makalah rabies

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Rabies merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit anjing gila ini mempunyai sifat zoonotik yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan pada manusia. penyakit anjing gila atau rabies ini bisa menular kepada manusia melalui gigitan. Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila. Rabies merupakan suatu penyakit hewan menular akut yang bersifat zoonosis (dapat menular ke manusia). Secara resmi, kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor kerbau. Tahun 1889 oleh Penning dilaporkan terjadi pada seekor anjing, dan kejadian pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de Haan pada tahun 1894. Semua kejadian kasus ini terjadi di Jawa Barat. Daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi, meliputi: Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan 1

Upload: nores777

Post on 19-Jan-2016

125 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Rabies

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Rabies merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang

disebabkan oleh virus rabies. Penyakit anjing gila ini mempunyai sifat zoonotik yaitu

penyakit yang dapat ditularkan dari hewan pada manusia. penyakit anjing gila atau rabies ini

bisa menular kepada manusia melalui gigitan.

Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di Indonesia dikenal

sebagai penyakit anjing gila. Rabies merupakan suatu penyakit hewan menular akut yang

bersifat zoonosis (dapat menular ke manusia). Secara resmi, kasus rabies di Indonesia

pertama kali dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor kerbau. Tahun 1889 oleh Penning

dilaporkan terjadi pada seekor anjing, dan kejadian pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de

Haan pada tahun 1894. Semua kejadian kasus ini terjadi di Jawa Barat.

Daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,

meliputi: Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera

Selatan dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah,

Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Dan kasus terakhir yang terjadi

adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).

Propinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat telah dinyatakan bebas dari rabies

melalui SK Menteri Pertanian No. 566 Tahun2004 setelah dilakukan evaluasi dari hasil

surveilans yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Wates tidak ditemukan kasus rabies di

Propinsi DKI Jakarta dan Banten sejak tahun 1996, dan Propinsi Jawa Barat sejak tahun

2001. Dengan diterbitkannya SK Mentan bebas rabies ini, maka seluruh Pulau Jawa telah

bebas rabies karena Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta telah lebih dahulu

dibabaskan berdasarkan SK Mentan No. 897 Tahun 1997.

1

Page 2: Makalah Rabies

Propinsi terbaru yang tertular rabies adalah Maluku tepatnya di Kota Ambon dan

Pulau Seram. Sebelumnya Propinsi Maluku merupakan daerah bebas rabies secara historis.

Kasus gigitan anjing pertama kali dilaporkan tanggal 28 Agustus 2003 di kota Ambon oleh

Puskesmas Lateri dan Urimesing. Sampai bulan November 2003 dilaporkan telah memakan

17 orang korban jiwa, sedangkan sampai dengan bulan Mei 2004 jumlah korban jiwa tercatat

21 orang.

Sebaran rabies yaitu Kota Ambon (Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Nusaniwe dan

Sirimau) dan Kabupaten Maluku Tengah, yaitu di kecamatan Salahatu, Leihitu, Amahai dan

Kairatu. Penyebab penyebaran virus rabies di Maluku diduga melalui anjing yang diduga

berasal dari Propinsi Sulawesi Tenggara (Kendari) yang dibawa oleh para nelayan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah yang dimaksud dengan penyakit rabies ?

2. Apa penyebab dari penyakit rabies ?

3. Bagamaina gejala klinis dan perjalanan penyakit rabies ?

4. Bagaimana epidemiologi dari penyakit rabies ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah penyakit rabies

2. Untuk mengetahui pengertian penyakit rabies

3. Untuk mengetahui etimologinya

4. Untuk mengetahui gambaran klinis rabies

5. Untuk mengetahui diagnosinya

6. Untuk mengetahui epidemiologi menurut umur dan jenis kelamin

7. Untuk mengetahui epidemiologi tempat

8. Untuk mengetahui pencegahan penyakit rabies

2

Page 3: Makalah Rabies

BAB II

PEMBAHASAN

A. Metode Penyelidikan

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah metode penelitian non eksperimen yang merupakan

deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat atau variable independent dan dependent

diobservasi satu kali secara bersamaan dan dalam waktu yang bersamaan (point time

approach).

Variable independent yaitu pengetahuan dan sikap masyarakat tentang rabies,

sedangkan variable dependent yaitu perilaku pencegahan rabies. Selain itu keuntungan cross

sectional adalah kemudahan dalam penelitian yang sederhana dan ekonomis dalam hal waktu,

hasilnya cepat diperoleh serta memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum.

Populasi dan Sample

- Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau obyek yang akan diteliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah warga Tabanan, Bali yang memelihara anjing, kucing

maupun kera.

Provinsi Bali memiliki luas ± 4000 Km2 memiliki populasi anjing yang cukup

tinggi yaitu 500.000 – 600.000 ekor, berarti tiap 1 Km2 memiliki populasi sekitar 150 ekor

anjing. Untuk wilayah Tabanan yang memiliki luas sekitar 3,5126 Km2 berarti memiliki

sekitar 527 ekor anjing. Sedangkan jumlah penduduk desa Tabanan yaitu sebanyak 4.315

jiwa atau 1.187 kepala keluarga. Rasio perbandingan antara anjing dan penduduk yaitu:

populasianjingjumlah penduduk

. Jadi rasio kepadatan anjing dibanding jumlah penduduk adalah setiap 8 –

9 orang adalah 1 ekor anjing yang beresiko menggigit orang tersebut.

3

Page 4: Makalah Rabies

- Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang akan diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah

menggunakan teknik cluster, karena sumber data sangat luas atau besar yakni populasinya

heterogen dan terdiri atas kelompok yang masing – masing heterogen. Maka caranya adalah

berdasarkan daerah dari populasi yang telah ditetapkan. Cluster dilakukan dengan cara

melakukan randomisasi dalam dua tahap yaitu randomisasi untuk cluster / menentukan

sampel daerah, kemudian randomisasi / menentukan orang / unit yang ada di wilayahnya /

dari populasi cluster yang terpilih.

Rumus proporsi pada populasi yang terbatas :

n = N Z21−a

2. p(1−p)

( N−1 ) d2+Z2 1−a2

. p(1−p)

Keterangan :

d = penyimpangan terhadap populasi, biasanya o.o5

Z2a/2 = standart deviasi normal, ditentukan 1,96 ( derajat kepercayaan 95% )

P = proporsi untuk sifat tertentu yang terjadi pada individu

N = besarnya populasi

n = besarnya sampel

Cara Mengumpulkan Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer yaitu data yang diambil dari sumbernya langsung yang dirumuskan

melalui kuesioner dan diisi langsung oleh responden mengenai rabies. Data sekunder yaitu

data yang diambil oleh peneliti dari dinas kesehatan, puskesmas, kantor kepala desa, dan hasil

survey.

Penyebaran kuesioner ini dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh pengurus desa

dengan cara mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir – formulir, diajukan

4

Page 5: Makalah Rabies

secara tertulis kepada subyek untuk mendapatkan tanggapan, informasi, jawaban, dan

sebagainya, dimana melalui pendekatan untuk mendapatkan persetujuan dari calon untuk

menjadi responden. Responden dibiarkan untuk mengisi angket sendiri, hal ini agar

responden dapat lebih jujur dalam memberikan informasi, tanpa tekanan dari pihak manapun

setelah semua pertanyaan terjawab.

Secara ringkas proses pengumpulan data sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

2. Pengolahan data

3. Penyajian data

4. Analisa

5. Penarikan kesimpulan

Cara Mengolah Data

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan data, yaitu :

1. Editing, yaitu mencakup tentang kualitas isian dalam alat pengumpulan data dan

memeriksa kelengkapan isian dan lembar observasi, apabila tidak lengkap diperbaiki

dan mengulang pengumpulan data terhadap responden tersebut.

2. Coding, yaitu member kode untuk jawaban menggunakan huruf dan angka yang telah

ditentukan.

3. Scoring, yaitu pemberian skor untuk setiap variable. Dari langkah – langkah yang

diberi skor, dilakukan penjumlahan skor dan dikategorikan berdasarkan ketentuan :

kurang dari ( ≤ ) median berarti pengetahuan baik, diatas atau sama dengan ( ≥ )

median berarti pengetahuan kurang.

4. Entry Data, yaitu jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan

dalam table dengan menghitung frekuensi data.

5. Cleaning Data, yaitu data yang telah dientry diecek kembali untuk memastikan bahwa

data tersebut telah bersih dari kesalahan, baik kesalahan dalam pengkodean maupun

kesalahan dalam membaca kode, dengan demikian diharapkan data tersebut benar –

benar siap untuk dianalisa.

6. Mengeluarkan Informasi, yaitu disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan.

5

Page 6: Makalah Rabies

7. Tabulasi Langsung, yaitu system pengolah data yang langsung ditabulasi oleh

kuesioner. Tabulasi ini dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner kedalam

kerangka table.

8. Computer, yaitu untuk mengolah data dengan computer, peneliti terlebih dahulu perlu

melakukan program tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang sudah

disiapkan secara khusus dapat ditambahkan bahwa dalam ilmu – ilmu social banyak

sekali digunakan program SPSS ( Statistical Package for Social Sciences ).

Cara Menganalisis Data

Dari data yang diperoleh kemudian dilaksanakan analisis untuk mendapatkan

hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang rabies dengan perilaku pencegahan

rabies. Desain pendekatan ini adalah deskriptif analitik melalui pendekatan cross sectional

dengan metode analisa data secara kuantitatif.

Proses pengolahan data dilakukan dengan :

1. Analisis Univariant

Analisis ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dari

variable independent ( karakteristik individu yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, penghasilan, agama, suku, riwayat digigit anjing, kondisi dan lokasi luka, variable

pengetahuan tentang rabies, sikap masyarakat dan variable dependent ( perilaku pencegahan

rabies ).

Rumus yang digunakan untuk mengetahui presentase masing – masing variable :

P = fn

x 100%

Keterangan :

P = presentase ( % )

f = jumlah jawaban

n = jumlah skor maksimal

6

Page 7: Makalah Rabies

2. Analisis Bivariant

Analisis bivariant dilakukan untuk melihat hubungan antara variable independent

dengan variable dependent. Uji yang digunakan yaitu :

a. Chi Square

Uji Chi Square digunakan karena variable dependent dan independent dalam

hal ini bersifat kategorik. Penelitian ini menggunakan batas bermakna secara

statistic sebesar 5%, sehingga jika diperoleh nilai p > alpha, maka hasil

perhitungan statisticnya tidak bermakna, artinya tidak ada hubungan signifikan

antara variable dependent dengan variable independent. Sebaliknya jika diperoleh

p < alpha, maka hasil perhitungan statisticnya bermakna, artinya ada hubungan

signifikan antara variable dependent dengan variable independent.

Rumus Chi Kuadrat ( Chi Square ) :

X2 = ∑ ¿¿

Keterangan :

X2 = Chi Kuadrat

0 = frekuensi observasi

E = frekuensi harapan

b. Odds Ratio ( OR )

Hasil dari uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada atau tidaknya

perbedaan proporsi antar kelompok. Dengan demikian uji Chi Square tidak dapat

mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar dibanding

kelompok lain. Nilai OR meliputi nilai ekstinasi untuk terjadinya outcome sebagai

adanya pengaruh variable independent, perubahan satu unit independent akan

menyebabkan perubahan nilai sebesar nilai OR pada variable independent.

Estimasi Convidence Interval ( CI ) OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%.

Interprestasi Odds Ratio :

7

Page 8: Makalah Rabies

I. OR = 1, artinya tidak ada hubungan

II. OR < 1, artinya tidak ada efek proteksi atau perlindungan

III. OR > 1, artinya sebagai factor resiko

B. Hasil Penyelidikan

Pemastian KLB

Telah terjadi KLB Rabies pada suatu Wilayah tertentu apabila memenuhi salah satu

kriteria :

1. Peningkatan jumlah kasus gigitan hewan tersangka rabies menurut periode waktu

(mingguan/harian) disuatu kecamatan,desa/kelurahan dibandingkan dengan periode

sebelumnya.

2. Terdapat satu kasus klinis Rabies pada manusia.

Gambaran Klinis

1.    Pada Hewan

Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium :

a)    Stadium Prodromal

Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara 2-3

hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan

mulai mencari tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek kornea berkurang, pupil

melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya. Hewan menjadi sangat perasa, mudah

terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai

diikuti oleh kenaikan suhu badan.

b)      Stadium Eksitasi

Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat

berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang, menyerang hewan lain ataupun manusia

yang dijumpai dan hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi murung

terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan mengalami fotopobi atau takut

8

Page 9: Makalah Rabies

melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan bereaksi secara berlebihan dan tampak

ketakutan.

c)    Stadium Paralisis.

Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali atau

bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan mengalami kesulitan

menelan, suara parau, sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.

2.    Pada Manusia

Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium.

a)    Stadium Prodromal

Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan

gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan,

kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.

b)    Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian

disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris.

c)    Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi

atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin

atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi

bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin

hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau

kaku kejang.

d)    Stadium Paralis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadangkadang

ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat

progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala

paresis otot-otot pernafasan.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

9

Page 10: Makalah Rabies

Diagnosa rabies secara laboratorium didasarkan atas :

a. Penemuan badan negri (negri body)

b. Penemuan antigen

c. Penemuan virus (isolasi)

Antigen, badan negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf (neuron) sedangkan

kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan negri tidak selalu dapat

ditemukan pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi pada specimen dapat

mengganggu pemeriksaan dan khususnya untuk ”isolasi virus” pengiriman harus dilakukan

sedemikian rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam specimen tetap terjamin sampai ke

laboratorium.

Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala, otak, hippocampus, cortex cerbri

dan cerebellum, preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila negri body tidak

ditemukan, supensi otak (hippocampus) atau kelenjar ludah sub maksiler diinokulasikan

intrakranial pada hewan coba (suckling animals), misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci

(rabbits).

Cara diagnosis rabies secara laboratoris dapat dilakukan dengan :

1. Mikroskopis untuk melihat dan menemukan badan negri, yakni pewarnaan cepat

Sellers, FAT (Fluorescence Antibody Technique) dan histopatologik.

2. Antigen-antibody reaksi dengan uji virus nertralisasi, gel agar presipitasi atau reaksi

peningkatan komplemen dan FAT.

3. Isolasi virus secara biologis pada mencit atau in vitro pada biakan jaringan diikuti

identifikasi isolat dengan cara pewarnaan FAT atau uji virus netralisasi.

Etiologi

10

Page 11: Makalah Rabies

Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus

Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut

dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong).

Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membrane selubung

(amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang

jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak

yang tinggi.

Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak

antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %,

yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan

gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering

beku (freezedried) atau pada suhu 40 C dapat tahan selama bebarapa tahun.

Gambar Struktur Virus Rabies

Gambaran Epidemiologi Menurut Umur dan Jenis Kelamin

11

Page 12: Makalah Rabies

Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak.

Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia

ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies, kepekaan terhadap

rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras.

Tabel Distribusi Penderita Rabies Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Wilayah

Tabanan sejak awal rabies menulari Provinsi Bali hingga Februari 2011

Golongan

Umur

(Thn)

Laki-Laki Perempuan JumlahKasus Mati Kasus Mati Kasus Mati

< 1 0 0 0 0 0 01 -4 2 0 3 0 5 0

5 – 14 0 0 2 0 2 015 – 44 1 1 2 0 3 1

45 ke atas 2 0 0 0 2 0Jumlah 5 1 7 0 12 1

Sumber : Data Primer

Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa kasus terbanyak pada golongan umur 1-4 tahun

sebanyak 5 kasus sedangkan dilihat dari jenis kelamin, kasus terbanyak pada jenis kelamin

Perempuan sebanyak 7 kasus.

Gambaran Epidemiologi Menurut Tempat

Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,

meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera

Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah,

Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi

adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).

12

Page 13: Makalah Rabies

Tabel Distribusi KLB Rabies Menurut Golongan Tempat di Wilayah Tabanan sejak awal

rabies menulari Provinsi Bali hingga Februari 2011

No. Desa Jumlah

Penduduk

Jumlah

Kasus

Jumlah

Kematian

AR (%) CFR (%)

1. Buahan 927 1 0 0,11 0

2. Kediri 699 11 1 1,57 9,09

3. Biaung 2079 0 0 0 0

4. Timpag 700 0 1 0 10

5. Kamasan 887 0 0 0 0

6. Delog 729 0 0 0 0

7. Klating 638 0 0 0 0

8. Semeladeg 1508 0 0 0 0

J u m l a h 8166 12 1 0,15 8,3

Sumber : Data Primer

Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa kasus terbanyak berada di Desa Kediri sebanyak

11 Kasus (AR = 1,57 %) dan Kasus Kematian berada di Desa Kediri sebanyak 1 kasus (CFR

= 9,09 %).

13

Page 14: Makalah Rabies

C. Pembahasan

Hewan Penular Rabies di Kabupaten Tabanan

Berdasarkan data epidemiologi rabies yang didapat dari Dinas Peternakan Provinsi

Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Balai Besar Veteriner Denpasar, dan survey lapangan,

dari 18 kasus rabies pada manusia yang menyebabkan kematian di Tabanan (Oktober 2008

hingga 22 Februari 2011),. Semua kasus rabies di Tabanan disebabkan oleh anjing (Tabel 1).

Anjing penular rabies tersebut tercatat anjing dewasa maupun masih anakan.

Kasus rabies pertama kali muncul di wilayah selatan pulau Bali, tepatnya pada 12

Oktober 2008 di Kecamatan Kuta Selatan, Desa Jimbaran di Banjar Taman Griya.

Selanjutnya rabies menyebar ke desa-desa yang berada disekitarnya. Dari awal munculnya

kasus rabies hingga April 2009 rabies hanya ditemukan di wilayah selatan Bali tepatnya di

kawasan Semenanjung Bukit, selatan Bandar Udara Ngurah Rai (Gambar 1). Hal ini berarti

rabies telah tertahan di kawasan Semenanjung Bukit Badung selama 6 bulan dan selama

beberapa bulan kasus pada manusia karena rabies tidak tejadi.

Kondisi ini terjadi mungkin karena suksesnya program pemerintah dalam

penanggulangan rabies, dan tidak terjadi mobilisasi HPR dari daerah tertular ke daerah bebas.

Mengingat posisi dari Semenanjung Bukit Badung yang berada di selatan Bandar Udara

Ngurah Rai, maka sangatlah mungkin jika rabies bisa diatasi dengan cepat.

Posisi bandar udara dapat digunakan sebagai faktor penghambat laju penyebaran

rabies, karena anjing (HPR) tidak dapat melewati pagar pembatas bandara, kecuali melalui

jalan raya (jalan By Pass Ngurah Rai) selebar kurang lebih 40 meter yang hampir selalu padat

lalu lintas. Selain itu di sebelah kiri dan kanan jalan tersebut ditumbuhi tanaman

bakau/mangrove yang dialiri air laut.

14

Page 15: Makalah Rabies

Gambar 1. Bandar Udara Ngurah Rai sempat berperan sebagai physical barier penyebaran

rabies dari Badung Peninsula ke daerah Bali lainnya.

Rabies Menyebar ke Kabupaten Tabanan

Rabies pertama kali keluar dari wilayah Semenanjung Bukit, diketahui dari adanya

kasus diwilayah Kab Tabanan pada Agustus 2009. Pada Agustus 2009 rabies kembali

menimbulkan korban jiwa manusia di desa Buahan, Tabanan. Hal ini sangat

mengkhawatirkan karena jarak dari desa Buahan ke Semenanjung Bukit berkisar 40 km. Hal

ini mungkin dikarenakan perpindahan anjing dari kawasan Semenanjung Bukit. September

2009 rabies menulari desa Kediri dan desa Timpag, serta terus menular ke desa lainnya

( gambar 2, 3, 4 ).

15

Page 16: Makalah Rabies

Gambar 2. Awal rabies menulari desa Buahan kab Tabanan

Gambar 3. Penyebaran rabies di Kab Tabanan

16

Page 17: Makalah Rabies

Gambar 4. Penyebaran rabies di Provinsi bali

Banyaknya penularan rabies yang disebabkan oleh anjing ini karena sistem

pemeliharaan anjing yang ada di Bali. Anjing yang ada di Bali 5-25% adalah anjing yang

berpemilik yang berada di pekarangan rumah, dan umumnya anjing ras, diikat dan

dikandangkan dalam pekarangan rumah yang berpagar dan berpintu. Selebihnya sekitar 70-

90% anjing yang berpemilik lainnya hidup bebas (free range), tidak diikat/dikandangkan,

sehingga anjing tersebut dapat berada di luar rumah atau pekarangan pemiliknya, dan sekitar

5% terdapat anjing tanpa pemilik yang hidup mandiri tanpa bantuan manusia (Putra et al,

2009). Anjing yang hidup bebas tetapi berpemilik inilah yang beresiko menjadi penular

rabies pada manusia.

Anjing-anjing tanpa pemilik mencari makanan di sekitar pemukiman warga, di

semak-semak, dan di sekitar tempat pembuangan sampah. Pada saat mencari makan tersebut

terjadilah kontak dengan anjing peliharaan dan sebaliknya ketika berada di semak-semak dan

hutan kemungkinan dapat terjadi kontak dengan satwa liar dan ternak warga (Prabowo,

2009). Namun hingga saat ini belum ada laporan mengenai rabies pada satwa liar.

17

Page 18: Makalah Rabies

Sebaran daerah tertular rabies

Semenjak kasus rabies pertama kali muncul di Provinsi Bali yaitu November 2008,

rabies terus menimbulkan korban meninggal dunia. Dengan asumsi bahwa Desa Buahan

tertulari rabies pada Agustus 2009, dan tidak ditemukannya kasus rabies di daerah lain, maka

dapat diartikan bahwa rabies hanya aktif di Semenanjung Bukit. Dalam kaitan ini keberadaan

Bandara Ngurah Rai sebagai physical barier diharapkan telah mampu menahan laju

penyebaran kasus rabies di Provinsi Bali tanpa campur tangan manusia. Kalau asumsi ini

benar, berarti rabies telah terisolasi di Semenanjung Bukit selama 6 bulan.

Sesungguhnya merupakan waktu yang cukup lama, dan jika sistem pemberantasan

rabies dapat siterapkan secara cepat dan tepat, sangat memungkinkan jika rabies dapat di

hapuskan pada saat awal kejadian. Vaksinasi semestinya dijadikan tulang punggung utama

dalam pemberantasan kasus rabies dengan rata-rata vaksinasi diatas 75% pada HPR, seperti

pernah dilakukan di Peru (Lombard et al., 1988).

Mengantisipasi semakin meluasnya rabies di Bali, Pemerintah Bali mengeluarkan

aturan-aturan yang tertuang dalam Perda Bali yang mengatur tentang tata cara penanganan

rabies. Pada perda tersebut melarang masyarakat untuk memindahkan Hewan Penular Rabies

(HPR) dari suatu daerah kedaerah lain yang ada di Bali, memasukkan atau mengeluarkan

HPR dari Bali, melakukan vaksinasi HPR di seluruh Kab/Kota di Bali, membuat kandang

karantina HPR yang tidak di vaksin dan tidak bertuan, dan melakukan eliminasi.

Dengan adanya peraturan tersebut, pemerintah pun melakukan vaksinasi, eliminasi,

dan penyuluhan. Namun vaksinasi yang dilakukan masih kurang dari yang diharapkan yaitu

70% dari populasi HPR yang ada. Hal ini dibuktikan dengan jumlah HPR yang divaksin di

kawasan Semenanjung Bukit pada Desember 2009 2.857 ekor dari populasi HPR 8.046,

berarti jumlah yang divaksin hanya sekitar 26% (Putra at al, 2009). Jumlah ini tentu masih

jauh dari jumlah minimal HPR yang harus divaksin, sehingga rabies pun menyebar ke daerah

lain.

Upaya pemerintah untuk membebaskan Bali dari rabies juga diimbangi oleh peran

serta masyarakat Bali dengan cara melakukan eliminasi HPR, berperan aktif dalam program

vaksinasi, dan di beberapa daerah masyarakat membuat tim antisipasi rabies yang bertugas

untuk mengeliminasi dan memvaksinasi HPR (Lestyawati, 2011).

18

Page 19: Makalah Rabies

Akibat kurang efektifnya pemberantasan rabies di Semenanjung Bukit Badung,

selanjutnya rabies muncul di Desa Buahan Kabupaten Tabanan pada tanggal 22 Agustus

2009 yang berjarak 38 km dari daerah tertular. Sumber penularan hingga saat ini belum dapat

dipastikan, kuat dugaan berasal dari daerah semenanjung bukit. Berdasarkan waktu kejadian

dan masa inkubasi rabies, dapat diperkirakan bahwa anjing yang selaku penular rabies

tersebut terjangkiti rabies pada bulan April 2009. Kejadian ini dapat dijadikan indikasi kuat

bahwa penutupan daerah tertular rabies belum sepenuhnya berjalan secara efektif, demikian

juga masih rendahnya pemahaman masyarakat pemilik anjing terhadap bahaya rabies

(Lestyawati, 2011).

Dikawasan baru tersebut sudah tidak terdapat lagi barrier yang dapat menghalangi

percepatan penularan rabies. Dampaknya setelah kasus tersebut, terjadi lagi kasus rabies di

desa Kediri Kabupaten Tabanan (13 September 2009), Desa Biaung, desa Timpag, dan

akhirnya rabies lebih meluas ke desa lainnya di Tabanan dan Kabupaten disekitarnya.

Munculnya rabies di daerah baru tertular sebagai akibat dari masyarakat yang memindahkan

anjingnya dari daerah tertular ke daerah bebas. Tingginya angka kematian ini dapat

disebabkan oleh banyaknya anjing tertular rabies akibat vaksinasi anjing yang kurang merata,

karena sulitnya proses vaksinasi yang dilakukan di lapangan, 70% anjing sulit

dipegang/ditangkap.

19

Page 20: Makalah Rabies

BAB I

PENUTUP

A. Kesimpulan

Telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Rabies di Desa Buahan dan Kediri

di Wilayah Tabanan sejak awal rabies menulari Provinsi Bali hingga Februari 2011 sebanyak

12 Kasus (AR = 0,15%) dan 1 Kematian (CFR = 8,3%).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah desa yang tertular rabies di

Kabupaten Tabanan 13 desadan disebabkan sepenuhnya oleh anjing. Penyebaran rabies di

Provinsi Bali terjadi karena adanya perpindahan Hewan Pembawa Rabies (HPR) dari daerah

tertular ke daerah bebas yang dibantu oleh manusia.

B. Rekomendasi

Pemberantasan rabies di Bali pada umumnya dan Tabanan khususnya dapat dilakukan

dengan kerjasama dan dukungan dari semua pihak, baik dari masyarakat, pemerintah,

maupun LSM. Dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai rabies,

memanfaatkan sistem hukum adat yang ada di Bali, memanfaatkan faktor penghambat alami

penyebaran rabies (sungai, tebing, jalan raya, rawa), dan perbaikan cara distribusi vaksin.

Selain itu gubernur juga diminta membentuk badan ad hoc antirabies, memberikan

vaksin sebanyak 70 persen anjing yang ada di Bali, serta melakukan eliminasi secara selektif

untuk anjing tanpa pemilik atau sakit yang sulit disembuhkan serta diduga telah tertular

rabies.

20

Page 21: Makalah Rabies

Daftar Pustaka

Ridwan, 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat Surveilans Epidermiologi Sebuah

Pengantar. FKM-UNHAS. Hal. 50-59

Sugiyono, Prof. Dr. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Atfabeta. Bandung. Hal.

Sutrisna, Bambang. 1986. Pengantar Metoda Epidemiologi. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

Hal. 22-33

Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hal. 84-105

Nur Nasry Noor, Bahan kuliah Epidemiologi Dasar. FKM. Unhas.

21