makalah cds
DESCRIPTION
radiografiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang digunakan untuk melihat
tubuh manusia secara pancaran radiasi sinar x yang dipantulkan dan diterima
oleh film yang ditampilkan dalam radiografi. radiologi ini biasanya
digunakan sebagai penunjang suatu tindakan yang akan dilakukan ataupun
untuk mengetahui proses dan hasil dari perawatan ataupun tindakan yang
telah dilakukan yang tidak bisa diamati secara klinis. Radiologi dalam dunia
kedokteran gigi terdapat beberapa macam tehnik seperti intraoral dan
ekstraoral. Pada dental radiologi intraoral kita mengenal beberapa macam
seperti periapikal, bite wing, dan oklusal.
Dental Radiologi suatu penunjang diagnostik yang saat ini selalu menjadi
suatu yang dibutuhkan untuk melakukannya suatu tindakan agar perawatan
yang akan dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan. Dokter gigi pun tidak
hanya memeriksa secara klinis maka saat ini dituntut untuk mampu mengikuti
berbagai perkembangan ilmu dan teknologi, dan juga diharapkan dapat
mempunyai pengtahuan luas tentang pemeriksaan diagnostik pada bidang
kesehatan.
Secara analisis radiografis seringkali merupakan langkah awal penangan
pasien dan sering dianggap sebagai hal “abstrak” oleh dokter lain. Maka
menginterpretasi foto merupakan suatu kredibilitas yang tinggi untuk dokter
spesialis radiologi. Selain itu radiologi digunakan untuk mengevaluasi
tindakan yang telah dilakukan yang tidak bisa diamati secara klinis. Apakah
tindakan tersebut efisien atau tidak terhadap gigi pasien.
Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi kita sebagai dokter gigi untuk
mempelajari macam dan tekhnik radiologi maupun cara mengintrepretasi foto
rontgent itu sendiri agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan suatu
tindakan.
1
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui teknik foto radiografi dikhususkan pada teknik
periapikal.
2. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi teknik foto periapikal pada
pasien.
3. Untuk mengetahui indikasi medis yang menggunakan teknik foto
periapikal.
2
BAB II
DASAR TEORI
Orang yang pertama kali menggunakan radiografi adalah W.G.Morton di
Amerika pada tahun 1896, kemudian C. Edmund Kells adalah dokter gigi pertama
yang menganjurkan penggunaan radiografi secara rutin pada praktek dokter gigi.
Radiografi dapat menjadi dasar rencana perawatan dan mengevaluasi perawatan
yang telah dilakukan. Radiografi dapat digunakan untuk memeriksa struktur yang
tidak terlihat pada pemeriksaan klinis.
Indikasi foto Rontgen gigi yaitu:
1. mendeteksi lesi
2. membuktikan suatu diagnosa penyakit
3. lokasi lesi/benda asing yang terdapat pada rongga mulut.
4. menyediakan informasi yang menunjang prosedur perawatan.
5. Untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi.
6. melihat adanya karies, penyakit periodontal dan trauma.
7. Sebagai dokumentasi data rekam medis yang dapat diperlukan sewaktu-
waktu. ( Haring. 2000)
Menurut Brocklebank (1977), proyeksi radiografi yang digunakan di kedokteran
gigi yaitu:
1. Teknik intra oral merupakan yang paling sering dipakai oleh dokter gigi.
Teknik intraoral, terdiri dari:
a. Periapikal
b. Bite wing
c. Oklusal foto
2. Teknik Ekstra oral, terdiri dari:
a. Panoramik
b. Lateral foto
c. Cephalometri
d. PA, AP
e. Proyeksi Waters
f. Proyeksi reverse
3
g. Proyeksi submento vertex
Terdapat beberapa jenis foto rontgen untuk gigi. Secara garis besar foto
rontgen gigi, berdasarkan teknik pemotretan dan penempatan film, dibagi
menjadi dua yaitu foto Rontgen Intra oral dan foto Rontgen extra oral.
1. Teknik Rontgen Ekstra Oral
Foto Rontgen ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada
rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto
Rontgen ekstra oral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah
foto Rontgen panoramik, sedangkan contoh foto Rontgen ekstra oral lainnya
adalah foto lateral, foto antero posterior, foto postero anterior, foto
cephalometri, proyeksi-Waters, proyeksi reverse-Towne, proyeksi
Submentovertex.( Haring.2000)
a. Teknik Rontgen Panoramik
Foto panoramik merupakan foto Rontgen ekstra oral yang
menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur facial termasuk
mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Foto Rontgen ini
dapat digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi,
pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan
mengevaluasi trauma.
b. Teknik Lateral
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral
tulang muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak
dan muka.
c. Teknik Postero Anterior
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit,
trauma, atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto
Rontgen ini juga dapat memberikan gambaran struktur wajah, antara lain
sinus frontalis dan ethmoidalis, fossanasalis, dan orbita.
d. Teknik Antero Posterior
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian
depan maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, serta tulang hidung.
4
e. Teknik Cephalometri
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah
akibat trauma penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto
ini juga dapat digunakan untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal,
sinus paranasal dan palatum keras.
f. Proyeksi Water’s
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus
ethmoidalis, sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan
rongga nasal.
g. Proyeksi Reverse-Towne
Foto Rontgen ini digunakan untuk pasien yang kondilusnya
mengalami perpindahan tempat dan juga dapat digunakan untuk melihat
dinding postero lateral pada maksila.
h. Proyeksi Submentovertex
Foto ini bisa digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisi
kondilus, sinus sphenoidalis, lengkung mandibula, dinding lateral sinus
maksila, dan arcus zigomatikus.
2. Teknik Rontgen Intra oral
Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar
secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk
mendapatkan gambaran lengkap rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi
diperlukan kurang lebih 14 sampai 19 foto. Ada tiga pemeriksaan radiografi
intra oral yaitu: pemeriksaan periapikal, interproksimal, dan oklusal.
(Brocklebank,1997)
a. Teknik Rontgen Oklusal
Teknik ini digunakan untuk melihat area yang luas baik pada
rahang atas maupun rahang bawah dalam satu film. Film yang digunakan
adalah film oklusal. Teknik pemotretannya yaitu pasien diinstruksikan
untuk mengoklusikan atau menggigit bagian dari film tersebut.
b. Teknik Bite Wing
Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan
rahang bawah daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan
5
untuk melihat permukan gigi yang berdekatan dan puncak tulang
alveolar. Teknik pemotretannya yaitu pasien dapat menggigit sayap dari
film untuk stabilisasi film di dalam mulut.Terdapat pula indikasi untuk
dilakukannya pengambilan foto rontgen menggunakan teknik bite wing,
yaitu:
1. Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan
rahang bawah daerah anterior dan posterior sehingga dapat
digunakan untuk melihat permukan gigi yang berdekatan dan puncak
tulang alveolar.
2. Digunakan untuk mendeteksi karies di permukaan proksimal gigi
dan crest alveolar bone baik pada maksila maupun mandibula pada
film yang sama, yang secara klinis tidak dapat dideteksi.
3. Digunakan untuk mengevaluasi puncak tulang interproksimal selama
pemeriksaan periodontal dan rencana perawatan.
4. Melihat garis dari CEJ pada satu gigi ke CEJ gigi tetangganya, sama
halnya dengan jarak dari puncak ke tulang interproksimal yang ada.
5. Memberikan informasi status periodontal pasien.
6. Ketinggian dari tepi interproksimal tulang alveolar sampai cemento-
enamel junction relatif dapat diamati.
7. Deposit kalkulus subgingival juga dapat dideteksi.
8. Hasil dari bitewing radiografi pada diagnosis penyakit periodontal
hanya terbatas pada bagian mahkota akar gigi yang diamati, dan
terbatas pada regio molar-premolar.
9. Pada orang yang masih muda, pengamatan yang cermat pada
ketinggian tulang alveolar di sekitar molar pertama permanen dapat
membantu mendeteksi individu yang berisiko menderita early-onset
periodontitis (juvenile periodontitis dan rapidly progressive
periodontitis).
Selain itu teknik bite wing memiliki kelebihan dan kekurangan,
yaitu:
1. Kelebihan Teknik Foto Bite wing
6
Kelebihan teknik ini adalah dengan satu film dapat di pakai
memeriksa gigi pada rahang atas dan bawah sekaligus. Teknik bite
wing juga dipakai pada pemeriksaan berkala jika diperkirakan bahwa
penderita mempunyai insiden karies yang cukup tinggi dan di
gunakan untuk menunjukkan karies sekunder yang berada dibawah
tumpatan. Dalam mendiagnosis karies, dibuat radiograf periapikal
dan bite wing dari daerah di mana terdapat keluhan utama dari
penderita. Apabila radiograf periapikal tidak dapat menunjukkan
kelainan, dicurigai terjadi kematian jaringan yang awal, tambalan
yang cukup dalam dan adanya pulp caping pada gigi maka radiograf
bite wing dapat digunakan.
2. Kelemahan Teknik Foto Bite wing
Pada teknik bite wing kita tidak dapat melihat hasil rontgen sampai
pada bagian apikal gigi melainkan kita hanya bisa melihat bagian
korona sampai cementum enamel junction (CEJ) saja.
c. Teknik Rontgen Periapikal
Teknik ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta
akar gigi dan tulang pendukungnya. Ada dua teknik pemotretan yang
digunakan untuk memperoleh foto periapikal yaitu teknik paralel dan
bisektris, yang sering digunakan di RSGM adalah teknik bisektris.
Interpretasi radiogram periapikal. Dalam menginterpretasikan radiogram
periapikal yang pertama-tama ditentukan adalah radiogram tersebut.
Radiografi Periapikal ini berfungsi untuk membantu diagnosis
banding dari gejala yang diperlihatkan oleh pasien, serta menyaring
proses patologi yang tidak terdeteksi dari beberapa gigi dan jaringan
penyangga.
Radiograf Periapikal sangat memenuhi syarat dalam menunjang
diagnosa klinis dengan diagnosa radiografis khususnya karena mengenai
2 atau 4 gigi serta jaringan sekitarnya. Radiograf memiliki detail gambar
yang sangat jelas mengenai:
a. Jaringan tulang
b. Jaringan ikat periodontal
7
c. Jaringan Cement gigi
d. Email, dentin dan pulpa
e. Karies gigi dan saluran akar gigi
f. Kelainan apikal
g. Benih gigi susu ( Margono,1998 )
Indikasi utama dari penggunaan radiografi periapikal ini adalah
sebagai berikut:
1. Penggunaan diagnosis:
a. Mengetahui adanya infeksi/ inflamasi pada apikal
b. Mengetahui kondisi jaringan periodontal
c. Mengetahui keberadaan benih dan posisi gigi yang belum erupsi
d. Mengetahui kedalaman karies
e. Mendeteksi adanya granuloma, kista dan tumor pada area
periodontal.
2. Penggunaan Perawatan
a. Setelah terjadi trauma pada gigi yang dihubungkan dengan
kerusakan tulang alveolar.
b. Untuk mengetahui morfologi akar gigi sebelum dilakukan ekstraksi
gigi.
c. Pada saat melakukan perawatan endodontic.
d. Pemasangan pasak Profilaktik pasca perawatan endodontic.
e. Evaluasi lesi-lesi periapikal dan lesi lain pada tulang alveolar.
f. Evaluasi setelah perawatan implants.
3. Deteksi Kelainan Sistemik
a. Osteoporosis
b. Talasemia
c. Leukemia ( Whaites,2002 )
Pada teknik periapikal dapat dilakukan pengambilan gambar
dengan beberapa ketentuan yaitu:
A. Alat-alat yang digunakan
1. Film dengan ukuran:
a. Film no 0 : 7/8 x 3/8 inch (anak-anak)
8
b. Film no 1 : 1 ¼ x 1 5/8 inch (dewasa)
c. Untuk Insisive dan caninus (anterior) : 22 mm x 35 mm
d. Untuk Insisive dan caninus (posterior) : 31mm x 41 mm
e. Anak-anak (anterior) : 2x3 cm
f. Anak-anak (Posterior) : 3x4 cm
Gambar 2.1 lapisan film, A. pembungkus luar,
B. film, C. lapisan timah, D. kertas hitam pelindung
(Whaites, 2002)
Gambar 2.2 periapikal film, A. gigi anterior, C
(Whaites, 2002)
2. X-Ray Tubehead
Tubehead berisi tabung x-ray dan komponen penting
lainnya untuk menghasilkan sinar x. Ketika sebuah paparan x-ray
dibentuk, sinar x melintasi sebuah filter alumunium untuk
menyaring sinar x yang tidak diperlukan. Derajat penyudutan pada
9
kedua sisi dari tubhead berguna untuk menentukan teknik
pemposisian yang tepat (http://www.phcindia.com).
Gambar 2.3 x-ray tubehead
(Margono, 1998)
3. Film holder
Film holder/ indicator konus merupakan alat bantu untuk
membantu mengarahkan konus/ tubehead dalam memposisikan
film dalam mulut pasien. Indicator konus ini dapat digunakan
untuk gigi anterior dan gigi posterior baik rahang atas maupun
rahang bawah ( Whaites,2002 ).
Gambar 2.4 A. film holder teknik parallel,
B. film holder gigi anterior,C. film holder gigi posterior
(Whaites, 2002)
10
Gambar. 2.5 Film holder untuk teknik bisecting
(Whaites, 2002)
Pada teknik periapikal terdapat dua teknik pemotretan yang dapat
digunakan, yaitu teknik paralel dan bisecting.
A. Teknik Paralel
Pada teknik ini sudut vertical sinar x diarahkan tegak lurus sumbu
gigi dan sumbu film, sinar yang digunakan tidak bersifat divergen hal
ini dikarenakan agar tidak ada pembesaran pada hasil yang diperoleh
(Whaites, 2002).
Teknik ini juga disebut teknik konus panjang karena pada teknik
pembuatannya digunakan konus panjang. Pada Cr. Alat ini dapat
sederhana atau sudah siap pakai. Alat yang sudah siap pakai misalnya
stabe bite block, XCT dengan ring localizing, snap aray, hemostat
( Margono,1998).
Gambar. 2.6 film sejajar dengan sumbu panjang gigi
Dan sinar tegak lurus dengan kedua bidang tersebut
(Whaites, 2002)
11
Teknik pengambilan radiografi periapikal dengan teknik parallel
dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
a. Sediakanlah film holder dan film yang telah dipilih dan disesuaikan
dengan pasien. Pada orang dewasa, untuk gigi insisif dan caninus
menggunakan film dengan ukuran 22 x 35 mm baik rahang atas
maupun rahang bawah dengan sumbu panjang horizontal. Dan
untuk gigi premolar dan molar baik rahang atas maupun rahang
bawah menggunakan posterior holder dan lebih besar dibanding
dengan film anterior, ukuran film 31 x 41 mm dengan sumbu
panjang horizontal. Bagian permukaan putih yang halus dari film
harus menghadap X ray to head. Bagian sisi film lainnya yang
terdapat tanda berupa dot yang ditempatkan berlawanan dengan
mahkota gigi untuk menghindari superimpose antara penanda
tersebut dengan apek gigi.
b. Pasien diposisikan dengan kepala sejajar dengan occlusal plane
horizontal.
c. Film holder dan film dimasukkan ke dalam mulut pasien
d. Film ditempatkan sesuai dengan objek yang hendak diambil.
Gambar . 2.7 peninggian pada film berupa dot (anak panah) yang
menunjukan sisi tabung dan digunakan untuk mengidentifikasi sisi kanan
dan kiri pasien
(Whait&Pharoah, 2009)
12
Berdasarkan penempatan film harus diletakkan sesuai pada objek
yang akan diambil adalah disesuaikan pada gigi yang akan diambil,
yaitu:
1) Untuk gigi Insisive dan Caninus
Posisi kepala permukaan oklusal gigi rahang atas sejajar lantai
dan bidang Sagital / mideline tegak lurus lantai. Film diletakkan
vertikal sejajar sumbu gigi pada sutura palatina. Sinar datang 90o
dan tegak lurus terhadap film. Pada gigi incisive dan caninus
rahang bawah film diletakkan di dasar mulut kira-kira pada dasar
gigi incisive dan caninus.
Gambar. 2.8 Posisi pasien saat pengambilan foto gigi anterior rahang
atas
(Pasler, …..)
Gambar. 2.9 Pengambilan gambar gigi anterior rahang atas
(Whaites, 2002)
13
Gambar. 2.10 Hasil radiografi periapikal pada gigi incisive rahang
atas
(Pasler,….)
Gambar. 2.11 Hasil radiografi periapikal pada gigi caninus
(Pasler,….)
Gambar. 2.12 Posisi film dan tubehead pengambilan gambar gigi
anterior rahang bawah
(Whaites, 2002)
14
Gambar. 2.13 Hasil radiografi gigi anterior
rahang bawah
(Paisler, 1993)
2) Untuk gigi Premolar dan Molar
Film diletakan horizontal, untuk gigi pada rahang atas film
diletakan pada di midline palatum. Sinar tegak lurus film datang
dari samping dan disesuaikan dengan tinggi palatum. Sedangkan
pada rahang bawah film diletakkan di sulcus lingual kemudian
disesuaikan dengan gigi yang akan diambil fotonya
(Whaites,2002).
Gambar. 2.14 Posisi pasien saat pengambilan gambar gigi posterior
rahang bawah
(Paisler, 1993)
15
Gambar. 2.15 Posisi film, objek dan arah sinar pada pengambilan
gambar gigi posterior rahang atas
( Whaites, 2002 )
Gambar. 2.16 Hasil radiografi gigi Molar rahang bawah
(Paisler, 1993)
Gambar. 2.17 Hasil radiografi gigi Premolar dan Molar gigi rahang
atas
(Paisler, 1993)
16
B. Teknik Bisecting / bidang bagi
Pada teknik ini posisi film diletakkan sedekat mungkin dengan gigi
jadi posisi film tidak sejajar dengan sumbu panjang bidang film, dan
konus yang dipakai adalah konus pendek ( Margono,1998 ).
Teknik ini menggunakan prinsip geometrical segitiga sama sisi,
yaitu panjang gigi di dalam rongga mulut sama dengan panjang pada
film (Whaites, 2002 ).
Teori bisektin / bidang bagi ini merupakan trik geometrik, dasar
yang dipakai adalah teori geometrik. Pada pembuatannya apabila
menguasai tekniknya maka panjang gigi dalam radiogram akan
mendekati kebenaran, akan tetapi apabila kurang menguasai tekniknya
maka akan menimbulkan banyak problem, salah satu diantaranya
adalah distorsi gambar.
Gambar. 2.18 Pengambilan gambar dengan teknik bisecting
(Whaites, 2002)
Untuk menentukan bidang bagi gigi depan atas antara sumbu gigi
dan film sebagai pegangan adalah tonjol atau cups dari gigi yang
bersangkutan dihubungkan dengan pupil mata dari sisi yang lain.
Untuk menentukan bidang bagi gigi belakang atas sebagai pegangan
adalah garis yang menghubungkan tonjol bukal gigi yang
bersangkutan dengan jarak antar pupil kedua mata penderita
(Margono, 1998).
17
Gambar. 2.19 Garis bagi pada gigi anterior rahang atas
(Margono, 1998)
Gambar. 2.20 Garis bagi pada gigi posterior Rahang atas
(Margono, 1998)
Pengambilan gambar dengan teknik bisektin atau bidang bagi,
dilakukan sesuai dengan ketentuan pengambilan gambar pada
umumnya. Secara singkat teknik ini dijelaskan sebagai berikut:
a. Perhatikan kepala pasien dan letakkan kepala pasien pada tempat
yang benar disandarkan pada kursi dental dan instruksikan untuk
tidak menggerakkan kepala. Posisi kepala yang perlu diperhatikan:
1) Bidang vertikal atau bidang sagital
Posisi kepala yang ditunjang oleh sandaran kepala disandarkan
sedemekian sehingga bidang vertikal atau bidang sagital tegak
lurus pada bidang horizontal.
2) Bidang horizontal atau bidang oklusal
Maxilla, diimajinasikan suatu garis yang ditarik dari ala nasi ke
tragus dan garis ini sejajar dengan bidang horizontal.
18
Mandibulla, diimajinasikan suatu garis yang ditarik dari sudut
mulut ke tragus dan garis ini sejajar dengan bidang horizontal.
b. Perhatikan palatum dan vestibulum pasien.
c. Letakkan film dalam mulut, pada region yang akan dibuat
radiograf. Kemudian ajarkan kepada pasien bagaimana memegang
fulm tersebut dengan cara dan teknik yang dipakai baik itu bidang
bagi atau kesejajaran, dan ingatkan agar pasien tidak bergerak.
d. Operator harus berdiri 3 m dibelakang tabung atau dibelakang
dinding pemisah yang dilapisi timah hitam setebal 2 mm.
e. Tempatkan tabung sinar-X mengarah pada gigi yang akan dibuat
radiograf dengan sudut yang sudah ditentukan dengan benar
Untuk meletakkan film dalam mulut dan pengaturan posisi pasien
pada tiap region terdapat beberapa tata cara, yaitu dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk gigi depan, sumbu panjang film diletakkan secara vertikal
yang dimaksud gigi depan adalah gigi incisive sampai kaninus atas
maupun bawah.
b. Untuk gigi belakang, sumbu panjang film diletakkan secara
horizontal. Gigi yang akan dibuat foto rongennya harus berada
ditengah-tengah film dan jarak oklusal gigi dan pinggir film adalah
3 mm.
c. Untuk gigi incisive 1 dan incisive 2 atas
1) Film diletakan vertikal dan kontak dengan mahkota gigi serta
palatum.
2) Jarak dari incisal edge ke tepi film adalah 0,5 cm.
3) Fiksasi dengan ibu jari pasien dengan jari berlawanan dengan
gigi difoto.
4) Sinar diarahkan ke tengah film.
5) Ujung cone diletakan di ujung hidung.
6) Sudut vertikal +45 0terhadap bidang horizontal
7) Sudut horizontal tegak lurus film
19
Gambar. 2.21 Posisi pasien dengan teknik bisecting
Pengambilan gambar gigi anterior rahang atas, fiksasi dengan ibu jari
(Whaites, 2002)
Gambar. 2.22 Teknik bisecting dengan bantuan film holder
(Whaites, 2002)
d. Untuk gigi caninus atas ujung cone ditepi hidung
Gambar. 2.23 pengambilan gambar gigi caninus atas
(Whaites,2002)
20
e. Untuk gigi premolar 1 dan premolar 2 atas:
1) Sinar diarahkan ditengah film
2) Ujung cone dibawah pupil tegak lurus alanasi-tragus
3) Sudut vertical 40 terhadap bidang horizontal
4) Sudut horizontal sejajar bidang interproximal gigi
f. Untuk gigi molar 1, molar 2, dan molar 3 atas:
1) Berkas sinar ke tengah film
2) Ujung cone dibawah sudut mata tegak lurus dari alanasi -
tragus
3) Sudut vertikal +30 terhadap bidang horizontal
4) Sudut horizontal sejajar bidang interproximal gigitan tegak
lurus film.
Gambar. 2.24 pengambilan gambar gigi molar
(Whaites, 2002)
g. Untuk gigi incisive 1, incisive 2, dan caninus bawah:
1) Pasien didudukkan posisi bidang oklusal gigi rahang bawah
sejajar lantai
2) Midline/ sagital plane tegak lurus lantai
3) Film diletakkan di lingual secara vertikal
4) Sinar diarahkan kearah tengah film pada dagu
5) Sudut vertikal -200 terhadap bidang horizontal
6) Sudut horizontal sejajar bidang interproksimal dan tegak lurus
film.
21
Gambar. 2.25 Pengambilan gambar gigi incisivus bawah
(Whaites, 2002)
h. Untuk gigi molar 1, molar 2, molar 3 bawah:
1. Diletakan horizontal di lingual
2. Ditekan dengan telunjuk
3. Sudut vertical -5 terhadap bidang horizontal
4. Sudut horizontal sejajar bidang interproksimal dan tegak lurus
film. (Margono,1998)
Gambar. 2.26. pengambilan gigi posterior pada rahang bawah
(Whaites, 2002)
Setelah dilakukan pengambilan gambar maka tahap selanjutnya
adalah proses pencucian. Film rontgen yang sudah disinar dalam kaset
dibawa ke kamar gelap. kemudian film dikeluarkan dan digantung
pada film hanger yang sesuai dengan ukurannya. Mula-mula film
22
dimasukkan ke dalam cairan pembangkit (developer) lalu dicelupkan
dalam bak berisi air (H2O) pembilas dengan tujuan untuk mencuci
alkali yang melekat pada film. Setelah itu film dimasukkan ke dalam
cairan penetap (fixer). Guna cairan penutup ini adalah untuk mengikat
secara kimiawi butiran-butiran perak bromida yang tidak terkena
radiasi dan melepaskannya dalam film. Pencucian film terakhir setelah
dikeluarkan dari cairan penetap dicuci dalam bak air yang mengalir
supaya emulsi yang melekat pada film menghilang. Pengeringan film
dilakukan di dalam kamar yang bebas debu, dapat dilakukan dengan
cara sederhana/ dryer atau alat pengering khusus.
1. Cairan pembangkit (developer)
Developer dapat berupa bubuk atau cairan. Film dicelupkan
selama rata-rata 4 menit.
2. Fixer
Cairan berbentuk garam. Ammonium thiosulfat yang lebih pekat
daripada garam penetap untuk film biasa. Menggunakan
Ammonium thiosulfat disebabkan lapisan perak bromide film
rontgen lebih tebal. Setelah itu dibilas dengan air yang mengalir,
dingin dan bersih selama 10 menit lalu dimasukkan ke dalam
tangki penetap selama 10 menit.
Selain dengan cara tersebut, pencucian film juga dapat dilakukan
secaa otomatis. Proses ini dilakukan otomatis dengan mesin. Proses
otomatis biasanya berupa sebuah sistem gulungan. Sebagian besar
dilakukan pada siang hari, proses eliminasi juga memerlukan ruangan
gelap. Keunggulan teknik ini adalah dalam pengontrolan kontaminasi,
jika film terkontaminasi saliva maka dapat dihilangkan dengan
hypochlorite 1%, sebelum dilakukan proses selanjutnya. Tahapan
proses otomatis hampir sama dengan proses manual kecuali gulungan
dimasukkan pada cairan developer sebelum dimasukan pada cairan
fixer, climinasi membutuhkan air antara 2 larutan. Teknik yang
dilakukan secara otomatis ini memiliki keungtungan dan kerugian
diantaranya, yaitu:
23
a. Keuntungan
1) Menghemat waktu, pengeringan film dilakukan hanya dengan
5 menit
2) Penggunaan kamar gelap tidak terlalu lama
3) Kondisi proses standarisasi mudah memeliharanya
4) Mesin dapat dilakukan pengisian dengan zat kimia secara
otomatis
b. Kerugian
1) Pemeliharaan dan pembersihan yang rutin sangat diperlukan.
Penggulung yang kotor membuat film ternoda
2) Alatnya cukup mahal
3) Mesin yang lebih kecil tidak dapat memproses film extraoral
yang besar
Cara yang lain adalah dengan menggunakan Self developing films.
Cara ini merupakan alternatif dari proses manual. Film ditempatkan
pada tempat khusus yang mengandung developer dan fixer. Tab
develpoer ditarik lalu akan keluar cairan developer ke arah film dan
menyebar. Setelah 15 detik, tab fixer di tarik agar cairan fixer keluar
lalu mengenai film. Setelah tercampur, zat kimia yang digunakan
akan terbuang dan film dibilas dengan air mengalir sekitar 10
menit.keuntungan menggunakan self developing film ini yakni tidak
membutuhkan ruang gelap serta menghemat waktu. Namun, dengan
cara ini akan menghasilkan gambar dengan kualitas yang kurang jelas,
gabar cepat rusak seiring berjalannya waktu, film sangat fleksibel dan
mudah bengkok, film sangan sulit disesuaikan dengan pemegang film
dan membutuhkan biaya yang relative mahal.
Pada pengambilan foto dapat pula terjadi beberapa kesalahan pada
teknik. Kesalahan teknik dapat berupa kesalahan dalam pengambilan
sudut, peletakan film, penempatan posisi pasien dan kesalahan pada
pemberian intensitas/ paparan x-ray serta kesalahan pada teknik
pencucian. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat menyebabkan distorsi
pada gambar dan hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang
24
diharapkan, objek tergambar kabur atau bahkan mengalami
superimpose sehingga dapat mengganggu ketika dilakukan interpretasi
hasil.
Gambar. 2.27 Radiograf dengan intensitas sinar-X
yang tidak mencukupi
(Whait & Pharoah, 2009)
Gambar. 2.28 Radiograf dengan intensitas sinar-X yang berlebih sehingga
menghasilkan gambar yang gelap
(Whait & Pharoah, 2009)
25
Gambar. 2.29 Light spot pada radiograf akibat film berkontak dengan fixer sebelum
pemrosesan
(Whait & Pharoah, 2009)
Pada pengambilan foto menggunakan teknik periapikal terdapat
beberapa keunggulan dan kerugian masing-masing, baik pada teknik
parallel maupun bisecting. Keunggulan radiografi periapikal dengan
menggunakan teknik paralel adalah sebagai berikut:
1. Secara geometris gambar yang didapat akurat dan dihasilkan
dengan sedikit perbesaran.
2. Jaringan periodontal terlihat dengan baik.
3. Jaringan periapikal terlihat akurat dengan minimal pemendekan
atau pemanjangan gambar.
4. Mahkota gigi terlihat jelas untuk mendeteksi adanya karies
interproksimal.
5. Posisi film packet, gigi and X-ray beam selalu terjaga.
6. Sinar-X diarahkan secara akurat pada center film, dan semua area
film tersorot serta tidak ada pemotongan dari sinar.
7. Radiografi dengan teknik ini sangat memungkinkan untuk
dihasilkan kembali pada tempat yang berbeda dan operator yang
berbeda.
8. Teknik ini sering digunakan untuk beberapa pasien dengan
keadaan cacat.
26
Sedangkan kerugian penggunaan teknik paralel dalam radiografi
periapikal adalah sebagai berikut:
1. Posisi film tidak nyaman bagi pasien, terutama pada gigi
posterior, sering menyebabkan rasa menyumbat/ mengganjal
sehingga pasien yang sensitive merasa mual.
2. Posisi pegangan film di dalam mulut pasien dapat menyulitkan
operator yang kurang berpengalaman.
3. Anatomi rongga mulut kadang membuat teknik ini tidak mungkin
dilakukan, sepeti adanya torus palatinus dan palatum yang datar.
4. Terkadang apek gigi terlihat mendekati ujung/ tepi film.
5. Pada molar ketiga bawah, posisi pegangan akan sangat sulit
ditempatkan.
6. Teknik tidak dapat ditampilkan secara puas bila menggunakan
penyinaran yang pendek(short cone) karena adanya pembesaran.
7. Film holder harus dimasukkan kedalam autoclave dan tidak dapat
langsung dibuang setelah pemakaian.
Begitu pula pada foto periapikal menggunakan teknik bisecting
terdapat beberapa keunggulan, yaitu:
1. Posisi film nyaman untuk pasien disemua area
2. Peletakkan film relatif simple dan cepat
3. Apabila dengan sudut yang tepat, gambar objek yang diperoleh
akan sama panjangnya dengan objek asli dan hal ini baik untuk
kepentingan diagnosa.
Sedangkan kelemahan dari teknik bisecting pada pencitraan
periapikal adalah:
1. Banyak variable yang dibutuhkan ketika akan melakukan
pengambilan gambar dengan teknik ini.
2. Sering menghasilkan gambaran dengan penyimpangan yang
buruk
3. Kesalahan pada vertical angulation akan menghasilkan
pemendekan dan pemanjangan gambar.
27
4. Horizontal dan vertikal angel harus ditentukan secara tepat, dan
perkiraan yang salah pada setiap pasien akan menghasilkan
distorsi gambar, terlebih pada operator yang kurang
berpengalaman.
5. Kesalahan horizontal angulation akan menghasilkan superimpose
mahkota dan akar gigi.
6. Gambaran pada mahkota gigi sering mengalami distorsi, dan hal
ini akan menyulitkan ketika akan dilakukan diagnosis karies
interptoksimal
7. Sering terjadi pemendekan gambar pada akar bukal gigi premolar
dan molar.
Gambar. 2.30 A. gambar objek yang mengalami pemanjangan, B. Gambar objek yang
mengalami pemendekan
(http://www.dentallearning.org)
28
BA
Gambar.. 2.31 Perbandingan hasil radiografi dengan A. teknik Bisecting dan B. Teknik
parallel
(Whaites, 2002)
Pada pengambilan gambar radiografi periapikal terdapat beberapa
kesulitan. Penempatan film intraoral yang dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya tidak selalu tepat. Teknik ini juga membutuhkan modifikasi.
Kesulitan utama yang dihadapi meliputi :
a. Molar ketiga Mandibula
Kesulitan yang utama adalah penempatan dari film di bagian
posterior untuk pengambilan foto molar ke tiga, jaringan serta
saluran gigi. Untuk mengatasi hal tersebut ada beberapa solusi,
yakni:
1. Dengan menggunakan alat pemegang film saperti arteri forcep
untuk memposisikannya di dalam mulut . Berikut adalah
caranya :
a. Alat menjepit tepi film
29
b. Dengan mulut terbuka, film diletakkan dengan hati-hati pada
sulcus lingualis.
c. Pasien diinstruksikan untuk menutup mulut dan pada saat
yang bersamaan film ditempatkan dengan nyaman di
belakang mulut.
d. Pasien diinstruksikan untuk menggigit pegangan agar
mendapat posisi yang baik
e. Tubehead diposisikan pada posisi angle yang benar dari
molar tiga. 1 cm di atas pusat dari bawah ramus mandibula.
2. Melakukan 2 kali pengambilan foto dengan posisi sudut yang
berbeda dari tubehead. Berikut ini adalah caranya:
a. Pertama, Film diposisikan pada bagian paling posterior. Saat
penyinaran tubehead dengan sudut horisontal yang ideal jadi
sinar X memaproyeksi diantara molar 2 dan 3 ( dengan gigi
molar 3 impaksi horisontal akarnya tidak seluruhnya
terproyeksi)
b. yang kedua, film diposisikan pada tempat yang sama tetapi
tube head nya diposisikan lebih posterior agar seluruh akar
gigi molar 3 impkasi horisontal terproyeksi seluruhnya.
b. Gagging
Reflek gaging adalah reflek yang terjadi pada sebagian besar
pasien. Ini menjadi sulit dalam penempatan film, terutama pada
region molar baik rahang atas maupun rahang bawah. Untuk
mengatasi hal ini dapat dilakukan:
1. Pasien menghisap anastesi lokal lozeng sebelum film ditempatkan
pada mulut
2. Menginstruksikan pada pasien untuk bernapas dalam-dalam
ketika film dimasukan pada mulut
3. Tempatkan film pada mulut (pada occlusal plane), namun tidak
menyentuh palatum.
30
c. Endodontik
Kesulitan utama meliputi :
1. Penempatan film poket dan stabilisasi ketika penempatan
instrument endodontik, rubber damn, dan rubber damn clamps.
2. Identifikasi dan perawatan saluran akar.
3. Menaksirkan panjang saluran akar dari radiograf yang mengalami
pemendekan dan pemanjangan.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa
tindakan berupa:
1. Masalah dari penempatan film dan stabilisasi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Menggunakan film holder. lalu diposisikan didalam mulut
dan dipegang oleh pasien
b. Menggunakan film holder khusus untuk endodontik.
2. Permasalahan pada saluran akar dapat dipecahkan dengan dua
kali radiasi, menggunakan tubehead sinar X yang horisontal
3. Permasalahan dalam pengambilan gambar saluran akar yang
panjang, dapat dilakukan dengan:
a. Menggunakan teknik paralelling periapikal secara tepat
dalam operasi dan akar panjang akar langsung pada
radiografi. Sebelum memulai perawatan. Ada kemungkinan
distorsi, sehingga perlu dijaga agar tidak terjadi distorsi.
b. Hitung secara matematika panjang saluran akar dan gunakan
teknik bisecting
d. Edentulous
Masalah utama pada penderita edentulous adalah pada saat
penempatan film. Solusinya berupa:
1. Pada pasien edentulous, palatum kurang tinggi, dan sulcus
lingualis yang dangkal. Kontraindikasi dari parallel tehnik dan
semua radiology periapikal dapat dilakukan dengan menggunakan
modifikasi dari teknik biseptis.
31
2. pada pasien dengan anodonsia parsial , teknik parlel dapat
digunakan. Jika area edentulous menyebabkan film sulit untuk
diposisikan maka area tersebut dapat diganjal dengan gulungan
kapas.
e. Masalah pada anak-anak.
Masalah pada anak-anak adalah pada ukuran mulut anak dan
susahnya penempatan film dalam mulut. Pengambilan gambar
periapikal dengan teknik parallel kurang memungkinkan untuk anak
yang sangat kecil. Tetapi dapat digunakan untuk bagian gigi anterior
yaitu untuk mengetahui traumatik gigi incisive. Teknik Modifikasi
bisecting angle memungkinkan diterapkan pada sebagian besar anak-
anak dengan film diletakkan dimulut (di oklusal plane) dan posisi
tubehead tegak lurus dengan sumbu gigi (Whaites,2002).
Setelah proses pencucian selesai maka foto rontgen pun dapat
diinterpretasikan. Dalam menginterpretasikan radiologi periapikal hal
pertama yang harus diperhatikan adalah radiogram tersebut merupakan
gambaran rahang atas atau rahang bawah. Cara menentukannya adalah
sebagai berikut :
1. Radiogram rahang atas gigi belakang
a. Trabekula, jalannya ada yang horizontal dan ada yang vertical,
bentuknya seperti renda.
b. Tulang zigomaticus jika terlihat merupakan gambaran yang
radiopak berbentuk huruf U.
c. Terlihat sinus maxillaris.
d. Bentuk anatomy teruttama bentuk anatomy molar pertama, akarnya
adalah 3.
e. Terlihat prosesus koronoideus apabila pembuatan radiogram pada
region molar ketiga.
f. Terlihat tuber maxillaries apabila pembuatan radiogram pada
region kedua atau ketiga.
32
Gambar. 2.32 radiografi yang menunjukan lamina dura rahang bawah
(White& Pharoah,2009)
Gambar. 2.33 gambaran trabekula pada gigi posterior rahang bawah
(White& Pharoah,2009)
Gambar. 2.34 Radiografi bentuk “U” yang radiopak dari tulang zigomaticus
(White& Pharoah,2009)
33
Gambar. 2.35 Radiografi sinus maksilaris
(White& Pharoah,2009)
2. Radiogram rahang bawah
a. Trabekula, jalannya horizontal.
b. Foramen mentalis apabila terlihat, maka terletak diantara molar
premolar kedua atau molar pertama bawah atau premolar pertama
dan premolar pertama bawah.
c. Terlihat kanalis mandibularis.
d. Bentuk anatomy, terutama molar pertama akarnya 2.
e. Linea obliqua interna dan eksterna kadang akan terlihat.
Gambar. 2.36 Radiograf gigi anterior rahang bawah yang dapat terlihat pada
foto periapikal
(Whaites, 2002)
34
Setelah diketahui radiogram tersebut radiogram atas atau bawah,
maka untuk rahang atas arahkanlah ke atas dan rahang bawah arahkanlah
kebawah. Setelah itu tentukanlah regio gambaran gig yang tampak pada
radiogram, dengan cara menentikan sisi mesial terlebih dahulu. Pada film
Setelah dapat ditentukan regionya , maka tahap berikutnya adalah
menginterpretasikan radiogram. Untuk mengetahui apakah ada kelainan
atau tidak pada radiogram periapikal ini, dasarnya adalah dengan melihat
lamina duranya. Apabila pada radiogram periapikal terdapat kelainan
maka lamina dura pada periapikal gigi tersebut terputus. Lamina dura
merupakan sebagai bagian pinggir dari tulang yang mengelilingi ligamen
periodontinum. Jadi, dalam radiogram gambarannya adalah radiopak.
Lamina dura pada radiogram terlihat paling radiopak karena susunan
tulangnya mengadung kalsium paling banyak.
Dalam menginterpretasikan radiogram periapikal haruslah
mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Yang utama dalam mendiagnosis kelainan dari suatu gigi adalah harus
diperhatikan apakah gigi tersebut vital atau non-vital. Sebagai contoh,
apabila gambaran dari periapikal gigi yang non-vital menunjukkan
adanya rediolusen haruslah diperhatikan dnegan cermat karena
menggambarkan suatu keadaan yang harus dirawat.
2. Kadang-kadang pada pengetesan dengan tester pulpa gigi tersebut
non-vital akan tetapi pada pemeriksaan klinis tidak terlihat adanya
karies, ternyata jaringan pulpanya nekrotik ini kemungkinan
disebabkan oleh trauma.
3. Lokasi, durasi, ukuran dari lesi, apakah terjadi pada penderita yang
lanjut usia atau yang masih muda dan jenis kelamin dari penderita
perlu dalam mendagnosis periapikal gigi tersebut. Sebagai contoh,
myeloma yang multiple lebih sering terjadi pada penderita yang
berumur lanjut dan kista traumatic lebih sering terjadi pada penderita
yang masih muda.
4. Apakah ada symptom neurologis sebagai contoh apakah ada parestesi,
sakit dan parelesis yang kemungkinan merupakan tanda suatu
35
keganasan ataukah karena suatu trauma pada bagian tersebut.
Kerusakan kortikal tulang apakah kerusakannya berlangsung cepat
atau lambat karena dapat diduga lesi tersebut suatu tanda keganasan
atau inflamasi biasa.
5. Pada lesi periapikal yang radiolusen, aspirasi dari isi bagian tersebut
perlu ada diagnosis, karena dengan membedakan lesi tersebut maka
dapat dibedakan apakah kelainan tersebut kista atau bukan.
6. Apakah adanya lesi tersebut menyebabkan gejala sistemik ataukah
tidak, karena penting untuk menentukan diagnosis banding dengan
penyakit lain. Sebagai contoh adalah gambaran radiopak yang
multiple pada rahang yang disebut enosistosis multiple yang harus
dibedakan dengan condensing osteisis.
Gambaran radiografi keadaan periapikal yang mengalami kelainan
dapat dilihat dari keadaan :
1. Gambaran Radiografi periapikal yang Radiolusen
Reaksi peradangan dari pulpa yang disebabkan oleh karies gigi
dan perawatan endodontik yang tidak berhasil akan menimbulkan
lesi pada periapikal. Inflamasi pulpa pada keadaan yang akut tidak
memberikan gambaran yang khas. Sebelum terjadi gambaran yang
khas pada periapikalnya maka gambaran radiogram yang pertama-
tama dapat dilihat adalah pelebaran pada jaringan periodontinum
bagian apikal gigi tersebut.
Lesi yang terlihat di bagian apeks yang memberikan gambaran
berbeda ialah lesi periapikal akut dan lesi periapikal kronis.
1. Gambaran radiografi periapikal akut
Gambaran radiografi ini hanya terlihat berupa perubahan pada
jaringan periodontinum dengan adanya pelebaran jaringan
periodontinum pada apikal gigi tersebut.
2. Lesi periapikal kronis
Lesi periapikal kronis asalnya dari keadaan akut dan
menghasilkan gambaran radiografis yang jelas dank has. Lesi ini
mempunyai 3 basis gambaran radiografis dan gambaran ini
36
merupakan kondisi yang patologis : abses gigi yan kronis,
granuloma gigi, dan kista radikuler.
Gambar. 2.37 Lesi periapikal
(Whaites, 2002)
Hasil interpretasi tersebut dapat dipercaya 100% apabila dalam
menginterpretasikan dilakukan pemeriksaan yang lain. Kurang lebih
85% dari lesi pada tulang rahang terletak pada daerah periapikal dari
gigi. Lesi radiolusen ini merupakan kelompok yang penting pada
radiologi diagnosis dan apabila terdapat gambaran radiolusen di
bagian apical gigi, maka informasi yang penting adalah gigi tersebut
vital atau tidak.
Cara membedakan gambaran diagnostiknya diperlihatkan pada
table di bawah ini.
Gambaran diagnostic Diagnosis
Radiolusen pada apical gigi
yang nonvital
Granuloma gigi,
kista radikuler
dan abses
Radiolusen pada daerah
dimana ada bekas
pencabutan gigi
Kista residual
37
Radiolusen pada akar gigi
yang masih vital
Smentoma
stadium
Radiolusen pada apical gigi
dimana pernah dilakukan
perawatan endodontic
Kista radikuler
Rediolusen pada apical gigi
dimana dilakukan
pengisian salularan akarr
dan apeks reseksi
Jaringan parut
di daerah apical
Tabel 2.1 Gambaran diagnosis periapikal yang radiolusen
(Margono, 1998)
Gambaran radiolusen pada apical gigi yang nonvital
Apabila gigi yang diinterpretasikan adalah gigi nonvital,
interpretasi gigi tersebut kemungkinannya adalah granuloma,
kista radikuler, dan abses yang kronis. Dalam pemeriksaan
klinis abses dapat dengan mudah diinterpretasikan apabila
terlihat suatu fistula. Namun, gambaran radiologi granuloma,
kista radikuler, dan abses kronis agak susah dibedakan. Statistic
menunjukkan bahwa 48% kelainan yang terlihat radiolusen
adalah granuloma, 43% kista radikuler, dan 1,1% adalah abses
yang kronis.
Radiolusen pada tempat yang pernah dilakukan pencabutan
Radiolusen pada tempat bekas pencabutan, apabila pada
gigi tersebut terdapat kista radikuler dan perawatannya kurang
bersih maka radiolusen itu disebut kista residual. Apabila kista
tersebut mengalami infeksi sekunder, maka harus dilakuakan
enukliasi untuk menghilangkan kistanya.
Radiolusen pada apical gigi yang masih vital
38
Pada apikal gigi yang masih vital, radiolusen
diinterpretasikan sebagai sementoma stadium I. Sementoma
mempunyai 3 stadium :
1. Stadium I, gambarannya adalah radiolusen.
2. Stadium II, gambarannya adalah gambaran campuran antara
radiolusen dan radiopak.
3. Stadium III, gambarannya adalah radiopak.
Sementoma terjadi pada gigi anterior rahang bawah. Gigi
yang pada periapikalnya terdapat sementoma dianggap masih
vital dan pada radiogramnya kemungkinan tidak terlihat adanya
karies yang besar dan tambalan yang besar. Sementoma stadium
I harus dibedakan dengan kista traumatic yang gambaran
periapikalnya juga radiolusen.
Radiolusen pada gigi yang pernah dirawat endodontik
Apabila radiolusen muncul di daerah periapikal gigi yang
telah mengalami perawatan endodontic akan tetapi gambaran
radiolusen bertambah besar ukurannya, ada keluhan sakit,
terlihat adanya fistula, dan pada periode 6 bulan setelah
perawatan tidak ada tanda-tanda penyembuhan maka, keadaan
apical ini diinterpretasikan sebagai kista radikuler.
Lesi pada garis tengah maksila
Kelainan pada bagian ini biasanya berada di antara insisivus
lateral dan kaninus, ke arah papilla insisivum sepanjang garis
tengah dan berakhir pada palatum keras. Yang termasuk pada
kelainan ini adalah :
1. Kista nasoalveolar
Lokasi dari kista ini adalah pada vestibulum bagian atas dan
daerah kaninus. Biasanya gambarannya tidaklah hanya
radiolusen saja. Jadi untuk melakukan interpretasi yang benar
diperlukan aspirasi dan juga menyuntikkan media kontras ke
dalam kista tersebut. Gigi yang berada di sekitar kista ini
39
biasanya masih vital. Secara klinis dapat mengenai bibir dan
dasar hidung. Perawatannya dengan inisiasi.
Gambar. 2.38. Kista nasoalveolar
2. Kista globulomaksilaris
Kista ini sering terjad, diperkirakan 21% rediolusen yang
terjadi pada daerah garis tengah adalah kista ini. Lokasinya
adalah pada daerah antara insisivus lateral dan kaninus
rahang atas. Gigi tersebut masih vital dan secara klinis pada
perabaan akan teraba suatu masa yang lunak di daerah
tersebut. Gambaran radiografinya berupa suatu keadaan yang
berupa suatu keadaan yang radiolusen seperti buah pir dan
arena tekanan dari kista tersebut, maka akarnya akan
memancar.
Gambar. 2.39 Kista glabulomaksilaris
(Pasler, 1993)
40
3. Kista median alveolar
Kista ini sangat jarang terjadi dan kalau terjadi maka kista
inin lokasinya pada insisivus sentral atas. Giginya masih
vital.
Gambar. 2.40 Kista median alveolar
(Pasler, 1993)
4. Kista nasopalatina
Kista ini juga sering terjadi, diperkirakan 60% kista pada
garis tengah adalah kista ini. Lokasinya adalah di antara gigi-
gigi insisivus sentral. Bentuknya seperti hati yang radiolusen.
Bentuk yanhg seperti hati ini disebabkan oleh karena
superimpose dari spina nasalis yang meliputi kista tersebut.
Biasanya kista ini terlihat dengan teknik oklusal. Gigi-gigi
yang berada di sekitar kista masih vital.
5. Kista median palatine
Kurang lebih 9% dari radiolusen yang di garis tengah dari
maksila di bagian posterior dari insisivus di tengah palatum
yang keras adalah kista median palatine. Gigi di sekitarnya
masih vital dan perawatannya dalah dengan eksisi.
Lesi pada bagian dimana gigi tidak ada
Apabila gigi terutama gigi permanen hilang maka pada
daerah tersebut akan terlihat radiolusen, kemungkinan gambaran
radiolusen tersebut adalah :
1. Kista primodial
41
2. Ameloblastoma
Gambar. 2.41 Ameloblastoma
Jika ada kista primodial, akan tampak radiolusen pada
tempat dimana gigi tersebut mengalami kegagalan pada
pertumbuhannya. Gigi sekitar kista tersebut masih vital. Karena
pertumbuhan kista tersebut, maka kedua akar gigi yang ada
kistanya akan menyebar. Kista primodial terjadi di antara gigi
premolar satu dan premolar dua bawah atau pada premolar dua
dan molar satu bawah. Gambaran radiografi ameloblastoma
sangat sulit di diagnosis kecuali dengan biopsi. Perawatan kedua
kista ini adalah dengan eksisi.
Lesi sekitar korona gigi yang impaksi
Lesi di sekitar gigi yang impaksi kemungkinana kistanya
adalah :
1. Kista dentigerus
2. Kista erupsi
3. Fibroma odontogenik
Kista dentigerous dan fibroma odontogenik
Lebih dari 95% radiolusen sekitar gigi yang impaksi adalah
kista dentingerus dan fibroma odontogenik. Cara
membedakannya hanyalah dengan pembedahan. Kista
dentingerus berisi cairan kista sedangkan fibroma odontogenik
berisi masa yang solid, tapi dalam radiograf susah membedakan
antara keduanya. Dalam radiograf dapat dilihat bahwa ekspansi
dari kista dan fibroma tersebut menyebabkan kedua akar dari
42
gigi yang terkena memancar. Kadang-kadng pelat kortikal akan
hancur. Pada kista dentingerus ini impaksi giginya adalah
mesio-angular sampai horizontal. Perawatannya adalah dengan
odontektomi.
Kista erupsi
Kista ini biasanya terjadi pada gigi yang impaksinya adalah
vertical. Kista umumnya terletak di sekitar gigi yang impaksi
tersebut. Pada radiograf tidak terlihat tulang kortikalnya. Baik
kista dentingerus atau kista erupsi terjadi pada fase erupsi dari
gigi yang bersangkutan. Perawatan dari kista erupsi
tersebutadalah merusak dinding kista dan apabila tempatnya
cukup untuk erupsi dari gigi tersebut maka gigi akan erupsi
dengan sempurna. Kista dentingerous dan kista erupsi
mempunyai 3 tipe, yaitu :
1.Tipe lateral, dimana kistanya berada pada lateral gigi yang
impaksi tersebut.
2.Tipe sentral, dimana kistanya mengelilingi gigi yang impaksi
tersebut.
3.Tipe sirkumferensial, dimana kistanya mengelilingi korona
dari gigi yang impaksi tersebut.
2. Gambaran Radiografi pada Periapikal yang Radiopak
Gambaran radiopak pada periapikal ditemukan pada sekitar
tujuh persen kasus. Menginterpretasikan gambaran radiopak sama
susahnya dengan menintrepretasikan gambaran radiolusen pada
rahang, karena kemungkinan terjadinya superimpos, substansi tulang
juga terlihat radiopak dan juga bagian dari gigi berada di dalam
tulang.
Gambaran radiopak yang sering terjadi pada rahang dan
periapikal gigi dapat digolongkan sebagai berikut : sisa akar, Benda
asing, kondensing osteitis, torus, sementoma stadium II, kompon,
kompleks odontoma, hipersementosis, dan osteogeniksarkoma.
Contoh-contoh gambaran radiopak:
43
1. Sisa akar
gambaran radiogram sisa akar yang belum terinfeksi akan
terlihat, juga jaringan periodontium dan lamina dura.
2. Benda asing
Benda asing yang terlihat adalah
a) Partikel amalgam yang terlihat dalam soket gigi bekas
pencabutan
b) Guta perca yang tertinggal pada bagian apikal gigi sesudah
dilakukan pencabutan dimana akar gigi tersebut mengalami
resorbsi internal
c) Instrumen endodontik yang patah dan berada dalam saluran
akar. Patahnya instrumen endodontik ini terjadi apabila
dalam perawatan bekerjanya kurang hati-hati
3. Kondensing osteitis
Kondensing osteitis adalah kelainan radiopak yang sering
terjadi. Dalam radiogram terlihat radiopak yang jelas. Keadaan
ini mempengaruhi kepadatan tulang bagian trabekula dan
dentinnya. Kondensing osteitis merupakan kelainan yang
disebabkan trauma atau infeksi tulang yang kronis. Kelainan ini
sering terjadi pada periapikal premolar dan molar bawah. Pulpa
yang nekrosis dapat menimbulkan kondensing osteitis pada gigi
tersebut. Kelainan-kelainan yang perlu diperhatikan dan hampir
sama dengan kondensing osteitis adalah sisa akar,
hipersementosis, dan sementoma stadium III.
4. Torus
Torus merupakan gambaran radiopak pada regio premolar pada
rahang dan pada midline di bagian palatal pada rahang atas.
Gambaran torus dalam radiogram tampak lebih radiopak karena
pada bagian tersebut kepadatan tulang lebih padat dari tulang
sekitarnya. Torus ini perlu diperhatikan karena apabila torus
berada pada periapikal premolar, maka harus dapat dibedakan
44
dengan kelainan yang lainnya, supaya tidak melakukan
kesalahan pada perawatannya.
5. Sementoma stadium III (displasia semental periapikal)
Sementoma terjadi pada gigi anterior rahang bawah yang masih
vital dan lebih sering mengenai wanita. Sementoma biasanya
tidak menimbulkan simptom pada penderita sehingga tidak perlu
dilakukan perawatan.
6. Odontoma kompon dan kompleks
7. Odontoma termasuk tumor odontogenik. Pada radiogram terlihat
radiopak dan berisi email, dentin, serta pulpa seperti gigi biasa.
Odontoma kompon dan kompleks terdiri atas struktur yang
mirip gigi dan dapat 2 atau lebih dari struktur gigi. Kadang-
kadang gambarannya sangat radiopak karena kepadatannya yang
terdiri dari email. Untuk membedakan odontoma kompon dan
kompleks ialah dengan melihat daerah yang terlibat, apabila
yang terkena daerahnya lebih luas maka diinterpretasikan
sebagai odontoma kompleks. Odontoma kompon lebih sering
terjadi pada kaninus atas sedangkan odontoma kompleks lebih
sering pada premolar bawah.
8. Hipersementosis
Pada radiogram akan terlihat pembesaran pada apikal gigi.
Bentuk gigi seperti bola lampu. Pembesaran ini disebabkan oleh
karena gigi tersebut mengalami supraerupsi karena antagonisnya
hilang. Pembesaran bagian apikal ini disebabkan oleh produksi
semen yang berlebihan, penyebabnya adalah adanya peradangan
pada periapikal yang mempengaruhi semen. Biasanya gigi yang
terkena hipersementosis menunjukan jaringan peridontium dan
lamina dura yang jelas pada radiogram.
45
Gambar. 2.42 Hipersementosis
9. Osteogenik sarkoma
Dikenal juga osteosarkoma, merupakan salah satu tumor ganas
pada tulang rahang. Memiliki tanda yaitu perubahan letak gigi
sampai tanggalnya gigi geligi, terjadi ulserasi, sangat sakit dan
terjadi parastesia pada bagisan yang terkena. Gambaran
radiogramnya bervariasi dengan tanda yang pertama berupa
pelebaran jaringan peridontium dan terjadinya gambaran
radiolusen pada sekeliling apikal dari satu atau lebih gigi, tanpa
adanya karies. Gambaran radiografi pada fase yang lebih lanjut
adalah karakteristik disebut gambaran sunray atau gambaran
seperti sinar matahari.
3. Gambaran Radiografi pada Periapikal Gigi Campuran antara
Radiopak dan Radiolusen
Gambaran campuran ini dapat timbul melalui 3 jalan yaitu :
1. Lesi radiolusen seperti misalnya pada sementoma atau penyakit
paget’skemungkinan sel-sel menjadi matang dan menjadi masa
padat yang radiopak sehingga terbentuk massa gambaran
campuran
2. Lesi yang radiopak misalnya kondensing osteitis apabila terjadi
infeksi sekunder akan terbentuk pus didalamnya, yang kemudian
mengakibatkan kerusakan tulang akan mengakibatkan gambaran
campuran tersebut
46
3. Dari mulai terjadinya kelainan ini sudah merupakan gambaran
campuran. Lesi semacam ini jarang terjadi sebagai contoh
adalah : tumor odontogenik, ameloblastoma
Pada jurnal yang kami dapat dari http://search.ebscohost.com membahas
kasus tentang partial pulpotomy pada gigi molar permanen muda (belum erupsi
sempurna). Dijelaskan dalam jurnal tersebut, dari sejumlah penelitian pada 31
anak perempuan dan 13 anak laki-laki yang berusia sekitar 7 sampai 17 tahun.
Pada gigi molar permanen tersebut terdapat karies yang dalam sampai mengenai
dentin dan hampir mengenai tanduk pulpa, maka harus dilakukan partial
pulpotomy pada tanduk pulpa tersebut, untuk menghilangkan rasa sakit akibat
terbukanya pulpa. Pada perawatan pulpatomy sebenarnya dibutuhkan gambaran
radiografi untuk melihat perkembangan keadaan pulpa yang telah dilakukan
perawatan, maka dari itu pada kasus tersebut dilakukan pengambilan gambar
radiografi menggunakan teknik periapical dan beberapa teknik bite wing.
Pulpotomi adalah pengambilan seluruh atau sebagian pulpa koronal dan
meninggalkan pulpa disaluran akar dalam keadaan vital. Hal itu bertujuan untuk
menghilangkan jaringan pulpa yang terinflamasi dan terinfeksi pada bagian yang
terbuka, kemudian memberikan kesempatan pada jaringan pulpa yang vital pada
bagian akar supaya tetap sehat. Partial pulpotomy itu sendiri dilakukan untuk
penyembuhan pulpitis kronis yang terbatas pada bagian yang terpapar saja. Dalam
penelitian ini, Zilberman dan Eliyahu Mass menilai gambaran radiologis pulpa
dan daerah periapikal gigi molar permanen muda yang diperlukan dalam
melakukan partial pulpotomy sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dengan
baik. Indikasi dilakukannya pulpotomi adalah :
1. Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda – tanda gejala
peradangan pulpa dalam kamar pulpa.
2. Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur pulp
capping indirek yang kurang hati – hati, faktor mekanis selama preparasi
kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.
3. Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih dari
2/3 panjang akar gigi.
47
4. Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.
5. Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.
Sedangkan kontra indikasi dari dilakukannya pulpotomi adalah:
1. Rasa sakit spontan
2. Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.
3. Ada mobiliti yang patologik.
4. Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar
interna maupun eksterna.
5. Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi
sangat rendah.
6. Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa. (http://id.shvoong.com)
Penentuan jaringan pulpa yang sehat didasarkan pada pemeriksaan klinis
dan radiografi. Teknik radiografi yang digunakan pada kasus ini adalah bite wing
dan periapikal (periapikal). Dilakukannya pengambilan gambar radiografi
menggunakan teknik periapical karena pada teknik tersebut dapat melihat
keadaan bagian periapikal pada gigi molar permanen muda yang ditandai dengan
terbukanya bagian apeks (belum terbentuk sempurna). Selain itu, teknik periapikal
juga dapat melihat keadaan tanduk pulpa. Sebab pada teknik periapical tersebut,
hasil foto terlihat gambaran gigi individual secara utuh dari mahkota hingga
apeks. Seperti yang telah disebutkan di atas, indikasi melakukan radiografi pada
kasus ini adalah untuk mengavaluasi tingkat kesuksesan perawatan pulpatomy
tersebut. ( Zilberman, 1993). Selain periapikal radiografi, dilakukan juga bite wing
radiografi yang berfungsi untuk melihat indikasi karies proksimal dan kedalamaan
karies.
Gambar. 2.43 bite wing radiografi: gigi molar pertama bawah, terdapat karies pada
bagian mesial
48
Keberhasilan perawatan tersebut, dapat diamati dari pengambilan gambar
radiografi yang dilakukan berdasarkan indikasi klinis, seperti (Zilberman, 1993):
1. Abses dengan gejala klinis
Gejala klinis diantaranya tidak ada rasa sakit, tidak adanya
pembengkakan, dan pemeriksaan perkusi.
2. Tidak ada gambaran radiografis yang mendeteksi bagian
interradicular, periapical, dan intrapulpa pathologies
3. Aktivitas vital normal dari pulpa.
Selain itu, keberhasilan perawatan pulpotomi ditandai dengan terbentuknya
jembatan dentin (dentin tersier) pada permukaan pulpa yang dikuret dan
terjadinya apeksogenesis saluran akar tumbuh sempurna.
Gambar. 2. 44 gigi molar pertama kanan bawah terjadi apeksogenesis dan terlihat
gambaran dentin tersier (dentin bridge). Merupakan proses penyembuhan
Gambar. 2.45 gigi molar pertama kanan bawah memiliki tanduk pulpa mesial yang tinggi
dan terkena karies (kiri),keadaan gigi molar pertama kanan bawah enam puluh sembilan
bulan setalah pulpotomi (kanan)
Pemeriksaan klinis dan evaluasi radiografik dilakukan kepada empat puluh
sembilan molar permanen muda yang telah dilakukan perawatan pasca partial
49
pupotomy, karena terbukanya pulpa bagian tanduk pulpa akibat lesi karies yang
dalam. Radiografik yang dilakukan dalam kasus ini, bertujuan untuk
mengevaluasi perawatan 7 sampai 154 bulan setelah partial pulpotomy.
Radiografi periapikal termasuk dalam radiografi intraoral karena letaknya
film berada dalam mulut ketika pengambilan foto tersebut. Indikasi secara umum
untuk dilakukannya radiografi periapikal, diantaranya:
1. Untuk mengetahui adanya infeksi atau inflamasi pada apeks akar
2. Mengetahui status periodontal
3. Untuk mengetahui morfologi akar gigi yang akan di ekstraksi
4. Untuk mengetahui keberadaan benih gigi yang belum erupsi
5. Untuk melihat kerusakan pada tulang alveolar pasca trauma
6. Mengevaluasi setelah melakukan implan
7. Perencanaan perawatan dan evaluasi perawatan pada endodontik
8. Untuk mengevaluasi lesi pada periapikal disekitar tulang alveolar
9. Mengetahui keadaan jaringan pulpa
Dijelaskan dalam jurnal, kriteria dilakukannya pemeriksaan radiografi
adalah keadaan pulpa normal (termasuk keadaan perubahan fisiologi dan radiologi
dalam kamar pulpa dan canal pulpa), kalsifikasi pulpa, dan apeksogenesis pada
gigi yang immatur tersebut.
50
BAB III
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Periapikal merupakan suatu teknik radiologi intraoral, biasanya
digunakan untuk memberikan gambaran dua sampai empat gigi dan
memberikan gambaran detail bagian dari gigi seperti mahkota, dentin, pulpa,
bagian apex dan tulang alveolar gigi. Biasanya teknik periapikal ini
digunakan untuk indikasi seperti peradangan , status pada periodontal, setelah
trauma pada gigi terkait dan tulang alveolar, penilaian letak erupsi gigi,
penilaian morfologi gigi sebelum ekstrasi, mengetahui benih gigi yang belum
erupsi, mengevaluasi setelah melakukan implan, perencanaan perawatan dan
evaluasi pada perawatan endodontik, mengevaluasi lesi pada periapikal di
sekitar tulang alveolar, mengetahui keadaan jaringan pulpa.
Teknik periapikal pada kasus ini dapat digunakan untuk mengevaluasi
pulpotomi. Hasil gambaran periapikal memperlihatkan gambaran mahkota
gigi hingga apeks, sehingga pulpa yang telah dilakukan perawatan dapat
dievaluasi dengan baik.
4.2. Kritik dan saran
Teknik radiografi periapikal sendiri sebenarnya mempunyai beberapa
kelemahan. Pada teknik tersebut gambaran yang dihasilkan tidak cukup dekat
untuk mendeteksi kalsifikasi tanduk pulpa. Jadi, perlu diperlukan teknik
radiolgrafi yang lain yaitu bite wing sehingga pengamatan terhadap kalsifikasi
tanduk pulpa yang telah dilakukan pulpatomi dapat diamati secara jelas.
51