makalah kelompok 2 sistematika mikrobia klasifikasi numerik 2
DESCRIPTION
klasifikasi numerik pada bakteriTRANSCRIPT
HALAMAN JUDUL
MAKALAH SISTEMATIKA MIKROBIA
KLASIFIKASI NUMERIK FENETIK
KELAS GENAP
Kelompok 2
Nama Anggota :
1. Gitta Laksitha Anggraini 13/346936/BI/9000
2. Yani Safitri 13/346938/BI/9002
3. Gregorius Altius Pratama 13/346940/BI/9004
4. Achmad Adi Wiratama 13/346942/BI/9006
5. Nuraini Wahyu Jayanti 13/346975/BI/09032
SISTEMATIKA MIKROBIA
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga dengan Rahmat dan
Karunia-Nya makalah yang berjudul “Klasifikasi Numerik Fenetik” yang merupakan
i
tugas mata kuliah Sistematika Mikrobia ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Abdurrahman Siregar, dan Ibu Sari Darmasiwi , atas saran dan kritik yang
membangun untuk penyelesaian penulisan makalah ini,
2. Teman-teman kelas Sistematika Mikrobia Genap, yang telah mendukung
penyelesaian penulisan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini masih ada banyak
kekurangan yang tidak disadari, sehingga Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini ke depannya.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan dan
mempermudah dalam memahami materi siste klasifikasi numerik fenetik bagi para
pembacanya
Yogyakarta, September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................i
ii
PRAKATA..........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL................................................................................................................v
BAB 1..................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2
Permasalahan.....................................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB 2..................................................................................................................................3
2.1 Sejarah Klasifikasi.............................................................................................3
2.2 Sejarah Klasifikasi Numerik Fenetik.................................................................4
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Klasifikasi Numerik Fenetik.................................6
2.4 Contoh Penerapan Metode Aplikasi Klasifikasi Numerik Fenetik....................7
BAB 3................................................................................................................................14
3.1
Kesimpulan......................................................................................................14.
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................15.
DAFTAR GAMBAR
iii
Gamber 1. Dendogram yang menuntukan hubungan similaritas anatara 5 strain mikrobia berdasarkan
indeks similaritas SSM dan algoritme UPGMA...........................................................10
DAFTAR TABEL
iv
Tabel 1.Matrik n x t yang menunjukan 10 status karakter masing – masing strain A,B,C,D
dan E....................................................................................................................................7
Tabel 2. Nilai indeks similaritas antar strain dalam data set matriks similaritas yang
asli........................................................................................................................................9
Tabel 3. Clustring analysis berdasarkan nilai indek similaritas SSM................................10
Tabel 4 Nilai Indeks similaritas antar strain dalam data set matrik similaritas yang
diturunkan (derived) dari dendrogam................................................................................11
Tabel 5Analisis cohenetic - corrrelation untuk menguji dendrogam yang merupakan hasil
klasifikasi numerik - fenetik..............................................................................................11
v
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistematika mikrobia merupakan ilmu yang mempelajari keanekaragaman dan
hubungan yang ada antara sesama mikrobia. Baik hubungan similaritas maupun
hubungan filogenetis. Adanya hubungan tersebut ada yang dapat terlihat secara kasat
mata, serta ada pula yang tidak. Adanya perbedaan antara satu strain mikrobia dengan
strain lain dapat dikategorikan merupakan strain mikrobia yang berbeda. Adanya
perbedaan ini kemudian muncul sistem klasifikasi.( Jutono, 1973)
Klasifikasi adalah proses penggolongan strain mikrobia ke dalam takson
berdasarkan kemiripan atau perbedaan karakter. Klasifikasi adalah praktek taksonomi,
dimana setelah adanya pengklasifikasian suatu strain bakteri dapat dimasukkan ke dalam
satu takson tertentu. Banyak kesulitan dalam mengklasifikasikan mikroorganisme.
Misalnya dalam klasifikasi bakteri. Kriteria dalam kalasifikasi berbeda dengan
mengklasifikasikan organisme lain seperti hewan maupun tumbuhan berbeda.(Nurnawati,
2002)
Untuk mengetahui suatu isolat di alam sama atau tidak dengan isolate lain, berarti
suatu strain mikrobia tersebut harus telah diklasifikasi sebelumnya. Itulah sebabnya
sistem klasifikasi menjadi dasar bagi identifikasi organisme. Oleh karena itu, sistem
klasifikasi tidak bersifat tetap, dan dapat berkembang terus menerus mengikuti teknologi
yang ada. Adanya klasifikasi tradisional- konvensional yang memiliki beberapa
kelemahan seperti relative tidak stabil, tidak prediktif, serta bersifat tidak objektif,
kemudian dengan seiring berkembangnya teknologi terutama komputerisasi,
berkembanglah sistem klasifikasi numerik fenetik yang diprakarsai oleh P.H.A Sneath
dan R.R. Sokal.
2
Karena sistematika mikrobia adalah ilmu mikrobiologi yang menitik beratkan
pada karakterisasi mikrobia. Salah satu cara karakterisasi yang dilakukan dalam
sistematika mikrobia adalah menggunakan taksonomi numerik yang berasal dari taxo-
species concept yang kemudiaan menggantikan klasifikasi tradisional konvensional oleh
Linnaeus.
1.2. Permasalahan
Bagaimana sejarah klasifikasi numerik fenetik dapat tercetus. Selain itu, apakah
kelebihan sistem klasifikasi numerik fenetik dibanding sistem klasifikasi tradisional
konvensional. Serta bagaimana metode analisis sistem klasifikasi numerik fenetik
tersebut dapat bekerja sehingga mendapatkan suatu informasi
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari bagaimana sejarah dari
klasifikasi numeric fenetik. Agar pembaca dapat memahami sistem klasifikasi numerik
fenetik lebih lanjut.
3
BAB II
2.1 Sejarah Klasifikasi
Klasifikasi dan identifikasi adalah dua hal yang memiliki perbedaan, namun pada
dasarnya saling berhubungan dalam taksonomi. Klasifikasi dapat diidentifikasikan sebagai
penyusunan suatu organisme kedalam suatu kelompok taksa berdasarkan persamaan atau
hubungan. Klasifikasi organisme prokariota seperti bakteri memerlukan pengetahuan yang
didapat dari pengalaman dan juga teknik observasi, sifat biokimia, fisiologi, genetik dan
morfologi yang penting untuk menggambarkan sebuah takson. Mikroorganisme merupakan suatu
kelompok organisme yang biasanya hanya bisa dilihat dengan alat bantu untuk dapat melihatnya,
misalnya mikroskop, lup, dan lain-lain. Mikroorganisme memiliki cakupan yang sangat luas,dan
terdiri dari berbagai kelompok dan jenis, sehingga diperlukan suatu cara pengelompokan atau
pengklasifikasian (Sembiring, 2003).
Sistem klasifikasi dikembangkan oleh Linnaeus pada tahun 1753, yang membagi
makhluk hidup hanya dua kehidupan, yaitu animalia dan plantae. Selanjutnya pada tahun 1866
Haeckel mengusulkan sistem klasifikasi atas 3 dunia, yaitu dunia, Plantae, dan dunia Protista.
Kemudian pada tahun 1969 berkembang menjadi 5 dunia kehidupan yang diprakarsai oleh R.H
Whittaker. Lambat laun kemajuan teknologi mendominasis sistem klasifikasi setelah adanya
pemecahan struktur DNA, dan oleh Carl Woose berdasar analisi rRNA terbagi menjadi Archaea,
Bacteria, dan Eukarya dan disetujui pada tahun 1990. Dan hingga saat ini berkembang menjadi
tiga domain 6 dunia oleh Solomon setelah tahun 2008 yang terdiri dari Dunia Plantae, Dunia
Animalia, Dunia Fungi, Dunia Protista, Dunia Arkhea, Dan Dunia Bacteria.
2.2 Klasifikasi Numerik Fenetik
Menurut Boone & Castenholz (2001) taksonomi numerik merupakan pengelompokkan
suatu unit taksonomi dengan metode numerik ke dalam taksa tertentu berdasarkan atas karakter
yang dimiliki, dimana taksonomi numerik memiliki tujuan utama yaitu untuk menghasilkan suatu
klasifikasi yang bersifat teliti, reprodusibel serta padat informasi. Taksonomi numerik juga
dikenal sebagai Taksonomi Adansonian. Taksonomi numerik ini berdasarkan atas lima prinsip
utama, yaitu taksonomi yang ideal yang merupakan taksonomi yang mengandung informasi
terbesar, dimana masing-masing karakter diberi nilai yang setara dalam mengkonstruksikan
4
takson yang bersifat alami, tingkat kedekatan antara dua strain merupakan fungsi proporsi
similaritas sifat yang dimiliki bersama, taksa yang berbeda dibentuk berdasarkan atas sifat yang
dimiliki, dan similaritas tidak bersifat filogenetis melainkan bersifat fenetis (Boone & Castenholz,
2001).
Terdapat lima kegiatan dalam taksonometri yang diawali dengan pemilihan objek studi
yang mewakili golongan organisme tertentu, yang selanjutnya disebut OTU (Operational
Taxonomy Unit). Kegiatan berikutnya adalah pemilihan karakter, pengukuran kemiripan, analisis
kluster, dan penarikan kesimpulan(Tjitrosoepomo,2005). Pengukuran kemiripan pada OTU
berdasarkan karakter yang dimilikinya. Menurut Sokal & Sneath (1963), karakter yang digunakan
sebagai identifikasi OTU merupakan deskripsi terhadap bentuk, struktur, atau sifat yang
membedakan sebuah unit taksonomi dengan unit lainnya.
Setiap karakter memiliki nilai yang dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif. Karakter
yang berkaitan dengan bentuk dan struktur merupakan karakter kualitatif. Sedangkan karakter
yang mendeskripsikan ukuran, panjang, dan jumlah merupakan karakter kuantitatif. Secara
umum, karakter kualitatif lebih berguna dalam membedakan taksa pada tingkat taksonomi yang
lebih tinggi. Sementara karakter kuantitatif banyak digunakan untuk membedakan kategori
taksonomi pada tingkatan yang lebih rendah (Singh, 1999).
Klasifikasi numerik tidak bersifat mencerminkan hubungan kekerabatan, karena
klasifikasi ini didasarkan atas algoritme fenetik (kemiripan). Pandangan fenetik adalah pandangan
yg menyatakan bahwa karakter yg digunakan dlm mengklasifikasi mikrobia hanya dilihat
statusnya sebagaimana adanya pada saat ini.
Menurut Priest dan Austin (1993) taksonomi numerik diawali dengan analisis karakter
yang diuji dengan berbagai uji, antara lain: uji morfologi, fisiologi dan sifat biokimiawi yang
menghasilkan data fenotip yang beragam, data fenotip yang didapat, akan diolah lebih lanjut
sehingga menghasilkan koefisien similaritas, yaitu sebuah fungsi yang mengukur tingkat
kemiripan yang dimiliki oleh dua atau lebih stain mikroba yang dibandingkan, yang diperoleh
dari karakter yang dibandingkan antar dua atau lebih strain mikroba.
Koefisien ini terdiri atas dua jenis yaitu, Simple Matching Coeficient (Ssm) dan Jaccard
Coeficient (SJ). Ssm merupakan koefisien similaritas yang umum digunakan pada ilmu
bakteriologi untuk mengukur proporsi karakter yang sesuai, baik hubungannya bersifat ada
(positif) maupun tidak ada (negatif). Sedangkan SJ dihitung, tanpa memperhitungkan karakter
yang tidak dimiliki oleh kedua organisme tersebut (Edwards, dan Cavalli, 1964).
5
Taksonomi fenetik merupakan suatu sistem klasifikasi mikroba tanpa mempertimbangkan
sifat evolusioner. Pengukuran kekerabatan berdasarkan sifat fenotip dan genotip, misalnya
penentuan sifat biokimia, morfologi, fisiologi, kimiawi dan pembedaan DNA. Aplikasinya dalam
kontruksi klasifikasi biologis memungkinkan terwujudnya sirkumskripsi takson berdasarkan
prinsip yang objektif, bukan klasifikasi yang bersifat subjektif. Salah satu cara yang paling mudah
dalam membandingkan Operational Taxonomical Unit (OTU) adalah dengan mencari jumlah
karakter yang identik diantara masing-masing individu yang disebut sebagai koefisien asosiasi
(Stanier, dkk., 1982).
Dalam klasifikasi numerik fenetik terdapat koefisien kesamaan yang dapat dinyatakan dalam
derajat kesamaan atau perbedaan. Derajat perbedaan sangat berguna oleh karena menunjukkan
beberapa banyak organisme yang diteliti berbeda dengan organisme lain. Dengan mengetahui
koefisien kesamaan dapat disusun Cluster dari organisme yang serupa.Beberapa metode utuk
menentukan derajat kesamaan, yaitu:
1. Cluster analysis
2. Phenogram / dendrogram
3. Ordination methods
4. Similarity Matrix
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Klasifikasi Numerik Fenetik
Berikut beberapa keuntungan dalam menggunakan taksonomi numerik menurut Sneath and Sokal (1973):
1. Taksonomi numerik memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan data dari
berbagai sumber, seperti morfologi, fisiologi, kimiawi, urutan asam amino dalam
protein, dan sebagainya.
2. Dengan bantuan serangkaian proses taksonomi otomatis dalam porsi besar, akan
terjadi peningkatan efisiensi kerja.
3. Data yang dikode dalam bentuk numerik dapat diintegrasikan dengan sistem
proses data elektronik yang ada dalam institusi taksonomi sehingga dapat
6
digunakan dalam pembuatan kunci determinasi, deskripsi, katalog, dan dokumen
lainnya.
4. Karena bersifat kuantitatif, metode ini memberikan diskriminasi lebih tinggi di
sepanjang rentang perbedaan taksonomi dan lebih sensitif dalam membatasi
jumlah taksa.
5. Pembentukan tabel data eksplisit dari metode ini telah mendorong para ahli dalam
bidang ini untuk menggunakan karakter yang lebih jelas.
6. Keuntungan fundamental dari taksonomi ini adalah metode ini telah mengecek
ulang prinsip-prinsip taksonomi serta tujuan klasifikasi. Hal ini memberikan
manfaat bagi taksonomi secara umum dan telah memunculkan berbagai
pertanyaan fundamental dalam taksonomi.
7. Taksonomi numerik telah menunjukkan interpretasi ulang beberapa konsep
biologi dan memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru terkait biologi evolusi.
Oleh karena itu, metode ini juga telah menjadi alat heurestik dalam penelitian
biologi.
Kekurangan dari klasifikasi sistem numerik adalah hasil klasifikasi numerik fenetik dalam
wujud dendogram tidak dapat diinterpretasikan sebagai cerminan dari hubungan kekerabatan
(filogenetis) karena klasifikasi ini memang didasarkan atas algoritme fenetik (kemiripan).
Pandangan fenetik adalah pandangan yang menyatakan bahwa karakter yang digunakan dalam
mengklasifikasi mikrobia hanya dilihat statusnya sebagaimana adanya pada saat ini tanpa
mempertimbangkan cara atau mekanismenya menjadi seperti ini. (Sembiring, 2013)
2.4.Contoh Penerapan Sistem Klasifikasi Numerik Fenetik
Tahap pertama yaitu menetukan sejumlah strain mikrobia yang akan
diklasifikasi,missalnya sebanyak lima strain yaitu strain A,B,C,D, dan E.sehingga nilai n=5.
Tahap kedua yaitu penentuan sejumlah karakter yang akan di gunakan misalnya 10 karakter
yaitu (1) morfologi koloni dalam media agar padat (2) bentuk sel (3) rangkaian sel (4) adanya
spora (5) sifat pengecatan gram (6) hidrolisis pati (7) fermentasi glukosa (8) fermentasi laktosa
(9) pembentukan indol (10) reduksi nitrat. Oleh sebab itu, jumlah karakter yang akan di tentukan
statusnya dalam hal ini nilai t = 10.
7
Tahap ketiga yaitu cara memperoleh data untuk kelima strain mikrobia A,B,C,D, dan E
yaitu (1) morfologi koloni di peroleh dengan menumbuhkan masing-masing strain pada medium
agar padat dengan metode surface plate, (2) bentuk sel ditentukan berdasarkan hasil pengamatan
di bawah mikroskop cahaya (3) rangakai sel ditentukan berdasarkan hasil pengamatan dibawah
mikroskop cahaya (4) adanya spora ditentukan berdasarkan hasil pengamatan terhadapa sel yang
telah diwarnai dengan metode pengecatan spora (5) sifat pengecatan gram diperoleh melalui hasil
pengamtan pengecatan gram (g) hidrolisis pati di tentukan berdasarkan kemampuan strain
menghidrolisis pati pada medium pati agar (7) fermentasi glukosa di peroleh melalui hasil
pengamatan fermentasi glukosa dengan medium glukosa cair dalam tabung reaksi yang berisi
indicator fenol red dan tabung Durham (8) fermentasilktosa diperoleh melalui hasil pengamatan
fermentasi laktosa dengan medium laktosa cair dalam tabung reaksi yang berisi indicator fenol
red dan tabung Durham (9) pembentukan indol diperoleh melalui pengujian pembentukan indol
dealam medium triopton cair dengan penambahan reagen Ehrlich (10) reduksi nitrat diperoleh
melalui uji kemampuan mereduksi nitrat pada medium nitrat dengan penambahan larutan A dan
larutan B. Tahap keempat dan kelima,pengkodena data,yaitu denga melakukan tabulasi hasil
pengamatan pada table pengamatan (tabel 1).
Table 1,Matrik n x t yang menunjukan 10 status karakter masing – masing strain A,B,C,D dan E
no Karakter Strain (operational) Taxobomical Unit
Strain A Strain B Strain C Strain D Strain E
1 Morfologi koloni + + + - -
2 Bentuk sel - - + - +
3 Rangkaian sel - + + - -
4 Spora - - - + +
5 Sifat Gram + + + - -
6 Hidrolisis pati - + - - +
7 Fermentasi Glukosa + + - + -
8 Fermenasi laktosa + - + - +
9 Pembentukan Indol + - - - +
10 Reduksi nitrat - - + + +
8
Tahap ke enam menhitung indek similaritas antar strain berdasarkan Simple matching coeficien
(Ssm) dan Jaccard coefficient (Sj) lalau nilai indeks similaritas di masukan ke dalam matriks
simiolaritas(gambar 1)
%100)(
)(
%100)(
)(
cba
aSj
dcba
daSsm
Keterangan:
(a) : jumlah karakter yang (+) untuk kedua strain
(b) : jumlah karakter yang (+) untuk strain pertama dan (-) untuk strain kedua
(c) : jumlah karakter yang (-) untuk strain pertama dan (+) untuk dtrain kedua
(d) :jumlah karakter yang (-) untuk kedua strain
Contoh kalkulasi Ssm
(A-B) : a = 3; b = 2; c = 2; d = 3: Ssm = 60%
(A-C) : a = 3; b = 2; c = 3; d = 2: Ssm = 50%
(A-D) : a = 1; b = 4; c = 2; d = 3: Ssm = 40%
(A-E) : a = 2; b = 3; c = 4; d = 1: Ssm = 30%
(B-C) : a = 3; b = 2; c = 4; d = 1: Ssm = 40%
(B-D) : a = 1; b = 4; c = 2; d = 3: Ssm = 40%
(B-E) : a = 1; b = 4; c = 5; d = 0: Ssm = 10%
(C-D) : a = 1; b = 5; c = 2; d = 2: Ssm = 30%
(C-E) : a = 3; b = 3; c = 3; d = 1: Ssm = 40%
(D-E) : a = 2; b = 1; c = 3; d = 3: Ssm = 50%
( Simple matching coefficient )
( Jaccard coefficient)
9
Tabel 2 Nilai indeks similaritas antar strain dalam data set matriks similaritas yang asli
Tahap ke tujuh, adalah konstruksi dendogram berdasarkan clustering analysis (gambar 2)
dengan menggunakan algoritme fenetik. Ada tiga macam algoritme yang dapat di gunakan yaitu
(i) single linkage,yaitu fusi klaster dengan nilai similaritas tertinggi (ii) Average linked,yaitu fusi
klaster dengan nialai similaritas rerata(UPGMA (iii) Complete linkage,fusi klaster dengan nilai
similaritas terkecil Yaitu nama lain average linkage lebih di kenal dengan Unweighted Paired
Group Method with Arihmetic Averages (UPGMA).dendogram yang di hasilakan berdasarkan
hasil clustering analysis disajikan pada gambar 3
Tabel 3. Clustring analysis berdasarkan nilai indek similaritas SSM
Similaritas(%)
A B C D E
100 A B C D E
90 A B C D E
80 A B C D E
70 A B C D E
60 A,B C D E
45 A,B,C D E
40 A,B,C,D E
30 A,B,C,D E
22,5 A,B,C,D,E
20 A,B,C,D,E
10 A,B,C,D,E
A B C D E
A 100
B 60 100
C 50 40 100
D 40 40 30 100
E 30 10 40 50 100
10
A
B
C
D
E
Gamber 1. Dendogram yang menuntukan hubungan similaritas anatara 5 strain mikrobia berdasarkan indeks similaritas SSM dan algoritme UPGMA
Berdasrkan dendrogam tersebut kelima strain yang digunakan merupakan 5 spesies yang berbeda
karena indeks similaritas spesies haruslah 70%≧ agar dapat dianggap spesies yang sama, sedangakan pada hasildiatas kelima strai mempunyai indek similaritas 70%≦
Tahap kedelapan adalah mengevakuasi dendogram dengan analisis cophenetic correlation. Hal
tersebut dilakukan dengan menganalisis hubunga korelasi antara nilai indeks similaritas dalam
data set table indeks simiraritas asli ( Tabel 3 ) dan nilai indeks similaritas dalam data set table
indeks similaritas yang diturunkan dari dendogram (table 4) yang selanjutnya di masukan dalam
analisis korelasi (table 5).berdasarkan hasil analisi korelasi ( table 5) dilakukan penghitungan
nilai koefisien korelasi (r). Apabila nilai r ≥ 0,6 maka dendogramdapat di terima sebagai hasil
klasifikasi numeric-fenetik terapi jika nilai r < 0.6 maka dendogram tidak dapat di terima karena
telah mengalami distorsi yang cukup signifikan sehingga tidak dapat menggambarkan hubungan
similaritas antar strain yang di klasifikasi.
Tabel 4 Nilai Indeks similaritas antar strain dalam data set matrik similaritas yang diturunkan (derived) dari dendrogam
10060454022,5
11
Tabel 5Analisis cohenetic - corrrelation untuk menguji dendrogam yang merupakan hasil klasifikasi numerik - fenetik.
Ssm X Y X^2 Y^2 XY
AB 60 60 3600 3600 3600
AC 50 45 2500 2025 2250
AD 40 40 1600 1600 1600
AE 30 22,5 900 506,25 675
BC 40 45 1600 2025 1800
BD 40 40 1600 1600 1600
BE 10 22,5 100 506,25 225
CD 30 40 900 1600 1200
CE 40 22,5 1600 506,25 900
DE 50 22,5 2500 506,25 1125
∑ 390 360 16900 14475 14975
A B C D E
A 100
B 60 100
C 45 45 100
D 40 40 40 100
E 22,5 22,5 22,5 22,5 100
12
%9,69
256035000
1254250
}1515016900{
}125425{10
]}129600144750[]152100169000{[
}14040014975{10
)]})360(()14475(10[()])390(())16900(10{[(
)}360)(390(14975{10
)]})(()([()])(())({[(
)})(({
22
2222
r
r
r
r
r
YYnXXn
YXXYnr
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai koefisien korelasi (r) yaitu 69,9%, nilai r tersebut
dapat diterima maka dendrogam dapat diterima sebagai klasifikasi numerik karena agar nilai r
dapa diterima haruslah nilai r 0,6.≧
Tahap kesembilan , yaitu merupakan tahap mendefinisikan takson berdasarkan interpretasi
terhadap dendrogam yang dihasilkan. Dendrogam tersebut dapat digunakan juga untuk
identifikasi strain yang diklasifikasi apabila dalam klasifikasi juga digunakan strain acuan bagi
strain yang diklasifikasi
13
BAB III
3.1 KESIMPULAN
Klasifikasi dan identifikasi adalah dua hal yang memiliki perbedaan, namun pada
dasarnya saling berhubungan dalam taksonomi. Klasifikasi dapat diidentifikasikan
sebagai penyusunan suatu organisme kedalam suatu kelompok taksonomi (taksa)
berdasarkan persamaan atau hubungan. Klasifikasi dan identifikasi mikroorganisme
haruslah diketahui terlebih dahulu karakteristik atau ciri-ciri mikroorganisme nya.
Taksonomi dapat dilakukan secara numerik ataupun secara fenetik. Taksonomi secara
numerik (numerical taxonomy) adalah taksonomi yang dikelompokkan berdasarkan pada
informasi sifat suatu organisme yang dikonversikan ke dalam bentuk yang sesuai untuk
analisis numerik dan dibandingkan menggunakan komputer, ada atau tidaknya sekurang-
14
kurangnya 50 (sebaiknya beberapa ratus) karakater yang dapat dibandingkan; karakter
tersebut di antaranya adalah karakter morfologi, biokimiawi, dan fisiologi, dan koefisien
asosiasi ditentukan di antara karakter-karakter yang dimiliki oleh dua atau lebih
organisme.
Taksonomi secara fenetik (phenetic systems) adalah taksonomi yang
dikelompokkan berdasarkan pada kesamaan secara keseluruhan, seringkali berupa suatu
sistem alami yang didasarkan atas kesamaan karakter, dan tidak tergantung pada analisis
filogenetik, koefisien Jaccard (Jaccard coefficient) akan mengabaikan karakter-karakter
yang tidak ada pada kedua organisme, nilai-nilai tersebut diatur untuk membentuk
matriks kesamaan (similarity matrix), dimana organisme dengan kesamaan tinggi
dikelompokkan bersama dalam fenon (phenons), perbedaan (significance) fenon tidak
selalu jelas terlihat, namun fenon dengan kesamaan 80% seringkali dianggap satu spesies
(bakteri). Ssm merupakan koefisien similaritas yang umum digunakan pada ilmu
bakteriologi untuk mengukur proporsi karakter yang sesuai, baik hubungannya bersifat
ada (positif) maupun tidak ada (negatif). SJ dihitung tanpa memperhitungkan karakter
yang tidak dimiliki oleh organisme tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Boone, R.D., and R.W. Castenholz. 2001. Bergey’s Manual Of Systematics
Bacteriology. 2nd edition. Springer. New York
Edwards, A. W. F. and Cavalli-Sforza, L. L. 1964. Reconstruction of phylogenetic
trees. in Phenetic and Phylogenetic Classification. ed. Heywood, V. H. and
McNeill.London: Systematics Assoc. Pub No. 6.
Felsenstein, J. 1981. Evolutionary trees from DNA sequences: A maximum
likelihood approach. Journal Molecular Evolution 17: 368-376
Felsenstein, J. 2004 Inferring Phylogenies. Sinauer Associates.Sunderland
15
Harly, J. P. 2005. Laboratory Exorcises in Microbiology sixth Edition. McGraw
Hill Companies, inc, 1211, Avence of the Amonical. New York.
Loy, B. W. 1994. Annalisis Mikrobia Di Lahro . PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Nei, M. and Kumar, S.2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford
University Press. New York
Priest, F. and Austin, B. 1993. Modern Bacterial Taxonomy Second Edition.
Champman dan Hall. London.
Sembiring, L. 2003. Petunjuk Praktikum Sistematik mikrobia. Laboratorium
Mikrobiologi, UGM, Yogyakarta
Stanier, R. Y., Edward, A. A., and Jon, L. I. 1982. Mikrobiologi. UGM. Penerbit
PT. Bhintara Karya Aksara.Yogyakarta.
Working Group .2001. Evolution, Science, and Society: Evolutionary biology and
the national research agenda. American.
Sokal, R. R., and Sneath, P. H. A.1963. Principles of Numerical Taxonomy. W. H.
Freeman. San Fransisco