makalahchild abuse jadi

41
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................... i BAB I PENDAHULUAN 1.1....................................................Latar Belakang ........................................... 1 1.2....................................................Rumusa n Masalah .......................................... 4 1.3....................................................Tujuan .................................................... 4 BAB II PEMBAHASAN 2.1....................................................Penger tian Child Abuse ................................... 5 2.2....................................................Klasif ikasi Child Abuse .................................. 6 2.3....................................................Etiolo gi Child Abuse ..................................... 10 1

Upload: julian-fsyga

Post on 28-Jan-2016

221 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

cx

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4

1.3 Tujuan ................................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Child Abuse ...................................................................................... 5

2.2 Klasifikasi Child Abuse ...................................................................................... 6

2.3 Etiologi Child Abuse ........................................................................................... 10

2.4 Manifestasi klinis Child Abuse ........................................................................... 12

2.5 Evaluasi diagnostic Child Abuse ........................................................................ 15

2.6 Penatalaksanaan Child Abuse .............................................................................18

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 22

3.2 Saran ................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini, kekerasan pada anak semakin merajalela di mana-mana.

Hampir setiap hari di media masa mulai dari kekerasan ringan hingga kekerasan yang

merenggut nyawa anak tersebut. Fenomena-fenomena kekerasan yang terjadi

mengundang keprihatinan dari banyak pihak terutama komnas anak yaitu KPAI.

Kekerasan memiliki dampak negative secara psikologis terhadap anak yang menjadi

korban kekerasan dari orang terdekat seperti orang tua, keluarga, pengasuh, tetangga,

guru dan yang terdekat di lingkungan anak. Kekerasan pada anak tentu memberikan

dampak-dampak serius kepada perilaku anak di masa yang akan datang.

Child abuse atau perlakuan yang salah pada anak merupakan suatu masalah yang

amat sangat penting dalam bidang sosial terutama masalah perkembangan anak

nantinya dan medis yang menyebabkan anak akan mengalami kesakitan, kecacatan

fisik, emosional dan kematian.

Konsep perlakuan yang salah pada anak dari waktu-kewaktu berbeda-beda antar

kebudayan, sehingga apabila kita ambil suatu pengertian akan sulit sekali untuk

mendefinisikanya. Secara umum perlakuan yang salah teradap anak (Child abuse) lebih

menunjukkan pada eksploitasi pada anak tanpa mempertimbangkan kesehatan dan

perkembangan anak. Anak dikatakan sebagai korban dari child abuse apabila mereka

secara terus-menerus diperlakukan dengan cara-cara yang tidak benar dan tidak

diterima dalam kebudayan tertentu.

2

Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai

segala perlakuan buruk terhadap anak oleh orang tua, wali, atau orang lain yang

seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka. Patricia (1985)

mendefinisikan child abuse sebagai suatu kelalaian tidakan atau perbuatan oleh orang

tua atau orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu

metal maupun fisik, perkembangan emosioal, dan perkembangan anak secara umum.

Sementara menurut U.S. Department of Helath, Education and

Wolfare memberikan definisi Child Abuse sebagai kekerasan fisik atau mental,

kekerasan seksual dan penelantaran teradap anak dibawah usia 18 tahun yang

dilakukan oleh orang yang seharusnya bertangugng jawab terhadap kesejahteraan

anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.

Kekerasan pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku baik verbal maupun

nonverbal yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang lainnya sehingga

menyebabkan efek negatif secara fisik maupun emosional terhadap orang yang

menjadi sasarannya.

Kekerasan terhadap anak dalam arti child abuse adalah semua bentuk

perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, penyalagunaan seksual,

pelalaian, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera,

kerugian nyata, maupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak,

tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan

tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.

Dari berbagai definisi yang telah disebutkan diatas, maka sekiranya dapat

diambil sebuah kesimpulan bawa child abuse merupakan suatu kegiatan eksploitasi

3

pada anak dibawa usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain yang

seharusnya menjaga, memelihara dan merawat mereka. Akibat yang mungkin dan

banyak ditemukan yang ditimbulkan akibat child abuse diataranya adalah

perkembangan anak mejadi terganggu baik dalam segi fisik, mental, emosional dan

kesehatan anak. Termasuk dalam tindakan child abuse adalah membiarkan anak atau

menelantarkan anak.

Sekjen KPAI, Erlinda mengatakan kasus kekerasan terhadap anak dapat

dikatakan sudah memasuki 'fase darurat' sebab sampai awal Mei 2014 saja sudah

terjadi lebih dari 400 kasus. Kasus kekerasan anak ini, tambahnya, membutuhkan

perhatian yang lebih dari pemerintah pusat agar tidak semakin meningkat. "Ya kami

berharap ada instruksi presiden dan aparat penegak hukum agar benar-benar

memperhatikan masalah perlindungan anak. "Setelah kasus kekerasan seksual

terhadap siswa TK sekolah internasional di Jakarta, muncul kasus pedofil di

Sukabumi dengan jumlah korban 110 anak dan pelakunya satu orang. Tim KPAI

memulihkan psikologis para korban telah dilakukan bekerja sama dengan pemerintah

kota Sukabumi, dengan dibantu relawan karena jumlah korban yang besar.

Bukankah fenomena tersebut sangat berdampak buruk secara psikologis

terhadap perkembangan anak? Kekerasan pada anak merupakan masalah serius yang

seharusnya mendapatkan perhatian bagi masyarakat karena akan memberikan

pengaruh yang cukup signifikan terhadap lingkungan sekitar mereka. Dalam ilmu

psikologis, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk memberikan

penanganan terhadap korban yang pernah mengalami kekerasan. Salah satu

pendekatan yang biasa dilakukan adalah dengan hipnoterapi, dimana posisi terapi

4

sadarlah menggali segala informasi dalam alam bawah sadar seorang individu

agar mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian Child Abuse?

2. Klasifikasi Child Abuse?

3. Etiologi Child Abuse?

4. Manifestasi klinis Child Abuse?

5. Evaluasi diagnostic Child Abuse?

6. Penatalaksanaan Child Abuse?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami pengertian, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis,

evaluasi diagnostic, penatalaksanaan Child Abuse.

5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Child Abuse

1. Child abuse adalah seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang

dikerjakan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan

menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut. (Delsboro, 1963)

2. Child abuse dimana termasuk malnutrisi dan mentelantarkan anak sebagai stadium

awal dari indrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir

yang paling berat dari spectrum perlakuan salah oleh orang tuanya / pengasuh.

(Fontana, 1971)

3. Child abuse adalah setiap tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak

sehingga tidak optimal lagi.

4. Child Abuse adalah tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga

tidak optimal lagi (David Gill, 1973)

5. Child abuse yaitu trauma fisik atau mental, penganiayaan seksual, kelalaian

pengobatan terhadap anak di bawah usia 18 tahun oleh orang yang seharusnya

memberikan kesejahteraan baginya. (Hukum masyarakat Amerika Serikat

mendefinisikan, 1974)

6. Child Abuse adalah perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan

pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual (Synder, 1983)

6

7. Child abuse adalah sebagai suatu kelalaian tindakan / perbuatan oleh orang tua atau

yang merawat anak yang mengakibatkan terganggu kesehatan fisik emosional serta

perkembangan anak. (Patricia, 1985)

8. Child Abuse adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi terhadap anak,

dimana ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak

9. Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare

memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan

seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh

orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga

keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.

2.2 Klasifikasi

Physical abuse (Kekerasan fisik)

Kekerasan fisik adalah agresi fisik diarahkan pada seorang anak oleh orang dewasa.

Hal ini dapat melibatkan meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar,

membakar, membuat memar, menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat

tersedak atau menguncang seorang anak.

Guncangan terhadap seorang anak dapat menyebabkan sindrom guncangan bayi

yang dapat mengakibatkan tekanan intrakranial, pembengkakan otak, cedera

difusaksonal, dan kekurangan oksigen yang mengarah ke pola seperti gagal tumbuh,

muntah, lesu, kejang, pembengkakan atau penegangan ubun-ubun, perubahan pada

pernapasan, dan pupil melebar.

Transmisi racun pada anak melalui ibunya (seperti dengan sindrom alkohol janin)

juga dapat dianggap penganiayaan fisik dalam beberapa wilayah yurisdiksi.

7

Sebagian besar negara dengan hukum kekerasan terhadap anak mempertimbangkan

penderitaan dari luka fisik atau tindakan yang menempatkan anak dalam risiko yang

jelas dari cedera serius atau kematian tidak sah. Di luar ini, ada cukup banyak

variasi. Perbedaan antara disiplin anak dan tindak kekerasan sering kurang

didefinisikan. Budaya norma tentang apa yang merupakan tindak kekerasan sangat

bervariasi: kalangan profesional serta masyarakat yang lebih luas tidak setuju pada

apa yang disebut merupakan perilaku kekerasan.

Psychological/emotional abuse (Psikologis / Kekerasan emosional)

Kekerasan emosional didefinisikan sebagai produksi cacat psikologis dan sosial

dalam pertumbuhan seorang anak sebagai akibat dari perilaku seperti berteriak

keras, kasar dan sikap kasar, kurangnya perhatian, kritik keras, dan fitnah dari

kepribadian anak. Contoh lain termasuk nama panggilan, ejekan, degradasi,

kerusakan barang-barang pribadi, penyiksaan atau pembunuhan hewan peliharaan

kesayangan, kritik berlebihan, tuntutan yang tidak pantas atau berlebihan,

pemutusan komunikasi, dan pelabelan rutin atau penghinaan.

Korban kekerasan emosional dapat bereaksi dengan menjauhkan diri dari pelaku,

internalisasi kata-kata kasar atau dengan menghina kembali pelaku penghinaan.

Kekerasan emosional dapat mengakibatkan gangguan kasih sayang yang abnormal

atau terganggu, kecenderungan korban menyalahkan diri sendiri (menyalahkan diri

sendiri) untuk pelecehan tersebut, belajar untuk tak berdaya, dan terlalu bersikap

pasif.

8

Neglect (Penelantaran)

Penelantaran anak adalah di mana orang dewasa yang bertanggung jawab gagal

untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan, termasuk fisik

(kegagalan untuk menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan),

emosional (kegagalan untuk memberikan pengasuhan atau kasih saying,

keselamatan, dan kesejahteraan terancam bahaya), pendidikan (kegagalan untuk

mendaftarkan anak di sekolah), atau medis (kegagalan untuk mengobati anak atau

membawa anak ke dokter).

Penelantaran juga kurangnya perhatian dari orang-orang di sekitarnya anak, dan

tidak ada penyediaan kebutuhan yang relevan dan memadai untuk kelangsungan

hidup anak, yang akan menjadi anak kurang perhatian, cinta, dan kasih sayang.

Beberapa diamati tanda-tanda pada anak terlantar meliputi: anak sering tidak masuk

sekolah, mengemis atau mencuri makanan atau uang, tidak menerima perawatan

kesehatan dan kebersihan medis dan gigi, secara konsisten kotor, atau tidak

memiliki pakaian yang cukup untuk cuaca (musim dingin).

Anak terlantar mungkin mengalami keterlambatan perkembangan fisik dan

psikososial, mungkin mengakibatkan psikopatologi dan gangguan neuropsikologi

fungsi termasuk fungsi eksekutif, perhatian, kecepatan berpikir, bahasa, memori dan

keterampilan sosial. Anak-anak terlantar menunjukkan peningkatan perilaku agresif

dan hiperaktif, memiliki waktu lebih sulit membentuk dan mempertahankan

hubungan, seperti romantis atau persahabatan, di kemudian hari karena kurangnya

keterikatan mereka dalam tahap awal mereka hidup.

9

Sexual Abuse (Kekerasan Seksual)

Kekerasan seksual anak (CSA) adalah bentuk kekerasan anak di mana orang dewasa

atau remaja yang lebih tua pelanggaran anak untuk rangsangan seksual. Kekerasan

seksual mengacu pada partisipasi anak dalam tindakan seksual yang ditujukan

terhadap kepuasan fisik atau keuntungan dari orang yang melakukan tindakan

tersebut. Bentuk CSA termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk

melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), paparan senonoh dari alat

kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, aktual kontak seksual

dengan seorang anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin

anak tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi

anak . Jual jasa seksual anak-anak dapat dilihat dan diperlakukan sebagai kekerasan

anak dengan layanan yang ditawarkan kepada anak daripada penahanan sederhana.

Pengaruh kekerasan seksual anak pada korban termasuk rasa bersalah dan

menyalahkan diri sendiri, kilas balik, mimpi buruk, susah tidur, takut hal yang

berhubungan dengan penyalahgunaan (termasuk benda, bau, tempat, kunjungan

dokter, dll), masalah harga diri, disfungsi seksual, sakit kronis, kecanduan, melukai

diri, keinginan bunuh diri, keluhan somatik, depresi, gangguan stres pasca-trauma,

kecemasan, penyakit mental lain (termasuk gangguan kepribadian), dan dan

gangguan identitas disosiatif, kecenderungan untuk mengulangi tindakan kekerasan

setelah dewasa, bulimia nervosa, cedera fisik pada anak di antara masalah-masalah

lainnya. Sekitar 15% sampai 25% wanita dan 5% sampai 15% pria yang mengalami

pelecehan seksual ketika mereka masih anak-anak. Kebanyakan pelaku pelecehan

seksual adalah orang yang kenal dengan korban mereka; sekitar 30% adalah

10

keluarga dari anak, paling sering adalah saudara, ayah, ibu, paman atau sepupu,

sekitar 60% adalah kenalan teman lain seperti keluarga, pengasuh anak, atau

tetangga; orang asing adalah yang melakukan pelanggar hanya sekitar 10% dari

kasus pelecehan seksual anak.

2.3 Etiologi

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan

fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:

1. Stress yang berasal dari anak 

a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak

berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak

mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan

anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.

b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga

anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan

lingkungan disekitarnya

c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung

mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki

temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang memiliki

temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan dengan anak

bertemperamen lemah

d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak

sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan

bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya

11

e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar

disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari

hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan

emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua

2. Stress keluarga

a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat

yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini

berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan

dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya

termasuk harus mengorbankan keluarga

b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga

berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan

sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan

tingkah laku anak.

c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan

kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua

d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya

perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang

diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb

3. Stress berasal dari orangtua, yaitu:

a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan,

sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan

orang lain

12

b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan

salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain

atau anaknyasebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah

dialaminya

c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan

membuatorangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu

memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak

sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan

2.4 Manifestasi Klinis

1. Akibat pada fisik anak 

a. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan

retina akibatdari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ dalam

lainnya

b. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan

saraf,gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.

c. Kematian.

2. Akibat pada tumbuh kembang anak 

Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada

umumnyalebih lambat dari anak yang normal, yaitu:

a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya

yang tidak mendapat perlakuan salah.

13

b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:

Kecerdasan

Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan

dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.

Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,

jugakarena malnutrisi.

Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak

adanyastimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.

Emosi

Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri

yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif,

perkembangan hubungan sosialdengan orang lain, termasuk

kemampuan untuk percaya diri.

Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau

bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi

menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif,

perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur,

tempretantrum, dsb.

Konsep diri

Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai,

tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi

aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.

Agresif 

14

Anak mendapatkan perlakuan yang salah secara badani, lebih agresif

terhadap temansebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru

tindakan orangtua mereka ataumengalihkan perasaan agresif kepada

teman sebayanya sebagai hasil miskinnyakonsep harga diri

Hubungan social

Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya

atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka

mengganggu orangdewasa, misalnya dengan melempari batu atau

perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.

3. Akibat dari penganiayaan seksual

Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:

Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret

vagina, dan perdarahan anus.

Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis,

enkopresis, anoreksia,atau perubahan tingkah laku.

Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan

umurnya.Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva,

himen, dan anus anak.

2.5 Evaluasi Diagnostik

15

Diagnostik perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik yang teliti, dokumentasi riwayat psikologis yang lengkap, dan

laboratorium.

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik 

Penganiayaan fisik 

Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:

Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau

punggung

Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-

tangan dalam air  panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada

bokong. Luka bakar akibat aliran listrik seperti oven atau setrika.

Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan

retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat

penyembuhan yang berbeda.

Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan

tulang pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada

anak di atas usia 2 tahun.

Pengabaian

Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang

mengakibatkan kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan

perkembangan anak yang seharusnya, tetapi respons baik terhadap

pemenuhan makanan dan kebutuhan emosi anak.

16

Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada

anak penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak

menderita penyakit kronik. Tidak mampuimunisasi dan perawatan

kesehatan lainnya. Kegagalan yang disengaja oleh orangtua juga

mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut anak sehingga

mengalami kerusakan gigi.

Penganiayaan seksual

Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:

Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di

vagina.

Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.

Pubertas prematur pada wanita

Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan teman

sebaya, binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan

seksual dengan umur anak sertatingkah laku yang menggairahkan.

Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut

pada orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah

diri, depresi, gangguan stres post-traumatik, prostitusi, gangguan makan,

dsb.

17

Laboratorium

Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada penganiayaan

seksual,dilakukan pemeriksaan:

Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah

penganiayaan seksual.

Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus

Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B

Analisa rambut pubis

Radiologi

Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada

anak, yaitu untuk:

identifiaksi fokus dari jejas 

Dokumentasi

Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan

untuk menelititulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu

dilakukan jika ada rasa nyeritulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat

pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan

adanya penyaniayaan fisik.

CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik,

hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang

mengalami trauma kepala yang berat.

MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang

subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.

18

Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral

Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami

penganiayaan seksual

2.6 Penatalaksanaan

Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah

melalui:

1. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang

ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.

Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera

Individu : 

Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat

Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik

Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko 

Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi

Pelayanan referensi perawatan jiwa

Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku kekerasan

Keluarga : 

Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di masyarakat

Memfasilitasi jalinan kasih social pada orangtua baru

Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut (follow

up)

Pelayanan social untuk keluarga

19

Komunitas :

Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga

Mengurangi media yang berisi kekerasan

Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan

krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang

dianiaya

Kontrol pemegang senjata api dan tajam

Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang stress

Individu : 

Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada keluarga pada

tiap pelayanan kesehatan

Rencana penyelamatan diri bagi korban secara education

Pengetahuan tentang hukum untuk meminta bantuan dan perlindungan 

Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban

Keluarga : 

Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga

Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group).

Misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera

Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang memberikan

pelayanan pada korban

Komunitas : 

20

Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada korban

dengan standar prosedur dalam menolong korban

Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon,

melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak hukum/dinas

sosial untuk  pelayanan segera

Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya bayi dan anak

Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah setempat 

Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi 

Kontrol pemegang senjata api dan tajam

Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan kekerasan

Individu :

Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban

Konseling profesional pada individu

Keluarga :

Redukasi orangtua dalam pola asuh anak 

Konseling profesional bagi keluarga

Self-help-group (kelompok peduli)

Komunitas : 

“Foster home”, tempat perlindungan

Peran serta pemerintah 

“follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan 

Kontrol pemegang senjata api dan tajam

2. Pendidikan

21

Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang

sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, dan bagian lain dalam pelajaran biologi.

Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus dijaga

agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak

di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi

aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik

dan pengabaian perawatan pada anak.

3. Penegak hukum dan keamanan

Hendaknya UU no. 4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara

konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan

kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan

terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau

menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

4. Media massa

Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleha

artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka

pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih

ditekankan.

BAB III

22

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Child Abuse (Kekerasan anak) adalah penganiayaan fisik, seksual atau

emosional atau penelantaran anak atau anak-anak. Di Amerika Serikat, Centers for

Disease Control and Prevention (CDC) and the Department for Children And

Families (DCF) (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dan

Departemen Anak dan Keluarga (DCF)) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai

setiap tindakan atau serangkaian tindakan atau kelalaian oleh orang tua atau

pengasuh lainnya yang mengakibatkan kerugian, potensi bahaya, atau ancaman

membahayakan anak. Penyalahgunaan anak dapat terjadi di rumah anak, atau dalam

organisasi, sekolah atau komunitas anak berinteraksi. Ada empat kategori utama

kekerasan terhadap anak: pengabaian, kekerasan fisik, kekerasan psikologis atau

emosional, dan kekerasan seksual. Etiologi, fator penyebab kekerasan pada anak

baik kekerasan fisik atau psikhis yaitu: Stress yang berasal dari anak, Stress

keluarga, dan Stress berasal dari orangtua. Manifestasi klinis atau dampak dari

kekerasan anak baik fisik atupun pshikis yaitu: Akibat pada fisik anak, Akibat pada

tumbuh kembang anak, Akibat dari penganiayaan seksual. Diagnostik perlakuan

salah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang teliti,

dokumentasi riwayat psikologis yang lengkap, laboratorium dan radiologi.

Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah

melalui: Pelayanan kesehatan, Pendidikan, Penegak hukum dan keamanan dan

Media massa.

23

3.2 Saran

Kekerasan memang tidak dapat ditolerir, apalagi terhadap anak.

Menyarankan agar orangtua bahkan semua orang 'bergerak' bila mengetahui anak

mengalami kekerasan. Tidak perlu ragu meski pelaku kekerasan datang dari kerabat

atau pasangan Anda sendiri. Sebab bila ada seseorang yang mengetaui ada anak

mendapat kekerasan, namun tidak ada tindakan akan terancam tahanan 5 tahun

penjara sesuai pasal 78 Tahun 2002. Berpikir untuk bertindak menyudahi kekerasan

ini merupakan langkah apik yang pertama. Selanjutnya orangtua dapat melakukan :

Menegur pelaku tindak kekerasan. Bentuk teguran tidak harus keras, point

terpenting adalah pelaku menyadari bahwa perilakunya itu menyimpang dan

merugikan anak.

Berikan masukan bagaimana cara menangani anak untuk kasus pengasuh atau

seseorang yang melakukan kekerasan karena tidak sabar menghadapi anak.

Ingatkan bahwa anak-anak belum bisa bersikap seperti orang dewasa.

Hentikan dengan paksa bila pelaku masih melakukan kekerasan. Bila kekerasan

dilakukan oleh pengasuh seperti pembantu atau baby sitter, segeralah memutuskan

kontrak kerja.

Laporkan pada pihak yang berwajib bila luka yang diakibatkan oleh kekerasan

masuk dalam kategori fatal, misalnya luka robek yang parah, luka tusuk, atau

pemerkosaan.

24

Memantau tumbuh kembang anak sesuai dengan usia perkembangannya. Jika

tidak sesuai dengan tahap perkembangannya, segeralah datang ke ahli medis

tumbuh kembang, misalnya psikolog.

Lakukan fisum untuk kasus kekerasan secara fisik. Sehingga saat Anda ingin

melaporkan pelaku pada pihak berwajib, Anda memiliki bukti otentik.

DAFTAR PUSTAKA

Amran, Herlina, Antara Hukuman Pemukulan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak,

artikel, tidak diterbitkan

Arikunto, Suharsimi, 1996; Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Jakarta: Rineka

Cipta.

Ar dani, Tristiadi Ardi dan Tri Rahayu, Iin, 2004; Observasi dan

Wawancara, Malang: Bayu Media.

Asnah, Nur Sitohang, Asuhan Keperawatan Pada Anak Child Abuse, Program ilmu

keperawatan Fakultas kedokteran, Universitas sumatera utara, artikel, tidak

diterbitkan

Caplin, James P, 1999; Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Dayaksini, Tri, dan Hudaniah, 2003; Psikologi Sosial, Malang: UMM Press.

Departemen Agama RI, 2005, al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : CV.

Diponegoro

Febiana, Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak, artikel, tidak diterbitkan

Gosita, Arif, 1989; Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademika Pressindo.

Hadi, Sutrisno, 2000; Metodologi Research Jilid II, Yogyakarta : Andi Ofsett

25

Ibnu Aziz, Zainuddin, Syarah Fathkhul Mu’in, Al-hidayah.

Irwanto, Pelaku Kekerasan Pada Anak : Apakah Hukuman Saja Cukup?, artikel, tidak

diterbitkan

26