makalah rs3
TRANSCRIPT
TUGAS EVALUASI GIZI DALAM PANGAN
Faradina Astarini H0909023
Febi Indrayati H0909025
Febria Kemala H0909026
Fenny H0909027
Feny Margita H0909029
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
The Potential of Common Cereals to form Retrograded Resistant Starch
I. PENDAHULUAN
Pati resistan (RS) adalah fraksi pati di dalam digesta (sisa makanan) di
usus besar. Secara luas dapat diartikan sebagian dari pati yang tidak dipecah
oleh enzim manusia yang berada usus kecil. Ia memasuki usus besar di mana
sebagian atau seluruhnya terfermentasi.RS adalah salah satu komponen yang
membentuk total diet serat(TDF). Pati resistan sendiri memliki 4 jenis yaitu
RS1, RS2, RS3, RS4. Masing-masing jenis ini memiliki perbedaan sifat
dimana RS1 dapat diperoleh langsung dari bahan pangan seperti leguminosa,
biasa ditemukan di dinding sel tanaman yang tidak diproses. RS2 pati yang
tahan dalam bentuk alami granular, seperti kentang mentah, tepung, pisang.
RS3 adalah RS yang utamanya mengandung amilosa ter-retrogradasi selama
pendinginan pati tegelatinisasi, RS3 terdapat pada sebagian besar makanan
yang dipanaskan dengan kadar air tinggi. RS4 biasa terdapat pada pati yang
termodifikasi, dimana dihasilkan karena berbagai perlakuan kimia
(Yusna, 2011).
Pemanasan pati disertai air berlebihan akan mengakibatkan pati
mengalami gelatinisasi, suatu proses yang meliputi hidrasi dan pelarutan
granula pati. Tetapi pemanasan kembali serta pendinginan pati yang telah
mengalami gelatinisasi dapat mengubah struktur pati yang mengarah pada
terbentuknya kristal baru yang tidak larut berupa pati terretrogradasi
(retrograded starch). Amilosa tersebar dan molekul amilopektin secara spontan
kembali bergabung dan bentuk kristalit tahan terhadap pencernaan enzimatik
pada pendinginan. Gelatinisasi dan retrogradasi yang sering terjadi selama
pengolahan bahan berpati dapat mempengaruhi kecernaan pati di dalam usus
halus. RS3 mempunyai sifat yang sangat menarik karena RS3 stabil terhadap
panas. RS3 juga stabil pada proses pengolahan pangan yang biasa dilakukan
sehingga memungkinkan digunakan sebagai bahan pada bermacam makanan
konvensional. Karena ketahan cernaannya terhadap enzim pencernaan pati
maka bahan pangan yang kaya RS dan RS murni dapat digunakan sebagai
bahan prebiotik untuk memperkaya gizi dan sifat fungsional suatu produk
pangan maupun minuman. RS3 biasa terdapat pada Roti tawar, corn flake
(Eni, 2011) .
II. ISIPada jurnal penelitian berjudul The Potential of Common Cereals
to form Retrograded Resistant Starch ini membahas penggunaan sampel sereal
untuk mengkarakterisasi pati yaitu 22 gandum (Triticum aestivum L.), 32
barley (Hordeum vulgare L.), 11 rye (Secale cereale L.), 13 triticale (X
Triticosecale Wittmarck), 9 tritordeum (Tritordeum Aschers & Graebn) dan 12
oat ( Avena sativa L.). kemudian sampel kontrol resistan pati digunakan kidney
bean seperti dari gandum digunakan gandum hitam, barley, triticale,
tritordeum, dan sampel oat.
Pendekatan perlakuan yang digunakan untuk sampel ini mirip dengan
pengolahan pada sampel makanan seperti pada tekanan saat memasak dan hasil
didihan dalam retrogadasi RS tingkat tinggi. Tanaman diambil dalam satu
musim dan satu tempat. Perlakuan dan analisis dapat membandingkan potensi
antara generasi RS3 pada enam tanaman. Nilai rata-rata dari RS3 (DWB) dan
standar deviasi (SD) dari masing-masing serealia adalah sebagai berikut:
triticale 5,28% ± 0,68, rye 4,93% ± 0,73, gandum 3,87% ± 0,55, Barley musim
semi 2,51% ± 0,25, Barley musim dingin 2,35% ± 0,45, tritordeum 2,26% ±
0,36, dan oat 0,41% ± 0,09. Terdapat perbedaan secara statistik pada RS3
antara triticale atau rye dan spesies lainnya. Sedangkan dari triticale dan rye
perbedaannya tidak signifikan.
Triticale, rye, dan gandum memiliki benih yang komposisi pati nya
sangat beguna untuk meneliti RS3 setelah groatnya diberi perlakuan. Efisiensi
dari sifat ini mirip atau lebih tinggi dari buncis yang merupakan hasil terbaik
dalam penelitian sebelumnya. Mean dari standar deviasi dari berat kering pati
(DWB) dalam enam tanaman adalah sebagai berikut: rye 70,38% ± 2,47,
gandum 69,90% ± 1,71, triticale 69,61% ± 3,15, tritordeum 65,14% ± 3,26,
musim semi Barley 63,17% ± 2,81, jelai musim dingin 60,41% ± 3,71, dan oat
47,45% ± 8,37. Ada perbedaan signifikan antara masing-masing tanaman.
Total pati dalam kultur dari semua spesies relatif seragam. Namun,
beberapa kultur memiliki perbedaan yang lebih signifikan seperti yang
ditemukan pada oat di mana varian Abel dan varian tiga terendah
perbedaannya sebesar 22%. Tingginya variasi dalam kultur oat ini disebabkan
oleh adanya empat gandum tanpa kulit (Abel, Detvan, Izak, dan Jakub) yang
berbeda jika dibandingkan dengan yang lain.
Proporsi RS3 terhadap total pati adalah sebagai berikut: triticale 7,6%,
rye7,0%, gandum 5,6%, jelai musim semi 4,0%, gandum musim dingin 3,9%,
tritordeum 3,5%, dan gandum 0,9%. Sampel dengan proporsi yang lebih besar
dari 4,5% dianggap cocok sebagai sumber pati yang resisten. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa triticale, rye, dan gandum merupakan sumber sereal
potensial dan dianjurkan untuk generasi retrogradasi RS3.
Triticale memiliki fleksibilitas lingkungan, daya tahan yang baik
terhadap kondisi biotik dan abiotik dan peningkatan kualitas nutrisi
dibandingkan gandum. Dalam produksi makanan kualitas pemanggangan
gandum lebih baik daripada rye. Namun tepung Triticale yang digunakan
dalam campuran tepung terigu (1:1) menghasilkan adonan dengan sifat reologi
yang diterima dan memiliki tortilla dengan kualitas yang baik (Serna-Satdivar
et all, 2004). Prospek triticale sebagai komponen fungsional makanan telah
memiliki respon yang meningkat. Kami mengidentifikasi level tertinggi dari
RS3 hanya dalam Triticale (Tabel1). Kandungan tertinggi dari RS3 ditemukan
dalam kultivar Pinokio,presto,tricolor, dan Kendo. Untuk total pati hampir
sama dengan yang terdapat pada gandum dan gandum hitam (tabel 2
terlampir).
Rye merupakan tanaman khusus yang memiliki kandungan serat yang
tinggi yang terdapat dalam pati endosperm (AMAN et al. 1997). Hal ini
memberikan kontribusi untuk asupan serat makanan karena secara nyata bahan
ini dikonsumsi dalam bentuk produk yang terbuat dari gandum. Dari semua
kultivar gandum hitam yang dianalisis, RS3 yang tinggi dapat ditemukan pada
kultivar Selgo, Esprit, dan Dankowskie Nowe dan Apart. Kultivar Sego sangat
baik dijadikan sebagai sumber alternatif pembentukan RS3 karena komposisi
tepungnya sangat baik. Menurut Liljeberg dan Björck (1994), mengatakan
bahwa pembentukan pati resisten dalam roti gandum hitam memiliki pengaruh
yang menguntungkan pada glukosa postprandial (kadar glukosa darah setelah
makan, dalam rentang waktu 2 jam) dan respon terhadap insulin (Kadar glukosa
yang baik untuk menstimulasi sintesa insulin >70mg/dl.). (JUNTUNEN et al. 2003)
Sedangkan respon terhadap insulin postprandial pada roti gandum
dibandingkan dengan roti gandum hitam lebih rendah.
Beradasar pada kandungan RS3, ini membutktikan bahwa gandum
merupakan sumber baik dari retrogradasi pati resistan. Proses retrogradasi
sendiri adalah Jika pati direndam menggunakan air dingin hanya terjadi
pembengkakan pada pati hingga 30%, hal ini disebabkan karena pati menyerap
air, namun proses gelatinisasi tidak terjadi. Syarat utama dalam terjadinya
gelatinisasi yaitu adanya air dan panas, tiap jenis pati memiliki suhu
gelatinisasi yang berbeda-beda, ketika mencapai suhu gelatinisasinya panas
akan memutus ikatan antara amilosa dan amilopektin hingga amilosa keluar
dari granula pati kemudian air akan lebih banyak lagi masuk kedalam granula
pati. Proses ini menyebabkan granula membengkak dan pecah. Proses
pembengkakan menyebabkan viscositas larutan menjadi tinggi, viscositas akan
menurun jika suhu terus dipertahankan kemudian akan naik lagi jika suhu
diturunkan. Dalam kondisi suhu yang rendah, amilosa yang telah keluar dari
granula akan mengeluarkan air (sineresis) hinngga menyebabkan viscositas
larutan kembalinaik namun tidak setinggi pada saat gelatinisasi sempurna.
Tingkat resisten pati (RS) tertinggi terdapat pada kultivar gandum Athlet,
Boka, Trane Versailles, dan Torysa (pada tabel 3). Pada Tabel 3 diatas
diketahui 4 kultivar memiliki kualitas rendah terhadap roti yang
dihasilkan,kecuali pada kultivar Boka. Pati gandum mengandung 20-25 %
amilosa. Kandungan amilosa secara signifikan mempengaruhi pengolahan dan
pasca pengolahan yaitu pada tekstur,sifat adonan, dan kualitas kue. Pati yang
memiliki kandungan amilosa yang tinggi akan membentuk resisten pati tapi
juga disertai dengan penurunan kualitas dari roti yang dihasilkan.Produk roti
yang terbuat dari tepung terigu tidak mengalami kondisi yang sama selama
proses produksi dimana berfungsi sebagai simulasi dengan perlakuan
hidrotermal pada penelitian ini. Menurut Liljeberg-Elmståhl (2002), diketahui
bahwa tingkat RS pada roti gandum biasa sangat rendah yaitu sekitar
0,6% ± 0,1.Penambahan tepung gandum akan mampu
meningkat jumlah menjadi 6,0%± 1,2. Produk kue kecil (gulungan, pretzel,dll)
yang mengalami suhu pembakaran lebih rendah dan waktu lebih pendek, akan
menyebabkan pertumbuhan RS juga lebih rendah. Selain analisis jumlah RS
dalam sampel benih, akan diukur juga jumlah RS dalam roti-roti lainnya.
Roti gandum dijual di pasar, dengan berat dua kilogram dan
diproduksi dengan praktek pembuatan roti klasik di toko roti komersial,
terdapat 2,2% dari RS3 (tidak dipublikasikan). Ini menunjukkan bahwa benih
gandum adalah sumber yang cocok untuk pati retrogradasi, ada perbedaan
signifikan antara kultivar terdaftar, dan bahwa, tepung gandum harus
digunakan dalam produk kue fungsional. Selanjutnya, asupan RS harian dapat
dicapai dengan memakan sejumlah kecil (120-150 g) roti.
Dalam kultivar barley yang dianalisis, tingkat tertinggi RS3 ditemukan
di tiga kultivar musim semi – Kompakt, Jubilant, Karat, dan dua kultivar
musim dingin – Luxor dan Hanna. Namun, barley tidak cukup sebagai sumber
pati resisten dan retrogradasi RS3 sebagai triticale, rye, atau gandum. Tidak ada
perbedaan signifikan secara statistik menggunakan Student t-test yang
terdeteksi antara kultivar barley musim semi (2,51% ± 0,25) dan musim dingin
(2,35 ± 0,45) atau antara kultivar malting (2,47% ± 0,32) dan barley pakan
(2,55% ± 0,14) (Tabel 4, 5, dan 8). Dua gen diketahui bertanggung jawab
untuk komposisi pati dalam barley (Schondelmaier et al. 1992). Gen untuk
kadar amilosa tinggi, amol, terletak di kromosom 1H. Gen lilin untuk kadar
amilopektin tinggi terletak pada kromosom 7H. Untuk memperkirakan
hubungan langsung antara kadar amilosa dan kemampuan untuk menghasilkan
retrogradasi pati RS3, genotip barley Glacier termasuk dalam kultivar barley
yang dianalisis. Barley ini memiliki sebuah gen resesif amol yang mengkode
untuk kadar amilosa tinggi. Siklus autoclaving-cooling (pemanasan dengan
suhu tinggi kemudian pendinginan, biasa digunakan untuk mendpatkan RS3)
berulang dapat meningkatkan kandungan RS menjadi 26% pada pati Glacier
(Szczodrak & Pomeranz 1991). Kandungan RS3 di Glacier setelah perlakuan
hidrotermal sederhana, seperti yang digunakan dalam penelitian ini, adalah
sekitar dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan kultivar barley lain yang diuji
(Tabel 5).
Tabel 4. Penentuan parameter pati pada kultivar barley musim dingin
Tabel 5. Penentuan parameter pati pada kultivar barley musim semi
Tritordeum hexaploid adalah amphiploid subur (2n = 6x = 42,
AABBHchHch, antara Hordeum chilense dan gandum durum). Kromosom A dan
B diturunkan dari gandum dan Hch dari barley. Tritordeum mirip dengan
gandum baik secara morfologis dan agranomis (Martin et al. 1999). Jumlah
pati dalam tritordeum lebih tinggi (Tabel 6) bila dibandingkan dengan barley
musim semi atau musim dingin (Tabel 4 dan 5), tetapi sama rendahnya dengan
gandum (Tabel 3). Tingkat RS3 pada tritordeum mirip dengan barley.
Meningkatkan kadar pati total dan tingkat pati resisten telah diidentifikasi
dalam Maris Dove, Rena, AC Vilmotm, dan HTC 1380.
Oat rendah RS dan total pati apabila dibandingkan dengan tanaman
lain yang diteliti (Tabel 7). Perbandingan amilosa dan amilopektin di pati oat
adalah sekitar 30:70. Ikatan amilosa signifikan dengan jumlah fosfolipid (Zhou
et al. 1998). Karena fenomena ini, solubilisasi dari granula pati oat berbeda
dari pati tanaman lainna. Baik kadar lemak dan komposisi lipid telah dicatat
mempengaruhi sifat pasta oat (Zhou et al. 1999). Hal ini mungkin menjadi
alasan utama mengapa proses retrogradasi amilosa oat menjadi pati resisten
terhalang.
Kultivar oat yang dikenal karena tingginya kandungan β-glukan, mirip
dengan barley. Hasil dari Ehrenbergerova et al. (2003) menunjukkan bahwa
ada hubungan terbalik antara kadar amilosa dan β-glukan. Dalam kesesuaian
dengan hasil ini, tingkat RS3 yang rendah diidentifikasi dan terbatas pada
semua kultivar oat dan barley dalam penelitian (Tabel 5 dan 7).
Sebagai kesimpulan, penelitian ini menunjukkan bahwa untuk
triticale, rye, dan beberapa kultivar gandum sangat cocok untuk produksi
komponen makanan fungsional (Tabel 8), yaitu retrogradasi pati resisten jenis
RS3 yang memberikan kontribusi sebagai komponen pati resisten total dan efek
kesehatan yang sangat menguntungkan bagi manusia (Nugent 2005). Potensi
triticale, rye, dan gandum dalam dalam produksi makanan fungsional telah
cukup dibuktikan.
Tabel 6. Penentuan parameter pati pada kultivar tritordeum
Tabel 7. Penentuan parameter pati pada kultivar gandum
Tabel 8. Perbedaan tingkat RS3 antara rata-rata jenis, dihitung secara t-statistik
Tabel 9. Perbedaan tingkat pati total antara rata-rata jenis, dihitung secara t-
statistik
III. KESIMPULAN
1. Pati resistan (RS) adalah fraksi pati di dalam digesta (sisa makanan) di
usus besar.
2. Pati resistan sendiri memliki 4 jenis yaitu RS1, RS2, RS3, RS4.
3. RS3 adalah RS yang utamanya mengandung amilosa ter-retrogradasi
selama pendinginan pati tegelatinisasi.
4. RS3 terdapat pada sebagian besar makanan yang dipanaskan dengan kadar
air tinggi
5. Proporsi RS3 terhadap total pati adalah sebagai berikut: triticale 7,6%,
rye7,0%, gandum 5,6%, jelai musim semi 4,0%, gandum musim dingin
3,9%, tritordeum 3,5%, dan gandum 0,9%. Sampel dengan proporsi yang
lebih besar dari 4,5% dianggap cocok sebagai sumber pati yang resisten
6. Kandungan tertinggi dari RS3 varietas triticale ditemukan dalam kultivar
Pinokio,presto,tricolor, dan Kendo
7. Kandungan amilosa secara signifikan mempengaruhi pengolahan dan
pasca pengolahan yaitu pada tekstur,sifat adonan, dan kualitas kue
8. RS3 yang tinggi dalam varietas rye dapat ditemukan pada kultivar Selgo,
Esprit, dan Dankowskie Nowe dan Apart
9. Oat rendah RS dan total pati apabila dibandingkan dengan tanaman lain,
oat dikenal karena tingginya kandungan β-glukan
10. Retrogradasi pati resisten jenis RS3 triticale, rye, dan beberapa kultivar
gandum sangat cocok untuk produksi komponen makanan fungsional
DAFTAR PUSTAKA
Harmyani, Eni. 2011. Resistant Starch: Mengapa dilirik?. http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55925
Bastian, Februadi. 2011. Teknologi Pati dan Gula. Universitas Hasanudin. Makassar
Rahmawati, Yusna. 2011. Resistant starch (RS). http://yuphyyehahaa.blogspot.com/2011/01/resistant-starch-rs-pati-merupakan.html