makalah jiwa konsep bunuh diri
DESCRIPTION
Makalah Jiwa Konsep Bunuh DiriTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun
suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi,
penyalahgunaan NAPZA, skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid, borderline,
antisosial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4 hal yang krusial
yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : pertama,
suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit
jiwa,
Kedua, Faktor–faktor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang
adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah,
kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga,
pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit
baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya.
Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri
perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri
adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit. Oleh karena itu
suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat
dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai faktor resiko terjadinya bunuh
diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses
keperawatanya.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui arti konsep bunuh diri
2. Untuk mengetahui klasifikasi bunuh diri
3. Untuk mengetahui cara mengatasi bunuh diri
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 1
C. MANFAAT
Memberikan mahasiswa atau mahasiswi pengetahuan lebih dalam tentang konsep
bunuh diri. Selain itu, memberikan info yang baik untuk menambah ilmu mahasiswa atau
mahasiswi dalam ilmu keperawatan jiwa 2.
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BUNUH DIRI
Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan oleh
individu itu sendiri atau atas keinginannya. Bila seseorang meminta untuk dirinya
dibunuh karena pasrah akan kondisinya disebut Euthanasia. Bunuh diri merupakan salah
satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang
membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA ,
skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisosial), suicide tidak bisa
disamakan dengan penyakit mental.
Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan
diantaranya adalah :
A. Suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah
sakit jiwa,
B. Faktor – faktor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya
pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah,
kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien.
C. Pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah
sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen
lainnya.
D. Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
B. KLASIFIKASI BUNUH DIRI
Pada dasarnya, segala sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (ini adalah
sistematika). Dalam hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu alasan atau
sebab tindakan yang disebut motif.
Motif bunuh diri ada banyak macamnya. Disini penyusun menggolongkan dalam kategori
sebab, misalkan :
1. Dilanda keputusasaan dan depresi
2. Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 3
3. Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4. Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
5. Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
Dalam ilmu sosiologi, ada tiga penyebab bunuh diri dalam masyarakat, yaitu
1. egoistic suicide (bunuh diri karena urusan pribadi),
2. altruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain), dan
3. anomic suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi kebingungan).
C. TANDA –TANDA BUNUH DIRI
A. Tanda-tanda risiko berat:
o Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang bahwa ia
ingin mati, yang bisa disertai dengan persiapan terinci.
o Adanya depresi dengan gejala rasa salah dan dosa, rasa putus asa, ingin dihukum
berat, rasa cemas yang hebat, rasa tidak berharga lagi, sangat berkurangnya nafsu
makan, seks, dan kegiatan lain, serta adanya gangguan tidur yang berat.
o Adanya psikosis, terutama yang impulsif, serta adanya perasaan curiga, ketakutan
dan panik. Keadaan semakin berbahaya bila pasien mendengar suara (halusinasi)
yang memerintahkan agar ia membunuh dirinya.
B. Tanda-tanda bahaya:
Pernah melakukan percobaan bunuh diri
Penyakit yang menahun.
Ketergantungan obat dan/ atau alkohol.
Hipokondriasis.
Bertambahnya usia disertai bertambahnya masalah hidup.
Persaingan diri.
Kebangkrutan.
Catatan bunuh diri.
Kesukaran penyesuaian diri yang kronis.
Tak jelas adanya keuntungan sekunder.
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 4
D. ETIOLOGI
Faktor Genetik dan Teori Biologi
Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu
adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko
bunuh diri.
Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi
pada kelompok sosial) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic (
suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang
diarahkan pada diri sendiri.
Penyebab lain
Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
tangisan untuk minta bantuan.
Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik
E. PREDISPOSISI
Penyakit jiwa merupakan faktor predisposisi terpenting terjadinya bunuh diri.
WHO memperkirakan sebanyak 90% orang yang melakukan tindakan bunuh diri terjadi
akibat penyakit jiwa yang tidak didiagnosa dan diobati, di samping penggunaan obat-
obatan terlarang dan konsumsi alkohol. Kondisi ini merupakan masalah kesehatan utama
di dunia yang mempresentasikan 1,4% dari beban masalah kesehatan dunia.
Di samping itu, masyarakat dalam hal ini tokoh agama dan pemerintah juga mempunyai
peran penting dalam mencegah dan meminimalkan kasus bunuh diri dengan menanamkan
nilai-nilai kesehatan jiwa sejak dini.
Preveler dkk dalam jurnal yang berjudul ‘ABC of Psychological Medicine:
Depression in Medical Patients’ (2002) mengatakan, risiko bunuh diri seumur hidup akan
dialami orang yang mengalami mood disorder, terutama depresi yaitu sebesar 6-15%,
sedangkan schizophrenia sebesar 4-10%. Data tahun 2005 menyebutkan, di negara-
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 5
negara maju seperti Amerika Serikat, kejadian bunuh diri akibat depresi menempati
ranking ke-11 penyebab kematian penduduk.
Depresi merupakan kondisi medis yang disebabkan karena adanya disregulasi
neurotransmitter (zat penghantar dalam sistem syaraf) terutama serotonin
(neurotransmitter yang mengatur perasaan) dan norepinefrin (neurotransmitter yang
mengatur energi dan minat). Spektrum depresi sangat luas dengan keluhan penyakit dan
manifestasi klinik yang bermacam-macam sehingga pengelolaannya harus dilakukan
secara holistik.
F. PATOFISIOLOGIS BUNUH DIRI
Luka yang terjadi karena disengaja sering terjadi dan pemeriksaannya biasanya
menjadi tugas ahli patologi dan dokter ahli forensik klinik. Kejadian-kejadian ini terdiri
dari : bunuh diri, percobaan bunuh diri, dan bunuh diri berencana., pada akhirnya tidak
adanya maksud untuk membunuh, meskipun kematian mungkin terjadi karena kurang
hati-hati.
Salah satu keputusan yang sulit di hadapi oleh ahli patologi dan pemeriksa medis,
dan untuk bertindak yang legal, seperti juga pemeriksa sebab dari kematian, terdapat
perbedaan antara bunuh diri, pembunuhan, dan perlukaan oleh diri sendiri lainnya.
Meskipun ini bukan merupakan juga fungsi yang legal ahli patologi dalam ,menghubung-
hubungkan motif, pengalaman mereka dan latihan juga faktor-faktor yang sering
sehingga mereka dapat membuat keputusan dalam pengklasifikasian kebiasaan-kebiasaan
atau cara kematian serta perlukaan.
Cidera akibat bunuh diri
Diskusi ini dibatasi dengan trauma fisik, meracuni diri sendiri, yang akan
dibicarakan lebih lanjut. Bunuh diri akibat melukai diri sendiri dengan berbagai macam
cara, yaitu dengan cara yang ganjil atau aneh. Ahli patologi harus selalu waspada dengan
kemungkinan-kemungkinan lain selain karena bunuh diri. Pada beberapa kejadian
biasanya disebabkan karena ketidaksengajaan dilakukan oleh korban. Contoh primer
yaitu “Masochistic Asfiksia”, dimana kadang sering keliru dengan bunuh diri.
G. PENCEGAHAN BUNUH DIRI
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 6
Upaya mencegah bunuh diri sungguh sangat sulit. Salah satu penyebabnya, orang
yang mengalaminya biasanya terjerat oleh cara berpikir sempit dan irasional, serta tidak
menyadari bahwa dirinya membutuhkan pertolongan, salah satu bentuk upaya mencegah
bunuh diri adalah yang disebut crisis intervension. Tujuannya adalah menolong orang
yang mengatasi krisis hidup yang berat. Bentuknya bisa dengan menyediakan layanan
“hot-line“ via telepon. Seseorang yang mengalami ambivalensi untuk bunuh diri akibat
menderita stres berat, misalnya dapat mengontak jasa “hot-line“ ini sebelum
melaksanakan niatnya, untuk mendapatkan peneguhan kembali sehingga mau
mengurungkan niatnya itu.
Selain upaya pencegahan diatas, ada upaya lain untuk mencegah terjadinya bunuh
diri yaitu fokus terapi diarahkan pada modifikasi lingkungan agar hubungan antar
manusia lebih baik, juga di usahakan agar fungsi kejiwaan lebih dekat.
Macam-macam terapi berupa:
Psikoterapi individual atau terapi kelompok.
Terapi keluarga.
Terapi obat-obatan sesuai dengan keadaan; misalnya untuk pasien dewasa:
amitriptilin (25-30 mg 3x/hari), diazepam (2-5 mg 3x/hari), klorpromazin (50-10
mg 3x/hari).
Strategi terapi:
Memotong lingkaran pikiran bunuh diri.
Menguatkan kembali ego pasien dan memperbaiki mekanisme pembelaan yang
salah.
Membantu pasien agar dapat hidup wajar kembali.
Umumnya kita memandang bunuh diri sebagai tindakan yang tidak hanya tragis tetapi
juga keliru. Namun, usaha mencegah orang bunuh diri bukan tanpa persoalan etis.
Berhakkah kita mencegah orang mencabut nyawanya sendiri? bukankah itu hak
pribadinya, untuk hidup maupun untuk mati? Satu-satunya alasan yang bisa
membenarkan tindakan kita adalah fakta bahwa orang yang mencoba bunuh diri sering
tidak sungguh-sungguh ingin, masih ragu-ragu, atau kalau pun bulat niat itu biasanya
bersifat sesaat. Maka, upaya pencegahan tersebut secara etis bisa dibenarkan.
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 7
H. PENATALAKSANAAN
a. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri, dengan cara :
Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup,
dukungan sosial yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam
kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
b. Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan resiko, managemen
untuk klien yang memiliki resiko tinggi ialah
Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat
ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat
membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastik, kabel listrik,
sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
c. Membantu meningkatkan harga diri klien
Tidak menghakimi dan empati
Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
Mendorong berpikir positif dan berinteraksi dengan orang lain
Berikan jadwal aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan kontrol
impuls yang rendah
Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila
diindikasikan.
d. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan sosial
Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan
dukungan sosial yang adekuat
Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring
sosial yang bisa di akses.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial
e. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positip.
Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 8
Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda
memiliki pikiran bunuh diri’
Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
Explorasi perilaku alternatif
Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
Pemeriksaan dan penatalaksanaan
a. Klinik harus menilai resiko bunuh diri pada pasien individual berdasarkan pemeriksaan
klinis. Hal yang paling prediktif yang berhubungan dengan resiko bunuh diri
b. Memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan mereka sendirian dan
keluarkan benda yang berbahaya dari ruangan
c. Pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri.
d. Penatalaksaannya adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pada pasien dengan gangguan
depresi berat mungkin diobati sebaga pasien rawat jalan jika keluarganya dapat
mengawasi mereka secara ketat dan pengobatannya dapat dimulai secara cepat.
e. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan abstinensia dalam
beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda psikologis dari putusnya alkohol yang
menghilang dengan adanya kecurigaan yang tinggi pada ganguan depresi berat
f. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius, karena mereka
cendrung menggunakan kekerasan atau metode yang kacau dengan letalitas yang tinggi
g. Pasien dengan gangguan keperibadian mendapat manfaat dari konfrontasi empatik dan
bantuan dengan mendapatkan pendekatan yang rasional dan bertanggung jawab.
h. Hospitalisasi jangka panjang, diindikasi pada keadaan yang menyebabkan mutilasi diri.
Psikoterapi dengan pedoman wawancara
Mulailah dengan bertanya apakah pasien pernah merasa menyerah atau merasa mereka
lebih baik meninggal. Pendekatan tersebut menyebabkan stigma yang kecil dan dapat
dilakukan sebagian besar orang . Berbicaralah mengenai apa yang sebenarnya yang
dipikirkan pasien dan catatlah pikirannya.
Lontarkan pertanyaan pada pasien, Pertimbangkan usia dan kecanggihan pasien dan
apakah maksud pertanyaan pasien sesuai dengan caranya. Apakah cara yang dipilih untuk
bunuh diri tersedia pada pasien. Pertanyaan yang terakhir menentukan penilaian dan
pengobatan karena pasien dapat menunjukkan cara untuk keluar dari dilemanya.
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 9
I. ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Koping, individu inefektif
Menyangkal, inefektif
Mutilasi diri, resiko terhadap
Amuk, risiko terhadap, diarahkan pada diri
Harga diri rendah
Gangguan citra tubuh
INTERVENSI KEPERAWATAN
Mendengarkan, kontrak, kolaborasi dengan keluarga
Pahami persoalan dari kacamata mereka
Pentingnya partisipasi masyarakat
Express feeling
Lakukan implementasi khusus
IMPLEMENTASI KHUSUS
Ancaman verbal dan non verbal segera laporkan dan lakukan pengamanan.
Jauhkan semua benda yg berbahaya dari lingkungan.
Jika klien berisiko tinggi bunuh diri, observasi secara ketat baik ditempat tidur
atau kamar mandi
Observasi ketat saat klien minum obat; pastikan bahwa obat sudah ditelan
Jelaskan semua tindakan pengamanan pada klien
Waspadai bila klien tenang sebab mungkin saja klien sedang merencanakan
bunuh diri
TERAPI LINGKUNGAN UNTUK SUICIDE
Ruangan aman nyaman
Hindarkan alat-alat yg dpt digunakan utk bunuh diri ?
Ruangan dilantai satu
Mudah dipantau ?
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 10
Tata ruangan menarik dan meningkatkan gairah hidup pasien ?
Warna ruangan ?
Lingkungan sosial
Komunikasi terapeutik :
Sapa pasien sesering mungkin
Jelaskan prosedur
Terima pasien apa adanya, jangan mengejek dan merendahkan
Tingkatkan harga diri pasien
Membantu meningkatkan hubungan sosial
Bantu pasien berinteraksi dengan keluarga
Sertakan keluarga dalam rencana asuhan
Jangan membiarkan pasien terlalu lama sendiri
BAB III
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 11
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa“persepsi
bunuh diri sebagai jalan keluar” bukanlah suatu tindakan yang patut dilakukan,
karena justru akan menambah masalah yang telah ada. Bunuh diri merupakan hasil
dari ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi cobaan hidup. Penyebab
utama terjadinya bunuh diri di masyarakat adalah karena kurang iman dan
kepercayaan pada diri sendiri . Oleh karena itu, perlu ditanamkan sikap percaya diri
yang mengarah ke arah positif dan untuk menangkalnya juga harus diintensifkan
pendidikan agama sejak masa kanak-kanak.
2. SARAN
Perlunya kewaspadaan dan penanganan secara intensif pada klien perilaku mencederai
diri: bunuh diri, yaitu perlindungan bagi klien (menjauhkan dari hal-hal/benda-benda
yang memudahkan klien untuk bunuh diri)
Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat (apabila dalam rumah
sakit) dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien bunuh diri.
Perlunya pendekatan khusus pada klien bunuh diri, misalnya dengan membina
hubungan saling percaya sehingga klien mau menceritakan permasalahannya dan
konsultan dapat mencarikan jalan keluarnya.
Perlunya meningkatkan dukungan sosial seperti keluarga, teman dekat dan lain-
lainnyanya.
Perlunya penyediaan hotline servis, home care atau pelayanan 24 jam.
Perlunya penelitian lanjutan berupa penelitian kualitatif untuk mempertajam hasil
penelitian yang telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 12
1. CAPTAIN, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume
6(3), May/June 2008, p 46–53
2. Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company,
Philadelphia.
3. Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed.
Elsevier Mosby, Philadelphia
4. Supratinya,A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal.Yogyakarta: Kanisius.
5. LAB/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan RSUD.Dr. Soetomo.
6. Keliat, B.A. (1993). Seri keperawatan: tingkah laku bunuh diri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
7. Panggabean, L. (2003). Pengembangan kesehatan perkotaan ditinjau dari aspek
psikossosial. (makalah). Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat DepKes. Rs. Tidak
dipublikasikan.
Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 13