#magelangsidetrip
DESCRIPTION
#magelangsidetrip adalah project dadakan, untuk mengeksplorasi Magelang yang memiliki banyak sekali pesona tersembunyi. Magelang bukan hanya Borobudur saja.TRANSCRIPT
#magelangsidetrip
another way to enjoy, another story about and another place to visit..
All cover photos by : @noerazhka
Magelang, daerah yang dulu menjadi pusat Imperium Mataram, yang
pernah menjadi kerajaan besar besar di Jawa.
Dengan riwayat kesejarahan yang begitu panjang, Magelang memiliki
banyak sekali objek-objek menarik seperti yang paling terkenal
adalah Mahakarnya Wangsa Syailendra, Candi Borobudur.
Akan tetapi disamping objek yang sudah sangat terkenal tersebut, dan
disinilah project #magelangsidetrip ini diluncurkan. Kumpulan
destinasi tentang Magelang, yang ditulis oleh orang-orang Magelang
dan bisa dijadikan pegangan anda saat mengunjungi Magelang.
Borobudur oleh Kassian Chepas. Koleksi Tropen Museum.
Prasasti Mantyasih Prasasti yang begitu penting ini adalah cikal bakal berdirinya Magelang
yang berangka tahun 907M . Ditemukan di desa Matesih/Meteseh, prasasti ini juga disebut sebagai Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu. Memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung karena pembuatan prasasti ini sebagai upaya untuk melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah. Selain itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa desa Mantyasih ditetapkan Raja Balitung sebagai daerah bebas pajak atau disebut sebagai daerah perdikan. Keberadaan Gunung Susundoro dan Wukir Sumbing pun turut disebutkan dalam prasasti ini.
Mantyasih sendiri dapat diartikan “beriman dalam cinta kasih”. Desa
Mantyasih ditetapkan sebagai daerah sima atau perdikan karena jasa lima orang patih yang menjaga wilayah ini dari gangguan becu ataupun begal. Desa Mantyasih pada masa itu terletak di tengah-tengah jalan raya yang menghubungkan dataran tinggi Dieng dengan Pranaraga yang saat ini disebut Ponorogo. Jalan raya tersebut menghubungkan Dieng-Wonosobo-Parakan-Magelang-Yogyakarta-Prambanan-Wonogiri-Pranaraga.
Dalam Prasasti Mantyasih terdapat penyebutan angka 829 Caka bulan
Caitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungle, Pasaran Umanis hari Senais Scara, atau Hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907M, dimana hari tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Magelang. Di lokasi sekarang hanya tersisa Lumpang bekas dudukan prasasti seperti pada gambar.
Oleh : Piti Pitayani Foto : tarabuwana.blogspot.com
Sop Senerek “Bu Atmo” Yang khas dari Magelang, mengadaptasi citarasa Netherlands.
Membincangkan kuliner di Kota Magelang memang seolah tidak ada habisnya. Sop Senerek “Bu Atmo” ini adalah salah satunya. Warungnya sederhana, terletak di Jalan Mangkubumi (Jendralan) atau tepat di sebelah Selatan Kompleks Kantor eks-Karesidenan Kedu. Sop Senerek “Bu Atmo” ini cukup legendaris, mengingat eksistensinya yang sudah lebih dari 40 tahun dan tidak pernah sepi dari pengunjung. Sop Senerek sendiri sebenarnya merupakan adaptasi dari masakan khas Belanda, yaitu Snert atau sop kacang polong hijau. Berhubung lidah orang Jawa kurang cocok dengan kacang polong hijau, maka keberadaannya digantikan dengan kacang merah. Begitu pula dengan pengucapannya, lambat laun berubah dari Snert menjadi Senerek. Sop Senerek “Bu Atmo” sangat mengundang selera makan. Bagaimana tidak, bayangkan nasi putih diguyur kuah sop panas berwarna gelap, butiran kacang merah dan irisan wortel yang empuk, beberapa iris babat sapi dan helaian daun bayam berwarna hijau segar terhidang di depan mata. Wah, air liur saya menitik membayangkan kenikmatannya. Agar kenikmatan makan Sop Senerek ini menjadi sempurna, jangan lupa pesan Es Beras Kencur. Super segar !
Untuk merasakan citarasa khas ini, kita hanya perlu mengeluarkan Rp. 10.000 untuk seporsi Sop Senerek komplit. Murah, kan ?
Jika ingin icip-icip menu lain, Bu Atmo punya beberapa pilihan, seperti Balado Telur Ceplok, Tahu dan Tempe Bacem, Mangut Lele dan aneka makanan tradisional lainnya. Rasanya pun sama nikmatnya dengan Sop Senerek.
Oke, selamat berwisata kuliner ..
Oleh : Nur Azizah Eka Wardhani . Foto : KabarMagelang.com
MakamPa Van Der Steur
Tersembunyi di balik deretan ruko Jalan Ikhlas yang
merupakan salah satu pusat ekonomi Kota Magelang dan
riuhnya kendaraan yang lalu lalang mengingat Jalan Ikhlas
adalah salah satu jalan protokol di Kota Magelang, terdapat
sebuah kompleks pemakaman yang masih utuh dan terawat
rapi hingga kini.
--
Makam tersebut adalah Makam Pa Van Der Steur. Pa Van
Der Steur memiliki nama lengkap Johannes Van Der Steur.
Lahir pada 10 Juli 1865 di Harleem, Negeri Belanda. Datang
di Magelang pada 10 September 1892 sebagai seorang
rohaniwan bagi tentara kolonial Belanda, kemudian karena
panggilan hatinya beliau mendirikan panti asuhan Oranje
Nassau di Magelang.
Panggilan “Pa” adalah kependekan dari Papa. Yang
diucapkan oleh keempat anak asuh pertama Johannes Van
Der Steur. Sejak itu sejarah mencatat bahwa nama beliau
harum dikenang dengan nama Pa Van Der Steur.
Kompleks panti asuhan Oranje Nassau sangat luas, saat itu
termasuk yang terluas di Indonesia dengan luas mencapai 5
hektar. Lokasinya terletak di samping Kantor Karesidenan
Magelang.
Panti Asuhan ini tergolong panti asuhan besar dan
mendapatkan pengakuan dari Kerajaan Belanda. Di awal
berdirinya, hanya 4 anak yatim piatu yang ditampung di panti
asuhan ini dan berkembang menjadi 1.100 anak pada tahun
1941. Atas banyaknya anak asuh tersebut pemerintah kolonial
secara berkala memberi bantuan 1100 gulden setiap bulannya
sejak tahun 1897.
Panti Asuhan ini menerima anak asuh putra dan putri,
awalnya anak asuh putra diurus Pa Van Der Steur dan anak
asuh putri diurus oleh adiknya, Marie Van Der Steur. Namun
pada 1902, Marie terserang sakit dan harus kembali ke negeri
Belanda. Di Tahun 1903 pun Pa Van Der Steur juga terserang
sakit dan harus kembali ke Belanda untuk sementara waktu.
Hal itu menyulitkan kondisi panti asuhan, sepulang Pa dari
negeri Belanda. Pa merasa membutuhkan seorang pengurus
wanita untuk mengurus anak asuhnya. Kemudian terpilihlah
Anna Maria Zweger yang menerima tugas tersebut. Kelak pada
4 April 1907 mereka menikah pasangan tersebut dikenal
sebagai Pa Van Der Steur dan Moe Van Der Steur.
Mereka berdua bersama-sama mengurus panti asuhan 29
tahun lamanya sampai ketika Moe Van Der Steur meninggal
dunia pada 1936. Pa sangat berduka pun begitu dengan ribuan
anak-anak asuhnya. Pa kehilangan teman hidup, teman
berjuang dan keadaan Panti Asuhan pun menjadi sulit.
Keadaan Panti Asuhan semakin sulit, ditambah dengan
kedatangan Jepang yang menjebloskan Pa ke dalam penjara
selama 3 tahun. Hal inilah yang menyebabkan kondisi Pa
semakin memburuk dan akhirnya beliau meninggal karena
fisiknya yang lemah dan penyakit yang dideritanya pada 16
September 1945, sebulan setelah Indonesia merdeka.
Ribuan anak asuhnya bersedih dan turut mengantarkan Pa ke
peristiharatan terakhirnya. Pa disemayamkan di Kerkhoff
Magelang, di kaki Gunung Tidar yang tenang.
--
Mencari makam Pa Van Der Steur cukup susah karena
sepanjang Jalan Ikhlas sekarang sudah menjadi toko. Pasca
Indonesia Merdeka, pemerintah mengubah Kherkoff /
Pemakaman Belanda menjadi kompleks ruko.
Cukup disayangkan memang, yang tersisa hanyalah gerbang
Kherkhoff dan makam Pa. Makam Pa tidak ikut digusur,
bahkan diberikan tempat khusus mengingat jasa-jasa Pa sebagai
filantrop di Magelang.
Untuk menemukannya, bisa menanyai penjual sarang semut di
Jalan Ikhlas. Dia akan memberikan kontak pengurus makam
Pa. Makam Pa dirawat dan diurus dengan sangat baik oleh
keturunan anak-anak asuh Pa.
Begitu memasuki kompleks makam, pemandangannya sungguh
syahdu. Kompleks makam khas kolonial Belanda yang masih
begitu terjaga, mengingatkan saya pada 7 Ereveld di Indonesia.
Ibu pengurus yang tinggal di Kalinegoro mengantarkan
berkeliling makam dan menunjukkan makam Pa Van Der Steur.
Beliau menuturkan, sedikit aneh jika orang awam mengunjungi
makam ini, karena biasanya yang berkunjung adalah para
keturunan anak asuh Pa Van Der Steur untuk berziarah.
Dibentengi tembok tinggi dan kios-kios, disini terasa syahdu.
Sangat kontras dengan suasana di luar makam. Namun yang
membuat saya terkesan adalah bagaimana para penerus anak
asuh Pa merawat makam dengan begitu rapi, begitu bersih dan
begitu indah.
Hal ini menunjukkan penghargaan yang luar biasa atas jasa-
jasa Pa Van Der Steur. Dan disinilah berada salah satu keping
sejarah Kota Magelang yang mungkin sudah terlupakan.
Oleh : Farchan Noor Rachman
Foto Pa :
Toto Haryanto / Kota Toea Magelang
Foto Kherkoff : Rifqi Fauzia Nurhayati
Referensi sejarah :
http://pavdsteur-orphanage.orgfree.com/sejarah.php
Sumber Foto : http://nrmnews.com/2011/04/21/candi-umbul-pemandian-air-hangat-dengan-cita-rasa-sejarah-2/
Historical Hot Spring
Magelang, kota sejuk yang berada tengah Propinsi Jawa Tengah ini memiliki banyak situs warisan masa lalu. Seperti yang terusrat
dalam sejarah, ratusan tahun lalu pada masa kerajaan Mataram Kuno, Dinasti Syailendra menjadi penguasa kawasan ini. Begitu
banyak situs peninggalan bersejarah dari masa lalu. Diantaranya yang sudah terkenal, Candi Borobudur, Candi Pawon dan Candi
Mendut. Namun terletak jauh di utara Magelang, terdapat situs lainnya yaitu pemandian Candi Umbul. Berada di desa Kertoharjo,
Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang.
Candi Umbul tidaklah berbentuk sebuah candi pada umumnya, melainkan sebuah kolam pemandian air hangat kuno dari batu
andesit yang berada tak jauh dari tepian Sungai Elo. Konon, Candi Umbul merupakan pemandian para keluarga kerajaan setelah
melakukan ritual ataupun sekedar beristirahat. Beberapa patung dan baru berukir berjajar di pinggir kolam. Relief hewan, manusia
dan tumbuhan menghiasi batu-batu di pemandian. Dinamakan Candi Umbul karena dari dasar kolam terdapat gelembung-
gelembung udara yang menyembul ke permukaan. Orang Jawa menyebut gelembung yang naik itu “mumbul” dan tersebutlah
istilah umbul. Air hangat di kolam ini mengandung kadar belerang yang relatif rendah. Banyak masyarakat percaya, mandi disini
dapat menghilangkan penyakit kulit dan menyembuhkan rematik. Namun jangan lupa, kita harus percaya bahwa semua atas
kehendak Yang Maha Kuasa.
Pengelolaan Candi Umbul saat ini dikendalikan oleh pemerintah daerah dibawah pengawasan balai pelestarian dan perlindungan
cagar budaya. Harga tiket masuknya pun sangat terjangkau. Mesipun lokasinya cukup terpelosok, namun untuk menuju kesini
cukup mudah. Dari Magelang dapat menggunakan bus jurusan Magelang-Grabag, lanjut naik angkutan umum menuju ke Candi
Umbul. Atau dapat juga menggunakan jasa ojek dari terminal Grabag. Apabila dari arah Semarang, ketika sampai di daerah
Pringsurat, sebelah kiri jalan ada jalan kecil menuju Candi Umbul. Tidak perlu khawatir, karena papan penunjuk lokasi cukup jelas.
Rileks menikmati hangatnya air di pemandian Candi Umbul sambil bercengkerama bersama teman atau keluarga di akhir pekan
dapat menjadi alternatif liburan yang murah, edukatif dan tentunya menyenangkan. Selamat berendam
Oleh : Fahmi Anhar
A Forgotten Bunker Kumuh, Gelap, Horror dan Di depannya menjadi
tempat menyimpan gerobak. Tempat ini ditakuti oleh penduduk sekitar dan mereka segan untuk masuk. Sebenarnya tempat apakah ini?
Sesungguhnya ini adalah Bunker, masyarakat
menyebutnya Gua Jepang. Berlokasi di Kwarasan, Kota Magelang. Bunker ini memanjang dari samping gedung Koramil sampai Karesidenan.
Walaupun dinamai Gua Jepang, sesungguhnya
bunker ini sesungguhnya adalah sebuah bunker yang dibuat atas peraturan dan kebijakan Belanda tahun 1935 yang mewajibkan setiap rumah atau beberapa rumah untuk membuat bunker sebagai tempat perlindungan bawah tanah.
Oleh : Anglir Kanaka. Foto : Farchan Noor Rachman
Topeng Ireng
Pria bermake up wajah warna warni dan mahkota bulu burung ini
bukan orang Indian. Dia adalah orang Magelang, seorang penari
dalam kesenian Topeng Ireng.
Topeng Ireng sendiri adalah akronim dari kata Toto Lempeng
Irama Kenceng.. Yang menjadi ciri khas tarian ini, yaitu penarinya
berbaris lurus dalam barisan dan menari sesuai irama.
Kesenian ini diduga muncul pada zaman Kolonial Belanda, dimana
saat itu Belanda melarang masyarakat pribumi berlatih silat, oleh
sebab itu silat dialihkan dalam bentuk tarian topeng ireng ini.
Kesenian ini sendiri tumbuh subur di daerah lereng Gunung
Merbabu. Dan menjadi daya tarik tersendiri karena kostumnya yang
berwarna – warni dan gerak tarinya yang rancak.
Oleh : Farchan Noor Rachman
Foto : Farchan Noor Rachman
Kwarasan
Itulah mengapa disebut Kwarasan, dari kata
Waras, Sehat. Kawasan ini kemudian
menjadi contoh kompleks pemukiman sehat di
era Kolonial Belanda.
Rumah-rumah karya Thomas Kartsen masih
terjaga hingga sekarang, namun sayang
beberapa rumah dipugar menjadi bentuk baru
dan tidak menyisakan bentuk aslinya.
Oleh : Anglir Kanaka
Foto:
http://yogyakarta.panduanwisata.com/jawa-
tengah-2/magelang/kampung-kwarasan-bekas-
perkampungan-kolonial/
Kota Toea Magelang
Siapa sangka kampung yang berada di tengah kota
Magelang ini adalah merupakan Kompleks
perumahan yang berada di tengah kota Magelang ini
adalah contoh rumah sehat yang dibangun tahun
1937-1938.
Kampung asri dan sehat pada masanya ini adalah
hasil karya rancangan arsitek termashur Hermas
Thomas Kartsen yang piawai menerapkan ilmu
dengan baik pada bangunannya, yang sangat
disesuaikan pula dengan kondisi daerah di
sekitarnya.
Kwarasan
Candi Ngawen
Era Imperium Mataram bisa dibilang era dimana jaman kejayaan arsitektur kuno. Para insinyur-insinyur di masa itu membangun banyak bangunan monumental dengan menumpuk batu dan merekatkan dengan putih telur. Era dimana belum ada semen, namun mampu membuat mahakarya seperti Borobudur.
20 menit ke arah timur dari Borobudur, di Ngawen, Muntilan. Terdapat salah satu peninggalan insinyur era Imperium. Disitu terdapat kompleks percandian yang terdiri dari 5 candi, namun sayangnya kondisi sekarang hanya tampak 1 candi yang bisa dibilang utuh. 4 lainnya tinggal puing-puingnya.
Candi ini adalah candi Budha yang dibangun abad ke 9, ditandai dengan stupa berbentuk genta dan patung Budha dalam posisi duduk Ratnasambhawa di tengah candi. Jika ingin merasakan suasana lain dari candi-candi di Magelang. Datanglah ke tempat ini. Candi di tengah persawahan nan hijau dan perkampungan yang sepi.
Oleh : Farchan Noor Rachman
Foto : Astri Apriyani / @atre7
Jika ada pertanyaan tentang ruang terbuka publik yang paling populer di Kota Magelang, selain Alun-Alun, saya rasa kita akan sepakat menyebut Taman Bada’an.
Taman bermain yang terletak di antara Jalan Pahlawan dan Jalan Ade Irma Suryani ini selalu ramai dikunjungi warga, terutama menjelang sore hari. Anak-anak kecil bersuka ria memainkan aneka macam permainan, sementara para orang tua menunggui sambil menyantap aneka macam jajanan yang dijual di pinggirannya
Seperti apa sih Taman Bada’an itu ?
Dulu, Taman Bada’an adalah sehampar tanah lapang dengan beberapa patung hewan berdiri di atasnya, seperti gajah, jerapah, kuda nil, harimau dan badak. Nah, menurut almarhum Ayah saya, patung badak itulah yang menjadi asal muasal nama Taman Bada’an.
Selain patung hewan, Taman Bada’an juga punya beberapa ayunan, perosotan, jungkat-jungkit dan kotak pasir. Seru sekali rasanya berebutan berbagai permainan itu dengan teman sebaya. Tak lupa, sebuah kolam teratai menghiasi bagian tengah Taman Bada’an. Kuntum teratai putih selalu ada,
sementara sebidang daunnya yang menjuntai di atas permukaan air yang tenang.
Itulah Taman Bada’an di masa lalu.
Kini, Taman Bada’an turut berdandan seiring perkembangan jaman. Kita tidak hanya akan menjumpai patung-patung hewan dan aneka jenis permainan konvensional.
Sebutlah komedi putar, bianglala, odong-odong atau arena mandi bola, semua telah tersedia di Taman Bada’an, meski bukan dalam ukuran yang sebenarnya, semua serba mini.
Ah, tapi cukup lah menambah meriah suasana Taman Bada’an. Selain itu, sekarang penjual aneka jajanan berjejer rapi di pinggiran taman. Ada satu jajanan yang sangat khas di Taman Bada’an, yaitu Bakso Krikil alias bakso dengan ukuran mini. Penampakannya unik dan rasanya enak !
Jadi, menyempatkan mampir ke Taman Bada’an saat berkunjung ke Kota Magelang bisa masuk agenda ya. Wisata bermain, sekaligus wisata kuliner yang murah meriah.
Oleh : Nur Azizah Eka Wardhani
Foto : http://www.kabarharian.com/pesona-taman-badaan-di-kota-magelang/
Taman
B
ad
aa
n
Foto : FB Kota Toea Magelang
Toko Bie Sing Ho
Salah satu toko tertua di Magelang yang masih eksis sampai saat ini adalah toko Bie Sing Ho. Toko ini ada sejak sekitar tahun 1945 sampai sekarang.
Eskrim, minuman, roti dan kue adalah aneka ragam yang dijual disini. Sampai sekarang cita rasanya tidak berubah.
Sesekali waktu, toko ini di kunjungi wisatawan asing untuk sekedar duduk dan menikmati suasana toko maupun bernostalgia menikmati suasana Magelang.
Berlokasi di Jalan A. Yani No. 41, Magelang. Toko ini akan membawa anda ke masa lalu dimana toko ini berdiri.
Oleh : Anglir Kanaka
Foto : Anglir Kanaka
Babadan Foto disamping adalah saat presiden pertama RI,
Soekarno berkunjung ke Babadan. Konon ceritanya, saat
menuju Babadan mobil Bung Karno meraung-raung
melahap tanjakan demi tanjakan sampai ke Babadan.
Babadan sendiri adalah pos pengamatan Gunung Merapi
yang berlokasi di Desa Babadan, Dukun, Kab. Magelang.
Di bangunan tersebut puncak Merapi terlihat sangat
jelas.
Terdapat pos pengamatan, alat pemantau gempa juga
bunker yang bisa digunakan untuk evakuasi apabila
sewaktu-waktu Merapi meletus.
Oleh : Farchan Noor Rachman
Foto : Wongibor Bodho / Kota Toea Magelang & Antara.
Semanggi
Salah satu spot wisata kuliner di Magelang adalah Es Semanggi. Depot ini terletak di basement/parkiran Matahari dept store Alun-alun timur. Wujudnya hanya sebuah warung kecil di pojokan basement yang membaur dengan parkiran sepeda motor dan mobil. Tapi jangan under estimate dulu, meskipun warung ini kecil dan "ngumpet" tapi bisa dibilang inilah salah satu hidden treasure culinary-nya Magelang. Selain disitu, Es Semanggi juga punya cabang di Jalan Ahmad Yani, Kedungsari Magelang, depan Radio Polaris. Letaknya yang berada d jalan besar membuat cukup mudah untuk mencapai warung ini baik dengan angkutan umum maupun kendaraan pribadi. Konon ceritanya, pada tahun 60-an, Es Semanggi dijajakan pertama kali menggunakan gerobak di bawah pohon asem, depan Kelenteng di pojokan alun-alun. Kini usaha turun temurun ini sudah diteruskan oleh generasi ketiga. Dan yang membuat banyak orang heran (termasuk saya) adalah, dari dulu sampai sekarang, cita rasa berbagai macam minumannya tidak pernah berubah. Masih saja sama dan otentik. Mungkin karena resep yang selalu terjaga.
Berbagai macam menu dan rasa es ditawarkan. Ada es kelapa muda yang disajikan dengan santan segar, es tape hijau, es cendol, es roti, soda gembira dan es plered yang merupakan menu andalan dari depot es Semanggi. Plered terbuat dari tepung beras dan tepung kanji yang kemudian diolah dan dibentuk kecil-kecil berbentuk unik. Plered yang dicampurkan dalam larutan gula aren, ditambahkan santan dan es serut menjadi menu favorit dari para pengunjung dan penikmat es Semanggi ini. Di warung ini juga terdapat banyak jajanan & cemilan pendamping minum es. Mulai dari tahu susur/tahu isi, tempe goreng, risoles, martabak mini, rempeyek kacang, rempeyek paru, emping manis, dan lain-lain. Masalah harga? Waaahh jangan khawatir. Harga berbagai macam es tersebut berkisar antara Rp. 1.500 – Rp. 6.500 per gelas. kalau harga jajanannya berkisar antara Rp. 500 – Rp. 2.500 per biji. Jadi, dengan berbekal Rp. 10.000,- saja dijamin anda sudah kembung hahaha. Monggo silakan mampir kalau pas berkunjung ke Magelang. Dijamin “mak nyuuuss” Oleh : Fahmi Anhar. Foto : Fahmi Anhar.
The icon of Magelang, Merapi and Merbabu. Most of Magelang people, believe that the mountains are couple. They keep each other, living together in harmony till the end of time.
Taken from Stumbu. Borobudur
The contributor..
Azizah, pemudi asli Magelang yang jatuh cinta setengah mati pada dunia traveling, jeprat jepret & tulis menulis.
berkicau di @noerazhka dan meracau di noerazhka.com
Fahmi pemuda asli Magelang yang juga seorang backpacker sekaligus banker. Pemenang Nescafe Journey dan berkesempatan mengunjungi NTT.
berkicau di @fahmianhar dan meracau di fahmianhar.wordpress.com
Anyelier, seorang pemudi yang aktif di Komunitas Kota Toea Magelang serta Stand Up Comedy Magelang.
berkicau di @aanyelier
dan meracau di aanyelier.wordpress.com
0
Piti, seorang pecinta alam asli Magelang. Sementara ini hidup di 3 kota. Magelang - Jogja - Solo
berkicau di @pitipitayani
Farchan, seorang traveler asli Magelang dan sedang merantau di Garut. Terpilih menjadi salah satu petualang ACI 2011 Detik.com.
berkicau di @efenerr dan meracau di efenerr.wordpress.com
0
sangat simple alasan saya untuk membuat e book ini. hanya ingin
menyampaikan bahwa Magelang tak hanya Borobudur saja.
ada sudut-sudut kecil di Magelang yang mempesona, perlu dan
wajib dikunjungi. harapan saya, karya kecil ini bisa menjadi
pemicu karya besar selanjutnya yang berguna untuk Magelang.
terima kasih untuk : Mbak Zizah, Mas Fahmi, Anye dan Piti
untuk kerjasamanya dan mau meluangkan waktunya demi 1-2
paragraf tulisan untuk mewujudkan ide ini.
9 November 2012.
Farchan Noor Rachman / @efenerr