lida - esofagtis akut
DESCRIPTION
lTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Esofagitis adalah suatu keadaan dimana mukosa esofagus mengalami
peradangan, dapat terjadi secara akut maupun kronik. Esofagitis kronis adalah
peradangan di esophagus yang disebabkan oleh luka bakar karena zat kimia yang
bersifat korosif, misalnya berupa asam kuat, basa kuat dan zat organik.1,2
Esofagitis adalah Infiltrasi dan inflamasi difus dapat di jumpai pada seluruh
mukosa dan submukosa. klasifikasi dari esofagitis, berdasarkan atas gambaran
morfologis dan faktor etiologi didapat.2
Esofagitis merupakan penyakit yang sering muncul pada pasien dengan
penyakit gastroesophageal refluks (GERD). Refluks esofagitis didefinisikan sebagai
inflamasi yang disebabkan oleh kontak antara dinding esophagus dengan refluksat
yang mengandung asam lambung dengan atau tanpa cairan yang berasal dari
duodenum dan atau dari pancreas. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks
yag cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esophagus dan terjadinya
penurunan resistensi jaringan mukosa esophagus, walaupun waktu kontak antara
bahan refluksat dengan esophagus tidak cukup lama.1
Pengaruh dari GERD adalah melemahnya tonus otot sfingter esophageal
bawah (LES) dan juga gangguan kontraksi peristaltic dari esophagus. Gangguan –
gangguan tersebut sering terjadi pada pasien dengan GERD yang disertai dengan
erosi pada dinding esophagus. Prevalensi gangguan peristalstik meningkat sesuai
dengan tingkat keparahan GERD, mempengaruhi 20% pasien dengan nonerosif
GERD dan lebih dari 48% pasien dengan ulseratif esofagitis .3
1
Di Indonesia penyakit GERD sering tidak terdiagnosis terdiagnosis oleh
dokter bila belum menimbulkan keluhan yang berat, seperti refluks esofagitis Pada
pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi di RSUP Cipto Mangunkusumo
didapatkan sebanyak 22,8% pasien dengan esofagitis yang disebabkan oleh GERD
Penyakit ini merupakan penyebab lazim gejala saluran cerna bagian atas, yakni
heartburn dan regurgitasi. Perkembangan refluks esofagitis menggambarkan
ketidakseimbangan antara mekanisme anti refluks esofagus dengan kondisi lambung
mengungkapkan epidemiologi dari esofagitis yaitu didapatkan insdensi
kejadian esofagitis adalah pada usia 50 – 59 tahun.4,5
2
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI ESOFAGUS
2.1. Anatomi Esofagus
Esofagus merupakan lapisan otot yang berbentuk seperti tabung yang
memanjang, mulai dari vertebra servikal 6 sampai torakal 11, atau dari hipofaring
sampai ke lambung, dengan panjang lebih kurang 23 sampai 25 cm. Dalam keadaan
normal, lumen esofagus kolaps, dan berbentuk pipih. Secara umum esofagus dapat
dibagi dalam 3 lokasi anatomi yaitu : 6, 8
1. Pada daerah leher esofagus berada pada garis tengah leher, di belakang laring
dan trakea, pembuluh darah di daerah ini adalah percabangan arteri tiroid
inferior dan vena tiroid inferior, aliran limfe pada daerah ini adalah kelenjar
limfe paraesofagus servikal dan jugularis inferior.
2. Daerah torakal bagian atas esofagus lewat di belakang percabangan trakea,
bronkus kiri, lalu ke belakang atrium kiri selanjutnya masuk ke daerah
abdomen melalui hiatus esofagus pada diafragma, pembuluh darah di daerah
ini adalah percabangan aorta torakalis, vena azygos dan vena hemiazygos,
aliran limfenya terdiri dari kelenjar limfe mediastinum superior, parabronkial,
hilus, dan paraesofagus.
3. Bagian esofagus abdominal yang panjangnya hanya 1,25 cm, berada pada
permukaan posterior lobus kiri hati, permukaan kiri dan depan esofagus
abdominal diliputi oleh peritonium, pembuluh darah pada daerah ini adalah
cabang arteri gastrikus kiri, arteri frenikus inferior, dan vena gastrikus kiri,
aliran limfenya terdiri dari kelenjar limfe gaster kiri, retrokardia, dan celiaca.3
Persarafan esofagus berasal dari nevus vagus (parasimpatis) dan ganglion
3
simpatis, esofagus bagian servikal disarafi oleh nervus laringeus rekuren, di bagian
torakal nervus vagus membentuk fleksus esofagial kemudian bercabang 2 membentuk
bagian kiri depan dan kanan belakang. 10
Gambar 1. Anatomi Esofagus 9
Ada 4 daerah penyempitan normal pada esofagus yaitu : 11
1. Pada pharingo-esophagal junction yang terdiri dari otot sfingter
cricopharingeal, kira-kira setinggi vertebra servikal 6.
2. Pada arkus aorta, kira-kira setinggi vertebra torakal 4.
3. Pada percabangan bronkus kiri, kira-kira setinggi vertebra torakal 5.
4. Pada saat melewati diafragma, kira-kira setinggi vertebra torakal 10.
4
Gambar 2. Pembuluh darah di esofagus
Secara histologi esofagus tidak memiliki lapisan serosa, 3 lapisan esofagus dari luar
ke dalam yaitu :8
1. muskularis eksterna lapisan paling luar terdiri dari 2 lapisan otot; yang terluar
lapisan otot longitudinal, dan pada bagian dalam lapisan otot sirkuler.
2. Lapisan submukosa yang terdiri dari serat elastis dan fibrous, lapisan ini
merupakan lapisan yang terkuat dari esofagus.
3. Lapisan paling dalam (lapisan mukosa) yang merupakan sel-sel epitel
squamosa, terbagi atas lamina propia dan muskularis mukosa. Lapisan otot
pada bagian sepertiga atas dari esofagus merupakan lapisan otot lurik,
sedangkan dua pertiga bawah adalah lapisan otot polos.8
– Mukosa
• Ep. berlapis gepeng tanpa keratin (+sel Langerhans: APC)
• Lam. propria: kel. esofagus-kardia
• Muskularis mukosa: single layer longitudinal
5
– Submukosa
• Kel. esofagus:
– Sel mukosa & sel serosa → pepsinogen & lisosim
(antibakteri)
– Muskularis eksterna
• Otot polos & otot skelet
– 1/3 esofagus atas: hampir semua otot skelet
– Esofagus tengah: otot polos & otot skelet
– 1/3 esofagus bawah: hanya otot polos
2.2 Fisiologi Esofagus
Aktivitas yang terkoordinasi dari sfingter esofagus atas (upper esophageal
sphingter), badan esofagus, dan sfingter esofagus bawah (lower esophageal
sphingter) penting untuk fungsi motorik esofagus dalam mengantarkan makanan
masuk ke lambung.8
1. Sfingter esofagus atas
Bagian ini dipersarafi langsung oleh saraf motorik dari otak. Dalam keadaan istirahat,
sfingter esofagus atas tetap dalam keadaan berkontraksi dengan tekanan 60-100
mmHg, hal ini mencegah masuknya udara dari faring ke esofagus dan mencegah
terjadinya refluks dari esofagus ke faring. Pada saat menelan, bolus makanan
didorong oleh lidah masuk ke faring, terjadi relaksasi otot sfingter atas, setelah
makanan lewat otot ini kembali pada keadaan normal.
2. Badan esofagus
6
Setelah makanan melewati otot sfingter atas, badan esofagus berkontraksi mulai dari
bagian paling atas dengan kecepatan 3-4 cm/detik dan tekanan kontraksi 60-140
mmHg.
3. Sfingter esofagus bawah
Panjang sfingter esofagus bawah sekitar 3-4 cm dengan tekanan kontraksi pada saat
istirahat adalah 15-24 mmHg. Pada saat menelan, otot sfingter ini relaksasi sekitar 5-
10 detik agar makanan bisa masuk ke dalam lambung.
2.3 Fisiologi esophagus (Proses Menelan)
Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau cairan
berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkaian gerakan otot yang
sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakan voluntar lidah dan diselesaikan dengan
serangkaian refleks dalam faring dan esofagus. Bagian aferen refleks ini merupakan
serabut-serabut yang terdapat dalam saraf V, IX, dan X. Pusat menelan atau deglutisi
terdapat pada medula oblongata. Di bawah koordinasi pusat ini, impuls-impuls
berjalan ke luar dalam rangkaian waktu yang sempurna melalui saraf kranial V, X,
dan XII menuju ke otot-otot lidah, faring, iaring, dan esofagus.
Walaupun menelan merupakan suatu proses yang kontinu, tetapi terjadi dalam
tiga fase oral, faringeal, dan esofageal. Pada fase oral, makanan yang telah dikunyah
oleh mulut disebut bolus didorong ke belakang mengenai dinding posterior faring
oleh gerakan voluntar lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah rangsangan
gerakan refleks menelan.
Pada fase faringeal, palatum mole dan uvula bergerak secara refleks menutup
rongga hidung. Pada saat yang sama, Iaring terangkat dan menutup glotis, mencegah
tnakanan memasuki trakea. Kontraksi otot konstriktor faringeus mendorong bolus
melewati epiglotis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki esofagus. Gerakan
retroversi epiglotis di atas orifisium Iaring akam melindungi saluran pernapasan,
tetapi terutama untuk menutup glotis sehingga mencegah makanan memasuki trakea.
7
Pernapasan secara serentak dihambat untuk mengurangi kemungkinan aspirasi.
Sebenarnya, hampir tidak mungkin secara voluntar menarik napas dan menelan dalam
waktu yang sama.
Fase esofageal mulai saat otot krikofaringues relaksasi sejenak dan
memungkinkan bolus memasuki esofagus. Setelah relaksasi yang singkat
iiu,gelombang jieristaltik primer yang dimulai dari faring dihantarkan ke otot
krikofaringeus, menyebabkan otot ini berkontraksi. Gelombang peristaltik terus
berjalan sepanjang esofagus, mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian
distal. Adanya bolus merelaksasikan otot sfingter distal ini sejenak sehingga
memungkinkan bolus masuk ke dalam lambung. Gelombang peristaltik primer
bergerak dengan kecepatan 2 sampai 4 cm/ detik, sehingga makanan yang tertelan
mencapai lambung dalam waktu 5 sampai 15 detik. Mulai setinggi arkus aorta, timbul
gelombang peristaltik sekunderbila gelombang primer gagal mengosongkan
esofagus. Timbulnya gelombang ini dipacu oleh peregangan esofagus oleh sisa
partikel partikel makanan.
8
Gambar 2: Fisiologi Menelan
BAB III
ESOFAGITIS AKUT
3.1. Etiologi Esofagitis akut
9
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya esofagitis
yaitu sebagai berikut
Etiologi
dari kerusakan
esophagus bersifat kompleks, mulai dari refluks asam lambung, cairan
empedu, cairan pancreas, serta terdapat pengaruh dari faktor eksternal seperti
konsumsi alcohol, penggunaan obat NSAID. 9
3.2 Mekanisme pertahanan
Esophagus sebenarnya memiliki mekanisme pertahanan terhadap refluks
asam lambung sebagai seistem defesnsif yang meliputi: (a) barier anti refluks
yang mencegah refluks masuk ke dalam esophagus; (b) mekanisme
pembersihan( clearance ) yang membatasi waktu kontak dengan refluksat dengan
epitel esophagus; dan (c) jaringan resisten yang melindungi epitel esophagus
terhadap kerusakan selama kontak dengan refluksat.10
10
Gambar1. Mekanisme pertahanan esophagus. Mekanisme pertahanan mikosa
esophagus terdiri atas eptel skuamos berlapis, yang tersusun atas pre-epitel
superficial, epitel, post-epitel. 10
Mukosa esophagus disusun oleh epitel skuamos berlapis yang terdiri
dari 20 – 30 lapis sel. Secara fungsional terdapat perbedaan lapisan yaitu
lapisan stratum corneum, stratum spinosum, dan stratum germinativum. Sel
mengalami transformasi secara morfologi dan fungsional yang kemudian
bergerak dari stratum germinativum kea rah lapisan yang lebih dekat dengan
lumen esophagus, seperti stratum spinosum dan stratum corneum.11
Secara teoritis, mukosa esophagus memiliki 3 mekanisme pertahanan,
yaitu 1) pre-epitel yang terdiri atas mucus, ion bikarbonat, factor pertumbuhan
epitel, 2) epitel, terdiri atas sel eptiel, kompleks tautan interseluler, 3) post-
epitel, terdiri atas pembuluh darah. Bagian preepitel merupakan bagian yang
11
tidak terlalu kuat, sehingga sel epitel lebih mudah terpapar oleh refluks yang
berasal dari asam lambung dan cairan duodenum.11
3.3 Esofagitis Terbagi menjadi:
a. Esofagitis Peptik (Refluks)
Esofagiotis peptik (Refluks) adalah Inflamasi mukosa esofagus yang disebabkan oleh
refluks cairan lambung atau duodenum esofagus. Cairan ini mengandung asam pepsin
atau cairan empedu.9
b. Esofagitis Refluks basa
Esofagitis Refliks basa yaitu terjadinya refluks cairan dari duodenum langsung ke
esofagus, misalnya pada pos gastrekstomi total dengan esofagoduodenostomi atau
esofagojejenostomi.9
c. Esofagitis infeksi
Esofagitis infeksi di bagi lagi menjadi:2
• Esofagitis Candida (monialisis)
terjadi karena gangguan sistem kekebalan motilitas esofagus, metabolisme hidrat
arang terutama proses menua.
• Esofagitis Herpes
disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster / herpes simpleks.
d. Esofagitis yang disebabkan oleh bahan kimia
di sebabkan oleh bahan kimia terbagi menjadi:
• Esofagitis korosif
12
Esofagitis korosif terjadi karena masuknya bahan kimia yang korosif ke dalam
esofagus. Hal ini biasanya terjadi karena kecelakaan atau dalam usaha bunuh diri.10
• Esofagitis karena obat (pil esofagitis)
Disebabkan oleh pil atau kapsul yang ditelan dan tertahan di esophagus
3.4 Menurut klasifikasi dari esofagitis, yang di dasarkan atas gambaran morfologis
dari faktor etiologi:2
1. Esofagus akut.
A. edema akut
- eksogeneus yang disebabkan keracunan
- Alergi lokal yang sebagian dari proses sistemik
B. erosif akut
- eksogeneus, yang disebabkan keracunan
- kataral, oleh karena nasofaringtis atau infeksi sistemik
- traumatik sekunder oleh karena esofageal tubes
- idiopatik
C. Pseudo membranousa akut
- primer
- sekunder
D. eksfoliata akut
E. acute necrotizing
II subakut atau recurrent, erosive atau ulseratif
A. Statis, sekunder karena obstruksi kronik
B. Traummatik, sekunder karena esofageal tube
C. Nerogenik (cushing)
D. Sebagai akibat kombustio di kulit (curling)
13
E. Idiopatik
III. esofagitis kronik
A. Fibrotik (stenosing)
B. Regional granulomatous
C. Kistik (retention cysts)
D. Ulseratif
E. Post iradiasi
3.5 Patofisologi
Refluks gastroesofageal sebenarnya merupakan proses normal yang
terjadi pada setiap orang setiap hari dan frekuensinya akan lebih meningkat
terutama setelah makan, baik dengan tidak disertai oleh kerusakan mukosa
esophagus. Akan tetapi refluks gastroesofageal yang berlangsung dalam
waktu yang lama dan terus – menerus dapat menyebabkan esofagitis.9,10
Ketika terjadi refluks asam lambung dan atau dengan cairan duodenum
serta pancreas maka akan merusak taut rekat (tight junction) antar sel epitel
sehingga menyebabkan terjadi dilatasi celah interseluler dan mengakibatkan
masuknya ion hydrogen ke epitel. Kerusakan yang terus berlanjut akan
menyebabkan peradangan dimana akan terdapat neutrofil pada epitel.9,10
Pada studi dengan melihat mukosa dan kultur sel esophagus terdapat
sitokin inflamasi seperti IL-8, infiltrasi leukosit, dan stress oksidatif terlibat
dalam pathogenesis refluks esofagitis. IL-8 dihasilkan oleh leukosit dan sel
endotel vaskuler yang berperan sebagai factor yang mengktivasi neutrofil
terutama terletak pada lapisan basal dari epitel esophagus. IL-8 dipicu oleh
14
keasaman yang dihasilkan oleh refluks. IL-8 terutama terletak pada bagian
lapisan basal dari epitel esophagus. Selain terjadi peningkatan dari IL-8, juga
terdapat peningkatan sitokin inflamasi lainnya seperti tumor necrosis factor,
interferon alfa, IL-6 yang juga diekspresikan oleh mukosa esofagus.
Berdasarkan studi yang dilakukan, diperoleh data bahwa sel epitel esophagus
memiliki peran penting dalam menyebabkan inflamasi dengan memproduksi
IL-8. 9
Adanya infiltrasi dan stress oksidatif yang terlibat dalam esofagitis
didapatkan setelah dilakukan pada model hewan coba yang telah dimanipulsi
untuk menjadi esofagitis. Pada hewan dengan esofagitis akut, didapatkan
peningkatan sitokin inflamasi pada mukosa esophagus, infiltrasi neutrofil dan
monosit ke bagian mukosa dan submukosa, dan terdapat peroksidase lipid.
Sedangkan dari segi stress oksidatif didapatkan bahwa terjadi perubahan pada
aktifitas enzim antioksidan dan menghambat efek antioksidan pada perubahan
mukosa. Dilaporkan bahwa terdapat penurunan glutation yang begitu cepat
pada lesi mukosa dan peroksidase lipid pada hewan coba, dimana terdapat
respon yang menghambat kerja enzim yang mengikat radikal bebas yaitu SOD
(superoxide dismutase) yaitu enzim antioksidan dicegah oleh lesi yang
disebabkan oleh asam akibat refluks dan katalase. Turunan oksigen reaktif
inilah yang berperan penting pada kejadian esofagitis. Antioksidan yang
terdapat pada mukosa esophagus sendiri sebenarnya dapat membantu dalam
perbaikan lesi akibat refluks yang terjadi dengan menghambat peningkatan
peroksida lipid mukosa, hambat aktivasi NFkB, dan mencegah penurunan
glutathione. Diketahui pula bahwa meningkatnya SOD akan menghambat
oksidatif yang akan merusak DNA sel.9
a. Esofagitis Refluks (Esofagitis Peptik)
15
Inflamasi terjadi pada epitel skuamosa di esofagus distal, disebabkan oleh kontak
berulang dan dalam waktu yang cukup lama dengan asam yang mengandung pepsin
ataupun asam empedu. Kelainan yang terjadi dapat sangat ringan, sehingga tidak
menimbulkan cacat, dapat pula berupa mukosa mudah berdarah, pada kelainan yang
lebih berat terlihat adanya lesi erosif, berwarna merah terang. Hal ini menunjukkan
esofagitis peptik. 9,10
b. Esofagitis refluks basa
Peradangan terjadi karena adanya enzim proteolitik dari pankreas, garam-garam
empedu, atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam hidroklond yang
masuk dan kontak dengan mukosa esofagus sehingga terjadi esofagitis basa.9,10
c. Esofagitis Kandida
Pada stadium awal tampak mukosa yang irreguler dan granuler, pada keadaan lebih
berat mukosa menjadi edema dan tampak beberapa tukak. Bila infestasi jamur masuk
ke lapisan sub mukosa, maka edema akan bertambah parah, tukak yang kecil makin
besar dan banyak sampai terlihat gambaran divertikel, sehingga terjadi esofagitis
Kandida (Moniliasis). 9,10
d. Esofagitis Herpes
Seseorang dengan daya tahan tubuh menurun seperti pada penderita yang lama
dirawat di RS, pengobatan dengan imunosupresor. Penderita dengan penyakit stadium
terminal yang terkena virus herpes zoster dengan lesi pada mukosa mulut dan kulit,
mengakibatkan esofagitis herpes, dimana lesi awal yang klasik berupa popula atau
vesikel atau tukak yang kecil kurang dari 5 mm dengan mukosa di sekitarnya
hiperemis. Dasar tukak berisi eksudat yang berwarna putih kekuningan, jika tukak
melebar akan bergabung dengan tukak di dekatnya menjadi tukak yang besar.9,10
e. Esofagitis Korosif
16
Basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis mencair. Secara histologik dinding
esofagus sampai lapisan otot seolah-olah mencair. Asam kuat yang tertelan akan
menyebabkan nekrosis menggumpal secara histologik dinding esofagus sampai
lapisan otot seolah-olah menggumpal. Zat organik (lisol, karbol) menyebabkan edema
di mukosa atau sub mukosa. Asam kuat menyebabkan kerusakan pada lambung lebih
berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus. Sedangkan basa kuat
menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada lambung.6
f. Esofagitis Karena Obat
RL atau kapsul yang ditelan kemudian tertahan di esofagus mengakibatkan timbulnya
iritasi dan inflamasi yang disebabkan oleh penyempitan lumen esofagus oleh desakan
organ-organ di luar esofagus. Obstruksi oleh karena peradangan, tumor atau akalasia,
menelan pil dalam posisi tidaur dapat menyebabkan esofagitis karena obat.5
F. Pemeriksaan penunjang Esofagitis
a. Esofagitis Peptik (Refluks)
Pemeriksaan esofagoskopi : tidak didapatkan kelainan yang jelas (blackstone), ciri
khas dari esofagitis peptik yaitu peradangan mulai dari daerah perbatasan esofagus
gaster (garisz) ke proksimal daerah esofagus.5
b. Refluks basa
• Pemeriksaan radiologik
kontras barium dapat menunjukkan kelainan yang terjadi pada keadaan pasca operasi.
3.6 Diagnosis Esofagitis akut
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan kombinasi antara anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
17
A. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis pasien dengan esofagitis adalah
a) Pirosis (heartburn) sifatnya panas membakar, mencekam atau mengiris dan
umumnya timbul di uluhati dan menjalar ke atas hingga rahang bawah dan ke
bawah, ke epigastrium, belakang punggung dan bahkan ke lengan kiri
menyerupai nyeri pada angina pectoris.
b) sendawa, mulut terasa masam dan pahit, serta merasa cepat kenyang.
c) nyeri ini terjadi setelah penderita makan dalam jumlah banyak.
d) Intensitas nyeri akan meningkat saat penderita membungkukkan badan,
berbaring atau mengejan.7
Manesfestasi Klinis Esofagitis
Gejala-gejala yang segera timbul adalah adinofagia berat, demam, keracunan dan
kemungkinan perforasi esofagus disertai infeksi mediastinum dan kematian.6,7
a. Esofagitis Peptik (Refluks)
Gejala klinik yangnyata misalnya rasa terbakar di dada (heart burn) nyeri di daerah
ulu hati, rasa mual, dll.
b. Esofagitis refluks basa
Gejala klinik berupa pirosis, rasa sakit di retrosternal. Regurgitasi yang terasa sangat
pahit, disfagia, adinofagia dan anemia defisiensi besi kadang-kadang terjadi
hematemesis berat.
c. Esofagitis Kandida
18
Gejala klinis yang sering adalah disfagia, adinofagia. Pada beberapa penderita
mengeluh dapat merasakan jalannya makanan yang ditelan dari kerongkongan ke
lambung, rasa nyeri retrosternal yang menyebar sampai ke daerah skapula atau terasa
disepanjang vertebra torakalis, sinistra.
d. Esofagitis Herpes
Gejala klinik berupa disfagia, odinofagia, dan rasa sakit retrosternal yang tidak
membaik setelah pengobatan dengan nyastin atau anti fungal lain.
e. Esofagitis Korosif
Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan menelan, odinofagia dan adanya
rasa sakit retrosternal.
f. Esofagitis karena obat
Gejala yang timbul berupa odinofagia, rasa sakit retrosternal yang terus-menerus,
disfagia atau kombinasi dari ketiga gejala ini.
Secara umum, diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang baik dan terarah.
Selain melalui anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk lebih
meyakinkan bahwa memang terjadi esofagitis.
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
a) Pemeriksaan endoskopi 7,8
19
Pemeriksaan endoskopi
1. Esofagitis kandida
Terlihat lesi di mukosa esofagus, mukosa hipermis, rapuh, erosif, eksudat dan pada
kasus yang berat terdapat striktur dan stenosis
2. Esofagitis Herpes
Tampak mukosa rapuh, eritemateus, mukosa sembab, berlapiskan selaput tebal dan
berwarna putih seperti susu kental tersebar di seluruh esofagus, terutama pada 2/3
distal.
• Pemeriksaan Titer aglutinin serum : hasil > 1 : 160
• Pemeriksaan klinik
Terdapat lesi herpes zooster dimukosa mulut atau di kulit.
20
3. Esofagitis korosif
Terlihat lesi berupa papula, mukosa hipermesis, tukak berisi eksudat.
• Pemeriksaan radiologic
Menunjukkan kelainan yang tidak spesifik
• Pemeriksaan esofagogram
• Adanya perforasi atau mediastinitis.
b) Pengukuran pH intra esofagus selama 24 jam cukup membantu bila hasil
endoskopi normal. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan elektroda
pengukur pH melalui hidung dan meletakkannya sekitar 5 cm di atas SEB
(yang telah ditentukan sebelumnya dengan endoskopi. Dikatakan terjadi
refluks apabila pH esofagus didapati kurang dari 4 selama 24 jam
pengawasan.11
c) Manometri esofagus merupakan pemeriksaan untuk mencari pola kontraksi
esofagus. Ia sangat membantu untuk mengevaluasi sumber gejala refluks.
Manometri juga sangat berguna dalam perencanaan terapi pembedahan. 11
d) Tes Bernstein atau tes ‘infus asam’ biasanya merupakan dari pemeriksaan
manometri esofagus. Selama tes ini, esofagus penderita diperfusi dengan asam
hidroklorida 0,1M. Hasil tes positif berupa timbulnya gejala menunjukkan
bahwa penderita memiliki esofagus yang sensitif terhadap asam dan
timbulnya gejala disebabkan oleh refluks esofagitis.11
e) Kapsul endoskopi
Kapsul endoskopi merupakan salah satu cara pemeriksaan penunjang yang bisa
dilakukan. Kapsul ini terdiri atas camera mini yang memiliki flash, baterai
serta. Kapsul ini akan merekam selama perjalanannya.7,8
21
3.7 Penatalaksanaan
Terapi pada pasien dengan refluks esophagus adalah dengan pemberian
PPI (proton pump inhibitor). PPI berfungsi memperbaiki mukosa esophagus dan
menghilangkan gejala GERD. Proton pump inhibitor aman, efektif dan digunakan
lebih fari satu decade di Amerika dan sejumlah Negara eropa dan Australia. Akan
tetapi penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan defisiensi vitamin B 12,
meskipun laporan terkait dengan hal ini masih sedikit.7
22
Terdapat lima jenis PPI ( omeprazol, lansoprazol, rabeprazol,
pantoprazolm dan esomperazol ), kesemua jenis PPI ini bermanfaat dalam
menyembuhkan esofagitis dengan penggunaan dosis yang tepat PPI berfungsi
mencegah perlekatan neutrofil ke endothelium dan migrasi ke ekstravaskuler
dengan menghambat ekspresi dari CD11/CD18 dan juga menghambat sintesis IL-
8 oleh sel epitel mukosa dan sel endotel. Sehingga diharapkan menurunkan
infiltrasi sel radang. Selain itu dilaporkan pula bahwa PPI juga berperan dalam
menghambat produksi radikal bebas oleh neutrofil dan memblok degranulasi
neutrofil. Pemberian PPI sebaiknya sebelum makan.8,9
.
a. Esofagitis Peptik
Pengobatan untuk refluks antasida dengan atau tanpa antagonis H2, receptor.
Tindakan pembedahan untuk menghilangkan refluks hanya dilakukan pada mereka
dengan gejala refluks menetap walaupun telah memberikan pengobatan optimal.6,7
b. Esofagitis refluks basa
Pengobatan refluks basa harus cepat dan intensif, antara lain pemberian antibiotika,
steroid, cairan intravena dan kemungkinan dilakukan pembedahan, apabila penyakit
ini telah memetasfase (menyebar) di sekitarnya.6
c. Esofagitis kandida
Nystatin 200.000 unit diberikan sebagai obat kumur yang ditelan maupun yang
dimakan setiap 2 jam pada saat pasien tidak sedang tidur, merupakan pengobatan
standar, cukup efektif dan hampir tidak ada efek sampingnya. Bila pasien resisten
terhadap Nystatin, maka pilihan kedua adalah Flusitosine 100 mg per Kg BB, tiap
hari dibagi dalam 3 kali pemberian setiap sesudah makan, selama 4-6 minggu. Obat-
obat antifungal lain yang dinyatakan efektif yaitu Imidazole, Ketoconazole,
Amphotericine dan Miconazole.9,10,11
23
d. Esofagitis Herpes
Pengobatan suporatif yaitu dengan memberikan makanan lunak dan cair, anastesi
local diberikan adalah antibiotik selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam.
Kartikosteroid untuk mencegah terjadinya pembentukan fibrosis yang berlebihan dan
Analgetik. Selain itu yang dilakukan esofagoskopi pada hari ke-3 setelah kejadian
atau bila luka di bibir, mulut dan faring sudah tenang.9,10
e. Esofagitis karena obat
Dengan menghentikan pemakaian obat-obat yang dicurigai lesi esofagus dapat
sembuh, dan mengajarkan kepada penderita untuk minum obat dalam posisi tegak
(tidak berbaring) dan disertai air yang cukup banyak.9,10
f. Esofagitis radiasi
Pada keadaan akut, pengobatan dilakukan dengan memodifikasi jenis penyinaran, diit
cair dan pemberian analgesik dan anastetik lokal sebelum tidur atau sebelum makan.
Striktur yang terjadi diatasi dengan dilatasi peroral. 9,10
3.8 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada refluks esofagitis adalah
a) Disfungsi motorik esophagus
b) Barret esophagus
c) Ca esofagus.9
3.9 Pencegahan
24
Pencegahan yang dilakukan bertujuan untuk mencegah kekambuhan dari
esofagitis berulang dan mencegah munculnya komplikasi. Hal yang dapat
dilakukan adalah dengan mengurangi konsumsi kopi, alcohol, posisi kepala lebih
tingi daripada tubuh untuk mencegah refluks.11
BAB IV
Resume
Esofagitis merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa esophagus yang
disebabkan oleh refluks dari cairan lambung dan atau duodenum dan pancreas. Ha ini
disebbkan oleh beberapa faktor yaitu pengaruh dari makanan dan minuman serta
25
obat-obatan yang dikonsumsi. Tetapi utama pada pasien dengan esofagitis adalah
dengan pemberian PPI untuk mengurangi terjadinya peradangan dan diharapkan
perbaikan yang cepat dari mukosa esophagus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata M, Setiati S, editor,
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I, ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. h. 1803;2009
2. Hadi Sujono. Gastroenterologi. Edisi 7. Alumni bandung: 2002. hal 127.
26
3. Soetjipto D, Mangunkusumo E. : Soepardi EA, Iskandar N, et al. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta:
FKUI. 2010: 145-9.
4. Soepardi, Eflaty A, Iskandar, N.Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi
Kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI:2003.
5. 6Soepardi, Eflaty A, Iskandar, N.Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi
Kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI:2003.
6. Muhletaler, CA. et all. Acid Corrosive Esophagitis : Radiographic
Findings.http://www.ajronline.org/cgi/reprint/134/6/1137.pdf [Diakses 2
Desember 2011].
7. 8Laluani, AK. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck
Surgery. United State of America : The McGraw-Hill Companies Inc. 2008. 486.
8. 10Bailey, Byron J. 1998. Head and Neck Surgery-Otolaryngology Second
Edition. Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher. 650.
9. Lionte C, et all. 2007. Unusual Presentation and Complication of Caustic
Ingestion; Case Report. http://www.jgld.ro/12007/12007_17.pdf [Diakses 2
Desember 2011].
10. Alijenad, A. 2000. Caustic Injury to the Upper Gastrointestinal Tract.
http://pearl.sums.ac.ir/semj/vol4/jan2003/causticinj.htm [Diakses 7 Desember
2011].
11. 13 Kumar, S. Audiologi In : Fundamentals Of Ear, Nose & Throat Disease an
Head-Neck Surgery 6th Edition. Calcutta : The New Book Stall. 1996. 358.
27