makalah sejarah retorika
TRANSCRIPT
SEJARAH RETORIKA DAN RAGAM RETORIKA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah “Retorika”
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Nama : Madropik
NIM : D08130060
Nama : Tarsih
NIM : D08130087
PROGRAM STUDI DIKSATRASIADA
FAKULTAS KEGURUAN DAN LIMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
2014 / 2015
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT, atas karunianya
Sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah ini merupakan syarat untuk
melengkapi tugas Mata Kuliah “Retorika”
Keberhasilan makalah ini tidak lain juga disertai referensi-referensi serta
bantuan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Makalah ini juga masih memiliki
kekurangan dan kesalahan, baik dalam penyampaian materi atau dalam penyusunan
makalah ini. Penyusunan makalah ini juga dimaksudkan untuk menambah wawasan
mahasiswa mengenai materi ini.
Sehingga kriitik dan saran yang membangun yang sangat saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya saya menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Cikaliung, Maret 2015
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................I
DAFTAR ISI ....................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulis...................................................................................................................1
1.3 Perumusan Masalah ......................................................................................................1
1.4 Metode Penulisan............................................................................................................1
1.5 Sistematika Penulisan ..................................................................................................1
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Retorika .......................................................................................................3
2.2 Sejarah Retorika...............................................................................................................4
2.2.1 Retorika Pra-Yunani...............................................................................................4
2.2.2 Retorika Pada Zaman Yunani ...........................................................................5
2.2.3 Retorika Zaman Romawi .....................................................................................6
2.2.4 Retorika Abad Pertengahan dan Zaman Daulat Islamiah ...............7
2.2.5 Retorika Modern ......................................................................................................9
2.3 Perkembangan dan Prinsip Dasar Retorika....................................................10
2.3.1 Perkembangan Retorika ......................................................................................10
2.3.2 Prinsip-Prinsip Dasar Retorika .......................................................................11
2.4 Konsep Teori Retorika .................................................................................................12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................13
3.2 Saran .......................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retorika merupakan sebuah kajian menarik yang perlu mendapat perhatiam oleh
Mahasiswa yang tengah menimba ilmu engetahuan di bidang ilmu sosial dan ilmu
politik,maka dari itu pembahasan tentang Retorika memiliki ,daya tarik tersendiri bagi
penulis untuk coba mengkaji topik mengenai Retorika
Bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi adalah sebuah drama. Karenanya seorang
pembicara hendaknya mampu mendramatisir (membuat audiens merasa tertarik)
terhadap pembicara, sedangkan menurut Walter Fisher bahwa setiap komunikasi
adalah bentuk dari cerita (storytelling). Karenanya, jika seseorang mampu bercerita
sesungguhnya maka ia punya potensi untuk berceramah dan untuk menjadi
penceramah. Sebagaimana dalam berdakwah itu sendiri dibutuhkan retorika-retorika
yang dapat membuat dakwah seseorang lebih mengena, efisien dan efektif. Terutama
dalam menyosialisasikan ajaran-ajaran Islam. Maka retorika jitu harus bias dikuasai
oleh seseorang yang hendak berdakwah. Disamping itu kita juga harus harus tau
sejarah mulanya retorika dari zaman pra-yunani hingga saat ini,maka pada makalah
ini akan menggabungkan pengertian retorika dan sejarah perkembangannya.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini ditujukan untuk memperluas cakrawala berpikir penulis dan
juga kepada khalayak umumnya yang akan menambah ilmu pengetahuan penulis dan
pembaca mengenai hal hal yang dianggap perlu di ketahui mengenai Retorika dalam
hal ini
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Apa itu Retorika?
1.3.2 Bagaimana Perkembangan retorika?
1.4 Metode Penulisan
Pengamatan dan pencarian yang diambil dari berbagai sumber diantaranya :
Buku dan Internet
1.5 Sistematika penulisan
Dalam Makalah ini dapat tersusun beberapa sub yang penulis uraikan dibagian Daftar
Pustaka :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulis
2
1.3 Perumusan Masalah
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Retorika
2.2 Sejarah Retorika
2.2.1 Retorika Pra-Yunani
2.2.2 Retorika Pada Zaman Yunani
2.2.3 Retorika Zaman Romawi
2.2.4 Retorika Abad Pertengahan dan Zaman Daulat Islamiah
2.2.5 Retorika Modern
2.3 Perkembangan dan Prinsip Dasar Retorika
2.3.1 Perkembangan Retorika
2.3.2 Prinsip-Prinsip Dasar Retorika
2.4 Konsep Teori Retorika
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Retorika
Kata retorika merupakan konsep untuk menerangkan tiga seni penggunaan bahasa persuasi yaitu : etos, patos, dan logos. Dalam artian sempit, retorika dipahami sebgai konsep yang berkaitan dan seni berkomunikasi lisan berdasarkan tata bahasa, logika, dan dialektika yang baik dan benar untuk mempersuasi public dengan opini. Dalam artian luas, retorika berhubungan dengan diskursus komunikasi manusia.
Para pakar retorika lainnya adalah Isocrates dan Plato yang kedua-duanya dipengaruhi Georgias dan Socrates. Mereka ini berpendapat bahwa retorika berperan penting bagi persiapan seseorang untuk menjadi pemimpin. Plato yang merupakan murid utama dari Socrates menyatakan bahwa pentingnya retorika adalah sebagai metode pendidikan dalam rangka mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan dalam rangka upaya mempengaruhi rakyat.
Puncak peranan retorika sebagai ilmu pernyataan antar manusia ditandai oleh munculnya Demosthenes dan Aristoteles dua orang pakar yang teorinya hingga kini masih dijadikan bahan kuliah di berbagai perguruan tinggi.
Menurut Plato, retorika adalah seni para retorikan untuk menenangkan jiwa pendengar. Menurut Aristoteles, retorika adalah kemampuan retorikan untuk mengemukakan suatu kasus tertentu secara menyeluruh melalui persuasi.
Dari simpulan diatas, retorika didefinisikan sebagai seni membangun argumentasi dan seni berbicara (the art of constructing arguments and speechmaking). Dalam perkembangannya retorika juga mencakup proses untuk “menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan”.
Retorika berasal dari bahasa Yunani ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher adalah sebuah
teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui
karakter pembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskan
dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis
dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang
bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi
pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling
bekerja sama dalam merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka. Ini yang
dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan
media oral atau tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh
sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan
antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan di atas) dan praktik
kontemporer dari retorika yang termasuk analisa atas teks tertulis dan visual.
Dalam buku Theories of Human Communication karangan Little John, dikatakan
bahwa studi retorika sesungguhnya adalah bagian dari disiplin ilmu
komunikasi. Mengapa? karena di dalam retorika terdapat penggunaan simbol-simbol
yang dilakukan oleh manusia. Karena itu Retorika berhubungan erat dengan
komunikasi Persuasi. Sehingga dikatakan retorika adalah suatu seni dari
4
mengkonstruksikan argumen dan pembuatan pidato. Little John mengatakan re torika
adalah ” adjusting ideas to people and people to ideas” (Little John, 2004,p.50) Selanjutnya dikatakan bahwa Retorika adalah seni untuk berbicara baik, yang
dipergunakan dalam pros s komunikasi antarmanusia (Hendrikus, 1991,p.14)
Sedangkan oleh sejarawan dan negarawan George Kennedy mendefinisikan re torika
sebagai …” the energy inherent in emotion and thought, transmitted through a system of
signs, including language to other to influence their decisions or actions” (dikutip dalam
Puspa, 2005:p.10) atau kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Retorika
adalah…”suatu energi yang inheren dengan emosi dan pemikiran, yang dipancarkan
melalui sebuah sistem dari tanda-tanda, termasuk didalamnya bahsa yang ditujukan
pada orang lain untuk mempengaruhi pendapat mereka atau aksi mereka”
2.2 Sejarah Retorika
2.2.1 Retorika Pra-Yunani
Bak rantai yang tidak terputus, peradaban-peradaban yang ada di muka bumi ini tidak
memulai keberadaannya, dengan segala aspek yang dibawa, tanpa pengaruh
peradaban sebelumnya. Begitu pun dalam aspek ilmu pengetahuan, kecanggihan
teknologi informasi dan transportasi Amerika Serikat saat ini, misalnya, adalah buah
pengembangan dasar-dasar teknologi dalam bingkai ilmu matematika pada zaman
Yunani Kuno. Ilmu matematika pun pada hakikatnya tidak mungkin dapat dikonsumsi,
apalagi dikembangkan, jika tidak dihidupkan kembali oleh peradaban selanjutnya di
Asia Barat. Disanalah matematika mulai bertransformasi menjadi pengetahuan
modern. Angka nol pertama kali diperkenalkan, rumus trigonometri ditemukan, bahkan matematika telah memiliki cabang tersendiri yakni al-jabar. Berpangkal dari pengembangan itu semua akhirnya membuahkan penemuan komputer, dan sekarang peneman itu berimbas pada zaman e-technology.
Dalam kaitannya dengan retorika. Ilmu pengetahuan yang major area-nya
kemampuan manusia dalam berkomunikasi ini tidak bersifat statis. Dinamisme ilmu
ini bisa kita melalui perkembangannya dari zaman ke zaman lainnya. Dari masa
dimana retorika hanya merupakan kebiasaan manusia hingga masa yang menjadikan
retorika disiplin ilmu dengan berbagai teori dan definisi.
Orang-orang Mesopotamia, yang konon peradabannya dijuluki the cradle of
civilization, sebagaimana masyarakat Mesir Kuno dan Assyria, yang datang setelahnya,
mengasah kemampuan retorika mereka dengan tujuan-tujuan ritual keagamaan .
Ritual keagamaan seperti upacara pengorbanan, permohonan surut Nil
berkepanjangan, memperingati yaumu-l-hashaad atau hari bersemi, dan sebagainya
memang membutuhkan kepiawaian tokoh atau pemimpin adat dalam menyampaikan
pesan dan harapan-harapan masyarakat adat pada Dewa di depan publik.
5
2.2.2 Retorika Pada Zaman Yunani
Melalui bukunya, Retorika Modern, Jalaluddin Rahmat berpendapat bahwa uraian
sistematis retorika diletakan pertama kali oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani
yang berada di bawah pimpinan para tiran. Keadaan di bawah tekanan para tiran
inilah yang mengharuskan rakyat Syracuse pandai beretorika demi mempertahankan
hak-hak mereka yang diabaikan penguasa.
Kemudian munculah seseorang di antara mereka yang bernama Corax. Konon,
Corax pernah menggubah sebuah makalah mengenai Retorika yang ia beri judul
Techne Logon. Para ahli berkeyakinan bahwa makalah Corax ini berisikan tentang
teori kemungkinan dalam bersilat lidah.
Di samping itu, Corax telah meletakan dasar-dasar organisasi pesan. Ia membagi
pidato pada lima bagian: pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan
kesimpulan. Dari sini, para ahli retorika kelak mengembangkan organisasi pidato.
Di belahan lain kerajaan Yunani, masih pada abad yang sama, terlahir pula tokoh
yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan Retorika. Ia bernama Empedocles.
Ia pernah berguru pada filosof masyhur, Phytagoras, dan tulisannya The Nature of
Things kelas membawanya menjadi terkenal. Sebagai mistikus, filosof, politisi, dan
orator, Empedocles memiliki kepribadian yang lengkap. Distribusi akbar politisi anti
aristokrasi tersebut dalam pengembangan retorika adalah kepiawaiannya
mengajarkan prinsip-prinsip retorika yang kelak dijual Gorgias kepada penduduk Athena.
Selain Corax dan Empedocles, masih banyak tokoh-tokoh lain yang memerankan
peranan penting dalam pengembangan Retorika pada zaman Yunani Kuno. Jumlah
tokoh yang banyak itu tak bisa dilepaskan dari citra dan pandangan yang melekat pada
retorika itu sendiri. Konon, Retorika dipandang sebagai keahlian kaum ningrat saja.
Tidak semua mampu, atau bahkan boleh, mempelajari Retorika. Dan negara sendiri
memfasilitasi para jago orasi sebuah match even yang bergengsi laiknya perlombaan
olah raga tingkat dunia.
Diantara tokoh-tokoh yang banyak, yang penulis kategorikan sebagai the most
important setelah Corax dan Empedocles, itu adalah Protagoras, Demosthenes,
Isocrates, Plato, dan muridnya, Aristotles. Protagoras, yang juga anggota kelompok
sophistai –sejarawan menyebutnya sophis berjasa mengembangkan retorika dan
memopulerkannya. Retorika, bagi mereka bukan hanya ilmu pidato, tetapi meliputi
pengetahuan sastra, gramatika, dan logika. Mereka tahu bahwa rasio tidak cukup
untuk meyakinkan orang. Mereka juga mengajarkan teknik memanipulasi ekonomi yang dikenal dengan hypocrisis. Malalui teknik inilah orator menyapa para pendengar langsung ke lubuk hati mereka yang paing dalam. Berkat kegigihan protagoras dan kawan-kawannya yang tergolong dalam kaum sophislah bermunculan jago-jago pidato pada berbagai area seperti olipmiade, gedung perwakilan, dan pengadilan.
6
Demosthenes dan Isocrates –di balik perbedaan keduanya yang cukup
fundamental- adalah produk kaum sophis yang bekerja all-out dalam
memasyarakatkan Retorika. Demosthenes dikenal sebagai orator yang memiliki gaya
bicara yang tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dan keras. Ia pandai dalam
menggabungkan narasi dan argumentasi, ekspresionis ulung, lantang, dan memiliki
cara yang unik dalam berlatih. Yakni menyendiri di dalam gua buatannya secara
konsisten. Pada zamannya, tak satupun menyangsikan patriotisme Demosthenes
kecuali Aeschines. Perselisihan pun tak dapat dihindarkan pada acara pengannugrahan
demosthenes penghargaan. Perdebatan terjadi antara ia dengan Aeschines yang
akhirnya dimenangkan demosthenes.
Adapun Isocrates, ia dikenal sebagai tokoh yang mengangkat citra retorika sebagai
ilmu yang terbatas. Keterbatasan inilah yang akhirnya membuat Retorika menjadi
ilmunya kaum berada saja. Namun, dibalik langkahnya yang kulang populer itu, Ia
telah mendirikan sekolah retorika yang paling berhasil tahun 391 SM. Ia mendidik
muridnya menggunakan kata-kata dalam susunan yang jernih tetapi tidak berlebih-
lebihan, dalam rentetan anak kalimat yang seimbang dengan pergeseran suara dan
gagasan yang lancar. Karena ia tidak mempunyai suara yang baik dan keberanian
untuk tampil, ia hanya menuliskan pidatonya. Ia menulis risalah-risalah pendek dan
menyebarkannya. Sampai sekarang risalah-risalah ini dianggap warisan prosa Yunani
yang menakjubkan. Gaya bahasa Isocrates telah mengilhami tokoh-tokoh retorika
sepanjang zaman:
Cicero, Milton, Massillon, Jeremy Taylor, dan Edmund Burke.
Dua tokoh yang penulis sebutkan terakhir, Plato dan Aristotles, boleh jadi gambaran
air mata guru mereka Socrates. Socrates yang amat kecewa atas matrealisme kaum
sophis yang menjadikannya bagian dari kaum termarginalkan. Ia mengkritik kaum
sophis sebagai para prostitut. Prostitut dalam artian orang yang menjual
kebijaksanaan dengan uang. Plato, sebagai refleksi atas apa yang telah menimpa
gurunya, mengategorikan kebenaran menjadi kebenaran relatif yang didapat dalam
sophisme, dan kebenaran sejati yang manusia temukan dalam filsafat. Sedangkan langkah progresif Aristotles terhadap perkembangan retorika adalah kontribusi ilmiah beliau dalam De Arte Rhetorica yang daripadanya kita mengenal Lima Hukum Retorika : inventio, dispositio, elocutio, memoria, pronuntiatio.
2.2.3 Retorika Zaman Romawi
Pada zaman Romawi, Retorika sempat mengalami gejala statis. Tidak banyak
kemajuan yang berarti tercipta, pasca De Arte Rhetorica, dua ratus tahun sebelumnya,
digubah oleh Aristotles.
Rupanya hal ini mengindikasikan akan kuat dan komprehensifnya pembahasan yang
7
tertuang di dalam masterpiece murid kesayangan Plato tersebut.
Adapun pustaka mengenai retorika yang muncul pada zaman romawi diantaranya Ad
Herrenium yang ditulis dalam bahasa Latin. Namun, cakupan buku ini terlalu
sederhana untuk kemudian bisa menjadikannya karya fenomenal. Ad Herrenium
hanya berbicara tentang warisan retorika gaya Yunani. Dan itupun lebih menekankan
aspek praktisnya saja.
Kendati demikian, pada zaman ini banyak terlahir orator-orator ulung seperti
Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius, dan Cicero. Yang terakhir inilah yang sepertinya
merupakan best of the best dari sekian orator yang hidup pada zaman Romawi.
Sampai-sampai Kaisar Roma pun memuji Cicero, "Anda telah menemukan semua
khazanah retorika, dan Andalah orang pertama yang menggunakan semuanya. Anda
telah memperoleh kemenangan yang lebih disukai dari kemenangan para jenderal.
Karena sesungguhnya lebih agung memperluas batas-batas kecerdasan manusia
daripada memperluas batas-batas kerajaan Romawi".
Will Durant mendeskripsikan keunikan Cicero bahwa ia menyajikan orasinya secara
bergelora, ia juga menggunakan humor dan anekdot, selain itu ia lihai menyentuh
perasaan pendengar, terampil dalam mengalihkan perhatian, tak jarang
memberondong pertanyaan retoris yang sulit dijawab, dan pandai menyederhanakan
materi yang sulit.
Statisnya perkembangan retorika di zaman Romawi akhirnya dapat dirobohkan
setelah Quintillianus mendirikan sekolah retorika. Sebagaimana singa podium lainnya,
barang tentu Quintillianus memiliki perspektif sendiri tentang apa itu retorika? dan
apa-apa sajakah yang seyogyanya dimiliki oleh seorang orator? Secara singkat, berikut
adalah jawaban dari pertanyaan tersebut. Quintillianus mendefinisikan retorika
sebagai ilmu berbicara yang baik. Siapa-siapa yang ingin mendalami retorika haruslah
dari besar dalam keluarga yang terdidik dan pendidikan orator pun harus dimulai
sedini mugkin, kalau bukan sebelum ia terlahir. Dan calon orator harus dibekali musik,
gimnastik, sastra, sains, filosofi, dan gemar baca-tulis, yang kesemuanya itu akan
mengantarkannya menjadi manusia yang mendekati sempurna.
2.2.4 Retorika Abad Pertengahan dan Zaman Daulat Islamiah
Tak satupun manusia menyangsikan bahwa ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya
Retorika, mengalami pembungkaman umum pada medieval ages di Eropa yang selalu
diidentikan dengan doktrin sakral gereja. Hal ini menjadi amat masuk akal, jika kita
menilik pada syarat tumbuh kembangnya Retorika, yakni miliu demokratis yang
membebaskan setiap individu seluas-luasnya untuk berkarya. Maka, dengan hilangnya
miliu demokratis ini, mandul pulalah perkembangan Retorika yang pada saat
bersamaan dianggap kesenian jahiliyah.
Doktrin gereja yang membutakan manusia akan kebenaran alam raya ini akhirnya
8
membawa manusia pada era kegelapan. Di mana banyak ilmuwan yang menjadi
korban inkuisisi gereja atas ketidakklopan teori mereka dengan isi bible yang sakral.
Vakumlah, jika tidak mati, ilmu pengetahuan untuk sementara.
Seperti yang telah penulis singgung sebelumnya bahwa peradaban bak rantai yang
saling bertautan yang saling menyambung satu dan lainnya. Pada saat-saat kegelapan
membutakan Eropa. Geliat kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan bergulir
kembali ke daerah Asia Barat dan Afrika Utara. Di mana ketiga Abrahamic Faiths
muncul. Bergulirnya kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan ke sana tentu bukan
tanpa alasan. Dan alasan yang paling prinsipil adalah adanya kepemimpinan –boleh
jadi imamah, riasah, khilafah, ataupun imarah- yang baik.
Ihya’ atau penghidupan kembali ilmu-ilmu yang sempat mati suri akibat doktrin sesat
gereja terjadi di Timur pada zaman Daulat Abbasiyah dan mencapai puncaknya pada
masa khilafah Harun Al-Rasyid.Konon, Pada masanya hidup ahli-ahli bahasa terkenal
yang memelopori penyusunan tata bahasa, seni bahasa, dan nada sajak. Diantaranya
Khalaf Al Ahmar, Al Ashmai, Al Khalil Bin Ahmad Al Farahidi, Akhfasyi Al Akbar,
Akhfasy Al Awsath, Sibawaihi dan Al Kisai .
Menurut Imam Subakir Ahmad, MA, pakar peradaban Islam, founding fathers Daulat
Islamiyah–As Safah, Al Mansur, dan Al Mahdi- adalah pakar pidato. Dan pidato pada
saat itu digunakan berbagai kesempatan seperti upacara kenegaraan, penerimaan
duta, pembagian harta rampasan perang, ritual keagamaan, bebagai peringatan dan
perkumpulan. Seiring dengan jumlah ilmuwan, pakar, ahli bahasa, dan ulama yang
sangat besar, banyak pula hasil temuan ilmiah maupun hasil terjemahan buku-buku
berbahasa Yunani ke dalam Bahasa Persia maupun Arab. Hal ini didukung oleh
apresiasi luar biasa yang diberikan oleh seorang khalifah terhadap ilmuwan yang
berhasil menulis maupun menerjemahkan buku. Konon, khalifah memberikan imbalan
mas sepadan dengan berat buku yang berhasil digubah .
Diantara kemajuan ilmu pengetahuan tersebut, Retorika memiliki posisi yang lebih
daripada ilmu pengetahuan lainnya. Hal ini karena khitobah atau retorika dalam
tradisi keilmuwan Islam didasari oleh banyak sekali disiplin ilmu seperti As Sharf, An
Nahwu, Al Ma’ani, Al Bayan, Al Balaghah, Qardul Syiri, dan sebagainya, yang
kesemuanya itu merujuk pada Al-Qur’anul Karim. Bahkan Islam sendiri dibawa oleh
Nabi yang sangat fasih dalam berbahasa Arab . Begitu pun dengan pengganti-
penggantinya –Abu Bakr, Umar Bin Khattab, Ustman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib-
yang keseluruhannya piawai dalam berorasi. Tidak sedikit pidato-pidato mereka yang
terdokumentasikan dengan begitu apiknya, sehingga kita yang hidup pada abad ke -21
ini pun masih bisa menikmati keindahan kata, keagungan makna, dan kekuatan
semangat yang mereka miliki melalui arsip pidatonya itu. Pada kenyataannya, pidato
merupakan instrumen yang sangat menentukan perjalanan sejarah manusia. Tak
sedikit peperangan yang dimenangkan oleh pihak yang secara kuantitas tidak sepadan
dengan jumlah pasukan musuhnya hanya karena pemimpin yang berhasil memompa
9
adrenalin sekaligus membakar semangat jiwa dan raga pasukannya itu. Kita tentu akan
diingatkan dengan aksi Thariq bin Jiyad yang membakar seluruh kapal dan perahu
pasukannya sesampainya mereka ke Andalus seraya berkata: “Kita ke sini bukan untuk
kembali.....” Dan kemenanganlah akhirnya yang mereka tuai .
Berikut adalah karakteristik pidato pada Era Abbasiah:
1. Pidato itu mengalir pada alur berbingkai agama
2. Adakalanya pidato sangat bernuansa politis seperti rayuan pada sultan dan
sebagainya
3. Memiliki kekuatan dalam menyentuh kalbu dan memancing tangis pendengar
4. Kata yang digunakan benar-benar apik, perumpamaan yang mudah dipahami, dan
kalimat yang penuh arti
5. Dimulai dengan hamdalah dan pujian untuk Allah
6. Keutamaan dalam penggunaan ushlub atau struktur kalimat Qurani
7. Adakalanya orator berbicara dengan ijaz (Arab. Penyederhanaan kalimat) atau
dengan Ishab (pemanjangan kalimat)
8. Sesuai dengan tradisi yang berlaku, orator biasanya menggunakan penutup
kepala,memakai sorban, dan memegang tongkat –sebagaimana yang kita lihat pada
khutbah jumat di beberapa masjid- sembari berdiri .
2.2.5 Retorika Modern
Seperti halnya filsafat, bahkan ajaran agama yang terbagi ke dalam beberapa school of
thought, retorika pun pada perkembangannya pada sekitar abad ke-19 sampai 20
terpecah ke dalam sejumlah aliran yang diusung oleh pakar retorika pada zamannya.
Berikut adalah beberapa aliran retorika, karakteristiknya, dan tokoh yang
memperkenalkannya. Yang pertama adalah aliran epistemologis, aliran ini
menekankan proses psikologi dalam retorika. Beberapa tokoh yang berhaluan aliran
ini adalah George Campbell dan Richard Whately. Baik Campbell maupun Whately
menekankan pentingnya menelaah proses berfikir khalayak.
Aliran kedua bernama belles lettres disingkat belletris (Prancis. tulisan yang indah).
Retorika belletris sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan,
kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. Tokohnya yang paling
terkenal adalah Hugh Blair yang memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu
kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang
indah.
Sedangkan aliran ketiga –berbeda dengan kedua aliran sebelumnya yang lebih
menekankan aspek persiapan pidato- lebih mengetengahkan teknik penyampaian
pidato. Aliran ini bernama gerakan elokusionis. Diantara tokoh-tokohnya yang paling
10
masyhur adalah Gilbert Austin dan James Burgh. Burgh, dalam hal ini, pernah
menjelaskan tentang 71 emosi dan cara menyampaikannya. Karena aliran yang
terakhir ini lebih berfokus pada aspek artifisial saja, dampaknya orator jadi terkesan
tidak bicara secara spontan namun dibuat-buat. Pada abad ke-20, retorika mengambil
manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern khususnya ilmu-ilmu perilaku
seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh speech, speech
communication, atau oral communication, atau public speaking. Pakar retorika yang
mencuat pada abad ini adalah James A. Winans, Charles Henry Woolbert, William
Noorwood Brigance, Alan H. Moonroe, dan Dr. Charles Hurst.
2.3 Perkembangan dan Prinsip Dasar Retorika
2.3.1 Perkembangan Retorika
Retorika mulai dikenal pada tahun 465 SM, ketika Corax menulis makalah bejudul
Techne Lagon (Seni kata-kata). Pada waktu itu seni berbicara atau llmu berbicara
hanya digunakan untuk membela diri dan mempengaruhi orang lain. Membela diri di
pengadilan ketika orang lain mengambil tanah atau mengakui tanahnya karena waktu
itu belum ada sertifikat tanah. Membela diri ketika seseorang, katakanlah orang kaya
raya dituduh mengorbankan kehormatannya dengan hanya mencari setandan pisang
di kebun dan sebagainya.
Singkat retorika atau ilmu komunikasi pada waktu itu hanya digunakan untuk
membela diri yang berhubungan dengan kepentingan sesaat dan praktis.
Sementara untuk mempengaruhi orang lain, menurut Aristoteles ada 3 cara yaitu :
1. Harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa kita memiliki
pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya dan status yang
terhormat yang disebut “ethos”
2. Harus dapat menyentuh hati khalayak, perasaan, emosi, harapan, kebencian
dan kasih sayang yang disebut “phatos”
3. Meyakinkan khalayak dengan bukti yang kelihatan, yang disebur “logos”
Dari sejarah singkat perkembangan retorika atau ilmu komunikasi klasik yang patut
kita catat yakni mengenai tahap penyusunan pidato karya Aristoteles yang sampai
sekarang masih terus dipakai, adalah penentuan tema, penyusunan, gaya, memori dan
penyampaian.
11
2.3.2 Prinsip-Prinsip Dasar Retorika
Retorika atau ilmu komunikasi adalah cra pemakaian bahasa sebagai seni yang
didasarkan pada suatu pengetahuan atau metode y ang teratur atau baik. Berpidato,
ceramah, khutbah juga termasuk kajian retorika. Cara-cara mempergunakan bahasa
dalam bentuk retorika seperti pidato tidak hanya mencakup aspek-aspek kebahasaan
saja tetapi juga mencakup aspek-aspek lain yang berupa penyusunan masalah yang
digarap dalam suatu susunan yang teratur dan logis adanya fakta-fakta yang
meyakinkan mengenai kebenaran masalah itu untuk menunjang pendirian pembicara.
Oleh karena itu suatu bentuk komunikasi yang ingin disampaikan secara efektif dan
efisien akan lebih ditekankan pada kemampuan berbahasa secara lisan. Suatu
komunikasi akan tetap bertitik tolak dari beberapa macam prinsip.
Prinsip-prinsip dasar itu adalah sebagai berikut :
1. Penguasaan secara aktif sejumlah besar kosakata bahasa yang dikuasainya.
Semakin besar jumlah kosa kata yang dikuasai secara aktif semakin besar
kemampuan memilih kata-kata yang tepat dan sesuai untuk menyampaikan
pikiran
2. Penguasaan secara aktif kaidah-kaidah ketatabahasaan yang memungkinkan
pembicara menggunakan bermacam-macam bentuk kata dengan nuansa dan
konotasi yang berbeda-beda.
3. Mengenal dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa dan mampu
menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk lebih menarik perhtian pendengar
dan lebih memudahkan penyampaian pikiran pembicara.
4. Memiliki kemampuan penalaran yang baik sehingga pikiran pembicara dapat
disajikan dalam suatu urutan yang teratur dan logis.
Urgensi Ilmu Komunikasi atau Retorika Bagi Calon Pemimpin
Setiap calon selain ia harus berwawasan luas juga dituntut harus mempunyai
keterampilan berkomunikasi atau berbicara. Keterampilan tersebut dapat diperoleh
melalui latihan yang sistematis, terarah dan berkesinambungan. Tanpa latihan,
kepasihan berbicara atau pidato tidak dapat tercapai. Disamping itu, calon pemimpin
juga harus mengetahui ciri-ciri pembicara yang ideal.Pengetahuan tentang ciri-ciri
pembicara yang baik sangat bermangaat bagi mereka yang sudah tergolong pembicara
yang kurang baik dan bagi pembicara dalam tarap belajar. Bagi golongan pertama,
pengetahuan tersebut dapat digunakan sebagai landasan mempertahankan,
menyempurnakan atau mengembangkan keterampilan berbicara atau pidato yang
sudah dimilikinya. Bagi golongan kedua yakni calon pemimpin. Hal itu sangat baik
dipahami dan dipalikasikan sehingga dapat menghilangkan kebiasaan buruk yang
selama ini mungkin dilakukan secara tidak sadar.
12
2.4 Konsep Teori Retorika
Teori retrorika adalah sebuah teknik pembujuk rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen. Dalam kegiatan bertutur yang dilakukan orang dalam kehidupan bersama, bermasyarakat dan berbudaya, orang selalu terlibat dengan masalah-masalah retorika. Setiap orang memanfaatkan retorik ini menurut kemampuannya masing-masing. Ada yang memanfaatkannya secara spontan atau yang sudah ditata, ada yang mengikuti cara-cara pemanfaatan yang sudah menjadi tradisi dan ada pula yang memanfaatkannya dengan penuh perhitungan atau secara terencana.
Retorika memainkan peranan yang sangat penting dalam setiap kegiatan bertutur. Dikatakan demikian karena Retorik di satu pihak memberikan gambaran pemahaman yang lebih baik tentang manusia dalam hubungannya dengan kegiatan bertuturnya, sedangkan di pihak lain retorik membimbing orang membuat tuturnya lebih gamblang, lebih memikat dan lebih meyakinkan.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan memperhatikan pengertian retorika berdasarkan sejarah dan adanya keliru gagas tentang retorika di atas, konsep dasar retorika dapat dirumuskan sesuai dengan hakikatnya. Perumusan pengertian retorika harus memperhatikan hal-hal berikut:
3.1.1 Retorika adalah salah satu cabang ilmu,
Retorika dipandang sebagai ilmu karena telah memiliki syarat-syarat keilmuan (selanjutnya akan dibahas tersendiri)
3.1.2 Retorika memiliki tujuan yang luhur Tujuan luhur retorika adalah membina saling pengertian, kerja sama, dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan luhur tersebut akan tercapai apabila diawali dengan beberapa kegiatan pendahuluan yaitu : 1. meyakinkan mitra tutur dengan ragam bahasa terteentu, 2. menggunakan seperangkat ulasan, dan 3. menggunakan gaya penampilan tutur. Untuk melaksanakan kegiatan
tersebut.
3.1.3 Retorika berfungsi memberi bimbingan dalam mempersiapkan, menata, dan menampilkan tutur
Sebenarnya kegiatan bertutur adalah kegiatan yang rumit yang memrlukan usaha yang sungguh-sungguh agar mitra tutur dapat menerima gagasan yang disampaikan oleh penutur. Proses yang ditempuh untuk sampai pada tuturan yang baik adalah persiapan, penataan, dan penampilan.
Berdasarkan rangkaian uraian di atas, terumus pengertian dasar retorika,
retorika adalah ilmu yang mengajarkan cara bertutur yang efektif untuk
terwujudnya saling pengertian, kerja sama, dan kedamaian dalam kehidupan
bermasyarakat. Untuk mencapai keefektifan itu, retorika mengajarkan proses
bertutur mulai persiapan tutur, penataan tutur, dan penampilan tutur.
3.2 Saran
Setelah menguraikan berbagai macam penjelasan tentang Retorika yang telah diambil dari berbagai literature referensi, diharapkan makalah ini mampu menjadi acuan bagi mahasiswa agar mampu mengenal, memahami. Selain itu, diharapkan dengan makalah ini Mahasiswa mengetahui defenisi dari retorika, dan apakah retorika bisa dipelajari, pembagian retorika serta mampaat mempelajari retorika.
Dengan mempelajari retorika maka kita akan lebih mampu membina sifat saling pengertian serta menumbuhkan kedamaian bermasyarakat melalui keahlian bertutur kata.
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Retorika Modern Pendekatan Praktis. (Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosda Karya)
Hendrikus, Dori Wuwur.1991, Retorika (Yogyakarta : Kansius)
Effendy, Onong Uchjara. 2005, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung Remaja Rosda karya)