makalah kecemasan kelompok
DESCRIPTION
Keperawatan JiwaTRANSCRIPT
RESUME
KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN KECEMASAN
Oleh :
KELOMPOK 1
1. Agus Darwin
2. Azkya Aryun
3. Devi Shahifatun Hasanah
4. Eva Herfianti
5. Febrina Viselitas
6. Hinin Wasilah
7. Lidya Latifah N.
8. Nilawati
9. Sandra Putri Dewi
10. Yani Sri Mulyani
1. Definisi
Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat
dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis (Tomb, 2000). Stuart (2001)
mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik dan
kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut. Menurut Wignyosoebroto, 1981 dikutip oleh Purba, dkk. (2009),
takut mempunyai sumber penyebab yang spesifik atau objektif yang dapat diidentifikasi
secara nyata, sedangkan cemas sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk secara nyata dan
jelas. Kecemasan merupakan suatu respons yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan
dapat menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman (Nevid, et
al., 2005).
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori seperti yang dikemukakan
oleh Laraia dan Stuart (1998).
1. Teori Psikoanalitik
1
Pandangan psikoanalitik menyatakan kecemasan adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan
insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap
tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan
dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan
kelemahan spesifik. Individu dengan harga diri rendah mudah mengalami
perkembangan kecemasan yang berat. Kecemasan yang berhubungan dengan
ketakutan ini dapat terjadi pada orag tua atau dapat juga pada anak itu sendiri yang
mengalami tindakan pemasangan infus. Tindakan pemasangan infus akan
menimbulkan kecemasan dan ketakutan serta rasa tidak nyaman bagi anak akibat
nyeri yang dirasakan saat prosedur tersebut dilaksanakan. Keadaan tersebut dapat
membuat orang tua cemas dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang
dilakukan akan memberikan efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau
nyeri (Sulistiyani, 2009)
3. Teori Perilaku
Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan hasil dari frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Faktor tersebut bekerja menghambat usaha seseorang untuk memperoleh
kepuasan dan kenyamanan. Kecemasan dapat terjadi pada anak yang dirawat di rumah
sakit dan dipasang infus akibat adanya hambatan untuk mencapai tujuan yang
diinginkannya, seperti bermain dan berkumpul bersama keluarganya (Supartini,
2004).
4. Teori Keluarga
Teori keluarga menunjukkan bahwa kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui
dalam suatu keluarga. Kecemasan ini terkait dengan tugas perkembangan individu
dalam keluarga. Anak yang akan dirawat di rumah sakit merasa tugas
perkembangannya dalam keluarga akan terganggu sehingga dapat menimbulkan
kecemasan.
5. Teori Biologis
2
Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat
asam aminobutirik-gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran
utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan. Selain itu, telah
dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai
predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
b. Faktor Presipitasi
Stuart (2001) mengatakan bahwa faktor presipitasi/ stressor pencetus dikelompokkan
dalam dua kategori, yaitu :
1. Ancaman Terhadap Integritas Fisik
Ancaman terhadap integritas fisik seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Kejadian
ini menyebabkan kecemasan dimana timbul akibat kekhawatiran terhadap
tindakan pemasangan infus yang mempengaruhi integritas tubuh secara
keseluruhan. Pada anak yang dirawat di rumah sakit timbul kecemasan karena
ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas
sehari-hari, seperti bermain, belajar bagi anak usia sekolah, dan lain sebagainya.
2. Ancaman terhadap Rasa Aman
Ancaman ini terkait terhadap rasa aman yang dapat menyebabkan terjadinya
kecemasan, seperti ancaman terhadap sistem diri seseorang yang dapat
membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Ancaman ini
dapat terjadi pada anak yang akan yang akan dilakukan tindakan pemasangan
infus dan bisa juga terjadi pada orang tua. Ancaman yang terjadi pada orang tua
dapat disebabkan karena orang tua merasa bahwa anak mereka akan menerima
pengobatan yang membuat anak bertambah sakit atau nyeri. Orang tua cemas dan
takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang dilakukan akan memberikan
efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri (Sulistiyani, 2009).
Sedangkan pada anak, tindakan pemasangan infus mengakibatkan nyeri yang
dirasakan anak tersebut.
3. Penatalaksanaan
3
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan kecemasan umum
adalah kemungkinan pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapi, farmakoterapi dan
pendekatan suportif (Kaplan and Sadock, 1998).
- Psikoterapi : Teknik utama yang digunakan adalah pendekatan perilaku misalnya
relaksasi dan bio feed back (proses penyediaan suatu informasi pada keadaan satu atau
beberapa variabel fisiologi seperti denyut nadi, tekanan darah dan temperatur kulit).
- Farmakoterapi : Dua obat utama yang dipertimbangkan dalam pengobatan kecemasan
umum adalah buspirone dan benzodiazepin. Obat lain yang mungkin berguna adalah
obat trisiklik sebagai contohnya imipramine (tofranil) –antihistamin dan antagonis
adrenergik beta sebagai contonya propanolol (inderal).
- Pendekatan suportif : Dukungan emosi dari keluarga dan orang terdekat akan memberi
kita cinta dan perasaan berbagai beban. Kemampuan berbicara kepada seseorang dan
mengekspresikan perasaan secara terbuka dapat membantu dalam menguasai keadaan
(Smeltzer and Bare, 2000).
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti
pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang
b. Tidur yang cukup
c. Cukup olahraga
d. Tidak merokok
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka
yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat
dari kecemasan yang bekerpanjangan.Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
4
(fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
- Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya
diri
- Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan\
- Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
- Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan
untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat
- Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi
stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
- Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan
sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius : Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
4. Proses terjadinya kecemasan
Kecemasan pada individu dapat terjadi melalui proses atau rangkaian yang dimulai
dengan adanya suatu rangsangan eksternal maupun internal sampai suatu keadaan yang
dianggap sebagai ancaman atau membahayakan. Spielberger, 1972 menyebutkan ada lima
komponen proses terjadinya kecemasan pada individu, yaitu:
Evaluated situation : adanya situasi yang mengancam secara kognitif sehingga
ancaman ini dapat menimbulkan kecemasan
Perception of situation : situasi yang mengancam diberi penilaian oleh individu, dan
biasanya penilaian ini dipengaruhi oleh sikap, kemampuan dan pengalaman individu
5
Anxiety State of Rection : individu menganggap bahwa ada situasi berbahaya, maka
reaksi kecemasan akan timbul. Kompleksitas respon fisiologis seperti denyut jantung
dan tekanan darah.
Cognitive Reappraisal Follows : individu kemudian menilai kembali situasi yang
mengancam tersebut, untuk itu individu menggunakan pertahanan diri (defense
mechanism) atau dengan cara meningkatkan aktivitas kognisi atau motorik.
Coping : individu menggunakan jalan keluar dengan menggunakan defense
mechanism (pertahanan diri) seperti proyeksi atau rasionalisasi
5. Tanda Gejala Kecemasan
Klasifikasi dan tanda gejala menurut Stuart and Sundeen (1998) :
1. Kecemasan ringan: Berhubungan dengan ketegangan dan waspada. Manisfestasi yang
muncul pada ansietas ringan, antara lain:
a) Respon fisiologis
Respon fisiologis meliputi sesekali nafas pendek, mampu menerima rangsang
yang pendek, muka berkerut dan bibir bergetar.
b) Respon kognitif
Respon kognitif meliputi koping persepsi luas, mampu menerima rangsang
yang kompleks, konsentrasi pada masalah, dan menyelesaikan masalah.
c) Respon perilaku dan emosi
Respon perilaku dan emosi meliputi tidak dapat duduk tenang, tremor halus
pada lengan, dan suara kadang meninggi.
2. Kecemasan sedang: Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal yang penting dengan mengesampingkan yang lain perhatian selektif dan
mampu melakukan sesuatu yang lebih terarah. Manifestasi yang muncul pada
kecemasan sedang antara lain:
1) Respon fisiologis
Sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, diare atau
konstipasi, tidak nafsu makan, mual, dan berkeringat setempat.
2) Respon kognitif
Respon pandang menyempit, rangsangan luas mampu diterima, berfokus pada
apa yang menjadi perhatian dan bingung.
3) Respon perilaku dan emosi
Bicara banyak, lebih cepat, susah tidur dan tidak aman.
6
3. Kecemasan berat: Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci
dan spesifik dan tidak dapat berfikir tantang hal lain. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. Manifestasi yang
muncul pada kecemasan berat antara lain:
1) Respon fisiologis
Napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala,
penglihatan kabur, dan ketegangan.
2) Respon kognitif
Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak mampu menyelesaikan masalah.
3) Respon perilaku dan emosi
Perasaan terancam meningkat, verbalisasi cepat, dan menarik diri dari
hubungan interpersonal.
6. Pengukuran Skala Kecemasan
Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur
kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan
pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang
mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada
individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan
skor( skala likert) antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe). HARS pertama kali
digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah
menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala
HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan
pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan
diperoleh hasil yang valid dan reliable.
Masing- masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skore) antara 0-4, yang artinya
adalah
Nilai 0 = tidak ada gejala / keluhan
Nilai 1 = gejala ringan / satu dari gejala yang ada
Nilai 2 = gejala sedang / separuh dari gejala yang ada
Nilai 3 = gejala berat / lebih dari separuh dari gejala yang ada
Nilai 4 = gejala berat sekali / semua dari gejala yang ada
7
Masing- masing nilai angka (skore) dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan
dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu:
Total nilai (skore) :
kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
14 – 20 = kecemasan ringan
21 – 27 = kecemasan sedang
28 – 41 = kecemasan berat
42 – 56 = kecemasan berat sekali / panik
Adapun hal- hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A ini adalah sebagai berikut:
1. Perasaan cemas (ansietas):
a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan pikiran sendiri
d. Mudah tersinggung
2. Ketegangan
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tidak bisa istirahat dengan tenang
d. Mudah terkejut
e. Mudah menangis
f. Gemetar
Gelisah
3. Ketakutan
a. Pada gelap
b. Pada orang asing
c. Ditinggal sendiri
d. Pada binatang besar
e. Pada keramaian lalu lintas
f. Pada kerumunan banyak orang
4. Gangguan tidur
a. Sukar masuk tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyenyak
d. Bangun dengan lesu
8
e. Banyak mimpi- mimpi
f. Mimpi buruk
g. Mimpi menakutkan
5. Gangguan kecerdasan
a. Sukar konsentrasi
b. Daya ingat menurun
c. Daya ingat buruk
6. Perasaan depresi (murung)
a. Hilangnya minat
b. Berkurangnya kesenangan pada hobi
c. Sedih
d. Bangun dini hari
e. Perasaan berubah- ubah sepanjang hari
7. Gejala somatik/ fisik (otot)
a. Sakit dan nyeri di otot- otot
b. Kaku
c. Kedutan otot
d. Gigi gemerutuk
e. Suara tidak stabil
8. Gejala somatik/ fisik (sensorik)
a. Tinitus (telinga berdengung)
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah/ pucat
d. Merasa lemas
e. Perasaan di tusuk- tusuk
9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)
a. Takikardia (denyut jantung cepat)
b. Berdebar- debar
c. Nyeri di dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan
f. Detak jantung menghilang (berhenti sekejap)
10. Gejala respiratori (pernapasan)
a. Rasa tertekan / sempit di dada
9
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik napas
d. Napas pendek / sesak
11. Gejala gastrointestinal (pencernaan)
a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan
d. Nyeri sebelum dan sesudah makan
e. Perasaan terbakar di perut
f. Rasa penuh / kembung
g. Mual
h. Muntah
i. Buang air besar lembek
j. Sukar buang air besar (konstipasi)
k. Kehilangan berat badan
12. Gejala urogenetal (perkemihan dan kelamin)
a. Sering buang air kecil
b. Tidak dapat menahan air seni
c. Tidak datang bulan (tidak ada haid)
d. Darah haid berlebihan
e. Darah haid amat sedikit
f. Masa haid berkepanjangan
g. Masa haid amat pendek
h. Haid beberapa kali dalam sebulan
i. Menjadi dingin (frigid)
j. Ejakulasi dini
k. Ereksi melemah
l. Ereksi hilang
m. Impotensi
13. Gejala autonom
a. Mulut kering
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Kepala pusin
10
e. Kepala terasa berat
f. Kepala terasa sakit
g. Bulu – bulu berdiri
14. Tingkah laku (sikap) pada wawancara
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Kerut kening
e. Muka tegang
f. Otot tegang / mengeras
g. Napas pendek dan cepat
h. Muka merah
7. Pengkajian Kecemasan
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala
atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Data fokus yang perlu
dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut:
Menurut (Stuart & Sundeen, 1995) :
1. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologisdan
perilaku secara tidak langsung melaluitimbulnya gejala atau mekanisme koping
sebagai upaya untuk melawan ansietas.
a. Faktor Predisposisi
b. Faktor Presipitasi
c. Stresor Pencetus
- Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi disabilitas fisiologis yang akan
terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
- Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri
dan fungsi sosial.
d. Penilaian Stresor
Penilaian stresor mendorong pengkajian perilaku dan persepsi klien dalam
mengembangkan intervensi yang tepat. Sehingga pemahaman ansietas
memerlukan integrasi banyak faktor seperti pengetahuan dari perspektif
psikoanalisis, interpersonal, perilaku, genetik dan biologis.
11
e. Sumber Koping
Memanfaatkan dan menggerakan sumber koping yang ada disekitar lingkingan
dapat mengatasi stres dan ansietas yang dialami oleh individu. Sumber koping
tersebut berupa modal ekonomi, kemampuan menyelelesaikan masalah,
dukungan sosial dan keyakinan budaya.
f. Mekanisme Koping
Ketidakmampuan mengatasi ansietas sacara konstruktif merupakan penyebab
utama terjadinya perilaku patologis. Pola mekanisme koping yang
biasa digunakan untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap meskipun
ketika ansietas menjadi lebih intens.ansietas ringan lebih sering ditangani tanpa
sadar. Ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping :
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untukmemenuhi tuntutan stres secara realistis.
- Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan atau mengatasi
hambatan pemunuhan kebutuhan.
- Perilaku menarik diri digunakan utntuk menjauhkan diri dari sumber
ancaman, baik secara fisik maupun psikologis.
- Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasanya
dipakai individu, mengganti tujuan atau mengorbankan kebutuhan
personal.
2. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang.
Tetapi karena respon tersebut bersifat relatif pada tingkat tidak sadar dan
mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat menjadi
respon maladaptif terhadap stres.
PENGKAJIAN
Identitas Klien
Nama :
Umur :
Tanggal Lahir :
Agama :
Suku/Bangsa :
12
Status Perkawinan :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
Tanggal Pengkajian :
Riwayat Kesehatan
Keadaan Umum :
Penampilan Umum :
Keluhan Utama :
Riwayat Kesehatan Lalu :
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Tekanan Darah :
Denyut Nadi :
Frekuensi Nafas :
Suhu Tubuh :
Pengkajian Psikososial
Tahap Perkembangan
Apakah klien memenuhi tahap perkembangannya sesuai dengan usianya saat ini.
Konsep Diri
1. Citra Tubuh/Gambaran Diri
2. Ideal Diri
3. Harga Diri
4. Peran Diri
Hubungan Sosial
1. Orang yang berarti
2. Peran serta dalam kehidupan masyarakat
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pendidikan dan Pekerjaan
Gaya Hidup
Budaya
13
Budaya apa yang terdapat di lingkungan tempat tinggalnya, dan apakah klien ada
konflik dengan budaya tersebut.
Spiritual
1. Nilai dan Keyakinan
2. Kegiatan Ibadah
Pengkajian Umum dan Perilaku Motorik
Penampilan :
Cara Berbicara :
Personal Hygiene :
Pakaian :
Postur Tubuh :
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang dapat diangkat dari kecemasan, menurut NANDA adalah
sebagai berikut :
1. Ansietas2. Koping individu tidak efektif3. Takut
Asuhan Keperawatan Ansietas
Diagnosa Keperawatan:Ansietas ( Ringan, Sedang, Berat,Panik)
Dapat dihubungkan dengan: Konflik yang tidak disadari mengenai nilai-nilai ensensial Krisis situasional dan/atau maturasional; transmisi dan penularan interpersonal Ancaman terhadap konsep diri; ancaman kematian; perubahan terhadap status
kesehatan, kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi Terpisah dari sistem pendukung Ketidakseimbangan sensori; stimuli-lingkungan
Data Pengkajian Rentang perhatian menurun Gelisah,iritabilitas Kontrol impuls buruk Perasaan tidak nyaman, ketakutan,
atau tidak berdaya Defisit lapang persepsi Penurunan kemampuan
berkomunikasi secara verbal
Kriteria HasilKlien akan:
Bebas dari cedera Mendiskusikan perasaan takut,
ansietas Berespon terhadap teknik relaksasi
disertai penurunan tingkat ansietas Mengurangi tingkat ansietas sendiri Bebas dari serangan ansietas
14
Menunjukkan kewaspadaan akan perasaan ansietas dan cara-cara sehat untuk menghadapinya
Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan sumber-sumber secara efektif
Intervensi Rasional1. Tetap bersama klien ketika tingkat
ansietasnya tinggi (berat atau panik)
2. Pindahkan klien ke tempat yang tenang dengan stimulus minimal atau sedikit
3. Tetap tenang dalam mendekati klien
4. Gunakan pernyataan yang singkat, sederhana, dan jelas
5. Hindari meminta atau memaksa klien membuat pilihan
6. Penggunaan obat-obatan PRN dapat diindikasikan jika tingkat ansietas klien tinggi atau jika klien mengalami waham, disorganisasi pikiran
7. Dorong partisipasi klien dalam latihan relaksasi. Latihan ini dapat mencakup bernapas dalam, relaksasi otot progresif, medikasi, imajinasi terbimbing, dan pergi ke tempat yang tenang dan damai (untuk jiwa)
8. Ajarkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi secara mandiri
9. Bantu klien untuk melihat ansietas ringan sebagai katalis positif untuk berubah
1. Keselamatan klien merupakan suatu prioritas. Klien yang sangat cemas tidak boleh ditinggal sendiri- rasa cemasnya akan meningkat
2. Kemampuan klien untuk menghadapi stimulus yang berlebihan terganggu. Perilaku cemas dapat meningkat akibat stimulus eksternal. Ruangan yang lebih kecil dapat meningkatkan rasa aman klien.
3. Klien akan merasa lebih aman jika Perawat tenang dan klien merasa perawat dapat mengendalikan situasi
4. Kemampuan klien untuk menghadapi abstraksi atau kompleksitas terganggu
5. Kemampuan klien untuk menyelesaikan masalah terganggu. Klien mungkin tidak dapat membuat keputusan yang tepat atau tidak mampu membuat keputusan sama sekali.
6. Obat mungkin diperlukan untuk mengurangi ansietas klien sampai ke tingkat ia dapat mendengar perawat dan merasa aman
7. Latihan relaksasi merupakan cara yang efektif dan nonkimiawi untuk mengurangi ansietas.
8. Penggunaan teknik relaksasi secara mandiri dapat memberi rasa percaya diri pada klien dalam mengendalikan secara sadar perilaku cemasnya.
9. Kesalahpahaman yang seringkali munsul ialah bahwa ansietas merupakan sesuatu yang buruk dan tidak bermanfaat. Klien tidak perlu menghindari ansietas yang terjadi pada dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
15
Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit FKUIStuart, G, W dan Sundeen, J. 2001. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGCVidebeck, Sheila.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa , Jakarta : EGCwww.fik.ui.ac.id
16
17