makalah bioetanol
TRANSCRIPT
MAKALAH BIOETANOL
PEMBUATAN ETANOL DARI ECENG GONDOK MELALUI PROSES HYDROTHERMAL
Disusun Oleh:
Muhammad Afif Prasetio NIM. 1314052
Larasati Kusuma NIM. 1314064
Mumliatus Solokah NIM. 1214068
Miranti Andini NIM. 1314070
Siti Sri Wahyuni NIM. 1314072
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................................i
BAB I....................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN................................................................................................................iii
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................iii1.2. Tujuan....................................................................................................................iii1.3. Manfaat...................................................................................................................iv
BAB II BAHAN DAN METODE PENELITIAN.................................................................1
2.1. Eceng Gondok.........................................................................................................12.2. Pretreatment.........................................................................................................12.3. Fermentasi............................................................................................................12.4. Bioetanol..............................................................................................................22.5. Sistem Peralatan...................................................................................................2
BAB III METODE PENDEKATAN.....................................................................................3
3.1. Perlakuan Pendahuluan Terhadap Eceng Gondok...........................................33.2. Perlakuan Hidrothermal...................................................................................33.3. Filtrasi..............................................................................................................3
a.Analisa Kadar Gula Metode Luff Schoorl.....................................................3b.Analisa Kandungan Selulosa dan Lignin Dengan Metode Chesson..............4
3.4. Hidrolisis..........................................................................................................43.5. Fermentasi........................................................................................................53.6. Penyulingan......................................................................................................5
a.Pengujian kadar etanol dengan indes bias......................................................5b.Pengujian kadar etanol dengan alat Gas Cromatographi...............................5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................7
KESIMPULAN....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13
i
BAB I
PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang
BBM masih merupakan energi utama yang dikonsumsi oleh masyarakat. Persentase
konsumsinya terhadap total pemakaian energi final merupakan yang terbesar dan terus
mengalami peningkatan.Satu hal yang mengkhawatirkan adalah bahwa ada kecenderungan
impor BBM kian meningkat, maka bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia akan
mengimpor sepenuhnya kebutuhan BBM bila upaya mendiversifikasi pemakaian energi
non BBM tidak dilakukan secara serius. Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar
alternatif yang mempunyai kelebihan dibandingkan BBM. Bioetanol adalah etanol (alkohol
yang paling dikenal masyarakat) yang dibuat dengan fermentasi yang membutuhkan faktor
biologis untuk prosesnya. Bahan baku yang digunakan untuk membuat bioethanol adalah
eceng gondok. Keunggulan tersebut adalah memiliki laju pertumbuhan tiga persen dari 3
% perhari di rawa atau danau dan tingkat perumbuhan eceng gondok mencapai 125 ton
basah/6 bulan. Dengan penelitian lebih lanjut, diketahui eceng gondok dapat membantu
produsen bioethanol untuk mengetahui spesies yang dapat menghasilkan bioethanol ,
dilihat dari jumlah sukrosa yang dihasilkan spesies tersebut jika dihidrolisis sebelum
proses hidrolisis dengan enzim, dilakukan terlebih dahulu proses hidrothermal dengan
harapan biomassa yang menggandung lignoselulosa yang dinding selnya terbungkus oleh
ligning dipecah menjadi gula sederhana agar enzim mudah menembus selulosa yang ada
didalamnya.
1.2. Tujuan
Secara khusus penelitian ini bertujuan, antara lain :
1. Mengetahui pengaruh waktu autoklaf terhadap persen glukosa dari eceng gondok
2. Mengetahui pengaruh temperature autoklaf terhadap kerusakan struktur sel eceng
gondok
3. Menganalisis produk fermentasi yang dihasilkan.
4. Menghasilkan produk etanol dari proses bioetanol.
iii
1.3. Manfaat
Pada penelitian ini akan dilakukan kajian tentang pengaruh hidrothermal menggunakan
autoklaf terhadap kerusakan/perubahan struktur sel yang akhirnya menghasilkan paket
teknologi produk bioetanol dan pemurniannya.
iv
BAB II
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
2.1. Eceng Gondok
Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu
jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi
sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan.
Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Karena
eceng gondok memiliki kandungan selulosa yang tinggi, sehingga berpotensi untuk
dijadikan sebagai bahan bakar.
2.2. Pretreatment
Pretreatment biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
tinggi di mana penting untuk pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial.
Sebagai contoh pretreatment yang baik dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan
dalam proses hidrolisis. Pretreatment dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Gula
yang diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pretreatment dapat
meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis. Tujuan dari pretreatment adalah untuk
membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim
yang memecah polymer polisakarida menjadi monomer gula. Menurut (Sun & Cheng,
dalam Isroi, 2008) pretreatment seharusnya memenuhi kebutuhan berikut ini:1)
meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan menghasilkan gula pada proses
berikutnya melalui hidrolisis enzimatik; 2) menghindari degradasi atau kehilangan
karbohidrat; 3) menghindari pembentukan produk samping yang dapat menghambat proses
hidrolisis dan fermentasi, 4) biaya yang dibutuhkan ekonomis.
2.3. Fermentasi
Beberapa spesies mikroba dari kelompok yeast/khamir, bakteri dan fungi dapat
memfermentasi karbohidrat menjadi ethanol dalam kondisi bebas oksigen. Reaksi yang
terjadi dalam proses fermentasi pembuatan etanol adalah sebagai berikut:
C6H12O6 2C2H12OH + 2CO2
Mikroba yang sangat umum dimanfaatkan dalam proses fermentasi adalah ragi roti
(Saccharomyces cereviseae) dan Zymomonas mobilis. Saccharomyces cereviseae memiliki
v
banyak keunggulan antara lain adalah mampu memproduksi ethanol dari gula C6
(heksosa), toleran terhadap konsentrasi ethanol yang tinggi dan toleran terhadap senyawa
inhibitor yang terdapat di dalam hidrolisat biomassa lignoselulosa (Olsson and Hahn-
Hägerdal dalam Isroi,2008). yang digunakan: Minyak Goreng, Air, Methanol.
Alat yang digunakan: Tabung reaktor, Heater kapasitas 1500 Watt, Pressure gauge,
Thermocouple, Thermocontrol, Tabung penurun tekanan., Tangki pendingin, Gelas
ukur, Heater untuk pemanasan awal, Meter Listrik PLN, Peralatan workshop.
2.4. Bioetanol
Bioetanol merupakan bahan bakar yang bersih, hasil pembakaran menghasilkan CO2
dan H2O. Bioetanol merupakan etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa
dengan bantuan mikroorganisme. Bioetenol yang mengandung 35% oksigen dapat
meningkatkan efesiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Keuntungan
lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari premium sehingga dapat
menggantikan fungsi bahan aditif seperti MTBE dan TEL. Bioetanol dapat langsung
dicampur dengan premium pada berbagai komposisi sehingga dapat meningkatkan
efesiensi dan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan.
2.5. Sistem Peralatan
Gambar 1. Autoklaf
Sistem peralatan berfungsi sebagai tempat proses hidrolisis dimana proses perlakuan
awal dilakukan, yakni metode autoklaf dilanjutkan dengan impregnasi dengan HCl. Sistem
peralatan dengan koil pemanas dilengkapi dengan sensor pengatur suhu, pengadukan,
manometer, dan kran tempat pengambilan sampel.
vi
BAB III
METODE PENDEKATAN
3.1. Perlakuan Pendahuluan Terhadap Eceng Gondok
Bahan baku yang digunakan untuk percobaan adalah eceng gondok jenis kelas
Monocotylodenae dan keluarga Pontederiaceae yang berasal dari Kota Makassar. Eceng
gondok sebanyak 10 kg dibersihkan dari kotoran seperti pasir dan lumut kemudian
dipotong-potong ±1-2 cm. Pencucian dilakukan dengan cara meyemprotkan air ke eceng
gondok. Kemudian direndam semalam lalu dicuci kembali dan direndam kembali,
pekerjaan tersebut dilakukan selama 3 hari. Setelah itu eceng gondok tersebut dikeringkan
dahulu pada suhu 105oC selama 16 jam Eceng gondok yang telah dikeringkan diperkecil
ukurannya hingga lolos 100 mesh . Selanjutnya eceng gondok siap untuk di treatment
sesuai dengan kondisi operasi yang telah ditetapkan.
3.2. Perlakuan Hidrothermal
Pengaruh suhu, waktu operasi dan pH larutan terhadap kerusakan struktur sel eceng
gondok diteliti dengan melakukan perlakuan hidrothermal pada tekanan 1 atm. Penelitian
pada tekanan 1 atm (101, 35 kPa) juga dilakukan sebagai kondisi kontrol/pembanding.
Penelitian ini juga dilakukan dengan memvariasikan suhu (120 oC,150 oC dan
170oC)selama 30 dan 60 menit serta pH larutan dengan ada/tanpa penambahan larutan
buffer (10 g eceng gondok dalam 500 ml buffer asetat).
3.3. Filtrasi
Tahap berikutnya adalah menyaring hidrolisat yang diperoleh dengan dibantu oleh kerja
pompa vakum. Analisa dilakukan di awal maupun diakhir proses, yaitu analisa glukosa dari
bahan baku eceng gondok , kadar lignin dan strukturnya
a. Analisa Kadar Gula Metode Luff Schoorl
- Dipipet 10 ml substrat ke dalam labu takar kemudian diimpitkan dengan aquadest hingga
tanda batas lalu dipipet 25 ml ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl dan 15 ml aquadest
- Ditutup erlenmeyer dengan aluminium foil kemudian dididihkan selama 10 menit.
- Setelah dingin ditambahkan 2 g KI dan 25 ml larutan H2SO4 4 N
vii
- Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N (yang sudah distandarisasi) dan
menggunakan kanji 3 % sebagai indikator. Untuk memperjelas perubahan warna pada
saat titrasi sebaiknya kanji ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir. Dicatat
volume penitar yang digunakan (a ml).
- Dilakukan hal yang sama untuk blangko menggunakan aquadest (b ml)
b. Analisa Kandungan Selulosa dan Lignin Dengan Metode Chesson
- Ditimbang sampel kering sebanyak 1 gram (berat a), ditambahkan 150 ml aquadest dan dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1 jam.
- Disaring dan residu dicuci dengan air panas 300 ml, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 30 menit kemudian ditimbang (berat b)
- Ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N, kemudian merefluks selama 1 jam pada suhu 100 oC
- Disaring dan padatan dicuci dengan aquadest sampai netral
- Dikeringkan hingga berat konstan (berat c)
- Ditambahkan 100 ml H2SO4 72 % dan membiarkan selama 4 jam pada suhu kamar. Menambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan merefluks pada suhu 100 oC C selam 1 jam.
- Disaring dan padatan dicuci dengan aquadest sampai netral, mengeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC sampai diperoleh berat konstan (berat d)
- Selanjutnya diabukan di dalam tanur pada suhu 800 oC
- Didinginkan dalam eksikator dan menimbangnya (berat e)
- Dihitung kadar selulosa dan lignin dengan rumus :
% 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎=(c−𝑑)/𝑎 x 100 %
% 𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 =(𝑑−𝑒)/𝑎 x 100 %
3.4. Hidrolisis
Mengambil eceng gondok yang sudah halus dan kering sebanyak 10 gram ke dalam
gelas kimia dan melarutkan dengan buffer asetat pH 4,6 sebanyak 500 ml untuk hidrolisis
melakukan proses pemanasan sesuai suhu optimum yang di dapatkan dari pengujian kadar
gula. Ke dalam gelas kimia tersebut ditambahkan inokulum ( mengambil 10-15 % dari
larutan tersebut, lalu menambahkan 1,5 g ekstrat ragi, 20 g glukosa dan 1,5 g Na3PO4 di
sterilkan selama 15 menit suhu 121 oC, lalu ditambahkan secuil mikroba Trichoderma
ressei yang telah diremajakan dan dishaker selama 48 jam) sisa dari larutan tersebut
sebagai media fermentasi, selanjutnya memasukkan inokulum tersebut ke dalam media
fermentasi, menguji kadar gulanya dengan tujuan mencari waktu optium untuk proses
hidrolisis.
viii
3.5. Fermentasi
Hasil dari proses hidrolisis kemudian dipanaskan pada suhu 121 oC selama 15 menit,
membuat media inokulum (mengambil 10-15 % dari larutan tersebut, lalu menambahkan
1,5 g ekstrat ragi, 20 g glukosa dan 1,5 g Na3PO4 di sterilkan selama 15 menit suhu 121 oC,
lalu ditambahkan secuil mikroba Saccharomyces cereviseae yang telah diremajakan, lalu
ditambahkan 0,15 g urea , NPK 0,15 g dan dishaker selama 24 jam) sisa dari larutan
tersebut digunakan sebagai media fermentasi ditambahkan urea 2,4 g dan NPK 2,4 g
bagian dari volume fermentasi larutan tersebut dan didiamkan selama 7-8 hari. Dengan
reaksi fermentasi sebagai berikut:
C6H12O6 2CO2 + 2C2H5OH
Pada hari pertama pemberian ragi tidak langsung terjadi reaksi karena bakteri butuh waktu
yang agak lama untuk berkembang. Setelah kurang lebih 3 hari perbedaan eceng gondong
hasil hidrolis (hidrolisat) hari pertama dan hari ke tiga mulai tampak. Dan setelah 7 hari
dihasilkan gelembung-gelembung udara pada eceng gondok tampak agak kekuningan
dibandinghari sebelumnya. Gelembung tersebut merupakan hasil fermentasi dimana
dihasilkan gas CO2 dan etanol serta energi yang berupa panas.
3.6. Penyulingan
Untuk mendapatkan etanol hasil fermentasi perlu dilakukan pemisahan yaitu
dengancara penyulingan atau distilasi pada suhu 800C dan suhu ini harus
dipertahankan,karena etanol sendiri menguap pada suhu tersebut. Uap etanol yang
dihasilkandikembalikan ke fase cair dengan cara kondensasi sehingga didapatkan etanol.
Pada penyulingan pertama biasanya dihasilkan etanol 50%-60%.
a. Pengujian kadar etanol dengan indes bias
- Dibuat kurva standar (campuran larutan air-etanol dengan indeks bias)
- Dipipit hasil fermentasi untuk 2 hari dan dianalisa
- Kadar etanol yang di dapatkan dapat dilihat melalui kurva standar
b. Pengujian kadar etanol dengan alat Gas Cromatographi
- Alat dinyalakan dan ditunggu hingga 10-15 menit.
- Dipipet etanol 98 % dengan alat syrine lalu dimasukan ke alat injeksi GC dan menekan tombol sambil menunggu pembacaan kadar etanol pada komputer.
- Hal sama dilakukan untuk kedua sampel tersebut
ix
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Kadar Glukosa dari Proses Hidrothermal
NO Suhu (oC)Waktu
(menit)Volume (ml) % Gula (b/v)
%
Karbohidrat
1 8030 25,5 0,286 0,644
60 25 0,5 1,012
2 12030 24,4 1,39 3,127
60 23,9 1,8 4,049
3 15030 23,5 3,19 7,97
60 22,9 3,9 8,8
4 17030 22,7 5,62 12,645
60 22,6 5,78 13,02
xi
Tabel 2. Pengujian Kadar Lignin dan Selulosa
Sampel a b c d e%
Lignin
%
Selulosa
Tanpa
perlakuan1,0495 0,8819 0,7654 0,7184 0,0054 67,9 4,5
Hidrothermal
pada suhu
170 oC
1,0085 0,6981 0,5796 0,3537 0,0171 33,4 13,1
Setelah
Hidrolisis
dengan
enzim
1 0,2065 0,1767 0,1252 0,0053 11,9 5,15
Pengujian Kadar Etanol Dengan Alat Indeks Bias
Tabel 3. Kurva Standar
KadarIndeks
Bias
5 1,3333
10 1,3356
15 1,337
20 1,3402
25 1,3431
Tabel 4. Sampel
HariIndeks
Bias
Kadar bila volumenya
100 ml2 1.3314 1,73 1.3315 1,94 1.3313 1,65 1.3314 1,76 1.3308 1,07 1.3317 2,5
xii
Tabel 5. Pengujian Kadar Etanol dengan Alat GC setelah Pemurnian Kedua
Sampel Ret. Time Area Konsentrasi (%)
Hari ke-3 2.504 16190976 6.468279953Hari ke-7 2.504 15611918 6.236946817
Etanol Absolute
2.442 250313470 100
Pengujian SEM pada Eceng Gondok
Gambar 2. Tanpa Perlakuan Gambar 3. Hydrothermal Suhu 120 oC
xiii
Gambar 4. Hydrothermal Suhu 170 oC Gambar 5. Hydrothermal Suhu 170 oC
Gambar 6. Setelah Hidrolisis
4.2 Pembahasan
Pada tabel 1 menunjukkan kadar glukosa pada eceng gondok dengan pemanasan 1700C dengan waktu 60 menit adalah 5,78 % (b/b) sementara kadar lignin 33,4 % dan selulosa adalah 13,1 %. Melihat kadar gula pada pemanasan 170 oC dengan waktu 60 menit lebih banyak daripada pemanasan sampel lain. Sehingga pemanasan 170 oC waktu 60 menit dijadikan patokan untuk melanjutkan ketahap hidrolisis. Selain itu, dari grafik hubungan antara kadar glukosa dan temperatur terlihat bahwa kadar glukosa setelah proses hydrothermal berbanding lurus. Dimana semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses hydrothermal maka semakin besar pula kandungan glukosa yang dihasilkan. Hal ini
xiv
menandakan bahwa dalam proses hydrothermal terjadi pengerusakan ikatan lignin sehingga pada saat hidrolis enzim dengan mudah masuk ke dalam struktur selulosa karena ikatan lignin telah terbuka oleh proses hydrothermal. Akan tetapi, pada kondisi suhu 170 oC kadar glukosa yang dihasilkan pada waktu 30 menit dan 60 menit sudah tidak memiliki selisih kandungan glukosa yang besar dengan kata lain, kadar glukosa pada temperature tersebut telah konstan.
Hidrolisis eceng gondok sendiri menggunakan mikroba Trichoderma reseei guna menghasilkan enzim selulase agar dapat merombak struktur selulosa eceng gondok sehingga memudahan pembentukan etanol dikarenakan adanya lignin yang menghambat proses pembentukan
Berdasarkan gambar struktur eceng gondok sebelum dan sesudah proses hidrolisis nampak jelas bahwa enzim selulase yang dihasilkan oleh Trichoderma reseei membuka struktur eceng gondok. Dengan terbukanya struktur eceng gondok maka memudahkan ke proses fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae.
Pada proses fermentasi kedua, bakteri Saccharomyces cerevisiae dapat mengubah glukosa menjadi etanol dan gas CO2. Untuk mendapatkan etanolnya diperlukan perlakuan seperti pH antara 4,5-4,8, suhu sekitar 38-40 oC dan difermentasi sampai 7 hari. Sebab waktu maksimal membentuk etanol adalah pada hari ke-7.
Untuk metode pengujian selanjutnya, volume yang diambil dari hasil fermentasi adalah 100 ml dari 400 ml. Untuk menghitung kadar etanol yang terbentuk setelah destilasi pertema menggunakan alat indeks bias, sebaiknya menggunakan kurva standar dengan membuat larutan etanol-air kemudian diuji dengan alat indeks bias, selanjutnya untuk mengetahui kadar etanol dari masing-masing sampel berdasarkan harinya menggunakan metode ploting. Sehingga didapatkan kadar etanol dari hari ke 2-7 adalah 1.7, 1.9, 1.6, 1.7, 1.0 dan 2.5 %. Adapun kadar etanol yang terbentuk tidak konstan dikarenakan kemungkinan saat destilasi terjadinya penguapan.
Untuk destilasi kemurnian konsentrasi etanol yang diambil adalah 1,9 dan 2.5 % dari jumlah volume awal 100 ml dan setelah di destilasi menjadi 6 ml dan 9 ml. Selanjutnya dilakukan pengujian etanol menggunakan alat GC guna mengetahui kadar kemurnian etanol sebenarnya. Hasil dari pengujian kemurnian etanol adalah 6,2% dan 6,4%
xv
KESIMPULAN - Waktu yang digunakan untuk mendapatkan kadar glukosa yang optimum pada proses
hydrothermal yaitu selama 60 menit.
- Temperatur pada proses hydrothermal berbanding lurus dengan kadar glukosa yang
dihasilkan, tetapi pada suhu optimum kadar glukosa mancapai pada keadaan konstan.
- Pada kondisi optimum dalam proses hydrothermal, terjadi kerusakan struktur sel ecang
gondok. Sehingga mampu merombak hemiselulosa dan menghasilkan glukosa yang
optimal.
- Kandungan bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi dan pemisahan destilasi adalah
6,2% dan 6,4% .
xvi
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.1966, Eceng Gondok, http://id.wikipedia.org/wiki/Eceng_gondok, diakses
tanggal 22 September 2011Makassar
2. Ardiwinata.R.O. 1985. Musuh Dalam Selimut di Rawa Pening, Kementrian Pertanian.
Vorking: Bandung.
3. Contributed by Administrator. 2007. Bio-Etanol, Sentra Teknologi Polimer.
http://www.sentrapolimer.com, diakese tanggal 22 September 2011 Makassar
4. Glori K. Wadrianto.2012 Danau Tondano Dikepung Eceng Gondok,
(http://travel.kompas.com/read/2012/11/01/09005234/Danau.Tondano.Dikepung.Eceng.
Gondo) diakses tanggal 22 September 2011 Makassar.
5. Izzati Nurul, dkk. 2010. Pengaruh Perlakuan Awal Autoklaf dan Autoklaf-
Impregnasi Terhadap Persen Sakarifikasi Ampas Tebu Secara Enzimtis Menjadi
Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Program Kreativitas Mahasiswa,
Universitas Negeri Malang.
6. Kadar Z, dkk. 2007. Ethanol Fermentation of Various Pretreated and Hydrolyzed
Substrates at Low Initial pH. Applied Biochemistry and Biotechnology Vol. 136–140;
pp 847–858.
7. Naila, 2010, Fermentasi Bioethanol, [online] http://dunianaila.blogspot.
com/2010/04/proses fermentasi-glukosa-menjadi-bioethanol, diakses tanggal 22
September 2011 Makassar.
8. Taherzadeh, M. J, dkk. 2008. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve
Ethanol and Biogas Production. International Journal of Molecular Sciences, 1621-
1651. ISSN 1422-0067.
9. Taufikrahmat’s Park. 2008. Problema Eceng Gondok di Ibu Kota [online],
(http://taufikurahman.wordpress.com/2008/02/06/problema-eceng-gondok-di-ibu-kota/)
diakses tanggal 22 September 2011Makassar.
10. Tomy Linelejan,2009, Ancaman Eceng Gondok (http://sman1ah .wordpress.com
/2009/07/20/ancaman-eceng-gondok/), diakses tanggal 22 September 2011, Makassar
xvii