makalah bs abadi
DESCRIPTION
bsTRANSCRIPT
MAKALAH
MYELOPATHY & RADYCULOPATHY
Pembimbing:
dr. Ahmad Brata
Disusun oleh:
Benjamin Sihite 100100072
Meutia Ayudila 100100154
Dian Maulisa Fitriani 100100250
Irwin Lamtota 100100325
Andrio Gultom 100100337
DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai Myelopathy dan
Radyculopathy. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Bedah Saraf Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Ahmad Brata atas kesediaan beliau sebagai pembimbing dalam makalah
ini. Besar harapan, melalui makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai
Myelopathy dan Radyculopathy semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik dari
segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Atas
bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis
ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan.
Medan, Agustus 2015
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1.........................................................................................................Latar Belakang
................................................................................................................................1
1.2.......................................................................................................................Tujuan
................................................................................................................................2
1.3.....................................................................................................................Manfaat
................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 3
2.1.
2.2.
BAB III KESIMPULAN.............................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 64
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Myelopathy merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh
adanya lesi komplit atau inkomplit. Myelophati seringkali disebabkan kompresi medulla
spinalis akibat penyakit-penyakit degeneratif pada tulang belakang, tetapi tumor maupun
massa juga dapat menyebabkan myelopathy. Tumor-tumor intraspinal dapat berasal dari
substansi medulla spinalis itu sendiri (intrameduler) atau menekan medulla spinalis dari luar
(ekstrameduler). Tumor ekstrameduler dapat berada di dalam dura (intradural) atau di luar
dura (ekstradural). Walaupun perjalanan penyakit dapat memberikan petunjuk diagnostik
patologis suatu tumor, massa tumor seringkali menimbulkan kompresi yang memberikan
gejala myelopathy.
Tumor medulla spinalis pervalensinya lebih sedikit dibandingkan tumor intrakranial,
dengan rasio 1:4. Sedangkan tumor primer di medulla spinalis sangat jarang, insidensinya
hanya 1,3 per 100000 populasi. Terutama ditemukan pada dewasa muda atau usia
pertengahan dan jarang pada usia anak atau usia tua. Berbeda dengan tumor intrakranial,
umumnya tumor spinal adalah jinak dan gejala yang timbul teruatama akibat efek penekanan
pada medulla spinalis bukan akibat invasi tumornya. Oleh karena itu sebagian tumor
intraspinal dapat dilakukan tindakan eksisi sehingga deteksi dini adanya tumor dapat
mencegah defisit neurologis yang lebih berat.
Radyculopathy merupakan keadaan terjadinya gangguan pada radiks/serabut saraf,
yang sesuai dengan distribusi serabut sarafnya dan menyebabkan nyeri radikuler, dapat
disertai dengan paresthesia dan rasa raba yang berkurang, gangguan motorik (kram, atropi
twiching dan refleks fisiologi yang menurun) serta nyeri pada vertebra.
Radyculopathy dapat terjadi pada semua bagian radiks medula spinalis dan yang
banyak dilaporkan adalah ruptur/herniasi pada diskus intervertebralis pada segemen
cervikalis atau lumbalis, sedang pada segmen/radiks thorakalis jarang yang dilaporkan.
Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya radyculopathy terutama pada
segmen/radiks thorakalis, antara lain tumor medula spinalis, ruptur/herniasi diskus
thorakalis, arakhnoiditis, trauma, spondilitis, radiokulopati diabetika thorakis, herpes zoster.
1
Manifestasi klinik dari radyculopathy thorakalis sering terdiagnosa penyakit pulmonal atau
abdominal, sehingga penting mengetahui gejala dan perjalan penyakitnya.
1.2 Tujuan
1. Memahami definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
penatalaksanaan, serta prognosis myelopathy dan radyculopathy.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Departeman Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca
khususnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai myelopathy
dan radyculopathy.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MYELOPATHY
2.1.1. DEFINISI
Merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi
komplit atau inkomplit.
Myelopathy adalah istilah yang berarti bahwa ada sesuatu yang salah dengan saraf
tulang belakang itu sendiri. Ini biasanya merupakan tahap berikutnya penyakit tulang
belakang leher, dan sering pertama terdeteksi sebagai kesulitan berjalan karena kelemahan
umum atau masalah dengan keseimbangan dan koordinasi.
2.1.2. ETIOLOGI
1. Vaskuler
2. Obat-obatan
3. Radiasi
4. Degenerasi
5. Demienilisasi
6. Trauma
7. Tumor
2.1.3. KLASIFIKASI
Tingkatan Myelopathy berdasarkan Nurick
System Nurick myelopathy grade dari 0-5, dengan 5 menjadi yang paling berat.perubahan
karakteristik terjadi pada masing- masing tingkatan sebagai berikut:
– Grade 0: signs and symptoms of root involvement but without evidence of spinal cord
disease.
– Grade 1: signs of spinal cord disease but no difficulty in walking.
– Grade 2: slight difficulty in walking but does not prevent full-time employment.
3
– Grade 3: severe difficulty in walking that requires assistance and prevents full-time
employment and avocation.
– Grade 4: ability to walk only with assistance or with the aid of a frame.
– Grade 5: chairbound or bedridden.
Myelopathy Dengan Skala klasifikasi Frankel
– Grade A: complete motor and sensory involvement.
– Grade B: complete motor involvement, some sensory sparing including sacral sparing.
– Grade C: functionally useless motor sparing.
– Grade D: functional motor sparing.
– Grade E: no neurologic involvement.
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan
ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi
Tabel. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet
Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet
Motorik Hilang di bawah lesi Sering (+)
Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+)
Propioseptik(joint position, vibrasi) Hilang di bawah lesi Sering (+)
Sacral sparing negatif positif
Ro. Vertebra Sering fraktur, luksasi,
atau listesis
Sering normal
MRI (Ramon, 1997, data 55 pasien
cedera medula spinalis; 28 komplet,
27 inkomplet)
Hemoragi (54%),
Kompresi (25%),
Kontusi (11%)
Edema (62%),
Kontusi (26%),
normal (15%)
4
Pemeriksaan Tabel 3. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal
Otot (asal inervasi) Fungsi
M. deltoideus dan biceps brachii (C5) Abduksi bahu dan fleksi siku
M. extensor carpi radialis longus dan
brevis (C6)
Ekstensi pergelangan tangan
M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan
M. flexor digitorum superfisialis dan
profunda (C8)
Fleksi jari-jari tangan
M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan
M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul
M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut
M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi kaki
M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki
M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki
Sensoris Dermatom
5
Tabel 2. Komparasi Karakteristik Klinik Sindrom Cedera Medula Spinali
Karakteristik
Klinik
Central Cord
Syndrome
Anterior Cord
Syndrome
Brown Sequard
Syndrome
Posterior Cord
Syndrome
Kejadian Sering Jarang Jarang Sangat Jarang
Biomekanika Hiperekstensi Hiperfleksi Penetrasi Hiperekstensi
Motorik Gangguan
bervariasi ;
jarang paralisis
komplet
Sering paralisis
komplet(ggn
tractus
desenden);
biasanya
bilateral
Kelemahan
anggota
gerak ipsilateral
lesi; ggn traktus
desenden (+)
Gangguan
bervariasi,
ggn tractus
descenden
ringan
Protopatik
Gangguan
bervariasi
tidak khas
Sering hilang
total(ggn tractus
ascenden);bilateral
Sering hilang
total (ggn tractus
ascenden)
Kontralateral
Gangguan
bervariasi
biasanya
ringan
Propioseptik Jarang sekali
terganggu
Biasanya utuh Hilang total
ipsilateral; ggn
tractus ascenden
Terganggu
6
Perbaikan Sering nyata
dan
cepat; khas
kelemahan
tangan dan jari
menetap
Paling buruk
diantara
Lainnya
Fungsi buruk,
namun
independensi
paling
Baik
NA
2.1.4. PATOFISIOLOGI
Trauma Medula Spinalis
Proses trauma pada medula spinalis dapat melalui :
- Dari dorsal mendorong vertebra ke ventral ® kerusakan fokal pada vertebra ( fraktur
kolumna vertebra )
- Kranio kaudal
- Fraktur kompresi torako-lumbal (jatuh duduk)
- Fleksi / ekstensi yang hebat (terutama didaerah cervical)
- Kerusakan lamina dan ligamen disekitar vertebra
- Edema medula spinalis dan gangguan sirkulasi setelah trauma
Manifestasi Klinik
Komosio
- Gangguan fisiologis saja
- Sembuh sempurna beberapa jam/hari
Kontusio
- Gangguan fisiologis disertai keruskan anatomik
- Gangguan sensibilitas (+), gangguan motorik (-)
- Nyeri segmental (++)
Perdarahan epidural/subdural/hematomieli
- Hilangnya fungsi medula spinalis ® flaccid
- Gambaran khas hematomieli (perdarahan substansia Grisea) :
- Paralisis flaccid & atrofi otot ® setinggi lesi
7
- Paresis spastik, sensasi nyeri & suhu ® dibawah lesi
Lesi Transversa komplit
- Lesi tractus piramidalis
- Paraplegi ® awal flaccid ® spastik
- Pada fase akut : arefleksia
- Gangguan sensibilitas dibawah lesi
- Pada perbatasan lesi terdapat hiperpati
- Gangguan pada semua kualitas sensibilitas
- Gangguan SSO dibawah lesi
- Bladder, rectum
- Spinal Syok
- Refleks pada segmen bawah lesi (-)
- Dalam 3-6 minggu menghilang
Lesi Transversa inkomplit Brown Sequard Syndrome
- Kelumpuhan LMN ipsilateral® setinggi lesi
- Gangguan sensibilitas raba, diperbatasan terdapat hiperpati, pada sisi ipsilateral setinggi lesi
- Sisi kontralateral terdapat gangguan tractus spinotalamikus lateralis : gangguan sensibilitas
suhu dan nyeri
- Sisi homolateral terdapatgangguan tractus kortokpspinalis (motoris) adalah kelainan UMN
ipsilateral dibawah lesi.
Terapi
Prinsip :
- Imobilisasi dan diagnosa secara dini
- Stabilisasi tulang yang trauma ( cervical collar )
- Pencegahan progresivitas kerusakan
- Rehabilitasi dini
Operasi bila :
- Traksi dan manipulasi gagal
8
- Fraktur servikal dan lesi medula spinalis
- Trauma akut dan terjadi blok
- Bila permulaan baik setelah beberapa hari keadaan menjadi buruk.
- Tumor Medula Spinalis
- Berdasarkan lokasinya :
- Tumor intrameduller : 14% (ependimoma, glioma)
- Tumor intradural-ekstrameduller :
- Extradural : 10% (sarcoma/ca vertebrae, fibroma, lipoma, neurimoma, metastasis Ca, TBC)
- Intradural : 65% (meningioma, neurinoma, ependimoma, neurofibroma)
- Tumor intravertebral : 5% (metastase Ca vertebrae, osteoma)
- Tumor ekstraspinal : 1%
(sarcoma, ganglioneuromata)
Gejala klinis :
- Nyeri
- Nyeri radikuler (paling sering) ® terjadi proses di luar mielum, penekanan tulang (linu
tanpa lokalisasi yang jelas)
- Parestesi sesuai dengan distribusi radiks (ex : tu. extradural, tu. intradural-extramedular)
- Kelemahan otot (gangguan pada traktus piramidalis)
- Gangguan miksi & impotensi (pada tumor cauda)
Beda Klinis Tumor Intramedular & Extramedular
Klinis Tergantung letak lesi :
- Pemeriksaan likuor :
Jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat, ditemukan sel penyebab (coccus,TPHA)
Diagnosa banding
- Defisiensi B12
- Siringomielia
- ALS
Terapi
- Simptomatik
9
- Terapi sesuai penyebab
Meningioma Spinalis
- Banyak pada orang tua
- Sering tumbuh di regio thorax & hampir selalu intradural
- Jinak
- Pertumbuhan lambat sehingga gejala timbul lambat, myelographi : tidak khas
dapat diambil secara legkap dengan operasi
Poliomyelitis (Acute Anterior Poliomyelitis)
- Adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan mengakibatkan
keruskana pada sel motorik kornu anterior batang otak dan area motoik korteks serebri.
- Etiologi : virus polio RNA golongan enterovirus
- Patogenesis ( inkubasi 4-17 hari), masuk lewat oral-fekal ® orofaring ® multiphroasi di
payer path/tonsil ® retrogard, lewat saraf tepi
Penatalaksanaan :
- Bedrest : aktivitas dapat meningkatkan paralisis
- Simptomatik
- Fisioterapi : 2 hari setelah demam menurun
Diagnosa Banding : GBS
- Lesi simetris
- Sub akut
- Menyerang otot – otot proksimal
Mielitis Acute Transversa
- Usia 10-20tahun / > 40tahun
Etiologi :
- Pasca infeksi/para infeksi (varicella, variola, mumps)
- Pasca vaksinasi (DPT, Polio, anti rabies)
- Proses degeneratif
- AIDS
10
Gejala :
- Demam mendadak
- Nyeri kepala
- Gangguan sensibilitas (nyeri & raba) yang tidak komplit, batas tidak tajam. Awalnya
parestesis tungkai
- Gangguan motorik : awalnya flaccid ® spastik
- Gangguan otonom : gangguan miksi
- Memburuk dalam 24 jam dan menjadi transverse lession
- Sering mengenai thorakal T2 – T6
- Autoimun
ALS (Amyotropic Lateral Sclerosis)
- Adalah Penyakit degeneratif pada motor neuron (UMN & LMN) di tractus kortikospinalis,
batang Otak dan medula spinalis
Pembagian :
- Progressive Muscular Atrophy
- Gangguan kornu anterior
- Duchene
- Gangguan kornu anterior + tractus piramidalis
- Charcot
- Gangguan kornu anterior + tractus piramidalis + medula oblongata
- Defisiensi Nutrisi
Subacute Combined Degeneration
Etiologi
- Defisiensi Vitamin B12 ® anemia pernisiosa
- -mengganggu kolumna posterior ® tractus kortikospinalis
Gejala :
- Kesemutan di tangan dan tungkai
11
- “Deep Sensibility” : jika jalan, telapak terasa tebal
- Gait terganggu
- Motorik : parese spastik
- Otonom : impotensia, gangguan bladder
- Kadang gangguan mental
- Kongenital
Siringomielia
- Adalah penyakit dimana terjadi pembentukan Kiste
disekitar kanalis sentralis mielum. Disekitar kiste
terjadi proliferasi jaringan glia.
Etiologi :
- Kelainan kongenital ® kanalis sentralis tidak menutup ® tumbuh glia ® kiste
2.1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan laboratorium darah
• Pemeriksaan radiologis.
– Dianjurkan melakukan pemeriksaan posisi standar (anteroposterior, lateral)
untuk vertebra servikal, dan posisi ap dan lateral untuk vertebra thorakal dan
lumbal.
• Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan
lanjutan dengan ct scan dan mri sangat dianjurkan. Magnetic resonance imaging
merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis
akibat cedera/trauma
2.1.6. TATALAKSANA
12
• Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula spinalis
komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal.
• Namun demikian penggunaannya sebagai terapi utama cedera medula spinalis
traumatika masih dikritisi banyak pihak dan belum digunakan sebagai standar terapi
• Kajian oleh Braken dalam Cochrane Library menunjukkan bahwa metilprednisolon
dosis tinggi merupakan satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada
uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula
spinalis traumatika.
• Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera
medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini
dikerjakan seawal mungkin.
• Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of Movement)
dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada.
• Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam
pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk.
• Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik.
Apabila fungsi sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali
berjalan adalah lebih dari 50%
• Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera
medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health
di Amerika serikat.
• Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi
ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities
of daily living (ADL).
• Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program rehabilitasi
yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan gangguan
13
kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai status
fungsional pada penderita cedera medula spinalis
2.1.7. PROGNOSIS
• Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan
hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal.
Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab
kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia,
septikemia, dan gagal ginjal
• Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis traumatik
(37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien
dengan cedera medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan motorik,
sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan pertama.
2.2. RADYCULOPATHY
2.2.1. Definisi
Radyculopathy adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
14
Gambar 2. Struktur Medulla Spinalis
Gambar 3. Dermatom
15
Hal ini berguna untuk mengingat bahwa :
- Struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal
- Belakang kepala, servikal ke-2
- Leher, servikal ke-3
- Area diatas pundak, servikal ke-4
- Area deltoid, servikal ke-5
- Lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6
- Telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7
- Jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan torakik ke-
1
- Puting, torakik ke-5
- Umbilicus, torakik ke-10
- Selangkangan, lumbal ke-1
- Sisi medial lutut, lumbal ke-3
- Jari kaki besar, lumbal ke-5
- Jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1
- Belakang paha, sakrum ke-2
- Area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5
2.2.2. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radyculopathy, yaitu proses kompresif,
proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya proses
patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radyculopathy
adalah :
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
16
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis
i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberkulosis
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radyculopathy adalah :
a. Guillain–Barré syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radyculopathy adalah
Diabetes Mellitus.
2.2.3. Tipe-tipe Radyculopathy
1. Radyculopathy Lumbal
Radyculopathy lumbal merupakan bentuk radyculopathy pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radyculopathy lumbar sering
juga disebut siatika. Pada radyculopathy lumbar, keluhan nyeri punggung bawah (low back
pain) sering didapatkan.
2. Radyculopathy Servikal
Radyculopathy servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan
kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radyculopathy servikal
seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radyculopathy Torakal
Radyculopathy torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada daerah
17
lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan sakit pada
spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes
zoster.
2.2.4. Patofisiologi
1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering
terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk menahan
bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar
dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti
pada masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau
ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior,
medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.
Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks. Protusi
diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan riwayat trauma
sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit.
Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi
penebalan dari ligamentum flavum.
Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra
lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk “trefoil
axial shape”. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis
kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.
Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan
degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.
a. Herniated Nnucleus Pulposus (HNP) atau Herniasi Diskus
Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed atau
protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri tungkai berulang.
Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu waktu mengalami perubahan
menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi. HNP kebanyakan terjadi
18
diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi pada L4-L5, L3-L4, L2-L3, L1-L2, dan vertebra
torakal. Frekuensi yang sering juga terjadi pada vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebabnya
biasanya ialah trauma fleksi, tetapi pada beberapa kasus bias juga tanpa adanya trauma.
Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi diskus intervertebralis, yang mana
meningkat sesuai dengan peningkatan umur, dapat mengenai daerah servikal dan lumbal
pada penderita yang sama.
Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian tersering ialah
pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki
dua kali lipat kemungkinan untuk menderita HNP dibandingkan wanita. Nukleus pulposus
yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya terjadi pada satu sisi
dorsolateral atau sisi lainnya (terkadang pada bagian dorsomedial) akan menyebabkan
penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.
b. Dislokasi Traumatik
Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan menimbulkan
nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan penyempitan foramen
intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang berdekatan mengalami iritasi dan kompresi
di dalam kanalnya dengan gejala-gejala radikuler.
c. Fraktur Kompresif
Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau
penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
akan menimbulkan defisit neurologi.
d. Skoliosis
Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri
punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan torakolumbal.
Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada sendi faset lengkungan itu
sendiri.
e. Tumor Medulla Spinalis
Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda ekuina.
Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim yang
19
terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya lambat, hanya
sebagian kecil yang berasal dari konus, sebagian besarnya ialah berasal dari filum terminale
yang kemudian mengenai radiks saraf.
Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering ditemukan yang
terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan schwannoma. Schwannoma merupakan
tumor ekstramedular intradural dan dapat muncul dari saraf spinal pada setiap level.
Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri radikuler.
Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar.
f. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil
metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid, ginjal,
lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40 tahun. Dapat
menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan tumor
osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat berasal dari
kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut menyebabkan destruksi
tulang dengan akibat “wedge shape” atau kolaps pada vertebra yang terkena, satu atau
beberapa radiks akan ikut terlibat.
g. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri dari
dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah dari annulus fibrosus.
Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus
vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan rongga intervertebra,
sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra,
yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit.
20
Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat
timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan
gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari korpus
vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada daerah
lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom kauda ekuina dengan
paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta hilangnya kontrol sfingter. Sindrom
pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi dimana pasien mengeluh nyeri
pinggang dan tungkai saat berdiri atau berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.
h. Spondilolitesis dan Spondilolisis
Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra terhadap
korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada spondilolisis, yaitu suatu
kondisi dimana bagian posterior unit vertebra menjadi terpisah, menyebabkan hilangnya
kontinuitas antara prosesus artikularis superior dan inferior. Spondilolistesis diduga
disebabkan oleh fraktur arkus neural segera setelah lahir, walaupun ini jarang simtomatis
sampai dewasa; usia rata-rata pasien yang mencari pengobatan adalah 35 tahun. Lokasi yang
paling sering dari keterlibatan adalah L5, yang mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang
lebih jarang ialah terjadi akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini biasanya meliputi
L5 atau L4.
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia yang
lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan ekstensi. Tetapi, nyeri
dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat kompresi radiks saraf kurang
sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina dapat terkena kompresi.
i. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin terjadi
secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi sendi faset, atau
ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga menekan saraf yang
mengandung beberapa radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena
kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik. Kebanyakan
kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
21
2. Proses Kompresif pada Torakal dan Lumbal Spinalis
Spondilitis Tuberkulosa
Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra yang
sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering terinfeksi
dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri radikuler yang dikenal
sebagai nyeri interkostalis.
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadinya fase hematogen atau
reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan
penyebaran berlangsung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam
korpus vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam korpus, arteri ini
berakhir sebagai “end artery” (tanpa anastomosis), sehingga perluasan infeksi korpus
vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan
peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena
dari korpus keluar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomosis dengan vena dasar
otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde yang dapat terjadi
akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil menyebar
dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar
sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang
berdekatan. Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi sehingga
pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan pada bentuk
paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi, dan nekrosis diskus. Pada bentuk anterior,
terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior sehingga korpus vertebra menjadi bentuk baji
dan pada pasien terlihat adanya “gibbus formation” apabila proses ini telah berjalan lama.
Gangguan neurologis yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan oleh pus,
perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang muncul. Nyeri
dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri menjalar sesuai saraf yang
terkena.
22
3. Proses Kompresif pada Servikal
a. Spondilosis Servikal
Seiring dengan bertambahnya usia terjadi pula perubahan degeneratif pada tulang
punggung, seperti dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus, serta penonjolan annulus fibrosus
ke segala arah. Annulus menjadi kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir
korpus vertebral seperti osteofit, dengan penyempitan rongga intervertebral. Dapat mengenai
satu atau beberapa radiks, unilateral atau bilateral, namun keluhannya tidak sehebat herniasi
diskus.
b. Herniated nucleus pulposus (HNP)
Mekanisme herniasi diskus di servikal sama seperti pada bagian lumbal. Namun
insidensinya 15 kali lebih jarang dibandingkan HNP di daerah lumbar. Nyeri yang terasa
menjalar sepanjang lengan, yang dinamakan brakialgia, akibat lesi iritatif di radiks posterior
C4-T1.
c. Proses Inflamasi
1. Guillain – Barré syndrome
Guillain-Barré syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang mana
menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari kelainan ini derajatnya
bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan pada kedua tungkai kaki. Dalam
banyak kasus kelemahan simetris dan sensasi abnormal menyebar ke lengan dan tubuh
bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas sampai otot-otot tertentu tidak dapat
digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir mengalami lumpuh total. Dalam
kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan, berpotensi mengganggu pernapasan dan
pada saat yang bersamaan, dengan gangguan tekanan darah atau denyut jantung, dapat
dianggap sebagai kegawatdaruratan medis. Pasien GBS sering memakai ventilator untuk
membantu pernapasan dan diawasi dengan ketat untuk masalah seperti detak jantung yang
tidak normal, infeksi, pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau rendah.
Guillain-Barré dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada usia
berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan tersebut. Sindrom
ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam 100.000 populasi.
23
Biasanya Guillain-Barré terjadi beberapa hari atau minggu setelah pasien memiliki gejala
infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang operasi akan memicu sindrom.
Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat meningkatkan risiko GBS.
Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang selama
beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap kelemahan
terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala yang dapat timbul
pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa
terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah.
Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari luar
ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang bervariasi. Pada pasien GBS parah,
kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan melemahkan otot-otot pernapasan sehingga
diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien dapat
bertambah parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat berkurangnya
kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan saluran pernapasan. Kematian
umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan.
Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya sel-sel dari
sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme yang masuk tubuh
atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh mulai
menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson dari saraf perifer, atau bahkan
menyerang akson itu sendiri.
Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer “yang injuri atau rusak”, saraf
tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai kehilangan
kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus dilakukan melalui
jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit dari seluruh tubuh, yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur, panas, nyeri, dan sensasi lainnya.
Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang tidak tepat yang mengakibatkan
kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri. Karena sinyal menuju dan dari lengan serta
kaki harus melakukan perjalanan jarak terpanjang mereka yang paling rentan terhadap
24
gangguan, sehingga kelemahan otot dan sensasi kesemutan biasanya pertama kali muncul di
tangan dan kaki kemudian mulai dirasakan kebagian atas tubuh.
Ketika Guillain-Barré didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka kemungkinan
virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf sehingga sistem
kekebalan tubuh memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini juga memungkinkan
bahwa virus membuat sistem kekebalan tubuh menjadi kurang mengenali sel myelin dan
akson sebagai sel tubuhnya sendiri , yang memungkinkan beberapa sel-sel kekebalan, seperti
beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang
tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B untuk memproduksi antibodi terhadap
komponen selubung mielin dan dapat berkontribusi pada kerusakan myelin.
2. Herpes Zoster
Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia vertebra
posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel virus yang menetap
dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode awal varicella. Hal ini
menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik kutaneus sepanjang dermatom sensoris
yang sesuai dari ganglia yang terlibat. Jarang melibatkan sel kornu anterior dan posterior,
leptomeninges, dan saraf perifer, jarang dengan adanya kelemahan otot atau kelumpuhan,
pleocytosis (terdapat 20-50 limfosit) cairan spinal, dan / atau kehilangan sensori. Jarang
terjadi myelitis, meningitis, atau ensefalitis, keterlibatan visceral mungkin juga terjadi.
3. Proses Degeneratif
a. Penyakit Diabetes Mellitus
Pasien DM merupakan predisposisi dari berbagai macam gangguan saraf perifer
berupa “peripheral neuropathy” yang cenderung progresif dan ireversibel. Keluhan pada
pasien DM terutama ialah polineuropati distal sensoris yang simetris.
Mekanisme biokimia yang berkontribusi penting dalam perkembangan bentuk-bentuk
simetris paling umum dari polineuropati diabetes kemungkin besar meliputi jalur poliol,
produk akhir glikasi lanjut, dan stres oksidatif.
Gejala Neuropati Diabetik adalah:
a. Gejala Sensoris
25
Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi stoking-
dan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas distal. Gejala sensorik
mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala sensorik negatif termasuk baal atau
mati rasa, yang mana pasien dapat menggambarkannya seperti mengenakan sarung tangan
atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama dengan mata tertutup, dan luka tanpa
rasa sakit akibat hilangnya sensasi yang umum. Gejala positif dapat digambarkan sebagai
rasa terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk, kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik, sakit,
adanya keketatan, atau hipersensitivitas terhadap sentuhan.
b. Gejala Motorik
Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa kelemahan
yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi gangguan koordinasi
halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu. Kaki sering terpeleset
atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal dari kelemahan kaki. Gejala
kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi kesulitan menaiki atau meuruni tangga,
atau sulit bangun dari posisi duduk atau terlentang. Sedangkan gejala kelemahan anggota
gerak atas proksimal ialah kesulitan dalam mengangkat lengan atas.
2.2.5. Manifestasi Klinik Radyculopathy
Secara umum, manifestasi klinis radyculopathy adalah sebagai berikut :
a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat
tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau
bahkan menghilang
26
Gejala radyculopathy tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai, dinamakan iskialgia,
karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus dan lanjutannya ke perifer.
Radyculopathy setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih rigid daripada
segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radyculopathy setinggi segmen torakal, maka
akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
1. Manifestasi Klinis Radyculopathy pada Daerah Servikal
a. Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
b. Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan pada
lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala tersebut, penderita seringkali
mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala.
c. Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius, berkurangnya
sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi otot deltoid. Lesi
ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi dan eksorotasi
lengan.
d. Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar
hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian
lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya refleks
biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
e. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri bahu, area pektoralis dan medial aksila,
posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan ke-3, atau
seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2, ke-3, dan juga jari
pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan otot pektoralis.
f. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah. Lesi
ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-4 dan 5
(seperti pada gangguan nervus ulnaris).
27
Gambar 4. Representatif dermatom saraf cervical
2. Manifestasi Klinis Radyculopathy pada Daerah Lumbal
a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha, betis,
dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers (seperti : batuk,
bersin, atau mengedan saat defekasi).
b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita
sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya
dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang
berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang
sehat, meletakkan tangannya di punggung, menekuk tungkai yang terkena
(Minor’s Sign). Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita
merasa nyaman dengan berbaring terlentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut,
serta bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor
intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
28
Gambar 5. Minor’s Sign
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis
torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang
sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untuk
menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat,
pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada
jari kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga
memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke depan, berjalan dengan langkah
kecil dan semifleksi sendi lutut, disebut Neri’s Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan
bukti keterlibatan radiks S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus iskiadikus.
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang
terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang unilateral.
Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan gejala pada
kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar.
29
Gambar 6. Dermatom Saraf Lumbal
30
2.2.6. Diagnosis
A. Anamnesis Riwayat Penyakit
a. Radyculopathy Servikal
Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis dari radyculopathy servikal. Pemeriksa harus mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal), kelemahan
otot), dan lokasi dari gejala?
Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat nyeri
yang dirasakan oleh pasien.
Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan suatu
tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.
b. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau meringankan
gejalanya? Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis maupun
dalam penatalaksanaannya.
c. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya, kapan terjadinya,
seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang dilakukan pada saat itu?
d. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya atau nyeri
leher yang terlokalisir?
e. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal, seperti
perubahan gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih, atau perubahan
sensoris atau kelemahan pada ekstremitas bawah?Apa pengobatan sebelumnya
yang telah dicoba oleh pasien (baik berupa resep dokter atau mengobati sendiri):
• Penggunaan dari es dan/atau penghangat
• Obat-obatan (seperti : acetaminophen, aspirin, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs [NSAIDs])
• Terapi fisik, traksi, atau manipulasi
• Suntikan
• Operasi
31
f. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien, pekerjaan,
dan penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol.
g. Kekhasan pasien dengan radyculopathy servikal ialah datang dengan mengeluh
adanya ketidaknyamanan pada leher dan lengan. Ketidaknyamanan tersebut dapat
berupa sakit tumpul sampai nyeri hebat seperti rasa terbakar. Biasanya, nyerinya
ini menjalar menuju batas medial skapula, dan keluhan utama pasien ialah nyeri
bahu. Ketika radyculopathynya sedang berlangsung, nyeri tersebut menjalar
menuju lengan atas atau bawah dan menuju tangan, sepanjang distribusi sensori
dari radiks saraf yang terlibat.
h. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher sebelumnya atau
membeitahukan riwayat memiliki radang sendi tulang servikal atau leher.
i. Herniasi diskus akut dan penyempitan tiba-tiba foramen saraf juga dapat terjadi
pada cedera yang melibatkan ekstensi servikal, lateral bending, atau rotasi dan
pembebanan aksial. Pasien-pasien mengeluh peningkatan rasa sakit dengan posisi
leher yang menyebabkan penyempitan foraminal (misalnya, ekstensi, lateral
bending, atau rotasi menuju sisi yang bergejala).
j. Banyak pasien yang menceritakan bahwa mereka dapat mengurangi gejala
radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan menempatkan tangannya
dibelakang kepala. Manuver ini diduga untuk meringankan gejala dengan
mengurangi ketegangan pada radiks saraf.
k. Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang dermatom radiks
saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa (baal), atau hilangnya
sensasi.
l. Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian kecil pasien
akan datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit yang signifikan atau
keluhan sensorik.
b. Radyculopathy Lumbal
1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radyculopathy lumbosakral sering tiba-tiba
dan berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan nyeri
punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada kaki mulai
terasa.
32
2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari
bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju pergelangan
kaki atau kaki.
3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan postur
tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk atau
berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan.
4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa
terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.
5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu, indikator
kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa manajemen).
Red flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit yang memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya demam, penurunan
berat badan, atau menggigil memerlukan evaluasi menyeluruh. Usia pasien juga
merupakan faktor ketika mencari kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala
pasien. Individu dengan usia kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari 50 tahun
memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang dapat menyebabkan nyeri (misalnya,
tumor, infeksi).
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis
harus diperhatikan :
Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf
perifer dan segmental.
Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan spasme otot).
Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
neoplasma dan infeksi di luar vertebra.
a. Pemeriksaan Fisik Radyculopathy Servikal
Pada pemeriksaan radyculopathy servikal, antara lain akan didapatkan :
33
1. Terbatasnya “range of motion” leher.
2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).
3. Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan dengan menekan
kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan radiasi nyeri ke
lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya penyempitan foramen
intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik di foramen
intervertebra yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.
Gambar 7. Lhermitte’s Test
4. Tes Distraksi
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi penjepitan itu,
yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.
Gambar 8. Distraction Test
b. Pemeriksaan Fisik Radyculopathy Lumbal
34
1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi)
pada persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap
ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan
stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum
timbul rasa sakit dan tahanan.
f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum
tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada
radyculopathy lumbal).
Gambar 9. Lasegue’s Sign (SLR’s Test)
35
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan Spurling’s Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai
dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard’s
Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi
meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign disebut
Spurling’s sign.
Gambar
10.
Bragard’s sign Gambar 11. Spurling’s sign
3. Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test
Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes positif
bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih besar
untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).
4. Nerve Pressure Sign
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)
kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.
b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea
hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau
sepanjang nervus iskiadikus.
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan
harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena
jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg
36
selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial
meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada pasien
ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang
bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.
C. Pemeriksaan Penunjang Radyculopathy
1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
structural.
2. MRI dan CT-Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla spinalis
dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan
degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan
dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran
hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan
structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.
CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik,
dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun
demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih
kurang bila dibandingkan dengan MRI.
3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen osseus
vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan penetrasi pada
ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes preoperative dan
seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.
4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
37
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain
itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila
diagnosis radyculopathy sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan
elektrofisiologis tidak dianjurkan.
5. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, dan kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
2.2.7. Diagnosis Banding
1. Radyculopathy Servikal
a. Cedera Pleksus Brakhialis
b. Rotator Cuff Injury
2. Radyculopathy Lumbal
a. Cedera Diskus Lumbosakral
b. Cedera Diskus Torakik
2.2.8. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
1. Imobilisasi
2. Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
3. Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
4. Pemijatan
5. Traksi (tergantung kasus)
6. Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
1. Terapi psikologis
2. Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
38
3. Latihan kondisi otot
4. Rehabilitasi vokasional
5. Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
a. NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara
menurunkan sintesis prostaglandin
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800 mg IV
setiap 6 jam jika dibutuhkan
b. Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan /atau norepinefrin
oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik
dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik
tertentu.
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari
c. Muscle Relaxants
Contoh : Cyclobenzaprine
Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan
menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang
mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.
Dosis :
Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
d. Analgesik
Contoh : Tramadol (Ultram)
39
Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah persepsi serta
respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin
Dosis :
Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika diperlukan
e. Antikonvulsan
Contoh : Gabapentin (Neurontin)
Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari
penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang mana
tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.
Dosis :
Dewasa : Neurontin
Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
3. Invasif Non Bedah
Blok saraf dengan anestetik local
Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi sehingga
menurunkan kompresi radiks saraf
4. Bedah (pada HNP)
Indikasi :
skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat, menetap, dan
progresif
defisit neurologis memburuk
sindroma kauda
stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis dan
radiologi
2.2.9. Prognosis
40
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
41
KESIMPULAN
Myelopathy merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh
adanya lesi komplit atau inkomplit. Myelophati seringkali disebabkan kompresi medulla
spinalis akibat penyakit-penyakit degeneratif pada tulang belakang, tetapi tumor maupun
massa juga dapat menyebabkan myelopathy. Tumor-tumor intraspinal dapat berasal dari
substansi medulla spinalis itu sendiri (intrameduler) atau menekan medulla spinalis dari luar
(ekstrameduler). Tumor ekstrameduler dapat berada di dalam dura (intradural) atau di luar
dura (ekstradural). Walaupun perjalanan penyakit dapat memberikan petunjuk diagnostik
patologis suatu tumor, massa tumor seringkali menimbulkan kompresi yang memberikan
gejala myelopathy.
Radyculopathy merupakan keadaan terjadinya gangguan pada radiks/serabut saraf,
yang sesuai dengan distribusi serabut sarafnya dan menyebabkan nyeri radikuler, dapat
disertai dengan paresthesia dan rasa raba yang berkurang, gangguan motorik (kram, atropi
twiching dan refleks fisiologi yang menurun) serta nyeri pada vertebra.
Radyculopathy dapat terjadi pada semua bagian radiks medula spinalis dan yang
banyak dilaporkan adalah ruptur/herniasi pada diskus intervertebralis pada segemen
cervikalis atau lumbalis, sedang pada segmen/radiks thorakalis jarang yang dilaporkan.
Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya radyculopathy terutama pada
segmen/radiks thorakalis, antara lain tumor medula spinalis, ruptur/herniasi diskus
thorakalis, arakhnoiditis, trauma, spondilitis, radiokulopati diabetika thorakis, herpes zoster.
Manifestasi klinik dari radyculopathy thorakalis sering terdiagnosa penyakit pulmonal atau
abdominal, sehingga penting mengetahui gejala dan perjalan penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
42
1. Byrne TN, Waxman SG. Spinal Cord Compression. Diagnosis and Principles of
Management. Philadelphia, Davis Company; 1990:194-205
2. Compression Myelopathies Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 15.00 WIB
[http://www.neuroanatomy.wisc.edu/Sclinic/Myelo/Myelopathy.htm]
3. McCormick PC. Spinal Tumors. In:Merrit’s Textbook of Neurology. Baltimore:Williams
& Wilkins, 1995:405-16
4. Cohen ME. Primary and Secondary Tumors of The Nervous System. In:Bradley WG,
Darof RB, Fenichel GM, Marsden CD, ed. Neurology in Clinical Practice.
Boston:Buttenworth-Heinemann, 1991:1020-29
5. Victor M, Ropper AH. Diseases of The Spinal Cord Tumors. In: Adam’s & Victor’s
Principles of Neurology. New York: McGraw Hill, 2001:1293-1341
6. Koeller KK et al. Neoplasm of The Spinal Cord & Fillum Terminale:radiologic-
pathologic correlation. Radiographics 2000 Nov-Des;20(6):1721-49
7. Dina TS, Ching HT. Imaging of Spinal Tumors. In: Wilkins RH, Rengachary SS, ed.
Neurosurgery. Vol-2. New York:McGraw Hill, 1996:1758-80
8. Greenberg MS. Spine and Apinal Cord Tumors. In: Handbook of Neurosurgery. New
York:Thieme,2001:480-505
9. Adams RD.Chronic Nontraumatic Diseases of The Spinal Cord. In: Woosley RM, Young
RR, ed. Neurologic Clinics, Disorder of The Spinal Cord. Philadelphia:
Saunders,1991:605-23
10. Xu QW at al. Agresive Surgery for Intramedullary tumor of Cervical Spinal Cord Surg
Neurol 1996 Oct; 46(4):322-8
11. MR Imaging of Spinal Intramedullary Tumors. Acta Radiol 1991, Nov;32(6):505-13
12. Sipski ML, DeLisa JA. Rehabilitation of Patient eith Spinal Cord Disease. In: Woosley
RM, Young RR, ed. Neurologic Clinics, Disorder of The Spinal Cord. Philadelphia:
Saunders, 1991:705-25
13. Lindsay KW, Bone I. Neurology and Neurosurgery Illustrated. New York : Churcill
Livingstone, 1997:320-24
14. Flaherty AW. The Massachusset General Hospital Handbook of Neurology.
Philadelphia:Lippincoat, 2000:116
43
15. Jallo GI. Intradural Spine Tumors Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 15.00 WIB
[http://www.spineuniverse.com]
16. Institute for Neurology and Neurosurgery at Beth Israel Medical Center. Improved
Outlook for Treatment if Intramedullary Spinal Cord Tumors Diakses 30 Agustus 2015,
pkl : 18.00 WIB
[http://www.wehwealnewyork.org/professionals/publication/inn/spinaltreatment.html]
17. Harrop JS. Spinal Tumors Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 15.00 WIB
[http://www.emedicine.com]
18. Adams and Victor’s. Principle of Neurology 8th Edition
19. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition
20. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
21. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition
22. Cervical Radiculopathy Clinical Presentation. Diakses 30 Agustus 2015, pkl : 18.00
WIB [http://emedicine.medscape.com/article/94118]
23.Lumbosacral Radiculopathy. Diakses 30 Agustus 2015, pkl: 18.15 WIB
[http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview]
24.American Chronic Pain Association (The ACPA). Diakses 30 Agustus pkl: 15.00 WIB
[http://www.theacpa.org/default.aspx]
25.Pain: MedlinePlus. Diakses 30 Agustus 2015, pkl: 15.10 WIB
[http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pain.html#cat59]
44
45