makalah pendamping bidang...
TRANSCRIPT
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
127
MAKALAH PENDAMPING BIDANG PENDIDIKAN-2
=====================================================
SISTEM PROYEKSI DALAM FOLKSONG ILING-ILING
DI KABUPATEN PACITAN
Arif Mustofa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Pacitan
Jl. Cut Nyak Dien 4A Ploso Pacitan
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengungkap sistem proyeksi dalam folksong Iling-Iling di
Kabupaten Pacitan. Sedangkan konsep folksong diambil dari tokoh Jan Harold Brundvand
(1978). Untuk menganalisis sistem proyeksi, digunakan teori fungsi folklore oleh William R.
Bascom. Sistem proyeksi yaitu rujukan angan-angan atau impian dari suatu kolektif. Teori
Fungsi William R. Bascom dipakai karena folksong merupakan bagian dari kajian folklore.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan naturalistik.
Artinya, data yang ditemukan di lapangan dijadikan sebagai pengembangan penelitian.
Artinya, temuan dilapangan yang dipakai sebagai bahan analisis. Interpretasi peneliti sangat
diminimalisir. Sumber data yang digunakan yaitu folksong Iling-iling yang ada di Kabupaten
Pacitan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa folksong Iling-iling di Kabupaten Pacitan berisi
proyeksi terhadap isi surga dan proyeksi neraka. Iling-iling juga cenderung berisi proyeksi
kaum laki-laki.
Kata Kunci: Sistem Proyeksi, Folksong
PENDAHULUAN
Salah satu jenis folklor yaitu folksong. Folksong atau lebih dikenal dengan
nyanyian rakyat, pada masa lalu berkembang dengan baik di masyarakat pedesaan.
Brundvand (1978:130) menyatakan bahwa nyanyian rakyat atau folksong adalah satu
genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan
diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian.
Saat ini, di kabupaten Pacitan masih terdapat folksong yang aktif dinyanyikan.
Salah satu folksong yang masih aktif tersebut yaitu pujian menjelang shalat. Pujian dalam
bahasa Jawa artinya sanjungan. Sedangkan pujian yang dimaksud dalam penelitian ini
yaitu sanjungan hamba kepada Allah SWT. Jadi yang dimaksud dengan pujian adalah
membaca dzikir atau syair sanjungan hamba kepada Allah secara bersama-sama sebelum
shalat berjama‟ah dilaksanakan.
Salah satu folksong pujian menjelang shalat yang paling sering dinyanyikan yaitu
Iling-iling. Dalam folksong Iling-iling, selain berisi ajakan, juga berisi gambaran angan-
angan masyarakat Pacitan pada masa lampau.
Meski berisi pola pikir masyarakat masa lampau, folksong religius, khususnya
Iling-iling belum ditemukan adanya laporan resmi hasil penelitian. Begitu pun belum ada
upaya dari pengambil kebijakan untuk mendokumentasikannya. Oleh karena itulah,
penelitian ini dilakukan sebagai upaya mendokumentasikan, juga untuk meneliti secara
ilmiah.
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui sistem proyeksi masyarakat Pacitan yang
tertuang dalam folksong Iling-iling. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan dasar
teori fungsi folklor yang dikemukakan oleh William R. Bascom (1965). Salah satu konsep
dalam teori fungsi folklor menurut Bascom tersebut, yaitu folklor berfungsi sebagai sistem
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
128
proyeksi. Sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif.
Hutomo, (1991:69) mencontohkan kisah Bawang Putih dan Bawang Merah sebagai sistem
proyeksi gadis Jawa. Cerita ini merupakan proyeksi idama-idaman di bawah sadar dari
kebanyakan gadis miskin (yang cantik tentunya) untuk menjadi istri orang kaya atau
bangsawan (pangeran), atau orang tersohor; walaupun ini hanya terjadi dalam angan-
angan belaka.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan sumber data folksong yang masih sering dinyanyikan
oleh masyarakat kabupaten Pacitan yaitu Iling-iling. Sementara itu, masyarakat kabupaten
Pacitan sebagai pemilik folksong dijadikan sebagai subjek penelitian. Karena itu dalam
penelitian ini, digunakan pendekatan naturalistik. Endraswara (2009:86) menyatakan
penelitian folklore secara naturalistik merupakan upaya memahami sosial budaya dari sisi
pelaku sendiri. Hal ini berarti penelitian ini tiidak hanya menggunakan data lisan saja.
Namun, penelitin ini juga menggunakan data-data emik.
Endraswara (2009:86) menyatakan bahwa data emik menengarai bahwa folklor
perlu dimaknai dari sisi pelaku. Makna dianalisis berdasar data yang ada tanpa campur
tangan peneliti. Dengan demikian, penelitian ini menjadikan data lapangan sebagai
penentu alur alur penelitian.
Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah lirik dalam folksong Iling-iling yang terdapat di
kabupaten Pacitan. Sumber data yaitu folksong Iling-iling yang terdapat di kabupaten
Pacitan. Sumber data yang tersebar di wilayah Kabupaten Pacitan memiliki tiga varian.
Berbedaan ketiga varian tersebut hanya terletak pada penggunaan pilihan kata
misalnya dijumpai lirik //kitab Al-Quran kitab kawula/ agami Islam agami kawula//
sementara juga dijumpai //kitab Al-Quran kitab kawula/ nabi Muhammad panutan kula//.
Oleh karena itu, Iling-iling yang digunakan sebagai sumber data yaitu yang paling banyak
dipakai di Pacitan.
Metode Pengumpulan data
Leach (1949:339, dalam Endraswara, 2009:97) menyatakan bahwa semestinya
peneliti folklor harus melalui langkah (a) mengumpulkan, (b) mengklasifikasikan, (c)
mempelajari bahan-bahan folklore, (d) menafsirkan bahan tersebut sesuai peradaban yang
tidak lepas dari proses trankrip dan transliterasi atau terjemahan. Dengan demikian, teks
lisan yang sudah dikumpulkan maka perlu ditranskripsikan yang dilajutkan dengan
menerjemahkan, misalnya teks lisan bahasa Jawa diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia.
Dalam penelitian folksong inipun, setelah data yang berupa wacana lisan
terkumpul, maka langkah berikutnya yaitu pemindahan ke dalam bentuk tulisan atau
transkripsi. Pada tahap ini, peneliti menuliskan semua ucapan responden tanpa
mengurangi atau menambahkan. Sudikan (2001:180) menyatakan bahwa seorang peneliti
dalam menghadirkan teks lisan sebelum dianalisis harus benar-benar mewujudkan
„reflection of reality‟ artinya dalam mentranskripsi hasil rekaman tidak boleh
menambahkan atau mengurangi data yang tersimpan dalam rekaman, sebab setiap unsur
data yang ada, baik salah atau benar, semua berguna untuk bahan analisis.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
129
Sebagian besar responden dalam penelitian folksong iling-iling ini menggunakan
bahasa Jawa dalam bertutur. Oleh karena itulah sebagai pedoman penulisan transkripsi
digunakan ejaan bahasa Jawa.
Sementara itu, cara menerjemahkan sesuai dengan pendapat Endraswara (2009:98)
yang menganjurkan 6 hal yang harus diperhatikan dalam menerjemahkan yaitu: (1)
pahami dulu kata-kata yang kurang dikenal (unfamiliar); (2) bisa menggunakan beberap
kamus yang komunikatif; (3) kendati menggunakan kamus terjemahan teks bhukan kata
demi kata; (4) penyajian hasil terjemahan harusnya ke dalam susunan dan bahasa yang
dipahami oleh banyak orang; (5) pemahaman gaya bahasa dan isi teks harus dikuasai; (6)
penerjemahan hendaknya kontekstual memeprhatikan aspek-aspek di luar teks.
Di lain pihak, penyajian terjemahan menurut Hutomo (1991:90) dapat dilakukan
dengan tiga model yaitu, teks terjemahan ditempatkan di samping kanan teks asli; di
bawah teks asli; atau disendirikan di tempat lain (misalnya di akhir laporan atau di bawah
lampiran. Penelitian ini menggunakan metode kedua yang disarankan Hutomo tersebut
yaitu dengan meletakkan teks terjemahan di bawah teks lisan.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif
dan teknik analisis isi. (Ratna, 2004:53) menyatakan bahwa teknik analisis deskritif
dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan
analisis
Di pihak lain, teknik analisis isi menurut Bailey (dalam Supratno, 1999:18) adalah
suatu teknik analisis data yang menekankan pada makna data. Dalam penelitian ini,
peneliti berusaha menguraikan makna kata, frasa, maupun kalimat yang menunjukkan
adanya proyeksi masyarakat Pacitan yang terdapat dalam folksong Pujian menjelang shalat
di Kabupaten Pacitan.
Keabsahan Data
Teknik untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini mengacu pendapat
Sudikan (2001:169) yang menyatakan bahwa untuk memeriksa keabsahan data dapat
dilakukan langkah-langkah berikut: (a) melakukan trianggulasi; (b) melakukan perr
debriefing; dan (c) melakukan member check dan audit trial. Berdasar ketiga langkah
tersebut penelitian ini melakukan trianggulasi data dan sumber data. Sedangkan peer
debrefing dilakukan dengan teman sejawat dan pemerhati kebudayaan di kabupaten
Pacitan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berkeley dalam Danandjaja (2002:12) mengemukakan bahwa fungsi folklor itu ada
empat, yaitu: (1) sebagai sistem proyeksi (projective system), yakni sebagai alat
pencerminan angan-angan suatu kolektif; (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan
lembaga-lembaga kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device); (4)
sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi
anggota kolektifnya.
Sebagai sistem proyeksi, Folklor (di dalamnya terdapat folksong/nyanyian rakyat)
dijadikan sebagai sarana untuk melisankan angan-angan. Angan-angan tersebut muncul
sebagai ketidaksadaran suatu kolektif. Angan-angan merupakan suatu harapan, cita-cita,
keadaan, benda atau barang yang diharapkan atau diinginkan namun sulit tercapai.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
130
Berdasar data yang telah dikumpulkan, Sistem proyeksi dalam Folksong Iling-iling
di kabupaten Pacitan, dapat dikelompokkan menjadi: (1) proyeksi terhadap isi surga dan
(2) Proyeksi terhadap Isi Neraka.
Proyeksi Terhadap Isi Surga
Kata surga berasal dari bahasa sansekerta Suarga. Suar berarti cahaya dan ga
berari perjalanan. Dengan demikian, suarga menurut arti katanya perjalanan menuju
kehidupan yang penuh cahaya. Orang Jawa menyebut surga dengan Suargo. Sedangkan
dalam bahasa Arab, surga adalah Jannah kata jamak dari Jinan yang berari kebun.
Masyarakat Pacitan yang memeluk agama Islam, juga sangat mengharapkan Surga
sebagai balasan di akhirat kelak. Surga menjadi cita-cita semua umat Islam. Masyarakat
Pacitan, menggambarkan isi surga sebagai berikut:
Disambut Bidadari
Bidadari menjadi angan-angan tentang isi surga. Hal itu tampak dalam folksong
Iling-iling yang berbunyi //luwih mulya luwi mukti rasane wong ana suwarga/ satus
patang puluh widadari// terjemahnya: // Lebih mulia lebih sejahtera orang yang ada di
surga/seratus empat puluh bidadari//.
Kutipan folksong Iling-iling tersebut menyiratkan angan-angan kaum maskulin
(laki-laki). Sebab, bidadari dianggap sebagai berjenis kelamin perempuan. Dengan
demikian, di surga kelak, laki-laki sangat mengharapkan didampingi wanita cantik.
Meskipun, dalam kenyataannya, pujian ini juga dinyanyikan oleh kaum perempuan.
Konsep isi surga yang cederung merupakan harapan kaum maskulin menunjukkan
bahwa penyusun folksong iling-iling ini adalah para lelaki. Meskipun dalam alquran
disebutkan bahwa setiap manusia (laki-laki maupun perempuan) bisa memilih apa saja
yang diinginkan ketika di surga. Dapat dilihat dalam QS Fusshilat: 31 yang artinya: Di
dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di
dalamnya apa yang kamu minta.
Folksong Iling-Iling yang cenderung berisi harapan kaum lelaki, selaras dengan
pandangan orang jawa yang berbunyi “Bojo (istri) iku mung swargo nunut neraka katut”.
Kata „nunut’ berarti menumpang, secara tersirat bermakna adanya permintaan. Sedangkan
kata „katut’ menunjuk makna wajib dan tidak bisa menolak. Jadi, apabila suami masuk
surga, istri belum tentu masuk surga. Namun, apabila suami masuk neraka, maka istri pasti
juga akan ikut ke neraka. Katut dan nunut bagi feminin ini menurut selaras dengan
pernyataan Ratna (2007:409) yang menyatakan bahwa laki-laki selalu dilukiskan sebagai
egosentris (berpusat pada dirinya sendiri) sedangkan perempuan sebagai heterosentris
(berfungsi untuk orang lain). Artinya, keberadaan perempuan selalu bergantung kepada
orang lain (laki-laki). Bahkan untuk ke surga maupun ke neraka, seakan juga bergantung
kepada laki-laki.
Betty Friedan dalam Sarawati (2003:159) menyatakan bahwa kekuatan-kekuatan
yang mendeskriminasikan perempuan, antara lain pada lapangan pendidikan, penggunaan
tenaga kerja, agama, perempuan miskin dan malang, gambaran perempuan dalam media
masa, hak-hak politik, dan keluarga. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa perempuan
cenderung tidak mendapat hak yang sama dengan laki-laki salah satunya di bidang agama.
Dengan demikian, isi folksong Iling-iling yang berisi surga itu cenderung untuk laki-laki
selaras dengan pendapat di atas.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
131
Tempat Tidur Nyaman
Tempat tidur (kasur) menjadi barang langka pada masyarakat Pacitan jaman
dahulu. Sebagian besar masyarakat menggunakan tikar terbuat dari pandan untuk alas
tidur. Hanya golongan menengah ke atas saja yang mampu membeli tempat tidur dari
kapas (kasur babut). Akibatnya, tempat tidur yang empuk menjadi impian untuk dimiliki
oleh sebagian besar masyarakat Pacitan pada masa lampau.
Dalam pujian Iling-iling terdapat lirik //kasur babut kari ngenggoni// yang artinya
//kasur yang empuk tinggal menempati//. Tempat tidur empuk menjadi barang yang ingin
dimiliki. Namun, karena di dunia sulit mendapatkannya, maka tempat tidur empuk bisa
diperoleh di surga. Lirik //...kari ngenggoni// atau //...tinggal menempati// menunjukkan
bahwa barang „mewah‟ tersebut telah tersedia di surga.
Tempat tidur nyaman tampaknya juga melengkapi lirik //...satus patang puluh
widadari// yang merupakan keinginan para lelaki. Dalam jawa terdapat pandangan bahwa
perempuan itu hanya macak (berdandan), masak (memasak), dan manak (melahirkan).
Pandangan bahwa perempuan itu hanya macak dan manak juga berkorelasi dengan adanya
kasur atau tempat tidur.
Proyeksi Terhadap Neraka
Neraka berasal dari kata Nar (arab) yang berarti api yang menyala. Secara istilah,
neraka merupakan tempat penyiksaan sebagai balasan bagi yang berbuat salah atau dosa.
Berdasar folksong yang sering dinyanyikan, masyarakat Pacitan mengganggap
neraka sebagai tempat yang sangat menyeramkan. Dalam pujian iling-iling, terdapat lirik
//luwih lara luwih susah/ rasane wong no neraka/ klabang quresy kalajengking/ klabang
geni ula geni/ gadha geni ala rante geni/cawisane wongkang duraka// yang terjemahnya
//lebih sakit lebih susah/ rasa orang di neraka/kelabang qureis kajengking/ kelabang api
ular api/cambuk api juga rantai api/disiapkan untuk yang di neraka//.
Kutipan lirik di atas menunjukkan bahwa neraka dipenuhi oleh api. Semuanya
makhluk di neraka berasal dari api. Makhluk penghuni neraka berdasar lirik di atas yaitu
Kelabang (family scholopendridae), kalajengking (Heterometrus cyaneus), ular (colobra).
Sementara itu, selain bertemu binatang yang menakutkan, penghuni neraka juga
akan disiksa. Alat siksa yang akan digunakan yaitu cambuk dan rantai yang keduanya juga
terbuat dari api.
SIMPULAN DAN SARAN
Proyeksi yang terdapat dalam Folksong Iling-Iling di kabupaten Pacitan yaitu: (1)
proyeksi terhadap isi surga, (2) Proyeksi terhadap Isi Neraka. Folksong Iling-iling di
kabupaten Pacitan cenderung berisi impian para lelaki. Sebab, harapan dan impian yang
dimunculkan dalam pujian tersebut lebih kepada harapan kaum laki-laki. Angan-angan
tersebut misalnya disambut bidadari di surga. Folksong di kabupaten Pacitan masih
banyak yang belum tersentuh penelitian. Misalnya playsong (tembang dolanan) atau
nyanyian pengiring permainan anak-anak hingga saat ini masih belum terdokumentasi.
Penelitian ini sebatas pada sistem proyeksi dalam folksong Iling-iling di Kabupaten
Pacitan. Masih banyak yang bisa diteliti dari folksong. Misalnya dari unsur semiotiknya.
Bahkan folksong bisa dianalisis dari sisi strukturnya. Oleh karena itu, penelitian lanjutan
masih sangat memungkinkan untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Bascom, Willaim R.(1965). “Four Function of Folklore”. Dalam The Study Of Folklore.
Alan Dundes (Ed). Englewood Cliffs, N.J. Prentice-Hall, Inc.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
132
Brunvand, Jan Harol. 1978. The Study of American Folklore: an Introduction, second
Editions. New York: WW Norton Company Inc.
Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia. Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta:
Grafiti
Endraswara, Suwardi. 2009. Metode Penelitian Folklor. Yogyakarta: Media Presindo
Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan; Pengantar Study Sastra Lisan.
Surabaya: HISKI
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Penelitian sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra. Malang: UMM Press
Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Metode Penelitian Sastra Lisan. Surabaya: Citra Wacana
Supratno, Haris. 1999. Peranan dan Keteladanan Tokoh Wanita dalam Folklor Lisan
Pesisiran di Jawa Timur. Laporan Penelitian. Surabaya: Tidak diterbitkan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
133
PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA DALAM
MENYELESAIKAN SOAL CERITA HITUNG CAMPURAN
MELALUI POLA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Suwardi SDN Pucangsewu I Pacitan
Abstrak
Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita banyak mengalami kesulitan. Kesulitan
itu disebabkan karena sistem pengajaran dan metode pengajaran materi yang diberikan kurang
karena sistem pengajaran dan metode pengajaran Materi yang diberikan kurang sesuai. Materi
yang sulit untuk difahami siswa adalah soal yang berbentuk soal cerita. Dengan adanya
kesulitan tersebut dapat dilihat dari hasil belajar atau prestasi siswa kurang memuaskan. Oleh
sebab itu guru dalam menggunakan soal cerita sebagai alat pengukur keberhasilan siswa dapat
mata pelajaran matematika dengan menerapkan berbagai pola. Dari hasil nilai tes kegiatan
pada siklus I dari sejumlah 21 siswa yang mampu menyelesaikan soal cerita adalah 42,8% (9
siswa) sedangkan yang 57,1% (12 siswa) adalah siswa yang masih belum mampu
menyelesaikan soal cerita. Siklus II dari jumlah 21 siswa Siswa yang mampu menyelesaikan
soal cerita adalah 85,71% (18 siswa) sedangkan yang 14,29 % (9 siswa) adalah siswa yang
masih belum mampu menyelesaikan soal cerita. Dengan demikian pola pembelajaran
matematika dapat meningkatkan kemampuan siswa.
Kata Kunci : Peningkatan, kemampuan, pola pembelajaran.
PENDAHULUAN
Sejalan dengan upaya meningkatan kemapuan siswa dalam mempelajari
matematika, maka guru perlu melihat kemampuan yang berbeda-beda yang dimiliki siswa.
Perkembangan dalam rangka meningkatkan pemahaman anak terhadap pelajaran
matematika, anak yang berbeda-beda membutuhkan perhatian yang serius dari seorang
Guru. Guru harus bisa menggunakan strategi pembelajaran yaitu pembelajaran yang efektif
dan efisien sesuai dengan perkembangan intelektual dan tingkat berfikir anakuntuk
membelajarkan soal cerita penanaman konsep serta pemahaman-pemahaman soal
diberikan secara matang.
Guru dalam memberikan materi pelajaran dengan menanamkan konsep dan
pemahaman yang matang, maka siswa tidak mudah lupa, Hudojo (1988: 3) mengatakan
bahwa mempelajari konsep B yang mendasarkan kepada konsep A tidak mungkin orang itu
memahami konsep B. Ini berarti, mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan
serta mendasarkan pada pengalaman belajar yang lalu. Kesalahan kita ditingkat dasar akan
berdampak negatif pada perkembangan siswa misalnya dalam mempelajari soal cerita yang
sudah diberikan sajak anak di kelas rendah. Kalau tidak sering dilatihkan kepada siswa
maka konsep tersebut akan cepat hilang, agar konsep tersebut tidak hilang sesering
mungkin diberikan latihan-latihan soal yang berbentuk cerita. Apabila keempat langkah
ini hilang salah satu, maka peserta didik akan memperoleh hasil yang kurang optimal.
Maka dari itu sebagai Guru kita harus bisa memotivasi peserta didik sehingga mematuhi
keempat langkah tersebut. Dengan mematuhi keempat langkah tersebut diharapkan Guru
akan memberikan bekal pada anak didik agar bisa menghadapi dan bisa memecahkan
masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Dalam menyelesaikan soal bentuk cerita, siswa harus benar-benar menguasai konsep
yang sudah di berikan sebelumnya, siswa tidak hanya dituntut untuk memahaminya, tetapi
juga harus menterjemahkan maksud soal kedalam kalimat matematika dengan membuat
persamaan dan penyelesaianya. Matematika yang diajarkan di sekolah disebut dengan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
134
matematika sekolah. Hal ini sesuai dengan kurikulum matematika sekolah dasar, bahwa
yang dimaksud dengan “Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di
Pendidikan Dasar dan Menengah”. (Depdikbud, 2002:28). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
ciri dari matematika adalah obyek kejadian abstrak dan pola pikir deduktif serta konsisten
(Depdikbud, 2002:28).
Tujuan pendidikan dijenjang pendidikan dasar mengacu kepada fungsi matematika
serta kepada tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan dalam kurikulum.
Diungkapkanpelajaran metematika sesuai dengan kurikulum pendidikan dasar (1993:70)
bahwa tujuan umum diberikan matematika pada jenjang pendidikan dasar meliputi dua hal,
yaitu : 1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam
kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar
pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. 2) Mempersiapkan siswa
agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-
hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Tujuan umum pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar yang pertama
di atas memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa.
Sedangkan pada tujuan kedua memberi penekanan pada ketrampilan dalam penerapan
matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu
pengetahuan lainnya. Adapun tujuan khusus matematika di SD dalam GBPP 2002, bahwa
tujuan pengajaran matematika SD meliputi : 1) Menumbuhkan dan mengembangkan
ketrampilan berhitung menggunakan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari. 2)
Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihkan melalui kegiatan
matematika.3)Memiliki pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di
tingkat selanjutnya. 4)Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
Tujuan-tujuan khusus pengajaran matematika di SD merupakan realisasi dan
fungsi matematika baik sebagai alat, sebagai pola pikir maupun sebagai ilmu yang dapat
dikembangkan. Sebelum siswa dapat diharapkan mampu mengembangkan kecakapan
dengan memudahkan soal cerita dengan cara aljabar, diperlukan sejumlah tugas persiapan
tertentu. Ia harus dapat menyatakan sebuah kalimat dengan kalimat lain dalam bentuk
aljabar. Agar siswa dapat menangani soal-soal dibutuhkan secara efektif mereka harus
diberikan pelajaran membaca matematika, mereka harus belajar meskipun hanya satu patah
atau satu kalimat bisa mengandung banyak informasi yang penting. Bahkan siswa harus
dapat membaca dengan perlahan-lahan (khususnya dalam membaca soal cerita), berhenti
bila ada tanda koma atau pada akhir satu penalaran. Siswa harus reflektif apa yang dibaca,
harus menentukan apa maknanya dan seyogyanya membaca dan mengkaji kelebihan soal
berulang kali bila diperlukan.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka yang merupakan rumusan dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah pola pembelajaran matematika dapat meningkatkan tingkat kemampuan pada
siswa ?
2. Apakah menyelesaikan soal cerita hitung campuran melalui pola pembelajaran
matematika dapat peningkatan prestasi belajar siswa ?.
METODE PENELITIAN
Dalam melaksanakan rancangan penelitian diperlukan untuk memudahkan kegiatan
penelitian. Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini berusaha untuk mendapatkan
informasi secara lengkap tentang kemampuan yang dimiliki oleh siswa kelas IV SDN
Pucangsewu Pacitan dalam menyelesaikan soal cerita hitung campuran penelitian
dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2013/2014. Untuk itu maka rancangan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
135
penelitian yang dianggap relevan adalah menggunakan rancangan Penelitian Tindakan
Kelas (Action Research). Pada penelitian ini yang melaksanakan kegiatan mengajar adalah
Guru yang sekaligus sebagai peneliti. Selain itu model PTK yang digunakan adalah model
John Eliot. Menurut John Elliot (Wibawa, 2004:30). Dalam setiap siklus dimungkinkan
terdiri dari beberapa siklus kegiatan, yaitu antara dua-tiga siklus tindakan. Setiap
kemungkinan terdiri dari beberapa langkah yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan.
Data yang sudah diperoleh akan dianalisa agar bisa ditafsirkan hasilnya. Untuk itulah
digunakan analisa Pendekatan Acuan Kriteria (PAK). Pendekatan ini disebut juga
Pendekatan Acuan Patokan (PAP) atau penilaian mutlak. Penafsiran pendekatan acuan
kriteria adalah pemberian skor berdasarkan kemampuan siswa menyelesaikan ulangan
hrian tersebut, Nasution (2002:66). Dari hasil ulangan siswa, jawaban yang benar
dinyatakan dalam bentuk prosentase dengan rumus sebagai berikut : PAK = N
B x 100%,
ket B = Jawaban benar ; N = Nilai Maksimal.
Dari skor yang diperoleh dapat dibuat acuan tentang ketuntasan belajar siswa sebagai
berikut : 1)Ketentuan Perorangan dengan maksud seorang siswa dikatakan berhasil atau
mampu (mencapai ketentuan) jika mencapai taraf penguasaan minimal 75%. Siswa yang
taraf penguasaannya kurang dari 75% diberikan perbaikan. 2) Keputusan Kelompok
dengan ketentuan bahwa pada kelompok atau kelas dikatakan telah berhasil (mencapai
keputusan) jika paling sedikit 85% dari jumlah dalam kelompok atau kelas itu telah
mencapai ketentuan perorangan. a) Apabila sudah terdapat 85% dari banyaknya siswa yang
mencapai tingkat ketentuan belajar maka kelas yang bersangkutan dapat melanjutkan
kegiatan pada satuan pelajaran berikutnya. b) Apabila banyaknya siswa dalam kelas
mencapai tingkat kemampuan belajar masih kurang dari 85% maka : 1) Siswa yang taraf
penguasaannya kurang dari 85% harus diberi program perbaikan mengenai bagian-bagian
bahan pembelajaran. 2) Siswa yang telah mencapai taraf penguasaan 85% atau lebih
dapat diberi program pengayaan. Bila kemampuan siswa dalam masing-masing siklius
kegiatan lebih dari 85% maka pembelajaran yang dilaksanakan Guru dapat dikatakan
berhasil. Tetapi bila kemampuan belajar siswa kurang dari 85% maka pengajaran yang
dilaksanakan Guru belum berhasil. Dengan demikian hasil yang diperoleh menggambarkan
keadaan yang menunjukkan adanya keberhasilan proses pembelajaran dapat peningkatan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita hitung campuran melalui pola
pembelajaran matematika pada siswa kelas IV SDN Pucangsewu Pacitan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sejalan dengan keberhasilan pola pembelajaran matematika yang dilakukan pada
masing-masing siklus kegiatan pada siswa kelas IV SDN Pucangsewu Pacitan maka dapat
diketahui bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam dua siklus. Hali
ini dikarenakan keterbatasan waktu yang tersedia, serta dengan dua siklus sudah penulis
anggap cukup untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita hitung campuran melalui pola pembelajaran matematika pada kegiatan belajar
mengajar.
Pada masing-masing siklus terdiri atas beberapa tahap, yaitu : (1) Perencanaan, (2)
Pelaksanaan, (3) Pengamatan/Evaluasi, dan (4) Refleksi. Penelitian tentang peningkatan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita hitung campuran melalui pola
pembelajaran matematika. Dengan perencanaan pada kegiatan siklus I ini peneliti
merencanakan pembahasan dengan soal cerita hitung campuran, peneliti menggunakan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
136
pembelajaran seperti biasanya terutama menyiapkan bahan ajar yaitu membuat RPP yang
sesuai dengan materi yang diajarkan sesuai dengan kompetensi dasar, serta membuat
instrumen dan lembar observasi yang digunakan dalam pengamatan, karena peneliti
menganggap bahwa siswa kelas IV SDN Pucangsewu Pacitan sudah pernah diberi soal
yang berbentuk soal cerita bahkan dikelas II dan kelas III sudah pernah dipelajari,
disamping itu peneliti ingin mengetahui sampai dimana kemampuan siswa kelas IV SDN
Pucangsewu Pacitan dalam menyelesaikan soal cerita hitung campuran pada pelajaran
matematika.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa peneliti memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang berkaiatan dengan apa yang akan dibahas. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan tujuan siswa dapat
mengemukakan pendapat mengenai bentuk soal cerita tersebut. Dari pembelajaran bentuk
soal cerita peneliti menerangkan dan menjelaskan mengenai soal cerita hitung campuran.
Dijelaskan satu persatu mulai dari hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian sampai
pembagian. Setelah itu siswa disuruh mencoba di papan tulis, sehingga yang disampaikan
peneliti dapat diterima dan dimengerti dengan baik oleh siswa. Peneliti berusaha bertanya
siapa yang masih belum mengerti. Jika ada yang belum mengerti peneliti akan menjelaskan
lagi sampai siswa mengerti betul. Sebelum kegiatan pembelajaran diakhiri peneliti
memberikan soal latihan sebanyak 4 soal cerita yang bervariasi yang dikerjakan dibuku
latihan siswa, setelah selesai dikerjakan, dikumpulkan dan dikoreksi oleh Guru.
Siklus 1
Pada kegiatan siklus 1, pada awal kegiatan peneliti seperti biasanya setelah tanda bel
pelajaran dimulai peneliti masuk kelas berdiri di kelas menyuruh siswa untuk berdo‟a,
setelah berdoa memberi salam dan mengabsen siapa yang tidak masuk. Untuk
membangkitkan minat belajar siswa peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
berkaiatan dengan apa yang akan dibahas yang mengarah pada kegiatan apersepsi.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan
tujuan siswa dapat mengemukakan pendapat mengenai bentuk soal cerita tersebut. Dari
hasil nilai tes latihan tersebut di atas sudah jelas bahwa dari sejumlah 21 siswa yang ada di
kelas IV SDN Pucangsewu Pacitan. Siswa yang mampu menyelesaikan soal cerita adalah
42,8% (9 siswa) sedangkan yang 57,1% (12 siswa) adalah siswa yang masih belum mampu
menyelesaikan soal cerita. Sehingga kegiatan pembelajaran dikatakan belum berhasil.
Dari uraian dan analisis data nilai pada kegiatan siklus 1, ditemukan bahwa
menyelesaikan soal cerita hitung campur masih banyak siswa yang belum mampu
menjawab dengan benar, siswa masih mengalami kesulitan. Berdasarkan pengamatan
peneliti, siswa masih bingung untuk menyelesaikan soal cerita dengan menggunakan
langkah-langkah seperti yang dijelaskan peneliti serta semua siswa melakukan kesalahan
pada soal nomor empat. Siswa terbiasa mengerjakan soal yang berbentuk cerita dengan
cara langsung. Oleh karena itu peneliti akan menjelaskan lebih jelas lagi pada pertemuan
berikutnya terutama dengan pola pembelajaran matematika terutama yang bersifat
penjelasan yang berarah pada fokus penyelesaian sesuai dengan langkah-langkah yang
ditentukan, karena pada kegiatan siklus 1 secara klasikal untuk ketuntasan minimal KKM
masih dibawah 80% hal diasumsikan kegiatan penelitian belum berhasil, maka perlu
diadakan itindakan siklus II.
Siklus II
Pada siklus II ini peneliti akan menjelaskan lebih terperinci yang pertama peneliti
akan menjelaskan tentang soal cerita hitung penjumlahan dan pengurangan. Peneliti lebih
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
137
meningkatkan kegiatan pembelajaran ke suasana yang lebih menyenangkan dan terarah/
terpusat pada pembelajaran daripada hari kemarin. Seperti biasanya tanda bel masuk
peneliti masuk kelas dan menyuruh siswa untuk berdoa dan memberi salam serta
mengabsen siapa yang tidak masuk. kemudian peneliti menanyakan tentang pembelajaran
yang kemarin, masih ingatkan cara-cara atau langkah-langkah menyelesaikan soal cerita,
untuk mengingatkan kembali daya fikir siswa, peneliti memberikan contoh soal cerita
tentang hitung campuran khususnya penjumlahan dan penguarangan yang pelaksanaannya
sebagai berikut :
1. Peneliti mengajak siswa untuk memahami soal tersebut.
2. Peneliti lalu menanyakan kepada siswa apa yang telah diketahui dan ditanyakan.
3. Siswa mencari apa yang diketahui dan ditanyakan
4. Peneliti bersama siswa merencanakan penyelesaian soal cerita
5. Peneliti bersama siswa memhuat kalimat matematikanya
6. Peneliti menjelaskan cara melaksanakan penyelesaiannya
7. Peneliti mengajak siswa untuk meninjau kembali apa yang ditanyakan dalam soal
tersebut.
Setelah semuanya dapat dikerjakan atau ditemukan jawabannya, maka siswa
ditanya apakah sudah mengerti. Maka tindakan peneliti selanjutnya adalah memberikan tes
ulangan harian I pada siswa kelas IV semester I SDN Pucangsewu Pacitan tentang soal
cerita hitung campuran khususnya penjumlahan dan pengurangan. Sebelum kegiatan
pembelajaran diakhiri bagi siswa yang sudah selesai supaya hasil ulangannya dikumpulkan
dan dikoreksi oleh Guru.
1. Observasi Siklus II
Dari hasil pemberian tes ulangan harian I yang dilaksanakan pada tanggal 5 Februari
2013 didapatkan data nilai sebagai berikut : Dari hasil nilai tes ulangan I tersebut di
atas sudah jelas bahwa dari sejumlah 21 siswa yang ada di kelas IV. Siswa yang
mampu menyelesaikan soal cerita adalah 57,2% (12 siswa) sedangkan yang 42,8% (9
siswa) adalah siswa yang masih belum mampu menyelesaikan soal cerita. Sehingga
kegiatan pembelajaran dikatakan belum berhasil.
2. Refleksi siklus II
Dari hasil pembelajaran yang dilakukan pada siklus I belum berhasil.
Sedangkan peneliti sudah berusaha sebaik-baiknya mulai dari perencanaan sampai
pelaksanaan maka peneliti mencari penyebab kejadian tersebut baik di kelas maupun
faktor lainnya, yaitu :
~ Suasana kelas agak kacau dan ramai hal ini waktu diterangkan siswa
minta dikerjakan secara langsung.
~ Untuk penggunaan langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita
siswa masih tetap bingung.
~ Suasana pada waktu itu cuaca mendung sekali sehingga kelas gelap dan siswa
minta cepat-cepat pulang sehingga tidak konsentrasi pada pelajaran. Dari kegiatan
ini peneliti berharap agar siswa mampu menyelesaikan atau memecahkan masalah
yang dihadapi siswa serta tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
~ Guru memberikan contoh soal cerita yang mengadung unsur perkalian
yang salah satu sukunya belum diketahui. Misalnya
20 x n = 4 n = ………… n x 4 = 20 n = ……….
~ Guru memberikan contoh satu lagi soal cerita yang mengandung unsur
perkalian berulang misalnya : 27 x 25 x 36 = n n = ……………
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
138
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data hasil pada bab IV penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Tingkat kemampuan siswa menunjukkan peningkatan pada tiap-tiap siklus walaupun
peningkatan tersebut cukup kecil namun pada siklus ke-II mulai menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan, yaitu telah melewati batas penilaian yang telah
ditentukan dengan hasil 21 siswa yang ada di kelas IV. Siswa yang mampu
menyelesaikan soal cerita adalah 57,2% (12 siswa) sedangkan yang 42,8% (9 siswa)
sehingga terdapat peningkatan.
2. Dengan hasil peningkatan dari hasil belajar siswa hal ini menunjukkan bahwa pola
pembelajaran yang diterapkan telah terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas IV SDN Pucangsewu Pacitan sub kompetensi dasar soal cerita pada hitungan
campuran.
Saran
1. Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita hitung
campuran sebaiknya Guru harus menjelaskan kepada peserta didiknya dalam
menyelesaikan soal cerita harus menggunakan 4 langkah yang terstruktur, yaitu :
a. Mengerti soal
b. Merencanakan penyelesaian
c. Melaksanakan penyelesaian
d. Melihat kembali
2. Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita hitung
campuran sebaiknya Guru harus menjelaskan terlebih dahulu konsep penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian dipahami benar, sehingga anak dalam mampu
dalam menyelesaikan hitung campuran.
3. Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita hitung
campuran sebaiknya Guru sering memberikan pekerjaan rumah atau latihan di sekolah
soal yang berbentuk cerita sehingga anak terbiasa memecahkan masalah yang dihadapi
dalam kehidupannya sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar Garis-Garis Beasar Program Pendidikan
(GBPP) SD. Jakarta : Depdikbud.
Depdikbud. 1993. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Depdikbud.
Depdikbud. 2002. Penyesuaian Garis-Garis Besar Pengajaran (GBPP) dan Penilaian
Pada Sistem Semester. Jakarta: CV. Insan Cendekia Surabaya.
Depdikbud. 2003. Penyesuaian Garis-Garis Besar Pengajaran (GBPP) dan Penilaian
Pada Sistem Semester. Jakarta: Depdiknas.
Haji, S. 1994. Diagnosis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita di Kelas IV
SDN Percobaan Surabaya. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang.
Hudojo, H. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: IKIP Malang.
Manalu. 1996. Meningkatkan Minat Siswa dalam Mengerjakan Soal Cerita. Yogyakarta:
PPG Yogyakarta.
Setyosari. 2003. Rancangan Sistem Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri Malang
FIP.
Wibawa. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
139
PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TGT
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
KIMIA MATERI LARUTAN
Endang Gunarti SMA Negeri 1 Pacitan
Jl. Letjend Suprapto 49 Pacitan, e-mail: [email protected]
Abstrak
Penerapan Metode TGT (Team Games Tournament) Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Kimia Pada Pembahasan Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Pada Siswa
Kelas X (Sepuluh) 1(satu) Semester Ganjil SMAN I Pacitan Tahun Pelajaran 2011/2012
Penelitian ini berdasarkan permasalahan: Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar
siswa dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model TGT?
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan
prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model TGT. (b)
Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran
kooperatif model TGT.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua
putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan,
refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas X(Sepuluh) 1 (satu) Semester
Ganjil SMAN I Pacitan. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif,dan lembar observasi
kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari
siklus I ke siklus II yaitu, siklus I (66,67%), siklus II (88,89%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode kooperatif model TGT dapat berpengaruh
positif terhadap motivasi belajar Siswa Klas X (sepuluh) SMA dalam pelajaran KIMIA serta
model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran kimia pada
materi-materi yang lain.
Kata Kunci: pembelajaran kimia, metode kooperatif model TGT
PENDAHULUAN
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan karena pengalaman peneliti sebagai guru
sering mendapatkan hasil evaluasi siswa untuk materi larutan elektrolit dan non elektrolit
yang rendah ,sehingga peneliti ingin merubah metode pembelajaran yang semula ceramah
dan latihan soal saja menjadi pembelajaran kooperatif dengan model TGT (Team Games
Tournament).
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa bekerja
dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama. Felder, (1994: 2).
Pembelajaran kooperatif lebih menekankan interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan
melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut
diharapkan siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih
mudah memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf
pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. (Sulaiman dalam
Wahyuni 2001: 2).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan
pengelolaan metode pembelajaran kooperatif model TGT yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran kooperatif model TGT dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
140
Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah
diterapkan metode pembelajaran kooperatif model TGT.
Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengolahan metode
pembelajaran kooperatif model TGT, dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 9
Januari 2012 di kelas X.1 dengan jumlah siswa 27 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksaaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah
dilakukan.
Berdasarkan hasil pengamatan aspek aspek yang mendapatkan kriteria kurang
baik adalah memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, pengelolaan waktu
dan antusias siswa. Keempat aspek tersebut merupakan suatu kelemahan yang terjadi
pada siklus I dan akan dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan revisi yang akan
dilakukan pada siklus II
Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas guru dan siswa yang diamati, ternyata
aktivitas guru pada siklus I tampak paling dominan pada saat membimbing dan
mengamati siswa dalam menemukan konsep mencapai 21,7%, memberi umpan balik
/evaluasi ,tanya jawab dan menjelaskan materi yang sulit mencapai 13,3% sedangkan
aktivitas siswa yang paling dominan adalah mengerjakan /memperhatikan penjelasan
guru yaitu 22,5 %, bekerja sesama anggota kelompok , diskusi antar siswa/antara siswa
dengan guru dan membaca buku masing masing 18,7% , 14,4 % dan 11,5 %
Pada siklus I, secara garis besar kegiatan belajar mengajar dengan metode
pembelajaran kooperatif model TGT sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran
guru masih cukup dominan untuk memberikan penjelasan dan arahan, karena model
tersebut masih dirasakan baru oleh siswa.
Jumlah siswa yang tuntas : 18
Jumlah siswa yang belum tuntas : 9
Klasikal : Belum tuntas
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Pada Siklus I
No Uraian Hasil Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
66,30
18
66,67
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model TGT diperoleh nilai rata rata siswa 66,30 dan
ketuntasan belajar 66,67 %. Hasil tersebut menunjukkan pada siklus I secara klasikal
siswa belum tuntas belajar.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
141
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan sebagai berikut:
1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran
2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu
3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung.
d. Refisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat
kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
Siklus II
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan pembelajaran
kooperatif model TGT dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada
tanggal 16 Januari 2012 di kelas X.1 dengan jumlah siswa 27 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan refisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses
belajar mengajar siswa diberi test formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dengan instrument test formatif II.
Dari tabel pengamatan pengelolaan pembelajaran pada siklus II yang
memperoleh penilaian cukup baik dari pengamat adalah memotivasi siswa ,
membimbing siswa dalam merumuskan kesimpulan/ menemukan konsep dan
pengelolaan waktu. Pada tabel pengamatan aktivitas guru dan siswa pada siklus II
diperoleh hasil yang paling dominan adalah aktivitas guru dalam membimbing dan
mengamati siswa dalam menemukan konsep ,mencapai 22,6%, aktivitas menjelaskan
materi yang sulit ,memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab menurun, masing masing
10% dan 11,7 %. Aktivitas lain yang mengalami peningkatan adalah mengkaitkan
materi dengan pelajaran sebelumnya 10%, menyampaikan langkah/ strategi
pembelajaran 13,3% , meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
10% serta membimbing siswa untuk merangkum pelajaran 10%.
Sedangkan aktivitas siswa yang paling dominan adalah bekerja dengan sesama
anggota kelompok mencapai 22,1%, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
20,8%, membaca buku siswa dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
mengalami peningkatan menjadi 13,1% dan 15,0% .
Tabel 2. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No Uraian Hasil Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
80,74
24
88,89
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
142
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata rata test formatif 80,74 dan yang
telah tuntas belajar sebanyak 24 siswa sehingga dikelas tersebut tinggal 3 siswa yang
belum tuntas, maka secara klasikal telah tercapai ketuntasan belajar sebesar 88,89 % (
kategori tuntas ). Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II ini dipengaruhi oleh
peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif
model TGT, membuat siswa menjadi terbiasa dengan model pembelajaran ini sehingga
siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
c. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang
masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan metode
pembelajaran kooperatif model TGT. Dari data-data yang telah diperoleh dapat
duraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran
dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi
persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses
belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan
sehingga menjadi lebih baik.
4) Hasil belajar siswsa pada siklus II mencapai ketuntasan.
d. Refisi Pelaksanaan
Pada siklus II guru telah menerapkan metode pembelajaran kooperatif model
TGT dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan
proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi
terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah
memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada
pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode pembelajaran
kooperatif model TGT dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif model
TGT memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat
dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan
guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I dan II) yaitu masing-masing 66,67%
dan 88,89%. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses metode
pembelajaran kooperatif model TGT dalam setiap siklus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
kimia pokok bahasan Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit dengan metode
pembelajaran kooperatif model TGT dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat
dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif model TGT dengan
baik.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
143
SIMPULAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan
berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan kooperatif model TGT memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan
belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (66,67%) dan siklus II (88,89%).
2. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model TGT mempunyai pengaruh positif,
yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan hasil
wawancara dengan beberapa siswa, rata-rata jawaban menyatakan bahwa siswa
tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran kooperatif model TGT sehingga
mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar kimia lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka
disampaikan saran sebagai berikut :
1. Untuk melaksanakan metode pembelajaran kooperatif model TGT memerlukan
persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih
topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model kooperatif model TGT dalam
proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering
melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam taraf yang
sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh
konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-
masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan
di klas X 1 semester ganjil dengan 2 siklus saja, pada Tahun Pelajaran 2011/2012.
4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar
diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindon.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa
Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc.
Boston.
Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar.Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar
Mengajar, Jakarta. Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Rineksa Cipta.
Felder, Richard M. 1994. Cooperative Learning in Technical Corse, (online), (Pcll\d\My
% Document\Coop % 20 Report.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.
Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
144
Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Hudoyo, H. 1990. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Malang: IKIP Malang.
KBBI. 1996. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Plannervictoria Dearcin
University Press.
Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineksa Cipta.
Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nur, Muhammad. 1996. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya. Universitas Negeri
Surabaya.
Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran. Bandung. Remaja
Rosda Karya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka.
Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya Usaha Nasional.
Sudjana, N dan Ibrahim. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar
Baru.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wahyuni, Dwi. 2001. Studi Tentang Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar
Kimia. Malang : Program Sarjana Universitas Negeri Malang.
Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar.
(terjemahan) Bandung : Jemmars.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
145
STUDI GAYA KOMUNIKASI GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SMP DAN MTs DI KABUPATEN PACITAN
Martini
1), Endah Sri Poerwati
2)
1) Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Pacitan
Jl. Cut Nyak Dien 4A Ploso Pacitan, e-mail: [email protected]
2) Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Pacitan
Jl. Cut Nyak Dien 4A Ploso Pacitan, e-mail: [email protected]
Abstrak
Guru PKn tentu memiliki kecenderungan tersendiri selama berkomunikasi dalam kegiatan
pembelajaran, dengan demikian rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”bagaimanakah
gaya komunikasi guru Pendidikan Kewarganegaraan ditinjau dari teori komunikasi logika
pesan (ekspresif, konvensional, ataukah retorika) yang dapat dengan mudah diterima peserta
didik untuk menerima materi. Penelitian ini memfokuskan pada proses investigasi keterkaitan
antara penyampaian pesan yang dilakukan oleh guru kepada siswanya dengan pengalaman
mengajar, pengalaman mengikuti kegiatan ilmiah, latar belakang pendidikan, populasi siswa
dalam satu kelas, dan jenis kelamin. Penelitian ini juga didesain untuk menemukan implikasi
dari penerapan gaya komunikasi guru tersebut terhadap pemahaman siswa pada materi yang
disampaikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2014.
Subjek penelitian dipilih secara purposive sampling dari 7 guru PKn Kelas VIII SMP dan
MTs yang ada di Kabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014. Data dikumpulkan melalui
pengamatan berpartisipasi, wawancara, angket, dokumentasi, dan bantuan alat-alat audio
visual. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif naratif dengan menggunakan
model Miles dan Huberman (1984). Simpulan penelitian adalah guru PKn SMP dan MTs di
Kabupaten Pacitan secara umum memiliki kecenderungan gaya komunikasi bervariasi, yaitu
konvensional dan retorika (57%). Sebanyak 29% menunjukkan gaya komunikasi retorika saja,
dan sebanyak 14 % menunjukkan gaya komunikasi konvensional. Dari jenis gaya komunikasi
yang diterapkan guru PKn pada sekolah sampel, rata-rata sudah sesuai dengan harapan siswa
agar lebih mudah menerima materi PKn. Hal ini ditunjukkan dengan data observasi di kelas,
yaitu siswa merespon materi dengan cepat, tepat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa siswa
telah mampu menerima dan memahami materi yang disampaikan guru.
Keywords: PKn, gaya komunikasi, guru
PENDAHULUAN
Komunikasi (communication) adalah proses sosial di mana individu-individu
menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam
lingkungan mereka (West & Turner, 2009:5). Komunikasi menjadi variabel yang penting
diperhatikan pendidik untuk mencapai tujuan dalam proses pembelajaran. Meskipun
cakap, terampil dan luas pengetahuannya, bila guru tidak mampu menyampaikan pikiran,
pengetahuan, dan wawasannya, guru tentu tidak akan mampu mentransformasi
pengetahuannya kepada para siswanya. Oleh karena itu, komunikasi guru saat proses
pembelajaran sangat penting artinya agar pesan yang ingin disampaikan dapat tepat
sasaran. Pembelajaran sebagai proses komunikasi dua arah dilakukan oleh pihak guru
sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau siswa.
Kualitas perpindahan pesan atau makna pada proses pembelajaran dipengaruhi oleh
efektif tidaknya komunikasi yang terjadi di dalamnya. Komunikasi efektif dalam
pembelajaran merupakan proses perpindahan pesan berupa ilmu, pengetahuan, nilai-nilai,
ketrampilan dari pendidik kepada peserta didik. Selanjutnya peserta didik mampu
memahami maksud pesan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Indikatornya adalah
peserta didik mengalami perubahan cara berfikir, mendapat tambahan informasi, wawasan
ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat menimbulkan perubahan tingkah laku
menjadi lebih baik. Dalam hal ini pendidik atau guru adalah pihak yang paling
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
146
bertanggungjawab terhadap berlangsungnya komunikasi yang efektif dalam pembelajaran
di kelas. Dengan demikian tenaga pengajar/pendidik dituntut memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang efektif dan optimal
sesuai tujuannya.
Dijelaskan oleh Elfindri (2010:12-15) bahwa ada tiga hal yang harus diperoleh
peserta didik dari para guru dan dosen. Diharapkan proses yang dilalui selama di sekolah
atau di bangku kuliah adalah mencoba menggali ilmu sedalam-dalamnya, kemudian
mengembangkan sendiri. Guru dan dosen diharapkan mampu mencontohkan value, nilai-
nilai universal yang baik dimiliki oleh guru/dosen kepada anak didik atau mahasiswa yang
dikenal dengan soft skills. Oleh karena itu penting bagi guru mengetahui gaya komunikasi
yang menjadi karakteristiknya untuk mengevaluasi diri. Hal ini terkait dengan pentingnya
variasi penyampaian materi atau informasi yang tepat sesuai tujuan belajar. Sesuai teori
belajar dan pembelajaran yang senantiasa berkembang, pesan akan bermakna jika
diperoleh sesuai dengan situasi dan kondisi siswa.
Khususnya pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), agar dipandang
sebagai proses dan hal yang menyenangkan sehingga dapat menambah motivasi siswa
dalam belajar PKn maka seorang guru PKn diharapkan konstruktivis sehingga mampu
menyusun pesan-pesan yang logis dan dapat menciptakan pesan-pesan yang berfokus
kepada siswanya..
Pada saat guru menyikapi kejadian komunikasi yang terjalin dengan siswa,
sebenarnya guru sedang melakukan proses interpretasi makna, kemudian menentukan
makna, mendesain pesan dari makna yang ditentukan untuk kemudian menyalurkannya
dalam bentuk pesan yang ditransfer dari guru kepada lawan bicara atau siswa. Proses
tersebut dinamakan Message Design Logic (MDL) atau sebut saja logika mendesain pesan.
Teori ini dikembangkan oleh O‟Keefe pada tahun 1988. Menurutnya sedikitnya ada tiga
macam logika yang dipakai seseorang dalam mendesain pesan yang akan disampaikan
kepada orang lain, yaitu Expressive Message Design Logic, Conventional Message Design
Logic, dan Rhetorical Message Design Logic (Daiton and Zelley, 2005:27-28).
www.communique.utwente.nl
Logika desain pesan ekspresif memandang bahwa komunikasi merupakan proses
bagi individu untuk mengungkapkan dan menerima pikiran dan perasaannya.
Komunikator jenis ekspresif percaya bahwa penerima pesan akan memahami ucapannya
sepanjang dia berkata secara terbuka, langsung dan jelas. Pada logika desain konvensional,
komunikator melihat komunikasi menggunakan aturan-aturan prosedur konvensional.
Komunikasi dinilai berhasil ketika individu yang terlibat menunjukkan reaksi dengan
tepat. Selanjutnya, teori logika desain pesan retorika berasumsi bahwa komunikasi
merupakan kreasi dan negosiasi dari situasi dan sosial sendiri. Keberhasilan
berkomunikasi ditandai dengan komunikasi yang halus dan koheren.
Berdasarkan uraian di atas, maka setiap guru PKn tentu memiliki kecenderungan
tersendiri selama berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran, apakah dalam kategori
ekspresif, konvensional, retorikal atau kombinasi dari ketiganya. Dengan demikian
rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”bagaimanakah gaya komunikasi guru
Pendidikan Kewarganegaraan ditinjau dari teori komunikasi logika pesan (ekspresif,
konvensional, ataukah retorika) yang dapat dengan mudah diterima peserta didik untuk
menerima materi?”.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
147
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei, yaitu kegiatan penelitian yang
mengumpulkan data pada saat tertentu dengan tiga tujuan penting, yaitu mendeskripsikan
keadaan alami yang hidup saat itu, mengidentifikasi secara terukur keadaan sekarang
untuk dibandingkan, dan menentukan hubungan sesuatu yang hidup di antara kejadian
spesifik (Sukardi, 2008: 193). Penelitian ini memfokuskan pada proses investigasi
keterkaitan antara penyampaian pesan yang dilakukan oleh guru kepada siswanya dengan
pengalaman mengajar, pengalaman mengikuti kegiatan ilmiah, latar belakang pendidikan,
populasi siswa dalam satu kelas, dan jenis kelamin. Penelitian ini juga didesain untuk
menemukan implikasi dari penerapan gaya komunikasi guru tersebut terhadap pemahaman
siswa pada materi yang disampaikan.
Waktu dan Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2014. Subjek
penelitian dipilih secara purposive sampling dari guru PKn Kelas VIII SMP dan MTs yang
ada di Kabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014. Dengan cara ini didapatkan 7
(tujuh) guru PKn, dari tujuh sekolah di Kabupaten Pacitan, dengan tiap sekolah diambil
sampel satu guru, yang berasal dari dua SMP Negeri, satu SMP Swasta, dua MTs Negeri,
dan dua MTs Swasta. Yang menjadi sekolah sampel adalah SMPN 1 Pacitan, SMPN 2
Kebonagung, MTsN Punung, MTsN Pacitan, MTs Muhammadiyah 03 Ketro Kebonagung,
MTs Ma‟arif Tulakan, dan SMP Muhammadiyah Tulakan.
Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui pengamatan berpartisipasi, wawancara, angket,
dokumentasi, dan bantuan alat-alat audio visual. Pengamatan berpartisipasi dilakukan
dengan melibatkan tim peneliti, yaitu langsung ke lapangan untuk mengamati dan
mengumpulkan data di kelas. Pengamatan mencakup semua fenomena yang teramati
berupa deskripsi gaya masing-masing guru dalam menyampaikan pesan kepada siswanya.
Agar pengamatan terarah, digunakan lembar pengamatan yang telah disiapkan. Kegiatan
wawancara dilakukan secara bebas terkontrol menggunakan pedoman wawancara.
Wawancara dalam penelitian ini ditekankan pada alasan-alasan dasar dan tujuan guru
memilih logika desain tertentu serta bagaimana guru mengevaluasi keberhasilan logika
desain yang dipilih. Dokumentasi digunakan untuk menggali data yang berkaitan dengan
latar belakang pendidikan luar sekolah atau pelatihan guru, tingkat pendidikan dan masa
kerja guru. Dokumentasi juga digunakan untuk mengetahui hasil pemahaman siswa berupa
hasil belajar siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian di antaranya: lembar
pengamatan, pedoman wawancara, biodata reponden, dan lembar responsi siswa. Lembar
pengamatan ini diadaptasi dari Grant (2009),yang berisi enam karakteristik yang
membedakan ketiga logika desain pesan. Keenam karakteristik itu adalah: gaya
berkomunikasi, cara mengorganisir pesan, konteks pesan, cara merespon, fokus pada
penerima pesan, dan kriteria keberhasilan dalam menyampaikan pesan.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif naratif dengan menggunakan
model Miles dan Huberman (1984). Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012:337)
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran
kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitas
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
148
dalam analisis meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), serta
penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification).Hasil pengamatan
guru PKn dikomparasikan dengan data dari hasil wawancara, juga dari biodata guru.
Selanjutnya untuk mengetahui pilihan atau pendapat siswa tentang gaya komunikasi
manakah yang memudahkan pemahaman siswa diketahui dengan menggunakan angket
respon siswa. Dari berbagai sumber data tersebut dapat ditarik simpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Responden berjumlah tujuh (7) orang guru PKn se kabupaten Pacitan, terdiri dari 4
(empat) laki-laki dan tiga (3) perempuan. Dari tujuh responden tersebut 100.% memiliki
pendidikan terakhir program S1, dengan rincian sebanyak 71% memiliki latar belakang
atau bidang ilmu PKn. Terdapat 57% responden .yang pernah memiliki pengalaman
berorganisasi, antara lain sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
dan mengemban tugas struktural di sekolah. Sebanyak 100 % responden (guru PKn) hanya
memiliki pengalaman bekerja sebagai guru. Sebagian besar (86%) responden selama
menjadi guru PKn berkesempatan mengikuti training seperti TOT, MGMP PKn, KTSP,
pendidikan karakter, kurikulum, training untuk pembinaan kegiatan kesiswaan. Responden
jarang mengikuti pertemuan ilmiah seperti kegiatan seminar atau workshop, lokakarya
sebagai wahana pengembangan keilmuan dan profresi. Hal ini berlaku secara umum pada
semua sekolah sampel. Untuk mengetahui aktivitas guru PKn dalam penyampaian materi
digunakan lembar observasi. Data lebih lengkap hasil penelitian disajikan sebagaimana
tabel berikut.
Tabel 1. Data Umum Hasil Observasi Guru
No Kegiatan Guru Ada %
1 Kegiatan Awal
1. Membuka/salam 6 86%
2. Memberi motivasi 4 57%
3. Memberikan apersepsi 0%
2 Kegiatan Inti
1. Penjelasan materi 7 100%
2. Membuka pertanyaan 7 100%
3. Menjawab pertanyaan 5 71%
4. Memberi penguatan 5 71%
5. Penggunaan sumber belajar 6 86%
6. Penggunaan alat evaluasi 0%
3 Kegiatan Penutup
1. Penugasan 71%
2. Pemberian simpulan 3 43%
Tabel 2. Rangkuman Hasil Pengamatan Gaya Komunikasi
Guru PKn saat Pembelajaran
No Sekolah Gaya
Komunikasi
Frekuensi Aspek ke- Kecenderungan
Gaya
Komunikasi 1 2 3 4 5 6 Jumlah
1. SMPN A
Ekspresif 1 3 2 6
Konvensional 3 4 2 3 4 4 20
Retorika 7 5 5 4 3 6 30 Retorika
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
149
No Sekolah Gaya
Komunikasi
Frekuensi Aspek ke- Kecenderungan
Gaya
Komunikasi 1 2 3 4 5 6 Jumlah
2. SMPN B
Ekspresif 1 1
Konvensional 1 2 2 1 2 2 10
Retorika 3 4 4 4 4 4 23 Retorika
3. SMP
SWASTA A
Ekspresif 2 2 2 1 5 12
Konvensional 6 5 4 7 5 2 29 Konvensional
Retorika 1 1 2 1 2 7
4. MTsN A
Ekspresif 2 2 1 1 6
Konvensional 4 4 6 4 4 4 26 Konvensional
Retorika 3 3 1 4 5 5 21
5. MTsN B
Ekspresif 4 4 1 2 3 14
Konvensional 4 3 1 3 4 15
Retorika 3 2 3 3 4 4 19 Retorika
6. MTs
SWASTA A
Ekspresif 1 3 2 1 2 3 12
Konvensional 4 3 2 4 3 2 18 Konvensional
Retorika 4 2 4 12
7. MTs
SWASTA B
Ekspresif 2 2 1 2 7
Konvensional 3 2 1 4 2 12 Konvensional
Retorika 1 1 2 4
Keterangan: Aspek Pengamatan
1: Gaya Berkomunikasi 4: Cara Merespon
2: Cara Mengorganisir Pesan 5: Fokus Pada Penerima Pesan
3: Konteks Pesan 6: Kriteria Keberhasilan Dalam Menyampaikan Pesan
Tabel 3. Rangkuman Hasil Pendapat Siswa tentang Gaya Komunikasi
Guru PKn saat Pembelajaran
No Sekolah Inisial Kecenderungan Gaya Komunikasi
1. SMPN A HA Retorika
2. SMPN B PO Retorika
3. SMP Swasta A SA Konvensional
4. MTsN A PA Konvensional
5. MTsN B NU Retorika
6. MTs Swasta A DW Konvensional
7. MTs Swasta B NA Konvensional
Tabel 4. Rangkuman Hasil Pendapat Siswa tentang Gaya Komunikasi
Guru PKn yang Mudah Diterima dalam Penyampaian Materi
No Sekolah Inisial Gaya Komunikasi
1. SMPN A HA Retorika
2. SMPN B PO Retorika
3. SMP Swasta A SA Konvensional, retorika
4. MTsN A PA Konvensional, retorika
5. MTsN B NU Retorika
6. MTs Swasta A DW Konvensional, retorika
7. MTs Swasta B NA Konvensional
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
150
Pembahasan
Berdasarkan rangkuman data hasil penelitian pada Tabel 1, semua guru PKn pada
sekolah sampel mengajar di kelas menggunakan alokasi waktu sesuai RPP,yaitu mulai dari
kegiatan awal yang meliputi membuka dengan salam (86%) dan memberi motivasi (57%).
Yang yang masih perlu diperbaiki adalah untuk memberikan apersepsi secara interaktif
sesuai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pada kegiatan inti, mayoritas guru PKn kelas
sampel mampu menjelaskan materi dengan interaktif dan kooperatif ditandai dengan
kemampuan guru membuka pertanyaan. Yang perlu ditingkatkan adalah penggunaan
evaluasi misalnya dengan memberikan kuis. Sedangkan pada kegiatan penutup, 71% guru
PKn memberikan umpan balik berupa pemberian penugasan, sedangkan bentuk pemberian
simpulan masih perlu ditingkatkan.
Tabel 2 hasil observasi menunjukkan bahwa pada SMPN A, kecenderungan gaya
komunikasi guru PKn (HA) adalah retorika, terutama ditunjukkan pada saat kegiatan inti
dan penugasan. Hasil tersebut sesuai dengan data Tabel 3. Hasil wawancara dengan “HA”
menyebutkan bahwa gaya komunikasi yang dilakukan secara formal serta fleksibel sesuai
kondisi siswa. Guru berkeliling untuk membimbing siswa. Guru hanya berperan sebagai
fasilitator. Implikasinya adalah pada Tabel 4, siswa dapat merespon dengan cepat dan
tepat karena siswa dapat menerima dan memahami materi. Artinya, siswa mudah
menerima pesan/materi PKn sesuai dengan gaya komunikasi guru, yaitu retorika. Gaya
komunikasi “HA” juga didukung oleh keaktivannya dalam organisasi profesi, dan
pelatihan-pelatihan.
Hasil observasi di SMPN B, dengan responden “PO”, juga menunjukkan
kecenderungan gaya komunikasi retorika (tabel 2 dan 3). Responden lebih dominan
menunjukkan gaya komunikasi retorika pada saat kegiatan inti, mulai dari penjelasan
materi, membuka dan menjawab pertanyaan, serta memberi penguatan. Hasil wawancara
memberi kevalidan hasil data, yaitu responden berusaha memberi pengertian dan aktif,
telaten, interaktif untuk merespon siswa saat bertanya, berdiskusi kelas. Kondisi ini sesuai
dengan karakteristik siswa yang memilih cara-cara retorika agar siswa lebih mudah
menerima materi (tabel 4).
Hasil observasi di SMP swasta A, menunjukkan gaya komunikasi konvensional
merata pada kegiatan awal pembelajaran, kegiatan inti dan penutup. Kegiatan Responden
(SA) pada saat membuka pertanyaan ada kecenderungan menggunakan gaya komunikasi
retorika karena “SA” berusaha interaktif dan negosiasi dengan siswa. Sesuai hasil
wawancara, „SA” menuturkan bahwa gaya komunikasi yang diterapkan sesuai dengan
karakternya selama ini, cenderung penyabar. Responden juga memiliki latar belakang
pendidikan pada sekolah berbasis keagamaan. Sesuai dengan Tabel 4, siswa di SMP
Swasta A akan mudah menerima dan memahami materi PKn jika guru menerapkan gaya
komunikasi bervariasi, yaitu konvensional dan retorika.
Data observasi di MTSN A, pada Tabel 2 menunjukkan gaya komunikasi guru PKn
(PA) didominasi jenis gaya komunikasi konvensional. Fakta hasil observasi menunjukkan
bahwa “PA” kooperatif dalam mengorganisir pesan, namun respon terhadap siswa
dilakukan dengan langsung. Responden merata menunjukkan indikator gaya komunikasi
saat kegiatan awal, inti, dan penutup. Hasil ini sesuai dengan pendapat siswa pada Tabel 3.
Responden juga menunjukkan gaya komunikasi retorika, sesuai dengan hasil observasi
dan wawancara. Hal ini ditunjukkan oleh data bahwa responden cenderung membuka,
menjelaskan materi, dan meutup pelajaran dengan fleksibel. Responden juga memberikan
isi pesan sesuai situasi siswa dan terlihat siswa dapat memahami materi. Data ini valid
dengan Tabel 5, di mana siswa menyatakan lebih mudah memahami materi PKn dengan
gaya komunikasi guru jenis konvensional dan retorika. Dapat dikatakan bahwa gaya
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
151
komunikasi responden didukung oleh pengalamannya menduduki jabatan struktural yang
terkait dengan kesiswaan, serta organisasi profesi, dan kemasyarakatan.
Observasi pembelajaran PKn pada MTsN B, menunjukkan kecenderungan gaya
komunikasi retorika, terutama pada saat kegiatan inti pembelajaran. Hasil respon siswa
pada Tabel 3, juga menunjukkan data yang sama. Fakta tersebut didukung oleh hasil
wawancara dengan “NU” selaku responden yang mengatakan bahwa, saat mengajar
banyak memperhatikan kondisi siswa. Guru bertindak sebagai fasilitator serta berusaha
mengaktifkan siswa dengan kegiatan diskusi yang interaktif. Hasil yang diperoleh adalah
siswa dapat memahami apa yang disampaikan guru. Hasil ini sesuai dengan Tabel 4
bahwa siswa akan lebih suka diberikan materi secara retorika.
Di MTs swasta A, sesuai Tabel 2, menunjukkan gaya komunikasi guru PKn adalah
konvensional terutama pada saat kegiatan awal dan inti pembelajaran. Responden (DW)
juga menunjukkan gaya komunikasi retorika pada saat kegiatan inti yaitu saat memberi
penguatan dan menjawab pertanyaan. Kondisi didukung oleh pengalaman “DW‟ dalam
kegiatan pelatihan-pelatihan sehingga memiliki ketrampilan komunikasi yang cukup untuk
menkondisikan forum di kelas. Hal yang menarik bahwa respoden juga menujukkan gaya
komunikasi yang ekspresif yang ditunjukkan terutama pada saat pemberian motivasi dan
pemberian penugasan. Kondisi didukung oleh pengalaman responden mengikuti pelatihan
jenis pendidikan karakter serta sehingga dan pembinaan kegiatan kesiswaan. Sehingga
responden pada saat tertentu berkomunikasi dengan langsung, jelas dan terbuka. Namun,
saat lainnya interaktif dan kooperatif. Sesuai dengan Tabel 4, maka gaya komunikasi guru
sesuai dengan harapan siswa, yaitu adanya variasi konvensional dan retorika.
Selanjutnya hasil observasi di MTs swasta B (Tabel 2), responden “NA”
menunjukkan kecenderungan gaya komunikasi jenis konvensional, yaitu pada saat
kegiatan inti dan pemberian penugasan. Indikator yang jelas terlihat adalah saat pemberian
pertanyaan siswa mampu merespon dengan cepat. Hasil ini sesuai dengan respon siswa
pada Tabel 3. Saat wawancara, “NA” menyatakan bahwa saat menjelaskan dan menutup
materi lebih banyak menggunakan cara formal, kooperatif. Isi pesan disampaikan sesuai
tujuan pembelajaran. Data ini sesuai dengan tabel 4, bahwa siswa akan mudah menerima
materi PKn dengan indikator-indikator gaya komunikasi konvensional. Berdasarkan latar
belakang pendidikan, responden tidak berasal dari bidang ilmu PKn. Namun secara umum
responden berusaha memberikan materi secara tuntas dan adanya interaksi di kelas.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan hasil dapat disimpulkan bahwa guru PKn SMP dan MTs
di Kabupaten Pacitan secara umum memiliki kecenderungan gaya komunikasi bervariasi,
yaitu konvensional dan retorika (57%). Sebanyak 29% menunjukkan gaya komunikasi
retorika saja, dan sebanyak 14 % menunjukkan gaya komunikasi konvensional. Dari jenis
gaya komunikasi yang diterapkan guru PKn pada sekolah sampel, rata-rata sudah sesuai
dengan harapan siswa agar lebih mudah menerima materi PKn. Hal ini ditunjukkan
dengan data observasi di kelas, yaitu siswa merespon materi dengan cepat, tepat. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa siswa telah mampu menerima dan memahami materi yang
disampaikan guru.
Agar optimalisasi tujuan pembelajaran khususnya pada pembelajaran PKn tercapai,
disarankan kepada guru PKn untuk meningkatkan apersepsi kepada siswa pada awal
pembelajaran sehingga siswa mengetahui lebih mendalam tentang manfaat mempelajari
materi. Pada saat pemberian latihan soal, disarankan guru lebih aktif berkeliling
memberikan bimbingan secara individual atau kelompok saat berdiskusi untuk lebih dekat
dengan siswa. Komunikasi akan lebih efektif ketika guru mendekati siswa untuk
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
152
menanyakan permasalahan atau kesulitan siswa dalam memahami materi. Tugas lain yang
perlu diperhatikan guru adalah pemberian simpulan pada akhir kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Daiton, Marianne and Elain D Zelley. 2005. Applying communication theory for
professional life. www.communique.utwente.nl
Elfindri, dkk. 2010. Soft Skill untuk Pendidik. Baduose Media
Forrest, D. B. 2008. Communication Theory Offers Insight into Mathematics Teachers‟
Talk. The Mathematics Educator, 18 (2), 23-32.
Ilatov, Zinaida and Shamai. 1998. Teacher-Student Classroom Interactions:The Influence
of gender, Academic Dominance, and Teacher Communication Style. Adolescence;
Vol 33; No 133; ProQuest Sociology
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit
Alfa Beta.
Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan, kompetensi dan praktiknya. Jakarta:
Bumi Aksara
West, Ricard and Lynn H. Turner. 2008. Introducting Communication Theory:Analysis
and Application, 3rd
ed.Alih bahasa oleh Maria Natalia Damayanti Maer: Pengantar
Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanik
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
153
PENINGKATAN SEKOLAH EFEKTIF MELALUI
PENERAPAN MODEL PENGAJARAN KOLABORASI
PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
Sutomo SMKN Ngadirojo
Desa Hadiwarno Jl. Raya Lorok-Trenggalek
Abstrak
Pendidikan merupakan kebijakan yang dipakai oleh pemerintah dalam membangun
Sumber Daya Manusai (SDM), yang selama ini lebih menekankan pada dimensi struktural
dengan pendekatan input-output suatu lembaga pendidikan. Pemerintah berkeyakinan bahwa
dengan meningkatkan mutu input maka dengan sendirinya akan dapat meningkatkan mutu
output. Proses pendidikan dengan pendekatan input-output yang bersifat makro tersebut
kurang memperhatikan aspek yang bersifat mikro yaitu proses yang terjadi di sekolah. Dengan
kata lain, dalam membangun pendidikan, selain memakai pendekatan makro juga perlu
memperhatikan pendekatan mikro yaitu dengan memberikan fokus secara luas pada institusi
sekolah yang berkenaan dengan kondisi keseluruhan sekolah seperti dikembangkannya
sekolah yang efektif.
Dalam kelas yang menerapkan model kolaboratif, guru membagi otoritas dengan
siswa dalam berbagai cara khusus. Guru mendorong siswa untuk menggunakan pengetahun
mereka, menghormati rekan kerjanya, dan memfokuskan diri pada pemahaman tingkat tinggi.
Peran guru dalam model pembelajaran kolaboratif adalah sebagai mediator.
Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) adalah siswa kelas XI Akutansi pada pelajaran
Bahasa Indonesia dengan kompetensi dasar Kesusastraan Indonesia, SMK Negeri Ngadirojo
Pacitan. Kegiatan Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2013
semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
(1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap penyelesaian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pengajaran kolaborasi memiliki
dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar
meningkat dari siklus I, dan II) yaitu masing-masing 51,43%, dan 85,71%. Pada siklus II
ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai
Kata Kunci : pengajaran kolaborasi , peningkatan, efektif
PENDAHULUAN
Dewasa ini berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh
banyak pihak baik dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Upaya-upaya tersebut
dilandasi oleh suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang handal demi
kemajuan masyarakat dan bangsa serta harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan
oleh kualitas pendidikannya.
Sejalan dengan pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
(MPMBS) yang merupakan wadah/kerangkanya maka, sekolah efektif merupakan isinya,
dan secara inklusif elemen sekolah efektif meliputi input, proses serta output (Depdiknas,
2001: 11). Dengan keyakinan tersebut, kebijakan dan upaya yang ditempuh pemerintah
adalah pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan guru, melatih para guru,
dan menyediakan dana operasional pendidikan secara memadai. Sekolah efektif (effective
school) dapat diartikan sebagai sekolah yang menunjukkan tingkat kinerja yang
diharapkan dalam menyelenggarakan proses belajarnya, dengan menunjukkan hasil belajar
yang bermutu pada peserta didik sesuai dengan tugas pokoknya. Mutu pembelajaran dan
hasil belajar yang memuaskan tersebut merupakan produk akumulatif dari seluruh layanan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
154
yang dilakukan sekolah efektif dan pengaruh dari suasana/iklim kondusif yang diciptakan
di sekolah, proses pendidikan dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian
dilakukan secara harmonis sehingga mampu menciptakan situasi sekolah yang
menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan minat belajar dan memperdayakan
peserta didik (Depdiknas, 2001: 26).
Depdiknas (2003:10) proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen
sekolah serta efektifitas sekolah merupakan program aksi untuk meningkatkan keefektifan
sekolah secara konvensional dan senantiasa bertumpu pada kepemimpinan dan
manajemen. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didukung oleh
lengkapnya sarana dan prasarana, guru yang berkualitas ataupun input siswa yang baik,
tetapi proses di sekolah sangat berperan terhadap peningkatan keefektifan sekolah.
Konsep manajemen sekolah merupakan sasaran yang harus dicapai, oleh karena itu
semua sumberdaya sekolah harus dikelola sedemikian rupa secara terarah dan terpadu
sesuai dengan fungsi masing-masing dalam sekolah. Dengan demikian fungsi dari
manajemen adalah melakukan (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) pengarahan, dan
(4) pengawasan (Sudirman, 1996: 59).
Dari keempat fungsi manajemen tersebut dapat dilakukan dalam memberdayakan
sekolah efektif, terutama dalam menyusun perencanaan yang dilakukan oleh sekolah
terutama dalam merencanakan kegiatan pembelajaran, pengelolaan tenaga pendidik dan
kependidikan, pengelolaan kesiswaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan sarana dan
prasarana sekolah dan pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat dan dunia usaha.
Fungsi perencanaan yang telah dijadikan pedoman dan mempersiapkan segala sesuatu
yang dapat dijadikan kerangka kerja bagi sekolah dalam menentukan proses yang paling
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan sehingga mempersempit kemungkinan
timbulnya gangguan atau hambatan.
Dalam kelas yang menerapkan model kolaboratif, guru membagi otoritas dengan
siswa dalam berbagai cara khusus. Guru mendorong siswa untuk menggunakan
pengetahun mereka, menghormati rekan kerjanya, dan memfokuskan diri pada
pemahaman tingkat tinggi. Peran guru dalam model pembelajaran kolaboratif adalah
sebagai mediator. Lebih dari itu, guru sebagai mediator menyesuaikan tingkat informasi
siswa dan mendorong agar siswa memaksimalkan kemampuannya untuk bertanggung
jawab atas proses belajar mengajar selanjutnya.
Dengan demikian sekolah efektif adalah sekolah yang memiliki standar pengelolaan
yang baik, transparan, responsibel dan akuntabel, serta mampu memberdayakan setiap
komponen penting sekolah, baik secara internal maupun eksternal, dalam rangka
pencapaian visi-misi-tujuan sekolah secara efektif dan efesien. Pengertian efektif untuk
setiap orang memaknai yang berbeda-beda dalam kamus bahasa Indonesia (2005:119)
Efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) manjur atau mujarab,
dapat membawa hasil, berhasil guna.
METODE PENELITIAN
Adapun yang menjadi subyek dalam Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) adalah
siswa kelas XI Akutansi pada pelajaran Bahasa Indonesia dengan kompetensi dasar
Kesusastraan Indonesia, SMK Negeri Ngadirojo Pacitan. Kegiatan Penelitian dilaksanakan
pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2013 semester ganjil tahun pelajaran
2013/2014. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) tahap persiapan, (2)
tahap pelaksanaan, dan (3) tahap penyelesaian.
1. Tahap Persiapan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
155
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah mempersiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian. Dalam kegiatan ini
diharapkan pelaksanaan penelitian akan berjalan lancer dan mencapai tujuan yang
diinginkan. Kegiatan persiapan ini meliputi: (1) kajian pustaka, (2) pengurusan
administrasi perijinan, (3) penyusunan rancangan penelitian, (4) orientasi lapangan,
dan (5) penyusunan instrumen penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan penelitian ini, kegiatan yang dilakukan meliputi: (1)
pengumpulan data melalui tes dan pengamatan yang dilakukan persiklus, (2) diskusi
dengan pengamat untuk memecahkan kekurangan dan kelemahan selama proses
belajar mengajar persiklus, (3) menganalisi data hasil penelitian persiklus, (4)
menafsirkan hasil analisis data, dan (5) bersama-sama dengan pengamat menentukan
langkah perbaikan untuk siklus berikutnya.
3. Tahap Penyelesaian
Dalam tahap penyelesaian, kegiatan yang dilakukan meliputi: (1) menyusun
draf laporan penelitian, (2) mengkonsultasikan draf laporan penelitian, (3) merevisi
draf laporan penelitian, (4) menyusun naskah laporan penelitian, dan (5)
menggandakan laporan penelitian.
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang fungsinya
adalah: (1) Untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang
diberikan dalam waktu tertentu; (2) Untuk menentukan apakah suatau tujuan telah
tercapai; dan (3) Untuk memperoleh suatu nilai (Arikunto, Suharsimi, 2002:149).
Sedangkan tujuan dari tes adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara
individual maupun secara klasikal. Untuk memperkuat data yang dikumpulkan maka juga
digunakan metode observasi (pengamatan) yang dilakukan sendiri oleh guru untuk
mengetahui dan merekam aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.
Dalam rangka menyusun dan mengolah data yang terkumpul sehingga dapat
menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka digunakan
analisis data kuantitatif dan pada metode observasi digunakan data kualitatif. Cara
perhitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa dalam proses belajar mengajar
sebagai berikut:
1. Merekapitulasi hasil tes.
2. Merekapitulasi hasil pengamatan.
3. Menghitung jumlah skor yang tercapai dan prosentasenya untuk masing-masing siswa
dengan menggunakan rumus ketuntasan belajar seperti yang terdapat dalam buku
petunjuk teknis penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas secara individual jika
mendapatkan nilai minimal 75, sedangkan secara klasikal dikatakan tuntas belajar jika
jumlah siswa yang tuntas secara individu mencapai 85% yang telah mencapai daya
serap lebih dari sama dengan 75%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri
dari rencana pelajaran bahasa Indonesia, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran
yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengolahan model
pengajaran kolaborasi, dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa, semua
perencanaan yang ditetapkan ini merupakan usaha dalam rangka meningkatkan SMK
Negeri Ngadirojo menjadi sekolah efektif .
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
156
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada siswa
kelas XI Akutansi dengan jumlah siswa 35 siswa. Adapun proses belajar mengajar
mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan terutama pada materi
kesusastraan Indonesia melalui pembelajaran kolaborasi. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses
belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data
hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No Uraian Hasil Siklus I
1
2
3
4
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Jumlah Siswa yang tidak tuntas
Persentase ketuntasan belajar
75,93
18
17
51,43 %
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan model
pengajaran kolaborasi diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 75,93 dan
ketuntasan belajar mencapai 51,43% atau ada 18 siswa dari 35 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa
belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 hanya sebesar 51,43%
lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini
disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan model pengajaran kolaborasi.
c. Analisis Data Minat, Perhatian, Partisipasi
1) Minat dalam mempelajari kesusasteraan Indonesia
Dari analisis data diperoleh hasil sebanyak 20 siswa (57,14%) memiliki
minat baik, 8 siswa (22,86%) memiliki minat cukup, 8 siswa (22,86%) memiliki
minat kurang .
2) Perhatian terhadap kesusasteraan Indonesia
Dari analisis data diperoleh hasil sebanyak 20 siswa (57,14%) memiliki
perhatian baik, 7 siswa (20,00%) memiliki perhatian cukup, 8 siswa (22,86%)
memiliki perhatian kurang.
3) Partisipasi dalam mengembangkan kesusasteraan Indonesia
Dari analisis data diperoleh hasil sebanyak 19 siswa (54,28%) memiliki
partisipasi baik, 8 siswa (22,86%) memiliki partisipasi cukup, 8 siswa (22,86%)
memiliki partisipasi kurang.
d. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan sebagai berikut: 1). Guru kurang maksimal dalam memotivasi siswa dan
dalam menyampaikan tujuan pembelajaran 2). Guru kurang maksimal dalam
pengelolaan waktu 3).Siswa kurang aktif selama pembelajaran berlangsung dengan
demikian kegiatan pada siklus I belum menunjukkan adanya keberhasilan dan masih
banyak kelemahan-kelamahannya, maka perlu diadakan perbaikan dengan melakukan
kegiatan siklus II.
Siklus II
a. Tahap Perencanaan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
157
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri
dari rencana pelajaran yang telah disusun, soal tes formatif dan alat-alat pengajaran
yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan model
pengajaran kolaborasi dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada siswa
kelas XI Akuntansi SMKN Ngadirojo. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada
rencana pelajaran dengan menggunakan kolaborasi dengan memperhatikan revisi pada
siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada
siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar
mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah
dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil
penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No Uraian Hasil Siklus II
1
2
3
4
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
88,83
30
5
85,71%
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 88,83 dan
dari 35 siswa yang telah tuntas sebanyak 30 siswa dan 5 siswa belum mencapai
ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar
85,71% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan
lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II ini
dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan model
pengajaran kolaborasi sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran
seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.
c. Analilisis Data Minat, Perhatian, Partisipasi
1) Minat mempelajari kesusasteraan Indonesia
Dari analisis data diperoleh hasil sebanyak 26 siswa (80,00%) memiliki
minat baik, 4 siswa (11,43%) yang memiliki minat cukup, 3 siswa (8,57%)
memiliki minat kurang.
2) Perhatian terhadap kesusasteraan Indonesia
Dari analisis data diperoleh hasil sebanyak 26 siswa (74,28%) memiliki
perhatian baik, 6 siswa (17,14%) memiliki perhatian cukup, 3 siswa (8,57%)
memiliki perhatian kurang.
3) Partisipasi dalam mengembangkan kesusasteraan Indonesia
Dari analisis data diperoleh hasil sebanyak 24 siswa (68,57%) memiliki
partisipasi baik, 8 siswa (22,85%) memiliki partisipasi cukup, 3 siswa (8,57%)
memiliki partisipasi kurang.
d. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang
masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan model pengajaran
kolaborasi. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua
pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
158
sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek
cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama
proses belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan
dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4) Hasil belajar siswa pada siklus II mencapai ketuntasan.
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pengajaran kolaborasi
memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat
dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan
guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, dan II) yaitu masing-masing 51,43%,
dan 85,71%. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar
mengajar dengan menerapkan model pengajaran kolaborasi dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa
yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus
yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
Bahasa Indonesia pada pada materi menceritakan peristiwa yang dilihat atau dialami
dengan model pengajaran kolaborasi yang paling dominan adalah bekerja dengan
sesama anggota kelompok, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan
diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas
siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan
langkah-langkah kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan pengajaran kolaborasi
dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas
membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, menjelaskan materi
yang sulit, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk
aktivitas di atas cukup besar.
4. Analisis Data Minat, Perhatian, Partisipasi
a. Minat mempelajari kesusasteraan Indonesia
Dari analisis data pada siklus I diperoleh hasil sebanyak 20 siswa (57,14%)
memiliki minat baik, 8 siswa (22,86%) memiliki minat cukup, 8 siswa (22,86%)
memiliki minat kurang, pada siklus II diperoleh hasil sebanyak 26 siswa (80,00%)
memiliki minat baik, 3 siswa (8,57%) yang memiliki minat cukup, 3 siswa (8,57%)
memiliki minat kurang. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan model pengajaran kolaborasi
dapat meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran.
b. Perhatian terhadap kesusasteraan Indonesia
Dari analisis data pada siklus I diperoleh hasil sebanyak 20 siswa (57,14%)
memiliki perhatian baik, 8 siswa (22,86%) memiliki perhatian cukup, 8 siswa
(22,86%) memiliki perhatian kurang, pada siklus II diperoleh hasil 26 siswa
(74,28%) memiliki perhatian baik, 6 siswa (17,14%) memiliki perhatian cukup, 3
siswa (8,57%) memiliki perhatian kurang. Dari hasil ini dapat diinterpretasikan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
159
bahwa kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan model
pengajaran kolaborasi dapat meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran.
c. Partisipasi dalam mengembangkan kesusasteraan Indonesia
Dari analisis data pada siklus I diperoleh hasil sebanyak 17 siswa (51,13%)
memiliki partisipasi baik, 8 siswa (22,86%) memiliki partisipasi cukup, 8 siswa
(22,86%) memiliki partisipasi kurang, siklus II diperoleh hasil 24 siswa (68,57%)
memiliki partisipasi baik, 8 siswa (22,85%) memiliki partisipasi cukup, 3 siswa
(8,57%) memiliki partisipasi kurang. Dari hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa
kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan model pengajaran
kolaborasi dapat meningkatkan partisipasi siswa terhadap pembelajaran yang
dilaksanakan pada SMK Negeri Ngadirojo Pacitan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama dua siklus, hasil seluruh
pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
Terdapat peningkatan sekolah efektif melalui kualitas pembelajaran, peningkatan prestasi,
pengaruh positif yaitu meningkatkan motivasi, minat, perhatian serta partisipasi belajar
dengan diterapkannya model pengajaran kolaborasi pada pelajaran Bahasa Indonesia.
Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar Bahasa Indonesia lebih baik dan menjadikan sekolah yang efektif dan lebih
memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan model pengajaran kolaborasi memerlukan persiapan yang cukup
matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar
bisa diterapkan dengan model pengajaran kolaborasi dalam proses belajar mengajar
sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan sekolah efektif maka harus memperhatikan prestasi
belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode
pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat
menemukan pengetahun baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Depdiknas, 2001, Kecakapan Hidup dalam kurikulum 2004.Jakarta. Depdiknas.
Depdiknas, 2003. Era Mutu SMP. Jakarta Depdiknas.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Soekarto, 1996, Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif. Malang: Ardi Manunggal
Jaya
Sulhan, Najib. 2006. Pembangungan Karakter pada Anak. Manajemen Pembelajaran
Guru Menuju Sekolah Efektif. Surabaya: Surabaya Intelektual Club.
Yustinah, 2008, Bahasa Indonesia untuk SMK kelas XII, Jakarta: Erlangga.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
160
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
161
PEMANFAATAN SARANA AUDIO GUNA MEMPERBAIKI
KONDISI DAN HASIL BELAJAR KEYBOARDING PADA SISWA
KELAS X ADMINISTRASI PERKANTORAN
SMK NEGERI 2 PACITAN
Agus Haryanto Guru SMK Negeri 2 Pacitan Program Administrasi Perkantoran
Jl.Walanda Maramis No. 2 Pacitan
email: [email protected]
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini ialah guna memperbaiki kondisi dan hasil belajar pelajaran
keyboarding melalui pemanfaatan sarana audio. Keyboarding adalah keterampilan mengetik
dengan sistem sepuluh jari. Keterampilan ini mutlak dimiliki oleh siswa program studi
administrasi perkantoran. Karena sebagian besar pekerjaan kantor adalah pekerjaan mengetik.
Materi dasar dalam pelajaran keyboardiing ialah mengetik huruf atau kata yang disusun dari
tuts basis (a s d f g h j k l) dengan menggunakan fungsi jari yang benar secara berulang ulang.
Sehingga kondisi pembelajaran keyboarding cenderung monoton dan membosankan.
Berangkat dari kondisi ini maka peneliti merasa perlu mencari solusi perubahan kondisi
pembelajaran yang lebih menyenangkan dan mampu meningkatkan hasil belajar. Subyek
penelitian adalah 30 siswa kelas X program adminitrasi perkantoran 1 SMK Negeri 2 Pacitan.
Bentuk dari penelitian ini ialah penelitian tindakan kelas. Berdasarkan hasil penelitian setelah
dianalisa ternyata pengunaan sarana audio pada pembelajaran keyboarding mampu
memperbaiki kondisi belajar serta mampu meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran
Keyboarding siswa kelas X Administrasi Perkantoran 1, SMK Negeri 2 Pacitan
Kata kunci: Keyboarding, Sarana Audio, Kondisi belajar, Hasil belajar
PENDAHULUAN
Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan bertujuan meningkatkan peserta didik
guna menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah yang terampil, terdidik
dan memiliki etos kerja profesional serta mampu mengembangkan diri sesuai
perkembangan ilmu dan teknologi.
Pendidikan menengah kejuruan dalam tatanan sistem pendidikan nasional di negara
kita mempunyai posisi strategis khususnya dalam mengembangkan sumber daya manusia
pada bidang kejuruan. Hal ini sesuai dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003
dalam penjelasan pasal 15, yang berbunyi”Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang
tertentu”.
Bertitik tolak dari tujuan pendidikan kejuruan, maka profil lulusan SMK adalah
lulusan yang memiliki kompetensi, kompetitif dan siap kerja. Siap kerja mengandung
pengertian bahwa lulusan SMK memiliki bekal keterampilan dan berkemampuan bekerja
di bidangnya. Begitu pula dengan profil siswa SMK program studi administrasi
perkantoran, mereka juga dituntut memiliki kompetensi di bidang perkantoran, salah
satunya ialah keterampilan mengetik/keyboarding
Oleh sebab itu pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis
sehingga mampu memberikan hasil belajar berupa keterampilan dan pengalaman kerja
kepada siswa. Seperti yang diamanatkan pada Undang undang No 20 Tahun 2003 pasal
40 ayat 2. Dalam arti lain pendidik dituntut untuk terus mengkaji dan terus melakukan
perbaikan guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
162
Seiring dengan perkembangan teknologi, pembelajaran keyboarding atau mengetik
10 jari di SMKN 2 Pacitan telah diupayakan menggunakan komputer. Namun demikian
hal ini tidak menjamin bahwa hasil belajar mata pelajaran Keyboarding mengalami
peningkatan yang signifikan. Karena kita sadari bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran.) Faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar adalah: Faktor-faktor Internal, jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), psikologis
(intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan, kelelahan) Faktor-
faktor Eksternal, keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan),
Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah) Slameto (2003:54-72)
Perlu penulis sampaikan bahwa materi dasar dari pembelajaran keyboarding ialah
penguasaan tuts basis (a s d f g h j k l ;) Adapun metoda yang digunakan selama ini ialah
dengan memberikan tugas kepada siswa untuk mengetik kata kata yang disusun dari
kombinasi tuts basis (a s d f g h j k l ;) dengan mengunakan fungsi jari yang benar.
Adapun aktivitas guru memantau cara siswa mengetik, memberikan pengarahan kepada
siswa yang belum mampu mengetik dengan benar, serta memotivasi siswa untuk terus
berlatih supaya lebih terampil.
Dari pengamatan penulis kondisi pembelajaran keyboarding seperti itu kurang
membawa kegaerahan berlatih, suasana belajar terkesan monoton dan menimbulkan rasa
kejenuhan siswa dalam berlatih mengetik. Hal inilah yang mungkin menyebabkan tingkat
penguasaan tuts basis dan kecepatan mengetik sebagian besar siswa masih rendah. Dari
28 siswa kelas X apk 1 hanya ada 8 siswa yang memperoleh kecepatan diatas 100 hpm.
Dan sebanyak 20 siswa memperoleh kecepatan dibawah 100 hpm. Adapun target
kecepatan minimal yang harus diperoleh siswa ialah 150 hpm (hentakan permenit)
Beranjak dari kondisi diatas penulis mencoba membuat variasi pembelajaran
keyboarding dengan menggunakan sarana audio /lagu lagu sebagai penuntun siswa
dalam berlatih mengetik. Variasi pembelajaran upaya untuk mengatasi kebosanan peserta
didik, agar selalu antusias, tekun, dan penuh partisipasi. Variasi dalam pembelajaran
adalah perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi
belajar peserta didik, serta mengurangi kejenuhan (Hari Amanto: 2013)
Yang dimaksud dengan penggunaan media audio untuk pemutaran lagu pada
pelajaran keyboarding ialah, pemanfaatan beat atau irama dari sebuah lagu untuk
dijadikan panduan ketukan bagi siswa pada saat siswa berlatih mengetik atau mengentak
tuts. Mulai dari lagu yang memiliki irama lambat, sedang dan cepat. Dengan pemutaran
lagu sebagai acuan siswa dalam berlatih mengetik diharapkan kondisi /suasana berlatih
mengetik dapat menjadi lebih rileks, menyenangkan dan bergairah sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar.
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mencari tahu apakah penggunaan
media audio untuk pemutaran lagu lagu pada pelajaran keyboarding mampu
memperbaiki kondisi belajar siswa yang monoton menjadi lebih enerjik dan
menyenangkan dan tentunya hasil belajar siswa juga dapat meningkat.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas yang berusaha
mengkaji dan merefleksikan secara mendalam beberapa aspek dalam kegiatan belajar
mengajar, yaitu performa guru, interaksi guru dengan siswa, serta pengaruh penggunaan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
163
media audio pada pelajaran keyboarding., tindakan,observasi dan refleksi. Penelitian ini
dilaksanakan dalam 2 siklus. Secara operasional prosedur penelitian tindakan kelas yang
diterapkan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
Tahap perencanaan. Pada tahapan ini peneliti merencanakan waktu penelitian dan
mempersiapkan rencana pembelajaran, bahan ajar/job sheet, lab komputer, sarana audio
beserta lagu lagu yang sudah terseleksi dan lembar observasi.
Tahap pelaksanaan. Pertama peneliti menjelaskan tentang tujuan pembelajaran
mengetik /keyboarding. Kedua memberi penjelasan kepada siswa tentang pengertian
mengetik metode 10 jari. Ketiga mendemonstrasikan teknik mengetik yang benar.
Memberikan penjelasan tentang cara melakukan latihan mengetik tuts basis dengan
bantuan lagu sebagai pengganti ketukan kecepatan. Keempat memberikan tugas latihan
kepada siswa. Kelima mengamati dan memberikan bimbingan kepada siswa pada saat
berlatih mengetik.. Melaksanakan evaluasi
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMKN 2 Pacitan JL. Walanda Maramis 2 Pacitan
mulai tanggal 26 Juli sampai dengan 20 November 2011.
Obyek Penelitian
SMK Negeri 2 Pacitan memliki 5 program keahlian. Program keahlian akuntansi
(AK), Administrasi Perkantoran (Apk), Pemasaran (PM), Akomodasi Perhotelan (APh)
dan Budi Daya Ikan Air Tawar (BIAT) Untuk program studi Administrasi Perkantoran
setiap tingkat memiliki 4 rombel. Masing masing rombel rata rata terdiri 30 siswa.
Adapun obyek penelitian dalam penelitian tindakan kelas adalah kelas X APK 1 Tahun
Pelajaran 2010-2011.
Data, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada setiap siklus dimulai dari siklus 1 sampai siklus
2. Untuk memperoleh data yang diharapkan, digunakan beberapa instrumen sebagai
berikut: (1) Lembar observasi kegiatan siswa saat berlatih mengetik, (2) Angket siswa. (3)
Tes Praktik mengetik. Ada 2 macam test praktik, pertama test ketepatan. Pada test
ketepatan ini siswa mengetik kata yang disusun dari tuts basis dengan kondisi mata
tertutup. Kedua test kecepatan. Bentuk test kecepatan ialah siswa mengetik naskah/ teks
dalam waktu 5 menit. Hasil kecepatan diperoleh dari banyakya karakter yang diketik
dibagi dengan waktu pengetikan. Adapun satuan dari hasil kecepatan mengetik
adalah”hpm“ (hentakan permenit)
Sesuai dengan instrumen yang dipakai maka metoda pengumpulan data yang
digunakan ialah (1) metode observasi (2) metode angket dan (3) metode test.
Sumber data pada penelitian ini ialah siswa SMK Negeri 2 Pacitan kelas X
Program studi Administrasi Perkantoran tahun ajaran 2010 -2011 sejumlah 30 siswa yang
terdiri dari 12 siswa laki laki dan 18 siswa perempuan.
Teknik Analisa Data
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan,mulai juli 2010 sampai dengan November
2010. Data penelitian yang terkumpul dianalisa dengan teknik analisis data kualitatif
model Milles dan Hubermen meliputi tiga tahap, yaitu: (1) Tahap reduksi data (2) Tahap
penyajian data (3) Tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi data
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
164
Hasil dan Pembahasan
Penelitian tentang penggunaan sarana audio untuk pemutaran lagu dalam pelajaran
keyboarding ini dirancang untuk memperbaiki kondisi dan meningkatkan prestasi belajar
siswa pada pelajaran keyboarding di kelas X program studi administrasi perkantoran 1
SMK Negeri 2 Pacitan tahun 2010 – 2011. Hasil peneliltian menunjukkan adanya
peningkatan kinerja ilmiah dari siklus pertama sampai siklus kedua. Rincian hasil
penelitian setiap siklus dipaparkan sebagai berikut:
Siklus 1
Pada kegiatan pembelajaran pertama, guru memberikan penjelasan tentang
pengertian keyboarding dan,memberikan penjelasan mengapa siswa administrasi
perkantoran harus menguasai keyboarding, menjelaskan fungsi jari, menjelaskan sikap
duduk dan teknik mengetik yang benar, mendemontrsikan cara mengeatik tuts yang
benar, kemudian menugaskan siswa untuk mencoba mengetik kata yang tersusun dari
tuts basis.
Setelah kelihatan mulai lancar, siswa dilatih mengetik tuts dengan mengikuti
ketukan. Setelah siswa mulai bisa mengetik dengan ketukan, kemudian guru
memperdengarkan sebuah lagu, dan memerintahkan siswa untuk mencoba mengetik tuts
basis berdasarkan ketukan/ beat dari lagu tersebut.
Pada saat siswa mengetik dengan diiringi lagu, guru mengamati keadaan dan
kegiatan siswa. Hasil pengamatan pada tahapan ini, sebagian besar siswa merasa senang
dengan metoda ini,walaupun ada sebagian siswa yang belum bisa melakukannya.
Mencermati hasil kegiatan pembelajaran pertama guru memberikan tindakan
perbaikan pada kegiatan pembelajaran kedua. Pertama meminta respon /tanggapan siswa
tentang metoda tersebut, mengkonfirmasi apakah lagu yang digunakan terlalu lambat
/cepat iramanya. Memberikan bimbingan kepada siswa yang belum bisa mengetik tus
basis dengan iringan lagu. Mencoba memberikan irama lagu yang lebih cepat.
Pada akhir pembelajaran diadakan test ketepatan dan kecepatan. Pada test
ketepatan ini siswa mengetik dengan mata tertutup kata yang disusun dari tuts basis.
Adapun bentuk test kecepatan ialah siswa mengetik teks dalam waktu 2 menit.
Hasil dari kegiatan pembelajaran pada siklus pertama adalah sebagai berikut.
Untuk nilai ketepatan ada 22 siswa yang memperoleh nilai 80-100, dan sebanyak 8 siswa
yang memperoleh nilai ketepatan kurang dari 80. Untuk nilai kecepatan ada sebanyak 20
siswa memperoleh kecepatan diatas 100 hpm (hentakkan permenit) dengan kecepatan
tertinggi 140 hpm, dan ada sebanyak 10 siswa memperoleh kecepatan masih dibawah 100
hpm dengan kecepatan terendah 80hpm. Adapun batas kelulusan pada kompetensi ini 100
hpm.
Siklus 2
Pada siklus 2 ini kegiatan yang dilaksanakan pada dasarnya sama dengan tahap –
tahap pada siklus 1. Namun ada beberapa tindakan perbaikan sebagai hasil refleksi dari
siklus 1. Hal ini dilakukan karena peneliti ingin memperoleh hasil yang maksimal.
Adapun tindakan perbaikan pada kegiatan sklus 2 ini adalah sebagai berikut. Guru
memberikan bimbingan yang lebih intensif kepada siswa yang belum bisa mengentak tuts
basis dengan baik dan belum bisa menyelaraskan antara kecepatan mengeti tuts dengan
kecepatan irama/beat lagu. Penggunaan lagu-lagu yang lebih familiar bagi siswa.
Akhir dari pelaksanaan pembelajaran diadakan test ketepatan dengan dan
kecepatan sama seperti yang diterapkan pada siklus 1. Untuk mengetahui tanggapan
siswa terhadap penggunaan lagu pada pembelajaran keyboarding, siswa diwajibkan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
165
mengisi angket. Angket ini berisi pertanyaan pertanyaan dan setiap pertanyaan memiliki 3
option jawaban ”Tidak”, ”Cukup”dan”Sangat”
Hasil dari kegiatan pembelajaran pada siklus 2 adalah sebagai berikut. Untuk nilai
ketepatan ada 26 siswa yang memperoleh nilai 80-100, dan sebanyak 4 siswa
yang memperoleh nilai ketepatan kurang dari 80. Untuk nilai kecepatan sebanyak 27
siswa memperoleh kecepatan diatas 100 hpm (hentakkan permenit) dengan kecepatan
tertinggi 142, dan sebanyak 3 siswa memperoleh kecepatan masih di bawah 100 hpm.
Dengan kecepatan terendah 95 hpm. Dari data siklus 1 maupun siklus 2 dapat
disimpulkan adanya peningkatan baik itu untuk hasil ketepatan maupun hasil kecepatan
Adapun hasil dari angket tanggapan adalah sebagai berikut.. Untuk
pertanyaan”Menurut anda,apakah penggunaan lagu lagu membantu siswa dalam berlatih
mengetik tuts basis ? sebanyak 22 siswa atau 73 % menyatakan sangat membantu dan 8
siswa atau 27 % menyatakan cukup membantu. Untuk pertanyaan”Menurut Anda, apakan
penggunaan lagu lagu dapat membuat latihan mengetik menjadi bersemangat dan
menyenangkan? Sebanyak 23 siswa atau 77% siswa menyatakan sangat membantu dan
ada 7 siswa atau 23 % menyatakan cukup. Untuk pertanyaan”Menurut Anda, apaka
penggunaan lagu lagu dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam berlatih mengetik?”ada
sebanyak 22 siswa atau 73% menyatakan sangat dan ada 8 siswa atau 27 % menyatakan
cukup. Untuk pertanyaan”Menurut Anda, apakah penggunaan lagu lagu dapat
meningkatkan kemampuan anda dalam menguasai tuts basis ? ada sebanyak 22 siswa atau
73% menyatakan sangat dan ada 8 siswa atau 27 % menyatakan cukup.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dirumuskan beberapa kesimpulan
berikut. Pertama penggunaan sarana audio untuk memutar lagu sebagai penuntun ketukan
siswa saat berlatih mengentak tuts, mampu memperbaiki kondisi pembelajaran
keyboarding, dari kondisi yang monoton/menjemukan menjadi menyenangkan dan lebih
bersemangat. Kedua Penggunaan sarana audio untuk memutar lagu sebagai penuntun
ketukan siswa saat berlatih mengentak tuts pada pembelajaran keyboarding mampu
meningkatkan hasil belajar siswa.
Agar pembelajaran keyboarding memperoleh hasil yang maksimal perlu adanya
jam pembelajaran keyboarding yang cukup dan tidak terintergrasi dengan pelajaran yang
lain, serta dukungan fasilitas atau sarana prasana pendidikan yang memadai agar
merangsang guru untuk mampu menciptakan dan menerapkan pembelajaran yang kreatif,
inovatif dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Hari Amanto (Widyaiswara Departemen Edukasi PPPPTK/VEDC BOE
Malang)”Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan”diakses tanggal
13 Maret 2014dari http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/artikel-
coba-2/edukasi/596-pembelajaran-kreatif-dan-menyenangkan
Ibrahim M A,”Kondisi Belajar Dan Masalah Masalahnya”. Diakses pada tanggal 12
Maret 2014 dari http/makalah manjani, blogspot.com/2012/07/kondisi belajar dan
masalah masalah yang dihadapi.
Muhammad Abduh”Menciptakan Pembelajaran Yang Menyenangkan”diakses tanggal
12 Maret 2014 dari http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/jgri1331699416.
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
166
PENINGKATAN PEMAHAMAN TERHADAP ISI BACAAN
MELALUI PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE DENGAN
PENDEKATAN METODE BELAJAR SQ3R PADA SISWA SMK
Endang Puji Rahayu
SMKN 2 Pacitan
Jalan Walanda Maramis Pacitan
Abstrak
Sejalan usaha yang dilakukan pemerintah dalam pembaharuan sistem pembelajaran
yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran.
Usaha ini ditekankan pada guru sebagai perancang (planner), pelaksana (executor) dan penilai
(evaluator) sistem pembelajaran. Dengan cara memperbaiki komponen guru, sebagai salah
satu komponen pendidikan atau pembelajaran pada gilirannya diharapkan agar guru mampu
melaksanakan tugas-tugas pengajarannya dengan baik.
Metode Belajar SQ3R merupakan metode belajar yang mengambangkan mengenai
pendekatan dan strategi belajar untuk menyusun/ menyajikan sebuah cara mempelajari teks
(wacana), khususnya yang terdapat dalam buku. Kiat yang secara detail dirancang untuk
memahami isi teks suatu bacaan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK),
penelitian dilakukan pada siswa kelas XII AK-2 SMKN 2 Pacitan pada tahun pelajaran
2012/2013.
Hasil tindakan I dan tindakan II dipergunakan untuk mengamati subyek penelitian
selama proses pembelajaran dengan pembelajaran Learning Cycle dengan Metode belajar
SQ3R, dan hasil dari evaluasi yang dilakukan pada siswa kelas XII AK-2 SMKN 2 Pacitan
adalah sebagai berikut : Siklus I siswa tuntas diatas KKM 75 yaitu 10 anak atau 31,25%
sedangkan siswa yang belum tuntas 24 siswa atau 68,75 %, sedangkan kreatifitas siswa rata-
rata masih kurang. Siklus II hasil yang dicapai 26 siswa (81,25%) mempunyai skor minimal
75, serta 6 siswa (18,75%) belum tuntas/mempunyai skor dibawah 75. Sedangakan untuk
kreatifitas siswa rata-rata sudah baik.
Kata Kunci : Metode, peningkatan, prestasi.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu barometer yang terpenting bagi suatu
kelalngsungan pembangunan suatu bangsa terutama dalam meningkatkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas. Sebagaimana kita ketahui bahwa bidang pendidikan
dewasa ini mengalami suatu pembaharuan secara menyeluruh, dari sekolah dasar sampai
sekolah lanjutan atas. Pemerintah dengan berbagai macam upaya telah berusaha untuk
memperbarui system pendidikan baik penataan kurikulum maupun metode pengajaran dan
melengkapi sarana dan prasarana sekolah. Keberadaan perpustakaan, laboratorium, alat
peraga/media pembelajaran yang digunakan.
Untuk memahami suatu karya dengan baik, kadang-kadang dibutuhkan pengenalan
terhadap faktor-faktor ekstrinsik seperti latar belakang kehidupan pengarang (pendidikan,
pengalaman, ideologi, pandangan hidup dsb) dan keadaan sosial, politik, ekonomi pada
zaman masa penciptaan. Sebalinya, tidak tertutup kemungkinan bahwa dengan memahami
suatu karya kita akan mengenal lebih jauh tentang penulis, terutama untuk memahami teks
seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana. Bagi siswa kelas XII Akuntansi SMKN 2
Pacitan mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran dalam memahami teks seni
berbahasa dan teks ilmiah, hal ini bisa diketahui dari setiap hasil evaluasi yang dilakukan
oleh guru 40 % siswa memperoleh nilai dibawah KKM.
Berbagai usaha telah dilakukan demi pembaharuan sistem pembelajaran yang
dilakukan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran dikelas. Dengan maksud dan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
167
tujuannya agar sistem pembelajaran pada kompetensi dasar menyimak untuk memahami
secara kreatif teks seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana itu lebih terarah, serasi dan
relevan dengan tuntutan dan kaidah-kaidah dalam pelajaran bahasa Indonesia. Salah satu
usaha yang dapat dilakukan untuk maksud diatas adalah dengan memperbaharui sistem
pembelajaran. Sistem pembelajaran merupakan gabungan dalam proses belajar mengajar
yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
pelaksanaannya diawasi.
Usaha pembaharuan sistem pembelajaran ini terutama ditujukan untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran. Usaha ini ditekankan
pada guru sebagai perancang (planner), pelaksana (executor) dan penilai (evaluator)
sistem pembelajaran. Dengan cara memperbaiki komponen guru, sebagai salah satu
komponen pendidikan atau pembelajaran pada gilirannya diharapkan agar guru mampu
melaksanakan tugas-tugas pengajarannya dengan baik. Adapun upaya yang ditempuh agar
proses belajar mengajar dapat membuat siswa aktif adalah dengan memberi motivasi dan
menyajikan materi secara tepat kepada siswa sehingga dapat menunjang tercapainya tujuan
pendidikan yang telah direncanakan.
Dalam proses menyimak untuk memahami teks suatu bacaan memerlukan seni
berbahasa yang baik, sederhana dan ilmiah. Berkomunikasi dengan bahasa Indonesia harus
memperhatikan reaksi kinetik (menunjukkan sikap memperhatikan dan mencatat) terhadap
isi bacaan yang digunakan dalam memahami berbagai unsur-unsur yang berhubungan
dengan teks suatu bacaan (M. Irman, 2008: 1). Agar tujuan belajar tercapai secara optimal,
maka guru harus memahami metode-metode dan bentuk-bentuk pembelajaran yang sesuai
dengan materi pelajaran karena hal tersebut merupakan faktor penting untuk memotivasi
siswa dalam belajar. Ada beberapa metode dan bentuk pembelajaran yang dapat dipakai
guru dalam proses belajar mengajar, diantaranya adalah metode ceramah
(tradisional/klasikal), tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, demonstrasi, eksperimen,
pendekatan audio-tutorial, modul, dan sistem paket belajar.
Metode mengajar adalah cara mengajar yang dapat digunakan untuk mengerjakan
tiap bahan pelajaran. Misalnya: metode ceramah, metode tanya jawab, metode penemuan,
metode pemberian tugas dan lain-lain. Untuk dapat melaksanakannya seorang guru tidak
perlu mempunyai keahlian yang khusus/ bakat yang khusus. Sedang menurut Herman
Hudoyo, menyatakan bahwa “Yang dimaksud dengan metode mengajar adalah sesuatu
cara/teknik mengajar topik-topik tertentu yang disusun secara teratur dan logis. Ternyata
metode mempunyai peranan penting sekali dalam proses belajar mengajar di samping
faktor yang lainnya”. Suatu kondisi yang perlu agar metode yang dipilih efektif adalah
bagaimana murid dapat belajar efektif pula tanpa memaksa kesiapan intelektual anak.
Kemampuan berfikir/daya ingat yang dimiliki oleh masing-masing siswa tidak sama, oleh
karena itu kemampuan belajar merupakan suatu ukuran yang mengarah pada kemampuan
yang dimiliki oleh siswa. Terutama kemampuan dalam melaksanakan kegiatan belajar dan
mengajar.
Belajar dapat dipandang sebagai hasil, disini guru harus melihat bentuk terakhir
dari berbagai pengalaman dari hasil belajar mengajar sebelumnya. Dari situlah maka
timbul penggolongan hasil yang perlu dimiliki oleh seorang murid. Seperti hasil
ketrampilan, bentuk konsep-konsep dan lain-lain. Belajar dapat pula dipandang sebagai
proses, disini pola-pola perubahan tingkah laku seseorang dapat diketahui selama
pengalaman belajar berlangsung. Ada dua cara untuk memandang pada seorang siswa di
atas, yang satu dengan yang lain saling melengkapi dan isi mengisi diantaranya. Karena
memang tugas guru adalah mendorong, membina dan merumuskan cara belajar yang baik
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
168
sehingga timbul kesenangan serta membuahkan hasil. Dengan demikian guru tidak hanya
perlu mengetahui bagaimana dapat timbul perubahan-perubahan dari dalam diri siswa itu.
Ada beberapa cara yang sering digunakan guru untuk merangsang minat siswa
dalam belajar yang merupakan dorongan ekstrinsik. Diantaranya adalah memberikan
penghargaan, celaan, persaingan atau kompetisi, hadiah, hukuman, dan pemberitahuan
tentang kemajuan belajar siswa. Menurut Susanto (1999: 20) motivasi siswa ditandai
dengan adanya tingkah laku pada diri siswa sebagai berikut: 1).Perhatian, motivasi belajar
siswa tinggi jika mereka memusatkan perhatian pada kegiatan belajar lebih besar daripada
tingkah laku yang bukan kegiatan belajar; 2).Waktu belajar, siswa mempunyai motivasi
belajar tinggi jika siswa menghabiskan waktu belajar yang cukup untuk kegiatan belajar;
3).Usaha, siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi jika siswa merasa gembira,
mempunyai keyakinan diri dan tegar pada situasi yang ada; 4) Ekstensi, motivasi belajar
dapat ditandai dengan apakah siswa melakukan kegiatan belajar pada jam-jam pelajaran
atau istirahat.Dapat diartikan siswa memanfaatkan waktu luang sebaik mungkin untuk
mencapai hasil belajar yang maksimal; 5).Penampilan, belajar ditunjukkan dengan
diselesaikannya tugas belajar.
Metode Belajar SQ3R Metode belajar ini menguraikan mengenai pendekatan dan
strategi belajar untuk menyusun/ menyajikan sebuah cara mempelajari teks (wacana),
khususnya yang terdapat dalam buku. Kiat yang secara detail dirancang untuk memahami
isi teks. Metode SQ3R dikembangkan oleh Francais P. Robinson di Universitas Negeri
Ohio Amerika Serikat. Metode tersebut bersifat praktis dn dapat diaplikasikan dalam
berbagai pendekatan belajar. SQ3R pada prinsipnya merupakan singkatan langkah-
langkah mempelajari teks yang meliputi : a). survey, maksudnya memeriksa atau meneliti
atau mengidentifikasi seluruh teks; b). question, maksudnya menyusun daftar pertanyaan
yang relevan dengan teks; c). read, maksudnya membaca teks secara aktif untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun; d). recite, maksudnya menghafal
setiap jawaban yang telah ditemukan; e). review, maksudnya meninjau ulang seluruh
jawaban atas pertanyaan yang tersusun pada langkah kedua dan ketiga.
Alokasi waktu yang diperlukan untuk memahami sebuah teks dengan metode
SQ3R, mungkin tak banyak berbeda dengan mempelajari teks secara biasa. Akan tetapi,
hasil pembelajaran siswa dengan menggunakan metode SQ3R dapat diharapkan lebih
memuaskan, karena dengan metode ini siswa menjadi pembaca aktif dan terarah langsung
pada inti tau kandungan pokok dalam teks.
Pengertian Learning Cycle, merupakan inti dari teori konstruktivis yang
berhubungan dan berkaitan dengan berbagai model pembelajaran, salah satunya adalah
siklus belajar yang dikembangkan oleh Robert Karplus (Suparno, 2001). Model siklus
belajar merupakan salah satu dari tiga macam model pembelajaran kontekstual. Model
siklus belajar yang diterapkan ini berpedoman dari pendapat Martin (dalam Susanto, 2004)
yang terdiri dari 4 tahap yaitu tahap, 1). Eksplorasi merupakan tahap pengetahuan awal
siswa, 2). Eksplanasi merupakan tahap penjelasan dari tahap eksplorasi, 3). Ekspansi
merupakan tahap pemantapan dan pengembangan konsep. Pada tahap ini guru
mengevaluasi hasil belajar siswa, 4). Tahap evaluasi. Sebenarnya banyak teori
membaca yang dapat dilakukan oleh guru tetapi bagaimanapun guru harus tetap berpegang
dan berpatokan pada kurikulum. Teori membaca adalah membaca yang mengutamakan
tehnik-tehnik membaca seperti ketepatan ucapan-ucapan, intonasi dan ejaan. Dengan
demikian teori membaca merupakan rangkaian proses dalam memahami suatu bacaan
yang dijadikan obyek suatu bacaan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah Pembelajaran Learning Cycle dengan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
169
Metode belajar SQ3R dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XII Akuntansi
SMKN 2 Pacitan dalam mempelajari isi bacaan pada pembelajaran Bahasa Indonesia? 2)
Apakah Pembelajaran Learning Cycle dengan Metode belajar SQ3R dapat meningkatkan
pemahaman siswa kelas XII Akuntansi SMKN 2 Pacitan dalam mempelajari isi bacaan
pada pembelajaran Bahasa Indonesia?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), penelitian dilakukan pada
siswa kelas XII AK-2 SMKN 2 Pacitan. Ada beberapa alasan penulis menunjuk lokasi
tersebut salah satunya karena sehari-hari peneliti bekarja sebagai tenaga pendidik di
SMKN 2 Pacitan belum pernah diadakan penelitian yang sejenis.
Waktu penelitian yang penulis tentukan adalah pada semester ganjil Bulan Juli
sampai dengan bulan September 2012. Pada tahun ajaran 2012/2013. Subjek yang
merupakan populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII Ak-2 Pacitan dalam hal
ini jumlah siswa sebanyak 32 siswa, teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam
penelitian ini adalah total sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang diambil sama
dengan jumlah populasi. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini dipilih karena
memiliki karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian, yakni untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran memahami teks seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana pada
siswa kelas XII AK-2 SMKN 2 Pacitan . Pemilihan rancangan ini sesuai dengan hakikat
penelitian tindakan yang dikemukakan oleh Carr dan Kemmis (dalam Mc Niff, 1992:2).
Menurut mereka, penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri secara
kolektif yang melibatkan partisipan (guru, murid ) yang diawali dengan a) perencanaan, b)
pelaksanaan, c) observasi dan d) refleksi. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, Tes. Teknik pengumpulan data dengan tes dilakukan mulai dari
merencanakan pemilihan subyek penelitian yaitu secara klasikal dan dilakukan pada akhir
selesai pembelajaran. Tes ini diadakan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam
kegiatan pembelajaran yang diikutinya. Hasil tes tersebut dipakai sebagai acuan untuk 1)
melihat kemajuan siswa dalam mengikuti program pembelajaran, 2) melakukan
wawancara, dan 3) analisis dan merumuskan refleksi untuk tindakan yang berikutnya.
Kedua, Observasi. Observasi dilakukan pada saat peneliti mengajar dan yang
menjadi observasi adalah rekan penelitian yaitu Guru kelas 3. Data yang diperoleh berupa
keadaan kelas pada waktu proses pembelajaran. Data ini memuat catatan-catatan penting
mengenai interaksi yang terjadi di kelas, dan cara pendekatan yang digunakan Guru dalam
mengajar. Dengan demikian, observasi melalui pemahaman yang lebih baik dan tindakan
yang lebih kritis dipikirkan.
Sesuai dengan penekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan
kualitatif, maka analisis data yang digunakan disesuaikan dengan jenis datanya. Data yang
berbentuk kata-kata/kalimat dari catatan lapangan, jurnal harian, dan ucapan verbal dari
hasil wawancara yang diolah menjadi kalimat yang bermakna dan ilmiah dan dianalisis
secara kualitatif. Teknik analisis kualitatif yang digunakan adalah analisis logis yang
meliputi proses, makna tindakan dan pemaknaan. Model analisis yang digunakan terdiri
dari tiga komponen kegiatan yang dilakukan secara berurutan, yaitu : kegiatan reduksi
data, sajian data serta penarikan kesimpulan.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
170
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Siklus I
Perencanaan Tindakan I
Kegiatan pada tahap awal sebagai tes awal dilaksanakan siswa diberi wacana teks
dengan judul Bali di titik nol, peneliti memberi tes awal penelitian pada 32 siswa kelas XII
AK-2 SMKN 2 Pacitan. Hal ini bertujuan untuk menjaring kemampuan siswa dalam
mengerjakan soal-soal tes, terutama dalam memahami sebuah teks.
Dari hasil analisis tes awal penelitian diperoleh data tingkat keberhasilan siswa
dalam mengerjakan. Selanjutnya dari hasil tes tersebut dapat dilihat bahwa masih banyak
siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami teks seni berbahasa dan teks ilmiah
sederhana pada pelajaran Bahasa Indonesia.
Sebagai tindak lanjut membantu memecahkan masalah atau kesulitan siswa dalam
memahami teks seni berbahasa ke-32 siswa tersebut diwawancarai. Wawancara bertujuan
untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar mereka. Hasil tes awal dan wawancara pada
kegiatan ini akan digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap hasil tes akhir
penelitian, setelah ke-32 siswa tersebut mendapat tindakan pembelajaran. Rencana
pembelajaran tersebut akan dilaksanakan .
Dari hasil tes awal dan wawancara peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa
penyebab kesulitan siswa adalah sebagai berikut : 1) siswa belum mengerti/mengalami
kesulitan tentang materi yang diberikan. 2) metode yang digunakan kurang tepat. 3) Siswa
kurang memahami isi dari bacaan yang ada dalam materi.
Rencana pembelajaran pada tindakan 1 ini difokuskan pada pemahaman siswa
terhadap isi bacaan tentang Bali di titik nol pada tahap survey (Memeriksa), Question
(Menyusun pertanyaan) dan Read (Membaca) pada materi membaca pada teks bacaan
tentang Bali di titik nol.
Pelaksanaan Tindakan I
Tindakan I dengan metode belajar SQ3R pda metode ini, menguraikan mengenai
pendekatan dan strategi belajar untuk menyusun/menyajikan sebuah cara mempelajari teks
(wacana), khususnya yang terdapat dalam buku paket Pembelajaran yang dilaksanakan
dengan pendekatan Learning Cycle pada tindakan I disesuaikan dengan tingkat
perkembangan berfikir (kognitif) siswa, dan materi dalam tindakan I ini adalah mengulang
kembali pemahaman ke-32 siswa subyek penelitian yang telah memiliki skor total minimal
sebesar 75, yaitu tentang pemahaman membaca teks bacaan tentang Bali di titik nol.
Dalam melaksanakan pembelajaran, guru memberi kesempatan pada siswa untuk aktif
mengikuti pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah direncanakan pembelajaran
Learning Cycle dengan Metode belajar SQ3R, dengan harapan siswa mampu memahami
materi pembelajaran yang diberikan.
Guru melaksanakan pembelajaran ini dengan diamati teman sejawat/kolabolator
Langkah-langkah pelaksanaan tindakan I adalah berikut ini :
Kegiatan awal (10 menit) Sebagai apersepsi guru mengajak siswa berdo‟a bersama
dilanjutkan dengan absensi (karena jam pertama), kemudian menyampaikan tujuan
pembelajaran yaitu : 1) Siswa dapat memeriksa atau meneliti seluruh isi teks. 2) Siswa
dapat menyusun daftar pertanyaan yang relevan dengan teks. 3) Siswa dapat membaca teks
secara aktif untuk mencari jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun.
Kegiatan Inti (60 menit). 1) Guru membantu dan mendorong siswa untuk
memeriksa atau meneliti secara singkat seluruh teks. 2) Guru memberi petunjuk atau
contoh kepada para siswa untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan yang jelas, singkat dan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
171
relevan dengan bagian yang ada dalam teks. 3) Guru menyuruh siswa membaca secara
aktif dalam rangka mencari jawaban atas pertanyaan yang telah disusunnya.
Kegiatan akhir (20 menit). 1) Guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa
yang belum mengerti. 2) Setelah selesai semua pekerjaan dikumpulkan, dan melaksanakan
evaluasi.
Observasi
Deskripsi hasil tindakan I dipergunakan untuk mengamati subyek penelitian selama
proses pembelajaran dengan pembelajaran Learning Cycle dengan Metode belajar SQ3R,
dan hasil dari evaluasi yang dilakukan pada siswa kelas XII AK-2 SMKN 2 Pacitan
adalah sebagai berikut : siswa tuntas diatas KKM 75 yaitu 10 anak atau 31,25% sedangkan
siswa yang belum tuntas 24 siswa atau 68,75 %, sedangkan kreatifitas siswa rata-rata
masih kurang. Keberhasilan yang dilakukan belum mencapai 80% sehingga perlu diadakan
perbaikan-perbaikan pada siklus berikutnya.
Refleksi
Refleksi pada tindakan I ini difokuskan pada siswa yang mengalami kesulitan
belajar, agar benar-benar dapat memahami materi pembelajaran, terutama untuk
memahami teks seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana. Dengan bimbingan dan
wawancara tentang penyebab mereka mengalami kesulitan belajar, diharapkan siswa dapat
lebih mudah memahami materi, sehingga dapat mencapai tujuan sesuai dengan apa yang
diharapkan, dengan demikian pada kegiatan siklus 1 dikatakan belum berhasil, maka perlu
dilakukan kegiatan pada siklus 2.
Siklus II Perencanaan Tindakan II
Pada tahap pembelajaran II ini merupakan kelanjutan dan juga merupakan
perbaikan dari pembelajaran tindakan I. Dengan mempelajari permasalahan dari tindakan I,
peneliti mempersiapkan rancangan pembelajaran yang lebih menarik agar membangkitkan
minat dan semangat belajar siswa terutama menyusun perencanan yang lebih pada
pembelajaran Learning Cycle dengan Metode belajar SQ3R. Materi yang diajarkan adalah
mengulang materi pada tindakan 1 dengan pendekatan belajar melanjutkan pada tahap
Recite (menghafal), Review (Meninjau ulang).
Pelaksanaan Tindakan II
Kegiatan awal (10 menit) Sebagai apersepsi guru mengajak siswa untuk mengingat
kembali tentang hakekat, proses dan jenis apresiasi dalam sebuah karya/teks seni
berbahasa yang disukai, kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran sebagai berikut :
1) Siswa dapat memperlihatkan reaksi kinetik terhadap pembacaan sebuah teks. 2) Siswa
dapat menunjukkan reaksi verbal berupa komentar terhadap konteks pembacaan. 3) Siswa
dapat meninjau ulang makna kata konotatif yang berbentuk ungkapan, pepatah yang
tersirat dalam sebuah bacaan teks.
Kegiatan inti (60 menit) 1) Pembelajaran ini masih menggunakan pembelajaran
Learning Cycle dengan Metode belajar SQ3R, dengan harapan metode ini dapat
digunakan sebagai pembelajaran yang efektif. 2) Guru menyuruh menyebutkan lagi
bagian-bagain atas jawaban atau pertanyaan yang telah disusun dalam memahami teks
bacaan, serta dapat melatih siswa untuk menjelaskan makna yang ada dalam suatu bacaan.
Dan siswa disuruh menjawab sebuah pertanyaan tentang bagian-bagain penting dalam
sebuah bacaan, dan siswa tetap disuruh menjawab pertanyaaan berikutnya. 3) Guru
menyuruh siswa meninjau ulang seluruh pertanyaan dan jawaban secara singkat tentang
makna dari sebuah teks.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
172
Kegiatan akhir (20 menit). 1) Guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa
yang belum mengerti/belum memahami tentang teks seni berbahasa dan teks ilmiah
sederhana. 2) Setelah selesai semua pekerjaan dikumpulkan, dan melaksanakan evaluasi
terhadap materi yang diberikan.
Observasi
Deskripsi hasil tindakan II dipergunakan untuk mengamati subyek penelitian
selama proses pembelajaran Learning Cycle dengan Metode belajar SQ3R berdasarkan
banyaknya siswa yang mengikuti ulangan harian maka pembelajaran pembelajaran
Learning Cycle dengan Metode belajar SQ3R yang telah dilakukan pada tindakan 2 dapat
dinilai sudah berhasil (tuntas). Karena pemahaman siswa terhadap materi memahami teks
seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana sudah tuntas. Hal ini terbukti dengan adanya 26
siswa (81,25%) mempunyai skor minimal 75, serta 6 siswa (18,75%) belum
tuntas/mempunyai skor dibawah 75. Sedangakan untuk kreatifitas siswa rata-rata sudah
baik, dari hasil yang diperoleh pada data tersebut maka dapat dikatakan bahwa metode
SQ3R dapat memotivasi semangat belajar serta meningkatkan pemahaman siswa bidang
studi Bahasa Indonesia, pada kompetensi dasar menyimak untuk memahami teks seni
berbahasa dan teks ilmiah sederhana.
Refleksi Tindakan II
Pembelajaran pada tindakan II difokuskan pada ke- 32 siswa subyek penelitian,
agar mereka dapat memahami materi tentang memahami teks seni berbahasa dan teks
ilmiah sederhana. Dengan menggunakan metode SQ3R siswa dapat lebih semangat dan
aktif belajar, sehingga mereka dapat lebih mudah memahami materi, dan menghasilkan
prestasi yang baik sesuai dengan apa yang diharapkan peneliti.
Pembahasan
Berdasarkan kegiatan siklus I dan siklus II maka masing-masing untuk prestasi
mengalami peningkatan, sedangkan kreatifitas siswa cenderung mengalami peningkatan
hal ini ditandai dengan adanya antusias siswa dalam memahami teks seni berbahasa dan
mampu dilakukan dengan baik, terutama dalam pengembangan teks/bacaan lain, siswa
dengan pembelajaran Learning Cycle dengan Metode belajar SQ3R sudah mampu
mengusai secara baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang diuraikan pada Bab IV dapat diambil kesimpulkan
tentang penggunaan metode Learning Cycle melalui model belajar SQ3R dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas XII AK-2 SMKN 2 Pacitan sebagai berikut: 1)
Dengan menggunakan metode SQ3R dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam
pemahaman terhadap isi bacaan. Hasil belajar siswa juga meningkatkan dilihat dari
masing-masing siklus. 2) Dampak pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan
metode Learning Cycle melalui model belajar SQ3R dapat menumbuh kembangkan
kreatifitas siswa dalam mengembangkan komunikasi lebih terarah dalam belajar
memahami isi dari suatu bacaan/teks.
Saran
Melihat hasil penelitian tindakan kelas ini dapat diberikan saran-saran sebagai
berikut: 1) Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia guru sebaiknya menganjurkan untuk
menggunakan metode belajar SQ3R dan bila memungkinkan dapat digunakan dalam
pelajaran selain Bahasa Indonesia. 2) Agar dapat melaksanakan metode SQ3R dengan baik
guru perlu mempelajari lebih mendalam tentang metode SQ3R.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
173
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad. 1987. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa.
Manalu, P. 1996. Strategi Belajar dengan Pemecahan Masalah. Jakarta : Proyek
Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Mastutik, 2001. Bahan Ajar Membaca. Malang: Departemen Pendidikan Nasional
Universitas Negeri Malang Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia.
Mokhamad Irman, Bahasa Indonesia untuk SMK. Jakarta: Aneka Ilmu
Panduan Pelaksanaan Action Research. Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SLTP
Jawa Timur tahun Anggaran 2001. Surabaya: Depdikbud Prov. Jatim.
Saksomo, Dwi. 1983/ 1984. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: Sub Proyek
Penulisan Buku Pelajaran Proyek Peningkatan/ Pengembangan Perguruan Tinggi
IKIP Malang.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: P. T. Rineka
Cipta.
Tim BKG, 2002. Bina Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990.Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
174
PENERAPAN METODE PEMBERIAN TUGAS DAN SIMULASI
UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN KETERAMPILAN
SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN MENGELOLA SURAT
MASUK DAN KELUAR SISTEM KARTU KENDALI
KELAS XI APk2 SMK NEGERI 2 PACITAN
Supadmi
Guru SMKN 2 Pacitan
Program Studi Administrasi Perkantoran SMKN 2 Pacitan
Jl. Walanda Maramis no.2 Sidoharjo Pacitan
Abstrak
Dalam pembelajaran Menangani Surat Masuk dan Surat Keluar menggunakan Metode
pemberian tugas dan Simulasi adalah suatu metode penyampaian materi dengan cara
melibatkan siswa pada kondisi nyata sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa
dengan harapan siswa mampu memahami pengetahuan dan ketrampilan dalam benak mereka,
bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal,
mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan
tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Berdasarkan kegiatan pada siklus 1 dan
siklus 2 maka pembelajaran Menangani Surat Masuk dan Surat Keluar dengan menggunakan
pendekatan pemberian tugas dan simulasi tardapat peningkatan yang cukup signifikan hal ini
ditandai dengan peningkatan pada masing-masing siklus. Untuk siklus 1 bahwa Rata-rata Nilai
hasil tes Ulangan Harian 1 = 76.2, sedangkan Rata-rata Nilai hasil tes Ulangan siklus 1 =
62.55. Jadi pada kegiatan siklus ini masih belum berhasil. Sedangkan pada siklus 2 bahwa
Rata-rata Nilai hasil tes Ulangan Harian 1 = 76.2, sedangkan Rata-rata Nilai hasil tes siklus
kedua = 81.15.
Kata Kunci : Peningkatan, Prestasi,Tugas dan Simulasi.
PENDAHULUAN
Blangko-blangko pengurusan surat dengan sistim kartu kendali merupakan sarana
untuk pengurusan/pengelolaan surat, mulai dari mencatat pada buku penerimaan surat,
menyortir, mencatat pada kartu kendali, mengarahkan ke unit pengolah sampai ke
penyimpanan surat, dengan latihan mengisikan blangko-blangko pengurusan surat tersebut
siswa dapat mengadministrasikan surat secara teliti teratur dan dapat dipertanggung
jawabkan. Namun sementara ini dalam pembelajaran Mengelola surat masuk dan surat
keluar sistim kartu kendali hanya bersumber dari informasi yang bersifat verbal (kalimat)
dan jarang sekali kita memunculkan bukti-bukti kegiatan yang bersifat konkrit seperti
kartu kendali, lembar pengantar dan sebagainya, sehingga begitu siswa dihadapkan dengan
bukti yang konkrit akan kebingungan dan bahkan tidak bisa mengerjakannya.
Dalam kegiatan pembelajaran Mengelola surat masuk dan keluar sistim kartu
kendali hanya dalam bentuk kalimat saja contohnya pada hari ini menerima surat masuk
penting sebanyak 3 surat dan surat masuk biasa sebanyak 2 surat, para siswa tidak paham
bagaimana cara melakukaannya. Dengan demikian tingkat pemahaman dan aplikasi siswa
masih rendah dan perlu diberi latihan dalam bentuk pemberian tugas dan kegiatan simuasi.
Metode Pemberian Tugas merupakan suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan
menugaskan peserta didik untuk melakukan serangkaian tugas kegiatan di luar jam
pelajaran tatap muka. Serangkaian kegiatan yang ditugaskan dapat berbentuk seperti
membuat klipping, ikhtisar dari buku dan sebagainya ( Mas Abu Dhari, 1997:75)
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
175
Pada dasarnya pemberian latihan yang berbentuk pemberian tugas yang diberikan
secara berkala akan membangun fase demi fase sehingga apabila hasil dari latihan
menunjukkan kekurangan maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong
untuk melakukan kegiatan pembelajaran perbaikan, sebaliknya bila hasil dari latihan
tersebut menunjukkan hasil yang memuaskan maka siswa yang bersangkutan diharapkan
termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajar agar materi pelajaran lain yang
lebih kompleks dapat pula dikuasainya.
Selanjutnya informasi dan data dari pemberian latihan (tugas) tersebut dapat
dijadikan umpan balik (feed back) untuk melakukan tindak lanjut dalam proses
pembelajaran. Hasil kegiatan tersebut juga seyogyanya dijadikan pangkal tolak dan bahan
pertimbangan dalam memperbaiki atau meningkatkan penyelenggaraan proses
pembelajaran pada masa yang akan datang. Dengan demikian kegiatan pembelajaran tidak
bersifat statis tetapi terus meningkat hingga mencapai puncak kinerja yang sangat
didambakan kita bersama.
Disamping itu penerapan metode pemberian tugas ini bertujuan untuk :
a. Memelihara aktivitas belajar peserta didik dengan segenap potensi di luar jam
pelajaran tatap muka agar kedalaman dan keluasan bahan pelajaran dapat dikuasai
dengan lebih baik.
b. Untuk mengatasi bahan pelajaran yang dirasa terlalu sarat sehingga tidak mungkin
dapat dicapai jika hanya berdasarkan alokasi waktu yang tersedia saja (Mas Abu
Dhari, 1997:75)
Demikian juga metode Pemberian Tugas ini memiliki beberapa kelebihan antara
lain :
a. Melatih peserta didik untuk melaksanakan serangkaian kegiatan agar menemukan
sendiri pengalaman belajarnya dan selanjutnya akan mendorong tumbuhnya sikap
tekun, teliti dan kreatif.
b. Mendorong perkembangan sikap dan kemampuan peserta didik dalam memikirkan dan
melakukan sesuatu yang sulit tanpa campur tangan pihak lain.
c. Mendorong peserta didik untuk menilai sendiri seberapa jauh kelebihan dan
kekurangan kemampuannya dalam mengerjakan tugas. (Mas Abu Dhari, 1997:3).
Kalau kita perhatikan tujuan dan kelebihan dari metode Pemberian Tugas ini tentu
dapat digunakan sebagai alat guna menumbuh kembangkan motivasi belajar siswa agar
tergugah hatinya untuk semangat belajar lebih keras dan serius lagi sehingga dapat
mencapai cita-citanya dan meraih prestasi belajar yang gemilang di masa depan.
Disamping itu pula melalui penerapan metode Pemberian Tugas kita dapat meningkatkan
pemahaman serta ketrampilan siswa dalam menerima suatu pelajaran.
Untuk meningkatkan pemahaman dan ketrampilan siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran kiranya perlu kita sebagai seorang guru menerapkan sistem simulasi dalam
pembelajaran.. Simulasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2001: 1068) diartikan
sebagai metode pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan
keadaan yang sesungguhnya atau penggambaran suatu sistem /proses dengan peragaan
berupa model statistik atau pemeranan.
Bila dalam proses pembelajaran Mengelola Surat Masuk dan Keluar Sistim Kartu
Kendali seorang guru menerapkan model pembelajaran Pemberian Tugas kemudian
dimodifikasi dengan simulasi tentu akan memberikan tingkat pemahaman dan ketrampilan
yang cukup baik.
Dari uraian penulis tersebut di atas kiranya penulis ingin mencoba meningkatkan
pemahaman dan ketrampilan siswa dalam Mengelola Surat Masuk dan Surat Keluar Sistim
Kartu Kendali secara konkrit . Untuk itulah penulis mencoba menerapkan metode
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
176
Pemberian Tugas yang dikombinasikan dengan simulasi guna meningkatkan pemahaman
dan ketrampilan siswa dalam pembelajaran Mengelola Surat Masuk dan Surat Keluar
sistim Kartu Kendali, Hal inilah yang menarik dan melatar belakangi penulis untuk
mengangkat kepermukaan dalam bentuk kegiatan penelitian Tindakan Kelas (PTK)
apakah dengan melalui metode Pemberian Tugas dan simulasi dapat meningkatkan
pemahaman dan ketrampilan siswa dalam proses pembelajaran Mengelola Surat Masuk
dan Keluar Sistim Kartu Kendali.
Rumusan masalah tersebut antara lain :
1. Apakah melalui penerapan Metode Pemberian Tugas dan Simulasi dapat
meningkatkan pemahaman & ketrampilan pembelajaran Mengelola Surat Masuk dan
Surat keluar Sistim Kartu Kendali?
2. Seberapa jauh penerapan metode Pemberian Tugas dan Simulasi dapat meningkatkan
pemahaman & ketrampilan pembelajaran Mengelola surat Masuk dan Keluar sistim
kartu kendali?
METODE PENELITIAN
Setting penelitian ini adalah SMK Negeri 2 PACITAN dan karakteristik
Pembelajaran Mengelola surat masuk dan surat keluar dalam penelitian ini pada siswa
kelas XI APk tahun pelajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa 32 siswa. Penelitian ini
dilaksanakan pada semester II bulan April sampai dengan Mei 2011 dan waktunya
disesuaikan dengan jadwal mengajar pada kelas dalam waktu pembelajaran. Pada kegiatan
penelitian ini berlangsung dalam 2 siklus dengan 2 kali pertemuan tiap minggu dengan 4
jam tatap muka. Setiap siklus terdiri dari 2 tindakan dan setiap tindakan dialokasikan 4
jam pelajaran. Jadi lama tindakan 2 minggu atau 4 kali pertemuan. Faktor Yang Diteliti,
antara lain a) Faktor Siswa : melihat hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran
Mengelola surat masuk dan surat keluar. Selain itu juga diamati respon siswa seperti
ketekunan, keseriusan, keaktifan , kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan. b).
Faktor Guru : melihat cara guru merancang pembelajaran mengelola surat masuk dan surat
keluar termasuk perangkat pembelajaran, perangkat evaluasi dan pelaksanaan tindakan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Perencanaan
Pada siklus pertama peneliti tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang
cara mengerjakan satu persatu penanganan surat masuk dan keluar sistim kartu kendali.
Hal ini peneliti lakukan karena :
a. Siswa sudah menerima materi mengelola surat masuk dan keluar sistim kartu kendali
pada bab pertama
b. Agar peneliti dalam siklus pertama ini dapat mengetahui letak kesulitan siswa pada
waktu mengerjakan tugas, sehingga peneliti dapat mengambil langkah yang tepat guna
memperbaiki dan meningkatkan pemahaman serta ketrampilan siswa dalam hal
mengelola surat masuk dan keluar sistim kartu kendali tersebut.
Pada siklus ini peneliti laksanakan pada mingu kedua bulan Mei 2011
Pelaksanaan
Pada pelaksanaan pembelajaran kurang lebih 10 menit, peneliti melakukan
apersepsi. Setelah melakukan apersepesi kemudian dilakukan pengecekan terhadap bahan
materi yang akan disampaikan, penerapan pembelajaran dengan metode pemberian tugas
dan simulasi dapat mengembambangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
177
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua
topik. Pembelajaran pemberian tugas dan simulasi ini adalah memberikan kesempatan
kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan ketrampilan secara optimal,
mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa diri
sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab, mengembangkan kemampuan
kepemimpinan keterampilan pada tiap anggota kelompok.
Observasi
Dari hasil pengamatan pada siklus pertama tersebut dapatlah peneliti mengadakan
suatu analisis data sebagai berikut :
a. Rata-rata Nilai hasil tes Ulangan Harian 1 = 76.2, sedangkan Rata-rata Nilai hasil tes
Ulangan siklus 1 = 62.55
b. Pemahaman dan ketrampilan siswa ternyata masih rendah bila proses
pembelajaran Mengelola surat masuk dan keluar sistim buku agenda bersifat abserak.
Kesimpulan ini dapatlah penulis ambil dengan jalan membandingkan antara Nilai
hasil tes Ulangan Harian yang proses pembelajaran Mengelola surat masuk dan keluar
sistim kartu kendali yang bersifat abstrak dengan Nilai Hasil tes setelah siswa mengikuti
proses pembelajaran Mengelola surat masuk dan keluar sistim kartu kendali yang bersifat
konkrit. Dengan demikian menunjukkan adanya tingkat pemahaman dan ketrampilan
yang rendah yaitu terjadi penurunan sebesar = 17.91
Refleksi
Dari hasil pengamatan dan analisis data dapatlah penulis menarik suatu kesimpulan
bahwa pada tahap siklus pertama ternyata melalui pemberian tugas dan simulasi dalam
mengelola surat masuk dan keluar sistim kartu kendali dalam bentuk konkrit tingkat
pemahaman dan ketrampilan siswa kelas XI APk1 SMKN 2 Pacitan tahun ajaran
2010/2011 masih rendah.
Hal ini disebabkan karena para siswa masih terbiasa dengan menghadapi jenis soal
yang menggunakan blangko-blangko yang bersifat abstrak, disamping itu tingkat
pemahaman dan ketrampilan siswa masih rendah terhadap blangko-blangko dalam bentuk
konkrit
Dengan demikian pada siklus kedua ini diharapkan adanya langkah-langkah
konkrit untuk meningkatkan pemahaman dan ketrampilan siswa antara lain :
a. Perlu memberikan penjelasan .mengenai maksud dari satu persatu blangko-blangko.
b. Peneliti mendekati masing-masing kelompok dan menanyakan kesulitan-kesulitan
dalam mengerjakan tugas
c. Peneliti memberikan penjelasan yang lebih detail sesuai dengan pertanyaan siswa
tentang kesulitan yang dihadapi
Siklus II
Perencanaan
Pada kegiatan siklus kedua ini peneliti merencanakan bahwa dalam pembahasan
pada kompetensi dasar Menangani surat masuk penting peneliti menggunakan
pembelajaran seperti biasa dalam arti secara umum sudah menganggap bahwa pada siswa
kelas XI Apk2 SMK Negeri 2 Pacita tersebut sudah pernah mengadakan pembelajaran
mengenai Menangani surat masuk penting.
Kegiatan pembelajaran pada siklus II, pada prinsipya hampir sama pada kegiatan
siklus sebelumnya. Adapun kegiatan pada siklus II di laksanakan pada minggu ketiga
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
178
bulan Mei 2011 yang pelaksanaannya sebagai berikut : Peneliti mempelajari masalah
yang ada dan merancang pembelajaran untuk di laksanakan dalam penggunaan metode
Pemberian Tugas dan Simulasi
Pelaksanaan
Penelitian pada siklus kedua adalah untuk menindak lanjuti refleksi yang
ditemukan dalam siklus pertama. langkah-langkah yang diambil oleh peneliti dalam
rangka meningkatkan pemahaman dan ketrampilan siswa antara lain:
a. Peneliti memberikan penjelasan .mengenai maksud dari satu persatu
perangakat/blangko yang dipakai
b. Peneliti memberikan penjelasan yang lebih detail sesuai dengan pertanyaan siswa
tentang kesulitan yang dihadapi
c. Peneliti lebih banyak menitik beratkan pada contoh-contoh yang berhubungan dengan
tugas atau hal-hal yang menurut mereka sulit
d. Peneliti memberi tugas untuk dikerjakan secara kelompok dalam bentuk simulasi
Dengan menerapkan metode Simulasi maka kita akan memperoleh beberapa
kelebihannya antara lain: Siswa dapat langsung mempraktekkan/memperagakan sesuai
dengan kenyataan yang terjadi yang sesungguhnya dan dihadapkan pada proses
pembelajaran yang konkrit bukan lagi bersifat abstrak sehingga dapat meningkatkan daya
serap/kemampuan pemahaman dan ketrampilan siswa.
Observasi
Dari hasil pengamatan pada siklus kedua tersebut di atas dapatlah peneliti
mengadakan suatu analisis atau pengolahan data sebagai berikut :
Rata-rata Nilai hasil tes Ulangan Harian 1 = 76.2, sedangkan Rata-rata Nilai hasil tes
siklus kedua = 81.15 Dalam siklus kedua terjadi kenaikan tingkat pemahaman dan
ketrampilan siswa dari rata-rata 76,2 menjadi 81,15 atau terjadi kenaikan sebesar =
6.50.Dengan demikian pembelajaran menggunakan metode pemberian tugas dan simulasi
dapat dikemukakan ada peningkatkan yang cukup signifikan dengan ditandai adanya
peningkatan pada masing-masing siklus.
Refleksi
Dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan siklus II sudah mencapai hasil secara
maksimal, sebab siswa sudah terbiasa dengan metode yang digunakan peneliti terutama
dengan penerapan Pemberian Tugas dan Simulasi dengan memberikan gambaran selama
kegiatan pada siklus II ini dapat memberikan kontribusi yang positif dalam pembelajaran
sehingga siswa cenderung lebih aktif dan memiliki kemampuan dalam pembelajaran
Menangani Surat Masuk dan Surat Keluar yang diajarkan, dan sekaligus dengan
Pemberian Tugas dan Simulasi pembelajaran lebih efektif.
Pembahasan
Berdasarkan kegiatan pada siklus I dan siklus II maka pembelajaran Menangani
surat Masuk dan Surat Keluar dengan menggunakan pendekatan Pemberian Tugas dan
Simulasi terdapat peningkatan yang cukup signifikan hal ini ditandai dengan peningkatan
pada masing-masing siklus. Untuk siklus I.
Rata-rata Nilai hasil tes Ulangan Harian 1 = 76.2, sedangkan Rata-rata Nilai hasil
tes Siklus Pertama = 62.55 Dengan demikian menunjukkan adanya tingkat pemahaman
dan ketrampilan yang rendah yaitu terjadi penurunan sebesar = 17.91Sedangkan pada
siklus II Rata-rata Nilai hasil tes Ulangan Harian 1 = 76.2, sedangkan Rata-rata Nilai hasil
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
179
tes siklus kedua = 81.15 Dalam siklus kedua terjadi kenaikan tingkat pemahaman dan
ketrampilan siswa dari rata-rata 76,2 menjadi 81,15 atau terjadi kenaikan sebesar = 6.50.
Dengan demikian dalam siklus kedua terjadi kenaikan tingkat pemahaman dan
ketrampilan siswa dari rata-rata 76,2 menjadi 81,15 atau terjadi kenaikan sebesar = 6.50.
demikian juga bila kita bandingkan antara nilai hasil tes siklus pertama dengan siklus
kedua menunjukkan Rata-rata nilai hasil tes siklus pertama = 62.55 dan Rata-rata nilai
hasil tes siklus kedua = 81.15 Dengan demikian terjadi kenaikan tingkat pemahaman dan
ketrampilan siswa dari 62, 55 menjadi 81, 15 atau terjadi kenaikan sebesar 29.74.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada analisis data dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Terdapat peningkatan Pemahaman dan Ketrampilan siswa dalam menyelesaikan soal-
soal pada materi Menangani surat masuk penting di kelas XI Apk2 SMK Negeri 2
Pacitan yang diajarkan dengan menggunakan metode Pemberian Tugas dan Simulasi.
2. Terdapat peningkatan prestasi belajar siswa pada materi Menangani surat masuk
penting di kelas XI Apk2 SMK Negeri 2 Pacitan yang diajarkan dengan menggunakan
metode Pemberian tugas dan Simulasi.
Saran
1. Bagi Guru
Pemberian tugas kepada siswa dengan bukti konkrit akan lebih memberikan
gambaran/persepsi yang jelas akan pemahaman siswa terhadap obyek /soal yang akan
dikerjakan
2. Bagi Siswa
Agar pembelajaran yang dilakukan disekolah cenderung lebih
berorientasi/mengedepankan pola berfikir yang aktif dan kreatif agar pelaksanaan
pembelajaran dikelas akan cepat memberikan kontribusi yang baik
3. Bagi Penelitian selanjutnya
Dalam rangka peningkatan prestasi belajar siswa kiranya kita perlu mencoba
metode pemberian tugas yang dimodifikasikan dengan simulasi pada mata pelajaran
lain ataupun dimodifikasikan dengan metode pembelajaran lainnya pula.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi Abu, 1990, Teknik Belajar Yang Tepat, Semarang, Mutiara
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999, Suplemen garis-garis Besar Program
Pengajaran 1994, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Degeng Nyoman S, 1989, Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel, Jakarta. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, PPLPTK
Mas Abu Dhari, 1997, Metodologi Pembelajaran bahan Sajian Untuk Penataran
Instruktur, Malang, PPPG IPS dan PMP
Moh. Uzer Usman, 2000, Menjadi Guru Profesional, Bandung, PT Remaja Rosdakarya
Muhibbin Syah, 1995, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung, Remaja
Rosdakarya
Nur Muhammad, 1993, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung Offset
Oemar Hamalik, 1983, Mengajar, Asas, Metode, Teknik I-II, bandung, Pustaka martiana
Ratna Wilis Bahar, 1988, Teori-Teori Belajar, Bandung, Ganeca Exact
Sri Endang R,2009,Menangani Surat Masuk dan Keluar,Jakarta,Penerbit Erlangga
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
180
Sudjatmiko, dkk, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta. Departemen Pendidikan
Nasional, Dirjen Dikdasmen, Direktorat tenaga kependidikan
_______, 2005, Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research)Sekolah menengah Atas, Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan, Satker Pembinaan Pendidikan Menengah Umum,
Surabaya
Thomas Wiyasa,2001, Tugas Sekretaris dalam Mengelola Surat dan Arsip
Dinamis,Jakarta,PT Pradnya Paramita
______, 2005, Panduan Workshop Penelitian Tindakan Kelas Tahun 2005, Pemerintah
Propinsi Jawa Timur, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Satker Pembinaan
Pendidikan Menengah Umum, Surabaya
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
181
PEMBELAJARAN METODE PROBLEM SOLVING
DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
KELAS XI DALAM MEMPELAJARI PELAJARAN
AKUNTANSI BIAYA
Yudi Astini Suci Utami
Guru SMKN 2 Pacitan Kompetensi keahlian Akuntansi
Jl. Walanda Maramis No. 2 Pacitan
Abstrak
Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan itu sendiri karena
pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang berkualitas. Berdasarkan observasi pendahuluan, bahwa salah satu mata pelajaran yang
kaya akan pemecahan masalah dan menuntut siswa lebih banyak berfikir analitis adalah mata
pelajaran akuntansi biaya terutama yang diajarkan pada siswa kelas XII SMK Negeri 2
Pacitan, hal ini disebabkan karena sebagian besar mereka tidak mampu menghubungkan
antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana masalah tersebut akan
dipergunakan/dimanfaatkan. Adapun penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) secara umum adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru
dalam menangani proses belajar di kelas, untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan
dilakukan perencanaan tindakan alternatif oleh guru, kemudian dicobakan, dan di evaluasi
efektivitasnya dalam memecahkan persoalan pembelajaran yang sedang dihadapi oleh guru.
Berdasarkan analisa data dari hasil evaluasi selama pembelajaran pada siklus I dan siklus II
dengan metode problem solvıng menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan dan ketuntasan
belajar dapat diketahui adanya peningkatan tingkat keberhasilan yaitu nilai ketuntasan belajar
pada siklus I adalah 61,54%. Kemudian pada siklus II tingkat ketuntasan siswa adalah 74,36
% dan pada kegiatan siklus sudah mencapai lebih dari 75% yaitu 87,18%.
Kata Kunci : Prestasi, Peningkatan, Metode Pembelajaran
PENDAHULUAN
Pembaharuan dalam bidang pendidikan sudah diberlakukan pada saat perubahan
kurikulum pada semua jenjang pendidikan, termasuk pada sekolah SMK. Perubahan
kurikulum ini disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan pendidikan
disekolah, dan sekaligus sudah disesuaikan dengan prinsip konstruktivisme yang
menekankan partisipasi siswa untuk aktif yaitu agar peserta didik mampu memecahkan
dan mengetahui problema dalam kehidupannya dalam pembelajaran. Karena sejauh ini,
pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat
fakta-fakta yang harus dihafal. Cara pengajaran tradisional masih digunakan, dimana guru
sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan utama strategi
belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar yang mendorong siswa untuk
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Belajar itu, merupakan suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka
pengertian yang berbeda. Peserta didik harus mempunyai pengalaman dengan membuat
hipotesis, mengetes hipotesis, memanipulasi hipotesis, memecahkan persoalan, mencari
jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, membentuk
konstruksi yang baru. Peserta didik harus membentuk pengetahuan mereka sendiri dan
guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu.
Pembelajaran melalui pendekatan konstruktivis, diharapkan mampu membawa
angin segar dan perubahan karakter pada sistem pembelajaran yang selama ini didominasi
oleh metode tradisional yang cenderung menerapkan pola satu arah, bersifat dogmatis,
dominan hafalan serta memasung kreativitas atau kemerdekaan berfikir anak didik, ke
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
182
arah suasana pembelajaran yang dapat menstimulasi dalam mengeksplorasi dan
mengkonstruksi suatu pengetahuan. Sejalan dengan hal ini, dalam kegiatan belajar
mengajar guru hanya menggunakan metode ceramah. Akibatnya siswa kesulitan untuk
memahami secara mendalam konsep akademik sebagaimana mereka ajarkan dan hasil
rata-rata hasil dari ulangan baik formatif maupun sumatif siswa untuk ketuntasan belajar
masih dibawah 45 %. Selain itu aktifitas siswa dalam mengikuti pelajaran akuntansi biaya
juga kurang berminat, siswa sulit menerima materi yang disampaikan pada guru dan
bahkan siswa tidak dapat menjawab jika ada soal-soal yang diberikan oleh guru.
Pembelajaran konstruktivis menurut Suparno (1997:16) menyatakan bahwa:“ Peran
guru atau pendidik dalam aliran konstruktivisme ini adalah sebagai fasilitator dan mediator
yang tugasnya memotivasi dan membantu siswa untuk mau belajar sendiri dan
merumuskan pengetahuannya. Selain itu guru juga berkewajiban untuk mengevaluasi
gagasan-gagasan siswa itu, sesuaikah dengan gagasan para ahli atau tidak “.Sebagai
referensi, sekelompok guru mengambil prinsip konstruktivisme untuk menyusun metode
mengajar yang lebih menekankan keaktifan siswa dalam belajar sendiri maupun bersama
dalam kelompok. Guru-guru mencari cara untuk lebih mengerti apa yang dipikirkan dan
dialami siswa dalam proses belajar. Mereka memikirkan beberapa kegiatan dan aktifitas
yang dapat merangsang murid berpikir. Interaksi antar siswa di kelas dihidupkan, siswa
diberi kebebasan mengungkapkan gagasan dan pemikiran mereka (Fosnot dalam Suparno,
1997:73). Metode problem solvıng adalah cara penyajian bahan pelajaran yang dengan
menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam
usaha mencari pemecahan/jawaban oleh siswa. Metode pemecahan masalah sering disebut
dengan probelm solving method, reflective thinking method atau scientific method
(Sudirman dkk,1992 dalam Mbulu, 2001:52).
Ada dua kondisi belajar yang harus dipenuhi dalam penerapan metode Pemecahan
Masalah yaitu: (1) kondisi dalam diri murid merupakan kemampuannya untuk mengingat
kembali aturan-aturan yang telah dipelajari sebelumnya yang berkenaan dengan
pemecahan masalah itu, (2) kondisi dalam situasi belajar, kontinuitas diperlukan agar
dapat menggunakan aturan-aturan secara berturut-turut. Instruksi verbal diperlukan untuk
mendorong murid agar mengingat kembali aturan-aturan yang diperlukan.
Metode Pemecahan Masalah mempunyai kesamaan dengan metode inkuiri
(inquiri) dan discovery. Tidak ada perbedaan yang prinsipil, perbedaannya terletak pada
penekanannya saja. Pemecahan Masalah lebih memberi tekanan pada kemampuan
menyelesaikan masalah. Pada inkuiri masalahnya bukan hasil “rekayasa”, sehingga siswa
harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-
temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Adapun discovery tekanan lebih
pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Inkuiri juga
menuntut usaha menemukan seperti itu, perbedaanya dengan discovery adalah masalah
yang “direkayasa” oleh guru (Gulo, 2002:83-85).
Strategi belajar mengajar Pemecahan Masalah adalah bagian dari strategi belajar
mengajar inkuiri. Strategi ini dikembangkan dengan mendasarkan pada terselesaikannya
suatu masalah secara menalar. Pentingnya konsep ini karena belajar pada prinsipnya
adalah suatu proses interaksi antara manusia dan lingkungannya. Proses ini berlangsung
secara bertahap, mulai dari menerima stimulus dari lingkungan sampai pada memberi
respon yang tepat terhadapnya. Oleh Karena itu strategi pembelajaran problem solving
sangat berpengaruh sekali terhadap materi yang disampaikan terutama pada permasahan
yang ada dalam akuntansi biaya. Untuk memahami pelajaran akuntansi biaya siswa
diharapkan terlebih dahulu harus mengetahui konsep-konsep dasar akuntansi biaya.
Pembahasan materi tentang konsep dasar akuntansi adalah : 1). Pengertian biaya dan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
183
akuntansi biaya, 2).Hubungan antara akuntansi biaya dengan akuntasi keuangan dan
akuntansi manajemen, 3). Penggolangan biaya, 4).Tujuan pelajaran akuntansi biaya,
5).Metode Pengumpulan biaya dan 6). Sistematika pada pelajaran akuntansi biaya. (
Moelyati dkk, 1997:9).
Dari latar belakang masalah, maka yang merupakan rumusan masalah adalah :
1. Apakah Model pembelajaran problem solvıng dapat meningkatkan pemahaman
belajar akuntansi biaya pada kompetensi dasar tentang konsep dasar akuntansi.
2. Penerapan model pembelajaran problem solvıng berdasarkan paradigma
konstruktivisme dapat meningkatkan prestasi belajar akuntansi biaya pada
kompetensi dasar tentang konsep dasar akuntansi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada SMK Negeri 2 Pacitan, sedangkan subyek
dalam penelitian ini yaitu siswa kelas XI Ak-1 yang berjumlah 39 siswa. Penelitian ini
dilaksanakan pada semester ganjil pelajaran 2012/2013.Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pembelajaran akuntansi biaya dengan model pembelajaran pemecahan
masalah yang berdasarkan paradigma konstruktivisme pada peserta didik.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Penelitian ini dilakukan di dalam konteks kelas yang bertujuan untuk
memperbaiki praktek pembelajaran di kelas sehingga dapat meningkatkan ketrampilan
proses dan hasil belajar peserta didik. Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM (1999: 15),
tujuan utama PTK (Penelitian Tindakan Kelas) secara umum adalah untuk perbaikan dan
peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses belajar di kelas.
Peneliti berusaha mengamati, merefleksi, dan mengevaluasi terhadap kegiatan
pembelajaran yang berlangsung. Setelah melakukan refleksi atau perenungan yang
mencakup analisis, sintesis dan evaluasi tahap hasil pengamatan terhadap proses serta
hasil tindakan tadi, biasanya muncul kesalahan atau pemikiran baru yang perlu mendapat
perhatian sehingga perlu dilakukan perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan
ulang. Dalam penelitian ini, alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian ini, yaitu: (1) tes, (2) wawancara, dan (3) observasi.
Tahap Penelitian Tindakan Kelas berupa suatu siklus spiral yang meliputi
kegiatan: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pelaksanaan kegiatan penelitian, yang
membentuk siklus demi siklus sampai tuntas penelitian, sehingga diperoleh data yang
dapat dikumpulkan sebagai jawaban dari permasalahan penelitian (Tim Pelatih Proyek
PGSM, 1997:7). Rincian dari tahap-tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Siklus 1
a. Tahap perencanaan
Tahap perencanaan meliputi kegiatan:
1) Observasi awal/ Refleksi awal
Pada tahap ini dilakukan kegiatan: (1) membuat soal tes awal, (2) menemukan
sumber data, (3) menetapkan kelompok.
2) Menetapkan dan merumuskan rancangan tindakan
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah:
a) metapkan dan merumuskan rancangan tindakan
b) Menentukan tujuan pembelajaran
c) Merencanakan Pembelajaran yang akan diterapkan dalam PBM
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
184
d) Menyusun kegiatan pembelajaran dengan model pemecahan masalah
untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang mata pelajaran
akuntansi biaya.
e) Menyiapkan lembar kegiatan belajar
f) Menyusun lembar observasi
3) Membuat soal-soal pre test dan post test, soal-soal formatif, Membuat soal-soal pre
test dan post test, soal-soal formatif, lembar kerja peserta didik untuk mengukur
penilaian hasil belajar kognitif peserta didik.
4) Mengkoordinasi program kerja pelaksanaan tindakan dengan teman sejawat dan
salah satu guru.
b. Tahap Pelaksanaan
Tindakan Melaksanakan tindakan disesuaikan dengan rencana pembelajaran
yang telah disusun dan mengacu pada skenario yang direncanakan.
c. Mengamati
Mengamati dilakukan selama kegiatan pelaksanaan tindakan berlangsung.
Proses pengamatan secara intensif dilakukan oleh dua orang yaitu seorang guru dan
seorang teman sejawat. Obyek yang diamati meliputi aktivitas peneliti sebagai
pengajar dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran. Hasil observasi dicatat
dalam lembar observasi.
d. Refleksi
Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan I, maka data tersebut diolah dan
dianalisis. Selanjutnya diperoleh temuan-temuan yang berupa perilaku peserta didik
yang berkaitan dengan tindakan yang diberikan. Melakukan evaluasi tindakan yang
telah dilakukan.
Siklus II
Pada siklus ini memiliki beberapa tahap yang sama seperti tahap yang ada di siklus
I yaitu: Perencanaan tindakan II, Pelaksanaan tindakan II, Observasi dan evaluasi II,
Analisis dan refleksi II
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
1. Perencanaan Tindakan I
Sebelum membuat persiapan pembelajaran peneliti mengadakan wawancara
dengan guru sejenis untuk menyamakan pendapat mengenai penerapan pemecahan
masalah, selanjutnya disusun rencana pembelajaran. Materi yang diajarkan adalah
akuntansi biaya pada kompetensi dasar konsep dasar akuntansi biaya. Dengan
menerapkan metode problem solvıng melalui pengamatan dan pemberian tugas
dengan menggunakan beberapa tahap pembelajaran yaitu tahap awal, tahap inti dan
tahap evaluasi.
2. Pelaksanaan Tindakan I
a. Tahap awal
Pada tahap awal pembelajaran guru mengucapkan salam pembuka
pembelajaran, mengadakan absensi, menyiapkan bahan yang digunakan untuk
kegiatan proses belajar mengajar yaitu dengan membagikan materi yang akan
disampaikan. Kegiatan dilanjutkan dengan apersepsi untuk menggali pengetahuan
awal siswa tentang materi konsep dasar akuntansi biaya guna merumuskan tujuan
yang akan dicapai oleh siswa. Setelah merumuskan tujuan yang akan dicapai
dalam pembelajaran siswa tentang materi konsep dasar akuntansi biaya guru
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
185
mengajak siswa untuk bertanya jawab mengenai materi sebagai pengantar dalam
permasalahan dalam pembelajaran.
b. Tahap inti
- Guru membagi kelas dalam 5 kelompok siswa
- Guru membagikan soal yang berisikan permasalahan kepada kelompok
untuk didiskusikan bersama kelompok dan lembar kerja siswa secara
individu.
- Guru memberi petunjuk secara singkat mengenai rambu-rambu dalam
melakukan pemecahan masalah didalam konsep dasar akuntansi.
- Siswa bersama kelompok mendiskusikan permasalahan yang diberikan,
guru dalam hal ini sebagai fasilitator dalam diskusi kelompok.
- Setelah waktu yang diberikan untuk diskusi selesai, siswa disuruh untuk
mengerjakan LKS yang disediakan secara individu.
c. Tahap Penutup Sebagai akhir pembelajaran, guru mengadakan evaluasi
bersama siswa tentang permasalahan pada materi yang diberikan dan
meminta siswa untuk mengumpulkan hasil dalam penerapan metode
problem solvıng yang dikerjakan secara kelompok dan individu.
3. Observasi Tindakan I
Berdasarkan hasil observasi terahadap penerapan metode problem solvıng
melalui siklus pembelajaran I yang diterapkan oleh peneliti, dapat diketahui bahwa
guru telah menerapkan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan yang
direncanakan. Selain guru, peneliti juga mengamati kerja siswa yang telah disusun
sesuai dengan rambu-rambu dalam metode problem solvıng . Dari perhitungan secara
klasikal dapat diketahui bahwa tingkat keberhasilan belajar siswa yang mencapai
kurang dari 70 ternyata ada 38,46%. Dan tingkat keberhasilan siswa yang mencapai
lebih dari 70 juga dapat diketahui sebanyak 61,54%.
4. Refleksi Tindakan I
Berdasarkan hasil observasi pada siklus I ternyata masih ada beberapa
kekurangan yang harus diperbaiki, yaitu: Dalam pengelolaan kelas guru kurang
memperhatikan siswa, hal ini nampak saat siswa sedang melakukan diskusi kelompok
sehingga masih ada beberapa siswa yang kurang aktif dalam melakukan diskusi
kelompok. Waktu yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran melebihi waktu yang
ditentukan, untuk itu perlu adanya pengaturan waktu yang tepat agar waktu yang
ditentukan sesuai dengan rencana. Ditinjau dari hasil evaluasi terhadap siswa, 61,54 %
siswa sudah menunjukan tingkat ketuntasan dalam belajar namun 38,54 % belum
menunjukkan ketuntasan dalam belajar, terlebih lagi nilai yang sangat rendah rata-rata
pada nilai mengevaluasi metode problem solvıng . Untuk itu perlu adanya perbaikan
kekurangan siswa untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam pembelajaran peneliti
melanjutkan pembelajaran pada siklus II.
Siklus II
1. Perencanaan Tindakan II
Pada prinsipnya kegiatan pada siklus II hampir sama pada kegiatan siklus I,
pada perencanaan selanjutnya disusun rencana pembelajaran. Terutam pada pelajaran
akuntansi biaya pada kompetensi dasar konsep dasar akuntansi biaya. Dengan
menerapkan metode problem solvıng melalui pengamatan dan pemberian tugas dengan
menggunakan beberapa tahap pembelajaran yaitu mulai dari tahap awal, tahap inti dan
tahap evaluasi.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
186
2. Pelaksanaan Tindakan II
a. Tahap awal
Pada tahap awal pembelajaran guru mengucapkan salam pembuka
pembelajaran, mengadakan absensi, menyiapkan bahan yang digunakan untuk
kegiatan proses belajar mengajar yaitu dengan membagikan materi yang akan
disampaikan. Kegiatan dilanjutkan dengan apersepsi untuk menggali pengetahuan
awal siswa tentang materi konsep dasar akuntansi biaya guna merumuskan tujuan
yang akan dicapai oleh siswa. Setelah merumuskan tujuan yang akan dicapai dalam
pembelajaran siswa tentang materi pelajaran guru mengajak siswa untuk bertanya
jawab mengenai materi sebagai pengantar dalam menuju permasalahan.
b. Tahap inti
1. Guru membagi kelas dalam 5 kelompok siswa
2. Guru membagikan soal yang berisikan permasalahan kepada kelompok
untuk didiskusikan bersama kelompok dan lembar kerja siswa secara
individu.
3. Guru memberi petunjuk secara singkat mengenai rambu-rambu dalam
melakukan pemecahan masalah.
4. Siswa bersama kelompok mendiskusikan permasalahan yang diberikan,
guru dalam hal ini sebagai fasilitator dalam diskusi kelompok.
5. Setelah waktu yang diberikan untuk diskusi selesai, siswa disuruh untuk
mengerjakan LKS yang disediakan secara individu.
c. Tahap penutup sebagai akhir pembelajaran, guru mengadakan evaluasi
bersama siswa tentang permasalahan pada materi yang diberikan dan
meminta siswa untuk mengumpulkan hasil pemecahan masalah yang
dikerjakan secara kelompok dan individu.
3. Observasi Tindakan II
Berdasarkan hasil observasi terahadap penerapan metode problem solvıng
melalui siklus pembelajaran II yang diterapkan oleh peneliti, dapat diketahui bahwa
guru telah menerapkan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan yang
direncanakan. Selain guru, peneliti juga mengamati kerja siswa yang telah disusun
sesuai dengan rambu-rambu dalam metode problem solvıng . Dari perhitungan secara
klasikal dapat diketahui bahwa tingkat keberhasilan belajar siswa yang mencapai
kurang dari 70 ternyata ada 12,82 %. Dan tingkat keberhasilan siswa yang mencapai
lebih dari 70 juga dapat diketahui sebanyak 87,18%.
4. Refleksi Tindakan II
Berdasarkan hasil observasi pada siklus II, dalam pengelolaan kelas guru lebih
memperhatikan siswa daripada siklus sebelumnya, hal ini nampak saat siswa sedang
melakukan diskusi kelompok sehingga ada beberapa siswa yang kurang aktif dalam
melakukan diskusi kelompok kini mulai lebih aktif dan cenderung kreatif,waktu yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran sesuai waktu yang ditentukan.
Ditinjau dari hasil evaluasi terhadap siswa, 87,18 % siswa sudah menunjukan
tingkat ketuntasan dalam belajar namun 12,82 % belum menunjukkan ketuntasan dalam
belajar. Sesuai dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan bahwa ketuntasan belajar
kelas yang ingin dicapai adalah lebih dari 75% dari seluruh siswa yang ada, dengan
demikian pada pembelajaran siklus II dapat dituntaskan.
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisa data dari hasil evaluasi selama pembelajaran pada siklus I dan
siklus II dengan metode problem solvıng menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan dan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
187
ketuntasan belajar siswa sangat signifikan, hal ini dapat diketahui adanya peningkatan
tingkat keberhasilan yaitu nilai ketuntasan belajar pada siklus I adalah 61,54%. Kemudian
pada siklus II tingkat ketuntasan siswa adalah 74,36 % dan pada kegiatan siklus sudah
mencapai lebih dari 75% yaitu 87,18%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penerapan
metode problem solvıng dapat meningkatkan prestasi belajar dalam pembelajaran
akuntansi biaya pada siswa kelas XI Ak-1 SMK Negeri 2 Pacitan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Model pembelajaran problem solvıng dapat meningkatkan pemahaman belajar
akuntansi biaya pada siswa kelas XI Akuntansi SMK Negeri 2 Pacitan pada
kompetensi dasar tentang konsep dasar akuntansi.
2. Penerapan model pembelajaran problem solvıng berdasarkan paradigma
konstruktivisme dapat meningkatkan prestasi belajar akuntansi biaya pada siswa kelas
XI Ak-1 SMK Negeri 2 Pacitan pada kompetensi dasar tentang konsep dasar
akuntansi.
Saran
1. Melalui metode pemecahan masalah dapat diterapkan sebagai alternatif pembelajaran
yang lebih efektif.
2. Dengan penerapan metode ini hendaknya guru mampu mengembangkan pembelajaran
dan sebagai penentu keberhasilan masalah pembelajaran yang dilaksanakan disekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dimyati. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dimyati & Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti.
Fauzan, dkk. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Mappa, Syamsu.1994. Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Dirjen Dikti.
Mbulu, Joseph. 2001. Pengajaran Individual: Pendekatan, Metode, dan Media pedoman
Mengajar Bagi Guru dan Calon Guru. Malang: Yayasan Emas Malang.
Milles, M.B dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif . Terjemahan oleh
Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Mulyasa, E. 2004. KBK, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Pannen, P, dkk. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.
Setyosari, P. 1997. Model Belajar Konstruktivisme. Sumber Belajar: Jurnal Kajian Teori
dan Aplikasinya, 4 No. : 50-58.
Sudirman, dkk. 1992. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suparno, P. 1987. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius: Yogyakarta.
Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
188
PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MENYUSUN
RENCANA PEMASARAN MELALUI PENERAPAN
PEMBELAJARAN CTL PADA SISWA SMK
M. Rudianto
Kompetensi Keahlian Penjualan SMKN 2 Pacitan
Jl. Walanda Maramis N0 2 Pacitan
Abstrak
Perencanaan perusahaan secara keseluruhan mencakup tujuan umum sebuah
perusahaan dalam jangka panjang dan pengembangan strategi jangka panjang untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan ”konsep belajar yang
menuntut guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa menghubungkan pengetahuan yang dimiliki untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam kegiatan penelitian tindakan kelas (PTK) untuk memperoleh hasil kesimpulan
prestasi belajar siswa, kriteria hasil belajar tersebut kemudian diinterpretasi untuk mengetahui
tingkat ketuntasan belajar siswa berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya setiap
pelaksanaan tindakan dari masing-masing siklus dalam penelitian ini mensyaratkan kriteria
ketuntasan belajar dengan menggunakan indikator hasil belajar siswa yang diperoleh dari skor
tes akhir yang dilakukan pada setiap akhir siklus. Pada aspek kognitif prestasi belajar
Pemasaran siswa, terjadi peningkatan. Pada siklus I skor pretest (5,6) mengalami peningkatan
pada siklus II dengan rerata (6,9). Sedangkan skor postest pada siklus I (6,5) juga mengalami
peningkatan menjadi (8,0). Hal ini menunjukkan bahwa siswa mengalami perubahan
peningkatan dalam hal prestasi belajar pemasaran barang dan jasa.
Kata Kunci: Peningkatan, Prestasi, Metode Pembelajaran
PENDAHULUAN
Penerapan pembelajaran kontekstual bermula dari pandangan ahli pendidikan dari
paham klasik progesivisme John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori
kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman siswa.
Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan
dengan yang telah diketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif
dalam proses belajar di sekolah (Nurhadi, 2002: 5). Berpijak dari dua pandangan inilah
CTL, sebagai alternatif strategi yang baru dalam proses pembelajaran. Siswa diharapkan
belajar melalui pemahaman bukan menghafal (Zahorik, 1995). Pembelajaran yang
beroreantasi pada target penguasaan materi terbukti berhasil dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Pengembangan Itulah yang
terjadi dalam pembelajaran dengan kompetensi dasar rencana pemasaran pada siswa kelas
XI Penjualan SMKN 2 Pacitan.
Perencanaan pemasaran yang meliputi pengembangan program jangka panjang
untuk masalah-masalah yang luas dalam marketing mix. Sedangkan hasil dari perencanaan
pemasaran adalah rencana pemasaran (marketing plan) atau program pemasaran
(marketing program). Rencana pemasaran adalah pernyataan tertulis yang disahkan oleh
manajemen yang lebih tinggi yang digunakan oleh manajer pemasaran untuk merekam dan
mengkomunikasikan hasil dari perencanaan sehingga karyawan bagain marketing dapat
melaksanakannya (E. Catur, 2001: 125).
Atas dasar pandangan teoritis dan pengalaman permasalahan yang dihadapi dalam
pengajaran diatas terutama bagaimana membuat rencana pemasaran yang lebih baik dan
memiliki strategis yang dapat dikembangkan oleh siswa, sehingga pembelajaran yang
dilaksanakan siswa tidak mengalami kesulitan, peneliti sebagai guru mata pelajaran
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
189
penjualan merasa perlu melakukan penelitian tindakan untuk peningkatan pemahaman
Konsep menyusun rencana pemasaran melalui Penerapan Pembelajaran Kontekstual pada
siswa kelas XI Penjualan SMKN 2 Pacitan.
Desain penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tidnakan kelas (classroom
action research). Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan secara
sistematis dan reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh Guru, mulai dari
perencanaan sampai dengan penilaian (Wibawa, 2003: 9). Kegiatan tersebut dilakukan
untuk memperbaiki kondisi pembelajaran di kelas.
Adapun yang merupakan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah
ada peningkatan pemahaman konsep menyusun rencana pemasaran melalui penerapan
pembelajaran CTL pada siswa SMK?
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan
teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data-data yang diperoleh adalah data pretest
dan hasil post test siswa tentang kompetensi dasar rencana pemasaran.
Untuk memperoleh kesimpulan prestasi belajar siswa, kriteria hasil belajar tersebut
kemudian diinterpretasi untuk mengetahui tingkat ketuntasan belajar siswa berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya setiap pelaksanaan tindakan dari masing-
masing siklus dalam penelitian ini mensyaratkan kriteria ketuntasan belajar dengan
menggunakan indikator hasil belajar siswa yang diperoleh dari skor tes akhir yang
dilakukan pada setiap akhir siklus. Dalam penelitian ini, indikator ketuntasan belajar
mengadopsi penggunaan tes Purwanto (1990), dimana jika hasil tes yang diperoleh setiap
siswa adalah 75, siswa tersebut dianggap telah menguasai kompetensi dasar rencana
pemasaran yang diajarkan dalam tindakan pembelajaran oleh peneliti (Guru). Lebih dari
itu, jika 80% atau lebih dari semua siswa kelas XI Penjualan SMKN 2 Pacitan mencapai
hasil belajar 75, kelompok siswa tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan belajar yang
berarti pembelajaran yang diberikan pada penelitian tindakan ini dianggap berhasil.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
a. Perencanaan tindakan I
Perencanaan tindakan I merupakan kegiatan mempersiapkan pelaksanaan
tindakan dan observasi untuk memperoleh data. Kompetensi dasar yang akan diajarkan
pada siklus adalah “ rencana pemasaran“.
Perencanaan yang dilakukan peneliti antara lain menyusun rencana
pembelajaran/skenario pembelajaran CTL, menyiapkan LKS dan alat evaluasi serta
format observasi pembelajaran dan pemahaman siswa. Penyusunan rencana
pembelajaran/skenario pembelajaran dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi
guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Penyiapan LKS bertujuan untuk memandu siswa selama proses kegiatan. Alat
evaluasi berbentuk pilihan ganda, isian dan uraian singkat. Evalusi dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana konsep yang sudah disampaikan dapat terserap oleh siswa.
Format observasi pembelajaran dan pemahaman digunakan untuk mengetahui
kesesuaian pelaksanaan pembelajaran dengan langkah-langkah pembelajaran. Selama
pembelajaran berlangsung terlihat aktivitas yang berbeda antara siswa yang satu dengan
siswa yang lain.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
190
b. Rencana Tindakan I
Pada tahap tindakan I ini, dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 2 September
2013. Pembelajaran yang dilaksanakan dalam tindakan I disesuaikan dengan kegiatan
yang dirancang dengan memperhatikan tahap perkembangan berfikir siswa yang lebih
ke arah hal-hal yang kongkrit terutama perencanaan dengan internal yang tidak tentu,
dan perencanaan dengan internal tertentu.
c. Pelaksanaan Tindakan I
Pada hari yang telah ditentukan, langkah-langkah pelaksanaan tindakan I
adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan Awal ( 15 menit )
Sebagai apersepsi guru menyapaikan pembelajaran seta langkah-langkah dari
pembelajaran metode CTL. Guru memberikan penjelasan mengenai materi pokok
yang akan dibahas.
2. Kegiatan Inti (30 menit )
Guru Siswa
1. Guru menjelaskan tentang materi
yang akan dibahas.
2. Guru menunjukkan macam-macam
gambar yang ada kaitanya dengan
memasarkan sebuah produk.
3. Guru memberi beberapa pertanyaan
kepada siswa.
4. Guru bersama siswa menyimpulkan
hasil eksperimen kepada siswa.
5. Guru memberi tugas kelompok
untuk menyimpulkan hasil kegiatan.
1. Siswa mendengarkan dengan
seksama
2. Siswa memperhatikan dan
penjelaskan guru.
3. Siswa yang ditunjuk menjawab
pertanyaan guru.
4. Dengan bimbingan guru siswa
menyimpulkan hasil kegiatan.
5. Siswa mencatat tugas kelompok
yang diberikan oleh guru.
3. Penutup ( 15 menit )
Siswa mengerjakan tes.
Guru menyarankan untuk mepelajari kembali materi yang baru saja dibahas
dan mengerjakan tugas yang diberikan.
Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.
d. Observasi tindakan
Deskripsi hasil tindakan I merupakan hasil dari tes yang dilakukan oleh peneliti
terhadap subyek penelitian selama proses pembelajaran.
e. Analisis dan Refleksi I
Dari hasil observasi terhadap kegiatan pembelajaran kontekstual (CTL) pada
siklus I, didapatkan data yang bervariasi mengenai pemahaman siswa. Untuk
selanjutnya dari data ini dilakukan analisis untuk perbaikan pada siklus II.
Hasil Observasi Pemahaman Belajar Siswa Siklus I
Komponen Pemahaman Siswa
Siswa yang Memenuhi Komponen
f Prosentase
(%)
Jumlah
(%)
Rata-Rata
(%)
1. Kontruksi
a. Mermbaca LKS
b. Memperhatikan/
konsentrasi terhadap
pelajaran
4
10
20
50
70
35
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
191
Komponen Pemahaman Siswa
Siswa yang Memenuhi Komponen
f Prosentase
(%)
Jumlah
(%)
Rata-Rata
(%)
2. Menemukan
a. Mengeluarkan ide
b. Melaporkan hasil
pemasaran secara lisan
2
2
10
10
40
10
3. Bertanya
a. Mengajukan pertanyaan
b. Menjawab pertanyaan
1
3
5
15
50
50
4. Learning Community
a. Mendengarkan penjelasan
Guru
b. Mengerjakan LKS dengan
benar
10
10
50
50
50
50
50
50
5. Pemodelan
a. Melakukan kegiatan
pemasaran
b. Menyimpulkan
10
2
50
10
50
10
50
10
6. Refleksi
a. Partisipasi
b. Perasaan senang dan
gembira
8
18
40
90
130
65
7. Penilaian 13 65 65 65
Siswa yang Hadir 20
Dari data yang terlihat bahwa pemahaman sisa belum semuanya dilaksanakan
dengan baik oleh siswa. Pemahaman masih perlu ditingkatkan pada semua komponen
pemahaman belajar siswa.
Selain aktivitas, prestasi belajar siswa juga meningkat. Hal ini dapat dilihat dari
skor pretest dan postest yang dilaksanakan sebelum dan sesudah diberi tindakan.
Peningkatan yang dicapai oleh siswa rerata pretest dari 5,6 menjadi 6,5 pada postest.
Perbadingan Rerata Skor Pretest dan Postest Siklus I
Kognitif Siswa Pretest Postest
Skor rerata siswa 5,6 6,5
Adapun temuan-temuan penelitian pada waktu pembelajaran kontekstual
dilaksanakan pada siklus I antara lain :
1) Tidak semua siswa aktif menjawab pertanyaan guru.
2) Siswa kebingungan dalam melaksanakan langkah-langkah pemasaran yang ada dalam
LKS. Selain itu dalam melaksanakan pemasaran siswa kurang percaya diri sehingga
segala sesuatunya ditanyakan dalam melakukan pemasaran, siswa banyak dibimbing
oleh guru/peneliti. Hal ini disebabkan karena siswa tidak terbiasa dengan praktek/
berjualan langsung dengan konsumen.
3) Dalam melaksanakan pemasaran, tidak semua siswa aktif kerja sama dalam
kelompok. Sehingga terlihat dalam satu kelompok hanya beberapa orang saja yang
bekerja, sedangkan yang lain terganggu.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
192
4) Pengaturan kelompok disusun secara acak.
Dari temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual yang
diterapkan pada siklus I mempunyai banyak kekurangan, dan pemahaman yang terlihat
belum semuanya tercapai. Beberapa kelemahan pada siklus I ini diperbaiki pada siklus II.
Siklus II
Untuk kegiatan siklus II merupakan tindak lanjut siklus I. Kelebihan yang
ditemukan dipertahankan dan ditingkatkan, sedangkan kekurangan yang ditemukan dalam
siklus I diperbaiki pada siklus II.
a. Perencanaan Tindakan 2
Perencanaan tindakan 2 meliputi persiapan pelaksanaan tindakan dan observasi
untuk memperoleh data pada siklus II membahas “ rencana pemasaran“.
Adapun rencana-rencana yang dilakukan antara lain :
1) Memberikan LKS pada siswa sebelum pembelajaran.
2) Memberikan skenario pembelajaran pada guru sebelum pembelajaran.
3) Melaksanakan pemasaran dasar rencana pemasaran yang dilakukan diluar.
- Pada waktu pemasaran, guru dan peneliti lebih sering berkeliling menghampiri
masing-masing kelompok. Hal ini banyak memberikan manfaat, misalnya
mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa. Siswa yang bergurau dalam
kegiatan pembelajaran dapat menjadi aktif (memerintahkan siswa tersebut
bergantian dalam melakukan pemasaran ).
- Guru memancing kreatifitas siswa dengan memberikan pertanyaan lebih
banyak terutama pada bagian-bagian pemasaran.
- Pembagian kelompok secara heterogen.
b. Pelaksanaan Tindakan 2
Pada tahap pelaksanaan tindakan 2, dilaksanakan tindakan yang telah
direncanakan pada tahap perncanaan tindakan 2. Secara rinci tindakan yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
1) Melakukan pretes.
2) Melakukan kegiatan pembelajaran kontekstual.
3) Memberikan LKS sebelum pembelajaran.
4) Membagi kelompok secara hiterogen
5) Melakukan postest.
Perbaikan yang dilakukan dalam pelaksanaan tindakan 2 mengacu dari hasil
siklus I, dan sesuai dengan rencana tindakan siklus II. pada saat pelaksanaan tindakan 2
diadakan pengamatan pemahaman siswa.
c. Observasi Tindakan 2
Tahap tindakan 2 melaksanakan pembelajaran Pemasaran dengan sub
Kompetensi dasar " dasar rencana pemasaran ". Pengamatan jalannya tindakan
dilaksanakan untuk memperoleh data tentang proses pelaksanaan pembelajaran
kontekstual (CTL). Hasil observasi diperoleh selama proses dengan menggunakan
format observasi pembelajaran dan format pemahaman siswa .
d. Analisis dan Refleksi Tindakan 2
Berdasarkan hasil observasi terhadap proses pembelajaran pada siklus II telah
memberikan peningkatan pemahaman siswa dalam proses belajar mengajar meskipun
tidak 100%. Hal ini terjadi adanya perbaikan yang telah dilakukan pada siklus II. Yang
mengacu dari hasil yang kurang memuaskan pada siklus I.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
193
Hasil observasi Pemahaman Belajar Siswa Siklus II
Komponen Pemahaman Siswa Siswa yang Memenuhi Komponen
Frek Prosentase
(%)
Jumlah
(%)
Rata-Rata
(%)
1. Kontruksi
a. Mermbaca LKS
b. Memperhatikan/ konsentrasi
terhadap pelajaran
8
15
40
75
115
57,5
2. Menemukan
a. Mengeluarkan ide
b. Melaporkan hasil pemasaran
secara lisan
4
4
20
20
140
35
3. Bertanya
a. Mengajukan pertanyaan
b. Menjawab pertanyaan
8
12
40
60
140
35
4. Learning Community
a. Mendengarkan penjelasan
Guru
b. Mengerjakan LKS dengan
benar
18
18
90
90
90
90
90
90
5. Pemodelan
a. Melakukan pemasaran
b. Menyimpulkan
19
5
95
25
95
25
95
25
6. Refleksi
a. Partisipasi
b. Perasaan senang dan gembira
15
20
75
100
175
87,5
7. Penilaian 18 87,5 87,5 87,5
Siswa yang Hadir 20
Selain pemahaman, prestasi belajar siswa juga meningkat. Hal ini bisa dilihat
dari perolehan skor rerata pretest dan postest yang dilaksanakan pada siklus II.
Peningkatan yang dicapai oleh siswa rerata pretest dari hasil 6,9 menjadi 8,0 pada
posttest
Perbandingan Rerata Skor Pretest dan postest
Kognitif Siswa Pretest Postest
Skor rerata siswa 6,9 8,0
Adapun temuan-temuan penelitian pada model pembelajaran kontekstual pada
siklus II adalah sebagai berikut :
1) Siswa dapat menjawab pertanyaan guru dengan tepat. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa telah mengalami peningkatan di dalam belajar pemasaran.
2) Beberapa orang siswa berani mengeluarkan ide-ide dan mengajukan pertanyaan.
3) Masih ada siswa yang bergurau namun dalam batas kewajaran.
4) Siswa melakukan kegiatan pemasaran dengan antusias. Hal ini dibuktikan bahwa
ketertarikan, perasaan senang dan partisipasi siswa terhadap pelajaran pemasaran
sangat meningkat.
Dari temuan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual yang
diterapkan pada siklus II menglami peningkatan jika dibandingkan pada siklus I. Baik
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
194
pemahaman maupun prestasi belajar siswa telah mengalami peningkatan, sesuai tabel di
bawah ini.
Prosentasi Peningkatan Pemahaman Siswa
No Pemahaman Siswa Siklus I
(%)
Siklus II
(%)
Peningkatan
(%)
1
2
3
4
5
6
7
Kontruksi
Menemukan
Bertanya
Learning Community
Pemodelan
Refleksi
Penilaian
35
10
50
50
50
10
65
57,5
35
90
90
95
25
87,5
22,5
25
40
40
45
15
22,5
Pembahasan
Pelaksanaan pembelajaran kontekstual di kelas XI Penjualan SMKN 2 Pacitan
terjadi peningkatan secara bertahap. Misalnya pada siklus I skenario pembelajaran belum
bisa dilaksanakan semua, tetapi pada siklus II skenario pembelajaran telah dilaksanakan
dengan sempurna. Siklus II merupakan perbaikan/koreksi Siklus I. Demikian juga yang
terjadi pada aktivitas dan prestasi belajar siswa yaitu sebagai berikut :
1. Pemahaman Belajar Siswa
Peningkatan pemahaman siswa tersebut didukung oleh : (1) siswa mulai
terbiasa dengan kegiatan pemasaran, (2) adanya keberanian siswa untuk bertanya,
menjawab pertanyaan dan mengeluarkan ide dalam pembelajaran, (3) timbulnya
ketertarikan dan rasa senang terhadap pelajaran Pemasaran, yang merupakan motivasi
dari dalam diri siswa. Penerapan pembelajaran kontekstual (CTL) ternyata mampu
meningkatkan pemahaman siswa, hal ini terlihat jelas dari hasil observasi pemahaman
siswa pada siklus I dan siklus II.
2. Prestasi Belajar Pemasaran barang dan jasa
Pada aspek kognitif prestasi belajar Pemasaran siswa, terjadi peningkatan. Pada
siklus I skor pretest (5,6) mengalami peningkatan pada siklus II dengan rerata (6,9).
Sedangkan skor postest pada siklus I (6,5) juga mengalami peningkatan menjadi (8,0).
Hal ini menunjukkan bahwa siswa mengalami perubahan peningkatan dalam hal
prestasi belajar pemasaran barang dan jasa. Peningkatan prestasi tersebut didukung
oleh adanya peningkatan yang terjadi pada aktivitas belajar siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada analisis data dan pembahasan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa metode pembelajaran Kontekstual (CTL) dapat meningkatkan
pemahaman aspek kognitif dan afektif siswa pada bidang studi pemasaran kelas XI
Penjualan SMKN 2 Pacitan untuk Kompetensi dasar “dasar rencana pemasaran” dengan
adanya tingkat keberhasilan dan ketuntasan belajar pada pembelajaran yang dilaksanakan
pada dua siklus.
Disamping itu pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual
(CTL) lebih mengena pada aspek kognitif dan afektif siswa sehingga dengan kondisi yang
demikian maka pemahaman siswa terhadap materi lebih meningkat dan prestasi belajarpun
akan lebih baik dan meningkat.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
195
Saran
1. Diharapkan dengan pembelajaran CTL, akan lebih mengedepankan proses dari pada
hasil. Sehingga siswa lebih pro aktif terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
2. Pembelajaran CTL memberikan ruang dan gerak mengarah pada semua apek
pembelajaran yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Aqib, Zainal. 2003. Peningkatan Prestasi Belajar Melalui Model pembelajaran
Kontekstual dengan Media . Laporan : tidak diterbitkan
Djamarah, B.S. 1994. Prestasi Belajar dan Kompentensi Guru. Banjarmasin : Usaha
Nasional
E. Catur Rismiati, 1999.Pemasaran Barang dan jasa.Yogyakarta.Kanisius.
Mulyani, S, Johan, P. 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (CTL). Malang : Universitas Negeri Malang
Poerwadarminta. 1984. Kamus Ilmu Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Purwanto, Ngalim. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Rosjidan, dkk, 1996. Belajar dan Pembelajaran. Malang : FIP IKIP Malang
Wibawa B. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Depdiknas.
Zahorik, J.A. 1995. Constructivist teaching (Fastback 390). Bloomington, Indiana : Phi
Delta Kappa Educational Foundation
Zulyanah, 2004. Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Untuk Meningkatkan Pemahaman dan Prestasi Belajar Fisika. Skripsi : tidak
diterbitkan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
196
PENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMK
DALAM MENATA DOKUMEN/NASKAH MELALUI
PENGOPERASIAN APLIKASI PERANGKAT LUNAK
Mulyani
Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran
SMK Negeri 2 Pacitan
Abstrak
Sistem operasi merupakan sistem perangkat lunak yang diprogram untuk
dipergunakan sebagai fungsi antara perangkat keras dan intruksi yang ditulis oleh pemakai
(user. Pada sistem operasi akan mengatur semua sistem operasi dari perangkat keras komputer.
Program aplikasi adalah program komputer yang dirancang untuk menjalankan tugas tertentu
(misalnya mengatur pengetikan dokumen, mengolah gambar, dan sebagainya). Penelitian
Penelitian ini merupakan Adapun penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) pembelajaran dengan modul guna melakukan prosedur administrasi bidang studi
keahlian bisnis dan manajemen pada kompetensi keahlian Administrasi perkantoran. Adapun
yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI APK-1 SMKN 2 Pacitan.
Dari hasil kegiatan masing-masing siklus sebagian besar prestasi belajar siswa dapat
dikategorikan rendah, cukup dan sebagian kecil siswa tergolong memiliki prestasi belajar
tinggi dan sangat rendah. Sebagai hasil dapat diketahui bahwa tiap siklus nilai yang katagori
tinggi mengalami peningkatan 39,4% dan nilai sangat tinggi 15,15%. Maka dapat disimpulkan
terdapat peningkatkan prestasi belajar siswa dalam menata dokumen/naskah melalui
pengoperasian aplikasi perangkat lunak.
Kata Kunci : Peningkatan, prestasi, aplikasi Perangkat Lunak
PENDAHULUAN
Kualitas pengajaran selalu terkait dengan penggunaan metode pengajaran yang
optimal. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat sangat menentukan keberhasilan
suatu proses belajar mengajar. Ini berarti bahwa untuk mencapai kualitas pengajaran yang
tinggi, setiap mata pelajaran harus diorganisasikan dengan strategi pengorganisasian yang
tepat dan selanjutnya disampaikan kepada siswa dengan strategi yang tepat pula. Akan
tetapi, metode pembelajaran yang sering digunakan adalah metode konvensional. Pada
pembelajaran konvensional bersifat klasikal dengan metode ceramah, serta tanya jawab
singkat dan dikerjakan oleh siswa secara individual, sehingga kecil kemungkinan bagi
siswa untuk berinteraksi atau berdiskusi dengan siswa lain. Dalam pembelajaran tersebut
siswa menjadi kurang aktif sebab pembelajaran hanya berpusat pada guru dan siswa lebih
berperan sebagai penerima pesan.
Penggunaan ketrampilan proses yang dimiliki oleh siswa terutama pengoperasian
aplikasi pada komputer untuk meningkatkan prestasi belajar dalam menata
dokumen/naskah melalui pengoperasian aplikasi perangkat lunak. Komputer adalah
perangkat elektronik serbaguna yang dapat diprogram untuk berbagai keperluan. Saat ini,
hampir tidak ada satupun kantor yang tidak memiliki komputer. Komputer digunakan
untuk menulis surat, membuat laporan, membuat rencana anggaran, dan sebagainya.
Bahkan, beberapa kantor menggunakannya untuk mengirim dan menerima faksimili,
mengirim dan menerima email surat elektronik, dan menggunakannya sebagai sarana
pengambilan dan penyajian informasi. Kantor lainnya mungkin menggunakan komputer
sebagai sarana pemantau dan pengendali proses produksi.
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, saat ini dikenal: 1) Komputer desktop, yakni
komputer yang dirancang untuk diletakkan di atas meja. Pada komputer jenis ini,
keyboard, layar monitor, dan boks prosesor (CPU, central processing unit) merupakan
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
197
bagian-bagian yang terpisah; 2) Komputer laptop, yakni komputer yang bentuknya jauh
lebih kecil dari komputer desktop yang bagian-bagiannya (keyboard, monitor, boks CPU)
menyatu sehingga menjadi lebih ringkas. Komputer jenis ini biasanya lebih mahal
harganya karena menggunakan layar monitor jenis LCD (liquid crystal display). Ukuran
komputer laptop juga ada berbagai macam, misalnya notebook (yang ukurannya setara
dengan kertas A4) atau subnotebook (yang lebih kecil daripada komputer notebook).
Dalam sistem komputer, sering disebut istilah-istilah perangkat keras (hardware),
perangkat lunak (software), dan brainware. Hardware atau perangkat keras adalah
perangkat komputer yang secara fisik dapat dilihat atau diraba. Prosesor, memori, monitor,
CD (compact disk) drive, dan sebagainya, adalah perangkat keras.
Perangkat lunak atau software adalah perangkat komputer yang keberadaannya
dapat ditunjukkan oleh sistem komputer tetapi secara fisik tidak kasat mata. Sistem
operasi, program aplikasi, dan data, adalah perangkat lunak. Sistem operasi adalah
program komputer yang mengatur komunikasi serta lalu lintas data di dalam sistem
komputer dan dengan perangkat lain yang terpasang pada sistem komputer. Program
aplikasi adalah program komputer yang dirancang untuk menjalankan tugas tertentu
(misalnya mengatur pengetikan dokumen, mengolah gambar, dan sebagainya). Contoh
program aplikasi antara lain: Microsoft Word, Microsoft Excel , Microsoft PowerPoint,
Norton Antivirus, dan sebagainya. Brainware adalah sebutan untuk manusia yang berperan
sebagai pemrogram ataupun pengguna komputer.
Setelah memahami penjelasan di atas, tibalah saatnya Anda berlatih menuliskan
naskah sederhana dengan menggunakan Microsoft Word. Ikutilah, langkah-langkah
berikut ini. Bila nda tidak segera mengerti, lihatlah lagi penjelasan sebelumnya. Jalankan
Microsoft Word, amati tampilan antar muka Microsoft Word dan kenali ikon-ikon
penting atur tata letak naskah dengan ketentuan sebagai berikut. Lihat kembali cara
mengatur tata letak naskah pada bagian ” Pengaturan Tata Letak Naskah”
a. Margin atas (Top margin : 3 cm)
b. Margin bawah (Botom margin : 2,5 cm)
c. Margin kiri (Left margin : 3 cm)
d. Margin kanan (Right margin : 2,5 cm)
e. Orientasi halaman : Portrait
f. Ukuran kertas (Paper size) : A4
Ketik naskah yang ada di dalam kotak berikut ini. Jangan tekan tombol Enter ( )
sebelum menemui tanda .
Menjalankan
Microsoft Word
Mengenal tampilan
antarmuka Microsoft
Word
Menataletak naskah
dalam Microsoft
Word
Menyimpan dan
mencetak naskah
Latihan, Tugas
Terstruktur dan
Tugas Mandiri
Model pembelajaran langsung secara empirik dilandasi oleh teori belajar yang
berasal dari rumpun perilaku (behavorial family), khususnya yang dikembangkan oleh
psikolog bidang training and behavioral. Teori belajar perilaku menekankan pada
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
198
perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang dapat diobservasi. Menurut teori ini, belajar
bergantung pada pengalaman, termasuk pemberian umpan balik dari lingkungan (Slavin,
2003:165). Teori perilaku diawali dengan penelitian mengenai dampak pemberian
rangsangan terhadap perilaku refleks, seperti yang diteliti oleh Ivan Pavlov. Prinsip
penggunaan teori perilaku ini dalam belajar adalah pemberian penguatan akan
meningkatkan perilaku yang diharapkan. Penguatan melalui umpan balik pada setiap
tahapan tugas yang diberikan kepada siswa merupakan dasar praktis penggunaan teori ini
dalam pembelajaran.
Para ahli psikologi perilaku memfokuskan pekerjaannya pada cara-cara melatih
seseorang untuk menguasai sejumlah keterampilan kompleks yang melibatkan kerja yang
akurat dan presisi dan melibatkan koordinasi dengan orang lain. Prinsip pembelajaran
langsung difokuskan pada konseptualisasi kinerja siswa ke dalam tujuan yang akan dicapai
melalui pelaksanaan tugas-tugas yang harus dilakukan, dan pengembangan aktivitas
latihan untuk memantapkan penguasaan setiap komponen tugas yang diberikan. Istilah
directive digunakan untuk menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa dapat meniru
perilaku atau keterampilan yang diperagakan atau diinstruksikan oleh guru. Strategi
directive didasarkan pada teori belajar rumpun perilaku.
Belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku, proses belajar yang
dialami siswa diharapkan akan menghasilkan sesuatu perubahan dan perubahan itu salah
satunya tampak dalam prestasi belajar yang dipeeroleh siswa terhadap prestasi belajar
yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar tersebut berbeda-beda sifatnya tergantung dari
bidang yang sedang dipelajarinya. Dalam setiap belajar jenis apapun, yang menjadi titik
tolak selalu merupakan proses dari perbuatan belajar yang menentukan kategori hasil,
akan menghasilkan ketentuan mengenai jalan yang harus sampai pada hasil belajar yang
tertuju pada prestasi belajar. Salah satu prestasi belajar adalah kemampuan siswa pada
taraf kemampuan siswa pada taraf kemampuan kognitif. Adapun domain kognitif dalam
taksonomi Bloom (dalam Dahar, 1988: 55-56) dapat dipilih atas beberapa tingkatan
,penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Adapun yang merupakan Rumusan masalah
dalam penelitian adalah
1. Apakah ada peningkatan pemahaman siswa dalam mengoperasikan aplikasi perangkat
lunak dalam menata dokumen yang telah ditetapkan ?.
2. Apakah prestasi belajar siswa mengalami peningkatan setelah mendapat tindakan
pembelajaran dengan mengoperasikan aplikasi perangkat lunak dalam menata
dokumen.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pembelajaran dengan
modul guna melakukan prosedur administrasi bidang studi keahlian bisnis dan manajemen
pada kompetensi keahlian Administrasi perkantoran. Adapun yang menjadi subyek
penelitian ini adalah siswa kelas XI APK-1 SMKN 2 Pacitan.
Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan
Agustus sampai dengan Nopember 2013 pada tahun ajaran 2012/2013. Adapun yang
merupakan teknik pengumpulan data-data di lapangan, penelitian ini menggunakan
instrumen lembar observasi dan tes.
Dalam penelitian ini, data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan teknik
analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data-data yang diperoleh adalah data-data hasil
observasi dan hasil post test (tes tulis dan tes perbuatan) siswa tentang konsep perangakat
lunak pengolah dokumen pada pembelajaran melakukan prosedur administrasi tanpa dan
dengan penggunaan pendekatan ketrampilan proses.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
199
Tiap nilai/ skor yang diperoleh siswa bisa ditentukan kriteria/ prediketnya, dimana
berturut-turut untuk nilai yang termasuk dalam konversi A = Sangat Tinggi; B = Tinggi; C
= Cukup; D = Rendah; dan E = Sangat Rendah.
Selanjutnya setiap pelaksanaan tindakan dari masing-masing siklus dalam
penelitian ini mensyaratkan kriteria ketuntasan belajar dengan menggunakan indikator
hasil belajar siswa yang diperoleh dari skor tes akhir yang dilakukan pada setiap akhir
siklus. Dalam penelitian ini, indikator ketuntasan belajar mengadopsi penggunaan tes
Purwanto (1990), dimana jika hasil tes yang diperoleh setiap siswa adalah 70, siswa
tersebut dianggap telah menguasai perangkat lunak pengolah dokumen yang diajarkan
dalam tindakan pembelajaran oleh peneliti (Guru). Lebih dari itu, jika 80% atau lebih dari
semua siswa kelas XI APK- 1 mencapai hasil belajar 70, kelompok siswa tersebut telah
mencapai kriteria ketuntasan belajar yang berarti pembelajaran yang diberikan pada
penelitian tindakan ini dianggap berhasil.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Tindakan pembelajaran yang dilakukan pada siklus I dilakukan dengan
menggunakan pendekatan ketrampilan proses. Tujuannya adalah untuk memperoleh hasil
sesuai tujuan pembelajaran sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah dibuat.
Pelaksanaan tindakan pada siklus I ini meliputi kegiatan rencana tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan refleksi.
1. Rencana Tindakan I
Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang diharapkan, sebelum
memberi tindakan pembelajaran Guru mempersiapkan rancangan tindakan sebagai
berikut:
a. Guru menentukan tujuan pembelajaran di awal pertemuan
b. Guru menyusun program pembelajaran disertai dengan aspek-aspek penilaian hasil
belajar.
c. Guru mempersiapkan lembar observasi untuk mengamati respon siswa yang
muncul selama diberi tindakan pembelajaran.
d. Siswa diberikan tes akhir sebanyak 5 soal essay.
2. Pelaksanaan Tindakan I
Beberapa aktivitas Guru selama siklus I adalah sebagai berikut :
a. Guru membuka pelajaran, menyampaikan tujuan pembelajaran dan sedikit
mengulangi materi yang lalu dan mengkaitkannya dengan materi pelajaran yang
akan dipelajari siswa terutama membuat dokumen, menyimpan dokumen,
menentukan jenis kertas dan mengatur margin.
b. Guru memberikan tindakan pembelajaran tentang melakukan prosedur administrasi
sesuai langkah-langkah dengan menggunakan pendekatan ketrampilan proses
terutama dalam mengopersaikan aplikasi perangkat lunak dalam menata
dokukumen.
c. Guru melakukan prosedur administrasi terutama pada bagian-bagian dalam
membuat dokumen.
d. Guru menjelaskan fungsi dalam melakukan prosedur administrasi terutama dalam
mengopersikan aplikasi perangkat lunak dalam menata dokumen.
e. Guru menjelaskan hubungan antara fungsi dan tujuan melakukan prosedur
administrasi
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
200
f. Guru menyebutkan dan menggambarkan sedemikian rupa bagian-bagian
melakukan prosedur administrasi.
g. Guru menjawab beberapa pertanyaan siswa tentang materi yang sedang dijelaskan,
terutama pada bagian proses melakukan prosedur administrasi.
h. Guru memberi tes di akhir pembelajaran
3. Observasi Tindakan I
Sementara itu, secara umum respon siswa yang teramati peneliti adalah : (1)
siswa masih kelihatan sulit memahami inti pembelajaran yang disampaikan Guru yakni
proses aplikasi yang dilakukan dalam menyusun dokumen (2) hasil belajar siswa yang
diperoleh dari skor tes akhir tindakan menunjukkan masih kurang baik atau belum
seluruhnya mencapai kriteria ketuntasan belajar yang telah ditentukan.
Adapun data post-test pada tindakan siklus I, diperoleh skor hasil belajar siswa
kelas XI APK-1 SMKN 2 Pacitan, sebagian besar prestasi belajar siswa dapat
dikategorikan rendah, cukup dan sebagian kecil siswa tergolong memiliki prestasi
belajar tinggi dan sangat rendah. Sebanyak 8 siswa (24,24%) memiliki kriteria nilai
cukup dan 5 siswa (15,15%) tergolong siswa yang memiliki kriteria nilai rendah.
Sisanya 7 siswa (21,21 %) memiliki kriteria nilai tinggi. Dari data tersebut di atas bisa
diketahui bahwa dari 33 siswa XI APK-1 SMKN 2 Pacitan, sebanyak 13 siswa (39,39
%) pada kelas belum mencapai kriteria ketuntasan belajar dengan memperoleh skor
70 yang telah ditentukan.
4. Refleksi Tindakan I
Berdasarkan temuan observasi dan hasil test pada siklus I, dapat dikemukakan
beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki dalam proses belajar mengajar selanjutnya.
Kekurangan tersebut selanjutnya dapat disarankan sebagai berikut :
a. Memotivasi belajar siswa guru perlu mengkaitkan pelajaran yang akan diberikan
dengan konsep-konsep dalam menyusun dokumen/naskah dalam praktek
kehidupan sehari-hari.
b. Mempergunakan alat dan menunjukkan proses penggunaannya terutama program
aplikasi yang senatiasa mengalami penyempurnaan. Guru perlu mempergunakan
teori-teori aplikasi yang bisa membantu siswa dalam menunjukkan cara
memperagakan penggunaannya dengan jelas, sehingga siswa lebih mudah
memahami.
Siklus II
1. Perencanaan Tindakan II
Setelah memperhatikan hasil observasi dan refleksi tindakan pembelajaran pada
siklus I, tindakan pembelajaran yang dilakukan pada Siklus II diharapkan lebih berhasil
dengan meningkatkan aspek-aspek pembelajaran yang kurang efektif. Pada siklus II,
pembelajaran lebih ditekankan pada penggunaan ketrampilan proses dalam
mengoperasikan aplikasi perangkat lunak terutama dalam memperoleh penguasaan
tentang membuat/menyimpan dokumen/nakah. Adapun rencana tindakan siklus II, yaitu
: menerapkan pendekatan ketrampilan proses yang meliputi tindakan mengamati,
menggolongkan, meramalkan, menerapkan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan
permasalahan yang menyangkut dalam tindakan pembelajaran yang akan diberikan
yaitu dengan memberikan berbagai contoh permasalahan dalam menyusun dokumen.
2. Pelaksanaan Tindakan II
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran di awal pembelajaran dengan
mengingatkan kembali hal-hal penting dalam materi yang diberikan terdahulu.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
201
b. Untuk membangkitkan minat siswa terhadap pelajaran, pengalaman siswa dalam
kehidupan sehari-hari dihubungkan dengan konsep yang akan diajarkan terutama
dalam melakukan prosedur administrasi.
c. Guru menunjukkan hasil belajar siswa pada tindakan sebelumnya dan memotivasi
mereka agar memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
d. Guru memberikan tes akhir pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan.
3. Observasi Tindakan II
Beberapa aktivitas-aktivitas siswa yang teramati meliputi aktivitas sebagai
berikut :
a. Semua siswa antusias mengikuti pembelajaran dengan mengamati petunjuk dan
langkah-langkah ketrampilan proses yang harus digunakan untuk mencapai hasil
belajar sesuai tujuan pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
b. Sebagian siswa melakukan kegiatan sesuai langkah-langkah ketrampilan
mengopersikan perangkat lunak dalam merancang dan mengerjakan sebuah
dokumen.
c. Semua siswa mampu menarik kesimpulan atas hasil kegiatannya menerapkan
ketrampilan dalam mengopersikan aplikasi perangkat lunak dan dapat merumuskan
dugaan hasil yang berlawanan jika diberikan tugas yang tidak sesuai dengan urutan
langkah yang dianggapnya benar.
d. Hasil belajar semua siswa secara perorangan yang diperoleh melalui tes tulis
mengalami peningkatan dibanding sebelumnya.
Adapun data post-test pada tindakan siklus II, diperoleh skor hasil belajar dari
33 siswa kelas XI APK-1 SMKN 2 Pacitan. Menunjukkan bahwa hasil belajar siswa
yang diperoleh pada siklus II adalah berturut-turut sangat tinggi, tinggi dan cukup. Dari
data di atas berturut didapatkan bahwa sebanyak 5 (15,15%) siswa tergolong siswa
memiliki kriteria nilai sangat tinggi, 20 (60,61%) siswa tergolong siswa yang memiliki
kriteria nilai tinggi, dan sebanyak 6 (18,18%) memiliki kriteria cukup dan 2 (6,06%)
siswa tergolong siswa dengan kriteria nilai kurang.
4. Refleksi Tindakan II
Berdasarkan data hasil belajar pada siklus II di atas, dapat disimpulkan bahwa
secara perorangan semua siswa kelas XI APK-1 SMKN 2 Pacitan telah mencapai
kriteria ketuntasan dengan memperoleh skor hasil belajar 70, dengan hasil tersebut,
pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan mengopersikan aplikasi karena sudah lebih
dari 80% siswa kelas XI APK-1 SMKN 2 Pacitan prestasi belajar dalam melakukan
prosedur administrasi telah mencapai kriteria ketuntasan belajar.
Pembahasan
Dalam penelitian ini, setelah diberikan tindakan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan keterampilan proses pada pelajaran melakukan prosedur
administrasi pada siswa kelas XI APK-1 SMKN 2 Pacitan didapatkan bahwa prestasi
belajar siswa secara umum tergolong tinggi. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya nilai
yang diperoleh sebagian besar siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan test yang
berhubungan dengan materi yang diberikan Guru diakhir tindakan pembelajaran meskipun
ada beberapa siswa yang masih mendapatkan skor yang tergolong rendah.
Dengan hasil belajar ini, bisa disimpulkan bahwa seluruh siswa dari 33 siswa kelas
XI APK-1 SMKN 2 Pacitan telah mencapai kriteria ketuntasan belajar. Dari hasil tersebut,
tindakan pembelajaran dihentikan dan diambil kesimpulan bahwa mengopersikan aplikasi
perangkat lunak, bahwa siswa telah dapat meningkatkan prestasi belajar dalam melakukan
prosedur administrasi.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
202
Tabel Keberhasilan Pada tiap siklus
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Secara umum diketahui bahwa ada peningkatan pemahaman siswa dalam
mengoperasikan aplikasi perangkat lunak dalam menata dokumen yang telah
ditetapkan. Dari hasil observasi didapatkan bahwa dalam bekerja secara individu atau
kelompok dalam menggunakan ketrampilan menyusun dokumen/naskah dilakukan
dengan baik.
2. Prestasi belajar siswa mengalami peningkatan setelah mendapat tindakan pembelajaran
dengan mengoperasikan aplikasi perangkat lunak dalam menata dokumen. Hal ini
dapat ditunjukkan dengan kemampuan siswa mencapai kriteria ketuntasan belajar 80%
dari yang telah ditetapkan. Berdasarkan skor tes tulis akhir siklus II, didapatkan bahwa
seluruh siswa mencapai nilai 70. hasil belajar ini menunjukkan mengoperasikan
aplikasi perangkat lunak dalam menata dokumen telah mampu meningkatkan prestasi
belajar siswa kelas XI APK-1 SMKN 2 Pacitan.
Saran
1. Proses belajar mengajar dalam melakukan prosedur administrasi dengan melalui
mengoperasikan aplikasi perangkat lunak dalam menata dokumen sangat membantu
siswa dalam pembelajaran.
2. Proses belajar mengajar dalam melakukan prosedur administrasi dengan melalui
mengoperasikan aplikasi perangkat lunak dalam menata dokumen membutuhkan
metode pengajaran aktif dan lebih berpusat pada aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, Ratna W. 1988. Teori-Teori Belajar. Bandung: Tarsito.
Depdikbud. 1999. Media Pembinaan Pendidikan. Edisi Juli 1999. Surabaya: Dian indah
Perkasa.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud
Bekerjasama dengan PT. Rineka Cipta.
Hadiat dan Kertayasa. 1984. Metodologi Pengajaran IPA. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Kasbolah, K. 1999. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru Sains. Makalah Disajikan
dalam Pelatihan Guru Sains dalam Pendidikan STM di Malang.
Nurhadi, A. dan G. Senduk. 2003. Pembelajaran Konstekstual dan Penerapannya dalam
KBK. Universitas Negeri Malang: UM Press.
Purwanto, N. 1992. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Rosda
Karya.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Usman, M. Uzer. 2004. Menjadi Guru Profesional, Edisi Kedua. Bandung: PT. Rosda
Karya.
05
10152025
Siklus 1
Siklus 2
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
203
PEMBELAJARAN KOPERATIF MODEL JIGSAW DAPAT
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DALAM MENERAPKAN
PRINSIP BEKERJA SAMA DENGAN KOLEGA DAN
PELANGGAN PADA SISWA SMK
Idha Sukarini
SMKN 2 Pacitan
Abstrak
Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, saat ini telah dikem-bangkan
metode pembelajaran model “Cooperative Learning”. Model pembelajaran ini dirancang
sedemikian rupa sehingga siswa selalu aktif dalam kegiatan belajar mengajarnya, sedangkan
pengajar bertindak sebagai fasilitator, motivator, evaluator, dan sekaligus pembimbing belajar.
Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa belajar bersama dengan teman, saling
menyumbangkan pikiran dan bertang-gungjawab atas pencapaian hasil belajar secara individu
maupun kelompok. Siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok kecil-kecil yang terdiri
dari tiga atau empat orang, sehingga diharapkan dengan kelompok kecil ini interaksi siswa
menjadi maksimal dan efektif.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan demikian yang
menjadi subyek penelitian ini adalah Siswa. Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan
dalam penelitian ini maka siswa yang dimaksud adalah siswa kelas XI-Apk-1 SMK PGRI 1
Pacitan yang berjumlah 30 siswa.
Dari tabel di atas, kelima unsur kooperatif yang mencapai tingkat ketercapaian dengan
prosentase rata-rata tertinggi yaitu tanggung jawab perseorangan mencapai 21,65%. Tingkat
ketercapaian prosentase tertinggi, yaitu tanggung jawab perseorangan yang mencapai 49,52%.
Sedangkan tingkat ketercapaian tertinggi adalah tatap muka yang mencapai 24,69%. Secara
umum, kelima unsur kooperatif yang dicapai siswa pada siklus II ini berada pada tingkat
ketercapaian .
Kata Kunci : Pembelajaran, Peningkatan prestasi, belajar
PENDAHULUAN
Guru sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, di samping memahami hal-hal
yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal
yang bersifat teknis ini terutama kaegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar
mengajar. Di dalam kegiatan mengelola interaksi belajar mengajar, guru paling tidak harus
memiliki dua modal dasar, yakni kemampuan mendesain program dan keterampilan
mengkomunikasikan program itu kepada anak didik (Sardiman, 1990:161). Suatu
kenyataan di alami oleh penulis bahwa di SMK PGRI 1 Pacitan, sebagian besar proses
pembelajaran di sekolah dilakukan secara tradisional (konvensional).
Pembelajaran konvensional dengan metode ceramah menyebabkan sebagian besar
aktivitas pembelajaran didominasi oleh guru sedangkan siswa bersifat pasif. Siswa di
dalam kelas hanya duduk, mendengar, dan mencatat. Jika ditinjau dari karakteristik
pelajaran dalam menerapkan prinsip bekerjasama dengan kolega dan pelanggan, siswa
dituntut dapat memahami konsep-konsep tentang materi yang disampaikan secara rinci
yang tersusun mulai dari konsep-konsep yang umum/ luas sampai pada konsep-konsep
yang lebih spesifik, bahkan diharapkan dapat menyebutkan contoh-contohnya serta dapat
menerapkan pada penyelesaian administrasi secara lengkap terutama dalam menerapkan
prinsip-prinsip bekerjasama dengan kolega. Selain itu siswa dituntut dapat menerapkan
konsep-konsep yang dipelajarinya ke dalam penjabaran konsep tentang bekerja sama
dalam kehidupan sehari-hari. Prestasi belajar adalah derajat keberhasilan yang dicapai
dalam proses belajar. Keberhasilan siswa dalam proses belajar merupakan salah satu hasil
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
204
peruba-han aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Prestasi belajar yang
mengacu pada aspek kognitf dapat diukur dari tes yang mengarah pada ranah kognitif.
Tingkat prestasi belajar dalam menerapkan prinsip bekerja sama dengan kolega dan
pelanggan adalah perubahan yang dicapai dalam tingkat penguasaan siswa terhadap
materi yang diajarkan meliputi aspek kognitif dan afektif .
Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, saat ini telah dikem-bangkan
metode pembelajaran model “Cooperative Learning”. Model pembelajaran ini dirancang
sedemikian rupa sehingga siswa selalu aktif dalam kegiatan belajar mengajarnya,
sedangkan pengajar bertindak sebagai fasilitator, motivator, evaluator, dan sekaligus
pembimbing belajar. Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa belajar bersama dengan
teman, saling menyumbangkan pikiran dan bertang-gungjawab atas pencapaian hasil
belajar secara individu maupun kelompok. Siswa belajar dan bekerjasama dalam
kelompok kecil-kecil yang terdiri dari tiga atau empat orang, sehingga diharapkan dengan
kelompok kecil ini interaksi siswa menjadi maksimal dan efektif.
Selain itu perasaan keterikatan mampu menghasilkan energi yang sangat positif.
Interaksi yang satu dengan lainnya selain menghasilkan kompleksitas kognitif juga sosial.
Kondisi ini akan mampu menciptakan aktivitas intelektual yang lebih dari pada hanya
dengan belajar sendiri. bekerja secara kooperatif meningkatkan perasaan positif satu
dengan lainnya, mengurangi keterasingan dan kesendirian, membangun hubungan, dan
menyediakan pandangan positif terhadap orang lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
metode pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok yang dilakukan untuk
mencapai tujuan khusus. Selain itu juga untuk memecahkan soal dalam memahami suatu
konsep, yang didasari rasa tanggungjawab dan berpandangan bahwa semua siswa
memiliki tujuan sama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak cukup hanya
mempelajari materi saja, tetapi juga harus mempelajari keterampilan kooperatif.
Keterampilan berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan peranan tugas
agar kelompok dapat bekerjasama secara produktif. Peranan hubungan kerja ini dibangun
dengan mengembangkan komunikasi dan hubungan antar anggota kelompok. Sedangkan
hubungan tugas membagi tugas-tugas antar anggota selama kegiatan kelompok
berlangsung.
Proses belajar adalah rangkaian kegiatan yang dicapai siswa secara belajar yang
meliputi 5 unsur kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab
perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar kelompok, dan (5) evaluasi proses
kelompok.
Agar pembelajaran kooperatif mencapai hasil yang maksimal, maka unsur-unsur
kooperatif harus diterapkan (Lie dalam Ariyani, 2003:17) yaitu: (1) Saling ketergantungan
positif; siswa harus merasa bahwa mereka saling tergantung secara positif dan saling
terkait terhadap sesama. Sifat ini dapat ditunjukkan dari keingintahuan anggota dalam hal-
hal yang disampaikan oleh anggota kelompok, sehingga siswa mempunyai kesempatan
untuk memberikan pendapat dan terpacu untuk meningkatkan usaha dan hasil belajar. (2)
Tanggung jawab perseorangan; setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik kepada kelompok. Dalam hal ini dapat dilihat dari kesanggupan
setiap anggota menguasai dan menyampaikan materi hasil diskusi kepada kelompoknya.
(3) Tatap muka; setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi, sebab hasil pemikiran beberapa orang akan lebih kaya dari pada pemikiran dari
seorang saja. Hal ini bertujuan untuk menghargai, meman-faatkan kelebihan dan mengisi
kekurangan masing-masing. (4) Komunikasi antar kelompok; unsur ini bertujuan agar
belajar keterampilan komunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga tergantung pada
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
205
kesediaan para anggota untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka
menyampaikan pendapat. Adakalanya siswa perlu memperhatikan cara-cara
berkomunikasi secara efektif, seperti bagaimana cara menyanggah pendapat orang lain
tanpa menyinggung perasaan orang tersebut. (5) Evalusi proses kelompok; tujuan agar
siswa bisa bekerjasama dengan lebih efektif dan meningkatkan kualitas kerja.
Evaluasi tersebut dapat berupa refleksi setiap anggota yang kemudian dianalisis
bersama anggotanya. Dalam metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw dibentuk
kelompok yang beranggotakan 3-5 orang yang ditugaskan untuk mempelajari sebuah bab
dalam sebuah buku ajar. Oleh sebab itu, bab tersebut dibagi menjadi beberapa bagian
sesuai dengan banyaknya anggota kelompok, yang mengajak setiap anggota kelompok
tersebut menjadi ahli pada satu bagian dan kemudian bertanggungjawab untuk mengajar
anggota lain dalam kelompok tentang hal tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan kualitas proses
belajar dalam menerapkan prinsip bekerja sama dengan kolega dan pelanggan pada
siswa kelas XI Apk-1 SMK PGRI 1 Pacitan ?
2. Apakah pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar
dalam menerapkan prinsip bekerja sama dengan kolega dan pelanggan pada siswa
kelas XI Apk-1 SMK PGRI 1 Pacitan ?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan demikian yang
menjadi subyek penelitian ini adalah Siswa. Sesuai dengan latar belakang dan
permasalahan dalam penelitian ini maka siswa yang dimaksud adalah siswa kelas XI-Apk-
1 SMK PGRI 1 Pacitan yang berjumlah 30 siswa tahun pelajaran 2012/2013.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK) yang memberikan
tindakan berupa metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Pada pelajaran ini siswa
untuk meningkatkan prestasi belajar dalam memahami materi dalam rangka menerapkan
prinsip-prinsip bekerja sama dengan kolega dan pelanggan. Dari hasil tindakan yang
diberikan, diharapkan peningkatan kualitas proses pembelajaran dan prestasi belajar siswa
dapat tercapai. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti, sebab peneliti merupakan
pelaku utama. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: (1) observasi, (2)
wawancara, (3) tes, dan (4) dokumentasi. Adapun pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui keaktifan siswa selama penggunaan
model Jigsaw dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi siswa dalam
belajar dalam menerapkan prinsip bekerja sama dengan kolega dan pelanggan . Hasil
kegiatan observasi ini ditulis dalam lembar observasi siswa.
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini adalah mengajukan pertanyaan kepada subjek
penelitian dan guru mata pelajaran. Subjek diberi kebebasan mengungkapkan
pendapatnya. Wawancara ini digunakan sebagai pedoman refleksi awal untuk
merancang tindakan yang akan dilaksanakan.
3. Tes
Dalam penelitian ini, tes dilakukan pada setiap akhir siklus. Tes ini digunakan
untuk mengetahui pemahaman konsep dan prestasi belajar siswa setelah diberi
tindakan. Tes disusun dengan berpedoman pada Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
dan mengukur ranah kognitif dan psikomotorik siswa. Data skor tes di atas dicatat,
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
206
setelah itu mencatat pencapaian lima unsur kooperatif selama proses belajar ke dalam
lembar observasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Rencana Tindakan 1
Pada siklus I pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pembelajaran
kooperatif model Jigsaw. Rencana tindakan 1 diawali dengan melakukan diskusi dengan
guru mata pelajaran mengenai metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Kegiatan
selanjutnya adalah membuat perencanaan pembelajaran yang meliputi rencana
pembelajaran yang bertujuan agar proses pembelajaran berjalan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Selain rencana pembelajaran, guru juga mempersiapkan LKS yang dibuat
sesuai dengan materi yang akan dipelajari oleh siswa. Untuk melaksanakan pembelajaran
kooperatif model Jigsaw, guru membagi siswa menjadi 5 kelompok yang beranggotakan 4
orang siswa heterogen.
Pelaksanaan Tindakan 1
Kegiatan penelitian diawali dengan penjelasan mengenai tujuan pembelajaran dan
penyampaian materi secara garis besar selama kurang lebih 13 menit. Kegiatan
selanjutnya adalah pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model
Jigsaw dengan materi kepribadian dan profesionalisme kerja. Selama 10 menit guru
membagi bahan pelajaran menjadi 4 bagian dan meminta siswa untuk membentuk
kelompok asal yang telah ditentukan.
Observasi 1
Sesuai dengan pelaksanaan tindakan 1, proses pembelajaran kooperatif model
Jigsaw diawali dari diskusi kelompok ahli. Pada saat diskusi di kelompok ahli, siswa
masih banyak yang belum mengerti cara bekerja secara kooperatif. Misalnya cara duduk
dalam kelompok, masing-masing siswa dalam kelompok duduk dengan tempat yang
berjauhan bahkan ada yang duduk bersebelahan, sehingga tatap muka dan komunikasi
antar anggota kelompok kurang. Kepercayaan siswa kepada penjelasan yang disampaikan
oleh temannya juga kurang.
Refleksi 1
Rata-rata ketercapain masing-masing kelompok dalam proses pembelajaran
menggunakan pembelajaran kooperatif model Jigsaw berbeda. Kelompok yang memiliki
tingkat ketercapaian dengan prosentase tertiggi adalah kelompok kurang (K) sebesar 48
%. Presentasi tertinggi pada tingkat ketercapaian cukup (C) adalah sebesar 52%.
Prosentase tertinggi pada tingkat ketercapaian baik (B) adalah sebesar 28%.
Siklus II
Rencana Tindakan 2
Pada siklus II, dengan materi kepribadian dan profesionalisme kerja yang
digunakan pada kegiatan siklus I. Pembelajaran pada siklus II ini dilaksanakan dengan
menggunakan metode eksperimen dan metode kooperatif model Jigsaw. Rencana tindakan
2 diawali dengan membuat perencanaan pembelajaran yang meliputi rencana
pembelajaran yang bertujuan agar pembelajaran berjalan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
207
Pelaksanaan Tindakan 2
Kegiatan ini diawali dengan penjelasan mengenai tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai selama 10 menit. Setelah itu 60 menit berikutnya, guru membagi siswa menjadi 9
kelompok dan menjelaskan cara kerja dalam melakukan percobaan serta membagikan
LKS. Kemudian siswa melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang ada dalam LKS
dan mengerjakan pertanyaannya. Selanjutnya hasil percobaan tersebut didiskusikan
bersama dengan teman dan guru. Kegiatan ini diakhiri dengan membuat kesimpulan
bersama-sama antara siswa dengan guru selama kurang lebih 10 menit.
Observasi 2
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kelima unsur pembelajaran kooperatif
yang meliputi saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka,
komunikasi antar kelompok, dan evaluasi proses kelompok kurang tercapai. Sebab siswa
hanya memberikan hasil jawaban di LKS tanpa disertai dengan penjelasan. Anggota
kelompok juga tidak banyak yang bertanya pada ahli, apabila ada yang mencoba
memberikan penjelasan mereka hanya membaca buku sehingga tingkat ketercapaian tatap
mukanya kurang, artinya selama diskusi tidak berhadap-hadapan atau tidak saling melihat
dengan lawan bicaranya. Akan tetapi ada juga beberapa siswa yang hampir mencapai 5
unsur kooperatif dengan tingkat ketercapaian yang bagus.
Refleksi 2
Kelima unsur pembelajaran kooperatif yang mencapai tingkat ketercapaian
dengan prosentase rata-rata tertinggi yaitu tanggung jawab perseorangan mencapai
21,65%. Tingkat ketercapaian prosentase tertinggi, yaitu tanggung jawab perseorangan
yang mencapai 49,52%. Sedangkan tingkat ketercapaian tertinggi adalah tatap muka yang
mencapai 24,69%. Secara umum, kelima unsur kooperatif yang dicapai siswa pada siklus
II ini berada pada tingkat ketercapaian . Tingkat ketercapaian Kurang (K) sebesar 45 %,
Tingkat ketercapaian Cukup (C) sebesar 48 %. Sedangkan kelompok yang memiliki
ketercapaian Baik (B) sebesar 35 %
Berdasarkan deskripsi data-data di atas, pembelajaran kooperatif model Jigsaw
tergolong pada kriteria mencapai ketercapaian pada hasil peningkatan.
Grafik 1. Hasil Pembelajaran
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian di depan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan kualitas proses belajar
dalam menerapkan prinsip bekerja sama dengan kolega dan pelanggan siswa kelas XI
Apk-1 SMK PGRI 1 Pacitan. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian kelima unsur
kooperatif yang terdiri dari saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar kelompok, dan evaluasi proses kelompok.
0
10
20
30
40
50
60
Kurang Cukup Baik
Siklus 1
Siklus 2
PROSIDING ISBN: 978 – 602 – 9969 – 84 – 9
208
2. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar dalam
menerapkan prinsip bekerja sama dengan kolega dan pelanggan siswa kelas XI Apk-1
SMK PGRI 1 Pacitan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan prestasi belajar siswa dari
kemampuan awal sampai dengan akhir siklus II.
Saran
Selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif model Jigsaw, diperoleh banyak
kejadian yang dapat dijadikan masukan bagi penyempurnaan pelaksanaan model Jigsaw.
Adapun saran-saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
1. Kepada Guru,
Khususnya guru mata pelajaran hendaknya membiasakan untuk menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model Jigsaw agar siswa dapat lebih memahami cara belajar
dan bekerja secara kooperatif sebagai alternatif pembelajaran berpusat pada siswa.
2. Siswa
Sebaiknya jika siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi, maka siswa
tersebut tidak perlu segan untuk bertanya pada temannya atau guru.
3. Peneliti
Guna kesempurnaan pembelajaran dengan metode Jigsaw maka perlu diadakan
penelitian kelanjutan oleh sebab metode Jigsaw merupakan metode yang masih baru
sehingga hambatan dan kekurangan pada penerapannya masihlah kurang. Untuk hal
tersebut perlu pendalaman yang lebih lanjut terutama guru yang memegang peran
sangat penting dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, Ratna W. 1988. Teori-Teori Belajar. Bandung: Tarsito.
Depdikbud. 1994. Kurikulum Sekolah Dasar 1994. Depdikbud RI. Jakarta.
Depdikbud. 1998. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Kelas VI Sekolah
Dasar. Direktorat Pendidikan Dasar. Jakarta.
Depdikbud. 1999. Media Pembinaan Pendidikan. Edisi Juli 1999. Surabaya: Dian indah
Perkasa.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud
Bekerjasama dengan PT. Rineka Cipta.
Hadiat dan Kertayasa. 1984. Metodologi Pengajaran IPS. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Kasbolah, K. 1999. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru Sains. Makalah Disajikan
dalam Pelatihan Guru Sains dalam Pendidikan STM di Malang.
Nurhadi, A. dan G. Senduk. 2003. Pembelajaran Konstekstual dan Penerapannya dalam
KBK. Universitas Negeri Malang: UM Press.
Purwanto, N. 1992. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: RoSMPa
Karya.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Usman, M. Uzer. 2004. Menjadi Guru Profesional, Edisi Kedua. Bandung: PT. RoSMPa
Karya.