makna simbolik dalam tari blenggo di...

95
MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJUR Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) Oleh Saadah NIM: 1113022000103 PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Upload: votuyen

Post on 08-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO

DI CIGANJUR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh

Saadah

NIM: 1113022000103

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

i

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Saadah

NIM : 1113022000103

Program Studi : Sejarah dan Peradaban Islam

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri

yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan

merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang

lain.

Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi

dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi

baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di

kemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Ciputat, 12 Januari 2018

Saadah

Page 3: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

ii

MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO

DI CIGANJUR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh

Saadah

NIM: 11130220000103

Pembimbing,

Dr. H. Abdul Chair, M.A.

NIP: 195412311983031030

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 4: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI

CIGANJUR ini telah diujikan dalam sidang skripsi Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 12 Januari 2018. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora

(S.Hum.) pada Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam.

Ciputat, 12 Januari 2018

Page 5: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

iv

DEDIKASI

Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis,

Muhammad Afandi (alm.) dan Ibu Rosyidah, dan kakak-kakak dari penulis yaitu

Qudniah dan Yuyun Maghfiroh, serta adik-adik dari penulis yaitu Ismi Hamdunah

dan Hilwatunnisa. Kalianlah yang menjadi penyemangat bagi penulis untuk terus

berjuang menyelesaikan skripsi ini.

Page 6: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

v

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang makna simbolik dalam tari Blenggo di

Ciganjur. Tari Blenggo merupakan salah satu kesenian tradisional Betawi yang

dinyatakan hampir punah, hal ini dapat dilihat dari satu-satunya sanggar yang

masih mempertahankan tari Blenggo adalah “Sanggar Pusaka Rebana Biang

Ciganjur” yang didirikan pada tahun 1986. Pada penelitian terdahulu seperti karya

Fitri (2014) yang membahas tentang tari Blenggo dari segi sosiologisnya. Ruchiat

(2000) yang membahas tari Blenggo dari segi sejarah, perkembangan dan

persebarannya. Berdasarkan penelitian yang ada sebelumnya, maka pada

penelitian kali ini akan membahas tentang makna-makna dari simbol yang

terdapat dalam tari Blenggo di Ciganjur.

Berdasarkan penelitian yang ada sebelumnya terdapat pertanyaan yang akan

dijawab dalam penelitian ini yaitu, bagaimana makna simbol yang terdapat dalam

tari Blenggo di Ciganjur? Untuk menjawab pertanyaan tersebut menggunakan

metode deskriptif-analitis dengan pendekatan antropologi yang menggunakan

teori Clifford Geertz Interpretasi Simbolik.

Temuan penelitian ini adalah pertama, penyebutan Blenggo sebagai sebuah

tari dan penyebutan Terbang Gede sebagai Rebana Biang, berdasarkan saran dari

Gubernur Ali Sadikin. Kedua, sebelum pementasan tari blenggo, diwajibkan

untuk berdoa‟a bagi para leluhur yang telah melestarikan kesenian tersebut.

Ketiga, lagu-lagu yang digunakan setelah generasi ke-3 (1985) ditambahi dengan

lagu-lagu rakyat, seperti Anak Ayam, Sangrah, dan Kangaji. Keempat, gerakan

tari Blenggo di Ciganjur mengambil pola gerakan silat Koplek dari

“Sanggar/Padepokan Akal dan Takwa Ciganjur”. Kelima, dalam tarian Blenggo

memiliki makna yang dalam untuk kehidupan sehari-hari, karena di dalam

gerakannya yang seluruhnya merunduk dan merendahkan kaki serta badan

memberikan arti bahwa dalam hidup ini kita tidak boleh sombong atau

membanggakan diri, bahkan kita harus selalu sopan dan rendah hati.

Kata Kunci: Simbol, Tari Blenggo, Rebana Biang, Ciganjur.

Page 7: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang maha pengasih dan penyayang, bahwa

atas taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul: Makna Simbolik Dalam Tari Blenggo Di Ciganjur

Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Muhammad

SAW, kepada keluarga, para sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman, amin.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan sebab keterbatasan

kemampuan penulis, namun berkat bimbingan, bantuan, nasihat, dan saran serta

kerja sama dari berbagai pihak, khususnya pembimbing, kekurangan tersebut

dapat sedikit demi sedikit diperbaiki. Dalam kesempatan ini pula, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtuaku, Muhammad Afandi (alm) dan Rosyidah, yang telah

begitu banyak memberikan kasih sayang serta didikan yang amat luar biasa,

sehingga menjadikan penulis wanita yang lebih kuat. Serta Kakek Bunayan

(alm) yang selalu memotivasi penulis untuk tidak lelah dalam berusaha. Tak

lupa kakak-kakakku, Qudniah dan Yuyun Maghfiroh yang selalu membantu

penulis baik itu materi atau dukungan moril untuk segera menyelesaikan

skripsi, juga adik-adikku, Ismi Hamdunah dan Hilwatunnisa yang selalu

memberi keceriaan dan kebahagiaan bagi penulis

2. Kyaiku, KH. Syukron Ma‟mun sebagai pengasuh Pondok Pesantren Daarul

Rahman, terimakasih atas segala ilmu yang diberikan kepada penulis,

semoga bisa terus dimanfaatkan oleh penulis dengan sebaik-baiknya

3. Bapak H. Nurhasan, M.A. Selaku Ketua Program Studi Sejarah dan

Peradaban Islam yang telah membantu penulis selama menjadi mahasiswi

dalam beberapa hal yang berhubungan dengan Universitas sehingga

segalanya menjadi lebih mudah.

4. Ibu Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd. selaku Sekretaris Program Studi Sejarah dan

Peradaban Islam yang telah banyak membantu penulis saat menjadi

mahasiswi di Prodi SPI ini, baik yang berkenaan dengan surat menyurat

ataupun motivasi untuk terus berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

Page 8: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

vii

5. Bapak Dr. H. Abdul Chair, M.A. Selaku dosen pembimbing skripsi yang

memberikan banyak masukan serta saran kepada penulis untuk terus

mencari sumber dalam penulisan ini, serta selalu memotivasi penulis untuk

segera menyelesaikan kewajiban menulis skripsi.

6. Bapak Dr. H. Saidun Derani, M.A dan Bapak Drs. Imam Subchi, M.A

selaku dosen penguji, yang telah banyak membantu penulis untuk

memperbaiki isi skripsi agar menjadi lebih baik.

7. H. Abdurrahman, Drs. Abdurrachem, Bapak Abdul Khalid, Bapak Soni dan

Bapak Abdul Hamid selaku narasumber yang telah menyempatkan

waktunya untuk membantu penulis dalam melengkapi informasi terkait

tema penelitian. Tak lupa anak-anak sanggar Akal dan Takwa yang bersedia

membantu penulis untuk mendapatkan dokumentasi terkait tema penelitian

8. Bapak Yahya Andi Saputra yang membantu penulis untuk mendapatkan

solusi terbaik terkait tema penelitian

9. Siti Uswatun Chasanah S. Hum dan Tati Rohayati S. Hum yang telah

membantu penulis untuk mendapatkan solusi dan perbaikaan-perbaikan

terkait tema penelitian

10. Sahabatku Tia Supriani dan Farah Awalia Nurdini yang senantiasa

menemani penulis untuk mencari sumber data di berbagai perpustakaan dan

menemani dalam melaksanakan penelitian di lokasi penelitian

11. Teman-teman dari komunitas Anak Panah yaitu;, Intan Permata Islami, Irma

Rahmawati, Faridah Andriani, Farah awalia, Septi Nurizkiyani, Yulia

Kartika, Rizka Azizah, Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika, Sufiyati,

Widiawati, Achmad Taufiq, Mahbub Haikal, Faisal Ma‟arif, Juliawan,

Imam Wahyudi, Abudzar, M. Muhaimin, Ilham Edlian, Maulana Fauzi,

Fikri Widantomo, Mulyadi, Sofyan Hadi. Kalianlah yang menjadi salah satu

penyemangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini, dan menjadi sahabat

yang selalu ada untuk penulis

12. Teman-teman alumni Pondok Pesantren Daarul Rahman angkatan 33 yaitu,

Husnul Khotimah, Najahatul A‟laliyah, Chairunnisa Aziz, Ratna Zulfa,

Chairunnisa ZA, Viya Mauridah, Nur Mahmudah, Siti Mahfudzoh, Siti

Page 9: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

viii

Fatimah, Supriyani, Qonita Aulia, Isna Husniati, Afifah, Khulud Samira,

yang banyak memotivasi penulis untuk terus menjadi orang yang lebih baik

13. Teman-teman KKN Sampoerna 26 yaitu, Desi Hestika, Destri Nuraini,

Fazriah Afriani, M. Nasrullah, Fahmi Hasan, Syafiq Naufal, Muhajjalul

Muna, Yasser, M. Dzikri, dan Aryajaya Alamsyah

Semoga Allah SWT selalu memberikan balasan yang berlipat ganda kepada

semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan

penulis terima dengan senang hati. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis

serahkan segalanya, mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis,

umumnya bagi kita semua.

Jakarta, 12 Januari 2018

Saadah

Page 10: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

DEDIKASI ............................................................................................................ iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Permasalahan ................................................................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7

D. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 8

E. Landasan Teori ................................................................................ 9

F. Metode Penelitian .......................................................................... 10

G. Sistematika Penulisan .................................................................... 11

BAB II GAMBARAN UMUM TRADISI BUDAYA MASYARAKAT

CIGANJUR ........................................................................................... 13

A. Gambaran Umum Jakarta Selatan ................................................. 13

B. Sejarah dan Gambaran Umum Ciganjur........................................ 14

C. Latar Belakang Sosial Budaya....................................................... 22

BAB III SEJARAH PERKEMBANGAN TARI BLENGGO ......................... 27

A. Pencak Silat ................................................................................... 27

B. Sejarah Perkembangan Tari Blenggo di Betawi ............................ 29

C. Sejarah dan Perkembangan Tari Blenggo di Ciganjur .................. 32

BAB IV MAKNA SIMBOL DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJUR ... 37

A. Makna Simbol Dalam Tari Blenggo di Ciganjur .......................... 37

1. Nilai Religiusitas .................................................................... 37

2. Makna Simbolik Dalam Tari Blenggo ................................... 38

B. Respon Masyarakat Terhadap Tari Blenggo di Ciganjur .............. 44

Page 11: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

x

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 46

A. Kesimpulan .................................................................................... 46

B. Saran ........................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 52

Page 12: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kebudayaan.

Kebudayaan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, baik itu daerah

pelosok desa ataupun masyarakat kota. Bukan hanya kebudayaan yang berbeda

tetapi ras, suku dan agama juga berbeda, yang menjadi wujud dari kebudayaan

tersebut. Keberagaman ini bukan berarti sebagai ketidakjelasan Indonesia,

melainkan sebagai simbol dari kekayaan budaya dan simbol persatuan dari

Indonesia. Jakarta yang merupakan ibukota dari Indonesia, menjadi tempat

tujuan berbagai suku di Indonesia, salah satunya adalah Sunda, Madura, Jawa,

bahkan ada pula dari berbagai bangsa seperti Arab dan Cina. Perbauran ini sudah

terjadi jauh pada abad-abad sebelumnya. Suku asli di Jakarta yaitu Betawi

memiliki karakteristik yang terpengaruh dari berbagai suku dan bangsa yang ada

di Jakarta.

Menurut garis besarnya wilayah budaya Betawi dapat dibagi menjadi dua

bagian yaitu Betawi Tengah atau Betawi Kota dan Betawi Ora atau Betawi

Pinggir. Mereka yang termasuk Betawi Tengah adalah mereka yang dalam sejarah

perkembangan Betawi awal menetap di bagian Kota Jakarta yang dulu dinamakan

keresidenan Batavia dan sekarang termasuk Jakata Pusat. Ada dua tipe Betawi

Udik atau Pinggir, tipe pertama adalah mereka yang tinggal di daerah bagian utara

Jakarta, bagian barat Jakarta dan juga Tangerang. Mereka sangat dipengaruhi oleh

kebudayaan Cina. Tipe kedua adalah mereka yang tinggal di sebelah timur dan

selatan Jakarta, bekasi dan bogor. Mereka sangat dipengaruhi oleh kebudayaan

dan adat istiadat Sunda. Mereka yang tergolong Betawi udik adalah penduduk asli

sekitar Jakarta termasuk Botabek. Dahulu daerah ini termasuk daerah administrasi

Batavia, tetapi kini termasuk daerah administrasi Jawa Barat. Karena itu secara

kultural mereka adalah orang Betawi, tetapi karena perubahan batas administratif,

Page 13: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

2

mereka sekarang termasuk orang yang tinggal di daerah administratif Jawa

Barat.1

Masyarakat Betawi memiliki ciri-ciri adat istiadat yang khas, dan mereka

terikat dengan adat istiadat itu, disamping itu terikat pula pada etika agama Islam.

Identitas ini ternyata tidak hanya menyangkut etik agama Islam tetapi

mengandung unsur solidaritas dan perlindungan. Keunikan yang dimiliki oleh

suku Betawi adalah sifat “kelenturannya” dalam menghadapi pengaruh dari

berbagai suku bahkan bangsa lain. Ciri kelenturan ini jelas terlihat pada bentuk-

bentuk kesenian Betawi seperti, seni drama, seni tari, dan seni musik.2

Kebudayaan masyarakat Betawi juga memiliki keunikan, salah satunya adalah

seni tari. Bila dilihat dari pengertian tari sebagai berikut:

“Tari adalah gerak dari seluruh anggota tubuh manusia yang disusun

selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu.”3

Ternyata, di dalam tari terdapat pula gerak yang tidak mempunyai arti sama

sekali, yang semata-mata demi keindahan saja. Gerak yang mengandung arti

lazim disebut gerak maknawi, sedangkan yang tidak mengandung arti lazim

disebut gerak murni. Indonesia dengan berbagai etnis yang ada, memiliki banyak

perbedaan, seperti bahasa, adat-istiadat, kesenian salah satunya adalah tari, yang

memiliki wujud serta latar belakang pembentukkan yang berbeda. 4

Secara luas, tari dapat berfungsi bermacam-macam dalam kehidupan

manusia. Ia dapat berfungsi sebagai sarana dalam upacara-upacara keagamaan,

sebagai sarana dalam upacara adat, ia dapat berfungsi sebagai sarana untuk

mengungkapkan kegembiraan atau untuk pergaulan, dan yang terakhir ia dapat

berfungsi sebagai seni tontonan. Seorang ahli sosiologi dari Inggris Frances Rust

yang pernah mengadakan penelitian tentang peranan tari di dalam masyarakat.

Dari sudut pandang sosiologis, tari-tarian pada kebudayaan tradisonal memiliki

fungsi sosial dan religius-magis. Tari-tarian yang berfungsi soial adalah tari-tarian

1 Eni Setiati dkk, Ensiklopedia Jakarta, Jakarta tempo doeloe, kini & esok, (Jakarta: PT

Lentera Abadi, 2009), h. 60 2 S. Budhisantoso dkk, Alat Penjaja Tradisional Daerah Khusus Ibukota Jakarta,

(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), h. 12-13 3 R. M. Soedarsono, Pengantar Apresiasi Seni, (Jakarta : Balai Pustaka, 1992), h. 81

4 Soedarsono, Pengantar Apresiasi Seni, h. 82

Page 14: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

3

untuk upacara kelahiran, perkawinan, perang dan sebagianya, sedangkan yang

berfungsi religus-magis ialah tari-tarian untuk penyembahan, untuk

menyembuhkan orang sakit, mengusir roh-roh jahat dan untuk upacara kematian.5

Menurut Edi Sedyawati6, perkembangan kesenian di Indonesia, salah

satunya adalah tari terutama pasca kemerdekaan dapat dibagi kedalam beberapa

periode yang menjadi masa perkembangan kesenian di Indonesia. Pada tahun

1951-1961 konsolidasi politik luar negeri RI melibatkan pengiriman misi-misi

kesenian, dari Indonesia ke negara-negara lain maupun dari negara-negara lain ke

Indonesia, hal itu bisa dilihat pada tahun 1954, tiga orang penari Indonesia dikirim

ke Amerika Serikat untuk mempelajari tarian Modern. Pada tahun 1960 an

merupakan titik penting dalam perkembangan teater tari di Indonesia. Pada waktu

itulah dicetuskan gagasan untuk membuat suatu pertunjukan teater tari tanpa

dialog, sehingga akan dapat dengan mudah dipahami oleh penonton asing. Pada

tahun 1970-1980 an adalah masa puncak peranan TIM (Taman Ismail Marzuki)

yang didirikan pada tahun 1968 sebagai semacam acuan puncak mutu karya seni

dalam berbagai cabangnya. Hal ini bisa dilihat dengan diselenggarakannya lomba

tari yang secara umum tanpa batasan gaya tari dan penciptaan tari, serta

diselenggarakan pula Seminar Kritik Tari oleh DKJ (Dewan Kesenian Jakarta).7

Seni tari yang ada di Jakarta ini identik dengan suku yang mayoritas

mendiaminya yaitu suku Betawi. Sebagian besar tari Betawi adalah tari rakyat

yang bersifat improvisatoris. Kebanyakan tariannya merupakan hiburan yang

menitik beratkan kepada segi humor. Kesenian yang bernapaskan Islam di Betawi

berupa rebana, gambus dan qasidahan. Di kalangan masyarakat yang teguh

memeluk agama Islam penampilan seorang penari wanita memang kurang

mendapat simpati. Di kalangan seniman Islam Betawi, kegiatan tari bukan tidak

ada, bahkan cukup banyak ragamnya, dengan catatan bahwa seluruh pemainnya

5 Sudarsono, Tari-Tarian Indonesia I, (Jakarta: Proyek Pengembangan Media

Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta) , h. 21-22 6 Edi Sedyawati adalah seorang arkeolog, penari dalam tradisi Jawa Klasik, Professor di

Universitas Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan (1993-1999),

serta ia juga ikut mengembangkan studi tari di Institut Kesenian Jakarta. 7 Edi Sedyawati, Tari di Indonesia 1951-2000, dalam “Perjalanan Kesenian Indonesia

Sejak Kemerdekaan: Perubahan dalam Pelaksanaan, Isi, dan Profesi, (Jakarta: PT Equinox

Publishing Indonesia, 2006), h. 166-169

Page 15: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

4

(pemain musik maupun penari) terdiri dari kaum pria. Di luar kalangan itulah

penari wanita diperkenanakan untuk tampil.8

Di pinggiran Jakarta bagian selatan, ada sejenis musik rakyat yang disebut

Rebana Biang, yakni tiga buah rebana berukuran 30, 60 dan 90 cm, masing-

masing dinamakan Kotek, Gendung dan Biang. Rebana Biang ini mengiringi

tarian gagah menyerupai pencak silat. Watak gerak yang khas dari tari Blenggo ini

ini adalah ditarikan dengan sikap agak membungkuk, langkah-langkah kaki yang

pendek, dengan gerak-gerak tangan yang sedikit ada kemiripannya dengan

gerakan tangan pada tari piring.9

Bentuk-bentuk tari lama yang ditemukan di Betawi, mendapat pengaruh

yang cukup kuat dari daerah Sunda. Pengaruh tersebut dapat kita lihat antara lain

tari-tarian yang biasa dibawakan dalam pertunjukkan Topeng Betawi, tari

Blenggo; baik Blenggo Rebana ataupun Blenggo Ajeng, tari Uncul yang biasa

diselipkan pada pertunjukkan Ujungan Betawi dan lain-lain. Namun, untuk seni

tari Blenggo, khususnya Belengggo Rebana merupakan kesenian yang identik

dengan nuansa Islam, perkembangannya pun tersentralisasi pada masyarakat

Betawi yang mayoritas muslim. Sebagaimana umumnya tarian rakyat, tari

Blenggo tidak memiliki pola yang tetap. Pada umumnya tariannya diambil dari

gerak-gerak pencak silat. Gerakan-gerakan dalam tari Blenggo tergntung pada

perbendaharaan gerak pencak silat yang dimiliki penari yang bersangkutan. Ada

dua macam Blenggo, berdasarkan musik pengiringnya yaitu Belenggo yang

diiringi orkes Rebana Biang, untuk mudahnya disebut Blenggo Rebana, dan

Blenggo yang diiringi gamelan Ajeng, untuk mudahnya disebut Belenggo

Ajeng.10

Kata Blenggo sama artinya dengan tari, karena ada ungkapan “diblenggoin”

yang artinya disertai dengan tarian. Adapula yang menyebutkan kata belenggo

berasal dari “lenggang lenggok”, gerakan yang lazim dalam suatu tarian.

Sebelumnya seni musik Rebana Biang yang diiringi dengan tari Blenggo

8 Srijono Sispardjo, Macam-Macam Tari Rakyat Betawi, (Sinar Harapan, Rabu 24 Mei

1978), h. 10, kol 1 9 Sispardjo, Macam-Macam Tari Rakyat Betawi, h. 10, kol 1

10 Rachmat Ruchiat, dkk, Ikhtisar Kesenian Betawi, (Dinas Kebudayaan DKI Jakarta,

2000), h. 79

Page 16: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

5

penyebutannya bukanlah tari Blenggo, melainkan hanya “Blenggoin” namun

berdasarkan saran Gubernur Ali Sadikin penyebutannya menjadi “tari Blenggo”

untuk membedakan dengan tari-tarian Betawi lainnya seperti tari Topeng, tari

Cokek dan lain-lain.11

Menurut Abdurrachem12

tari Blenggo awalnya berkembang di Ciganjur dari

empat keturunan terdahulu atau sekitar tahun 1800-an. Yang pertama kali

mengajarkan tari Blenggo adalah orang Banten yang datang ke Ciganjur untuk

mengajar mengaji dan Rebana Biang, yaitu Pak Haji Kumis. Ia adalah seorang

patwakandang Banten tahun 1800-an. Pertama kali yang diajarkan adalah rebana,

karena rebana digunakan sebagai pengiring gerakan-gerakan pencak silat.

Namanya pun bukan Rebana biang, tetapi terbangan.13

Apabila kita melihat perkembangannya, tari Blenggo terdapat di beberapa

daerah kawasan Betawi yaitu; Belenggo yang ada di daerah Ciganjur berbeda

dengan Blenggo yang ada di daerah Ciseeng Parung, dan berbeda pula dengan

Blenggo yang ada di daerah Citayam. Di daerah Ciganjur instrument terbatas pada

instrument dasar berupa Rebana Biang, kotek dan Gendung. Dan penari terdiri

dari penari pria. Gerakan tari berangkat dari unsur silat Betawi. Sedangkan dari

daerah Ciseeng sudah berkembang dengan menampilakn penari-penari wanita

bersama-sama penari pria tampil bersama. Gerakannya sudah menyerupai ketuk

tilu, dan dari daerah Citayam penambahan instrument berupa kecrek , kenong dan

rebab, penari yang tampil hanya penari wanita. Gerakannya tidak berangkat dari

silat tetapi sudah menjadi semacam bimbingan.14

Melihat perkembangan tari Belenggo di beberapa daerah, tentunya tidak

lepas dari individu-individu dan kelompok yang melestarikannya, salah satunya

adalah telah berdirinya sebuah sanggar yaitu Sanggar Rebana Biang Pusaka,

sanggar ini ini dipimpin oleh H. Abdurrachman (maestro Belenggo Rebana

11

Wawancara pribadi dengan H. Abdurrahman, Sanggar Rebana Biang Ciganjur, 12

Oktober 2017, Pukul 10.00 12

Abdurrachem adalah pengamat tari Blenggo sekaligus menjadi pelaku seninya 13

Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, (Jakarta:

fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2012), h. 70 14

S. Rahadjo Rais, Blenggo sebagai Tari Rakyat Betawi, (Surat Kabar Pelita, Selasa 28

November 1978), h. 5

Page 17: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

6

Biang) yang tentunya hingga kini masih melestarikan tari Belenggo. Adapun

seniman Belenggo yang terkenal adalah Haji Saaba, Haji Dulgani (Abdulgani),

Haji Jaeni, Abdurrachem dan Maksum dari Ciganjur, yang tentunya mereka

memiliki jasa yang besar dalam mengembangkan tarian ini pada generasi muda. 15

Namun saat ini satu-satunya sanggar yang masih bertahan di Betawi untuk

melestarikan Kesenian Rebana Biang dan tari Blenggo adalah Sanggar Rebana

Biang Pusaka Ciganjur saja.

Gerak tari Blenggo yang mengambil dari pola gerak silat, yang

keseluruhannya membungkuk, dan hampir tidak mengangkat kakinya adalah

mengambil pola gerak silat koplek16

, dari sanggar silat Akal dan Takwa Ciganjur,

yang didirikan pada tahun 1965, yang dipimpin atau diketuai oleh ustad Abdul

Hamid. Pola gerak silatnya yang memang banyak merendah dan merunduk

memiliki maksud agar kita sebagai manusia tidak menyombongkan diri, karena

masih ada Tuhan yang Maha Esa.17

Proses simbolis merupakan kegiatan manusia dalam menciptakan makna

yang merujuk pada realitas yang lain daripada pengalaman sehari-hari. Proses

simbolis meliputi bidang-bidang agama, filsafat, seni, ilmu, sejarah, mitos dan

bahasa.18

Dalam penelitian ini, penulis ingin memaparkan makna-makna dari

simbol yang terdapat dalam tari Blenggo di Ciganjur. Simbol-simbol yang

terdapat dalam tari Blenggo ini, penulis membaginya menjadi beberapa komponen

yaitu, simbol gerak, simbol instrument tari (lagu dan musik), dan simbol kostum

yang digunakan dalam tari Blenggo di Ciganjur.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

15

Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Langgam Budaya Betawi, (Jakarta: Fakultas

Ilmu Pengetahuan Budaya, 2011), h. 128 16

Koplek adalah nama gerakan silat pada padepokan Akal dan Takwa 17

Wawancara pribadi dengan Ustad Hamid, Padepokan Silat Akal dan Takwa, 25

Oktober 2017, Pukul 12.30 18 Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1987),

h. 3

Page 18: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

7

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin menguraikan tentang tarian

Blenggo yang didalamnya terdapat makna-makna, terutama makna dengan corak

ke-Islaman. Dalam tarian Blenggo ada hal yang berbeda yaitu yang biasanya

dalam sebuah seni tari yang diiringi oleh musik lain halnya dengan yang ada

dalam tarian Blenggo, yaitu tari mengiringi musik. Sanggar yang masih

melestarikan kesenian Rebana Biang dan tari Blenggonya hanya satu-satunya di

Ciganjur.

Oleh karena itu, yang menjadi permasalahan utama adalah bagaimana

makna simbol dalam tari Blenggo di Ciganjur.

2. Pembatasan masalah

Terkait judul penulisan penelitian : “Makna Simbolik dalam Tari Blenggo di

Ciganjur”, penulis membatasi masalah pada batasan tempat, yaitu hanya pada

wilayah Kampung Ciganjur, Jakarta Selatan. Selanjutnya, tema ini hanya terfokus

kepada makna simbolik dalam tari Blenggo tersebut.

3. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana tradisi budaya masyarakat Ciganjur?

b. Bagaimana sejarah dan perkembangan tari Blenggo?

c. Bagaiman makna simbol yang terdapat dalam tari Blenggo di Ciganjur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengemukakan makna simbolik

dalam tari Blenggo khususnya Blenggo Rebana Biang. Adapun manfaat dari

penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang makna simbolik dalam tari Blenggo

khususnya Blenggo Rebana Biang Ciganjur

2. Memberikan karya tulis sejarah yang berupa skripsi kepada UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Fakultas Adab dan Humaniora, Prodi Sejarah dan

Peradaban Islam, terkait kajian kebudayaan.

3. Menjadi motivasi bagi akademisi sejarah untuk mengkaji tema sejarah yang

terkait dengan sosial budaya.

Page 19: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

8

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana tradisi budaya masyarakat Ciganjur

2. Agar mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan tari Blenggo

3. Agar mengetahui bagaimana makna dari simbol yang terdapat dalam tari

Blenggo

D. Tinjauan Pustaka

Penulis telah mencari berbagai referensi yang terkait dengan makna

simbolik yang terdapat dalam tari Blenggo, walaupun belum ada rujukan yang

secara spesifik membahas terkait tema tersebut. Buku rujukan pertama adalah

karya dari Rachmat Ruchiat, dkk, dengan judul Ikhtisar Kesenian Betawi, yang

memberikan gambaran kepada penulis tentang kesenian Blenggo, baik tentang

pengaruh agama Islam yang terdapat didalamnya serta perkembangan dari tari

Blenggo itu sendiri.19

Salah satu buku lainnya adalah karya Dinas Kebudayaan Propinsi DKI

Jakarta yaitu Rebana Burdah dan Biang, yang banyak memberikan gambaran

tentang sejarah Rebana Biang serta perkembangan dan cara memainkan alat

musik Rebana Biang. Dalam buku ini juga menjelaskan persebaran musik Rebana

Biang.20

Ada juga buku karya Abdul Chaer dengan judul Betawi Tempo Doeloe,

Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi, dalam buku ini banyak menjelaskan

tentang tradisi kebudayaan Betawi, diantaranya tentang upacara daur hidup

masyarakat Betawi, kesenian Betawi (seni musik, seni tari, dan seni teater),

kuliner Betawi, dan beberapa ciri khas dari tradisi Betawi.21

Ada pula salah satu jurnal yang digunakan penulis dalam tema ini yaitu,

karya Nur Mahmudah, dalam jurnal Penamas, dengan judul Pertunjukkan Seni

Rebana Biang Di Jakarta Sebagai Seni Bernuansa Keagamaan, yang

19

Ruchiat, dkk, Ikhtisar Kesenian Betawi, h. 79-81 20

Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Rebana Burdah dan Biang, (Dinas

Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Proyek Pelestarian dan Pengembangan Kesenian Tradisional

Betawi, 2000), h. 45-50 21

Abdul Chaer, Betawi Tempo Doeloe, Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi, (Depok:

Masup Jakarta, 2015), h. 320-335

Page 20: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

9

menggambarkan tentang kesenian Rebana Biang sebagai salah satu musik yang

Islami, eksistensi Rebana Biang, serta faktor-faktor dari pasang surutnya

perkembangan Rebana Biang.22

Adapun skripsi yang membahas tentang tari Blenggo adalahk Kajian

Sosiologis Kesenian Blenggo di Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa,

Jakarta, yang memaparkan tari Blenggo dari segi sosiologisnya, jadi segala aspek

yang ada dalam tari Blenggo dikaitkan dengan keadaan sosial dan peristiwa yang

ada pada masyarakatnya.23

E. Landasan Teori

Dalam sebuah tari, terdapat dua elemen penting yaitu gerak dan ritme.

Seperti yang dikemukakan oleh John Martin24

dalam bukunya yang berjudul The

Modern Dance, bahwa substansi baku dari tari adalah gerak. Selain itu dia juga

mengemukakan bahwa gerak merupakan pengalaman fisik dari kehidupan

manusia yang paling elementer, dan gerak bukan hanya terdapat pada bagian

bagian tubuh melainkan gerak juga terdapat pada ekspresi dari segala emosionil

manusia.25

Manusia dalam hidupnya selalu berkaitan dengan simbol-simbol yang

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, dan simbol-simbol tersebut tentunya

memiliki makna yang akan mempengaruhi pola hidup dan tingkah laku

masyarakatnya. Simbolisme merupakan langkah awal untuk memahami

kebudayaan dalam ruang otentiknya (nilai). Clifford Geertz mendefinisikan

kebudayaan sebagai sistem simbol yang mana dari makna dan simbol individu

dapat mendefinisikan dunia, mengekspresikan perasaan dan membuat penilaian.

Interpretasi simbolik (sistem makna) menekankan pada setiap yang berkaitan

dengan kebudayaan, perubahan kebudayaan dan studi tentang kebudayaan. Maka

22

Nur Mahmudah, Pertunjukkan Seni Rebana Biang Di Jakarta Sebagai Seni Bernuansa

Keagamaan, Volume 28, (Jurnal Penamas, Nomor 2, Juli-September 2015), h. 296-298 23

Fitri Purnami, Kajian Sosiologis Kesenian Blenggo di Kelurahan Cipedak, Kecamatan

Jagakarsa, Jakarta, (Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014), h. 3-4 24

John Martin adalah Seorang penulis dan kritikus tari dari Amerika Serikat 25

Sudarsono, Tari-Tarian Indonesia I, h. 15

Page 21: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

10

proses kebudayaan yang di dalamnya termasuk kesenian harus dipahami,

diterjemahkan serta diinterpretasi.26

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian

deskriptif-analitis, dengan pendekatan Antropologi untuk merekonstruksi

peristiwa masa lampau yang bersifat komperhensif.27

Adapun dalam penelitian ini

penulis menggunakan metode pengumpulan data yang meliputi 4 tahapan yaitu:28

1. Heuristik

Heuristik yang berarti menemukan atau mengumpulkan sumber. Adapun

sumber yang penulis gunakan adalah sumber data primer berupa arsip sezaman,

dan sumber sekunder berupa buku-buku terkait, majalah,dan jurnal. Penulis juga

melakukan obeservasi ke lokasi penelitian, dengan datang ke sanggar Rebana

Biang Pusaka Ciganjur serta wawancara kepada narasumber terkait, yaitu dengan

ketua Sanggar Rebana Biang dan ketua Sanggar atau Padepokan Silat Akal dan

Takwa. Pengumpulan sumber-sumber yang dilakukan penulis dengan

menggunakan metode penelusuran kepustakaan, yakni mengunjungi perpustakaan

atau lembaga yang memiliki koleksi buku ataupun arsip yang terkait dengan tema

penelitian ini, seperti, Pusat Dokumentasi Sastra H. B. Jassin, untuk memperoleh

dokumentasi terkait tema penelitian ini, Perpustakaan Umum Provinsi DKI

Jakarta yang lokasinya terdapat didaerah Cikini dan Kuningan, untuk

mendapatkan sumer yang berupa buku-buku terkait tema penelitian, Lembaga

Kebudayaan Betawi, untuk mendapatkan sumber buku dan informasi terkait dari

staf-staf di lembaga tersebut, , Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), untuk

mendapat sumber buku dan arsip terkait tema penelitian.

2. Kritik Sumber

Tahapan selanjutnya setelah mengumpulkan sumber adalah kritik sumber,

yang terbagi menjadi dua yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Penulis berusaha

26 Syaiful Arif, Refilosofi Kebudayaan, Kebudayaan Pascastruktural, (Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media, 2010), h. 84 & 111 27

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 4-5 & 152-156 28

M. Dien Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah, (UIN Jakarta Press, 2013), h. 105-131

Page 22: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

11

menganalisis dan membandingkan sumber-sumber yang telah didapat baik berupa

buku, jurnal, tesis, dan surat kabar.

3. Interpretasi

Tahapan selanjutnya adalah interpretasi, dalam tahapan ini penulis

melakukan analisa sejarah terhadap sumber-sumber yang terkait dengan makna-

makna dalam tari Blenggo, sehingga dapat memecahkan masalah yang ada,

dengan menggunakan pendekatan ilmu Antropologi.

4. Penulisan Sejarah

Tahapan yang terakhir adalah Historiografi (penulisan sejarah), dalam

tahapan ini penulis menuliskan hasil pemikiran dari penelitian serta hasil dari

penelitian sumber sejarah secara sistematik seperti yang telah diatur dalan

pedoman penulisan skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini penulis membagi bahasan menjadi lima bab, berikut

dituliskan uraian singkat bab I sampai bab V:

BAB I, terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan

masalah da nada rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, landasan teori, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II, terdapat pembahasan tentang gambaran umum dari tradisi budaya

yang ada di wilyah Ciganjur, baik dari segi mata pencaharian, pola pendidikan,

serta tradisi kemasyarakatan yang ada di Ciganjur. Pengaruh agama Islam dapat

banyak ditemukan di dalam berbagai tradisi atau upacara daur hidup yang ada

pada masyarakatnya.

BAB III, terdapat pembahasan tentang pencak silat di Ciganjur, dan ada

pula pembahasan tentang sejarah awal mula terciptanya tari Blenggo, dan

perkembangannya di Ciganjur.

BAB IV, terdiri dari pembahasan tentang makna simbol dalam tari Blenggo

di Ciganjur yang terbagi dalam beberapa komponen, yaitu gerakkan,

instrumentnya yaitu musik dan lagu, serta makna-makna dari kostum yang

Page 23: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

12

digunakan dalam pementasan tari Blenggo. Ada pula respon dari masyarakat akan

eksistensi tari Blenggo di Ciganjur.

BAB V, merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. penulis

menguraikan tentang kesimpulan yang merujuk pada permasalahan inti dalam

penelitian ini. Saran yang menjadi masukan untuk penelitian berikutnya.

Page 24: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

13

BAB II

GAMBARAN UMUM TRADISI BUDAYA

MASYARAKAT CIGANJUR

A. Gambaran Umum Jakarta Selatan

Wilayah DKI Jakarta terletak diantara 6 .8”.11”.45” lintang Selatan dan

94 05 Bujur Timur. Tingginya dari permukaan laut kira-kira 7 m. Luas

daratannya pada akhir tahun 1974 adalah 577 km² dan luas lautnya adalah

61.997.55 km² atau 12 kali luas daratannya. Setelah adanya peraturan pemerintah

Republik Indonesia No. 4 tahun 1974, maka terjadi perubahan. Sebagian dari

wilayah Kabupaten dan Kabupaten Bekasi dimasukkan ke dalam wilayah DKI

Jakarta. Sedangkan wilayah DKI dikurangi dengan desa Benda yang semula

termasuk kecamatan Cengkareng, tetapi kemudian dimasukkan ke dalam

Kabupaten Tangerang. Dengan demikian luas wilayah DKI pada tahun 1974

bertambah menjadi 587 ,62 km².29

(Sensus dan Statistik DKI Jakarta tahun 1974)

Pada tahun 1966, presiden Soekarno melantik Mayjen KKO Ali Sadikin

(dikenal dengan sebutan Bang Ali), yang ketika itu masih berusia 39 tahun

sebagai Gubernur DKI menggantikan Dr. Sumarno. Pada masa awal tugasnya

sebagai gubernur, Ali Sadikin membagi Jakarta menjadi lima wilayah

administrative, yaitu Jakarta timur, Jakarta barat, Jakarta utara, Jakarta selatan,

dan Jakarta pusat. Kelima wilayah itu dibagi lagi menjadi 22 kecamatan da 204

kelurahan di samping satu wilayah kepulauan, yakni kepulauan seribu yang

terletak di teluk Jakarta menjadi sebuah kecamatan. Selama masa pemerintahan

gubernur Sumarno, wilayah Jakarta dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Jakarta

Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan. Masing-masing wilayah dikuasai oleh

seorang patih.30

Salah satu kota di Provinsi DKI Jakarta adalah Jakarta Selatan, wilayah kota

ini terletak di bagian selatan DKI Jakarta dengan batas-batas sebagai berikut: di

29 Rifai Abu, ed, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Khusus Ibukota Jakarta,

(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977), h. 9 30

Eni Setiati dkk, Ensiklopedi Jakarta, (Profil Kota Jakarta, Doeloe, Kini dan Esok)

“7”, (Jakarta: PT Lentera Abadi Jakarta, (anggota IKAPI), 2009), h. 39

Page 25: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

14

sebelah utara berbatasan dengan wilayah kota Jakarta Pusat, di sebelah timur

berbatasan dengan wilayah kota Jakarta Timur, di sebelah selatan berbatasan

dengan kabupaten Bogor-Jawa Barat dan di sebelah barat dengan kabupaten

Tangerang–Jawa Barat. Berbeda dengan empat wilayah kota lainnya, yang

bertumbuh pesat sebagai daerah perdagangan dan industri, wilayah ini lebih

menarik untuk dikembangkan sebagai daerah pemukiman dan pendidikan. Ini

menyebabkan luas lahan untuk pertanian terus menyusut, meskipun sektor

pertanian masih cukup produktif dan bernilai ekonomi bagi penduduknya.31

Wilayah ini mencakup areal seluas 14.498,12 hektare, terdiri dari tujuh

kecamatan dan 61 kelurahan, 497 rukun warga (RW) dan 5.761 rukun tetangga

(RT). Sensus penduduk tahun 1990 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di

wilayah ini kurang lebih 1.905.004 orang. Dibandingkan dengan tahun 1980

dimana jumlah penduduk Jakarta selatan baru mencapai 1.532.495 orang, maka

dalam kurun sepuluh tahun tersebut, terdapat pertambahan penduduk sebanyak

372.509 orang atau dengan Laju pertumbuhan sekitar 2,20 persen per tahun.32

Gambaran umum kependudukan Propinsi DKI Jakarta segera terlihat bahwa

gambarannya berbeda secara cukup tajam dengan gambaran umum secara

nasional. Dalam kurun 1971-1990, sebagai contoh, jumlah penduudk DKI Jakarta

bertambah hampir mrnjadi dua kali lipat yaitu dari sekitar 4,6 juta pada tahun

1971 menjadi 8,3 juta orang pada tahun 1990, sementara penduduk Indonesia

dalam kurun yang sama bertambah hanya sekitar 20 persen yaitu dari 119 juta

menjadi 179 juta.33

B. Sejarah dan Gambaran Umum Ciganjur

Ciganjur adalah sebuah kawasan yang saat ini merupakan kelurahan di

Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Wilayahnya berbatasan dengan Cilandak di

sebelah utara, Kebagusan dan Ragunan di sebelah barat, Cinere di sebelah timur,

dan Depok di sebelah selatan. Nama Ciganjur sempat populer ke tingkat nasional

31

Rudini, Profil Propinsi Republik Indonesia, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, (Jakarta;

PT Intermasa), h. 143 32

Rudini, Profil Propinsi Republik Indonesia, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, h. 144 33

Rudini, Profil Propinsi Republik Indonesia, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, h. 63

Page 26: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

15

karena di sini ada kediaman Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), Presiden ke-4

Republik Indonesia. Mengapa namanya Ciganjur? Menurut sejarah, nama ini

sudah ada sejak tahun 1650. Berasal dari nama kerajaan atau Kadipaten Ciganjur,

adalah Raden Bagus Jagakarsa Surobinangun, panglima perang Kerajaan Mataram

Yogyakarta, pernah tinggal di Batavia. Ia menikah dengan putri Pajajaran yang

berkedudukan di wilayah yang kini disebut Ragunan. Ia dikarunia dua orang anak

yakni: Raden Mas Mohammad Kahfi dan Raden Mas Aria Kemang

Yudhanegara.34

Raden Mas Mohammad Kahfi diberi tanah di sekitar wilayah Ciganjur yang

dimulai dari: Kampung Kandang (dulu istal kuda miliknya) dan di selatannya

berbatasan sampai ke Tanah Baru Depok. Keraton Mohammad Kahfi terletak di

Kampus ISTN di dekat danau sampai di Kebon Sancang (sekarang wilayah itu

jadi kampus Universitas Indonesia). Raden Mas Mohammad Kahfi memerintah

Ciganjur antara tahun 1650-1685.35

1. Penduduk

Kampung Ciganjur adalah salah satu dari wilayah yang mengalami beberapa

kali pemekaran atau perluasan wilayah, yang dapat dilihat dalam laporan tahunan

dari Badan Pusat Statistik wilayah Jakarta Selatan:36

Tabel : 1 Jumlah Penduduk Ciganjur Tahun 1984-1990

NO Tahun Banyaknya

Kecamatan

Banyaknya

kelurahan

Luas

Wilayah

(km²)

Jumlah

Penduduk

1. 1984 7 61 146,20 1.476.262

2. 1986 7 61 144,98 1.580.639

3. 1987 10 64 146,16 1.690.084

4. 1990 10 65 145,34 1.779.861

Sumber: Kantor Statistik Jakarta Selatan (Jakarta Selatan dalam Angka 1984-1990)

34

Zaenuddin HM, 212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe, (Jakarta: UFUK PRESS,

2012), h. 251-252 35

Zaenuddin HM, 212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe, h. 252 36

Badan Pusat Statistik, Jakarta Selatan dalam Angka 1984-1990, (Jakarta: Kantor

Statistik Jakarta Selatan).

Page 27: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

16

Dari tabel di atas menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun di wilayah

Jakarta Selatan mengalami beberapa perubahan terutama dalam jumlah kecamatan

dan kelurahan. Salah satu yang mengalami perubahan adalah kawasan Ciganjur

yang akan dijelaskan dalam tabel berikut:37

Tabel : 2 Jumlah Kecamatan dan Kelurahan di Jakarta Selatan Tahun 1984

No Tahun Kecamatan Kelurahan

1. 1984 Kebayoran Lama Bintaro, Pondok Pinang, Kebayoran

Lama, Pesanggrahan, Petukangan

Selatan, Petukangan Utara, Ulujami,

Cipulir, Grogol Selatan dan Grogol

Utara

2. Pasar Minggu Ciganjur, Srengseng Sawah, Jagakarsa,

Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar

Minggu, Jatipadang, Ragunan, Cilandak

Pejaten

3. Mampang Prapatan Bangka, Kalibata, Rawajati, Duren Tiga,

Pengadegan, Cikoko, Pancoran, Tegal

Parang, Pela Mampang, Mampang

Prapatan, Kuningan Barat

4. Kebayoran Baru Gandaria utara, Cipete Utara, Pulo,

Petogogan, Melawai, Kramat Pela,

Gunung, Selong, Rawa Barat, Senayan

5. Setia Budi Karet Semanggi, Kuningan Timur, Karet

Kuningan, Karet, Menteng Dalam, Pasar

Manggis, Guntur, Setia Budi

6. Tebet Menteng Dalam, Tebet Barat, Tebet

Timur, Kebon Baru, Bukit Duri,

37

Badan Pusat Statistik, Jakarta Selatan dalam Angka Tahun 1984, (Jakarta: Kantor

Statistik Jakarta Selatan), h. 26-28

Page 28: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

17

Manggarai Selatan, Manggarai

7. Cilandak Lebak Bulus, Pondok Labu, Cilandak,

Gandaria Selatan, Cipete Selatan

Sumber: Kantor Statistik Jakarta Selatan tahun 1984

Pada tabel di atas menjelaskan bahwa pada tahun 1984 banyaknya

kecamatan di wilayah Jakarta Selatan adalah 7 dengan 61 kelurahan. Apabila

memperhatikan pada kolom kecamatan Pasar Minggu, terdapat kelurahan

Ciganjur yang masih masuk ke dalam wilayah kecamatan Pasar Minggu,

sedangkan saat ini kelurahan Ciganjur berada dalam kawasan Jagakarsa. Seperti

yang akan dijelaskan dalam tabel berikut:38

Tabel: 3 Jumlah Kecamatan dan Kelurahan di Jakarta Selatan Tahun

1987

No Tahun Kecamatan Kelurahan

1. 1987 Kebayoran Lama Pondok Pinang, Keby. Lama Utara,

Cipulir, Grogol Selatan, Grogol

Utara, Keby. Lama Selatan

2. Pesanggrahan Petukangan Utara, Ulujami,

Petukangan Selatan, Pesanggrahan,

Bintaro

3. Pasar Minggu Pasar Minggu, Jati Padang,

ragunan, Cilandak Timur, Pejaten

Barat, Pejaten Timur, Kebagusan

4. Jagakarsa Jagakarsa, Lenteng Agung,

Srengseng Sawah, Ciganjur,

Tanjung Barat

5. Mampang Prapatan Kuningan Barat, Mampang

Prapatan, Pela Mampang, Tegal

Parang, Bangka

6. Pancoran Pancoran Cikoko, Pengadegan,

38

Badan Pusat Statistik, Jakarta Selatan dalam Angka Tahun 1987, (Jakarta: Kantor

Statistik Jakarta Selatan), h. 22-24

Page 29: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

18

Duren Tiga, Rawajati, Kalibata

7. Kebayoran Baru Gandaria Utara, Cipete Utara, Pulo,

Petogogan, Melawai, Kramat Pela,

Gunung, Selong, Rawa Barat,

Senayan

8. Setiabudi Karet Semanggi, Kuningan Timur,

Karet Kuningan, Karet, Menteng

Atas, pasar Manggis, Guntur,

Setiabudi

9. Tebet Menteng Dalam, Tebet Barat, Tebet

Timur, Kobon Baru, Bukit Duri,

Manggarai Selatan, Manggarai

10. Cilandak Lebak Bulus, Pondok Labu,

Cilandak Barat, Gandaria Selatan,

Cipete Selatan

Sumber: Kantor Statistik Jakarta Selatan tahun 1987

Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa kelurahan Ciganjur sudah masuk

dalam kawasan kecamatan Jagakarsa hingga saat ini. Namun Kelurahan Ciganjur

juga mengalami pemekaran wilayah, sebagaimana Surat Keputusan Gubernur

KDKI Jakarta Nomor : 1746 tahun 1987 Tanggal 10 September 1987 ditetapkan

bahwa Kelurahan Ciganjur dipecah menjadi Kelurahan Ciganjur dan Kelurahan

Cipedak.39

Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Nomor 1251 Tahun 1986 tanggal 29 Juli 1986 menyatakan bahwa wilayah

Ciganjur memiliki luas Wilayah 748,70 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut: 40

Batas wilayah kampung Ciganjur, kecamatan Pasar Minggu pada tahun 1986:

Sebelah Utara : Jalan Arteri/Kali Krukut

Sebelah Timur : Jalan Kahpi II – Jalan Pal Merah TNI AU

39

Data arsip yang penulis dapatkan dari bagian Tata Pemerintahan Walikota Jakarta

Selatan 40

Biro Hukum Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Himpunan Lembaran Daerah

Khusus Ibukota Jak arta Tahun 1986. h. 369

Page 30: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

19

Sebelah Selatan : Jalan Desa Tanah Baru

Sebelah Barat : Kali Krukut

Batas wilayah kampung Ciganjur, yang saat ini telah menjadi bagian dari

kelurahan Cipedak, kecamatan Jagakarsa pada tahun 2017:41

Sebelah Utara : Jl. Brigif, Jl. Warung Sila Kelurahan Ciganjur

Sebelah Timur : Jl. Moh. Kahfi II Kelurahan Srengseng Sawah

Sebelah Selatan : Kelurahan Tanah Baru, Kota Depok

Sebelah Barat : Kali Krukut, Kelurahan Gandul, Limo Kota Depok

2. Mata Pencaharian

Menurut sejarahnya, orang Betawi yang ada di kampung Ciganjur ini

mayoritasnya bermata pencaharian bertani, berkebun dan berdagang. Mayoritas

penduduknya berkebun buah-buahan, dan mata pencaharian ini merupakan khas

dari kawasan Pasar Minggu yang termasuk pula wilayah Ciganjur, bahkan

kawasan ini sudah terkenal sebagai penghasil buah-buahan jauh ketika tahun

1920 an.42

Kawasan Ciganjur ini termasuk ke dalam kawasan agraris, masih

banyak sawah yang terdapat di wilayah ini, kebanyakan masyarakat Ciganjur yang

yang berdagang adalah berdagang buah-buahan hasil dari berkebun yang dijual ke

pasar Minggu, pasar Manggarai, dan bahkan pada tahun 1970 dan 1980 an itu

hasil bumi mereka juga dibawa sampai ke Tanah Abang. Hasil bumi mereka

merupakan berbagai macam buah-buahan seperti, jambu, pepaya, rambutan.43

Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan dalam buku Ensiklopedia Suku

Bangsa di Indonesia yang menyatakan bahwa pada saat itu orang Betawi

umumnya hidup sebagai petani buah-buahan, untuk mereka yang masih memiliki

tanah luas. Sedangkan yang lain ada yang bekerja sebagai pedagang kecil,

berjualan buah-buahan atau makanan keliling, membuka warung, menjadi tukang

kayu, tukang batu, makelar tanah dan rumah, menjahit, jadi buruh, pamong desa,

41

Laporan bulanan kelurahan Cipedak, kecamatan Jagakarsa, laporan bulan Juli 2017 42

Asep Suryana, Pasar Minggu Tempo Doeloe: Dinamika Sosial Ekonomi Petani Buah

1921-1966, (Jakarta: LIPI Press, 2012), h. 129 43

Wawancara pribadi dengan Bapak Soni, Jl. H. Montong/Komplek BBD Ciganjur, 22

Agustus 2017, Pukul 11.30

Page 31: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

20

dan sebagainya.44

Namun untuk sekarang ini lahan untuk bertani sudah semakin

sedikit, karena semakin bertambahnya penduduk yang mendiami wilayah

Ciganjur ini, yang akhirnya menjadikan lahan-lahannya dibangun sebagai

pemukiman warga.

Pola pikir masyarakat Ciganjur yang didasari dengan nilai-nilai Islami, juga

mempengaruhi terhadap mata pencahariannya yaitu, dahulu masyarakat Ciganjur

tidak terlalu bersemangat untuk berbisnis, atau ingin menjadi orang yang kaya,

karena mereka memiliki istilah “udah, dunia sekedarnya aja”, jadi jarang

masyarakatnya yang menjadi pegawai negeri, karena dengan salah satu alasannya

yaitu apabila menjadi pegawai negeri, sebagian pasti akan di pindah tugaskan ke

daerah lain, dengan tradisi masyarakat Betawi yang suka berkumpul, maka tidak

mengizinkan anak atau sanak keluarganya untuk pergi jauh dari kampungnya.45

3. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan yang ada di Kampung Ciganjur ini tidak patrilineal dan

tidak pula matrilineal, keduanya sama, tidak ada yang lebih unggul antara laki-laki

laki dan wanita. Prinsip keturunan orang Betawi pada umumnya pun adalah

bilateral, di mana keluarga-keluarga inti suka bergabung dengan keluarga asalnya

membentuk keluarga luas terbatas yang bersifat virilokal46

, terkadang

uksorilokal47

untuk tempat tinggal sesudah menikah.48

Ada panggilan yang khas untuk kekerabatannya yaitu, bapak (baba), kakek

(uwa atau engkong), (buyut laki) itu untuk yang laki-laki, kalau yang perempuan

ibu itu (nyak), mpeng (nenek), buyut perempuan, kalau kakaknya dari ibu

panggilannya (baba gede) dan (nyak gede), kalau adiknya dari bapak atau ibu,

yang perempuan dipanggil (ncek) kalau yang laki-laki (mamang) atau paman,

untuk sepupu penyebutannya (misanan), dan anak-anak dari masing masing

44

Zulyani Hidayah, Ensiklopedia suku bangsa di Indonesia, (Jakarta: yayasan pustaka

obor Indonesia, 2015), h. 79 45

Wawancara pribadi dengan Bapak Kholid, Jl. Keranji, Kel Ciganjur, 22 Agustus 2017,

Pukul 15.00 46

Virilokal adalah antara adat bertempat tinggal atau dekat dengan hubungan laki-laki 47

Uksorilokal adalah adat menetap seseudah menikah 48

Hidayah, Ensiklopedia suku bangsa di Indonesia, hal 79-80

Page 32: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

21

sepupu itu sebutannya (mindon).49

Adapun penjelasannya akan dijelaskan dalam

skema berikut ini.

Skema Istilah Kerabatan Betawi Di Ciganjur

Ay Ax Ay Ax

By Bx By Bx

Cy Cx Dx Dy

Cy Cx Dx Dy

Ey Ex

Fy Fx Ego Fx Fx Fy

Gy Gy Gx Gx Gy Gx Gy

Sumber: wawancara dengan salah satu tokoh agama di Ciganjur, Bapak Kholid

Keterangan Skema:

1. Ego adalah kata Latin untuk “aku”

2. Ey: Baba (Bapak), Ex: Nyak (Ibu)

3. By: Uwa atau Engkong (Kakek), Bx: Mpeng (Nenek)

4. Ay: Uyut (Buyut Laki-Laki), Ax: Uyut (Buyut Perempuan)

49

Wawancara pribadi dengan H. Abdurrahman, 12 Oktober 2017

Page 33: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

22

5. Cy: Baba Gede (Kakak dari Bapak/Ibu) Cx: Nyak Gede (Istri Kakak

dari Bapak/Ibu)

6. Dx: Mamang (Adik dari Bapak/Ibu) Dy: Ncek (Istri Adik dari

Bapak/Ibu)

7. Fy, Fx dan Ego : Misanan (Sepupu)

8. Gy dan Gx : Mindon (dua pupu)

4. Pola pemukiman

Secara umum masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang agraris,

begitu pula dengan masyarakat Ciganjur. Hal ini berkaitan dengan kondisi

pemukiman Betawi yang pada umumnya memiliki suasana pedesaan , pertanian

kebun yang sangat terasa dengan tapak yang didominasi oleh lahan kebun dan

hunian dengan pekarangan yang ditumbuhi oleh pohon buah-buahan sehingga

masyarakat Betawi mengandalkan hasil kebun dan pekarangannya sebagai sumber

pencaharian ekonomi keluarga.50

Pola pemukiman di kampung Ciganjur ini masih menggunakan rumah-

rumah dengan gaya adat Betawi. Salah satu contoh rumah dengan gaya Betawi itu

adalah dengan kamar yang minim, seperti hanya dua kamar, satu untuk orang tua

dan yang satu lagi untuk anak yang sudah dewasa tetapi memiliki ruang tamu

yang luas dengan falsafah untuk kumpul-kumpul keluarga. Rumahnya besar-

besar, dengan ruang-ruang yang sedikit, dan dengan halaman rumah yang luas.

Biasanya pola pemukimannya itu dari satu blok rumah itu milik satu keluarga,

karena apabila ada anaknya yang menikah, maka dibuatkan rumah di sampingnya,

begitulah seterusnya.51

C. Latar Belakang Sosial Budaya

Ada tiga prinsip yang ditaati secara umum oleh etnis Betawi, yaitu bisa

ngaji, bisa beladiri dan bisa pergi haji. Ketiga prinsip yang tampaknya sederhana,

tetapi mempunyai dampak yang luas dalam kehidupan sejak kecil, dewasa, sampai

50

Ismet B. Harun, Rumah Tradisional Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan Khusus

Ibukota Jakarta, 1991), h. 14 51

Wawancara pribadi dengan Bapak Kholid, 22 Agustus 2017

Page 34: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

23

tua.52

Betawi terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu Betawi Religi dan Betawi

Jawara. Kebetulan Betawi di daerah Ciganjur ini merupakan Betawi Religi, dialek

yang digunakan adalah dialeh a bukan e, contoh gua atau saya, bukan gue.53

Unsur Islam dari para pendatang Arab, dan unsur Melayu yang kuat,

mempengaruhi pula falsafah etik orang Betawi yang menempatkan seseorang

yang memiliki pengetahuan agama (Islam) sebagai “orang yang disegani dan

dianggap mengetahui ilmu menjalankan hidup dunia dan akhirat”. Dengan

demikian, mereka yang telah berhasil menunaikan Rukun Islam yang ke-lima,

akan dengan sendirinya memasuki status lapisan atas. Bagi orang Betawi, sebutan

“haji” merupakan gelar tertentu yang menjadi identitas diri. Hal ini dikarenakan

sebutan “haji”, “guru agama” dan “kyai” menunjukkan, bahwa mereka berbeda

dari “orang kebanyakan”.54

Bagi masyarakat Ciganjur pergi haji merupakan tolak

ukur prestise atau keimanan, dengan kata lain pergi haji merupakan cita-cita luhur

bagi masyarakat Ciganjur. Ada beberapa efek yang mendalam bagi seseorang

yang telah menunaikan ibadah haji, dengan lebih menjaga segala prilaku dan tata

kramanya, salah satunya adalah dari segi pakaian, tidak mungkin orang yang

sudah pergi haji, memakai celana pendek, bahkan bagi orang yang sudah pergi

haji harus selalu memakai peci, itu merupakan tata kramanya. Perubahan-

perubahan banyak terjadi pada orang yang sudah pergi haji, baik itu dari segi

pakaian ataupun akhlak. Bahkan ada sebagian orang yang apabila ditanyakan soal

“sudahkah menunaikan haji?” sebagian orang menjawab “belum, belum bisa

ngejaganya”, maksud dari belum bisa menjaga itu adalah belum siap dengan

aturan-aturan setelah menunaikan ibadah haji.55

Bisa ngaji dilakukan sejak kecil dengan belajar membaca Al-Qur‟an, belajar

shalat, belajar aqidah dan belajar adabul insan. Dalam belajar membaca Al-Qur‟an

pada usia tertentu sudah harus hafal Juz „Amma. Saat selesai menghafal Juz

Amma biasanya ditandai dengan acara Namatin. Dalam acara ini si anak “dites”

52

Abdul Chaer, Folklor Betawi, Kebudayaan da Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta:

Masup Jakarta, 2012), h. 6 53

Wawancara pribadi dengan Bapak Kholid, 22 Agustus 2017 54

Anhar Gonggong, ed. dkk, Sejarah Sosial di Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya,

(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1984), h. 69 55

Wawancara pribadi dengan Bapak Kholid, 22 Agustus 2017

Page 35: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

24

dengan disuruh membaca secara hafalan sejumlah surat dari Juz Amma itu. Acara

ini juga menandai si anak kini boleh pindah ngaji dari Juz Amma ke Qur‟an Gede,

yakni Qur‟an 30 Juz yang dimulai dengan Juz Alif Lam Mim. Pelajaran agama

yang ditekankan pula adalah bidang akhlak yaitu dengan mempelajari kitab

Adabul Insan. Dalam kitab ini diajarkan bagaimana seharusnya sikap santun

seorang anak kepada kedua orangtuanya, kepada gurunya, kepada saudara-

saudaranya dan kepada orang-orang lain di sekitarnya. Prinsip bisa ngaji ini

seringkali menyebabkan para orang tua lebih sering mengirim anak-anaknya ke

madrasah atau pesantren dibanding ke sekolah umum.56

Sama halnya dengan keadaan di Ciganjur pengaruh agama Islam juga ada

pada bidang pendidikan, yaitu banyaknya para orang tua yang tidak hanya

menyekolahkan anak-anaknya di sekolah umum tapi juga di madrasah. Anak-anak

biasanya bersekolah di SD dari pagi sampai siang hari, dan di siang harinya

dilanjutkan untuk mengaji di madrasah sampai jam empat sore, setelah itu makan,

mandi, sholat ashar kemudian berangkat lagi ke masjid atau musholla untu

mengaji sampai waktu Isya‟. Melihat kegiatan pendidikan anak-anak di Ciganjur

hampir mirip dengan pola pesantren.57

Gambaran tentang aspek religi atau keagamaan orang Betawi jelas diwarnai

oleh ajaran Islam. Gambaran itu bisa dilihat dari sistem keyakinan dan tindakan

yang mereka wujudkan, bahwa kebudayaan Betawi sebagai suatu subkultur

hampir tidak bisa dipisahkan dengan Islam. Kebanyakan dari upacara daur hidup

dan adat istiadat masyarakat Betawi tidak pernah lepas dari norma-norma Islam,

baik hukum formalnya maupun tradisi yang turun-temurun.58

Budaya

masyarakatnya yang merupakan Betawi religius dan merupakan Betawi yang

murni, kesenian yang ada di daerah Ciganjur pun juga terpengaruh, beberapa

kesenian yang berkembang di Ciganjur adalah Rebana (Rebana Biang, Rebana

ketimpring), Qosidah, dan Gambus.

56

Chaer, Folklor Betawi, Kebudayaan da Kehidupan Orang Betawi, h. 6

57 Wawancara pribadi dengan H. Abdurrahman, 12 Oktober 2017

58 Rosyadi ed., Profil Budaya Betawi, (Bandung: Balai Kajian Sejarah dan Niali

Tradisional, 2006), h. 221-222

Page 36: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

25

Masyarakat Ciganjur yang mayoritasnya muslim masih sangat kental tradisi

keagamaan yang dibarengi dengan ke-tradisioanalannya. Agama Islam dengan

segala sistem keyakinan, nilai-nilai, dan kaidah-kaidahnya telah memberi

pengaruh yang kuat terhadap budaya Betawi. Sehingga dalam bertindak dan

melaksanakan upacara adat, orang Betawi biasanya mengacu pada nilai dan norma

budaya Islam.59

Di Ciganjur ada beberapa tradisi ketika tahun 70 sampai 90 an masih sangat

berkembang, yaitu tradisi khataman Al-Qur‟an bagi mempelai wanita sebelum

melaksanakan pernikahan. Tradisi pernikahan biasanya dilaksanakan selama 2

hari 2 malam, dan untuk mengundang para tetangga, biasanya dua atau tiga orang

ibu-ibu dari pihak keluarga keliling kampung mendatangi tiap-tiap rumah dengan

maksud mengundang, undangannya pun bukan hanya untuk sekedar datang tapi

untuk menginap. Jadi ada sebutan kalau mengundang pernikahan yaitu “mau

ngajak nginep”.60

Ada juga tradisi yang menjadi khas disana yaitu pada saat khitanan

(sunnatan) semua teman-teman laki-lakinya mengarak atau mengiring anak yang

mau di khitan itu untuk berendam di kali pada pagi hari, dan teman-temannya itu

masing-masing membawa berbagai macam kue, pisang dan lain-lain, yang

digunakan untuk melempari si anak itu apabila dia keluar dari air, karena anak

yang akan di khitan tadi di suruh untuk menyelam supaya kedinginan yang

akhirnya memudahkan proses khitanan nanti, hal itu dikarenakan dahulu belum

ada obat bius, dan tradisi ini dimaksudkan sebagai pengganti obat bius.61

Pada perayaan maulid ada juga beberapa tradisi yang menjadikan

kebersamaan antar masyarakat Ciganjur ini menjadi erat, karena kesemarakan

yang dilakukakan masyarakatnya, beberapa hari sebelum dilakasnakannya maulid

Nabi Muhammad SAW, yaitu dengan memasang pajangan-pajangan, pohon-

59

Yahya Andi Saputra dkk, Siklus Betawi, Upacara dan Adat Istiadat, (Jakarta: Lembaga

Kebudayaan Betawi (LKB) Bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2000),

h. 5 60

Wawancara pribadi dengan Bapak Kholid, 22 Agustus 2017 61

Wawancara pribadi dengan Bapak Kholid, 22 Agustus 2017

Page 37: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

26

pohonan hias dan obor-obor dari bambu yang dipasang di sekitar masjid serta

sebagian jalan, karena dulu masih belum banyak penggunaan listrik.62

62

Wawancara pribadi dengan Bapak Kholid, 22 Agustus 2017

Page 38: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

27

BAB III

SEJARAH PERKEMBANGAN TARI BLENGGO

A. Pencak Silat

Menurut para pendekar, istilah pencak silat dibagi dalam dua arti yang

berbeda. Menurut guru pencak silat Bawean, Abdus Syukur menyatakan sebagai

berikut:63

“Pencak adalah gerakan langkah keindahan dengan menghindar, yang

disertakan gerakan yang berunsur komedi. Pencak dapat dipetontonkan

sebagai sarana hiburan, sedangkan silat adalah unsur teknik bela diri

menangkis, menyerang, dan mengunci yang tidak dapat diperagakan di

depan umum.”

Pernyataan yang sama juga dikemukakan Mr. Wongsonegoro sebagai ketua

IPSI64

yang pertama mengatakan bahwa pencak adalah gerakan serang bela yang

berupa tari dan berirama dengan peraturan adat kesopanana tertentu yang bisa

dipertunjukkan di depan umum. Silat adalah inti sari dari pencak, ilmu untuk

perkelahian atau membela diri mati-matian yang tidak dapat dipertunjukkan di

depan umum. Selanjutnya dalam rangka mempersatukan perguruan pencak dan

perguruan silat maka PB IPSI65

beserta BAKIN pada tahun 1975 mendefinisikan

sebagai berikut:66

“Pencak silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela,

mempertahankan eksistensi (kemandiriannya), dan integritasnya terhadap

lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna

meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa.”

Pencak silat memiliki empat aspek yaitu; aspek mental spiritual, aspek seni,

aspek bela diri dan aspek olahraga. Salah satunya adalah aspek seni yang memiliki

memiliki arti budaya dan permainan “seni” pencak silat ialah salah satu aspek

yang sangat penting. Istilah pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni

63

Mulyana, Pendidikan Pencak Silat, Membangun Jati Diri dan Karakter Bangsa,

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 85 64

IPSI adalah Ikatan Pencak Silat Indonesia 65

PB IPSI adalah Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia 66

Mulyana, Pendidikan Pencak Silat, Membangun Jati Diri dan Karakter Bangsa, h. 86

Page 39: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

28

tarian pencak silat, dengan musik dan busana tradisioanl. Aspek seni dari pencak

silat merupakan wujud kebudayaan dalam bentuk kaidah gerak dan irama,

sehingga perwujudan taktik ditekaknkan kepada keselarasan, keseimbangan dan

keserasian antara raga, irama, dan rasa.67

Membahas pencak dan tari dalam satu napas adalah membuka suatu

masalah, apakah keduanya memiliki hubungan? Atau bahkan dapat dibandingkan?

dibandingkan? Pencak dan tari mempunyai dua ciri dasar yang sama. Pertama,

keduanya mempunyai aspek olah tubuh yang kuat, dan Kedua, keduanya dibentuk

atau diwarnai oleh kebudayaan yang melingkupinya. Persamaan ini mungkin

keduanya mengandung unsur gerak yang indah dan dalam pernyataan geraknya

memperlihatkan adanya struktur. Selain adanya persamaan dari keduanya terdapat

pula banyak perbedaan. Sebagai landasan untuk memahami pencak dan tari

haruslah dipahami terlebih dahulu, apa yang dimaksud dengan tari dan pencak,

yang dimaksud tari adalah cakupan kegiatan olah fisik yang tujuan akhirnya

adalah ekspresi keindahan, sedang pencak adalah cakupan kegiatan olah fisik

yang tujuan akhirnya adalah bela diri dan kemenangan terhadap lawan.68

Sebagai kegiatan olah fisik, maka pencak dan tari mengembangkan metode-

metode latihan tubuh tertentu. Pada keduanya kemampuan gerak tubuh

dikembangkan sejauh mungkin, terutama ysng berupa kekuatan tubuh dan

kecepatan gerak. Bedanya adalah bahwa pada pencak ditambahkan latihan-latihan

untuk mendapatkan kelebihan atau kekuatan yang luar biasa dari tubuh, serta

untuk memiliki kecepatan reaksi. Pada tari, yang ditambahkan adalah latihan-

latihan untuk mengembangkan kepekaan akan rasa gerak dan rasa irama.

Penekanan kepada rasa yang diarahkan pada penghayatan keindahan ini, jelas

berbeda dengan penekanan pencak kepada efektivitas serangan, tangkisan, elakan,

tangkapan dan sebagainya, disertai dengan kemampuan gerak tipu dan inteligensi

menggunakan situasi, yang semua itu diarahkan pada kemenangan terhadap

lawan.69

67

Erwin Setyo Kriswanto, Pencak Silat, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2015), h. 21 68

Edi Sediawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, (Jakarta : Sinar Harapan, 1991), h. 68-

69 69

Edi Sediawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, h. 70

Page 40: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

29

Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat diperlukan

oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Seni tidak dapat dipisahkan

dari pertunjukkan yang menjadi ciri khasnya, entah itu seni musik, tari, silat atau

maen pukulan dan sebagainya. Ada hubungan timbal balik antara kesenian dan

maen pukulan. Dua unsur itu menjadi satu, saling terkait, saling menopang,

membutuhkan, melengkapi, dan menghidupi (simbiosis mutualisme Seni

pertunjukkan Betawi berperan besar dalam kelangsungan hidup maen pukulan,

sebaliknya, unsur-unsur gerakan maen pukulan juga mempengaruhi bentuk-

bentuk kesenian Betawi.70

). Pada pencak silat terdapat unsur-unsur gerak tari,

yang biasa dinamakan Ibing-Pencak.71

Sanggar silat Akta (Akal dan takwa) di Ciganjur memiliki pola gerak silat

yang merendah dan membungkuk, gerak tari Blenggo di Ciganjur mengambil

dasar gerak silat akal dan Takwa yang disebut Koplek. Sanggar Akal dan Takwa

didirikan pada tahun 1965 dengan izin sang guru H. Sa‟amin setelah kelompok

silatnya memenangkan turnamen atau festival silat pada tahun 1965-an tersebut.

Nama Akal dan Takwa mengambil arti filosofi dari kita sebagai manusia harus

menggunakan akal kita, karena akal lah yang membedakan manusia dengan

binatang, dan takwa adalah memiliki arti supaya dalam menjalani kehidupan ini

senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Dalam kegiatan silat di sanggar ini

selalu didahului dengan berdo‟a untuk orang tua, guru-guru serta para leluhur dari

sanggar silat Akal dan Takwa ini. Sebelum melakukan kegiatan silat diwajibkan

untuk berwudhu dan harus sudah menunaikan sholat „isya karena latihan silat

dilakukan di malam hari.72

B. Sejarah Perkembangan Tari Blenggo di Betawi

Blenggo merupakan suatu pementasan tari dan musik khas Betawi. Seni tari

ini telah dikenal di Batavia sejak zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya

seniman Blenggo ini adalah petani. Kata Blenggo sama artinya dengan tari, sebab

70

G. J. Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, (Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia, 2016), h. 239-240 71

Atik Sopandi dkk, Pencak Silat, (Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 1992), h. 47 72

Wawancara Pribadi dengan Ustad Hamid, 25 oktober 2017

Page 41: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

30

ada ungkapan “dibelenggoin” yang artinya disertai dengan tarian. Ada pula yang

menyebutkan kata Blenggo berasal dari “lenggang lenggok”, gerakan yang lazim

dalam suatu tarian.73

Berdasarkan musik pengiringnya, tari Blenggo dibagi

menjadi dua yaitu:74

1. Blenggo Rebana, yang dimainkan oleh anggota Group Rebana Biang secara

bergantian.

2. Blenggo Ajeng, yang dimainkan dengan iringan musik Gamelan Ajeng,

yang tidak hanya dimainkan oleh grup rombongan ajeng tetapi juga bagi

orang lain yang berminat terutama orang yang bermaksud membayar kaul.75

Blenggo Ajeng yang dimainkan dalam upacara pernikahan biasanya

dilaksanakan setelah nyapun.76

Di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya terdapat

bermacam-macam ukuran rebana dengan nama dan penggunaan yang berbeda-

beda, yang paling kecil disebut rebana ketimpring, kurang lebih sebesar piring

makan. Ada juga jenis lain dengan ukuran yang hampir sama yang disebut

marawis, yang bentuknya menyerupai tambur cina. Rebana yang agak besar

disebut rebana hadrah dan rebana kasidah. Perbedaan rebana hadrah dan rebana

kasidah terletak pada pasangan kepingan logam pada bagian kayunya. Pada

rebana hadrah terdapat tiga pasang kepingan pada bagian sisinya, berjarak

simetris, sedangkan pada rebana kasidah tidak ada kepingan-kepingan logam itu.

Jenis rebana yang paling besar disebut rebana biang. Kelompok rebana biang ini

terdiri dari tiga macam : yang terbesar dan yang berfungsi sebagai gong disebut

biang atau salun; kemudian yang agak kecil disebut kotek dan yang terkecil

disebut gendung.77

Setiap grup Rebana Biang mempunyai perbendaharaan lagu yang berbeda-

beda, meskipun judul lagunya sama namun cara membawakannya sangat berbeda.

73

Ruchiat, dkk, Ikhtisar Kesenian Betawi, h.79 74

Tim Peneliti FIB UI, Langgam Budaya Betawi, h. 90 75

Kaul adalah nazar 76

Nyapun adalah menaburi kedua mempelai dengan beras kuning, uang dan bunga-

bunga, diiringi lagu khusus semacam kidung. 77

Mus K. Wirya, Bermain Rebana, (Jakarta: C. V. Yasaguna, Anggota IKAPI, 1981), h.

7

Page 42: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

31

Lagu Rebana Biang ada dua macam; pertama berirama cepat yang disebut lagu

Arab, kedua berirama lambat disebut lagu rebana atau lagu Melayu. Jenis lagu

pertama antara lain berjudul: Rabbuna Salun, Allahuah, Allah Aisa, Allahu

Sailillah, Hadro Zikir. Sedangkan jenis lagu kedua: Alfasah, Sholawat Badar,

Alaik Soleh, Dul Sayyidina, Dul Laila, Yulaela, dan Sollu „Ala Madinil Iman.78

Gamelan Ajeng berasal dari kebudayaan Sunda, dan penyebarannya di

bumi Betawi adalah di daerah-daearah yang berbatasan dengan masyarakat Sunda.

Gamelan Ajeng terdapat di daerah Kelapa Dua Wetan, Gandaria, Cirendeu,

Tambun dan Karanggan (Pondok Gede). Peralatan musikanya adalah sebuah

keromong sepuluh pencon, sebuah terompet, gendang (terdiri dari dua buah

gendang besar dan kulantir), dua buah saron, sebuah bende, sebuah cempres

(semacam cecempres), sebuah kecrek. Kadang-kadang ditambah dengan dua buah

gong (gong laki dan gong perempuan).79

Gamelan Ajeng biasa digunakan untuk memeriahkan hajatan keluarga,

seperti pernikahan, khitanan, dan sebagainya. Pada awalnya tidak biasa digunakan

untuk mengiringi tarian, tetapi dalam perkembangannya kemudian digunakan pula

sebagai pengiring tarian yang disebut Blenggo Ajeng. Selanjutnya Gamelan Ajeng

dengan selera masyarakat dan pendukungnya, maka beberapa Gamelan Ajeng

menambah repertoarnya80

dengan lagu-lagu Sunda pop. Bahkan ada pula

digunakan untuk mengiringi tari yapong yang mulai popular sejak era 80-an.

Pendukung atau pemain gamelan ajeng ini adalah petani di daerah pinggiran, yang

tidak mengandalkan kehidupannya dari aktivitas gamelan ajeng, melainkan dari

pekerjaanya bercocok tanam itu. Namun kehidupan mereka kini juga sulit setelah

bumi Betawi dibongkar habis untuk pembangunan dan perluasan kota.81

Di kalangan masyarakat Betawi yang teguh menjalankan syariat agama

Islam, yang untuk mudahnya disini disebut golongan Santri, penampilan penari

perempuan kurang dikehendaki. Blenggo Rebana Biang ditarikan dengan

78

Rubingat, Rebana (Musik dan Lagu Tradisional Islami), (Jurnal Jantra, Vol VIII, No 2.

Desember 2012), h, 151 79

Chaer, Betawi Tempo Doeloe, Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi, h. 330-331 80

Repertoar adalah persediaan nyanyian, lakon, dan opera yang yang dimiliki seseorang

atau kelompok seni yang siap untuk dimainkan 81

Chaer, Betawi Tempo Doeloe, Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi, h. 331

Page 43: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

32

menggerak-gerakkan tangannya sambil berjongkok dan gerak tarian mengambil

pola gerak silat. Oleh karena itu, langkah kaki agak pendek hampir tidak diangkat

dan sikap badan agak membungkuk, kemudian berputar dalam lingkaran sempit

ke arah kiri. Penari merupakan anggota dari kelompok yang memainkan musik

pengiring Rebana Biang sendiri dengan menari secara bergantian. Demikianlah

maka tari-tari Zapin, Samrah dan Blenggo yang didukung umumnya oleh

golongan santri tidak biasa dilakukan oleh kaum perempuan.82

C. Sejarah dan Perkembangan Tari Blenggo di Ciganjur

Sejarah awal dari tari Blenggo adalah dari alat musik Rebana Biang yang

dibawa dari Banten ke Ciganjur sekitar abad 19, oleh pak Haji Tua Kumis. Awal

mulanya pak Haji Tua Kumis ini mengajar mengaji. Seiring berkembangnya

agama Islam maka dikenalkan pula alat musik Rebana Biang ini, proses

pengenalannya adalah dengan cara selepas mengajari ngaji, pak Haji Tua Kumis

memainkan Rebana Biang, dan biasanya dalam pengajian orang Betawi selalu

terdapat pelatihan silat di dalamnya. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa

dahulu belajar ngaji tidak dapat di pisahkan dengan belajar maen pukulan atau

belajar silat, dan pada umumnya guru ngaji juga merupakan seorang yang mahir

maen pukulan.83

Akhirnya dengan bersamaannya permainan rebana ini dengan

latihan silat, digunakan untuk mengiringi gerak silat, dengan istilah ketika

memainkan Rebana Biang adalah “diblenggoin” yang artinya ditarikan atau

digerakkin. 84

Lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu Islami yang diambil dari

Sharaf Al-Anam (Barzanji) berupa syair-syair yang menceritakan tentang sejarah

kelahiran Nabi Muhammad Saw yang isinya juga menyebarkan ajaran moral

Islam, dan menganjurkan umat untuk berbuat baik dengan mencontoh apa yang

dikatakan atau dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, dalam bentuk qosidah.85

82

Ruchiat, dkk, Ikhtisar Kesenian Betawi, h. 79 83

Saputra dkk, Siklus Betawi, Upacara dan Adat Istiadat, h. 22-23 84

Wawancara pribadi dengan H. Abdurrahman, Sanggar Rebana Biang Pusaka Ciganjur,

12 Oktober 2017, Pukul 10.00 85

Zulkarnain Yani, Seni Sharaf Al-Anam dan Rodat di Palembang sebagai Seni

Bernuansa Keagamaan, ( Penamas, Jurnal Penelitian Keagamaan dan Kemasyarakatan , volume

28, nomor 3, oktober-desember 2015, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta,

akreditasi LIPI), h. 429

Page 44: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

33

Pada tahun 70-an semasa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin, yang mana

mulai bangkit kembali kesenian Betawi, terutama pada acara pembukaan

pralokakarya penggalian dan pengembangan seni-budaya Betawi tahun 1976,

untuk peresmian acara tersebut Gubernur Ali Sadikin menggunakan Rebana

Biang, yang sebelumnya bernama “Terbang Gede”, Gubernur Ali Sadikin

menyebutnya “itu ambil biangnya, rebana yang biangnya” dengan maksud rebana

yang paling besar. Penyebutan tari Blenggo sebagai sebuah tari juga disarankan

oleh Gubernur Ali Sadikin karena untuk membedakan dengan tari-tarian Betawi

yang lainnya, seperti topeng, cokek dan lain-lain.86

Rebana adalah alat musik berkulit yang bernafaskan Islam, yang

dipergunakan sebagai sarana upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,

pernikahan, khitanan dan sebagainya. Salah satu dari macam- macam rebana itu

adalah Rebana Biang yang merupakan musik Betawi yang berukuran besar,

bernafaskan Islam, dengan instrument pokok 3 buah rebana yaitu Gendung, Kotek

dan Biang. Biasanya pertunjukkan Rebana Biang ini diadakan pada upacara

pernikahan, khitanan, Maulid Nabi Muhammad SAW dan acara syukuran

lainnya.87

Ukuran-ukuran Rebana Biang di Ciganjur:88

Rebana Gendung:

- Diameter atas : 32 cm

- Diameter bawah : 21 cm

- Tinggi badan : 10 cm

- Tebal badan : 2 cm

- Berat badan : 1 Kg

Rebana Kotek:

86

Wawancara pribadi dengan H. Abdurrahman, Sanggar Rebana Biang Pusaka Ciganjur,

12 Oktober 2017, Pukul 10.00 87

Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Rebana Burdah dan Biang, (Dinas

Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Proyek Pelestarian dan Pengembangan Kesenian Tradisional

Betawi, 2000), h. 90 88

Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Rebana Burdah dan Biang, (Dinas

Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Proyek Pelestarian dan Pengembangan Kesenian Tradisional

Betawi), h. 58-59

Page 45: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

34

- Diameter atas : 42 cm

- Diameter bawah : 22 cm

- Tinggi badan : 10 cm

- Diameter Wengku : 50 cm

- Tebal badan : 2,5 cm

- Berat badan : 1,5 Kg

Rebana Biang:

- Diameter atas : 80 cm

- Diameter bawah : 27 cm

- Tinggi badan : 16 cm

- Diameter Wengku : 88 cm

- Tebal badan : 3 cm

- Berat badan : 2,5 Kg

Berikut cara memainkan Rebana Biang:89

1. Gendung ada tiga suara teng, dung, pak, untuk memainkan rebana gendung

yaitu posisi kaki ditekuk, dengkul di atas dan Rebana disandarkan di kaki,

setelah itu rebana di cagah dengan jari-jari kaki, supaya tidak goyang pada

saat di pukul.

2. Bunyi suara rebana kotek adalah teng, dung, pak, rebana koteg ini berfungsi

sebagai melodi. Untuk cara bermainnya sama seperti rebana gendung.

3. Rebana Biang memiliki bunyi teng, piung, dung, untuk cara bermainnya

dengan posisi kaki ditekuk lalu telapak kaki dipertemukan dan Rebana

Biang dijepit di antara telapak kaki supaya suaranya yang keluar bagus.

Tetapi berdasarkan gambar berikut tidak menggunakan cara tersebut

melainkan dengan cara kaki di tekuk dan kaki kiri sbegai penyanggah

rebana.

H. Damong adalah orang Ciganjur pertama yang belajar Rebana Biang

dari bapak Kumis. Melalui H. Damong inilah kemudian kesenian Rebana Biang

makin populer, sehingga melahirkan generasi penerus seperti H. Bitong, H.

89

“Tutorial Bermain Alat Musik Rebana Biang”, https://www.youtube.com/watch?v=dXovOjxh6Fg, diakses pada tanggal 15 November 2017

Page 46: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

35

Amsir, H. Abdullah dan lain-lain. Kepopuleran H. Damong yang melestarikan

Rebana Biang sehingga namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di

kawasan Ciganjur yang bernama gang H. Damong. H. Sa‟aba menjadi generasi

ketiga yang meneruskannya kepada generasi keempat yaitu H. Abdurrahman,

Engkos, H. Mursidi dan lain-lain. H. Abdurrahman meneruskan dan

mengembangan kesenian Rebana Biang ini, yang kemudian pada tahun 1986

mendirikan Grup Rebana Biang Pusaka. Kata “pusaka” yang diambil sebagai

makna yang mengacu kepada makna peninggalan atau warisan dari orang tua.90

Menurut H. Abdurrahman kesenian Rebana Biang ini harus di lestarikan

karena untuk menghibur masyarakat dan menjadi alat dakwah. Berdasarkan pesan

dari leluhur H. Abdurrahman, bahwa kesenian ini harus di jaga, karena suatu saat

kesenian ini akan timbul kembali, yang akhirnya terbukti pada masa pemerintahan

Gubernur Ali Sadikin, dengan diangkatnya kembali kesenian Rebana Biang ini.

Dalam pementasan tari Blenggo hampir keseluruhan pemainnya adalah laki-laki,

tetapi berdasarkan pengakuan dari H. Abdurrahman, sekitar tahun 2016 ada

beberapa siswa dari SMK 57 yang belajar kesenian Rebana Biang dan tari

Blenggo, terdiri dari lima perempuan dan dua laki-laki. Pementasan tari Blenggo

yaitu setelah permainan musik Rebana Biang dimainkan untuk beberapa lagu,

baru setalah di tengah-tengan permainan musik dipentaskanlah tari Blenggo.91

Seni pertunjukkan Rebana Biang merupakan sebuah kesenin ritual yang

diajarkan setelah pengajian. Dalam perkembangannya seni Rebana Biang ini

bergeser menjadi sebuah hiburan yang mengiringi teater dan tari, yaitu teater

Blantek dan tari Blenggo, memeriahkan berbagai perayaan seperti pernikahan,

khitanan, dan lain-lain. Pergeseran dari sarana ritual ke sarana hiburan disebabkan

oleh beberapa faktor: 1) faktor ekonomi, dikarenakan para pemain rebana biang

tidak mempunyai pekerjaan tetap, 2) pemahaman audiens, karena pertunjukkan

Rebana Biang dahulunya hanya untuk ritual setelah pengajian yang isinya hanya

shalawat, susah dipahami dan membosankan kemudian berkembang dengan

90

Sylviana Murni, ed, Database Orang Betawi, (Dinas Komunikasi, Informatika dan

Kehumasan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2012), h. 87-88 91

Wawancara Pribadi dengan H. Abdurrahman, 12 Oktober 2017

Page 47: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

36

menambahkan lagu-lagu rakyat seperti “Anak Ayam” agar pertunjukkan Rebana

Biang lebih menarik dan dipahami oleh penonton.92

Adapun kostum yang dikenakan dalam penyajian Rebana Biang adalah:93

a. Pakaian Kepala

Para pemain rebana biasanya memakai peci. Ada yang mengenakan peci

hitam, peci merah, dana ada pula yang memakai kopiah haji. Untuk peci yang

biasa digunakan di Ciganjur adalah peci dengan warna hitam polos.

b. Pakaian Badan

Kemeja yang dikenakan para penggarap rebana disesuaikan dengan pakaian

adat Betawi dan pakaian Islam, terutama tentang warna yaitu warna putih atau

warna hitam. Ada pula diantara para pemain rebana yang mengenakan jas atau jas

tong, serta ada yang mengenakan gamis putih atau Takwa.

c. Celana

Celana yang dipakai para pemain rebana adalah: Pantalon (celana panjang),

celana pangsi putih atau pangsi hitam. Ada pula yang memakai celana batik.

d. Kain sarung

Di samping celana, secara tradisi Betawi para pemain rebana mengenakan

kain sarung poleng. Pemakaian kain sarung itu ada yang diselendangkan pada

bahu, ada pula yang dibelitkan pada pinggangnya masing-masing menutupi

sebgaian celana pangsi.

92

Mahmudah, Pertunjukkan Seni Rebana Biang Di Jakarta Sebagai Seni Bernuansa

Keagamaan, h. 303-304 93

Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Rebana Burdah dan Biang, h. 70-71

Page 48: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

37

BAB IV

MAKNA SIMBOL DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJUR

A. Makna Simbol Dalam Tari Blenggo di Ciganjur

1. Nilai Religiusitas

Dalam kelompok sosial keagamaan di masyarakat terdapat komunikasi

religius. Suatu komunikasi dikatakan bersifat religius apabila memiliki salah satu

ciri sebagai berikut, 1) terjadi antara komunikan dengan komunikatornya, seperti

antara Tuhan dan Rasul-Nya, antara nabi dan pengikutnya, antara imam dan

jamaahnya, 2) isinya merupakan pesan-pesan ajaran suatu agama, ada yang

langsung ayat dan ada pula yang berupa interpretasi dari yang menyampaikan

atau, 3) kemasan dan cara menyampaikan bersifat religius,seperti dimulai dan

disudahi dengan doa oleh pemuka agama, dikuatkan dengan dalil-dalil dari kitab

suci, dengan gaya menyampaikan ajaran agama, seperti dnegan pendekatan

keyakinan, dan lain sebagainya.94

Keberagaman masyarakat Betawi dapat terlihat pula dalam musik-musik

Betawi yang mendapat pengaruh dari berbagai bangsa, seperti musik Keroncong

Tugu mendapat pengaruh dari Portugis, Gambang Kromong memiliki pengaruh

dari Cina, sementara musik Samrah dan Rebana mendapat pengaruh dari Arab.

Ada pula beberapa alat musik yang memiliki nilai religiusitas, salah satunya

adalah rebana, karena musik Betawi tidak hanya sebagai hiburan saja, berbagai

macam rebana dengan lagu-lagunya yang khas merupakan musik Betawi yang

bernafaskan nilai-nilai ajaran Islam. Lirik-lirik lagu rebana merupakan lirik yang

berbahasa Arab, lirik lagu tersebut berisi doa-doa.95

Nilai religius dapat dilihat pula dalam kegiatan sebelum pementasan tari

Blenggo. Berdasarkan keterangan dari H. Abdurrahman, ada kewajiban yang

harus dilakukan sebelum mementaskan seni musik Rebana Biang dan tari Blenggo

yaitu memanjatkan doa untuk para sesepuh yang telah meneruskan untuk

melestarikan seni Rebana Biang, karena jika sebelum pementasan para pemainnya

94

Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 2006, h. 256 95

Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Langgam Budaya Betawi, h. 41-42

Page 49: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

38

tidak berdo‟a terlebih dahulu, maka pementasan musik dan tarinya akan

berantakan. Dahulu permainan alat musik Rebana Biang ditampilkan sehabis isya‟

dengan bermaksud untuk menarik minat masyarakat untuk mengaji dan bermain

Rebana Biang, karena pada waktu setelah sholat isya itu kebanyakan masyarakat

sudah terlepas dari akivitas kehidupannya sehari-hari. Bagi para senimannya pun

diharuskan untu taat menjalankan ibadah sholat lima waktu, sebagai bentuk

ketaatan kepada Allah SWT. Dalam kostum yang dikenakan oleh penari Blenggo

yaitu memakai pakaian sehari hari masayarakat Betawi seperti baju koko putih

dan celana batik, juga kebanyakan memakai baju silat yang serba berwarna hitam.

Dua warna antara hitam dan putih ini menunjukkan perbedaan warna yang

mencerminkan dua sisi yang berbeda namun bisa tetap satu dan berpadu.96

2. Makna Simbolik Dalam Tari Blenggo

a. Makna dalam gerakan Tari Blenggo

Tari Blenggo tidak sama dengan tarian tradisioanal Betawi lainnya yang

memiliki pola gerak, seperti pola lantai, gerakan pertama gerakan inti atau

gerakan penutup. Tari Blenggo tidak memiliki pola gerak tarian yang tetap, karena

karena apabila dilihat dari sejarah terciptanya tari Blenggo seperti yang telah

penulis jelaskan bahwa tari Blenggo merupakan pengiring dari Rebana Biang

yang dimainkan seusai mengaji, jadi gerakan dalam tari Blenggo tergantung dari

perbendaharaan silat si penari, karena tarian Blenggo ini setengah dari silat atau

mengambil pola silat. Dalam bidang tari, yang menyebabkan suatu tarian

dianggap bersifat Islam atau tidak adalah kandungan pesannya, dan bukan pada

pertamanya gaya atau tekniknya. Berdasarkan wawancara dengan pelaku seni tari

Blenggo di Ciganjur yaitu H. Abdurrahman yang juga merupakan ketua dari

sanggar Rebana Biang Pusaka mengemukakan bahwa gerak dalam tari Blenggo

sebagai berikut:97

96

Wawancara Pribadi dengan H. Abdurrahman, Sanggar Rebana Biang Pusaka, 12

Oktober 2017 97

Wawancara pribadi dengan H. Abdurrahman, Sanggar Rebana Biang Pusaka,12

Oktober 2017

Page 50: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

39

1. Gerakan pertama adalah gerakan salam, Secara bahasa salam artinya

keselamatan, kedamaian, ketenterama dan keamanan.98

Gerakan salam ini

dengan tubuh setengah membungkuk ke depan seperti salah satu gerakan

dalam sholat yaitu ruku, dengan kedua tangan disatukan. Dalam gerakan

tersebut merupakan gerakan salam pembuka sebagai simbol penghormatan.

2. Gerakan kedua masih dengan sikap tubuh yang membungkuk dan merendah

dengan gerakan kaki yang diangkat agak pendek, sambil kedua tangan

digerak-gerakan bergantian. Dengan sikap gerak tubuh yang membungkuk

dan merendah merupakan simbol kesopanan

3. Gerakan ketiga adalah berputar dalam lingkaran sempit ke arah kiri, masih

dengan sikap tubuh yang sama serta gerakan tangan dan kaki yang sama.

Gerakan tari yang “memutar ke kiri dalam” dapat dimaknai sebagai thawaf

bagi orang Islam pada saat naik haji mengitari Ka‟bah.99

4. Gerakan keempat adalah salam penutup. Bentuk gerakannya sama dengan

gerakan salam pembuka

Tari Blenggo ditarikan dengan menggerak-gerakkan tangannya sambil

berjongkok dan gerak tarian mengambil pola gerak silat. Gerak tarian yang

mengambil pola gerak silat sesungguhnya memiliki nilai etis yang bersiap untuk

melindungi. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Abdurrachem sebagai

seniman Betawi yang juga sebagai pengamat tari Blenggo serta menjadi pelaku

seninya juga, mengatakan bahwa keseluruhan gerak dalam tari Blenggo hampir

semua gerakannya membungkuk atau merunduk dan gerak tari yang mengambil

pola silat gerak kakinya kebanyakan menghimpit ke dalam serta dalam

gerakannya tidak ada yang mengangkat kaki melebihi dari paha, hal itu

mencerminkan sopan santun dan agar kita selalu berbudi luhur.100

Keseluruhan gerakan tari Blenggo di Ciganjur yang merupakan setengah

silat, diambil dari pola gerak silat yang dinamakan Koplek yang juga memiliki

98

Abdul halim Fathani, Ensiklopedi hikmah: Memetik Buah Kehidupan di Kebun

Hikmah, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008), h. 462 99

Tim Peneliti FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, h. 67

100

Wawancara pribadi dengan Bapak Abdurrachem, Dinas Pendidikan Jakarta, 01

November 2017

Page 51: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

40

pola gerak silat dengan sikap gerak tubuh merunduk serta merendah. Gerakan

tersebut memiliki arti agar kita sebagai manusia tidak sombong dan selalu rendah

hati. 101

Sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman ayat ke-18:

ا إن ح ر رض م ل تمش في ال لناس و ك ل د ر خ ل تصع و

تال فخور خ ل م ل يحب ك للا

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena

sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi

membanggakan diri.”

Berdasarkan wawancara dengan ustad Hamid, selaku ketua Sanggar silat

Akal dan Takwa, inti dari makna gerakan-gerakan silat Koplek adalah sikap sopan

dan ramah dalam berseni, jangan angkuh dan punya sifat sombong dalam seni

bela diri, harus rendah dalam wibawa, tinggi di dalam kebaikan.102

b. Makna dalam Instrumen Tari Blenggo

Rebana merupakan alat musik yang bernuansa keagamaan dapat dilihat pula

dari kata rebana itu sendiri yaitu rebana berasal dari kata robbana artinya adalah

wahai tuhan kami (suatu doa dan pujian terhadap Tuhan).103

Rebana juga

dijadikan sebagai media hiburan, pergaulan sosial, dan sebagai alat upacara

keislaman. Kemudian bila ditinjau dari fungsinya, rebana merupakan instrument

musik pukul (perkusi) yang berguna sebagai pengiring lagu dan tari-tarian yang

bernuansa Islami.104

Berdasarkan wawancara dengan H. Abdurrahman bahwa

dalam pemeliharaannya, rebana ini tidak boleh dilangkahi, karena ini merupakan

pusaka orang tua, jadi kita harus menghormati leluhur. Rebana Biang juga

menjadi simbol seni musik khas Betawi, yang pada bagian lingkaran rebananya

101

Wawancara pribadi dengan Ustad Hamid, Padepokan Akal dan Takwa, 25 Oktober

2017 102

Wawancara pribadi dengan Ustad Hamid, 25 Oktober 2017 103

Rubingat, Rebana; Musik dan Lagu Tradisional Islami, h. 146 104

Hasmawi, Seni Musik Rebana, (Aceh: CV. Sepakat Baru, Darussalam, 1995), h. 3

Page 52: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

41

masih menggunakan pasak (sejenis paku berbahan kayu atau bambu), yang

digunakan sebagai penyanggah di bagian lingkaran rebana.105

Instrument dalam tari Blenggo di Ciganjur adalah Rebana Biang, seperti

yang telah dijelaskan di atas, Rebana Biang terdiri dari tiga Rebana yang

dinamakan gendung, kotek dan biang. Menurut kebiasaan setiap jenis rebana

selalu dimainkan secara berkelompok, yang sekurang-kurangnya terdiri dari tiga

orang atau lebih, hal ini merupakan keharusan karena prinsip permainan rebana

pada dasarnya harus bersahut-sahutan, demikian dengan nyanyiannya.106

Alat

musik rebana dianggap menjadi instrumen khas Islam karena memang sebagain

besar nyanyian-nyanyian yang diiringi oleh rebana mengandung pesan-pesan

keislaman, seperti puji-pujian untuk atau riwayat dari Nabi Muhammad Saw.

Ada beberapa lagu Islami yang dibawakan dalam pementasan Blenggo

Rebana adalah Allahuah, Allah-Allah, Shollu „ala madanil iman, An-Nabi ya man

hadhor, Shollu Robbuna, Alfa Shollu, Sholawat Badar, serta ada pula lagu rakyat

lain yang dibawakan seperti Anak Ayam, Sangrah, Sirih Kuning, Jali-Jali dan

Ondel-Ondel. Salah satu lagunya adalah Sholawat Badar yang berisikan tentang

puji-pujian kepada Rasulullah SAW, dan berisikan do‟a-do‟a kepada Allah

SWT.107

c. Makna simbolik pada busana dalam Tari Blenggo

Dilihat dari kostum yang digunakan oleh pemain Rebana Biang,

berdasarkan pernyataan bapak Haji Abdurrahman dahulu menggunakan baju

berwarna hitam, karena zaman dahulu banyak sekali kejahatan di jalanan dan

pertunjukkan Rebana Biang dilakukan semalam suntuk sekitar dari jam 19.00

sampai jam 04.00 pagi, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,

makanya digunakanlah kostum berwarna hitam. Bila dilihat pertunjukkan Rebana

Biang dahulu dan sekarang, tampak perbedaan yang mencolok yaitu, dahulu

pertunjukkan Rebana Biang dilakukan semalam suntuk dengan beberapa lagu,

105

Wawancara pribadi dengan H. Abdurrahman, Sanggar Rebana Biang Pusaka, 12

Oktober 2017 106

Wirya, Bermain Rebana, h. 7-8 107

Wawancara pribadi dengan H. Abdurrahman, 12 Oktober 2017

Page 53: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

42

namun untuk prtunjukkan yang sekarang hanya dua atau tiga lagu yang dibawkan.

Hal ini dipengaruhi oleh para pemaian Rebana Biang yang sudah lanjut usia.108

1) Peci Hitam dan Sarung

Pemakaian peci merupakan bagian dari identitas ke-Betawian dan tren bagi

laki-laki Betawi. Biasanya peci juga digunakan oleh para pendekar, jawara, dan

jagoan maen pukulan (pencak silat), bagi orang Betawi yang tidak memakai peci

dianggap gundul. Peci yang digunakan sebagai identitas orang Betawi umumnya

berwarna hitam polos tanpa motif dan berbahan beludru. Posisi peci harus tepat

saat digunakan, yaitu sudutnya terletak didepan dan dibelakang. Peci menjadi

simbol perlawanan nasional seiring lahirnya ide nasionalisme. Soekarno juga

menetapkan bahwa peci dan sarung sebagai simbol dari perlawanan terhadap

kolonialisme. Peci juga sering dipadankan dengan jas 109

peci hitam yang khas

bagi orang Betawi adalah yang berbahan Beludru dan berwarna hitam polos tanpa

ada motif atau corak apapun.110

Bagi masyarakat Betawi sarung juga merupakan identitas dari ke-Betawian,

selain digunakan untuk ibadah sholat, sarung juga digunkan oleh para jawara dan

jago maen pukulan yang terkadang bisa dijadikan pula sebagai senjata, terutama

bagi mereka yang dari pesantren dan berlatar belakang agama yang kuat. Ada dua

gaya pemakaian sarung, peletakan sarung di pundak sebagai identitas bahwa

mereka memiliki kemampuan maen pukulan, sedangkan apabila sarung tidak

dijadikan sebagai senjata maka akan diikatkan ke pinggang, digulung-gulung

sebagai ikat pinggang.111

Peletakkan posisis sarung disinyalir diadaptasi dari

cukin (syal putih) yang dikenakan jago-jago kuntao Tionghoa peranakan di

Betawi. Bagi masyarakat Betawi yang agamis, penggunaan sarung di pundak

merupakan transformasi ekspresi kebudayaan yang digambarkan dalam “shalat

dan silat / hablum minallah dan hablum minannas”.112

108

Mahmudah, Pertunjukkan Rebana Biang Di Jakarta Sebagai Seni Bernuansa

Keagamaan, h. 304 109

Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, h. 266- 268 110

Wawancara pribadi dengan H. Abdurrahman, 12 Oktober 2017 111

Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, h. 271 112

Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, h. 289

Page 54: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

43

2) Baju Tikim dan Celana Pangsi

Baju Tikim dan celana Pangsi merupakan pakaian yang pada umumnya

dipakai oleh para pemain pencak silat. Belakangan ini baju tikim yang m

erupakan pakaian tradisonal Betawi sering juga disebut baju sadariah dan

baju koko. Baju tikim pada umumnya tidak berkerah karena diadaptasi dari

kebanyakan orang Tionghoa di Batavia, dan memiliki lima kancing yang awalnya

bahan kancing terbuat dari bahan yang dipilin. Baentuk kancing yang jantan

menyerupai kepala capung113

, sehingga disebut kancing kepala capung.114

Pada umumnya pakaian mereka adalah baju kampret berwarna hitam

dengan kancing jepret model baju sadariah model leher tali sepatu, atau lebih

dikenal dengan daun tikim. Memakai celana pangsi hitam yang dilipat serta

digulung sebagaimana memakai kain, karena celana ini bentuk atasnya tidak

memakai tali atau karet sebagaimana celana kolor. Celana pangsi ini berasal dari

daratan Cina, semua pesilat akan memakai celana ini bila sedang mengadakan

latihan. Bagian atas celana ditutup dengan ban pinggang besar dari kulit dan

berkantung model tutup silang. Ban ini berguna pula sebagai tempat untuk

menyelipkan golok mereka yang biasanya berada di pinggang kiri.115

Celana pangsi yang biasnya digunakan oleh pesilat berukuran lebar, dan

wrana yang pada umumnya digunakan adalah hitam, putih, kuning gading, biru

tua dan abu-abu. Pada zaman dulu pewarna yang digunakan berasal dari alam,

seperti hitam dari pembakaran arang, kuning gading dari kunyit dan biru tua dari

olahan pohon nila. Cara memakai celana pangsi ini dililitkan di pinggang seperti

sarung, agar tidak melorot diikat dengan angkin atau kain. Penggunaan angkin

digantikan dengan gesper kulit atau gesper haji. Sedangkan untuk sekarang ini

celana pangsi dibuatkan tali di tengah untuk mempermudah pemakainya.116

3) Baju koko putih dan celana batik

113

Bagi masyarakat Cina, capung sebagai simbol kemakmuran dan keberuntungan 114

Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, h. 269-270 115

Yasmine Zaki Shahab, dkk, Busana Betawi, Sejarah & Prospek Pengembangan,

(Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; Dinas Museum dan Pemugaran, 2000), h.

82-83 116

Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, h. 270

Page 55: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

44

Baju koko putih yang seringkali disebut dengan sadariah merupakan baju

keseharian orang Betawi yang erat dengan warna pengaruh Islam. Biasanya

dikenakan bersamaan dengan celana batik komprang atau disebut dengan celana

boim, celana ini merupakan celana yang baisa digunakan oleh pria Betawi untuk

mengaji.117

Batik Betawi boleh dikatakan. Betawi atau Jakarta adalah kota niaga. Batik

dibuat untuk diperdagangkan, jadi sifatnya komersial. Motif batik dibuat

berdasarkan pesanan konsumen. Karena itulah kita bisa menemukan motif seperti

sawat/gurdo atau garuda yang merupakan ciri batik Solo-Yogya (tapi di Betawi

namanya Gajah Mada atau Tapak Kebo). Tetapi batik Betawi mengalami

perkembangan yaitu pada tahun-tahun terakhir ini yang banyak dibuat ialah kain

yang menggambarkan ciri Jakarta seperti ondel-ondel, Monumen Naional, dan

flora fauna yang didapati di Jakarta umpanyanya saja elang bondol atau ulung-

ulung. Kain-kain itu diberi kepala bermotif pucuk rebung, dan warna pada batik

Betawi biasanya menggunakan warna yang mencolok.118

4) Sabuk atau Gesper Haji

Bagi jawara dan jago maen pukulan gesper haji digunakan sebagai penahan

perut agar organ tubuh bagian bawah tidak mengalami gangguan ketika

melakukan beberapa jurus silat, selain itu gesper haji memang juga digunakan

sebgai ikat pinggang agar celana tidak melorot. Gesper haji disebarluaskan oleh

ulama, guru, serta orang-orang Betawi sepulang menunaikan ibadah haji di

Mekkah.119

B. Respon Masyarakat Terhadap Tari Blenggo di Ciganjur

Seni (kesenian) adalah sebagian dari kebudayaan, sedangkan kebudayaan

meliputi seluruh kehidupan manusia dalam bermasyarakat, baik lahir maupun

batin. Kebudayaan adalah usaha manusia untuk melengkapi dan meningkatkan

taraf hidupnya. Oleh sebab itu kebudayaan adalah ciptaan manusia, dan seni

117

Tim Peneliti FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, h. 118 & 120 118

Hartono Sumarsono dkk, Batik Betawi, (Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer

Gramedia, 2017), h. 61 119

Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, h. 274

Page 56: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

45

adalah merupakan salah satu aspeknya. Sebagai aspek kebudayan, seni adalah

juga hasil ciptaan manusia. Kesenian itu melekat pada kehidupan manusia. Di

mana ada manusia, disitu ada keindahan (estetik) yang merupakan aspek atau

hakikat dai seni.120

Pada tahun 70-an adalah masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin. Pada

masa itu terjadi banyak sekali perkembangan baik itu di bidang pendidikan,

agama, kebudayaan/kesenian, pariwisata dan lain-lain. Pada tahun- tahun itulah

salah satunya seniman mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah untuk terus

mengembangkan kesenian dengan berbagai program yang telah direncakan oleh

Gubernur sebagai wadah para seniman berkreatifitas.

Dengan kembali dilestarikannya kesenian Betawi semakin semaraklah para

penikmat seni Betawi untuk terus melestarikan dan selalu menyaksikan segala

bentuk kesenian dari Betawi. Untuk seni Rebana Biang yang diiringi dengan tari

Blenggo masih menjadi salah satu seni yang disukai oleh masyaarakat setempat.

Hal itu bisa dilihat dari beberapa orang yang telah penulis wawancarai, yang

penulis dapat menyebutkannya dalam beberapa hal: Pertama, masyarakat masih

berminat dengan seni Rebana Biang karena latar belakang sosial kebudayaan

masyarakatnya adalah Betawi Religius, sehingga kesenian rebana sudah tentu

menjadi kesenian yang diutamakan. Kedua, belum adanya beragam musik lain

yang ada, sehingga Rebana Biang menjadi salah satu kesenian yang sering tampil

di daerah Ciganjur. Namun setelah masuknya beberapa hiburan lain menjadikan

kesenian ini mengalami pasang surut.

120

H. D. Mangemba, Masyarakat dan Kesenian Indonesia, (Fakultas Sastra Universitas

Hasanuddin Makassar, 1992), h. 2-3

Page 57: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

46

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tari Blenggo yang merupakan seni tari tradisioanal khas Betawi menjadi

salah satu kesenian yang dapat dikatakan hampir punah untuk saat ini. Dengan

beberapa penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Ciganjur merupakan salah satu wilayah tempat berkembangnya seni musik

Rebana Biang dengan tari Blenggonya, dan yang menjadi satu-satunya saat

ini wilayah yang masih berkembang kesenian tersebut dengan nama sanggar

“Rebana Biang Pusaka”. Mayoritas masyarakatnya yang merupakan etnis

Betawi religi menjadikan salah satu faktor tetap berkembangnya seni musik

Rebana Biang dengan tari Blenggonya. Mayoritas masyarakatnya bahkan

hampir keseluruhannya beragama Islam, menjadikan pengaruh besar dalam

kehidupan dan segala tradisi pada masyarakatnya.

2. Sejarah dan perkembangan tari Blenggo di Ciganjur diawali dengan Pak

Haji Tua Kumis yang datang ke Ciganjur untuk mengajar mengaji dan

belajar Rebna Biang, dan biasanya dalam pengajian selalu ada juga seni bela

diri seilat, sehingga seni musik Rebana Biang digunakan untuk mengiringi

latihan silat. Akhirnya ada istilah bermain Rebana Biang sambil diblenggoin

yang artinya digerakkin. Pak H. Damonglah yang pertama belajar dengan

pak H. Tua Kumis sehingga diturunkan kepada generassi-generasi

keturunan selanjutnya.

3. Makna-makna simbol yang terdapat dalam tari Blenggo salah satunya

adalah gerakan tariannya yang mengambil pola dasar silat yang serba

membungkuk dan merendah mencerminkan kesopanan, berbudi luhur dan

tidak sombong atau meninggikan hati. Dalam instrument musik dan lagunya

yaitu menggunakan alat musik Rebana Biang yang merupakan musik yang

bernuansa keagamaan serta lagu-lagunya yang kebanyakaan

mengungkapkan akan keagungan Tuhan dan Rasul Nya. Dari kostum yang

digunakan adalah pakaian kesharian khas Betawi dan pakaian silat yang

Page 58: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

47

mencerminkan kesedehanaan serta ada corak keagamaan yang terdapat

dalam kedua kostum tersebut adalah peci hitam yang menjadi simbol umat

muslim yang taat kepada agama.

B. Saran

Dalam penulisan tentang makna simbol dalam kesenian tari Blenggo di

Ciganjur, penulis berharap dapat memberi sedikit pengetahuan tentang makna-

makna yang banyak terkandung nilai-nilai Islami, juga nilai-nilai luhur di

dalamnya. Penulis berharap lebih banyak lagi peminat baik itu anak-anak ataupun

remaja, baik itu dari masyarakat Ciganjur ataupun masyarakat di luar wilayah

Ciganjur yang akan terus melestarikan kesenian yang memang hanya satu-satunya

di tanah Betawi ini. Untuk pemerintah baik itu tingkat kelurahan, kecamatan

ataupun Provinsi dapat lebih memperhatikan kelestarian dari kesenian Blenggo

Rebana ini.

Page 59: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

48

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abu, Rifai, ed. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977.

Agus, Bustanuddin. Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi

Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Andi Saputra, Yahya dkk. Siklus Betawi, Upacara dan Adat Istiadat. Jakarta:

Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Bekerjasama dengan Dinas

Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2000.

Arif, Syaiful. Refilosofi Kebudayaan, Kebudayaan Pascastruktural. Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media, 2010.

Chaer, Abdul. Folklor Betawi, Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi.

Jakarta: Masup Jakarta, 2012.

Chaer, Abdul. Betawi Tempo Doeloe, Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi.

Depok: Masup Jakarta, 2015.

Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta. Rebana Burdah dan Biang. (Dinas

Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta. Proyek Pelestarian dan Pengembangan

Kesenian Tradisional Betawi).

Setiati, Eni dkk. Ensiklopedia Jakarta, Jakarta tempo doeloe, kini & esok. Jakarta:

PT Lentera Abadi, 2009.

Gonggong, Anhar dkk, ed. Sejarah Sosial di Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Raya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai

Tradisional, 1984.

Halim Fathani, Abdul. Ensiklopedi hikmah: Memetik Buah Kehidupan di Kebun

Hikmah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008.

Hasmawi. Seni Musik Rebana. Aceh: CV. Sepakat Baru, Darussalam, 1995.

Harun, Ismet B. Rumah Tradisional Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan Khusus

Ibukota Jakarta, 1991.

Hidayah, Zulyani. Ensiklopedia suku bangsa di Indonesia. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2015.

HM, Zaenuddin. 212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe. Jakarta: Ufuk Press,

2012.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Kuntowijoyo. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya,

1987.

Madjid, M. Dien. Pengantar Ilmu Sejarah. UIN Jakarta Press, 2013.

Page 60: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

49

Mangemba, H. D. Masyarakat dan Kesenian Indonesia, Fakultas Sastra

Universitas Hasanuddin Makassar, 1992.

Mulyana. Pendidikan Pencak Silat, Membangun Jati Diri dan Karakter Bangsa.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Murni, Sylviana, ed. Database Orang Betawi. Dinas Komunikasi, Informatika dan

Kehumasan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2012.

Nawi, G. J. Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi. Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia, 2016.

Rosyadi, ed. Profil Budaya Betawi. Bandung: Balai Kajian Sejarah dan Niali

Tradisional, 2006.

Rudini. Profil Propinsi Republik Indonesia, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Jakarta; PT Intermasa.

Ruchiat, Rachmat dkk. Ikhtisar Kesenian Betawi. Dinas Kebudayaan DKI Jakarta,

2000.

Sediawati, Edi. Pertumbuhan Seni Pertunjukkan. Jakarta : Sinar Harapan, 1991.

Setyo Kriswanto, Erwin. Pencak Silat. Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2015.

Sopandi Atik, dkk. Pencak Silat. Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 1992.

Soedarsono, R. M. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta : Balai Pustaka, 1992.

Sudarsono. “Tari-Tarian Indonesia I”. Jakarta: Proyek Pengembangan Media

Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.

Sumarsono, Hartono dkk. Batik Betawi. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer

Gramedia, 2017.

Suryana, Asep. Pasar Minggu Tempo Doeloe: Dinamika Sosial Ekonomi Petani

Buah 1921-1966. Jakarta: LIPI Press, 2012.

Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI. Ragam Seni Budaya Betawi. Jakarta:

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2012.

Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI. Langgam Budaya Betawi. Jakarta:

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2011.

Wirya, Mus K. Bermain Rebana. Jakarta: C. V. Yasaguna, Anggota IKAPI, 1981.

Zaki Shahab, Yasmine, dkk. Busana Betawi, Sejarah & Prospek Pengembangan,

Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; Dinas Museum dan

Pemugaran, 2000.

Artikel Jurnal:

Mahmudah, Nur. Pertunjukkan Seni Rebana Biang Di Jakarta Sebagai Seni

Bernuansa Keagamaan. Jurnal: Penamas, Volume 28, Nomor 2, Juli-

September 2015.

Page 61: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

50

Rubingat. Rebana (Musik dan Lagu Tradisional Islami). Jurnal Jantra, Vol VIII,

No 2. Desember 2012.

Yani, Zulkarnain. Seni Sharaf Al-Anam dan Rodat di Palembang sebagai Seni

Bernuansa Keagamaan. Penamas, Jurnal Penelitian Keagamaan dan

Kemasyarakatan, Volume 28, Nomor 3, Oktober-Desember 2015. Balai

Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, Akreditasi LIPI.

Skripsi:

Fitri Fitri Purnami. Kajian Sosiologis Kesenian Blenggo di Kelurahan Cipedak,

Kecamatan Jagakarsa, Jakarta. Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas

Negeri Yogyakarta, 2014.

Surat Kabar:

Rais, S. Rahadjo. Surat Kabar Pelita. Selasa 28 November 1978.

Sispardjo, Srijono. Macam-Macam Tari Rakyat Betawi. Sinar Harapan, Rabu 24

Mei 1978, Kol 1.

Arsip Cetak:

Badan Pusat Statistik. Jakarta Selatan dalam Angka 1987. Jakarta: Kantor

Statistik Jakarta Selatan.

Badan Pusat Statistik. Jakarta Selatan dalam Angka Tahun 1984. Jakarta:

Kantor Statistik Jakarta Selatan.

Biro Hukum Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Himpunan Lembaran

Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1986.

Sumber Elektronik:

Tutorial Bermain Alat Musik Rebana Biang.

https://www.youtube.com/watch?v=dXovOjxh6Fg, diakses pada tanggal

15 November 2017

Wawancara:

Wawancara pribadi dengan Pak H. Abdurrahman. Ketua Sanggar Rebana Biang

Pusaka Ciganjur. 12 Oktober 2017

Wawancara pribadi dengan Ustad Hamid. Ketua Sanggar/Padepokan Akal dan

Takwa. 25 Oktober 2017

Wawancara pribadi dengan Bapak Soni. Tokoh Masyarakat Ciganjur. 22 Agustus

2017

Page 62: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

51

Wawancara pribadi dengan Bapak Kholid. Tokoh Agama Ciganjur. 22 Agustus

2017, Pukul 15.00.

Wawancara pribadi dengan Bapak Abdurrachem. Seniman dan Pengamat Tari

Blenggo. 01 November 2017

Page 63: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

52

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 64: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

53

Lampiran 1: Foto-foto

Gambar 1: gerakkan salam pembuka dan penutup

Gambar 2: gerakkan inti dari tari Blenggo

(Sumber : dokumentasi pribadi, 2017)

Page 65: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

54

Gambar 3: gerakkan silat Koplek Gambar 4: gerakkan salam pembuka

Gambar 5: gerakkan silat dasar

(Sumber : dokumentasi pribadi,2017)

Page 66: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

55

Gambar 6 : alat musik Rebana Biang, Gendung dan Kotek

Gambar 7 : cara memainkan Gendung

(Sumber: dokumentasi pribadi)

Page 67: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

56

Gambar 8 : cara memainkan Kotek

Gambar 9 : cara memainkan Rebana Biang

(Sumber: dokumentasi pribadi,2017)

Page 68: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

57

Gambar 10 : lirik lagu Rebana Biang

Gambar 11 : sarung yang diletakkan di pundak Gambar 12 : peci sebagai ciri khas dari tari

Blenggo

(Sumber : dokumentasi pribadi,2017)

Page 69: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

58

Gambar 13 : Baju Tikim Gambar 14 : celana pangsi

Gambar 15 : baju koko putih dan celana batik komprang

(Sumber: dokumentasi pribadi)

Page 70: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

59

Gambar 16 : gesper Haji

Gambar 17: H. Saaba, Generasi ke-3 dari Rebana Biang

(Sumber : dokumentasi pribadi,2017)

Page 71: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

60

Gambar 18: sertifikat peresmian Sanggar Pusaka Rebana Biang Ciganjur

(Sumber:dokumtasi pribadi, 2017)

Gambar 19: Pembukaan Pralokakarya Penggalian dan Pengembangan Seni-Budaya Betawi

Tahun 1976

(Sumber: buku Seni-Budaya Betawi Pralokakarya Penggalian dan Pengembangannya, 2000 )

Page 72: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

61

Lampiran 2: Transkip Wawancara

Wawancara dengan tokoh Agama di Ciganjur, (Ustad Abdul Kholid)

P: Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

N: waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

P: Saya Saadah pak, mahasiswi UIN yang sedang menulis skripsi tentang “Unsur-

unsur Islam dalam kesenian Blenggo di Ciganjur tahun 1970 sampai 1990”

P: kalau latar belakang sosial budaya masyarakatnya itu bagaimana pak?

P: kalau ya tahun 70 an muslim semua sekampung inj muslim semua, jadi ya

sebagian besar ini Islam, sedikit minim ya minim sampai sekarang pun juga gak

banyak, terus Betawi. Keakrabnnya ya keakrabannya budaya keakraban

masyarakat Betawi, ya yang terbuka suka kumpul suka bareng barengan apa itu

kebersamaan dan tahun 70 an itu masih banyak sawah-sawah, jadi masih banyak

yang bertani, berkebun tahun 70 an sampai 90 an tu masih banyak sawah bertani

berkebun ya ada sebagian kecil yang berdagang karna lahan masih luas

P: sistem kekerabatannya disini bagaimana tu pak?

N: Kekerabatannya ya Betawi, masih segala macem kekerabatan, jadi tidak

cenderung ke patrilineal tidak ke matrilineal juga nggak, guyub aja itu nyampur

aja.. eee apa ya orang Betawi kan terbuka ya, gak ada wanita lebih apa lelaki lebih

apa gitu gak ada terbuka aja lepas aja

P: kalau sistem Religinya disini kayak ada tradisi keagamaan yang khusus gak

yang pada tahun 70 an sampai 90 an tuh menjadi khas?

N: masih..apa tahun tahun itu suasana Religinya, ya sebenernya sama ininya,

misalnya ada kegiatan khataman Qur‟an, khataman Qur‟an bagia anak yang mau

nikah, terus sunnatan perayaan sunnatan, terus aqeqahan, kawinan. Cuman

sekarang ini lebih dikemas dengan bentuk yang lain gak begitu khas lagi, ya kalau

dulu misalnya ana mau sunnatan, tu rame rame diantar anak laki, kalau

perempuan kan masih kecil sunnatnya, sekitar umur 8 tahun 10 tahun bahkan ada

yang umur 14 tahun, itu temen temennya digiring ke kali, di kali mandinya, kan

pagi tu biar dingin, waktu itu kan belom ada obat bius, rame-rame tu temen

temennya bawa kue, bawa pisang, yang mandi tu disuruh nyelem gitu, kalau dia

Page 73: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

62

bangun dilemparin kepalanya, kenapa supaya kedinginan, sehinga ketika dipotong

nanti gak keluar darah banyak, itu tradisi begitu masih ada, sama mauled di

masjid, dua tiga hari sebelum mauled pasang pajangan, pasang apa, nyari nyari

pohon gitu, kesederhanaanny, kesemarakaannya itu masih ada. Malem kan belom

ada listrik, pasang obor pake bamboo di sekitar masjid, jalan jalan, wah semarak

sekali, itu kayak aqeqahan, suasana religi dan tradisionalnya masih terasa.

Sekarang ini dilaksanain tapi religinya masih kebawa tapi tradisinya udah cari

simple simple aja, tahun itu masih bagus. Kawinan, kawinan masih dua hari dua

malam, misalnya pesta hari minggu, itu dari malam minggu sudah repot itu di

rumah, bahkan dari sabtu, dari sabtu sudah nerima tamu, keluarga apa disitu,

malem sabtunya, malem minggunya sampe malem senin, itu pesta pernkahan

kayak gitu sampe dua hari dua malem, kumpul keluarga nginep, dan dulu ketika

orang ngundang pesta perkawinan itu kan gak pake suarat, dua tiga orang keluarga

ibu ibu keliling kampong ngasih tau dating satu satu ke rumah tuh, jadi dipastikan

semua kenal dan nyebutnya nanti nginep, ngundangnya bukan dateng tapi nginep,

“hari sabtu malem minggu nginep mau pesta perayaan perkawinan” itu mau

kemana mau ngajak nginep, nah itu ngundang namanya

P: kalo tadi kan bapak bilang mayoritas muslim ya, nah kalo pengaruh agamanya

ke pendidikannya tu ada gak pak ?

N: ya otomastis, misalnya sekolah, sekolah waktu tahun 70 itu udah ada eee didini

ada SD tahun 62, sebelumnya SR ada tiga kelas itu, saya ngalamin SR, nah pagi

saya sekolah SD, siang saya sekolah madrosah sampe jam empat, pulang mandi

sholat ashar, berangkat lagi ngaji, ke masjid atau ke musholla, pulang ntar isya,

jadi belajarnya itu pagi sore malem, dan di dua sekolah, sekolah SD atau SR dan

madrosah, hampir mirip pola pesantren sebenernya, penuh belajarnya.

P: kalo sistem religinya berpengaruh ke mata pencaharian masyarakat sini gak

pak?

N: oh ya.. otomatis..otomatiss..jadi gini, dengan pola pikir yang dibentengi

dengan religi, orang kita tu gak terlalu bersemangat untuk bisnis, yang supaya

nanti berhasil, yang supaya nanti jadi orang kaya gitu, bahkan falsafahnya

“yaa..dunia sekedarnya ajalah” dunia sekedarnya aja, makanya Betawi dulu jarang

Page 74: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

63

yang jadi pegawai negeri, jarang yang jadi ABRI, jadi TNI jarang, gak usah gitu

gitu amat, emang lapar apa, yang penting bisa ngurusin sawah ama ank ama istri,

apalagi kalo ada yang jadi pegawai atau TNI trus harus dioper, suruh berenti itu

bisa, “berenti aja lu, emang laper lu, ngumpul aja sini dengan keluarga” jadi salah

satunya ada, “ngejar dunia gitu gitu amat” jadi itu ada falsafahnya begitu, udah

secukupnya aja, makan juga perutnya Cuma segitu kok, itu kita karna terbentengi

dengan image religi itu tadi, dunia d kejar-kejar amat

P: itu kalo pergi Haji, jadi tolak ukur gak buat masyarakat muslim disini

N: oo iya Haji itu menjadi tolak ukur prestise, keimanan, artinya suatu cita cita

luhur kalau bisa berangkat Haji, tapi emang ada efek pada kehidupannya, ketika

orang itu sudah Haji dia ini banget protektif, gaka orang Betawi yang Haji itu

makan di warung, kayak warteg gitu gak sopan dianggapnya, makan itu di rumah,

jangan makan di warung, kayak gak ada yang ngurus kalo makan di warung, trus

misalnya ada tontonan, trus nonton di depan, ketika dia Haji, gak ada tu dia pake

celana pendek, pasti pake celana pangsi, kaos oblong, bahkan kepala pasti pake

peci, itu termasuk tatakramanya kalau sudah Haji ya, pakaian lebih rapi,

akhlaknya ya gak sembarangan, kenapa, itu tadi Haji itu sesuatu yang sangat

sacral, prestis, sehingga ada sebagian orang yang ketika ditanya” Haji belom”

“ah.. belom bisa jaga”, nah belom bisa jaga berarti belom siap tu, kalo udah Haji

kan gak boleh ini gak boleh ini, ada yang begitu jadinya, menurut dia kalau sudah

Haji, harus lebih ini, lebih ini gitu.

P: kalo struktur pola pemukima disini tu gimana pak, tahun 70?

N: pemukiman itu..rumah ya rumah adat Betawi, ya… kayak begini ini ni, Rumah

adat Betawi itu biasanya kamr minim tetapi punya ruang tamu yang luas, kenapa?

Falsafahnya kumpul keluarga, nah itu tadi ada kegiatan, ada selametan, kawinan,

aqeqahan, yang butuh apa ruang yang luas, jadi rumah dulu ya tidak berkamar

kamar, paling kamarnya dua, buat orang tua sama anak yang sudah dewasa, sama

yang laennya gelaran rame-rame, terus, rumahnya besar-besar, tapi ruangnya dikit

dan ruang depannya itu pasti luas, karna untuk kumpul-kumpul keluarga, nah

terus pola pemukimannya ya dulu ya ngelompong biasanya karna tanah masih

luas, misalnya si bapak punya tanah disini, dia punya anak dinikahkan, dibikinin

Page 75: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

64

rumah di sebelaahnya, jadi ketika ada satu blok itu, itu pasti anknya cucu cucunya

gitu, baru belakangan ada orang dari daerah dateg, terselip dia bikin rumah disitu

gitu, jadi kayak gang ini ya itu satu gang ya ada anaknya cycynya semuanta

dibikinin rumah disitu

P: kalo penyebutan kekerabatn ke yang atas atas tu yang khusus gak pak?

N: Ada, kalo saya ya, bapak: baba, uwa, atau engkong itu yang laki, kalo yang

perempuan: nyak, terus mpeng, mpeng itu nenek, nah ke atsnya baru buyut, kalo

buyut sama, buyut laki, buyut perempuan, tapi itu di atas kakek tu,cuman kakek

itu engkong, uwa, atau yang laki itu kalo yang perempuan mpeng sebutannya ,

kalo ke samping eee ayah atau ibu saya, kalo kakaknya ibu saya panggilannya

baba gede, misalnya bapak saya punya kakak itu baba gede, nyak gede, kalo di

bawah bapak saya atau di bawah ibu saya kalo yang perempuan ence‟ kalo yang

laki mamang, mamang tu paman, nah terus bapak saya punya saudara, nah

anaknya kalo bahasa indonesianya kan sepupu, kalo saya sebutnya misanan,

misanan itu artinya sama sama satu kakek, anak anak misanan namanya mindon,

pak Ali punya anak Ahmad dengan Fatimah, Fatimah punya anak dan Ahmad

punya anak, Fatimah dan ahmad kan saudara, anak atimah adan ahmad tu sepupu

misanan, anaknya dia tu , cucunya ahmad dan cucunya Fatimah itu yang namanya

mindon, jadi levelnya di bawah cucu, di bawah eee misanan, nah kebawah nya

udah umum dah tu semuanya dibilang saudara aja

P: kalo kita ngomongin kesenian ni pak, tadi kan katanya khas sini itu rebana

N: rebana, qasidah, gambus juga ada, eee ya itu rebana biang kayak gitu, kalo

kesenian yang berbentuk gamelan gak ada disini, karna itu tadi, Betawi didini itu

lingkungan Betawi yang Religius, kalo jagakarsa nah ada Betawi gamelan disitu,

tanjung priuk nah itu ada cokek campur China, disini gak ada disini Betawinya

murni, gak kecampuran Cina gak kecampuran Belanda

P: kalo berdasarkan klasifikasi Betawi disini masuknya betawi pinggir atau tengah

N: Betawi pinggir disini

Page 76: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

65

Wawancara dengan Seniman Rebana Biang dan Tari Blenggo di

Ciganjur (H. Abdurrahman)

P: Assalamu‟alaikum warahatullahi wa barakatuh

N: Wa‟alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh

P: Saya Saadah, salah satu mahasiswi UIN yang sedang menuliskan skripsi

tentang “Nilai-Nilai Islam dalam kesenian Blenggo di Ciganjur tahun 1970-1990”.

Nah yang ingin saya tanyakan disini adalah yang pertama, bagaimana sejarah

terciptanya kesenian tari Blenggo di Ciganjur ini?

N: Kita gali dari awal, yang namanya tari Blenggo cuma Rebana Biang yang

punya, tari Blenggo tu musiknya Rebana Biang. Sejarahnya Rebana Biang ini

kurang lebih tahun 1825 itu Rebana Biang di bawa dari Banten ke Ciganjur, itu

yang bawa namanya Pak Tua Kumis, dia sambil ngajar ngaji bermainlah Rebana

Biang, kurang lebih tahun 1825. Nah setelah berkembangnya Agama Islam,

dikembangkan juga music yang namanya Rebana Biang dengan tariannya tari

Blenggo dan musiknya itu diambil dari rawi Syarafal Anam dan Barzanji,

pokoknya bahasa Arab dah, nah akhirnya setelah pak Haji Damong dan kawan-

kawannya itu minimal lima orang karna yang main music tiga dan yang nari dua

orang, nah setelah beliau meninggal turun kepada keturunannya pak Haji BitonG,

setelah beliau meninggal turun ke bapak saya Haji Saaba bin H. Amsir, bapak

saya paman saya termasuk juga H. Abdulgani itu masih sepupu tu dan H.

Marzuki. Setelah bapak saya wafat turun ke H. Abdurrahman yaitu saya sebagai

anaknya. Kenapa Rebana Biang sanggarnya ini dibuat Rebana Biang Pusaka,

sebab ini merupakan pusaka dari orang tua gitu. Dari situlah berkembangnya

agama Islam, dan berkembangnya juga agama Islam. Trus selanjutnya makam pak

H. Tua Kumis tu ada di perumahan pondok Aren, Jombang Ciputat.

P: nah tadi kan mengajar ngaji samba ada permainan Rebana Biang ya pak, nah

kalau terciptamya tar Blenggo itu dari mana pak?

N: nah begitu bunyi musiknya Rebana Biang diiringilah dengan tari Blenggo,

bareng itu, nah nanti kalau kamu liat pertunjukkan Rebana Biang itu da yang lagu

yang ditariin da nada juga yang enggak gitu. Kalo lagu awal tu gak diiringi

Blenggo tapi lagu selanjutnyalah baru diiringi tari Blenggo

Page 77: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

66

P: kenapa disebutnya tari Blenggo pak?

N: nah itu sebelumnya Gubernur Ali Sadikin jadi Gubernur, itu namanya bukan

tari Blenggo tapi Blenggo aja gitu, nah setelah diangkat ke permukaan barulah

disebut tari Blenggo, untuk membedakan dengan tari topeng dan tari-tarian

lainnya. Gerakkannya setengah silat, kalau bukan dari orangnya sendiri tu jarang

yang bisa. Dan rata-rata orang dulu tu semuanya punya silat, karna ad istilah “kalo

lu macem-macem gua gedig lu” begitu istilahnya. Kalau dikasih nama Blenggo itu

karna artinya gerakan ya.

P: kalau gerakan umum pada Blenggo tu ada apa aja pak, pembagiannya tu

bagaimana pak?

N: gak ada, tari Blenggo tu gak sama dengan tari-tari lain yang ada

pembagiannya, tapi bukan sembarangan ya, pokoknya semuanya apa adanyalah,

yang penting dia bisa silat gitu

P: kalau dari gerakan-gerakannya tu pak ada makna atau arti yang khusus gitu gak

pak?

N: gak ada, kalau kata ahli tari ni misalnya tari topeng, itu ada maknanya tapi

kalau tari Blenggo gak ada makna yang khusus gitu, pokoknya gerak-gerak aja

gitu

P: paling kita kalau mau cari artinya ya dari aliran silatnya ya pak

N: iya itu aja

P: kalau dari buku yang saya baca pak, instrumen yang mengiringi tari Blenggo tu

kan ada Rebana Biang dan Gamelan Ajeng ya pak, nah itu gimana ya pak

N: nah kalau Gamelan Ajeng itu yang udah campuran, kalau Rebana Biang yang

asli ya Cuma tiga ini aja ni, nah kalau sekarang ada tambahannya tamborin

namanya

P: kalau pada tahun 70-80 an tu tetap ada tiga aja atau udah ada tambahannya

pak?

N: gak ada, tetap Cuma tiga aja, pernah dulu waktu bapak saya masih ada tahun

80 an, itu disarankan sama salah satu dosen IKJ, “pak Haji, ini kalau musiknya di

tambahin nanti aslinya ilang”, jadi ya tetep tiga aja gitu, cuman yang aslinya yang

Page 78: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

67

pusakanya tu ada di rumah paman saya, ini duplikatnya, itu kayu nangka pahatan

bukan bubut.

P: maap pak Haji, kalau untuk nama-namanya apa aja ni pak haji?

N: kalau yang gede namanya Rebana Biang, diameternya 55 cm, yang ini tengah

namanya Rebana Koteg itu diameternya 45 cm, nah yang paling kecil namanya

Rebana Gendung, diameternya 30 atau 35 cm. jadi Gendung, Kotek, Biang, ini

kalau suara saling mengisi dia, tiga gitu.

P: oh jadi walaupun tahun dulu-dulu, di Ciganjur ini tetep gak ada Gamelan Ajeng

ya pak Haji?

N: Gak ada, pokoknya dari dulu sampe sekarang tetp pake Rebana Biang, cuman

kalo dulu dulu kan pake lagu Arab semua, tapi kalau sekarang saya tambah pake

lagu-lagu Betawi, pantun-pantun Betawi gitu untuk meramaikan panggung, jadi

untuk menarik peminatnya gitu

P: tapi kalau tahun 70, 80 tu masih pake lagu bahasa Arab semua tu ya pak

N: nah iya, dulu kan 85 an ayah saya meninggal, nah sebelumnya saya udah ikut-

ikut maen itu, nah baru setlah beliau meninggal baru saya diriin sanggar Pusaka,

karena dari DKI harus bikin sanggar, makanya saya bikin

P: tahun berapa tu kira-kira pak Haji?

N: itu tahun 74 kira-kira diangkat, baru tahun 85 atau 86 gitu bapak saya

meninggal baru saya bikin sanggar, itu sampai dilengkapi dnegan sertifikat

tanggal

P: biasanya lagu yang khas dari Blenggo ini lagu apa aja pak?

N: lagu dulu ni ya, lagu yang pertama allahuah itu berapa kali pindah tu

musiknya, trus lagu keduanya Allah-Allah nah di tengahnya tu kita sisipin pantun,

nah yang di blenggoin tu lagu anak ayam, udah kita kombinasiin itu sedikit pantun

gitu

P: selain Allahuah tu ada apalagi pak Haji, lagu lagu Arabnya?

N: Shollu „ala madanil iman, An-Nabi ya man hadhor, Shollu Robbuna, Alfa

Shollu, Sholawat Badar itu juga, nah Alfa Shollu tu yang penutup itu

P: kalau untuk komposisi penarinya tu gimana pak Haji?, maksudnya penarinya

berapa orang gitu, formasinya bagaimana gitu

Page 79: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

68

N: oh.. jadi gini kita, kalau manggung-manggung biasa, kita gentian maju

seorang-seorang gitu nari, kadang dua-duanya narinya berdua aja gitu

P: kalau dari kostumnya ni pak Haji, biasanya kalau Blenggo ni pake baju apa?

N: Pertama, item-item, celana pangsi, celana silat gitu, kadang ganti biru, ijo gitu,

sama sarung, sama peci, nah kalau peci Betawi tu item polos, gak ada kembang-

kembangnya, jadi kalau khas Betawi itu pake peci item polos, baju koko putih,

celna kain atau celana boim namanya, pokoknya kostumnya silat udah.

P: jadi pake kostum khas Betawi atau pake kostum silat gitu ya, kalau atributnya

selain pake selendang sarung tu pake apa, gesper Haji ya pak?

N: ada sabuk ijo, itu kadang-kadang pake, kadang-kadang kagak, nah kalau kita

diminta untuk pake pakaian lengkap itu ada kita pake, kalau kita pake jas itu pake

kuku macan namanya, tapi kita lebih sering pake pakaian khas Betawi gitu

P: kalau tata panggung tu gimana ya pak Haji, apa harus berundak di atas gitu

tinggi atau gimana?

N: kalau kita dimana aja gitu, kalau acara ada panggungnya ya di panggung, tapi

kalau gak ada yang gak apa-apa, jadi gak ada tata panggung yang khusus gitu

P: biasanya pementasan Blenggo ini dilaksanain pas kapan ni pak Haji, kan

sipentaskan dalam acara keagamaan seperti maulid, penikahan juga ada gitu, nah

itu waktunya kapan? dari yang saya baca di buku, katanya Blenggo ini di mainkan

ketika waktu sudah larut malam ya?

N: nah dulu itu, Rebana Biang maen mulai dari jam 8 malem, abis isya ampe jam

4 pagi, karena dulu pernikahan itu biasanya dilaksanain 3 hari 3 malem atau 2 hari

2 malem, dan kenapa bisa semaleman suntuk, karena musik-musik yang laen

belom ada, dan belom banyak listrik juga gitu. Dan saya ingat dengan pesan bapak

saya dari pak Haji Damong, “ini rebana jangan di kemana-manain, nanti suatu

saat akan timbul”, nah ternyata bener, waktu jaman Gubernur Ali Sadikin mulai

diangkat

P: kalau fungsi dari Blenggo ini apa pak Haji?

N: nah karna dulu awalnya Rebana Biang ini dimainkan setelah mengaji, ya jadi

kesenian sambil untuk menarik minat masyarakat untuk mengaji dan sambil

menyebarkan agama Islam

Page 80: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

69

P: setelah tahun 70 an itu rebana biang diangkat tru perkembangan selanjutnya

gimana pak Haji?

N: dikata mati enggak, dikata lancar juga nggak, dulu waktu berdiri Taman Mini

tu, maen disana bisa setahun 3 kali, tapi setelah masuk musik-musik lain marawis,

gambus, jadi Cuma sethaun 2 kali dan akhirnya nggak sama sekali karna dananya

gak ada

P: kira-kira mulai agak redup atau berkurang tu tahun berapa pak Haji?

N: setelah timbulnya marawis, hadroh, nah itu agak berkurang, kira-kira tahun

2000 an lah

P: nah kalau dulu tahun 70-80 an itu kira kira respon masyarakatnya gimana pak

haji?

N: ya kalo dulu yang demen mah demen, yang kagak mah kagak, tapi dulu masih

lumayan banyak yang antusias masyarakatnya

P: kalau untuk lokasi sekarang ini disebutnya kelurahan Cipedak ya, tapi dulu

masuknya ke kampung Ciganjur ya pak Haji?

N: iya karna ini ciganjur bagian selatan dan keluarahan Cipedak yang

sesungguhnya sebagian masuk ke srengseng, jadi yang Ciganjur ini sebagian juga

terseret masuk ke kelurahan Cipedak, hampir gak terima itu masyarakatnya

P: kalau mata pencaharian masyarakat sininya tu dulu apa pak Haji?

N: bertani, berdangang, bertani buah-buahan, sperti papaya, rambutan, durian

masih banyak yang lainnya, trus di jual ke pasar manggarai

P: jadi Rebana Biang yang ada Tari Blenggonya tu masih bercirikan agama Islam

ya pak Haji. Baik terimakasih ya pak Haji atas waktunya

P: melanjutkan wawancara yang kemarin pak, masih tentang Blenggo. Nah

kemarin kan pak Haji bilang kalau lagu-lagunya tu kayak Allahu ah, trus kalau

lagu Betawinya tu apa aja pak Haji?

N: lagu Sirih Kuning, Ondel-ondel, kalau pak Haji Saaba mah lagunya Arab

semua dah

Page 81: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

70

Wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat Ciganjur, (Bpk Soni)

P: assalamu‟alaikum bapak Soni, saya Saadah salah satu mahasiswi Uin yang

ingin menanyakan tentang sejarah Ciganjur dan latar belakang sosial budaya

masyarakatnya karena penelitian saya mengenai tari Blenggo yang berkembang di

Ciganjur

N: Wa‟alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

P: bagaimana sejarah dari Ciganjur ini pak?

N: kalau sejarahnya Ciganjur itu si kita gak tau spesifiknya gimana, tapi kalau

karakteristik masyarakatnya memiliki budaya religius, itu bisa dilihat dari

keseniannya, dulu gak ada yang namanya gamelan, gambang atau topeng dari

Ciganjur, adanya rebana, qasidah gitu, karena mayoritas masyarakatnya muslim,

dan dulu keseniannya belum ada selain rebana, baru sekitar tahun 2000 an baru

masuk orkes dangdut gitu, bahkan orang tu dulu ada yang ngomong “jangan

sampe masuk seni musik yang berbau gong” gitu, jadi hampir smeuanya seni yang

islami seperti rebana, qasidah dan gambus.

P: bagaimana dengan mata pencaharian masyarakat Ciganjur pak?

N: bisa dikatakan bahwa di atas 50 % masyarakatnya bertani dan berdagang,

pedagang buah yang suka dibawa ke Pasar Minggu, pasar Manggarai, bahkan dulu

skeitar tahun 70-80 an lah itu sampai di bawa ke Tanah Abang. Yang didagangkan

itu hasil buminya sperti, jambu, papaya, rambutan. Namun sekarang telah

bergeser karena kekurangan lahan

P: kalau tradisi keagamaan disini bagaimana pak?

N: ngaji lekar yaitu ngaji yang dituntun sesuai dengan apa yang dia bisa, waktu

pelaksanaanya itu ada yang setiap malam da nada juga yang seminggu tiga kali

P: kalau pola pendidikan masyarakat ciganjur seperti apa pak?

N: kalau pola pendidikannya sih tergantung dari biaya ekonomi yang sanggup

dibayarkan oleh orang tuanya, misalnya kalau cuma sanggup sampai SD yasudah,

tapi kalau bisa sampai pesantren ya ke pesantren, tapi disini kita juga kental

dengan kegiatan religinya seperti ada pengajian-pengajian, ada TPA juga

P: kembali lagi ke tradisi ni pak, nah kalau tradisi pernikahannya ada sesuatu yang

khas gak pak?

Page 82: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

71

N: ada tradisi yang dulu biasanya dilakukan sebelum pernikahan adalah khataman

Al-Qur‟an, jadi mempelai wanita sebelum melaksanakan prosesi pernikahan harus

melaksanakan khataman Al-Qur‟an, nah itu adanya di era 70-80 an

P: bagaimana pola pemukiman dari masyarakat Ciganjur ini pak?

N: kalau pola pemukimannya tu dulu skeitar tahun 60-70 an itu masih rumah

panggung ya, yang paling kamarnya cuma ada dua aja, selain dari itu kamarnya

ngablak aja gitu bareng-bareng, jadi kamarnya tu cuma sedikit, kamar mandinya

itu dulu di luar, masih pake sumur gitu , dulu ada yang namanya sumur senggot,

jadi sumurnya bukan di kerek tapi ngambilnya pake bamboo, jadi ujung

bambunya diiket dan dibebani dengan karet ban , trus satunya lagi dengan ember,

jadi pas mau ambil air turunin aja embernya, pas sudah keiisi air baru deh

embernya naik.

Wawancara dengan ketua sanggar/padepokan silat Akal dan Takwa

Ciganjur

P: Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

N: Wa‟alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

P: saya saadah ustad, salah satu mahasiswi UIN yang sedang menuliskan skripsi

tentang makna simbol dalam tari Blenggo di Ciganjur sekitar tahun 1970-1987,

berdasarkan wawancara dengan pak Haji Abdurrahman, tari Blenggo yang

gerakannya setengah silat itu dari padepokan akal dan takwa, sebelum saya

menanyakan tentang gerakan jurus silatnya, saya mau menanyakan tentang

padepokannya dulu, kalau untuk sejarah berdirinya tu bagaimana pak?

N: ya sejarahnya akal dan takwa ini berdirinya di tahun 1965, dulu itu saya punya

guru almarhum namnaya Haji Sa‟amin bin patwa udin, nah beliau ini berguru

dengan yang biasa dikenal namanya Pak Tua Kapuk, nah akhirnya dibukanya

khusus di tanah ganjur, kan awalnya di kampung gandul tu pak Tua sama abah

Muhiyar, nah akhirnya dengan izin beliau kita bikin disini sanggarnya dengan

nama akal dan takwa

P: kalau pak Tua Kapuk dengan pak Tua Kumis tu ada hubungannya gak pak?

Page 83: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

72

N: sejalan si, karena pak Tua Kumis ketika dia mengembara dari tanah Banten ke

tanah Ganjur, sempet mungkin beliau bertemu sejarahnya itu dia main terbang,

pak Tua Kapuk dan pak Tua kumis tu pernah bertemu, dan mungkin dulu

sejarahnya pernah memainkan dengan terbangan itu di silatnya, kalau dulu kan

belom ada gendang rampak tu, itu zama itu, karna saya tau itu dari sebuah cerita-

cerita, akhirnya kemariin samoai tahun 2000 an ini, Alhamdulillah peminatnya tu

masih banyak

P: kan pak Tua Kumis dan Pak Tua Kapuk tu datang sekitar tahun 1800 an ya, nah

kenapa pendiriannya baru tahun 1965 itu ustad?

N: jadi dulu kan gini, sanggar silat tu adanya di tanah gandul, pak Tua Kapuk itu

memang ngajarnya di Gandul dan dimana-mana juga ada, dan slaah satu murid

pak Tua Kapuk tu H. Sa‟amin, waktu itu ada bahasanya tu festival atau tunamen

di pamulang itu di tahun 65 an juga, akhirnya menanglah sanggar kita disini, nah

akhirnya yaudah khusus Ganjur kita bikin juga sendiri, jadi kita di Ganjur ini

berdirilah sanggar akal dan takwa

P: kalau tujuan dari pendirian sanggar akal dan takwa ini apa ustad?

N: kalau pendirian sanggar ini memang gak lepas dari pesen almarhum bahwa ini

budaya kudu dilestariin, itu beliau pesen sebelum beliau meninggal di hari rabu,

saya jum‟at sebelumnya dateng, ngobrol di depan itu beliau Cuma pesen ama saya

“tolong jaga anak-anak, jangan sampai mati obor, dan terus tanem kebaean ”

artinya kita harus terus memeprmudah orang lain jangan mepersulit gitu

P: kalau visi-misinya tu apa ustad?

N: visi untuk membentuk jiwa atau akhlak yang baik, kalau misi untuk

membangun generasi muda jangan sampai terbawa arus yang gak baik

P: ada struktur organisasinya gak disini ustad?

N: struktur itu kan memang pernah kita buat, tetapi memang gak terlalu baku,

kalau seandainya ada maulid nih, kita ada ketua abah makmur itu kan masuknya

pembimbing, penasehat kita kalau ketua sanggarnya saya sndiri trus nanti

anggota-anggotanya tu ada siapa siapa gitu

P: kalau tadi ustad bilang sehabis silat tu ada pengajian, nah konsep pengajiannya

tu seperti apa ustad?

Page 84: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

73

N: ya.. ngaji kuping, artinya ngajinya gini setelah selesai uah rapi, nah kenapa

tadi kita harus berwudhu? Kalau saya kan mau latihan tu harus berwudhu dari

selesai wudhu, udah sholat atau belum, kalau belum ya harus sholat dulu, kalau

sudah sholat tu kan masih punya wudhu, kita tawasshulan dulu karna ilmu ini

kana da yang punya, kita fatihah in dulu kepada guru-guru kita, orang tua kita,

leluhur-leluhur kita , karn akita mau belajar ilmu beliau, meski bagaimana kita

harus minta berkah gitu dari orang-orang yang sholeh. Selepas dari itu baru kita

bergerak, dan alhamdulillahnya anak-anak gak ada yang ampe patah tulang atau

terkilir gitu , itu mungkin keajaiban, itu fungsinya kita berdoa ya itu, selepas dari

itu baru kita buka, kenapa tu tadi lu mukul harus begitu harus begini gak bengkok

begini, gak ke atas, kalau lurus artinya mudah-mudahan jalan kita selalu lurus

seperti alif, lu kasih alif yang artinya jalan lurus jangan bengkok, bengkok, nah

kajian seperti itu yang kita bahas, nah misalnya lagi lu dikasi pukulan dal seperti

ii, kenapa dal yak an bengkok ni, liat kanan kiri kita gitu, jadi ada filosofinya

sendiri

P: nah kalau jurus yang ada disini tu apa alirannya stad namanya?

N: kalau aliran itu maen maenan koplek

P: kan kalau di Betawi yang terkenal itu kan beksi, cingkrik

N: iya betul, beksi, cingkrik, cibitik, troktok, jalan lima, jalan enam, itu Betawi

punya makanya udah banyak sanggar-sanggar itu, kalau saya mainnya di koplek

dan nama sanggarnya akal dan takwa

P: kalau seperti pengakuan H. Abdurrahman tu kan beksi, cingkrik tu silatnya

agak diri ya ustad, nah kalau koplek ini agak merunduk ya ustad, jadi terkait

dengan gerakan Blenggo yang semua merunduk gitu ustad?

N: ya betul, karna Blenggo itu kan nunduk gitu tu bahkan sampe ngengser bangat

ni kaki sampai gak boleh di angkat, nah itu memang kita kalu smaa anak-anak

latihan tu, turun, turun, turun gitu jadi ada tahapannya ada yang segini, segini,

segini, bahkan walaupun udah rendah tu masih tetep bisa maen, artinya merunduk

tu apa, kita jalan di dunia ini tu jangan sombong, ada dalilnya “innallaha laa

yuhibbu kulla mukhtalin fakhurin” karna jangan sampai tu sombong jadi orang,

tunduk sama yang tua sama yang lebih „alim tu jadi kita harus tunduk. Artinya

Page 85: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

74

dari gerakan-gerakan itu kan di Blenggo bener bener merendah merunduk gitu

gerakannya begitu

P: kalau bisa dirinciin gerakannya, step nya tu bagaimana ustad?

N: kalau tahapannya itu kan, dari awal kita belajar pertama adalah dasar, kalau dia

sudah punya dasar yang kokoh, baru kita kasih bahan artinya semacem dia bisa

terus berdiri semacem batang yang kuat, kalau dia udah punya bahan yang kuat

baru kita kasih, istilah kata kembang ya kembang kan beda ama buah kalau pohon

kan berkembang baru berbuah, terus berkembang kasih buah dah, buahnya apa ya

itu jurus. Kalau dia dasarnya udah bagus, bahannya udah cakep, kembanganya

juga cakep baru jurus yaitu mendapatkan buah, nah bagaimana supaya buah itu

jatuh, itu harus pake akal dan kaalu bauhnya sudah dapet bungkus dengan rapi

maksudnya apa, aklau sudah punya ilmu bungkuslah dengan takwa

P: kalau makna dari tiap-tiap gerak dasarnya tu bisa dijabarkan gak ustad?

N: ya maknanya setiap gerakkan Blenggo, ya tadi itu apa kenapa harus

merunduk, maknanya jadi orang tu harus legowo, jangan sombong, trus merunduk

tapi kaki ini gak akan roboh artinya gak akan jatoh, kenapa karna fondasinya itu

sudah kuat, istiahnya kalau orang menjalani kehidupan ini dengan dasar yang

bagus atau akhlak dan iman yang cakep, gak akan goyah walaupun ada badai

nanti, nah Blenggo itu walaupun rendah begitu gak akan jatoh

P: kalau ustda lihat respon msayarakat terhadap seni rebana biang dan Blnggo ini

bagaimana ustad?

N: responnya pasti kalau orang ditanya bisa tari Blenggo, bisa, karna itu tarian

silat, maaf kalau buat orang yang kentel Betawi asli sini ya, karna kalau Blenggo

itu gak harus bisa silat karna itu kan seni gitu, tapi kalau udah bisa silat pasti di

Blenggo otomatis bisa, kalau untuk Blenggo seenggaknya dasarnya tau gitu, jadi

ketukan musiknya tu ada yang smaa antara silat kita dan Blenggo

P: oh ya kalau dulu penampilan Blenggo itu sampai semalaman suntuk itu karna

factor apa ya ustad?

N: karna gini, maaf dulu kan kesenian atau hiburan yang orang tua kita rasain kan

cuma topeng Betawi, dan kaalu bahasa dulu tu ada orkes kalau sekarang ini kan

dangdut, nah artinya hiburan tu dikit dulu, maaf ni orang aja dulu yang punya tivi

Page 86: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

75

tu cuma ada di kelurahan, dulu saya juga masih ngerasai tivi item putih sekitar

tahun 80 an, nah kalau makin terkikis hiburan rebana biang ini karna sudah mulai

masuk hiburan-hiburan lain

P: kalau kayak silat itu kan itu kana da kostum khusus nya gitu ya ustad, dan

kalau filososfinya misalnya kenapa harus berwarna hitam tu bagaimana ustad?

N: jadi gini kalau say menanggapi dari perbincangan saya sma almarhum guru

saya, kenapa warna bajunya hitam hitam, waktu zamannya VOC atau colonial

Belanda itu, jangankan kita sloyorna begini, karna apa nanti kita akan di tembak,

nah kenapa harus warna hitam, dan memang dulu wan itu memang belajarnya

malem, gak ada gak pernah pagi, sore memang malem karna dulu waktu belajar

silat tu ngumpet-ngumpet makanya malem dan orang pasti sudah tidur, karna apa

dulu centeng, orang Blenada tu pada nyari-nyari orang kita, makanya pakenya

bajunya item-item biar nyaru, nah kalau sekarang ini kan banyak pangsi warna

merah, ijo, biru, nah itu mah seni aja , kalau dulu hitam karna untuk mengecoh

pasukan-pasukan Belanda

P: kalau silat-silat Betawi tu pasti pakai peci ya ustad?

N: ya siapa aja kan sebenernya bisa pakai peci, dan Islam itu kan identic dari

pecinya , ya memang peci itu memang identic Betawi, orang-orang dulu tu map

jawara-jawara tu ada yang gak pake peci, kalau jawara alim itu pasti pakai peci,

tapi kalau jawara yang memang bener-bener tukang pukul itu gak pake peci

Wawancara dengan seniman Betawi dan pengamat tari Blenggo

(Abdurrachem)

P: assalamu‟alaikum warahmatullahiwabarakatuh, saya saadah pak, salah satu dari

mahasiswi UIN yang sedang mnuliskan Skripsi yang berjudul n makna simbolik

dalam tari Blenggo di Ciganjur dari tahun 1970-1990, nah yang ingin saya

tanyakan pak sejarah terciptanya kesenian Blenggo ini bagaimana pak?

N: ya.. kalau Blenggo itu kan tarian, dari Rebana Biang dulu, Rebana Biang

musik baru diblenggoin, dilenggoin, digerakin, ditariin, sama dengan orkes

Melayu didangdutin ada jogged naah itu, bukan tarinya dulu, karna kana da

strukturnya mana yang harus digerakkin mana yang nggak, misalnya Allahuah

Page 87: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

76

gak boleh, karna Allah kan gak bisa gak boleh, tapi kayak lagu-lagu misalnya lagu

Sunda Gunung nah itu yang udah boleh, lagu-lagu sayur namanya, yang boleh

ditarikan, sangreh apa gitu, tapi ketika kesini kan ada sesuatu, saya melihat ya

karna saya sebagai pengamatlah, apresiator dari kreasilah, ada satu makna-makna

kalau Blenggo itu adalah dari aspek tekstual itu dia membelenggu, makanya

mohon maaf ini kajian saya dalam tesis saya yang tidak jadi gitu, dan pemaknaan

dari arti bahasa “Blenggo” blenggo itu kan artinya belenggu pemaknaan saya ya,

belenggu, orang bilang misalnya, karna apa saya melihat dari teks, teks itu adalah

postur, ini gerakannya gini (narasumber mencontohkan gerakan Blenggo) dia

akan nekuk ke dalam membelenggukan diri, ini sudah bisa saja bagian dari

tipologi dari gerak-gerak dimana wilayahnya terkait dengan aspek sosiologi,

lingkungan, karna bisa saja orang-orang dulu ini, ini penafsiran saya ini

gerakkannya merendah,rendah mendek cindek gitu, merendah trus dia kan

membelenggu, wah ini ada kaitannya blenggo, ada yang mengatakan Blenggo itu

adalah “bleng” terbuka, gak ada, gak ada gerakan-gerakan terbuka semuanya

membelenggu ke dalam dan itu sifat-sifat dari gerak Betawi pun, karna apa

tariannya pun kan diambil dari gerak-gerak silat Betawi, apalah orang yang bisa

maen silat,bisa.. boleh… nah itu kan, silat Betawi tu kan tertutup, kalo misalnya

silat Jawa, tapi misalnya kuda-kuda ini kaki pasti ke dalam, nah itu ada sesuatu

yaitu konteks sosialnya dulu memang tarian orang-orang rakyat, dan di adat

kesopanan, dia sopan banget, dia harus merendah, tidak boleh yang namanya kaki

tu mengangkat melebihi dari paha, tidak boleh… ini etikanya, etika di dalam

gerak-gerak dia selalu begini, saya masih punya sedikit video kecil, tentang

masalah yang namanya pak Saaba jadi bapaknya pak Abdurrahman itu saya masih

ada, walaupun hanya beberapa menit tapi, itu yang menjadikan saya modal di

dalam eeee tesis saya gitu, jadi begitu..

P: kalau yang sejarahnya di bawa dari Banten pak Tua Kumis tu bener ya pak?

N: nah itu kan pengakuan dia, dalam penelitian saya di tahun 90 itu kan gini,

orang yang mengatakan bahwa Blenggo itu eee dari Nusa Tenggara Barat yak an

ada gitu, di bukunya ada, saya itu menolak memang disitu karna apa, di bukunya

yap kunst di halaman “Music of Java” di tesis saya ada itu, yaa calon tesis itu di

Page 88: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

77

tulisan saya ada, jadi Lenggo, namanya Lenggo Orkestra dan fotonya adalah, dia

satu orang menari itu ada di yap kunst di Music Of Java itu ada, nah saya lihat,

say tanyakan di Nusa Tenggara Barat, gak ada kesenian itu, tetapi ada yang

namanya kesenian Lenggo, jadi disana ada kesenian yang namanya Lenggo, ada

Lenggo Mone ada Lenggo Slewe artinya perempuan atau laki, nah itu menari,

kalau di Jawa tu tari Srimpi lah maknanya, tapi alatnya bukan Rebana, nah disitu

saya yakin kalau ini bukan produk sana, ini adalah produk, produk orang Betawi,

saya juga penelitian ke Banten tentang dari apa, dilihat dari aspek musiknya karna

apa yang dilihat, saya ke Banten, saya ke Serang, itu di Serang, ada namanya

Terbang Gede, nah itu saya lihat bahwa wan Haji Tua Kumis seorang

patwakandang dari Banten, artinya disitu kan dari banten, nah dari situ saya coba

menelusuri ke Banten, nah memang dalam ensiklopedi itu kan ada bahwa ini dari

Banten Terbang Gede, nah Rebana Biang itu dulu sesungguhnya bukan Rebana

Biang namanya, dia adalah Terbang, pada tahun berapa pada masanya pak Ali

Sadikin “luh tu ambil yang gede, biangnya, coba rebana yang biang itu”, nah

artinya besar, sesungguhnya waktu saya kesana itu gaka ada, nah karna rebana itu

ada dua, ada rebana yang polainisis ada yang rebana continental. Polainisis itu

rebana yang seperti sekarang yang ada di Ciganjur, kalau rebana continental itu

seperti rebana seperti cina, ada pakunya dibuat paku aaa itu namanya continental.

Nah sekarang yang ada di Banten itu tidak ada yang polainisis tapi adanya yang

continental, akhirnya pada tahapan kedua saya kesana membawa rebana, “pak

dulu ada gak rebana yang kayak gini?”, “wah dulu rebana kakek saya tu kayak

gini, nah saya liat ooooh mulai tersulut oeh ternyata disini juga ada, ini kan karna

perkembangan orang udah gak mau repot, untuk memakai pasak tetapi akhirnya

pake paku, ini analisa saya. Analisa historis, yang namanya wan haji Tua Kumis,

itu kan makamnya ada di Bintaro, nah itu dijadikan leluhur orang-orang itu karna

dia yang membawa, kenapa wan Haji Kumis saya telusuri, pada saat itu saya

waktu membuat tesis kedua saya di IKJ, nah akhirnya apa, saya membuat karya.

Nah jadi saya telusuri, saya lihat dari silsilah dari pak Engkos trus ke kakaknya

pak Haji Bitong .

P: kalau ada yang bilang pengaruh dari Cina tu bagaimana pak?

Page 89: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

78

N: pengaruh Cina itu karna apa, pengaruh Cina itu dari alat musik, karna di

fotonya itu ada 3 rebana, biang, gendung, kotek lalu ada dua biola dan satu gitar,

dan gitar itu mon Chinese gitar , itu bisa jadi seperti itu, karna memang dulu cina

itu adalah orang yang apresiasi terhadap seni. Itu penafsiran saya, karna gak

mungkinlah karna hanya dilihat dari alat musik

P: dan maksud dari arti Blenggo itu benar ya pak diambil dari blenggu itu?

N: ya memang, karna kalau orang Betawi itu kan mislanya “eh lo dari mana”, kan

tulisannya giman lu L U kan tapi bacanya LO kan gitu, belenggu sebenernya

dibacanya belenggo, ini penafsiran saya, sesungguhnya apa itu dari gerakan yang

membelenggu ini penafsiran saya, wlapun ada yang mengakatakan berangkat dari

kata “Lenggo, Lenggang, dilenggoin, lenggak-lenggok ” itu juga merupakan

penafsiran seseorang dari lenggak lenggok, tapi ketika belenggu itu artinya

gerakan yang membelenggu menurut penafsiran saya

P: kalau dari gerakan Blenggo ini seperti apa pak, menurut buku-buku yang say

abaca tu tergantung perbendaharaan silatnya ya, dan apaka ada pola tetapnya?

N: oh tidak ada, semuanya juga bisa dan ya tergantung dari perbendaharaan

silatnya, kalau di standartkan kan misalnya sama dengan tari-tari lain, misalnya

topeng ada kewer ada apa, nah kalo yang ini saya belom sempat mendeskripsikan

motif gerak-pergeraknya, dia lebih kepada improvisasi tetapi style, gaya itu dia

merendah dan dia masuk ke dalam membelenggu

P: klau dalam musik rebaa biang itu memang cuma ada tiga ya pak?

N: ya memang cuma ada tiga, rebana biang, kotek dan gendung

P: kalau kostum dari pemain musik dan penarinya tu pakai kostum silat aja ya

pak?

N: ya, pakaian biasa aja, pakain sehari-hari Betawi, gak harus silat

P: kalau pementasan blenggo yang katanya baru dimainkan pas larut malam tu

bagaimana pak?

N: nah ya makanya ini hanya tengah malam, karna yang sebelumnya itu

sholawatan, jadi lagu-lagu tentang lafadz-lafadz Allah, zikir, pas sudah kesana itu

kan ya sudah, lagu-lagu sanggreh ya apa gitu, tapi wajibnya itu dulu musiknya itu,

Page 90: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

79

nah selanjutnya hiburan, setelah capek, nah hayo siapa yang mau tampil gitu, dan

lagunya juga diubah, ada sanggreh ada anak ayam dan masih banyak lagi

P: kalau tata panggungnya iu harus ada yang khusus gak pak?

N: gak ada

P: kalau fungsi tari blenggo untuk ritual keagamaan itu bagaimana pak?

N: kalau blenggo ini ya hiburan, karna ada musik ya dilenggoin, digerakin gitu,

kalau yang biasa di pentaskan untuk maulid itu karna ada hubungannay dengan

keagamaan dan lagunya sholawat menyebut nama Allah, nama Rasul

P: kalau dari seni Blenggo ini, bapak melihat nilai-nilai Islam yang terdapat di

dalamnya itu seperti apa pak?

N: kalau nilai-nilai Islamnya itu ya itu dari lagu-lagunya, gini saya tidak mau

berbicara soal Islam, karna ada pendapat bahwa menari itu dilarang, jadi kalau

Islam itu adalah agama, seni adalah kebudayaan gitu, kalau islami itu baru, islam

itu kan agama kalau islami itu sifat, islami itu bukan berarti islam, tetapi secara

prilaku dia Islami gitu, itu pemahaman saya ya

Page 91: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

80

Page 92: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

81

Page 93: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

82

Page 94: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

83

Page 95: MAKNA SIMBOLIK DALAM TARI BLENGGO DI CIGANJURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38048/1/SAADAH... · Fitri (2014) yang membahas ... Mutia Saadah, Rizka Putri, Sartika,

84