makalah propen
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian manajemen pendidikan.
2. Mengetahui fungsi manajemen pendidikan.
3. Mengetahui bidang garapan manajemen pendidikan.
4. Mengetahui manajemen pendidikan pasca otonomi daearah.
5. Mengetahui fungsi-fungsi pendidikan yang didesentralisasi ke
sekolah.
6. Mengetahui konsep dasar manajemen berbasis sekolah.
7. Mengetahui karakteristik manajemen berbasis sekolah.
8. Mengetahui implementasi manajemen berbasis sekolah di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan manajemen pendidikan?
2. Apa fungsi manajemen pendidikan?
3. Apa saja yang termaksud bidang garapan manajemen pendidikan?
4. Bagaimana manajemen pendidikan pasca otonomi daerah?
5. Apa fungsi dari pendidikan yang didesentralisasikan ke sekolah?
1 | P a g e
6. Apa konsep dasar dari manajemen berbasis sekolah?
7. Bagaimana karakteristik manajemen berbasis sekolah?
8. Bagaimana implementasi manajemen berbasis sekolah di
Indonesia?
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data saya lakukan melalui media elektronik yaitu
Internet, WWW.GOOGLE.COM dan media cetak buku Profesi Keguruan,
Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Manajemen berbasis Sekolah, UU.
No. 20/2003 dan School Based Management.
2 | P a g e
BAB II
1. Pengertian Manajemen Pendidikan
Beberapa ahli telah mendefinisikan pengertian dari
manajemen pendidikan berdasarkan sudut pandang yang berbeda,
contohnya Knezevich (1984:9) yang yang mengungkapkan bahwa
manajemen pendidikan memiliki kegiatan yang sangat kompleks
dan merupakan sekumpulan fungsi untuk menjamin efesiensi dan
efektivitas melalui perencanaan, pengambilan keputusan, perilaku
kepemimpinan, penyiapan alokasi sumber daya, stimulus dan
kordinasi personil, serta penentuan pengembangan fasilitas untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat di masa depan1.
Sedangkan Engkoswara (2001:2) mengungkapkan bahwa
manajemen pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya adalah suatu
ilmu yang mempelajari bagamana menata sumber daya untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan
bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut
serta gdalam mencapai tujuan yang disepakati bersama2.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan
merupakan proses pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok
orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Proses pengendalian kelompok tersebut mencakup perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan sebagai suatu
proses untuk menjadikan visi menjadi aksi. Pada hakekatnya
manajemen pendidikan menyangkut pada tujuan pendidikan,
manusia yang melakukan kerja sama, proses sistematik dan
sistemik, serta sumber-sumber yang didayagunakan. Selain itu ia
juga merupakan suatu cabang ilmu manajemen yang mempelajari
1 Dr. E. Mulyasa, M.Pd. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : Rosda Karya, 2004, hlm. 82 Ibid, hlm. 8
3 | P a g e
penataan sumber daya manusia, kurikulum, fasilitas, sumber belajar
dan dana, serta upaya mencapai tujuan lembaga secara dinamis.
2. Fungsi Manajemen Pendidikan
Menurut Engkoswara fungsi manajemen pendidikan dibagi
menjadi tiga yaitu fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan3.
Berdasarkan pengertian manajemen pendidikan yang telah
kami paparkan di atas, dapat kita lihat bahwa terdapat lima fungsi
dari manajemen pendidikan yaitu :
a. Fungsi Planning (Perencanaaan)
Perencanaan program pendidikan sedikitnya memiliki dua fungsi
utama, yaitu :
Perencanaan merupakan upaya sistematis yang
menggambarkan penyusunan rangkaian tindakan yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga
dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia
atau sumber-sumber yang dapat disediakan.
Perencanaan merupakan kegiatan untuk mengerahkan atau
menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efisien,
dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b. Fungsi Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian terdiri dari :
Menyediakan fasilitas-fasilitas perlengkapan, dan tenaga
kerja yang diperlukan untuk penyusunan rangka kerja yang
efisien.
Mengelompokkan komponen kerja ke dalam struktur
organisasi secara teratur.
Membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi.
Merumuskan dan menentukan metode serta prosedur.
3 Ibid. hlm 94 | P a g e
Memilih, mengadakan latihan dan pendidikan tenaga kerja
dan mencari sumber-sumber lain yang diperlukan
c. Fungsi Actuatinng (Pelaksanaan)
Pelaksana merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana
menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara
efektif dan efisien, dan akan memiliki nilai jika dilaksanakan
dengan efektif dan efisien.
d. Fungsi Controlling (Pengawasan)
Pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati
secara sistematis dan berkesinambungan; merekam; memberi
penjelasan, petunjuk, pembinaan dan meluruskan berbagai hal
yang kurang tepat; serta memperbaiki kesalahan, dan
merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses
manajemen.
3. Bidang Garapan Manajemen Pendidikan
Bidang garapan manajemen pendidikan mencakup kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan
penataan terhadap sumber daya pendidikan seperti kepala sekolah,
guru, tenaga administrasi, tata laksana dan lingkungan penididikan.
Melalui kegiatan manajemen yang tepat, diharapkan tercipta iklim
yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan dan
pengembangan aspek-aspek kepribadian peserta didik secara
optimal sesuai dengan kebutuhan, tuntutan masyarakat dan
lingkungan, baik lingkungan lokal maupun global.
Skema bidang garapan Manajemen Pendidikan
5 | P a g e
Visi Aksi
Perencanaa
Pengorganisasian
Penggerakan
Kurikulum Pembelajara
n Ketenangan Sarana Dana Informasi Lingkungan
Tujuan
Pendidikan
MANAJEMEN
PENDIDIKAN
4. Manajemen Pendidikan Pasca Otonomi Daerah
Paradigma baru manajemen pendidikan harus sejalan dengan
semangat Undang-undang Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Undang-undang Sisdiknas), Undang-undang Nomor 22
tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah (UUPD), UU Nomor 25
Th. 1999 tentang Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah,
dan PP Nomor 25 Th. 200 tentang Pelimpahan Kewenangan
Pemerintah dan Profinsi sebagai daerah Otonom, yang memberikan
kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kewenangan yang diberikan bersifat utuh
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasaan, pengendalian,
dan evaluasi yang bertujuan untuk mendorong pemberdayaan
masyarakat, pengembangan peran dan fungsi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).
Otonomi daerah diharapkan dapat memberikan layanan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan, lebih cepat, lebih efisien dan
efektif, serta dapat menegakkan aparat yang bersih dan berwibawa.
Enam permasalahan yang harus diantisipasi pada paradigma baru,
manajemen pendidikan dalam konteks otonomi daerah, yakni :
1) Kepentingan Nasional
Melalui otonomi daerah masing-masing daerah kabupaten dan
kota, memiliki potensi sumber dana berbeda, dapat menjamin
agar setiap penduduk memperoleh hak mendapatkan
pendidikan yang baik. Menyediakan pelayanan pendidikan
6 | P a g e
Pengawasan
Kepemimpina
yang murah dan berkualitas, sesuai dengan UUD 45 pasal 31
pendidikan adalah hak setiap warga Negara dan UU sisdiknas
No. 20 Tahun 2003 pada bab IV pasal 5 yaitu hak dan
kewajiban warga Negara..
2) Mutu Pendidikan
Mengembangkan standar kinerja pendidikan yang memenuhi
tuntutan keunggulan kompetitif dsan komperatif dalam konteks
nasional bahkan internasional.
3) Efisiensi Pengelolahan
Efisiensi manajemen serta dalam pengurusan dan penggunaan
dana maka di perlukan sumber daya manusia berkualitas yang
mampu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan
mempertanggungjawabkan masalah anggaran secara tepat
dan produktif.
4) Perluasan dan Pemerataan
Desentralisasi pendidikan dapat meningkatkan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan agar semua daerah
walaupun terhambat karena gangguan goegrafis tetap dapat
merasakan pelayanan fasilitas pendidikan sebaik mungkin.
5) Peran serta Masyarakat
Dalam undang-undang pemerintahan daerah 1999 di jelaskan
bahwa salah satu tujuan dari otonomi daerah adalah untuk
memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan
kreatifitas meningkatkan peran serta masyarakat. Pada UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada bagian ketiga pasal 8 dan 9
mengenai hak dan kewajiban masyarakat menyatakan bahwa
masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan
serta masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
6) Akuntabilitas
7 | P a g e
Melalui otonomi daerah pengambilan keputusan yang
menyangkut pelaksanaan layanan pendidikan akan semakin
mendekati masyarakat hingga akuntabilitas layanan bergeser
dari yang lebih lebih berorientasi pada kepentingan pemerintah
pusat menjadi lebih berorientasi kepada kepentingan
masyarakat secara luas dan terbuka.
5. Fungsi-fungsi Pendidikan yang didesentralisasikan ke
sekolah
1) Perencanaan dan Evaluasi
Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan perencanaan
sesuai dengan kebutuhannya (School-based plan). Misalnya,
(untuk meningkatkan mutu, sekolah harus melakukan analisis
kebutuhan, kemudian mengembangkan rencana peningkatan
mutu berdasarkan hasil analisis kebutuhan)
NB: ini contoh dari buku jadi tolong kasih contoh yang
lain yaa gue bingung… ehhehehe thank b4….
Sekolah juga memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi
secara internal untuk memantau proses pelaksanaan dan hasil
program-program yang telah dilaksanakan.
2) Kurikulum
8 | P a g e
PROSESINPUT OUTPUT
Perencanaan dan Evaluasi
Kurikulum Pembelajaran Ketenangan Fasilitas Keuangan Kepersertadidikan Hubungan sekolah-
masyarakat Iklim Sekolah
Prestasi Peserta
ProsesBelajar
Mengajar
Sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkan silabus
(memperdalam, memperkaya, memodifikassi) namun tetap
berada dalam koridor isi kurikulum yang berlaku secara
nasional. Daerah dan sekolah diberi kebebasan untuk
mengembangkan silabus mata pelajaran ketrampilan pilihan,
yang merupakan unggulan daerah (muatan lokal). Contohnya
seperti adanya tambahan pelajaran bahasa asing selain Inggris
seperti bahasa Jerma, Jepan, prancis dan lain-lain. Dalam UU
Sisdikna No. 20 Tahun 2003 BAB X pasal 36 ayat 1 dijelaskan
mengenai pengembangan kurikulum dilakukan dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
3) Pembelajaran
Sekolah diberi kebebesan memilih strategi, pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran yang paling efektif, sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran, peserta didik, guru, serta
kondisi nyata sumberdaya yang tersedia dan siap
didayagunakan di sekolah. Dalam pemilihan hal tersebut
hendaknya berpusat pada karakteristik peserta didik (student
centered), agar dapat melibatkan mereka secara aktif dan
kreatif dalam pembelajaran. Pembelajaran harus menekankan
pada praktek.
4) Ketenangan
Pengelolahan analisis kebutuhan, perencanaan, rekrutment,,
pengembangan, hadiah (reward), dan sangsi (punishment),
hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kependidikan
(guru dan non guru).
5) Fasilitas
Pengelolahan fasilitas yang mencakup pengadaan,
pemeliharaan, perbaikan, dan pengembangan merupakan
wewenang sekolah, karena sekolah yang paling mengetahui
secara pasti fasilitas yang diperlukan dalam oprasional sekolah,
9 | P a g e
terutama fasilitas pembelajaran untuk memberikan kemudahan
belajar kepada peserta didik.
6) Keuangan
Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian, dan
penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan sekolah di
bawah pimpinan dan koordinasi kepalas sekolah. Sekolah juga
perlu diberi kebebesan untuk mencari dana melalui berbagai
kegiatan yang dapat mendatangkan hasil (income generating
activities) agar perkembangan ke depan sumber keuangan
tidak semata-mata bergantung pada pemerintah. Dalam UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada BAB XII Pendanaan
Pendidikan di jelaskan pada pasal 46 mengenai bagian
kesatuan tanggung jawab pendanaan, pasal 47 mengenai
sumber pendanaan pendidikan, pasal 48 mengenai
pengelolahan dana pendidikan, dan pasal 49 mengenai
pengalokasian dana pendidikan.
7) Kepersertadidikan
Pengelolahan kepesertadidikan, mulai dari penerimaan,
pengembangan, pembinaan, pembimbingan, penempatan
untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja,
hingga sampai pada pengurusan alumni. Dalam UU Sisdiknas
No. 20 Tahun 2003 BAB V mengenai peserta didik pada pasal
12 di jelaskan mengenai hak dan kewajibannya.
8) Hubungan sekolah-masyarakat
Sekolah merupakan bagian integral dari masyarakat.
Kerjasama antar keduanya sangat penting untuk meningkatkan
keterlibatan, kepedulian, kepemilikian, dan ddukungan
oprasional, baik moral maupun financial. Dalam UU Sisdiknas
No. 20 Tahun 2003 BAB IV bagian ketiga, pada pasl 8 dan 9
menyatakan mengenai hak dan kewajiban masyarakat yaitu
masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan
10 | P a g e
dan masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber
daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
9) Iklim Sekolah
Iklim sekolah yang kondusif-akademik baik fisik maupun
nonfisik merupakan landasan bagi penyelenggaraan
pembelajaran yang efektif dan produktif. Iklim yang kondusif
yaitu mencangkup lingkungan yang aman, nyaman, dan tertib,
serta ditunjang oleh optimism dan harapan warga sekolah,
kesehatan sekolah dan kegiatan-kegiatan yang berpusat pada
perkembangan peserta didik.
6. Konsep dasar Manajemen Berbasis Sekolah
Manajmen berbasis sekolah atau school based management
merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan
produktif. MBS merupakan paradigma baru manajmen pendidikan,
yang memberikan otonomi luas pada sekolah, dan keterlibatan
masyarakat dalam kerangka kebijikan pendidikan nasional. Otonomi
dalam manajmen merupakan potensi bagi sekolah untuk
meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan, menawarkan
partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Dalam sistem MBS,
semua kebijakan dan program sekolah ditetapkan oleh komite
sekolah dan dewan pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang
ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat,
komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah atau DPRD,
pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga kependidikan,
perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga
inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan
ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya
komite sekolah perlu merumuskan dan menetapkan visi, misi, dan
11 | P a g e
tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-
program kegiatan oprasional untuk mencapai tujuan sekolah.
7. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
MBS yang ditawarkan sebabagai bentuk operasional
desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah akan
memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan
selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap
peningkatan efisiensi dan efektifitas kinerja sekolah, dengan
menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap
terhadap kebutuhan masyarakat. Disisi lain sekolah juga harus
meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan mutu, serta bertanggung
jawab kepada masyarakat dan pemerintah.
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah
dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran,
pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan,
serta sistem administrasi secara keseluruhan. Menurut Saud (2002)
berdasarkan pelaksaan di negara maju karakteristik dasar MBS
adalah pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi
masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan
sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya team work
yang profesional4.
Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah yaitu :
1) Pemberian otonomi luas kepada sekolah.
Melalui otonomi yang luas sekolah dapat menigkatkan kinerja
tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif
mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab
bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara
proporsional dan profesional.
2) Partisipasi masyarakat dan orang tua.
4 Ibid. hlm 3612 | P a g e
Masyarakat dan orang tua menjalin kerjasama untuk membantu
sekolah sebagai narasumber berbagai kegiatan sekolah untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
3) Kepemimpinan yang demokratis dan profesional.
Kepala sekolah sebagai pimpinan dalam proses pengambilan
keputusan, mengimplementasikan proses “bottom up” secara
demokratis sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab
terhadap keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya.
4) Team work yang kompak dan transparan.
Dalam MBS, keberhasilan program-program sekolah didukung
oleh kinerja team work yang kompak dan transparan dari
berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan disekolah.
8. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia
Implementasi MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang
terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkan motivasi kerja
yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat
serta mengefisienkan sistem dan menghilangkan birokrasi yang
tumpang tindih.
Melalui MBS, sekolah dikembangkan menjadi lembaga
pendidikan yang diberi kewenangan dan tanggungjawab secara luas
untuk mandiri, maju dan berkembang berdasarkan kebijakan dasar
pengelolaan pendidikan yang ditetapkan pemerintah pusat.
Implementasi MBS di Indonesia:
1) Iklim Sekolah yang kondusif
Proses pembelajaran dapat berlangsung tenang dan
menyenangkan (enjoyble learning). Hal ini mendorong
terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, lebih
menekankan pada belajar mengetahui (learning to know),
13 | P a g e
belajar bekerja (to do learning), belajar menjadi diri sendiri
(learning to be), dan belajar hidup bersama secara harmonis
(learning to live together). Melalui semua ini akan membentuk
kemandirian sehingga berkurangnya ketergantungan
dikalangan warga sekolah serta bersifat adaptif dan proaktif.
Contoh : (ehehhe gue bingung maooo ngarang apaa niee
buat ini pleas tolong di pikirkan yaa kawan…. Yang
bener” contoh penerapannya gtu. Thanks b4)
2) Otonomi sekolah
Dalam sistem sentralisasi sekolah hanya sebagai pelaksana
program pendidikan, tidak pernah diberi kewenangan untuk
program pendidikan atau sistem evaluasi pembelajaran sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik. Dalam MBS
kebijakan penngembangan kurikulum dan pembelajaran beserta
sistem evaluasinya harus desentralisasikan ke sekolah agar
sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat secara
lebih fleksibel.
Contoh : sekolah bebas mengembangkan kurikulum tetapi tetap
mengacu pada standar nasional yang telah pemerintah pusat
tetapkan utuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(kalau ada contoh lain tambahin ajah nyaa)
3) Kewajiban sekolah
Menajemen berbasis sekolah menawarkan keleluasaan
pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam
menciptakan kepala sekolah, guru dan pengelolaan sistem
pendidikan profesional. Oleh karena itu pelaksanaanya perlu
disertai dengan seperangkat kewajiban, serta mentoring dan
tuntutan pertanggunjawaban yang relatif tinggi, untuk
menjamin bahwa sekolah mempunyai kewajiban melaksanakan
kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat
sekolah. Dengan demikian, sekolah dituntut mampu mengelola
sumberdaya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli,
14 | P a g e
dan bertanggunjawab terhadap masyarakat maupun
pemerintah, untuk meningkatkan pelayanan terhadap peserta
didik.
Contoh : memberikan beasiswa kepada speserta didik yang
tidak mampu atau pun berprestasi.
(kalau ada contoh lain tambahin ajah nyaa)
4) Kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis dan profesional
Dalam pelaksanan MBS menuntut kepemimpinan kepala
sekolah yang memiliki kemampuan manajerial integritas pribadi
untuk mewujudkan visi menjadi aksi serta demokratis dan
transparan dalam mengambil keputusan. Dalam implementasi
MBS kepala sekolah merupakan “the key person” keberhasilan
peningkatan kualitas pendidikan sekolah. Kepala sekolah diberi
tanggung jawab untuk mengelola dan memberdayakan
berbagai potensi masyarakat serta orang tua untuk
mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah. Oleh karena itu
dalam MBS kepala sekolah harus memiliki visi, misi dan tujuan
dan wawasan yang luas serta kemampuan profesional dalam
mewujudkan perencanaan, kepemimpinan, manajerial, dan
supervisi pendidikan. Intinya kepala sekolah dalam
implementasi MBS harus mampu berperan sebagai educator,
manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan
motivator pendidikan.
(ehehhe gue bingung maooo ngarang apaa niee buat ini
pleas tolong di pikirkan yaa kawan…. Yang bener”
contoh penerapannya gtu. Thanks b4)
5) Partisipasi aktif masyarakat dan orang tua.
MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan
berkualitas dan membangkitkan motivasi kerja yang lebih
produktif dan memberdayakan otoritas daerah, serta
mengefesienkan sistem dan mengendurkan birokrasi yang
tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan
15 | P a g e
partisipasi aktif masyarakat dan orang tua peserta didik sebagai
salah satu aspek penting dalam MBS.
Contoh : (ehehhe gue bingung maooo ngarang apaa niee
buat ini pleas tolong di pikirkan yaa kawan…. Yang
bener” contoh penerapannya gtu. Thanks b4)
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan,
16 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Media cetak :
Media Elektronik :
17 | P a g e