makalah perhitungan arah kiblat
DESCRIPTION
ILMU FALAK (TUGAS UAS)TRANSCRIPT
PERHITUNGAN ARAH KIBLAT1
Oleh: Luqman Al-Hakim Musthafa
A. PENDAHULUAN
Bahasan ilmu falak yang dipelajari dalam Islam erat
kaitannya dengan pelaksanaan ibadah, sehingga pada umumnya
ilmu falak ini mempelajari empat bidang, di antaranya:
1. Arah kiblat dan bayangan arah kiblat;
2. Waktu-waktu shalat;
3. Penentuan awal bulan (khususnya bulan Qamariyah); dan
4. Gerhana (gerhana matahari dan gerhana bulan).2
Pembahasan makalah ini fokus hanya mengenai arah
kiblat yaitu berkenaan dengan perhitungan arah kiblat. Ilmu
falak yang membahas penentuan arah kiblat pada dasarnya
adalah menghitung berapa besar sudut yang diapit oleh garis
meridian yang melewati suatu tempat yang dihitung arah
kiblatnya dengan lingkaran besar yang melewati tempat yang
bersangkutan dan Ka’bah, serta menghitung jam berapa
matahari itu memotong jalur menuju Ka’bah.3
Arah kiblat merupakan kebutuhan umat Islam, karena
melaksankan ibadah shalat setiap muslim harus menghadap ke
arah kiblat. Menghadap ke arah kiblat menjadi syarat sah bagi
umat Islam yang hendak menuanikan shalat baik shalat fardhu
maupun shalat nawafil. Pengukuran arah kiblat dapat
dimanfaatkan untuk menentukan posisi kuburan umat Islam,
1Disampaikan pada perkuliahan Ilmu Falak pada Program Studi Pendidikan Agama Islam Tahun 2013
2Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik. (Yogyakarta: Buana Pustaka. 2008), hlm. 2. Lihat Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis. (Malang: UIN-Malang Press. 2008), hlm. 7.
3Murtadho, Ilmu Falak, hlm.8.
karena orang-orang Islam yang meninggal pada saat dikuburkan
selayaknya pada posisi mengahadap ke arah kiblat. Posisi
bangunan masjid dan mushola kerap kali tidak searah dengan
kiblat, sehingga dalam pelaksanaan ibadah shalat berjamaah,
ada yang tepat mengahadap ke arah kiblat, bahkan ada jamaah
yang shalat di masjid yang sudah dibangun searah dengan
kiblat, ketika ia shalat masi menyerongkan diri ke kanan. Oleh
karena itu, dapat dibayangkan jika masjid itu sudah serong
terlalu kanan sebanyak 100 , kemudian masih menyerongkan
diri lagi ke kanan sebanyak 230, maka orang yang salat di majid
tersebut bukan lagi mengahadap ke arah kiblat tapi sudah
menyimpang sebanyak 330. Maka kiblat orang shalat dapat
dipastikan tidak mengahadp Baitullah di Makkah, tetapi
mengahadap ke Masjidil Aqsha di Yarussalem.
Dengan demikian, sebaiknya setiap muslim mengetahui
pedoman yang digunakan untuk mengetahui arah kiblat, baik
untuk pelaksanaan ibadah shalat maupun untuk pembangunan
tempat-tempat ibadah. Kaidah dalam menentukan arah kiblat
memerlukan suatu ilmu khusus yang harus dipelajari atau
sekurang-kurangnya menyakini arah yang dibenarkan agar
sesuai dengan syari’at.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Kiblat dan Dasar Hukumnya
Secara etimologi kata kiblat berasal dari bahasa Arab
qiblah, yaitu salah satu bentuk masdar (derivasi) dari qabala,
yaqbalu, qiblah yang berarti menghadap(munawir, 1997:1078)
atau berarti arah dan arah yang dimaksud adalah arah ke
Ka’bah.4 Kiblat yang mempunyai pengertian arah, identik 4 Ibid, hlm. 123.
dengan kata jihah dan syathrah, yang dalam bahasa Latin
dikenal dengan istilah azimuth yang dalam ilmu Falak diartikan
sebagai arah yang posisinya diukur dari titik utara sepanjang
lingkaran horizontal se arah jarum jam.5
Secara terminologi, para ulama memberikan definisi yang
variatif tentang arah kiblat, di antaranya:
a. Muhyiddin Khazin mendefiniskan kiblat sebagai arah atau
jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati kota
Makah (Ka’bah) dengan tempat kota yang bersangkutan.6
b. Moh. Murtadho mendefinisikan kiblat sebagai arah terdekat
dari seseorang menuju Ka’bah dan setip muslim wajib
menghadap ke arahnya saat mengerjakan shalat. Dengan
kata lain, arah kiblat adalah suatu arah yang wajib dituju
oleh umat Islam ketika melakukan ibadah shalat dan ibadah-
ibadah yang lain.7
c. Abdul Aziz Dahlan mendefinisikan kiblat sebagai bangunan
Ka’bah atau arah yang dituju kaum muslimin dalam
melaksanakan sebagaian ibadah.8
Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud kiblat adalah
Ka’bah yang berada di Masjidilharam kota Mekah Saudi Arabia,
sebagaimana ditegaskan dalam QS al Baqarah ayat 143, 144,
149, dan 150.9 Selain ayat al Qur’an juga terdapat dalam hadits-
hadits Rasulullah SAW, yang artinya:
“Bila kamu hendak shalat maka sempurnakanlah wudhu
lalu menghadap kiblat kemudian bertakbirlah” (HR Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah).
5 Ibid.6 Khazin, Ilmu Falak, hlm.48.7Murtadho, Ilmu Falak. hlm. 126.8Ensiklopedi hukum islam9Sofwan Jannah, Pengukuran Arah Kiblat dan Problematikanya
(Yogyakarta, 2007), http://rukyatulhilal.org. hlm. 1
Baitullah adalah kiblat bagi orang-orang di masjidilharam.
Masjidil haram adalah kiblat bagi penduduk tanah haram
(Makah) dan tanah haram adalah kiblat bagi semua umatku di
bumi, baik di barat ataupun di timur (HR. al-Baihaqi dari Abu
Hurairah).
2. Kaidah Penetapan Arah Kiblat
Ulama Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali telah
bersepakat bahwa mengahadap kiblat salah satu syarat sahnya
shalat. Atas dasar al Quran dan dan As Sunnah ulama Syafi’iyah
dan Hanabilah berpendapat bahwa kiblat adalah ain al Ka’bah
(Ka’bah-nya sendiri). Oleh karena itu, orang yang akan
melakukan shalat harus berusaha dengan maksimal untuk
mengetahui arah ain al ka’bah, baik berada di daerah yang
terdekat dengan Ka’bah maupun yang jauh dari Ka’bah. Ulama
Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat hanya bagi yang shala di
Masjidilharam harus langsung menghadap ke arah ain al ka’bah,
sedangkan bagi yang jauh cukup mengahadap kea rah jihat al
ka’bah, alasannya menentukan arah ke ain al ka’bah bagi yang
jauh dari Ka’bah sangat sulit (masaqqah).10
Dengan demikian kaidah penetapan arah kiblat terdapat
tiga macam di antaranya: mengahadap Kiblat Yakin (qiblat
yaqiin), mengahadap kiblat perkiraan (qiblat dzan), dan
mengahadap kiblat ijtihad (qiblat ijtihad).
a. Menghadap Kiblat Yakin
Seseorang yang berada di dalam Masjidil haram dan
melihat langsung Ka’bah, wajib menghadapkan dirinya ke
Kiblat dengan penuh yakin (ainul Ka’bah). Kewajiban
tersebut bias dipastikan terlebih dahulu dengan melihat atau
menyentuhnya bagi orang yang buta atau dengan cara lain 10Ibid.,hlm. 3.
yang bias digunakan misalnya pendengaran. Sedangkan bagi
seseorang yang berada dalam bangunan Ka’bah itu sendiri
maka kiblatnya adalah dinding ka’bah.
b. Menghadap Kiblat Perkiraan
Seseorang yang berada jauh dari Ka’bah yang berada
di luar Masjidil Haram atau sekitar tanah suci Makkah
sehingga tidak dapat melihat bangunan Ka’bah, mereka
wajib menghadap kea rah Masjidil Haram sebagai maksud
menghadap ke arah Kiblat secara dzan atau jihadul ka’bah
untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan bertanya
kepada mereka yang mengetahui seperti penduduk Makkah
atau melihat tanda-tanda kiblat atau shaff yang sudah
dibuat di tempat-tempat tersebut.
c. Menghadap Kiblat Ijtihad
Ijtihad arah kiblat digunakan seseorang yang berada di
luar tanah suci Makkah atau bahkan di luar Negara Arab
Saudi. Bagi yang tidak tahu arah dan ia tidak dapat mengira
Kiblat Dzan nya maka ia boleh menghadap kemanapun yang
ia yakini sebagai arah kiblat. Ijtihad dapat digunakan untuk
menentukan arah kiblat dari suatu tempat yang terletak jauh
dari Masjidil Haram. Di antaranya ijtihad menggunakan
posisi rasi bintang, bayangan matahari, arah matahari
terbenam dan perhitungan segitiga bola maupun
pengukuran menggunakan peralaan modern (kompas, GPS,
theodolit, dsb.).11
3. Tatacara Menentukan arah Kiblat
11Mutoha bin Akanuddin, Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat (Yogyakarta, 2007). http://rukyatulhilal.org, hlm.5-6.
Penentuan arah kiblat dapat dilakukan dengan tiga cara,
yaitu:
a. Mengamati ketika matahari tepat di atas ka’bah;
b. Melakukan suatu perhitungan arah kiblat dengan ilmu
ukur segitiga bola (spherical trigonometri);
c. Mengamati atau memperhatikan pada saat bayangan
matahari (terhadap suatu benda tegak) se arah dengan
arah kiblat.
Cara yang pertama dapat dilakukan dengan cara tanpa
mengetahui koordinat tempat yang akan dicari arah kiblatnya,
tetapi cukup menunggu kapan saatnya posisi matahari tepat
berada di atas Ka’bah. Hal ini terjadi dua kali selama satu tahun
yaitu tanggal 27 Mei (tahun Kabisat) atau 28 Mei (tahun
pendek/basithah) jam 11.57 LMT atau 16.18 WIB (jarak LMT
Mekah dan WIB sekitar 4 jam 21 menit) dan 15 Juli (tahun
Kabisat) atau 16 Juli (tahun pendek/basithah)jam 12.06 LMT
atau 16.27 WIB.
Dalam makalah ini hanya akan disampaikan penentuan
arah kiblat melalui penghitungan dengan ilmu ukur segitiga
bola.
4. Perhitungan Arah Kiblat
Sebelum ke perhitungan arah kiblat sebaiknya mengetahui
terlebih dahulu tentang koordinat posisi geografis. Kordinat
masing-masing disebut lintang/latitude dan bujur/longitude.
Latitude/lintang adalah garis vertikal yang menyatakan jarak
sudut sebuah titik dari lintang nol derajat yaitu garis equator.
Sedangkan longitude/bujur adalah garis horizontal yang
menyatakan jarak sudut sebuah titik dari bujur nol derajat yaitu
garis Prime Meridian.12
No Indonesia Nilai Arab Internasio
nal
Simbol
1 Lintang
(LU/LS)
+/- ‘ardul
balad
Latitude (U/S) Phi=φ
2 Bujur (BT/BB) +/- Thulul
balad
Longitude
(E/W)
Lamda=λ
Untuk perhitungan arah kiblat, ada tiga buah titik yang
diperlukan, yaitu:
a. Titik A, terletak di Ka’bah (φ= 21025’25” LU dan
λ=39049’39”BT.
b. Titik B, terletak dilokasi yang akan dihitung arah kiblatnya.
c. Titik C, terletak di titik kutub Utara.
Adapun rumus-rumus yang dapat digunakan di antaranya:
a. Tg K=sin ( λt−λK )
cosφt .tanφK−sinφt .cos ( λt− λK)
K=sudut arah kiblat dari utara ke barat
12Jannah, Pengukuran Arah, hlm.7.
1800
1800
900
900
LU(+)BT(+)
LS(-)BT(+)
LS(-)BB(-)
LU(+)BB(-)
φK=lintang Ka’bah (21025’25” LU)
λK=bujur Ka’bah (39049’39” BT)
φt=lintang tempat/kota ybs
λt=bujur tempat/kota
catatan: K=n dihitung dari ditik utara sejati ke arah barat
b. tanK= sinCcosφtp. tanφKb−sinφtp . cosC
c. CotanB= cotanb .sinasinC
−cosa . cotanC
a= 900 - lintang tempat
b=900 - lintang ka’bah
C=jarak bujur antara bujur tempat yang dihitung arah
kiblatnya dengan bujur ka’bah(39049’39” BT), sehingga:
-jika λ = 00000’00” s.d. 39049’39” BT maka C = 39049’39”
– λ
-jika λ = 39049’39” s.d. 180000’00” BT maka C = λ -
39049’39”
-jika λ = 00000’00” s.d. 140010’21” BB maka C =(λ) +
39049’39”
-jika λ = 140010’21” s.d. 180000’00” BB maka C =
320010’21” – (λ)
C. PENUTUP
Semoga makalah ini bermanfaat untuk melakukan koreksi
dan interpretasi terhadap penentuan arah kiblat supaya jadi
salah satu alternatif dalam penyempurnaan ibadah. Karena
menghadap kiblat dalam ibadah terutama shalat merupakan
syarat sah nya ibadah kita.
Segala kritik dan saran yang membangun dapat
dilayangkan melalui e-mail : [email protected] atau fb:
Wallahu a’lam bii ashshawaab
DAFTAR PUSTAKA
Akanuddin, Mutoha bin. 2007. Perhitungan dan Pengukuran
Arah Kiblat. http://rukyatul hilal.org.
Jannah, Sofwan. 2007. Pengukuran Arah Kiblat dan
Problematikanya. http://rukyatul hilal.org.
Khazin, Muhyiddin. 2008. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Buana Pustaka.
Murtadho, Moh. 2008. Ilmu Falak Praktis. Malang:UIN-Malang
Press.
PERHITUNGAN ARAH KIBLAT
MAKALAH
Disampaikan pada Diskusi Kelompok Kerja Penyuluh
Agama Islam
Kabupaten Garut tanggal 16 Maret 2011
Oleh:
LUQMAN AL-HAKIM MUSTHAFA, S.Pd.I.
NIP 19840904 200901 1 015
KEMENTERIAN AGAMA KANTOR KABUPATEN GARUT
1432 H/2011 M