linda.doc

53
Peranan Vitamin D Terhadap Ca Colon Preseptor : dr. Juspeni Kartika SP. PD Disusun oleh : Jordy Oktobiannobel S.Ked Linda mutiara S.Ked Meta alvionaita S.ked Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Upload: sdafitawijaya

Post on 07-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Peranan Vitamin D Terhadap Ca Colon

Preseptor :dr. Juspeni Kartika SP. PD

Disusun oleh :Jordy Oktobiannobel S.Ked

Linda mutiara S.KedMeta alvionaita S.ked

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Husada

Universitas Malahayati Bandar Lampung Tahun 2015

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kejadian penyakit kanker usus besar ( kolon ) dan rektum cukup tinggi

di dunia termasuk di Indonesia. Sayangnya perhatian masyarakat awam terhadap

kanker ini masih minim. Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling

umum pada laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat. Menurut World Health

Organization pada April 2003 melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru

karsinoma kolorektal dan hampir 500.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap

tahunnya.

Usus besar adalah bagian dari saluran cerna yang berfungsi untuk penyerapan

air. Usus ini berhubungan dengan rektum di bagian ujungnya yang berfungsi sebagai

tempat penyimpanan sementara dari feses ( tinja ) yang selanjutnya akan dibuang

melalui anus. Dibandingkan penyakit jantung koroner , penyakit keganasan atau

kanker usus besar ( kolon ) dan rektum kurang populer dan kurang menjadi perhatian

masyarakat awam. Padahal angka kejadiaanya cukup tinggi. Apalagi diikuti dengan

makin bertambahnya usia harapan hidup, penyakit-penyakit degeneratif seperti

kanker juga akan semakin meningkat.

Penderita karsinoma kolorektal biasanya datang pada dokter sudah dalam

keadaan lanjut, oleh karena itu sudah menjadi tugas dokter untuk mendeteksi

karsinoma kolon-rektum dalam stadium dini, sehingga prognosis penyakit ini menjadi

lebih baik. Manifestasi klinis dari keganasan kolorektal sangat bervariasi tergantung

dari tempat dimana lesi berada, apakah di kanan atau kiri kolon. Namun yang paling

sering terjadi adalah perubahan kebiasaan pola buang air besar. Karena banyak

kanker adalah asimptomatik sampai mencapai stadium yang lanjut, jelas bermanfaat

untuk mendiagnosis kanker tersebut dangan menggunakan pengujian diagnostik

skrining dan spesifik untuk pasien yang dicurigai menderita kanker kolon-rektum

atau mereka yang berada dalam risiko tinggi karena kondisi predisposisi atau riwayat

keluarga.

Vitamin D adalah vitamin golongan yang larut dalam lemak, dikenal juga dengan

nama kalsiferol. Penamaan ini berdasarkan Internasional Union of Pure and Applied

Chemist.

Vitamin D banyak ditemukan pada jeruk, stroberi, tomat, brokoli dan sayuran

hijau lainnya.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah:

Untuk mengetahui peranan Vitamin D terhadap kanker kolon..

C. Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun

untuk para pembaca terutama para mahasiswa fakultas kedokteran agar dapat

menambah wawasan dan lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan karsinoma

kolon.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

KARSINOMA KOLON

A. DEFINISI

Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada usus besar yang

memanjang dari sekum hingga rektum.

B. INSIDENSI

Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki

dan perempuan di Amerika Serikat. Menurut World Health Organization pada April

2003 melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan

hampir 500.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya. Angka

kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya pada

umur 60-75 tahun. Faktor resikonya meliputi umur, diet tinggi lemak dan kolesterol,

inflamatory bowel disease (terutama kolitis ulseratif) dan genetik. Kanker kolon lebih

sering terjadi pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar

5% penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari satu kanker

kolorektum pada saat yang bersamaan.

Di Indonesia insidens pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak

pada orang muda, 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat perbandingan

insidens laki-laki : perempuan adalah 3 : 1 dan kurang dari 50% ditemukan di

rektosigmoid dan merupakan penyakit usia lanjut.

C. ANATOMI

Kolon mempunyai panjang 1,5 meter dan terbentang dari ileum terminalis

sampai dengan anus. Diameter terbesarnya 8,5 cm dalam sekum, berkurang

menjadi 2,5 cm dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi

dalam rektum. Bagian asendens dan desendens terutama retroperitoneum,sedangkan

kolon sigmoideum dan transversum mempunyai mesenterium, sehingga terletak di

intraperitoneum.

Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia

koli. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik

dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra.

Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon

kiri sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asendens,

transversum, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu

pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan

fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu

lekukan berbentuk S.

Dalam perkembangan embriologi kadang terjadi gangguan rotasi usus

embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang lengkap.

Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang

sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid

dengan radiksnya yang sempit.

Gambar : Anatomi kolon

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas, yaitu : tunika

serosa, tunika muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa. Tunika serosa

membentuk apendises epiploika, sedangkan tunika mukosa yang terdiri dari epitel

selapis toraks dan tidak mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga

bawahnya mempunyai sel goblet pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon.

Pada tunika muskularis terdapat sel ganglion pleksus mienterikus (Auerbach)

terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum sirkulasi.

Suplai darah kolon terutama melalui arteria Mesenterika Superior dan Inferior

dan inferior. Arteria mesenterika superior ada tiga cabang utama :(1) arteri ileokolika,

(2) Kolika dekstra dan (3) kolila media. Arteria mesenterika inferior bercabang ke

arteria kolika sinistra, hemoroidalis superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-masing

mempunyai anatomis dengan arteria terdekat, yang membentuk pembuluh darah

kontinyu di sekeliling keselurahan kolon. Drainase vena kolon sejajar sistem arteria,

tetapi tidak memasuki sistem vena kava interior. Vena mesenterika superior dan

inferior bergabung dengan vena splenika untuk membentuk vena porta dan

berdrainase ke hati.

Gambar : Lapisan dinding kolon

Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena

disalurkan melalui v. mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon

transversum, dan melalui v. mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid,

dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior

melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v. kava inferior. Karena

itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru,

sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada batas rektum dan anus

terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal antara sistem

pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke

nodi limfatisi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini

penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya

dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis

mukosa. Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis

mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis. Metastasis dari kolon sigmoid

ditemukan di kelenjar regional mesenterium dan retroperitoneal pada a. kolika

sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar regional di regio inguinalis.

Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan

pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus. Karena

distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian

kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus

tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada apendisitis

akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan bawah.

Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang

terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah pusat dan nyeri perut.

D. FISIOLOGI

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus,

serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Fisiologi usus besar

meliputi:

1. penyerapan H2O (700-1000 ml menjadi 180-200)

2. penyimpanan feses untuk sementara waktu

3. ekskresi mukus

4. aktivitas bakteria

Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml

sehari dikeluarkan sebagai feses. Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan

kolon transversum. Kolon yang normal selama 24 jam dapat melakukan absorbsi 2,5

liter air, 403 m.Eq Na dan 462 m.Eq Cl. Sebaliknya kolon mengeluarkan sekresi 45

m.Eq K dan 259 m.Eq bikarbonat. Bila jumlah air melampaui batas misal karena ada

kiriman yang berlebihan dari ileum maka akan terjadi diare.

Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B.

Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang

lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan

berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di

kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya

diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah menjadi senyawa

yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih.

Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2

di dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil

pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus

mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat

obstruksi usus gas tertimbun di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi (gembung

karena kelebihan gas di lambung dan usus). Makanan yang mudah membentuk gas

seperti kacang-kacangan mengandung karbohidrat yang tidak dapat dicerna.

Sekresi di kolon ialah cairan kental yang banyak, terjadi di dalam mukus

dengan PH 8,4. cairan mukus terdiri atas 98% air dan mengandung 85-93 mEq/l baik

bikarbonat maupun amilase, maltase, invertase, peptidase dan musin. Pada keadaan

normal tidak ada laktase, protease, dan enterokinase. Gunanya untuk pelicin dan

melindungi mukosa kolon.

Rangsangan untuk sekresi ialah rangsangan mekanik sisa makanan.

Rangsangan pada nervus pelvikus serta pemberian pilokarpin akan memperbesar

sekresi. Rangsangan simpatikus serta pemberian atropin akan mengurangi sekresi.

Usus besar juga mempunyai fungsi ekskresi mineral misal Ca, Mg, Hg, As, dan Fe.

Selain melakukan ekskresi mineral tersebut juga bahan makanan lain yang

tidak dapat dicernakan misalnya selulosa, sebagian zat lemak, sebagian kecil protein

dan lain-lainnya. Zat-zat tersebut berupa tinja yang dalam kolon asendens seperti

bubur. Pada kolon desendens mulai menjadi padat, kemudian dikumpulkan di kolon

sigmoideum dan sampai di ampula rekti sehingga pada suatu waktu terjadi

rangsangan pada rektum dan terjadilah defekasi. Berat akhir feses yang dikeluarkan

per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air sisanya terdiri dari residu makanan

yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan mineral yang tidak

diabsorbsi.

Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar

yang khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang

dan dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya.

Pergerakannya tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan

meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi. Terdapat dua jenis

peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen

proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra dan (2) peristaltik

massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini

menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini

timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah

makan, khususnya setelah makan pertama masuk pada hari itu.

E. ETIOLOGI

Dari bukti-bukti eksperimental dan survei makanan, ditunjukkan bahwa faktor

berikut ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya karsinoma kolon yaitu :

1. Tingginya konsumsi daging sapi dan lemak hewani,

2. Meningkatnya kuman-kuman anaerobik pada kolon,

3. Tumor yang memproduksi asam empedu sekunder,

4. Diet rendah serat, dan

5. Kemungkinan defisiensi bahan makanan protektif (yang mencegah timbulnya

kanker) dalam diet.

Teori yang pernah dikemukakan adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan

dapat meningkatkan pertumbuhan kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama

jenis clostridium dan bakteroides. Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan

empedu sekunder, yang dapat merusak mukosa kolon dengan aktivitas replikasinya

dan secara simultan berperan sebagai promotor untuk senyawa-senyawa lain yang

potensial karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu bahan karsinogen)

dari amin dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging dan lemak

hewani. Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan

memperkecil volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini

mengurangi proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet rendah

serat sering disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran

yang mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek anti kanker.

F. PATOFISIOLOGI

Penyakit kanker mengenai sel sebagai unit dasar kehidupan. Sel akan tumbuh

dan membelah untuk mempertahankan fungsi normalnya, tetapi kadang-kadang

pertumbuhan ini diluar kontrol sehingga sel terus membelah meskipun sel-sel baru

tersebut tidak diperlukan. Pertumbuhan yang berlebihan ini dapat merupakan suatu

keadaan prekanker, contohnya adalah polip di daerah usus besar. Setelah melalui

periode panjang, polip ini dapat menjadi ganas. Pada keadaan lanjut, kanker ini dapat

menembus dinding usus besar dan menyebar melalui saluran pembuluh getah bening.

Hampir semua karsinoma kolon rektum berasal dari polip, terutama polip

adenomatus. Ini disebut adenoma-carsinoma sequence. Menurut P. Deyle,

perkembangannya dibagi atas 3 fase. Fase pertama yaitu fase karsinogen yang

bersifat rangsangan. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor, fase ini tidak

menimbulkan keluhan atau fase tumor asimtomatis. Kemudian fase ketiga dengan

timbulnya keluhan dan gejala yang nyata, karena keluhan dan gejala yang nyata.

Karena keluhan tersebut timbulnya perlahan-lahan dan tidak sering, biasanya

penderita merasa terbiasa dan baru memeriksakan dirinya ke dokter setelah memasuki

stadium lanjut.

G. PATOLOGI

Secara makroskopik karsinoma kolon dapat dibagi atas 4 tipe, yaitu:

1. Tipe nodular

Bentuk nodular berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke dalam lumen,

dengan permukaan noduler. Biasanya tidak bertangkai dan meluas ke dinding

kolon. Sering juga terjadi ulserasi, dengan dasar ulkus yang nekrotik dengan tepi

yang meninggi, mengalami indurasi dan noduler. Di daerah sekum, bentuk tumor

ini kemungkinan tumbuh menjadi suatu massa yang besar, tumbuh menjadi

fungoid atau tipe ensefaloid. Permukaan ulkus akan mengeluarkan pus dan darah.

2. Tipe Koloid

Tipe koloid ini tumbuhnya mengalami degenerasi mukoid.

3. Skirous (Schirrous)

Pada tipe ini reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang

keras serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk

membentuk napkin ring.

Gambar : Patogenesis karsinoma kolon

4. Papilary atau polipoid

Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simple atau

adenoma.

Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma

yang berasal dari epitel kolon. Bentuk dan diferensiasinya sempurna mempunyai

struktur glandula dan kelenjar-kelenjarnya sendiri membesar, terjadi pembengkakan

sel kolumna dengan nuklei hipokromasi dengan sel yang mengalami mitosis. Pada

bentuk yang kurang berdifirensiasi sel-sel epitel terlihat didalam kolumna atau massa.

Desar sel barvariasi dan mungkin terdapat invasi dari pembuluh darah dan

pembuluh limfe. Pada pertumbuhan anplastik kadang terlihat signet ring cell (inti

mendesak ke arah sel).

H. KLASIFIKASI

Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi

menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding

usus, yaitu :

Dukes A : dalamnya infiltrasi; terbatas pada dinding usus atau mukosa.

Dukes B : dalam infiltrasi; menembus lapisan muskularis mukosa.

Dukes C : dalamnya infiltrasi metastasi kelenjar limfe dengan :

C1 : beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer.

C2 : dalam kelenjar limfe jauh.

Dukes D : sudah metastasis jauh

Berdasarkan besar diferensiasi sel, terdapat klasifikasi yang terdiri dari 4

tingkat, yaitu :

Grade I : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25%

Grade II : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25-50%

Grade III : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 50-75%

Grade IV : Sel-sel anaplastik lebih dari 75%

Klasifikasi karsinoma kolon menurut DUKES:

Klasifikasi TNM Klasifikasi Duke’s Modifikasi

Harapan Hidup (%)

Stage 0 Karsinoma in situ

Stage I tidak ada penyebaran pada

limfonodi, tidak ada

metastasis, tumor hanya

terbatas pada submukosa

(T1, N0, M0); tumor

menembus muscularis

propria (T2, N0, M0)

A 90-100

Stage II tidak ada penyebaran pada

limfonodi, tidak ada

metastasis, tumor

menembus lapisan

subserosa (T3, N0, M0);

tumor sudah penetrasi ke

luar dinding kolon tetapi

belum metastasis ke

kelenjar limfe (T4, N0,

M0)

B 75-85

Stage III Tumor invasi ke limfonodi

regional (Tx, N1, M0)

C 30-40

Stage IV Metastasis jauh D <5

BMJ 2000;321:886-889 (7 Oktober 2001)

Tumor dapat menyebar secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan,

seperti pada kedalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe

perikolon dan mesokolon dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon

mengalirkan darah ke sistem portal.

Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan tumbuh

sambil menembus dinding dan memperluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Di

daerah rektum penyebaran ke arah anal jarang melebihi 2 cm. penyebaran per

kontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-

buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen ke kelenjar parailliaka,

mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran peritoneal menyebabkan paritonitis

karsinomatosa dengan atau tanpa asites.

I. MANIFESTASI KLINIK

Gejala dan tanda dini karsinoma kolon rektal tidak ada. Umumnya gejala

pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau

akibat penyebaran.

Pasien karsinoma kolorektal umumnya memberikan keluhan gangguan proses

defekasi. Keluhan yang diajukan bermacam-macam berlainan pada pasien yang satu

dengan yang lain bergantung pada lokasinya. Dari 291 penderita karsinoma

kolorektal yang diteliti keluhan utama pada waktu datang berobat ialah: 58,8%

perdarahan segar per anal, 31,6% buang air besar darah berlendir, dan 9,6 % obstruksi

saluran makan.

Karsinoma kolon jarang ditemukan dalam skrining dan biasanya asimtomatik.

Sekitar 50% pasien mengeluh nyeri perut, 35% dengan perubahan pola defekasi, 30%

perdarahan samar dan 15% gejala obstruksi usus. Gejala klinis karsinoma pada kolon

kiri berbeda dengan kolon yang kanan. Karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik,

sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses

sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses

masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.

Nyeri pada kolon kiri lebih nyata dari pada kolon kanan. Tempat yang

dirasakan sakit berbeda karena asal embriologenik yang berlainan, yaitu dari usus

tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula dibawah umbilikus

sedangkan dari kolon kanan di epigastrium. Gejala umum yang dikeluhkan pasien

adalah:

1. Perdarahan segar peranal (hematokezia)

Sebagian besar pasien karsinoma kolorektal yang terletak di di bagian distal

sering mempunyai keluhan buang besar berdarah segar. Sumber perdarahan segar

yang terbanyak dari kanker terletak di bagian distal kolon dari kanker, terutama

di rektum 89 dari 137 penderita (64,9%), menyusul dari sigmoid 62,7%,

rektosigmoid 60,3% dan dari kolon descendens 28,6%. Dari mereka yang

mengalami perdarahan segar, ditemukan 7 pasien mengalami perdarahan masif,

yaitu yang lokasinya di rektum 4, rektosigmoid 1, dan sigmoid 2. Ketujuh

penderita dengan perdarahan masif mengalami renjatan hipovolemik, dan

dilakukan pembedahan segera.

2. Buang air besar lendir darah

Seseorang yang mempunyai keluhan buang air besar darah lendir, perlu

dipikirkan adanya infeksi misal disentri basiler atau amoeba, kolitis ulseratif,

selain disebabkan oleh keganasan. Dari 291 pasien yang diteliti ditemukan 92

pasien (31,6%) mempunyai keluhan buang air besar darah lendir. Dari hasil

penelitian bahwa letak karsinoma kolorektal dibagian proksimal lebih sering

menimbulkan buang air besar darah lendir. Hal ini disebabkan karena darah yang

dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah bercampur dengan tinja.

3. Obstruksi Saluran Cerna

Gejala klinis pasien karsinoma kolorektal sering menimbulkan gangguan

kebiasaan buang air besar, diantaranya dapat menimbulkan tanda obstruksi, baik

sebagian (parsial) maupn obstruksi total sehingga timbul tanda-tanda ileus, buang

air besar darah lendir atau obstipasi beberapa hari. Dari penelitian ditemukan 28

pasien (9,6%) dengan tanda-tanda obstruksi, yaitu perut kembung yang makin

kembung dan makin lama makin tegang, tidak dapat buang air besar dan tidak

dapat flatus. Hal ini juga dikuatkan dengan hasil rontgen polos abdomen

terlentang dan berdiri yang menunjukkan pelebaran usus halus dan kolon.

Sebagai penyebab obstruksi ditemukan kanker yang terletak di rektum 16

(11,7%) , rektosigmoid 4 (6,3%), sigmoid 7 (10,4%) dan kolon ascendens 1

(14,2%). Yang menimbulkan tanda-tanda obstruksi umumnya kanker berbentuk

sirkular dan anular yang menyebabkan terjadi penyempitan lumen usus. Bentuk

striktura merupakan tumor yang sering menonjol dan mengisi seluruh lumen usus

sehingga menyebabkan sumbatan total.

4. Pasien karsinoma kolorektal mempunyai keluhan lain seperti pasien kanker

umumnya, yaitu anoreksia, berat badan menurun, rasa nyeri perut ditempat

kanker, buang air besar tidak teratur, walaupun sudah buang air besar yang

berupa tinja dengan darah lendir tetapi masih meraskan banyak kotoran didalam

perut yang sukar keluar seperti ada sumbatan. Selain itu juga timbul tenesmus.

Manifestasi dari karsinoma kolon dapat dibagi menjadi (Kodner et al, 1999) :

Manifestasi Subakut

Tumor-tumor pada kolon ascendens tidak menimbulkan perubahan kebiasaan

defekasi (walaupun besar, tumor yang sekresi mukus menyebabkan diare).

Pasien mungkin mengeluh feses berwarna hitam dan seperti ter, tetapi tumor

tersebut sering mengakibatkan occult bleeding, yang sering tidak terdeteksi oleh

pasien. Perdarahan kronis dapat menyebabkan anemia defesiensi besi, yang

menimbulkan gejala fatigue, dizzines, atau palpitasi. Perdarahan kerena

karsinoma colon sering intermitten, hasil negatif occult bleeding tes pada feses

tidak menyingkirkan kecurigaan kanker pada usus besar.

Nyeri perut bagian bawah lebih sering berhubungan dengan tumor-tumor yang

terletak di colon descendens. Nyeri perut berupa kram dan mereda dengan

pergerakan usus. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan

perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin

ke distal letak tumor, feses makin menipis atau seperti kotoran kambing atau

lebih cair disertai darah atau lendir. Tenesmus merupakan gejala yang biasa

didapat pada karsinoma kolon. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga

nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi

penderita flatus terasa lega di perut.

Gejala umum karsinoma kolon non akut lainnya adalah termasuk kehilangan

berat badan dan demam. Sekitar 50% pasien mengeluh penurunan berat badan,

namun hal tersebut bukan manifestasi khas pada karsinoma kolon. Demam gejala

yang jarang dikeluhkan. Septikemia jarang terjadi tetapi bisa terjadi pada setiap

derajat tumor colon. Pada orang dewasa apabila ditemukan obstruksi atau

obstruksi partial yang disebabkan intusepsi, dilakukan colonoskopi atau air-

kontras barium enema untuk menyingkirkan ca colon.

Manifestasi Akut

Gejala yang signifikan pada gejala akut adalah obstruksi atau perforasi pada usus

besar. Obstruksi kolon dapat memberikan kesan kanker, terutama pada orang tua.

Pasien dengan obstruksi komplit mengeluh tidak bisa flatus dan BAB, kram dan

distensi perut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut distended, tympani pada

perkusi, biasanya pada tumor ditemukan masa abdominal pada palpasi.

Jika obstruksi tidak berkurang dan kolon terus distensi, tekanan pada dinding

intestinal dapat melebihi tekanan kapiler, dan darah yang membawa O2 tidak

mencapai dinding usus, yang akan mengakibatkan iskemia dan nekrosis. Pada

situasi ini pasien akan mengeluhkan nyeri perut hebat dan pada pemeriksaan fisik

ditemukan rebound tenderness dan menurunnya atau menghilangnya suara usus.

Jika tidak di terapi segera, nekrosis akan berkembang menjadi peritonitis dengan

fecal peritonitis dan sepsis.

Usus besar dapat terjadi perforasi pada sisi tumor, mungkin disebabkan tumor

transmural kehilangan suplai darah dan menjadi nekrotik. Kasus seperti ini

mudah salah pada akut divertikulitis dan proses inflamasi dapat terbatas pada sisi

yang perforasi, akan tetapi pada beberapa kasus perforasi tidak dapat diketahui,

yang mengakibatkan peritonitis generalisata.

Tabel : gambaran klinis karsinoma kolorektal lanjut

Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum

Aspek klinis

Nyeri

Defekasi

Obstruksi

Darah pada

Kolitis

Karena penyusupan

Diare atau diare berkala

Jarang

Obstruksi

Karena Obstruksi

Konstipasi progresif

Hampir selalu

Samat atau

Proktitis

Tenesmi

Tenesmi terus

menerus

Tidak jarang

feses

Feses

Dispepsia

Keadaan

umum

memburuk

Anemia

Samar

Normal (diare)

Sering

Hampir selalu

Hampir selalu

makroskopik

Normal

Jarang

Lambat

Lambat

Makroskopik

Perubahan

bentuk

Jarang

Lambat

Lambat

J. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis karsinoma kolon.

Anamnesis

Dari anamnesis kita dapat menduga seseorang menderita karsinoma

kolorektal, pada mereka yang usia lanjut yang mempunyai keluhan fungsi buang air

besar terganggu yaitu bila sulir buang air besar disertai darah lendir, atau buang air

besar disertai darah segar.

Dapat juga untuk menggali riwayat :

Perubahan kebiasaan defekasi seperti diarea, konstipasi

Perdarahan rectal atau occult bleeding(meskipun demikian, feses sering normal)

Kram atau nyeri perut

Kelelahan dan fatigue

Riwayat kanker kolorektal pada keluarga

Riwayat menderita polip kolorektal

Riwayat menderita Chronic Inflammatory Bowel Desease

Diet kurang serat

Pemeriksaan fisik

Karsinoma kolon disebelah kanan, kadang-kadang teraba suatu massa. Tumor

sigmoid sedikit dapat diraba diperut kiri bawah. Bila tumor sudah metastase ke hati,

akan teraba hati yang nodular dengan bagian yang keras dan yang kenyal. Dapat

ditemukan massa di abdomen, apabila ada gejala-gejala obstruksi dari inspeksi dapat

ditemukan dinding abdomen distensi, dumb countur, dumb steifung. Dari palpasi

ditemukan massa abdomen, dan hipertympani pada perkusi abdomen, auskultasi usus

bisa ditemukan peningkatan peristaltik yang kemudian diikuti dengan burburigmi,

metalik sound dan penurunan serta menghilangnya peristaltik Bisa juga ditemukan

nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.

Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa

maligna (massa berbenjol-benjol dengan striktura) direktum dan rektosigmoid teraba

keras kenyal dan lendir darah pada sarung tangan.

Tabel : Ringkasan diagnosis karsinoma kolorektal

Pemeriksaan Penunjang

Kolon Kanan :- Anemia dan kelemahan- Darah okul di feses- Dispepsia- Perasaan kurang enak di perut kanan bawah- Massa di perut kanan bawah- Foto rontgen perut khas- Penemuan kolonoskopi

Kolon Kiri :- Perubahan pola defekasi- Darah di feses- Gejala dan tanda obstruksi- Foto rontgen khas- Penemuan kolonoskopi

Rektum :- Perdarahan rektum- Darah di feses- Perubahan pola defekasi- Pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh- Penemuan tumor pada colok dubur- Penemuan tumor rektosigmoid

Pada pasien dengan gejala-gejala yang dicurigai karsinoma kolon, diagnosis

definitif biasanya ditegakkan dengan endoskopi (fleksibel sigmoidoskopi dan

colonoscopy) atau barium enema. Pemeriksaan lain diperlukan untuk pemeriksaan

derajat penyakit dan mencari metastase. Ada berbagai pilihan penyaringan tersedia

mencakup Fecal occult bleeding (FOBT), fleksibel sigmoidoskopi (FS), sinar-x

enema barium, dan kolonoskopi dan fecal immunochemical test (FIT).

Fecal Occult Bleeding Test

FOBT menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang telah

terbukti efektif dalam percobaan secara random, yang non-invasive, dan hemat

biaya. Akan tetapi, penurunan angka kematian termasuk rendah (15–33%).

Fecal Immunochemical Test (FIT)

Merupakan pemeriksaan feses-darah terbaru, dikenal sebagai fecal

immunochemical test (FIT), mendeteksi porsi spesifik dari protein darah

manusia. Test ini dilakukan sama seperti FOBT yang konvensional, tetapi lebih

spesifik dan dapat mengurangi hasil positif palsu. Vitamin atau makanan tidak

mempengaruhi fecal immunochemical test, dan formatnya hanya memerlukan 2

spesimen feses (FOBT konvensional membutuhkan 3), jadi lebih mudah untuk

digunakan. Fecal immunochemical test mempunyai beberapa kelemahan sama

seperti FOBT konvensional, seperti tidak bisa untuk mendeteksi tumor yang

tidak berdarah.

Flexible Sigmoidoscopy (FS)

Flexible Sigmoidoscopy (FS) dapat juga digunakan sebagai alat penyaringan.

Prosedur bisa dilakukan dalam kantor tanpa pemberian obat penenang, hemat

biaya dan murah, dapat untuk mengurangi angka kematian kanker colon sekitar

60–70%, dan persiapan pasien lebih mudah dibandingkan dengan kolonoskopi.

Akan tetapi, FS mendeteksi hanya separuh adenomas dan 40% kanker dari

proximal sampai splenic flexure. Dapat mengedintifikasi sampai 75% lesi

proximal dan tidak dapat mendeteksi lesi distal. Pemeriksaannya sering dibatasi

oleh ketidaknyamanan pasien dan kurang persiapan.

Dengan melakukan pemeriksaan FOBT setiap tahun dan FS setiap lima 5 tahun.

Metode ini memberikan gambaran pada kolon descenden dan memberikan

sensitifitas yang baik pada FOBT untuk proximal kanker yang tidak bisa dicapai

oleh FS. Suatu penelitian terbaru menunjukkan bahwa penambahan sekali FOBT

dengan FS meningkatkan tingkat pendeteksian neoplasia dari 70% dengan FS

sendiri, menjadi 76%.

Penyinaran Enema barium

Pemeriksaan sinar-x enema barium (BE) mempunyai manfaat cost effective dan

memeriksa keseluruhan kolon. Barium enema sebaiknya menggunakan kontras

ganda dan usahakan melakukan pemotretan pada berbagai posisi bila ditemukan

kelainan. Pada foto kolnon dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat

atau suatu striktura. Selain itu dapat ditemukan lokasi tempat kelainan tersebut.

Gambar : Pemeriksaan kontras barium enema – radiograf

Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat membantu mencegah kanker colon dengan pendeteksian

polyp adenomatosa dan polypectomy. Kolonoskopi memberikan gambaran

keseluruhan colon yang dapat mengidentifikasi dari lesi yang proximal dan lesi

distal. Kolonoskopi mempunyai sensitifitas terbaik pada metoda screening yang

ada saat ini. Kerugian kolonoskopi adalah biaya, resiko yang ditingkatkan seperti

pendarahan dan perforasi, persiapan pasien yang sulit, dan membutuhkan

pemberian obat sedasi.

Secara endoskopi umumnya bentuk kanker kolorektal ialah polipoid yang

ireguler, anular seperti bunga kool yang ulseratif, striktura, sirkular, dan dapat

menemukan letak obstruksi. Apabila dibandingkan, kolonoskopi menjadi suatu

metoda surveilen yang lebih efektif dibanding dengan kontras barium enema

ganda. Setelah melakukan pemeriksaan kolonoskopi dengan disertai

polypectomy, 580 pasien dilakukan surveilen dengan kolonoskopi dan kontrol

barium enema ganda (DCBE). Hasil kolonoskopi menemukan 392 polyp, DCBE

menemukan polyp sebanyak 139 (35%) pada kasus yang sama.

Pemeriksaan penunjang lainnya

- Radiografi thorak : digunakan untuk mendeteksi kanker yang telah metastase

ke paru-paru.

- Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi sangat sulit untuk mendeteksi kanker kolorektal. Alat ini baru

bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya metastase kanker ke kelenjar

getah bening di abdomen dan di hati. Jika ada pembesaran kelenjar getah

bening para-aortal patut dicurigai suatu metastase dari kanker.

- CT-Scan : digunakan untuk mendeteksi metastase ke nodus limfatikus, hati

atau paru-paru

Gambar : CT Scan abdomen bagian atas menunjukkan multipel tumor dalam limpa dan hati yang sudah menyebar (metastase) berasal dari kanker usus

(karsinoma).

- Laboratorium

Setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb, biasanya

terjadi penurunan Hb. Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai

adalah CEA, kadar CEA lebih dari ng\ml biasanya ditemukan pada

karsinoma kolorektal yang lanjut. Berdasarkan penelitian CEA tidak biasa

digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab

ditemukan kenaikan titer lebih dari 5 ng\ml pada sepertiga kasus.

K. TERAPI

Farmakologi

Penelitian di Eropa dan Amertika Serikat melaporkan bahwa respon terhadap

kombinasi dari 5-fluorouracil (5-FU), leucovorin, dan irinotecan (CPT11) lebih baik

bila dibandingkan dengan 5-FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal. Terapi

standar untuk carsinoma kolon yang telah bermetastase adalah CPT11 dengan

kombinasi 5-FU/LV dikenal sebagai Saltz Regimen. Obat ini digunakan secara

kombinasi dalam pengobatan carsinoma colorektal.

Terapi dasar 5-FU diberikan secara infuse setiap hari selama 5 hari dalam 4

minggu (mayo klinik regimen) dan diteruskan secara infuse setiap minggu untuk 6

minggu dengan 2 minggu off ( Roswell Park regimen).

Kategori obat: Antineoplastic agents, merupakan standar terapi dalam pengobatan ca

kolon termasuk terapi kombinasi. Diare merupakan efek samping yang biasa terjadi

dalam pengobatan ini. Efek samping lain termasuk mucositis, neutropenia,

kerontokan rambut, dan reaksi hipersensitivitas.

Nama Obat Fluorouracil (Adrucil) Digunakan terutama dalam pengobatan carsinoma kolon pada penderita yang berusia lebih dari 40 tahun. Dapat digunakan sebagai agen tunggal atau kombinasi untuk terapi jangka panjang dengan leucovorin sebagai modulator biokimia. Sebagai antimetabolit (obat anti kanker dengan struktur kimia yang hampir sama dengan faktor endogen intermediate atau memblok sintesis DNA atau RNA). 5-FU menghambat pertumbuhan sel tumor melalui tiga mekanisme berbeda yang berhubungan dengan aktivitas sintesis DNA atau kemampuan

selular. Efek ini tergantung pada konversi intraseluler dari 5-FU menjadi 5-FdUMP, 5-FUTP, dan 5-FdUTP. 5-FdUMP menghambat thymidylate synthase (enzim kunci dalam sintesis DNA) . 5-FUTP dihubungkan dengan proses sintesis RNA dan 5-FdUTP berhubungan dengan DNA.

Dosis Dewasa

Standar pengobatan: 500 mg/m2 IV setiap minggu selama 4-6 minggu. Terapi tambahan: Regimen Mayo Klinik: 425 mg/m2/d IV bolus pada hari ke 1-5 setelah pemberian LV untuk 5 hari setiap 4 minggu. Roswell Park regimen: infuse dilanjutkan setiap minggu selama 6 minggu

Kontraindikasi Hipersensitivitas; supresi sumsum tulang belakang, infeksi berat, adenokarsinoma unresponsive atau progressive, kehamilan

Interaksi

Meningkatkan resiko perdarahan dengan antikoagulan, NSAIDs, platelet inhibitor, agen trombolitik, agen imunosupresif; leucovorin menurunkan kadar folat. Kombinasi dengan 5-FU lebih efektif dalam memblok sintesis thymidylate (meningkatkan respon terapi).

Kehamilan Tidak aman untuk kehamilan

Precautions Mual, oral dan GI ulcers, depresi system imun, kegagalan hematopoiesis (supresi sumsum tulang belakang)

Nama obat

Irinotecan (Camptosar) Menghambat topoisomerase I, menghambat replikasi DNA. Efektif dalam pengobatan carsinoma colorektal. Standar terapi untuk carsinoma kolon yang mengalami metastase termasuk kombinasi kemoterapi 5-FU/LV/CPT11 karena terjadinya toksisitas dihubungkan dengan Saltz Regimen (5-FU/LV/CPT11), saat ini standar terapi ca kolon yang mengalami metastase maksimal 5-FU 400 mg/m2 dan CPT11 100 mg/m2 sebagai dosis awal.

Dosis dewasa 125 mg/m2 IV > 90 minimal setiap minggu dalam 4-6 minggu.

Kontraindikasi Hipersensitifitas; diarrhea akut; demam, neutropenia; adenokarsinoma anresponsif atau progresif.

Interaksi Pemberian dengan antineoplastik lain dapat menyebabkan neutropenia memanjang dan trombositpenia yang dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas.

Kehamilan Tidak aman untuk kehamilan

Perhatian Efek samping termasuk myelosuppresi, alopecia, mual, muntah, dan diare, awasi fungsi sumsum tulang belakang.

Nama obatLeucovorin (Wellcovorin) Standard therapy untuk ca kolon dan termasuk dalam terapi kiombinasi

Dosis dewasaStandard therapy: 20 mg/m2 IV setiap minggu untuk 4-6 minggu Terapi tambahan: 20 mg/m2 IV sebelum pemberian 5-FU pada hari ke 1-5 selama 4 minggu (Mayo Clinic regimen).

Kontraindikasi hypersensitivity; anemia pernisiosa; anemias megaloblastic

Nama obat

Oxaliplatin (Eloxatin) Agent antineoplastik yang digunakan sebagai kombinasi dengan 5-FU dan leucovorin untuk pengobatan ca kolon dengan metastasis yang mengalami kekambuhan atau progressi.

Dosis dewasa

Hari 1: 85 mg/m2 IV > 2 jam; diberikan secara simultan dengan leucovorin 200 mg/m2; diikuti 5-FU 400 mg/m2 IV bolus > 2-4 min, kemudian 5-FU 600 mg/m2 IV dalam larutan D5W 500 ml > 22 jam.Hari 2: Leucovorin 200 mg/m2 IV > 2 jam, diikuti 5-FU 400 mg/m2 IV bolus > 2-4 min, kemudian 5-FU 600 mg/m2 IV dalam larutan D5W 500 Ml > 22 jam.

Interaksi Meningkatkan konsentrasi 5-FU dalam serum hampir 20%

Kehamilan Tidak aman untuk kehamilan

Perhatian Reaksi Anaphylaxis, neuropati, fibrosis pulmoner, supresi sumsum tulang belakang, gejala system gastrointestinal (mual, muntah, stomatitis), toksisitas ren atau hepar, tromboembolisme

Nama obat

Cetuximab (Erbitux)Rekombinan antibody moniklonal dari manusia/tikus yang secara spesifik berikatan dengan komponen ekstraseluler dari reseptor factor pertumbuhan epidermal (EGFR, HER1, c-ErbB-1). Reseptor Cetuximab-bound EGF menghambat aktivasi reseptor kinase, sehingga menghambat pertumbuhan sel, menginduksi apoptosis, dan menurunkan produksi matriks metalloproteinase dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Diindikasikan untuk terapi irinotecan-refractory, EGFR-expressed, colorectal carcinoma yang telah mengalami metastase. Terapi lebih baik dengan kombinasi irinotecan

Dosis dewasa Dosis awal: 400 mg/m2 IV (infuse > 2 jam)dosis pemeliharaan setiap minggu: 250 mg/m2 IV (infus > 1 jam).

Kontraindikasi Karsinoma kolorectal tanpa metastasis

Perhatian Hipersensitifitas, termasuk alergi terhadap protein murine; hipotensi, distress jalan nafas ( bronkospasme, stridor, hoarseness),

Nama obat

Bevacizumab (Avastin) Diindikasikan sebagai terapi lini pertama pada metastatic colorectal cancer. Murine-derived monoclonal antibody menghambat angiogenesis. Menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang mengangkut oksigen dan nutrisis yang dibutuhkan dalam pertumbuhan sel tumor.

Dosis dewasa 5 mg/kg IV 4 kali dalam 2 minggu

InteraksiPemberian dengan 5-fluorouracil dapat meningkatkan terjadinya kejadian tromboembolik yang serius dan fatal (CVA, MI, TIAs, angina)

Perhatian

Hipertensi, fatigue, thrombosis, diarrhea, leukopenia, proteinuria, sakit kepala, anorexia, dan stomatitis; mungkin menyebabkan keadaan serius atau fatal tetapi hal ini jarang terjadi, yaitu perforasi gastrointestinal, infeksi intraabdominal, kegagalan penyembuhan luka, hemoptysis (secara partikuler berhubungan dengan ca pulmo), dan perdarahan internal, meningkatkan resiko yang serius maupun fatal terhadap terjadinya trombotik arterial dengan pemberian 5-fluorouracil.

Kemoterapi

Kemoterapi Intrahepatic untuk carcinoma colon dengan metastase ke hepar adalah

intraarterial floxuridine (FUDR).

Diikuti reseksi karsinoma kolon primer dan nodus limfatikus, dengan pilihan

kemoterapi: kemoterapi sistemik menggunakan regimen 5-FU/leucovorin/CPT11

atau kemoterapi intrahepatic (intraarterial) dengan FUDR.

Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi hepar yang luas atau multiple sehingga

membutuhkan kemoterap dosis yang lebih tinggi. Prinsip terapi ini adalah

metastase ke hepar menerima suplai darah terutama melalui sirkulasi arteri

hepatica, dinama hepar secara normal menerima darah melalui vena porta. Efek

samping utama pada intraarterial FUDR adalah kolangitis sclerosis.

Terapi FUDR intraarterial biasanya diberikan melalui pompa yang ditanam di

daerah subcutan, yang diganti secara periodik. Efek samping utama yang bisa

terjadi adalah sclerosing cholangitis.

Pembedahan

Pengobatan utama pada kanker kolorektal adalah pengangkatan bagian usus

yang terkena dan sistem getah beningnya. 30% penderita tidak dapat mentoleransi

pembedahan karena kesehatan yang buruk, sehingga beberapa tumor diangkat melalui

elektrokoagulasi. Cara ini bisa meringankan gejala dan memperpanjang usia, tapi

tidak menyembuhkan tumornya. Pada kebanyakan kasus kanker kolon, bagian usus

yang ganas diangkat dengan pembedahan dan bagian yang tersisa disambungkan lagi.

Untuk kanker rektum, jenis operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak

kanker ini dari anus dan seberapa dalam tumbuh ke dalam dinding rektum.

Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi

menetap (pembuatan hubungan antara dinding perut dengan kolon). Dengan

kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding perut ke dalam suatu

kantung, yang disebut kantong kolostomi. Bila memungkinkan, rektum yang diangkat

hanya sebagian, dan menyisakan ujung rektum dan anus. Kemudian ujung rektum

disambungkan ke bagian akhir dari kolon.

Prosedur pembedahan klasik untuk carcinoma kolon adalah reseksi anterior.

Abdomen dieksplorasi untuk menentukan letak tumor yang akan direseksi, dan

Gambar : Colostomy

kemudian reseksi dilakukan secara segmental (hemikolectomy kanan atau kiri)

dengan end-to-end anastomosis. Reseksi kolon total dilakukan terhadap pasien

dengan polyposis familial dan polip colon multiple.

Laparoscopic colon resection: menggunakan teknik laparoscopic untuk

melakukan reseksi kolon.

Penggantian sphincter secara elektrik untuk menstimulasi musculus neosphincter

dan penambahan anal sphincter untuk pasien dengan inkontinensia fecal stadium

akhir.

Hepatectomy partial untuk carcinoma kolon yang terbatas pada hepar merupakan

terapi pilihan untuk pasien dengan carsinoma colorektal berulang. Factor yang

ikut menentukan keberhasilan terapi ini termasuk metastase tunggal, kadar CEA

lebih dari 200 ng/mL, diameter tumor < 5 cm, dan penanda negative setelah

reseksi. Deteksi dini terhadap carsinoma colorektal recuren termasuk dengan

menggunakan CT atau MRI. Kadar CEA juga penting untuk mendeteksi

rekurensi, walaupun positive palsu dan negativ palsu bisa saja terjadi.

Terapi lain pada metastasis liver adalah termasuk cryoablation (tekhnik tertentu

dalam bedah abdomen) dan hepatic arterial infusion (HAI) dari agent

chemotherapi seperti FUDR. HAI FUDR adjuvant biasanya diikuti dengan

hepatectomy parsial.

Konsultasi

Konsultasi bedah

o Cancer colorectal, terutama stadium dini, dapat diterapi secara bedah.

Setelah dilakukan diagnosis dan ditentukan stadiumnya maka bisa

ditentukan untuk kemungkinan dilakukan pembedahan.

o Pada pasien dengan carsinoma colorektal dan metastase liver, konsultasi

bedah sebagai pilihan untuk memperkenalkan intrahepatic intraarterial

chemotherapy melalui penanaman pompa.

o Konsultasi sangat penting untuk screening terhadap individu resiko tinggi

(individu dengan riwayat keluarga carsinoma colorektal atau polyposis

syndromes).

Konsultasi gastroenterologi

o Konsultasi gastroenterologi juga memudahkan dalam melakukan

pemantauan pasien dengan carsinoma colorektal yang telah dilakukan

reseksi dan diberikan kemoterapi tambahan. Dilakukan screening terhadap

terjadinya rekurensi dengan melakukan pemeriksaan colonoscopic secara

periodic. Karena neoplasma colon tumbuh secara perlahan, maka perlu

dilakukan kolonoskopi 1 kali per tahun selama 2-3 tahun dan sesudahnya

setiap 2-3 tahun.

Radiasi onkologi

o Pasien dengan carsinoma rektal perlu dilakukam konsultasi radiasi onkologi.

Radiasi bertujuan untuk mengurangi resiko kekambuhan dari carsinoma

rektal.

o Radiasi bermanfaat juga sebagai terapi paliatif (mengurangi pertumbuhan

tumor pada lokasi spesifik yang merupakan hasil metastase dari carsinoma

colorektal). Terapi ini juga bisa untuk meningkatkan kualitas hidup

(membantu mengontrol nyeri atau kompresi medula spinalis atau sindrom

vena cava.

Terapi penyinaran setelah pengangkatan tumor, bisa membantu

mengendalikan pertumbuhan tumor yang tersisa, memperlambat kekambuhan dan

meningkatkan harapan hidup. Pengangkatan tumor dan terapi penyinaran, efektif

untuk penderita kanker rektum yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi

kurang efektif pada penderita kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker

kelenjar getah bening.

L. PROGNOSIS

Lebih dari 90% pasien dengan keganasan kolorektal yang dilakukan operasi

reseksi secara kuratif atau paliatif, angka kematiannya sekitar 3-6%. Persentase

jangka hidup 5 tahun sesudah reseksi tergantung dari stadium lesi.

Duke’s A (terbatas pada dinding usus) : 90-100 %

Duke’s B (melalui seluruh dinding) : 75-85 %

Duke’s C (kelenjar getah bening positif) : 30-40 %

Duke’s D (metastasis ke tempat yang jauh atau penyebaran lokal tidak dapat

direseksi lagi) : <5 %

Insiden atau kejadian kekambuhan lokal dapat dikurangi jika saat operasi

dilakukan tindakan pencegahan semaksimal mungkin untuk menghindari implantasi

dari sel-sel ganas. Sekitar 5 % pasien dengan kanker kolorektal penyakitnya akan

berkembang ke arah keganasan.

Diperlukan tindakan lanjut (follow up) yang lama agar dapat mengetahui

apakah kanker itu rekuren dan metakromatik. Dilakukan sigmoidoskopi, pemeriksaan

feses untuk mengetahui adanya darah, barium enema, kolonoskopi fiiber optik dan

serangkaian nilai CEA sebagai marker untuk deteksi dari kekambuhan tumor. Bila

kadar CEA tetap normal sesudah dilakukan reseksi kuratif, maka peningkatan

dikemudian hari dengan sendirinya merupakan bukti kemungkinan adanya rekurensi.

VITAMIN D

I. DEFINISI

Vitamin D adalah vitamin golongan yang larut dalam lemak, dikenal juga

dengan nama kalsiferol. Penamaan ini berdasarkan Internasional Union of Pure

and Applied Chemist.

II. SUMBER VITAMIN

Vitamin D banyak ditemukan pada jeruk, stroberi, tomat, brokoli dan sayuran

hijau lainnya.

III. MANFAAT BAGI TUBUH

Di dalam tubuh vitamin D membentuk struktur tulang dan gigi yang

kuat, vitamin D juga dapat memperkuat sistem kekebalan dan mencegah

berbagai jenis kanker.

Menurut studi di Selandia Baru yang dipimpin oleh Prof.Lynn

Ferguson bahwa vitamin D dapat menghambat penyakit kanker usus.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Departemen Epidemiologi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Emory, Atlanta-Amerika Serikat yang

berjudul “Efek suplemen vitamin D dan kalsium pada jaringan kolon normal

dan perkembangan tanda dari risiko neoplasma kolorektal” menunjukkan

bahwa pemberian Vitamin D dengan dosis 800IU dan Kalsium 2Gr

dibandingkan dengan pemberian plasebo selama 6 bulan terhadap individu

yang memiliki jaringan kolon normal dengan hasilnya bahwa vitamin D dan

Kalsium lebih efektif dalam hal menurunkan peradangan jaringan kolon yang

menurunkan faktor risiko terejadinya Ca.Colon

BAB IIIKESIMPULAN

2. Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada usus besar yang memanjang

dari sekum hingga rektum.

3. Menurut World Health Organization pada April 2003 melaporkan terdapat lebih

dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan hampir 500.000 kematian

dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya.

4. Faktor resikonya meliputi umur, diet tinggi lemak dan kolesterol, inflamatory

bowel disease (terutama kolitis ulseratif) dan genetik.

5. Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus,

serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar.

6. faktor berikut ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya karsinoma kolon antara

lain: tingginya konsumsi daging sapi dan lemak hewani, meningkatnya kuman-

kuman anaerobik pada kolon, tumor yang memproduksi asam empedu sekunder,

diet rendah serat, dan kemungkinan defisiensi bahan makanan protektif (yang

mencegah timbulnya kanker) dalam diet.

7. Pertumbuhan sel diluar kontrol dapat merupakan suatu keadaan prekanker,

contohnya adalah polip di daerah usus besar. Setelah melalui periode panjang

dapat menjadi ganas.

8. Secara makroskopik karsinoma kolon dapat dibagi atas 4 tipe, yaitu: nodular,

koloid, skirous, papilar.

9. Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi

menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan infiltrasi karsinoma di dinding usus.

10. Gejala umum yang dikeluhkan pasien adalah: perdarahan segar peranal

(hematokezia), buang air besar lendir darah atau tidak teratur, obstruksi saluran

cerna, anoreksia, berat badan menurun, rasa nyeri perut ditempat kanker dan

tenesmus.

11. Pemeriksaan penunjang antara lain: Fecal occult bleeding (FOBT), fleksibel

sigmoidoskopi (FS), sinar-x enema barium, dan kolonoskopi dan fecal

immunochemical test (FIT), radiologi thorax, USG, CT Scan dan Laboratorium.

12. Terapi farmakologi yang dapat diberikan adalah kombinasi dari 5-fluorouracil

(5-FU), leucovorin, dan irinotecan (CPT11). Terapi standar untuk carsinoma

kolon yang telah bermetastase adalah CPT11 dengan kombinasi 5-FU/LV

dikenal sebagai Saltz Regimen.

13. Kemoterapi Intrahepatic untuk carcinoma colon dengan metastase ke hepar

adalah intraarterial floxuridine (FUDR).

14. Pengobatan utama pada kanker kolorektal adalah pengangkatan bagian usus yang

terkena dan sistem getah beningnya (laparoscopic colon resection). Pengangkatan

seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi.

15. Lebih dari 90% pasien dengan keganasan kolorektal yang dilakukan operasi

reseksi secara kuratif atau paliatif, angka kematiannya sekitar 3-6%. Persentase

jangka hidup 5 tahun sesudah reseksi tergantung dari stadium lesi

16. Vitamin D sejauh ini menunjukkan peranan penting dalam hal ,mencegah

terjadinya kanker kolon. .

DAFTAR PUSTAKA

Deiry, El-Wafik S. 2006. E-Medicine: Colon Carcinoma. Diakses dari:

http://emedicine.medscape.com/article/277496 tanggal 20 Maret 2009.

Newman, Dorland W. A. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. EGC: Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit

Jilid II. EGC : Jakarta.

Robbins, S.L., M.D. dan Kumar, V., M.D. 1995. Traktus Gastrointestinal dalam Buku

Ajar Patologi II, ed. 4. EGC: Jakarta.

Standar Pelayanan Medis. 1997. Karsinoma Kolon-rektum.

Sabiston, D.C.Jr., M.D. 1994. Buku Ajar Bedah Jilid 2. EGC: Jakarta.

Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Gaya Baru: Jakarta.

Wim de Jong. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. EGC: Jakarta.

http://www.medicastore.com/kanker+kolorektal.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/encyclopedia.html

www.auckland.ac.nz

Department of Epidemiology, Rollins School of Public Health, Emory University,

1518 Clifton Road NE, Atlanta, GA 30322, USA; Winship Cancer Institute, Emory

University, Atlanta, GA 30322, USA. Electronic address: [email protected]