makalah kel4-manajemenok

Upload: andhi-vithri

Post on 18-Jul-2015

158 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB I STUDENT LEARNING OBJECTIVES 1. Jelaskan tahapan proses berubah 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses berubah 3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan proses berubah 4. Jelaskan jenis-jenis supervisi dalam keperawatan 5. Jelaskan keperawatan 6. Jelaskan langkah-langkah supervisi dalam keperawatan 7. Jelaskan syarat-syarat pendelegasian yang benar kekurangan dan kelebihan jenis-jenis supervisi dalam

2

BAB II PEMBAHASAN 1. Tahapan Proses Berubah A. Menurut Lewin (1951) perubahan di bedakan menjadi 3 tahapan yaitu 1. Pencairan (unfreezing) : motivasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan semula dan berubahnya keseimbangan yang ada, merasa perlu untuk berubah dan berupaya untuk berubahm menyiapkan diri dan siap untuk berubah atau melakukan sesuatu 2. Bergerak (moving) : bergerak menuju keadaan yang baru atau tingkat/tahap perkembangan baru karena memiliki cukup informasi serta sikap dan kemampuan untuk berubah, memahami masalah yang dihadapi dan mengetahui langkah-langkah penyelesaian yang harus dilakukan kemudian melakukan langkah nyata untuk berubah dalam mencapai atau tahap baru 3. Pembekuan (refreezing) : motivasi telah mencapai tingkat atau tahap baru, atau mencapai keseimbangan baru. Tingkat baru yang telah dicapai harus dijaga agar tidak mengalami kemunduran atau bergerak mundur pada tingkat atau tahap perkembangan semula. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mendapatkan umpan balik, kritik yang konstruktif dalam upaya pemibinaan yang terus-menerus dan berkelanjutan. B. Menurut Roger (1962) menjelaskan 5 tahap dalam perubahan yaitu: kesadaran, keinginan, evaluasi,, mencoba, dan penerimaan atau dikenal AIETA (awareness, interest, evaluation, trial, adoption). Roger menjelaskan bahwa perubahan yang efektif tergantung individu yang terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu berkembang dan maju serta mempunyai suatu komitmen untuk bekerja dan melaksanakannya. C. Menurut Lipitts (1973) mengidentifikasi 7 tahap dalam proses perubahan yaitu : 1. Tahap 1: Menentukan masalah

3

Setiap individu yang terlibat dalam perubahan harus membuka diri dan menghindari keputusan sebelum semua fakta dapat dikumpulkan. Individu yang terlibat juga harus sering berpikir dana mengetahui apa yang salah serta berusaha menghindari data-data yang dianggap tidak sesuai. 2. Tahap 2: Mengkaji motivasi dan kapasitas perubahan Semua orang yang terlibat dan lingkungan yang tersedia harus dikaji tentang kemampuan, hambatan yang mungkin timbul, dan dukungan yang akan diberikan. Mengingat mayoritas praktik keperawatan berada pada suatu organisasi/instansi, maka struktur organisasi harus dikaji apakan peraturan yang ada, kebijakan yang ada, budaya organisasi, dan orang yang terlibat akan membantu proses perubahan atau justru menghambatnya. Fokus pada tahap perubahan ini adalah mengidentifikasi factor-faktor yang menghambat dan mendukung proses perubahan. 3. Tahap 3: Mengkaji moivasi change agent dan sarana yang tersedia Pada tahap ini, diperlukan suatu komitmen dan motivasi manajer dalam proses prubahan. Pandangan manajer tentang perubahan harus dapat diterima oleh staff dan dapat dipercaya. Manajer harus mampu menunjukkan motivasi yang tinggi dan keseriusan dalam pelaksanaan perubahan dengan selalu mendengarkan masukanmasukan dai staf dan selalu mencari solusi yang terbaik. 4. Tahap 4: Menyeleksi tujuan perubahan Perubahan harus sudah disusun sebagai suatu kegiatan secara operasional, terorganisasi, berurutan, kepada siapa perubahan akan berdampak, dan kapan waktu yang tepat untuk dilaksanakan. Untuk itu diperlukan suatu target waktu dan perlu dilakukan ujicoba sebelum menentukan efektivitas perubahan. 5. Tahap 5: Memilih peran yang sesuai dilaksanakan oleh agen pembaru Pada tahap ini, diperlukan seorang manajer atau pemimpin yang ahli dan sesuai bidangnya. Manajer tersebut akan dapat memberikan masukan dan solusi terbaik dalam perubahan serta dia bisa berperan sebagai seorang mentor yang baik. 6. Tahap 6: Mempertahankan perubahan yang telah dimulai

4

Sekali perubahan sudah dilaksanakan maka harus dipertahankan denag komitmen yang ada. Komunikasi harus terbuka dan terus diinformasikan supaya setiap pertanyaan yang masuk dan permasalahn yang terjadi dapat diambil solusi yang terbaik oleh kedua belah pihak. 7. Tahap 7: Mengakhiri bantuan Selama proses mengakhiri perubahan, maka harus selalu diikuti oelh perencanaan yang berkelanjutan dari seorang manajer. Hal ini harus dilaksanakan secara bertahap supaya individu yang terlibat mempunyai tanggung jawab dan dapat mempertahankan perubahan yang telah terjadi. ROGER Kesadaran Keinginan Evaluasi LEWIN Pencairan LIPPIT Mendiagnosis masalah Mengkaji motivasi, kemampuan untuk berubah Mengkaji motivasi change agent dan Mencoba Penerimaan Bergerak Pembekuan berbagai sumber sarana Menetapkan tujuan perubahan Menetapka peran change agent Mempertahankan perubahan Mengakhiri bantuan 2. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Proses Berubah a. Keinginan untuk menyenangkan atasan b. Mengurangi masalah yang melemahkan produktivitas c. Mendapatkan peningkatan upah d. Mendapatkan penghargaan 3. Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Proses Berubah a. Kepatuhan pada norma b. Tidak ingin mengambil resiko c. Ketakutan terhadap sesuatu yang tidak diketahui Menciptakan ketidakseimbangan dalam sistem dengan meningkatkan faktor pendorong atau menurunkan faktor penghambat merupakan salah satu tugas yang diperlukan oleh agens pengubah. Banyak faktor memengaruhi keberhasilan implementasi perubahan terencana. Banyak ide bagus yang tidak

5

terealisasi karena waktu yang tidak tepat atau kurangnya kemampuan sebagai agens pengubah. Misalnya baik organisasi maupun individu cenderung menolak orang luar sebagai agens pengubah karena mereka dianggap tidak memiliki pengetahuan atau keahlian yang adekuat tentang kondisi saat ini, dan motivasi mereka seringkalit tidak dipercaya. Oleh karena itu, hambatan sangat sedikit jika agens pengubah adalah orang dalam. Namun , agens pengubah dari orang luar cenderung lebih objektif dalam memberi penilaian,sedangkan orang dalam seringkali dipengaruhi oleh bias personal tentang fungsi organisasi. Demikian juga dalam banyak hal, perubahan yang diperlukan tidak pernah diimplementasikan karena agens pengubah kurang sensitive terhadap waktu. Jika organisasi atau anggota organisasi baru saja mengalami banyak perubahan atau stress, perubahan lain tertahan sampai resistansi kelompok berkurang. 4. Supervisi 1.1. Pengertian Supervisi Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara khusus. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Azwar, 1996). Muninjaya (1999) menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling). Swanburg (1990) melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani, 2006).

6

1.2. Manfaat dan Tujuan Supervisi Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar, 2009): a. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan. b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah. Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli & Bachtiar, 2008). 1.3. Frekuensi Pelaksanaan Supervisi Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi/lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai penyesuaian tersebut keterampilan bawahan. Tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan. Yang digunakan sebagai pegangan umum, supervisi biasanya bergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang akan dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus lebih sering dilakukan. 1.4. Prinsip-prinsip Pokok dalam Supervisi Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer penyesuaian. melalui Supervisi dapat membantu dan yaitu peningkatan pengetahuan

7

kerja, dan jumlah sumber sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Untuk itu diperlukan beberapa prinsip pokok pelaksanaan supervisi. Prinsip pokok supervisi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut (Suarli dan Bahtiar, 2009): a. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatakan kinerja bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya. b. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan suportif, bukan otoriter. c. Supervisi harus dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi yang hanya dilakukan sekali bukan supervisi yang baik. d. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikan rupa sehingga terjalin kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian masalah, dan untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan. e. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang sama untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik. f. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan. 1.5. Pelaksana Supervisi Menurut Bactiar dan Suarly, (2009) yang bertanggung jawab dalam melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi maka untuk dapat melaksanakan supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau karasteristik yang harus dimilki oleh pelaksana supervisi (supervisor). Karasteristik yang dimaksud adalah: a. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi. Atau apabila hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk staf

8

khusus dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas. b. c. Pelaksana supervisi harus memilki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi. Pelaksana supervisi. d. e. Pelaksana supervisi harus memilki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disupervisi. 1.6. Teknik Supervisi Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan tehnik penyelesaian masalah. Bedanya pada supervisi tehnik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan penyebab masalah menggunakan tehnik pengamatan langsung oleh pelaksana supervisi terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam mengatasi masalah tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung di tempat . Dengan perbedaan seperti ini, jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua hal yang perlu diperhatikan (Bachtiar dan Suarli, 2009): 1. Pengamatan langsung Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan. a. Sasaran pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pada pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective supervision). b. Objektivitas pengamatan. supervisi harus memiliki keterampilam melakukan supervisi artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik

9

Pengamatan

langsung

yang

tidak

terstandardisasi

dapat

menggangu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pengamatan langsung perlu dibantu dengan dengan suatu daftar isi yang telah dipersiapkan. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara lengkap dan apa adanya. c. Pendekatan pengamatan. Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan menggangagu kelancaran pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini pengamatan langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan negatif tersebut tidak sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan tersebut dapat 2. dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas. Kerja sama Agar komunonikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul, pelaksana supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah, sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan. Masalah, penyebab masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus dibahas secara bersama-sama. Kemudian upaya penyelesaian masalah tersebut dilaksanakan secara bersama-sama pula. Supervisi dalam Keperawatan Dalam bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat (Suyanto, 2008). Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan, pengarahan, observasi dan pemberian motivasi serta evaluasi terhadap pendokumentasian

10

tiap-tiap tahap proses keperawatan. Kelengkapan dan kesesuaian dengan standar merupakan variabel yang harus disupervisi (wiyana, 2008). 1. Pelaksana Supervisi Keperawatan Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-masing staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertangguung jawab antara lain (Suyanto,2008): a. Kepala ruangan Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan tersebut. Sebagai contoh ruang perawatan yang menerapkan metode TIM, maka kepala ruangan dapat melakukan supervisi secara tidak langsung melalui ketua tim masing-masing (Suarli dan Bahtiar , 2009). b. Pengawas perawatan (supervisor) Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungisional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan. c. Kepala bidang keperawatan Sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab melakukan supervisi baik secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas keperawatan. Mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang aman dan nyaman, efektif dan efesien. Oleh karena itu tugas dari seorang supervisor adalah mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan terutama pegawai baru, melatih staf dan pelaksana staf keperawatan, memberikan pengarahan dalam pelaksanaan tugas agar menyadari, mengerti terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan, memberikan pelayanan bimbingan pada pelaksana keperawatan dalam memberikan asuahan keperawatan.

11

2. Sasaran Supervisi Keperawatan Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati berdasarkan struktur dan hirearki tugas. Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan, maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli dan Bachtiar, 2009) Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain: pelaksanaan tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, system dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang, penyimpangan/penyeleengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto, 2008). 3. Kompetensi Supervisor Keperawatan Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan system kerjanya. Para supervisor mengkoordinasikan pekerjaan karyawan dengan mengarahkan, melancarkan, membimbingan, memotivasi, dan mengendalikan (Dharma, 2003). Seorang keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan dalam (Suyanto, 2008): a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan. b. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksanan keperawatan. c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan pelaksanan keperawatan. d. Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok). e. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan. f. Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat. baik. g. Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih

12

Pelaksana supervisi keperawatan 1. Teknik Supervisi keperawatan Supervisi keperawatan merupakan suatu proses pemberian sumbersumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaiakan tugas dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan supervisi memungkinkan seorang manajer keperawatan dapat menemukan berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan asuahan keperawatan di ruang yang bersangkutan melalui analisis secara komprehensif bersama-sama dengan anggota perawat secara efektif dan efesien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan mutu pelayanan keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan utama, bukan malah menyibukkan diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani, 2006). Teknik supervisi dibedakan menjadi dua, supervisi langsung dan tak langsung.

a.

Teknik Supervisi Secara Langsung. Supervisi yang dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang dilaksanakan. Pada waktu supervisi diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah Bittel, 1987 (dalam Wiyana, 2008). Cara memberikan supervisi efektif adalah :1) pengarahan harus lengkap dan mudah dipahami; 2) menggunakan kata-kata yang tepat; 3) berbicara dengan jelas dan lambat; 4) berikan arahan yang logis; 5) Hindari banyak memberikan arahan pada satu waktu; 7) pastikan arahan yang diberikan dapat dipahami; 8) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakn atau perlu tindak lanjut Supervisi lansung dilakukan pada saat perawat sedang melaksanakan pengisian formulir dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi perawat dalam pengisian setiap komponen dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Langkah-langkah yang digunakan dalam supervisi langsung (Wiyana, 2008): a. Informasikan kepada perawat yang akan disupervisi bahwa pendokumentasiannya akan disupervisi. b. Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian. Supervisor melihat hasil pendokumentasian secara langsung dihadapan perawat yang mendokumentasikan.

13

c. Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai standar dengan asuhan keperawatan pakai yaitu menggunakan form A Depkes 2005. d. Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kepada perawat yang sedang menjalankan pencacatan dokumentasi asuhan keperawatan sesuai form A dari Depkes. e. Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi.

b. Secara Tidak Langsung.Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadinya kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis (Bittel, 1987 dalam Wiyana, 2008). Langkah-langkah Supervisi tak langsung: a. Lakukan supervisi secara tak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik perawat. b. Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan. c. Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit yaitu form A dari Depkes. d. Memberikan penilaian atas dokumentasi yang di supervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis pada perawat yang mendokumentasikan. e. Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau sesuai standar. Prinsip Supervisi Keperawatan Agar seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi secara benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-prinsip tersebut harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional dan bukan hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus mampu membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam kegiatan supervisi adalah

14

harus dilakukan secara objektif dan mampu memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif, fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang terlibat, bersifat kreatif dan konstruktif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan, dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan ( Arwani, 2006). Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan (Nursallam, 2007) antara lain: 1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi, 2) Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan antar manusia dan kemempuan menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan, 3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan dinyatakan melalui petunjuk, peraturan urian tugas dan standard, 4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan perawat pelaksana. 5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik, 6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas dan motivasi, 7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan manajer. Kegiatan Rutin Supervisor Untuk dapat mengkoordinasikan system kerja secara efektif, para supervisor harus melakukan dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan tugas dan kegiatan supervisi. Kegiatan tugas adalah kegiatan yang melibatkan supervisor dalam pelaksanaan lansung suatu pekerjaan. Kegiatan supervisi adalah kegiatan yang mengkoodinasikan pekerjaan yang dilkukan orang lain. Supervisor yang efektif menekankan kegiatan supervisi (Dharma, 2003). Kegiatan dalam supervisi adalah sebagai berikut (Wiyana, 2008) : a. Persiapan. Kegiatan Kepala Ruangan (supervisor) meliputi: 1) Menyusun jadwal supervisi, 2) Menyiapkan materi supervisi (format supervisi, pedoman pen dokumentasian). 3) Mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat pelaksana b. Pelaksanaan supervisi. Kegiatan kepala ruangan (supervisor) pada tahap pelaksanaan supervisi meliputi : 1) Mengucapkan salam pada perawat yang disupervisi, 2)

15

Membuat kontrak waktu supervisi pendokumentasian dilaksanakan. 3) Bersama perawat mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian untuk masing-masing tahap, 4) Mendiskusikan pencapaian yang telah diperoleh perawat dalam pedokumentasian asuhan keperawatan, 4) Mendiskusikan pencapaian yang harus ditingkatkan pada masing-masing tahap, 5) Memberikan bimbingan / arahan pendokumentasian asuhan keperawatan, 6) Mencatat hasil supervisi. c. Evaluasi. Kegiatan kepala ruangan (supervisor) pada tahap evaluasi meliputi: 1) Menilai respon perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja di arahkan, 2) Memberikan reinforcement pada perawat, 3) Menyampaikan rencana tindak lanjut supervisi. Model-model Supervisi Keperawatan Selain cara supervisi yang telah diuraikan, beberapa model supervisi dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain (Suyanto, 2008): a. Model konvensional Model supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuahan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam mengerjakan tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan. b. Model ilmiah Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kealahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan dengan model ini memilki karasteristik sebagai berikut yaitu, dilakukan secara berkesinambungan, dilakukan dengan prosedur, instrument dan standar supervisi yang baku, menggunakan data yang objektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan. c. Model klinis Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuahn keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara

16

sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan. d.Model artistic Supervisi model artistic dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang disupervisi. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungna antara perawat dan supervisor akan terbuka dan mempermudah proses supervisi Beberapa model supervisi dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain (Suyanto, 2008): a. Model konvensional (tradisional) Kekurangan: Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan mematamatai staf dalam mengerjakan tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan (pemimpin cenderung untuk mencari kesalahan) Kelebihan: Model supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuahan keperawatan sehigga dapat dllakukan perbaikan. b. Model ilmiah Kelebihan: Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kealahan atau masalah saja namun juga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan. Kekurangan: Membutuhkan waktu yang relatif lama. c. Model Klinis Kelebihan: Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuahn keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan sehingga dapat membantu memperkecil kesenjangan antara perawatan yang ideal dengan yang nyata. Kekurangan: tidak tahu

17

d. Model artistic Kelebihan: Supervisi model artistic dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang disupervisi. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungna antara perawat dan supervisor akan terbuka dam mempermudah proses supervisi. Fungsi supervise dapat berperan sebagai suatu pengetahuan, suatu ketrampilan dan juga sebagai kiat. Kekurangan: Berikut ini akan beberapa pendekatan supervisor: 1. Pendekatan Langsung (Direktif) Yang pendekatan dimaksudkan terhadap dengan pendekatan bersifat direktif adalah cara masalah yang langsung. Supervisor

memberikan arahan langsung. Sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan/stimulus. Oleh karena perawat ini mengalami kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku supervisor seperti berikut ini. a. Menjelaskan b. c. d. e. f. Menyajikan Mengarahkan Memberi contoh Menetapkan tolak ukur Menguatkan Yang dimaksud dengan pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh perawat. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada perawat untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-drektif ini

2. Pendekatan Tidak Langsung (Non-direktif)

18

berdasarkan pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi perawat yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi oleh perawat. Perawat mengemukakan masalahnya supervisor mencoba mendengarkan, memahami, apa yang dialami oleh perawat. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah sebagai berikut. a. b. c. d. e. Mendengarkan Memberi penguatan Menjelaskan Menyajikan Memecahkan masalah dimaksud dengan pendekata koplaboratif adalah cara

3. Pendekatan Kolaboratif Yang pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan nondirektif menjadi pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun perawat bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi perawat. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah hasil panduan antara kegiatan individu dengan lingkungan pada gilirannya nantui berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut: a. Menyajikan b. c. d. e. Menjelaskan Mendengarkan Memecahkan masalah Negosiasi

Jenis-Jenis Supervisi dalam Keperawatan Teknik Supervisi Keperawatan Supervisi Langsung Supervisi yang dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang dilaksanakan. Pada waktu supervisi diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah Bittel, 1987 (dalam Wiyana, 2008).

19

Cara memberikan supervisi efektif adalah :1) pengarahan harus lengkap dan mudah dipahami; 2) menggunakan kata-kata yang tepat; 3) berbicara dengan jelas dan lambat; 4) berikan arahan yang logis; 5) Hindari banyak memberikan arahan pada satu waktu; 7) pastikan arahan yang diberikan dapat dipahami; 8) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakn atau perlu tindak lanjut Supervisi lansung dilakukan pada saat perawat sedang melaksanakan pengisian formulir dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi perawat dalam pengisian setiap komponen dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Langkah-langkah (Wiyana, 2008): T Informasikan kepada perawat yang akan disupervisi bahwa pendokumentasiannya akan disupervisi. T Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian. T Supervisor melihat hasil pendokumentasian secara langsung dihadapan perawat yang mendokumentasikan. T Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai standar dengan asuhan keperawatan pakai yaitu menggunakan form A Depkes 2005. T Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kepada perawat yang sedang menjalankan pencacatan dokumentasi asuhan keperawatan sesuai form A dari Depkes. T Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi. Supervisi Tidak Langsung Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadinya kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis (Bittel, 1987) dalam Wiyana, 2008. Langkah-langkah supervisi tidak langsung: T Lakukan supervisi secara tak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik perawat. T Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan. yang digunakan dalam supervisi langsung

20

T Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit yaitu form A dari Depkes. T Memberikan penilaian atas dokumentasi yang di supervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis pada perawat yang mendokumentasikan. T Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau sesuai standar. Model-Model Supervisi Keperawatan Model Konvensional Model konvensional yaitu supervise yang dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuahan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam mengerjakan tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, halhal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan Model Ilmiah Model ilmiah yaitu supervisi yang dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kealahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan dengan model ini memilki karasteristik sebagai berikut yaitu, dilakukan secara berkesinambungan, dilakukan dengan prosedur, instrument dan standar supervisi yang baku, menggunakan data yang objektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan. Model Klinis Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan. Model Artistic Supervisi model artistic dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat

21

pelaksana yang disupervisi. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungan antara perawat dan supervisor akan terbuka dan mempermudah proses supervisi. Model Developmental (Dixon, 1998) Model ini diperkenalkan oleh Dixon pada rumah sakit mental dan Southern Cost Addiction Technology Transfer Center tahun 1998. Model ini dikembangkan dalam rumah sakit mental yang bertujuan agar pasien yang dirawat mengalami proses developmental yang lebih baik. Maka semua ini menjadi tugas utama perawat. Supervisor diberikan kewenangan untuk membimbing perawat dengan tiga cara, yaitu change agent, counselor, dan teacher. Kegiatan change agent bertujuan agar supervisor membimbing perawat menjadi agen perubahan; kegiatan tersebut nantinya ditransfer kepada pasien sehingga pasien memahami masalah kesehatan. Kegiatan counselor dilakukan supervisor dengan tujuan membina, membimbing, mengajarkan kepada perawat tentang hal-hal yang berkaitan dengan tugas (task) rutin perawat (contoh: supervisor membimbing perawat melakukan pengkajian fisik). Kegiatan teaching bertujuan mengenalkan dan mempraktikkan nursing practice yang sesuai dengan tugas perawat (contoh: supervisor di ICU mengajarkan teknik pengambilan darah arteri, analisa gas darah dsb). Model Academic (Farington, 1995) Model ini diperkenalkan oleh Farington di Royal College of Nursing UK tahun 1995. Farington menyebutkan bahwa supervisi klinik dilakukan untuk membagi pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan kemampuan professional yang berkelanjutan (CPD; continuing professional development). Dilihat dari prosesnya, supervisi klinik merupakan proses formal dari perawat professional (RNs) untuk support dan learning sehingga pengetahuan dan kompetensi perawat dapat dipertanggungjawabkan sehingga pasien mendapatkan perlindungan dan merasa aman selama menjalani perawatan. Dalam model academik proses supervisi klinik meliputi tiga kegiatan, yaitu a) educative, b) supportive, c) managerial. Kegiatan educative dilakukan dengan: 1) mengajarkan ketrampilan dan kemampuan (contoh: perawat diajarkan cara membaca hasil EKG); 2) membangun pemahaman tentang reaksi dan refleksi dari setiap intervensi keperawatan (contoh: supervisor mengajarkan

22

perawat dan melibatkan pasien DM dalam demontrasi injeksi SC); 3) supervisor melatih perawat untuk mengeksplor strategi, teknik-teknik lain dalam bekerja (contoh: supervisor mengajarkan merawat luka dekubitus dengan obat-obat jenis baru yang lebih baik). Kegiatan supportive dilakukan dengan cara: melatih perawat menggali emosi ketika bekerja (contoh: meredam konflik antar perawat, job enrichment agar mengurangi burn out selama bertugas). Kegiatan managerial dilakukan dengan: melibatkan perawat dalam peningkatkan standar (contoh: SOP yang sudah ada dikaji bersama kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu). g. Model Experiential (Milne & James, 2005) Model ini diperkenalkan oleh Milne dan James di Newcastle University UK dan Department of Health US tahun 2005 yang merupakan adopsi penelitian Milne, Aylott dan Fitzpatrick. Dalam model ini disebutkan bahwa kegiatan supervisi klinik keperawatan meliputi training dan mentoring. Dalam kegiatan training, supervisor mengajarkan teknik-teknik keperawatan tertentu yang belum dipahami perawat pelaksana (contoh: pemasangan infus pada bayi, melakukan vena sectio, teknik advance life support dsb). Training biasanya dilakukan secara berjenjang kepada setiap perawat, misalnya training pada perawat pemula (beginner), perawat pemula-lanjut (advance). Dalam kegiatan mentoring, supervisor lebih mirip seorang penasihat dimana ia bertugas memberikan nasihat berkaitan dengan masalah-masalah rutin sehari-hari (contoh: bagaimana mengurus ASKES pasien, mencari perawat pengganti yang tidak masuk, menengahi konflik, mengambil keputusan secara cepat, tepat dan etisdsb). Kegiatan ini lebih mirip kegiatan supportive dalam model akademik. h. Model 4s (Page & Wosket, 1995) Model ini diperkenalkan oleh Page dan Wosket dari hasil penelitian di Greater Manchester UK dan New York tahun 1995. Model supervisor ini dikembangkan dengan empat (4) strategi, yaitu Structure, Skills, Support dan Sustainability. Dalam model ini, kegiatan structure dilakukan oleh perawat RNs dalam melakukan pengkajian dan asuhan pasien dimana perawat yang dibina sekitar 6-8 orang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan pengalaman perawat dalam hal konsultasi, fasilitasi dan assisting. Kegiatan skills dilakukan supervisor untuk meningkatkan keterampilan praktis (contoh: menjahit luka, interpretasi

23

EKG, pasang CAPD, dan sebagainya). Kegiatan support dilakukan dengan tujuan untuk will keep practice fresh, sharing, kebutuhan-kebutuhan training tertentu yang bernilai kebaruan (contoh: pelatihan emergency pada keadaan bencana). Kegiatan sustainability bertujuan untuk tetap mempertahankan pengalaman, keterampilan, nilai-nilai yang telah dianut perawat. Kegiatan ini dilakukan secara kontinyu dengan cara mentransfer pengalaman supervisor kepada perawat pelaksana (contoh: supervisor membuat modul tentang berbagai keterampilan teknik yang dibagikan kepada semua perawat pelaksana). Tabel 1 Kekurangan dan kelebihan jenis- jenis supervisi dalam keperawatan Kelebihan dan Kekurangan Model-model Supervisi Keperawatan Model Model ilmiah Model klinis Model artistik konvensional Kekurangan : Model ini sering hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan Kelebihan : Dilakukan secara dilakukan dengan prosedur, instrument dan standar supervisi yang baku, menggunakan data yang objektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan. Kelebihan : Lebih memperhatikan dan mengembangkan kemampuan/ profesionalismenya Kelebihan : Pada model ini terdapat pendekatan personal yang mana, menciptakan rasa aman yang nantinya akan tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungna antara perawat dan supervisor akan lebih terbuka.

tidak adil karena berkesinambungan,

5. Pendelegasian

24

Agar pendelegasian wewenang dapat berhasil dengan baik, sesuai dengan tujuan, maka harus dilakukan dengan tepat atau baik pula. Adapun syarat-syaratnya seperti yang dikemukakan oleh Drs. Sutrisno :

Adanya

kesediaan

atau

keikhlasan

atasan

untuk

memberikan

pelimpahan.Dengan kesediaan dan keikhlasan yang tulus akan menimbulkan hubungan kejiwaan yang dekat antara atasan dan bawahan tersebut hal ini penting dalam usaha menimbulkan perasaan rasa percaya di antara keduanya. Tiap-tiap bawahan yang mendapat pelimpahan harus mempertimbangkan

kemampuannya. Wewenang yang diserahkan kepada bawahan harus sesuai dengan kemampuan bawahan. Di samping bawahan harus mengukur kemampuan sendiri, atasan harus pula menimbang-nimbang kemampuan dalam hubungannya dengan wewenang yang akan dilimpahkan, baik kemampuan jasmaniah maupun kemampuan rokhaniah.Dengan demikian tidak akan terjadi wewenang yang dilimpahkan tidak sesuai dengan kemampuan bawahan, sebab apabila tidak sesuai akan dapat menimbulkan resiko, yang pada akhirnya juga akan ditanggung atasan bersangkutan. Tugas dan wewenang yang diserahkan harus jelas, bawahan mengerti

keinginan atasan dengan adanya pelimpahan itu. Tugas, wewenang demikian pula tanggung jawabnya harus dirumuskan dengan jelas. Ketidakjelasan akan menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam realisasinya, karena tidak tahu arah atau batas-batas yang boleh dan tidak dapat dilakukan. Demikian pula harus diketahui oleh bawahan kecenderungan dari pada keinginan-keinginan atasan yang melimpahkan wewenang, demikian itu agar pelaksanaan tugas dan wewenang mengarah kepada tujuan yang ditentukan oleh atasan. Pelimpahan yang telah diberikan tidak boleh diperlemah oleh atasan, yang

mengakibatkan tidak tercapainya tujuan. Setelah pelimpahan dilakukan, atasan jangan selalu mencampurinya, lebih-lebih mencampuri secara demonstratif yang demikian akan mengakibatkan keresahan jiwa dan justru akan dapat mengakibatkan patah semangat bagi bawahan. Ada empat kegiatan dalam delegasi wewenang: 1. Manager perawat/bidan menetapkan dan memberikan tugas dan tujuannya kepada orang yang diberi pelimpahan; 2. Manajer melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;

25

3. Perawat/bidan yang menerima delegasi baik eksplisit maupun implisit menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab. 4. Manajer perawat/bidan menerima pertanggungjawaban (akontabilitas) atas hasil yang telah dicapai. Alasan Pendelegasian Ada beberapa alasan mengapa pendelegasian diperlukan: 1. Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan mencapai hasil yang lebih baik dari pada semua kegiatan ditangani sendiri. 2. Agar organisasi berjalan lebih efisien. 3. Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan dapat memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas prioritas yang lebih penting. 4. Dengan pendelegasian, memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan berkembang, bahkan dapat dipergunakan sebagai bahan informasi untuk belajar dari kesalahan atau keberhasilan Teknik Pendelegasian Manajer perawat/bidan pada seluruh tingkatan dapat menyiapkan tugastugas yang dapat didelegasikan dari eksekutif perawat sampai eksekutif departemen atau kepala unit, dan dari kepala unit sampai perawat/bidan klinis. Delegasi mencakup kewenangan untuk persetujuan, rekomendasi atau pelaksanaan. Tugas-tugas seharusnya dirangking dengan waktu yang diperlukan untuk melaksanakannya dan sebaiknya satu kewajiban didelegasikan pada satu waktu. Kapan Perlu Dilakukan Delegasi Hindari mendelegasikan kekuasaan dan tetap mempertahankan moral dalam pelaksanaannya. Kontrol dilakukan khusus pada pekerjaan yang sangat teknis atau tugas tugas yang melibatkan kepercayaan. Hal ini merupakan hal yang kompleks dalam manajemen keperawatan/kebidanan, sehingga memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang khusus. Manajer perawat/bidan yang akan menangani hal tersebut seharusnya memiliki kemampuan ilmu manajemen dan perilaku. Mendelegasikan tugas dan tanggung jawab dapat menyebabkan perawat/bidan klinis berasumsi bahwa manajer tidak mampu untuk

26

menangani

tanggung

jawab

kepemimpinannya

terhadap

manajemen

keperawatan/kebidanan. Hambatan-Hambatan Pendelegasian Hambatan-hambatan pada delegator 1. Kemampuan yang diragukan oleh dirinya sendiri Meyakini bahwa seseorang mengetahui semua rincian Saya dapat melakukannya lebih baik oleh diri saya sendiri buah pikiran yang keliru. 2. 3. 4. 5. Kurangnya pengalaman dalam pekerjaan atau dalam mendelegasikan Rasa tidak aman Takut tidak disukai Penolakan untuk mengakui kesalahan 6. Kurangnya kepercayaan pada bawahan. Kesempurnaan, menyebabkan kontrol yang berlebihan 7. 8. 9. Kurangnya ketrampilan organisasional dalam menyeimbangkan beban kerja Kegagalan untuk mendelegasikan kewenangan yang sepadan dengan tanggung jawab. Keseganan untuk mengembangkan bawahan 10. Kegagalan untuk menetapkan kontrol dan tindak lanjut yang efektif. Hambatan-hambatan yang diberi delegasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. c. 1. 2. 3. 4. Kurangnya pengalaman Kurangnya kompetensi Menghindari tanggung jawab Sangat tergantung dengan bos Kekacauan [disorganization] Kelebihan beban kerja Terlalu memperhatikan hal hal yang kurang bermanfaat Hambatan-Hambatan Dalam Situasi Kebijakan tertuju pada satu orang Tidak ada toleransi kesalahan Kekritisan keputusan Urgensi, tidak ada waktu untuk menjelaskan [krisis manajemen]

a.

b.

27

5. 6.

Kebingungan dalam tanggung jawab dan kewenangan. Kekurangan tenaga

28

DAFTAR PUSTAKA Charles J. Keating. 1991. Kepemimpinan teori dan Pengembanganya.

Yogyakarta Kanisius Dixon GD, (1998), Clinical supervision: a key to treatment success, available from: www.scattc.org Farington A, (1995), Models of clinical supervision, British Journal of Nursing 4(15):876-78. FKp, 2009. Buku Panduan Manajemen Keperawatan : Program Pendidikan Ners. Surabaya. Gillies, 19VIII9. Managemen Keperawatan Suatu pendekatan Sistem, Edisi Terjemahan. Alih Bahasa Dika Sukmana dkk. Jakarta. Handoko, T.Hani, Dr., MBA.1997. Manajemen.Yogyakarta: BPFE Harold L. Tailor. 1993. Delegasi Kunci Managemen Yang Berhasil. Jakarta :Bina Rupa aksara Jenks. 1991. Delegasi Dalam Managemen Perusahan. Jakarta : Bina Aksara. Josep T. Straub. 2006. Seri Managemen Mendelegasikan Pekerjaan. Yogyakarta :Oryza. Marquis, Bessie L., Huston, Carol J. 2011. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Teori dan Aplikasi Edisi 4. Jakarta: EGC Milne D.,& James IA, (2005), Clinical supervision: ten test of a model, Clinical Psychology Forum 151: 6-9. Nursalam, 2002. Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam, 2007. Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta. Salemba Medika. P. Nowen. 2000. Mencari Makna Kekuasaan. Yogyakarta : Kanisius Page S.,& Wosket V, (1995), Clinical Supervision for Nurses and Allied Health Professionals: the 4S Model, Routledge & New York, Available from: www.northwestsolutions.co.uk Supratman; Sudaryanto,A. 2008. Berita Ilmu Keperawatan, ISSN 1979-2697, Vol. 1 No. 4, Desember 2008, 193-196. Surakarta.

29

Swansburg, R., 1996 , "Management and Leadership for Nurse Manager" Jones &Bartlet Publishing International