makala h

59
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah penyimpanagan letak gigi dan atau malrelasi lengkung geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dpat diterima. Maloklusi juga bisa mrupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi yang terjadi pada bagian tubuh yang lain. Tetapi karena variasi letak gigi yang mudah diamati dan mengganggu estetik sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk melakukan perawatan. Maloklusi sendiri menurut Angle dibedakan menjadi 3 klas, yaitu Klas I dimana molar peramane bawah setengah lebar tonjol lebih mesial terhadap molar pertama permanen atas, Klas II diamna lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior dari ralsi yang normal terhadap lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar, Klas III dimana lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke mesial daripada lengkung geligi atas bila dilihat dari relasi molar pertama permanen.ada juga maloklusi yang berkenaan dengan kelainan rahang atas dan bawah dalam jurusan sagital (misalnya, maloklusi kelas II dan III), transversal (gigitan silang posterior), dan vertikal (gigitan terbuka). Namun meskipun demikan klasifikasi maloklusi masih 1

Upload: fani-eka-hidayati

Post on 27-Oct-2015

34 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Maloklusi adalah penyimpanagan letak gigi dan atau malrelasi

lengkung geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dpat diterima.

Maloklusi juga bisa mrupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi

yang terjadi pada bagian tubuh yang lain. Tetapi karena variasi letak gigi

yang mudah diamati dan mengganggu estetik sehingga menarik perhatian dan

memunculkan keinginan untuk melakukan perawatan. Maloklusi sendiri

menurut Angle dibedakan menjadi 3 klas, yaitu Klas I dimana molar

peramane bawah setengah lebar tonjol lebih mesial terhadap molar pertama

permanen atas, Klas II diamna lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol

lebih posterior dari ralsi yang normal terhadap lengkung geligi atas dilihat

pada relasi molar, Klas III dimana lengkung bawah setidak-tidaknya satu

lebar tonjol lebih ke mesial daripada lengkung geligi atas bila dilihat dari

relasi molar pertama permanen.ada juga maloklusi yang berkenaan dengan

kelainan rahang atas dan bawah dalam jurusan sagital (misalnya, maloklusi

kelas II dan III), transversal (gigitan silang posterior), dan vertikal (gigitan

terbuka). Namun meskipun demikan klasifikasi maloklusi masih mempunyai

kekurangan yaitu keparahan suatu maloklusi tidak dapat diketahui meskipun

terletak dalam satu kelas, ataupun seandainya digunakan untuk menilai

keparahan maloklusi sifatnya subjektif. Oleh karena itu untuk mencatat

keadaan maloklusi dalam suatu format kategori atau numeric sehingga

penilaian lebih bersifat obyektif dapat digunakan suatu penghitungan berupa

indeks maloklusi.

Untuk mengetahui secara jelas mengenai indeks maloklusi, maka

dalam makalah ini kami akan membahas mengenai tujuan dan syarat suatu

indeks maloklusi. Selain itu kami juga akan membahas macam, syarat dan

tujuan masing-masing indeks maloklusi.

1

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dan syarat indeks maloklusi

2. Apa klasifikasi dari indeks maloklusi

3. Apa tujuan dan manfaat dari indeks maloklusi

1.3 Tujuan Masalah

1. Mampu menjelaskan definisi dan syarat indeks maloklusi

2. Mampu menjelaskan klasifikasi indeks maloklusi

3. Mampu menjelaskan tujuan dan manfaat indeks maloklusi

2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Maloklusi

Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar

ambang normal. Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi

atau malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau

transversal (Huoston, 1989).

Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal

gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung

rahanglawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan

meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal, protrusif,

malposisi atau hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya (Zenab,

2010).

Maloklusi adalah Keadaan gigi yang tidak harmonis secara

estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan

fungsi baik fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan

merupakan proses patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan

normal (Proffit & Fields,2007).

Maloklusi adalah akibat dari malrealasi antara pertumbuhan dan posisi

sertaukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II

dan III),atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga

bisa dibagi menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

berkembang dan maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat

tanggalnya gigi dan pergerakan gigi tetangga (Thomson, 2007).

2.2 Etiologi Maloklusi

Menurut Foster (1997), etiologi maloklusi terbagi menjadi 2, yakni :

1. Faktor Ekstrinsik

3

a. Keturunan (hereditair)

Faktor keturunan atau genetik adalah sifat genetik yang

diturunkan dari orang tuanya atau generasi sebelumnya. Sebagai contoh

adalah ciri-ciri khusus suatu ras atau bangsa misalnya bentuk kepala atau

profil muka sangat dipengaruhi oleh ras atau suku induk dari individu

tersebut yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Bangsa yang merupakan

prcampuran dari bermacam-macam ras atau suku akan dijumpai banyak

maloklusi.

Ciri-ciri faktor oklusi yang diturunkan (herediter) :

1. Kedudukan dan penyesuaian antara otot-otot perioral dengan bentuk dan

ukuran lidah mempengaruhi keseimbangan oklusi (oklusi normal). Adanya

penyesuaian antara bentuk muka, bentuk dan ukuran rahang dan lidah.

2. Sifat-sifat mukosa, ukuran, bentuk lidah dan frenulum.

- Sifat mukosa : keras, lunak, kencang atau lembek mempengaruhi erupsi

gigi.

- Frenulum labii dapat mengakibatkan celah gigi dan mempengaruhi

kedudukan bibir.

- Frenulum buccinator mengakibatkan rotasi gigi.

3. Ukuran gigi-gigi dan lebar serta penjang lengkung rahang dapat

mengakibatkan gigi berjejal atau bercelah. Misalnya makrodontia,

mikrodomtia. Lebar dan panjang lengkung rahang, penyesuaian antara

rahang atas dan rahang bawah mengakibatkan terjadinya mandibuler

retrusi atau prognatism.

b. Kelainan bawaan (kongenital) misal : sumbing, tortikollis, kleidokranial

diostosis, cerebral plasi, sifilis dan sebagainya.

Kelainan bawaan kebanyakan sangat erat hubungannya dengan

faktor keturunan misalnya sumbing atau cleft : bibir sumbing atau hare lip,

celah langit-langit (cleft palate).

Tortikolis : adanya kelainan dari otot-otot daerah leher sehingga tidak

dapat tegak mengkibatkan asimetri muka.

4

Kleidokranial disostosis adalah tidak adanya tulang klavikula baik

sebagian atau seluruhnya, unlateral atau bilateral, keadaan ini diikuti

dengan terlambatnya penutupan sutura kepala, rahang atas retrusi dan

rahang bawah protrusi.

Serebral palsi adalah adanya kelumpuhan atau gangguan koordinasi otot

yang disebabkan karena luka didalam kepala yang pada umumnya sebagai

akibat kecelakaan pada waktu kelahiran. Adanya gangguan fungsi pada

otot-otot pengunyahan, penelanan, pernafasan dan bicara akan

mengakibatkan oklusi gigi tidak normal.

Sifilis : akibat penyakit sifilis yang diderita orang tua akan menyebabkan

terjadinya kelainan bentuk dan malposisi gigi dari bayi yang dilahirkan.

c. Pengaruh lingkungan

Prenatal, misalnya : trauma, diet maternal, metabolisme maternal dan

sebagainya.

Postnatal, misalnya : luka kelahiran, cerebal palsi, luka TMJ dan

sebagainya.

d. Predisposisi ganguan metabolisme dan penyakit

Gangguan keseimbangan endokrin

Misal : gangguan parathyroid, adanya hipothiroid akan menyebabkan

kritinisme dan resorpsi yang tidak normal sehingga menyebabkan

erupsi lambat dari gigi tetap.

Gangguan metabolisme

Penyakit infeksi

e. Kekurangan nutrisi atau gizi

Misal : Rickets (kekurangan vitamin D), Scorbut (kekurangan vitamin C),

beri-beri (kekurang vitamin B1) mengakibatkan maloklusi yang hebat.

f. Kebiasaan jelek (bad habit) dan kelainan atau penyimpangan fungsi.

Cara menetek yang salah

Mengigit jari atau ibu jari

Menekan atau mengigit lidah

Mengigit bibir atau kuku

5

Cara penelanan yang salah

Kelainan bicara

Gangguan pernapasan (bernafas melalui mulut dan sebagainya)

Pembesaran tonsil dan adenoid

Psikkogeniktik dan bruksisem

g. Posture tubuh

h. Trauma dan kecelakaan

2. Faktor Intrinsik :

a. Kelainan jumlah gigi

1. Super numerary gigi (gigi kelebihan)

Lebih banyak terjadi pada rahang atas, kedudukan dekat midline

(garis mediana) sebelah palatival gigi seri rahang atas disebut mesiodens.

Bentuknya biasanya konus kadang-kadang bersatu (fused) dengan gigi

pertama kanan atau kiri, jumlahnya pada umumnya sebuah tapi kadang-

kadang sepasang. Gigi supernumery kadang-kadang tidak tumbuh

(terpendam atau impected) sehingga menghalangi tumbuhnya gigi tetap

didekatnya atau terjadi kesalahan letak (malposisi). Oleh karena itu pada

penderita yang mengalami kelambatan atau kelainan tumbuh dari gigi seri

rahang atas perlu dilakukan Ro photo.

2. Agenese dapat terjadi bilateral atau unilateral atau kadang-kadang

unilateral dengan partial agenese pada sisi yang lain

Lebih banyak terjadi dari pada gigi supernumerary. Dapat terjadi

pada rahang atas maupun rahang bawah tetapi lebih sering pada rahang

bawah. Urutan kemungkinan terjadi kekurangan gigi adalah sebagai

berikut :

- Gigi seri II rahang atas ( I2 )

- Gigi geraham kecil II rahang bawah ( P2 )

- Gigi geraham III rahang atas dan rahang bawah

- Gigi geraham kecil II ( P2 ) rahang bawah

6

- Pada kelainan jumlah gigi kadang diikuti dengan adanya kelainan bentuk

atau ukuran gigi. Misalnya bentuk pasak dari gigi seri II (peg shaps

tooth).

b. Kelainan ukuran gigi

Salah satu penyebab utama terjadinya malposisi adalah gigi sendiri

yaitu ukuran gigi tidak sesuai dengan ukuran rahang, ukuran gigi lebih lebar

atau sempit dibandingkan dengan lebara lengkung rahang sehingga

meyebabkan crowded atau spasing.

c. Kelainan bentuk

Kelainan bentuk gigi yang banyak dijumpai adalah adanya peg

teeth ( bentuk pasak) atau gigi bersatu (fused). Juga perubahan bentuk gigi

akibat proses atrisi (karena fungsi) besar pengaruhnya terhadap terjadinya

maloklusi, terutama pada gigi sulung (desidui).

d. Kelainan frenulum labii

e. Prematur loss

Fungsi gigi sulung (desidui) adalah : pengunyahan, bicara, estetis.

Juga yang terutama adalah menyediakan ruang untuk gigi tetap, membantu

mempertahankan tinggi oklusal gigi-gigi lawan (antagonis), membimbing

erupsi gigi tetap dengan proses resopsi. Akibat premature los fungsi tersebut

akan terganggu atau hilang sehingga dapat mengkibatkan terjadinya

malposisi atau maloklusi.

f. Kelambatan tumbuh gigi tetap (delay erruption)

Dapat disebabkan karena adanya gigi supernumerary, sisa akar gigi

sulung atau karena jaringan mucosa yang terlalu kuat atau keras sehingga

perlu dilakukan eksisi. Kadang-kadang hilang terlalu awal (premature los)

gigi sulung akan mempercepat erupsinya gigi tetap penggantinya, tetapi

dapat pula menyebabkan terjadinya penulangan yang berlebihan sehingga

perlu pembukaan pada waktu gigi permanen akan erupsi, sehingga gigi tetap

penggantinya dapat dicegah.

7

g. Kelainan jalannya erupsi gigi

Merupakan akibat lebih lanjut dari gangguan lain. Misalnya adanya

pola herediter dari gigi berjejal yang parah akibat tidak seimbangnya lebar

dan panjang lengkung rahang dengan elemen gigi yaitu adanya : persistensi

atau retensi, Supernumerary, pengerasan tulang, tekanan-tekanan mekanis :

pencabutan, habit atau tekanan ortodonsi, faktor-faktor idiopatik (tidak

diketahui)

h. Ankilosis

Ankilosis atau ankilosis sebagian sering terjadi pada umur 6 – 12

tahun. Ankilosis terjadi oleh karena robeknya bagian dari membrana

periodontal sehingga lapisan tulang bersatu dengan laminadura dan

cementum. Ankilosis dapat juga disebabkan oleh karena gangguan endokrin

atau penyakit-penyakit kongenital (misal : kleidokranial disostosis yang

mempunyai predisposisi terjadi ankilosis, kecelakaan atau trauma).

i. Karies gigi

Adanya karies terutama pada bagian aproksimal dapat

mengakibatkan terjadinya pemendekan lengkung gigi sedang karies

beroklusal mempengaruhi vertikal dimensi. Adanya keries gigi pada gigi

sulung mengakibatkan berkurangnya tekanan pengunyahan yang dilanjutkan

ke tulang rahang, dapat mengakibatkan rangsangan pertumbuhan rahang

berkurang sehingga pertumbuhan rahang kurang sempurna.

j. Restorasi gigi yang tidak baik

Terutama tumpatan aproksimal dapat menyebabkan gigi elongasi,

sedangkan tumpatan oklusal dapat menyebabkan gigi ektrusi atau rotasi.

2.3 Klasifikasi Maloklusi

1. Klasifikasi Maloklusi

a. Klasifikasi oklusi menurut Edward Angle (1899) :

8

1) Class I

Lengkung mandibula normalnya mesiodistal berhubungan terhadap

lengkung maksila, dengan mesiobukal cusp dari M1 permanen maksila

menutupi grove bukal dari M1 permanen mendibula dan mesio lingual

cusp M1 maksila menutupi fossa oklusal dari M1 permanen mandibula

ketika rahang diistirahatkan dan gigi dalam keadaan tekanan.

Neutroklusi

2) Class II

Cusp mesiobukal m1 permanen maksila menutupiu antara cusp

mesio bukal M1 mandibula permanen dan aspek distal dari P1 mandibula.

Juga mesiolingual cusp M1 permanen maksila menutupi mesiolingual cusp

dari M1 permanen mandibula. Angle membagi class II maloklusi dalam 2

divisi dan 1 subdivisi berdasarkan angulasi labiolingual dari maksila,yaitu;

Distoklusi

i. Class II – divisi I

Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus

maksila labio version.

ii. Class II – divisi II

Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus

maksila mendekati normal secara anteroposterior atau secara ringan

dalam linguoversion sedangkan I2 maksila tipped secara labial atau

mesial.

iii. Class II – subdivisi

Saat relasi kelas II molar, terjadi oada satu sisi pada lengkung dental.

9

3) Class III

Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkungan

maksila dengan cusp mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada

ruang interdental di antara ruang distal dari cusp distal pada M1 permanen

mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial m2 mandibula. Class III

terbagi 2, yaitu :

Mesioklusi

i. Pseudo class III – maloklusi

Ini bukan maloklusi kelas 3 yang sebenarnya, tapi tampak

serupa, disini mandibula bergesar ke anterior dengan fossa gleroid

dengan/ kontak prematur gigi atau beberapa alasan lainnya ketika rahang

berada pada oklusi sentrik.

ii. Kelas III – subdivisi

Maloklusi sesuai dengan unilaterally. Pada kondisi normal,

relasi antar molar pertama normal begitu juga gigi-gigi yang ada di

anteriornya (depan-red).

b. Klasifikasi Dewey

Klasifikasi Dewey yaitu modifikasi dari angle kelas I dan kelas III,

Modifikasi angle’s kelas I:

1) Tipe 1 : Angle Class I dengan gigi anterior maksila crowding.

2) Tipe 2 : Angle Class I dengan gigi I maksila labio version

3) Tipe 3 : Angle Class I dengan gigi I maksila lingual version terhadap I

mandibula. ( anterior cross bite ).

4) Tipe 4 : M dan atau P pada bucco atau linguo version, tapi I dan C dalam

jajaran normal ( cross bite posterior ).

10

5) Tipe 5 : M ke arah mesio version ketika hilangnya gigi pada bagian

mesial gigi tersebut, ( contoh hilangnya M susu lebih awal dan P2).

Modifikasi angle’s kelas III:

1) Tipe 1 : Suatu lengkungan saat dilihat secara individu bidang pada

jajaran yang normal, tetapi oklusi di anterior terjadi edge to edge.

2) Tipe 2 : I mandibula crowding dengan I maksila ( akibat I maksila yang

terletak kea rah lingual ).

3) Tipe 3 : Lengkung maksila belum berkembang sehingga terjadi cross

bite pada I maksila yang crowding dan lengkung mandibula

perkembangannya baik dan lurus.

c. Klasifikasi Lischers, modifikasi dengan Klasifikasi angel:

1) Neutroklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 1

2) Distoklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 2

3) Mesioklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 3

Nomenklatur Lischer untuk malposisi perindividual gigi geligi

menyangkut penambahan ”versi” pada sebuah kata untuk mengindikasikan

penyimpangan dari posisi normal.

1) Mesioversi : Lebih ke mesial dari posisi normal

2) Distoversi : Lebih ke distal dari posisi normal

3) Lingouversi : Lebih ke lingual dari posisi normal

4) Labioversi : Lebih ke labial dari posisi normal

5) Infraversi : Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi

6) Supraversi : Lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi

7) Axiversi : Inklinasi aksial yang salah, tipped.

8) Torsiversi : Rotasi pada sumbunya yang panjang

9) Transversi : Perubahan pada urutan posisi.

11

d. Klasifikasi Bennette

Klasifikasi ini berdasarkan etiologinya:

1) Kelas I

Abnormal lokasi dari satu atau lebih gigi sesuai faktor lokal.

2) Kelas II

Abnormal bentuk atau formasi dari sebagian atau keseluruhan dari salah

satu lengkung sesuai kerusakan perkembangan tulang.

3) Kelas III

Abnormal hubungan diantara lengkung atas dan bawah dan diantara salah

satu lengkung dan kontur fasial sesuai dengan kerusakan perkembangan

tulang.

e. Klasifikasi Simons

Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi

terhadap wajah dan kranial dalam tiga bidang ruang:

Frankfort Horizontal Plane (vertikal)

Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata-telinga ditentukan

dengan menggambarkan garis lurus hingga margin tulang secara langsung di

bawah pupil mata hingga ke margin atas meatus eksternal auditory (derajat

di atas tragus telinga). Digunakan untuk mengklasifikasi maloklusi dalam

bidang vertikal.

1) Attraksi

Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort

horizontal menunjukkan suatu attraksi (mendekati).

2) Abstraksi

Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort

horizontal menunjukkan suatu abstraksi (menjauhi).

12

Bidang Orbital (antero-posterior)

Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-posterior

berdasarkan jaraknya, adalah:

1) Rotraksi

Gigi, satu atau dua, lengkung dental, dan/atau rahang terlalu jauh ke

depan.

2) Retraksi

Satu gigi atau lebih lengkung gigi dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.

Bidang Mid-Sagital (transversal)

Maloklusi mengklasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis

melintang dari bidang midsagital.

1) Kontraksi

Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menuju bidang

midsagital

2) Distraksi (menjauhi)

Sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak yang lebih dari

normal.

f. Klasifikasi Skeletal

Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur

lapisan skeletal.

1) Kelas 1 Skeletal

Maloklusi ini dimana semata-mata dental dengan tulang wajah dan rahang

harmoni dengan satu yang lain dan dengan posisi istirahat kepala.

Profilnya orthognatic. Kelas 1 dental ditentukan berdasarkan maloklusi

dental :

i. divisi I : Malrelasi lokal insisor, caninus , dan premolar.

ii. divisi II : Protrusi insisor maksila

iii. divisi III : Lingouversi insisor maksila

iv. divisi IV : Protrusi bimaksilari

13

2) Kelas II Skeletal

Ini menyangkut maloklusi dengan perkembangan distal mandibular

subnormal dalam hubungannya terhadap maksila. Dibagi menjadi dua

divisi:

i. divisi I

Lengkung dental maksila dalam batas sempit dengan crowding pada

regio caninus, crossbite bisa saja ada ketinggian wajah vertikal menurun.

Gigi anterior maksila protrusif dan profilnya retrognatic.

ii. divisi II

Merupakan pertumbuhan berlebih mandibula dengan sudut mandibula

yang tumpul. Profilnya prognatic pada mandibula.

g. Klasifikasi Caninus

Untuk menentukan oklusi, tidak hanya dilihat dari relasi molar

pertama saja namun dapat dilihat dari caninus juga. Berikut klasifikasi

caninus :

1) Kelas 1 : Caninus rahang atas beroklusi pada ruang bukal antara caninus

rahang bawah dan premolar satu rahang bawah

2) Kelas 2 : Caninus rahang atas oklusi di anterior sampai ruang bukal di

antara caninus rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.

3) Kelas 3 : Caninus rahang atas oklusi di posterior sampai ruang bukal

diantara caninus rahang bawah dan premolar satu rahang bawah

2.4 PREVALENSI MALOKLUSI

Maloklusi adalah kelainan susunan gigi atau kelainan hubungan antara

rahang atas dan rahang bawah. Kata maloklusi secara literatur memiliki arti

sebagai gigitan yang buruk. Kondisi ini dapat berupa gigitan yang tidak teratur,

crossbite, atau overbite. Maloklusi juga dapat berupa gigi yang miring, protrusi,

atau crowded. Hal ini dapat mengganggu penampilan, fonetik, ataupun

pengunyahan.

14

Banyak survei yang telah dilakukan terhadap populasi di berbagai

tempat untuk memperkirakan prevalensi maloklusi. Survei tersebut membuktikan

bahwa kebanyakan anak-anak memiliki gigi yang tidak teratur atau maloklusi.

Penelitian Silva et al tentang maloklusi tahun 2001 di Amerika Latin pada anak

usia 12-18 tahun yang dikutip dari penelitian Apsari menunjukkan bahwa lebih

dari 93% anak menderita maloklusi. Hasil penelitian Apsari di SMPN 1 Ungaran

tahun 1997 pada 91 remaja menunjukkan bahwa 83,5% menderita maloklusi,

dengan 38,2% merupakan maloklusi ringan. Hasil penelitian Oktavia tentang

maloklusi pada remaja SMU di kota Medan tahun 2007 dengan menggunakan

skor HMAR menunjukkan bahwa prevalensi maloklusi sebesar 60,5% dengan

kebutuhan perawatan ortodonti sebesar 23 %.

Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam berbicara,

dimana kebanyakan huruf-huruf alphabet memerlukan bantuan gigi untuk

pelafalan yang jelas. Hasil penelitian Tellervo tahun 1992 di Eropa yang dikutip

dari penelitian Fonte et al tentang hubungan maloklusi dengan gangguan bicara

pada remaja dengan rata-rata umur 18 tahun bahwa terjadi gangguan sebanyak

33,8% siswa dengan oklusi mesial, 27,8% dengan overjet mandibula, 25.6%

dengan open bite insisal, dan 12,8 % dengan crossbite lateral. Maloklusi juga

dapat mengakibatkan terjadinya kelainan pengunyahan dimana terjadinya rasa

sakit pada rahang saat mengunyah. Hasil penelitian Oktavia pada anak SMU di

kota Medan menunjukkan bahwa terdapat kesulitan pengunyahan pada penderita

maloklusi sebesar 11,8%, makanan tersangkut 35,1%, sakit saat mengunyah

20,4%, rasa tidak nyaman saat mengunyah 44,1%.

Maloklusi selain memiliki dampak terhadap fonetik dan pengunyahan,

maloklusi juga dapat berdampak terhadap estetik dan mempengaruhi hubungan

sosial anak. Hasil penelitian Oktavia menunjukkan sebanyak 41,89% anak

memiliki kesulitan dalam bergaul, mudah tersinggung sebanyak 47,22%, malas

keluar rumah sebanyak 16,71 %. Shaw et al meneliti hubungan maloklusi dengan

hubungan sosial anak yang dikutip dari penelitian Fonte et al menunjukkan bahwa

semakin tinggi masalah dengan keadaan gigi dan rongga mulutnya maka semakin

tinggi masalah dalam hubungan sosial. Dibiase dan Sandler mengemukakan

15

bahwa penampilan gigi dan wajah memiliki efek sosial dan psychological

terhadap persepsi seseorang dalam berteman, kelas sosial, popularitas dan

intelegensia, mereka juga mengemukakan bahwa anak-anak dengan penampilan

dental yang buruk lebih sering mendapat perlakuan yang tidak baik oleh

temannya. Hasil penelitian Marques et al di Brazil menunjukkan bahwa maloklusi

secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup anak-anak sekolah di Belo

Horizonte Brazil.

Cara yang paling mudah untuk mengetahui prevalensi maloklusi

adalah dengan memisahkan maloklusi menurut morfologi yang ada.

1. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Praremaja

Semenjak ada beberapa bukti tentang validitas TPI dan kalsifikasi Angel

dalam meperkirakan masalah ortodontik yang berhuungan dengan estetik

muka, sebagian dari kebutuhan akan perawatan pada kelompok anak-akan

muda berdasarkan atas pertimbangan estetik atau kecantikan yang dinilai

menggunakan indeks.

Indeks yang utama untuk perawatan ortodontik pada masa gigi geligi

bercampuran adalah insisvus yang sangat berjejal yang memerlukan perawatan

dengan pencabutan gigi secara awal, dan kelainan jarak gigit yang besar yang

merupakan indikasi pemakian alat fungsional atau headgear untuk mengkoreksi

hubungan antar rahang.

Pengaruh estetik dari kelainan jarak gigit sudah terlihat pada pasien anak-

anak pra-remaja. Masalah-masalah gigi lain yang kemungkinan memerlukan

perawatan dalam kelompok umur ini adalah tumpang gigit yang sangat dalam

atau gigitan palatal yang menyebabkan trauma pada jaringan gingiva di

belakang gigi anterior atas, dan gigitan anterior dan posterior.

2. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Remaja

Persentase yang tinggi dari anak-anak yang memiliki maoklusi yang nyata,

makin meningkat pada masa remaja. Prevalensi gigi berjejal meningkat

meskipun susunan gigi-gigi insisivus menjadi lebih baik, hal ini agaknya

Karena letak gigi caninus yang menyimpang sehingga memberi ruang agak

banyak bagi gigi-gigi insisivus. Kelainan kelas 2 cendrung lebih parah serta

16

lebih mencolok, pada kelas III lebih jelas kelihatan pada remaja. Hampir 70-

75% remaja dipastikan memiliki maloklusi dalam beberapa tingkat keparahan.

3. Prevalensi Maloklusi pada Orang Dewasa

Maloklusi itu sendiri bukan satu-satunya alasan untuk perawatan

ortodontik pada orang dewasa, hal ini mungkin dibutuhkan sehubungan dengan

perawatan periodontal atau penambalan gigi dari pasein-pasien yang

mempunyai kerusakan jaringan peridontal dan/atau gigi-gigi yang tanggal yang

memerlukan gigi palsu. Meskipun perawatan orthodotik deperlukan oleh

sejumlah besar pasien orang dewasa, tetapi tidak ada data tentang komponen

kebutuhan bagi orang dewasa.

17

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Definisi dan Syarat Indeks Maloklusi

Indeks merupakan nilai numerik yang menjelaskan status relatif suatu

populasi pada skala bertingkat dengan batas atas dan batas bawah yang jelas

(Toung dan Striffler). Hal ini dirancang agar mampu memberikan kesempatan dan

fasillitas untuk dibandingkan dengan populasi lain yang telah dikelompokkan

dengan kriteria dan metode yang sama (Agusni, 1998).

Indeks maloklusi yang dibutuhkan adalah penilaian kuantitatif dan

obyektif yang dapat memberika batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal

yang masih dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus-kasus abnormal

menurut tingkat keparahan dan kebutuhan masyarakat.

Menurut Jamison H.D dan M.C. Millan R.S. indeks orthodonti ideal

yang dapat digunakan dalam studi epidemiologi memerlukan syarat-syarat

tertentu, yaitu:

a. Indeks sebaiknya sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat ditiru.

b. Indeks harus obyektif dalam pengukuran dan menghasilkan data

kuantitatif sehingga dapat dianalisis dengan metode statistik tertentu.

c. Indeks harus didesain untuk membedakan maloklusi yang merugikan

dan yang tidak merugikan.

d. Pemeriksaan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat oleh

pemeriksa walaupun tanpa intruksi khusus dalam diagnostik

orthodonti.

e. Indeks sebaiknya dapat dimodifikasi untuk sekelompok data

epidemiologi tentang maloklusi dari segi prevalensi, insiden dan

keparahan, contohnya frekuensi maloklusi dari masing-masing gigi.

f. Indeks sebaiknya dapat digunakan pada pasien atau model studi.

g. Indeks sebaiknya mengukur derajat keparahan maloklusi.

18

3.2 Klasifikasi Indeks Maloklusi

1. Occlusion Feature Index (OFI)

Index ini telah dikembangkan oleh “National Institute of Dental

Research” pada tahun 1957 dan telah diterapkan dan dievaluasi oleh Poulton

dan Aaronson (1960) dalam penelitiannya. Ciri-ciri maloklusi yang dinilai

dengan metode ini ialah: letak gigi berjejal, kelainan interdigitasi tonjol gigi

posterior, tumpang gigit, jarak gigi. kriteria penilaian dengan memberi skor

sebagai berikut:

OFI(1) Gigi berjejal depan bawah

0 = susunan letak gigi rapi

1 = letak gigi berjejal sama dengan ½ lebar gigi insisivus atau kanan bawah

2 = letak gigi berjejal sama dengan lebar gigi insisivus satu kanan bawah

3 = letak gigi berjejal lebih besar dari lebar gigi insisivus atau kanan bawah

OFI(2) Interdigitasi tonjol gigi dilihat pada region gigi premolar dan molar

sebelah kanan dari arah bukal, dalam keadaan oklusi.

0 = hubungan tonjol lawan lekuk

1 = hubungan antara tonjol dan lekuk

2 = hubungan antara tonjol lawan lekuk

OFI(3) Tumpang gigit, ukuran panjang bagian insisal gigi insisivus bawah

yang tertutup gigi insissivus atas pada keadaan oklusi.

0 = 1/3 bagian insisal gigi insisivus bawah

1 = 2/3 bagian insisal gigi insisivus bawah

2 = 1/3 bagian gingival gigi insisivus bawah

OFI(4) Jarak gigit, jarak dari tepi labio-insisal gigi insisivus atas ke permukaan

labial gigi insisivus bawah pada keadaa oklusi.

0 = 0 - 1,5 mm

1 = 1,5 - 3 mm

2 = 3 mm atau lebih

Skor total didapat dengan menjumlahkan skor keempat macam ciri

utama maloklusi tersebut diatas. Skor OFI setiap individu berkisar antara 0-9.

(OFI (1) = 3, OFI (2,3 dan 4) masing-masing =2).

19

Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau langsung dalam

mulut. Waktu yang diperlukan untuk menilai hanya kurang lebih 1-1 ½ menit

bagi setiap individu.

Keuntungan metode ini ialah sederhana dan objektif serta tidak

memerlukan peralatan diagnostik yang rumit seperti model gnathostatik dan

sefalometri. Selain itu apabila peneliti telah terlatih hanya memerlukan waktu

penilaian yang singkat.

Kerugiannya ialah dalam menilai interdigitasi tonjol hanya dengan

memeriksa hubungan gigi posterior atas dan bawah sebelah kanan saja.

Sebelah kiri tidak dinilai. Selain itu penilaian gigi berjejal depan bawah

memerlukan latihan terlebih dulu karena untuk menentukan besarnya skor

membutuhkan waktu untuk mengukur lebar mesio-distal gigi-gigi anterior

bawah dan mengukur panjang lengkung gigi depan bawah. Jadi metode ini

kurang praktis.

Poultan dan Aaronson (1960) telah mengevaluasi metode ini dan

dari hasil peneliatannya terbukti bahwa penelitian keparahan maloklusi oleh

ahli Orthodonti secara subjektif dan penelitian oleh dokter ahli Kesehatan

Masyaratak memakai OFI hasilnya sangat mendekati (hamper sama). Kriteria

penilaian maloklusi oleh ahli orthodonti sebagai berikut:

0 – 1 = maloklusi ringan sekali (slight) = tidak memerlukan perawatan

Orthodonti

1 – 3 = maloklusi ringan (mild) = ada sedikit variasi dari oklusi ideal yang

tidak perlu dirawat

4 – 5 = malkolusi sedang (moderate) = indikasi perawatan Orthodonti

6 – 9 = maloklusi berat/parah (severe) = sangat memerlukan perawatan

Orthodonti

Penilaian ini yang berdasarkan atas “perlunya perawatan”, tidak

dapat diterapkan pada kelompok populasi yang lebih besar, tetapi meskipun

demikian ternyata erat hubungannya dengan skor OFI.

20

2. Malalignment Index (Mal I)

Indeks ini diajukan oleh van kirk dan Pannell tahun 1959. Ciri

maloklusi yang dinilai adalah letak gigi yang tidak teratur (Malalignment

teeth). Kriteria penilaian dengan skor berikut :

Skor 0 = ideal alignment = letak gigi teratur dalam deretan normal

Skor 1 = Minor malalignment = letak gigi tak teratur ringan.

Ini ada 2 tipe yaitu :

(1) Rotasi <45 derajat

(2) Penyimpangan (displacement)< 1,5mm

Skor 2 = Major Malalignment = letak gigi tak teratur berat

Ini juga ada 2tipe yaitu :

(1) Rotasi >45 derajat

(2) Penyimpangan >1,5 mm

Pada penilaian ini gigi geligi dibagi menjadi 6 segmen yaitu :

segmen depan atas, kanan atas, kiri atas, depan bawah, kanan bawah dan kiri

bawah.

Skor tiap segmen didapat dengan menjumlahkan skor tiap gigi, dan

skor Mal I tiap individu didapat dengan menjumlahkan skor tiap segmen. Jadi

untuk 32 gigi skor Mal I berkisar antara 0-64. Tetapi dalam praktek hanya

sedikit individu yang skornya 0 dan di atas 18.

Alat ukur yang dipakai adalah penggaris plastik kecil dengan

ukuran 1x4 inci, ujung penggaris miring 45 derajat dan di atas ujung lain diberi

garis mendatar dan tegak pada jarak 1,5mm dari tepi penggaris.

Penilaian dapat dilakukan di model gigi atau langsung pada mulut.

Metode ini sederhana, objektif dan praktis untuk program lapangan sangat

cocok. Indeks ini tidak hanya menilai kuantitas maloklusi tetapi juga dapat

untuk mengelompokkan tingkat keparahan maloklusi dalam masyarakat.

Metode ini berbeda dengan pemeriksaan klinik secara rutin yang

dilakukan oleh ahli Orthodontia atau dokter gigi umum lainnya. Metode

penilaian tersebut tidak memerlukan kursi gigi dan alat pemeriksaan gigi yang

21

lain seperti sonde, pinset atau lampu penerang. Cukup kaca mulut, alat

penggaris plastik kecil dan penerangan alam.

Van Kirk dan Pennell memilih penilaian maloklusi berdasarkan

ketidakteraturan letak gigi karena seringnya ciri maloklusi ini terjadi dan ciri

erat hubungannya dengan ciri-ciri maloklusi yang lain.

3. Handicapping Labio-lingual Deviation Indeks (HLD Indeks)

HLD Indeks disusun oleh para Draker pada tahun 1960, dengan

maksud untuk diajukan sebagai cara penilaian yang obyektif bagi epidemiologi

maloklusi.

Ciri-ciri maloklusi yang dinilai pada metode ini ialah meliputi 9

macam cirri maloklusi dimana 2 diantaranya merupakan ciri khas yang dapat

menentukan adanya cacat muka (phisical handicap). Macam ciri maloklusi

yang dinilai dan cara member skor sebagai berikut:

Macam ciri maloklusi Skor HLD

1. Celah langit (“cleft palate”) skor 15 ………………

2. Penyimpangan traumatik yang berat skor 15 ………………

3. Jarak gigit (dalam mm) ………………

4. Tumpang gigit (dalam mm) ………………

5. Protusi mandibula x 5 ………………

6. Gigitan terbuka (dalam mm) x 4 ………………

7. Erupsi ectopic, hanya gigi depan, tiap gigi x3 ………………

8. Gigi berjejal anterior: Maksila, Mandibula,

tiap rahang skor 5 ………………

9. Penyimpangan Labio-lingual (dsalam mm) ………………

Jumlah ………………

Menurut draker (1960), skor 13 atau lebih sudah termasuk phisical

handicap. Draker menyatakan bahwa metode ini sederhana, obyektif dan

reproducible, penilaian maloklusi dapat dilakukan langsung pada subyek yang

diteliti atau pada model gigi tanpa menggunakan alat khusus, dan dapat dipakai

untuk menentukan cut off point bagi program kesehatan yang telah ditentukan,

22

sehingga dapat disesuaikan dengan perubahan dana yang tersedia tanpa

mengesampingkan objektivitas penelitian.

Apabila indeks ini diterapkan dengan sempurna, secara

epidemiologi akan dapat memisahkan kelainan handicapping labio-lingual

deviation dari sampel yang diteliti. Dengan demikian akan memudahkan tim

pelayanan kesehatan gigi dalam melaksanakan programnya.

Menurut Draker handicapping malocclusion adalah satu-satunya

faktor yang sangat menarik bagi kesehatan masyarakat. Definisi yang spesifik

dan tepat bagi handicapping malocclusion sukar ditentukan sebab ada sejumlah

kemungkinan variasi yang tidak terbatas dari maloklusi terutama variasi

individual tentang handicap.

Untuk menilai handicapping malocclusion dibutuhkan suatu alat

penilai semacam indeks yang dapat menunjukkan ada atau tidak adanya

handicap dan untuk mengukur keparahannya. Jadi bukan suatu pengetahuan

spesialisasi.

Presentase yang tinggi dari orang-orang yang menderita maloklusi,

yang menurut ahli Orthodonti memerlukan perawatan, ternyata kasusnya tidak

merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat. Sebaliknya panilaian

maloklusi oleh ahli Kesehatan Masyarakat. Sebaliknya penilaian oleh ahli

Kesehatan Masyarakat (petugas lapangan) tidak perlu memuaskan bagi dokter

gigi ahli Orthodontia tau dokter gigi yang bekerja di klinik (petugas klinik).

Handicap ialah suatu keadaan yang dapat diamati. Jadi indeks

untuk menilai handicap semacam DLD indeks sebaiknya berdasarkan pada

penggunaan oleh dokter gigi Kesehatan Masyarakat bukan oleh spesialis

Orthodonti.

4. Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA-I)

Penilaian maloklusi pada metode ini dengan menggunakan HMAR

(Handicapping Malocclusion Assesment Record) yaitu suatu lembar isian yang

dirancang oleh Salzmann pada tahun 1967 dan digunakan untuk melengkapi

cara menentukan priorotas perawatan orthodontik menurut keparahan

23

maloklusi yang dapat dilihat pada besarnya skor yang tercatat pada lembar

isian tersebut.

Ciri-ciri maloklusi yang dicatat dan diskor terdaftar dalam HMAR

sebagai berikut :

A. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra Arch Deviation) :

a. Gigi absen (missing)

b. Gigi berjejal (crowded)

c. Gigi rotasi (rotation)

d. Gigi renggang (spacing)

Skor untuk setiap gigi anterior rahang atas (4 gigi insisivus) yang terkena = 2.

Skor untuk setiap gigi posterior dan setiap gigi anterior dan posterior rahang

bawah = 1.

B. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (Inter Arch

deviation) :

1. Segmen Anterior

a. Jarak gigit (over jet)

b. Tumpang gigit (over bite)

c. Gigitang silang (cross bite)

d. Gigitang terbuka (open bite)

2. Segmen posterior

a. Kelainan antero-posterior

Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau di dalam mulut.

Di samping pengisian HMAR juga dilakukan pada lembat SOAR

(Suplementary Oral Assesmment Record). Jika penilaian dilakukan dalam

mulut, sebelum mencatat ciri-ciri maloklusi yang ada pada SOAR, HMAR

dilengkapi terlebih dahulu.

Untuk mengetahui seberapa besar keinginan seseorang untuk

dirawat (treatment diserability), dicatat pula kebutuhan perawatan,

keinginan untuk dirawat, dan tidak adanya permintaan untuk dirawat. Hal

ini semua ditanyakan pada pasien, orang tua dan guru.

24

Keuntungan HMA ialah mempunyai taraf kepercayaan yang

tinggi dan peka terhadap semua tingkatan maloklusi. Untuk penilaian

maloklusi tidak memerlukan alat khusus. Kalau dibandingkan dengan

indeks yang lain penilaian subjektif tidak begitu kritis karena hanya

mencatat perbedaan “full cusp”. Kalau ada error tidak serius sebab sistem

penilaiannya hanya di bagian anterior dan lebih kearah penilaian estetik.

Keuntungan lain ialah adanya penilaian renggang dan absensi gigi posterior

yang dicatat, sedang pada lain-lain metode hal tersebut diabaikan.

Keuntungan terbesar adalah bahwa sekali metode tersebut dipelajari dengan

baik, tidak diperlukan catatan lain dan skor keparahan maloklusi dapat

dikalkulasi dengan cepat. Jadi cara penilaian maloklusi dengan HMAR lebih

menyerupai penilaian status kesehatan dengan indeks DMF.

Kerugian metode ini hanya sedikit. Terutama ialah bahwa cara

ini memerlukan latihan untuk memberi pelajaran kepada para petugas

pelayanan kesehatan gigi agar memahami bagaimana menggunakan HMAR

tersebut. Tetapi sekali mereka mempelajari dan memahami, kemungkinan

membuat kesalahan tidak sebanyak metode-metode yang lain dan setiap

orang yang telah mempelajari cara ini menjadi berpengalaman dalam

melihat oklusi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan HMAR

untuk menilai maloklusi pada gigi geligi bercampur ialah :

a. Penilaian absen gigi molar kedua susu, bila tidak ada penyempitan ruang

sebaiknya tidak diberi skor.

b. Renggang antara gigi insisivus lateral dan kaninus atau yang disertai

renggang antara gigi kaninus dan premolar tidak dinilai sebagai renggang

terbuka anterior.

c. Penilaian overbite termasuk bila seluruh mahkota gigi insisivus bawah

tertutup oleh gigi insisivus atas pada keadaan oklusi.

d. Bila posisi gigi premolar dan kaninus normal, tetapi belum erupsi penuh,

sebaiknya tidak dinilai sebagai gigitan terbuka posterior.

Cara penilaian :

25

a. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra arch deviation)

1). Segmen Anterior

Setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat diberi skor 2, dan setiap gigi

anterior rahang bawah diberi skor 1.

a). Gigi absen

Gigi yang tidak terdapat dalam mulut, termasuk jika tinggal akar (radix)

b). Gigi berjejal (crowded)

Gigi yang berjejal karena kurang tempat sehingga untuk mengatur

perlu menggeser gigi lain yang ada dalam rahang. Gigi yang sudah

dinilai rotasi tidak boleh dinilai berjejal.

c). Gigi rotasi (rotation)

Gigi yang letaknya berputar tetapi cukup tempat untuk mengaturnya

dalam lengkung rahang. Gigi yang sudah diberi skor rotasi tidak

boleh diberi skor berjejal atau renggang

d). Gigi renggang (spacing), yaitu :

(1). Renggang terbuka (open spacing), yaitu celah yang terdapat

diantara gigi sehingga terlihat papil interdental. Pemberian skor

adalah jumlah papila yang nampak, bukan giginya.

(2). Renggang tertutup (closed spacing), yaitu penutupan ruang

sebagian sehingga tidak memungkinkan gigi untuk erupsi penuh

tanpa menggeser gigi lainnya dalam lengkung rahang yang sama,

yang diberi skor adalah giginya.

2). Segmen posterior

Setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.

a). Absen: cara penilaian seperti segmen anterior. Dicatat jumlah gigi

yang tidak ada dalam rongga mulut, termasuk radiks.

b). Berjejal: penilaian seperti pada segmen anterior.

c). Rotasi: penilaian seperti pada segmen anterior.

d). Renggang yaitu :

(1). Renggang terbuka, yaitu celah interproksimal yang menampakan

papila disebelah mesial dan distal sebuah gigi.

26

(2). Renggang tertutup: penilaian seperti pada segmen anterior.

b. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (inter arch

deviation)

Penilaian dilakukan dengan cara menengadahkan kepala

kebelakang sejauh mungkin dan mulut terbuka lebar untuk mendapat

oklusi terminal. Lidah digerakkan keatas dan ke belakang mengenai

palatum dan dengan cepat gigi-gigi dioklusikan sebelum kepala

tertunduk kembali. Untuk melihat dengan jelas oklusi gigi dalam mulut

digunakan kaca mulut.

1) Segmen Anterior

Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2

a). Jarak gigit, penilaian jarak gigit ialah bila gigi insisivus atas

labioversi sehingga gigi insisivus bawah pada waktu oklusi

mengenai mukosa palatum. Apabila gigi insisivus atas tidal

labioversi maka kelainan itu hanya diskor sebagai kelainan

tumpang gigit.

b). Tumpang gigit, penilaian tumpang gigit ialah apabila pada waktu

oklusi, gigi insisivus atas mengenai mukosa gingiva gigi insisivus

bawah, sedang gigi bawah tersebut mengenai mukosa palatum. Jika

insisivus atas labioversi maka kelainan tumpang gigit juga jarak

gigit.

c). Gigitan silang, yaitu apabila gigi insisivus atas pada waktu oklusi

disebelah lingual gigi insisivus bawah.

d). Gigitan terbuka, yaitu apabila waktu oklusi gigi depan atas dan

bawah tidak berkontak.

2). Segmen posterior

Untuk setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.

a). Kelainan anteroposterior, yaitu kelainan oklusi dimana pada waktu

oklusi gigi kaninus, premolar pertama dan premolar kedua serta gigi

molar pertama bawah berada disebelah distal atau mesial gigi

27

antagonisnya. Kelainan tersebut diskor bila terdapat satu tonjol atau

lebih dari gigi molar, premolar dan kaninus beroklusi di daerah

interproksimal lebih ke mesial atau ke distal dari posisi normal.

b). Gigitan silang, yaitu bila pada waktu oklusi terdapat gigi pada

segmen bukal yang posisinya lebih ke lingual atau bukal diluar kontak

oklusi terhadap gigi antagonisnya.

c). Gigitan terbuka, yaitu bila pada waktu oklusi terdapat celah antara

gigi posterior atas dan bawah. Hubungan tonjol lawan tonjol tidak

termasuk gigitan terbuka.

Setiap ciri maloklusi yang berupa kelainan dentofasial diberi

skor 8. Ciri-ciri tersebut yaitu: celah bibir dan celah mulut, bibir bawah

terletak di palatal gigi insisivus atas, gangguan oklusal (oklusal

interference), gangguan fungsi rahang (functional jaw limitation),

asimetri muka/wajah, gangguan bicara (speech impairment).

Indikator kebutuhan perawatan berdasarkan kriteria tingkat

keparahan maloklusi menunjukan keparaham maloklusi berkisar antara:

a. Skor 0 – 4 : variasi oklusi normal

b. Skor 5 – 9 : maloklusi ringan, tidak perlu perawatan

c. Skor 10-14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan

d. Skor 15 – 19 : maloklusi berat, memerlukan perawatan

e. Skor = 20 : maloklusi berat, sangat memerlukan perawatan

5. Treatment Priority Index (TPI)

Indeks ini diperkenalkan oleh Grainger pada tahun 1967

penyusunannya didasarkan atas konsep bahwa maloklusi itu tidak merupakan

suatu keadaan yang sederhana tetapi lebih merupakan suatu seri kelainan yang

berbeda-beda walaupun satu sama lain saling berhubungan.

Indeks tersebut didapatkan dari hasil penilaian 10 ciri-ciri maloklusi

yang saling berhubungan dan 1 ciri maloklusi yang merupakan kelainan

dentofasial yang berat. Macam ciri-ciri maloklusi yang dinilai meliputi: (1)

jarak gigit, (2) gigitan terbalik, (3) tumapng gigit, (4) gigitan terbuka anterior,

28

(5) gigi insisivus agenese, (6) disto-oklusi, (7) mesio-oklusi, (8) gigitan silang

posterior dengan segmen gigi atas bukoversi, (9) gigitan silang posterior

dengan segmen gigi atas linguoversi, (10) malposisi gigi individual, dan (11)

celah langit-langit, kondisi traumatik dan lain-lain anomaly dentofasial yang

berat.

Pemakaian TPI bisa diandalkan karena Sciever dkk. (1974) telah

membuktikan dengan penilaian bahwa cara penilaian dengan TPI merupakan

metode yang objektif dan reliable untuk menilai derajat keparahan maloklusi

bagi tujuan epidemiologi.

Penilaian maloklusi dengan cara ini ternyata tidak menilai ciri-ciri

maloklusi tertentu seperti renggang, diastema sentral, dan asimetris garis

tengah (midline asimetry). Hal ini karena Grainger berpendapat bahwa ciri-ciri

maloklusi tersebut dipandang dari segi kesehatan masyarakat tidak

penting.Demikian pula kebiasaan-kebiasaan mulut (oral habits) dan

morphologi jaringan lunak dianggap tidak merupakan faktor penyebab intrinsic

terjadinya maloklusi.

Cara menilai dan member skor ciri-ciri maloklusi dengan TPI

sebagai berikut:

a. Hubungan gigi insisivus atas bawah dalam arah horizontal.

1) Jarak gigit. Cara mengukur sebagai berikut: ukur jarak dari tepi labio-

insisal gigi insisivus sentral atas ke permukaan labial gigi insisivus

sentral bawah dalam mm. Dengan penggaris yang diletakkan di tengah-

tengah kedua gigi insisivus sentral atas. Jika kedua gigi tersebut

posisinya tidak sama, jaraknya diambil rata-rata.

2) Underjet (mandibular overjet = gigitan terbalik atau gigitan silang

anterior).

b. Hubungan gigi insisivus atas dan bawah dalam arah vertikal.

3) Tumpang gigit.

4) Gigitan terbuka.

Yang termasuk kelainan hubungan gigi insisivus atas dan bawah ialah

palatal bite, tumpang gigit dalam yang berupa penutupan gigi insisivus

29

atas terhadap gigi insisivus bawah sampai tepi gingival, gigitan silang

anterior dan gigitan terbuka.

Setiap kelainan overbite ini diberi skor sesuai dengan tingkatan

keparahannya.

c. Gigi insisivus permanen agenese (congenital missing).

5) Ini tidak dapat ditentukan tanpa pengambilan foto Rontgen. Tetapi pada

cara penilaian ini, jika pada umur 12 tahun gigi tersebut tidak ada maka

jumlah gigi yang tidak ada maka jumlah gigi yang tidak ada tersebut

dicatat.

d. Hubungan antero posterior gigi-gigi segmen bukal.

6) Disto-oklusi

7) Mesio-oklusi

Kedua hal tersebut dinilai dengan melihat hubungan gigi molar permanen

pertama atas dan bawah, dan apabila masih ada gigi molar susu kedua,

juga dicatat hubungannya.

Hubungan antero-posterior segmen bukal gigi-gigi permanen dan gigi-

gigi bercampur.

Untuk setiap sisi diperiksa derajat penyimpangannya terhadap neutro-

oklusi.Jika penyimpangan pada satu sisi, hubungan tonjol gigi molar

pertama bawah beroklusi pada lekuk gigi molar pertama atas lebih

posterior dari posisi normal (disto-oklusi) ini diberi skor 2.

Bila lebih ke anterior (mesio-oklusi) skor juga 2. Tetapi bila hubungan

gigi molar pertama sisi lain tonjol lawan tonjol, skor hanya 1. Skor kedua

sisi dijumlahkan, kalau satu sisi diskor mesio-oklusi maka skor dicatat

terpisah.

e. Gigitan silang posterior (posterior cross-bite).

` Gigi-gigi yang posisinya di luar hubungan normal dicatat kemudian

dijumlah.

8) Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas bukoversi.

9) Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas linguoversi.

f. Penyimpangan letak gigi (tooth displacement).

30

10) Jumlah gigi yang letaknya menyimpang diskor dengan menggunakan

metode Van Krik dan Pennel (1959). Gigi-gigi yang malposisi

(letaknya menyimpang) ringan atau rotasi berat diskor 2. Selanjutnya

skor setiap gigi dijumlah untuk mendapatkan skor total.

6. Occlusal Index

Pada metode ini ada 9 ciri khas oklusi yang dinilai yaitu : (1) umur

gigi, (2) hubungan gigi molar, (3) tumpang gigit, (4) jarak gigit, (5) gigitan

silang posterior, (6) penyimpangan letak gigi, (7) hubungan garis tengah, (8)

gigitan terbuka posterior, (9) gigi permanen yang absen.

Cara memberi skor/nilai 9 ciri khas maloklusi untuk menentukan OI adalah

sebagai berikut :

1. Umur gigi (dental age)

Dengan mengklasifikasikan oklusi berdasarkan tingkat perkembangan

oklusi, perbedaan umur kronologis, jenis kelamin, dan erupsi dapat diatasi.

a. Umur gigi 0 mulai pada waktu lahir dan berakhir dengan erupsinya

(mahkota klinis sebagian) gigi sulung. Jadi umur gigi ini ditandai

dengan erupsinya gigi sulung.

b. Umur gigi I mulai dengan erupsonya gigi sulung yang pertama dan

berakhir bila semua gigi geligi sulung atas dan bawah dalam keadaan

oklusi. Ini ditandai dengan perkembangan gigi geligi sulung.

c. Umur gigi II mulai bila semua gigi geligi sulung dalam keadaan oklusi

dan berakhir dengan erupsinya gigi permanen yang pertama. Umur

gigi II ini ditandai dengan lengkapnya gigi gelegi sulung.

d. Umur gigi III mulai dengan erupsinya gigi pertama permanen dan

berakhir bila semua gigi insisiv sentral dan lateral permanen serta gigi

molar pertama permanen dalam keadaan oklusi. Umur ini ditandai

dengan tahap pertama dari gigi geligi bercampur, yang lebih tepat

disebut periode gigi geligi bercampur tahap awal (early mixed

dentition).

31

e. Umur gigi IV mulai bila semua gigi insisiv sentral dan lateral serta gigi

molar pertama permanen dalam keadaan oklusi dan berakhir dengan

erupsinya gigi caninus permanen atau gigi premolar. Umur gigi ini

yang ditandai dengan periode tidur atau istirahat (dormant periode)

saat tidak ada gigi permanen satu pun yang erupsi, disebut periode gigi

bercampur tahap pertengahan.

f. Umur gigi V mulai dengan erupsinya gigi kaninus permanen atau

premolar dan berakhir apabila semua gigi dalam keadaan oklusi. Umur

ini ditandai dengan tahap akhir dari gigi geligi bercampur dan disebut

periode gigi geligi bercampur tahap akhir.

g. Umur gigi VI mulai bila semua gigi kaninus dan gigi premolar dalam

oklusi. Umur gigi ini ditandai dengan lengkapnya gigi geligi permanen

(gigi molar kedua permanen sudah atau belum erupsi).

2. Hubungan molar atau relasi molar (molar relasion).

Pemberian skor/nilai pada hubungan molar atau relasi molar sebagai

berikut :

a. Menentukan cut-off point yaitu pada saat satu tipe relasi molar

berakhir dan yang dimulai.

b. Tidak ada klasifikasi klas I, II, II menurut angle. Tetapi mungkin

klasifikasi angle berasal dari pengukuran ini.

c. Relasi gigi molar sulung kedua dan gigi molar permanen pertama pada

kedua sisi rahang diperhatikan.

3. Tumpang gigit.

Tumpang gigit diskor sebagai jarak vertical dari tepi insisal gigi insisivus

sentral atas ke tepi insisal gigi insisiv sentral bawah bila dalam keadaan

oklusi sentris.Tumpang gigit diskor positif bila jarak tersebut 1/3 panjang

mahkota klinis gigi insisivus bawah. Tumpang gigit negative (gigitan

terbuka) diskor sebagai jarak dari tepi insisal gigi insisiv sentral atas ke

tepi insisal gigi insisivus sentral rahang bawah dalam milimeter.

4. Jarak gigit

32

Jarak gigit di skor sebagai jarak horizontal dari permukaan labial gigi

insisivus atas permukaan labial gigi insisivus sentral bawah dalam

milimeter.Besarnya skor bias positif, nol, negatif.

7. Metode Survei Dasar dari WHO

Karena banyak kesukaran-kesukaran yang dihadapi dalam

menentukan kelainan handicap, dank arena tidak adanya standar untuk menilai

anomaly dentofasial yang bisa diterima, maka pada tahun 1971 WHO revision

Committee memberi rekomendasi, bahwa untuk survei dasar hanya anomaly

dentifasial yang berat yang dikembangkan yaitu:

a. Anomaly yang menyebabkan cacat muka (facial disfigurement).

b. Anomaly yang menyebabkan gangguan berat pada fungsi pengunyahan

atau pernafasan.

Selain itu keadaan-keadaan yang dianggap sebagai penyebab anomaly

juga dicatat yaitu:

c. Mesio-oklusi yang berat

d. Disto-oklusi yang berat

e. Celah bibir atau celah langit-langit

f. Lain-lain anomaly termasuk gigitan terbuka, tumpang gigit dalam, gigi

sangat berjejal dan sebagainya. Jika ini ada maka sebaiknya dirinci secara

lengkap.

Definisi sederhana dari ciri-ciri maloklusi di bawah ini menjelaskan

macam-macam keadaan yang dapat mempengaruhi anomaly dentofasial, tetapi

hanya manifestasi yang berat yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan

bentuk yang perlu dicatat sebagai anomaly dentofasial.

Mesio-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan gigi

caninus permanen bawah beroklusi lebih kemesial daripada kedudukannya

dalam neutro-oklusi.Hal ini bisa unilateral atau bilateral.

Disto-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan gigi

caninus permanen bawah berada lebih ke distal dari posisinya dalam neutro-

oklusi.Ini juga bisa unilateral atau bilateral.

33

Penialaian pada gigi geligi susu dilakukan dengan mengamati

kedudukan caninus sulung dan gigi molar sulung kedua.

Cara melaporkan data sebagai berikut: persentase orang-orang dengan

anomali dentofasial dilaporkan menurut kelompok umur yaitu kelompok umur

2-12 tahun dan kelompok umur 15-19 tahun. Distribusi menurut besarnya

penyebab yang mempengaruhi juga harus dilaporkan untuk kelompok umur

yang sama.

8. Metode Penialaian menurut FDI

Untuk mengukur atau menialai ciri-ciri maloklusi, pada tahun 1959

sebuah komisi yang menangani klasifikasi dan statistik kondisi mulut dari FDI

(FDI Commission on Classification and Statistic for Oral Condition =

COCSTOC) telah mengusulkan “Method of measuring Occlusal Traits” yang

telah diterima secara resmi oleh FDI pada Mexico City tahun 1972.

Pengukuran menrut metode ini terbatas pada penilaian tertentu in

situ dari gigi-gigi itu sendiri, hubungan antara gigi-gigi dalam satu rahang

(intra-arch), dan hubungan gigi-gigi dalam kedua rahang (inter-arch).Tidak ada

penilaian umum tentang jaringan lunak (misalnya profil jaringan lunak) sebab

penilaian semacam itu sangat subyektif.

System pengukuran ini merupakan langkah pertama yang pasti

kearah metode komprehensif untuk mendapatkan informasi kombinasi sifat-

sifat atau cirri-ciri yang mempengaruhi penampilan wajah seseorang.Jika data

yang diperoleh cukup, diharapkan dapat menentukan “cut-off point” bagi sifat-

sifat individu yang bisa membedakan orang-orang yang membutuhkan

perawatan dan yang tidak.

9. Dental Aesthetik Indeks (DAI)

Perkembangan DAI didasarkan atas persepsi publik atas estetik

gigi dengan menggunakan penilaian skore agar bisa didapatkan rencana

perawatanny.

34

DAI terdiri atas 10 pengukuran oklusal dengan pemeriksaan intra

oral :

a. Jumlah kehilangan gigi : insisiv, caninus dan premolar

b. Berdesakan pada daerah insisiv

c. Jarak pada daerah insisiv

d. Diastema sentral

e. Berdesakan rahang atas

f. Berdesakan rahang bawah

g. Jarak gigi anterior rahang atas

h. Jarak gigi anterior rahang bawah

i. Gigitan terbuka anterior vertikal

j. Relasi molar antero posterior

Kriteria tingkat keparahan maloklusi dengan metode DAI :

≤ 25 = Normal atau maloklusi ringan

26 - 30 = Maloklusi sedang

31 - 35 = Maloklusi berat

≥36 = Maloklusi sangat berat

3.3 Tujuan dan Manfaat Indeks Maloklusi

Penialaian maloklusi dalam kesehatan masyarakat mempunyai 3 tujuan utama

yaitu:

a) Menilai keadaan/status dan penyebaran maloklusi masyarakat

b) Mendapatkan informasi tentang kebutuhan masyarakat akan perawatan

orthodonti

c) Mendapatkan informasi untuk merencanakan sumber dan fasilitas bagi

perawatan orthodonti dalam masyarakat yang berupa tenaga dan dana.

Manfaat Indeks maloklusi yaitu dapat dinilai beberapa hal yang

menyangkut maloklusi, misalnya prevalensi, keparahan maloklusi, dan hasil

perawatan. Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format

kategori atau numerik sehingga penilaian suatu maloklusi bisa objektif.

(Rahardjo, 2009)

35

BAB 4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diatas dapat ditarik kesimpulan berupa :

1. Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang

normal. Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi atau

malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau

transversal

2. Factor ektrinsik maloklusi dapat disebabkan oleh keturunan (herediter),

kelainan bawaan, pengaruh lingkungan, gangguan metabolism dan

penyakit, kekurangan nutrisi, kebiasaan buruh (bad habits), kelainan

jumlah, agenisi dll

3. Klasifikasi maloklusi dapat dibedakan menjadi bermacam macam seperti

kalsifikasi berdasarkan Edward angel, dewey, benette, simons dll

4. Prevalensi maloklusi biasanya paling banyak terdapat pada fase remaja.

Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam berbicara,

dimana kebanyakan huruf-huruf alphabet memerlukan bantuan gigi untuk

pelafalan yang jelas. Maloklusi selain memiliki dampak terhadap fonetik

dan pengunyahan, maloklusi juga dapat berdampak terhadap estetik dan

mempengaruhi hubungan sosial anak. Cara yang paling mudah untuk

mengetahui prevalensi maloklusi adalah dengan memisahkan maloklusi

menurut morfologi yang ada.

5. Syarat suatu indeks maloklusi yang ideal dapat berupa :

a. Indeks sebaiknya sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat ditiru.

b. Indeks harus obyektif dalam pengukuran dan menghasilkan data

kuantitatif sehingga dapat dianalisis dengan metode statistik tertentu.

c. Indeks harus didesain untuk membedakan maloklusi yang merugikan

dan yang tidak merugikan.

d. Pemeriksaan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat oleh

pemeriksa walaupun tanpa intruksi khusus dalam diagnostik

orthodonti.

36

e. Indeks sebaiknya dapat dimodifikasi untuk sekelompok data

epidemiologi tentang maloklusi dari segi prevalensi, insiden dan

keparahan, contohnya frekuensi maloklusi dari masing-masing gigi.

f. Indeks sebaiknya dapat digunakan pada pasien atau model studi.

g. Indeks sebaiknya mengukur derajat keparahan maloklusi.

6. Klasifikasi indeks maloklusi ada bermacam macam seperti

FDI,IOTN,OFI,HM-I dll.

37

DAFTAR PUSTAKA

Foster, T. D. 1997. Buku Ajar Ortodonsi. Jakarta : EGC

Dewanto, Harkati. 1993. Aspek-aspek Epidemiologi Maloklusi. Yogyakarta:

Fakultas Kedokteran Gigi Gajah Mada University Press

Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University

Press

38