makalah 1 - file · web viewbab i. pendahuluan. latar belakang. untuk membangun sebuah...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk membangun sebuah bangsa dan negara yang maju dan berkembang,
dibutuhkan seumber daya manusia yang berkualitas guna mengelola bangsa dan
negara itu sendiri. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas
tersebut, pendidikan sangat berperan penting untuk sebuah pembangunan bangsa
dan negara ke arah yang lebih baik.
Sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, disebutkan
bahwa salah satu tujuan pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.,
dan untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah membuat suatu kebijkan
tentang pendidikan yang dituangkan dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20
Tahun 2003.
Selain itu, untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas, maka setiap satuan
pendidikan harus bisa memenuhi Standar Nasional Pendidikan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Yang sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005. Sehingga
tidak menutup kemugkinan bagi satuan pendidikan untuk bisa menyelenggarakan
satuan pendidikan yang bertaraf internasional, contohnya program SBI. Di mana
melalui pelaksanaan program tersebut dapat menghasilkan sumber daya manusia
yang cerdas, berkualitas, dan berdaya saing tinggi baik nasional maupun
internasional.
Di dalam makalah ini, Penulis akan membahas tentang program SBI dan
bagaimana implementasinya dengan melakukan study lapangan terhadap SMP
Negerti 1 Cimahi.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
a) Untuk mengetahui apa itu Sekolah potemsial, SSN dan SBI.
b) Untuk mengtahui apa saja kriteria dari SBI.
2
c) Untuk mengetahui bagaimana implementasi dari kebijakan SBI di SMP Negri 1
Cimahi.
d) Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan SBI
khusunya di SMP Negeri 1 Cimahi.
C. Rumusan Masalah
Terdapat rumusan masalah didalam makalah ini, yaitu:
a) Apa yang dimaksud dengan Sekolah potensial, SSN, RSBI dan SBI?
b) Apa dasar hukum dari SBI?
c) Bagaimana kriteria dari SBI?
d) Bagaimana implementasi program RSBI dalam rangka menuju SBI di SMP
Negeri 1 Cimahi ?
e) Hambatan apa saja yang dihadapi oleh SMP Negeri 1 Cimahi dalam proses
menuju SBI?
f) Solusi apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?
D. Pendekatan dan Metode
Pendekatan dan metode yang digunakan oleh peulis untuk menyusun makalah
ini yaitu dengan menggunakan metode kuantitatif yaitu dengan melakukan
wawancara kepada tenaga pendidik dan kependidikan di SMP Negeri 1 Cimahi,
yaitu Wakil Kepala Sekolah sekaligus guru Fisika yaitu Pak Karyana, dan
Penanggung Jawab RSBI sekaligus guru Matematika yaitu Pak Cece. Selain itu,
dengan observasi ke SMP Negeri 1 Cimahi, studi pustaka, literatur internet, dan
lain-lain.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini yaitu, Bab I Pendahuluan, terdiri
dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, pendekatan dan metode, serta
sistematika makalahnya. Pada Bab II Kajian Teori, membahas tentang konsep
3
sekolah formal standar (Sekolah Potensial/rintisan), konsep sekolah formal
mandiri (SKM/SSN) dan konsep Sekolah Bertaraf Internasional (SBI);
Sedangkan pada BAB III Pembahasan, meliputi dasar hukum yang
berhubungan dengan penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional,
implementasi, hambatan atau kendala pelaksanaan RSBI, dan solusi dari hambatan
tersebut. Bab IV Penutup, yaitu kesimpulan dan saran.
4
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Sekolah Formal Standar (Sekolah Potensial/Ritisan)
Sekolah potensial merupakan suatu satuan pendidikan yang belum memenuhi
standar nasional pendidikan. Adapun definisi sekolah potensial yang dikutip oleh
Riza Sativa dalam situs (http://oryza-sativa135rsh.blogspot.com/2011/01/sekolah-
bertaraf-international-sbi-dan.html) yaitu:
“Sekolah potensial, yaitu sekolah yang masih relatif banyak
kekurangan/kelemahan untuk memenuhi kriteria sekolah yang sesuai
dengan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam
UUSPN Tahun 2003 pasal 35 maupun dalam PP No. 19 Tahun 2005.
Sitegaskan dalam penjelasan PP No.19 Tahun 2005 pasa 11 ayat 2 dan
3 bahwa kategori sekolah potesial adalah sekolah yang belum
memenuhi (masih jauh) dari SNP.”
Karena sekolah potensial tersebut belum dan masih jauh dari standar nasional
pendidikan, maka untuk mengetahui karakteristik sekolah tersebut, berikut ada
beberapa kriteria sekolah potensial yaitu:
a) Sekolah negeri maupun swasta;
b) Memiliki rata-rata UN yang lebih rendah daripada rata-rata UN untuk kriteria
sekolah standar nasional (SSN), misalnya untuk penetapan SSN tahun 2006
persyaratan UN tahun 2004 minimal 6,33 dan UAN tahun 2005 6,50.
Sedangkan untuk penetapan SSNS tahun 2007 UN tahun 2005 minimal 6,35
dan UN tahun 2006 minimal 6,75;
c) Termasuk sekolah yang tergolong ketagori cukup atau kurang di
kabupaten/kota yang bersangkutan, yaitu memiliki karakteristik sekup atau
kurap terhadap 8 SNP (Standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses,
standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan kependidikan, standar
5
manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian) atau di bawah nilai
baik dan amat baik. Hal ini dibuktikan dengan penilaian kinerja sekolah yang
dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kotal;
d) Bukan sekolah yang didukung oleh yayasan yang memiliki pendanaan yang
kuat, baik dari dalam maupun luar negeri; dan
e) Sekolah dengan niali akreditasi di bawah A.
B. Konsep Sekolah Formal Mandiri (Sekolah Standar Nasional/SSN)
Kriteria kedua dari satuan pendidikan yang Sekolah Standar Nasioal (SSN),
yang mana SSN merupakan sekolah atau satua pendidikan yang telah memenuhi
delapan standar pendidikan yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar
proses, standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan kependidikan, standar
manajemen, standar pembiayaan dan standar penilaian.
Landasan hukum dari pelaksanaan SKM/SSN yang terdapat dalam situs
(http://www.slideshare.net/J321_M/manajemen-sekolah-bermutu-dalam-kajian-
sekolah-potensial) yaitu:
a) UU RI No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 34 Tahun 2004.
b) UU RI No 25 Tahun 1999 Tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
c) UU RI No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:(a) Pasal 12 ayat (1) huruf b : setiap peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
(b) Pasal 12 ayat (1) huruf f : setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(c) Bab IX, pasal 35 bahwa: standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
6
d) Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan antara pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
e) Peraturan pemerintah No 19 Tahun 2005, bagian ketiga pada Pasal 10 dan 11 mengatur tentang bebab belajar dan bentuk sistem paket dan sistem satuan kredit (SKS).
f) Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemeritahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
g) Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.h) Permendiknas No 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi
Lulusan.i) Permendiknas No 6 Tahun 2007, sebagai penyempurnaan
permendiknas No 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No 22 dan 23 Tahun 2006.
j) Permendiknas No 12 Tahun 2007 tentang Standar pengawas Sekolah.
k) Permendiknas No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah.l) Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru.m) Permendiknas No 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam
Jabatan.n) Permendiknas No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan.o) Permendiknas No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian
pendidikan.p) Permendiknas no 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana Pendidikan.q) Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.r) Rencana Strategis Depdiknas tahun 2005-2009.s) Rencana Strategi Ditjen Manajemen Disdakmen tahun 2005-2009.
C. Konsep Sekolah Berstandar Internasional
Di Indonesia, sekolah bertaraf internasional dimulai ketika banyak para
orang-orang asing yang tingga dan bekerja, baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, yang mana mereka bekerja sebagai diploma atau duta besar yang negara-
negara tersebut. Sehingga ada sekolah khusus untuk menampung anak-anak
sebagai siswa dari orang tua yang bekerja sebagai diplomat maupun duta besar di
7
Indonesia. Contohnya yaitu Jakarta Internasional School (JIS), yang didirikan
tahun 1951.
Sebelum menuju kepada jenjang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), setelah
suatu satuan pendidikan berkategori SSN berarti sekolah tersebut telah memenuhi
kedelapan SNP, di mana dari kategori tersebut sekolah dapat naik menjadi kategori
RSBI(Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). RSBI tersebut merupakan
pendidikan yang diselenggarakan seteleh terpenuhinya standar nasional
pendidikan, yang mana sekolah yang berkategorikan RSBI, tujuan dan program-
program yang terdapat dalam RSBI tersebut mengarah untuk menuju kepada
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), karena RSBI ditujukan dan dipersipakan
untuk berarti mencapai kategori satuan pendidikan SBI (Sekolah Bertaraf
Internasional).
Adapun pengertian pendidikan bertaraf internasional adala pendidikan yang
diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya
dengan standar negara maju. Menurut Permendikan No 78 tahun 2009 Tentang
Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar
dan Menengah, tujuan diselenggarakannya SBI adalah untuk menghasilkan lulusan
yang memiliki:
a) Kompetensi sesuai standar kompetensi lulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
b) Daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan kemampuan menampilkan keunggulan lokan di tingkat internasional.
c) Kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional yang dibuktikan dengan perolehan medali emas, perak, perunggu dan bentuk penghargaan internasional lainnya.
d) Kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan sekolah menengah kejuruan.
e) Kemampuan berkomunkasi dalam bahasa Inggris (skor TOEFL Test > 7,5 dalam skala internet based test bagi SMA, skor TOEIC 450 bagi SMK), dan/atau bahasa asing lainnya.
f) Kemampuan berperan aktif secara iternasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dalam perspektif sekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup.
8
g) Kemampuan menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara profesioal.
Untuk melaksanakan jenjang pendidikan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional)
tentunya harus didasarkan pada landasan yuridis sebagai berikut, antara lain:
a) UU No. 20 Tahun 2003 (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 50 ayat
(3), yaitu: “Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan
pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan untuk menjadi
satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
b) UU No 32 Tahun 2004 (Pemerintahan Daerah).
c) PP No 19 Tahun 2005 (Standar Nasional Pendidikan).
d) PP No 38 Tahun 2007 (Pembagian Urusan Pemerintah antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupate/Kota).
e) PP No 48 Tahun 2008 (Pendanaan Pendidikan).
f) PP No 17 Tahun (Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan).
g) Permendiknas N0 63 Tahun 2009 (Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan).
h) Permendiknas No 78 Tahun 2009 (Penyelenggaraan SBI Pada
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah).
Secara umum, setiap satuan pendidikan yang sedang mmenuju kepada jenjang
SBI harus memenuhi beberapa kriteria dari Sekolah Bertaraf Internasional sebagai
berikut:
No Parameter Persyaratan
1. Standar Nasional
Pendidikan (SNP)
Harus sudah terpenuhi
2. Guru Min. S2/S3: 10 % (SD), 20% (SMP, dan
9
30% (SMA).
3. Kepala Sekolah Min. S2 dan mampu berbahasa asing
secara aktif
4. Akreditas A (95)
5. Sarana dan
Prasaraa
Berbasis TIK
6. Kurikulum KTSP diperkaya dengan kurikulum dari
negara maju, penerapan SKS pada
SMA/SMK
7. Pembelajaran Berbasis TIK, dan billingual (mulai dari
kelas 4 SD), sister school dengan sekolah
dengan negara anggota OECD atau
negara maju lainnya.
8. Manajemen Berbasis TIK; ISO 9001 dan ISO 14000
9. Evaluasi Menerapkan model UN dan diperkaya
dengan sistem ujian internasional ( negara
maju atau negara lain yang memiliki
keunggulan tertentu).
10. Lulusan Memiliki daya saing internasional dalam
melanjutkan pendidikan dan bekerja
(SMK).
11. Kultur Sekolah Terjaminnya Pedidikan Karakter, bebasa
Bullying, Demokrasi, Partisipatif.
12. Pembiayaan APBN, APBD dan boleh memungut
biaya dari masyarakat atas dasar RAPBS.
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
Sebelum menuju kepada Skolah Bertaraf Internasional (SBI), terlebih dahulu harus
ada tahapan dari Sesolah Standar Nasional (SSN) dan Rintisan Sekolah Bertaraf
10
Interasional (RSBI), dan setiap tahap harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai
berikut yang terdapat dalam situs
(http://oryza-sativa135rsh.blogspot.com/2011/01/sekolah-bertaraf-international-sbi-
dan.html) yaitu:
Beberapa program dan kegiatan yang harus dilakukan oleh sebuah sekolah untuk menuju Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), antara lain:
Sekolah Standar Nasional (SSN)
1. Memiliki rata-rata UN 6,52. Tidak Double Shift3. Berakreditasi B dan BAN
Sekolah/Madrasah
RSBI
1. Sudah Sekolah Standar Nasional (SSN)
2. Berakreditasi A dari Ban Sekolah/Madrasah
3. Pembelajaran Matematika IPA, dan Kejuruan (SMK) dilakukan dalam bahasa Indonesia dan/atau dalam bahasa Internasional (billingual)
4. Nilai rata-rata UN 7,0
SBI
1. SNP dan diperkaya Standar Kualitas pendidikan negara manju
2. Berakreditasi A dari BAN Sekolah/Madarasah
3. Pembelajaran Matematika IPA, dan kejuruan (SMK) dilakukan dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa internasionla (billingual)
4. Nilai rata-rata UN 8,0
11
a) Mempersiapkan kurikulum yang mengacu pada kurikulumnegara maju;
b) Meningkatkan kualitas proses pembelajaran;c) Melatih guru dalam pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran;d) Meningkatkan kompetensi dan kualifikasi guru;e) Mendapatkan pendampingan dan tenaga ahli;f) Menjalin sister school;g) Meningkatkan kemampuan guru dalam berbahasa Internasional;h) Menerapkan Sistem Manajemen Mutu (ISO);i) Menyelenggarakan pelatihan leadership untuk Kepala Sekolah; danj) Melengkapi sarana sekolah.(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
Pada proses pelaksanaannya, SBI tetap menggunakan standar nasional
pendidikan tetapi diperkaya dan didukung dengan standar pendidikan dari negara
lain, yaitu salah satu negara dari anggota OECD (Organisation for Economic Co-
operation and Development). Menurut UU No 78 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasiol (SBI) pada Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah, bahwa:
“Organisation for Economic Co-operation and Development yang kemudian disingkat OECD adalah organisasi internasional yang bertyjuan membantu pemerintahan negara anggotanya yang menghadapi tantangan globalisasi ekonomi. Adapun negara maju lainnya adalah negara yang tidak termasuk dalam keanggotaan OECD tetapi memiliki keunggulan dalam bidang pendidikan tertentu.”
Anggota dari OECD ini biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang
penddidikan yang telah diakui secara internasional, diantara negara sebagai
anggota dari OECD antara lain: Australia, Austri, Belgia, Kanada, Czech
Republic, Denmark, Finlandia, Pracis, Jerman, Greece, Hungaria, Iceland,
Irlandia, Italia, Jepang, Korea, Luxembourg, Meksiko, Belanda, Selandia Baru,
Norwegia, Polandia, Portugal, Republik Slovakia, Spanyol, Swedia, Switzeland,
Turki, Inggris, Amerika Serikat dan negara maju lainnya seperti Chili, Estonia,
Israel, Rusia, Slovenia, Singapura dan Hongkong.
12
Dalam pelaksanaan program sekolah bertaraf internasional tersebut, masih
memunculkan pro dan kontra antar masyarakat dann pemerintah. Bahkan ada
anjuran bahwa SBI harus dibubarkan, berikut ini ada 10 alasan yang dikemukakan
oleh Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (ISI) Satria Dharma dalam Petisi
Pendidikan tentang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang dinilai sebagai
program gagal di depan Komisi X DPR RI, seperti yang dikutip oleh M. Latief
dalam situs
(
http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/08/20324426/10.Alasan.Utama.SBI.Haru
s.Dihentikan), yaitu:
a) Program SBI tidak didahului riset yang lengkap sehingga konsepnya sangat buruk;
b) SBI adalah program yang salah model. Kemdiknas membuat panduan model pelaksanaan untuk SBI baru (news developed), tetapi yang justru pengembangan pada sekolah-sekolah yang telah ada;
c) Program SBI telah salah asumsi. Kemdiknas mengasumsikan, bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam pengantar bahasa Inggris, seorang guru harus memiliki TOEFL > 500;
d) Telah terjadi kekacauan dalam proses belajar-mengajar dan kegagalan didaktik, di mana guru dituntut untuk menyampaikan materi dalam bahasa inggris;
e) Penggunaan bahasa pengantar pendidikan yang salah konsep. Dengan label SBI, materi pelajaran harus disampaikan menggunakan bahasa Inggri, sedangkan di Jepang dan China justru menggunakan bahasa nasionalnya sendiri;
f) SBI dinilai telah menciptakan diskriminasi dan kastanisasi dalam pendidikan;
g) SBI telah menjadikan sekolah-sekolah publik menjadi komersial;h) SBI telah menyebabkan penyesatan pembelajaran;i) SBI telah menyesatkan tujuan pendidikan; danj) SBI adalah sebuah pembohongan publik.
BAB III
13
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum yang Berhubungan dengan Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf
Internasional
Sebagai dasar acuan dan pedoman dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan
jenjang SBI, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) No 78 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf
Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Di mana dalam
Permendiknas tersebut terdapat 12 BAB, 35 ayat dan 112 pasal, dengan
penjabaran sebagai berikut:
a) BAB 1 tentang Ketentuan Umum terdiri dari 2 pasal (pasal 1 dan 2) dan 11
ayat;
b) BAB II, tentang Penyelenggaraan terdiri dari 13 pasal 46 ayat, yaitu pasal 3,
pasal 4 (kurikulum) dengan 2 ayat, pasal 5 (proses pembelajaran) dengan 5
ayat, pasal 6 (pendidik dan tenaga kependidikan) dengan 8 ayat, pasal 7
(pendidikan dan tenaga kependidikan) dengan 3 ayat, pasal 8 (pendidik dan
teaga kependidikan) dengan 2 ayat, pasal 9 (pendidik dan tenaga kependidikan)
dengan 1 ayat, pasal 10 (sarana prasarana) dengan 5 ayat, pasal 11 dan 12
dengan 5 ayat (pengelolaan), pasal 13dan 14 dengan 9 ayat (pembiayaan), dan
pasal 15 ( pengelolaan);
c) BAB III tentang Peserta Didik yang terdiri dari 3 pasal dan 7 ayat. Yaitu pasal
16 dengan 2 ayat, pasal 17 dengan 2 ayat dan pasal 18 dengan 4 ayat;
d) BAB IV, tentang Kultur Sekolah yang terdiri dari 2 pasal dan 8 ayat. Yaitu
pasal 19 dengan 4 ayat dan pasal 20 dengan 4 ayat;
e) BAB V, tentang Kewenangan Penyelenggaraan yang terdiri dari 6 pasal dan 16
ayat. Yaitu pasal 21 dengan 5 ayat, pasal 22 dengan 4 ayat, pasal 23 dengan 2
ayat, pasal 24 dengan 4 ayat, pasal 25 dan pasal 26 dengan 5 ayat;
f) BAB VI, tentang Perizinan dan Penyelenggaraan dengan 2 pasal dan 6 ayat.
Yaitu pasal 27, dan pasal 28 dengan 6 ayat;
14
g) BAB VII, tentang Pengendalian Penyelenggaraan yang terdiri dari 1 pasal dan 3
ayat. Yaitu pasal 29 dengan 3 ayat;
h) BAB VIII, tentang Pengawasan dengan 1 pasal dan 4 ayat (pasal 30 dengan 4
ayat);
i) BAB IX, tentang Pelaporan dan Tindak Lanjut dengan 1 pasal dan 2 ayat (pasal
31 dengan 2 ayat);
j) Bab X, tentang Sanksi terdiri dari 2 pasal dan 3 ayat. Yaitu pasal 32 dengan 2
ayat dan pasal 33;
k) BAB XI, tentang ketentuan peralihan dengan 1 pasal dan 2 ayat (pasal 34
dengan 2 ayat); dan
l) BAB XII, tentang Ketentuan Peralihan.
Selain Permendiknas No 78 Tahun 2009 yang mengatur tentang
penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional, juga didukung dengan peraturan
yang lainnya yaitu:
a) UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu:
(a) Pasal 14 ayat (1) huruf f. Di mana yang menjadi urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah untuk kebupaten/kota merupakan urusan
yang berskala kabupaten/kota yaitu tentang penyelenggaraan pendidikan.
(b) Pasal 13 ayat (1) huruf f. Bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yaitu
penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.
(c) Pasal 22 huruf f. Bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah
mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dasar pendidikan.
b) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu terdapat
dalam pasal 61 ayat (1): “Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang
15
pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional.
c) PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, yaitu terdapat dalam pasal 2 ayat (4), di mana dalam pasal
tersebut disebutkan bahwa salah satu yang menjadi urusan pemerintah dari 31
bidang urusan yaitu bidang pendidikan.
Pemerintah antara pemerintah pusat, pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota memiliki kewenangan masing-masing
dalam program penyelenggaraan pendidikan atau studi yang bertaraf
internasional.
d) PP No 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
Dalam peraturan pemerintah tersebut terdapat beberapa hal yang penting untuk
diketahui mengenai pendanaa pendidikan untuk Sekolah Bertarat Internasional
(SBI), yaitu danan Bab II tentang Tanggung Jawab Pendanaan Pendidikan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yang terdapat pada pasal 9, pasal 10, pasal
13, pasal 20, dan pasal 24. Bab III tetang Tanggung Jawab Pendanaan
Pendidikan oleh Penyelenggara atau Satuan Pendidikan yang Didirikan
Masyarakat, yaitu pasal 33, pasal 35, pasal 29, dan pasal 46. Serta Bab IV
tentang Tanggung Jawab Pendanaan Pendidikanl oleh Masyarakat di Luar
Penyelenggaraan dan Satuan Pendidikan yang Didirikan ole Masyarakat, yaitu
pasal 47 tentang tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau wali peserta
didik.
Dalam PP No 48 Tahun 2008 tersebut dijelaskan mengenai pendaaan
pendidikand mana adannya tanggung jawab oleh pemerintah dan pemerintah
daerah, oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan oleh
masyarakat dan oleh masyarakat di luar penyelenggara dan satuan pendidikan
16
yang didirikan masyarakat. Selain itu, dijelaskan juga mengenai sumber
pendanaan pendidikan, pengelolaan dan pengalokasian dana pendidikan.
Untuk biaya investasi lahan , biaya selain investasi lahan, biaya operasi satuan
pendidikan mengenai biaya personalia dan non personalia yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang dapat
dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional atau berbasis keunggulan
local dapat bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, bantuan
pihak asing yang tidak mengikat dan/atau sumber lain yang sah. Yang mana
anggarannya harus bagian integral dari anggaran tahunan satuan pendidikan
yang diturunkan dari rencana kerja tahunan yang merupakan pelaksanaan dari
rencana strategis satuan pendidikan.
Sedangkan yang diselenggarakan oleh masyarakat biayanya dapat bersumber
dari penyeleggara atau satuan pendidikan yang didirikan oleh masyarakat,
orang tua atau wali peserta didik, masyarakat di luar orang tua atau wali peserta
didik , pemerintah, pemerintah daerah, pihak asing yang tidak mengikat
dan/atau sumber lain yang sah.
e) PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan,
yang mana dalam PP tersebut terdapat aturan yang membehasa tentang satuan
pendidikan bertaraf internasional, yaitu terdapat dalam BAB VIII tentang
Satuan Pendidikan Bertaraf Internasional, diantaranya:
(a) Pasal 143 yang menjelaskan bahwa pendidikan bertaraf internasional
merupakan satuan pendidikan yang telah memenuhi Standar Nasional
Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan dari negara maju;
(b) Pasal 144, menjelaskan bahwa pemerintah kabupaten/kota
menyelenggarakan paling sedikit satu SD bertaraf internasional, dan atau
memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan minimal 1 SD yang bertaraf
internasional yang diselenggarakan masyarakat. Selanjutnya
17
pengembangan SD menjadi satuan pendidikan internasional yang
dilaksanakan paling lama 7 tahun;
(c) Pasal 145, menjelaskan bahwa pemerintah provinsi memfasilitasi dan
membantu penyelenggaraan SD bertaraf internasional di kabupaten/kota /
wilayahnya. Bantuan tersebut bisa berupa pendanaan sarana prasarana,
operasional, menyediakan pendidik dan tenaga kependidikan, dan juga
penyelenggarakan supervisi dan penjaminan mutu SD bertaraf
internasional.
(d) Pasal 146, menjelaskan bahwa pemerintah provinsi menyelenggarakan
paling sedikit 1 SMP, SMA, SMK, bertaraf internasional dan atau
memfasiliatsi penyelenggarannya paling sedikit 1 SMP,SMA, SMK yang
didirikan oleh masyarakat di kabupaten/kota di wilayahnya. Pengembangan
SMP, SMA, dan SMK menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional
dilaksanakan paling lama 6 (enam) tahun.
(e) Pasal 147, membahas mengenai pemerintah provinsi yang mengatur
menegenai pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah bertaraf
internasional. Yang mana pengaturan ini berupa, pemerintah provinsi
merencanakan kebutuhan, mengangkat, menempatkan, memutasikan,
memberikan kesejahteraan, memberikan penghargaan, memberikan
perlindungan, melakukan pembinaan dan pengembangan, dan
memberhentikan pendidik dan tenaga kependidikan pegawai negeri sipil
pada SD, SMP, SMA, dan SMK bertaraf internasional atau yang
dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
(f) Pasal 148, menjelaskan bahwa pemerintah dapat membantu
penyelengggaraan pendidikan bertaraf internasional, dan memberhentikan
bantuan tersebut jika sekolah gagal mewujudkannya sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan (7 tahun untuk SD, dan 6 tahun untuk SMP, SMA
dan SMK.
18
(g) Pasal 149, bahwa Pemerintah dapat menyelenggarakan sekolah/madrasah
bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
bertaraf internasional.
(h) Pasal 151, menjelaskan bahwa pemerintah menyelenggarakan paling
sedikit 1 program studi/ perguruan tinggi yang selanjutnya dikembangkan
menjadi bertaraf internasional. Pemerintah juga memfasilitasi
penyelenggaraan 1 program studi/ perguruan tinggi yang didirikan oleh
masyarakat.
(i) Pasal 152, menjelaskan bahwa mutu dalam penyelenggaraan pendidikan
bertaraf internasional harus sesuai dengan mutu yang telah ditatapkan atau
diatur oleh menteri.
(j) Pasal 153, membahas mengenai Penyelenggara dan satuan pendidikan
dilarang menggunakan kata internasional untuk nama satuan pendidikan,
program, kelas, dan/atau mata pelajaran kecuali mendapatkan penetapan
atau izin dari pejabat yang berwenang mengeluarkan penetapan atau izin
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
f) Permendiknas No. 63 Tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan, yaitu
terdapat pada pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), yaitu:
(a) Ayat 1: “Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan atau program
pendidikan ditujukan untuk memenuhi tiga tingkatan acuan mutu, yaitu (a)
SPM; (b) SNO; dan (c) Standar mutu pendidikan di atas SNP.
(b) Ayat 2: “ Standar mutu pendidikan di atas SNP sebagaimana pada ayat 1
dapat berupa: (a) Standar mutu di atas SNP yang berbasis keunggulan lokal;
dan (b) standar mutu di atas SNP yang mengadopsi dan/atau mengadaptasi
standar internasional.
19
B. Implementasi
Sesuai dengan hasil observasi dan wawancara kepada salah satu sekolah yang
sedang menuju kepada program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), bahwa
implementasi dari peraturan perundangan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional belum sepenuhnya terlaksana
dengan baik. Sehingga implementasinya belum bisa mencapai kesesuaian dengan
peraturan.
Berikut ini merupakan beberapa implementasi dari pelaksanaan peraturan
yang berhubungan dengan penyelenggaraan SBI di lapangan khususnya di SMP
Negeri 1 Cimahi:
No Peraturan
Perundangan
Kebijakan Implementasi
1. Permendiknas No
78 Tahun 2009
pasal 3
Pada Jenjang pendidikan dasar
dan menengah diselenggarakan
setelah memenuhi seluruh 8
(delapan) unsur SNP yang
diperkaya dengan standar
pendidikan negara anggota
OECD atau negara maju
lainnya.
Sudah terealisasi.
Dimana pihak
SMPN 1 Cimahi
telah melakukan
kerja sama dengan
Cambridge,
Australia dan
Malaysia.
2. Permendiknas No
78 Tahun 2009
pasal 4 ayat (1)
dan (2)
1. Kurikulum SBI disusun
berdasarkan standar isi dan
standar kompetensi lulusan
yang diperkaya dengan
standar dari negara anggota
OECD atau negara maju
lainnya.
Sudah, dengan
mengadakan kerja
sama dengan
Cammbridge,
Australia dan
Malaysia. Dimana
pihak SMPN 1
Cimahi mengadopsi
20
2. SBI menerapkan satuan
kredit semester (SKS)
untuk SMP, SMA dan
SMK.
kurikulum yang
cocok untuk
diterapkan di
sekolahnya.
Belum terealisasi.
3. SBI dapat menggunakan
bahasa pengantar bahasa
Inggris dan/atau bahasa asing
lainnya yang digunakan dalam
forum internasional bagai mata
pelajaran tertentu. (pasal 5 ayat
3 Permendiknas 78/2009)
Sudah terealisasi,
dengan menerapkan
bahasa pengantar
bahasa inggris pada
mata pelajaran IPA
(Biologi, Kimia dan
Fisika), dan
Matematika.
4. Permendiknas No
78 Tahun 2009,
pasal 6 ayat (2)
2. Seluruh pendidik mampu
memfasilitasi pembelajaran
berbasis teknologi
informasi dan komuikasi.
3. Pendidik mampu mengajar
dalam bahasa Inggris
dan/atau bahasa asing
lainnya yang digunakan
dalam forum internasional
bagi mata pelajaran/bidang
studi tertentu, keculai
Sudah terealisasi,
tetapi belum
maksimal.
Sudah terealisasi.
21
Bahasa Indonesia,
Pendidikan Agama, dan
Pendidikan
Kewarganegaraan,
Pendidikan Sejarah dan
Muata Lokal.
5. SMP bertaraf internasional
memiliki paling sedikit
20% pendidik yang
berpendidikan S2 dan S3
sesuai dengan bidang studi
yang diampu dari
perguruan tinggi yang
program studinya
terakreditas.
Sudah terealisasi.
Dimana di SMPN 1
Cimahi, 40% S2
dan 60% S1.
4. Permendiknas No
78 Tahun 2009
pasal 10 ayat (2)
Setiap ruang kelas SBI
dilengkapi dengan sarana
pembelajaran berbasis TIK.
Sudah terealisasi.
Dimana di setiap
kelas telah
ditempatkan 1 LCD
dan komputer.
5. Permendiknas No
78 Tahun 2009
pasal 10 ayat (3)
SBI memiliki perpustakaan
yang dilengkapi dengan sarana
digital yang memberikan akses
ke sumber pembelajaran di
seluruh dunia (e-library).
Belum terpenuhi
6. Permendiknas No
78 Tahun 2009
1. Biaya penyelenggaraan SBI
memenuhi standar
Sudah terealisasi.
22
pasal 13 ayat (1),
(2) dan (3)
pembiayaan pendidikan dan
menerapkan tata kelola
keuangan yang transparan
dan akuntabel.
2. Pemerintah, pemerintah
provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, dan
masyarakat sesuai dengan
kewenangannya
berkewajiban membiayai
penyelenggaraan SBI.
3. SBI dapat memungut biaya
pendidikan untuk menutupi
kekurangan biaya diatas
standar pembiayaan yang
didasarkan pada RPS/RKS
dan RKAS.
Sudah terealisasi.
Dimana bantuan
dana dari
pemerintah sebesar
50%, pemerintah
provinsi 30% dan
pemerintah
kabupaten/kota
20%. Serta bantuan
dari masyarakat.
Sudah terealisasi
7. Permendiknas No
78 Tahun 2009
pasal 15 ayat (4)
dan ayat (5)
4. SBI melaksanakan ujian
sekolah mengacu pada
kurikulum satuan
pendidikan yang
bersangkutan.
5. SBI dapat melaksanakan
ujian sekolah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
Sudah terealisasi
Sudah terealisasi.
Dimana setelah
pelaksanaan UN,
23
dalam bahasa Inggris atau
bahasa asing lainnya.
peserta didik akan
dihadapkan pada
ujian MIPA dengan
soal yang berbahasa
asing yang akan
dilaksanakan pada
bulan juni.
8. Permendiknas No
78 Tahun 2009
pasal 16 ayat (1)
dan (2)
Pada ayat (1) poin b
disebutkan beberapa
kualifikasi peserta didik
diantaranya tentang nilai rata-
rata rapor SD, dan adanya tes.
Pada ayat (2): “ SBI wajib
mengalokasikan beasiswa atau
bantuan biaya pendidikan bagi
peserta didik warga negara
Indonesia yang memiliki
potesi akademik tingggi tetapi
kurang mampu secara ekonomi
paling sedikit 20% dari jumlah
seluruh peserta didik.
Sudah terealisasi.
SMPN 1 Cimahi
dalam proses
penerimaan peserta
didik baru telah
melakukan proses
seleksi yaitu
melalui tes tulis dan
tes minat dan bakat.
Sudah terealisasi.
Peserta didik yang
kurang mampu
dibebaskan dari
biaya pendidikan,
tetapi sekolah
mengajukan siswa
tersebut untuk
mendapatkan
bantuan dari
pemerintah yang
24
cair selama 3 bulan
sekali.
9. Permendiknas No
78 Tahun 2009
pasal 19 ayat (1)
SBI mengembangkan
longkungan sekolah yang
bersih, tertib, indah, rindang,
aman, sehat, bebas asap rokok
dan narkoba, bebas budaya
kekerasan, dan berbudaya
akhlak mulia.
Sudah terealisasi.
10. PP No 48 Tahun
2008, pasal 9 ayat
(1), dan (2)
Dalam pasal-pasal tersebut
disebutkan bahwa biaya
investasi lahan untuk biaya
pengembangan satuan
pendidikan yang
diselenggarakan oleh
Pemerintah, dan pemerintahan
daerah harus bersumber dari
pemerintah, pemerinta daerah,
masyarakat, bantuan pihak
asing yang mengikat, dan/atau
sumber lain yang sah.
Sudah terealisasi.
Dimana SMPN 1
Cimahi sudah
mendapatkan
bantuan dari
pemerintah 50%
dan pemerintah
daerah 30%
11. PP No 48 Tahun
2008, pasal 10
ayat (1) dan (2)
Dalam pasal tersebut
disebutkan bahwa biaya
investasi selain lahan untuk
program wajar 9 tahun yang
diselenggarakan pemerintah
sudah dialokasikan pada
APBN dan APBD yang
Sudah terealisasi
25
dilaksanakan sampai
terpenuhinya SNP.
12. PP No 17 Tahun
2010, pasal 146
(6)
Pemerintah kabupaten/kota
dapat membantu SMP, SMA
dan SMK bertaraf
internasional atau yang
dikembangkan menjadi satuan
pendidikan bertaraf
internasional.
Sudah terealisasi.
13. PP No 17 Tahun
2010, pasal 148
ayat (2)
Pemerintah dapat
menghentikan bantuan kepada
satuan pendidikan bertaraf
internasional atau yang
dikembangkan menjadi satuan
pendidikan bertaraf
internasional yang gagal
menjadi satuan pendidikan
bertaraf internasional dalam
batas waktu sebagaimana
dimaksud pada pasal 144 ayat
(5) dan 146 ayat (5).
Tidak terealisasi.
Karena SMPN 1
Cimahi sendiri
kurang lebih telah 4
tahun menjadi
RSBI, tetapi
bantuan dari
pemerintah telah
berhenti sebelum
batas waktu yang
telah ditetapkan
tersebut.
Dari beberapa penjelasan di atas, implementasi dari berbagai kebijakan yang
telah dibuat pemerintah yang berhubungan dengan penyelenggaraan satuan
pendidikan yang bertaraf internasional belum sepenuhnya dapat terealisasi.
Misalnya, tentang bantuan pendanaan dari pemerintah baik pemerintah pusat,
provinsi maupun kabupaten/kota, bahwa mereka harus membantu program
tersebut dalam pengadaan sarana dan prasarana, pendanaan biaya operasional dan
26
sebagainya. Tetapi pada kenyataannya pemerintah telah menghentikan pemberian
bantuan pembiayaan sebelum waktu yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan hasil wawancara kepada Penanggung Jawab RSBI SMPN 1
Cimahi, bahwa bantuan dari pemerintah pusat itu sebesar 50%, pemerintah
provinsi 30% dan pemerintah kabupaten/kota 20%. Tetapi pada kenyataannya,
pemerintah pusat hanya memberikan bantuan dana selama 3 tahun RSBI berjalan
dan pada tahun ke-4 sampai saat ini bantuan tersebut belum ada, dan jumlah dana
yang dikeluarkan pun tiap tahunnya berkurang (tahun ke-1 sebesar 400 juta, tahun
ke-2 sebesar 300 juta dan tahun ke-3 sebesar 130 juta). Sedangkan bantuan dari
pemerintah daerah hanya ada pada tahun pertama RSBI di SMPN 1 Cimahi
tersebut ada.
Sehingga dana yang telah diberikan oleh pemerintah belum bisa mencukupi
untuk pengadaan sarana dan prasaran yang bisa menunjang pembelajaran secara
global dan proses perawatannya yang memerlukan dana yang tidak sedikit.
Sedangkan untuk pemenuhan sarana dan prasarananya telah terlaksana, misalnya
sekolah yang telah berfasilitas ICT, LCD dan komputer di masing-masing kelas,
serta pengadaan loker, meja dan kursi yang telah sesuai dengan standarnya.
Melihat dari definisi normatif dan EFA (Education For All), berdasarkan hasil
observasi kami ke SMPN 1 Cimahi, sekolah ini belum termasuk kedalam kategori
SBI yang bersifat normatif dan EFA (education For all) karena dari 12 standar
kompetensi ada salah satu peraturan yang belum sesuai atau belum terlaksana oleh
SMPN 1 Cimahi. salah satu standar kompetensi yang belum sesuai atau belum
terlaksana yaitu standar penyelenggaraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
Sarana dan Prasarana dan standar lainnya yang masih diupayakan.
Kemudian, apabila dilihat dari segi tujuan bahwa pendidikan itu harus bersifat
untuk semua orang maka sistem Sekolah Bertaraf Internasional belum memenuhi
aspek tersebut, sekolah yang notabene menerapkan sistem SBI cenderung hanya
27
dapat dirasakan oleh beberapa golongan dan orang saja, sekolah SBI dibeberapa
kota cukup mahal dan kurang terjangkau bagi kalangan yang kurang mampu,
sehingga muncul anggapan bahwa hanya orang yang memiliki uang saja yang
dapat merasakan sekolah dengan sistem SBI. Saat ini sistem SBI telah
mengupayakan beberapa program seperti pemberian beasiswa bagi masyarakat
yang kurang mampu, namun hal ini belum dirasakan efektif dan menjangkau
semua kalangan di masyarakat.
Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan
peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan,
persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan,
pengundangan, dan penyebarluasan. Peraturan perundang-undangan yang terkait,
serta jangkauan dan arah pengaturan yang memang dikehendaki oleh masyarakat,
maka proses bottom up yang selama ini diinginkan oleh masyarakat, akan
terwujud. Jika suatu RUU dihasilkan melalui proses bottom up, diharapkan
undang-undang yang dihasilkan akan berlaku sesuai dengan kehendak rakyat.
Sedangkan untuk rancangan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat di
bawah UU, pengharmonisasian dilakukan sejak persiapan sampai dengan
pembahasan.
Hal ini berarti bahwa perundang-undangan mengenai sistem pendidikan
Sekolah Bertaraf Internasional harus dilakukan secara bottom up yaitu dengan
melihat need assisment dari bawah yaitu pada tingkat ini adalah sekolah. Selain
melihat dari tingkat need assisment perundang-undangan yang akan dibuat pun
harus melihat keadaan dan kesesuaian apabila perundangan tersebut akan
diimplementasikan. Sehingga saat undang-undang tersebut telah dikeluarkan maka
akan sesuai dengan kultur dan keadaan sekolah tersebut.
Melihat dari segi kewenangan dan dalam pembuatan keputusan yang
28
dilakukan oleh sekolah di SMP Negeri 1 Cimahi, kepala sekolah menggunakan
kewenangan dan pembuatan keputusan menggunakan teknik Top-Down yaitu
pelimpahan kewenangan dari kepala sekolah kepada staf dan guru yang ada di
sekolah tersebut. Peraturan dan keputusan yang ada berasal dan bersumber dari
kepala sekolah, namun keputusan tersebut tidak serta merta diciptakan oleh kepala
sekolah selaku manager di sekolah namun sebelumnya dengan melihat keadaan
yang ada disekolah tersebut.
Selain itu, kebijakan yang dibuat di sekolah tersebut bisa dikatakan bersifat
bottom up, misalnya tentang biaya pendidikan, dimana pihak sekolah terlebih
dahulu dengan melihat keadaan dan situasi peserta didiknya. Yang mana
kebiijakan sekolah yang dikeluarkan yaitu memberikan keringanan biaya bahkan
membebaskan biaya pendidikan bagi peseta didik yang kurang mampu, dan
mereka juga diberikan bantuan biaya pendidikan dari pemerintah sebagai hasil
ajuan dari pihak sekolahnya.
C. Hambatan atau Kendala Pelaksanaan RSBI
Dalam proses pelaksanaan pendidikan bertaraf internasional, tentunya tidak
terlepas dari hambatan yang menjadi kendala pihak penyelenggara. Berikut ini
merupakan beberapa hambatan dalam peleksanaan program RSBI yang dihadapi
oleh pihak SMPN 1 Cimahi:
a) Sedikitnya atau hanya sebagian kecil tenaga pendidik yang mempunyai
kemampuan profesional.
Sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan, bahwa guru yang mengajar di
RSBI atau SBI harus berkualifikasi minimal S2 dan S3, serta harus bisa
menguasai bahasa asing yaitu bahasa Inggris.Tetapi dalam hal ini guru belum
tersbiasa mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris karena dari
pemerintah sendiri guru belum diberi pelatihan secara khusus serta kurang
perhattian dari pemerintah akan pendidikan dan pelatihan bahasa asing
29
terhadap guru tersebut. Guru seperti dipaksakan untuk bisa menyampaikan
mata pelajaran dengan menggunakan bahasa asing.
b) Bahwa sekolah RSBI itu dianggap sebagai diskriminatif karena masyarakat
hanya berfikir dan melihat sisi negatif dari program RSBI tersebut tanpa
melihat dan mengetahui sisi positif yang ada dalam program RSBI.
c) Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak konsisten
Menurut narasumber bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah yang telah
ditetapkan tidak konsisten dan tidak berjalan dengan baik. Dalam pelaksanaan
program SBI tersebut, bahwa sekolah telah membuat kesempatan atau MoU
baik dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi maupun dengan
pemerintah daerah kabupaten/kota. Tetapi pada kenyatannya kebijakan yang
telah disepakati tersebut tidak berjalan lagi sampai saat ini, misalnya tentang
bantuan dana.
d) Tidak adanya koordinasi antara kementerian pendidikan dengan kementerian
dalam negeri
Menurut paparan yang dijelaskan oleh narasumber, bahwa sekolah yang
berada di bawah naungan diknas (Departemen Pendidikan Nasional) dengan
pemerintah atau birokrasi yang berada dii bawah kementerian dalam negeri,
dimana kedua lembaga tersebut kurang berkoordinasi dalam pelaksanaan
pendidikan. Jadi, menurut narasumber bahwa kedua lembaga tersebut hanya
berjalan masing-masing. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh
Kemendiknas dan Kemendagri berbeda, misalnya menurut Kemendiknas
bahwa standar tenaga pendidik itu ada 4, tetapi Kemendagri mengeluarkan
suatu kebijakan bahwa standar dari tenaga pendidik itu ada 10, dan ke-10
standar tersebut belum ada kepastiaannya.
30
D. Solusi dari Hambatan
Adapun beberapa solusi yang dapat dikemukakan oleh penulis dan solusi dari
hasil wawancara diantaranya:
a) Sebelum seorang guru menjadi pengajar di sekolah RSBI, guru tersebut harus
memiliki kualifikasi di bidang bahasa dan teknologi. Di mana harus ada
pelatihan kepada guru untuk memenuhi kualifikasi tersebut, yang sesuai dengan
Permendiknas No 78 Tahun 2009 yang terdapat dalam pasal 6 disebutkan
bahwa kualifikasi guru untuk SMP adalah 20% bergelar S2/S3.
b) Harus diubahnya pola pikir masyarakat tentang pengetahuan akan sekolah
RSBI. Di mana pihak sekolah maupun pemerintah harus menyosialisasikan
tentang produk RSBI dan bagaimana proses yang dijalankannya. Misalnya
mesyarakat belum mengetahui bahwa dalam pelaksanaannya, sekolah RSBI
tidak hanya menerima peserta didik dilihat dari kemampuan ekonominya, tetapi
peserta didik yag kurag mampu secara ekonomi tetapi memiliki pengetahuan
dan wawasan berhak masuk dan mengikuti Proses belajar mengajar di sekolah
RSBI maupun SBI tersebut, karena sekolah maupun pemerintah memberikan
bantuan danan untuk siswa tersebut. Pihak sekolah juga menyediakan dana atau
bantuan untuk siswa yang kurang mampu yaitu setiap 3 bulan sekali yang
digunakan untuk kepentingan pendidikannya.
c) Pemerintah harus bisa lebih konsisten terhadap kebijakan-kebijakan yang telah
dibuat sebelumnya. Sehingga tidak akan menimbulkan suatu ketidak percayaan
pihak sekolah terhadap pemerintah. Selain itu pemerintah juga harus bisa
mengkaji ulang peraturan yang telah dibuat sehingga kebijakan yang
dilasanakan dapat mengacu pada MoU yang telah dibuat.
d) Solusi bagi pemerintah, diantaranya:
(a) Konsistensi undang-undang yang berlaku;
(b) sosialisasi peraturan perundangan yang jelas kepada masyarakat;
(c) adanya bimbingan dan penyuluhan kepada piahak lembaga pendidikan
maupun masyarakat untuk pelaksanaan dari berbagai kebijakan sehingga
31
output yang dihasilkan dapat sesuai dengan kebijakan yang telah dibuat;
dan
(d) adanya program sekolah percontohan dalam rangka pelaksanaan program
SBI.
32
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam proses penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional, setiap
satuan pendidikan terlebih dahulu harus bisa memenuhi 8 (delapan) Standar
Pendidikan Nasional yang meliputi standar proses, standar isi, standar sarana dan
prasarana, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar penilaian, standar pengelolaan dan standar pembiayaan. Pengelompokkan
pendidikan sesuai dengan PP No 19 Tahun 2005 bahwa pendidikan terdiri dari:
a) Pendidikan formal standar (Sekolah Potensial/Rintisan), yaitu satuan
pendidikan yang masih jauh dari pencapaian standar nasional pendidikan.
b) Sekolah formal mandiri (SKM/SSN), yaitu satuan pendidikan yang telah
memenuhi standar nasional pendidikan.
c) Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu pendidikan yang diselenggarakan
setelah memenuhi SNP dan diperkaya dengan standar pendidikan dari negara
asing.
Pada umumnya, berbagai kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah tentang
penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional belum bisa terealisasi dan
terlaksana sepenuhnya di lapangan. Hal ini dapat diketahui setelah penulis
melakukan observasi dan wawancara kepada pihak penyelenggara RSBI yaitu di
SMPN 1 Cimahi, dimana berbagai kebijakan yang telah ditetapkan dirasa belum
bisa terimplementasi dengan baik. Misalnya kebijakan yang berhubungan dengan
kualifikasi guru yang belum terbiasa dengan penggunaan bahasa asing, bantuan
pembiayaan dari pemerintah yang tidak berjalan sesuai dengan prosedur dalam
kebijakan, dan penerapan satuan kredit semester (SKS) di tingkat SMP.
Selain itu, beberapa implementasi dari kebijakan atau peraturan tentang
penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional yang telah terlaksanakan
33
diantaranya sarana dan prasarana yang telah terpenuhi, proses pembelajaran
berbasis TIK, dan penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pada mata
pelajaran MIPA (Matematika, Biologi, Kimia dan Fisika).
Jadi, pada kenyataannya masih ada beberapa kebijakan atau peraturan yang
belum bisa terlaksana dengan baik. Hal tersebut tentunya tidak terlepas bari
berbagai hambatan yang dihadapi oleh penyelenggara program tersebut. Tetapi hal
yang paling penting dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, yaitu adanya
konsistensi dari pihak-pihak terkait akan kebijakan atau peraturan yang telah
dibuat, dan adanya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat dan lembaga
pendidikan tentang program pendidikan bertaraf internasional dan perturan
perundangan yang mengaturnya.
B. Saran
Adapun saran yang dapat dikemukakan oleh penulis diantaranya yaitu:
a) Diadakannya pelatihan bagi guru tentang pengajaran bahasa asing;
b) Pemerintah maupun sekolah harus bisa menyediakan beasiswa maupun bantuan
untuk peserta didik yang berprestasi tetapi tidak mampun dalam ekonomi;
c) Harus diadakannya kerja sama antar perguruan tinggi dengan satuan pendidikan
dan pemerintah dalam keberlanjutan penyelenggaraan pendidikan bertaraf
internasional;
d) Harus adanya penyuluhan atau sosialisasi dari pemerintah maupun pihak
lembaga pendidikan tertentu tentang kejelasan RSBI dan kejelasan hukumnya
kepada masyarakat;
e) Adanya sekolah percontohan untuk pelaksanaan RSBI; dan
f) Pemerintah tidak melepas begitu saja pelaksanaan RSBI kepada sekolah,
sehingga harus ada bimbingan dan pembinaan dari pemerintah itu sendiri.
34
Daftar Pustaka
Latief, M. (2011). 10 Alasan Utama SBI Harus Dibubarkan [Online]. Tersedia: http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/08/20324426/10.Alasan.Utama.SBI.Harus.Dihentikan [5 Mei 2012]
Sativani, Riza. (2011). Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) [Online]. Tersedia: http://oryza-sativa135rsh.blogspot.com/2011/01/sekolah-bertaraf-international-sbi-dan.html [2 Mei 2012]
_____. (__). Manajemen Sekolah Bermutu dalam Kajian Sekolah Potensial [Online]. Tersedia: http://www.slideshare.net/J321_M/manajemen-sekolah-bermutu-dalam-kajian-sekolah-potensial [5 Mei 2012]
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupate/Kota
Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan
Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Permendiknas N0 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Permendiknas No 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan SBI Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
35
Lampiran
Hasil wawancara:
1. Bagaimana dengan kurikulum yang dipakai, apakah masih KTSP?
Jawab :
Masih KTSP, tapi KTSP plus ada beberapa pelajaran yang bilingual dalam
b.inggris yaitu MIPA (Matematika, biologi, fisika , kimia). Dalam proses
pembelajaran sudah mengacu ke internasional, dikelas fasilitas lengkap, ada
loker, komputer, meja dan kursi sebagus mungkin. Dan untuk hari belajarnya
sampai hari jumat, jadi dipadatkan pada lima hari itu. Proses pembelajaran
dengan IT, power point dan internet.Guru biasanya menggunakan laptop tapi
tidak setiap hari.
2. Apakah ada kurikulum yang mengacu dari luar?
Jawab :
Ada yang mengacu dari luar, kerja sama dengan negara lain seperti Australia,
Malaysia. Jadi dari provinsi guru SBI dikirim ke malaysia dan australia untuk
melakukan perbandingan pembelajaran di luar negeri. Sudah dikirim 10 orang
ke australia dan ke malaysia 4 orang. Untuk guru dituntut belajar b inggris.
Kemudian ada pertukaran pelajaran antar sekolah SBI juga pertukaran pelajar
ke malaysia. Lama pertukaran pelajar tersebut untuk siswa selama 2 hari
sedangkan guru selama 1 bulan. Program ini baru dilaksanakan dengan
selangor.
3. Bagaimana dengan biayanya pertukaran pelajar tersebut?
Jawab :
Biayanya dari sekolah dan juga dari org tua siswa membantu. Kalau biaya
untuk guru dibiayai oleh Dinas
4. Bagaimana Kualifikasi guru SBI?
Jawab :
36
Di sekolah ini 40% gurunya S2 dan 60% S1. Untuk guru yang melanjutkn
kuliah lagi ada beasiswa tetapi jika guru tersebut sudah disertifikasi maka
uang sertifikasinya diberhentikan dulu.
5. Apakah dari guru sudah bisa IT?
Jawab :
Guru disini sudah terampil IT, proses pembelajaran sudah menggunakan IT
6. Bagaimana dengan pengelolaan manajemen mutu?
Jawab :
tidak selalu jalan, kepala sekolah yang mengawasi mutu sekolah ini. input
sampai output harus bagus. Untuk masuk ke sekolah ini harus testing/seleksi,
ada seleksi administrasi dan akademis.
7. Pembiayaan untuk sekolah ini dari mana saja?
Jawab :
Ada dua jenis
1. Pemerintah
2. Komite
Untuk Dana pembangunan, bagi siswa tidak mampu bisa bayar
setengah/semampunya. Untuk SPP juga seperti itu. Orang tua siswa
diwawancarai
8. Apakah ada bantuan dari pemerintah daerah?
Jawab :
Dulu ada biaya bantuan dari pemerintah pusat selama 3 thn, tahun ke 4 lepas
tidak ada bantuan pembiayaan lagi
9. Sistem penilaian bagaimana?UTS dan UAS menggunakan bahasa indonesia
atau bagaimana?
Jawab :
Ada 3 penilaian
37
1. Tes komputer untuk UTS, pertengahan semester 1 dan 2
2. Tes semua mata pelajaran kemudian dilaporkan pada org tua dengan rapot
bayangan utk sementara
3. Uas
Bila nilai kurang dari kriteria ketuntasan minimal (KKM), nilainya tidak
dimasukkan dulu ke rapot, Kemudian diadakan perbaikan. KKM itu sesuai
tingkatan, minimalnya 80.
10. Bahasanya sudah menggunakan bahasa inggris?
Jawab :
Pada umumnya masih bhs indonesia tp untuk mata pelajaran mipa wajib b
inggris baik untuk tes harian, uts, uas hrs dalam b inggris.
11. Pembiayaan utk siswa yg kurang mampu, apakah ada beasiswa dari sekolah?
Jawab :
Dari sekolah tidak ada tp dari ada dari dinas, tiga bulan sekali tujuan utk
membantu anak membeli buku. Kalau dari sekolah pembebasan utk dana
pembangunan (DP)
12. Sekolah ini sudah SBI dr kapan? prosesnya bagaimana?
Jawab :
Dari tahun 2007, dulu ditawarkan SN (Standar nasional), kemudian RSBI dan
pada tahun 2007 ditetapkan sebagai SBI.
13. Untuk perizinannya bagaimana?
Jawab :
Sosialisasi ke dewan, walikota, ibu bapa guru baru ke masyarakat
14. Sistem pengawasannya bagaimana?
Jawab :
Langsung dr pusat direktorat smp yang biasanya melakukan monitoring
evaluasi tiap tahun ada. Kita diminta untuk melaporkan peningkatan yang
sudah dicapai
38
15. Bentuk laporannya bagaimana?
Jawab :
Laporannya itu disampaikan ke dinas kota, provinsi kemudian pusat dan
disampaikan pada saat workshop. Di workshop ini sekolah-sekolah SBI
dipanggil untuk berkumpul.
Memang pemerintah istilahnya, pedoman ada tapi kurang di awasi dengan baik
Pemerintah disini memang memiliki pedoman tapi kurang diawasi dengan baik.
Artinya sekolah memang diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinovasi dan
berkreasi tetapi cenderung terlalu dibebaskan, sehingga di lapangan kadang ada
perbedaan dengan sekolah RSBI lainnya, perbedaan tersebut dapat dilihat melalui
berbagai segi konten atau segi lainnya.
Dalam pelajaran matematika ada tambahan seperti SKL (Standar Kompetensi
Kelulusan), ada 7 SKL untuk pelajaran matematika dan di RSBI ada 4 tambahan
menjadi 11 SKL, diantaranya ada penggalian ide dan komunikasi, bagaimana cara
mengkomunikasikannya, ada seperti refleksi kemampuan, ada kemampuan fisikli,
dan diberikan strategi pemecahan masalah.
Untuk pelaksanaannya sendiri sudah dilakukan tetapi dalam proses pelaksanaannya
kita tidak dibimbing secara ketat, artinya sampai sekarang masih belum jelas,
sehingga RSBI seperti dilepaskan begitu saja.
Lebih ideal lagi jika pihak perguruan tinggi dengan pihak sekolah ada kerja sama
untuk mengantisipasi ke depannya bisa dirembukkan bersama-sama. Pertama apa
yang dibutuhkan oleh pihak kerja di sekolah dan yang diberikan oleh perguruan
tinggi. Memang sudah ada tapi saat ini masih sebatas kegiatan PPL.
RSBI juga dikembangkan seperti sekolah umum, ada 8 standar diantaranya, standar
kurikulum, standar isi, standar kompetensi kelulusan, standar penilaian, standar
39
proses, dan standar pembiayaan. Semua kompetensi tersebut harus berkembang, dan
alangkah lebih baiknya jika dalam hal mengembangkan sekolah, ada dari aspek
akademiknya, dari lapangan dan dari birokrat juga, sehingga hal tersebut akan efektif.
Tetapi sementara ini kita cenderung masing-masing dengan kepentingan sendiri.
Seperti halnya kebijakan dari pusat tentang kick over rencana tahun lalu, RSBI akan
dilimpahkan ke provinsi. Tetapi pada kenyataannya pihak tingkat ke 2 yaitu
kabupaten atau kota merasa bahwa ini merupakan aset pemerintah kabupaten kota,
jadi seolah-olah terjadi tarik ulur antara pemerintah provinsi dengan pemerintah
kabupaten kota. Disatu sisi pemerintah merencanakan bahwa RSBI akan di kick over
ke provinsi, di sisi lain kabupaten dan kota berat untuk melepaskan.
Disamping itu selama itupun, saat kita di awal RSBI dulu ada MOU tentang
perimbangan dari pusat itu sebesar 50%, dari provinsi sebesar 30%, dan dari
kabupaten kota sebesar 20%. Gubernur dan walikota sudah menandatangani MOU itu
bahwa menyetujui adanya perimbangan. Dalam implementasinya bahwa dana yang
bisa masuk ke sekolah hanya satu kali dari kabupaten kota dan provinsi. Dari pusat
sekolah mendapatkan bantuan awal sebesar 400 juta, artinya setengah dari totalnya
800 juta, di tahun ke 2 jadi 300 juta, di tahun ke 3 menjadi semakin kecil yaitu 130
juta, ini artinya pemerintah tidak konsisten.
Dari kabupaten kota dan provinsi pun sama, hanya pada tahun ini tidak ada
perimbangan dari kota atau provinsi, jadi hanya ada aturan punya aturan.
Implementasi mengenai bagaimana yang berwenang di daerah atau bagaimana
pejabat yang bersangkutan. Sepertinya disemua tempat terjadi hal seperti ini, ada tarik
ulur dan ada kecenderungan sekolah itu di bawah dinas sedangkan pemerintahan
walikota gubernur itu di bawah kemendagri.
Tidak ada kombinasi yang baik di antara para pejabat, RSBI banyak di gonjang-
ganjing apalagi RSBI pernah meminta di tinjau kembali kepada PGRI, tetapi PGRI
tidak membantu dan tidak memberikan peningkatan.
40
Tetapi itulah tantangan bagi kita sebagai pelaku pendidikan. Sebagai seorang guru
lebih nyaman dalam menyampaikan ide atau pendapat dengan bebas, dibandingkan
pejabat itu kaitannya dengan politik dan sebagainya. Dan saat ini pendidikan
cenderung di intervensi oleh politik, di situlah letak kesulitannya.
Adapun kendala-kendala lainnya yaitu:
1. Kebijakan yang tidak konsisten artinya satu departemen dengan departemen
lain tidak sinkron
Guru memiliki standar kualitisasi kompetensi, menurut permendiknas 16 ada
4 kompetensi Pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Tetapi muncul
di lapangan ada yang disebut indeks kinerja guru, dikeluarkan oleh menpan,
menteri pendayagunaan aparat negara. Berdasarkan permendiknas 16 itu
mengenai kompetensi guru ada 24 indikator, indeks kinerja guru ada 10
indikator.
2. Kendala yang lain dari segi wawasan, sdm, kompetensi yang beragam juga
menjadi tantangan
Tidak semua guru yang memiliki kompetensi sesuai yang di harapkan.
Berkaitan dengan umur berkaitan dengan kualifikasi akademik, hanya sebagai
rutinitas untuk mengajar karena tidak ada upaya lain untuk meningkatkan.
Disisi lain dari pemerintah karena berkaitan dengan dana, mau meningkatkan
kompetensinya karena tidak mau repot dibiarkan saja.
Untuk RSBI khusus ada dari dinas provinsi atau dinas kota, itu peningkatan
kualifikasi apakah di sekolahkan atau dibuat program khusus. Baru mau di
buka tahun ini program s2 untuk guru rsbi.
Tergambar guru mipa matematika ipa harus mengajar dalam bahasa inggris,
guru yang bersangkutan belum tentu memahami secara utuh dalam hal konsep
map apalagi harus mengajarkan.
3. Sarana dan prasarana masih kesulitan
41
Dalam hal ini diperlukan dana untuk sarana dan prasarana, di RSBI yang
menjadi icon yaitu ICT dan bahasa asing, untuk ICT perlu dana besar seperti
pengadaan internet, sedangkan untuk bahasa asing di perlukan sarana
penunjang seperti lab bahasa.
42
Standar SSN RSBI SBI
STANDAR PENYELENGG
ARAAN
Kurikulum # Kurikulum standar Nasional
# Kurikulum Nasional dan adaptasi dari Negara OECD
# Mengacu standar Negara OECD# Sistem SKS (Satuan Kredit Semester)
Proses Pembelajaran
# Model proses standar Nasional# Berbasis TIK# Bahasa pengantar Bahasa Indonesia
# Model proses Nasional dan adaptasi dari Negara OECD# Berbasis TIK# Bahasa pengantar Bahasa Indonesia
# Model proses Negara OECD# Berbasis TIK# Bahasa pengantar Bahasa Inggris
Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
# Standar pendidik Nasional# Berbasis TIK# Bahasa pengantar Bahasa Indonesia
# Standar pendidik Nasional dan adaptasi Negara OECD# Berbasis TIK# Bahasa pengantar Bahasa Indonesia
# Standar pendidik Negara OECD# Berbasis TIK# Bahasa pengantar Bahasa Inggris# Min 20% S2 dan S3# TOEFL > 7,5
Sarana dan Prasarana
# Standar sarana Nasional# Berbasis TIK# Perpustakaan e-library# Ruang pengembangan profesionalisme guru# Sarpras pengembangan potensi siswa
# Standar sarana Nasional dan adaptasi dari Negara OECD# Berbasis TIK# Perpustakaan e-library# Ruang pengembangan profesionalisme guru# Sarpras pengembangan potensi siswa
# Standar sarana Negara OECD# Berbasis TIK# Perpustakaan e-library# Ruang pengembangan profesionalisme guru# Sarpras pengembangan potensi siswa
Pengelolaan # Standar pengelolaan Nasional
# Standar pengelolaan Nasional dan adaptasi dari Negara OECD
# Standar pengelolaan Negara OECD# Manajemen mutu ISO 9001 dan
43
ISO 14000# Kemitraan dengan sekolah dalam/luar negeri
Pembiayaan # Transparan dan Akuntabel# Bantuan dana dari Pemerintah, PemProv, PemKab/PemKot dan Masyarakat# Tidak boleh memungut biaya dari siswa
# Transparan dan Akuntabel# Bantuan dana dari Pemerintah, PemProv, PemKab/PemKot dan Masyarakat# Memungut biaya dari siswa
# Transparan dan Akuntabel# Bantuan dana dari Pemerintah, PemProv, PemKab/PemKot dan Masyarakat# Memungut biaya dari siswa
Penilaian # Standar penilaian Nasional# Berbasis TIK# Ujian sekolah dalam Bhs. Indonesia
# Standar penilaian Nasional dan adaptasi dari Negara OECD# Berbasis TIK# Ujian sekolah dalam Bhs. Indonesia
# Standar penilaian Negara OECD# Berbasis TIK# Ujian sekolah dalam Bhs. Inggris
Peserta Didik # Dana beasiswa bagi yang kurang mampu# Pembinaan peserta didik
# Dana beasiswa bagi yang kurang mampu# Pembinaan peserta didik
# Dana beasiswa bagi yang kurang mampu# Pembinaan peserta didik
Kultur Sekolah # Bersih, tertib, indah, rindang, aman, sehat, bebas rokok dan narkoba serta kekerasan dan berakhlak mulia# Budaya kompetitif dan kolaboratif# Peningkatan bahasa dan TIK
# Bersih, tertib, indah, rindang, aman, sehat, bebas rokok dan narkoba serta kekerasan dan berakhlak mulia# Budaya kompetitif dan kolaboratif# Peningkatan bahasa dan TIK
# Bersih, tertib, indah, rindang, aman, sehat, bebas rokok dan narkoba serta kekerasan dan berakhlak mulia# Budaya kompetitif dan kolaboratif# Peningkatan bahasa dan TIK
44
Kewenangan Penyelenggaraan # Pemerintah yang menyelenggarakan
# Pemerintah yang menyelenggarakan
# Pemerintah yang menyelenggarakan
Perizinan Penyelenggaraan # Izin diberikan oleh Pemerintah
# Izin diberikan oleh Pemerintah # Izin diberikan oleh Menteri
Pengendalian Penyelenggaraan # Verifikasi dalam rangka perizinan# Supervisi, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan
# Verifikasi dalam rangka perizinan# Supervisi, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan RSBI
# Verifikasi dalam rangka perizinan# Supervisi, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan SBI
Pengawasan # Pengawasan akademik dan non akademik# Pengawasan Pemerintah
# Pengawasan akademik dan non akademik# Pengawasan Pemerintah
# Pengawasan akademik dan non akademik# Pengawasan Pemerintah
Pelaporan dan Tindak Lanjut # Laporan tertulis setiap 1 tahun kepada Pemerintah (DisDik)
# Laporan tertulis setiap 1 tahun kepada Pemerintah (DisDik)
# Laporan tertulis setiap 1 tahun kepada Menteri