majalah talenta
DESCRIPTION
Published by: PT. Talenta Insan Gemilang - BandungTRANSCRIPT
Kesalehan &Professionalisme
Spiritual Leadership
Mengelola Kinerja Karyawan
“Religiositas” Sepakbola
EDISI 01 TAHUN I - JULI 2010
alen aMengelola Anugerah-Nya
DARI REDAKSI
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 01
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Salam InsanGemilang
Telah bersabda Rasulullah Saw, “Apabila mati anak Adam, maka putuslah
amalnya kecuali tiga perkara: Shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat
atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
Segala puji bagi Allah, yang Mahamulya dan Mahasempurna atas segala
ketentuan-Nya. Sehingga edisi perdana majalah Talenta ini bisa
diterbitkan sesuai rencana.
Majalah Talenta ini adalah media informasi yang fokus membahas
mengenai dunia Human Capital dan Pengembangan personal. Digagas
dan diterbitkan oleh PT Talenta Insan Gemilang (TIG), sebuah perusahaan
HR Consultant dan Training Management. Kami bersyukur, bahwa
perusahaan ini digawangi oleh tenaga-tenaga muda yang aktif, dinamis,
dan kreatif. Sehingga melahirkan banyak sekali kreasi pemikiran maupun
kegiatan yang tentunya diharapkan sedikit banyak bisa memberikan
sumbangsih kepada dunia Human Capital di Indonesia.
Termasuk salah satunya adalah majalah Talenta ini. Bermula dari
keinginan beberapa peserta training yang kami adakan untuk meminta
agar materinya bisa dicetak dan dibagikan kepada mereka. Kami berpikir,
kalau saja materi-materi itu bisa dicetak dan disebarluaskan dengan gaya
bahasa jurnalistik yang bagus, mungkin akan membawa manfaat lebih
banyak bagi masyarakat. Selain juga untuk melaksanakan perintah
agama untuk bersyi'ar dengan apapun kemampuan yang kita miliki.
Maka dengan segala keterbatasan dan daya yang kami miliki, terbitlah
majalah yang ada di tangan Anda saat ini. Terima kasih yang tak
terhingga saya ucapkan kepada segenap kru redaksi yang telah bekerja
keras untuk terbitnya edisi perdana ini. Juga kepada segenap mitra-mitra
kami dari Yayasan Rumah Zakat, Rumah Juara Indonesia, Rumah Mandiri
Indonesia, PT Citra Niaga Tekhnologi, BPR Duta pasundan, dan pihak-
pihak lain yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu atas bantuan
dan masukannya yang sangat berharga untuk majalah ini.
Terakhir, kami sangat menyadari bahwa upaya yang kami lakukan ini
pastilah masih jauh dari kata sempurna. Maka masukan, kritik, serta
saran dari para pembaca sekalian amat sangat kami perlukan untuk
peningkatan kualitas majalah ini pada penerbitan selanjutnya. Semoga
dari sedikit apa yang bisa kami sampaikan ini ada manfaatnya bagi
Negara, Bangsa, dan Agama. Insya Allah….
Selamat Membaca
Dedi A. Santika
Meniti Langkah
Contents
Penerbit PT Talenta Insan Gemilangrd
CNA Building 3 Floor Jl. Gatot Subroto No. 71A BandungTelp. (022) 7820 7821 Ext. 108, Fax. (022) 7820 7822email : [email protected]
Percetakan PT. Tri Tunggal Abadi Sejahtera (Isi diluar tanggung jawab percetakan)
Para ahli perilaku organisasi merumuskan
bahwa kinerja (performance) merupakan
fungsi dari motivasi dan kemampuan
(ability). Secara sederhana hubungan itu
bisa dirumuskan: kinerja (P) =
Motivasi (M) x Kemampuan (A).
3
6
4
Kesalehan dan Produktivitas, Febi Rahmi
Kesalehan dan Profesionalisme, Rachmatulloh Okky
Dua Pilar (Potensi) Diri, Tutik Ratna Ningsih
TOPIK UTAMA
8 Spiritual Laadership, Alfath
LEADERSHIP
10 "Religiositas" Sepak Bola, Elkasyafi
KULTUR
DALAM beberapa literatur dan teori akun-
tansi, intangible asset umumnya dikenal
berupa goodwill (nama baik), merek, dan
Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Intangible
asset dalam standar akuntansi keuangan
termasuk dalam aktiva yang memperbesar
nilai sebuah perusahaan. Kita mengetahui
beberapa perusahaan ternama memiliki
merek yang jauh lebih besar daripada nilai
aset fisiknya.
alen aMengelola Anugerah-Nya
18Muhasabah Diri di Bumi Madani
Karena Kerja
Bukan Gerak Tanpa
Nilai dan Makna
12
16MengelolaKinerja Karyawan
Attitude Sebagai Intangibles Asset14
EDUKASI
SPIRIT
MOTIVATOR
GERAK
Managing Today for Leading Tomorrow!
PENANGGUNG JAWAB Dewan Komisaris CNA, Direksi PT CNAPEMIMPIN REDAKSI Dedi A. Santika WAKIL PIMPINAN REDAKSI Alfath REDAKTUR PELAKSANA Wildan Nugraha STAF REDAKSI Tutiek, Dicky Fria Senjaya, Murni Alit Baginda, Tita, Yeti Hertati, Miftah, Bambang Suratno DESAIN AND ARTWORK Deden Mulyana & Usman TheaADVERTISING & MARKETING Heru Herdiana DISTRIBUSI Rachmatullah Oky Advertising & Marketing (022) 92964034, 085 7599 15665Bank Mega Syariah No. Rek. 2001312101 An. Talenta Insan Gemilang
20
23 Membangun masjid
OASIS
TOPIK UTAMA
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 03
Singa di siang hari, rahib saat malam
menghampiri
Demikianlah sebuah kunci. Demikianlah
sebuah irama. Sebuah harmoni akan
memungkinkan seseorang menggubah
melodi-melodi indah dalam nyanyian
hidupnya. Siang hari di lingkungan kerja
kita mungkin menguras otak dan menghela
fisik, memicu kegemilangan muncul
berebutan. Dan demi menjaga irama hidup
yang harmonis, kita menjadi rahib pada
malam hari. Berzikir, bertilawah, bersujud
kepada-Nya ketika sebagian penduduk
bumi terlelap. Mendekatkan diri kepada
sumber kekuatan yang tak pernah habis.
Mengintegrasikan dua metafor kekuatan
diri manusia tersebut dalam ruang-ruang
kerja kita adalah sebuah upaya merebut
sebuah keutuhan. Menjadi singa di siang
hari dan menjadi rahib saat malam
menghampiri adalah sebuah upaya seorang
hamba yang sebenarnya tidak kunjung
selesai dalam meraih kesalehan dan
produktivitas.Wallahu’alam.***
tersaingi. Sebuah ungkapan kecemburuan
dalam dimensi kesalehan dan produktivitas.
Ada lagi kisah Khalid bin Walid. Seorang
panglima perang yang saleh pun produktif.
Lewat nalar, usaha, dan strateginya pasukan
Islam kerap meraih kemenangan. Akan tetapi,
selain itu sejarah mencatat: panglima Khalid
jeli mengontrol kondisi ruhiah pasukannya,
piawai menyuntikkan ruh jihad kepada
mereka untuk senantiasa berada di jalan
Allah. Buahnya adalah prestasi demi
prestasi, produktivitas.
Demikianlah kesalehan dan produktivitas
senantiasa melekat pada tokoh-tokoh
sejarah dalam Islam: Umar Bin Abdul Azis,
Salman Al-Farisi, dan masih banyak lagi.
Buat para salihin, kesalehan dapat disebut
energi. Energi ini tidak diam, tapi mengalir
ke materi-materi di sekitarnya. Saat seorang
saieh menyadari keberadaan energi ini, dia
akan mampu menciptakan energi lebih
besar lagi dalam kerja-kerja amal – dalam
produktivitasnya. Sebuah kekuatan besar
yang terhimpun akan memungkinkan
seseorang mencipta karya besarnya.
Dalam mencermati idealitas demikian,
barangkali timbul sederet pertanya-
an pada diri kita. Sebenarnya apa
dan bagaimanakah kita? Sudah sejauh
manakah kesuksesan kita dalam menjalani
kehidupan? Dalam konteks pekerjaan, sudah-
kah kita berhasil membermaknakannya?
Seseorang barangkali akan merasakan
kebermaknaan hidupnya saat dia mampu
memberikan manfaat bagi sistem di luar
dirinya. Hal ini diraihnya tatkala dia telah
berusaha dengan optimal memenuhi tugas
sebagai seorang abid, seorang hamba.
Seorang saleh yang produktif.
Demikianlah jika membuka-buka ulang sejarah
para sahabat Rasulullah, kita menemukan
kisah-kisah tentang kerja-kerja amal mereka.
Khalifah Abu Bakar Siddiq berhasil membuat
para pembandel aghniya untuk mengeluar-
kan zakatnya. Atau saat Abu Bakar menutupi
jejak dalam sebuah perjalanan yang menye-
lamatkan Rasulullah dari ancaman kaum
musyrikin. Termasuk juga di sini kecembu-
ruan Umar bin Khatab terhadap Rasulullah
yang amalan-amalan ibadahnya tidak
Kesalehan & ProduktivitasSEORANG pemuda rajin melakukan shalat malam dan membaca Al-Quran. Tutur
katanya lancar saat bersosialisasi dalam masyarakat. Kegiatan kesehariannya
bermanfaat bagi umat. Singkat kata, dia dicintai banyak orang. Sebuah potret kesalehan
secara umum. Saat seorang hamba memetik buah cinta kepada-Nya. Subhanallah.
Febi Rahmi
HRD moZaik Pusat, Bandung
Saleh diserap dari bahasa Arab
sholuha. Makna sholuha adalah baik,
tidak cacat, sempurna, damai, patut,
pantas, bermanfaat. Kata ini adalah kata
sifat. Kata sifat melekat langsung pada kata
benda dan bisa menerangkan kata kerja.
Maka bila ditelusuri, frasa baju bagus
sebenarnya memiliki kedekatan makna
dengan baju saleh. Begitu juga dengan frasa
memasak dengan baik; bisa disebut juga
dengan memasak dengan saleh. Negeri yang
damai adalah negeri yang saleh. Memang
secara lingustik tidak tepat demikian, namun
hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya
makna kata saleh tidak sempit. Tidak terbatas
merujuk pada wilayah keagamaan formalistik
saja.
Maka, bila boleh berandai-andai kata saleh
tidak mengalami peyorasi atau penyempitan
makna, sebenarnya akan tidak ada pula
jurang makna antara saleh dan profesional.
Atau antara individu ber-skill tinggi dengan
individu yang saleh. Lebih jauh, hal ini tentu
dapat berpengaruh besar terhadap, misalnya,
idenitas sosial seseorang atau sebuah
organisasi, bahkan identitas sebuah kaum –
sebuah bangsa. Jika tidak ada peyorasi itu,
sebagai tidak lain merupakan dampak dari
sekularisasi (pemisahan, pendikotomian –
sebuah semangat yang berangkat dari
pemikiran modernisme), maka kita sebenar-
nya akan dengan gampang saja menyebut
seorang profesional adalah seorang yang
saleh.
Marilah sejenak kita bersepakat bahwa tidak
berlaku peyorasi atas kata saleh itu. Alhasil,
kesalehan menjadi kata kunci penting bagi
kesuksesan pribadi seseorang. Saat seorang
manusia menjalankan fungsinya sebagai
khalifah Allah di bumi dengan baik, dia
adalah seorang profesional. Dia adalah
manusia yang (sebagaimana makna
profesional) bersungguh-sungguh, serius,
produktif, optimal; bukan manusia yang
bekerja seenaknya saja, tidak tepat waktu,
asal-asalan, dan serampangan. Maka, saat
setiap Jumat umat Muslim diingatkan untuk
bertakwa dengan sebenar-benarnya, pada
saat itu umat Muslim diingatkan untuk
memiliki profesionalisme.
Kesalehan &Profesionalisme
TOPIK UTAMA
04 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juni 2010
Rachmatullah Okky,
Marketing Development
04 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010
Al-Quran mendorong Muslim agar produktif.
Dalam Al-Quran, sangat banyak subjek
tentang kerja. Sebanyak 360 ayat membicara-
kan tentang amal. Sementara seratus
sembilan ayat membicarakan tentang fi’il.
Amal dan fi’il sama-sama bermakna kerja
dan aksi. Selain amal dan fi’il, sangat banyak
juga muncul secara ekstensif kasaba,
baghiya, sa’aa, jahada, yang kesemuanya
menekankan juga pada aksi dan kerja. Oleh
karena itu, tampak Al-Quran menyiratkan
betapa pentingnya kerja kreatif dan aktivtas
yang produktif.
Al-Quran sangat menentang tindakan-
tindakan yang tidak produktif. Hal ini ber-
kaitan erat dengan waktu. Oleh Al-Quran
manusia diseru untuk mempergunakan
waktu sebaik mungkin. Caranya dengan
menginvestasikan waktu; mengisinya
dengan tindakan-tindakan positif dan kerja
produktif. Manusia yang tidak memperguna-
kan waktunya dengan baik termasuk dalam
golongan yang merugi.
Islam selalu menyeru manusia untuk senan-
tiasa bekerja dan berjuang. Islam melarang
segala bentuk kemalasan dan pengangguran.
Muslim yang aktif bekerja adalah orang
terhormat. Seorang Muslim pekerja bahkan
diberi kelonggaran tertentu dalam beribadah
agar dapat bekerja dengan baik. Misalnya,
Al-Quran menghapus kewajiban shalat
tahajud. Hal ini memberi kesempatan bagi
umat Islam melakukan kegiatan bisnisnya
pada siang hari dalam keadaan segar bugar.
Lebih lanjut, Al-Quran memberi pedoman:
siang hari itu adalah waktu dan sarana
untuk bekerja mencari penghidupan.
Oleh karena itu, kerja manusia dapat disebut
sebagai sumber nilai yang riil. Jika seseorang
tidak bekerja, maka dia tidak akan berguna
dan tidak memiliki nilai. Ungkapan ini telah
diproklamasikan Islam sejak belasan abad
silam. Dalam pandangan Al-Quran, kerja
(amal) menentukan posisi dan status
seseorang dalam kehidupannya. Sebagai-
mana diungkap di dalam QS Al-Anam ayat
ke-132, “Dan tiap-tiap orang memperoleh
derajat (seimbang) dengan apa yang
dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah
dari apa yang mereka kerjakan.” Atau dalam
QS Al-Ahqaaf ayat ke-19, “Dan setiap
mereka mendapat derajat menurut apa
yang telah mereka kerjakan, dan agar Allah
mencukupkan bagi mereka (balasan atas)
pekerjaan-pekerjaan mereka, sedang mereka
tidak dirugikan.” Kerja, oleh karena itu,
adalah satu-satunya kriteria – di samping
iman – yang menentukan apakah manusia
berhak mendapatkan pahala.
Demikianlah Al-Quran selalu mendesak
manusia untuk bekerja. Al-Quran menawar-
kan insentif-insentif kepada manusia agar
senantiasa memiliki aktivitas yang positif,
bekerja keras, dan berjuang. Insentif-insentif
itu berupa pahala berlimpah, pertolongan,
dan petunjuk Allah. Dalam banyak ayat,
segala insentif atau penghargaan (reward)
itu juga ditujukan agar manusia senantiasa
meningkatkan kualitas dan kuantitas (hasil)
pekerjaanya: produktivitas. Oleh karenanya,
Al-Quran juga menyeru agar manusia ber-
upaya memiliki (melatih) kemampuan fisik-
nya sebagai salah satu modal dalam bekerja.
Dalam situasi normal tidak seorang pun
diperbolehkan untuk meminta-minta atau
menjadi beban kerabat atau sahabatnya,
beribadah sepanjang waktu, lebih baik
daripada saudaranya yang hanya beribadah
dan tidak bekerja itu. Memang ada pernyata-
an Allah bahwa para pengemis dan orang-
orang miskin memiliki bagian dari harta
orang-orang kaya. Namun, Allah menyata-
kan hal tersebut berlaku jika benar-benar
mereka adalah orang yang berhak mendapat-
kannya. Hal ini bukan berarti mereka men-
dapat lisensi untuk selamanya tetap ber-
pangku tangan dan menjadi tanggungan
masyarakat.
Suatu ketika seorang sahabat yang miskin
mendatangi Rasulullah untuk meminta
haknya. Rasulullah menyuruh dia pergi
untuk mengambil kayu lalu menjualnya
agar kebutuhan hidupnya terpenuhi.
Rasulullah ingin mengajarkan bahwa betapa
pun seorang yang miskinmemiliki hak atas
sebagian harta orang-orang kaya, tetapi
TOPIK UTAMA
bahkan negaranya sekalipun. Al-Quran
sangat menghargai mereka yang berjuang
untuk mencapai dan memperoleh karunia
Allah. Termasuk di sini segala macam sarana
kehidupan. Rasulullah mengajarkan sebuah
doa pada umatnya setiap keluar dari masjid,
“Ya Allah! Saya mohon karunia-Mu.” Doa
ini merupakan peringatan dan sekaligus
pendorong bagi umat Islam untuk selalu
mencari dan berjuang mendapatkan sarana
hidup. Etika Islam, menurut Al-Faruqi,
menentang segala bentuk meminta-minta.
Etika Islam juga menentang cara hidup
seperti parasit; memakan keringat orang
lain. Islam menghargai perilaku bekerja
dengan giat dan mengutuk perilaku
menganggur.
Rasulullah Saw menyatakan bahwa orang
yang mencari nafkah hidupnya untuk dirinya
sendiri dan untuk saudaranya yang terus
bekerja keras dengan tangan sendiri untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya adalah
jauh lebih baik.
Demikianlah bekerja dengan serius dan
professional adalah sebuah ajaran dan
bahkan kewajiban. Bekerja dan bertindak
dengan profesional adalah bukti rasa syukur
sekaligus pertanggungjawaban manusia
sebagai khalifatullah di muka bumi. Adalah
sebuah kekeliruan mendikotomikan saleh
dan professional. Apa lagi menjadikan
kesalehan sebagai alasan sebuah
ketidakprofesionalan. Misalnya, terlambat
ngantor karena shalat duha, mengantuk
saat bekerja karena tahajud semalam,
mengeluh lemas karena berpuasa. Segala
ketidakprofesionalan itu sebenarnya
berangkat dari peyorasi atau disposisi
makna saleh dan profesional.***
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 05
Jika seseorang tidak bekerja, maka dia tidak akan
berguna dan tidak memiliki nilai. Ungkapan ini telah
diproklamasikan Islam sejak belasan abad silam.
Dalam pandangan Al-Quran, kerja (amal)
menentukan POSISI dan STATUS SESEORANG
dalam kehidupannya.
Manusia dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Demikian sebuah hadits
riwayat Muslim. Dalam Islam, fitrah
manusia adalah bertauhid, menjadi penerima
kebenaran. Sebelum lahir manusia sudah
mengikat perjanjian dengan Allah bahwa
Dialah Tuhannya. Secara fitrah pula manusia
lahir ke dunia berbekal potensi akal, pen-
dengaran, penglihatan, dan hati.
Menyadari fitrahnya sebagai makhluk cipta-
an Allah, manusia mencapai eksistensinya
dengan memenuhi keberfungsiannya, yakni
menerima petunjuk Ilahiah, menjadi khalifah,
memegang amanah (tugas keagamaan), dan
menjadi pengabdi. Jalannya ialah dengan
men-dayagunakan segenap potensi
fitrahnya itu.
Dalam sebuah tulisannya, Maryatul Kibtyah
menyatakan bahwa manusia merupakan
pusat hubungan-hubungan (center of
relatedness), tetapi dalam ajaran Islam pusat
segalanya bukanlah manusia, melainkan
Sang Pencipta. Dengan demikian, landasan
filsafat Islam adalah theosentrisme atau
Allah-sentrisme. Gambaran manusia dengan
kehidupannya banyak sekali di dalam Al-
Quran.
Menurut Musnamar dan Faqih, Allah men-
ciptakan manusia yang memiliki beberapa
fungsi. Pertama, sebagai makhluk Allah.
Secara kodrati berarti manusia merupakan
mahluk religius, makhluk yang mengabdi
kepada Allah, atau abdullah. Kedua, sebagai
makhluk individu. Dalam fungsinya sebagai
makhluk individu ini manusia memiliki
kekhasan masing-masing, juga memiliki
potensi dan eksistensi sendiri. Dengan
keunikan yang dimilikinya manusia menjadi
tidak seragam, memiliki ukuran masing-
masing (QS Al-Qomar 54: 49). Oleh karena-
nya manusia dituntut untuk memikirkan
keadaan dirinya.
SECARA garis besar, manusia mempunyai dua pilar diri. Pilar pertama adalah hablumminallah dan
pilar berikutnya adalah hablumminannas. Kedua pilar diri ini memiliki dimensinya masing-masing.
Secara harfiah pilar berarti tiang penguat. Dalam menjalani kehidupannya, dengan atau tanpa
disadari, setiap manusia tidak pernah lepas dari dua pilar tersebut.
Ketiga, sebagai makhluk sosial. Dalam
fungsinya sebagai makhluk sosial manusia
saling berhubungan antara satu dengan lain-
nya. Dalam hal ini tidak mungkin manusia
hidup sendirian tanpa melibatkan pihak
lain. Oleh sebab itu, manusia selalu memikir-
kan orang lain. Allah SWT memerintahkan
manusia untuk saling bersilaturahmi dan
saling mengenal (QS Al-Hujurat 49: 13).
Keempat, manusia sebagai makhluk ber-
budaya. Dengan akal dan pikirannya manusia
yang hidup dan mengelola alam dunia ini
menciptakan kebudayaan. Sebutan khalifah
fil ardh merujuk pula tugas manusia sebagai
pengelola alam. QS Al-Fatir 35: 39: Dialah
yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di
muka bumi ini.
PILAR PERTAMA
Dua Pilar (Potensi) Diri
TOPIK UTAMA
06 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010
Tutik Ratnaningsih
Talenta Insan Gemilang, Bandung
TOPIK UTAMA
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 07
Dalam QS Al-Qashash (28) ayat ke-77, manu-
sia mempersiapkan kehidupannya di akhirat
sambil sekaligus mencari penghidupannya
di dunia. Dalam QS An-Nisa (4) ayat pertama,
manusia adalah makhluk yang menjaga
silaturahmi.
Dari pemaparan ringkas di atas, demikianlah
manusia memiliki dua pilar yang tidak pernah
lepas dari keseharianya. Meskipun demikian,
dua pilar tersebut sebenarnya bersifat
potensial. Dalam artian, dua pilar tersebut
bagaimana pun harus disadari dan dipahami
sehingga bisa teroptimalkan keberadaannya.
Lebih lanjut, dengan menyadari dan mema-
hami keberadaan dua pilar diri tersebut,
manusia akan mampu mengoptimalkannya
secara bersamaan. Jika hanya menitikberat-
kan pada satu pilar saja, maka prestasi dan
perwujudan potensi diri seseorang akan
kurang optimal.
Perwujudan potensi diri manusia salah satu-
nya dapat diukur dengan kesalehan dan
produktivitasnya. Dengan perkataan lain, dua
pilar diri tersebut merupakan ruh aktivitas
manusia dalam berkegiatan; meraih
kesalehan dan beramal dengan produktif.
Hablumminallah adalah daya pendorong
kesalehan pribadi; hablumminannas adalah
daya ledak produktivitas dalam berkarya.***
PILAR KEDUA
Setelah hablumminallah sebagai pilar
pertama potensi diri, hablumminannas
merupakan pilar kedua. Di dalam Al-
Quran Allah SWT berfirman mengenai bebe-
rapa dimensi hablumminannas ini.
Dalam QS Ali Imron (3) ayat ke-110, manusia
(umat Islam) adalah makhluk yang berkualitas.
Manusia menyeru pada kebaikan dan men-
cegah kemungkaran. Dalam QS Ali Imron (3)
ayat ke-112, manusia adalah keseimbangan:
manusia senantiasa menjaga hubungan
vertikalnya dengan Tuhan dan juga
hubungan horizontalnya dengan sesama
manusia.
Dalam QS Al-Maidah (5) ayat pertama dan
kedua, manusia saling menolong dalam
kebajikan dan menjauhi perbuatan yang jelek.
Dalam tiga ayat QS Al-Ashr (103), manusia
sailng menasihati dan menaati kebenaran,
berlaku sabar dan adil.
IKLANRMI (sedang didesain ulang)
Disarikan dari:
"Penerapan Enam Dasar Dimensi" , "Positif Teori Eksisbensial Humanistik",
"Dalam Konseling Islam, Maryabu, Kibtyah",
(Dosen Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo- Semarang)
Karakter bisa disebut sebagai inner
strenght atau kekuatan yang muncul
dari dalam. Semacam kumpulan
keyakinan, energi, spirit, dan passion
(semangat) yang menggerakkan akal dan
pikiran serta memberi ruh atas tindakan.
Kekuatan itu tidak muncul begitu saja. Ia
merupakan hasil tempaan dan didikan
bertahun-tahun. Karakter seseorang sangat
dipengaruhi oleh core belief nilai-nilainya.
Sehingga, perbedaan karakter tiap-tiap
individu bisa diperiksa dengan menelusuri
core belief-nya.
Dalam konteks kepemimpinan, jika seseorang
mengambil core belief budaya Jawa, maka
bisa dipastikan karakter kepemimpinannya
yang akan muncul adalah karakter kepemim-
pinan Jawa. Begitulah kondisi naturalnya.
George Washington pernah berujar, “Setiap
pemimpin harus mengalami proses penentu-
an diri. Pemimpin sejati melangkah pada
jalurnya.” Pencarian dan penemuan karakter
diri adalah sebuah masa yang harus dilewati
setiap pemimpin.
Sejak munculnya gagasan spiritual quotient
yang dipopulerkan Danah Zohar, dunia
seperti terkejut. Konsep tersebut memang
lama diabaikan. Kini, spiritual quotient
menjadi inspirasi bagi banyak orang dan
spiritual quotient pun memasuki banyak
wilayah kehidupan. Juga tidak luput memasuki
wilayah kepemimpinan.
Karakteristik pemimpin
Mengenali pemimpin yang baik cukup mudah.
Hanya perlu memperhatikan hal-hal kecil
yang terjadi di sekeliling sang pemimpin itu.
Jendral Collin Powel, mantan Menteri
08 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010
LEADERSHIP
SpiritualLeadership
BANYAK pakar kepemimpinan menilai sifat atau karakteristik kepemimpinan abad ke-21 berbeda dengan
karakteristik kepemimpinan pada masa-masa sebelumnya. Dulu, kepemimpinan umumnya bersifat dogmatik.
Sifat atau karakter itu kini tidak berlaku lagi. Model kepemimpinan saat ini bersifat inspirasional. Karenanya,
konsep mengelola orang (managing people) sekarang adalah mengelola pola berpikir (managing mind set)
dengan jalan memberikan inspirasi atau ilham. Jika dulu orang bisa dengan mudah diatur hanya dengan iming-
iming kesejahteraan, fasilitas, benefits, dan seterusnya, maka kini tidak lagi demikian.
Alfath, Talenta Insan Gemilang - Bandung
Pertahanan Amerika Serikat, pernah berkata,
“The day soldiers stop bringing you their
problems is the day you have stopped lead-
ing them. They have either lost confidence
that you can help them or concluded that
you do not care. Either case is a failure of
leadership.”
Teori dan konsep kepemimpinan terus ber-
kembang. Meski tampak lebih banyak
datang dari Barat, bukan berarti teori dan
konsep kepemimpinan dari dunia selain
Barat tidak berkembang. Menarik misalnya
menyimak ulasan majalah Swa edisi 18
Agustus 2009. Disebutkan dalam sebuah
tulisannya, “Kepemimpinan bisnis ala Barat
mulai diragukan kehebatannya. Kini banyak
bangsa yang gigih menggali dan menerap-
kan nilai-nilai kepemimpinan dari akar
budaya sendiri. Seharusnya Indonesia juga.”
Kita bisa menyebutkan salah satu sumber
teori dan konsep kepemimpinan yang tersirat
dari pernyataan itu adalah Islam. Di dalam
Islam, role model kepemimpinan adalah
Rasulullah Saw, para khalifah, dan para saha-
bat Rasul pada umumnya. Dari merekalah
kajian tentang konsep kepemimpinan
didapat. Beberapa karakteristik yang berkait-
an dengan spiritual leadership di dalam
Islam bisa dikenali sebagai berikut.
Pemberi contoh baik (qudwah)
Pemimpin yang memiliki kepekaan spiritual
paham bahwa memberikan contoh
perbuatan lebih ampuh ketimbang hanya
berkata-kata. Pemimpin adalah man of
action, bukan sebatas man of idea.
Mengetahui peran dan tanggung
jawabnya
Dalam sebuah kesempatan kunjungan kerja
ke Aceh pada pertengahan tahun 2008
silam, penulis menemui salah satu sesepuh
di sana. Ia disapa Ustad Yusuf. Perbincangan
kami mengerucut pada topik seputar
kepemimpinan. Menurutnya, pemimpin itu
orang yang “mampu menjadi imam dan
siap menjadi makmum.” Perkataan tersebut
sekilas sederhana, namun bermakna men-
dalam. Menjadi imam mensyaratkan bebe-
rapa kecakapan. Mulai dari pemahaman
ilmu shalat hingga kemampuan melantun-
kan ayat-ayat Al-Quran dengan merdu.
Pemimpin adalah part of team. Ia bukan
“dewa” di dalam sebuah tim.
Pemimpin sejati akan terlihat justru saat
tidak lagi berada di tampuk kekuasaan.
Sekalipun sudah lengser, pemimpin sejati
masih dihormati, dirindukan dan memiliki
tempat dalam hati umat, bahkan tetap
dimintai saran dan pendapatnya. Predikat
pemimpin sejati diraih ketika seorang
pemimpin telah menjalankan fungsi
kepemimpinannya dengan baik. Saat orang
lain terpilih menggantikan posisinya,
seorang pemimpin sejati menerimanya
dengan lapang dada. Ia “siap menjadi
makmum”.
Nabi Muhammad pernah mencontohkan
tentang berbagi peran. Suatu saat beliau
bersama para sahabatnya harus bermalam
dalam perjalanan. Saat seorang demi
Memiliki kharisma seorang pemimpin
Bagaimanapun, kharisma merupakan kata
kunci penting dalam sebuah kepemimpin-
an. Pemimpin kharismatik terkadang mampu
“menyihir” pengikutnya.
Kharisma muncul dari hasil pendidikan
ruhani. Dari hubungan intens yang dijalin
seseorang dengan Sang Pencipta. Dari
ideologi, keyakinan, dan spirit mengabdi
kepada Tuhan, seorang pemimpin akan
mendapat suntikan energi sangat besar
sehingga mampu menggerakkan barisannya.
Nabi Muhammad memiliki kharisma sangat
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 09
LEADERSHIP
“Pemimpin itu laksana ayah dalam kedekatan,
guru dalam pendidikan, syaikh dalam ruhani,
dan teman dalam keakraban.” Ciri ini dikenal
sebagai situasional leadership
seorang sahabat berkata akan mengambil
air, mendirikan tenda, dan memasak, Nabi
menyela, “Kalau begitu saya akan mencari
kayu bakar.” Mendengarnya para sahabat
melarang. Mereka mempersilakan beliau
istirahat saja. Nabi menolak. Ujar beliau,
“Allah tidak suka bila ada di antara kalian
yang hanya duduk-duduk, sementara yang
lain sibuk mengerjakan tugasnya.” Seorang
pemimpin selalu mampu mengambil peran
dalam setiap keadaan.
Pemimpin menjalankan peran
situasional
Dalam sebuah tulisannya, Hasan Al Banna,
seorang ulama Mesir menyatakan,
“Pemimpin itu laksana ayah dalam
kedekatan, guru dalam pendidikan, syaikh
dalam ruhani, dan teman dalam
keakraban.” Ciri ini dikenal sebagai
situasional leadership. Berbagai konteks
ruang dan waktu yang berbeda menuntut
peran yang juga berbeda. Oleh sebab itu
seorang pemimpin dituntut memiliki
kompetensi beragam.
kuat. Suatu hari seorang sahabat menghadap
kepadanya. Saat berjalan menuju Nabi,
sekujur tubuh sahabat itu bergetar.
Melihatnya Nabi berkata, “Bersikaplah biasa
saja. Aku manusia biasa seperti kalian.”
Masih banyak karaktristik lain yang bisa
dikenali. Meski spiritualisme bukan hanya
domain dalam Islam, namun spiritualisme
selalu datang dari keyakinan manusia atas
adanya sebuah kekuasaan di luar dirinya,
bahkan di luar kekuatan nalarnya — yang
jamak dibahasakan sebagai Tuhan.
Seorang pemimpin dengan keyakinan
spiritual tinggi akan menyadari bahwa
jabatan kepemimpinannya tidak lain adalah
amanah ketuhanan. Dengan hati yang
bersih dia akan menunaikannya.
Saat banyak pakar menilai karakter kepemim-
pinan abad ini berubah dari masa-masa
sebelumnya, inspirational leadership – atau
tepatnya spiritual leadership – sebenarnya
tengah menemukan (kembali) masanya.***
MILYARAN pasang mata ramai memandang lapangan hijau negeri Afrika. Ratusan kaki-kaki beradu kemampuan, Selama 30 hari, milyaran manusia melupakan sejenak kesulitan hidup mereka. Para pengamat ekonomi menghilang sementara dari hitungan-hitungan rumit soal dunia yang diancam resesi, kebangkrutan, kemiskinan. Para politikus reses dari sidang-sidang mereka. Sementara para pialang menghitung ulang peruntungan mereka: saham klub-klub sepak bola. New York Stock Exchange kalah populer oleh pusat bandar taruhan William Hill.
“Religiositas”
Sepakbola
10 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010
KULTUR
www.adidas-group.com
Inilah pesta empat tahunan seni olah
kaki. Saat bagi para pemain, pelatih,
wasit, suporter merasa seperti “naik
haji”. Nasionalisme naik di dada banyak
manusia. Bendera-bendera dipasang. Bahkan
di dada banyak orang yang negaranya tidak
turut sekalipun. Di perhelatan besar itu
berbagai ekspresi tersaji: marah, sedih,
gembira, kecewa, diam. Di perhelatan besar
itu terselip pula: religiositas.
Dalam sejarahnya sepakbola memang
menjelma ritual sosiokultural baru. Orang-
orang menunjukkan jati diri, semangat
perlawanan, bahkan dendam. Argentina
membalas kekalahan di perang Malvinas: ke
gawang Inggris, pada Piala Dunia Meksiko,
Maradona membikin gol “tangan Tuhan”.
Orang Catalan mempunyai sejarah kebang-
saan, bahasa, dan tradisi yang berbeda dari
Spanyol. Sampai detik ini, mereka menitip-
kan pesan perlawanannya kepada klub
sepakbola Barcelona. Bertanding melawan
Real Madrid, yang dianggap representasi
Kerajaan spanyol, betapa pemain Barcelona
seperti punya kekuatan berlipat-lipat. Bagi
mereka ini bukan sekadar permainan, tapi
perlawanan!
Demikian uniknya sepakbola. Dua puluh
dua orang dari dua kubu di sebuah lapang-
an hijau berlaga dengan satu tujuan: mele-
sakkan bola membobol gawang lawan. Dari
syarat sederhana itu terlahir puluhan strategi
permainan. Misalnya menyerang total ala
Belanda, atau bertahan total ala Italia.
Urusan mencetak gol memang bukan
pekerjaan mudah. Tidak sebagaimana
bermain basket, misalnya. Poin di sepakbola
harus dipertaruhkan selama 2 x 45 menit,
atau bahkan lebih. Stamina dan energi
harus optimal sepanjang waktu itu. Tak
heran, ketika (akhirnya) gol tercipta, luapan
kegembiraan membuncah. Pecah. Seperti
orang menemukan tambang minyak setelah
eksplorasi berbulan-bulan. Terlebih untuk
sebuah gol menentukan di detik-detik akhir.
***
Maka kita melihat berbagai ekspresi kegem-
biraan itu. Berteriak dan meninju udara,
jurkir balik dan berguling-guling. Atau
bersujud syukur. Sebuah ekspresi religiositas.
Setelah mencetak gol, mereka berterima
kasih kepada Tuhan. Jamak tersaji gerakan
mengacungkan kedua telunjuk. Dalam The
Lost Symbol, menurut Dan Brown, itu
menunjukkan: sebagaimana yang di atas
demikian pula yang di bawah.
Di muka bumi seorang pemain adalah wakil
Tuhan. Dan dia baru saja melakukan salah
satu “pekerjaan” Tuhan: mencetak gol.
Menunjuk langit memang bukan ritual
agama tertentu, hanya semacam okultisme
kuno yang – entah disadari atau tidak –
banyak dipraktikkan para pesepakbola. Dulu
setiap kali orang meraih kemenangan apapun,
mereka biasa merayakannya dengan
menunjuk langit.
Para pesepakbola itu sangat paham gol
yang mereka ciptakan tidak melulu berang-
kat dari kematangan strategi, kemahiran
individual, atau ketangguhan fisik. Tapi juga
berkat sentuhan keberuntungan. Posisi
tendang yang tepat, waktu yang pas, juga
kelengahan lawan. Betapa banyak tendang-
an yang diukur-ukur justru hanya membentur
tiang, atau malah melengkung. Bahkan kerap
saat hanya berhadapan dengan penjaga
gawang, atau pun ketika terjadi penalti, gol
gagal terjadi. Karena keberuntungan tidak
hadir.
Soal unsur keberuntungan ini, tidak seorang
pelatih pun bisa memperkirakan keberadaan-
nya. Apalagi mendatangkannya setiap saat.
Demikianlah maka naungan keberuntungan
– yang tak kasat mata – itu merupakan
sebuah harapan. Jelas, bagi orang beragama
keberuntungan hadir berkat kehendak
Tuhan. Bilamana, bagaimana, dan mengapa,
hanya Tuhan yang tahu setepat-tepatnya.
Maka, adalah penting “menghadirkan” Tuhan.
Demi inilah barangkali banyak pemain me-
mulai pertandingan dengan ritual-ritual. Sejak
berdoa, mencium rumput, mengecup bola,
menendang ringan tiang gawang sampai
membawa pernak-pernik mistik: air suci,
jimat-jimat. Semua agar keberutungan hadir.
Religiositas. Kata yang mungkin pula mewakili
ritual-ritual itu. Sebuah kesadaran akan
adanya kekuatan yang lain yang berkuasa
mengatur. Yang tidak terjamah dunia sains,
tapi mampu menghadirkan kesuksesan.
Para saintis menyebutnya Zat Mahacerdas.
Para agamawan menyebutnya Tuhan.
Dengan segala keterbatasannya, manusia
merasa sangat perlu selalu didamping
kekuatan itu.
Misalnya dalam Islam. Seorang Muslim
dianjurkan mengucap “Bismillah” sebelum
memulai setiap pekerjaan. Ini sebuah ajaran
dan ajakan untuk menghadirkan Allah.
Dengan demikian setidaknya dua kesadaran
penting hadir. Pertama: kesadaran akan
kelemahan diri sebagai manusia. Ini membuat
manusia yakin campur tangan Allah diperlu-
kan dalam kesuksesan pekerjaannya. Kedua:
kesadaran akan optimisme. Allah ada dan
membantu kita di setiap langkah. Kesulitan
apapun menghadang, manusia tetap ber-
semangat dan optimistik.
Setelah tuntas sebuah pekerjaan, umat muslim
dianjurkan mengucap “Alhamdulillah”.
Memaknai (lagi) bahwa segala hasil yang
diperoleh adalah juga berkat campur tangan
Allah. Kalau toh hasil yang diperoleh belum
sesuai impian, hati tetap bisa tunduk menga-
kui: mungkin menurut-Nya inilah yang terbaik
untuk kita.
Sebenarnya semangat religiositas itu tersirat
dalam setiap gerak para pesepakbola di
lapangan hijau. Sejak masuk lapangan
sampai pertandingan usai; saat gol demi
gol tercipta atau bola hanya membentur
mistar gawang, saat akhirnya salah satu tim
keluar sebagai pemenang mengalahkan tim
lainnya. Sejatinya itu semua ritual kaya
makna. Tatkala kemenangan datang, bukan
kesombongan yang hadir, tapi kesyukuran.
Seandainya kekalahan harus diterima, bukan
kemarahan hadir menyulut, tapi introspeksi,
kelapangan. Sebab mereka melibatkan Tuhan
dalam pertandingan. Maka keputusan terbaik
pun datang dari-Nya.
Demikian pula sebenarnya saat kita mengalih-
kan pandangan dari lapangan hijau ke dunia
bisnis. Dalam persaingan, semua pebisnis
tentu hendak menjadi pemenang. Mereka
berlomba menjadi terbaik. Laksana dalam
laga sepakbola: ada individu pemain, pelatih,
tim — ada peraturan, strategi bermain,
pelatihan yang kontinu. Ada doa dan
harapan setiap kali memasuki lapangan.
Ada semangat rohaniah itu. Bekerja dan
berjuangan dengan Izin Allah. Memohon
bantuan-Nya agar senantiasa dinaungi
“keberuntungan”.*** ElKasyafi,
KULTUR
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 11
Para pesepakbola itu sangat
paham gol yang mereka
ciptakan tidak melulu berangkat
dari kematangan strategi,
kemahiran individual, atau
ketangguhan fisik. Tapi juga
berkat sentuhan keberuntungan
Bekerja adalah salah satu bentuk
ikhtiar. Oleh karenanya, bekerja bukan
gerak tanpa nilai dan makna. Rachmat
Ari Kusumanto, CEO Rumah Zakat, saat
dijumpai di tempat kerjanya di Jl. Turangga
No. 25, Bandung, Selasa (15/6), mengatakan
bahwa bekerja harus dilandasi kesalehan dan
profesionalisme. Dua sikap ini, menurut
Rachmat, bisa diejawantahkan dari empat
proses dalam ibadah haji.
Selain tawaf, sa'i, dan lempar jumrah, wukuf
adalah prosesi yang harus dilakukan seorang
jamaah haji. Menurut Rachmat, dalam
melakukan wukuf, seseorang dituntut untuk
berpikir dan merenung. Sebenarnya, baik
disadari atau tidak, proses berpikir dan
merenung sering kita lakukan. Misalnya, saat
muncul pertanyaan dalam benak; siapa
sebenarnya kita, mau ke mana kita melang-
kah, dan apa tujuan akhir kita. Saat mere-
nung dan mencoba menjawab deretan
pertanyaan itulah tidak lain pada hakikatnya
kita sedang melakukan “wukuf”.
Setelah merenung dan menginventarisasi
keinginan atau target-target, menurut ayah
dua anak itu, kita akan memikirkan bagai-
mana cara mencapai atau mewujudkannya.
Saat itulah kita mulai mengatur strategi.
Dalam konteks ibadah haji, kita menemukan
proses tersebut saat melakukan lempar
jumrah.
“Begitu pula dengan Rumah Zakat,“ kata
alumni Teknik Sipil Institut Teknologi Nasio-
nal (Itenas), Bandung, ini. “Rumah Zakat
Rachmat Ari Kusumanto, CEO Rumah Zakat:
Karena Kerja Bukan Gerak Tanpa Nilai dan Makna
MOTIVATOR
12 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010
memakai irama haji. Dimulai dengan road-
show BOD (Board of Director) ke seluruh
cabang. Setelah melihat kinerja di semua
cabang itu, kami mulai merenungi apa saja
kekurangan yang ada.“
Sebagai pimpinan, Rachmat — yang pernah
lama malang-melintang di dunia perbankan
— mencoba mengidentifikasi dan menganalisis
berbagai kekurangan itu. Dari sana dia
memulai pengaturan strategi untuk pembe-
nahan dan pengembangan di Rumah Zakat.
Dalam upayanya itu, dia selalu mengingatkan
para amilnya untuk senantiasa mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Hal ini agar segala
pekerjaan dan aktivitas di Rumah Zakat
berada dalam lindungan serta mendapat-
kan keberkahan-Nya. Dalam ibadah haji,
kita menemukannya dalam proses tawaf.
Ketika melakukan tawaf, sambil tidak
berhenti berdoa, seorang jamaah haji
mengelilingi Kabah tujuh kali ke arah kiri
dimulai dari arah hajar aswad.
Dalam keseharian di luar ibadah haji, demi
memelihara kedekatan diri dengan Sang
Rachmat dapat dari proses sa'i dalam ibadah
haji, yakni berlari-lari kecil di antara bukit
Safa dan bukit Marwah sebanyak tujuh kali.
Proses sa'i, dalam sejarahnya, adalah untuk
mengenang Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim,
yang empat belas abad lalu berlari bolak-
balik antara Shafa dan Marwah untuk
mencari air bagi anaknya, Ismail, yang
kehausan. Betapa pun panas dan payahnya
keadaan ketika itu, berbekal kesalehan dan
keyakinan teguh akan keberadaan serta
kasih sayang-Nya, Siti Hajar tidak menyerah
dalam mencapai tujuan.
Secara substansial, empat proses ibadah
haji itulah — wukuf, lempar jumrah, tawaf,
dan sa'i — yang coba diejawantahkan
Rachmat Ari Kusumanto untuk membangun
kesalehan dan profesionalisme di Rumah
Zakat. Karena bekerja, baginya, bukan gerak
tanpa nilai dan makna.
Pria yang selalu Nampak ceria dan berwibawa
ini menambahkan. Bahwa memang mem-
bangun pola manajemen seperti itu bukan
semudah membalikkan tangan. Apalagi
macam training.”
Hasilnya, pencapaian kerja yang luar biasa
ditorehkan oleh amil Rumah Zakat. Pada
medio April-Juni ini, pencapaian dana Zakat
dan Infaq mencapai 70% dari target. Sesuatu
yang mengejutkan sekaligus menggembira-
kan. Karena pengalaman tahun-tahun
sebelumnya, medio April-Juni adalah masa
“paceklik” dalam penghimpunan dana zakat.
Ketika disinggung mengenai adanya pen-
dapat sebagian orang bahwa orang yang
produktif dalam bekerja, biasanya ibadah-
nya akan keteteran, dan sebaliknya kalau
ibadah seseorang itu rajin, maka kerjanya
jadi kurang produktif. Rachmat menolak
dengan tegas akan hal itu.
“Orang yang ibadahnya rajin tapi kerjanya
asal-asalan itu bagi saya ibadahnya belum
sempurna. Karena dengan sikapnya itu,
berarti dia sudah zalim kepada kantor
tempat dia bekerja. Dan kalau hal itu
menyebabkan income-nya turun sehingga
ekonomi keluarganya terganggu, maka dia
MOTIVATOR
Orang yang ibadahnya rajin tapi kerjanya asal-asalan itu bagi saya ibadahnya belum
sempurna. Karena dengan sikapnya itu, berarti dia sudah zalim kepada kantor tempat dia
bekerja. Dan kalau hal itu menyebabkan income-nya turun sehingga ekonomi keluarganya
terganggu, maka dia juga zalim kepada diri dan keluarganya, kan?
Khalik, seseorang sangat dianjurkan untuk
rajin melakukan shalat malam. “Saya selalu
mengingatkan seluruh amil untuk melaku-
kan shalat malam, sebagaimana yang
diamanatkan oleh founders Rumah Zakat,
Abu Syauqi, sebagai salah satu kunci meraih
kesuksesan hidup,“ ujar Rachmat.
Sebagai upayanya dalam meningkatkan
kualitas kinerja amil, Rachmat Ari
Kusumanto mengadakan berbagai pelatihan
internal. Di samping itu, untuk memacu
produktivitas, Rachmat menggulirkan
program Championship. Pada program ini,
seluruh amil di Rumah Zakat yang tidak
mencapai target funding dipotong gajinya
sebesar 10%. Sementara, bagi amil yang
mencapai target, imbal baliknya dia men-
dapatkan reward. “Meskipun berbentuk
lembaga sosial, kami berupaya mengedepan-
kan profesionalisme,“ tegas Rachmat.
Inspirasi program tersebut, antara lain,
membangun budaya seperti itu di sebuah
lembaga sosial yang identik dengan citra
bekerja apa adanya dan nirlaba.
“Butuh waktu lama untuk mengubah pola
pikir dan pola kerjanya. Turbulensi jelas ada.
Pada awal-awal penerapannya, banyak yang
berteriak dan bilang kalau ekspektasinya
terlalu tinggi. Tapi kemudian setelah kita
wukuf kita merenung semua tentang potensi
zakat yang ada dan kemampuan yang kita
miliki tapi belum kita maksimalkan.
Maka pelan tapi pasti semua amil di
Rumah Zakat menjadi antusias
melaksanakannya. Yang jelas selalu saya
sampaikan, bahwa target dan ekspektasi
yang kita sampaikan itu bukan muncul
begitu saja, tapi sudah betul-betul kita
perhitungkan. Jadi tidak ada alasan
menyatakan itu terlalu tinggi. Toh belum
dilaksanakan. Ditambah lagi, kita berikan
apa yang amil kita perlukan untuk
optimalisasi potensi dengan berbagai
juga zalim kepada diri dan keluarganya,
kan? Padahal dalam sejarahnya Siti Hajar itu
berlari-lari sampai 7 kali dari bukit Shafa
dan Marwa itu untuk apa? Menemukan
sumber air, kan? Karena dia tahu, sumber
air itu tidak akan ditemukan hanya dengan
berdoa lalu diam berpangku tangan saja. Ini
filosofinya. Maka menurut saya, orang yang
rajin beribadah itu yang seharusnya
produktif bekerja," tuturnya.
Sayang, perbincangan yang begitu hangat
itu harus berakhir ketika CEO Rumah Zakat
itu harus mengadakan rapat koordinasi ber-
sama jajaran BOD yang lain. Di penghujung
waktu, Rachmat kembali menegaskan bahwa
14 abad yang lalu sang “Super Manajer”,
Rasulullah Saw telah mengajarkan kita akan
keseimbangan itu. Bahwa seorang yang
saleh, seharusnya adalah juga seorang
profesional.***
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 13
14 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010
Dalam dunia HR, yang termasuk ke
dalam intangible aset adalah sumber
daya manusia (SDM). SDM dengan
segala potensi yang dimilikinya yang merupa-
kan anugerah Allah SWT sesuai dengan
firman-Nya dalam QS At-Tin ayat ke-4,
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Namun,
apakah setiap SDM akan menjadi intangbles
asset perusahaan? Unsur apakah yang
menjadikan diri manusia dinilai dapat masuk
dalam intangibles asset perusahaan?
Jika diperhatikan, kata ‘asset’ menunjukan
bahwa yang termasuk ke dalamnya tentu
memiliki sebuah nilai. Nilai tersebut adalah
nilai yang dapat dikonversikan ke dalam
bentuk rupiah dan memberikan keuntungan
bagi perusahaan, baik yang bersifat tangibles
(berwujud) atau intangibles (nirwujud).
Dengan demikian, SDM yang termasuk
sebagai intangibles asset perusahaan adalah
SDM yang memiliki nilai, dalam arti
memiliki peran penting dalam membangun
perusahaan.
Sebagai ilustrasi, dimisalkan SDM pertama
adalah selembar kertas biasa dan SDM
kedua adalah selembar uang. Kita bisa
mudah saja merobek selembar kertas biasa
lalu membuangnya begitu saja, tetapi tidak
terhadap selembar uang, apa lagi uang
tersebut lembaran seratus ribuan. Itulah
analogi SDM yang bernilai. Sebelum
dibuang pun perusahaan lain sudah terarik
untuk dapat mempekerjakannya.
Pengetahuan dan keterampilan memberikan
nilai berbeda antara satu SDM dengan SDM
lainnya. Dengan menambah pengetahuan
dan keterampilan, setiap SDM dapat
Nilai SDM
memperkaya dan memberi nilai bagi dirinya
sendiri. Dalam hal ini, kompetensi adalah
kata kunci. Namun, kompetensi pun perlu
mendapatkan faktor pelengkap lain. Misalnya,
agar seseorang tidak berlaku merugikan
perusahaan, seperti melakukan kecurangan
(fraud) atau menyalahgunakan aset
perusahaan untuk kepentingan pribadinya.
Salah satu faktor yang dapat memperkuat
SDM adalah tingkah laku atau attitude.
Attitude, di sisi lain, dapat membangun
image positif perusahaan dan memberikan
keuntungan yang terus bertambah.
Blue Bird terkenal sebagai the best taxi
services. Yang menghantarkan perusahaan
ini meraih prestasi tersebut tidak lain adalah
sistem pelayanannya. Sikap para
pengemudinya dikenal jujur, sopan, dan
ramah. Dalam beberapa kejadian, barang
bawaan penumpang yang ketingalan selalu
ATTITUDEsebagai Intangibles Asset
DALAM beberapa literatur dan teori akuntansi, intangible asset umumnya
dikenal berupa goodwill (nama baik), merek, dan Hak Kekayaan Intelektual
(HaKI). Intangible asset dalam standar akuntansi keuangan termasuk dalam
aktiva yang memperbesar nilai sebuah perusahaan. Kita mengetahui
beberapa perusahaan ternama memiliki merek yang jauh lebih besar daripada
nilai aset fisiknya. Berdasarkan riset Brown BrandZ, Google memiliki nilai merek sebesar US$ 114
miliar, Coca Cola US$ 68,7 milliar atau tiga kali lipat dari nilai aset fisiknya.
SPIRIT
Murni Alit Baginda
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 15
bisa dikembalikan. Meski argo taksi ini
relatif lebih mahal, tapi tetap menjadi
pilihan utama. Para pengguna taksi sudah
percaya dan puas dengan pelayanannya.
Contoh lain mengenai attitude bisa kita
amati saat berbelanja, misalnya, di
minimarket. Pramuniaganya yang ramah
dan sopan seringkali menjadi alasan kita
kembali berbelanja di sana, bahkan
menjadikan minimarket tersebut tempat
favorit kita dalam berbelanja. Sementara
jika pramuniaganya tanpa senyum dan
melayani semaunya, mungkin kita
enggan datang lagi. Keengganan kita
itu bahkan bisa berimbas lebih jauh.
Dari hasil sebuah riset yang
disampaikan Return on Behavior
Magazine, seseorang dapat
menyampaikan ketidakpuasannya
kepada 22 orang lainnya. Dari kedua
contoh tadi, sikap pramuniaga atau
karyawan punya peran besar sehingga
uang dapat masuk ke kantong
perusahaan.
Lantas, bagaimana dengan karyawan
back office yang tidak terkait langsung
dengan konsumen? Pada intinya setiap
SDM memiliki peranan dalam
membangun dan mengembangkan
perusahaan, di mana pun posisi
karyawan tersebut berada. Tidak
terkecuali office boy sampai direktur
utama, setiap SDM perlu memiliki
produktivitas. Dengan kejujuran,
kesungguhan, disiplin, dan integritas
tiap-tiap SDM, kinerja perusahaan akan
mencapai targetnya dengan optimal.
Penumbuhan attitude merupakan soal
menarik. Jika attitude terpuji mudah
ditumbuhkan, maka rasa-rasanya setiap
perusahaan dapat berkembang dan
memiliki jaringan yang luas. Lebih jauh,
kehidupan ekonomi sebuah negara akan
senantiasa dalam keadaan bagus dan
kehidupan masyarakatnya pun penuh
keharmonisan. Akan tetapi, membentuk
dan menumbuhkan attitude terpuji ternyata
tidak mudah. Dan karena attitude melekat
secara personal, maka treatment
pembentukannya pun perlu dilakukan
dengan personal.
Jika setiap personal mulai dibentuk untuk
memiliki attitude yang baik dalam setiap
aktifitas kerja mereka, maka tidak menutup
kemungkinan kumpulan personal-personal
Penumbuhan attitude
memiliki spiritual attitude. Nilai spiritual
tersebut dapat meningkatkan produktivitas
perusahaan dengan efektif.
Memelihara attitude yang baik sebenarnya
tidak sulit jika kita mengetahui unsur-unsur
pembentuk attitude itu sendiri. Attitude
terbentuk di antaranya melalui keyakinan,
pengalaman, dan pengetahuan.
Pembentukan keyakinan dilakukan di dalam
hati. Pepatah lama mengatakan “wajah
adalah cerminan hati”. Dari wajahnya
yang ramah, hangat, dan murah senyum,
kita menilai seseorang sedang dalam
kondisi bahagia atau mungkin hatinya
sedang berbunga-bunga. Soal kondisi
hati, kita mengenal istilah hati nurani.
Karena hati memiliki kecendrungan pada
kebaikan, hati nurani sebenarnya tidak
pernah berbohong.
Dalam hal ini, terdapat keterkaitan antara
hati dengan attitude setiap orang. Secara
tersirat, keterkaitan ini diungkapkan
sebuah hadits Rasulullah. “Ingatlah,
sesungguhnya di dalam tubuh terdapat
segumpal daging. Apabila daging itu
baik, maka baiklah seluruh anggota
badan. Dan apabila ia rusak, maka
rusaklah seluruh anggota badan.
Ketahuilah, segumpal daging itu adalah
hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keyakinan yang tertanam dalam hati ini
mampu menguatkan langkah seseorang
dalam bertindak. Contohnya, kesediaan
seorang sopir taksi untuk mengembalikan
barang pelanggan yang tertinggal karena
merasa barang tersebut bukan miliknya.
Pengalaman atau latar belakang kehidupan
seseorang, pola didik orang tua, dan
pengaruh lingkungan juga dapat
membentuk attitude seseorang. Kemudian,
selain keyakinan dan pengalaman,
pengetahuan juga memiliki peran besar
pembentukan attitude. Ilmu pengetahuan
mampu merubah persepsi seseorang.
Filosofi padi, “makin berisi makin
merunduk”, menunjukan semakin
seseorang memiliki ilmu pengetahuan
semakin dia rendah hati.***
Pemeliharaan attitude
SPIRIT
ini dapat membentuk budaya perusahaan
(corporate culture) yang baik. Budaya
perusahaan yang tumbuh secara alamiah
dari cerminan pribadi karyawan, akan
mampu bertahan lebih lama jika
dibandingkan dengan budaya perusahaan
yang dipaksa-paksakan.
Pada dasarnya, terdapat beberapa motif
yang melatarbelakangi sebuah attitude.
Salah satu aspek yang dapat dilakukan
untuk membangun attitude adalah melalui
motif spiritual. Seseorang yang
bersemangat melakukan sesuatu dengan
penuh pengorbanan biasanya karena motif
spiritual. Sebagai contoh, seseorang yang
menjadikan aktivitas kerjanya sebagai
sarana beribadah tentu tidak akan mudah
tergoda untuk menyalahgunakan aset
perusahaan. Jika dia sopir taksi yang
mendapatkan barang konsumennya
tertinggal, dia akan berusaha
mengembalikan dengan penuh tanggung
jawab.
Keberadaan motif spiritual ini sangatlah
urgent karena menentukan arah tujuan dari
pembentukan attitude yang dilakukan.
Sebagaimana yang saat ini mulai ramai
dilakukan perusahaan-perusahaan besar,
memperkuat nilai spiritual diharapkan
mampu membentuk pribadi SDM yang
Berbicara tentang ability atau
kompetensi beberapa perusahaan
punya kebijakan berbeda dalam hal
rekrutmen. Ada perusahaan yang berusaha
memperoleh karyawan yang “sudah jadi”
atau siap kerja dengan asumsi karyawan
yang direkrut itu punya kompetensi yang
sesuai dengan spesifikasi pekerjaan.
Kebijakan seperti ini memiliki keunggulan
berupa frekuensi training, terutama untuk
hard competency, yang lebih sedikit
dibandingkan dengan karyawan yang
belum memiliki kompetensi. Proses
rekrutmen seperti ini biasanya
menggunakan assessment behavioral,
seperti behavioral competency interview
atau behavioral event interview, assessment
center, dan uji kompetensi teknis.
Perusahaan lain memilih untuk merekrut
karyawan yang mendahulukan potensi yang
unggul. Biasanya mereka fresh graduate
dari universitas ternama yang masih minim
pengalaman. Harapannya mereka bisa
dibentuk sesuai keinginan dan kultur
perusahaan. Memang lebih mudah
membentuk dan mengarahkan fresh
graduate dibanding dengan mengarahkan
SDM yang sudah memiliki pengalaman.
Proses seleksinya biasanya menngunakan
psikotest atau test potensi.
Tentunya ada pula perusahaan yang
menyeimbangkan keduanya, dengan
harapan mendapatkan manfaat yang
lebih.
Para ahli perilaku organisasi merumuskan bahwa kinerja (performance) merupakan fungsi dari motivasi dan
kemampuan (ability). Secara sederhana hubungan itu bisa dirumuskan: kinerja (P) = Motivasi (M) x Kemampuan (A).
Mengelola Kinerja Karyawan
EDUKASI
16 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010
Ph
oto
:ww
w.t
hesy
kesg
rp.c
om
Dicky Fria Senjaya
Akan tetapi, ketika perusahaan menghen-
daki kinerja yang baik dari karyawannya,
sebenarnya model rekrutmen manakah
yang lebih unggul? Dalam buku Methods
Competency Assessment: History and State
of the Art David McClelland, Lyle Spencer,
dan Signe Spencer mengemukakan sebuah
hasil penelitian mengenai validitas berbagai
jenis hasil assessment. Hasil penelitian itu
mengurutkan macam-macam metode
assesment berdasarkan tingkatan validitas-
nya, sebagaimana dapat dilihat di tabel
berikut.
Dari tabel tampak bahwa assessment yang
bersifat behavioral yang digunakan untuk
melihat kompetensi perilaku tertentu
memiliki validitas lebih tinggi dibandingkan
metode lainnya. Oleh karenanya,
assessment behavioral disarankan untuk
digunakan dalam menyeleksi karyawan.
Namun, assessment jenis ini biasanya
membutuhkan waktu dan resource yang
lebih dibandingkan dengan assessment
lainnya.
Assessment kompetensi tidak hanya
digunakan untuk seleksi, tetapi juga
digunakan untuk mengetahui celah
kompetensi (competency gap) yang dimiliki
oleh karyawan dengan kualifikasi yang
diperlukan untuk jabatan yang diembannya.
Celah kompetensi yang ada harus segera
diperkecil atau diatasi dengan memberikan
pelatihan kepada karyawan yang
bersangkutan.
Celah kompetensi tentunya tidak bisa
diketahui tanpa adanya suatu referensi yang
menjabarkan level kompetensi ideal yang
harus dimiliki oleh setiap karyawan pada
jabatan tertentu. Inilah yang dinamakan
dengan model kompetensi.
MOTIVASI KARYAWAN
Motivasi berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan karyawan. Seorang karyawan bekerja
dengan harapan bahwa dengan melalui pekerjaannya dia bisa memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Selama kebutuhannya terpenuhi, karyawan akan tetap bekerja. Jika yang
didapatkan melebihi ekspektasinya, maka sangat mungkin karyawan lebih bersemangat
untuk bekerja.
Stephen P. Robbins dalam bukunya The Truth About Managing People memberikan
sudut pandang mengenai cara memahami motivasi karyawan. Menurutnya, motivasi
bergantung pada tiga hubungan. Jika ketiga hubungan ini kuat, maka motivasi
karyawan akan tinggi. Jika salah satu atau bahkan ketiganya lemah, maka motivasi
karyawan akan mengalami penurunan. Ketiga hubungan itu adalah sebagai berikut.
1. Hubungan antara usaha dengan penilaian kinerja.
2. Hubungan antara penilaian kerja dengan sistem penghargaan yang diberikan oleh
perusahaan.
3. Hubungan antara sistem pengharaan yang diberikan perusahaan dengan
penghargaan yang diinginkan karyawan.
Dalam kaitannya dengan poin pertama untuk meningkatkan motivasi karyawan, sistem
penilaian kinerja harus dibuat sedemikian rupa sehingga bisa betul-betul menilai dan
membedakan karyawan berkinerja baik dengan karyawan yang berkinerja kurang baik.
Sistem penilaian kinerja (performance appraisal) yang buruk dapat menyebabkan
karyawan tidak peduli dengan kualitas pekerjaan mereka. Penilaian kinerja yang menilai
karakteristik yang tidak terlalu berkaitan dengan kinerja atau produktivitas harus
dipertimbangkan ulang untuk digunakan dalam penilaian kinerja.
Motivasi karyawan juga bergantung pada hubungan antara penilaian kerja dengan
sistem penghargaan perusahaan terhadap mereka, seperti terlihat pada poin hubungan
kedua di atas. Harapan karyawan adalah penilaian yang baik terhadap mereka disertai
dengan penghargaan dari perusahaan. Penghargaan tidak harus selalu diidentikkan
dengan gaji atau bonus, tetapi misalnya fasilitas, kenaikan pangkat, kesempatan untuk
berkembang. Perusahaan pun perlu memperhatikan apakah penghargaan-penghargaan
yang diberikan kepada karyawan itu memang sesuai dengan penilaian terhadap kinerja
mereka atau sebenarnya diberikan berdasarkan hal-hal lain, misalnya kedekatan
emosional dengan pengambil kebijakan, senioritas, dan sebagainya. Sebab jika hal
tersebut terjadi, maka bisa diprediksikan motivasi karyawan akan melunturkan.
Robbins menilai bahwa kesesuaian antara penghargaan yang diberikan oleh perusahaan
dengan penghargaan yang diharapkan oleh karyawan juga cukup berpengaruh
terhadap motivasi karyawan. Bisa jadi alih-alih kenaikan gaji karyawan mengharapkan
promosi; atau bonus cash alih-alih bonus dalam bentuk fasilitas tertentu.
Sudut pandang Stephen Robbins mengenai motivasi bisa disimpulkan dalam dua hal,
yaitu rasa keadilan dan pemenuhan kebutuhan/harapan karyawan. Pemenuhan kedua
hal tersebut berbanding lurus dengan semangat karyawan untuk menampilkan kinerja
terbaiknya.
Robbins juga memberikan satu fungsi lagi yang bisa berpengaruh terhadap kinerja
selain kemampuan dan motivasi, yaitu opportunity atau kesempatan. Kesempatan di sini
mengandung arti luas, yaitu segala sesuatu yang menunjang munculnya kinerja yang
baik dari karyawan. Termasuk di antaranya fasilitas penunjang kerja; bisa juga
lingkungan sosiokultural di tempat kerja. Seorang desainer grafis membutuhkan
komputer dengan spesifikasi khusus sehingga dia bisa berkarya dengan optimal; selain
tentu lingkungan sosial yang terbuka terhadap ide-ide dan kreativitas, bukan lingkungan
yang malah menghambat munculnya ide-ide kreatif.***
EDUKASI
Metode Assessment Validitas
Assessment Centers 0,65
Interviews (Behavioral) 0,48 - 0,61
Work-sample Tests 0,54
Ability Test 0,53
“Modern” Personality Tests 0,39
Biodata 0,38
References 0,23
Interviews (Nonbehavioral) 0,05 - 0,19
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 17
Pada 23-25 April 2010. Bertempat di
Padepokan Madani Lembang,
Bandung. Sebanyak 32 peserta dari
Bank Saudara begitu antusias mengikuti
Spiritual Building and High Motivation
Training yang diadakan oleh Talenta Insan
Gemilang Training Management.
Pelatihan ini beranjak dari kesadaran
manajemen Bank Saudara akan kebutuhan
peningkatan kualitas dan kompetensi SDM.
Dengan memiliki SDM yang berkualitas dan
berkompetensi, maka diharapkan akan
meningkatkan performansi perusahaan
secara kseluruhan.
Menurut Ervy Sinoranti, MM, Kepala Depar-
temen Pengembangan SDM Bank Saudara.
Peningkatan kompetensi ini juga harus diikuti
dengan peningkatan spiritualnya sehingga
akan memunculkan pribadi-pribadi yang
memiliki mental pejuang dan bekerja tidak
hanya untuk materi semata, namun mereka
akan bekerja untuk mengabdi kepada Sang
Pencipta, melayani sesama, mengaktuali-
sasikan diri serta berkomitmen terhadap
profesionalisme.
Hal ini senada dengan ungkapan Dedy A.
Santika, direktur PT Talenta Insan Gemilang.
Bahwa pada akhirnya, pelatihan ini ber-
tujuan untuk mencetak sumber daya manusia
yang berkualitas secara duniawi dan akhirat.
Pelatihan ini akan memberikan pencerahan
kepada peserta bagaimana sebaik-baiknya
menjalankan pekerjaan dan amalan
ibadahnya.
Diawali dengan sesi pengenalan mengenai
kegiatan pelatihan dan dilanjut dengan
ta'aruf (perkenalan) antar panitia dan
sesama peserta oleh Kang Miftah Salahudin,
pada malam hari pertama peserta digali
minat dan personality-nya oleh masing-
masing pendamping/mentor. Hal ini selain
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
minat dan keinginannya dalam mengikuti
training ini, juga untuk menggali apa target
yang diinginkan peserta selama mengikuti
training ini.
Pada hari kedua, para peserta mendapat
materi mengenai Etos Kerja Muslim yang
disampaikan oleh Abu Syauqi. Seorang
enterpreneur Muslim yang sekaligus juga
da'i. Pendiri Rumah Zakat ini menerangkan
bagaimana sesungguhnya berusaha atau
bekerja menurut gaya-gaya Islami. Abu juga
banyak memberikan pegalamannya dan
proses hingga menjadi pengusaha yang
sukses seperti saat ini. Gaya penyampaian
yang ringan, didukung dengan visualisasi
beberapa film motivasi. Membuat suasana
pelatihan berlangsung santai tapi serius.
Beberapa peserta pelatihan tampak antusias
menyimak pemaparan dari Abu.
Materi yang dibawakan oleh Dedi Achmad
Santika (Direktur Utama PT Talenta Insan
Gemilang) ini selalu membawa inside baru
bagi peserta. Pada sesi ini Dedy Santika
mengisi materi mengenai bagaimana
mengembangkan citra diri (positif) sebagai
karyawan bank dan bagaimana menjadi
seorang profesional yang memiliki
kesalehan. Hal ini cukup mendapat apresiasi
beragam dari peserta. Namun intinya
bahwa mereka sadar, bahwa anjuran untuk
menebar senyum, ramah kepada orang lain,
berpakaian yang rapi dan indah, berkata
jujur, dan profesional dalam bekerja adalah
sebenarnya ajaran Islam yang dituntunkan
oleh Rasulullah. Sehingga melaksanakan
semua citra diri positif itu dalam dunia kerja
Muhasabah Diri di Bumi Madani
18 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010
GERAK
pada hakikatnya adalah mengikuti sunah
Rasulullah, bukan sekedar mengikuti SOP
perusahaan.
Materi terakhir, in class, adalah mengenai
bagaimana membangun kualitas keagama-
an peserta. Materi ini dibawakan oleh Ust.
Acep Lu'Lu Iddin (Ketua Dewan Pembina
Rumah Zakat). Dalam penyampaiannya, Ust
Acep mengajak para peserta untuk mengo-
songkan diri. Dalam pengertian meletakkan
diri sebagai manusia biasa dan melepas
segala atribut keduniaan yang disandang.
Sebab terkadang sisi-sisi jasmaniah manusia
ini terlalu di prioritaskan, sehingga sisi-sisi
ruhani dan spiritualitas manusia tertutup.
Padahal manusia harus mengembangkan
kedua unsur itu, baik Jasmani maupun
ruhani secara seimbang, guna membangun
jati diri menjadi insan kamil, atau manusia
seutuhnya.
Dengan metode membangun jiwa
spiritualitas yang pada hakikatnya ada pada
setiap manusia. Maka diharapkan tidak
akan pernah ada rasa putus asa, ataupun
sebaliknya menjadi takabur atas segala
prestasi ataupun musibah yang menimpa.
Sehingga yang ada adalah pikiran positif
dan selalu berbuat untuk mengabdi hanya
kepada illahi.
Menjelang subuh, sesi shalat malam diada-
kan, sebagaimana yang di firmankan Allah
dalam Qur'an Surat Al-Israa:79 “Dan, pada
sebahagian malam hari salat tahajudlah
kamu sebagai suatu ibadah tambahan
bagimu, mudah-mudahan Tuhan-mu
mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”
Dalam banyak Hadits Rasulullah Saw
diceritakan bila mengerjakan qiyaamullail
(salat malam), beliau melamakan berdiri –
dan ini adalah sunah – dan begitulah para
sahabat melakukannya hingga mereka
bersandar kepada tongkat akibat lamanya
berdiri.
Para peserta diajak untuk shalat tahajud
berjamaah. Kemudian dilanjutkan dengan
tilawah Al-Quran berkelompok dengan
bimbingan mentor masing-masing
Puncak dari acara ini adalah materi
MUHASABAH atau sesi renungan. Pada
malam itu, para peserta diingatkan kembali
akan tugas mulia dan utamanya sebagai
khalifah. Sebuah tugas mulia yang bahkan
malaikat pun tidak mampu melaksanakan-
nya. Disadarkan pula tentang bagaimana
tujuan lahir dari semua hal yang kita
lakukan adalah menuju pertanggungjawab-
an agung di hadapan Allah kelak di hari
kiamat. Sehingga tidak ada kebaikan yang
sia-sia dan tidak akan ada dosa yang tak
terbalas. Peserta diajak untuk menuliskan
komitmen spiritual dan membacakannya.
Suasana haru dan tangis dirasakan seluruh
peserta pada malam itu.
Pelatihan ini pada akhirnya ditutup dengan
out bound. Flying Fox, spider web, dan
rintangan lain menjadi tantangan para
peserta di hari terakhir itu. Tujuannya jelas,
memupuk rasa percaya diri, membangun
jiwa saling menolong, dan membentuk
pribadi yang berani menghadapi tantangan.
Pada kesempatan selanjutnya Bank Saudara
kembali bekerja sama dengan TIG untuk
pelaksanaan training yang sama. Kali ini
dilaksanakan di Hotel Grand Jaya Raya,
Ciawi, Bogor, tanggal 21-23 Mei 2010.
Semua peserta ini merupakan staf atau
officer dari kantor pusat dan beberapa
cabang di daerah Jabodetabek dan
Semarang, antara lain: KP Divisi SKAI, KP
Divisi Int'l Banking, KP Divisi Bisnis, KP Divisi
Sistem, Treasury, KC Ampera, KC The Energy,
KC Bogor, KC Semarang, KC Surabaya, KCP
Bulungan, KCP Tangerang, KCP Bidakara,
dan KCP Serang.***
Ust. Abu Syauqi, sedang memeberikan materi menegai etos kerja islami
Ust. Acep Lu'lu Iddin, menyampaikan materi tentang bagaimana membangun kualitas keagamaan
Dedi Achmad Santika, memberikan materi mengenai bagaimana mengembangkan citra diri positif
Kegiatan muhasabah, qiyamulail, tilawah dan kuliah subuh
Kegiatan outbond
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 19
GERAK
terhadap seluruh aktivitas dan performa peserta dan diawasi langsung oleh mentor. Tutik Ratnaningsih selaku koordinator menjelaskan bahwa aspek penilaian meliputi kehadiran, amal harian, penampilan, dan sikap. Diharapkan dengan cara seperti ini, peserta belajar terbiasa memiliki target, mengelola, dan senantiasa mengevaluasi dirinya setiap hari.
Keseruan MDP 2010 ini dimulai dengan sesi “Imperial Journey”. Peserta ditantang untuk “berkelana” ke lembaga dan perusahaan di dalam imperium PT Citra Niaga Abadi. Miftah Salahudin selaku ketua panitia memberikan tantangan kepada para peserta untuk melakukan kajian sederhana tentang lembaga dan aspek-aspek manajerial dan menuangkannya dalam laporan tertulis dan presentasi. Yang lebih seru, semua peserta diharuskan menyerahkan alat komunikasi
kegiatan in class
war games
For Leading Tomorrow!Managing Today
GERAK
Untuk mempersiapkan jajaran manajer yang solid, berdedikasi, juga untuk menyatukan visi dan misi lembaga, PT Citra Niaga Abadi beserta anak perusahaannya menggandeng PT Talenta Insan Gemilang untuk mengadakan Manager Developing Program (MDP) yang dipusatkan di Bandung.
Sebanyak 27 peserta calon manajer dari anak perusahaan CNA Group memulai pelatihan dengan melepas semua atribut kelembagaan dan kepangkatan, dan berganti dengan atribut pelatihan. Hal ini sengaja dibuat untuk memberikan kesan yang sama terhadap semua calon manajer meskipun dari entitas bisnis yang berbeda.
Acara kemudian berlanjut dengan sesi “Kontrak Belajar”. Tidak seperti kontrak belajar pada umumnya, pada MDP 2010 ini diberlakukan sistem penilaian atau scoring
20 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010
dan alat pembayaran masing-masing untuk diganti dengan uang saku sebesar lima belas ribu rupiah.
Maka, berhamburanlah para pejuang peradaban Islam ini menuju lembaga yang akan mereka kaji. Mulai dari PT CNA, Rumah Zakat, PT Agro Niaga Abadi, Rumah Wakaf Indonesia, Rumah Sehat Indonesia, Rumah Mandiri Indonesia, Rumah Juara Indonesia, PT Citra Niaga Teknologi, dan koperasi syariah Mozaik tak luput dari kunjungan para peserta. Meski ada yang berjalan kaki cukup jauh, tanpa kenal lelah peserta menuangkan hasil kajiannya ke dalam lembaran kertas yang diberikan panitia. Semuanya harus terkumpul sebelum pukul 16.00 pada sesi pertama In Class Training (ICT).
Materi in class diisi dengan cukup beragam. Dimulai dengan penguatan misi spiritual oleh Ust Shobirin yang menggagas tema “Road To Heaven”. Dilanjutkan dengan materi “Effective Communication” dan “Effective Leadership” yang masing-masing disampaikan oleh Bapak Dedy Achmad Santika dan Bapak Rachmat Arie Kusumanto, CEO Rumaha Zakat. Ada yang luar biasa di sesi ini. Pemateri ingin membuktikan langsung kekuatan pikiran bisa membuat orang melakukan hal luar biasa. Peserta diajak untuk berlari di tengah terik panas matahari melalui jalanan aspal yang cukup terjal. Walhasil, peserta tercengang sendiri dengan kemampuan dirinya. Sampai ada yang push the limit dan tak mampu lagi kembali ke kelas, sehingga harus dievakuasi dengan mobil. Tak salah, sesi ini adalah salah satu sesi yang sangat berkesan bagi para peserta.
Sedikit keluar dari dunia leadership. Para peserta diajak untuk beralih sejenak mempelajari tentang Graphology. Dicky Fria Senjaya, trainer TIG berbagi tentang ilmu membaca karakter manusia dari tulisan
tangannya. Meski oleh penggagasnya sendiri graphology disebut pseudo science alias setengah “ilmu kebatinan”, namun peserta cukup antusias ditunjukan dengan banyaknya pertanyaan.
Pada sesi ICT malam, panitia sengaja menghadirkan Bapak Acep Lu'lu'Iddin dari dewan pembina grup Rumah Zakat untuk memberikan taujih berjudul “Rebuild Islamic Emporium”. Dari namanya dapat ditebak bahwa sesi ini mengajak peserta melihat dan mengingat kembali visi besar lembaga yang bukan sekadar menyediakan lapangan kerja dan mendapat profit, namun juga bercita-cita membangun peradaban Islam yang didambakan kaum muslimin seluruh dunia.
Hari selanjutnya diawali dengan “Daily Declaration”, berupa tekad peserta mencapai target hari itu. Peserta langsung disuguhi materi “Finance Management for Non-Finance Manager” dari Bapak Herry Hermawan, direktur Mozaik. Materi disampaikan dengan presentasi dan simulasi serta studi kasus. Dengan demikian, diharapkan peserta yang sebagian besar tidak memilki latar belakang pendidikan keuangan mampu memahami laporan keuangan serta mengimplementasikan prinsip dasar manajemen keuangan yang baik dalam perencanaan.
Selepas dzuhur, lalu istirahat dan makan siang, peserta langsung disuguhi pencerahan “Business Presentation Skill”. Bapak Gilang Mahesa, direktur PT Citra Niaga Teknologi, menjadi pembicara dalam sesi ini. Selama dua jam, peserta disuguhi tips dan trik dalam melakukan presentasi bisnis diselingi cerita dari pengalaman langsung di lapangan dari pemateri.Peserta langsung ditantang dengan praktik. Dengan dibentuk kelompok, peserta diminta melakukan perancangan produk inovatif
yang bisa mereka jual. Kemudian, mereka diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil rancangannya di hadapan semua peserta lain. Agenda ini terasa begitu cepat hingga sampailah di ujung acara sebelum maghrib.
Materi softskill lain yang tak kalah seru mendpat perhatian dari peserta adalah mengenai “HR Management” yang dismapaikan oleh Alfath, GM PT TIG, dan juga Basic Managerial Skill oleh Direktur PT Agro Niaga Abadi (PT ANA), Virda Dimas Ekaputra.
Di penghujung pelatihan, para calon manajer ini disuguhi tantangan terakhir dan mungkin terberat. Yaitu simulasi WAR GAME. Diawali dengan penjelasan tentang prosedur penggunaan air soft gun dan teknik tempur dasar, peserta dibagi ke dalam dua kelompok besar. Tugas mereka adalah membebaskan sandera! Dengan data yang minim tentang kondisi sandera dan medan tempur yang cukup berat, tantangan itu berhasil membuat peserta tercekam. Berbeda dengan simulasi tempur yang sering dimainkan, pada kali ini aspek manajemen dan team building yang lebih ditonjolkan. Mulai dari pemilihan group leader, sampai pada pemilihan strategi dan logistik cukup membuat peserta memutar otak. Ditambah dengan adanya marshall court yang merupakan forum pengujian konsep memenangkan pertempuran dari peserta.
Akhirnya, pelatihan ini ditutup dengan perenungan. Mata para peserta ditutup dan kemudian diingatkan kembali akan misi suci mereka sebagai pemimpin dan beratnya amanah yang mereka pikul. Sehingga tak terasa , air mata mereka meleleh karena terharu. Di puncak acara, para peserta bersama meneriakkan pekik dan tekad: Managing today for leading tomorrow!***
perpisahan dan ramah tamah
GERAK
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 21
Mengembalikan Manusia Kepada Fitrahnya
Ketika seseorang merasa gagal menemukan kebahagiaan adalah disebabkan karena dia gagal mengenali dirinya. Karena ukuran-ukuran kebahagiaan yang ingin dicapainya tidak berkesesuaian
dengan kodratnya sebagai manusia yang hidup dalam dua dimensi yang selaras dan sebangun, yaitu dimensi jasmani dan ruhani.
Manusia merupakan salah satu makhluk yang disempurnakan penciptaannya. Lahir, tumbuh, dan besar selaras dan sesuai
dengan fitrahnya, yaitu hidup dalam dimensi jasmani dan ruhani. Keseimbangan dalam pengembangan dua aspek di atas diharapkan bisa membentuk karakter manusia Indonesia seutuhnya.
Dalam perkembangan dunia kerja saat ini, ketika situasi kerja semakin kompetitif dan karyawan dituntut untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas setiap hari, secara tidak langsung telah menggeser gaya kerja manusia menjadi lebih berorientasi kepada target dan pendapatan riil semata. Hal ini tentu tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi, efek jangka panjang dari hal ini adalah ketika pola pikir kita pada akhirnya harus terkotak pada ukuran-ukuran jasmani semata. Sehingga keberhasilan diukur dari bertambahnya kepuasan jasmani, dan sebaliknya kegagalan terasa ketika kepuasan jasmani gagal dipenuhi.
Perubahan pola pikir ini berakibat kepada orientasi kerja hanya pada urusan keduniaan semata. Yang bersumber dari materi dan mengabaikan unsur ruhani yang juga merupakan unsur pembangun karakter manusia seutuhanya. Imbasnya, banyak orang yang justru kehilangan jiwa sosialnya. Merasa terasing dan hidup sendiri di tengah kumpulan orang di sekitarnya. Secara materi seseorang bisa jadi berkecukupan. Tapi jamak kita temui pula, orang yang bergelimang materi justru jauh dari nuansa kebahagiaan. Bahkan tak jarang berakhir kepada sikap keputusasaan, sehingga mengakhiri hidupnya sendiri di tengah pusaran materi yang melingkupinya.
Filsuf Yunani, Plato, menyatakan bahwa ketika seseorang merasa gagal menemukan kebahagiaan adalah disebabkan karena dia gagal mengenali dirinya. Karena ukuran-ukuran kebahagiaan yang ingin dicapainya tidak berkesesuaian dengan kodratnya sebagai manusia yang hidup dalam dua dimensi yang selaras dan sebangun, yaitu dimensi jasmani dan ruhani. Menitikberatkan hanya pada satu sisi saja akan membuat ketidakseimbangan yang berakhir pada kegagalan manusia menemukan kebahagiaan yang sebenarnya sudah dia peroleh.
Untuk itulah, guna menyeimbangkan dua hal itu, potensi kecerdasan spiritual tersebut perlu digali dan dikembangkan, sebagaimana potensi
intelektual dan jasmani juga dengan optimal dikuatkan. Banyak sudah perusahaan yang memasukkan spiritual training dalam program pengembangan karyawannya. Seiring kesadaran untuk membangun karakteristik karyawannya menjadi lebih humanis, produktif, dan sekaligus religius. Sehingga output yang diharapkan adalah nuansa kerja yang aktif, dinamis, egaliter, jujur, penuh dengan semangat kerja sama, saling membantu, dan bertanggung jawab.
Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan sebelum melaksanakan spiritual training. Di antaranya adalah aspek psikologis para peserta spiritual itu sendiri. Sebab tujuan pelatihan ini adalah menyalakan kembali nilai spiritual yang secara fitrah sudah ada dalam diri setiap manusia. Jangan sampai justru nyala spiritual itu justru padam, misalnya karena peserta pelatihan merasa malu belum bisa melakukan beberapa ritual ibadah. Maka lihat dan telitilah program sipiritual training yang ditawarkan lembaga
training kepada Anda. Apakah program-program pelatihannya mampu memberikan bimbingan spiritual atau malah sebaliknya.
Selanjutnya, training spiritual haruslah memberikan gambaran jelas mengenai impact yang bisa didapatkan peserta bagi kehidupan pribadinya maupun kariernya. Training spiritual seharusnya bisa menempatkan nilai-nilai agama sebagai sebuah gaya hidup yang mendukung dan mengembangkan kehidupannya di dunia dan akhirat kelak. Bukan sebagai sebuah ajaran yang terpisah, sehingga mengesankan bahwa agama hanyalah urusan tempat ibadah, doa, dan membaca kitab suci saja. Maka perlu diperhatikan juga adanya materi pelatihan yang memberikan gambaran itu. Bahwa kesuksesan di tempat kerja berbanding lurus dengan kesuksesan nilai spiritual kita. Menghadirkan pembicara/trainer langsung dari tokoh agama yang sukses dan dunia bisnis maupun kehidupannya adalah salah satu hal yang bisa dilakukan untuk memberikan gambaran tersebut. Sehingga para peserta pelatihan meyakini bahwa agama tidaklah bertolak belakang dengan produktifitas dan kesuksesan yang akan diraihnya.
Tuhan telah memberikan empat anugerah terindah kepada kita sebagai bekal hidup dan mengembangkan diri kita sebagai wakil-Nya di bumi. Keempat anugerah itu adalah: naluri, indera, akal, dan agama. Tugas kita adalah mensyukuri semua anugerah itu dengan mengoptimalkan penggunaanya, untuk mendukung semua tugas kita, sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Selamat mengikuti training spiritual.***
Disampaikan oleh:
ADVERTORIAL
22 TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010
TRAINING & DEVELOPMENT
DALAM sebuah perjalanan Pasuruan-Probolinggo-Jember,
berkali-kali bus yang saya tumpangi dihentikan oleh masyarakat.
Dengan dialek Madura yang kental mereka meminta dana
pembangunan masjid. Lalu setiap kali berhenti saya mencoba
menghitung. Subhanallah, sekitar 67 masjid sedang dibangun.
OASIS
photo: www.timesonline.typepad.com
Tapi hal ini memang dilakukan untuk
menjaga profesionalisme.
Dari mulai membangun kantor kecil di ping-
giran kota Ponorogo, BPR itu terus bergerak
dan menyebar. Berkembang di hampir setiap
kecamatan di kabupaten Ponorogo. Modal-
nya? Tentu saja selain menyertakan modal
dari kantor lama juga kembali dari saham
anggota ormas. Dengan profesionalisme
dadakan dalam lingkup lokal, ternyata BPR
itu kini memiliki aset hampir Rp 50 miliar.
Untuk ukuran BPR di sebuah kota kecil ini
luar biasa. Bisa Anda bayangkan berapa
deviden yang diterima para pemegang
sahamnya sekarang?
Ormas itu lalu melebarkan lagi bisnisnya.
Melihat ritel-ritel nasional mulai masuk
Ponorogo, majlis ekonomi ormas itu berikhtiar
membuat toko swalayan. Namanya Suryamart.
Kembali penggalangan dana dilakukan
dengan cara menawarkan saham. Punya
pengalaman sukses mengembangkan BPR,
kali ini penggalangan dana lebih mudah.
Dengan penanganan yang amanah, dalam
sepuluh tahun sudah ada lima belas cabang
toko swalayan di setiap kecamatan. Saat ini,
Suryamart berhasil menguasai empat puluh
persen pusat perkulakan barang di Ponorogo.
Lebih lanjut dalam perkembangannya
ormas itu membangun jaringan informasi
berupa stasiun radio lokal. Lewat radio
mereka menyuarakan dakwah dan sekaligus
memasarkan unit usahanya. Tidak mau
uangnya menguap begitu saja, keuangan
dari semua unit bisnis diinvestasikan di BPR.
Timbal baliknya, BPR mengeluarkan
semacam kartu debet yang bisa digunakan
untuk berbelanja di Suryamart, juga untuk
berobat di RSI yang mereka kelola. Sebuah
upaya pengamanan aset dan loyalitas
pelanggan yang jitu. Dari pengoptimalan
dana umat itu juga mereka bisa terus
membiayai puluhan lembaga pendidikan.
Dan, mereka membangun masjid. Ya, saya
ingat masjid itu megah. Lengkap dengan
sarana perpustakaan pula. Masjid itu pun
makmur oleh jamaah. Mereka membangun-
nya tanpa harus “mengemis” di pinggir jalan,
mencegat kendaraan-kendaraan lewat.
Saya teringat kata-kata Emha Ainun Najib,
“Saya benci pengemis dan peminta-minta
itu. Karena gara-gara dia, saya memberi
sedekah karena kasihan, bukan karena
Allah”
Wallahu'alam.***
Membangun Masjid
Luar biasa. Tapi dengan cara-cara
mereka mencari sumbangan itu jujur
saya terganggu. Meskipun mereka
mengembel-embelinya dengan kata seikhlas-
nya. Plus dalil Allah akan membangunkan
rumah di surga buat siapa saja yang
membangun masjid di dunia. Saya tahu dan
mengamininya, tapi tetap saja merasa ter-
ganggu dengan cara-cara itu. Juga, muncul
pertanyaan seberapa efektifkah pembangunan
masjid-masjid itu untuk umat? Seberapa
banyak jamaah yang hadir di sana? Mengapa
sih mereka memaksa untuk “mufaroqoh”
dari masjid lama dan ngotot membangun
yang baru?
Pikiran saya kemudian terbang ke kampung
halaman di Ponorogo. Di sana, sebuah ormas
Islam memiliki unit pengembangan ekonomi.
Awalnya mereka mendirikan unit layanan
kesehatan dan pendidikan. Kemudian, sejak
tahun 1990-an mengembangkan sayap
ekonominya dengan membuka sebuah BPR
konvensional. Modal awalnya 500 jutaan.
Didapat dari penawaran saham anggota.
Sebuah cara penggalangan dana yang unik
untuk masa itu oleh sebuah ormas Islam.
TALENTA Edisi 01 Tahun I - Juli 2010 23
MENGAPA PELATIHAN INI PENTING?
1. Pemahaman mengenai Citra Diri dan Kesalehan
Professional
2. Pemahaman mengenai Ethos Kerja Islami
3. Pemahaman mengenai spiritual Building
4. Pemahaman mengenai Team Work / Team Building
5. Pemahaman mengenai Achievement Orientation
6. Pemahaman mengenai Professional Attitude
MATERI APA SAJA YANG AKAN DIDAPATKAN PESERTA?
DENI TRIESNAHADI (ABU SYAUQI)– Komisaris PT Citra Niaga Abadi,– Founder Rumah Zakat – Trainer yang berpengalaman
FASILITATOR
METODE PELATIHAN1. Presentasi 2. Role Play3. Studi Kasus4. Tilawah & Muhasabah
5. Qiyamullail6. Kuliah Shubuh 7. Outbound
DEDI ACHMAD SANTIKA, MM– Direktur Utama PT Talenta Insan Gemilang,– Trainer, Motivator, & Konsultan
ACEP LU’LU’IDDINKetua Dewan Pembina Rumah Zakat
Insan GemilangSPIRITUAL BUILDING
Peningkatan kompetensi SDM harus diikuti dengan peningkatan spiritualnya sehingga akan memunculkan pribadi-pribadi
yang memiliki mental pejuang dan bekerja tidak hanya untuk materi semata, namun mereka akan bekerja untuk mengabdi
kepada Sang Pencipta, melayani sesama, mengaktualisasikan diri serta berkomitmen terhadap profesionalisme.
Spiritual Building & High Motivation Training adalah pelatihan yang dikemas sedemikian rupa sehingga pada tujuan akhirnya
adalah mencetak sumber daya manusia yang berkualitas secara duniawi dan akhirat. Pelatihan ini menitikberatkan pada
bagaimana karyawan itu sebaik-baiknya menjalankan pekerjaannya dan amalan ibadahnya.
Durasi : 3 (tiga) hari
Peserta : Supervisor dan karyawan baru,
maksimal 30 orang peserta
DURASI DAN PESERTA
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
rdCNA Building 3 Floor Jl. Gatot Subroto No. 71 A Bandung Telp. : 022-87340270, Fax. : 022-87340271 e-mail : [email protected]
atau TH Rustaman, Telp. 081.3210.11.812 / 022-70021102
PT TALENTA INSAN GEMILANG
PT. BPR DUTA PASUNDANBANK PERKREDITAN RAKYAT
Jl. Koposayati No. 258A Bandung Telp. (022) 5402140/5410733; Fax. (022) 5402140
S O L U S I U T A M Awww.niagateknologi.net
PT. Bank Perkreditan Rakyat
BUMI BANDUNG KENCANAJl. Melong Asih 30 Cijerah, Cimahi Telp. (022) 6016018 Fax. (022) 6031054