makala h
TRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Maloklusi adalah penyimpanagan letak gigi dan atau malrelasi
lengkung geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dpat diterima.
Maloklusi juga bisa mrupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi
yang terjadi pada bagian tubuh yang lain. Tetapi karena variasi letak gigi
yang mudah diamati dan mengganggu estetik sehingga menarik perhatian dan
memunculkan keinginan untuk melakukan perawatan. Maloklusi sendiri
menurut Angle dibedakan menjadi 3 klas, yaitu Klas I dimana molar
peramane bawah setengah lebar tonjol lebih mesial terhadap molar pertama
permanen atas, Klas II diamna lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol
lebih posterior dari ralsi yang normal terhadap lengkung geligi atas dilihat
pada relasi molar, Klas III dimana lengkung bawah setidak-tidaknya satu
lebar tonjol lebih ke mesial daripada lengkung geligi atas bila dilihat dari
relasi molar pertama permanen.ada juga maloklusi yang berkenaan dengan
kelainan rahang atas dan bawah dalam jurusan sagital (misalnya, maloklusi
kelas II dan III), transversal (gigitan silang posterior), dan vertikal (gigitan
terbuka). Namun meskipun demikan klasifikasi maloklusi masih mempunyai
kekurangan yaitu keparahan suatu maloklusi tidak dapat diketahui meskipun
terletak dalam satu kelas, ataupun seandainya digunakan untuk menilai
keparahan maloklusi sifatnya subjektif. Oleh karena itu untuk mencatat
keadaan maloklusi dalam suatu format kategori atau numeric sehingga
penilaian lebih bersifat obyektif dapat digunakan suatu penghitungan berupa
indeks maloklusi.
Untuk mengetahui secara jelas mengenai indeks maloklusi, maka
dalam makalah ini kami akan membahas mengenai tujuan dan syarat suatu
indeks maloklusi. Selain itu kami juga akan membahas macam, syarat dan
tujuan masing-masing indeks maloklusi.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan syarat indeks maloklusi
2. Apa klasifikasi dari indeks maloklusi
3. Apa tujuan dan manfaat dari indeks maloklusi
1.3 Tujuan Masalah
1. Mampu menjelaskan definisi dan syarat indeks maloklusi
2. Mampu menjelaskan klasifikasi indeks maloklusi
3. Mampu menjelaskan tujuan dan manfaat indeks maloklusi
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Maloklusi
Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar
ambang normal. Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi
atau malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau
transversal (Huoston, 1989).
Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal
gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung
rahanglawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan
meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal, protrusif,
malposisi atau hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya (Zenab,
2010).
Maloklusi adalah Keadaan gigi yang tidak harmonis secara
estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan
fungsi baik fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan
merupakan proses patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan
normal (Proffit & Fields,2007).
Maloklusi adalah akibat dari malrealasi antara pertumbuhan dan posisi
sertaukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II
dan III),atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga
bisa dibagi menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang
berkembang dan maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat
tanggalnya gigi dan pergerakan gigi tetangga (Thomson, 2007).
2.2 Etiologi Maloklusi
Menurut Foster (1997), etiologi maloklusi terbagi menjadi 2, yakni :
1. Faktor Ekstrinsik
3
a. Keturunan (hereditair)
Faktor keturunan atau genetik adalah sifat genetik yang
diturunkan dari orang tuanya atau generasi sebelumnya. Sebagai contoh
adalah ciri-ciri khusus suatu ras atau bangsa misalnya bentuk kepala atau
profil muka sangat dipengaruhi oleh ras atau suku induk dari individu
tersebut yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Bangsa yang merupakan
prcampuran dari bermacam-macam ras atau suku akan dijumpai banyak
maloklusi.
Ciri-ciri faktor oklusi yang diturunkan (herediter) :
1. Kedudukan dan penyesuaian antara otot-otot perioral dengan bentuk dan
ukuran lidah mempengaruhi keseimbangan oklusi (oklusi normal). Adanya
penyesuaian antara bentuk muka, bentuk dan ukuran rahang dan lidah.
2. Sifat-sifat mukosa, ukuran, bentuk lidah dan frenulum.
- Sifat mukosa : keras, lunak, kencang atau lembek mempengaruhi erupsi
gigi.
- Frenulum labii dapat mengakibatkan celah gigi dan mempengaruhi
kedudukan bibir.
- Frenulum buccinator mengakibatkan rotasi gigi.
3. Ukuran gigi-gigi dan lebar serta penjang lengkung rahang dapat
mengakibatkan gigi berjejal atau bercelah. Misalnya makrodontia,
mikrodomtia. Lebar dan panjang lengkung rahang, penyesuaian antara
rahang atas dan rahang bawah mengakibatkan terjadinya mandibuler
retrusi atau prognatism.
b. Kelainan bawaan (kongenital) misal : sumbing, tortikollis, kleidokranial
diostosis, cerebral plasi, sifilis dan sebagainya.
Kelainan bawaan kebanyakan sangat erat hubungannya dengan
faktor keturunan misalnya sumbing atau cleft : bibir sumbing atau hare lip,
celah langit-langit (cleft palate).
Tortikolis : adanya kelainan dari otot-otot daerah leher sehingga tidak
dapat tegak mengkibatkan asimetri muka.
4
Kleidokranial disostosis adalah tidak adanya tulang klavikula baik
sebagian atau seluruhnya, unlateral atau bilateral, keadaan ini diikuti
dengan terlambatnya penutupan sutura kepala, rahang atas retrusi dan
rahang bawah protrusi.
Serebral palsi adalah adanya kelumpuhan atau gangguan koordinasi otot
yang disebabkan karena luka didalam kepala yang pada umumnya sebagai
akibat kecelakaan pada waktu kelahiran. Adanya gangguan fungsi pada
otot-otot pengunyahan, penelanan, pernafasan dan bicara akan
mengakibatkan oklusi gigi tidak normal.
Sifilis : akibat penyakit sifilis yang diderita orang tua akan menyebabkan
terjadinya kelainan bentuk dan malposisi gigi dari bayi yang dilahirkan.
c. Pengaruh lingkungan
Prenatal, misalnya : trauma, diet maternal, metabolisme maternal dan
sebagainya.
Postnatal, misalnya : luka kelahiran, cerebal palsi, luka TMJ dan
sebagainya.
d. Predisposisi ganguan metabolisme dan penyakit
Gangguan keseimbangan endokrin
Misal : gangguan parathyroid, adanya hipothiroid akan menyebabkan
kritinisme dan resorpsi yang tidak normal sehingga menyebabkan
erupsi lambat dari gigi tetap.
Gangguan metabolisme
Penyakit infeksi
e. Kekurangan nutrisi atau gizi
Misal : Rickets (kekurangan vitamin D), Scorbut (kekurangan vitamin C),
beri-beri (kekurang vitamin B1) mengakibatkan maloklusi yang hebat.
f. Kebiasaan jelek (bad habit) dan kelainan atau penyimpangan fungsi.
Cara menetek yang salah
Mengigit jari atau ibu jari
Menekan atau mengigit lidah
Mengigit bibir atau kuku
5
Cara penelanan yang salah
Kelainan bicara
Gangguan pernapasan (bernafas melalui mulut dan sebagainya)
Pembesaran tonsil dan adenoid
Psikkogeniktik dan bruksisem
g. Posture tubuh
h. Trauma dan kecelakaan
2. Faktor Intrinsik :
a. Kelainan jumlah gigi
1. Super numerary gigi (gigi kelebihan)
Lebih banyak terjadi pada rahang atas, kedudukan dekat midline
(garis mediana) sebelah palatival gigi seri rahang atas disebut mesiodens.
Bentuknya biasanya konus kadang-kadang bersatu (fused) dengan gigi
pertama kanan atau kiri, jumlahnya pada umumnya sebuah tapi kadang-
kadang sepasang. Gigi supernumery kadang-kadang tidak tumbuh
(terpendam atau impected) sehingga menghalangi tumbuhnya gigi tetap
didekatnya atau terjadi kesalahan letak (malposisi). Oleh karena itu pada
penderita yang mengalami kelambatan atau kelainan tumbuh dari gigi seri
rahang atas perlu dilakukan Ro photo.
2. Agenese dapat terjadi bilateral atau unilateral atau kadang-kadang
unilateral dengan partial agenese pada sisi yang lain
Lebih banyak terjadi dari pada gigi supernumerary. Dapat terjadi
pada rahang atas maupun rahang bawah tetapi lebih sering pada rahang
bawah. Urutan kemungkinan terjadi kekurangan gigi adalah sebagai
berikut :
- Gigi seri II rahang atas ( I2 )
- Gigi geraham kecil II rahang bawah ( P2 )
- Gigi geraham III rahang atas dan rahang bawah
- Gigi geraham kecil II ( P2 ) rahang bawah
6
- Pada kelainan jumlah gigi kadang diikuti dengan adanya kelainan bentuk
atau ukuran gigi. Misalnya bentuk pasak dari gigi seri II (peg shaps
tooth).
b. Kelainan ukuran gigi
Salah satu penyebab utama terjadinya malposisi adalah gigi sendiri
yaitu ukuran gigi tidak sesuai dengan ukuran rahang, ukuran gigi lebih lebar
atau sempit dibandingkan dengan lebara lengkung rahang sehingga
meyebabkan crowded atau spasing.
c. Kelainan bentuk
Kelainan bentuk gigi yang banyak dijumpai adalah adanya peg
teeth ( bentuk pasak) atau gigi bersatu (fused). Juga perubahan bentuk gigi
akibat proses atrisi (karena fungsi) besar pengaruhnya terhadap terjadinya
maloklusi, terutama pada gigi sulung (desidui).
d. Kelainan frenulum labii
e. Prematur loss
Fungsi gigi sulung (desidui) adalah : pengunyahan, bicara, estetis.
Juga yang terutama adalah menyediakan ruang untuk gigi tetap, membantu
mempertahankan tinggi oklusal gigi-gigi lawan (antagonis), membimbing
erupsi gigi tetap dengan proses resopsi. Akibat premature los fungsi tersebut
akan terganggu atau hilang sehingga dapat mengkibatkan terjadinya
malposisi atau maloklusi.
f. Kelambatan tumbuh gigi tetap (delay erruption)
Dapat disebabkan karena adanya gigi supernumerary, sisa akar gigi
sulung atau karena jaringan mucosa yang terlalu kuat atau keras sehingga
perlu dilakukan eksisi. Kadang-kadang hilang terlalu awal (premature los)
gigi sulung akan mempercepat erupsinya gigi tetap penggantinya, tetapi
dapat pula menyebabkan terjadinya penulangan yang berlebihan sehingga
perlu pembukaan pada waktu gigi permanen akan erupsi, sehingga gigi tetap
penggantinya dapat dicegah.
7
g. Kelainan jalannya erupsi gigi
Merupakan akibat lebih lanjut dari gangguan lain. Misalnya adanya
pola herediter dari gigi berjejal yang parah akibat tidak seimbangnya lebar
dan panjang lengkung rahang dengan elemen gigi yaitu adanya : persistensi
atau retensi, Supernumerary, pengerasan tulang, tekanan-tekanan mekanis :
pencabutan, habit atau tekanan ortodonsi, faktor-faktor idiopatik (tidak
diketahui)
h. Ankilosis
Ankilosis atau ankilosis sebagian sering terjadi pada umur 6 – 12
tahun. Ankilosis terjadi oleh karena robeknya bagian dari membrana
periodontal sehingga lapisan tulang bersatu dengan laminadura dan
cementum. Ankilosis dapat juga disebabkan oleh karena gangguan endokrin
atau penyakit-penyakit kongenital (misal : kleidokranial disostosis yang
mempunyai predisposisi terjadi ankilosis, kecelakaan atau trauma).
i. Karies gigi
Adanya karies terutama pada bagian aproksimal dapat
mengakibatkan terjadinya pemendekan lengkung gigi sedang karies
beroklusal mempengaruhi vertikal dimensi. Adanya keries gigi pada gigi
sulung mengakibatkan berkurangnya tekanan pengunyahan yang dilanjutkan
ke tulang rahang, dapat mengakibatkan rangsangan pertumbuhan rahang
berkurang sehingga pertumbuhan rahang kurang sempurna.
j. Restorasi gigi yang tidak baik
Terutama tumpatan aproksimal dapat menyebabkan gigi elongasi,
sedangkan tumpatan oklusal dapat menyebabkan gigi ektrusi atau rotasi.
2.3 Klasifikasi Maloklusi
1. Klasifikasi Maloklusi
a. Klasifikasi oklusi menurut Edward Angle (1899) :
8
1) Class I
Lengkung mandibula normalnya mesiodistal berhubungan terhadap
lengkung maksila, dengan mesiobukal cusp dari M1 permanen maksila
menutupi grove bukal dari M1 permanen mendibula dan mesio lingual
cusp M1 maksila menutupi fossa oklusal dari M1 permanen mandibula
ketika rahang diistirahatkan dan gigi dalam keadaan tekanan.
Neutroklusi
2) Class II
Cusp mesiobukal m1 permanen maksila menutupiu antara cusp
mesio bukal M1 mandibula permanen dan aspek distal dari P1 mandibula.
Juga mesiolingual cusp M1 permanen maksila menutupi mesiolingual cusp
dari M1 permanen mandibula. Angle membagi class II maloklusi dalam 2
divisi dan 1 subdivisi berdasarkan angulasi labiolingual dari maksila,yaitu;
Distoklusi
i. Class II – divisi I
Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus
maksila labio version.
ii. Class II – divisi II
Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus
maksila mendekati normal secara anteroposterior atau secara ringan
dalam linguoversion sedangkan I2 maksila tipped secara labial atau
mesial.
iii. Class II – subdivisi
Saat relasi kelas II molar, terjadi oada satu sisi pada lengkung dental.
9
3) Class III
Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkungan
maksila dengan cusp mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada
ruang interdental di antara ruang distal dari cusp distal pada M1 permanen
mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial m2 mandibula. Class III
terbagi 2, yaitu :
Mesioklusi
i. Pseudo class III – maloklusi
Ini bukan maloklusi kelas 3 yang sebenarnya, tapi tampak
serupa, disini mandibula bergesar ke anterior dengan fossa gleroid
dengan/ kontak prematur gigi atau beberapa alasan lainnya ketika rahang
berada pada oklusi sentrik.
ii. Kelas III – subdivisi
Maloklusi sesuai dengan unilaterally. Pada kondisi normal,
relasi antar molar pertama normal begitu juga gigi-gigi yang ada di
anteriornya (depan-red).
b. Klasifikasi Dewey
Klasifikasi Dewey yaitu modifikasi dari angle kelas I dan kelas III,
Modifikasi angle’s kelas I:
1) Tipe 1 : Angle Class I dengan gigi anterior maksila crowding.
2) Tipe 2 : Angle Class I dengan gigi I maksila labio version
3) Tipe 3 : Angle Class I dengan gigi I maksila lingual version terhadap I
mandibula. ( anterior cross bite ).
4) Tipe 4 : M dan atau P pada bucco atau linguo version, tapi I dan C dalam
jajaran normal ( cross bite posterior ).
10
5) Tipe 5 : M ke arah mesio version ketika hilangnya gigi pada bagian
mesial gigi tersebut, ( contoh hilangnya M susu lebih awal dan P2).
Modifikasi angle’s kelas III:
1) Tipe 1 : Suatu lengkungan saat dilihat secara individu bidang pada
jajaran yang normal, tetapi oklusi di anterior terjadi edge to edge.
2) Tipe 2 : I mandibula crowding dengan I maksila ( akibat I maksila yang
terletak kea rah lingual ).
3) Tipe 3 : Lengkung maksila belum berkembang sehingga terjadi cross
bite pada I maksila yang crowding dan lengkung mandibula
perkembangannya baik dan lurus.
c. Klasifikasi Lischers, modifikasi dengan Klasifikasi angel:
1) Neutroklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 1
2) Distoklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 2
3) Mesioklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 3
Nomenklatur Lischer untuk malposisi perindividual gigi geligi
menyangkut penambahan ”versi” pada sebuah kata untuk mengindikasikan
penyimpangan dari posisi normal.
1) Mesioversi : Lebih ke mesial dari posisi normal
2) Distoversi : Lebih ke distal dari posisi normal
3) Lingouversi : Lebih ke lingual dari posisi normal
4) Labioversi : Lebih ke labial dari posisi normal
5) Infraversi : Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi
6) Supraversi : Lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi
7) Axiversi : Inklinasi aksial yang salah, tipped.
8) Torsiversi : Rotasi pada sumbunya yang panjang
9) Transversi : Perubahan pada urutan posisi.
11
d. Klasifikasi Bennette
Klasifikasi ini berdasarkan etiologinya:
1) Kelas I
Abnormal lokasi dari satu atau lebih gigi sesuai faktor lokal.
2) Kelas II
Abnormal bentuk atau formasi dari sebagian atau keseluruhan dari salah
satu lengkung sesuai kerusakan perkembangan tulang.
3) Kelas III
Abnormal hubungan diantara lengkung atas dan bawah dan diantara salah
satu lengkung dan kontur fasial sesuai dengan kerusakan perkembangan
tulang.
e. Klasifikasi Simons
Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi
terhadap wajah dan kranial dalam tiga bidang ruang:
Frankfort Horizontal Plane (vertikal)
Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata-telinga ditentukan
dengan menggambarkan garis lurus hingga margin tulang secara langsung di
bawah pupil mata hingga ke margin atas meatus eksternal auditory (derajat
di atas tragus telinga). Digunakan untuk mengklasifikasi maloklusi dalam
bidang vertikal.
1) Attraksi
Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort
horizontal menunjukkan suatu attraksi (mendekati).
2) Abstraksi
Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort
horizontal menunjukkan suatu abstraksi (menjauhi).
12
Bidang Orbital (antero-posterior)
Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-posterior
berdasarkan jaraknya, adalah:
1) Rotraksi
Gigi, satu atau dua, lengkung dental, dan/atau rahang terlalu jauh ke
depan.
2) Retraksi
Satu gigi atau lebih lengkung gigi dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.
Bidang Mid-Sagital (transversal)
Maloklusi mengklasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis
melintang dari bidang midsagital.
1) Kontraksi
Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menuju bidang
midsagital
2) Distraksi (menjauhi)
Sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak yang lebih dari
normal.
f. Klasifikasi Skeletal
Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur
lapisan skeletal.
1) Kelas 1 Skeletal
Maloklusi ini dimana semata-mata dental dengan tulang wajah dan rahang
harmoni dengan satu yang lain dan dengan posisi istirahat kepala.
Profilnya orthognatic. Kelas 1 dental ditentukan berdasarkan maloklusi
dental :
i. divisi I : Malrelasi lokal insisor, caninus , dan premolar.
ii. divisi II : Protrusi insisor maksila
iii. divisi III : Lingouversi insisor maksila
iv. divisi IV : Protrusi bimaksilari
13
2) Kelas II Skeletal
Ini menyangkut maloklusi dengan perkembangan distal mandibular
subnormal dalam hubungannya terhadap maksila. Dibagi menjadi dua
divisi:
i. divisi I
Lengkung dental maksila dalam batas sempit dengan crowding pada
regio caninus, crossbite bisa saja ada ketinggian wajah vertikal menurun.
Gigi anterior maksila protrusif dan profilnya retrognatic.
ii. divisi II
Merupakan pertumbuhan berlebih mandibula dengan sudut mandibula
yang tumpul. Profilnya prognatic pada mandibula.
g. Klasifikasi Caninus
Untuk menentukan oklusi, tidak hanya dilihat dari relasi molar
pertama saja namun dapat dilihat dari caninus juga. Berikut klasifikasi
caninus :
1) Kelas 1 : Caninus rahang atas beroklusi pada ruang bukal antara caninus
rahang bawah dan premolar satu rahang bawah
2) Kelas 2 : Caninus rahang atas oklusi di anterior sampai ruang bukal di
antara caninus rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.
3) Kelas 3 : Caninus rahang atas oklusi di posterior sampai ruang bukal
diantara caninus rahang bawah dan premolar satu rahang bawah
2.4 PREVALENSI MALOKLUSI
Maloklusi adalah kelainan susunan gigi atau kelainan hubungan antara
rahang atas dan rahang bawah. Kata maloklusi secara literatur memiliki arti
sebagai gigitan yang buruk. Kondisi ini dapat berupa gigitan yang tidak teratur,
crossbite, atau overbite. Maloklusi juga dapat berupa gigi yang miring, protrusi,
atau crowded. Hal ini dapat mengganggu penampilan, fonetik, ataupun
pengunyahan.
14
Banyak survei yang telah dilakukan terhadap populasi di berbagai
tempat untuk memperkirakan prevalensi maloklusi. Survei tersebut membuktikan
bahwa kebanyakan anak-anak memiliki gigi yang tidak teratur atau maloklusi.
Penelitian Silva et al tentang maloklusi tahun 2001 di Amerika Latin pada anak
usia 12-18 tahun yang dikutip dari penelitian Apsari menunjukkan bahwa lebih
dari 93% anak menderita maloklusi. Hasil penelitian Apsari di SMPN 1 Ungaran
tahun 1997 pada 91 remaja menunjukkan bahwa 83,5% menderita maloklusi,
dengan 38,2% merupakan maloklusi ringan. Hasil penelitian Oktavia tentang
maloklusi pada remaja SMU di kota Medan tahun 2007 dengan menggunakan
skor HMAR menunjukkan bahwa prevalensi maloklusi sebesar 60,5% dengan
kebutuhan perawatan ortodonti sebesar 23 %.
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam berbicara,
dimana kebanyakan huruf-huruf alphabet memerlukan bantuan gigi untuk
pelafalan yang jelas. Hasil penelitian Tellervo tahun 1992 di Eropa yang dikutip
dari penelitian Fonte et al tentang hubungan maloklusi dengan gangguan bicara
pada remaja dengan rata-rata umur 18 tahun bahwa terjadi gangguan sebanyak
33,8% siswa dengan oklusi mesial, 27,8% dengan overjet mandibula, 25.6%
dengan open bite insisal, dan 12,8 % dengan crossbite lateral. Maloklusi juga
dapat mengakibatkan terjadinya kelainan pengunyahan dimana terjadinya rasa
sakit pada rahang saat mengunyah. Hasil penelitian Oktavia pada anak SMU di
kota Medan menunjukkan bahwa terdapat kesulitan pengunyahan pada penderita
maloklusi sebesar 11,8%, makanan tersangkut 35,1%, sakit saat mengunyah
20,4%, rasa tidak nyaman saat mengunyah 44,1%.
Maloklusi selain memiliki dampak terhadap fonetik dan pengunyahan,
maloklusi juga dapat berdampak terhadap estetik dan mempengaruhi hubungan
sosial anak. Hasil penelitian Oktavia menunjukkan sebanyak 41,89% anak
memiliki kesulitan dalam bergaul, mudah tersinggung sebanyak 47,22%, malas
keluar rumah sebanyak 16,71 %. Shaw et al meneliti hubungan maloklusi dengan
hubungan sosial anak yang dikutip dari penelitian Fonte et al menunjukkan bahwa
semakin tinggi masalah dengan keadaan gigi dan rongga mulutnya maka semakin
tinggi masalah dalam hubungan sosial. Dibiase dan Sandler mengemukakan
15
bahwa penampilan gigi dan wajah memiliki efek sosial dan psychological
terhadap persepsi seseorang dalam berteman, kelas sosial, popularitas dan
intelegensia, mereka juga mengemukakan bahwa anak-anak dengan penampilan
dental yang buruk lebih sering mendapat perlakuan yang tidak baik oleh
temannya. Hasil penelitian Marques et al di Brazil menunjukkan bahwa maloklusi
secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup anak-anak sekolah di Belo
Horizonte Brazil.
Cara yang paling mudah untuk mengetahui prevalensi maloklusi
adalah dengan memisahkan maloklusi menurut morfologi yang ada.
1. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Praremaja
Semenjak ada beberapa bukti tentang validitas TPI dan kalsifikasi Angel
dalam meperkirakan masalah ortodontik yang berhuungan dengan estetik
muka, sebagian dari kebutuhan akan perawatan pada kelompok anak-akan
muda berdasarkan atas pertimbangan estetik atau kecantikan yang dinilai
menggunakan indeks.
Indeks yang utama untuk perawatan ortodontik pada masa gigi geligi
bercampuran adalah insisvus yang sangat berjejal yang memerlukan perawatan
dengan pencabutan gigi secara awal, dan kelainan jarak gigit yang besar yang
merupakan indikasi pemakian alat fungsional atau headgear untuk mengkoreksi
hubungan antar rahang.
Pengaruh estetik dari kelainan jarak gigit sudah terlihat pada pasien anak-
anak pra-remaja. Masalah-masalah gigi lain yang kemungkinan memerlukan
perawatan dalam kelompok umur ini adalah tumpang gigit yang sangat dalam
atau gigitan palatal yang menyebabkan trauma pada jaringan gingiva di
belakang gigi anterior atas, dan gigitan anterior dan posterior.
2. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Remaja
Persentase yang tinggi dari anak-anak yang memiliki maoklusi yang nyata,
makin meningkat pada masa remaja. Prevalensi gigi berjejal meningkat
meskipun susunan gigi-gigi insisivus menjadi lebih baik, hal ini agaknya
Karena letak gigi caninus yang menyimpang sehingga memberi ruang agak
banyak bagi gigi-gigi insisivus. Kelainan kelas 2 cendrung lebih parah serta
16
lebih mencolok, pada kelas III lebih jelas kelihatan pada remaja. Hampir 70-
75% remaja dipastikan memiliki maloklusi dalam beberapa tingkat keparahan.
3. Prevalensi Maloklusi pada Orang Dewasa
Maloklusi itu sendiri bukan satu-satunya alasan untuk perawatan
ortodontik pada orang dewasa, hal ini mungkin dibutuhkan sehubungan dengan
perawatan periodontal atau penambalan gigi dari pasein-pasien yang
mempunyai kerusakan jaringan peridontal dan/atau gigi-gigi yang tanggal yang
memerlukan gigi palsu. Meskipun perawatan orthodotik deperlukan oleh
sejumlah besar pasien orang dewasa, tetapi tidak ada data tentang komponen
kebutuhan bagi orang dewasa.
17
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Definisi dan Syarat Indeks Maloklusi
Indeks merupakan nilai numerik yang menjelaskan status relatif suatu
populasi pada skala bertingkat dengan batas atas dan batas bawah yang jelas
(Toung dan Striffler). Hal ini dirancang agar mampu memberikan kesempatan dan
fasillitas untuk dibandingkan dengan populasi lain yang telah dikelompokkan
dengan kriteria dan metode yang sama (Agusni, 1998).
Indeks maloklusi yang dibutuhkan adalah penilaian kuantitatif dan
obyektif yang dapat memberika batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal
yang masih dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus-kasus abnormal
menurut tingkat keparahan dan kebutuhan masyarakat.
Menurut Jamison H.D dan M.C. Millan R.S. indeks orthodonti ideal
yang dapat digunakan dalam studi epidemiologi memerlukan syarat-syarat
tertentu, yaitu:
a. Indeks sebaiknya sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat ditiru.
b. Indeks harus obyektif dalam pengukuran dan menghasilkan data
kuantitatif sehingga dapat dianalisis dengan metode statistik tertentu.
c. Indeks harus didesain untuk membedakan maloklusi yang merugikan
dan yang tidak merugikan.
d. Pemeriksaan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat oleh
pemeriksa walaupun tanpa intruksi khusus dalam diagnostik
orthodonti.
e. Indeks sebaiknya dapat dimodifikasi untuk sekelompok data
epidemiologi tentang maloklusi dari segi prevalensi, insiden dan
keparahan, contohnya frekuensi maloklusi dari masing-masing gigi.
f. Indeks sebaiknya dapat digunakan pada pasien atau model studi.
g. Indeks sebaiknya mengukur derajat keparahan maloklusi.
18
3.2 Klasifikasi Indeks Maloklusi
1. Occlusion Feature Index (OFI)
Index ini telah dikembangkan oleh “National Institute of Dental
Research” pada tahun 1957 dan telah diterapkan dan dievaluasi oleh Poulton
dan Aaronson (1960) dalam penelitiannya. Ciri-ciri maloklusi yang dinilai
dengan metode ini ialah: letak gigi berjejal, kelainan interdigitasi tonjol gigi
posterior, tumpang gigit, jarak gigi. kriteria penilaian dengan memberi skor
sebagai berikut:
OFI(1) Gigi berjejal depan bawah
0 = susunan letak gigi rapi
1 = letak gigi berjejal sama dengan ½ lebar gigi insisivus atau kanan bawah
2 = letak gigi berjejal sama dengan lebar gigi insisivus satu kanan bawah
3 = letak gigi berjejal lebih besar dari lebar gigi insisivus atau kanan bawah
OFI(2) Interdigitasi tonjol gigi dilihat pada region gigi premolar dan molar
sebelah kanan dari arah bukal, dalam keadaan oklusi.
0 = hubungan tonjol lawan lekuk
1 = hubungan antara tonjol dan lekuk
2 = hubungan antara tonjol lawan lekuk
OFI(3) Tumpang gigit, ukuran panjang bagian insisal gigi insisivus bawah
yang tertutup gigi insissivus atas pada keadaan oklusi.
0 = 1/3 bagian insisal gigi insisivus bawah
1 = 2/3 bagian insisal gigi insisivus bawah
2 = 1/3 bagian gingival gigi insisivus bawah
OFI(4) Jarak gigit, jarak dari tepi labio-insisal gigi insisivus atas ke permukaan
labial gigi insisivus bawah pada keadaa oklusi.
0 = 0 - 1,5 mm
1 = 1,5 - 3 mm
2 = 3 mm atau lebih
Skor total didapat dengan menjumlahkan skor keempat macam ciri
utama maloklusi tersebut diatas. Skor OFI setiap individu berkisar antara 0-9.
(OFI (1) = 3, OFI (2,3 dan 4) masing-masing =2).
19
Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau langsung dalam
mulut. Waktu yang diperlukan untuk menilai hanya kurang lebih 1-1 ½ menit
bagi setiap individu.
Keuntungan metode ini ialah sederhana dan objektif serta tidak
memerlukan peralatan diagnostik yang rumit seperti model gnathostatik dan
sefalometri. Selain itu apabila peneliti telah terlatih hanya memerlukan waktu
penilaian yang singkat.
Kerugiannya ialah dalam menilai interdigitasi tonjol hanya dengan
memeriksa hubungan gigi posterior atas dan bawah sebelah kanan saja.
Sebelah kiri tidak dinilai. Selain itu penilaian gigi berjejal depan bawah
memerlukan latihan terlebih dulu karena untuk menentukan besarnya skor
membutuhkan waktu untuk mengukur lebar mesio-distal gigi-gigi anterior
bawah dan mengukur panjang lengkung gigi depan bawah. Jadi metode ini
kurang praktis.
Poultan dan Aaronson (1960) telah mengevaluasi metode ini dan
dari hasil peneliatannya terbukti bahwa penelitian keparahan maloklusi oleh
ahli Orthodonti secara subjektif dan penelitian oleh dokter ahli Kesehatan
Masyaratak memakai OFI hasilnya sangat mendekati (hamper sama). Kriteria
penilaian maloklusi oleh ahli orthodonti sebagai berikut:
0 – 1 = maloklusi ringan sekali (slight) = tidak memerlukan perawatan
Orthodonti
1 – 3 = maloklusi ringan (mild) = ada sedikit variasi dari oklusi ideal yang
tidak perlu dirawat
4 – 5 = malkolusi sedang (moderate) = indikasi perawatan Orthodonti
6 – 9 = maloklusi berat/parah (severe) = sangat memerlukan perawatan
Orthodonti
Penilaian ini yang berdasarkan atas “perlunya perawatan”, tidak
dapat diterapkan pada kelompok populasi yang lebih besar, tetapi meskipun
demikian ternyata erat hubungannya dengan skor OFI.
20
2. Malalignment Index (Mal I)
Indeks ini diajukan oleh van kirk dan Pannell tahun 1959. Ciri
maloklusi yang dinilai adalah letak gigi yang tidak teratur (Malalignment
teeth). Kriteria penilaian dengan skor berikut :
Skor 0 = ideal alignment = letak gigi teratur dalam deretan normal
Skor 1 = Minor malalignment = letak gigi tak teratur ringan.
Ini ada 2 tipe yaitu :
(1) Rotasi <45 derajat
(2) Penyimpangan (displacement)< 1,5mm
Skor 2 = Major Malalignment = letak gigi tak teratur berat
Ini juga ada 2tipe yaitu :
(1) Rotasi >45 derajat
(2) Penyimpangan >1,5 mm
Pada penilaian ini gigi geligi dibagi menjadi 6 segmen yaitu :
segmen depan atas, kanan atas, kiri atas, depan bawah, kanan bawah dan kiri
bawah.
Skor tiap segmen didapat dengan menjumlahkan skor tiap gigi, dan
skor Mal I tiap individu didapat dengan menjumlahkan skor tiap segmen. Jadi
untuk 32 gigi skor Mal I berkisar antara 0-64. Tetapi dalam praktek hanya
sedikit individu yang skornya 0 dan di atas 18.
Alat ukur yang dipakai adalah penggaris plastik kecil dengan
ukuran 1x4 inci, ujung penggaris miring 45 derajat dan di atas ujung lain diberi
garis mendatar dan tegak pada jarak 1,5mm dari tepi penggaris.
Penilaian dapat dilakukan di model gigi atau langsung pada mulut.
Metode ini sederhana, objektif dan praktis untuk program lapangan sangat
cocok. Indeks ini tidak hanya menilai kuantitas maloklusi tetapi juga dapat
untuk mengelompokkan tingkat keparahan maloklusi dalam masyarakat.
Metode ini berbeda dengan pemeriksaan klinik secara rutin yang
dilakukan oleh ahli Orthodontia atau dokter gigi umum lainnya. Metode
penilaian tersebut tidak memerlukan kursi gigi dan alat pemeriksaan gigi yang
21
lain seperti sonde, pinset atau lampu penerang. Cukup kaca mulut, alat
penggaris plastik kecil dan penerangan alam.
Van Kirk dan Pennell memilih penilaian maloklusi berdasarkan
ketidakteraturan letak gigi karena seringnya ciri maloklusi ini terjadi dan ciri
erat hubungannya dengan ciri-ciri maloklusi yang lain.
3. Handicapping Labio-lingual Deviation Indeks (HLD Indeks)
HLD Indeks disusun oleh para Draker pada tahun 1960, dengan
maksud untuk diajukan sebagai cara penilaian yang obyektif bagi epidemiologi
maloklusi.
Ciri-ciri maloklusi yang dinilai pada metode ini ialah meliputi 9
macam cirri maloklusi dimana 2 diantaranya merupakan ciri khas yang dapat
menentukan adanya cacat muka (phisical handicap). Macam ciri maloklusi
yang dinilai dan cara member skor sebagai berikut:
Macam ciri maloklusi Skor HLD
1. Celah langit (“cleft palate”) skor 15 ………………
2. Penyimpangan traumatik yang berat skor 15 ………………
3. Jarak gigit (dalam mm) ………………
4. Tumpang gigit (dalam mm) ………………
5. Protusi mandibula x 5 ………………
6. Gigitan terbuka (dalam mm) x 4 ………………
7. Erupsi ectopic, hanya gigi depan, tiap gigi x3 ………………
8. Gigi berjejal anterior: Maksila, Mandibula,
tiap rahang skor 5 ………………
9. Penyimpangan Labio-lingual (dsalam mm) ………………
Jumlah ………………
Menurut draker (1960), skor 13 atau lebih sudah termasuk phisical
handicap. Draker menyatakan bahwa metode ini sederhana, obyektif dan
reproducible, penilaian maloklusi dapat dilakukan langsung pada subyek yang
diteliti atau pada model gigi tanpa menggunakan alat khusus, dan dapat dipakai
untuk menentukan cut off point bagi program kesehatan yang telah ditentukan,
22
sehingga dapat disesuaikan dengan perubahan dana yang tersedia tanpa
mengesampingkan objektivitas penelitian.
Apabila indeks ini diterapkan dengan sempurna, secara
epidemiologi akan dapat memisahkan kelainan handicapping labio-lingual
deviation dari sampel yang diteliti. Dengan demikian akan memudahkan tim
pelayanan kesehatan gigi dalam melaksanakan programnya.
Menurut Draker handicapping malocclusion adalah satu-satunya
faktor yang sangat menarik bagi kesehatan masyarakat. Definisi yang spesifik
dan tepat bagi handicapping malocclusion sukar ditentukan sebab ada sejumlah
kemungkinan variasi yang tidak terbatas dari maloklusi terutama variasi
individual tentang handicap.
Untuk menilai handicapping malocclusion dibutuhkan suatu alat
penilai semacam indeks yang dapat menunjukkan ada atau tidak adanya
handicap dan untuk mengukur keparahannya. Jadi bukan suatu pengetahuan
spesialisasi.
Presentase yang tinggi dari orang-orang yang menderita maloklusi,
yang menurut ahli Orthodonti memerlukan perawatan, ternyata kasusnya tidak
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat. Sebaliknya panilaian
maloklusi oleh ahli Kesehatan Masyarakat. Sebaliknya penilaian oleh ahli
Kesehatan Masyarakat (petugas lapangan) tidak perlu memuaskan bagi dokter
gigi ahli Orthodontia tau dokter gigi yang bekerja di klinik (petugas klinik).
Handicap ialah suatu keadaan yang dapat diamati. Jadi indeks
untuk menilai handicap semacam DLD indeks sebaiknya berdasarkan pada
penggunaan oleh dokter gigi Kesehatan Masyarakat bukan oleh spesialis
Orthodonti.
4. Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA-I)
Penilaian maloklusi pada metode ini dengan menggunakan HMAR
(Handicapping Malocclusion Assesment Record) yaitu suatu lembar isian yang
dirancang oleh Salzmann pada tahun 1967 dan digunakan untuk melengkapi
cara menentukan priorotas perawatan orthodontik menurut keparahan
23
maloklusi yang dapat dilihat pada besarnya skor yang tercatat pada lembar
isian tersebut.
Ciri-ciri maloklusi yang dicatat dan diskor terdaftar dalam HMAR
sebagai berikut :
A. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra Arch Deviation) :
a. Gigi absen (missing)
b. Gigi berjejal (crowded)
c. Gigi rotasi (rotation)
d. Gigi renggang (spacing)
Skor untuk setiap gigi anterior rahang atas (4 gigi insisivus) yang terkena = 2.
Skor untuk setiap gigi posterior dan setiap gigi anterior dan posterior rahang
bawah = 1.
B. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (Inter Arch
deviation) :
1. Segmen Anterior
a. Jarak gigit (over jet)
b. Tumpang gigit (over bite)
c. Gigitang silang (cross bite)
d. Gigitang terbuka (open bite)
2. Segmen posterior
a. Kelainan antero-posterior
Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau di dalam mulut.
Di samping pengisian HMAR juga dilakukan pada lembat SOAR
(Suplementary Oral Assesmment Record). Jika penilaian dilakukan dalam
mulut, sebelum mencatat ciri-ciri maloklusi yang ada pada SOAR, HMAR
dilengkapi terlebih dahulu.
Untuk mengetahui seberapa besar keinginan seseorang untuk
dirawat (treatment diserability), dicatat pula kebutuhan perawatan,
keinginan untuk dirawat, dan tidak adanya permintaan untuk dirawat. Hal
ini semua ditanyakan pada pasien, orang tua dan guru.
24
Keuntungan HMA ialah mempunyai taraf kepercayaan yang
tinggi dan peka terhadap semua tingkatan maloklusi. Untuk penilaian
maloklusi tidak memerlukan alat khusus. Kalau dibandingkan dengan
indeks yang lain penilaian subjektif tidak begitu kritis karena hanya
mencatat perbedaan “full cusp”. Kalau ada error tidak serius sebab sistem
penilaiannya hanya di bagian anterior dan lebih kearah penilaian estetik.
Keuntungan lain ialah adanya penilaian renggang dan absensi gigi posterior
yang dicatat, sedang pada lain-lain metode hal tersebut diabaikan.
Keuntungan terbesar adalah bahwa sekali metode tersebut dipelajari dengan
baik, tidak diperlukan catatan lain dan skor keparahan maloklusi dapat
dikalkulasi dengan cepat. Jadi cara penilaian maloklusi dengan HMAR lebih
menyerupai penilaian status kesehatan dengan indeks DMF.
Kerugian metode ini hanya sedikit. Terutama ialah bahwa cara
ini memerlukan latihan untuk memberi pelajaran kepada para petugas
pelayanan kesehatan gigi agar memahami bagaimana menggunakan HMAR
tersebut. Tetapi sekali mereka mempelajari dan memahami, kemungkinan
membuat kesalahan tidak sebanyak metode-metode yang lain dan setiap
orang yang telah mempelajari cara ini menjadi berpengalaman dalam
melihat oklusi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan HMAR
untuk menilai maloklusi pada gigi geligi bercampur ialah :
a. Penilaian absen gigi molar kedua susu, bila tidak ada penyempitan ruang
sebaiknya tidak diberi skor.
b. Renggang antara gigi insisivus lateral dan kaninus atau yang disertai
renggang antara gigi kaninus dan premolar tidak dinilai sebagai renggang
terbuka anterior.
c. Penilaian overbite termasuk bila seluruh mahkota gigi insisivus bawah
tertutup oleh gigi insisivus atas pada keadaan oklusi.
d. Bila posisi gigi premolar dan kaninus normal, tetapi belum erupsi penuh,
sebaiknya tidak dinilai sebagai gigitan terbuka posterior.
Cara penilaian :
25
a. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra arch deviation)
1). Segmen Anterior
Setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat diberi skor 2, dan setiap gigi
anterior rahang bawah diberi skor 1.
a). Gigi absen
Gigi yang tidak terdapat dalam mulut, termasuk jika tinggal akar (radix)
b). Gigi berjejal (crowded)
Gigi yang berjejal karena kurang tempat sehingga untuk mengatur
perlu menggeser gigi lain yang ada dalam rahang. Gigi yang sudah
dinilai rotasi tidak boleh dinilai berjejal.
c). Gigi rotasi (rotation)
Gigi yang letaknya berputar tetapi cukup tempat untuk mengaturnya
dalam lengkung rahang. Gigi yang sudah diberi skor rotasi tidak
boleh diberi skor berjejal atau renggang
d). Gigi renggang (spacing), yaitu :
(1). Renggang terbuka (open spacing), yaitu celah yang terdapat
diantara gigi sehingga terlihat papil interdental. Pemberian skor
adalah jumlah papila yang nampak, bukan giginya.
(2). Renggang tertutup (closed spacing), yaitu penutupan ruang
sebagian sehingga tidak memungkinkan gigi untuk erupsi penuh
tanpa menggeser gigi lainnya dalam lengkung rahang yang sama,
yang diberi skor adalah giginya.
2). Segmen posterior
Setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.
a). Absen: cara penilaian seperti segmen anterior. Dicatat jumlah gigi
yang tidak ada dalam rongga mulut, termasuk radiks.
b). Berjejal: penilaian seperti pada segmen anterior.
c). Rotasi: penilaian seperti pada segmen anterior.
d). Renggang yaitu :
(1). Renggang terbuka, yaitu celah interproksimal yang menampakan
papila disebelah mesial dan distal sebuah gigi.
26
(2). Renggang tertutup: penilaian seperti pada segmen anterior.
b. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (inter arch
deviation)
Penilaian dilakukan dengan cara menengadahkan kepala
kebelakang sejauh mungkin dan mulut terbuka lebar untuk mendapat
oklusi terminal. Lidah digerakkan keatas dan ke belakang mengenai
palatum dan dengan cepat gigi-gigi dioklusikan sebelum kepala
tertunduk kembali. Untuk melihat dengan jelas oklusi gigi dalam mulut
digunakan kaca mulut.
1) Segmen Anterior
Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2
a). Jarak gigit, penilaian jarak gigit ialah bila gigi insisivus atas
labioversi sehingga gigi insisivus bawah pada waktu oklusi
mengenai mukosa palatum. Apabila gigi insisivus atas tidal
labioversi maka kelainan itu hanya diskor sebagai kelainan
tumpang gigit.
b). Tumpang gigit, penilaian tumpang gigit ialah apabila pada waktu
oklusi, gigi insisivus atas mengenai mukosa gingiva gigi insisivus
bawah, sedang gigi bawah tersebut mengenai mukosa palatum. Jika
insisivus atas labioversi maka kelainan tumpang gigit juga jarak
gigit.
c). Gigitan silang, yaitu apabila gigi insisivus atas pada waktu oklusi
disebelah lingual gigi insisivus bawah.
d). Gigitan terbuka, yaitu apabila waktu oklusi gigi depan atas dan
bawah tidak berkontak.
2). Segmen posterior
Untuk setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.
a). Kelainan anteroposterior, yaitu kelainan oklusi dimana pada waktu
oklusi gigi kaninus, premolar pertama dan premolar kedua serta gigi
molar pertama bawah berada disebelah distal atau mesial gigi
27
antagonisnya. Kelainan tersebut diskor bila terdapat satu tonjol atau
lebih dari gigi molar, premolar dan kaninus beroklusi di daerah
interproksimal lebih ke mesial atau ke distal dari posisi normal.
b). Gigitan silang, yaitu bila pada waktu oklusi terdapat gigi pada
segmen bukal yang posisinya lebih ke lingual atau bukal diluar kontak
oklusi terhadap gigi antagonisnya.
c). Gigitan terbuka, yaitu bila pada waktu oklusi terdapat celah antara
gigi posterior atas dan bawah. Hubungan tonjol lawan tonjol tidak
termasuk gigitan terbuka.
Setiap ciri maloklusi yang berupa kelainan dentofasial diberi
skor 8. Ciri-ciri tersebut yaitu: celah bibir dan celah mulut, bibir bawah
terletak di palatal gigi insisivus atas, gangguan oklusal (oklusal
interference), gangguan fungsi rahang (functional jaw limitation),
asimetri muka/wajah, gangguan bicara (speech impairment).
Indikator kebutuhan perawatan berdasarkan kriteria tingkat
keparahan maloklusi menunjukan keparaham maloklusi berkisar antara:
a. Skor 0 – 4 : variasi oklusi normal
b. Skor 5 – 9 : maloklusi ringan, tidak perlu perawatan
c. Skor 10-14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan
d. Skor 15 – 19 : maloklusi berat, memerlukan perawatan
e. Skor = 20 : maloklusi berat, sangat memerlukan perawatan
5. Treatment Priority Index (TPI)
Indeks ini diperkenalkan oleh Grainger pada tahun 1967
penyusunannya didasarkan atas konsep bahwa maloklusi itu tidak merupakan
suatu keadaan yang sederhana tetapi lebih merupakan suatu seri kelainan yang
berbeda-beda walaupun satu sama lain saling berhubungan.
Indeks tersebut didapatkan dari hasil penilaian 10 ciri-ciri maloklusi
yang saling berhubungan dan 1 ciri maloklusi yang merupakan kelainan
dentofasial yang berat. Macam ciri-ciri maloklusi yang dinilai meliputi: (1)
jarak gigit, (2) gigitan terbalik, (3) tumapng gigit, (4) gigitan terbuka anterior,
28
(5) gigi insisivus agenese, (6) disto-oklusi, (7) mesio-oklusi, (8) gigitan silang
posterior dengan segmen gigi atas bukoversi, (9) gigitan silang posterior
dengan segmen gigi atas linguoversi, (10) malposisi gigi individual, dan (11)
celah langit-langit, kondisi traumatik dan lain-lain anomaly dentofasial yang
berat.
Pemakaian TPI bisa diandalkan karena Sciever dkk. (1974) telah
membuktikan dengan penilaian bahwa cara penilaian dengan TPI merupakan
metode yang objektif dan reliable untuk menilai derajat keparahan maloklusi
bagi tujuan epidemiologi.
Penilaian maloklusi dengan cara ini ternyata tidak menilai ciri-ciri
maloklusi tertentu seperti renggang, diastema sentral, dan asimetris garis
tengah (midline asimetry). Hal ini karena Grainger berpendapat bahwa ciri-ciri
maloklusi tersebut dipandang dari segi kesehatan masyarakat tidak
penting.Demikian pula kebiasaan-kebiasaan mulut (oral habits) dan
morphologi jaringan lunak dianggap tidak merupakan faktor penyebab intrinsic
terjadinya maloklusi.
Cara menilai dan member skor ciri-ciri maloklusi dengan TPI
sebagai berikut:
a. Hubungan gigi insisivus atas bawah dalam arah horizontal.
1) Jarak gigit. Cara mengukur sebagai berikut: ukur jarak dari tepi labio-
insisal gigi insisivus sentral atas ke permukaan labial gigi insisivus
sentral bawah dalam mm. Dengan penggaris yang diletakkan di tengah-
tengah kedua gigi insisivus sentral atas. Jika kedua gigi tersebut
posisinya tidak sama, jaraknya diambil rata-rata.
2) Underjet (mandibular overjet = gigitan terbalik atau gigitan silang
anterior).
b. Hubungan gigi insisivus atas dan bawah dalam arah vertikal.
3) Tumpang gigit.
4) Gigitan terbuka.
Yang termasuk kelainan hubungan gigi insisivus atas dan bawah ialah
palatal bite, tumpang gigit dalam yang berupa penutupan gigi insisivus
29
atas terhadap gigi insisivus bawah sampai tepi gingival, gigitan silang
anterior dan gigitan terbuka.
Setiap kelainan overbite ini diberi skor sesuai dengan tingkatan
keparahannya.
c. Gigi insisivus permanen agenese (congenital missing).
5) Ini tidak dapat ditentukan tanpa pengambilan foto Rontgen. Tetapi pada
cara penilaian ini, jika pada umur 12 tahun gigi tersebut tidak ada maka
jumlah gigi yang tidak ada maka jumlah gigi yang tidak ada tersebut
dicatat.
d. Hubungan antero posterior gigi-gigi segmen bukal.
6) Disto-oklusi
7) Mesio-oklusi
Kedua hal tersebut dinilai dengan melihat hubungan gigi molar permanen
pertama atas dan bawah, dan apabila masih ada gigi molar susu kedua,
juga dicatat hubungannya.
Hubungan antero-posterior segmen bukal gigi-gigi permanen dan gigi-
gigi bercampur.
Untuk setiap sisi diperiksa derajat penyimpangannya terhadap neutro-
oklusi.Jika penyimpangan pada satu sisi, hubungan tonjol gigi molar
pertama bawah beroklusi pada lekuk gigi molar pertama atas lebih
posterior dari posisi normal (disto-oklusi) ini diberi skor 2.
Bila lebih ke anterior (mesio-oklusi) skor juga 2. Tetapi bila hubungan
gigi molar pertama sisi lain tonjol lawan tonjol, skor hanya 1. Skor kedua
sisi dijumlahkan, kalau satu sisi diskor mesio-oklusi maka skor dicatat
terpisah.
e. Gigitan silang posterior (posterior cross-bite).
` Gigi-gigi yang posisinya di luar hubungan normal dicatat kemudian
dijumlah.
8) Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas bukoversi.
9) Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas linguoversi.
f. Penyimpangan letak gigi (tooth displacement).
30
10) Jumlah gigi yang letaknya menyimpang diskor dengan menggunakan
metode Van Krik dan Pennel (1959). Gigi-gigi yang malposisi
(letaknya menyimpang) ringan atau rotasi berat diskor 2. Selanjutnya
skor setiap gigi dijumlah untuk mendapatkan skor total.
6. Occlusal Index
Pada metode ini ada 9 ciri khas oklusi yang dinilai yaitu : (1) umur
gigi, (2) hubungan gigi molar, (3) tumpang gigit, (4) jarak gigit, (5) gigitan
silang posterior, (6) penyimpangan letak gigi, (7) hubungan garis tengah, (8)
gigitan terbuka posterior, (9) gigi permanen yang absen.
Cara memberi skor/nilai 9 ciri khas maloklusi untuk menentukan OI adalah
sebagai berikut :
1. Umur gigi (dental age)
Dengan mengklasifikasikan oklusi berdasarkan tingkat perkembangan
oklusi, perbedaan umur kronologis, jenis kelamin, dan erupsi dapat diatasi.
a. Umur gigi 0 mulai pada waktu lahir dan berakhir dengan erupsinya
(mahkota klinis sebagian) gigi sulung. Jadi umur gigi ini ditandai
dengan erupsinya gigi sulung.
b. Umur gigi I mulai dengan erupsonya gigi sulung yang pertama dan
berakhir bila semua gigi geligi sulung atas dan bawah dalam keadaan
oklusi. Ini ditandai dengan perkembangan gigi geligi sulung.
c. Umur gigi II mulai bila semua gigi geligi sulung dalam keadaan oklusi
dan berakhir dengan erupsinya gigi permanen yang pertama. Umur
gigi II ini ditandai dengan lengkapnya gigi gelegi sulung.
d. Umur gigi III mulai dengan erupsinya gigi pertama permanen dan
berakhir bila semua gigi insisiv sentral dan lateral permanen serta gigi
molar pertama permanen dalam keadaan oklusi. Umur ini ditandai
dengan tahap pertama dari gigi geligi bercampur, yang lebih tepat
disebut periode gigi geligi bercampur tahap awal (early mixed
dentition).
31
e. Umur gigi IV mulai bila semua gigi insisiv sentral dan lateral serta gigi
molar pertama permanen dalam keadaan oklusi dan berakhir dengan
erupsinya gigi caninus permanen atau gigi premolar. Umur gigi ini
yang ditandai dengan periode tidur atau istirahat (dormant periode)
saat tidak ada gigi permanen satu pun yang erupsi, disebut periode gigi
bercampur tahap pertengahan.
f. Umur gigi V mulai dengan erupsinya gigi kaninus permanen atau
premolar dan berakhir apabila semua gigi dalam keadaan oklusi. Umur
ini ditandai dengan tahap akhir dari gigi geligi bercampur dan disebut
periode gigi geligi bercampur tahap akhir.
g. Umur gigi VI mulai bila semua gigi kaninus dan gigi premolar dalam
oklusi. Umur gigi ini ditandai dengan lengkapnya gigi geligi permanen
(gigi molar kedua permanen sudah atau belum erupsi).
2. Hubungan molar atau relasi molar (molar relasion).
Pemberian skor/nilai pada hubungan molar atau relasi molar sebagai
berikut :
a. Menentukan cut-off point yaitu pada saat satu tipe relasi molar
berakhir dan yang dimulai.
b. Tidak ada klasifikasi klas I, II, II menurut angle. Tetapi mungkin
klasifikasi angle berasal dari pengukuran ini.
c. Relasi gigi molar sulung kedua dan gigi molar permanen pertama pada
kedua sisi rahang diperhatikan.
3. Tumpang gigit.
Tumpang gigit diskor sebagai jarak vertical dari tepi insisal gigi insisivus
sentral atas ke tepi insisal gigi insisiv sentral bawah bila dalam keadaan
oklusi sentris.Tumpang gigit diskor positif bila jarak tersebut 1/3 panjang
mahkota klinis gigi insisivus bawah. Tumpang gigit negative (gigitan
terbuka) diskor sebagai jarak dari tepi insisal gigi insisiv sentral atas ke
tepi insisal gigi insisivus sentral rahang bawah dalam milimeter.
4. Jarak gigit
32
Jarak gigit di skor sebagai jarak horizontal dari permukaan labial gigi
insisivus atas permukaan labial gigi insisivus sentral bawah dalam
milimeter.Besarnya skor bias positif, nol, negatif.
7. Metode Survei Dasar dari WHO
Karena banyak kesukaran-kesukaran yang dihadapi dalam
menentukan kelainan handicap, dank arena tidak adanya standar untuk menilai
anomaly dentofasial yang bisa diterima, maka pada tahun 1971 WHO revision
Committee memberi rekomendasi, bahwa untuk survei dasar hanya anomaly
dentifasial yang berat yang dikembangkan yaitu:
a. Anomaly yang menyebabkan cacat muka (facial disfigurement).
b. Anomaly yang menyebabkan gangguan berat pada fungsi pengunyahan
atau pernafasan.
Selain itu keadaan-keadaan yang dianggap sebagai penyebab anomaly
juga dicatat yaitu:
c. Mesio-oklusi yang berat
d. Disto-oklusi yang berat
e. Celah bibir atau celah langit-langit
f. Lain-lain anomaly termasuk gigitan terbuka, tumpang gigit dalam, gigi
sangat berjejal dan sebagainya. Jika ini ada maka sebaiknya dirinci secara
lengkap.
Definisi sederhana dari ciri-ciri maloklusi di bawah ini menjelaskan
macam-macam keadaan yang dapat mempengaruhi anomaly dentofasial, tetapi
hanya manifestasi yang berat yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan
bentuk yang perlu dicatat sebagai anomaly dentofasial.
Mesio-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan gigi
caninus permanen bawah beroklusi lebih kemesial daripada kedudukannya
dalam neutro-oklusi.Hal ini bisa unilateral atau bilateral.
Disto-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan gigi
caninus permanen bawah berada lebih ke distal dari posisinya dalam neutro-
oklusi.Ini juga bisa unilateral atau bilateral.
33
Penialaian pada gigi geligi susu dilakukan dengan mengamati
kedudukan caninus sulung dan gigi molar sulung kedua.
Cara melaporkan data sebagai berikut: persentase orang-orang dengan
anomali dentofasial dilaporkan menurut kelompok umur yaitu kelompok umur
2-12 tahun dan kelompok umur 15-19 tahun. Distribusi menurut besarnya
penyebab yang mempengaruhi juga harus dilaporkan untuk kelompok umur
yang sama.
8. Metode Penialaian menurut FDI
Untuk mengukur atau menialai ciri-ciri maloklusi, pada tahun 1959
sebuah komisi yang menangani klasifikasi dan statistik kondisi mulut dari FDI
(FDI Commission on Classification and Statistic for Oral Condition =
COCSTOC) telah mengusulkan “Method of measuring Occlusal Traits” yang
telah diterima secara resmi oleh FDI pada Mexico City tahun 1972.
Pengukuran menrut metode ini terbatas pada penilaian tertentu in
situ dari gigi-gigi itu sendiri, hubungan antara gigi-gigi dalam satu rahang
(intra-arch), dan hubungan gigi-gigi dalam kedua rahang (inter-arch).Tidak ada
penilaian umum tentang jaringan lunak (misalnya profil jaringan lunak) sebab
penilaian semacam itu sangat subyektif.
System pengukuran ini merupakan langkah pertama yang pasti
kearah metode komprehensif untuk mendapatkan informasi kombinasi sifat-
sifat atau cirri-ciri yang mempengaruhi penampilan wajah seseorang.Jika data
yang diperoleh cukup, diharapkan dapat menentukan “cut-off point” bagi sifat-
sifat individu yang bisa membedakan orang-orang yang membutuhkan
perawatan dan yang tidak.
9. Dental Aesthetik Indeks (DAI)
Perkembangan DAI didasarkan atas persepsi publik atas estetik
gigi dengan menggunakan penilaian skore agar bisa didapatkan rencana
perawatanny.
34
DAI terdiri atas 10 pengukuran oklusal dengan pemeriksaan intra
oral :
a. Jumlah kehilangan gigi : insisiv, caninus dan premolar
b. Berdesakan pada daerah insisiv
c. Jarak pada daerah insisiv
d. Diastema sentral
e. Berdesakan rahang atas
f. Berdesakan rahang bawah
g. Jarak gigi anterior rahang atas
h. Jarak gigi anterior rahang bawah
i. Gigitan terbuka anterior vertikal
j. Relasi molar antero posterior
Kriteria tingkat keparahan maloklusi dengan metode DAI :
≤ 25 = Normal atau maloklusi ringan
26 - 30 = Maloklusi sedang
31 - 35 = Maloklusi berat
≥36 = Maloklusi sangat berat
3.3 Tujuan dan Manfaat Indeks Maloklusi
Penialaian maloklusi dalam kesehatan masyarakat mempunyai 3 tujuan utama
yaitu:
a) Menilai keadaan/status dan penyebaran maloklusi masyarakat
b) Mendapatkan informasi tentang kebutuhan masyarakat akan perawatan
orthodonti
c) Mendapatkan informasi untuk merencanakan sumber dan fasilitas bagi
perawatan orthodonti dalam masyarakat yang berupa tenaga dan dana.
Manfaat Indeks maloklusi yaitu dapat dinilai beberapa hal yang
menyangkut maloklusi, misalnya prevalensi, keparahan maloklusi, dan hasil
perawatan. Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format
kategori atau numerik sehingga penilaian suatu maloklusi bisa objektif.
(Rahardjo, 2009)
35
BAB 4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil diatas dapat ditarik kesimpulan berupa :
1. Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang
normal. Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi atau
malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau
transversal
2. Factor ektrinsik maloklusi dapat disebabkan oleh keturunan (herediter),
kelainan bawaan, pengaruh lingkungan, gangguan metabolism dan
penyakit, kekurangan nutrisi, kebiasaan buruh (bad habits), kelainan
jumlah, agenisi dll
3. Klasifikasi maloklusi dapat dibedakan menjadi bermacam macam seperti
kalsifikasi berdasarkan Edward angel, dewey, benette, simons dll
4. Prevalensi maloklusi biasanya paling banyak terdapat pada fase remaja.
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam berbicara,
dimana kebanyakan huruf-huruf alphabet memerlukan bantuan gigi untuk
pelafalan yang jelas. Maloklusi selain memiliki dampak terhadap fonetik
dan pengunyahan, maloklusi juga dapat berdampak terhadap estetik dan
mempengaruhi hubungan sosial anak. Cara yang paling mudah untuk
mengetahui prevalensi maloklusi adalah dengan memisahkan maloklusi
menurut morfologi yang ada.
5. Syarat suatu indeks maloklusi yang ideal dapat berupa :
a. Indeks sebaiknya sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat ditiru.
b. Indeks harus obyektif dalam pengukuran dan menghasilkan data
kuantitatif sehingga dapat dianalisis dengan metode statistik tertentu.
c. Indeks harus didesain untuk membedakan maloklusi yang merugikan
dan yang tidak merugikan.
d. Pemeriksaan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat oleh
pemeriksa walaupun tanpa intruksi khusus dalam diagnostik
orthodonti.
36
e. Indeks sebaiknya dapat dimodifikasi untuk sekelompok data
epidemiologi tentang maloklusi dari segi prevalensi, insiden dan
keparahan, contohnya frekuensi maloklusi dari masing-masing gigi.
f. Indeks sebaiknya dapat digunakan pada pasien atau model studi.
g. Indeks sebaiknya mengukur derajat keparahan maloklusi.
6. Klasifikasi indeks maloklusi ada bermacam macam seperti
FDI,IOTN,OFI,HM-I dll.
37