makalah-ovop-ledv1

18
DAFTAR ISI

Upload: wahyu-septiana

Post on 01-Oct-2015

381 views

Category:

Documents


86 download

DESCRIPTION

pengembangan wilayah berbasis one village one product

TRANSCRIPT

DAFTAR ISIBAB 1 PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPerencanaan wilayah merupakan perencanaan yang ruang lingkupnya di delineasi sesuai dengan kebutuhan pembangunan atau pengembangan. Glasson menerangkan bahwa perencanaan wilayah dapat mencakup sebuah benua atau hanya sebesar sebuah kota [CITATION: John Glasson, 2006, Regional Development]. Perencanaan wilayah umumnya dilakukan untuk mencapai kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.Perencanaan wilayah dilakukan dengan melakukan berbagai pertimbangan; yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi wilayah yang direncanakan.Pertimbangan yang diberikan dalam pengembangan wilayah menghasilkan ketentuan basis pengembangan wilayah dan pendekatan pengembangan wilayah.Basis pengembangan wilayah terbagi atas pengembangan berbasis ekonomi, teknologi, lingkungan, isu global, dan lain sebagainya.Basis pengembangan wilayah tersebut merupakan tumpuan dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan wilayah.Salah satu basis pengembangan wilayah adalah ekonomi; yaitu mengembangkan wilayah dengan menjadikan ekonomi sebagai penggerak pengembangan wilayah.Pengembangan wilayah berbasis ekonomi dapat diinisiasi oleh pembuat kebijakan atau masyarakat.Pengembangan yang di inisiasi oleh pembuat kebijakancenderung melibatkan daerah yang luas dan mempertimbangkan hubungan antar wilayah, sedangkan pengembangan yang diinisiasi oleh masyarakat cenderung memperkuat pertumbuhan ekonomi lokal dan mengembangkan sumber daya masyarakat tersebut.Pada pengembangan wilayah berbasis ekonomi diantaranya terdapat konsep One VillageOne Product (OVOP) dan Local Economic Development (LED) yang secara aktif melibatkan masyarakat dalam kegiatan pengembangannya. Konsep-konsep tersebut dapat mendukung pengembangan wilayah pada negara berkembang karena masyarakat menjadi mandiri dalam ekonomi dan mengalami proses perbaikan kualitas sumber daya manusia dengan terus menerus. Indonesia merupakan negara berkembang sehingga penting untuk mengetahui konsep-konsep pengembangan wilayah berbasis ekonomi yang melibatkan masyarakat, selain itu beragamnya karakteristik masyarakat akan menjadi potensi dalam kegiatan pengembangan.1.2 TujuanPenulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai konsep-konsep pengembangan wilayah berbasis ekonomi, yaitu konsep OVOP dan LED.

BAB 2 PEMBAHASAN2.1 OVOP (One Village One Product)Keinginan pemerintah menjadikan gerakan satu desa satu produk atau one village one product (OVOP) sebagai program nasional memang patut didukung. Sebab, secara konseptual maupun praktis, khususnya di negara Taiwan dan Jepang, program OVOP amat menjanjikan. OVOP bisa diandalkan sebagai gerakan swadaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat serta menjadi wahana revitalisasi ekonomi daerah. Karena itu pula, OVOP bisa menjadi metode untuk membendung arus urbanisasi. Dengan adanya OVOP, warga desa terkondisi tak memiliki cukup alasan untuk mencari penghidupan ke perkotaan. Hal ini akan menyebakan pekerjaan dengan penghasilan yang relatif mensejahterakan tersedia di desa. OVOP memungkinkan kegiatan ekonomi terpicu dan terpacu berkembang sesuai dengan potensi dan keunggulan desa setempat.2.1.1 Pengertian OVOPAda beberapa pengertian dari konsep OVOP ini yang dapat dijabarkan sebagai berikut:1. Pendekatan pengembangan Potensi daerah di satu wilayah unuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah dengan memanfatkan sumber daya lokal. Satu desa sebagaimana dimaksud dapat dperluas menjadi kecamatan, kabupaten/kota, maupun kesatuan wilayah lainnya sesuai dengan potensi dan skala usaha secara ekonomis.2. Pendekatan pengembangan potensi daerah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik dan khas dengan memanfaatkan sumber daya lokal.3. Konsep pengembangan wilayah berbasis ekonomi yang mengarahkan setiap desa dalam suatu wilayah untuk memproduksi satu komoditas unggulan yang kemudian dipasarkan pada skala yang lebih luas.2.1.2 Sejarah Perkembangan Konsep OVOPGerakan OVOP dicetuskan oleh Harumi Yahata, kepala kooperasi agrikultur Kota Ooyama, Perfektur Ooita, Jepang pada tahun 1961. Hal itu dilatarbelakangi kurang mendukungnya fitur geografis Kota Ooyama yang menyebabkan petani tidak bisa menanam padi di desa mereka. Kemudian Morihiko Hiramatsu, saat menjabat sebagai Gubernur Prefektur Ooita, mengaplikasikan konsep OVOP tersebut. Masa jabatannya di Ooita selama 6 periode (1979-2003) benar-benar digunakan untuk mengentaskan kemiskinan warganya dengan menerapkan konsepsi pembangunan wilayah berbasis daerah itu.2.1.3 Tujuan Konsep OVOPTujuan dari penggunaan konsep OVOP untuk pengembangan produk unggulan daerah adalah sebagai berikut:1. Untuk menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif lokal, dari sumber daya, yang bersifat unik khas daerah, bernilai tambah tinggi, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, memiliki image dan daya saing yang tinggi.2. Mengembangkan produk unggulan daerah yang memiliki potensi pemasaran lokal maupun internasional.3. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta nilai tambah produk, agar dapat bersaing dengan produk dari luar negeri (impor).2.1.4 Kriteria ProdukKriteria produk yang digunakan untuk penerapan konsep OVOP dapat dijabarkan menjadi:1. Produk unggulan daerah dan/atau produk kompetensi inti daerah.2. Unik khas budaya dan keaslian lokal.3. Berpotensi pasar domestik dan ekspor.4. Bermutu dan berpenampilan baik.5. Diproduksi secara kontinyu dan konsisten.2.1.5 Prinsip Wilayah dalam Melaksanakan Konsep OVOPKonsep OVOP dalam pelaksanaannya mempunyai tiga prinsip yang harus dimilki oleh daerah-daerah maupun negara yang akan menerapkan konsep tersebut untuk mengembangkan produk-produk unggulan lokal yang dimiliki oleh daerah maupun negaranya. Prinsip tersebut diantaranya:1. Pikiran secara Global, Kegiatan secara Lokal.Semakin lokal berarti semakin global. Maksudnya, komoditas yang bersifat lokal ternyata bisa menjadi komoditas yang internasional. Biasanya orang menilai bahwa komoditas lokal tidak mempunyai sifat universal, dan komoditas internasional mempunyai sifat kosmopolitan. Pada nyatanya bukan demikian. Sebaliknya, makin tinggi keaslian dan kekhasan lokal suatu daerah, semakin tinggi pula nilai dan perhatiaan secara internasional terhadap daerah tersebut. Namun, komoditas lokal itu sendiri harus dipatenkan dan mutunya harus ditingkatkan setinggi mungkin. Dengan usaha ini, komoditas lokal baru bisa mendapat penilaian dunia dan dapat dipasarkan dipasar secara global.2. Usaha Mandiri dengan Inisiatif dan Kreativitas.Pada umumnya, suatu gerakan yang dicanangkan dari tingkat atas sulit dijalankan dan berkelanjutan. Jika memakai uang atau dana swadaya, terpaksa usaha tersebut harus bersungguh-sungguh dalam pelaksanaannya. Apa yang akan dilaksanakan oleh daerah masing-masing diserahkan kepada daerah-daerah tersebut. Penerapan OVOP pada umumnya berdasarkan inisiatif masyarakat lokal, oleh sebab itu banyak yang tidak berhasil. Namun yang penting adalah keinginan yang berdasarkan inisiatif masyarakat. Satu desa satu produk merupakan sebuah istilah. Namun secara implementasi satu desa diperkenankan menghasilkan tiga produk, ataupun dapat pula dua desa satu produk. Sedangkan fungsi pemerintah, hanya berfungsi sebagai pembantu secara tidak langsung atau sebagai fasilitator.3. Perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM).Suatu daerah yang berhasil akan selalu mempunyai local leader yang bagus. Jika daerah ingin membuat sesuatu yang bagus dalam skala besar atau nasional, dapat memanfaatkan penanaman modal besar dari luar daerah. Namun, ada pula daerah yang tidak mengikuti cara ini. Daerah tersebut, berusaha memperhatikan sekaligus meningkatkan keaslian dan kekhasan lokal. Masyarakat bergerak dengan inisiatif dan kreativitas mereka sendiri, dengan pertanggungjawaban sendiri. Dengan cara ini, OVOP dapat berjalan dan berkelanjutan. Pemodal besar berkepentingan untuk mencapai hasil dengan cepat, namun mereka juga akan cepat lari jika tidak berhasil. Anda harus berpikir siapa yang bertanggungjawab terhadap pembangunan daerah setempat.2.1.6 Kelebihan dan Kekurangan OVOPKelebihan dari penggunaan konsep OVOP ini adalah:1. Mengedepankan nilai tambah atas produk yang telah ada sebelumnya.2. Menciptakan kemandirian dalam sektor ekonomi.Kekurangan konsep OVOP sendiri antara lain:1. Terinterverensi dengan birokrasi. Misalnya berupa kepentingan politik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (pendekatan up-bottom).2. Terbatasnya anggaran (pendekatan bottom-up).2.1.7 Penerapan Konsep OVOP di IndonesiaPendekatan OVOP di Indonesia tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan di Jepang dan Thailand. Implementasi OVOP di negara kita mengikuti suatu konsep program membangun suatu regional, mungkin bisa tingkat desa , kecamatan, kota dan selanjutnya memilih satu produk utama yang dihasilkan dari kreativitas masyarakat desa. Pendekatan OVOP juga menggunakan sumberdaya lokal, memiliki kearifan lokal dan bernilai tambah tinggi. Produk-produk yang dipilih menjadi Gerakan OVOP tidak hanya dalam bentuk tangible product, tetapi juga dalam wujud intangible product, misalnya produk-produk budaya dan kesenian khas daerah yang memiliki nilai jual tinggi secara global.Husaini (2011) mengemukakan bahwa OVOP dalam bentuk konsep SAKA SAKTI (Satu Kabupaten/Kota Satu Kompetensi Inti) yaitu suatu konsep yang dikembangkan dalam rangka membangun daya saing suatu daerah dengan menciptakan kompetensi inti bagi daerah tersebut agar dapat bersaing di tingkat global. Konsep ini sangat diperlukan agar sumber daya dan kemampuan yang dimiliki oleh daerah diarahkan untuk menciptakan kompetensi inti. Ada dua konsep dalam membangun kompetensi inti melalui pendekatan Gerakan OVOP. Pertama, konsep membangun produk unggulan yaitu mengembangkan produk lokal yang memiliki keunggulan dari sisi keunikan, kekhasan, kemanfaatan yang lebih besar bagi pengguna produk serta memberikan keuntungan yang besar penghasil produk tersebut. Kedua, konsep membangun kompetensi inti daerah, dalam hal ini daerah harus memilih kompetensi inti daerah yang bersangkutan dilihat dari keunikan, kekhasan daerah, kekayaan sumberdaya alam, peluang untuk menembus pasar internasional dan dampaknya. Gerakan OVOP di Indonesia telah menjadi prioritas pembangunan nasional. Pengambangan Hal ini didukung dengan ditetapkannya Inpres No. 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 sebagai kelanjutan dari Ipres No. 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Inpres tersebut ditujukan untuk mendorong efektifitas pengembangan One Village One Product (OVOP). Sasaran Gerakan OVOP di Indonesia adalah berkembangnya sinerji produksi dan pasar. Melalui Inpres ini semua Kementerian, Gubernur dan Bupati/Walikota berkorodinasi dan secara bersama mensukseskan Gerakan OVOP. Dalam rangka menindaklanjuti Inpres tersebut, pada tahun 2007 Menteri Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M-IND/PER/9/2007 Tentang Peningkatan Efektivitas Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (OVOP). Sasaran program pendekatan OVOP yang dilakukan Kementerian Perindustrian adalah industri kecil dan menengah (IKM) di sentra-sentra IKM yang menghasilkan produk-produk terbaik.Kementerian Koperasi dan UKM telah menetapkan OVOP sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam mengukur keberhasilan program Kementerian Koperasi dan UKM 2010-2014. Pada tahun 2010 -2014 Kementerian Koperasi dan UKM telah menargetkan milestone OVOP di 100 Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia. Gerakan OVOP merupakan suatu Gerakan nasional dan bersifat lintas sektoral, serta melibatkan 2.2 LED (Local Economic Development)2.2.1 Pengertian LEDLocal Economic Development (LED)atau yang biasa disebut dengan Pembangunan Ekonomi Lokal merupakan proses dimana pemerintah lokal dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang dan memelihara aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan (Blakely and Bradshaw, 1994)Pendapat lain dari word bank menyatakan bahwa PEL sebagai proses yang dilakukan secara bersama oleh pemerintah, usahawan dan organisasi non pemerintah untuk menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di tingat lokal. International Labour Organization (ILO) juga menyatakan bahwa PEL adalah proses partisipatif yang mendorong kemitraan antara dunia usaha dan pemerintah serta masyarakat pada wilayah tertentu yang memungkinkan kerjasama dalam perancangan dan pelaksanaan strategi pembangunan secara umum dengan menggunakan sumberdaya lokal dan keuntunga kompetitif dalam kontes global, dngan tujuan akhir menciptakan lapanga pekerjaan yang layak dan merangsang kegiatan ekonomi.Bila disimpulkan PEL merupakan konsep yang bertumpu pada lokalitas dalam melaksanakan pembangunan disuatu daerah. Yaitu pembangunan yang merangsang timbulnya lapangan pekerjaan baru yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat.Dalam definisi PEL tersebut, ada dua kata kunci yang dapat di ambil yaitu:1 Kerja sama antar semua komponen2 Pemberdayaan sumber daya lokal secara optimalKedua kata kunci tersebut sekaligus merupakan komponen pendekatan PEL dan tentunya keduanya sangat relevan dengan semangat desentralisasi dimana pemerintah daerah bersama sama dengan seluruh komponen di dalamnya dituntut untuk mampu mengelola daerahnya sendiri dan mampu mengubah potensi lokal yang dimiliki menjadi kekuatan ekonomi sebagai sumber pertumbuhan dan perbaikan kualitas hidup pendudunya.2.2.2 Tujuan dan Sasaran Konsep LEDSasaran dan tujuan dari program Pengembangan Ekonomi LokalSasaran jangka panjang dari penerapan pendekatan PEL adalah pengentasan kemiskinan dan perbaikan yang terus menerus dan berkelanjutan dalam kualitas kehidupan dari suatu komunitas lokal di suatu daerah/wilayah. Untuk mencapaisasaran terse but. PEL memiliki tujuan yaitu: Mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan nilai tambah Menciptakan dan memeratakan kesempatan kerja Meningkatkan pendapatan dan memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat Meningkatkan day a saing ekonomi daerah terhadap daerah a tau negara lain Membangun dan mengembangkan kerja sama yang positif antardaerah2.2.3 Prinsip-prinsip Konsep LEDAda beberapa prinsip utama yang mendasari konsep PEL, diantaranya adalah sebagai berikut: Kemiskinan dan pengangguran merupakan tantangan utama yang dihadapi daerah sehingga strategi PEL harus mempriorltaskan pada peningkatan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan. PEL harus menetapkan target pada masyarakat kurang beruntung. pada area dan masyarakat yang cenderung termarjinalkan. pada usaha mikro dan kecil sehingga memungkinkan mereka untuk berpartisipasi nyata dalam kehidupan ekonomi setempat. Setiap daerah perlu mengembangkan dan memiliki sendiri strategi PEL yang sesuai dengan kondisi daerahnya. PEL mendukung kepemilikan lokal. keterlibatan masyarakat. kepemimpinan lokal dan pengambilan keputusan bersama. PEL menuntut terbangunnya kemitraan antara masyarakat. sektor usaha dan swasta serta pemerintah daerah untuk memecahkan masalah bersama. PEL memaksimalkan pemanfaatan sumber daya lokal. kemampuan. ketrampilan dan peluang bagi pencapaian berbagai tujuan. PEL memberikan keleluasaan bagi daerah untuk merespon perubahan lingkungan yang terjadi baik di tingkat lokal. nasional maupun internasional.2.2.5 Tahapan-Tahapan Konsep LEDTahapan-tahapan dalam pengelolaan Pengembangan Ekonmi LokalSeperti upaya-upaya pengembangan lain yang dilakukan druam kerangka mencapai tujuan pembangunan yang melalui tahapan dalam penerapnnya. PEL memiliki em pat tahapan utama yang berada dalam satu siklus pengelolaan PEL yang berkelanjutan. yaitu: Tahap I: Persiapan Tahap ll : Perencanaan Tahap lll : Pelaksanaan Tahap IV : Monitoring dan Evaluasi (Monev)Tahap I merupakan tahap awal yang diperlukan oleh daerah ketika akan memulai penerapan PEL. Sementara itu. Tahap II sampai Tahap IV merupakan tahap-tahap yang secara langsung berada dalam penerapan PEL. Proses yang ada di dl!!am Tahap II sampai IV tidaklah berjalan secara linear melainkan dalam satu siklus. sehingga akan menjadi proses yang terus berulang dan berkelanjutan.

Gambar 1 Siklus Pengelolaan Pengembangan Ekonomi LokalSumber: Acuan Penerapan Pengembangan Ekonomi Lokal untuk Kota dan Kabupaten, Kementerian PU Dirjen Cipta Karya2.2.5 Persoalan LED yang Dihadapi DaerahDi era desentralisasi saat ini. tuntutan terhadap daerah untuk menyelenggarakan pembangunan secara tepat dan meningkatkan perekonomian daerah menjadi semakin tajam. Dua isu kritis yaitu globalisasi dan isu pengentasan kemiskinan yang menjadi agenda utama dari Millenium Development Goals (MDQ,) juga Ielah meningkatkan tanggung jawab pada tingkat Pemerintahan daerah. baik di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten. untuk membangun dan memperkuat strategi dalam upaya meningkatkan daya saing. mendorong pertumbuhan ekonomi. menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengaruh dan dampak dan globalisasi. semisal liberalisasi perdagangan dan investasi. sudah dirasakan oleh para pelaku usaha di dalam negeri. baik besar maupun kecil. tidak hanya pada skala nasional tetapi juga lokal. Globalisasi menciptakan tingkat persaingan yang semakin tinggi. Pelaku usaha saling bersaing memperebutkan pasar. para pekerja bersaing dalam memperoleh pekerjaan. daerah bersaing dalam memperoleh investasi. dan tenaga kerja manusia bersaing dengan mesin sebagai akibat dari semakin pesatnya perkembangan teknologi. Selain itu. liberalisasi perdagangan juga telah memangkas pajak dan tarif impor serta berbagai hambatan non tarif sehingga industri lokal tidak lagi terlindungi dari persaingan produk impor yang semakin menggebu-gebu menembus pasar domestik Indonesia. Sebagai contoh adalah industri rotan. industri perikanan. dan komoditas hasil pertanian yang terus terpuruk oleh serbuan produk sejenis dari luar. Bahkan untuk komoditas ikan laut. sayur mayur dan buah-buahan yang sejatinya merupakan kekuatan dan unggulan komoditas negara agraris dan bahari. pada kenyataannya Indonesia terus digempur oleh masuknya komoditas yang sama dari negara lain. Kemampuan negara lain untuk menjual produk bermutu baik dengan harga murah saat ini memang sudah mengancam bukan hanya produk industri. tetap1 juga produk pertanian. Para pelaku usaha di daerah kini sedang menjerit dan berupaya melepaskan diri dari berbagai kesulitan. himpitan dan hambatan dalam menjalankan usahanya. Tambahan lagi tuntutan deregulasi Juga Ielah menyebabkan semakin sedikitnya kebijakan yang mengatur perekonomian dalam negeri termasuk kebijakan yang mempengaruhi pasar. Hal ini tentu saja berdampak pada semakin sedikitnya pengendalian harga dan mekamsmesubsidi yang diberikan. Daya tahan dan daya saing dari kelompok pelaku usaha lokal. terutama usaha mikro. kecil dan menengah, dalam menghadapi libelarisasi ekonomi dan perdagangan akan sangat tergantung pada dukungan kebijakan nasional/daerah dan juga pada seberapa kuat ikatan daerah tersebut terhadap ekonomi global. Walaupun pada banyak kasus kondisi persaingan bisa memunculkan dan mendorong terjadinya elisiensi dan inovasi. namun kompetisi yang berlebihan yang tidak seimbang antardaerah atau antarnegara justru dapat menyebabkan semua pihak pada akhirnya mengalami kerugian. Bukan tidak mungkin, yang justru mendapatkan kerugian paling besar adalah kelompok-kelompok marjinal. Kasus-kasus yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia yang memproduksi produk-produk dunia. misalnya tekstil dan produk olahan pangan telah membuktikan bahwa persaingan yang terlalu keras. baik dengan negara kompetitor maupun dengan sesama produsen di posar lokal atau domestik, teloh menghancurkan industri tersebut sekaligus menyebabkan hilangnya begitu bannyak pangan pekerjaan bagi masyarakat termasuk masyarakat miskin. Perlu dipahami bahwa kesejahteraan ekonomi dalam suatu masyarakat dic1ptakan bukan oleh Pemerintah. melainkan oleh dunia usaha yang kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan tersebut justru sangat tergantung pada adanya kondlsi lingkungan usaha yang baik dan menguntungkan Pemerintah daerah tentunya memegang peran kunci dalam menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi tumbuh dan berkembangnya dunia usaha dalam menclptakan kemakmuran yang diharapkan terutama bagi masyarakat berpendapetan rendah. Pelaksanaan otonomi di banyak daerah hingga saat ini telah menimbulkan dampak negatif terhadap dunia usaha dan perdagangan. Sejumlah hasil studi melaporkan bahwa selelah otonomi daerah pemerintah daerah berusaha meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan cara mengenakan lebih banyak pejak dan retrtbusi daerah. Selain itu. sejumlah regulasi non tarif yang diberlakukan pemerintah pusat dan daerah juga menciptakan distorsi pesar dan menurunkan daya saing produk yang dihasilkan oleh produsen di daerah tersebut terhadap produk sejenis yang diproduksi daerah lain dan bahkan memberikan kontribusi terhadap ketidakmampuan produk lokal dalam menahan laju masuknya impor produk sejenis dari negara lain. laporan studi tersebul sejalan dengan hasil kajian lainnya yang menunjukkan bahwa dunia usaha di Indonesia terutama usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menghadapi banyak kendala dan hambatan dalam menjalankan usahanya selain keberadaan berbagai pungutan pejak dan retribusi. Hambatan tersebut adalah sulitnya mendapatkan lahan murah, ketidaktersediaan infrastruktur yang memadai, berbelitnya pengurusan perijinan, rendahnya akses terhadap sumber dana, sulitnya mengakses informasi pasar dan teknologi serta berbagai hambatan lain yang menjadi permasalahan yang sangat erat dengan dunia usaha terutama UMKM. Semua kendala lersebut peda akhirnya mengganggu perkembangan usaha. menghambat mlnat lnvestasi yang bermuara pada ketidakmampuan daerah dalam menlngkatkan nilal lambah. menciptakan kesempalan kerja baru. meningkatkan pendapalan dan mengurangi kemiskinan.2.3 CBEs

BAB 3 PENUTUP3.1 KesimpulanLocal Economic Development / Pengembangan Ekonomi Lokal, intinya mengemukakan bagaimana mengembangkan perekonomian lokal dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang dimiliki, sejauh mana industri tersebut menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat dan menumbuhkan perekonomian lokal serta bagaimana keberlanjutannya pada masa yang akan datang.Pengembangan Ekonomi Lokal ini juga dapar didukung dengan adanya kegiatan OVOP (One Village One Product) dengan memanfaatkan potensi dari hasil pertanian dan perkebunan masing-masing daerah untuk diolah menjadi sesuai dengan kebutuhan pasar global agar memiliki daya saing sehingga hasil dari kom0ditas di daerah marjinal dapat bersaing sehingga dapat meningkatkan perekonomian. Hal ini termasuk salah satu cara untuk mengembangkan ekonomi lokal di suatu daerah.3.2 Lesson Learned

DAFTAR PUSTAKA

Aninomius. (2013, Mei 31). Prinsip Dasar OVOP. Retrieved Februari 23, 2015, from Gerakan OVOP: http://gerakanovop.blogspot.com/Karyanto, T. (2013, Maret 29). OVOP Indonesia? Retrieved Februari 24, 2015, from Hanito Industri Kreatif Kebumen: http://hanitokreasindo.blogspot.com/2013/03/ovop-indonesia.htmlNia. (2011, Desember 16). ONE VILLAGE ONE PRODUCT. Retrieved Februari 24, 2015, from VENUZ: http://nia-venuz.blogspot.com/2011/12/one-village-one-product.htmlSepta, A. (2012, Juni 18). One Village One Product. Retrieved Februari 23, 2015, from mutosagala: https://mutosagala.wordpress.com/2012/06/18/one-village-one-product/Wirjosoemarto, T. (2013, Maret 31). Antara Ekonomi Kreatif dan OVOP - Bagian I. Retrieved Februari 24, 2015, from Kompasiana: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/03/31/antara-ekonomi-kreatif-dan-ovop-bagian-i-547216.html Acuan Penerapan Pengembangan Ekonomi Lokal untuk Kota dan Kabupaten, Kementerian PU Dirjen Cipta Karya