makalah mood disorder
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gangguan suasana hati (mood disorder) merupakan hal yang umum dan lazim
(gangguan ini terbanyak ditemukan baik di pelayanan kesehatan mental maupun dalm
praktek dokter medis umum).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa,
diperkirakan 9-26% wanita dan 5-12% pria pernah mengalami depresi yang gawat didalam
kehidupan mereka.
Hampir 2/3 individu yang mengalami depresi memikirkan untuk bunuh diri dan hanya
10-15 % yang melakukan percobaan bunuh diri. Mereka yang dibawah ke rumah sakit
karena percobaan bunuh diri akan lebih berhasil bunuh diri daripada mereka yang belum
pernah dirawat di rumah sakit. Hampir semua pasien (97%) mengeluh bahwa mereka
kekurangan energi, sukar menyelesaikan tugas mereka, prestasi belajar menurun, prestasi
pekerjaan menurun, kurang motivasi untuk menerima tugas atau proyek baru. Sekitar 80%
pasien depresi mengeluh tentang kesulitan tidur, terutama suka terbangun diri hari atau
sering terbangun di malam hari, ketika mereka sedang merenungkan tentang masalah
mereka. Banyak pasien depresi kehilangan nafsu makan dan kehilangan berat badan, tetapi
ada juga yang mengalami penambahan nafsu makan dan kenaikan berat badan, juga tidur
lebih lama dari biasanya. Namun, banyak individu yang tidak menyadari bahwa mereka
menderita depresi dan apa yang dilakukan untuk mengobati gangguan tersebut.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan menjelaskan mengenai gangguan suasana hati
yang terdiri dari gangguan depresi (unipolar) dan gangguan bipolar.
2.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud gangguan suasana hati?
2. Apa saja jenis gangguan suasana hati?
3. Apa saja teori psikologis yang menjelaskan tentang gangguan suasana hati?
1
4. Apa saja teori biologis yang menjelaskan tentang gangguan suasana hati?
5. Apa saja terapi yang dapat dilakukan untuk individu yang mengalami gangguan suasana
hati?
2.3 TUJUAN
Adapun tujuan makalah ini adalah:
1. Supaya mahasiswa dapat mengetahui yang dimaksud gangguan suasana hati.
2. Supaya mahasiswa dapat mengetahui jenis gangguan suasana hati.
3. Supaya mahasiswa dapat mengetahui teori psikologis yang menjleakan tentang
gangguan suasana hati.
4. Supaya mahasiswa dapat mengetahui teori biologis yang menjelaskan tentang gangguan
suasana hati.
5. Supaya mahasiswa dapat mengetahui terapi yang dapat dilakukan untuk individu yang
mengalami gangguan suasana hati.
2
BAB II
GANGGUAN SUASANA HATI (MOOD DISORDER)
2.1 GANGGUAN SUASANA HATI (Mood Disorder)
Mood disorder (gangguan suasana hati) adalah suatu gangguan mental yang
ditandai oleh perubahan mood. Pada DSM, gangguan susana hati meliputi gangguan-
gangguan yang terdapat pada mood dimulai dari depresi yang ekstrem hingga mania yang
ekstrem. Dalam DSM-III-R tahun (1987) disebut sebagai mood disorder atau gangguan
suasana hati. Suasana hati (mood) mengacu kepada pengertian emosi yang bertahan lama
yang mewarnai seluruh kehidupan manusia, yang melibatkan bagian depresi maupun
kegembiraan atau mania.
2.2 JENIS GANGGUAN SUASANA HATI
Gangguan suasana hati terbagi menjadi dalam gangguan depresi (unipolar) dan
gangguan bipolar.
2.2.1 Gangguan depresi
Dalam DSM-III-R gangguan depresi terletak pada aksis 1. Aksis satu
menggambarkan sindrom klinis. Hampir semua orang pernah mengalami depresi. Sebagian
besar dari kita pernah mengalami saat-saat dimana kita mengalami sedih, letargik
(kelesuan), dan tidak tertarik pada aktivitas apapun bahkan aktivitas yang menyenangkan.
Depresi adalah respon normal pada banyak stress kehidupan. Depresi dianggap abnormal
hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai
titik dimana sebagian besar orang mulai pulih. Kekesalan dan kesedihan adalah gejala
emosional yang paling menonjol pada depresi. Individu merasa putus asa dan tidak
berdaya, seringkali menangis dan mungkin mencoba bunuh diri. Yang sama menonjolnya
pada depresi adalah hilangnya kegembiraan atau kepuasan dalam kehidupan. Ciri-ciri
pokok dari gangguan depresi (unipolar) adalah adanya satu atau lebih episode depresi
(tanpa munculnya episode mania). 3
Gejala-gejala psikologis gangguan depresi:
a. Suasana hati :Kesedihan, kecemasan, mudah marah
b. Berpikir :Kehilangan konsentrasi, lamban dan kacau dalam berpikir,
penyalahan diri sendiri, ragu-ragu, harga diri rendah.
c. Motivasi :Kurang minat dalam bekerja dan hobi, menghindari kegiatan
kerja dan sosial, ingin melarikan diri, ketergantungan tinggi.
d. Perilaku :Lamban, mondar-mandir, menangis, mengeluh
Simtom-simton biologis gangguan depresi adalah:
a. Hilangnya nafsu makan atau nafsu makan bertambah
b. Hilang nafsu birahi
c. Tidur terganggu
Gangguan depresi dapat mempengaruhi berbagai macam fungsi menjadi lebih giat
atau lebih lemah. Semua penderita depresi akan memperlihatkan beberapa atau semua
simtom dengan tingkat keparahan berbeda, dan bebereapa penderita depresi juga
menunjukan simtom psikotis yang jelas dalam bentuk delusi dan halusinasi.
Jenis-jenis depresi :
1. Major depression (depresi mayor)
Ciri pokoknya dengan adanya satu atau lebih episode depresi. Biasa disebut depresi
berat, unipolar depresi, atau depresi klinis. telah terjadi di dingin bulan dengan tidak sama
lain selama dua tahun atau lebih.
Suasana hati yang depresi atau hilangnya minat atau kegembiraan di semua kegiatan
minimal selama dua minggu dan hampir setiap hari. Setidaknya minimal 5 dari gejala di
bawah ini terjadi secara bersamaan selama masa 2 minggu tersebut, diantaranya :
a. Suasana hati yang depresif (bisa berupa perasaan mudah marah), misalnya
perasaan sedih, kehilangan harapan, kecil hati, dll.
4
b. Menghilangnya minat atau kegembiraan pada semua atau hampir di semua
kegiatan secara mencolok, misalnya “tidak pedui lagi”.
c. Secara mencolok hilang berat badan atau tambah berat badan, (lebih dari 5%
berat badan dalam satu bulan).
d. Gangguan tidur : insomnia atau hypersomnia.
e. Agitasi psikomotoris (misalnya tidak bisa duduk tenang, menggosok-gosok
rambut atau kulit), atau retardasi (misalnya bicara lambat atau bersuara pelan, gerak
tubuh lambat).
f. Kelelahan atau hilangnya tenaga.
g. Merasa tidak berharga atau merasa sangat bersalah.
h. Hilangnya kemampuan berpikir, konsentrasi, ketidakmampuan membuat
keputusan.
i. Sering munculnya pikiran mengenai kematian atau bunuh diri (rencana bunuh
diri atau usaha untuk bunuh diri).
Adapun mayor depresi terbagi menjadi beberapa subtipe yaitu:
a. Atypical depresi (AD) ini ditandai dengan suasana hati reaktifitas dan positif,
signifikan kenaikan berat badan atau peningkatan nafsu, berlebihan tidur atau sifat tidur
(hipersomnia), sebuah sensasi berat pada tungkai yang dikenal sebagai kelumpuhan
berat, dan kerusakan sosial yang signifikan sebagai akibat hipersensitivitas yang
dirasakan penolakan antarpribadi.
b. Melankolis depresi ditandai dengan hilangnya kesenangan (anhedonia) di
sebagian besar atau semua kegiatan, kegagalan reaktivitas untuk menyenangkan
rangsangan, kualitas mengalami depresi suasana hati lebih menonjol daripada kesedihan
atau kehilangan, gejala yang memburuk pada pagi hari, awal pagi bangun,
keterbelakangan psikomotorik, penurunan berat badan yang berlebihan, atau rasa
bersalah yang berlebihan.
5
c. Depresi psikotik (PMD) adalah istilah untuk episode depresif besar, terutama
dari sifat melankolis, di mana pengalaman-pengalaman pasien psikotik gejala seperti
delusi atau, lebih jarang terjadi, halusinasi.
d. Depresi katatonik adalah dimana penderitanya dapat mengalami kehilangan
ekstrem keterampilan motorik atau bahkan hiperaktif konstan aktivitas motorik.
Penderita kadang-kadang akan terus pose kaku berjam-jam dan akan mengabaikan
rangsangan eksternal. Penderita dapat juga menunjukkan stereotip, gerakan-gerakan
berulang-ulang.
e. Depresi pascamelahirkan (PPD) merupakan suatu bentuk depresi klinis yang
dapat mempengaruhi banyak perempuan. Depresi paska melahirkan terjadi pada wanita
setelah mereka membawa anak, biasanya dalam beberapa bulan pertama. Gejala
meliputi kesedihan, kelelahan, insomnia, perubahan nafsu makan, berkurangnya libido,
menangis episode, kecemasan, dan mudah marah.
f. Seasonal affective disorder (SAD), merupakan gangguan suasana hati yang
serius ketika perubahan musim Gejala SAD dapat terdiri dari: kesulitan bangun di pagi
hari, kecenderungan untuk kesiangan serta makan terlalu banyak, dan terutama
kerinduan untuk karbohidrat, yang menyebabkan kenaikan berat badan. Gejala lain
termasuk kekurangan energi, kesulitan berkonsentrasi menyelesaikan tugas-tugas, dan
penarikan diri dari teman-teman, keluarga, dan kegiatan social. Semua ini mengarah ke
depresi, pesimisme, dan kurangnya kesenangan yang mencirikan seseorang yang
menderita gangguan ini
2. Dysthymia
Dysthymia atau depresi yang neurotis ciri pokoknya adalah suasana hati depresi
yang kronis untuk setidaknya 1 tahun pada anak atau 2 tahun pada orang dewasa,
perasaan “kelabu”, hilangnya perasaan senang dalam berbagai aktivitas yang biasa
dilakukan, Beberapa gejala depresi seperti : nafsu makan berkurang,
hipersomna/insomnia, energi berkurang / mereasa lelah, self erteem rendah, konsentrasi
rendah, kesulitan membuat kepuusan, merasa putus asa. Bentuk depresi ini lebih ringan
daripada major depression.
3. Depresive Disorder not otherwise specified
6
Depresive Disorder not otherwise specified atau gangguan depresi yang tidak
ditentukan, menurut DSM-IV, DD-NOS meliputi "depresi apapun yang tidak memenuhi
kriteria untuk gangguan tertentu." Yang termasuk ke dalam DD-NOS, yaitu :
• Depresi Singkat yang Berulang (RBD), dibedakan dari depresi major terutama oleh
perbedaan dalam durasi. Orang dengan RBD memiliki episode depresif sekitar sekali
per bulan, dengan episode individu berlangsung kurang dari dua minggu dan
biasanya sekitar 2-3 hari.
• Depresi minor, atau sekadar depresi kecil, yang mengacu pada suatu depresi yang
tidak memenuhi kriteria penuh depresi berat, setidaknya dua gejala yang hadir
selama dua minggu.
2.2.2 Gangguan Bipolar
Bipolar disorder atau manic-depressive disorder (juga disebut sebagai bipolar
afektif disorder atau manic depresi) adalah diagnosis psikiatri yang menjelaskan
kategori dari gangguan suasana hati ditentukan oleh kehadiran satu atau lebih episode
suasana hati meningkat secara tidak normal. Suasana hati ini secara klinis disebut
sebagai mania atau jika lebih ringan, hypomania.
Adapun mania yaitu suatu episode dimana terjadi peningkatan mood yang
ekstrim. Ciri-ciri mania :
a. Adanya mood dimana individu mudah marah atau tersinggung,
ekspansif, secara terus menerus meninggi, dan berifat abnormal.
b. Berlangsung minimal dalam waktu 1 minggu (atau kurang dari itu,
namun membutuhkan perawatan di rumah sakit)
c. Tiga atau lebih symptom muncul secara terus menerus
d. Cukup berat dan menyebabkan gangguan klinis yang signifikan
atau terganggunya berbagai fungsi,
e. Tidak dikarenakan penggunaan obat atau kondisi medis
f. Simptom, antara lain :
Terjadi peningkatan aktivitas – di pekerjaan, social atau seksual
Self esteem atau rasa bangga yang meningkat – keyakinan bahwa dirinya
memiliki kemampuan, kekuasaan atau bakat tertentu
7
Penurunan kebutuhan untuk tidur
Lebih cerewet dari biasanya, adanya keinginan untuk tetap berbicara, bicaranya
cepat
Ide banyak bermunculan, adanya ide / pikiran melompat-lompat, perhatian mudah
terpecah / terbagi
Peningkatan aktivitas-aktivitas berorientasi tujuan
Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas-aktivitas yang berdampak negative,
miss belanja, promisquity
Hypomania ialah suatu periode dimana terjadi peningkatan mood namun dalam
taraf yang rendah, cirinya :
a. Adanya mood dimana individu mudah marah atau tersinggung
ekspansif, secara terus menerus meninggi, dan bersifat abnormal.
b. Berakhir dalam waktu 4 hari.
c. Tiga atau lebih symptorn muncul secara terus menerus.
d. Tidak cukup berat untuk menyebabkan gangguan klinis yang
signifikan atau terganggunya berbagai fungsi, perawatan di rumah sakit, tidak ada
gangguan psikotik.
e. Tidak dikarenakan penggunaan obat atau kondisi medis.
f. Simptorn, antara lain :
Terjadi peningkatan aktivitas – di pekerjaan, social atau seksual
Self esteem atau rasa bangga yang meningkat – keyakinan bahwa dirinya memiliki
kemampuan, kekuasaan atau bakat tertentu
Penurunan kebutuhan untuk tidur
Lebih cerewet dari biasanya, adanya keinginan untuk tetap berbicara, bicaranya
cepat
Adanya ide/pikiran melompat-lompat, perhatian mudah terpecah / terbagi
Peningkatan aktivitas-aktivitas berorientasi tujuan
Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas-aktvitas yang berdampak negative,
miss belanja, promisquity
Beberapa subtipe gangguan bipolar yaitu:
a. Gangguan Bipolar I, menurut definisi yang digariskan dalam
DSM-IV, yang dianggap sebagai bentuk yang paling parah penyakit mental ini,
8
adalah "Dicirikan oleh satu atau lebih Manic atau Mixed Episode, biasanya disertai
oleh Mayor Episode depresif”. Beberapa ciri-ciri gangguan Bipolar yaitu,
keputusasaan, menangis tak terkendali, pikiran atau usaha bunuh diri.
b. Gangguan Bipolar II adalah gangguan spektrum bipolar ditandai
dengan setidaknya satu hypomanic episode dan setidaknya satu episode depresif
utama; dengan gangguan ini, episode depresif lebih sering dan lebih kuat daripada
manic episode. Hal ini diyakini sebagai perilaku hypomania terdiagnosis karena
sering muncul sebagai fungsi sangat tinggi perilaku.
c. Cyclothymia, suatu kondisi yang menyebabkan ringan hypomanic
dan depresif episode. Secara khusus, gangguan ini adalah bentuk yang lebih ringan
gangguan bipolar II yang terdiri dari gangguan mood yang berulang antara
hypomania dan dysthymic suasana hati. Satu episode hypomania cukup untuk
mendiagnosis gangguan cyclothymic tetapi, sebagian besar individu juga memiliki
dysthymic periode.
2.2.3 TEORI PISKOLOGI TENTANG GANGGUAN SUASANA HATI
1. Teori Psikoanalisis Tentang Depresi
Menurut Freud (1917/ 1950) potensi depresi muncul pada awal masa kanak-
kanak. Pada fase oral anak mungkin kurang/ terlalu terpenuhi kebutuhannya, sehingga
ia terfiksasi pada fase ini mengakibatkan individu dependen, low self esteem.
Hipotesanya adalah, setelah kehilangan orang yang dicintai, ia mengidentifikasi diri
dengan orang tersebut seolah untuk mencegah kehilangan. Lama-lama ia malah marah
pada dirinya sendiri, merasa bersalah.
2. Teori Kognitif Tentang Depresi
a. Teori depresi Beck (1967)
Tesis utamanya bahwa individu yang depresi merasa demikian karena pemikiran
mereka dibiakan pada interpretasi negatif. Menurut Beck, memandang dunia secara
negatif muncul karena adanya peristiwa tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak
atau remaja, dengan adanya triad negatif: pandanagn negatif tentang diri sendiri, dunia,
dan masa depan yang sangat jauh untuk dijangkau. Triad negatif ini mempengaruhi
penilaian individu tentang kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan.
9
Berikut ini adalah bias kognitif yang biasanya muncul pada individu yang
mengalami depresi:
a. Penyimpulan yang arbiter, yaitu kesimpulan yang diambil tanpa ada bukti yang
cukup, bahkan tanpa bukti sama sekali.
b. Abstraksi selektif, yaitu kesimpulan yang diambil berkaitan dengan salah satu
elemen dalam situasi.
c. Overgeneralisasi, penyimpulan keseluruhan yang ditarik berdasarkan peristiwa
tunggal, yang mungkin mengecoh.
d. Membesarkan atau mengecilkan, yaitu berlebihan dalam penilaian performa.
b. Teori helplessness/ hopelessness
1) Teori Learned Helplessness
Menurut teori ini, kepasifan individu dan perasaan tidak dapat melakukan atau
mengontrol hidupnya, diperoleh dari pengalaman tidak menyenangkan dan trauma yang
gagal dikontrol oleh individu, menghasilkan ketidakberdayaan yang mengakibatkan
depresi.
2) Attribution and Learned Helplessness
Menurut teori ini, individu akan mengalami depresi apabila mereka
mengatribusi peristiwa negatif adalah dengan atribusi global (menggeneralisasikan
efek kegagalan) dan stabil. Individu yang rentan terhadap depresi adalah yang
memperlihatkan gaya atribusi depresif, yaitu kecenderungan untuk mengatribusi hasil
yang buruk pada kesalahan pribadi yang global dan menetap.
3) Teori Hopelessness
Dimana peristiwa yang menyakitkan akan diatribusikan pada faktor global atau
faktor kognitif lain sehingga akan memunculkan perasaan tidak ada harapan, tidak ada
respon yang memungkinkan untuk mengatasi situasi dan perkiraan bahwa hasil yang
diharapkan tidak akan terjadi, pada kahirnya menimbulkan depresi.
3. Teori Interpersonal Tentang Depresi
Menurut teori ini, individu yang depresi cenderung memiliki hubungan sosial
yang kurang baik dan menganggap mereka kurang memberikan dukungan. Sedikit
dukungan sosial dapat mengurangi peristiwa hidup yang negatif dan membuat mereka
rentan terhadap depresi.
Sudut pandang lainnyamenyetakan bahwa individu depresi cenderung mencari-
cari kepastian bahwa orang lain sungguh-sungguh memperhatikan mereka, meskipun
sudah cukup meyakinkan akan hal ini, mereka masih kurang merasa puas. Konsep diri 10
yang negatif menyebabkan mereka meragukan umpan balik yang diterima, dan mereka
terus mencari kepastian, dan hal ini mulai mengganggu orang lain. Selanjutnya mereka
mencari umpan balik negatif untuk memvalidasi konsep diri mereka yang negatif.
4. Teori Psikologi Tentang Gangguan Bipolar
a. Tekanan hidup adalah faktor penting munculnya gangguan bipolar.
Dukungan sosial dapat mempercepat penyembuhan simptom depresi, tapi tidak simtom
mania.
b. Attributional style + sikap disfungsi + kejadian buruk ---->peningkatan simptom depresi
ataupun mania pasien bipolar.
c. Self esteem individu mania mungkin sangat rendah.
2.2.4 TEORI BIOLOGI TENTANG MOOD DISORDER
1. Genetic Data
Penelitian mengenai faktor genetis pada gangguan unipolar dan bipolar
melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-
15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu
episode gangguan mood (Gherson, 1990, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Pada
gangguan unipolar, meskipun faktor genetis mempengaruhi, namun kurang menentukan
dibandingkan gangguan bipolar. Resiko akan meningkat pada keluarga pasien yang
memiliki onset muda saat mengalami gangguan. Berdasarkan beberapa data diperoleh
bahwa onset awal untuk depresi, munculnya delusi, dan komorbiditas dengan gangguan
kecemasan dan alkoholisme meningkatkan resiko pada keluarga (Goldstein, et al.,
1994; Lyons et al., 1998, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).
2. Neurochemistry dan Mood Disorders
Dua neurotransmitter yang berperan dalam gangguan mood adalah
norepinephrine dan serotonin. Norepinephrine terkait dengan gangguan bipolar dimana
tingkat norephinephrine yang rendah menyebabkan depresi dan tingkat yang tinggi
menyebabkan mania. Sedangkan untuk serotonin, tingkatnya yang rendah juga
menyebabkan depresi. Terdapat dua kelompok obat untuk depresi, yaitu tricyclics dan
monoamine oxidase (MAO) inhibitors. Tricyclics seperti imipramine (tofranil) adalah
obat antidepresan yang berfungsi untuk mencegah pengambilan kembali
norephinephrine dan serotonin oleh presynaptic neuron setelah sebelumnya dilepaskan,
meninggalkan lebih banyak neurotransmitter pada synapse sehingga transmisi pada
impuls syaraf berikutnya menjadi lebih mudah. Monoamine oxidase (MAO) inhibitors
merupakan obat antidepresan yang dapat meningkatkan serotonin dan norephineprhine. 11
Terdapat pula obat yang dapat secara efektif mengatasi gangguan unipolar, yaitu
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors, seperti Prozac. Namun diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk melihat efek samping dari berbagai obat antidepresan tersebut
sehingga peningkatan dari norephineprhine dan serotonin tidak menimbulkan
komplikasi lainnya.
3. Sistem Neuroendokrin
Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi
hipotalamus. Hipotalamus kemudian mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon
yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar
pituitary. Relevansinya terkait dengan simtom vegetatif pada gangguan depresi, seperti
gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut,
bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol (hormon adrenocortical) yang
tinggi, hal itu disebabkan produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh
hipotalamus (Garbutt, et al., 1994 dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Produksi
yang berlebih dari cortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin
banyaknya kelenjar adrenal (Rubun et al., 1995, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).
Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipoccampus
dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan
hipoccampal yang tidak normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga
dikaitkan dengan tingginya tingkat cortisol pada gangguan depresi.
4. An Integrated Theory of Bipolar Disorder
Gangguan bipolar merefleksikan adanya gangguan pada sistem motivasional
yang disebut dengan behavioral activation system atau BAS. BAS memfasilitasi
kemampuan manusia unuk mendekati atau memperoleh reward dari lingkungannya dan
ini telah dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti
ekstrovert, peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara
biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur syaraf dalam otak yang melibatkan
dopamine neurotransmitter dan juga terkait dengan perilaku untuk memperoleh reward.
Peristiwa kehidupan yang melibatkan pencapaian tujuan atau reward diprediksi
meningkatkan simtom mania. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan
perubahan pada simtom mania, dan pencapaian tujuan tidak terkait dengan perubahan
dalam simtom depresi. Dengan demikian, BAS dan manifestasi perilakunya, yaitu
pencapaian tujuan diasosiasikan dengan simtom mania dari gangguan bipolar.
2.5 TERAPI UNTUK GANGGUAN SUASANA HATI 12
2.5.1 Terapi-terapi Psikologis untuk Depresi
1. Terapi Psikodinamik
Disebabkan depresi dianggap berasal dari perasaan akan kehilangan yang kemudian
direpres dan juga kemarahan yang secara tidak disadari diarahkan ke diri sendiri, maka
terapi psikoanalis mencoba untuk membantu pasiennya memperoleh insight mengenai
konflik yang direpres dan mendorong pelepasan kemarahan yang selama ini diarahkan ke
dalam dirinya. Tujuan dari terapi psikoanalis adalah untuk membuka motivasi
tersembunyi tentang depresi pasien. Pasien seringkali menyalahkan dirinya sendiri atas
kurangnya kasih sayang yang diberikan orang tua dan kemudian me-repres keyakinan
tersebut. Terapis harus membimbing pasiennya untuk mengkonfrontasi kenyataan dan
membantu pasien untuk menyadari rasa bersalah yang tidak berdasar tersebut. Selain itu
juga membebaskan pasien dari lingkungan masa kecilnya yang penuh dengan tekanan.
Tidak banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari terapi
psikodinamik ini.
Terdapat pula terapi interpersonal (IPT) dari Klerman dan Weissman’s yang dapat
mengatasi gangguan depresi dengan menekankan pada peningkatan kemampuan
interpersonal atau sosial, serta interaksi dengan orang lain. Terapi tersebut lebih kepada
terapi kelompok yang menekankan pada pemahaman yang baik mengenai masalah
interpersonal yang mendorong depresi. Pasien dibebaskan untuk mendiskusikan berbagai
masalah interpersonal saat ini dan bukan masa lampau.
2. Terapi Cognitive-Behavioral
Depresi terjadi karena skema yang negatif dan kesalahan dalam proses berpikir.
Terapis mencoba mempersuasi pasien depresi untuk mengubah pandangan tentang
dirinya sendiri dan peristiwa. Terapis juga meminta pasien untuk memperhatikan
pernyataan pribadinya dan mengidentifikasi semua pola pikirnya yang menyebabkan
depresi agar dapat membuat asumsi yang lebih positif serta realistis. Dapat pula
dikembangkan metode Ellis’s rational emotive dan analisis Beck. Melalui metode
tersebut, pasien dapat diminta untuk melakukan hal positif ketika mengalami depresi atau
terapis memberikan aktivitas pada pasien yang berkaitan dengan pengalaman akan
kesuksesan dan membuat pasien berpikir positif mengenai dirinya sendiri. Dengan
demikian pendekatannya adalah melakukan perubahan struktur kognitif dengan cara
mempersuasi pasien memperoleh perbedaan dalam berpikir.
3. Terapi-terapi Psikologis untuk Gangguan Bipolar
13
Intervensi cognitive-behavioral dapat dilakukan dengan target pada pemikiran
dan perilaku interpersonal yang buruk pada saat mood mudah berpindah sehingga lebih
efektif. Selain itu, pemberian pengetahuan mengenai gangguan bipolar dan treatment-
nya juga dapat meningkatkan ketaatan penyembuhan dengan menggunakan lithium,
dimana membantu mengurangi mood yang mudah berpindah dan membuat kehidupan
pasien lebih stabil (Craighead et al., 1998; Peet & Harvey, 1991; Vant Gent, 2000,
dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Masalah yang timbul adalah pasien cenderung
kehilangan insight tentang perilaku mereka yang tidak sesuai dan cenderung merusak.
Hal itu membuat intervensi juga perlu dilakukan pada keluarga dengan mengajarkan
mereka tentang gangguan dan bagaimana harus memperlakukan pasien serta
menciptakan suasana yang mendukung kesembuhan pasien. Dapat pula dilakukan
family-focused treatment (FFT), yaitu pemberian pengetahuan pada keluarga mengenai
gangguan, meningkatkan komunikasi dalam keluarga, dan melatih kemampuan untuk
menyelesaikan masalah (Miklowitz, 2001; Miklowitz & Goldstein, 1997, dalam
Davison, Neale, & Kring, 2004). Kombinasi antara terapi obat dan terapi ini lebih
efektif dibandingkan menggunakan terapi obat saja.
2.5.3 Terapi-terapi Biologis untuk Gangguan Mood
1. Electroconvulsive therapy (ECT)
Meskipun masih kontrovesial, ECT yang dikemukakan oleh Cerletti dan Bini
dianggap merupakan pengobatan yang paling optimal untuk depresi yang parah.
Elektroda dengan kekuatan antara 70-130 volt diletakkan pada setiap sisi kepala
memungkinkan untuk melewati kedua hemisfer otak, metode ini adalah bilateral ECT.
Namun, saat ini lebih sering diletakkan pada satu hemisfer saja (kiri) untuk mengurangi
efek samping pada kognisi, seperti hilangnya memori. Dulu, pasien melalui ECT dalam
keadaan sadar sehingga terkadang dapat menimbulkan tulang patah. Saat ini, pasien
diberikan bius singkat dan suntikan relaksasi otot sebelum dilakukan ECT. Mekanisme
kerja dari ECT tidak diketahui. Secara umum, ECT mengurangi aktivitas metabolisme
dan sirkulasi darah ke otak. Biasanya dilakukan setelah terapi lainnya mengalami
kegagalan.
2. Drug therapy
Umumnya, obat-obatan lebih sering digunakan untuk mengatasi gangguan
mood. Namun tidak dapat diterapkan pada setiap pasien dan efek samping yang
ditimbulkan biasanya serius.
a. Terapi Obat untuk Gangguan Depresi :14
Obat-obat utama untuk depresi adalah
1) Tricyclics, seperti imipramine (Tofranil), dan amitriptyline (Elavil).
2) Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs), seperti fluoxetine (Prozac) dan
sertraline (Zoloft).
3) Monoamine oxidase (MAO) inhibitors, seperti tranylcypromine (Parnate).
Dari ketiga jenis obat tersebut, MAO inhibitors memiliki efek samping yang paling
besar sehingga yang paling banyak digunakan adalah dua jenis obat yang lainnya.
Penggunaan obat antidepresan ini biasanya juga dikombinasikan dengan penggunaan
terapi lainnya. Obat antidepresan biasanya digunakan untuk depresi yang parah,
namun meskipun penggunaannya mengurangi episode depresi, secara umum
kekambuhan dapat muncul setelah penggunaan obat dihentikan (Reimherr et al.,
2001, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).
b. Terapi Obat untuk Gangguan Bipolar
Berkaitan dengan gangguan bipolar, terapi menggunakan lithium karena dapat
mengatasi episode mania dan depresi secara efektif. Dilakukan dengan mengontrol
dosis dari lithium carbonate, yang lebih efektif digunakan pada gangguan bipolar
dibandingkan unipolar. Lithium memberikan pengaruhnya secara bertahap, biasanya
terapi diawali dengan penggunaan lithium dan antipsikotik seperti Hafdol untuk
memberikan efek penenang dengan cepat. Pasien harus melakukan tes darah secara
teratur untuk memastikan tingkat penggunaan lithium tidak terlalu tinggi sehingga
menjadi racun bagi tubuh. Penggunan lithium juga harus secara teratur karena
kekambuhan gangguan masih dapat terjadi.
15
BAB III
KESIMPULAN
Mood adalah pengalaman emosional individu yang bersifat menyebar, kondisi
perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupan psikologis kita. Perasaan sedih atau
depresi bukanlah hal yang abnormal dalam konteks peristiwa atau situasi yang penuh
tekanan. Namun orang dengan Gangguan Mood (Mood Disorder) mengalami gangguan
mood yang sangat parah atau berlangsung sangat lama dan mengganggu kemamapuan
mereka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab secara normal.
Gangguan suasana hati terdiri dari gangguan depresi dan gangguan bipolar.
Beberapa terapi yang dapat digunakan untuk individu yang mengalami gangguan
suasana hati dapat dilakukan dengan terapi pikologi dan terapi biologis.
16