makalah kel. 3

77
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RETINOBLASTOMA DAN ABLASIO RETINA DISUSUN OLEH: EKO YEPPIANTO 131411123029 RACHMAD HANDANI 131411123031 DIMAS SURYA B 131411123033 LULUK ANGGARANI 131411123035 GRANDIS DWI K 131411123037 YAN LARAS M 131411123039 ASTRID DYAH 131411123042 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

Upload: larasmalahayati

Post on 29-Sep-2015

113 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

mdjfbxk

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

RETINOBLASTOMA DAN ABLASIO RETINA

DISUSUN OLEH:

EKO YEPPIANTO

131411123029

RACHMAD HANDANI

131411123031

DIMAS SURYA B

131411123033

LULUK ANGGARANI

131411123035

GRANDIS DWI K

131411123037

YAN LARAS M

131411123039

ASTRID DYAH

131411123042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2014BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan salah satu panca indera manusia yang sangat penting. Mata terdiri dari beberapa organ penting salah satunya adalah retina. Retina adalah lembaran jaringan saraf yang berlapis tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada disekitar 6,5 mm pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membrane Bruch, koroid, dan sklera.(Vaughan dan Ashbury 2010 ). Retina mengandung dua jenis sel fotosensitif yang dikenal sebagai batang dan kerucut. Batang bertanggung jawab untuk penglihatan perifer, ketajaman pandangan pencahayaan rendah dan membedakan bentuk dan batas benda sedangkan kerucut bertanggung jawab untuk pembedaan warna dan penglihatan tajam. Retina melekat secara longgar pada epitel berpigmen dan disokong oleh humor vitreus seperti jelly yang mengisi bola mata. Disebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga terbentuk suatu ruang sub retina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Retina cenderung terkena banyak penyakit, baik yang diturunkan maupun yang didapat, antara lain Retinoblastoma & Ablatio Retina. Ablatio Retina paling sering terjadi pada orang di atas 40 tahun, dan sekitar dua pertiga dari pasien yang terkena dampak rabun (rabun). Trauma pada bola mata, memar parah, lesi inflamasi, dan operasi kadang-kadang mata seperti untuk katarak juga dapat menyebabkan ablasi retina. (Farlex, Inc, 2012).

Retinoblastoma adalah tumor intraokular yang paling sering pada bayi dan anak yang berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak. Tiga kasus Retinoblastoma bilateral secara khas didiagnosis pada tahun pertama kehidupan dalam keluarga dan pada kasus sporadik unilateral di diagnosis antara umur 13 tahun. Kejadian kasus di atas 5 tahun jarang terjadi. Usia kejadian retinoblastoma pada orang dewasa adalah antara usia 20 - 74 tahun. Tidak ada perbedaan yang perbedaan yang menonjol antara antara pria dan wanita. (Indian J Ophthalmol. 2010). Sebagian besar retinoblastoma adalah mutasi sporadic tetapi sekitar 10% terjadi akibat herediter yang diwariskan melalui kromosom. Insiden gangguan ini 1 dalam 15.000 bayi lahir hidup.Pencegahan dan penanganan terhadap penyakit retinoblastoma memiliki karakteristik dalam mengatasi masalah yang sangat komprehensif. Aspek pengobatan retinoblastoma dapat dilakukan secara local dan melalui pengobatan sistemik untuk jenis ekstrokular, regional, dan metastatic. Karena itu seorang perawat diharapkan mampu memahami tentang proses penyakit retinoblastoma.

1.2 Tujuan1.2.1 Tujuan UmumMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan mengenai retinoblastoma dan ablasio retina1.2.2 Tujuan Khususa. Memahami pengertian dari penyakit retino blastoma dan ablasio retina.b. Memahami tentang penyebab dari penyakit retino blastoma dan ablasio retinac. Memahami dan menyebutkan tanda dan gejala dari penyakit penyakit retino blastoma dan ablasio retina.d. Memahami patofisiologi dari dari penyakit retino blastoma dan ablasio retina.e. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan dari penyakit retino blastoma dan ablasio retina.f. Memahami dna menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan retino blastoma dan ablasio retinaBAB 2TINJAUAN TEORI2.1 Anatomi Fisiologi Mata

Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang. Merah pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan eksterna, serta sel-sel glia. Lapisan-lapisan retina dari dalam ke luar, adalah sebagai berikut :

Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.

Lapisan sel saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. Lapisan sel ganglion, merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler yang merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrim dengan sel ganglion.

Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller, lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan merupakan tempat sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan sel batang.

Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi. Lapisan fotoreseptor terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut, merupakan sel fotosensitif.

Epitel pigmen retina.Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf. Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris.8Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis.2.2 Konsep Dasar Retinoblastoma

A. Defini RetinoblastomaRetinoblastoma adalah tumor masa kanak-kanak yang jarang namun bisa fatal. Dua pertiga kasus muncul sebelum akhir tahun ketiga, kasus-kasus yang jarang dilaporkan hampir disegala usia. Tumor bersifat bilateral pada sekitar 30% kasus. Umumnya, hal ini merupakan suatu tanda dari penyakit herediter, tetapi lebih dari sepertiga kasus-kasus keturunan terjadi unilateral. (Vaughan dan Ashburry, 2010).

Retinoblastoma merupakan tumor ganas mata yang sering ditemukan pada masa anak. Retinoblastoma merupakan suatu bentuk keganasan intra okuler primer yang paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan angka kejadian sekitar1:15.0001:23.000 kelahiran hidup, merupakan 4 % dari total seluruh keganasan pada anak-anak, sektar 1 %dari seluruh kanker pada manusia, dan merupakan keganasan kedua terbanyak kepada semua tingkat usia setelah melanoma maligna ( James et al, 2005).

Retinoblastoma adalah tumor mata langka masa kecil yang muncul di retina dan merupakan keganasan intraokular yang paling umum dari masa bayi dan masa kanak-kanak . Ini dapat terjadi pada usia berapapun tetapi paling sering terjadi pada anak-anak yang lebih muda, biasanya sebelum usia dua tahun (Isabelle Aerts, 2006)B. EtiologiPenyakit ini biasanya disebabkan oleh mutasi germinal yang dapat diturunkan ke generasi selanjutnya atau Karen mutasi somatic (mayoritas. Sekitar 66% kasus) pada sel retina tunggal yang tidak dapat ditrasnmisikan secara genetic ( James et al, 2005).Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1 sampai fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir.( http://repository.usu.ac.id)Umumnya retinoblastoma (95%) didiagnosa dibawah usia 5 tahun.Retinoblastoma terdiri atas dua tipe, yaitu retinoblastoma yang terjadi oleh karena adanya mutasi genetik (gen RB1) dan retinoblastoma sporadik. Retinoblastoma yang diturunkan secara genetik terbagiatas 2 tipe, yaitu retinoblastoma yang muncul pada anak yang membawa gen retinoblastoma dari salah satu atau kedua orang tuanya (familialretinoblastoma), dan retinoblastoma yang muncul oleh karena adanya mutasi baru,yang biasanya terjadi pada sel spermaayahnya atau bisa juga dari sel telur ibunya (sporadic heritableretinoblastoma). Kedua tipe retinoblastoma yang diturunkan secara genetik ini biasanya ditemukan bersifat bilateral, dan muncul dalam tahun pertama kehidupan, jumlahnya sekitar6%. Sedangkan retinoblastoma sporadic biasanya bersifat unilateral, dan muncul setelah tahun pertama kehidupan, jumlahnya 96% ( med.unhas.ac.id/jurnal/2011)C. PatofisiologiRetinoblastoma dipicu oleh beberapa factor, antara lain : genetik maupun pengaruh dari lingkungan ( Berpolusi, terpapar bahan kimia, sinar UV, radiasi ) dan infeksi virus ini menyebabkan kesalahan replikasi, gerakan atau perbaikan sel.Retinablastoma biasanya disebabkan oleh mutasi germinal yang dapat diturunkan ke generasi selanjutnya atau karena mutasi somatic ( Sekitar 66% kasus ) pada sel retina tunggal yang tidak dapat ditransmisikan secara genetic. Gen retinoblastoma telah dilokalisasi dan produk gen diperkirakan mengontrol diferensiasi sel retina. Penyakit ini muncul bila individu memiliki defek homozigot pada gen retinoblastoma. Pada retinoblastoma turunan, satu kesalahan gen diturunkan dan lainnya timbul dengan mutasi somatic spontan pada retina ( James et al, 2005 ). Retinoblastoma terjadi karena mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA ( Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1 sampai fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir.Pada keadaan retinoblastoma terjadi kehilangan kedua kromosom dari satu alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14 yang berfungsi sebagai protektif keganasan dan sering hilang pada beberapa tumor manusia dan berpotensi mengandung gen supresor tumor (TSG). Bisa karena mutasi atau diturunkan. Mutasi terjadi akibat perubahan pada rangkaian basa DNA. Peristiwa ini dapat timbul karena kesalahan replikasi, gerakan, atau perbaikan sel. Mutasi dalam sebuah sel benih akan ditransmisikan kepada turunan sel tersebut. Sejumlah factor, termasuk virus, zat kimia, sinar ultraviolet, dan radiasi pengion, akan meningkatkan laju mutasi. Mutasi kerap kali mengenai sel somatic dan kemudian ditentukan kepada generasi sel berikutnya dalam suatu generasi.Retinoblastoma dapat terjadi secara endofitik dan eksofiatik. Retinoblastoma endofitik ditandai dengan pertumbuhan tumor ke dalam vitreous, sedangkan Eksofiatik dimana pertumbuhan tumor keluar dari lapisan retina/ sub retina. Kedua keadaan tersebut, dapat menyebabkan terjadi leukocoria. Leukocoria merupakan keadaan yang tampak, akibat dari bayangan permukaan tumor yang tumbuh, hal ini dapat menimbulkan penurunan visus mata sehingga terjadi gangguan pada penglihatan. Keadaan dimana tumor telah mencapai area macular akan menimbulkan strabismus yang sebabkan ketidakmampuan untuk fiksasi sehingga mata mengalami deviasi dan berpengaruh terhadap penurunan lapang pandang. Massa tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda - tanda peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Adanya peningkatan ukuran tumor berpengaruh terhadap peningkatan Tekanan Intra Okular ( TIO ) sehingga mata tampak menonjol ( Proptosis ). Hal ini dapat menimbulkan nyeri akut. Jika sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pada anak yang mengalami Retinolastoma terjadi pembatasan aktivitas karena keadaan penyakitnya sehingga proses sosialisasi terganggu, baik dalam kesehariannya maupun saat bermain. Dampak yang dapat terjadi pada anak anak adalah resiko terjadi gangguan tumbuh kembang. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastase melalui darah, nervus optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah. Metastase ke mata yang lain tersebut menyebabkan mata menonjol, strabismus dan leukokoria sama keadaannya seperti pada mata terdahulunya. Terjadi nyeri hebat pada otak, dan secara lebih spesifik pada cerebelum menyebabkan terjadinya gangguan ingatan. Selain itu, metastasenya juga mengenai nervus Optikus yang berdampak pada masalah sensori persepsinya. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera, terutama hati. ( Istiqomah, 2004 )Retinoblastoma dapat ditangani melalui tindakan operasi dan kemoterapi. Kemoterapi yang dijalani oleh penderita RB juga dapat menimbulkan beberapa keadaan sebagai efek dari penatalaksanaannya, yakni antara lain : mual/ muntah, alopesia, degradasi sumsum tulang, dan kulit mengalami hiperpigmentasi. Keadaan mual/ muntah menyebabkan kesulitan pada pasien untuk makan, dan degradasi sumsum tulang berakibat terhadap gangguan pada produksi eritrosit sehingga kekurangan kadar eritrosit. Hal ini berdampak pada rendahnya kadar oksigen ( O2) yang ditransport ke kapiler. Penatalaksanaan tindakan operasi melalui dua tahapan, yakni : pre operasi dan post operasi. Masalah yang dapat timbul pada pre operasi adalah kurangnya pengetahuan mengenai prosedur/ tindakan operasi. Pada keadaan post operasi ada beberapa yang perlu menjadi perhatian perawat, salah satunya yakni pengetahuan perawatan post operasi dan juga resiko terjadi infeksi. Perubahan fisik mata setelah operasi juga dlihat mengingat berpengaruh terhadap gambaran diri pasien. D. Manifestasi Klinis

1. Pasien umur < 5 tahun

Leukokoria (54%-62%)

Strabismus (18%-22%)

Hypopion

Hyphema

Heterochromia

Spontaneous globe perforation

2. Pasien umur > 5 tahun Leukokoria (35%) * Inflamasi (2%-10%)

Penurunan visus (35%) * Floater (4%)

Strabismus (15%) * Pain (4%)

E. Klasifikasi RetinoblastomaGolonganPenjelasan

I Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter papil.

Terdapat pada atau dibelakang ekuator Prognosis sangat baik

IISatu atau beberapa tumor berukuran 4-10 diameter papil

III Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil Prognosis meragukan

IV Tumor multiple sampai ora serata Prognosis tidak baik

V Setengah retina terkena benih di badan kaca Prognosis buruk

Terdapat tiga stadium dalam retinoblastoma:

StadiumPenjelasan

TenangPupil lebar, dipupil tampak refleks kuning yang disebut automatic cats eye.

GlaukomaOleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokular meninggi.

EkstraokulerTumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabakan eksoftalmus kemudian dapt pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose diatasnya

TahapanPenjelasan

Kelompok 1:

Sangat JinakTumor tunggal, kurang dari 4 disc diameter (DD), pada atau dibelakang ekuator. Tumor multiple, tidak lebih dari 4 DD, semua pada atau dibelakang ekuator

Kelompok 2:

JinakTumor tunggal, 4-10 DD, pada atau dibelakang ekuator. Tumor multiple 4-10 DD, di belakang ekuator.

Kelompok 3:

Tidak Terlalu JinakSetiap lesi anterior sampai ekuator tumor tunggal lebih besar dari 10 DD, di belakang ekuator.

Kelompok 4:

GanasTumor multiple, beberapa lebih besar dari 10 DD. Sedikit lesi memanjang dari anterior sampai ora serrata.

Kelompok 5:

Sangat GanasTumor massive melibatkan lebih dari bagian retina, vitreous seeding.

Tahapan retinoblastoma menurut Wong (2009), adalah:

F. Pemeriksaan Penunjang1. UltrasonographyUltrasonography adalah metode yang nyaman untuk mengkonfirmasi kehadiran tumor, mendeteksi kalsifikasi dan mengukur dimensi tumor.

2. CTCT lebih sensitif dibandingkan ultrasonografi dalam mendeteksi kalsifikasi. di samping itu, menunjukkan grossinvolvement dari saraf optik, orbital dan penyuluhan SSP, dan adanya pinealoblastoma3. MRIMRI meskipun dalam tidak dapat mendeteksi kalsifikasi, lebih unggul ct untuk evaluasi saraf optik dan untuk mendeteksi suatu pinealoblastoma terutama ketika agen kontras digunakan.4. FunduskopiFundoscopy, di bawah anestesi umum sampai usia empat atau lima tahun, sebaiknya dilakukan setiap bulan selama tahun pertama setelah akhir pengobatan. Interval antara pemeriksaan kemudian dapat secara bertahap ditingkatkan menjadi satu pemeriksaan setiap tiga bulan, bahkan dalam kasus retinoblastoma unilateral (karena risiko keterlibatan bilateral akhir) . Tujuannya adalah untuk mendeteksi tumor baru dan komplikasi okular berhubungan dengan pengobatan. Khas gambaran histopatologis Retinoblastoma yang biasanya dijumpai adanya Flexner-Wintersteiner rosettes dan gambaran fleurettes yang jarang. Keduanya dijumpai pada derajat terbatas pada diferensiasi sel retina.G. Penatalaksanaan

Jika satu mata yang terserang, pengobatan bergantung pada kalsifikasi tumor:1. Golongan I dan II dengan pengobatan local (radiasi, cryotherapy, fotokoagulasi laser). Kadang-kadang digabung dengan kemoterapi.2. Jika tumor besar (golongan IV dan V) mata harus dienukleasi segera. Mata tidak terkena dilakukan radiasi sinar X dan kemoterapi.

Pada tumor intraokuler yang sudah mencapai seluruh vitreus dan visus nol, dilakukan enukleasi. Jika tumor telah keluar kebulbus okuli tetapi masih terbatas di rongga orbita, dilakukan kombinasi eksenterasi, radioterapi dan kemoterapi. Klien harus terus dievaluasi seumur hidup karena 20-90% klien retinoblastoma bilateral akan menderita tumor ganas primer, terutama osteosarkoma. Pada kasus bilateral semakin sering digunakan terapi konservatif dengan radioterapi baik dengan plak epiksera maupun eksternal beam dan teknik-teeknik fotokoagulasi untuk mempertahankan mata yang keparahannya lebih ringan

2.3 Asuhan Keperawatan RetinoblastomaA. Pengkajian

1. DemografiRetinoblastoma unilateral dan bilateral paling banyak pada kelompok usia 0 5 tahun sebanyak 40.6% dan 46.9%. 2. Keluhan UtamaKeluhan dapat berupa perubahan persepsi penglihatan, demam, kurang nafsu makan, gelisah, cengeng, nyeri pada luka post operasi, terjadi infeksi pada luka post op, serta perawatan dan pengobatan lanjutan dari tindakan operasi. Umumnya pasien datang dengan keluhan mata merah dan sakit 31.3%, leukokoria 28.1%, strabismus 21.9% dan proptosis 18.8%.3. Riwayat Kesehatan SekarangGejala awal yang muncul pada anak. Bisa berupa bintik putih pada mata tepatnya pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan besar.4. Riwayat Kesehatan DahuluRiwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan kemungkinan memakan makanan/minuman yang terkontaminasi, infeksi ditempat lain misal: pernapasan.5. Riwayat Kesehatan KeluargaBerkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.6. Riwayat Trauma Sebelum Atau Sesudah Ada KeluhanTrauma dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta pertolongan7. Penyakit Mata SebelumnyaKadang-kadang dengan mengetahui riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat meenerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yang dikeluhkan penderita. Seperti glaukoma yang mengakibatkana TIO meningkat.8. Penyakit Lain Yang Sedang DideritaBila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat pula memperburuk keadaan klien.9. Riwayat Psikologi Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang dialami pasien : cemas, takut, gelisah, sering menangis, sering bertanya. Mekanisme koping10. Pemeriksaan Khusus Mata Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata sehingga dapat merusak semua organ di mata yang menyebabkan tajam penglihatan sangat menurun Pemeriksaan Gerakan Bola Mata

Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan dapat merusak saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV dan VI maka akan menyebabkan mata juling. Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal

Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, lensa dan pupil. Pada retinoblastoma didapatkan : Leukokoria ( reflek pupil yang berwarna putih ), Hipopion ( terdapatnya nanah di bilik mata depan ), Hifema ( terdapatnya darah pada pembuluh darah, biasanya terjadi karena trauma ) dan Uveitis Pemeriksaan pupil

Leukokoria (reflek pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan pada penderita dengan retinoblastoma. Pemeriksaan Funduskopi

Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papi saraf optik, dan retina. Pada retinoblastoma ditemukan refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang banyak dalam badan kaca. Pemeriksaan tekanan bola mata

Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola mata meningkatB. Analisa DataPre Op

NoMasalahEtiologiData

1. Resiko tinggi TraumaKeterbatasan lapang pandang

Data objektif :

Adanya massa tumor

Tajam penglihatan menurun

Tekanan bola mata meningkat

Leukokoria

2. TakutKurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahanData objektif : Anak merasa takut Tampak gelisah Sering menangis Sering bertanya Anak menolak untuk makan

3. Risiko Gangguan Tumbuh Kembang

Pembatasan aktivitas

Data objektif:

Belum dapat menangkap bola kecil dan melemparkannya kembali Belum dapat melompat dengan satu kaki

Anak tidak dapat berjinjit

Post Op

NoMasalahEtiologiData

1.Ketidakseimbangan Volume Cairan Tubuh : Kurang dari kebutuhan tubuh

Efek samping kemoterapi

Data subjektif :

Klien mengeluh mual dan muntah

Klien mengeluh diare

Data objektif :

Turgor kulit buruk

Ubun-ubun cekung

Mukosa bibir kering

2. NyeriKompresi/dekstruksi jaringan sarafData subjektif :

Mengeluh nyeri

Mengeluh sakit kepala

Data objektif :

Aktivitas kurang

Ekspresi meringis

Sering menangis

3.Resiko infeksiInsisi jaringanData subjektif :

Pasien mengeluh badan panas

Data objektif :

RR > 22

Suhu > 37,5

Kurangnya pengetahuan keluarga

Kurangnya informasi mengenai penyakit anaknya

Data objektif :

Tidak akurat mengikuti instruksi

Keluarga Nampak murung

Keluarga gelisah

C. Diagnosa KeperawatanPre Op

1. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang2. Takut berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang prosedur tindakan pembedahan3. Resiko Gangguan Tumbuh Kembang berhubungan dengan pembatasan aktivitasPost Op1. Ketidakseimbangan Volume Cairan Tubuh : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek samping kemoterapi2. Nyeri berhubungan dengan kompresi/ destruksi jaringan syaraf3.Risiko tinggi Infeksi berhubungan dengan adanya insisi jaringan4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang terpapar informasi mengenai penyakit anaknyaD. Intervensi Keperawatan Pre Op

No DxDiagnosa keperawatanKriteria hasilIntervensiRasional

1. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang Tujuan:

Tidak terjadi trauma pada pasien

Kriteria Hasil:

Pasien tidak terjatuh yang dibuktikan oleh keseimbangan, gerakan terkoordinasi, perilaku pencegahan jatuh, kejadian jatuh, tidak ada tanda tanda mengalai trauma1. Lakukan pengkajian resiko jatuh2. Memantau dan manipulasi lingkungan fisik untuk memfasilitasi keamanan

3. Pasang pagar pengaman tempat tidur jika meninggalkan anak sendirian1. Mengidentifikasikan adakah resiko terjadi jatuh2. meminimalisir penyebab jatuh3. Mencegah anak terjatuh saat pengawasan minimal

2.Takut berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan pembedahan

Tujuan : Ketakutan dapat berkurangKriteria Hasil :

Pasien tidak merasa takut, gelisah, pasien tidak sering menangis Keluarga ikut berpartisipasi dalam pemberian makan, dan aktivitas anak.1.Tenangkan klien, tanyakan perilaku yang diharapkan klien2. pertahankan kontak mata, temani klien untuk duduk dan berbicara

3. Diskusikan dengan keluarga bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.

1. untuk mengurangi ketakutan dan kegelisahan pasien

2. membuat kedekatan dan kepercayaan klien

3. Mengurangi ketakutan pada pasien sehubungan dengan ketidaktahuan /harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.

3.Resiko Gangguan Tumbuh Kembang berhubungan dengan pembatasan aktivitas dalam proses hospitalisasi

Tujuan:

Tidak terjadi keterlambatan perkembangan.

Kriteria Hasil:

Nyaman dalam proses hospitalisasi, tidak terjadi regresi, tidak ngompol1. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak2. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit3. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak4. Berikan kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan kegiatan5. Buat jadwal untuk prosedur terapi dan latihan.6. Lakukan pendekatan melalui metode permainan.

1. Meningkatkan kemampuan kontrol diri.2. Mengorientasikan situasi rumah sakit.3. Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan4. Keluarga dapat membantu proses perawatan selama hospitalisasi5. Menurunkan tingkat kejenuhan selama hospitalisasi.6. Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari

Post Op

1.Ketidakseimbangan Volume Cairan Tubuh : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek samping kemoterapiTujuan;

Pasien akan mempertahankan keseimbangan volume cairan tubuh Kriteria Hasil;

Menunjukkan Turgor kulit baik, ubun-ubun tidak cekung, mukosa bibir lembab, intake dan output seimbang, tanda tanda vital dalam batas normal

1. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya : diare

2. Identifikasi faktor faktor yang dapat memperberat keadaan dehidrasi3. Pantau hasil laboratorium4. Pertahankan keakuratan catatan asupan dan keluaran5. Pantau status hidrasi pasien6. Berikan terapi airan IV sesuai program1. Mencegah terjadinya kondisi syok

2. Menghindari terjadinya keadaan dehidrasi yang lebih berat3. Hasil laboratorium menggambarkan statu hidrasi yang lebih spesifik4. Indikator terhadap koreksi cairan5. Menilai keefektifan tindakan rehidrasi6. Mengganti cairan tubuh yang hilang

2. Nyeri berhubungan dengan perlukaan akibat insisi jaringan

Tujuan:

Pasien akan terbebas dari rasa nyeri.Kriteria hasil:

Menunjukkan/melaporkan hilangnya nyeri maksimal Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktifitas/tidur/istirahat dengan maksimal Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi untuk situasi individu. 1. Minta klien melokalisasi nyeri dengan menunjuk gambar wajah. Catat nomor dibawah wajah yang dipilihnya pada catatan pengkajian nyeri.2. Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya: reposisi) dan aktivitas hiburan 3. Lakukan strategi nonfarmakologis untuk membantu klien mengatasi nyeri 4. Bantu atau minta orangtua membantu anak dengan menggunakan strategi selama nyeri aktual.5. Rencanakan untuk memberikan analgesik dengan rute traumatik yang paling kecil jika mungkin1. anak usia toddler atau anak yang mempunyai kesulitan memahami skala nyeri pada gambar atau pada tubuh mereka. Untuk anak usia 3 tahun, dengan menggunakan instruksi yang sama tanpa kata-kata afek, seperti gembira atau sedih, menghasilkan peringkat nyeri yang sama, mungkin mencerminkan peringkat intensitas nyeri dari anak.2. meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian.3. Karena tehnik-tehnik seperti relaksasi, pernapasan berirama, dan distraksi dapa membantu nyeri dapat lebih ditoleransi4. Pelatihan mungkin diperluakn untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan5. Untuk meghindari timbulnya nyeri yang lebih lanjut

3.Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh

Tujuan:

Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan dan sesudah pembedahan.

Kriteria Hasil:

RR normal (16 22 kali/ menit ), Temperatur normal ( 37 - 37,5 oC )

1. Ciptakan lingkungan ruanganyang bersih dan bebas dari kontaminasi lingkungan luar.2. Jaga area kesterilan luka operasi.

3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.4. Lakukan teknik aseptic dan disinfeksi secara tepat dalam merawat luka.

5. Kolaborasi pemberian antibiotic.

1. Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen infeksius.2. Mencegah dan mengurangi transmisi kuman.3. Melindungi klien dari sumber-sumber infeksi dan mencegah infeksi silang4. Mencegah kontaminasi pathogen.5. Mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.

6.Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang terpapar informasi mengenai penyakit anaknya

Tujuan:

Keluarga akan meningkatkan pengetahuanyaKriteria Hasil:

Keluarga dapat mengikuti instruksi, tidak kebingungan dan tidak murung lagi, tampak tenang dan Keluarga dapat menjawab dan menjelaskan mengenai penyakit anaknya1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga mengenai penyakit retinoblastoma2. Rencanakan pemberian informasi kepada keluarga3. Beri informasi pada pasien4. Evaluasi kembali pemahaman keluarga terhadap informasi yang disampaikan1. Menilai sejauh mana pemahaman keluarg mengeni penyakit2. Persipkan leaflet, poster untuk penyajian infomasi3. Meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai penyakit4. Menilai sejauh mana keberhasilan pemberian informasi

2.4Konsep Dasar Ablasio Retina

A. Definisi Ablasio RetinaAblasio retina terjadi apabila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina di bawahnya, karena retina neurosensori bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi maka sel fotosintesis ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan. ( Smeltzer, 2002).

Pada mata normal, retina sensorik yang utuh tertahan melekat ke epitel pigmen oleh adanya hisapan oleh epitel terhadap ruang kedap air diantara keduanya. Apabila terdapat robekan retina, gerakan mata yang cepat dan rotasi bola mata mendadak dapat menimbulkan gaya innersia yang cukup besar untuk menimbulkan pelepasan retina. Ruang antara dua lapisan retina yang terisi oleh corpus vitreoum cair, dan pusaran arus yang terbentuk di dalam ini, mempercepat proses pelepasan tersebut. Proses pelepasan tersebut hampir selalu terus berlangsung sampai total

Mata Normal

Ablatio RetinaB. Etiologi1. Ablasi primer (mata sebelumnya tidak sakit)a. Degeneratif : dimana proses sklerosis menyebabkan retina menjadi degeneratif, sehingga menimbulkan robekan. Pada orang tua dengan miopi tinggi sering timbul degenerasi kistoid yang mudah pecah sehingga menimbulkan ablasio retinab. Miopi tinggi c. Trauma2. Ablasi sekunder (ablasi yang ditimbulkan akibat penyakit lain)

a. Tumor koroid atau retina yang tumbuh kedepan, dimana terjadi pelepasan retina yang disusul dengan timbulnya eksudasi oleh karena rangsangan cairan dan mengumpul di dalam celah potensial dan menyebabkan ablasio retina.

b. Transudat pada pasien dengan hipertensi, retinopati refretika pada pasien diabetes.

c. Eksudat pada koroiditis : transudat dan transudat yang terkumpul dalam celah potensial sehingga menyebabkan ablasio retina tanpa didahului robekan.

d. Retraksi pada retinitis akibat perdarahan dibadan kaca yang dapat menimbulkan robekanC. PatofisiologiAblasio retina adalah pemisahan sensory retina dari epitel berpigmen. Pemisahan dari dua dinding retina akan membentuk ruang sub retina. Cairan akan berkumpul di ruang subretina. Ablasio retina dibagi menjadi 3 klasifikasi yaitu regmatogenosa,ablasio traksional, dan ablasi eksudatif. Ablasio retina didahului dengan gejala ablasio vitreous posterior termasuk floater dan cahaya berkilat. Dengan onset ablasio retina itu sendiri pasien menyadari perkembangan progresif kerusakan lapang pandang yang sering dideskripsikan sebagai bayangan atau tirai. Jika macula terlepas maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan bermakna. Pada ablasio retina dibutuhkan perbaikan dengan melakukan pembedahan. Prinsip utama pada pembedahan adalah menutup robekan penyebab pada retina dan memperkuat perlekatan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina dengan cara menginduksi inflanasi didaerah tersebut dengan pembekuan local menggunakan crayoprobe atau laser.

Karena terjadi robekan pada retina, vitreous yang mengalami ikuifikasi dapat memasuki ruang subretina dan menyebabkan ablasio retina. Proses sklerosis menyebabkan retina menjadi degenerative menimbulkan robekan demikian pula pada orang tua dengan miopi tinggi sering menimbulkan degenerasi kistoid yang mudah pecah. Retina yang tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina seperti pada retinopati proliferative dapat menyebabkan ablasio retina traksional. Ablasio sekunder dapat terjadi karena adanya penyebab penyakit lain seperti tumor koroid atau retina yang tumbuh kedepan sehingga lepasnya retina disusul timbulnya eksudasi oleh karena rangsangancairan ini mengumpul didalam celah potensial menyebabkan ablasio retina(James,2005).D. Manifestasi KlinisGejala dini: photopsia (kilatan cahaya) floater gangguan lapang pandang visus menurun bila mengenai makula visus sangat menurun diperlukan tindakan pembedahan. Tanda dan gejala lain yaitu floaters dan fotopobia gangguan lapangan pandang melihat seperti tirai. Visus menurun tanpa disertai rasa nyeri. Pada pemeriksaan fundus okuli : tampak retina yang terlepas berwarna pucat dengan pembuluh darah retina yang berkelok kelok disertai / tanpa robekan retina ( Christianto Nugroho S.Kep.Ns , Sep 26, 2011). Karakteristik gejala ablasio retina adalah pasien mendeskripsikan bayangan atau tirai yang berlalu dilapang pandang dan tidak ada rasa sakit. Diikuti oleh titik hitam atau floaters yang terindikasi adanya perdarahan akibat dari ablasi. Pasien juga melihat kilatan cahaya sebagai akibat dari pemisahan retina

E. Klasifikasi Ablasio Retina1. Ablasio Retina Regmatogenosa.Merupakan suatu keadaan pemutusan total retina sensorik, traksi vitreus dengan derajat bervariasi dan mengalirnya vitreus cair melalui robekan ke dalam ruang subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului oleh atau disertai oleh pelepasan vitreus posterior dan berhubungan dengan myopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata. Manifestasi Klinis:Retina yang mengalami ablasio dapat dilihat pada oftalmoskop sebagai membrane abu-abu merah muda yang sebagian menutupi gambaran vascular koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina (ablasio retina bulosa), didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena pembuluh darah koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari darah (perdarahan vitreous) dan pigmen, atau kelopak lubang retina (operkulum) dapat ditemukan mengambang.(James et al, 2003)

Sedangkan menurut Vaughan dan Ashbury (2010), pada oftalmoskopi inderk dengan depresi sclera memperlihatkan peninggian retina sensorik yang lepas dan berwarna translusen dengan satu atau lebh pemutusan retina sensorik total, misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan sirkumferensial anterior (dialysis retina). Robekan tapal kuda paling sering terjadi di kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan dialysis retina di kuadran inferotemporal. Bila terdapat robekan retina multiple, defek-defek mtersebut biasanya terletak 90 derajat satu sama lain.2. Ablasio Retina Akibat Traksi

Menurut Vaughan dan Ashbury (2010), ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering pada retinopati diabetic proliferative. Kelainan ini juga dapat menyertai vitreoretinopati proliferative, retinopati prematuritas, atau trauma mata. Pelepasan retina akibat traksi adalah pelepasan retina sensori tanpa robekan retina. Penyebab tersering adalah diabetes kronik. Pelepasan biasanya terletak posterior terhadap ekuator dan disebabkan oleh traksi corpus vitreous pada daerah retinitis poliferan. (Vaughan, 2010) Manifetasi Klinis:Ablasio retina akibat traksi memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih terlokalisasi, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya traksi menarik retina sensorikmenjauhi epitel pigmen di bawahnya secara aktif, menuju basis vitreus. Traksi ini disebabkan oleh pembentukan membrane vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri atas fibroblast dan sel glia atau sel epitel pigmen retina. Pada mulanya, pelepasan mungkin terlokalisasi di sepanjang arcade-arkade vascular, tetapi dapat meluas hingga melibatkan retina midperifer dan macula. Traksi fokal dari membrane-membran seluler dapat menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablasio retina regmatogenosa-traksional. Vitreoretinopati proliferative merupakan komplikasi ablasio retina regmatogenosa.(Vaughan dan Ashbury 2010, P 197). Perlekatan kembali ablasio retina traksi dengan tindakan vitrectomy diindasikan hanya apabila jelas dijumpai perluasan baru proses pelepasan tersebut dalam makula.3. Ablasio Retina Serosa dan Hemoragik

Menurut Vaughan dan Ashbury (2010) klasifikasi Ablasio Retina yang ketiga adalah Ablasio Retina Serosa dan Hemoragik, dimana ablasio ini dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau traksi vitreoretina. Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan retina sensorik dan terutama disebabkan oleh epitel pigmen retina dan koroid. (Vaughan dan Ashbury 2010, P 197).F. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan ketajaman visual

2. Ophtalmoskop langsung ; memproyeksikan cahaya untuk pemeriksaan pembuluh darah retina, area macula dan diskus optikus.

3. USG mata : gelombang suara ultra dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan stuktur okuler.

4. Pengukuran tonografi untuk mengetahui tekanan intraokuler (N 12-25 mmHg)

5. Angiografi Fluoresen : menentukan luasnya kelainan pembuluh darah retina.

G. Penatalaksanaan

1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi2. Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain untuk mencegah cidera

3. Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina

4. Pasien tidak boleh terbaring terlentang

5. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi

6. Pembedahan :

a) Prosedur laser

Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan retina. Kritoterapi atau laser digunakan untuk menimbulkan adesi antara epitel pigmen dan retinosensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut ke dalam ruang sub retina, mengalirkan cairan sub retina ke dalam dan keluar, dan meredakan reaksi vitreoretina. Teknik ini memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan cara lain dan hanya digunakan pada robekan retina tunggal kecil yang mudah dicapai, cairan sub retina yang minimal, dan tidak adanya traksi vitroretina.b) Pembedahan scleral bucklingRetinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan. Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina. Pembedahan ini mempertahankan retina di posisinya sementara adhesi korioretinanya terbentuk, dengan melekukkan sklera menggunakan explan yang dijahitkan pada daerah robekan retina. Teknik ini juga mengatasi traksi vitreoretina dan menyingkirkan cairan sub retina dari robekan retina. Angka keberhasilannya adalah 92-94% pada kasus-kasus tertentu yang sesuai. Komplikasinya antara lain: perubahan kelainan refraksi, diplopia akibat fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstra okular oleh eksplan, ekstrusi eksplan, dan kemungkinan peningkatan resiko vitreoretinopati proliferetif.

Pembedahan scleral buckling diperlukan untuk:1. Untuk menutup lubang di retina, dengan membentuk kembali ruang kedap air intra retina.2. Untuk membatasi lag innersial cairan dan gel dalam hubungannya dengan retina3. Untuk mendekatkan dan menabal kedua lapisan retina di sekitar robekan untuk melawan efek pusaran arus di dalam rongga vitreousac) Krioterapi transkleral

Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan.( Smeltzer, Suzanne, 2002).d) Vitrectomy

Dilakukan pada Ablatio retina yang sudah complicated yang tidak dapat ditangani dengan cara tersebut diatas. Dengan menggunakan peralatan canggih, dokter Spesialis Bedah Mata akan melakukan operasi ke dalam rongga bola mata untuk membersihkan Vitreous, mengupas jaringan ikat pada permukaan retina, menempelkan retina, dan melakukan Laser Fotokoagulasi. Selanjutnya rongga bola mata diisi dengan gas atau cairan Silikon. Tidak jarang dilakukan operasi kombinasi dengan pemasangan Encircling / Buckle, bahkan bila perlu operasi katarak. Tindakan ini memungkinkan pelepasan traksi vitreo-retina, drainase internal cairan sub retina jika diperlukan dengan penyuntikan perfluorocarbon atau cairan berat, dan penyuntikan udara atau gas yang dapat memuai untuk mempertahankan retina pada posisinya, atau penyuntikan dengan minyak jika dibutuhkan tamponade retina yang lebih lama. Teknik ini digunakan bila terdapat robekan retina multiple, di superior, atau di posterior; bila visualisasi retina terhalang, misalnya oleh perdarahan vitreus; dan bila ada vitreoretinopati proliferatif dan bermakna. Vitrectomy menginduksi pembentukan katarak dan mungkin dikontraindikasikan pada mata fakik. Mungkin diperlukan pengaturan posisi pasien pasca operasi.Hasil akhir penglihatan pasca bedah ablasio retina regmatogenosa terutama tergantung dari status praoperasi makula. Apabila makula terlepas, pengembalian penglihatan sentral biasanya tidak sempurna. Oleh karena itu, tindakan bedah harus segera dilakukan selagi makula masih melekat. Bila makula sudah terlepas, penundaan tindakan bedah hingga 1 minggu tidak mengubah hasil akhir penglihatan (http://www.referensikesehatan/read/10-RS-Mata-Undaan-Ablatio-Retina)H. Pencegahan

Ablasio retina tidak bisa dicegah secara langsung. Berusaha yang dilakukan untuk menurunkan ablasio retina harus berfokus pada setiap penyebab, ablasio regmatogenosa terjadi karena mekanisme trauma yang dapat terjadi pada aktivitas yang beresiko seperti objek olah raga yang berkecepatan tinggi misalnya (permainan tennis,dan lain-lain) atau pekerjaan dengan pekerjaan dengan menggunakan peralatan berkecepatan tinggi. Perawatan awal dari retina hole dapat berpotensi mencegah ablasio retina. sedangkan pada ablasio traksi seperti proliperatif retinopati dapat dicegah dengan mengontrol secara teratur kadar gula darah. Selain itu pasien yang berisiko disarankan untuk memeriksakan mata di ahli mata untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya ablasi2.5Asuhan Keperawatan Ablasio RetinaA. Pengkajian1) Data demografi

Biasanya ablasio retina degenerative sering terjadi karena proses penuaan. Sehingga pada pengkajian data demografi selain dikaji identitas dilakukan pula pengkajian umur dari klien.

2) Riwayat Keperawatan Opthalmika) Riwayat kel utama dari problem mata

Perubahan tajam penglihatan,penglihatan kabur, kesulitan membaca fotophobi,penglihatan ganda,adanya kilatan cahaya,gatal-gatal. Ablasio retina biasanya terjadi tanpa adanya rasa nyeri. Klien sering mengeluh tiba-tiba penglihatannya kabur adanya penurunan tajam penglihatan.

b) Informasi penurunan visus serta alasan periksa mata

Apakah menggunakan obat-obatan mata, apakah memakai lensa kontak/ kacamata,pernahkah menjalani operasi mata,apa sedang dalam perawatan mata, kapan periksa mata terakhir.c) Riwayat medis yang berkaitan

Adanya diabetes, hipertensi dan apakah ada riwayat trauma, riwayat miopi yang tinggi.d) Riwayat keluarga

Apakah dalam keluarga ada riwayat diabetes dan penyakit hipertensi.

e) Riwayat diet

Jika ada hipertensi dan diabetes apakah klien melakukan diet secara teratur.

f) Riwayat psiko sosial

Pada klien dengan ablasio retina biasanya terjadi kecemasan akibat dari perubahan penglihatan. Perawat perlu mengkaji tingkat kecemasan untuk memberikan informasi yang jelas kepada klien tentang penyakitnya karena pada klien dengan kecemasan biasanya terjadi misinterpretasi terhadap informasi yang disampaikan. Perawat perlu mengkaji mekanisme atau strategi koping klien dalam menghadapi penyakit yang diderita (Black,1993).

3) Pemeriksaan fisika. InspeksiInpesksi keseluruhan mata untuk menemukan data objektif penyebab masalah pada mata pasien. Inspeksi mata terdiri dari inpeksi organ mata eksternal dan inspeksi organ mata internal.

Inspeksi Eksternal

Terdiri dari pemeriksaan terhadap posisi dan kesejajaran mata, alis mata (distribusi penyebaran alis mata, kesejajaran, dan gerakannya), kelopak mata (pembengkakan, warna, masa, kemampuan mengedip, serta posisinya terhadap kornea), apparatus lakrimal dan duktus nasolakrimal (pembengkkan dan warna serta nyeri saat palpasi), bola mata (terlihat menonjol atau tidak), konjungtiva (warna, masa, benda asing), sclera (warna, perdarahan), kornea (kejernihan), iris (warna, dan bentuk), pupil (warna, bentuk, reaksi terhadap cahaya dan kesimetrisan ukuran), dan lensa (warna)

Inpeksi Internal atau pemeriksaan Funduskopik (pemeriksaan tingkat mahir)

Merupakan pemeriksaan organ dalam mata yang tak dapat di inspeksi menggunakan mata telanjang ataupun menggunakan senter. Inpeksi organ mata internal harus dilakukan menggunakan alat Otalmoskop dan dilakukan oleh tenaga yang professional. Salah satu organ interna yang di periksa adalah retina. Normal : pada pemeriksaan oftalmoskop akan di temukan nilai normal retina yaitu warna oranye kekuningan sampai merah muda krem menjadi warna dasar, diskus berawarna kuning kemerahan dengan batas temporal sedikit kurang jelas, macula jelas terlihat dan normal di kelilingi hallo berwarna lebih gelap, akan terlihat arteri dan vena dengan karteristik warna arteri merah terang, dan vena berwarna merah gelap, ukuran arteri lebih kecil daripada ukuran vena. Abnormal : pada ablasio retina terjadi robekan antara retina dan lapisan pigmen epitel menyebabkan kumpulnya cairan dalam celah tersbut, sehingga retina akan terangkat dan penglihatan di daerah tersbut akan terganggu, biasanya pada pemeriksaan akan ditemukan warna diskus akan menjadi pucat dan atrofik, retina terlihat berwarna abu abu, permukaan retina tidak rata dan terlihat seperti bergelombang, pembuluh darah retina berkelok kelok sesuai dengan gelombang retina yang terangkat, pada daerah ablasi tidak terlihat gambaran koroid normal. Robekan pada retina dapat berbentuk seperti bulan sabit.4) Pemeriksaan visusMenggunakan snellen card, hitungan jari, goyangan tangan dan melihat cahaya / senterB.Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan1. Gangguanrasa nyaman nyeri sehubungan dengan pembedahan, ditandai dengan:

NOC :

Pasien mengungkapkan perasaan tentang nyeriPasien mengidentifikasi sumber-sumber nyeriPasien mengidentifikasi hubungan antara nyeri dan stress atau konflikPasien mengidentifikasi factor yang mempengaruhi kejadian atau keparahan nyeriPasien menggunakan tindakan pengurangan nyeri noninvasive seperti distraksi, relaksasi dan imajiner.Pasien mengurangi nyeri dengan menggunakan aktifitas pengalihan dan rekreasionalNIC :

1) Tentukan waktu khusus untuk berbicara dengan pasien tentang nyeri dan efek psikologis dan emosinya

R / untuk menentukan hubungan saling percaya, saling mendukung, dan untuk menumbuhkan komunikasi terbuka.

2) Kaji aktivitas pasien sehari-hari pasien dan gejala-gejala fisik nyeri , pantau dan catat keefektifan dan reaksi tidak diinginkan dari obat dan hubungkan perilaku pasien yang terkait nyeri

R / untuk menentukan pengkajian dasar rencana perawatan.

3) Catat ketidakkonsistenan antara perilaku yang terkait nyeri dan pengungkapan verbal nyeri.

R / untuk mengukur pasien tentang persepsi nyerinya

4) Ajarkan teknik relaksasi dan berikan penghargaan untuk perilaku yang terkait dengan pengurangan nyeri

R / membentu mengalihkan nyeri dan mengurangi tingkat ketergantungan pada obat dan orang lain.

5) Beri dorongan kepada pasien untuk menerima ketrbatasan yang disebabkan oleh nyeri dan untuk menggunakan aktifitas pengalihan.

R / untuk meningkatkan kualitas hidupnya.6) Minta pasien untuk membedakan ketidaknyamanan dan nyeri mata tiba-tiba.

R / Nyeri akut menunjukan adanya TIO dan perdarahan

7) Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri,pembatasan aktivitas dan balutan mata.

R / Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan2. Resiko Infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder akibat trauma bedahNOC : Pasien melaporkan tanda tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, dan fungsiolesa)

Suhu tetap dalam rentang normalLuka terlihat bersih Hitung leukosit dalam rentang normal

NIC :

1) Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh dan mengobati mata

R / menurunkan jumlah bakteri pada tangan mencegah kontaminasi area robekan mata

2) Pantau suhu dan catat jika ada penungkatan suhu

R / suhu yang terus meningkat menunjukan tanda-tanda infeksi

3) Gunakan teknik steril pada saat merawat luka

R / untuk menghindari penyebaran patogen

4) Pantau leukosit sesuai program

R / peningkatan leukosit total menunjukan adanya infeksi3. Defisit perawatan diri: makan, mandi/higiene yang berhubungan dengan peMbatasan aktifitas, gangguan penglihatan, adanya penutup mata.

NOC :

Pasien akan berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri secara maksimal.

NIC :

1) Antisipasi kebutuhan kebersihan diri dan bantu sesuai kebutuhan

R/contoh oleh pemberi pelayanan dapat menata suatu upaya terhadap penerimaan keutuhan yang mungkin hilang pada pasien.

2) Berikan alat bantu sesuai indikasi

R/Menurunkan kelelahan dan meningkatkan partisipasi dalam perawatan diri pasien

3) Latih pasien untuk menggunakan objek-objek yang memerlukan kewaspadaan seperti penggunaan pisau dan minum dengan sedotan.

R/meminimalisir trauma yang diakibatkan objek-objek yang berbahaya.

4) Ajarkan keluarga dalam memberikan obat seperti nama obat, dosis, frekuensi, dan cara pemberian

R/mencegah terjadinya kesalahan dalam pemberian obat4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

NOC :

Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasiNIC :1) Kaji tingkat ansietas derajat pengalaman dan pengetahuan kondisi saat ini

R/factor ini mempengaruhi persepsi pasien tehadap ancaman diri.

2) Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan

R/menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan atau harapan yang akan datang.

3) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan

R/memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata.

4) Identifikasi sumber atau orang yang menolong

R/memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam mengatasi masalah.5. Resiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan, berada dilingkungan yang tidak dikenal, dan adanya penutup mata pasca operasi

NOC :

Pasien akan mengubah lingkungan yang sesuai indikasi untuk meningkatkan keamananNIC :

1) Batasi aktivitas pasien seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata.

R/ Menurunkan stress pada area operasi

2) Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi

R / Digunakan untuk melindungi mata dari cedera dan menurunkan gerakan mata

3) Beri pasien posisi pronasi dengan kepala menunduk R / Menurunkan tekanan pada mata yang sakit dan mengoptimalkan penyembuhan pasca operasi

CONTOH PROSES

ASUHAN KEPERAWATAN

Tn. Y. S ( 39 thn ) dengan Ablasio Retina

1. Kasus dan Pengkajian

Tn. Y.S seorang guru SMA ( 39 tahun ) datang ke poliklinik mata RSUA dengan keluhan 3 minggu terakhir pandangan mata kanannya berubah. Tn. Y.S merasa tiba - tiba ada yang menutupi sebagian pandangan mata kanannya, penglihatan mata kanannya seperti ada asap, ada bintik - bintik hitam dan kadang-kadang ada kilatan cahaya yang terjadi. Tn. Y.S mengatakan perubahan tersebut terjadi secara tiba tiba dalam waktu 3 minggu terakhir tanpa disertai rasa sakit. Tn. Y. S terlihat nampak tegang dan gelisah, dan mengatakan kwatir sekali serta takut mata kanannya lama kelamaan akan menjadi buta. Tn. Y.S mengaku bahwa dirinya selama ini menderita rabun jauh sejak kelas 2 SMA, jarang menggunakan kacamata ( kacamata digunakan sesuai kebutuhan ) dan jarang melakukan pemeriksaan karena kesibukkan pekerjaan.

Hasil Pemeriksaan yang dilakukan Ns. Andre ditemukan data sebagai berikut :

Inspeksi : mata simetris kiri kanan, palbebra tidak ada kelainan, konjungtiva merah muda, skelera putih, pupil isokor, kornea bening transparan, iris cokelat terang tidak ada kelainan, dan lensa tidak ada kekeruhan.

Pemeriksaan Visus dan lapang pandang :

Visus OD 6/ 30 dan OS 6/10

Lapang pandang OD : temporal 45 derajat, atas 20 derajat, nasal 35 derajat, 45 derajat. Lapang pandang OS : temporal 90 derajat, atas 50 derajat, nasal 50 derajat, bawah 65 derajat.

Pemeriksaan Funduskopi :

Ditemukan warna diskus pucat dan atrofik, retina terlihat berwarna abu abu, permukaan retina tidak rata dan terlihat seperti bergelombang, pembuluh darah retina berkelok kelok sesuai dengan gelombang retina yang terangkat, pada daerah ablasi tidak terlihat gambaran koroid normal, retina terlihat berbentuk seperti bulan sabit.

Tanda tanda vital : TD 120 / 70 mmHg, T 37C, HR 98 x/ menit, RR 18 x/ menit.

Diagnosa medis :

Setelah dikonsultasikan Tn. Y. S didiagnosis menderita Ablasio Retina Regmatogenosa Dextra.

2. Analisa Data dan Diagnosis Keperawatan

2.1 Analisa Data

No.Data Masalah KeperawatanEtiologi

1.DS :

Pasien mengatakan ada yang menutupi sebagian pandangan mata kanannya, penglihatan mata kanannya seperti ada asap, ada bintik - bintik hitam dan kadang-kadang ada kilatan cahaya yang terjadi.

DO :

Visus OD 6/ 15 dan OS 6/10 Lapang pandang :OD : temporal 45 derajat, atas 20 derajat, nasal 35 derajat, 45 derajat.

OS : temporal 90 derajat, atas 50 derajat, nasal 50 derajat, bawah 65 derajat. Funduskopi :

Ditemukan warna diskus pucat dan atrofik, retina terlihat berwarna abu abu, permukaan retina tidak rata dan terlihat seperti bergelombang, pembuluh darah retina berkelok kelok sesuai dengan gelombang retina yang terangkat, pada daerah ablasi tidak terlihat gambaran koroid normal, retina terlihat berbentuk seperti bulan sabit.

Tanda tanda vital : TD 120 / 70 mmHg, T 37C, HR 98 x/ menit, RR 18 x/ menit.Gangguan persepsi sensori ; visual

Traksi vitreous, robekan pada retina

Floater

Kerusakan pada makula

Muncul bayangan atau tirai

Penurunan visus dan lapang pandang

2. DS :

Tn. Y. S mengatakan kwatir sekali dan takut mata kanannya lama kelamaan akan menjadi buta

DO :

Pasien nampak gelisah dan wajah nampak tegang.AxietasTraksi vitreous, robekan pada retina

Floater

Muncul bayangan atau tirai

Penurunan visus dan lapang pandang

Krisis Situasi.

3. Diagnosis Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori : visual b.d penurunan visus dan lapang pandang2. Anxietas b.d krisis situasi.

4. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensorik penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari organ penerima, ditandai dengan:

Menurunnya ketajaman penglihatan

Floater

Penurunan lapang pandang penglihatan

NOC :

Pasien mendiskusikan dampak kehilangan penglihatan terhadap gaya hidup

Pasien mengungkapkan perasaan aman, nyaman dan terlindungi

Pasien mempertahankan orientasi terhadap orang, tempat dan waktu.

Pasien mendapatkan kembali fungsi penglihatannya.

Pasien mengompensasi kehilangan dengan peralatan yang adaptif

Pasien merencanakan menggunakan sumber- sumber yang tepat

NIC :

1. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang kehilangan penglihatan seperti dampaknya terhadap gaya hidup.

R / Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengatakan ketakutannya , pasien dapat melakukan koping terhadap kehilangan penglihatan.

2. Sediakan lingkungan yang aman dengan menyingkirkan furniture yang berlebihan diruangan pasien. Orientasikan pasien pada ruangan dan libatkan keluarga.

R / Dengan mengorientasikan pasien dengan melibatkan keluarga pada keadaan sekitar dapat mengurangi resiko terjadinya cidera

3. Lakukan modifikasi lingkungan untuk memaksimalkan penglihatan yang dimiliki pasien

R / memodifikasi lingkungan dapat membantu pasien memenuhi kebutuhan perawatan diri dan mengurangi resiko cidera.

4. Berikan orientasi realitas bila pasien mengalami kebingungan atau disorientasi

R / agar interaksi pasien dan staf menjadi lebih efisien.

5. Berikan penkes kepada pasien tentang metode alternative untuk melakukan koping terhadap kehilangan penglihatan, peralatan perawatan adaptif.

R / pasien yang memiliki pengetahuan dapat melakukan koping terhadap kehilangan penglihatan secara lebih baik.

6. Rujuk pasien ke sumber komunitas yang sesuai

R / untuk membantu pasien dan anggota keluarga beradaptasi terhadap kehilangan penglihatan.

6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi.

NOC :

Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat yang dapat diatasi

NIC :

1. Kaji tingkat ansietas derajat pengalaman dan pengetahuan konsidi saat ini

R/factor ini mempengaruhi persepsi pasien tehadap ancaman diri.

2. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan

R/menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan atau harapan yang akan dating.

3. Dorong pasienuntuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan

R/memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata.

4. Identifikasi sumber atau orang yang menolong

R/memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam mengatasi masalah

CONTOH PROSES

ASUHAN KEPERAWATAN

An. G ( 4 thn ) dengan RetinoblastomaPengkajian Kasus

An. G ( laki laki ) berusia 4 tahun masuk RMS tanggal 9 Oktober 2014. Anak terlihat rewel dan menangis mengeluh kesakitan saat digendong ibunya sambil bersembunyi di ketiak ibunya. Mata kanan putih bercahaya, dan menurut orang tuanya hal ini muncul sejak 3 minggu sebelum MRS dimana lebih jelas tampak pada malam hari, dan diketahui 3 hari sebelum MRS, pasien merasa nyeri hebat pada mata kiri. Alasan utama orang tua membawa anaknya adalah karena mata kiri pasien tidak dapat melihat lagi dan adanya nyeri hebat, mata kiri pasien terlihat membesar kurang lebih 4cm. Orang tua menjelaskan bahwa tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang menular maupun penyakit seperti yang dialami oleh anaknya.keluarga terlihat gelisah dan ketakutan akan keadaan anaknya. Pasien terlihat belum dapat menangkap bola kecil dan melemparkannya kembali, belum dapat melompat dengan satu kaki, anak belum dapat berjinjit. Kesadaran compos mentis, TD : 100/ 80 mmHg, Nadi 124 kali/mnt, S: 37C, RR: 20x/mnt, skala nyerinya 10. Dari pengkajian mata, tampak adanya leukokoria, Visus OD : nol, Visus OS : kesan (+). 3.2 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

NoMasalahEtiologiData Penunjang

1Nyeri akutKompresi/ destruksi jaringan syaraf intraorbita akibat pembesaran massa tumorData Subjektif : Ibu pasien mengatakan 3 hari sebelum MRS, anaknya merasakan nyeri hebat pada mata kiri.Data Objektif : Saat dikaji, skala nyeri 10. Pasien tampak rewel dan menangis kesakitan saat digendong oleh ibunya. Nadi 124 kali/mnt

2Resiko Gangguan Tumbuh Kembang

Proses sosisalisasi terganggu Data Subjektif : -.Data Objektif : Belum dapat menangkap bola kecil dan melemparkannya kembali Belum dapat melompat dengan satu kaki

Anak tidak dapat berjinjit

Diagnosa Keperawatan1. Nyeri akut berhubungan dengan kompresi/ destruksi jaringan syaraf intraorbita akibat pembesaran massa tumor, ditandai dengan :

Data Subjektif : Ibu pasien mengatakan 3 hari sebelum MRS, anaknya merasakan nyeri hebat pada mata kanan.Data Objektif : Saat dikaji, skala nyeri 10. Pasien tampak rewel dan menangis kesakitan saat digendong oleh ibunya. Nadi 124 kali/mnt.2. Resiko Gangguan Tumbuh Kembang berhubungan dengan Proses sosisalisasi terganggu.

Data Subjektif : - Data Objektif : Saat dikaji, Px mengompol 8x/hari, Px sering menghisap jari, Px kurang percaya diri ditandai dengan px lebih sering bersembunyi diketiak ibunya.No. DxDiagnosa keperawatanKriteria hasilIntervensiRasional

1.Nyeri berhubungan dengan perlukaan akibat Peningkatan Ukuran Massa Tumor

Tujuan: Pasien akan terbebas dari rasa nyeri.

Kriteria Hasil :

Menunjukkan/melaporkan hilangnya nyeri maksimal

Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktifitas/tidur/istirahat dengan maksimal

Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi untuk situasi individu. 1. Minta klien melokalisasi nyeri dengan menunjuk gambar wajah.

2. Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya: reposisi) dan aktivitas hiburan.3. Lakukan strategi nonfarmakologis untuk membantu klien mengatasi nyeri.4. Bantu atau minta orangtua membantu anak dengan menggunakan strategi selama nyeri aktual.5. Rencanakan untuk memberikan analgesik dengan rute traumatik yang paling kecil jika mungkin1. anak usia toddler atau anak yang mempunyai kesulitan memahami skala nyeri pada gambar atau pada tubuh mereka. Untuk anak usia 3 tahun, dengan menggunakan instruksi yang sama tanpa kata-kata afek, seperti gembira atau sedih, menghasilkan peringkat nyeri yang sama, mungkin mencerminkan peringkat intensitas nyeri dari anak.2. meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian.\

3. Karena tehnik-tehnik seperti relaksasi, pernapasan berirama, dan distraksi dapa membantu nyeri dapat lebih ditoleransi.4. Pelatihan mungkin diperluakn untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan.5. Untuk meghindari timbulnya nyeri yang lebih lanjut

2.Resiko Gangguan Tumbuh Kembang berhubungan dengan pembatasan aktivitas dalam proses hospitalisasi

Tujuan

: Tidak terjadi keterlambatan perkembangan.

Kriteria Hasil : Nyaman dalam proses hospitalisasi, tidak terjadi regresi, tidak ngompol

1. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak.2. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit.3. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.4. Berikan kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan kegiatan.5. Buat jadwal untuk prosedur terapi dan latihan.6. Lakukan pendekatan melalui metode permainan.

1. Meningkatkan kemampuan kontrol diri.2. Mengorientasikan situasi rumah sakit.3. Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan4. Keluarga dapat membantu proses perawatan selama hospitalisasi.5. Menurunkan tingkat kejenuhan selama hospitalisasi.6. Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari.

BAB 3PENUTUP

3.1 KesimpulanRetinoblastoma merupakan tumor ganas mata yang sering ditemukan pada masa anak ( James et al, 2005 ). Retinoblastoma merupakan suatu bentuk keganasan intra okuler primer yang paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan angka kejadian sekitar 1:15.000 1: 23.000 kelahiran hidup, dan merupakan 4 % dari total seluruh keganasan pada anak-anak, sekitar 1 % dari seluruh kanker pada manusia, dan merupakan keganasan kedua terbanyak pada semua tingkat usia setelah melanoma maligna.Ablatio Retina adalah pemisahan retina neurosensorik dari lapisan epitel berpigmen akibat beretraksinya humor vitreus yang sebagian besar kasus terjadi karena robekan / lubang pada retina. Robekan pada retina dapat terjadi karena proses degenerasi baik berupa penipisan retina atau penyusutan Corpus Vitreous.Pasien dengan retinoblastoma harus diberikan perawatan secara intensif dan perlunya pengetahuan dari pihak keluarga agar penyakit tersebut tidak mengalami komplikasi. Dan kita sebagai perawat harus mampu memberikan edukasi tentang gejala dini retinoblastoma agar dapat segera diobatiPerawat perlu memberikan asuhan keperawatan yang professional kepada pasien ablasio retina melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, menentukan diagnose keperawatan, merencanakan tindakan keperawatan, mengimplementasikan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi agar semua kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi.3.2 Saran

a. Informasi mengenai retinoblastoma dan ablasio retina yang telah didapatkan oleh mahasiswa diharapkan tidak hanya sekedar diketahui, tetapi juga bisa dipahami dan dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan praktik keperawatan.

b. Pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan retinoblastoma harus memperhatikan pada sumber daya dan kesiapan mental yang dimiliki oleh pasien untuk mencegah timbulnya komplikasi yang yang tidak diinginkan.DAFTAR PUSTAKA

Black,J & Jacobs,E (1993). Medical Surgical Nursing : A Psychophysiologic Approach 4th. Edition. Philadelphia : W.B Saunders CompanyDonna,M (1991). Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach. Philadelphia : W.B Saunders CompanyDonna,I & Hausman,K (1995). Medical Surgical Nursing 2nd edition . . Philadelphia : W.B Saunders CompanyDoenges,M (1999) . Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGCJames,B (2005). Oftalmologi edisi Kesembilan. Jakarta : ErlanggaSmeltzer,S & Bare (2001). Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8. Jakarta : EGC

Taylor,C ( 2010). Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC

Vaughan, D ( 2010). Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika

Wijana, N (1993). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abdi TegalNugroho, C S.Kep.Ns Sep 26, 2011 http://www.slideshare.net/materi-x2/ablatio-retina?from=share_email 2012 SlideShare Inc. (2010 May-Jun) Varsha S Nandedkar,; 58(3): 229232 Indian J Ophthalmol http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2886255/?tool=pmcentrez (Published online 2006 August 25) http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2886255/?tool=pmcentrez http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20319http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/retinoblastoma Copyright 2012 Farlex, Inc.http://med.unhas.ac.id/jurnal/2011