lp meningitis.docx

30
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN MENIGITIS BAGIAN ANAK AR- RAHIM RSUD. HAJI MAKASAAR NAMA : USWAHTUN HASANAH. S NIM : 70300110113 KELOMPOK : 1 MENGETAHUI CI INSTITUSI CI LAHAN

Upload: uswah77

Post on 03-Jan-2016

44 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN MENIGITIS BAGIAN ANAK

AR-RAHIM RSUD. HAJI MAKASAAR

NAMA : USWAHTUN HASANAH. S

NIM : 70300110113

KELOMPOK : 1

MENGETAHUI

CI INSTITUSI CI LAHAN

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2013

KONSEP DASAR MEDIK

A. Definisi

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi

otak dan medulla spinalis) dan di sebabkan oleh virus, bakteri atau organ-

organ jamur. Meningitis selanjutnya di klasifikasikan sebagai sepsis, asepsis

dan tuberkolosa.

Infeksi meningeal umumnya dihubungkan satu atau dua jalan : melalui

satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti

selulitis atau penekanan langsung seperti didapat setelah cedera traumatic

tulang wajah. Dalam jumlah kecil beberapa kasus merupakan iatrogenic atau

hasil sekunder prosedur infasif (seperti fungsi lumbal) atau alat-alat infasif

(seperti alat memantau TIK).

B. Etiologi

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi

kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti

fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang.

Penyebab lainnya :

1. Bakteri akut (pirogenik)

Neonatus : E.coli, Streptococus, Proteus milabilis,

Pseudomonas, Listeria monosytogenes.

Anak-anak <5 tahun : Nisseria meningitidis, Streptococcus

pneumoniae, H. influenza b(penyebab paling sering di Negara

tanpa program vaksinasi Hib)

Anak-anak > 5 tahun dan orang dewasa <50 tahun : N.

meningitidis. S. pneumoniae.

Orang dewasa >50 tahun : S. pneumonia, L. monocytogenes.

2. Viral (aseptic)

Enterovirus, MUMPS (jarang di Negara maju akibat vaksinasi

rutin pada anak-anak), arbovirus (di beberapa Negara).

Human Immunodeficiency Virus (HIV), Herpes simplek virus 2

(HVS-2) (tidak sering, Herpes zoster, adenovirus.

C. Patofisiologi

Meningitis bakteri dimulai dari infeksi dari orofaring dan diikuti

dengan septicemia, yang menyebar kemeningen otak dan daerah medulla

spinalis bagian atas.

Faktor-faltor predisposisi mencakup infeksi jalan napas bagian atas

otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur

bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang

melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid

menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini

penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi

radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan

trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami

gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi.

Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis.

Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis

bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri

dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier

oak), edema serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum

terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal,

kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada

sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan

endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

D. Gambaran Klinik

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK.

Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala

dihubungkan dengan meningitis yang terlalu berat dan sebagai akibat dari

iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan

penyakit.

Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis

bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya

penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit,

demikian pula respon individu terhadap respon fisiologik. Manifestasi prilaku

juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik,

tidak respontif dan koma.

Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali

yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis :

1. Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal adanya upaya

untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme

otot-otot leher. Fleksi paksaan mengakibatkan nyeri berat.

2. Tanda kernig positif : ketika pasien dibaringkan dengan paha

dalam fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat di enktensikan

sempurnah.

3. Tanda brudzinki : bila leher pasien difleksikan, maka hasilnya

fleksi lutut dan pinggul, bila dilakukan fleksi pasif pada

ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama

terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

Demikian pula alasan yang tidak diketahui, pasien mengeluh

mengalami fotofobia atau sensitive yang berbebihan pada cahaya.

Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis.

Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kontikal yang peka. Tanda-tanda

peningkatan TIK sekunder akibat eksudat pirulen dan edema serebral terdiri

dari perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan

bradikardia), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan

tingkat kesadaran.

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pungsi lumbal yang segera dilakukan sangatlah penting. Jika dicurigai

terdapat peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal mungkin tidak

dilakukan.

2. Pewarnaan gram dan penghitungan sel, untuk membedakan antara

meningitis viral (limfositik) dengan meningitis bacterial (purulen).

3. Rontgen toraks kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra

kranial.

4. Penemuan antigen dalam CSS/darah (menggunakan countercurrent

immunoeloctrophoresis (CIE) atau aglutinasi Latex) bila pewarnaan Gram

negative pada meningitis piogenik.

5. Kultur virus dari feses, apusan tenggorok, dan CSS serta serologi virus

pada semua kasus meningitis aseptic.

6. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat

ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.

7. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi

bakteri)

8. Elektrolit darah : Abnormal.

9. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah

pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.

F. Komplikasi

1. Tromboflebitis CNS

2. Kerusakan dengan deficit neurologis fokal dan global

3. Kehilangan pendengaran

4. Hidrosefalus

5. Hematoma sebdural

6. Abses serebri

7. Sindrom Waterhouse Friederichsen (meningokokus)

8. Gangguan intelektual

9. Hemiparesis

10. Palsi saraf cranial.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang berhasil begantung pada pemberian antibiotic

yang melewati darah, barier otak ke dalam ruang subaraknoid dalam

konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri.

Cairan serebrospinal (CSS) dan darah perlu dikultur, dan terapi antimikroba

dimulai segera. Dapat digunakan penisilin, ampisilin atau khloramfenikol atau

satu jenis dari sefalosporin. Antibiotic ini digunakan jika diketahui strein

bakteri resisten.

Dehidrasi atau syok diobati dengan pemberian tambahan volume

cairan. Kejang dapat terjadi pada awal penyakit, dikontrol dengan

menggunakan diazepam atau fenitonin. Diuretic osmotic (seperti manitol)

dapat digunakan untuk mengobati semua edema serebral.

H. Pencegahan

Vaksin meningococcus sangat penting untuk epidemis controlling di

Negara ketiga dimana selalu terdapat infeksi meningococcus group A, dengan

epidemi setiap beberapa tahun. Imunitas yang didapat tidak bertahan

selamanya, dan akan berkurang dalam 3-5 tahun setelah vaksinasi.

Polisakarida grup C menghasilkan respon immun yang lebih rendah

dibandingkan dengan polisakarida grup A, dan mempunyai efek immunogenic

yang amat rendah pada anak dibawah usia 2 tahun. Immunoprofilaksis

terhadap infeksi meningococcus menggunakan vaksin polisakarida

quadrivalent (seregrup A, C, Y dan W 135). Pada infant, hanya komponen

vaksin meningococcus grup A yang menghasilkan protektif antibodi.

Vaksinasi hanya direkomendasikan untuk individu dengan resiko

tinggi, termasuk pengunjung negara dengan penyakit hiperendemik atau

epidemik, pada keadaan ledakan yang disebabkan oleh serogrup yang terdapat

dalam vaksin, orang-orang dalam barak militer, dan orang-orang dengan

resiko tinggi berupa defisiensi komponen terminal komplemen serta individu

yn telah mengalami splenectomy. Pada negara berkembang, penyebab infeksi

meningococcus adalah dari serogrup B. Kapsul polisakarida dari organisme

ini mempunyai immunogenisitas yang sangat rendah, sebab anti-B

polisakarida antibodi tidak bersifat bakterisidal di dalam komplemen manusia.

Untuk meningkatkan immunogenisitas dari polisakaridal serogrup B,

telah dikembangkan suatu polisakarida protein conjugate vaksin yang serupa

dengan conjugate vaksin haemophilus influenzae type B.

Saat ini terdapat 3 macam conjugate vaksin yaitu:

1. HbOC, dimana protein carrier berasal dari non toksigenik mutant dari

toksin diphteria yang berikatan dengan rantai pendek

oligosaccharida/OC dari polyribosylribitolphospate/PRP kasul

polisakarida haemophilus influenzae tipe B.

2. PRP-OMP, conjugate vaksin yang berisi outer membrane proteins dari

N. Meningitidis/OMP, yang berikatan dengan rantai PRP polymer.

3. PRP-D, berisi toksoid diphteria yang berikatan dengan rantai sedang

PRP polymer

Berdasarkan rekomendasi dari Immunization Practice Advisory

Committee (1991) dan Committee on Infectious Disease of the American

Academy of Pediatrics (1991), penggunaan vaksin tersebut adalah sabagai

berikut:

1. Seluruh bayi di imunisasi Hib conjugate vaksin (Hb-OC atau PRP-

OMP), dimulai pada usia 2 bulan. Pemberian dari vaksin dimulai sat 6

minggu. Pemberian imunisasi dapat bersamaan dgnjadwal imunisasi

lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksin diberikan secara

intramuskular pada tempat yang berbeda dengan menggunakan syringe

yang berbeda.

2. Bila menggunakan Hb-OC, pada infant usia 2-6 bulan diberikan 3

dosis dengan selang paling sedikit 2 bulan. Infant usia 7-11 bulan

diberikan 2 dosis dengan selang paling sedikit 2 bulan sebelum

mencapai usia 15 bulan. Booster diberikan saat usia 15 bulan paling

sedikit 2 bulan setelah dosis terakhir. Bila menggunakan PRP-OMP,

pada infant usia 2-6 bulan diberikan 2 dosis degan selang 2 bulan, dan

booster diberikan saat berusia 12 bulan. Anak usia 7-11 bulan

diberikan 2 dosis dengan selang 2 bulan, sedangkan anak usia 12-14

bulan diberikan single dose, pada kedua kelompok tersebut booster

diberikan saat usia 15 bulan, paling sedikit 2 bulan setelah dosis

terakhir. Pada kelompok usia dewasa diberikan single dose secara

subcutan. Vaksinasi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit

sebesar 90%, tetapi tidak cukup potent untuk mengurangi kasus

carrier.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Data Dasar Pengkajian

1. Biodata klien.

2. Riwayat kesehatan yang lalu

a. Apakah pernah menderita penyakit ISPA dan TBC ?

Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan

adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi

pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis

media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan

adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.

Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila

ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat

anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis

tuberculosa

b. Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?

c. Pernahkah operasi daerah kepala ?

3. Riwayat kesehatan sekarang

a. Aktivitas

Gejala : Perasaan tidak enak (malaise)

Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.

b. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK.

Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi

berat, taikardi, disritmia.

c. Eliminasi

Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.

d. Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.

Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa

kering.

e. Higiene

Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.

f. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang

terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia,

ketulian dan halusinasi penciuman.

Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan

halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis,

kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau

kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal

menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.

g. Nyeri/keamanan

Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal).

Tanda : gelisah, menangis.

h. Pernafasan

Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru.

Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

B. Penyimpangan KDM

Invasi kuman ke selaput otak

C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan b/d peningkatan tekanan intracranial.

Gangguan fungsi sistem regulasi Peningkatan TIK

Hipetermia

Gangguan metabolisme otak

Perubahan keseimbangandan sel netron

Difusi ion kalium dan

natrium

Gangguan persepsi

sensori

Peningkatan TIK

Gangguan kesadaran

Risiko trauma

fisik/injuri

Gangguan mobilitas

fisik

Gangguan perfusi jaringan

Berkurang koordinasi

otot

Kejang

Lepas muatan listrik

Intoleransi Aktifitas

Perubahan Status

Kesehatan

Kurang pengetahuan

tentang penyakit

Stresor

Cemas

Gangguan

rasa nyaman

Ansietas

Kurang informasi

2. Risiko tinggi terhadap trauma b/d kejang umum/fokal, kelemahan umum,

vertigo.

3. Gangguan persepsi sensori b/d hipetermi dan peningkatan TIK.

4. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan kesadaran.

5. Kurang pengetahuan tentang penyakit b/d keterbatasan informasi.

6. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.

D. Rencana Keperawatan/Intervensi

1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan

intrakranial.

Tujuan

Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit

Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil

Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rasa sakit kepala berkurang

Kesadaran meningkat

Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-

tanda tekanan intrakranial yang meningkat.

IntervensiRasional

1. Pasien bed rest total dengan posisi tidur

terlentang tanpa bantal

2. Monitor tanda-tanda status neurologis

dengan GCS.

3. Monitor intake dan output

4. Monitor tanda-tanda vital seperti TD,

Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati

pada hipertensi sistolik

5. Bantu pasien untuk membatasi gerak

atau berbalik di tempat tidur.

Kolaborasi

1. Berikan cairan perinfus dengan

perhatian ketat.

2. Monitor AGD bila diperlukan

pemberian oksigen

3. Berikan terapi sesuai advis dokter

seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika

1. Perubahan pada tekanan intakranial

akan dapat meyebabkan resiko untuk

terjadinya herniasi otak.

2. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih

lanjut.

3. Pada keadaan normal autoregulasi

mempertahankan keadaan tekanan darah

sistemik berubah secara fluktuasi.

Kegagalan autoreguler akan

menyebabkan kerusakan vaskuler

cerebral yang dapat dimanifestasikan

dengan peningkatan sistolik dan diikuti

oleh penurunan tekanan diastolik.

Sedangkan peningkatan suhu dapat

menggambarkan perjalanan infeksi.

4. Hipertermi dapat menyebabkan

peningkatan IWL dan meningkatkan

resiko dehidrasi terutama pada pasien

yang tidak sadar, nausea yang

menurunkan intake per oral

5. Aktifitas ini dapat meningkatkan

tekanan intracranial dan intraabdomen.

Mengeluarkan napas sewaktu bergerak

atau merubah posisi dapat melindungi

diri dari efek valsava

1. Meminimalkan fluktuasi pada beban

vaskuler dan tekanan intrakranial,

vetriksi cairan dan cairan dapat

menurunkan edema cerebral

2. Adanya kemungkinan asidosis disertai

dengan pelepasan oksigen pada tingkat

sel dapat menyebabkan terjadinya

iskhemik serebral

3. Terapi yang diberikan dapat

menurunkan permeabilitas kapiler.

Menurunkan edema serebri

2. Risiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal,

kelemahan umum, vertigo.

Tujuan: Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan

penurunan kesadaran.

INTERVENSI RASIONAL

Independent

monitor kejang pada tangan, kaki, mulut

dan otot-otot muka lainnya

Gambaran tribalitas sistem saraf pusat

memerlukan evaluasi yang sesuai

dengan intervensi yang tepat untuk

mencegah terjadinya komplikasi.

Persiapkan lingkungan yang aman seperti

batasan ranjang, papan pengaman, dan alat

suction selalu berada dekat pasien.

Melindungi pasien bila kejang terjadi

Pertahankan bedrest total selama fae akut Mengurangi resiko jatuh / terluka jika

vertigo, sincope, dan ataksia terjadi

Kolaborasi

Berikan terapi sesuai advis dokter seperti;

diazepam, phenobarbital, dll.

Untuk mencegah atau mengurangi

kejang.

Catatan : Phenobarbital dapat

menyebabkan respiratorius depresi

dan sedasi.

3. Gangguan persepsi sensori b/d hipetermi dan peningkatan TIK.

Kriteria hasil :

Meningkatkan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi

Pendemostrasikan perubahan perilaku/gaya hidup untuk

mengkonpensasi/menghadapi deficit.

INTERVENSI RASIONAL

1. Evaluasi atau pantau secara teratur

perubahan orientasi, kemampuan

bicara, alam perasaan/efektif,

sensorik, dan proses pikir.

2. Observasi respon perilaku sensorik

seperti respons sentuhan,

panas/dingin, benda tajam/tumpul,

dan kesadaran terhadap gerakan dan

lekukan tubuh.

3. Hilangkan suara bising atau stimulus

berlebihan sesuai kebutuhan.

4. Gunakan penerangan siang hari atau

malam hari.

1. Fungsi serebral bagian atas biasanya

terpengaruh lebih dulu oleh adanya

gangguan sirkulasi, oksigenasi.

Kerusakan dapat terjadi saat trauma

awal.

2. Informasi penting untuk keamanan

pasien. Semua sistem sensorik dapat

terpengaruh dengan adanya perubahan

yang melibatkan peningkatan atau

penurunan sensivitas.

3. Menurunkan ansietas, respon emosi

yang berlebihan/bingung yang

berhubungan dengan sensori yang

berlebihan.

4. Memberikan perasaan normal tentang

pola perubahan waktu dan pola

tidur/bangun.

4. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan kesadaran.

Criteria hasil :

Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional

optimal yang ditunjukkan oleh tidak tepatnya kontraktur.

Mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dan fungsi umum.

Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih, dan usus.

INTERVENSI RASIONAL

1. Periksa kembali kemampuan dan

keadaan secara fungsional pada

kerusakan yang terjadi.

2. Berikan/bantu untuk melakukan

latihan rentang gerak.

3. Letakkan pasien dalam posisi tertentu

untuk menghindari kerusakan karena

tekanan.

4. Berikan perawatan kulit dengan

cermat, masase dengan pelembab, dan

ganti lien/pakaian yang basah dan

pertahankan agar tetap kering dan

bersih.

1. Mengidentifikasikan kemunkian

kerusakan secara fungsional dan

mempengaruhi pilihan intervensi yang

akan dilakukan.

2. Mempertahankan mobilisasi dan

fungsi sendi/posisi normal ekstremitas

dan menurunkan terjadinya vena yang

statis.

3. Perubahan posisi yang teratus

menyebabkan penyebaran terhadap

berat badan dan meningkatnya

sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.

4. Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas

kulitdan menurunkan risiko terjadinya

ekskloriasi kulit.

5. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan informasi.

Criteria hasil :

Keluarga tidak sering bertanya tentangpenyakit anaknya.

Keluarga mempu diikut seratak dalam proses keperawatan.

Keluarga menaati setiap proses keperawatan.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

2. Beri penjelasan kepada keluarga

sebab dan akibat kejang.

3. Jelaskan setiap tindakan perawatan

yang akan dilakukan

4. Berikan Health Education tentang

cara menolong anak kejang dan

mencegah kejang,antara lain :

Jangan panik saat kejang.

Baringkan anak ditempat rata dan

lembut.

Kepala dimiringkan.

Pasang gagang sendok yang telah

dibungkus kain yang basah, lalu

dimasukkan ke mulut. Setelah

kejang berhenti dan pasien sadar

segera minumkan obat tunggu

sampai keadaan tenang.

Jika suhu tinggi saat kejang

lakukan kompres dingin dan beri

banyak minum.

5. Berikan Health Education agar

selalu sedia obat penurun panas, bila

1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan

yang dimiliki keluarga dan kebenaran

informasi yang didapat.

2. Penjelasan tentang kondisi yang

dialami dapat membantu menambah

wawasan keluarga.

3. Agar keluarga mengetahui tujuan

setiap tindakan perawatan.

4. Sebagai upaya alih informasi dan

mendidik keluarga agar mandiri dalam

mengatasi masalah kesehatan.

5. Mencegah peningkatan suhu lebih

tinggi dan serangan kejang ulang.

anak panas.

6. Jika anak sembuh, jaga agar anak

tidak terkena penyakit infeksi dengan

menghindari orang atau teman yang

menderita penyakit menular

sehingga tidak mencetuskan

kenaikan suhu.

7. Beritahukan keluarga jika anak akan

mendapatkan imunisasi agar

memberitahukan kepada petugas

imunisasi bahwa anaknya pernah

menderita kejang demam.

6. Sebagai upaya preventif serangan

ulang.

7. Imunisasi pertusis memberikan reaksi

panas yang dapat menyebabkan

kejang demam.

6. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.

Criteria hasil :

Mengakui dan mendiskusikan rasa takut.

Mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.

Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat

dapat diatasi.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji status mental dan tingkat ansietas

dari pasien/keluarga. Catat adanya

tanda-tanda verbal/nonverbal.

2. Berikan penjelasan hubungan antara

proses penyakit dan gejalanya.

1. Gangguan tingkat kesadaran dapat

mempengaruhiekspresi rasa takut

tetapi tidak menyangkal

keberadaannya.

2. Meningkatkan pemahaman dan

mengurangi rasa takut karena

ketidaktahuan dan dapat membantu

3. Jelaskan dan persiapkan tindakan

prosedur sebelum dilakuakan.

4. Berikan kesempatan pasien untuk

mengungkapkan isi pikiran dan

perasaan takutnya.

5. Berikan dukungan terhadap

perencanaan gaya hidup yang nyata

setelah sakit dalam keterbatasannya

tetapi sepenuhnya menggunakan

kemampuan/kapasitas pasien.

menurunkan ansietas.

3. Dapat meringankan ansietas terutama

ketika pemeriksaan tersebut

melibatkan otak.

4. Mengungkapkan rasa takut secara

terbuka dimana rasa takut dapat

ditujukan.

5. Meningkatkan perasaan akan berhasil

dalam penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Alto A. William. 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Internasional. Jakarta : PT.

Indeks.

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E, dkk. 2000 .Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien ed 3. Jakarta :

EGC.

Le Mone, P and Burke, K.M. 2005. Medical Surgical Nursing, Critical Thinking In

Clien Care. New Jersey: Prentice Hall Upper Sadle River.

Lewis, S.W. at. Al. 2005. Medical Surgical Nursing, Assesment and Management of

Clinical Problems. St. Louis : CV. Mosby.

Mandal B. K (dkk). 2008. Lecture Notes: Penyakit Infeksi ed 6. Jakarta : Erlangga,

Meadow Roy, Newell Simon. 2005. Lecture Notes : Pediatrika Ed 7. Jakarta :

Erlangga.