua pada
setiap harinya, sehingga komunitas tahu lebih dalam tentang kondisi dan keadaan
Kota Tua yang diamati setiap hari.
Adapun kotak saran yang ada di pusat informasi Kota Tua yang
diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin menuliskan, kritik, saran maupun
keluhan tentang Kota Tua. Namun sampai saat ini jarang sekali masyarakat yang
menulis di kotak saran tersebut. Komunitas Sepeda Ontel menggangap
masyarakat malas untuk menulis kritik dan saran tersebut. Namun menurut
peneliti berdasarkan observasi dilapangan keberadaan kotak saran yang ada di
pusat informasi di Kota Tua itu tidak banyak diketahui oleh masyarakat ataupun
pengunjung, dikarenakan keberadaan kotak saran yang tidak terlihat oleh
pengunjung, yaitu didalam tenda pusat informasi dan kotak sarannya berukuran
kecil sehingga jarang masyarakat yang tahu tentang kotak saran tersebut.
Dalam rapat koordinasi, komunitas-komunitas seperti Ontel, Manusia
Batu dan Cakra Buana tidak selalu diundang dalam rapat koordinasi, tergantung
keperluan rapat itu saja, dan dalam perencanaan pun komunitas-komunitas yang
ada dan masyarakat tidak memberikan masukan untuk perumusan kegiatan
199
didalam perencanaan, bahkan ada beberapa kegiatan-kegiatan yang ada didalam
perencanaan tidak mengikutsertakan masyarakat, komunitas maupun pengunjung.
Artinya didalam perencanaan tersebut tidak ada kegiatan yang dilaksanakan atau
dibuatkan untuk komunitas. Komunitas hanya diikutkan bila diperlukan saja.
Koordinasi dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta
memang hanya dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait saja, namun tidak ada
salahnya jika masyarakat sekitar dan komunitas-komunitas di sekitar Kota Tua
Jakarta juga ikut dirangkul dan juga dianggap sebagai mitra kerja oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan UPK Kota Tua Jakarta,
karena manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga
membutuhkan peran serta masyarakat.
4.4.2.5 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan
Dalam hal pengawasan diperlukan sinergi terhadap semua pihak dan
stakeholder dengan masyarakat agar Objek Wisata Kota Tua Jakarta tetap terjaga
keamanan dan kebersihannya. Pihak yang terlibat dalam pengawasan yaitu Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Satpol PP
Kecamatan Tamansari, RW setempat, Polisi setempat, masyarakat sekitar, komunitas-
komunitas dan pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Proses
keterlibatan masyarakat dalam pengawasan yaitu dengan menjaga keamanan dan
kebersihan di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta untuk tidak membuang sampah
sembarangan. Bukan hanya masyarakat atau pengunjung saja yang menjaga
kebersihan di area Taman Fatahillah, melainkan komunitas-komunitas bersama
200
dengan LWG dan pihak pengelola museum juga ikut menjaga kebersihan di sekitar
Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta dengan mengadakan kerja bakti membersihkan
Taman Fatahillah pada sabtu dan minggu pagi.
4.4.3 Fungsi Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota
Tua Jakarta
Pembahasan mengenai fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan
objek wisata Kota Tua Jakarta dalam hal ini juga menggunakan teori manajemen
menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40) yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan yang akan
dibahas sesuai dengan penemuan peneliti di lapangan.
4.4.3.1 Fungsi Masyarakat dalam Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan dalam manajemen pengelolaan objek wisata
Kota Tua Jakarta sudah dilakukan dengan baik. Dapat dilihat dari adanya
Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota
Tua. Namun dalam pelaksanaannya perencanaan yang dibuat tidak semuanya
dilakukan dengan baik, seperti yang telah dijelaskan oleh beberapa informan
bahwa koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta tidak sampai kemasyarakat, artinya koordinasi yang dilakukan hanya
dilakukan oleh struktur organisasi internal saja yang tidak melibatkan masyarakat
didalamnya, termasuk dalam membuat aturan atau kebijakan, masyarakat tidak
ikut dilibatkan.
201
Keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan yang berlaku untuk objek
wisata Kota Tua Jakarta, maupun perencanaan yang dibuat oleh dinas tidak ikut
melibatkan masyarakat secara aktif, tetapi masyarakat hanya dapat menyampaikan
aspirasinya ke forum-forum atau komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan
Kota Tua Jakarta, namun hal itu pun sepertinya tidak banyak diketahui oleh
masyarakat bahwa masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya ke forum atau
komunitas yang ada. Hal ini pun sepertinya tidak efektif dan efisien, karena
keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan arau dalam memberikan kritik dan
saran pun dirasakan masih kurang. Komunitas-komunitas seperti Komunitas Sepeda
Ontel dan Komunitas Manusia Batu terkadang diikutkan dalam rapat koordinasi atau
rapat teknis yang diadakan oleh para stakeholder.
Dalam hal ini masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua
Jakarta ikut meramaikan dan menghidupkan suasana di objek wisata Kota Tua
Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada disekitar kawasan Taman Fatahillah
dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta sebagai
ikon atau ciri khas Kota Tua Jakarta. Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta
mengharuskan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki
unsur-unsur sejarah Kota Tua Jakarta, seperti contohnya Komunitas Manusia
Batu. Selain itu masyarakat sekitar juga ikut dilibatkan dalam menjaga keamanan
dan kelestarian Kota Tua Jakarta, seperti mengisi pusat informasi di Kota Tua dan
memantau kondisi di sekitar area Taman Fatahillah.
Museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta juga memfungsikan para
pengunjung yang datang ke museum-museum untuk ikut serta dalam kegiatan
202
yang diadakan oleh museum. Contohnya di museum seni rupa dan keramik setiap
tahunnya mengadakan pameran batik yang didalamnya ikut memberdayakan
pengunjung untuk ikut serta dalam membuat batik, dan mengenalkan kepada para
pelajar batik-batik yang ada di Indonesia. Selain itu para pengunjung yang
mengunjungi Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, juga berkontribusi dalam
menjaga kebersihan dan keamanan. Tidak membuang sampah sembarangan dan
menjaga keamanan diri sendiri. Namun pada kenyataannya sampah di Taman
Fatahillah banyak yang berserakan, terlebih lagi ketika ada acara atau event di
Taman Fatahillah. Hal ini dikarenakan kurangnya tempat sampah di area Taman
Fatahillah yang dapat dijangkau pengunjung, serta kurangnya kesadaran
masyarakat dalam menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah
sembarangan. Terkait dengan banyaknya sampah di area Taman Fatahillah, sudah
ada aturan tegas berupa Perda yang melarang membuang sampah sembarangan,
apabila melanggar dikenakan denda Rp.500.000, namun dalam pelaksanaan dan
pengawasan yang dilakukan oleh pihak terkait dirasakan masih kurang dan tidak
tegas.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan, dalam hal membuat
aturan atau kebijakan yang berwenang untuk membuat dan merumuskan adalah
stakeholder-stakeholder yang berkepentingan. Masyarakat sifatnya hanya masukan
atau aspirasi saja, masyarakat menyampaikan masukannya melalui forum-forum yang
ada atau komunitas yang ada. Dalam hal ini forum yang tersedia untuk masyarakat
dalam menyampaikan aspirasinya adalah komunitas-komunitas yang dinaungi oleh
Local Working Group (LWG), namun pada kenyataannya komunitas-komunitas yang
203
ada di sekitar Kota Tua Jakarta sudah banyak yang tidak aktif, artinya berkurang dari
tahun ke tahun, sehingga aspirasi yang masuk untuk memberi masukan kepada
pemerintah dalam membuat aturan tentang Kota Tua Jakarta hanya sedikit yang
berasal dari masyarakat. Dalam hal perencanaan pemerintah juga melibatkan pihak
swasta yang tergabung dalam konsorsium. Membantu pemerintah DKI Jakarta
untuk melakukan revitalisasi Kota Tua Jakarta. Diantaranya yaitu PT.
Pembangunan Kota Tua, PT. Agung Sedayu, PT. Jasindo, PT Ciputra, PT
Jababeka. Sehingga dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua
Jakarta melibatkan Pemerintah, swasta dan masyarakat.
4.4.3.2 Fungsi Masyarakat dalam Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan pengaturan atau pengelompokkan para
anggota organisasi kedalam masing-masing tugas dan fungsinya. Komunitas-
komunitas di Kota Tua Jakarta memiliki struktur organisasi masing-masing yang
ada di dalamnya, dan komunitas-komunitas itu mengatur anggotanya masing-
masing. Pada awalnya komunitas-komunitas yang di Kota Tua Jakarta banyak
yaitu ada 79 komunitas, namun seiring berjalannya waktu komunitas itu semakin
berkurang dan sekarang berdasarkan observasi peneliti jumlahnya ada 32
komunitas itupun tidak semuanya aktif. Hal itu dikarenakan anggota-anggota
komunitas memiliki kesibukan atau pekerjaan masing-masing, sehingga
komunitas-komunitas banyak yang tidak aktif dalam berkegiatan.
Unit Pengelola Kawasan Kota Tua pun membuat karakteristik untuk
komunitas yaitu harus sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta. Banyak
204
komunitas yang baru pun muncul seperti komunitas badut dan komunitas manusia
hantu, namun itu tidak sesuai dengan kerakteristik unsur kesejarahan Kota Tua
Jakarta dan tidak diperbolehkan untuk ada di kawasan Kota Tua Jakarta.
Dalam pengorganisasian komunitas tidak termasuk ke dalam struktur di
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta
ataupun di museum-museum di Taman Fatahillah. Hal ini dikarenakan komunitas
adalah organisasi informal yang terbentuk karena adanya kesamaan hobi atau
kesamaan nilai dan kepentingan serta memiliki rasa setia kawan yang kuat.
Pengertian komunitas itu sendiri adalah sarana berkumpulnya orang-orang yang
memiliki kesamaan minat. Dari jenisnya yang tidak formal atau tidak resmi
sehingga komunitas ini tidak masuk ke dalam struktur atau organisasi resmi,
hanya saja memiliki struktur sendiri di dalam komunitasnya.
4.4.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Pengarahan
Fungsi masyarakat dalam pengarahan pada manajemen Objek Wisata
Kota Tua Jakarta dalam hal ini masyarakat sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta,
pengunjung dan komunitas yang diberikan arahan oleh pemerintah dan pihak-
pihak pengelola kawasan. Komunitas hanya memberikan pengarahan kepada
sesama anggota di dalam organisasinya, dan komunitas juga mendapatkan
pengarahan dari Local Working Group (LWG) yang menaungi komunitas-
komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta. Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota
Tua Jakarta juga ikut mengarahkan komunitas. Komunitas yang mana saja yang
205
boleh berada di Kota Tua Jakarta sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua
Jakarta.
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta juga diberikan
pelatihan oleh Local Working Group (LWG) yaitu berupa pelatihan bahasa inggris
agar para komunitas bisa berkomunikasi dengan turis mancanegara, karena di
Kota Tua Jakarta bukan hanya pengunjung lokal yang datang, tetapi juga
pengunjung dari mancanegara. Masyarakat atau pengunjung juga diberikan arahan
agar tidak membuang sampah disembarang tempat, harus menjaga kebersihan dan
keamanan dilingkungan objek wisata Kota Tua Jakarta. Selain itu pengunjung
yang datang ke museum-museum yang ada disekitar Taman Fatahillah juga
diberikan arahan untuk mengikuti acara yang ada di museum apabila museum
tersebut mengadakan suatu acara atau program kerja.
Selain itu Satpol PP juga ikut memberikan arahan kepada pedagang kaki
lima yang ilegal yang masih berdagang di area Taman Fatahillah untuk tidak
berdagang diarea Taman Fatahillah lagi, karena mengganggu keindahan dan
kenyamanan pengunjung, karena dengan adanya pedagang kaki lima yang ilegal
Taman Fatahillah akan semakin sempit. Dampak dari pengarahan yang dilakukan
oleh para stakeholder bertujuan agar Kota Tua Jakarta ini menjadi kawasan yang
tidak semrawut dan tertata dengan rapi, dengan begitu pengunjung pun akan
merasa nyaman bila berwisata di Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah
Kota Tua Jakarta.
206
4.4.3.4 Fungsi Masyarakat dalam Pengkoordinasian
Pengkoordinasian merupakan suatu usaha kerja sama antara badan,
instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga
terdapat saling mengisi, saling membantu, dan saling melengkapi. Dalam hal ini
koordinasi seharusnya dilakukan antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Unit Pengelola
museum-museum, Satpol PP, komunitas serta masyarakat. Dalam manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, masyarakat dalam hal ini tidak
dilibatkan dalam pengkoordinasian, namun Local Working Group (LWG)
memberikan ruang untuk komunitas dan masyarakat dalam memberikan kritik dan
saran untuk pengelolaan Kota Tua yang lebih baik. Masyarakat dan pengunjung
pun bisa menyampaikan masukannya ke pusat informasi atau ke Local Working
Group (LWG).
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta bersama dengan
para stakeholder mengadakan rapat koordinasi atau rapat teknis yang dilakukan
dalam kegiatan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua ini dengan
melibatkan perwakilan dari masyarakat atau komunitas. Sehingga komunitas bisa
memberikan masukan dan sarannya kepada para stakeholder, walaupun didalam
rapat koordinasi itu hanya sesekali saja komunitas diikutsertakan. Itupun tidak
semua komunitas yang diajak dalam rapat koordinasi, hanya komunitas yang aktif
di Taman Fatahillah saja seperti Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia
Batu.
207
4.4.3.5 Fungsi Masyarakat dalam Pengawasan
Pengawasan merupakan tahapan akhir dari kelima fungsi manajemen yang
digunakan oleh Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40). Pengawasan merupakan bentuk
pemeriksaan kegiatan yang direncanakan sudah dilakukan dengan baik atau
belum. Pengawasan juga merupakan proses untuk menilai pencapaian tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan tercapai atau tidak. Ini
menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan
pengawasan. Pengawasan membantu penilaian terhadap perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengkoordinasian telah dilaksanakan secara
efektif dan efisien atau tidak.
Fungsi masyarakat dalam pengawasan yaitu masyarakat atau komunitas-
komunitas yang ada di sekitar objek wisata Kota Tua Jakarta ikut menjaga
keamanan dan kebersihan di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Komunitas-
komunitas yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta ikut menjaga
keamanan di Taman Fatahillah, apabila terjadi tindak kejahatan komunitas
maupun stakeholder akan langsung berkoordinasi dengan polisi setempat.
Pengawasan dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua dan bekerja sama dengan Satuan Polisi
Pamong Praja yang bertugas mengawasi pedagang kaki lima yang berada di
sekitar Kawasan Taman Fatahillah, serta bekerja sama dengan Rukun Warga
(RW) setempat yaitu RW 06.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang peneliti lakukan, pengawasan
di Kawasan Taman Fatahillah dilakukan secara langsung oleh Satuan Polisi
208
Pamong Praja yang bertugas mengawasi pedagang kaki lima yang dalam
peraturannya dilarang masuk ke Kawasan Taman Fatahillah, namun dalam
pelaksanaannya, Satuan Polisi Pamong Praja tidak mengawasi setiap saat, tetapi
hanya mengawasi sesekali saja sehingga pedagang kaki lima yang berjualan di
sekitar Taman Fatahillah masuk ke Kawasan Taman Fatahillah. Dalam hal ini
kurangnya penegasan sanksi yang diberikan kepada pelanggar aturan-aturan di
Kawasan Kota Tua Jakarta, sehingga pedagang kaki lima ataupun pihak lain yang
melakukan pelanggaran tidak jera untuk melakukan pelanggaran lagi.
Fungsi masyarakat dalam pengawasan di Kota Tua Jakarta adalah ikut
menjaga kelestarian dan kebersihan di Kawasan Kota Tua Jakarta, khususnya
Taman Fatahillah. Namun pada kenyataannya kesadaran masyarakat masih kurang
dalam membuang sampah pada tempatnya. Sampah yang ada di Kota Tua Jakarta
sering kali menumpuk khususnya ketika ada event, dimana pengunjung yang
datang lebih ramai. Hal ini karena sampah hanya diangkut pada pagi hari. Oleh
karena itu Dinas Kebersihan DKI Jakarta harusnya lebih mengatur waktu dalam
pengangkutan sampah di Kota Tua Jakarta agar tetap bersih dan sampah tidak
tertumpuk terlalu banyak, dan Dinas Kebersihan DKI Jakarta juga seharusnya
menyediakan lebih banyak lagi tempat sampah di sudut-sudut Taman Fatahillah
yang terjangkau oleh pengunjung, sehingga sampah yang ada tidak berserakan.
Komunitas-komunitas yang ada di Taman Fatahillah Jakarta juga ikut
menjaga kawasan Taman Fatahillah Jakarta, baik itu keamanan dan juga
kebersihan agar Kota Tua Jakarta menjadi tujuan wisata yang layak untuk
dikunjungi. Selain itu masyarakat dan karang taruna RW 06 Kelurahan Pinangsia
209
juga ikut menjaga keamanan di kawasan Taman Fatahillah, mereka membuat pos
keamanan dan pusat informasi untuk pengunjung yang datang ke Taman
Fatahillah. Untuk pengawasan pelaksanaan kegiatan perencanaan Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, Badan
Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Jakarta Barat, dan Badan
Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Jakarta Utara. Hal ini dilakukan
agar kegiatan-kegiatan yang direncanakan dapat dilakukan dengan baik, sehingga
tujuan yang diharapkan bisa tercapai.
210
MATRIKS HASIL PENELITIAN
Fungsi Manajemen Indikator Hasil dan Temuan Penelitian
Perencanaan:
1. Tujuan
2. Program
3. Proses
4. Pihak-pihak yang
terlibat dalam
perencanaan
5. Peran masyarakat
dalam perencanaan
1. Tujuan dari adanya perencanaan tentang
manajemen pengelolaan objek wisata
Kota Tua Jakarta adalah ikut melibatkan
masyarakat dalam maanajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua
Jakarta
2. Program yang ada dalam rangka
manajemen pengelolaan objek wisata
Kota Tua Jakarta terbagi kedalam tiga
museum yang ada di Taman Fatahillah
Kota Tua Jakarta, masing-masing
museum memiliki program masing-
masing, program yang dibuat oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta, maupun yang dibuat oleh
UPK Kota Tua Jakarta
3. Proses dalam perencanaannya yaitu para
stakeholder mengadakan rapat teknis
dengan ikut melibatkan masyarakat,
namun dalam hal ini aspirasi atau
masukan yang diberikan oleh komunitas
masih sering diabaikan.
4. Pihak-pihak yang terlibat dalam
perencanaan adalah Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,
UPK Kota Tua Jakarta, Museum
Wayang, Museum Seni Rupa dan
Keramik, Museum Sejarah Jakarta dan
juga komunitas serta masyarakat sekitar.
5. Peran masyarakat yaitu memberi kritik
dan saran terhadap hasil dari manajemen
pengelolaan Kota Tua Jakarta yang
sudah dilakukan.
Pengorganisasian 1. Struktur organisasi
2. Pengaturan
Organisasi
3. Pola hubungan di
1. Masing-masing lembaga memiliki
struktur organisasi tersendiri. Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta memiliki struktur
211
dalam organisasi organisasinya sendiri, dan Disparbud
DKI Jakarta memiliki Unit Pelaksana
Teknis dilapangan yaitu UPK Kota Tua
Jakarta. Museum-museum yang ada pun
memiliki struktur organisasi sendiri.
Namun didalamnya tidak terdapat
komunitas atau masyarakat sekitar.
Komunitas-komunitas juga memiliki
anggota dan struktur masing-masing.
2. Pengaturan organisasi dilakukan oleh
pemimpin atau ketua masing-masing.
Setiap komunitas memiliki ketua yang
mengatur anggota-anggotanya.
3. Pola hubungan didalam organisasi dalam
hal ini adalah Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK
Kota Tua Jakarta, museum-museum
yang ada di Taman Fatahillah,
komunitas-komunitas, masyarakat
sekitar serta pengunjung yang datang
adalah Disparbud DKI Jakarta saling
berkaitan dengan UPK dan pihak
pengelola museum, namun jarang
berkaitan dengan komunitas, masyarakat
lokal bahkan pengunjung. Komunitas
sesekali diikutkan dalam rapat teknis,
namun kritik dan sarannya jarang
ditanggapi, begitupun dengan
pengunjung, pengunjung hanya sebagai
penikmat objek wisata Kota Tua Jakarta,
tidak ikut dalam perencanaan,
pengorganisasian maupun koordinasi.
Pengarahan 1. Pembinaan
organisasi
2. Peraturan dalam
organisasi
3. Dampak
pengarahan
4. Bentuk pengarahan
1. Pembinaan organisasi yaitu komunitas-
komunitas diberikan pelatihan bahasa
inggris secara gratis agar bisa
berinteraksi dengan turis mancanegara
dan bisa menjadi tour guide di Kota Tua
Jakarta. Local Working Group (LWG)
memberikan ide-ide untuk komunitas
agar bisa berkreativitas di Kota Tua
212
Jakarta. komunitas seperti Komunitas
Barongsai, Gerakan Pramuka Museum
Mandiri, Marching Band, komunitas
Cakra Buana adalah komunitas yang
melakukan latihan didalam
komunitasnya masing-masing setiap
minggunya sesuai dengan jadwal para
anggotanya.
2. Peraturan dalam organisasi dibuat oleh
komunitas maupun lembaga masing-
masing. Masing-masing instansi seperti
Disparbud DKI Jakarta, UPK Kota Tua
maupun museum-museum memiliki
peraturan didalam organisasinya masing-
masing sesuai dengan Pergub.
Komunitas juga mengatur anggotanya
masing-masing. Disparbud DKI Jakarta
hanya mengeluarkan kebijakan, Undang-
Undang maupun Pergub untuk mengatur
para stakeholder yang berkepentingan.
3. Dampak dari pengarahan yaitu
komunitas, pengunjung maupun
pedagang kaki lima yang ada disekitar
Taman Fatahillah mengikuti peraturan
yang ada. Sehingga Kota Tua Jakarta
lebih rapi dan tertata.
4. Bentuk pengarahan yang dilakukan yaitu
dengan cara memberikan arahan atau
aturan terkait dengan keindahan dan
kelestarian Kota Tua Jakarta. UPK Kota
Tua memberikan arahan langsung
kepada komunitas-komunitas. Satpol PP
juga memberikan arahan langsung
kepada pedagang kaki lima, dan para
stakeholder yang berjaga di Taman
Fatahillah memberikan arahan langsung
kepada pengunjung Taman Fatahillah
Kota Tua Jakarta
Pengkoordinasian 1. Komunikasi antar
pihak terkait
1. Komunikasi antar pihak terkait dalam
manajemen pengelolaan objek wisata
213
2. Hubungan timbal
balik
3. Koordinasi antara
UPK dengan
dinas-dinas terkait
4. Hubungan dinas-
dinas terkait
dengan masyarakat
5. Hubungan UPK
dengan masyarakat
Kota Tua Jakarta yaitu antara Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta,
Unit pengelola museum dan Local
Working Group (LWG). Komunitas-
komunitas yang ada dinaungi oleh LWG.
2. Hubungan timbal antara UPK Kota Tua
Jakarta, pihak pengelola museum dengan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta adalah dengan
adanya laporan hasil kegiatan tiap bulan
yang telah dilakukan masing-masing
instansi.
3. Koordinasi yang terjalin antara Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta dengan UPK Kota Tua
Jakarta terjalin dengan baik. Keduanya
saling berkoordinasi satu sama lain.
4. Hubungan dinas-dinas terkait seperti
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta dengan masyarakat
atau komunitas yaitu dengan
mengadakan rapat koordinasi atau rapat
teknis.
5. Hubungan UPK Kota Tua Jakarta
dengan masyarakat yaitu UPK Kota Tua
Jakarta juga ikut mengawasi komunitas
dan memberikan arahan kepada
komunitas-komunitas yang ada di Kota
Tua Jakarta
Pengawasan 1. Sanksi
2. Bentuk
pengawasan
3. Mekanisme
pengawasan
4. Pihak-pihak yang
terlibat dalam
pengawasan
5. Hasil dari
pengawasan
1. Sanksi yang diberikan kepada komunitas
yang tidak sesuai dengan karakteristik
Kota Tua Jakarta namun tetap ada, akan
dipindahkan, namun pada kenyataan
sampai saat ini belum dipindahkan.
Pedagang kaki lima yang ilegal dan
berdagang di area Taman Fatahillah
akan dikenakan sanksi apabila ada
operasi Satpol PP.
2. Bentuk pengawasan yang dilakukan
214
yaitu adanya pos-pos yang berjaga
disekitar Taman Fatahiilah, dan itu diisi
oleh Satpol PP, LWG, perwakilan UPK
Kota Tua, Perwakilan Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
3. Mekanisme pengawasan yang dilakukan
yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta ikut mengawasi
bersama UPK Kota Tua, LWG juga ikut
mengawasi dan Satpol PP mengawasi
pedagang kaki lima di Objek Wisata
Kota Tua Jakarta.
4. Pihak-pihak yang terlibat dalam
pengawasan antara lain Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,
UPK Kota Tua Jakarta, Unit pengelola
museum-museum, Satpol PP, pihak
keamanan setempat, RW setempat,
masyarakat sekitar, komunitas-
komunitas dan pengunjung yang datang
ke Kota Tua Jakarta.
5. Hasil dari pengawasan yang dilakukan
adalah lebih tertibnya komunitas dan
pedagang kaki lima yang ada di sekitar
Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
215
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian manajemen pengelolaan
objek wisata Kota Tua Jakarta yang berbasis masyarakat dan berdasarkan hasil
yang telah ditemukan, peneliti menyimpulkan:
1. Keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta yaitu masyarakat hanya dilibatkan dalam pengarahan dan
pengawasan. Sedangkan di dalam perencanaan, pengorganisasian dan
pengkoordinasian masyarakat atau komunitas yang ada di Kota Tua
Jakarta tidak ikut dilibatkan secara aktif. Hal ini dikarenakan komunitas
dan masyarakat sekitar merupakan unsur informal yang tidak masuk ke
dalam organisasi formal.
2. Proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta tidak sepenuhnya ikut
dilibatkan didalamnya. Dalam pembuataan peraturan atau kebijakan terkait
dengan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah
wewenang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
Masyarakat dalam pembuatan peraturan hanya menikmati hasilnya saja,
artinya masyarakat tidak ikut dalam pembuatan peraturan atau kebijakan.
3. Masyarakat yang terlibat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta yaitu komunitas-komunitas yang ada di Taman
216
Fatahillah Kota Tua Jakarta, masyarakat sekitar dan pengunjung yang
datang. Fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata
Kota Tua Jakarta antara lain fungsi komunitas adalah meramaikan atau
menghidupkan suasana di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta dan sebagai
ikon atau ciri khas bagi Kota Tua Jakarta. Komunitas yang ada juga
sebagai pemberi aspirasi berupa kritik dan saran dalam hal pembuatan
kebijakan atau perumusan perencanaan. Fungsi masyarakat sekitar adalah
untuk menjaga keamanan, kebersihan dan kelestarian Kota Tua Jakarta.
Selain itu bentuk kepedulian masyarakat sekitar juga dibutuhkan dalam
menjaga kelestarian dan menjaga nilai sejarah di Kota Tua Jakarta.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang peneliti ajukan berupa
rekomendasi yaitu:
1. Keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata
Kota Tua Jakarta terlibat dalam pengarahan dan pengawasan. Belum
terlibat di dalam perencanaan, pengkoordinasian dan pengorganisasian.
Sehingga diharapkan kepada pemerintah maupun pihak terkait di dalam
perencanaan komunitas libatkan secara aktif. Diharapkan unit-unit yang
terkait tersebut juga melibatkan masyarakat sebagai pemberi masukan
yang aktif dalam pembuatan perencanaan. Di dalam pengorganisasian
sebagian komunitas sudah tidak aktif lagi, sehingga diharapkan Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua maupun
217
pihak terkait lainnya dapat memberikan perhatian lebih terhadap
komunitas yang ada disekitar objek wisata Kota Tua Jakarta serta
memberikan ruang dan fasilitas untuk para komunitas yang ada.
2. Proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan tidak sepenuhnya
ikut dilibatkan didalamnya, dikarenakan masyarakat dilibatkan hanya
untuk meramaikan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, sedangkan untuk
membuat aturan masyarakat hanya sebagai pemberi aspirasi atau masukan
saja, namun hal ini pun tidak efektif dan efisien, karena banyak
masyarakat yang pasif dan tidak memberikan masukan apa-apa. Oleh
karena itu diharapkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta melakukan
koordinasi dan keterbukaan informasi kepada komunitas dan masyarakat
agar komunitas dan masyarakat bisa mengetahui tentang adanya
pembuatan peraturan dan kebijakan baru, dan diharapkan aspirasi dari
komunitas atau masyarakat juga dapat dijadikan pertimbangan dalam
pembuatan peraturan atau kebijakan.
3. Fungsi masyarakat dalam manajemen dan pengelolaan objek wisata Kota
Tua Jakarta berfungsi adalah untuk meramaikan atau menghidupkan
suasana di Kota Tua Jakarta. Namun komunitas yang ada kurang diberikan
pelatihan, belum didanai dan diberdayakan oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta maupun Unit Pengelola Kawasan Kota
Tua Jakarta. Oleh karena itu, diharapkan Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
218
Jakarta bersinergi dengan Local Working Group (LWG) memberikan
pelatihan dan pembinaan kepada komunitas-komunitas yang ada, sehingga
komunitas lebih kreatif dalam menampilkan suatu hiburan atau membuat
sesuatu yang memiliki nilai jual seperti cinderamata dan juga agar
komunitas tetap bertahan jumlahnya.
219
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Arenawati, 2009. Teori Organisasi Publik. Serang: Tirta Kusuma
Arikunto, Suharsimi. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana
Handoko, T Hani, 2009, Manajemen, Yogyakarta: BPFE
Hasibuan, S.P Malayu, 2009. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi
Aksara
Irawan, Prasetya. 2006. Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta: Universitas Terbuka
Miles, Matthe B., dan Huberman, A. Michael. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
Universitas Indonesia Press
Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Siagian, P & Sondang. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Sjafari, Agus dan Sumaryo. 2007. Pembangunan Masyarakat Teori dan Implementasi di Era
Otonomi Daerah. Bogor: CDI Press
Sugiyono.2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
________. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.
Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT. Refika
Aditama
Syafiie, Inu Kencana. 2011. Etika Pemerintahan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Tangkilisan, S.Nogi, Hessel. 2005. Manajemen Publik. Jakarta : Grasindo
Terry. G.R, dan Rue. Leslie. W., 2009. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Tjokromidjojo, Bintoro.2006. Perencanaan Pembangunan. Jakarta: CV Haji Masagung
_____.2003. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES
Umam, Khaerul. 2010. Perilaku Organisasi. Bandung: Pustaka Setia
220
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. 2011. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:
Bumi Aksara
SUMBER DOKUMEN:
Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 475 tahun 1993 tentang
Penetapan Bangunan-Bangunan Bersejarah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai
Benda Cagar Budaya
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 127 Tahun 2007
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Rencana Induk Kawasan Kota Tua
SUMBER LAIN:
Woro Novasagita Kirana dengan judul Skripsi Manajemen Pengelolaan Museum Situs
Kepurbakalaan (Banten Lama) Sebagai Objek Wisata Budaya Banten Tahun 2013
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (dilihat pada hari Selasa, 16 Desember 2014)
Dwi Mayang Sari dengan Judul Skripsi Manajemen Pengelolaan Situs Batu Goong dan
Komplek Makam Syekh Mansyur oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten Tahun 2014 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (dilihat
pada 4 Maret 2015)
Indra Gunawan dengan judul Skripsi Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat Tahun 2006
Universitas Diponegoro (diakses pada hari Kamis, 9 April 2015)
http://www.jakarta.go.id (diakses pada hari Sabtu 14 Februari 2015)
http://www.jakarta.bps.go.id (diakses pada hari Jumat 20 Februari 2015)
http://www.kotatuajakarta.org (diakses pada hari Sabtu 14 Februari 2015)
http://www.museumwayang.com (diakses pada hari Jumat 20 Februari 2015)
http://www.jakarta-tourism.go.id (diakses pada hari Sabtu 14 Februari 2015)
http://www.wikipedia.org/pengelolaan (diakses pada hari Sabtu 14 Februari 2015)
http:// www.duniapelajar.com/pengertian-komunitas (diakses pada hari Rabu 4 Maret 2015)
221
TRANSKRIP DATA
Perencanaan
Q
I
1. Apakah tujuan yang diinginkan dalam manajemen pengelolaan objek
wisata Kota Tua Jakarta? Kode
I1-1 Kota Tua Jakarta akan dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata untuk
tingkat internasional, Kota Tua pada saat ini sedang dalam penataan kawasan
supaya lebih menarik agar Kota Tua layak sebagai destinasi wisata, yang akan
kita kembangkan disana banyak bangunan-bangunan cagar budaya yang ingin
dikelola, dan Kota Tua ini akan masuk kedalam daftar tujuan wisata tingkat dunia
di UNESCO, kita terus berupaya menata baik dari infrastruktur, pengelolaan
kawasan yang melibatkan semua stakeholder. Pemerintah dalam hal ini Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta,
Walikota Jakarta Barat, Satpol PP itu berintegrasi dalam melakukan pengelolaan
Kota Tua, kita sebagai pihak yang bertanggung jawab juga ikut memasarkan,
mengolah bagaimana SOPnya, dan kedepan kita akan buat satu kajian SOP
bagaimana pengelolaan museum yang baik, dari tata pamernya, guidancenya dan
lain-lain. Tujuan yang kami harapkan Kota Tua bisa menjadi destinasi wisata
tingkat internasional, yang bisa dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan asing,
lebih tertata, lebih nyaman, lebih baik agar bisa meningkatkan kunjungan
wisatawan asing.
1
I1-2 Tujuan yang akan dicapai adalah museum sebagai sarana edukasi kultural juga
sebagai sarana wisata untuk memajukan museum ini sendiri dan mengajukan
tentang sejarah kepada masyarakat.
2
I1-3 Perencanaannya kita akan melaksanakan penertiban pedagang kaki lima yang
tidak resmi. Supaya Kota Tua terlihat lebih rapi, bersih sehingga masyarakat
yang berkunjung merasa nyaman
3
I1-2 Perencanaan yang dilakukan untuk Kota Tua ini sesuai dengan Peraturan
Gubernur No.36 Tahun 2014. Disitu semua tercantum semua tentang
perencanaan Kota Tua, didalam Pergub tersebut terdapat konsep untuk
menjadikan Kota Tua sebagai objek wisata yang lebih baik lagi dalam hal
penataan dan berbasis masyarakat
4
Q
I
2. Apa saja program yang dilakukan dalam rangka manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
Kode
I2-1 Work plan ada, programnya itu ada dua, program dari DMO itu sendiri, dan
program inisiatif LWG. Itu bersinergi jalan bersama. Misalnya pada bulan ini kita
mengejar pembentukan forum tata kelola pariwisata, trus ada lagi nanti diakhir
5
222
September mereka akan menghadiri konferensi nasional DMO di Borobudur,
masing-masing komunitas diwakilkan 2 orang.
I1-1 Untuk program-program yang dilakukan untuk menata Kota Tua adanya di UPK
Kota Tua, jadi langsung kesana. Disana ada UP Kota Tua, ada UP Kesejarahan
dan UP Museum Seni, masing-masing yang ada disana yang melaksanakan
programnya, baik dari eventnya, pembenahan infrastrukturnya, tata ruangnya, itu
semua langsung kepada UP masing-masing.
6
I1-3 Banyak, seperti pembongkaran PKL di Kali Ciliwung lalu dijalan Cengkeh. Kita
seringnya melakukan penertiban-penertiban, karena kita disini penegak Perda.
Ada yang piket tiap malam, karena takut terjadi kebakaran. Kita tetap monitoring
24 jam.
7
I1-6 Jadi program kerja ini sama dengan program kerja museum-museum yang lain
dan juga instansi yang lain artinya yang ada di dinas, karena di Unit Pengelola
Museum Seni ini dibawah naungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta. kita mengadakan workshop tekstil atau workshop membatik ke
sekolah-sekolah, itu kan yang merasakan dampaknya anak pelajar, pelajar itu kan
termasuk masyarakat juga kan. Trus kita mengadakan pameran batik, pameran
batik kita juga mengundang anime berbagai lapisan masyarakat, pelajar,
mahasiswa, masyarakat umum untuk datang menikmati pameran tersebut.
Wujudnya kita memberikan edukasi, informasi kepada masyarakat umum, bahwa
ini loh kita punya koleksi batik seperti ini dan berbagai daerah di nusantara,
tenun, terus kemudian songket dan lain-lain. Kemudian wayang, kita ada
kegiatan pekan museum wayang. Pekan museum wayang itu diantaranya ada
workshop, ada pagelaran. Kita memberikan edukasi dan informasi kepada
masyarakat ini loh cara membuat wayang golek, wayang kulit, bahan dan
prosesnya seperti ini. Kemudian pagelaran, pagelaran itu untuk memberikan
hiburan kepada masyarakat supaya masyarakat terhibur ditengah hiruk pikuk
kondisi Jakarta yang seperti sekarang kami ingin memberikan kesegaran kepada
masyarakat.
8
I1-7 Museum ini kan museum punya pemda DKI Jakarta, jadi kita sekarang UP
Museum Seni, yang isinya Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Wayang
dan Museum Tekstil. Kalau kegiatan itu masing-masing museum ada, jadi
misalnya pameran lukisan kaca, pameran lukisan keramik, pekan Museum Seni
Rupa dan Keramik, ada penyuluhan sekolah-sekolah, workshop-workshop.
9
Q
I
3. Bagaimana proses perencanaan dalam manajemen pengelolaan objek
wisata Kota Tua Jakarta?
Kode
I1-2 Perencanaan yang dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta ini dibuat oleh Dinas yang disetujui dan disahkan oleh DPRD
10
I1-1 Kita sebelum merumuskan perencanaan mengadakan rapat teknis terlebih dahulu, dan 11
223
didalam rapat teknis itu kita melibatkan semuanya, para stakeholder, kepala museum,
dan juga komunitas-komunitas di Kota Tua, baru setelah itu kita tahu apa saja yang
nantinya akan dirumuskan untuk perencanaan
Q
I
4. Siapa saja yang terlibat dalam perencanaan terkait manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
Kode
I1-1 Banyak yang dilibatkan dalam perencanaan, semua elemen. Kita melibatkan
stakeholder, masyarakat dan unit-unit terkait.
12
I1-6 Semuanya bareng perencanaannya serempak. Di unit lain pun sama begitu, nanti
setelah di Dinas dinaikkan lagi ke tingkat DPRD, setelah DPRD nanti dinaikkan
lagi ke tingkat kementerian dalam negeri. Setelah kemendagri nanti turun lagi
misalnya sudah di acc oleh kemendagri nanti keluar pagu anggaran. Pagu
anggaran itu adalah anggaran yang disetujui untuk pelaksanaan pekerjaan.
Misalkan pagu anggaran untuk suatu dinas, nanti anggaran itu dibagi ke suku
dinasnya lalu ke UP nya dan lain-lain. Nah di Unit Pengelola dilihat eventnya
dan kepentingannya, event yang besar anggarannya besar, event yang kecil tentu
anggarannya kecil juga, dan seterusnya. Itu disesuaikan dengan tingkat
kepentingan kalau diperencanaan itu. Nah setelah turun pagu anggaran langsung
teknis dimasing-masing SKPD, seperti di museum seni, baru action untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut. Nanti setelah itu pengajuan net untuk
pengajuan dokumen penganggaran.
13
Q
I
5. Apa saja peran masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata
Kota Tua Jakarta?
Kode
I1-1 Masyarakat sifatnya masukan bagaimana Kota Tua ini lebih baik, kalau
pengambilan kebijakan itu dari Pemerintah, dalam pelaksanaan pengelolaan kita
bekerja sama dengan masyarakat
14
I2-3 Kita setiap hari ada disini dan ikut juga menjaga keamanan dan kebersihan,
setiap minggu pagi itu ada gotong royong membersihkan area Taman Fatahillah
ini
15
I2-4 Kita setiap hari ada disini, dan kalau hari sabtu dan minggu juga membuka
perpustakaan Fatahillah, setiap harinya kita ikut menjaga keamanan disekitar
sini, kadang juga diadakan kerja bakti untuk membersihkan sampah
16
I2-8 Kita ikut mengawasi di Kota Tua ini setiap hari sabtu atau hari minggu 17
Q
I
6. Apakah masyarakat antusias ikut serta dalam manajemen pengelolaan
objek wisata Kota Tua Jakarta?
Kode
I3-3 Senang berkunjung kesini, sebagai pelajar juga ingin tahu tentang sejarah Kota
Jakarta, ya disini menikmati suasana Kota Tua saja, ikut menjaga kebersihan juga
18
I3-2 Datang kesini untuk mengajak anak jalan-jalan, senang sih berkunjung kesini 19
224
Pengorganisasian
Q
I
1. Bagaimana struktur organisasi di UPK Kota Tua Jakarta, apakah
melibatkan anggota masyarakat?
Kode
I1-2 Pengorganisasian di Kota Tua ini diawali dari yang paling tinggi yaitu dinas
pariwisata dan kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, lalu dibawahnya ada UPK Kota
Tua. Jadi kita disini langsung berada dibawah Dinas Pariwisata yang bertugas
langsung mengelola Objek wisata ini
20
I1-2 Tidak, karena didalam Pergub No 7 Tahun 2007 tidak ada. Dalam Pergub
rencana induk pun tidak ada. Komunitas itu diluar program pemerintah tapi
secara tidak langsung komunitas ikut dalam pengembangan objek wisata Kota
Tua Jakarta.
21
I2-1 Kalau Ontel sudah terorganisir dengan baik. Manusia batu juga sudah bagus juga,
mereka ga banyak anggotanya cuma 8 atau 10 orang. Ontel dibatasi hanya 38
anggota paguyubannya. Kalau komunitas-komunitas yang lain kan mereka
datang dan pergi, beberapa komunitas yang lain pun ada dibawah instansi yang
berbeda. Misalnya kaya tanjidor di bawah Museum Mandiri, silat, tanjidor,
hadroh, marawis, mereka tampil kalau ada event-event tertentu disini. Karena
mereka tuan rumah, mereka jangan hanya nonton tapi juga ikut berkontribusi.
22
I2-1 Ada ketua, ada ketua harian, ada sekretaris, bendahara, kelompok kerja masing-
masing. Ada komunikasi dan informasi, ada kelompok kerja kreatif dan
sebagainya.
23
I2-3 Ada dari ketuanya Pak Idris, bendaharanya saya sendiri, kita pegang uang kas,
kalo ada temen kita yang sakit, ada yang kena musibah kita pake uang kas itu
24
Q
I
2. Bagaimana peraturan dalam melibatkan masyarakat dalam manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
Kode
I2-2 Perencanaan yang dilakukan untuk Kota Tua ini sesuai dengan Peraturan
Gubernur No.36 Tahun 2014. Disitu semua tercantum semua tentang
perencanaan Kota Tua, didalam Pergub tersebut terdapat konsep untuk
menjadikan Kota Tua sebagai objek wisata yang lebih baik lagi dalam hal
penataan dan berbasis masyarakat
25
Pengarahan
Q
I
1. Bagaimana pembinaan masyarakat dalam melibatkan masyarakat dalam
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
Kode
I1-6 Komunitas itu adalah mitra kerja kita, kemudian kegiatan kita melakukan
pelatihan dan pembinaan. Pelatihan itu memberikan workshop, pembinaan itu
26
225
mengajari cara menyulam yang benar, kemudian untuk museum seni rupa dan
keramik juga sama. Komunitasnya sendiri-sendiri. Kalau tekstil komunitasnya
komunitas batik, wayang begitu juga komunitas pewayangan.
I2-1 LWG memberikan arahan kepada komunitas untuk membuat suatu hal yang
kreatif yang memiliki daya jual untuk dipamerkan atau dijual sebagai souvenir
atau cinderamata para pengunjung yang datang kesini
27
I2-3 UPK memberikan arahan kepada kita, kalau ada komunitas baru yang masuk dan
tidak patuhi aturan disini akan ditindak tegas oleh UPK
28
Q
I
2. Apa saja bentuk pengarahan kepada masyarakat dalam manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
Kode
I1-1 Kota Tua itu adalah milik semua, bukan hanya milik Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, tapi kita didalamnya ada keterlibatan. Contoh
misalnya malam minggu dan malam senin itu kita secara berkelanjutan diadakan
piket, kita memonitoring langsung, waktunya dari jam 12 siang sampai jam 11
malam. Keterlibatan itu sendiri diantaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, Satpol PP, pihak kecamatan, pihak kelurahan dan pihak
keamanan setempat. Jadi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
ada 5 wilayah dan 1 kabupaten, itu semuanya dilibatkan.
29
I1-4 Pengarahannya suruh membantu kita dan program pemerintah. Intinya harus
membantu. Kebetulan kita kompak dari karang taruna nurut. Seperti misalnya
kalau ada tawuran, Karang Taruna gerak.
30
Q
I
3. Bagaimana dampak pengarahan tersebut? Kode
I1-2 Dampak dari pengarahan diharapkan Kota Tua akan semakin tertata dan rapi, jadi
pengunjung yang datang juga nyaman.
31
I1-3 Dampaknya agar pedagang kaki lima tidak berjualan di Taman Fatahillah, karena
sudah ada ditempat khusus di Jalan Cengkeh
32
Pengkoordinasian
Q
I
1. Bagaimana komunikasi atau koordinasi diantara stakeholder dan
masyarakat?
Kode
I1-1 Kita ada rapat koordinasi. Contoh kemarin ada penertiban sterilisasi itu dibawah
perintah Walikota Jakarta Barat. Iya, kita langsung tanggung jawabnya kepada
Gubernur. Kita selain rapat koordinasi juga melakukan monitoring terhadap
kawasan juga. Itu setiap hari, setiap minggu kita lakukan.
33
I1-6 UPK Kota Tua sama levelnya dengan Unit Pengelola Museum Seni, artinya
sama-sama dibawah naungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
34
226
Jakarta, namun saling keterkaitan. UPK Kota Tua adalah yang mengurus tentang
sirkulasi penggunaan lahan di kawasan Kota Tua, kemudian UP Museum
Kesejarahan itu yang punya lahan Taman Fatahillah ini, peruntukkan,
perizinannya dan lain-lain dari museum sejarah. Trus kemudian konsorsium ini
baru lagi, Konsorsium Kota Tua, ini mitra baru, dia juga ikut membantu, ikut
ambil bagian dalam rangka pengembangan kawasan Kota Tua, baik dari
keamanan, kebersihan dan lain-lain, mereka juga andil didalamnya. Trus
kemudian seperti mitra-mitra kerja yang lain juga sama, kita saling berkaitan dan
saling membantu, saling mengisi dalam event-event tertentu.
I1-6 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta adalah pusatnya, kita
tetap bertanggung jawab kepada kepala dinas. Setiap event-event tertentu kita
bertanggung jawab kepada kepala dinas dan juga gubernur, karena setiap selesai
event pasti kita memberi laporan kepada pimpinan.
35
I1-1 Kita melibatkan masyarakat ataupun komunitas dalam rapat teknis atau rapat
koordinasi yang dilakukan bersama dengan UPK dan unit pengelola museum.
Disana kita ajak juga komunitas yang ada di Kota Tua
36
I1-2 Kalau untuk pengelolaan Kota Tua ini, kita ada keterkaitan dengan Dinas dalam
hal kebijakan, lalu dengan satpol pp untuk mengatur pengamen dan pedagang
kaki lima disini
37
I1-1 Pengamen yang ilegal berada dalam koordinasi Dinas Trantib/Satpol PP. Yang
berada dalam pembinaan Pemda adalah yang sudah ada izin atau kerjasama
dengan UPK Kota Tua. Masalah pedagang kaki lima berada dalam koordinasi
Dinas Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Perdagangan. Dalam kenyataannya,
banyak pedagang kaki lima yang mengakibatkan kerusakan hasil pemugaran.
38
I2-3 kita saling ngebantu-ngebantu aja sama dia, kalau UPK minta tolong sama
komunitas kita ya kita bantu, begitu juga sebaliknya, sama-sama ngebantu
39
Pengawasan
Q
I
1. Apa saja sanksi yang diberlakukan apabila ada pihak yang melanggar
aturan dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
Kode
I1-3 Ada, misalnya di koperasi ada tata tertib buka jam 6 sore tutup jam 12 malam,
kalau tidak mengikuti peraturan bisa kita pecat.
40
I2-3 Contohnya kaya dia ga mau menjaga kebersihan. Kalau disini kan ada bersih-
bersih kan setiap sabtu minggu itu bagian komunitas saya sama komunitas
onthel, jadi dia ga mau. Masa bodo aja. Ga mau bergabung, dan akhirnya ada
yang ngadu ke UPK, si A begini-begini pak. Jadi UPK denger sekali, dua kali,
tiga kali udah trus dikeluarin satu orang, kedua, ketiga keempat udah dikeluarin.
Jadi kita mah harus ngikut apa peraturan dari UPK aja sih. Kalo UPK ngomong
41
227
B ya kita ikutin aja B. Kita nyari aman aja disini, soalnya kan dia penguasa sini
Q
I
2. Apa saja bentuk pengawasan yang dilakukan dalam melakukan
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
Kode
I1-1 Pengawasan yang kita lakukan itu langsung, kita terlibat langsung didalamnya,
melihat secara langsung bagaimana kondisi Kota Tua dari kunjungannya,
eventnya seperti apa, supaya nanti kita bisa mengambil langkah-langkah
penertiban yang dilakukan di Kota Tua. Untuk event, itu bolehnya event yang
berkarakter, tidak semua event dilakukan di Kota Tua, karena harus disesuaikan
dengan kondisi dan karakter Kota Tua itu sendiri, tidak sembarang event yang
diadakan.
42
I1-3 Komunitas-komunitas itu Dinas Pariwisata yang melakukan penataan, mungkin
secara umum sudah dirapatkan oleh Dinas Pariwisata dengan perwakilan-
perwakilan setiap komunitas, jadi mereka diarahkan, itu sih yang saya dengar.
Misalnya untuk komunitas badut diarahkan untuk memakai kostum pahlawan,
jangan pakai kostum badut. Dan Dinas Pariwisata menempatkan komunitas pada
masing-masing tempatnya.
43
I1-6 Jadi setiap kita mengadakan event kita selalu lapor, pasti dari Dinas ada yang
didelegasikan untuk memantau, selain memantau juga untuk menghadiri
acaranya. Dulu ada bidang pengawasan dan pengendalian, tapi sekarang bidang
tersebut ditiadakan namun tugas pokok dan fungsinya di bidang daya tarik
destinasi, jadi disitu ada fungsinya untuk memantau atau memonitor setiap event-
event yang dilakukan dibawah jajaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta. Contoh di museum seni mengadakan event wayang, nanti dari
bidang daya tarik destinasi itu pasti ada yang ditugaskan untuk memonitor.
44
I2-1 Kita setiap hari memantau Kota Tua, setiap hari saya menyempatkan waktu
untuk datang ke kota tua dan melihat keadaan taman fatahillah bersama
komunitas sepeda ontel
45
Q
I
3. Bagaimana mekanisme pengawasan tersebut? Kode
I1-3 Kita ini ada 3 metode. Yang pertama namanya proentiv, artinya ada sosialisasi
untuk tidak boleh berdagang disini. Yang kedua preventif, yaitu menghalau
mereka agar tidak boleh berdagang sesuai dengan Perda, tetapi kalau sudah satu
sampai dua atau tiga kali kami halau masih tetap berjualan, kita melaksanakan
operasi atau penertiban, itu metode yang ketiga. Dagangannya akan kita angkut
dan disimpan digudang Pemda DKI, dan ada sidang tipiringnya.
46
I1-6 Ada kegiatan untuk piket. Piket untuk pengawasan ke daerah kawasan Kota Tua,
itu bergilir jadi gabungan dari tingkat dinas, suku dinas, dan juga wilayah seperti
pusat pelatihan seni budaya dan juga stakeholder yang ada di kawasan Kota Tua
ini, itu selalu bergiliran setiap hari sabtu dan minggu, sore mulai dari jam 4
47
228
sampai jam 8 malam, karena untuk memantau situasi, kondisi dikawasan Kota
Tua yang belakangan ini kita sterilkan dari pedagang asongan atau pedagang kaki
lima yang membuat suasana kumuh di kawasan Kota Tua ini. Kan
perencanaannya Kota Tua itu kan mau dijadikan kawasan destinasi tingkat
internasional. Makanya sebelum kawasan Kota Tua ini steril dan bersih, ini
mungkin belum bisa, makanya kita mencoba. Termasuk dihalaman museum
wayang saja, itu kalau dulu udah jam 2 jam 3 udah penuh pedagang, udah pada
berebut lahan, akhirnya kita sterilkan apapun yang terjadi. Hal ini juga tidak serta
merta seperti membalikkan telapak tangan begitu saja, namun tetap melalui
proses, perlu pendekatan persuasif kepada animo masyarakat supaya mereka juga
bisa memahami arti pentingnya kebersihan dan keindahan kawasan.
Q
I
4. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan? Kode
I1-3 Kita Disini satu tim. Dari Koperasi dari Pariwisata, Konsorsium dan UMKM.
Dan kami yang mengawasi. Tiap seminggu sekali kita rapat. Setiap seminggu
sekali kita lihat komunitas yang ada di Kota Tua bagaimana, PKL nya juga kita
lihat, keamanannya juga kita perhatikan, setelah itu kita evaluasi. Kita bekerja
sama dengan Koperasi, Konsorsium, dan Satpol PP sendiri. Kita disana bersama
sama melakukan pengamanan untuk pedagang, supaya yang tidak resmi tidak
masuk ke Kota Tua.
48
I2-3 Kalau komunitas ini diawasi oleh UPK, kalo satpol pp ngurusin pedagang aja. 49
I1-3 kita petugas satpol pp disini tugasnya untuk menjaga, mengatur dan mengawasi
PKL dan pengamen yang ada disini
50
229
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
KODING DATA
Kata Kunci
Perencanaan Kota Tua Jakarta menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta
Tujuan Kota Tua yang akan dicapai menurut Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
Perencanaan Satpol PP
Perencanaan Kota Tua sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014
Perencanaan oleh Destination Management Organization dan Local Working Group
(LWG)
UPK Kota Tua memiliki program tentang Kota Tua sendiri, begitupun dengan
masing-masing museum
Program yang dilakukan oleh Satpol PP
Program kerja Museum Wayang
Program-program Museum Seni Rupa dan Keramik
Perencanaan disetujui dan disahkan oleh DPRD DKI Jakarta
Proses merumuskan perencanaan
Pihak yang dilibatkan dalam perencanaan
Urutan dalam membuat perencanaan
Peran masyarakat
Peran Komunitas Manusia Batu
Peran Komunitas Sepeda Ontel
Peran Karang Taruna
Antusiasme masyarakat
Pendapat masyarakat
Pengorganisasian di Kota Tua Jakarta
Struktur organisasi di UPK Kota Tua tidak melibatkan masyarakat
Komunitas-komunitas yang terorganisir dengan baik
Susunan organisasi didalam komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta
Struktur organisasi Komunitas Manusia Batu
Perencanaan sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014
Komunitas adalah mitra kerja stakeholders Kota Tua Jakarta
230
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
Local Working Group (LWG) memberikan arahan kepada komunitas
Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Jakarta memberikan pengarahan ke
komunitas
Kota Tua Jakarta adalah milik semua
Pengarahan oleh Ketua RW 06 Kelurahan Pinangsia kepada karang taruna
Dampak pengarahan
Dampak pengarahan oleh Sapol PP
Koordinasi antar instansi
Koordinasi yang dilakukan pihak museum
Bentuk koordinasi pihak pengelola Museum Wayang dengan Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
Koordinasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dengan
masyarakat atau komunitas
Koordinasi yang dilakukan oleh UPK Kota Tua Jakarta
Koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dengan
dinas lain
Koordinasi komunitas dengan UPK Kota Tua Jakarta
Peraturan koperasi
Peraturan komunitas
Pengawasan yang dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
Pengawasan yang dilakukan Satpol PP
Bentuk pengawasan yang dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta
Bentuk pengawasan yang dilakukan Local Working Group (LWG)
Metode pangawasan yang dilakukan Satpol PP terhadap pedagang kaki lima
Mekanisme pengawasan yang dilakukan dinas dan museum terhadap Kota Tua
Jakarta
Pihak yang terlibat dalam pengawasan
Pengawasan yang dilakukan UPK Kota Tua Jakarta dan Satpol PP
Pengawasan yang dilakukan Satpol PP
231
KATEGORISASI DATA
No Kategori Rincian Isi Kategori
1. Perencanaan a. Kota Tua Jakarta dikembangkan sebagai tujuan
wisata tingkat internasional
b. Adanya rapat koordinasi
c. Keterlibatan masyarakat didalamnya
d. Sesuai dengan Pergub DKI Jakarta Nomor 36
Tahun 2014
e. Masing-masing museum memiliki program
kegiatan masing-masing
f. Melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat
g. Melibatkan komunitas-komunitas di Kota Tua
Jakarta
h. Masyarakat sebagai pemberi masukan, kritik
dan saran
i. Komunitas sebagai mitra kerja Local Working
Group (LWG)
2. Pengorganisasian a. Komunitas memiliki struktur organisasi
masing-masing
b. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta, UPK dan museum mempunyai
struktur organisasi masing-masing
c. Komunitas tidak termasuk dalam struktur
Dinas, UPK Kota Tua maupun museum
d. Komunitas di Kota Tua Jakarta jumlahnya
semakin berkurang
e. Komunitas belum didanai dan diberdayakan
oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta
3. Pengarahan a. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta memberikan arahan kepada UPK
Kota Tua Jakarta
b. UPK Kota Tua Jakarta memberikan
pengarahan kepada komunitas
c. Komunitas diarahkan oleh Local Working
Group (LWG)
d. Komunitas memberikan pengarahan kepada
anggotanya masing-masing
e. Pengunjung diarahkan oleh stakeholder yang
232
berjaga di Taman Fatahillah
f. Satpol PP mengarahkan pedagang kaki lima
4. Pengkoordinasian a. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan
UPK Kota Tua
b. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan
dinas lain yang terkait
c. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan
pihak pengelola museum
d. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan
Satpol PP
e. Stakeholder di Kota Tua Jakarta berkoordinasi
dengan pihak keamanan setempat
f. Koordinasi tidak sampai kemasyarakat
g. Komunitas dirangkul atau dinaungi oleh Local
Working Group (LWG)
5. Pengawasan a. Komunitas diawasi oleh UPK Kota Tua Jakarta
b. Pedagang kaki lima diawasi oleh Satpol PP
c. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta mengadakan piket langsung di
Kota Tua Jakarta
d. Local Working Group (LWG) juga mengawasi
Kota Tua Jakarta
e. Komunitas menjaga keamanan dan kebersihan
di Taman Fatahillah
f. Pengunjung juga menjaga ketertiban umum
dan kebersihan di Kota Tua Jakarta
6 Latar Belakang a. Komunitas tidak ikut dilibatkan dalam
koordinasi
b. Jumlah komunitas semakin berkurang
c. Ada beberapa komunitas yang tidak sesuai
dengan unsur kesejarahan
d. Kota Tua Jakarta yang kental dengan nilai
kesejarahan masa penjajahan Belanda
e. Kota Tua Jakarta yang berada ditengah
padatnya penduduk
f. Kurang tegasnya aturan kepada komunitas
233
yang tidak sesuai dengan unsur Kota Tua
Jakarta
7 Pedagang kaki lima a. Banyak pedagang kaki lima yang ilegal
b. Pedagang yang resmi terdaftar di Koperasi
Pena Waskata
c. Ada iuran setiap harinya atau setiap bulan ke
koperasi
d. Tidak boleh ada pedagang kaki lima tambahan
e. Terkadang ada operasi razia yang dilakukan
Satpol PP
f. Pedagang kaki lima diarahkan oleh Satpol PP
234
CATATAN LAPANGAN
Tanggal Waktu Tempat Hasil Informan
18 September
2015
12:43 WIB Gedung B Lantai 3
Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta
Wawancara Bapak Encu Suhandi,
SE., MM (Kepala
Seksi Produk Dinas
Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta)
18 September
2015
15:31 WIB Kantor UPK Kota Tua,
Gedung C Lantai 2
Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta
Observasi awal dan
Wawancara
Bapak Ario
Wicaksono, S.H (Staf
Seksi Penataan UPK
Kota Tua Jakarta)
28 Agustus
2015
09:28 WIB Kantor Kecamatan
Tamansari
Wawancara Bapak Purnama
Pangabean (Ketua
Satuan Tugas Satpol
PP Kecamatan
Tamansari)
21 Agustus
2015
17:14 WIB Taman Fatahillah Wawancara Bapak Mochammad
Firmansyah (Ketua
RW 06 Kelurahan
Pinangsia)
7 Agustus
2015
15:14 WIB Museum Sejarah
Jakarta
Wawancara Bapak Khasirun (Staf
Pengelola Museum
Sejarah Jakarta)
28 Agustus
2015
14:06 WIB Museum Wayang Wawancara Bapak Sumardi (Staf
Pengelola Museum
Wayang)
28 Agustus
2015
15:07 WIB Museum Seni Rupa dan
Keramik
Wawancara Bapak Hari Prabowo
(Staf Pengelola
235
Museum Seni Rupa
dan Keramik)
6 September
2015
14:51 WIB Gedung Arsip Mandiri Wawancara Bapak Dodi Riadi
(Anggota Tim
Kelompok Kerja di
LWG)
27 Juni 2015 14:47 WIB Museum Sejarah
Jakarta
Observasi awal dan
Wawancara
Bapak Yosep (Guide
Museum Sejarah
Jakarta)
2 Maret 2015 16:06 WIB Taman Fatahillah Observasi dan
Wawancara
Bapak Rizal Hidayat
(Bendahara
Komunitas Manusia
Batu)
24 Oktober
2015
15:13 WIB Taman Fatahillah Wawancara Bapak Sanem (Humas
Paguyuban Ontel Kota
Tua)
24 Oktober
2015
13:51 WIB Kediaman Bapak
Deden Sinaga S.H
Wawancara Bapak Deden Sinaga,
S.H (Ketua
Komunitas Cakra
Buana)
5 Desember
2015
15:14 WIB Perpustakaan Taman
Fatahillah
Wawancara Bapak Drg. Hendri
(Ketua Gerakan
Pramuka Museum
Mandiri)
11 Juli 2015 13:04 WIB Taman Fatahillah Wawancara Bapak Sukro
(Anggota Komunitas
Badut)
4 Oktober
205
15:32 WIB Basecamp Karang
Taruna RW 06, RT 04
Wawancara Bapak Edi (Anggota
Karang Taruna)
21 Agustus 18:04 WIB Lorong Pedagang Kaki Wawancara Ibu Sri (Pedagang
236
2015 Lima Taman Fatahillah Kali Lima)
4 Oktober
2015
16:55 WIB Taman Fatahillah Wawancara Bapak Eli (Wisatawan
Lokal)
4 Oktober
2015
16:48 WIB Taman Fatahillah Wawancara Fahmi (Wisatawan
Lokal)
4 Oktober
2015
17:23 WIB Taman Fatahillah Wawancara Nani (Wisatawan
Lokal)
4 Oktober
2015
16:01 WIB Taman Fatahillah Wawancara Lotta (Wisatawan
Mancanegara)
4 Oktober
2015
17:30 WIB Taman Fatahillah Wawancara Daniel (Wisatawan
Mancanegara)
237
KISI-KISI WAWANCARA UNTUK DINAS DAN UPK KOTA TUA
A. PERENCANAAN
7. Apakah tujuan yang diinginkan dalam manajemen pengelolaan objek
wisata kota tua jakarta?
8. Apa saja program yang dilakukan dalam rangka manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
9. Bagaimana proses dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota
Tua Jakarta?
10. Siapa saja yang terlibat dalam manajemen pengelolaan objek wisata
Kota Tua Jakarta?
11. Apa saja peran masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek
wisata Kota Tua Jakarta?
12. Apakah masyarakat antusias ikut serta dalam manajemen pengelolaan
objek wisata Kota Tua Jakarta?
B. PENGORGANISASIAN
1. Bagaimana struktur organisasi di UPK, apakah melibatkan anggota
masyarakat?
2. Bagaimana peraturan dalam melibatkan masyarakat dalam manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
3. Bagaimana pola hubungan antara UPK, Dinas dan masyarakat?
C. PENGARAHAN
1. Bagaimana pembinaan masyarakat atau komunitas dalam melibatkan
masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua
Jakarta?
2. Apa saja bentuk pengarahan kepada masyarakat atau komunitas dalam
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
3. Bagaimana dampak pengarahan tersebut?
238
D. PENGKOORDINASIAN
2. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan UPK?
3. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan Pihak
Swasta?
4. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan
masyarakat?
5. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara UPK dengan pihak
swasta?
6. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara UPK dengan
masyarakat?
E. PENGAWASAN
5. Apa saja sanksi yang diberlakukan apabila ada pihak yang melanggar
aturan dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
6. Apa saja bentuk pengawasan yang dilakukan dalam melakukan
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
7. Bagaimana mekanisme pengawasan tersebut?
8. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan?
239
KISI-KISI WAWANCARA UNTUK MASYARAKAT ATAU KOMUNITAS
A. PERENCANAAN
1. Apakah masyarakat ikut dilibatkan dalam manajemen pengelolaan
objek wisata kota tua jakarta?
2. Apa saja program yang diikuti oleh masyarakat dalam rangka
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
3. Bagaimana proses perencanaan dalam manajemen pengelolaan objek
wisata Kota Tua Jakarta?
4. Siapa saja yang terlibat dalam manajemen pengelolaan objek wisata
Kota Tua Jakarta?
5. Apa saja peran masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek
wisata Kota Tua Jakarta?
6. Apakah masyarakat antusias ikut serta dalam manajemen pengelolaan
objek wisata Kota Tua Jakarta?
B. PENGORGANISASIAN
1. Bagaimana struktur organisasi di Local Working Group?
2. Bagaimana peraturan dalam melibatkan masyarakat dalam manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
3. Bagaimana pola hubungan antara UPK, Dinas dan masyarakat?
C. PENGARAHAN
1. Bagaimana pembinaan masyarakat atau komunitas dalam melibatkan
masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua
Jakarta?
2. Peraturan apa saja yang mengatur keikutsertaan masyarakat dalam
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
3. Apa saja bentuk pengarahan kepada masyarakat dalam manajemen
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
4. Bagaimana dampak pengarahan tersebut?
240
D. PENGKOORDINASIAN
1. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan UPK?
2. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan Pihak
Swasta?
3. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan
masyarakat?
4. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara UPK dengan pihak
swasta?
5. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara UPK dengan
masyarakat?
E. PENGAWASAN
1. Apa saja sanksi yang diberlakukan apabila ada pihak yang melanggar
aturan dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
2. Apa saja bentuk pengawasan yang dilakukan dalam melakukan
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
3. Bagaimana mekanisme pengawasan tersebut?
4. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan?
241
KISI-KISI WAWANCARA UNTUK WISATAWAN
1. Bagaimana kenyamanan berwisata di Objek Wisata Kota Tua Jakarta?
2. Apakah anda tertarik untuk datang kembali ke objek wisata ini?
3. Apakah masyarakat sekitar ramah kepada anda?
4. Bagaimana tanggapan anda mengenai komunitas-komunitas di objek
wisata ini?
5. Bagaimana menurut anda partisipasi masyarakat dalam pengelolaan objek
wisata Kota Tua Jakarta?
6. Bagaimana tanggapan anda dengan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta terkait dengan pengelolaan objek wisata ini?
7. Apa yang seharusnya pemerintah lakukan agar manajemen pengelolaan di
objek wisata ini semakin baik?
8. Apakah ada keluhan mengenai fasilitas, sarana atau prasarana di Objek
wisata ini?
9. Bagaimana tanggapan anda mengenai penataan disekitar objek wisata
Kota Tua pada saat ini?
10. Apakah kontribusi anda sebagai pengunjung dalam pengelolaan objek
wisata ini dengan harapan yang lebih baik?
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
Dokumentasi Penelitian
Komunitas Sepeda Ontel pada Sore Hari Komunitas Manusia Batu
(Foto diambil pada tanggal 9 Maret 2015 (Foto diambil pada tanggal 26 Februari 2015
pukul 15.45 WIB) Pukul 17:17 WIB)
Pertunjukkan Komunitas Cakra Buana Kegiatan bersih-bersih di Taman Fatahillah
(Foto diambil pada tanggal 20 Februari 2015 (Foto diambil pada tanggal 10 Mei 2015
Pukul 11:13 WIB) Pukul 11:14 WIB)
Kegiatan bersih-bersih di Taman Fatahillah Kegiatan bersih-bersih di Taman Fatahillah
(Foto diambil pada tanggal 20 Februari 2015 (Foto diambil pada tanggal 6 Mei 2015
Pukul 08:14 WIB) Pukul 08:05 WIB)
264
Perpustakaan Taman Fatahillah Foto Wawancara dengan Bapak Rizal
(Foto diambil pada tanggal 28 Agustus 2015 (Foto diambil pada tanggal 2 Maret 2015
Pukul 13:18 WIB) Pukul 14:15 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Ario Foto wawancara dengan Bapak Sukro
(Foto diambil pada tanggal 2 Maret 2015 (Foto diambil pada tanggal 11 Juli 2015
Pukul 15:05 WIB) Pukul 13:04 WIB)
Foto wawancara dengan Daniel Foto wawancara dengan Lotta dan Aina
(Foto diambil pada tanggal 4 Oktober 2015 (Foto diambil pada tanggal 4 Oktober 2015
Pukul 17:30 WIB) Pukul 16:01 WIB)
265
Foto wawancara dengan Fahmi Foto wawancara dengan Bapak Eli
(Foto diambil pada tanggal 4 Oktober 2015 (Foto diambil pada tanggal 4 Oktober 2015
Pukul 16:48 WIB) Pukul 16:55 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Sanem Foto wawancara dengan Bapak Deden
(Foto diambil pada tanggal 24 Oktober 2015 (Foto diambil pada tanggal 24 Oktober 2015
Pukul 15:13 WIB) Pukul 13:51 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Dodi Foto wawancara dengan Bapak Firman
(Foto diambil pada tanggal 6 September 2015 (Foto diambil pada tanggal 21 Agustus 2015
Pukul 14:51 WIB) Pukul 17:14 WIB)
266
Foto wawancara dengan Bapak Khasirun Foto wawancara dengan Ibu Sri
(Foto diambil pada tanggal 7 Agustus 2015 (Foto diambil pada tanggal 21 Agustus 2015
Pukul 15:14 WIB) Pukul 18:04 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Purnama Foto wawancara dengan Bapak Sumardi
(Foto diambil pada tanggal 28 Agustus 2015 (Foto diambil pada tanggal 28 Agustus 2015
Pukul 09:28 WIB) Pukul 14:06 WIB)
267
RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi:
1. Nama : Rizki Parhani
2. NIM : 6661110901
3. Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 20 Maret 1994
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Mahasiswa
7. Status Perkawinan : Belum Kawin
8. Alamat : Jalan Bambu Larangan RT 02 RW 05 No. 7 Cengkareng,
Jakarta Barat
9. No. Telepon : 085710649444
10. Email : [email protected]
Identitas Orang Tua:
1. Nama Ayah : Mamat
2. Nama Ibu : Elah
3. Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
4. Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Riwayat Pendidikan:
1. TK Prakasa Annisa angkatan 1999
2. SDN 10 Pagi Cengkareng Barat angkatan 2005
3. SMPN 125 Jakarta angkatan 2008
4. SMAN 33 Jakarta angkatan 2011
5. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2011-sekarang
Prestasi yang pernah dicapai:
1. Juara 2 Lomba Cerdas Cermat bidang IPS/Pkn Tingkat SD Tahun 2002
2. Juara 3 Olimpiade Bahasa Inggris Tingkat SMP Tahun 2007
3. Paskibra SMPN 125 Jakarta
4. Karya Ilmiah Remaja SMAN 33 Jakarta