makalah kewarganegaraan

14
 MAKALAH KEWARGANEGARAAN KEMISKINAN, KRISIS LINGKUNGAN, DAN BUDAYA KEKERASAN KELOMPOK 3 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM BANJARBARU 2011 ZAID HIZBULLAH ABDUL G. Z RIJALULLAH M. QAYYUM HUTAMA SATRIYA WIBAWA YOGGY PRABOWO AZIZAH DESY ELISA KISMILIANSARI NOOR RIZKIA A MAL IA ALFISHA NADHILA RAMADHINTA DINI DESVIANA RAHMAYANTI NADIA BUNGA KALISTRA ROHMA HELYATI

Upload: hizfisher

Post on 14-Jul-2015

292 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 1/14

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

KEMISKINAN, KRISIS LINGKUNGAN, DAN BUDAYA KEKERASAN

KELOMPOK 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM BANJARBARU

2011

ZAID HIZBULLAH ABDUL G. Z

RIJALULLAH M. QAYYUM

HUTAMA SATRIYA WIBAWA

YOGGY PRABOWO

AZIZAH

DESY ELISA KISMILIANSARI

NOOR RIZKIA AMALIA

ALFISHA NADHILA RAMADHINTA

DINI DESVIANA RAHMAYANTI

NADIA BUNGA KALISTRA

ROHMA HELYATI

Page 2: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 2/14

BAB I

PENDAHULUAN

I.  LATAR BELAKANG

 Banyaknya rakyat miskin di Indonesia 

 kekerasan yang sudah membudaya 

 Makin merebaknya pengrusakan lingkungan 

 Kurangnya perhatian pemerintah dalam hal kemiskinan, krisis lingkungan dan

budaya kekerasan 

II.  TUJUAN

  Mengetahui jenis-jenis kemiskinan,krisis lingkungan,dan budaya kekerasan

  Mengetahui latar belakang kemiskinan,krisis lingkungan,dan budaya kekerasan

  Mengetahui kebijakan-kebijakan mengenai kemiskinan,krisis lingkungan,dan budaya

kekerasan

Page 3: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 3/14

BAB II

ISI

I.  Kemiskinan

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok 

masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta

tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line)

merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali

di Indonesia.

1. JENIS-JENIS KEMISKINAN DAN DEFINISINYA

Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis

kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan

relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan

disebut kemiskinan absolut

  Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam

distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya

dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.

  Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-

kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.

1.  FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN

Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor 

tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta

mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan

  Tingkat dan laju pertumbuhan output

  Tingkat upah neto

Page 4: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 4/14

  Distribusi pendapatan

  Kesempatan kerja

  Tingkat inflasi

  Pajak dan subsidi

  Investasi

  Alokasi serta kualitas SDA

  Ketersediaan fasilitas umum

  Penggunaan teknologi

  Tingkat dan jenis pendidikan

  Kondisi fisik dan alam

  Politik 

  Bencana alam  Peperangan

1.1 KEBIJAKAN ANTIKEMISKINAN

Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu

strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.

Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :

1.   pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan

2.  Pemerintahan yang baik (good governance)

3.  Pembangunan sosial

Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah

yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :

a.  Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan

ekonomi pedesaan

 b.  Intervensi jangka menengah dan panjang

Page 5: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 5/14

  Pembangunan sektor swasta

  Kerjasama regional

  APBN dan administrasi

  Desentralisasi

  Pendidikan dan Kesehatan

  Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan

II.  Krisis Lingkungan

Kerusakan lingkungan hidup terjadi karena adanya tindakan yang menimbulkan

 perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik dan/atau hayati sehingga lingkungan hidup

tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (KMNLH, 1998).

Kerusakan lingkungan hidup terjadi di darat, udara, maupun di air. Kerusakan lingkungan

hidup yang akan dibahas dalam Bab ini adalah meluasnya lahan kritis, erosi dan sedimentasi,

serta kerusakan lingkungan pesisir dan laut.

Sebuah analisis Green dimulai dengan krisis lingkungan yang dihadapi dunia pada

akhir abad ke dua puluh. Krisis ini mengantarkan para pemikir Green untuk mencari

alternatif-alternatif yang radikal, dan juga memberikan posisi Green rasa akan urgensi dan

keharusan. Masalah tersebut yaitu mencakup polusi udara, lautan, sungai dan tanah;

 pencemaran rantai makanan; menipisnya sumber daya alam bumi; penipisan ozon; pemanasan

global; punahnya spesies; hilangnya area hutan belantara, erosi humus, desertifikasi;

 penebangan hutan; limbah nuklir; krisis populasi; dan sebagainya

A.  LAHAN KRITIS

Salah satu masalah kerusakan lingkungan adalah degradasi lahan yang besar, yang

apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat akan menjadi lahan kritis sampai akhirnya

menjadi gurun. Lahan kritis umumnya banyak terjadi di dalam daerah aliran sungai (DAS) di

seluruh Indonesia. Data Departemen Kehutanan menunjukkan lahan kritis di luar kawasan

hutan mencapai 15,11 juta hektar dan di dalam kawasan hutan 8,14 juta hektar. Hutan rusak 

Page 6: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 6/14

dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sudah mencapai 11,66 juta hektar dan lahan

  bekas HPH yang diserahkan ke PT.Inhutani 2,59 juta hektar. Mangrove yang rusak dalam

kawasan hutan telah mencapai luasan 1,71 juta hektar dan di luar kawasan hutan sebesar 4,19

 juta hektar.

Total hutan yang rusak sudah mendekati angka 57 juta hektar. Ironisnya, kapasitas lembaga

yang bertanggung jawab merehabilitasi hutan dan lahan dengan inisiatif pemerintah tak cukup

kuat menangani kerusakan yang terjadi. Realisasi lahan kritis yang dilakukan oleh

Departemen Kehutanan dari tahun 1999 sampai tahun 2001 mencapai 1.271.571 hektar yang

terdiri dari 127.396 hektar di dalam kawasan hutan dan 1.144.175 hektar di luar kawasan

hutan. Sumber dana untuk merehabilitasi pun amat terbatas padahal tiap hektar lahan yang

rusak butuh dana minimal Rp 5 juta. Untuk merehabilitasi lahan kritis 57 juta hektar maka

negara perlu menyediakan dana hingga Rp 285 trilyun. Kerugian bukan hanya karena negaraharus menyediakan dana untuk rehabilitasi lahan kritis tetapi juga kerugian akibat penebangan

ilegal (illegal logging ). Menteri Kehutanan Prakosa (2002) mengatakan tiap tahun

diperkirakan negara rugi hingga Rp 31 trilyun akibat illegal logging (pencurian, penebangan,

 peredaran, serta perdagangan kayu secara ilegal).

Penyebab utama meluasnya lahan kritis adalah adanya :

1. tekanan dan pertambahan penduduk,

2. luas areal pertanian yang tidak sesuai, perladangan berpindah,

3. pengelolaan hutan yang tidak baik dan penebangan illegal,

4. pembakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali,

5. ekploitasi bahan tambang.

1.  Tekanan dan pertambahan penduduk 

Menurut Statistik Indonesia 2001, pertambahan penduduk dari tahun 1980 sampai

tahun 2000 meningkat cepat. Pada tahun 1980 penduduk berjumlah 146,935 juta jiwa

 bertambah sebesar 1,97 persen menjadi 178,500 juta jiwa pada tahun 1990. Pada tahun 2000

  jumlah penduduk menjadi 205,845 juta jiwa atau naik 1,49 persen dengan kepadatan

mencapai 109 jiwa per km2. Bertambahnya penduduk meningkatkan kebutuhan pangan dan

Page 7: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 7/14

lapangan kerja serta meningkatkan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran yang

akhirnya mengakibatkan terjadikan kerusakan lingkungan.

2.  Luas areal pertanian yang tidak sesuai dan perladangan berpindah

Untuk meningkatkan produksi pangan, sekaligus membuka lapangan kerja, khususnya

di daerah pedesaan, maka dilakukan perluasan areal pertanian yang sampai tahun 2001

mencapai 11,5 juta hektar. Namun perluasan areal pertanian di daerah banyak yang secara

geografis tidak layak untuk tanaman pertanian, misalnya terdapat pada lereng dengan

kemiringan yang tajam, bahkan dengan merusak areal hutan

3.  Pengelolaan hutan yang tidak baik dan penebangan ilegal

Pengelolaan hutan Indonesia perlu dilakukan secara profesional dan terencana

sehingga hutan dapat dimanfaatkan secara optimal, tanpa mengurangi kemampuan hutannya

memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat lokal, nasional, regional, dan

internasional. Sistem pengusahaan hutan yang ada telah menimbulkan berbagai masalah di

  beberapa daerah yang berdampak pada degradasi hutan. Selama lima tahun terakhir, laju

deforestasi diperkirakan 1,6 juta hektar per tahun. Berdasarkan citra satelit 1995-1999 hutan

  produksi yang rusak di Indonesia pada 432 HPH mencapai 14,2 juta hektar, sedangkan

kerusakan pada hutan lindung dan hutan konservasi mencapai 5,9 juta hektar.

Berikut langkah-langkah strategis Dephut untuk mengatasi penebangan ilegal:

Menerbitkan SK Menhut No. 541/Kpts-II/2002, yang isinya antara lain mencabut SK 

Menhut No. 05.1/Kpts-II/2000, menghentikan sementara kewenangan gubernur atau

 bupati/walikota menerbitkan HPH/izin pemanfaatan hasil hutan. Penerbitan SK Menhut ini

telah diperkuat dengan terbitnya PP No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan yang

antara lain mengatur kewenangan pemberian izin pemanfaatan hutan dan hasil hutan;

Menerbitkan SKB Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.

1132/Kpts-II/2001, dan No. 292/MPP/Kep/10/2001, tentang Penghentian Ekspor Kayu

Bulat/Bahan Baku Serpih yang dikuatkan dengan PP No 34 Tahun 2002 yang dengan tegas

Page 8: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 8/14

melarang ekspor log;

Melakukan kerja sama dengan TNI AL dalam pelaksanaan Operasi Wanabahari, serta

dengan Polri dalam pelaksanaan Operasi Wanalaga;

Kerja sama dengan negara lain, yaitu penandatanganan MoU dengan Pemerintah Inggris,

  pada tanggal 18 April 2002, dan dengan RRC pada tanggal 18 Desember 2002, untuk 

 pemberantasan illegal logging  dan illegal trade. Diharapkan kerja sama serupa dengan

Pemerintah Jepang serta beberapa negara lainnya akan segera menyusul;

Mem-back up operasi khusus di daerah sensitif seperti wilayah perbatasan, kawasan

konservasi dan taman nasional terpilih;

Secara bersama melaksanakan operasi di laut dan perairan;

Memberikan back up data intelejen;

Pengawasan yang ketat terhadap oknum TNI di lapangan yang bertindak sebagai backing maupun pelaku.

4.  Pembakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali

Terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia beberapa tahun yang lalu telah

membawa dampak yang sangat besar pada lingkungan hidup, sehingga mendapat perhatian

yang serius di dalam dan di luar negeri, khususnya oleh negara-negara ASEAN, seperti

Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam, yang sebagian wilayahnya terkena dampak 

 pencemaran asap lintas batas. Kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan dilihat dari aspek 

ekonomi bukan hanya hilangnya aset kekayaan tegakan hutan berupa kayu, tetapi dari aspek 

ekologi banyak kehilangan habitat flora dan fauna liar. Sebagai gambaran akibat pembakaran

hutan dan lahan seluas 2.970 hektar oleh PT. Adei Plantation di Bangkinang, Provinsi Riau,

negara dirugikan kurang lebih 500 milyar rupiah. Dampak yang sering dirasakan oleh

masyarakat adalah kabut asap yang sangat merugikan kesehatan, seperti meningkatnya

  penderita penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Selain itu kabut asap ini

mengganggu transportasi baik udara, darat maupun sungai, yang pada gilirannya akan

mempengaruhi perekonomian masyarakat, baik lokal, regional maupun internasional.

Page 9: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 9/14

5.  Ekploitasi pertambangan

Penambangan yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia saat ini banyak 

menimbulkan kerugian tidak hanya kerugian materi berupa hilangnya devisa bagi negara

tetapi juga ancaman dan kerugian bagi lingkungan hidup yaitu rusaknya lingkungan dan

menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan. Beberapa perusahaan pertambangan

  besar dalam melakukan aktifitasnya banyak menimbulkan masalah lingkungan, seperti

 pembuangan tailing  pada PT. Freeport Indonesia ke sungai yang telah menimbulkan masalah.

Begitu juga penambangan pasir laut yang banyak menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

  Namun ada perusahaan pertambangan yang mempunyai reputasi yang cukup baik dalam

 pengelolaan lingkungan hidup, antara lain PT. Kaltim Prima Coal (KPC), kemiskinan

III.  Budaya Kekerasan

Budaya Indonesia pada dasarnya sarat dengan kekerasan, dan militer adalah cerminan

masyarakat belaka. Contohnya bisa dilihat di Maluku. Sebenarnya tidak sepenuhnya tepat

saya mengemukakan ini, terutama sebagai orang Indonesia yang berbicara di depan banyak 

orang asing, tetapi, suka atau tidak suka, secara umum budaya di Indonesia adalah budaya

kekerasan antara suku dan kelompok etnis. Masyarakat Indonesia bisa dengan cepat

menggunakan kekerasan. Kata ³amok´ dalam bahsa Inggris berasal dari bahas persatuan

negara kepulauan ini. Ini adalah sesuatu yang kita sadari, sesuatu yang tidak kita suka, dan

sesuatu yang kita ingin perhatikan, kendalikan, dan kelola. Tetapi kekerasan memang ada:

  perkelahian antarkeluarga, antardesa, antarsuku, antarkelompok etnis, dan ujungnya

antaragama.[1] 

Kekerasan secara moral dan normatif selalu problematik dan tidak pernah bisaditerima sepenuhnya oleh anggota masyarakat. "Kekerasan secara alamiah memiliki sifat

instrumental. Seperti semua sarana, ia selalu memerlukan arahan dan justifikasi melalui tujuan

yang dikejarnya", demikian Arendt berpendapat. '"^Karena sifatnya demikian itu maka

kekerasan selamanya tidak akan pernah menjadi sumber dan basis kekuasaan (power).

Bahkan sebaliknya, kekerasan justru merusak dan menghancurkan kekuasaan karena

Page 10: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 10/14

keduanya mempunyai basis yang berbeda. "Kekuasaan tidak membutuhkan justifikasi, yang

dibutuhkan adalah legitimasi", demikian kata Arendt.' ' Pandangan ini membutuhkan diskusi

luas untuk membedakan antara kekuasaan dan kekerasan, dan antara legitimasi dan justifikasi

sebagai dua hal yang berbeda. Pandangan Arendt tersebut merupakan sebuah pemikiran baru

tentang justifikasi dan legitimasi kekerasan yang sangat berbeda dengan apa yang dipahami

ilmuwan sosial secara umum.

Kekuasaan tidak pernah menjadi milik individual, ia milik kolektif dan tetap berada

dalam keberadaannya sepanjang kelompok menjalin hidup bersama". '^Arendt pada esensinya

melihat kekuasaan berbasis pada tindakan komunikasi bersama. "Ketika kita mengatakan

seseorang berada dalam kekuasaan {in power), kita sebenarnya mengatakan bahwa seseorang

tersebut diberdayakan {empowered) oleh sejumlah orang atas nama mereka". '^PendapatArendt itu berbeda dengan konsepsi ilmuwan sosial umumnya bahwa kekuasaan sepenuhnya

dapat dikendalikan seseorang dengan melakukan dominasi atas sejumlah orang lainnya.

Konsepsi kekuasaan demikian memberi ruang adanya kesamaan antara kekuasaan dan

kekerasan, atau kekerasan bisa menjadi basis kekuasaan, sebagaimana diyakini arus utama

 pemikiran dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya penganut teori Marxian dan Weberian. Dalam

  pandangan mereka secara umum kekuasaan dapat diterima sebagai organisasi atau

 pelembagaan kekerasan. "Kekuasaan bisa tumbuh dari laras senjata" {power is supposed to

grow out of the barrel of the gun), demikian sering kita dengar. Atau dalam kata-kata C.

Wright

Mills, "semua poltik adalah perjuangan kekuasaan; bentuk puncak dari kekuasaan

adalah kekerasan"(rICH is struggle for power; the ultimate kind of power is violence).

Demikian itu berarti kekuasaan dipahami bisa memiliki kesamaan dengan kekerasan, yaitu

sebagai dominasi orang terhadap sejumlah orang lain, atau ketundukan orang lain terhadap

orang lain, dengan cara kekerasan. Arendt dengan tegas menolak konsepsi tersebut.

Kekuasaan, sebagai pemberdayaan kolektif yang terbentuk melalui tindakan komunikasi, bisa

tanpa kekerasan. Sebaliknya, kekerasan dapat hidup terpisah tanpa kekuasaan, yaitu ketika

hanya sebagai kasus kekuatan sangat terbatas sebagai kasus individual. Bahwa Arendt melihat

kekerasan dapat merusak kekuasaan, dan sebaliknya tidak dapat menciptakannya. "Kekerasan

selalu merusak kekuasaan; keluar dari laras senjata tumbuh komando paling efektif,

Page 11: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 11/14

menghasilkan kepatuhan paling sempurna.. ..apa yang tidak pernah tumbuh darinya adalah

kekuasaan" {violence can always ibid

Bahwa ada kekerasan yang meluas di Indonesia saat ini tidaklah mungkin untuk 

dibantah. Kekerasan tersebut muncul karena adanya berbagai macam alasan, seperti

kegagalan lembaga-lembaga politik dan hukum untuk menyediakan perangkat/aturan bagi

 penyelesaian konflik maupun mengatasi keluhan-keluhan, konsolidasi (penguatan) identitas-

identitas komunal dimana kelompok-kelompok bersaing mendapatkan akses untuk atau

kendali atas sumber-sumber ekonomi, dan penggunaan kekerasan yang dijatuhkan oleh negara

( state- sanctioned violence) untuk menghasut atau menekan konflik. Dalam kontek ini, klaim

  bahwa Indonesia adalah suatu budaya yang penuh kekerasan (a violent culture) hanyalah

sebuah klaim politik yang dapat dimanfaatkan untuk membenarkan kembalinya penguasayang otoriter dan kekerasan negara berikutnya.

Dalam tataran teoritis kekerasan dapat dipahami dalam dua faktor utama. Pertama

adalah faktor inheren atas kemunculan kekerasan. Faktor inheren ini melihat bahwa kekerasan

dilakukan oleh individu yang relatif otonom dalam melakukan tindakan kekerasan.

Sebaliknya kekerasan dapat pula dipahami karena faktor-faktor struktural. Artinya kekerasan

dipahami sebagai hasil proses hubungan-hubungan sosial atau struktur di mana para pelaku

 berada. Jadi tindakan individu dianggap tidak lebih dari artefak atau produk struktur.

Kekerasan pada era pra kolonial seperti yang tertuang dalam catatan-catatan sejarah

yang dibuat oleh orang-orang Eropa semakin memberikan penegasan atas faktor yang

menyebabkan kekerasan. Bagi Pires misalnya, bahwa pada dasarnya secara inheren

masyarakat pribumi di Indonesia memiliki potensi dan aktus akan kekerasan. Sebaliknya

Raffles berpendapat sebaliknya, bahwa kekerasan yang ada di masyarakat pribumi lebih

disebabkan oleh faktor-faktor struktural yakni tekanan dari pemerintahan kolonial. Namun

ada juga yang berpendapat bahwa kekerasan di masyarakat Hindia disamping karena faktor 

inheren juga karena faktor struktural, seperti yang dikemukakan oleh Crawfurd.

Untuk itu dalam upaya mencari akar kekerasan di Indonesia kontemporer, kita harus

memperhitungkan bahwa banyak jenis kekerasan yang terjadi sekarang juga telah tejadi

Page 12: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 12/14

selama beberapa abad. Catatan-catatan orang Eropa menunjukkan bahwa kita tidak bisa

semata-mata mengatributkan kekerasan dalam Indonesia kontemporer pada kondisi atau

struktur politik yang ada dewasa ini.

Page 13: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 13/14

BAB III

PENUTUP

I KESIMPULAN

Dari makalah ini, dapat disimpulkan bahwa:

y  Kemiskinan di Indonesia masih belum ditangani dengan baik oleh pemerintah

dan masyarakat Indonesia sendiri

y  Kekerasan sudah membudaya di Indonesia sehingga sangat sulit untuk 

dihilangkan

y  Krisis lingkungan terjadi karena masyarakat Indonesia kurang sadar terhadap

lingkungan hidup di sekelilingnya

II SARAN

1.  Untuk pemerintah :

y  Pemerintah seharusnya bertindak tegas terhadap penegakan hukum dan

 peraturan yang telah dibuat

y  Pemerintah seharusnya berperan aktif dalam menyejahterahkan rakyat dengan

cara, menyalurkan bantuan dan membuka lapangan pekerjaan sebanyak-

 banyaknya

y  Pemerintah ikut berperan serta dalam menjaga lingkungan

2.  Untuk masyarakat :

y  Masyarakat seharusnya ikut serta membuka lapangan pekerjaan bagi

masyarakat lainnya

y  Masyarakat ikut waspada dan menjaga kerukunan, ketenangan, dan keamanan

antar sesama

y  Masyarakat menjaga dan melestarikan alam setidaknya lingkungan di

sekitarnya

Page 14: MAKALAH KEWARGANEGARAAN

5/12/2018 MAKALAH KEWARGANEGARAAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-kewarganegaraan-55a4d2c430d8e 14/14

DAFTAR PUSTAKA

1.  Kementerian Lingkungan Hidup, 2002, U ndang-U ndang Republik Indone sia Nomor 

23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta: KMNLH 

2.  Kementerian Lingkungan Hidup, 2002,  M eniti Jalan Pembangunan Berkelanjutan di

 Indone sia, Jakarta. 

3.  Badan Pusat Statistik, 2002, S tati stik Indone sia 2001, Jakarta.

4.  Banda Pusat Statistik, 2002, S tati stik Lingkungan Hidup Indone sia 2001, Jakarta.

5.  Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Kantor Menteri Negara

Riset dan Teknologi, 2001, Terumbu Karang di Indone sia, Mei 2001 Indone sia an

official handbook 2002, November, 2002

6.  Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada dan Kementerian Lingkungan Hidup,

2002, S o siali sa si S trategi Pengelolaan Terpadu DAS Bengawan S olo dalam Kontek  s 

Otonomi Daerah, November 2002

7.  Indonesia Forest Watch, 2001, Potret Keadaan Hutan Indone sia, Desember Warta

ISOI, No. 16, Oktober-Desember 2002. Jl Pasir Putih I/No 1, Ancol Timur, Jakarta

14430.

8.  Asfar, Muhammad , "Kekera san Politik dan Demokra si: Anali si s terhadap

 Kekera san Politik di S eputar Pemilu 1997", dalam Prisma Majalah Kajian Ekonomi

dan Sosial, No.l 1998, LP3ES, Jakarta.

9.  Robert Cribb, ed., The Indone sian Killing  s 1965-1966: S tudie s from Java and Bali,

Monash Paper on Southeast Asia, no. 21 (Clayton, Vict., Australia: Monas University,

Center of Southeast Asian Studies, 1990)