makalah tulip
TRANSCRIPT
MAKALAH
(TULIP)
KARSINOMA NASOFARING
Oleh :
NELLY WULANDARIKelompok 7
Universitas Sanata Dharma
RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA
2015
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................. 2
ISI .................................................................................................................. 3
A. Karsinoma Nasofaring .................................................................. 3
B. Etiologi Karsinoma Nasofaring..................................................... 3
C. Gejala Karsinoma Nasofaring........................................................ 5
D. Patofisiologi Karsinoma Nasofaring ............................................. 7
E. Diagnosa Karsinoma Nasofaring................................................... 8
F. Terapi .......................................................................................... 11
G. Kasus Karsinoma Nasofaring...................................................... 18
H. Edukasi Kepada Pasien................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 23
2
A. Karsinoma Nasofaring
Kanker nasofaring atau Nasopharingeal Carcinoma (NPC) adalah kanker yang
dimulai pada nasofaring, bagian atas tenggorokan di belakang hidung dan dekat pangkal
tengkorak. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai
di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam
lima besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher
menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmulleri pada nasofaring
yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel
skuamosa. Berdasarkan klasifikasi histopatologi WHO tahun 1978, karsinoma nasofaring
dibagi menjadi tiga subtipe yaitu; squamous cell carcinoma/SCC (WHO-1),
nonkeratinizing carcinoma (WHO-2) dan undifferentiated carcinoma (WHO-3).
Sedangkan klasifikasi WHO tahun 1991 membagi tumor ganas ini menjadi squamous cell
carcinoma (keratinizing SCC) dan nonkeratinizing carcinoma yang terdiri atas
“differentiated” dan “undifferentiated” serta basaloid SCC. WHO-3 merupakan subtipe
histologi yang utama di daerah endemik, sementara WHO-1 kurang dari 5% dari populasi
endemik. Ada 3 jenis NPC, didasarkan pada bagaimana sel-sel kanker terlihat
di bawah mikroskop:
1. Keratinisasi karsinoma sel skuamosa
2. Non-keratinisasi karsinoma dibedakan
3. Karsinoma terdiferensiasi
B. Etiologi
Para ilmuwan telah menemukan beberapa faktor resiko yang membuat seseorang
lebih mungkin untuk mengalami kanker nasofaring (NPC). Yaitu :
1. Jenis Kelamin
3
NPC ditemukan sekitar dua kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita.
2. Ras / etnis dan di mana Anda tinggal
NPC yang paling umum terjadi di Cina selatan (termasuk Hong Kong), Singapura,
Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Hal ini juga cukup umum di Northwest Kanada
dan Greenland. Orang Cina selatan memiliki risiko lebih rendah jika mereka
pindah ke daerah lain yang memiliki resiko NPC yang lebih rendah (seperti
Amerika Serikat atau Jepang), tetapi risiko mereka masih lebih tinggi daripada
orang-orang yang dari daerah asli dengan risiko yang lebih rendah. Seiring waktu,
risiko mereka tampaknya juga bisa turun. Di Amerika Serikat, NPC yang paling
umum di Kepulauan Asia Pasifik (terutama Cina Amerika), diikuti oleh Amerika
pribumi Indian dan Alaska, Amerika Afrika, putih, dan Hispanik / Latin.
3. Diet (Makanan)
Orang-orang yang tinggal di bagian Asia, Afrika Utara, dan wilayah Arktik di
mana NPC adalah umum, biasanya makan yang sangat tinggi pada ikan asin dan
daging. Memang, tingkat kanker ini menurun di China tenggara karena orang
mulai makan makanan yang lebih kebarat-baratan. Sebaliknya, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa diet tinggi buah-buahan dan sayuran dapat
menurunkan risiko NPC.
4. Infeksi virus Epstein-Barr
Hampir semua sel NPC berisi komponen virus Epstein-Barr (EBV), dan
kebanyakan orang dengan NPC memiliki bukti infeksi oleh virus ini dalam darah
mereka. Infeksi EBV sangat umum di seluruh dunia, sering terjadi pada anak-
anak. Di Amerika Serikat, di mana infeksi virus ini cenderung terjadi pada anak-
anak yang sedikit lebih tua, sering menyebabkan infeksi mononukleosis ("mono"),
biasanya pada usia remaja. Hubungan antara infeksi EBV dan NPC yang
kompleks belum sepenuhnya dipahami. Infeksi EBV saja tidak cukup untuk
menyebabkan NPC, karena infeksi virus ini sangat umum dan kanker ini jarang
terjadi. Faktor-faktor lain, seperti gen seseorang, dapat mempengaruhi bagaimana
penawaran tubuh dengan EBV, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi
bagaimana EBV berkontribusi untuk pengembangan NPC.
5. Faktor genetik
Gen seseorang dapat mempengaruhi risiko untuk NPC. Misalnya, seperti orang
yang berbeda jenis darahnya, mereka juga memiliki jenis jaringan yang berbeda.
Studi telah menemukan bahwa orang dengan jenis jaringan tertentu memiliki
4
peningkatan risiko untuk mengembangkan NPC. Jenis jaringan mempengaruhi
kekebalan, jadi ini mungkin terkait dengan bagaimana tubuh seseorang bereaksi
terhadap infeksi EBV.
6. Riwayat keluarga
Anggota keluarga penderita NPC lebih mungkin untuk mendapatkan kanker ini.
Hal ini tidak diketahui apakah ini adalah karena gen yang diwariskan, faktor
lingkungan bersama (seperti diet atau pola hidup yang sama ), atau beberapa
kombinasi dari ini.
7. Faktor risiko lain yang mungkin
Tembakau dan alkohol: Sebagian besar (tetapi tidak semua) studi telah
menemukan bahwa merokok dapat berkontribusi untuk pengembangan NPC,
terutama jenis keratinisasi. Beberapa penelitian telah menghubungkan beberapa
minuman keras untuk kanker jenis ini. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan apakah faktor tersebut berpengaruh sebagai kanker yang dimulai di
tenggorokan.
8. Eksposur tempat kerja
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa paparan di tempat kerja untuk
formaldehida atau serbuk kayu dapat meningkatkan risiko NPC. Namun, tidak
semua penelitian telah menunjukkan faktor resiko tersebut.
C. Gejala
Sekitar 3 dari 4 orang dengan NPC mengeluh benjolan atau massa di leher ketika
mereka pertama kali pergi ke dokter. Terdapat benjolan pada kedua sisi leher ke arah
belakang. Benjolan biasanya tidak lembut atau menyakitkan. Hal ini disebabkan oleh
kanker yang menyebar ke kelenjar getah bening dileher, membuat leher tampak lebih
besar dari biasanya. Kelenjar getah bening adalah kelenjar atau organ yang
mengandung koleksi sel sistem kekebalan tubuh yang ditemukan di seluruh tubuh.
Biasanya, berukuran lebih kecil dari ukuran kacang polong.
Kemungkinan gejala lain dari NPC termasuk:
Gangguan pendengaran, dering di telinga, atau perasaan penuh di telinga (terutama
pada hanya satu sisi)
Infeksi telinga yang terus datang kembali
Penyumbatan nasal atau tersumbat
Mimisan
5
Sakit Kepala
Nyeri wajah atau mati rasa
Masalah saat membuka mulut
Penglihatan kabur atau ganda
Gejala atau manifestasi klinis dari karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu gejala hidung/nasofaring, gejala telinga, gejala tumor di leher,
gejala mata dan gejala saraf.
1. Gejala Hidung/Nasofaring
Harus dicurigai adanya karsinoma nasofaring, bila ada gejala-gejala:
Bila penderita mengalami pilek lama, lebih dari 1 bulan, terutama penderita usia
lebih dari 40 tahun, sedang pada pemeriksaan hidung terdapat kelainan.
Bila penderita pilek dan keluar sekret yang kental, berbau busuk, lebih-lebih jika
terdapat titik atau garis perdarahan tanpa kelainan di hidung atau sinus paranasal.
Pada penderita yang berusia lebih dari 40 tahun, sering keluar darah dari hidung
(epistaksis) sedangkan pemeriksaan tekanan darah normal dan pemeriksaan hidung
tidak ada kelainan.
2. Gejala Telinga
Gejala pada telinga umumnya berupa pendengaran yang berkurang, telinga terasa
penuh seperti terisi air, berdengung atau gemrebeg (tinitus) dan nyeri (otalgia).
Gangguan pendengaran yang terjadi biasanya berupa tuli hantaran dan terjadi bila
ada perluasan tumor atau karsinoma nasofaring ke sekitar tuba, sehingga terjadi
sumbatan.
3. Gejala Tumor Leher
Pembesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran terdekat secara
limfogen dari karsinoma nasofaring. Penyebaran ini bisa terjadi unilateral maupun
bilateral. Spesifitas tumor leher sebagai metastase karsinoma nasofaring adalah
letak tumor di ujung prosesus mastoid, di belakang angulus mandibula, di dalam
muskulus sternokleidomastoideus, keras dan tidak mudah bergerak. Kecurigaan
bertambah besar bila pada pemeriksaan rongga mulut, lidah, faring, tonsil,
hipofaring dan laring tidak ditemukan kelainan.
4. Gejala Mata
Penderita akan mengeluh penglihatannya berkurang, namun bila ditanyakan secara
teliti, penderita akan menerangkan bahwa ia melihat sesuatu menjadi dua atau
dobel. Jelas yang dimaksud di sini adalah diplopia. Hal ini terjadi karena
6
kelumpuhan N.VI yang letaknya di atas foramen laserum yang mengalami lesi
akibat perluasan tumor. Keadaan lain yang dapat memberikan gejala mata adalah
karena kelumpuhan N.III dan N.IV, sehingga menyebabkan kelumpuhan mata
yang disebut dengan oftalmoplegia. Bila perluasan tumor mengenai kiasma optikus
dan N.II maka penderita dapat mengalami kebutaan.
5. Gejala Saraf
Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranialis biasanya didahului oleh beberapa
gejala subyektif yang dirasakan sangat menganggu oleh penderita seperti nyeri
kepala atau kepala terasa berputar, hipoestesia pada daerah pipi dan hidung, dan
kadang mengeluh sulit menelan (disfagia). Tidak jarang ditemukan gejala neuralgia
trigeminal oleh ahli saraf saat belum ada keluhan yang berarti. Proses karsinoma
yang lebih lanjut akan mengenai N. IX, X, XI, dan XII jika perjalanan melalui
foramen jugulare. Gangguan ini disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah
mengenai seluruh saraf kranial disebut dengan sindrom unilateral. Dapat pula
disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah demikian prognosisnya
menjadi buruk.
D. Patofisiologi
Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama
pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel yang
diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat
gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen dan gen
penekan tumor (TSGs) yang menghambat penghentian proses siklus sel.
7
Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan
Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi sel
diatur oleh gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi onkogen bila
mengalami mutasi. Onkogen dapat menyebabkan kanker karena memicu
pertumbuhan dan pembelahan sel secara patologis.
E. Diagnosa
Karsinoma nasofaring dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium klinis dan
gambaran histopatologisnya. Penentuan stadium karsinoma nasofaring digunakan
sistem TNM menurut UICC:
8
T (Tumor Primer)
T0 = Tidak tampak tumor
T1 = Tumor terbatas pada satu lokasi saja (lateral, porterosuperior, atap, dll)
T2= Tumor terdapat pada dua lokasi atau lebih tetapi masih di dalam
rongga
nasofaring
T3= Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau
Orofaring
T4= Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak
atau mengenai saraf-saraf otak
Tx= Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
N (Pembesaran kelenjar getah bening regional)
N0= Tidak ada pembesaran KGB
N1= Terdapat pembesaran KGB homolateral dan masih bisa digerakkan
N2= Terdapat pembesaran KGB kontralateral/bilateral dan masih bias
digerakkan
N3= Terdapat pembesaran baik homolateral/kontralateral/bilateral yang
sudah melekat pada jaringan sekitar
M (Metastasis jauh)
M0= Tidak ada metastasis jauh
M1= Terdapat metastasis jauh
Dari keterangan di atas, karsinoma nasofaring dikelompokkan menjadi 4 stadium,
yaitu:
a. Stadium I : T1 N0 M0
b. Stadium II : T2 N0 M0
c. Stadium III : T1/2/3 N1 M0 atau T3 N0 M0
9
d. Stadium IV : T4 N0 M0 atau T1/2/3/4 N2/3 M0 atau T1/2/3/4 N0/1/2/3 M1
Berdasarkan gambaran histopatologinya, karsinoma nasofaring dibedakan menjadi 3
tipe menurut WHO. Pembagian ini berdasarkan pemeriksaan dengan mikroskop elektron di
mana karsinoma nasofaring adalah salah satu variasi dari karsinoma epidermoid. Pembagian
ini mendapat dukungan lebih dari 70% ahli patologi dan tetap dipakai hingga saat ini.
a. Tipe WHO 1
Termasuk di sini adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). Tipe WHO 1 mempunyai
tipe pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa nasofaring, sel-sel kanker
berdiferensiasi baik sampai sedang dan menghasilkan cukup banyak keratin baik di dalam
dan di luar sel.
b. Tipe WHO 2
Termasuk di sini adalah karsinoma non keratinisasi (KNK). Tipe WHO 2 ini paling
banyak variasinya, sebagian tumor berdiferensiasi sedang dan sebagian sel berdiferensiasi
baik, sehingga gambaran yang didapatkan menyerupai karsinoma sel transisional.
c. Tipe WHO 3
Merupakan karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Di sini gambaran sel-sel kanker
paling heterogen. Tipe WHO 3 ini termasuk di dalamnya yang dahulu disebut dengan
limfoepitelioma, karsinoma anaplastik, clear cell carcinoma, dan variasi spindel.
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Ada sebuah patokan agar selalu ingat dan curiga akan adanya nasofaring, seperti di
bawah ini:
1) Setiap ada tumor di leher, ingatlah selalu adanya karsinoma nasofaring. Lebih-lebih jika
tumor terletak di bawah prosesus mastoid dan di belakang angulus mandibula.
2) Dugaan karsinoma nasofaring akan lebih kuat jika:
Disertai gejala hidung dan telinga
Disertai gejala mata dan saraf
3) Dugaan karsinoma nasofaring hampir pasti bila ada gejala lengkap
10
b. Pemeriksaan Penunjang
1) CT scan kepala dan leher
Dengan pemeriksaan ini tumor primer yang tersembunyi pun tidak terlalu sulit
ditemukan.
2) Pemeriksaan Serologi IgA untuk infeksi virus Epstein-Barr
Pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan karenan
spesifisitasnya yang rendah. Titer yang didapat berkisar antara 80 hingga 1280 dan
terbanyak pada titer 160.
3) Biopsi
Ini merupakan diagnosis pasti untuk karsinoma nasofaring. Biopsi dapat
dilakukan dengan 2 cara, melalui hidung atau mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan
tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga
hidung menelusuri konka media ke nasofaring, kemudian cunam diarahkan ke lateral dan
dilakukan biopsi.
Biopsi melalui mulut dengan bantuan kateter nelaton yang dimasukkan
melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem
bersama dengan ujung kateter yang berada di hidung sehingga palatum molle tertarik ke
atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan
melihat kaca tersebut atau dengan memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui
mulut dan massa tumor akan terlihat jelas. Biopsi tumor dilakukan dengan anestesi
topikal dengan xylocain 10%.
4) Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dapat
dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
F. Terapi
Dalam pengobatan kanker umumnya meliputi tindakan bedah atau operasi, penggunaan
obat-obatan sitostatika dan hormon, radioterapi dan imunoterapi.
a. Pembedahan
11
Pembedahan dapat dilakukan dengan cara pembedahan transpalatal (Diefenbach,
Welson) maupun transmaksiler paranasal (Moure Ferguson), tetapi terapi bedah ini
tidak berkembang, dan hasilnya menjadi kurang efektif. Terapi bedah dapat juga
dilakukan pada tumor metastase dengan membuang kelenjar limfe di leher. Operasi
ini untuk membuang kelenjar limfe permukaan tetapi sulit untu membuang kelenjar di
daerah retrofaring dan parafaring.
b. Radioterapi
Radiasi ditujukan pada daerah tumor induk dan daerah perluasannya. Radioterapi
dikenal 2 macam, yaitu teleterapi dan brakiterapi. Teleterapi bila sumber sinar jauh
dari tumor dan di luar tubuh penderita. Sedangkan brakiterapi, sumber sinar dekat
dengan tumor dan dipasang dalam tubuh penderita. Teknik penyinaran dengan
teleterapi diberikan bila ada perluasan tumor ke depan yaitu daerah hidung dan
sekitarnya serta belum ada metastase ke kelenjar limfe leher.
c. Obat-obatan Sitostatika
Dapat diberikan sebagai obat tunggal maupun kombinasi. Obat tunggal umumnya
dikombinasikan dengan radioterapi. Obat yang dapat dipergunakan sebagai sitostatika
tunggal adalah methotrexat, metomycine C, Endoxan, Bleocyne, Fluorouracyne, dan
Cisplastin. Obat ini memberikan efek adiktif dan sinergistik dengan radiasi dan
diberikan pada permulaan seri pemberian radiasi. Obat bisa juga diberikan sebelum
dan sesudah penyinaran sebagai sandwich terapy. Obat kombinasi diberikan sebagai
pengobatan lanjutan setelah radiasi, serta penting pada pengobatan karsinoma yang
kambuh. Banyak kombinasi obat ganda yang dipakai antara lain kombinasi: BCMF
(Adriamycin, Cyclophosphamide, Methotrexat dan Fluoroacil), ABUD (Adriamycin,
Bleomycin, Umblastin dan Decarbazine), COMA (Cyclophosphamide, Vincristine,
Methotrexat, dan Adriamycin).
Adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan (growth) dan pembelahan (division) antara
sel kanker dan sel normal yang disebut siklus sel (cell cycle) merupakan titik tolak
dari cara kerja sitostatika. Hampir semua sitostatika mempengaruhi proses yang
berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan duplikasi DNA. Sel yang sedang
dalam keadaan membelah pada umumnya lebih sensitif daripada sel dalam keadaan
istirahat. Berdasar siklus sel kemoterapi ada yang bekerja pada semua siklus ( Cell
Cycle non Spesific ) artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan sel bahkan
dalam keadaan istirahat. Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja pada siklus
12
pertumbuhan tertentu ( Cell Cycle phase spesific ).Obat yang dapat menghambat
replikasi sel pada fase tertentu pada siklus sel disebut cell cycle specific. Sedangkan
obat yang dapat menghambat pembelahan sel pada semua fase termasuk fase G0
disebut cell cycle nonspecific. Obat-obat yang tergolong cell cycle specific antara lain
Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit yang bekerja dengan
cara menghambat sintesa DNA pada fase S. Obat antikanker yang tergolong cell cycle
nonspecific antara lain Cisplatin (obat ini memiliki mekanisme cross-linking terhadap
DNA sehingga mencegah replikasi, bekerja pada fase G1 dan G2), Doxorubicin (fase
S1, G2, M), Bleomycin (fase G2, M), Vincristine (fase S, M). Dapat dimengerti
bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah timbulnya klonus tumor yang resisten,
karena obat-obat ini cara kerjanya tidak sama. Apabila resiten terhadap agen tertentu
kemungkinan sensitif terhadap agen lain yang diberikan, dikarenakan sasaran kerja
pada siklus sel berbeda.
Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan kelemahan, yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan kemoterapi
perlu pertimbangan sbb :
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status
penampilan <= 2
2. Jumlah lekosit >=3000/ml
3. Jumlah trombosit>=120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) ( Tes Faal Ginjal )
6. Bilirubin <2 mg/dl. , SGOT dan SGPT dalam batas normal ( Tes Faal Hepar ).
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas
70 tahun.
Status Penampilan Penderita Ca ( Performance Status )
Status penampilan ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana penyait
kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini juga menjadi
faktor prognostik dan faktor yang menentukan pilihan terapi yang tepat pada pasien dengan
13
sesuai status penampilannya. Skala status penampilan menurut ECOG ( Eastern Cooperative
Oncology Group) adalah sbb :
- Grade 0 : masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas kerja
dan pekerjaan sehari-hari.
- Grade 1 : hambatan pada perkerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor
ataupun pekerjaan rumah yang ringan.
- Grade 2 : hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk tiduran
dan hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak dapat
melakukan pekerjaan lain.
- Grade 3 : Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50%
waktunya untuk tiduran.
- Grade 4 : Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, betul-betul hanya
di kursi atau tiduran terus.
d. Imunoterapi
Dalam pengobatan keganasan, imunoterapi telah banyak dilakukan di klinik onkologi,
tetapi sampai saat ini tampaknya masih merupakan research dan trial. Untuk
karsinoma nasofaring telah dilakukan penelitian antara lain dengan menggunakan
interferon dan Poly ICLC.
e. Obat Antivirus
Acyclovir dapat menghambat sintesis DNA virus sehingga dapat menghambat
pertumbuhan virus termasuk juga Virus Epstein Barr. Obat antivirus ini penting pada
karsinoma nasofaring anaplastik yang merupakan EBV carrying tumor dengan DNA
EBV positif .
14
15
16
17
G. KASUS Karsinoma Nasofaring
Identitas pasien
Nama : Rekhati
Umur : 44 tahun
Alamat : Taman Martani
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat badan (kg) : 52
Tinggi badan (cm) :150
BSA (m2) : 1,49
Status pasien : Rawat inap
Bangsal : Bougenvill 3
Diagnosis : NPC T3 N0 M0
Penentuan Stadium Karsinoma Nasofaring
Menurut UICC edisi ke V th 1997 dengan klasifikasi TNM Stadium Karsinoma
nasofaring ditentukan sbb:
- T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
o T1 : Tumor terbatas pada nasofaring
o T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fosa nasal
T2a : Tanpa perluasan ke parafaring
T2b : Dengan perluasan ke parafaring
o T3 : Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal
o T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai saraf otak, fosa
infratemporal hipofaring atau orbita
- N menggambarkan kelenjar limfe regional
o N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
o N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm
18
o N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm
o N3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke
supraklavikular.
- M menggambarkan metastasis jauh
o M0 : Tak ada metastasis jauh
o M1 : Terdapat Metastasis jauh
Berdasarkan TNM tersebut diatas, stadium penyakit dapat ditentukan sbb:
- Stadium I : T1, N0, M0
- Stadium IIA : T2a, N0, M0
- Stadium IIB : T1, N1, M0 atau T2a, N1, M0 atau T2b, N0-1, M0
- Stadium III : T1-2, N2, M0 atau T3, NO-2, M0
- Stadium IVA : T4, N0-2, M0
- Stadium IVB : Tiap T, N3, M0
- Stadium IV C : Tiap T, Tiap N, M1
Protocol/ regimen : Cysplatin – 5 FU
Rencana Terapi : 4 kali
Interval : 28 hari
Siklus ke- : Tiga (3)
Kasus : Lama
PROTOCOL TERAPI CISPLATIN – 5 FU
Pramedikasi:
1. Injeksi Setrovel 5 mg/ i.v hari 1-5, 30 menit sebelum kemoterapi
2. Injeksi Deksamethasone 4 ampul/24 jam hari 1, seterusnya 2 ampul/24 jam, 30 menit
sebelum kemoterapi
3. Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
4. NaCl 0,9% 1 lt (2 plabot) + 20 mmol KCl + 2 MgSO4 dalam 2 jam
Ket : Tiap NaCl 0,9% 500 cc + 5 cc KCl + 2,5 cc MgSO4 / dalam 1 jam
19
Pemberian Kemoterapi:
1. Cisplatin 130 mg dalam D5% 250 cc / dalam 60 menit
2. NaCl 0,9% 3 lt (6 plabot) + 80 mol KCl + 8 g MgSO4
Ket : tiap NaCl 0,9% 500 cc + 7,5 KCl + 3 cc MgSO4 40 tetes/menit
3. 5 FU 1300 mg dalam D5% 500 cc infus continous 24 jam, hari 1-5
Hari 1 bersamaan dengan NaCl 0,9% 3 ltr (dengan infus cabang)
Cisplatin
Dosis : 50-100 mg/m2 over 4-6 hours, once every 21-28 days
Stabilitas : Simpan vial pada suhu kamar, 15°-25°C,hindari cahaya matahari langsung,
larutan jangan disimpan beku karena dapat menyebabkan terjadinya endapan.
Stabilitas larutan tergantung pada konsentrasi ion klorida dan harus disimpan
pada larutan natrium klorida (setidaknya NaCl 0.3%). Larutan dalam NaCl,
D5/0,45% NaCl atau D5/NaCl sampai mencapai konsentrasi 0.05 – 2mg/mL
stabil selaam 72 jam pada 4°-25°C. Larutan infus harus mempunyai
konsentrasi NaCl akhir > 0.2%.
Efek samping : Neurotoksisitas, periferal neuropati pada dosis dan tegantung durasi, Alopesia
ringan, Mual dan muntah (76%-100%), Myelosupresi (25%-30%; gejala
ringan pada dosis sedang; gejala ringan sampai sedang pada dosis tinggi),
pada Sel darah putih: Ringan, Platelet: Ringan, Onset: 10 hari, Nadir: 14-23
hari, recovery: 21-39 hari, pada Hepatik: Peningkatan level enzim, pada
Ginjal: Nefrotoksik (gagal ginjal akut dan insufisiensi ginjal), pada Otis:
Ototoksisitas (10%-30%; manifestasi ditunjukkan dengan seringnya
frekuensi hilangnya pendengaran; ototoksisitas biasanya tejadi pada anak-
anak.
5 FU
Dosis : 1000 mg/m2/day for 4-5 days every 3-4 weeks or 2300-2600 mg/m2 on day 1 every week or 300-400 mg/m2/day or 225 mg/m2/day for 5-8 weeks (with radiation therapy)
Stabilitas : stabil 72 jam dalam suhu kamar/ ruangan
Efek samping : Angina, myocardial ischemia, Acute cerebellar syndrome, confusion, disorientation, euphoria, sakit kepala, dermatitis, palmarplantar
20
erythrodysesthesia syndrome, Anorexia, pendarahan, diare, esophagopharyngitis, mual, muntah, anemia, leukopenia, trombositopenia
H. EDUKASI:
Pengobatan ini direncanakan sebanyak 4 kali dan saat ini pasien sedang menjalani
siklus yang ketiga. Lama pengobatan setiap siklus adalah 5 hari dengan interval/ masa
istirahat 28 hari. Namun pasien diharapkan tetap sabar apabila masih menunggu
jadwal kemoterapi selanjutnya dan juga memperhatikan pemeriksaan fisik yang
mendukung untuk dilakukannya kemoterapi yang selanjutnya.
Sebelum diberikan kemoterapi, pasien lebih dulu diberikan pengobatan pramedikasi
yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi efek samping yang akan
ditimbulkan selama pemberian kemoterapi.
Obat-obat pramedikasi yang digunakan berdasarkan indikasi nya adalah:
1. Setrovel = Pencegahan mual dan muntah yang diinduksi oleh kemoterapi kanker
2. Deksamethason = Imunosupresan / anti alergi, anti inflamasi
3. Ranitidin = tukak lambung, tukak duodenum, hipersekresi
4. MgSO4 = mencegah kerusakan ginjal
Pasien mendapatkan 2 obat kemoterapi yang diberikan melalui infus yaitu Cisplatin
dan 5 FU.
Nama Obat Tosisitas Organ Tanda dan Gejala
5-Fluorouracil Gastrointestinal
Jantung
Mual, muntah, mukositis, diare
disertai darah
Angina/ Infark Miokard
Cisplatin Gastrointestinal
Sum-sum tulang
Ginjal
Jantung
Mual dan muntah berat
Penurunan jumlah sel darah putih
( mild )
kumulatif efek pada tubulus renal,
hipomagnesemia /hipocalcemia
Iskemik Akut Miokard
21
* Namun perlu diingat bahwa tidak semua pasien dapat mengalami efek samping seperti
diatas
Karena mendapatkan kemoterapi kombinasi maka efek samping yang terjadi juga
lumayan banyak dibandingkan kemoterapi dengan obat tunggal. Namun perlu diingat
terapi kombinasi lebih menguntungkan daripada terapi tunggal.
Apabila pasien mengalami efek samping dari pengobatan Cisplatin berupa
Neurotoksisitas, disarankan untuk tidak meminum minuman yang dingin dan
memakai pakaian yang hangat untuk mrngurangi rasa dingin.
Meskipun pasien merasakan hilangnya nafsu makan, pasien harus tetap makan
walaupun sedikit untuk memberi asupan nutrisi dan tenaga bagi pasien.
Apabila pasien mengalami kerontokan rambut maka bisa menggunakan sisir yang
lembut dan tidak rapat (jarang-jarang) agar tidak memperparah kerontokan.
Apabila mulut terasa kering dan sariawan, bisa menggunakan sikat gigi dengan bulu
yang halus dan lembut agar tidak terasa sakit dan bisa menggunakan mouthwash.
Efek samping dari pengobatan 5 FU adalah pasien menjadi lebih sensitif dengan sinar
matahari sehingga disarankan untuk memakai sunblock atau pakaian yang tertutup
saat berada di luar ruangan.
Apabila pasien merasakan keluhan seperti pendengaran dan penglihatan terganggu,
maka kita bisa menjelaskan bahwa itu bukan efek dari pengobatan kemoterapi
melainkan efek penyakit pasien dan akan diperiksa kembali oleh dokter yang
menangani sehingga pasien tidak perlu khawatir.
Apabila pasien merasakan keluhan-keluhan selama menjalani pengobatan kemoterapi
harap segera diberitahukan kepada tenaga kesehatan agar dapat ditangani segera.
Setelah menjalani kemoterapi pasien diharapkan dapat memperbaiki pola hidup
dengan menghindari polusi yang berlebihan, menggunakan masker apabila dekat
dengan orang-orang yang sedang sakit sperti batuk, flu dsb, lebih sering mencuci
tangan dan menjaga kebersihan agar tidak mudah mengalami infeksi.
Memperbanyak konsumsi buah dan sayur yang mengandung antioksidan seperti
tomat, bayam, jagung, apel, strawberry dan sebagainya.
Minum air putih dan istirahat yang cukup
Kepada keluarga pasien diharapkan terus memberikan dukungan semangat agar
emosi pasien tetap stabil dan pasien dapat menjalani kemoterapi dengan baik karena
banyaknya efek samping yang terjadi.
22
Pasien dan keluarga nya diharapkan turut aktif untuk memantau perkembangan
penyakit setelah menjalani pengobatan agar penyakit ini bisa terus terkendali dan
pasien memiliki peluang untuk sembuh semakin besar.
Daftar Pustaka
American Cancer Society. 2011. Nasopharyngeal Cancer. Atlanta, Ga: American Cancer Society; 2011.
Brennan, Bernadette. 2005. Nasopharyngeal Carcinoma. United Kingdom: Orphanet Encyclopedia. http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-NPC.pdf.
Mansjoer Arif, Dkk, Kapita Selekta Kedokteran, 110-111, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001, Jakarta
National Comprehensive Cancer Network, 2013, Cervical Cancer, NCCN Clinical Practice Giudelines in Oncology, version 2.2013.
National Cancer Institute, 2014, Cervical Cancer Treatment (PDQ), http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Patient/page1, diakses pada tanggal 17 Maret 2015
23