makalah agama dan qurdist

46
STUDI ISLAM MAKALAH AL-QUR’AN DAN HADIST Nama : Prana Andypal NIM : 06018039 Kelas : A PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

Upload: vre-rama

Post on 25-Jun-2015

586 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Agama Dan Qurdist

STUDI ISLAM

MAKALAH AL-QUR’AN

DAN HADIST

Nama : Prana Andypal

NIM : 06018039

Kelas : A

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

2006

Page 2: Makalah Agama Dan Qurdist

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan karunianya

kepada semua kaum muslimin dan diturunkannya kitab suci al-Qur’an yang mulia

sebagai pedoman hidup untuk manusia, yang telah menjamin terpeliharanya dalam

lubuk hati dan kitab-kitab kaum muslimin hingga akhir zaman, serta menjadikannya

Sunah Rasul sebagai kesempurnaan terpeliharanya al-Qur’an. Shalawat serta salam

senantiasa dicurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang telah

diperintahkan oleh Allah untuk menjelaskan kitab al-Qur’an dengan perkataan,

perbuatan, dan taqrirnya dengan bahasa yang jelas dan tegas. (Q.S. an-Nahl :44).

Ilmu al-Qur’an merupakan salah satu yang termasuk dalam ulumul Qur’an.

Ilmu al-Qu’an sangat perlu kita pelajari, karena hanya sedikit yang mengetahui apa

saja yang terdapat didalamnya termasuk juga tentang al-Qur’an. Banyak yang

melakukan penelitian dan pembahasan tentang al-Qur’an dari berbagai segi.

Sehingga bisa membuat tafsir tentang al-Qur’an, tetapi tidak sembarang orang yang

bisa membuat tafsir al-Qur’an tersebut karena terlebih dahulu harus memahami,

menghayati, dan mengamalkan al-Qur’an dengan sebaik-baiknya. Semua itu ada

terdapat dalam ilmu al-Qur’an. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih. D an

semoga upaya penulis ini menjadi amal jariyah yang diterima di sisi Allah SWT.

Penulis

Page 3: Makalah Agama Dan Qurdist

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II Pembahasan

2.1 Wahyu

2.2 AL-Qur’an

2.3 Kemukjizatan Al-Qur’an

2.4 Metode Memahami Tafsir Al-Qur’an

2.5 Al-Hadis

2.6 Sejarah Periwayatan dan Pembukuan Hadis

2.7 Kedudukan dan Keutamaan Al-Hadis

2.8 Metode Memahami Al-Hadis

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Daftar Pustaka

Page 4: Makalah Agama Dan Qurdist

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

AL-Qur’an

Studi tentang Islam sudah kita pelajari mulai dari kecil, tetapi masih juga banyak yang

kurang memahami tentang apa saja yang terdapat dalam studi islam tersebut. Kebanyakkan

dari kita malas untuk mencari informasi-informasi yang terdapat dalam studi islam tersebut,

terutama pada kebanyakan mahasiswa. Padahal zaman sekarang sudah banyak sekali media

yang mendukung untuk mempermudah kita mencari berbagai informasi dalam berbagai

bidang.

Dalam tugas studi islam kali ini, saya sebagai penulis ingin membahas tentang ilmu al-

Qur’an. Banyak manfaat mempelajari tentang ilmu al-Quran, sebagai contoh kita mengetahui

sejarah bagaimana turunnya al-Qur’an tersebut baik melalui perantara atau langsung. Yang

secara tidak langsung dapat membuat kita semakin yakin atas kebesaran Tuhan dan kebenaran

al-Qur’an melalui wahyu-wahyu dari Allah. Masih banyak lagi manfaat yang bisa kita dapat

dari mempelajari ilmu al-Qur’an dan bisa juga kita jadikan pedoman hidup atau pengalaman

dari sejarah-sejarah terdahulu.

Sekarang banyak juga yang mempelajari tentang bagaimana menafsirkan al-Qur’an,

yang merupakan salah satu cabang dari Ulumul Qur’an. Dengan mengetahui dan memahami

cara-cara menafsirkan al-Qur’an dengan baik sesuai hukum-hukum yang berlaku tentang tafsir

al-Qur’an. Semua itu dapat kita ketahui dengan mempelajari ilmu al-Qur’an. Sesungguhnya

sangat rugi apabila kita tidak mau mempelajari tentang ilmu al-Qur’an.

Al-Hadist

Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an. Tanpa hadis,

Islam tidak akan tampak ajarannya, bahkan seseorang bisa tersesat, karena tidak mengenal

ajarannya secara utuh. Hadis juga merupakan wahyu Allah tetapi lafadznya saja yang berasal

dari Nabi. Untuk memudahkan pemahaman bagi pengikut Nabi atau umat-umatnya.

Zaman sekarang ini banyak manusia yang tidak menyadari pentingnya mempelajari

ilmu al-Hadis. Yang didalamnya banyak juga terdapat etika-etika tentang kehidupan umat

manusia dan dapat kita jadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya bagaimana cara

Page 5: Makalah Agama Dan Qurdist

duduk yang baik sewaktu makan, dan masih banyak contoh yang lainnya lagi. Itu semua

adalah kebiasaan hidup sehari-hari Nabi saw, yang ditulis baik secara langsung atau pun tidak

diketahui oleh Nabi saw sendiri. Kita juga dapat pelajaran untuk mengetahui mana yang boleh

dilakukan atau tidak boleh dilakukan (dilarang), mana yang baik atau buruk, dan mana yang

halal atau yang haram.

Banyak penelitian tentang sumber ajaran agama yang melahirkan berbagai bentuk

hadis sesuai keperluannya. Hadis yang dibuat-buat kemudian dinisbatkan kepada Nabi saw

tanpa melalui periwayatan yang sah dan diklaim sebagai Hadis Nabi disebut hadis palsu atau

tergolong Hadis dha’if yang paling lemah dan sangat merugikan umat islam di seluruh dunia.

1.2 Rumusan Masalah

Al-Qur’an

Rumusan masalah dalam ilmu al-Qur’an, antara lain :

1. Mempelajari semua hal dan yang terkandung dalam al-Qur’an.

2. Mencari manfaat dalam mempelajari ilmu al-Qur’an.

3. Dapat mengetahui perbedaan antara al-Qur’an dan Hadist.

4. Mendapat pembelajaran tentang metode penafsirkan al-Qur’an.

5. Mencari kebenaran akan diturunkannya al-Qur’an melalui sejarah-sejarah.

AL-Hadist

Rumusan masalah dalam ilmu Hadis, antara lain :

6. Mempelajari semua hal dan yang terkandung dalam al-Hadis.

7. Pengetahuan tentang pengertian dan berbagai bentuk Hadis

8. Mencari manfaat dalam mempelajari ilmu al-Hadis.

9. Dapat mengetahui perbedaan antara Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi.

10. Memahami kedudukan dan keutamaan al-Hadis.

11. Mendapat pembelajaran tentang metode memahami al-Hadis.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu :

Al-Qur’an

1. Untuk mengenal dan memahami apa saja yang terkandung atau terdapat dalam ilmu al-

Qur’an.

Page 6: Makalah Agama Dan Qurdist

2. Untuk mengetahui pengertian dan fungsi tentang wahyu dan al-Qur’an yang terdapat

dalam ilmu al-Qur’an.

3. Untuk mengetahui perbedaan antara Hadis Qudsi dan al-Qur’an.

4. Untuk mempelajari bagaimana sejarah turunnya al-Qur’an, pemeliharaan, hingga

kemukjizatan yang diturunkan al-Qur’an.

5. Untuk memahami tentang metode tafsir al-Qur’an yang merupakan salah satu cabang

dari ulumul Qur’an.

Al-Hadist

6. Untuk mengenal dan memahami apa saja yang terkandung atau terdapat dalam ilmu al-

Hadis

7. Untuk mengetahui bentuk-bentuk hadis yang sahih.

8. Untuk mengetahui perbedaan antara Hadis Qudsi dan Hadis.

9. Untuk mempelajari bagaimana sejarah periwatan dan pembukuan hadis.

10. Untuk mencari tahu tentang bagaimana kedudukan dan keutamaan al-Hadis.

11. Untuk memahami tentang metode al-Hadis dengan berbagai aspek.

Page 7: Makalah Agama Dan Qurdist

WAHYU

I. Pengertian Wahyu

Ada banyak pengertian wahyu, diantaranya adalah :

1. Arti asal, wahyu adalah “bisikan halus” yang dibisikkan kepada telinga sehingga yang

dibisikkan itu faham yang dimaksud oleh orang yang membisikkan.

2. Menurut syara’ :

Wahyu adalah irfan yang didapat oleh seseorang manusia utama, yang dia

sendiri yakin bahwa itu diterimanya dari Tuhan langsung atau dengan

perantara malaikat.

Wahyu adalah pemberian Tuhan kepada Nabinya tentang hukum-hukum

Tuhan, berita-berita dan cerita-cerita dengan cara yang samar tetapi

meyakinkan kepada Nabi atau Rasul yang bersangkutan, bahwa apa yang

diterimanya adalah betul-betul dari Allah sendiri.

3. Menurut bahasa, wahyu adalah memberitahukan sesuatu dengan cara yang samar dan

cepat.

4. Menurut Etimologis, wahyu adalah semacam informasi yang rahasia, cepat dan khusus

diketahui oleh pihak-pihak yang dituju saja.

5. Menurut Terminologis, wahyu adalah kalam Allah yang diturunkan kepada para Nabi

dan Rasul-Nya.

Kata wahyu dari berbagai bentuknya dalam al-Qur’an paling tidak memiliki empat

pengertian, diantaranya :

1. Isyarat (Q.S. Maryam, 19:11)

2. Ilham (Q.S. al-Qasas, 28:7)

3. Insting/naluri (Q.S. An-Nahl, 16:68)

4. Bisikan halus (Q.S al-An’am, 6:112)

Wahyu yang dimaksud dalam ayat 163 surat An-Nisa adalah pengertian yang asli,

yaitu pengertian ma’rifat yang didapati oleh seorang Nabi didalam hatinya penuh keyakinan,

bahwa pengertian itu datangnya dari Allah, baik langsung maupun memakai perantara.

II. Cara Penyampaian Wahyu

Surat As-Syura ayat 51

Page 8: Makalah Agama Dan Qurdist

Artinya:

“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah

berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau

dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu

diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki.

Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”

Berdasarkan ayat diatas, maka wahyu ada tiga macam :

1. Pemberian Tuhan dengan cara ilham tanpa perantara, termasuk dalam bagian ini

adalah mimpi yang tepat dan benar, seperti yang pernah dialami Nabi Ibrahim yang

menerima perintah untuk menyembelih putranya (Nabi Ismail). (Q.S. Ash-

Shaffat:102)

2. Mendengar Firman Allah dibalik tabir, seperti yang dialami Nabi Musa ketika

menerima pengangkatan kenabiannya. (Q.S. Thaha:11-12)

Demikian juga yang dialami Nabi Muhammad pada peristiwa Mi’raj, yang menerima

perintah langsung dari Allah untuk mendirikan sholat lima waktu.

3. Penyampaian wahyu/amanat Tuhan dengan perantaraan Jibril as yang didalam al-

Qur’an disebut “al-Ruhul Amin”, ada dua macam :

Nabi dapat melihat kehadiran malaikat Jibril yang menjelma sebagai manusia,

diperkirakan sebagai seorang laki-laki. Cara ini lebih ringan, karena ada

kesesuaian antara pembicara dengan pendengar.

Nabi tidak melihat malaikat Jibril waktu menerima wahyu, tetapi beliau

mendengar pada waktu datangnya malaikat itu seperti suara lebah atau seperti

suara gemerincing bel. Cara demikian yang dirasa paling berat bagi Rasul

karena harus mengumpulkan segala kekuatan kesadarannya untuk menerima,

menghafalkan dan memahaminya.

III. Fungsi Wahyu

Page 9: Makalah Agama Dan Qurdist

Menurut Muhammad Abduh, wahyu mempunyai dua fungsi pokok. Pertama, timbul

dari keyakinan bahwa jika manusia akan terus ada dan kekal sesudah tubuh kasar mati. Ini

bukan hasil dari pemikiran yang sesat dari akal dan bukan pula suatu khayalan, karena umat

manusia hanya sedikit saja yang sepakat menyatakan bahwa jiwa akan hidup setelah

meninggalkan tubuh. Kedua, mempunyai kaitan erat dengan sifat dasar manusia sebagai

makhluk sosial.

Untuk mengatasi masalah atau konflik yang terjadi dalam kehidupan manusia, maka

dibutuhkan wahyu yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul. Dengan demikian, wahyu

menolong akal untuk mengetahui alam akhirat serta kehidupan manusia di sana dan untuk

mengetahui sifat kesenangan serta bentuk perhitungan yang dihadapinya di akhirat.

Selanjutnya wahyu dapat menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-

prinsip umum yang dibawanya dan dalam mendidik manusia untuk hidup damai dan tenteram

dengan sesamanya.

Sesungguhnya akal dapat mengetahui adanya Allah dan dapat mengetahui bahwa

manusia wajib beribadat dan berterima kasih kepada-Nya, akan tetapi akal tidak mampu

mengetahui semua sifat-sifat Allah. Akal juga dapat mengetahui perincian kebaikan dan

kejahatan. Hanya Allah yang mengetahui semunya.

Fungsi lain dari wahyu adalah menguatkan pendapat akal dan meluruskannya melalui

sifat sakral dan absolut yang terdapat dalam wahyu. Sifat absolut inilah yang membuat orang

tunduk kepada sesuatu. Memang akal manusia dapat mengetahui kewajiban berterima-kasih

kepada Allah, kewajiban berbuat baik, dan menjauhi perbuatan jahat, serta selanjutnya dapat

membuat hukum dan peraturan mengenai kewajiban-kewajiban itu, agar manusia dapat tunduk

pada hukum dan peraturan yang dibuatnya.

Menurut beberapa riwayat ada 40 atau 42 orang penulis wahyu di jaman Nabi saw

sejak turunnya hingga berbentuk mushaf. Akan tetapi yang aktif hanya 25 orang, atau malah

kurang dari itu. Di antara sekian banyak sahabat penulis wahyu, Zaid bin Tsabit dan Ubay bin

Ka’ab adalah dua orang penulis wahyu yang paling popular. Keduanya senantiasa

mendampingi Nabi saw dalam kesehariannya. Dan seorang lain, “sekretaris eksekutif” yaitu

Ali bin Abi Thalib.

Page 10: Makalah Agama Dan Qurdist

AL-QUR’AN

I. Pengertian Al-Qur’an

Berbagai macam pendapat tentang pengertian al-Qur’an :

1. Secara Etimologi

Al-Qur’an tidak terambil dari kata lain, tetapi berdiri sendiri. Oleh karena itu, al-Qur’an hanya nama resmi untuk firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Al-Qur’an berasal dari kata qara’in jama’ dari qorinah, karena antara ayat yang satu dengan yang lain saling melengkapi dan beriringan.

Al-Qur’an berasal dari kata qarana yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang lain, sebab surta-surat maupun ayat-ayat bahkan huruf-hurufnya saling beriringan dan bergabung satu dengan yang lain.

Al-Qur’an berasal dari kata qari’ yang berarti mengumpulkan. Hal karena al-Qur’an menghimpun surat-surat sehingga membentuk satu kesatuan.

Al-Qur’an berasal dari kata qiro’ah yang berarti bacaan dan berbentuk mashdar. “Qur’an” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al

Salih, berarti “bacaan” asal kata qara-a. Kata al-Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim

maf’ul, yaitu maqru’ (dibaca).

2. Secara Terminologi

Al-Qur’an adalah firman Allah yang mengandung mukjizat, yang ditunkan kepada

Nabi dan Rasul terakhir, baik langsung maupun melalui perantara.

Al-Qur’an adalah lafaz berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

saw, yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, dan menantang setiap orang

untuk menyusunnya walaupun dengan membuat surat yang terpendek daripadanya.

Al-Qur’an adalah perkataan yang mengandung mukjizat, yang ditunkan kepada

Nabi Muhammad saw, yang ditulis dalam mushaf, dan yang membacanya dianggap

ibadah.

Adapun definisi al-Qur’an ialah “kalam Allah swt yang merupakan mukjizat, yang

diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad saw, dan yang ditulis di mushaf kemudian

diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.” (Depag. RI., Al-Qur’an

dan terjemahannya, 1985:16)

Page 11: Makalah Agama Dan Qurdist

Cara turunnya al-Qur’an , ada 3 macam pendapat :

1. Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia pada malam al-Qadar sekaligus, dari awal

hingga akhir. Kemidian dirunkan berangsur-angsur dalam tempo 20 tahun atau 23

tahun.

2. Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia dalam 20 kali Lailatur Qadar dalam 20 tahun

atau 23 tahun.

3. Al-Qur’an itu permulaan turunnya ialah di malam al-Qadar, kemudian setelah itu

diturunkan secara berangsur-angsur dalam berbagai waktu.

Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi secara berangsur-angsur selama 2 tahun 2 bulan 22 hari,

baik langsung maupun melalui perantara malaikat Jibril. Dan setiap kali bulan ramadhan Jibril

menguji hafalan Qur’an Rasulullah, kecuali menjelang beliau wafat.

II. Nama-Nama Lain Al-Qur’an

Nama al-Qur’an yang disebut dalam Kitab suci al-Qur’an ada 70 kali, diantaranya :

1. Al-Burhan, artinya mengandung alasan-alasan, argumentasi, yang dapat difahami dan

diterima oleh akal manusia. (Q.S. An-Nisa’ (4):174)

2. An-Nur, maksudnya cahaya yang menerangi dan memancarkan sinar terang ditengah-

tengah kegelapan.

3. Al-Bayan, artinya memberikan keterangan tentang segala sesuatu masalah dan

persoalan yang dijumpai dalam kehidupan.

4. Adz-Dzikir, maksudnya peringatan kepada umat manusia agar menempuh jalan yang

lurus untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. (Q.S. al-Hijr (15):9)

5. Al-Furqan, artinya pemisah antara haq dan bathil, antara yang benar dengan yang

palsu, antara keadilan dengan kezaliman dan lain-lain. (Q.S. al-Furqan (25):1)

6. Al-Huda, artinya memberi petunjuk. (Q.S. Fush Shilat (41):44)

7. Ar-Ruh, artinya jiwa atau semangat yang mendorong manusia untuk mencapai

kejayaan.

8. Al-Kitab, lihat surat al-Baqarah (2):2 dan surat al-An’am (6):114.

9. At-Tanzil, artinya sesuatu yang diturunkan.

III. Perbedaan Antara Al-Qur’an dengan Hadis Qudsi

Dalam hal ini ada dua pendapat :

Page 12: Makalah Agama Dan Qurdist

a. Pendapat pertama mengatakan, bahwa Hadis Qudsi termasuk firman Allah, bukan

sabda Nabi, tetapi Nabi hanya menceritakan saja, dengan alasan-alasan seperti :

1. Hadis Qudsi selalu disandarkan kepada Allah. Oleh karena itu Hadis Qudsi juga

dinamai Hadis Ilahy.

2. Nabi bersabda, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman : “Wahai hamba-hamba-Ku,

sesungguhnya aku mengharamkan penganiayaan atas diri-Ku.”

3. Bahwa sanad Hadis Qudsi itu tidak hanya berakhir pada Nabi, tetapi sampai

kepada Allah melalui Nabi; sedangkan sanad Hadis Nabawi (Hadis biasa) hanya

sampai kepada Nabi.

Menurut pendapat ini, meskipun Hadis Qudsi itu termasuk firman Allah, tetapi ia tidak

mempunyai status yang sama dengan al-Qur’an, karena al-Qur’an diterima secara

mutawatir, sedangkan Hadis Qudsi seperti keadaan Hadis-Hadis Nabawi lainnya yang

pada umumnya diterima secara Ahad (perorangan).

b. Pendapat kedua mengatakan, bahwa Hadis Qudsi itu lafadznya dari Nabi sendiri

seperti Hadis-Hadis Nabawi lainnya.

Yang berpendapat demikian antara lain Abu al-Baqa’ dan al-Thibi.

IV. Sejarah Turunnya Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dan penyampaiannya secara

keseluruhan memakan waktu lebih kurang 23 tahun, yakni: 13 tahun waktu Nabi masih tinggal

di Makkah sebelum Hijrah disebut surat/ayat Makkiyah dan 10 tahun waktu Nabi sesudah

hijrah ke Madinah disebut surat/ayat Madaniyah. Al-Qur’an mulai diturunkan kepada Nabi

Muhammad pada malam Qadar tanggal 17 Ramadhan pada waktu Nabi telah berusia 41 tahun,

bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M.

Surat/ayat Makkiyah merupakan 19/30 dari al-Qur’an, surat dan ayat-ayatnya pendek-

pendek dan gaya bahasanya singkat-padat (ijaz). Isi surat/ayat Makkiyah pada umumnya

berupa ajakan/seruan untuk bertauhid yang murni (pure monotheisme) atau Ketuhanan Yang

Maha Esa secara murni dan juga tentang pembinaan mental dan akhlak.

Surat/ayat Madaniyah merupakan 11/30 dari al-Qur’an, surat dan ayat-ayatnya

panjang-panjang dan gaya bahasanya panjang lebar dan lebih jelas (ithnad). Isi surat/ayat

Madaniyah pada umumnya berupa norma-norma hukum untuk pembentukan dan pembinaan

suatu masyarakat/umat islam dan Negara yang adil dan makmur yang di ridhai Allah swt.

Hikmah diturunkannya al-Qur’an secara berangsur-angsur :

Page 13: Makalah Agama Dan Qurdist

1. Untuk meneguhkan hati Nabi dalam melakukan tugas sucinya, sekalipun ia menghadapi

hambatan-hambatan dan tantangan-tantangan yang beraneka macam (surat al-Furqan:32-

33).

2. Untuk memudahkan bagi Nabi menghafalkan al-Qur’an, sebab ia ummy (tidak pandai

baca tulis).

3. Untuk meneguhkan dan menghibur hati umat islam yang hidup dimasa Nabi (surat an-

Nur:55). Dan juga untuk meringankan bagi umat islam yang menghafalkan al-Qur’an

sebab mereka pada umumnya masih buta huruf.

4. Untuk memberi kesempatan sebaik-baiknya kepada umat islam untuk meninggalkan

sikap mental dan tradisi-tradisi pra islam (zaman Jahiliyah) yang negatif secara

berangsur-angsur.

V. Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an

a. Pada Masa Rasulullah

1. Para penulis : setiap kali (sahabat) menerima wahyu , Rasulullah memanggil beberapa

sahabat dan memerintahkan salah seorang diantara mereka menulis dan

membukukannya. Mereka itu disebut sebagai kuttab al-wanyi (para penulis wahyu).

2. Pola pengumpulannya : Zaid bin Tsabit mengatakan bahwa pengumpulan al-

Qur’an pada masa Rasulullah adalah dengan mengurutkan al-Qur’an pada kulit daun.

3. Alat tulis : Al-Usb (pelepah kurma), al-Likhaf (batu-batu yang tipis), ar-Riqa’

(potongan dari kulit kayu atau dedaunan), al-Karanif (kumpulan pelepah kurma yang

lebar), al-Aqtab (kayu yang diletakkan dipunggung unta sebagai alas untuk

ditunggangi), Aktaf (tulang kambing atau tulang unta yang lebar).

b. Pada Masa Khalifah

1. Masa Abu Bakar as-Shiddiq

Setelah Rasullullah wafat kemudian Abu Bakar diangkat/dipilih sebagai khalifah.

Pada masa itu sebagian bangsa Arab ada yang murtad. Abu bakar mengutus satu pasukan

tentara untuk memerangi mereka, sehingga terjadilah peperangan yang akhirnya banyak

memakan korban, diantaranya sahabat Nabi yang hafal al-Qur’an. Kejadian ini membuat

sahabat khawatir dan kemudian mereka ingin al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf

dan terpilihlah Zaid bin Tsabit sebagai tim.

2. Masa Utsman bin Affan

Page 14: Makalah Agama Dan Qurdist

Pada masa Utsman, terjadilah perbedaan bacaan al-Qur’an di kalangan umat islam

dan kalau hal ini dibiarkan, bisa mengganggu persatuan dan kesatuan umat islam. Atas

saran Hudzaifah untuk menyeragamkan penulisan al-Qur’an maka di bentuklah panitia

yang terdiri dari empat orang.

c. Pada Masa Modern

Pada masa sekarang karena media dan alat perekam suara telah ditemukan, maka

bacaan bisa diulang-ulang kembali dalam rangka menyebarkan al-Qur’an dan

mengembangkannya di dunia islam. Orang-orang yang cemburu terhadap islam dan orang-

orang yang antusias untuk menyebarkannya, telah menyadari ketika mendengar rekaman-

rekaman tersebut dan akhirnya berlomba-lomba untuk memasukkan al-Qur’an ke dalam

kaset (pita suara) agar bisa didengar setiap orang.

KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN

I. Pengertian Mukjizat al-Qur’an

Menurut bahasa, kata mukjizat berasal dari kata ‘ajaza (lemah). Sehingga mukjizat

adalah hal yang melemahkan, yang menjadikan sesuatu atau pihak lain tidak berdaya.

Mukjizat dalam bahasa arab adalah menisbatkan yang lemah kepada orang lain. Allah

berfirman dalam Q.S. al-Maidah (5):31

Artinya :

“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal..” (Q.S. al-Maidah (5):31)

Page 15: Makalah Agama Dan Qurdist

Secara istilah, yang dimaksud dengan mukjizat adalah tanda-tanda kebenaran Nabi

dalam pengakuannya sebagai Rasul dengan menampakkan kelemahan orang-orang untuk

menghadapi mukjizat.

Kemukjizatan al-Qur’an adalah keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki al-

Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia baik secara individual maupun kolektif, untuk

mendatangkan sesuatu yang serupa atau menyamainya. Mukjizat al-Qur’an bukan berarti

melemahkan manusia tetapi memberikan pengertian kepada mereka tentang kelemahan

mereka untuk mendatangkan sesuatu yang sejenis dengan al-Qur’an, menjelaskan bahwa kitab

Allah ini haq, dan Rasul yang membawanya adalah rasul yang benar.

Kemukjizatan al-Qur’an antara lain terletak pada fashahah dan balaghahnya,

susunannya dan gaya bahasanya, serta isi yang tiada bandingnya. Allah sengaja menantang

orang-orang Arab untuk membuat yang semisal al-Qur’an dengan tiga tahapan :

1. Menantang mereka dengan seluruh al-Qur’an dengan uslub umum yang meliputi

orang Arab sendiri dan orang lain, manusia dan jin, dengan tantangan yang

mengalahkan kemampuan mereka secara padu melalui firman-Nya. (Q.S. al-Isra’

(17):88)

2. Menantang mereka dengan sepuluh surat saja dari al-Qur’an, sebagaimana dalam Q.S.

Hud (11):13.

3. Menantang mereka dengan satu surat saja dari al-Qur’an, sebagaimana dalam Q.S.

Yunus (10):38.

Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang diberikan Allah kepada Nabi

Muhammad. Hal ini dapat disaksikan oleh seluruh umat manusia sepanjang masa untuk

menjamin keselamatan dan kemurnian al-Qur’an.

Mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad dan Nabi-nabi lainnya ada dua

jenis :

Pertama : Hissi, yaitu mukjizat yang dapat dilihat oleh mata, didengar, dirasa, dan

ditangkap oleh panca indera. Ia sengaja ditunjukkan kepada manusia yang tidak mampu

menggunakan akal pikiran dan kecerdasannya untuk menangkap keluarbiasaan Allah.

Kedua : Maknawi, yaitu mukjizat yang tidak dapat dicapai dengan kekuatan panca

indera semata, tetapi harus dicapai dengan kekuatan dan kecerdasan akal pikiran. Hanya

orang-orang yang mempunyai akal sehat dan kecerdasan yang tinggi, mempunyai hati nurani

dan berbudi pekerti luhur sajalah yang mampu menangkap dan memahami kebesaran mukjizat

seperti ini.

Page 16: Makalah Agama Dan Qurdist

Kedua mukjizat ini diberikan kepada Nabi Muhammad dan juga al-Qur’an

mengandung keduanya. Bahkan maknawi lebih besar porsinya dibandingkan hissi. Al-

Qur’an memang dipersiapkan untuk menghadapi dan mengendalikan segala zaman.

Banyak komentar yang muncul oleh para ulama-ulama tentang kemukjizatan al-

Qur’an, sehingga al-Qur’an secara terus-menerus menantang semua kesusastraan Arab untuk

mencoba menandinginya, tetapi tidak seorang pun yang mampu menjawab tantangan al-

Qur’an.

Adapun mengenai segi atau kadar manakah mukjizat itu, maka jika seorang peneliti

yang obyektif mencari kebenaran al-Qur’an dari aspek manapun yang ia sukai, ia akan

temukan kemukjizatan itu meliputi tiga macam aspek, yaitu aspek bahasa, aspek ilmiah, dan

aspek tasyri’. Kemukjizatan ilmiah al-Qur’an yaitu melalui semangatnya dalam memberikan

dorongan kepada manusia dalam berpikir menggunakan otaknya.

II. Aspek Kemukjizatan al-Qur’an

Pendapat dan panduan ulama kalam tentang aspek kemukjizatan al-Qur’an berbeda-

beda. Satu golongan ulama berpendapat, al-Qur’an itu mukjizat dengan balaghahnya yang

mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingnya. Sebagian yang lain berpendapat bahwa segi

kemukjizatan al-Qur’an itu ialah kandungan badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa

yang telah dikenal dalam perkataan orang Arab.

Muhammad Ali as-Shabuni dalam kitab at-Tibyan menyebutkan segi-segi

kemukjizatan al-Qur’an sebagai berikut :

1. Susunannya yang indah, berbeda dengan susunan yang ada dalam bahasa orang-orang

Arab.

2. Terdapat uslub yang unik, berbeda dengan semua uslub bahasa Arab.

3. Bentuk undang-undang yang detail, yang sempurna melebihi undang-undang yang

dibuat oleh manusia.

4. Menggambaarkan hal-hal yang gaib, yang tidak bisa diketahui kecuali dengan wahyu.

5. Tidak bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan

kebenarannya.

6. Menepati janji yang dikabarkan dalam al-Qur’an.

7. Mengandung prinsip-prinsip ilmu-ilmu pengetahuan didalamnya.

8. Berpengaruh kepada hati engikut dan musuhnya.

Page 17: Makalah Agama Dan Qurdist

Sedangkan Quraish Shihab berpendapat bahwa pada garis besarnya mukjizat al-

Qur’an tampak dalam tiga hal pokok :

1. Susunan redaksinya yang mencapai puncak tertinggi dari sastra Arab.

2. Kandungan ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkan.

3. Ramalan-ramalan yang diungkapkan, yang sebagian telah terbukti kebenarannya.

Al-Qur’an itu mukjizat dengan segala makna yang dibawa dan dikandung oleh lafaz-

lafaznya. Al-Qur’an membawa ajaran penting bagi manusia sepanjang jaman di segala segi

kehidupan. Al-Qur’an tidak bisa ditiru, bukan hanya dalam kefasihan dan gaya bahasanya

yang mengagumkan, melainkan juga dalam hal isinya.

METODE MEMAHAMI TAFSIR

AL-QUR’AN

I. Pengertian Tafsir

Ada beberapa pengertian tafsir, diantaranya yaitu :

1. Tafsir dalam arti sempit yaitu tidak lebih dari menerangkan lafal-lafal ayat dan

I’rabnya serta menerangkan segi-segi sastra susunan al-Qur’an dan isyarat-isyarat

ilmiahnya.

2. Tafsir dalam arti luas yaitu yang bertujuan utama menjelaskan petunjuk-petunjuk al-

Qur’an dan ajaran-ajaran serta hukum-hukumnya dan nikmat Allah di dalam

mensyari’atkan hukum-hukum kepada umat manusia.

3. Tafsir menurut istilah

Abu Hayyan.

Tafsir yaitu ilmu yang membahasa tentang cara pengucapan lafadz-

lafadz al-Qur’an, tentang petunjuk-petunjuknya, hokum-hukumnya, dan

makna-makna yang dimungkinan baginya ketika tersusun serta hal-hal yang

melengkapinya.

Az-Zarkasyi.

Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad, menjelaskan makna-maknanya, serta

mengeluarkan hukum dan hikmahnya.

Page 18: Makalah Agama Dan Qurdist

4. Tafsir menurut bahasa

Sebagian Ulama mengatakan bahwa kata tafsir berasal dari dari kebalikan

kata safar, sehingga tafsir berarti penerangan/keterangan.

Imam Az-Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir itu berasal dari kata “tafsirah”,

yang berarti statoskop (alat yang dipakai oleh para dokter).

Menurut Syekh Mannaa’ul Qaththan, kata tafsir itu mengikuti wazan taf’iil,

dari kata fassara yang berarti menerangkan, membuka, dan menjelaskan

makna yang ma’quul.

Menurut Ibnu Mandzuur, perkataan tafsir itu berarti Al-Bayan atau

keterangan/kupasan.

II. Sistematika dan Macam-Macam Tafsir

Sistematika penafsiran al-Qur’an, diantaranya :

a. Sistematika sederhana, yaitu yang tidak banyak mengemukakan segi-segi

penafsirannya dan biasanya hanya memberi kata-kata sinonim dari lafal-lafal ayat yang

sukar serta sedikit penjelasan ringkas.

b. Sistematika sedang, yaitu yang hanya mengemukakan dua-tiga segi penafsiran saja.

c. Sistematika lengkap, yaitu yang banyak mengemukakan segi-segi penafsiran ayat.

Macam-macam tafsir al-Qur’an :

a. Tafsir ringkas, ialah yang hanya menerangkan makna lafal dengan sistematika yang

sederhana.

b. Tafsir sedang, yaitu yang menjelaskan makna lafal-lafalnya ayat al-Qur’an dengan

memakai sistematis yang sedang.

c. Tafsir yang luas, yaitu tafsir yang menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur;an dengan

sistematis yang lengkap.

III. Metode Tafsir

a. Metode Tahlili (Analisis)

Yang dimaksud dengan metode Tahlili adalah penjelasan tentang arti dan maksud

ayat-ayat al-Qur’an dari sekian banyak seginya yang ditempuh oleh mufasir dengan

menjelaskan ayat demi ayat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf melalui penafsiran

kosakata, penjelasan sebab nuzul, munasaban, serta kandungan ayat-ayat tersebut sesuai

Page 19: Makalah Agama Dan Qurdist

dengan keahlian dan kecenderungan mufasir itu. Metode Tahlili lahir jauh sebelum metode

Maudhu’iy.

b. Metode Maudhu’iy

Dalam perkembangannya metode Maudhu’iy mengambil dua bentuk penyajian.

Pertama, penyajian kotak yang berisi pesan-pesan al-Qur’an yang terdapat dalam ayat-ayat

yang terangkum pada satu surat saja. Kedua, penghimpunan pesan-pesan al-Qur’an yang

terdapat dalam satu surat saja belum menuntaskan persoalan, sehingga dihimpun saja

pesan-pesan yang terdapat dalam berbagai surat lainnya untuk memberikan jawaban utuh

dan tuntas.

Banyak keistimewaan dari metode ini. Dan tidak mudah menerapkan metode

maudhu’i. Mufasir yang menggunakannya dituntut untuk memahami ayat demi ayat yang

berkaitan dengan judul yang ditetapkannya.

Persyaratan menerapkan metode maudhu’I, yaitu :

Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).

Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.

Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan

tentang asbab al-nuzulnya.

Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing.

Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna.

Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok

bahasan.

Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun

ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian sama sehingga semuanya

terkumpul menurut bagian-bagiannya.

Metode Tahlili berbeda dengan metode Maudhu’iy. Perbedaannya antara lain :

1. Pertama

Mufasir Maudhu’iy dalam penafsirannya tidak terikat dengan susunan ayat dalam

mushaf, tetapi lebih terikat dengan urutan masa turunnya ayat atau kronologi kejadian.

Sedangkan mufasir Analisis memperhatikan susunan sebagaimana tercantum dalam

mushaf.

2. Kedua

Page 20: Makalah Agama Dan Qurdist

Mufasir Maudhu’iy tidak membahas segala segi permasalahan yang dikandung

dalam satu ayat, tetapi hanya yang berkaitan dengan pokok bahasan atau judul yang

diterapkan. Sementara para mufasir Analisis berusaha untuk berbicara menyangkut

segala sesuatu yang ditemukan dalam setiap ayat.

3. Ketiga

Mufasir Maudhu’iy berusaha untuk menuntaskan permasalahan-permasalahan

yang menjadi pokok bahasannya. Sedangkan mufasir Analisis biasanya hanya

mengemukakan penafsiran ayat-ayat secara berdiri sendiri.

c. Metode Muqarin (Komparasi)

Yang dimaksudkan dengan metode Komparasi adalah membandingkan ayat-ayat

al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi, yang membicarakan tentang

masalah atau kasus yang berbeda, dan yang memiliki redaksi yang berbeda bagi masalah

atau kasus yang sama atau diduga sama. Termasuk dalam obyek bahasan metode ini

adalah membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadist-hadist Nabi saw yang tampaknya

bertentangan, serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran ayat-

ayat al-Qur’an.

Dalam metode ini, khususnya yang membandingkan antara ayat dengan ayat

seperti dikemukakan diatas, sang mufasir biasanya hanya menjelaskan hal-hal yang

berkaitan dengan perbedaan kandungan yang dimaksud dengan masing-masing ayat atau

perbedaan kasus/masalah itu sendiri. (Surat al-Isra’ : 31)

Page 21: Makalah Agama Dan Qurdist

AL-HADIS

I. Pengertian al-Hadis

Menurut pendapat yang berlaku di kalangan muhaddisin, lebih-lebih para

muta’akhhkhirin, kita dapat menjumpai bahwa istilah Hadis dan Sunah adalah sinonim.

Dimana keduanya mempunyai pengertian sebagai isnad (penyandaran) perkataan, perbuatan,

penetapan dan sifat kepada Nabi saw. Akan tetapi dikembalikan kepada akar katanya dan

kemunculannya secara histories, akan ditemukan adanya perbedaan antara kedua istilah

tersebut.

Kata al-Hadis adalah menurut masdar, dari kata kerja haddasa – yuhaddisu – tahdisan,

yang mempunyai arti al-khabar (berita/cerita) atau al-ikhbar (menceritakan). Bentuk tunggal

dari kata al-Hadis adalah uhdusah (berdasarkan qiyas), kemudian dijadikan bentuk jama’

untuk lafaz hadis.

Ada beberapa pengertian secara Terminologis hadis yang berbeda dengan yang lain :

1. Menurut ulama hadis : sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw berupa perkataan,

perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya. (Termasuk sifat fisik Nabi saw)

2. Menurut ulama ushul : segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi yang bersangkut

paut dengan hukum.

Dengan demikian sesuatu yang dibuat-buat kemudian dinisbatkan kepada Nabi saw

tanpa melalui periwayatan yang sah dan diklaim sebagai Hadis Nabi saw disebut hadis

mawdu’ (palsu) atau tergolong Hadis dha’if yang paling lemah.

II. Bentuk-Bentuk Hadis

1. Hadis Qauli

Hadis qauli adalah segala yang disandarkan kepada Nabi saw yang berupa

perkataan atau ucapan yang memuat beberapa maksud syara’, peristiwa, dan keadaan,

baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, akhlaq maupun yang lainnya.

Contohnya : “Bahwasanya amal perbuatan itu tergantung dengan niatnya dan bagi

setiap orang akan memperoleh sebagaimana yang diniatkan. (H.R. Bukhari Muslim)”

2. Hadis Fi’li

Hadis fi’li adalah segala yang disandarkan kepada Nabi saw berupa

perbuatannya yang sampai kepada kita. Perbuatan itu merupakan petunjuk praktis

Page 22: Makalah Agama Dan Qurdist

terhadap peraturan syari’at yang belum jelas pelaksanaannya. Contohnya : “Konon

Rasulullah shalat di atas kendaraan (menghadap kiblat) menurut kendaraan itu

menghadap. Apabila beliau hendak shalat fardhu, beliau turun sebentar terus

menghadap kiblat. (H.R. Bukhari)”

3. Hadis Taqriri

Taqrir adalah keadaan ketika beliau mendiamkan, tidak menyanggah dan

menyetujui apa yang telah dilakukan dan dikatakan oleh para sahabat dihadapan

beliau. Sehingga yang dimaksud hadis taqriri adalah hadis yang berisi segala ketetapan

Nabi saw terhadap apa yang datang dari sahabat Nabi saw, membiarkan suatu

perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat baik

mengenai pelakunya maupun perbuatannya. Contoh : “Dalam suatu jamuan makan,

Khalid bin Walid menyajikan daging biawak dan mempersilahkan Nabi saw untuk

menikmati, kemudian Nabi saw menjawab : Tidak (maaf).”

III. Pengertian Hadis Qudsi

Hadis Qudsi adalah firman Allah yang lafadznya disusun oleh Nabi Muhammad atau

oleh Malaikat yang menyampaikannya. Hadis Qudsi meskipun termasuk firman Allah, tetapi

ia tidak mempunyai status yang sama dengan al-Qur’an, karena al-Qur’an diterima secara

mutawatir, sedangkan Hadis Qudsi seperti keadaan hadis-hadis Nabawi lainnya yang

umumnya diterima secara Ahad (perorangan).

IV. Perbedaan Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi

Tidak banyak perbedaan antara Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi karena lafadznya

sama-sama dari Nabi sendiri dan termasuk firman Allah. Perbedaannya hanya pada, bahwa

sanad Hadis Qudsi itu tidak hanya berakhir pada Nabi, tetapi sampai kepada Allah melalui

Nabi; sedangkan sanad Hadis Nabawi (Hadis biasa) hanya sampai kepada Nabi saja.

Page 23: Makalah Agama Dan Qurdist

SEJARAH PERIWAYATAN

dan

PEMBUKUAN HADIS

I. Pada Masa Rasulullah

Ketika Rasulullah saw wafat, al-Qur’an telah dihapalkan dengan sempurna oleh para

sahabat. Selain itu, ayat-yat suci al-Qur’an seluruhnya telah lengkap ditulis, hanya saja belum

terkumpul dalam bentuk sebuah mushaf. Adapun hadis atau sunah dalam penulisannya ketika

itu kurang memperoleh perhatian seperti halnya al-Qur’an. Penulisan hadis dilakukan oleh

beberapa sahabat secara tidak resmi, karena tidak diperintahkan oleh Rasulullah sebagaimana

ia memerintahkan mereka untuk menulis al-Qur’an. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat

memiliki catatan hadis-hadis Rasulullah. Mereka mencatat sebagian hadis-hadis yang pernah

mereka dengar dari Rasulullah saw.

Di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang mempunyai catatan-catatan hadis Rasul

adalah Abdullah bin Amr bin Ash, yang menulis sahifah-sahifah yang dinamai As-Sadiqah.

Sebagian sahabat menyatakan keberatannya atas pekerjaan yang dilakukan Abdullah itu.

Karena Rasulullah telah bersabda : “Janganlah kamu tulis apa-apa uyang kamu dengar dari

aku selain al-Qur’a. dan barang siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain al-Qur’an,

hendaklah dihapuskan.” (H.R. Muslim)

Mengenai keberatannya para sahabat atas apa yang dilakukan Abdullah, maka

Abdullah langsung saja bertanya kepada Rasulullah yang kemudian bersabda : “Tulislah apa

yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku ditangannya, tidak keluar dari mulutku

selain kebenaran.”

Menurut suatu riwayat, diterangkan bahwa Ali mempunyai sebuah sahifah dan Anas

bin Malik mempunyai sebuah buku catatan. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa

Rasulullah tidak menghalangi usaha para sahabat menulis hadis secara tidak resmi. Yang

dikhawatirkan oleh Nabi saw adalah tercampur-aduknya antara hadis dan al-Qur’an. Oleh

karena itu, setelah al-Qur’an ditulis dengan sempurna dan telah lengkap pula turunannya,

maka tidak ada larangan untuk menulis hadis. Dan izin menulis hadis diberikan kepada orang-

orang yang tidak kuat ingatan/hapalannya saja.

Page 24: Makalah Agama Dan Qurdist

II. Pada Masa Khulafaur Rasyidin

Masa ini dikenal dengan periode pembatasan hadis dan penyedikitan riwayat (zaman

al-tatsabut wa al-iqlal min al-riwayah). Usaha-usaha para sahabat di dalam membatasi hadis

dilatarbelakangi oleh rasa khawatir akan terjadinya kekeliruan, karena suhu politik umat Islam

secara internal mulai labil yang menimbulkan perpecahan bahkan fitnah. Oleh karenanya, para

sahabat sangat berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadis. Mereka melakukan

periwayatan hadis dengan dua cara :

1. Periwayatan bi al-lafdz, adalah redaksi hadis yang diriwayatkan betul-betul sama

dengan yang disabdakan oleh Nabi.

2. Periwayatan ma’nawi, ialah redaksi hadis yang diriwayatkan berbeda dengan yang

disabdakan Nabi, tetapi substansinya sama.

III. Pada Masa Tabi’in

Penyebaran hadis ke berbagai wilayah (zaman intisyar al-riwayat ila al-amshar) yang

berlangsung pada masa sahabat kecil dan tabi’in besar, dan juga wilayah islam sudah semakin

bertambah luas. Dengan demikian berdampak kepada menyebarnya hadis yang di bawa oleh

para sahabat yang pindah ke wilayah-wilayah tersebut untuk menjadi pimpinan atau menjadi

guru (pengajar) di sana. Pada masa tabi’in ini juga termasuk periode penulisan dan pembukuan

hadis secara resmi (‘ashr al-kitabat wa al-tadwin). Penulisan dimulai setelah ada perintah

resmi dari khalifah Umar bin Abd al-‘Aziz (717-720 M) sampai akhir abad ke-8 M. Ia adalah

khalifah Bani Umayah kedelapan yang mengintruksikan kepada Abu Bakar bin Muhammad

bin ‘Amr bin Hazm, Gubernur Madinah untuk menulis hadis, karena bercanpur-baurnya hadis

sahih dengan hadis palsu. Disamping itu juga rasa takut dan khawatir lenyapnya hadis-hadis

dengan meninggalnya para ulama dalam perang.

Pentadwinan terus berlangsung sampai masa Bani Abbas sehingga melahirkan para

ulama hadis. Dan juga dihasilkan pula sejumlah kitab-kitab hadis karya para ulama, baik

berupa al-Jami’, al-Musnaf, maupun al-Musnad. Kitab-kitab hadis terbitan periode ini belum

terseleksi betul sehingga masih bercampur antara hadis Nabi dan fatwa sahabat, bahkan fatwa

tabi’in, atau hadis marfu’, mauquf, dan maqthu’ disamping juga hadis palsu.

IV. Pada Masa Modern

Pada periode ini termasuk periode pemurnian, penyehatan, dan penyempurnaan (‘ashr

al-tajrid wa al-tashhih wa al-tangih) yang berlangsung antara awal abad ke-3 sampai akhir

Page 25: Makalah Agama Dan Qurdist

abad ke-3 Hijriah. Atau tepatnya, saat Dinasti Abbasiah dipegang oleh Khalifah al-Ma’mun

sampai al-Mu’tadir (2011-300 H). Pada masa ini, para ulam mengadakan gerakan penyeleksi,

penyaringan, dan pengklasifikasian hadis-hadis, yaitu dengan cara memisahkan hadis marfu’

dari hadis mauquf dan maqthu’. Hasil dari gerakan ini adalah lahirnya kitab-kitab hadis yang

sudah terseleksi, seperti Kitab Shahih, Kitab Sunan, dan Kitab Musnad.

Pada masa ini juga termasuk masa pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan

penghimpunan (‘ashr al-tahzib wa al-tartib wa al-istidrak wa al-jam’u), yang berlangsung

sekitar dua setengah abad. Hasil dari gerakan para ulama pada masa ini adalah lahirnya

sejumlah kitab hadis yang berbeda seperti Kitab Syarah, Kitab Mustakhrij, Kitab Athraf, Kitab

Mustadrak, dan Kitab Jami’.

Periode persyarahan, penghimpunan, dan pentakhrijan (‘ahd al-syarh wa al-jamu’ wa

al-takhrij wa al-bahts) juga termasuk periode modern yang merupakan kelanjutan periode

sebelumnya. Ulama pada periode ini mulai mensistemisasi hadis-hadis menurut kehendak

penyusun, memperbaharui kitab-kitab mustakhraj dengan cara membagi-bagi hadis menurut

kualitasnya. Mereka cenderung menyusun hadis sesuai topic pembicaraan.

KEDUDUKAN dan KEUTAMAAN

AL-HADIS

I. Sebagai Penjelas atau Penafsir Al-Qur’an

Umat islam sepakat bahwa hadis merupakan sumber ajaran islam kedua setelah al-

Qur’an. Kesepakan ini didasarkan pada nas, baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun

Hadis. Dalam al-Qur’an umpamanya disebut dalam surat al-Nisa [4] ayat 59, surat al-Ma’idah

[5] ayat 92, dan surat al-Nur [24] ayat 54. Adapun dalil hadis adalah sabda Nabi saw ketika

beliau hendak mengutus Mu’adz dalam hal penetapan hukum. Hadis dipergunakan apabila

tidak ditemukan ketetapan hukum di dalam al-Qur’an. Tanpa hadis, islam tidak akan tampak

ajarannya, bahkan seseorang tersesat karena tidak mengenal ajarannya secara utuh.

Hadis memiliki kedudukan nilai yang sangat tinggi dalam agama mengiringi

kedudukan al-Qur’an, karena kebanyakan ayat-ayat al-Qur’an mempunyai pengertian yang

masih mujmal (global), taqyid (memberikan persyaratan) dan mutlaq (absolut/tak terbatas).

Disamping itu, ia berfungsi sebagai tahkshish (menkhususkan) terhadap ayat-ayat al-Qur’an

Page 26: Makalah Agama Dan Qurdist

yang bersifat ‘amn (umum). Kemudian datang ucapan dan perbuatan Rasulullah yang menjadi

mubayyin (penjelas), muqayyid (pembatas) dan mukhasis (pentakhsis).

Hadis berfungsi menetapkan aturan dan hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur’an,

mangacu pada bayan al-Tasyri’ versi Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal. Contohnya hadis

yang menerangkan tidak dibolehkannya memadu antara bibi dan keponakan. Contoh tersebut

merupakan salah satu contoh hadis yang menempati posisi dan fungsi tertentu disamping al-

Qur’an

Kedudukan Rasulullah dan sunah beliau dalam islam telah disebutkan dalam beberapa

ayat al-Qur’an sebagai penjelas atau penafsir al-Qur’an, seperti : menjelaskan Kitabullah

(Abbas Bayyuni : 4), yaitu di antara tugas Rasulullah adalah menjelaskan baik dengan

perbuatan maupun perkataan hal-hal yang masih global dan sebagainya dalam al-Qur’an.

Tugas ini berdasarkan perintah dari Allah yang tentu saja bukan sekedar Qira’ah al-Qur’an

(membaca al-Qur’an). Oleh karena itu, menolak penjelasan Rasulullah terhadap al-Qur’an

sama saja artinya dengan menolak al-Qur’an.

II. Sebagai Tuntunan Dalam Beribadah dan Beruamalah

Lafad athi’u al-rasul (taatilah Rasul) dalam al-Qur’an (Q.S. Ali Imran [3]: 32)dan

132 ; al-Nisa [4]: 59 ; al-Anfal [8]: 1, 20, dan 46), dan lafad fa rudduh ila Allah wa al-rasul

(kembalikanlah kepada al-Qur’an dan Rasul), memberikan pengertian tentang kewajiban

menaati sekaligus menjalani apa yang di bawa oleh Rasul, yaitu hadis. Dengan demikian,

hadis menempati posisi kedua setelah al-Qur’an. Al-Imam al-Syafi’i mengatakan bahwa setiap

orang yang menerima hukum-hukum yang diwajibkan oleh Allah , maka ia berarti juga

menerima perintah-perintah Allah.

Adapun beberapa kedudukan dan sunah Rasulullah dalam islam yang telah disebutkan

dalam beberapa ayat al-Qur’an sebagai tuntunandalam beribadah dan beruamalah, di

antaranya :

1. Rasulullah merupakan teladan baik yang wajib dicontoh oleh setiap muslim (Mustafa

al-Azami, 1994:27). Allah swt berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 21, agar kita

beriman kepda datangnya hari kiamat dan banyak menyebut nama Allah seperti yang

sering dilakukan oleh Rasulullah untuk mendapatkan rahmat dari Allah swt.

2. Rasulullah wajib ditaati (Mustafa al-Azami, 1994:28). Allah berfirman dalam al-

Qur’an surat al-Anfal ayat 20 dan surat al-Nisa ayat 80. Ayat-ayat tersebut dengan

jelas menunjukkan bahwa Rasulullah diutus hanyalah agar dipatuhi perintah-perintah-

Nya dengan seizin Allah, bukan sekedar tablig (menyampaikan) atau memberikan

Page 27: Makalah Agama Dan Qurdist

kepuasan. Manusia belum dikatakan beriman apabila belum mau menerima sistem dan

hukum Allah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah sewaktu masih hidup dan

sesudah beliau wafat.

3. Rasulullah mempunyai wewenang untuk membuat aturan (Syari’ah). (Dr. Abbass

Bayyumi ‘Ajallan: 9). Ayat-ayat ini berisi perintah untuk beriman kepada Allah dan

Rasul-Nya, dengan konsekuensi mematuhi perintah-perintah, aturan-aturan dan sunah-

sunahnya. Dan manusia tidak mungkin memperoleh petunjuk dari ajaran-ajaran Rasul

tanpa mengikuti ajaran-ajaran itu sendiri. Ayat-ayat tersebut juga mengandung

penjelasan tentang wewenang dan kekuasaan Nabi untuk membuat suatu aturan

hukum. Dalam ayat ini Allah melimpahkan wewenang untuk menghalalkan atau

mengharamkan sesuatu kepada Nabi.

METODE MEMAHAMI AL-HADIS

I. Aspek Sanad

Sanad dari segi bahasa artinya sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran.

Sedangkan menurut istilah, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis

kepada Nabi Muhammad saw.

a. Riwayat dan Keadaan Para Periwayat

Pada umumnya riwayat dari golongan sahabat tidak diisyaratkan apa-apa untuk

diterima periwayatannya. Akan tetapi mereka pun sangat hati-hati dalam menerima hadis.

Pada masa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. periwayatan hadis diawasi secara hati-hati dan tidak

akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh seorang lain. Ali bin Abu Thalib tidak

menerima hadis sebelum yang meriwayatkannya disumpah. Tetapi itu tidak dipandang sebagai

suatu undang-undang umum diterima atau tidaknya periwayatan hadis. Meminta seorang saksi

kepada perawi, bukanlah merupakan keharusan dan hanya merupakan jalan untuk menguatkan

hati dalam menerima yang berisikan itu.

Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting, karena hadis yang diperoleh/

diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad, suatu periwayatan

hadis dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana hadis yang sahih atau

tidak untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum

Page 28: Makalah Agama Dan Qurdist

islam. Memperhatikan sanad riwayat adalah suatu keistimewaan dari ketentuan-ketentuan

umat islam.

b. Ittishal l-Sanad (Sanad Bersambung)

Unsur pertama dari kaedah kesahihan sanad hadis adalah ittishal l-sanad

(bersambungnya sanad), adalah tiap-tiap perawi dalam sanad hadis dari perawi pertama, yaitu

mukharrij sampai perawi terakhir menerima riwayat hadis dari perawi terdekat sebelumnya,

keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis itu, yaitu sahabat.

Dalam hubungannya dengan persambungan sanad, kualitas perawi sangat menentukan.

Secara mullah keadaan perawi dapat dibagi kepada siqah dan yang tidak siqah. Dalam

menyampaikan riwayat, perawi yang siqah memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan karenanya

dapat dipercaya riwayatnya. Dalam hal ini tidak dibenarkan adanya rangkaian sanad yang

terputus, tersembunyi, dan tidak diketahui identitasnya (wahm) atau samar.

c. Marfu’ (bersandar kepada Nabi)

Page 29: Makalah Agama Dan Qurdist

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelajaran tentang ilmu al-Qur’an tidak seharusnya kita tinggalkan begitu saja. Banyak

sekali manfaat-manfaat yang belum kita ketahui dari mempelajari ilmu al-Qur’an tersebut,

yang dapat juga kita jadikan pedoman dalam hidup dari mempelajari sejarah-sejarah Nabi dan

Rasul beserta sahabat-sahabatnya. Jika kita mau memanfaatkan media apa saja yang terdapat

disekeliling kita, mungkin kita tidak akan tertinggal dari yang lain. Al-Qur’an mewajibkan kita

untuk selalu berusaha dan menjauhi dari sifat malas.

Pelajaran tentang Hadis mungkin sangat membosankan, terutama bagi mahasiswa yang

malas membaca buku. Padahal zaman sekarang sudah banyak media-media yang memberikan

fasilitas agar menarik minat konsumen. Hadis merupakan hukum kedua setelah al-Qur’an.

Didalam ilmu hadis banyak manfaatnya, seandainya kita mau mencari informasi tentang ilmu-

ilmu Hadis tersebut. Karena dalam ilmu hadis terdapat juga berbagai kebiasaan Nabi saw dan

para sahabat, yang bisa kita jadikan contoh dalam kehidupan. Berbagai bentuk hadis yang

dituliskan oleh periwayat, yang mencakup segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi saw,

ditulis oleh para sahabat Nabi saw, baik secara langsung maupun sembunyi-sembunyi.

Tujuannya hanya bisa dijadikan contoh untuk generasi seterusnya.

3.2 Saran

Indonesia termasuk Negara yang penduduknya mayoritas islam, sudah seharusnya kita

mengetahui lebih banyak tentang ilmu al-Qur’an. Bagi siapa saja yang ingin memahami,

menghayati dan mengamalkan al-Qur’an dengan sebaik-baiknya adalah merupakan syarat bagi

yang mau menafsirkan al-Qur’an dengan setepat-tepatnya. Menafsirkan al-Qur’an tidak bisa

sembarang dilakukan, karena akan mengurangi keaslian isi al-Qur’an tersebut. Oleh karena

itu, bagi siapa saja yang ingin menafsirkan al-Quran dengan benar harus terlebih dahulu

mengetahui hukum-hukumnya.

Sudah sewajarnya Indonesia sebagai Negara yang penduduknya mayoritas islam,

mengetahui lebih banyak tentang ilmu al-Hadis. Bagi siapa pun yang ingin membuat

periwayatan Hadis yang absah, hendaklah mengetahui terlebih dahulu kriteria-kriteria atau

Page 30: Makalah Agama Dan Qurdist

syarat-syarat dimana suatu Hadis yang diriwayatkan dapat dikatakan berasal dari Nabi saw

atau dengan kata lain Hadis tersebut benar-benar bersumber dari Nabi yang didukung dengan

kaedah-kaedah kesahihan yang telah ditetapkan oleh ahlinya dan juga telah ditetapkan oleh

ahli hadis buktinya. Menurut ahli hadis, Hadis sahih adalah hadis yang sanad dan matannya

sahih. Sehingga diketahui bagaimana status Hadis-hadis yang tidak memenuhi kriteria-kriteria

tersebut dan bagaimana suatu Hadis sampai kepada derajat maudu’ (palsu).

Page 31: Makalah Agama Dan Qurdist

DAFTAR PUSTAKA

Kholis, Nur.2003.Studi Islam 1.Yogyakarta : UAD

Mushthafa, Ahmad.1985.Tafsir al-Maraghi.Semarang : C.V. Toha Putra

Waharjani.1999.Studi Islam 1.Yogyakarta : UAD

Zuhdi, Masjfuk.1980.Pengantar Ulumul Qur’an.Surabaya : PT Bina Ilmu

Mubarok, Jaih.2004.Metodologi Studi Islam.Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Zainuddin.2000.254 Hadis Qudsi.Jakarta : Rineka Cipta