lembaran daerah kota tarakan tahun 2010 nomor …
TRANSCRIPT
LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 5
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN
NOMOR 5 TAHUN 2010
TENTANG
IJIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK TENAGA KESEHATAN DAN
PENGOBAT TRADISIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA TARAKAN,
Menimbang : a. bahwa tenaga kesehatan dan pengobat tradisional sebagai salah satu
bentuk pelayanan kesehatan perlu ditata guna peningkatan mutu
pelayanannya;
b. bahwa sebagai upaya untuk penertiban dan pengawasan serta
pembinaan dalam pelayanan kesehatannya dan peningkatannya
dipandang perlu mengatur tata cara pemberian izinnya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b, maka dipandang perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 1997 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 3711);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4431);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5038);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 5059);
2
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5063);
8. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5072);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1996 Nomor
40, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3637); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4585);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
4816);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5044);
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang
Pengawasan Peraturan Daerah Dan Peraturan Kepala Daerah;
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 920 Tahun 1986 tentang Upaya
Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor16/Menkes/PER/VIII/1997 tentang
Izin Bagi Tenaga Medis;
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 540/Menkes/SK/XII/2002
tentang Penempatan Tenaga Medis melalui Masa Bakti dan Cara Lain;
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19/MENKES/PER/X/2005
tentang Penyelenggaraan Dokter dan Dokter Gigi;
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 Tentang
Izin dan Pelaksanaan Kedokteran;
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 548/MENKES/PER/V/2007
tentang Registrasi dan Izin Okupasi Terapis;
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 378/MENKES/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Perawat Gigi;
23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 571/MENKES/SK/VI/2008
tentang Standar Profesi Okupasi Terapis;
24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 572/MENKES/SK/VI/2008
tentang Standar Profesi Refraktionis Optisien;
25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 573/MENKES/SK/VI/2008
tentang Standar Profesi Asisten Apoteker;
26. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat;
27. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
3
28. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 1999 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun
1999 Nomor 11 Seri C-01) sebagaimana diubah terakhir dengan
Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 26 Tahun 2001 tentang
Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun
1999 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota
Tarakan Tahun 2001 Nomor 26 Seri D-09);
29. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Tarakan
(Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2008 Nomor 06 Seri D-01);
30. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota Tarakan
(Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2008 Nomor 08 Seri D- 03);
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN
Dan
WALIKOTA TARAKAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IJIN
PENYELENGGARAAN PRAKTIK TENAGA KESEHATAN
DAN PENGOBAT TRADISIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Tarakan.
2. Pemerintahan Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Kepala Daerah adalah Walikota Tarakan.
5. Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang
bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan kelurahan.
6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kota Tarakan.
7. Kepala Dinas Kesehatan, yang selanjutnya disebut Kepala Dinas Kesehatan adalah
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan
8. Peraturan Kepala Daerah adalah PeraturanWalikota Tarakan.
9. Praktik Tenaga Kesehatan adalah jenis usaha yang memberikan jasa dan pelayanan
umum serta dapat dinikmati oleh masyarakat secara aman.
10. Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada seseorang
dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi atau pelayanan kesehatan
lainnya.
11. Surat Izin Praktik adalah bukti tertulis yang diberikan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan
praktik bidang kesehatan.
4
12. Surat Tugas adalah bukti tertulis yang diberikan Dinas Kesehatan Propinsi kepada
dokter atau dokter gigi dalam rangka pelaksanaan praktik kedokteran pada sarana
pelayanan kesehatan tertentu.
13. Surat Tanda Registrasi Dokter dan Dokter Gigi, yang selanjutnya disebut STR adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan
dokter gigi yang telah diregistrasi.
14. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan (bidan dan perawat) yang memiliki
sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
15. Surat Penugasan/Izin kerja adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Departemen
Kesehatan kepada tenaga medis yang telah mendaftarkan diri (registrasi) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
16. Masa Bhakti adalah masa pengabdian profesi tenaga medis kepada masyarakat dalam
rangka menjalankan tugas profesi pada suatu sarana pelayanan kesehatan atau sarana
lain yang ditentukan oleh Pemerintah dalam kedudukan sebagai tidak tetap.
17. Sarana Pelayanan Kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan
kesehatan yang dapat digunakan untuk kedokteran atau kedokteran gigi.
18. Pelayanan Medis adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter dan dokter
gigi sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya yang dapat berupa pelayanan
promotif, preventif, diagnostik, konsultatif, kuratif, atau rehabilitative.
19. Standar Pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi
dalam menyelenggarakan kedokteran.
20. Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu, dimana standar
prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan
kesepakatan bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan.
21. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada dokter, dokter gigi,dokter/dokter gigi spesialis, bidan, perawat,
apoteker, pengobat tradisional, dan atau berkunjung ke unit-unit pelayanan kesehatan.
22. Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia Untuk Dokter, Persatuan Dokter
Gigi Indonesia, Untuk Dokter Gigi Dan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) Untuk
Apoteker, Perhimpunan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI),
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan organisasi profesi kesehatan lainnya
yang ada di Kota Tarakan.
23. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
24. Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter
gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
25. Dokter dan Dokter gigi adalah dokter, dokter gigi, lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemekrintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
26. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus
ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
27. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di
luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
28. Perawat gigi adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
perawat gigi yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan
yang berlaku.
29. Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara baik di
dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
30. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
31. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5
32. Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah Asisten
Apoteker/Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Farmasi dan
Makanan, Akademi Analisa Farmasi dan Makanan yang telah melakukan sumpah
sebagai Asisten Apoteker dan mendapat surat ijin sebagai tenaga kesehatan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
33. Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
34. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau
kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi
dan komunikasi.
35. Tenaga akupunktur adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Diploma III Akupunktur yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai
dengan persyaratan yang berlaku.
36. Nutrisionist (Ahli Gizi) adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan akademik dalam bidang gizi sesuai aturan yang berlaku, mempunyai tugas,
tanggung jawab dan wewenang secara penuh untuk melakukan kegiatan fungsional
dalam bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetic baik di masyarakat, individu atau
rumah sakit.
37. Radiolografer adalah tenaga medis dengan pendidikan minimal DIII penata radiologi
yang memberikan pelayanan medik yang menggunakan semua modalitas energi radiasi
untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknik pencitraan dan penggunaan emisi radiasi
dengan sinar-X, radioaktif, ultrasonografi dan radiasi frekuensi elektromagnetik.
38. Psikolog Klinis adalah suatu profesi yang dilakukan oleh seorang ahli dalam bidang
terapan psikologi klinis yang menangani tentang tingkah laku dan proses mental.
39. Okupasi terapis adalah profesi kesehatan yang menangani pasien/klien dengan
gangguan fisik dan atau mental yang bersifat sementara atau menetap. Dalam
praktiknya, okupasi terapi menggunakan okupasi atau aktivitas terapeutik dengan
tujuan mempertahankan atau meningkatkan komponen kinerja okupasional (senso-
motorik, persepsi, kognitif, sosial, dan spiritual) dan area kinerja okupasional
(perawatan diri, produktivitas dan pemanfaatan waktu luang) sehingga pasien/klien
mampu meningkatkan kemandirian fungsional, meningkatkan derajat kesehatan dan
partisipasi di masyarakat sesuai perannya.
40. Refraksionis optisien/optometris adalah tenaga kesehatan yang telah lulus pendidikan
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang berwenang melakukan
pemeriksaan mata dasar, pemeriksaan refraksi, menetapkan hasil pemeriksaan,
menyiapkan dan membuat lensa kacamata atau lensa kontak, termasuk pelatihan
ortoptik.
41. Pengobat Tradisional adalah orang yang melakukan pengobatan tradisional.
42. Pengobatan Tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan
pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan atau
pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
43. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN),
atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
6
(1) Maksud dibentuknya peraturan daerah ini sebagai landasan hukum bagi pemerintah
daerah dalam melaksanakan pemberian izin praktik tenaga kesehatan dan pengobat
tradisional;
(2) Tujuan diterbitkannya peraturan daerah ini dalam rangka pembinaan, pengendalian dan
pengawasan penyelenggaraan usaha di bidang kesehatan kepada masyarakat
BAB III
JENIS-JENIS PRAKTIK TENAGA KESEHATAN DAN PENGOBAT
TRADISIONAL
Pasal 3
(1) Di wilayah Kota Tarakan dapat diselenggarakan praktik tenaga kesehatan dan pengobat
tradisional dengan persetujuan Walikota;
(2) Jenis-jenis praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional sebagaimana yang
dimaksud ayat (1) adalah:
1) Pelayanan Medik Dasar;
2) Pelayanan Medik Spesialistik;
3) Pelayanan Medik Penunjang;
4) Pelayanan Pengobat Tradisional;
5) Pelayanan tenaga kesehatan lainnya.
BAB IV
BENTUK PRAKTIK TENAGA KESEHATAN DAN PENGOBAT TRADISIONAL
Pasal 4
(1) Pelayanan Medik Dasar meliputi :
a. Praktik Dokter Umum;
b. Praktik Dokter Gigi;
c. Praktik Perawat (Akademi Perawat);
d. Praktik Perawat Gigi;
e. Praktik Bidan (Akademi Bidan);
f. Praktik Berkelompok Dokter Umum;
g. Praktik Berkelompok Dokter Gigi;
(2) Pelayanan Medik Spesialistik meliputi :
a. Praktik Perorangan Dokter Spesialis;
b. Praktik Perorangan Dokter Gigi Spesialis;
c. Praktik Berkelompok Dokter Spesialis;
d. Praktik Berkelompok Dokter Gigi Spesialis;
(3) Pelayanan Medik Penunjang meliputi:
a. Praktik Apoteker;
b. Praktik Asisten Apoteker;
c. Praktik Psikolog Klinis;
d. Praktik Radiografer;
e. Praktik Okupasi Therapis;
f. Praktik Refraktionist Optisien;
g. Praktik fisioterapis;
h. Praktik Nutritionist;
i. Praktik Terapis Wicara.
(4) Bidang Pengobatan Tradisional atau Surat Terdaftar Pengobat Tradisonal adalah :
a. Pengobat Tradisional atau surat terdaftar pengobat Tradisional Keterampilan;
b. Pengobat Tradisional atau Surat Terdaftar Pengobat Tradisional Ramuan;
(5) Bidang pelayanan tenaga kesehatan lainnya yang belum termasuk pada 4 (empat)
kategori di atas yang akan bekerja dan atau berpraktik wajib memenuhi persyaratan dan
tatacara pengajuan perizinan yang diatur sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.
7
BAB V
PERIZINAN
Pasal 5
(1) Setiap penyelenggaraan praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional wajib
mendapat izin dari Walikota yang dalam pelaksanaannya dilakukan dan menjadi
tanggungjawab Kepala Dinas Kesehatan;
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan;
(3) Izin untuk menyelenggarakan praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional dapat
berlaku dan diperbaharui dengan mengajukan permohonan baru serta wajib didaftar
ulang setiap tahun;
(4) Permohonan pembaharuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk praktik perorangan permohonan pembaharuan izin praktik dilakukan paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum masa berlaku izin berakhir;
b. Untuk praktik berkelompok permohonan pembaharuan izin dilakukan 3 (tiga)
bulan sebelum masa berlaku izin berakhir.
(5) Izin penyelenggaraan praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional tidak berlaku
apabila :
a. Habis masa berlakunya;
b. Berakhirnya kegiatan;
c. Izin dicabut.
(6) Izin sebagaimana dimaksud ayat (1) dinyatakan batal jika kegiatan usaha belum dimulai
dalam jangka 6 (enam bulan) sejak diterbitkan izin;
(7) Permohonan izin penyelenggaraan diajukan secara tertulis dengan menggunakan
formulir permohonan yang disediakan dengan melampirkan persyaratan sebagaimana
tercantum pada pasal-pasal persyaratan di bawah ini;
(8) Terhadap berkas permohonan yang lengkap maka kepada pemohon diberikan tanda
terima permohonan;
(9) Terhadap berkas permohonan yang tidak lengkap maka tidak akan diterima dan/atau
untuk dikembalikan kepada pemohon;
(10) Terhadap permohonan yang diterima, Kepala Dinas Kesehatan menerbitkan izin paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak berkas permohonan diterima secara lengkap;
(11) Terhadap permohonan yang ditolak, Kepala Dinas Kesehatan memberikan jawaban
tertulis disertai alasan yang jelas paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak berkas
permohonan diterima secara lengkap;
(12) Setiap tenaga kesehatan dan pengobat tradisional yang melaksanakan praktik harus
selalu mematuhi standar profesi dan membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat masyarakat yang setinggi-tingginya.
BAB VI
PERSYARATAN PENYELENGGARAAN IZIN
Bagian Pertama
PELAYANAN MEDIK DASAR
Praktik Perorangan Dokter Umum / Dokter Keluarga
Pasal 6
(1) Praktik perorangan dokter umum/dokter keluarga dilaksanakan oleh seorang dokter
umum dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Setiap dokter yang melakukan praktik kedokteran wajib memiliki Surat Izin
praktik(SIP);
b. Untuk memperoleh SIP, dokter yang bersangkutan harus mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan melampirkan:
8
1) Fotokopi Surat Tanda Registrasi (STR) dokter yang diterbitkan dan telah
dilegalisir oleh Konsil Kedokteran Indonesia, yang masih berlaku dan
menunjukkan STR yang asli;
2) Surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau surat keterangan dari sarana
pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya;
3) Surat keterangan masih aktif bekerja di instansi bagi dokter yang bekerja pada
sebuah sarana pelayanan/intansi;
4) Surat Rekomendasi dari instansi untuk melakukan praktik di luar jam kerja;
5) Surat rekomendasi dari organisasi profesi sesuai tempat praktik;
6) Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2
(dua) lembar;
c. Dalam pengajuan SIP sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas harus dinyatakan
secara tegas permintaan SIP untuk tempat praktik Pertama, Kedua, atau Ketiga;
d. Untuk memperoleh SIP kedua dan ketiga pada jam kerja, dokter yang bekerja pada
sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah harus melampirkan surat
izin dari pimpinan instansi/sarana pelayanan kesehatan dimana dokter dimaksud
bekerja;
e. SIP sebagaimana dimaksud pada hutuf a hanya diberikan paling banyak 3 (tiga) SIP
untuk setiap dokter, baik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta
maupun perorangan dan 1 (satu) SIP hanya berlaku untuk satu tempat praktik;
f. SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada dalam
Kota Tarakan atau kabupaten/kota lain baik dari propinsi yang sama atau propinsi
lainnya;
g. SIP sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas berlaku sepanjang STR masih
berlaku dan tempat masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP;
(2) Selain persyaratan yang dimaksud ayat (1) praktik perorangan dokter umum juga wajib
memenuhi ketentuan :
a. Memiliki ruang pemeriksaan yang memadai, secara fisik meliputi ruang bangunan,
penanganan sampah dan limbah, sterilisasi alat-alat dan perlengkapan medis;
b. Memiliki ruang tunggu;
c. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar
tradisional atau sejenisnya dan bila terpaksa harus menunjukkan upaya-upaya
pencegahan infeksi nosokomial;
d. Memiliki peralatan standar minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
(3) SIP bagi dokter yang melakukan praktik kedokteran pada suatu sarana pelayanan
kesehatan Pemerintah berlaku juga bagi sarana pelayanan kesehatan pemerintah dalam
wilayah binaannya;
(4) Dokter yang sedang mengikuti program pendidikan dokter spesialis di Rumah Sakit
Pendidikan secara otomatis diberikan SIP secara kolektif oleh Kepala Dinas Kesehatan
untuk menjalankan praktik kedokteran melalui Dekan Fakultas Kedokteran dan SIP
tersebut berlaku pula pada seluruh jejaring Rumah Sakit Pendidikan serta pelayanan
kesehatan yang ditunjuk;
(5) Kepala Dinas Kesehatan dalam memberikan SIP harus mempertimbangkan
keseimbangan antara jumlah dokter dengan kebutuhan pelayanan kesehatan;
(6) Dokter yang telah memiliki SIP yang memberikan pelayanan medis atau memberikan
konsultasi keahlian dalam hal sebagai berikut :
a. Diminta oleh suatu sarana pelayanan kesehatan dalam rangka pemenuhan pelayanan
medis yang bersifat khusus, yang tidak terus menerus atau tidak berjadwal tetap;
b. Dalam rangka melakukan bakti sosial/kemanusiaan;
c. Dalam rangka tugas kenegaraan;
d. Dalam rangka melakukan penanganan bencana atau pertolongan darurat lainnya;
e. Dalam rangka memberikan pertolongan pelayanan medis kepada keluarga, tetangga,
teman, pelayanan kunjungan rumah dan pertolongan masyarakat tidak mampu yang
sifatnya insidentil tidak memerlukan SIP di tempat tersebut.
(7) Pemberian pelayanan medis sebagimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, b, c dan d
harus diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan oleh institusi penyelenggaranya.
9
(8) Dokter yang akan menghentikan kegiatan praktik kedokteran di suatu tempat, wajib
memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan disertai pengembalian
SIP;
(9) Kepala Dinas Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) di atas akan
mengembalikan fotokopi STR yang dilegalisir, STR asli oleh Konsil Kedokteran
Indonesia milik dokter tersebut setelah SIP dikembalikan;
(10) Apabila dalam keadaan tertentu fotokopi STR yang dilegalisir, STR asli oleh Konsil
Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) hilang maka Kepala Dinas
Kesehatan tersebut harus membuat pernyataan mengenai hilangnya STR dimaksud
untuk permintaan fotokopi STR legalisir, STR asli kepada Konsil Kedokteran
Indonesia.
(11) Dokter warga negara asing dapat diberikan SIP sepanjang memenuhi persyaratan
dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, d, e, f , g dan ayat (2).
(12) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) diatas juga harus :
a. Telah melakukan evaluasi di perguruan tinggi di Indonesia berdasar permintaan
tertulis Konsil Kedokteran Indonesia;
b. Memiliki surat izin kerja dan izin tinggal sesuai ketentuan perundang-undangan ;
c. Mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang dibuktikan dengan bukti lulus
bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa Indonesia.
(13) Dokter yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik perorangan wajib
memasang papan nama praktik kedokteran yang memuat nama dokter dan nomor SIP
yang diberikan, dengan tulisan warna hitam pada dasar putih, ukuran maksimal 60 x 90
cm;
(14) Dalam hal dokter sebagaimana dimaksud ayat (13) berhalangan melaksanakan praktik
dapat menunjuk dokter pengganti;
(15) Dokter pengganti sebagaimana dimaksud ayat (14) harus dokter yang memiliki SIP
yang setara dan tidak harus SIP di tempat tersebut;
(16) Dalam keadaan tertentu (dokter spesialis tidak berada di tempat) untuk kepentingan
pemenuhan kebutuhan pelayanan, dokter yang memiliki SIP dapat menggantikan
dokter spesialis, dengan memberitahukan penggantian tersebut kepada pasien;
(17) Dokter yang behalangan melaksanakan atau telah menunjuk dokter pengganti
sebagimana dimaksud pada ayat (15) dan (16) wajib membuat pemberitahuan harus
ditempelkan atau ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat;
(18) Dokter dalam rangka memberikan pertolongan pada keadaan gawat darurat guna
penyelematan jiwa atau pencegahan kecacatan, dapat melakukan tindakan kedokteran
diluar kewenangannya sesuai kebutuhan medis dan sesuai standar profesi;
(19) Dokter dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran kepada perawat,
bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan
tindakan kedokteran;
(20) Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (19) harus sesuai dengan
kemampuan dan kompetensi yang dimiliki dan dilaksanakan sesuai ketentuan
perundang-undangan;
(21) Pelimpahan wewenang kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan lainnya dalam
keadaan tertentu dimana pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan dan tidak terdapat
dokter di tempat tersebut diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Praktik Perorangan Dokter Gigi
Pasal 7
(1) Praktik perorangan dokter gigi dilaksanakan oleh seorang dokter gigi dengan
persyaratan sebagai berikut :
a. Setiap dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran wajib memiliki surat izin
praktik (SIP);
b. Untuk memperoleh SIP, dokter gigi yang bersangkutan harus mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan melampirkan:
10
1) Fotokopi surat tanda registrasi (STR) dokter gigi yang diterbitkan dan telah
dilegalisir oleh Konsil Kedokteran Indonesia, yang masih berlaku dan
menunjukkan STR yang asli;
2) Surat pernyataan mempunyai tempat praktik atau surat keterangan dari sarana
pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya;
3) Surat keterangan masih aktif bekerja di instansi bagi dokter yang bekerja pada
sebuah sarana pelayanan/intansi;
4) Surat rekomendasi dari instansi untuk melakukan praktik di luar jam kerja;
5) Surat rekomendasi dari organisasi profesi sesuai tempat praktik;
6) Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2
(dua) lembar;
c. Dalam pengajuan SIP sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas harus dinyatakan
secara tegas permintaan SIP untuk tempat praktik Pertama, Kedua, atau Ketiga;
d. Untuk memperoleh SIP kedua dan ketiga pada jam kerja, dokter gigi yang bekerja
pada sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah harus melampirkan
surat izin dari pimpinan instansi/sarana pelayanan kesehatan dimana dokter
dimaksud bekerja;
e. SIP sebagaimana dimaksud pada huruf a hanya diberikan paling banyak 3 (tiga) SIP
untuk setiap dokter gigi, baik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah,
swasta maupun praktik perorangan dan 1 (satu) SIP hanya berlaku untuk satu tempat
praktik;
f. SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada dalam
Kota Tarakan atau kabupaten/kota lain baik dari propinsi yang sama atau propinsi
lainnya;
g. SIP sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas berlaku sepanjang STR masih
berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP;
(2) Selain persyaratan yang dimaksud pada ayat (1) praktik perorangan dokter gigi juga
wajib memenuhi ketentuan :
a. Memiliki ruang pemeriksaan yang memadai, secara fisik meliputi ruang bangunan,
penanganan sampah dan limbah, sterilisasi alat-alat dan perlengkapan medis;
b. Memiliki ruang tunggu;
c. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar
tradisional atau sejenisnya dan bila terpaksa harus menunjukkan upaya-upaya
pencegahan infeksi nosokomial;
d. Memiliki peralatan standar minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
(3) SIP bagi dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran pada suatu sarana pelayanan
kesehatan Pemerintah berlaku juga bagi sarana pelayanan kesehatan pemerintah dalam
wilayah binaannya;
(4) Dokter gigi yang sedang mengikuti program pendidikan dokter spesialis di Rumah
Sakit Pendidikan secara otomatis diberikan SIP secara kolektif oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kota Tarakan Kota untuk menjalankan kedokteran melalui Dekan Fakultas
Kedokteran dan SIP tersebut berlaku pula pada seluruh jejaring Rumah Sakit
Pendidikan serta pelayanan kesehatan yang ditunjuk;
(5) Kepala Dinas Kesehatan dalam memberikan SIP harus mempertimbangkan
keseimbangan antara jumlah dokter gigi dengan kebutuhan pelayanan kesehatan;
(6) Dokter gigi yang telah memiliki SIP yang memberikan pelayanan medis atau
memberikan konsultasi keahlian dalam hal sebagai berikut :
a. diminta oleh suatu sarana pelayanan kesehatan dalam rangka pemenuhan pelayanan
medis yang bersifat khusus, yang tidak terus menerus atau tidak berjadwal tetap;
b. dalam rangka melakukan bakti sosial/kemanusiaan;
c. dalam rangka tugas kenegaraan;
d. dalam rangka melakukan penanganan bencana atau pertolongan darurat lainnya;
e. dalam rangka memberikan pertolongan pelayanan medis kepada keluarga,
tetangga,teman,pelayanan kunjungan rumah dan pertolongan masyarakat tidak
mampu yang sifatnya insidentil tidak memerlukan SIP di tempat tersebut.
(7) Pemberian pelayanan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, b, c, dan d
harus diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan oleh institusi penyelenggaranya;
11
(8) Dokter gigi yang akan menghentikan kegiatan praktik kedokteran di suatu tempat,
wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan disertai
pengembalian SIP;
(9) Kepala Dinas Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) di atas akan
mengembalikan fotokopi STR yang dilegalisir, STR asli oleh Konsil Kedokteran
Indonesia milik dokter gigi tersebut setelah SIP dikembalikan.
(10) Apabila dalam keadaan tertentu fotokopi STR yang dilegalisir, STR asli oleh Konsil
Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) hilang maka Kepala Dinas
Kesehatan Kota Tarakan Kota tersebut harus membuat pernyataan mengenai hilangnya
STR dimaksud untuk permintaan fotokopi STR legalisir STR asli kepada Konsil
Kedokteran Indonesia;
(11) Dokter gigi warga negara asing dapat diberikan SIP sepenjang memenuhi persyaratan
dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, d, e, f , g dan ayat (2).
(12) Selain persyaratan sebagimana dimaksud pada ayat (11) diatas juga harus :
a. telah melakukan evaluasi di perguruan tinggi di Indonesia berdasar permintaan
tertulis Konsil Kedokteran Indonesia;
b. memiliki surat izin kerja dan izin tinggal sesuai ketentuan perundang-undangan ;
c. mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang dibuktikan dengan bukti lulus
bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa Indonesia.
(13) Dokter gigi yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan perorangan wajib
memasang papan nama kedokteran yang memuat nama dokter dan nomor SIP yang
diberikan, dengan tulisan berwarna hitam pada dasar putih ukuran maksimal 60 x 90
cm.
(14) Dalam hal dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (13) berhalangan
melaksanakan dapat menunjuk dokter pengganti.
(15) Dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (14) harus dokter yang
memiliki SIP yang setara dan tidak harus SIP di tempat tersebut.
(16) Dalam keadaan tertentu (dokter spesialis tidak berada di tempat) untuk kepentingan
pemenuhan kebutuhan pelayanan, dokter gigi yang memiliki SIP dapat menggantikan
dokter gigi spesialis, dengan memberitahukan penggantian tersebut kepada pasien.
(17) Dokter gigi yang behalangan melaksanakan atau telah menunjuk dokter gigi pengganti
sebagimana dimaksud pada ayat (16) wajib membuat pemberitahuan dan harus
ditempelkan atau ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat.
(18) Dokter gigi dalam rangka memberikan pertolongan pada keadaan gawat darurat guna
penyelematan jiwa atau pencegahan kecacatan, dapat melakukan tindakan kedokteran
gigi diluar kewenangannya sesuai kebutuhan medis dan sesuai standar profesi.
(19) Dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran gigi kepada
perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam
melaksanakan tindakan kedokteran gigi.
(20) Tindakan kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (19) harus sesuai dengan
kemampuan dan kompetensi yang dimiliki dan dilaksanakan sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku;
(21) Pelimpahan wewenang kepada perawat, bidan atau tenaga lainnya dalam keadaan
tertentu dimana pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan dan tidak terdapat dokter gigi
di tempat tersebut diatur lebih lanjut dengan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Praktik Berkelompok Dokter Umum
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan praktik berkelompok dokter umum menyesuaikan dengan
penyelenggaraan dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(2) Selain itu Praktik Berkelompok Dokter Umum dilaksanakan dengan persyaratan
sebagai berikut :
a. Ada pernyataan penunjukan dokter pimpinan oleh anggota kelompoknya bagi
pemohon perorangan;
b. Dilaksanakan minimal 3 (tiga) orang dokter umum;
c. Memiliki akte pendirian badan bagi yang berbentuk badan;
12
d. Izin Gangguan;
e. Memilik tenaga perawat atau tenaga administrasi;
f. Daftar tenaga profesi kesehatan dan Struktur Organisasi Pelayanan yang diuraikan
dalam pembagian tugas dan fungsi dalam penyelengaraan pelayanan;
g. Masing-masing dokter memiliki Surat Registrasi dan SIP;
h. Mempunyai peralatan diagnostik dan therapi peralatan gawat darurat sederhana
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
(3) Selain persyaratan yang dimaksud pada ayat (1) praktik berkelompok dokter umum
juga wajib memenuhi ketentuan :
a. Memasang papan nama pada tempat yang mudah dan jelas terbaca oleh
masyarakat;
b. Nama-nama dokter dan jadwalnya dipasang di ruang tunggu pasien;
c. Setiap ruang periksa mempunyai luas yang memadai;
d. Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai 1 (satu) ruang periksa, 1 (satu)
ruang administrasi atau kegiatan lain sesuai kebutuhan, 1 (satu) ruang tunggu, dan
1 (satu) kamar mandi/WC;
e. Semua ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup;
f. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar
tradisional atau sejenisnya dan bila terpaksa harus menunjukkan upaya-upaya
pencegahan infeksi nosokomial.
Praktik Berkelompok Dokter Gigi
Pasal 9
(1) Penyelenggaraan praktik berkelompok dokter gigi menyesuaikan dengan
penyelenggaraan praktik berkelompok dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam pasal
11.
(2) Selain itu Praktik Berkelompok Dokter Gigi dilaksanakan dengan persyaratan sebagai
berikut :
a. Ada pernyataan penunjukan dokter pimpinan oleh anggota kelompoknya bagi
pemohon perorangan;
b. Dilaksanakan minimal 3 (tiga) orang dokter gigi;
c. Memiliki akte pendirian badan bagi yang berbentuk badan;
d. Izin Gangguan;
e. Memilik tenaga perawat atau tenaga administrasi;
f. Daftar tenaga profesi kesehatan dan Struktur Organisasi Pelayanan yang diuraikan
dalam pembagian tugas dan fungsi dalam penyelengaraan pelayanan;
g. Masing-masing dokter memiliki Surat Registrasi dan SIP;
h. Mempunyai peralatan diagnostik dan therapi peralatan gawat darurat sederhana
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
(3) Selain persyaratan yang dimaksud pada ayat (1) praktik berkelompok dokter gigi juga
wajib memenuhi ketentuan :
a. Memasang papan nama pada tempat yang mudah dan jelas terbaca oleh
masyarakat;
b. Nama-nama dokter gigi dan jadwalnya dipasang di ruang tunggu pasien;
c. Setiap ruang periksa mempunyai luas yang memadai;
d. Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai 1 (satu) ruang periksa, 1 (satu)
ruang administrasi atau kegiatan lain sesuai kebutuhan, 1 (satu) ruang tunggu, dan
1 (satu) kamar mandi/WC;
e. Semua ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup;
f. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar
tradisional atau sejenisnya dan bila terpaksa harus menunjukkan upaya-upaya
pencegahan infeksi nosokomial;
13
Praktik Bidan
Pasal 10
(1) Bidan yang menjalankan praktik mandiri berpendidikan minimal Diploma III (DIII)
Kebidanan. Untuk memperoleh Surat Izin Praktik Bidan (SIPB), Bidan harus
mengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Setiap bidan yang menjalankan praktik wajib memiliki Surat Izin Praktik Bidan
(SIPB);
b. Surat izin sebagaimana dimaksud pada hutuf a hanya diberikan untuk 1 (satu)
tempat praktik;
c. Mempunyai Ijazah Bidan;
d. Foto copy Surat Tanda Register (STR) yang masih berlaku dan dilegalisir;
e. Surat pernyataan memiliki tempar praktik;
f. Mempunyai surat rekomendasi dari organisasi profesi di wilayah tempat ;
g. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
h. Rekomendasi dari atasan, bila dalam masa bakti atau bekerja pada sarana
pelayanan kesehatan pemerintah/swasta;
i. Rekomendasi lokasi praktik dari Kepala Puskesmas setempat;
j. Pas foto 3 x 4 , 2 lembar dan 4x6, sebanyak 3 (tiga) lembar;
k. Mempunyai peralatan diagnostik dan peralatan gawat darurat sederhana;
(2) Selain persyaratan yang dimaksud pada ayat (1) bidan juga wajib memenuhi ketentuan :
a. Memilik ruang pemeriksaaan yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan,
secara fisik meliputi ruang bangunan, penanganan sampah dan limbah, sterilisasi
alat-alat dan perlengkapan medis;
b. Memiliki ruang tunggu yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan;
c. Memiliki WC;
d. Menyediakan tempat tidur untuk 1 (satu), maksimal 5 (lima) tempat tidur;
e. Memiliki peralatan minimal sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan prosedur
tetap yang berlaku;
f. Menyediakan obat-obatan sesuai ketentuan yang berlaku
g. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar
tradisional atau sejenisnya;
h. Memiliki perlengkapan administrasi.
(3) Dalam menjalankan praktik mandiri bidan wajib memasang plang dengan
mencantumkan nama, nomor SIPB dan jam praktik serta memasang fotocopy SIPB di
ruang praktiknya;
(4) Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan.
(5) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri;
(6) SIPB berlaku selama 5 (lima) tahun, dengan ketentuan STR belum habis berlakunya
dan dapat diperbaharui kembali;
(7) Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan dan yang berhenti
melakukan pada sarana kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan
tembusan kepada organisasi profesi;
(8) Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan kepada
ibu dan anak yang meliputi :
a. pelayanan kebidanan;
b. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan; dan
c. pelayanan kesehatan masyarakat.
d. Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan
dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak
sesuai dengan kemampuannya.
(9) Kewajiban bidan dalam menjalankan praktik :
a. Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan,
berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta sesuai standar profesi;
b. Menghormati hak pasien:
c. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
d. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
14
e. Memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan;
f. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien atau keluarga
pasien sesuai dengan peraturan yang berlaku,
g. Melakukan catatan medik dengan baik;
h. Membuat pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan kepada Kepala
Puskesmas setempat dan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan;
i. Mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Praktik Perawat
Pasal 11
(1) Perawat dilaksanakan oleh seorang ahli madya keperawatan atau ijazah pendidikan
dengan kompetensi lebih tinggi. Untuk memperoleh Surat Izin Praktik Perawat (SIPP),
Perawat harus mengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan dengan ketentuan
sebagai berikut dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Setiap perawat yang melakukan praktik keperawatan wajib memiliki surat izin
praktik Perawat (SIPP);
b. Surat izin praktik sebagaimana dimaksud pada hutuf a hanya diberikan paling
banyak 1 (satu) SIPP untuk setiap perawat;
c. Mempunyai ijazah ahli madya keperawatan atau ijazah pendidikan dengan
kompetensi lebih tinggi;
d. Foto copy Surat Tanda Registrasi (STR) dan dilegalisir;
e. Mempunyai surat rekomendasi dari organisasi profesi di wilayah tempat ;
f. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
g. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik;
h. Rekomendasi dari atasan (bila bekerja pada sarana pelayanan kesehatan
pemerintah/swasta);
i. Rekomendasi lokasi praktik dari Kepala Puskesmas setempat;
j. Pas foto 3 x 4 , 2 lembar dan 4x6, sebanyak 3 (tiga) lembar;
k. Mempunyai peralatan asuhan keperawatan dan peralatan gawat darurat sederhana;
(2) Perawat yang melaksanakan praktik klinik keperawatan mandiri baik perseorangan
maupun kelompok selain persyaratan yang dimaksud pada ayat (1) perawat juga wajib
memenuhi ketentuan :
a. Memiliki ruang pemeriksaan yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan,
secara fisik meliputi ruang bangunan, penanganan sampah dan limbah, sterilisasi
alat-alat dan perlengkapan pemeriksaan fisik dan penanganan kegawatdaruratan;
b. Memiliki ruang tunggu yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan;
c. Memiliki WC;
d. Menyediakan tempat tidur untuk pemeriksaan pasien;
e. Memiliki peralatan pemeriksaan fisik dan penanganan kegawatdaruratan sesuai
dengan prosedur;
f. Menyediakan obat-obatan untuk penanganan kegawat daruratan;
g. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar
tradisional atau sejenisnya;
h. Memiliki perlengkapan administrasi untuk pencatatan rekam medik.
(3) Dalam menjalankan praktik mandiri, Perawat wajib memasang papan nama praktik
keperawatan yang mencantumkan nama, nomor SIPP dan jam praktik serta memasang
foto copy SIPP di ruang praktik;
(4) SIPP berlaku selama STR masih berlaku;
(5) Perawat dalam menjalankan praktiknya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berwenang untuk memberikan asuhan keperawatan (askep) meliputi:
a. Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama, tingkat kedua dan tingkat ketiga;
b. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada point (a) ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
c. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada point (a) dilaksanakan melalui
kegiatan :
1. Pelaksanaan asuhan keperawatan;
15
2. Pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan
masyarakat, dan
3. Pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer;
(6) Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan;
(7) Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi penerapan
perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan;
(8) Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi pelaksanaan
prosedur keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling keperawatan;
(9) Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dapat memberikan obat bebas dan/atau obat bebas terbatas;
(10) Perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
Izin Kerja Perawat Gigi
Pasal 12
(1) Untuk memperoleh Surat Izin Kerja, Perawat Gigi harus mengajukan permohonan
kepada Dinas Kesehatan dengan persyaratan sebagai berikut : Izin Kerja Perawat Gigi
dapat diberikan kepada seorang perawat gigi dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Setiap perawat yang melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut pada
sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memiliki surat
izin kerja (SIK);
b. Surat izin kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a hanya diberikan paling banyak
1 (satu) SIK untuk setiap perawat gigi;
c. Foto copy ijazah pendidikan perawat gigi;
d. Foto copy Surat Izin Perawat Gigi (SIPG);;
e. Mempunyai surat rekomendasi dari organisasi profesi di wilayah tempat ;
f. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
g. Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan (bila bekerja pada sarana
pelayanan kesehatan pemerintah/swasta) yang menyebutkan tanggal mulai bekerja
sebagai perawat gigi;
h. Pas foto 3 x 4 , 2 lembar dan 4x6, 3 lembar;
i. Mempunyai peralatan asuhan keperawatan dan peralatan gawat darurat sederhana;
(2) SIK Perawat gigi berlaku selama 5 tahun dan diregistrasi ulang setiap tahun, dengan
ketentuan SIPG belum habis berlakunya dan dapat diperbaharui kembali dengan
mengajukan permohonan kembali kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan
melampirkan persyaratan sebagaimana pada ayat (1) huruf c sampai i.
(3) Perawat gigi dalam menjalankan pekerjaan sebagai perawat gigi harus sesuai dengan:
a. pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut;
b. melaksanakan tindakan medis terbatas dalam bidang kedokteran gigi sesuai
permintaan tertulis dari dokter gigi..
Bagian Kedua
BIDANG PELAYANAN MEDIK SPESIALISTIK
Praktik Perorangan Dokter Spesialistik / Dokter Gigi Spesialistik
Pasal 13
(1) Penyelenggaraan praktik dokter spesialis perorangan menyesuaikan dengan
penyelenggaraan dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan penyelenggaraan
praktik perorangan dokter gigi spesialistik menyesuaikan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7.
(2) Berdasarkan kebutuhan masyarakat dan apabila jenis dokter spesialis/dokter gigi
spesialis tertentu yang jumlahnya sangat sedikit maka dapat diberikan surat tugas yang
berlaku selama 1( satu ) tahun bulan dan dapat diperpanjang
(3) Setiap penyelenggaraan praktik dokter spesialis/dokter gigi spesialis wajib memiliki
peralatan kedokteran spesialistik sesuai dengan standar dan peralatan gawat darurat
16
sederhana sesuai bidang spesilisasinya serta peralatan penunjang medis dan non medis
sesuai kebutuhan dan ketentuan yang berlaku
(4) Persyaratan sarana dan bangunan tempat pelayanan dokter spesialis/dokter gigi
spesialis adalah sebagai berikut :
a. Papan nama berukuran maksimal 60 cm x 90 cm, tulisan huruf balok berwarna
hitam dengan dasar putih; dan mencantumkan jadwal praktik
b. Memilik paling sedikit 1 (satu) ruang periksa, 1 (satu) ruang administrasi, 1 (satu)
ruang tunggu, 1 (satu) ruang penunjang sesuai kebutuhan, dan 1 (satu) kamar
mandi/WC;
Praktik Berkelompok Dokter Spesialis / Dokter Gigi Spesialistik
Pasal 14
(1) Penyelenggaraan Praktik berkelompok dokter spesialis menyesuaikan dengan
penyelenggaraan dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 13 dan untuk
penyelenggaraan praktik berkelompok dokter gigi spesialistik menyesuaikan pada Pasal
7 dan Pasal 13;
(2) Setiap penyelenggaraan praktik berkelompok dokter spesialis/dokter gigi spesialis
wajib memiliki peralatan kedokteran spesialistik sesuai dengan standar dan peraltan
gawat darurat sederhana sesuai bidang spesilisasinya serta peralatan penunjang medis
dan non medis sesuai kebutuhan dan ketentuan yang berlaku.
(3) Praktik berkelompok dokter spesialis/dokter gigi spesialis harus diberi nama tertentu
yang dapat diambil dari nama orang yang berjasa dalam bidang kesehatan yang telah
meninggal dunia atau nama lain yang sesuai dengan fungsinya.
(4) Persyaratan sarana dan bangunan tempat pelayanan dokter spesialis/dokter gigi
spesialis adalah sebagai berikut :
a. Papan nama berukuran maksimal 60 cm x 90 cm, tulisan huruf balok berwarna
hitam dengan dasar putih;
b. Memilik paling sedikit 2 (dua) ruang periksa, 1 (satu) ruang administrasi, 1 (satu)
ruang tunggu, 1 (satu) ruang penunjang sesuai kebutuhan, dan 1 (satu) kamar
mandi/WC.
Bagian Ketiga
BIDANG PELAYANAN MEDIK PENUNJANG
Praktik Apoteker
Pasal 15
(1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi;
(2) Surat Tanda Registrasi untuk Apoteker berupa STRA (Surat Tanda Registrasi
Apoteker);
(3) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. Memiliki ijazah Apoteker;
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sunpah/janji Apoteker;
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik; dan
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanaan ketentuan etika profesi;
(4) STRA dikeluarkan oleh Menteri
(5) Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia
wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja;
(6) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker) bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan
Kefarmasian di Apotek, Puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;
17
b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker
Pendamping;
c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas kefarmasian
di luar Apotek dan instalasi rumah sakit; atau
d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian
pada Fasilitas Kefarmasian;
(7) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikeluarkan oleh Pejabat Kesehatan
yang berwenang;
(8) Tata cara pemberian surat izin praktik apoteker sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Izin Kerja Asisten Apoteker
Pasal 16
(1) Setiap asisten apoteker yang menjalankan praktik kefarmasian pada sarana kefarmasian
pemerintah maupun swasta harus memiliki Surat Izin Kerja Asisten Apoteker (SIKAA).
(2) SIKAA dimaksud diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan dengan melampirkan :
a. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) yang masih
berlaku;
b. Foto copy ijazah Asisten Apoteker yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara
pendidikan Asisten Apoteker;
c. Surat keterangan sehat dan tidak buta warna dari dokter yang memiliki Surat Izin
Praktik.
d. Pas photo ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;
e. Surat izin dan Surat keterangan dari pimpinan sarana kefarmasian atau apoteker
penanggung jawab yang menyatakan masih bekerja pada sarana yang
bersangkutan.
(3) SIKAA hanya berlaku pada 1(satu) sarana kefarmasian.
(4) Seorang asisten apoteker telah bekerja pada instansi Pemerintah maka maksimal
memiliki 2 (dua) SIKAA yaitu 1 (satu) pada sarana kefarmasian pemerintah dan 1(satu)
pada sarana kefarmasian swasta.
(5) Seorang asisten apoteker tidak bekerja pada instansi Pemerintah maka maksimal
memiliki 1 (satu) SIKAA.
(6) Pekerjaan kefarmsian berupa pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
(7) Pekerjaan kefarmasian dilakukan oleh Asisten Apoteker dilakukan dibawah
pengawasan apoteker, tenaga kesehatan atau dilakukan secara mandiri sesuai perturan
perundang-undangan yang berlaku.
(8) Pimpinan sarana kefarmasian wajib melaporkan Asisten Apoteker yang bekerja atau
berhenti kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan organisasi profesi
Praktik Psikolog Klinis
Pasal 17
Untuk memperoleh izin praktik Psikolog Klinis yang bersangkutan mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan dengan melampirkan
persyaratan sebagai berikut:
1. Fotocopy Ijazah sarjana psikologi klinis yang telah dilegalisir oleh institusi pendidikan
yang meluluskan;
2. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
3. Surat Keterangan Bekerja dari Instansi tempat bekerja;
4. Surat izin usaha bagi yang berpraktik perorangan;
5. Foto copy Nomor Pungut Wajib Pajak (NPWP);
6. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik (SIP);
18
7. Pas photo ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar;
8. Surat Rekomendasi dari organisasi profesi;
9. Bukti memiliki kualifikasi mampu melakukan praktik psikologi klinis dari organisasi
profesi.
Praktik Nutritionist
Pasal 18
Untuk memperoleh izin praktik Nutrisionist yang bersangkutan mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan dengan melamprikan persyaratan sebagai
berikut:
1. Fotocpoy Ijazah nutritionist yang telah dilegalisir oleh institusi pendidikan yang
meluluskan;
2. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
3. Surat Keterangan Bekerja dari Instansi tempat bekerja;
4. Surat izin usaha bagi yang berpraktik perorangan;
5. Foto copy Nomor Pungut Wajib Pajak (NPWP);
6. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik (SIP);
7. Pas photo ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar;
8. Surat Rekomendasi dari organisasi profesi;
9. Bukti memiliki kualifikasi mampu melakukan praktik nutrisionist
Praktik Radiografer
Pasal 19
Persyaratan Pendirian Praktik Radiografer terdiri dari:
(1) Radiografer dapat melaksanakan praktik radiografi diagnostik pada sarana pelayanan
radiografi diagnostik milik Pemerintah maupun swasta, praktik perorangan dan/atau
berkelompok wajib memiliki Surat Ijin Praktik Radiografer (SIPR);
(2) Untuk memperoleh SIPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) radiografer yang
bersangkutan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan
melampirkan :
a. Fotocopy Surat Ijin Radiografer (SIR) yang masih berlaku;
b. Fotocopy ijazah radiografer yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara
radiografer;
c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d. Pas photo ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar;
e. Surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan radiografi yang menyatakan
tanggal mulai bekerja untuk yang bekerja di sarana pelayanan radiografi; dan
f. Surat keterangan telah menyelesaikan adaptasi, bagi lulusan luar negeri.
(3) SIPR hanya berlaku untuk 1 (satu) sarana pelayanan radiografi diagnostik;
(4) Seorang radiografer dapat memilki maksimal 2 (dua) SIPR;
(5) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan radiografer yang bekerja atau
berhenti kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada organisasi profesi .
(6) Selain persyaratan diatas, Radiografer dalam menjalankan perorangan sekurang-
kurangnya memenuhi persyaratan:
a. Memilik tempat yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan;
b. Memiliki ruang tunggu yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan;
c. Memiliki WC;
d. Memiliki peralatan okupasi terapi sesuai standar profesi;
e. Memiliki perlengkapan administrasi termasuk catatan tindakan radiografi dan
formulir rujukan
f. Papan nama berukuran maksimal 60 cm x 90 cm, tulisan huruf balok berwarna
hitam dengan dasar putih
(7) Disamping persyaratan di atas, radiografer yang melakukan praktik berkelompok juga
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
19
a. Ada pernyataan penunjukan radiografer pimpinan oleh anggota kelompoknya bagi
pemohon perorangan
b. Dilaksanakan minimal 3 (tiga) orang radiografer,
c. Memiliki akte pendirian badan bagi yang berbentuk badan;
d. Izin Gangguan;
e. Memilik tenaga pembantu atau tenaga administrasi;
f. Daftar tenaga profesi kesehatan dan Struktur Organisasi Pelayanan yang diuraikan
dalam pembagian tugas dan fungsi dalam penyelengaraan pelayanan;
g. Masing-masing radiografer memiliki SIPR.
Praktik Okupasi Terapis
Pasal 20
(1) Okupasi terapis dapat melaksanakan Praktik okupasi terapi pada sarana pelayanan
okupasi terapi milik Pemerintah maupun swasta, praktik perorangan dan/atau
berkelompok wajib memiliki Surat Ijin Praktik Okupasi Terapis (SIPOT);
(2) Untuk memperoleh SIPOT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) okupasi terapis yang
bersangkutan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan
melampirkan :
a. Fotocopy Surat Ijin Okupasi Terapis (SIOT) yang masih berlaku;
b. Fotocopy ijazah pendidikan okupasi terapis yang disahkan oleh pimpinan
penyelenggara okupasi terapis;
c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d. Pas photo ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar;
e. Surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan okupasi terapis yang menyatakan
tanggal mulai bekerja untuk yang bekerja di sarana pelayanan okupasi terapis; dan
f. Surat keterangan telah menyelesaikan adaptasi, bagi lulusan luar negeri.
(3) SIPOT hanya berlaku untuk 1 (satu) sarana pelayanan okupasi terapi;
(4) Seorang okupasi terapis dapat memilki maksimal 2 (dua) SIPOT;
(5) Pimpinan sarana pelayanan okupasi terapi wajib melaporkan okupasi terapis yang
bekerja atau berhenti kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada
organisasi profesi.
(6) Selain persyaratan diatas, Okupasi terapis dalam menjalankan perorangan sekurang-
kurangnya memenuhi persyaratan:
a. Memilik tempat yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan;
b. Memiliki ruang tunggu yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan;
c. Memiliki WC;
d. Memiliki peralatan okupasi terapi sesuai standar profesi;
e. Memiliki perlengkapan administrasi termasuk catatan tindakan okupasi terapi dan
formulir rujukan;
f. Papan nama berukuran maksimal 60 cm x 90 cm, tulisan huruf balok berwarna
hitam dengan dasar putih
(7) Disamping persyaratan di atas, praktik okupasi terapis yang melakukan berkelompok
juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Ada pernyataan penunjukan okupasi terapis pimpinan oleh anggota kelompoknya
bagi pemohon perorangan
b. Dilaksanakan minimal 3 (tiga) orang okupasi terapis,
c. Memiliki akte pendirian badan bagi yang berbentuk badan;
d. Izin Gangguan;
e. Memilik tenaga pembantu atau tenaga administrasi;
f. Daftar tenaga profesi kesehatan dan Struktur Organisasi Pelayanan yang diuraikan
dalam pembagian tugas dan fungsi dalam penyelengaraan pelayanan;
g. Masing-masing okupasi terapis memiliki SIPOT.
Praktik Refraktionis Optisien
Pasal 21
20
(1) Setiap praktik refraktionis optisien untuk melakukan pekerjaannya pada sarana
kesehatan wajib memiliki surat ijin kerja (SIK);
(2) SIK sebagimana dimaksud di atas diperoleh dengan mengajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan dengan melampirkan persyaratan meliputi :
a. Fotocopy Surat Izin Refraktionis Optisien (SIRO) yang masih berlaku;
b. Surat Keterangan Sehat dari dokter;
c. Pas photo ukuran 4x6 cm sebanyak 2(dua) lembar;
d. Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyatakan tanggal mulai
bekerja;
e. Rekomendasi dari organisasi profesi.
(3) Permohonan SIK selambat-lambatnya diajukan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah
diterima bekerja;
(4) SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana kesehatan;
(5) Refraktionis optisien dalam melaksanakan pekerjaan berwenang untuk :
a. Melakukan pemeriksaan mata dasar;
b. Melakukan pemeriksaan refraksi;
c. Menetapkan, menyiapkan dan membuat kacamata berdasarkan ukuran lensa
kacamata/lensa kontak sesuai kebutuhan;
d. Menerima dan melayani resep kacamata dari dokter spesialis mata;
e. Mengepas (fitting) kacamata/lensa kontak pada pemakai/pasien untuk kenyamanan
dan keserasian.
(6) Dalam hal tidak ada dokter spesialis mata di daerah tertentu refraktionis optisien dapat
melayani resep kacamata dari dokter umum yang berwenang.
(7) Refraktionis optisien yang bekerja sebagai penanggung jawab teknis pada sebuah
optikal, wajib bekerja penuh dan dilarang bekerja di sarana kesehatan lainnya.
(8) Refraktionis optisien yang bekerja sebagai pelaksana hanya diperbolehkan bekerja
maksimum pada 2 (dua) sarana kesehatan.
(9) Pimpinan sarana pelayanan refraktionis optisien wajib melaporkan okupasi terapis yang
bekerja atau berhenti kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi dan organisasi profesi.
Praktik Fisioterapis
Pasal 22
(1) Fisioterapis dapat melaksanakan praktik fisioterapi pada sarana pelayanan kesehatan,
perorangan dan/atau berkelompok;
(2) Fisioterapis yang melaksanakan fisioterapi sebagimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki Surat Ijin Praktik Fisioterapis (SIPF);
(3) SIPF sebagaiman dimaksud pada ayat (2) diperoleh dengan mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan :
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan:
a. Fotocopy ijazah pendidikan fisioterapi yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara
okupsi terapis;
b. Fotocopy Surat Izin Fisioterapis (SIF) yang masih berlaku dan dilegalisir oleh
Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Timur;
c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d. Pas photo ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar;
e. Surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan okupasi terapis yang menyatakan
tanggal mulai bekerja untuk yang bekerja di sarana pelayanan okupasi terapis; dan
f. Surat keterangan telah menyelesaikan adaptasi, bagi lulusan luar negeri.
(5) Fisioterapis dalam melaksanakan fisioterapi berwenang untuk melakukan :
a. Assesment fisioterapi yang meliputi pemeriksaan dan evaluasi;
b. Diagnosa fisioterapi;
c. Perencanaan fisioterapi;
d. Intervensi fisioterapi;
e. Evaluasi/re-evaluasi/re-assessment
21
(6) Fisioterapis dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkewajiban untuk :
a. Menghormati hak pasien;
b. Merujuk kembali kasus yang tidak dapat ditangani atau belum selesai ditangani,
sesuai sistem rujukan yang berlaku;
c. Menyimpan rahasia sesuai dengan peratutan perundang-undangan yang berlaku;
d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
e. Memberikan informasi dalam lingkup asuhan fisioterapi;
f. Melakukan pencatatan dengan baik.
(7) Fisioterapis dalam melakukan dapat menerima pasien dengan rujukan dan/atau tanpa
rujukan;
(8) Kewenangan untuk menerima pasien/klien tanpa rujukan hanya dilakukan bila
pelayanan yang diberikan berupa :
a. Pelayanan yang bersifat promotif dan preventif;
b. Pelayanan untuk pemeliharaan kebugaran, memperbaiki postur, memelihara sikap
tubuh dan melatih irama pernafasan normal;
c. Pelayanan dengan keadaan aktualisasi rendah dan bertujuan untuk pemeliharaan.
(9) Pemberian pelayanan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (8) termasuk yang
berkaitan dengan pengobatan, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan hanya dapat
dilakukan oleh fisioterapis berdasarkan permintaan tenaga medis.
(10) Selain persyaratan diatas, fisioterapis dalam menjalankan perorangan sekurang-
kurangnya memenuhi persyaratan:
a. Memiliki tempat yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan;
b. Memiliki ruang tunggu yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan;
c. Memiliki WC;
d. Memiliki peralatan fisioterapi sesuai standar profesi;
e. Memiliki perlengkapan administrasi termasuk catatan tindakan fisioterapis dan
formulir rujukan
f. Papan nama berukuran maksimal 60 cm x 90 cm, tulisan huruf balok berwarna
hitam dengan dasar putih, dengan mencantumkan jam praktik.
(11) Disamping persyaratan di atas, fisioterapis yang melakukan berkelompok juga harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Ada pernyataan penunjukan fisioterapis pimpinan oleh anggota kelompoknya bagi
pemohon perorangan;
b. Dilaksanakan minimal 3 (tiga) orang fisioterapisi,
c. Memiliki akte pendirian badan bagi yang berbentuk badan;
d. Izin Gangguan;
e. Memilik tenaga pembantu atau tenaga administrasi;
f. Daftar tenaga profesi kesehatan dan Struktur Organisasi Pelayanan yang diuraikan
dalam pembagian tugas dan fungsi dalam penyelengaraan pelayanan;
g. Masing-masing fisioterapis memiliki SIPF;
(12) Pimpinan sarana pelayanan okupasi terapis wajib melaporkan okupasi terapis yang
bekerja atau berhenti kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi dan organisasi profesi.
Praktik Terapis Wicara
Pasal 23
(1) Terapis wicara dapat melaksanakan praktik terapis wicara pada sarana pelayanan terapi
wicara, perorangan dan/atau berkelompok.
(2) Terapis wicara yang melakukan pada sarana pelayanan terapi wicara, perorangan
dan/atau berkelompok harus memiliki Surat Izin Praktik Terapis Wicara (SIPTW).
(3) Terapis wicara yang melakukan pada sarana pelayanan terapi wicara, perorangan
dan/atau berkelompok harus mencantumkan Surat Izin Terapis Wicara (SIPTW) di
ruang nya.
22
(4) SIPTW sebagaimana dimaksud diatas diperoleh dengan mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Ikatan Terapis Wicara yang
terdekat dengan wilayah tersebut dengan melampirkan :
a. Foto copy ijazah yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara pendidikan terapi
wicara;
b. Foto copy SIPTW yang masih berlaku;
c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP;
d. Surat keterangan dari pimpinan sarana yang menyatakan tanggal mulai bekerja,
untuk yang bekerja di sarana pelayanan terapi wicara;
e. Pas photo ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(5) Terapis wicara dalam melaksanakan terapi wicara berwenang untuk melakukan
assesmen, diagnostik, prognostik, perencanaan, terapi, evaluasi, rujukan dan advis
dalam permasalahan terapi wicara.
(6) Terapis wicara dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud di atas dapat
menerima pasien/klien dengan rujukan dan/atau tanpa rujukan;
(7) Kewenangan untuk menerima pasien/klien tanpa rujukan hanya dapat dilakukan bila
pelayanan yang diberikan berupa :
a. Pelayanan yang bersifat promotif dan preventif;
b. Pelayanan pada pasien/klien dengan aktualisasi rendah dan bertujuan untuk
pemeliharaan.
c. Pelayanan pada pasien/klien dengan gangguan komunikasi ringan.
(8) Pemberian pelayanan selain sebagimana dimaksud di atas termasuk yang berkaitan
dengan pengobatan, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan hanya dapat dilakukan
oleh terapis wicara berdasarkan permintaan tenaga medis.
(9) Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien/klien, terapis wicara berwenang
untuk melaksanakan pelayanan di luar kewenangan sebagimana dimaksud pada ayat
(6).
(10) Pelayanan dalam keadaan darurat ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
(11) Terapis wicara yang akan menjalankan pelayanan rumah (home care) diwajibkan
melaporkan keberadaannya kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan menyerahkan foto
copy SIPTW dan Perjanjian Kerja.
(12) Selain persyaratan diatas, terapis wicara dalam menjalankan perorangan sekurang-
kurangnya memenuhi persyaratan:
a. Memiliki tempat yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan;
b. Memiliki ruang tunggu yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan;
c. Memiliki WC;
d. Memiliki kelengkapan untuk pelayanan terapis yang meliputi formulir penilaian
bahasa-bicara, formulir penilaian kemampuan menelan, alat tulis, alat permainan
edukatif, cermin, dan gambar-gambar
e. Sarana/prasarana yang meilputi :
1) tempat pelaksanaan terapi yang memadai;
2) tempat peralatan diagnostik dan terapeutik;
3) tempat penyimpanan dokumen/admnistrasi yang memadai
f. Papan nama berukuran maksimal 60 cm x 90 cm, tulisan huruf balok berwarna
hitam dengan dasar putih, dengan mencantumkan jam .
(13) Disamping persyaratan di atas, terapis wicara yang melakukan berkelompok juga harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Ada pernyataan penunjukan terapis wicara pimpinan oleh anggota kelompoknya
bagi pemohon perorangan
b. Dilaksanakan minimal 3 (tiga) orang terapis wicara,
c. Memiliki akte pendirian badan bagi yang berbentuk badan;
d. Izin Gangguan;
e. Memilik tenaga pembantu atau tenaga administrasi;
f. Daftar tenaga profesi kesehatan dan Struktur Organisasi Pelayanan yang diuraikan
dalam pembagian tugas dan fungsi dalam penyelengaraan pelayanan;
g. Masing-masing terapis wiacara memiliki SIPTW;
h. Praktik perorangan terapis wicara meliputi :
1. terapi wicara model individual
23
2. terapi wicara model pelayanan rumah
3. terapi wicara model kunjungan
i. Praktik berkelompok meliputi :
1. terapi wicara model terpadu
2. terapi wicara model klinik khusus
(14) Pimpinan sarana pelayanan terapi wicara wajib melaporkan terapis wicara yang
bekerja atau berhenti kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi dan organisasi profesi.
Bagian Empat
BIDANG PELAYANAN PENGOBAT TRADISIONAL
KETERAMPILAN DAN RAMUAN
Pasal 24
(1) Pengobat tradisional diklasifikasikan dalam jenis ketrampilan dan ramuan.
(2) Semua pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan tradisional wajib
mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan untuk memperoleh
Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT).
(3) Tatacara memperoleh STPT sebagaimana dimaksud ayat (2) di atas adalah pengobat
tradisional mengajukan permohonan dengan disertai kelengkapan pendaftaran kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tararakan dengan menyertakan :
a. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
b. Biodata pengobat tradisional
c. Surat keterangan Kepala Desa/Lurah tempat melakukan pekerjaan
d. Rekomendasi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobat tradisional jika
sudah ada.
e. Foto copy sertifikat/ijazah pengobat tradisional
f. Surat keterangan sehat dari Dokter yang memiliki surat izin praktik;
g. Pas foto 4 x 6 ( 2 lembar)
h. Surat rekomendasi Kepala Puskesmas setempat.
i. Surat keterangan dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk
pengobat tradisional yang menggunakan ramuan.
(4) Pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan penapisan,
pengkajian, penelitian, dan pengujian serta ternukti aman dan bermanfaat bagi
kesehatan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kota Tarakan.
(5) Tatacara memperoleh SIPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas adalah
pengobat tradisional mengajukan permohonan dengan disertai kelengkapan pendaftaran
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Tararakan dengan menyertakan :
a. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
b. Biodata pengobat tradisional;
c. Surat keterangan Kepala Desa/Lurah tempat melakukan pekerjaan;
d. Rekomendasi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobat tradisional;
e. Foto copy sertifikat/ijazah pengobat tradisional;
f. Pas photo 4 x 6 ( 2 lembar);
g. Surat rekomendasi pengantar Kepala Puskesmas setempat;
h. Peta lokasi dan denah ruangan.
(6) Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang
pengobatan tradisonal yang bersangkutan dapat diberikan Surat Izin Pengobat
Tradisional (SIPT).
(7) Akupunkturis dimaksud pada ayat (6) diatas dapat melakukan perorangan dan/atau
berkelompok.
(8) Akupunkturis yang telah mendapatkan SIPT dapat diikutsertakan di sarana pelayanan
kesehatan.
24
(9) Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) atau Surat Izin Pengobat Tradisional
(SIPT) berlaku selama 5 (lima) tahun untuk lokasi yang sama dan wajib melakukan
registrasi ulang setiap tahun.
BAB VII
IZIN KERJA/PRAKTIK TENAGA KESEHATAN LAINNYA
Pasal 25
(1) Setiap tenaga kesehatan lainnya yang belum termasuk pada 4 (empat) kategori pada
pasal 4 yang akan bekerja/berpraktik wajib memiliki izin dari Pemerintah Kota
Tarakan;
(2) Persyaratan dan tatacara pengajuan perizinan selama belum diatur oleh peraturan/
perundangan-undangan yang lainnya akan diatur melalui peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.
BAB VIII
LOKASI
Pasal 26
(1) Tempat pelayanan medik harus sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Tarakan;
(2) Jumlah dan lokasi disesuaikan pula dari tingkat kebutuhan dan keterjangkauan
masyarakat terhadap pelayanan medik;
(3) Jumlah dan lokasi pelayanan kesehatan bidang medik akan ditetapkan melalui
Peraturan Walikota dan akan ditinjau setiap 2 (dua) tahun sekali.
BAB IX
PENYELENGGARAAN
Pasal 27
(1) Setiap penyelenggara pelayanan kesehatan bidang medik yang akan mengadakan
pengadaan dan atau penyediaan alat canggih harus berdasarkan analisa kebutuhan dan
berkonsultasi dahulu dengan Kepala Dinas Kesehatan untuk mendapatkan
rekomendasi;
(2) Praktik penyelenggaran kesehatan bidang medik diselenggarakan berdasarkan fungsi
sosial dengan memperhatikan prinsip kewajaran.
BAB X
BENTUK USAHA DAN PERMODALAN
Pasal 28
(1) Penyelenggaraan praktik bidang kesehatan yang seluruh modalnya dimiliki oleh warga
negara Indonesia dapat berbentuk badan dan atau perorangan dengan maksud dan
tujuan semata-mata berusaha dalam bidang kesehatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Modal usaha di bidang kesehatan dapat dimiliki oleh badan usaha atau perorangan
warga negara Indonesia atau kerjasama badan usaha warga negara asing sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Praktik bidang kesehatan yang modalnya patungan antara warga negara indonesia dan
warga negara asing wajib berbadan hukum.
BAB XI
KEWAJIBAN PENYELENGGARA
25
Pasal 29
(1) Membuat rekam medis yang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
(2) Membuat catatan medik pasien/pelayanan/pembukuan dan membuat laporan setiap
bulan ke Dinas Kesehatan;
(3) Memberikan pelayanan sesuai dengan etika profesi kesehatan tanpa terlebih dahulu
memungut uang muka terhadap kasus kecelakaan terutama dalam keadaan gawat
darurat;
(4) Wajib membantu program pemerintah di bidang pelayanan kesehatan kepada
masyarakat;
(5) Wajib memasang papan nama disertai nomor izin dan jam dengan tulisan warna hitam
diatas dasar putih;
(6) Memberikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan medik yang akan dilakukan
dengan terlebih dahulu mndapat persetujuan dari pasien sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
(7) Menyimpan segala sesuatu yang diketahui dalam pemeriksaan pasien, interpretasi
penegakan diagnose dalam melakukan pengobatan termasuk segala sesuatu yang
diperoleh dari tenaga kesehatan lainnya sebagai rahasia profesi yang dilaksanakan
sesuai peraturan perundang-undangan;
(8) Praktik tenaga kesehatan yang dilengkapi sarana rawat inap harus menyediakan 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah tempat tidur yang tersedia untuk orang yang
kurang atau tidak mampu membayar;
(9) Setiap tenaga kesehatan wajib menjaga martabat profesi serta mencegah penggunaan
fasilitas yang disediakan untuk kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban
umum serta segala hal yang bertentangan dengan kepribadian, agama, bangsa dan
agama;
(10) Bertanggung jawab atas persyaratan sanitasi dan higiene dalam lingkungan tempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(11) Mentaati perjanjian kerja, keselamatan kerja, dan jaminan sosial karyawannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(12) Tidak menggunakan tempat nya di luar dari izin /izin kerja yang telah ditentukan;
(13) Memberikan laporan pemakaian fasilitas dan pelayanan setiap akhir tahun kepada
Walikota melalui Dinas Kesehatan dan apabila dianggap perlu walikota dapat meminta
laporan tertentu kepada pimpinan setiap jenis usaha di bidang kesehatan;
(14) Praktik bidang kesehatan wajib bekerja sama dengan upaya pelayanan kesehatan
pemerintah dalam rangka rujukan medis dan pendayagunaan peralatan medik canggih.
BAB XII
KETENAGAAN
Pasal 30
(1) Setiap sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan tenaga penuh waktu sesuai
klasifikasi sarana kesehatan;
(2) Jika menggunakan tenaga paruh waktu berasal dari tenaga pemerintah maka tenaga
kesehatan yang bersangkutan harus mendapatkan izin/rekomendasi dari pimpinan
sarana pemerintah dan jam buka sarana kesehatan disesuaikan dengan jam kerja tenaga
pemerintah tersebut;
(3) Tenaga kesehatan hanya dapat menjadi penanggung jawab medis pada maksimal 1
(satu) sarana usaha kesehatan swasta.
BAB XXIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31
26
(1) Pembinaan dan pengawasan atas kegiatan praktik tenaga kesehatan dilakukan oleh
Dinas Kesehatan, instansi terkait, dan organisasi profesi yang membidangi kesehatan;
(2) Dalam upaya pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1), Dinas
Kesehatan bersama-sama dengan instansi terkait dan organisasi profesi yang
membidangi kesehatan memberikan bimbingan dan petunjuk, baik administratif
maupun teknik operasional.
BAB XXIV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 32
(1) Walikota dapat mengenakan sanksi adminstratif atas pelanggaran pasal 7, pasal 8 s/d
25, pasal 27 ayat (1), pasal 29 dan 30 Peraturan Daerah ini;
(2) Sanksi adminstrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah :
a. Peringatan secara lisan;
b. Peringatan secara tertulis;
c. Pencabutan sementara surat atau dokumen izin;
d. Pencabutan seluruh surat atau dokumen izin
e. Penutupan/penyegelan tempat .
PENCABUTAN IZIN
Pasal 33
(1) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf c dan d dilaksanakan apabila :
a. Pemegang izin tidak melakukan kegiatan usaha selama 6 (enam) bulan sejak
dikeluarkannya izin;
b. Melakukan pelanggaran terhadap Peraturan ini dan Peraturan Perundang-Undangan
di bidang kesehatan lainnya;
c. Izin dan atau usaha dipindahtangankan tanpa melalui persetujuan Kepala Dinas
Kesehatan;
d. dan atau kegiatan tidak sesuai dengan izin yang diberikan.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas terlebih dahulu dilakukan
melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu masing-
masing dalam 7 (tujuh) hari kerja;
(3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak dilaksanakan, Kepala Dinas
Kesehatan melakukan penutupan sementara untuk jangkja waktu 7 (tujuh) hari kerja;
(4) Apabila pemegang izin tidak melaksanakan peringatan sebagaimana dimaksud ayat (2)
dan tidak melaksanakan kewajiban yang harus dilakukannya dalam waktu 7 (tujuh)
hari kerja sebagaimana dimaksud ayat (3) maka izin dicabut;
(5) Izin dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan dalam hal :
a. Perolehan izin dilakukan dengan cara melawan hukum;
b. Memberikan keterangan atau kelengkapan yang tidak benar pada waktu mengajukan
permohonan izin;
c. Melakukan tindak pidana dalam bidang kesehatan atau kefarmasian dan memperoleh
keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;
d. Membahayakan keselamatan pasien yang ditandai dengan Berita Acara
Pemeriksaan oleh instansi yang berwenang.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
27
(1) Pelanggaran terhadap pasal 5 ayat (1) Peraturan Daerah ini diancam pidana kurang
paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh
juta rupiah);
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XVI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 35
(1) Selain Penyidik POLRI, penyidikan atas tindak pidana pelanggaran dalam Peraturan
Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah
Kota yang pengangkatannya berdasarkan peraturan perundang – perundangan yang
berlaku;
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang izin praktik tenaga kesehatan dan pengobat
tradisional agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana izin praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang izin praktik tenaga kesehatan dan pengobat
tradisional;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang izin praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang izin praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda,
dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana bidang izin praktik tenaga
kesehatan dan pengobat tradisional;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang izin praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka semua izin yang telah dikeluarkan
sebelum Peraturan Daerah ini dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis masa
berlakunya;
(2) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2002
tentang Pemberian Izin Praktik Tenaga Kesehatan dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
28
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya
akan diatur olehWalikota.
Pasal 38
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tarakan.
Ditetapkan di : Tarakan
Pada Tanggal : 18 Mei 2010
WALIKOTA TARAKAN,
Ttd
H.UDIN HIANGGIO
Diundangkan di Tarakan
pada tanggal 18 Mei 2010
SEKRETARIS DAERAH KOTA TARAKAN,
Ttd
H.BADRUN
LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 5
29
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN
NOMOR 5 TAHUN 2010
TENTANG
IJIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK TENAGA KESEHATAN
DAN PENGOBAT TRADISIONAL
I. PENJELASAN UMUM
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak terlepas dari kerja samanya yang baik
antara Pemerintah dalam hal ini adalah institusi kesehatan beserta jajarannya sebagai
pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik tak terlepas dari komitmen para
penyelenggara kesehatan termasuk di dalamnya dalam penyelenggaraan perizinan
bidang kesehatan.
Terkait dengan hal tersebut bagi penyelenggara usaha kesehatan serta dalam upaya
melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian maka diperlukan arah dan
pedoman guna keberhasilan pembangunan kesehatan, dalam hal ini regulasi izin praktik
tenaga kesehatan dan pengobat tradisional.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 : Cukup jelas
Pasal 2 : Cukup jelas
Pasal 3 : Cukup jelas
Pasal 4 :
Ayat (1)
Huruf a : Praktik Dokter Umum adalah suatu profesi di bidang kesehatan
yang menangani pelayanan medik secara umum;
Huruf b : Praktik Dokter Gigi adalah suatu profesi di bidang kesehatan
yang menangani pelayanan pada medik gigi;
Huruf c : Praktik Perawat (Akademi Perawat) adalah suatu profesi di
bidang kesehatan yang menangani pelayanan keperawatan;
Huruf d : Praktik Perawat Gigi adalah suatu profesi dibidang kesehatan
yang menangani pelayanan pada perawatan gigi;
Huruf e : Praktik Bidan adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang
menangani pelayanan kesehatan ibu dan anak serta menolong
persalinan normal;
Huruf f : Praktik Berkelompok Dokter Umum adalah kegiatan prakter
bersama yang dilakukan oleh dokter umum yang menangani
pelayahan medis umum;
Huruf g : Praktik Berkelompok Dokter Gigi adalah kegiatan praktik
bersama yang dilakukan oleh dokter gigi untuk memberikan
pelayanan medik gigi;
(Ayat 2)
Huruf a : Praktik Perorangan Dokter Spesialis adalah suatu profesi di
bidang Kesehatan dengan keahlian yang lebih spesifik secara
perorangan;
30
Huruf b : Praktik Perorangan Dokter Gigi Spesialis adalah suatu profesi
di bidang Kesehatan dengan keahlian gigi yang lebih spesifik
secara perorangan ;
Huruf c : Praktik Berkelompok Dokter Spesialis adalah praktik yang
dilakukan oleh dokter spesialis dengan keahlian yang lebih
spesifik secara berkelompok;
Huruf d : Praktik Berkelompok Dokter Gigi Spesialis adalah praktik yang
dilakukan oleh dokter spesialis gigi dengan keahlian yang lebih
spesifik secara berkelompok;
( Ayat 3)
Huruf a : Cukup Jelas
Huruf b : Cukup Jelas
Huruf c : Cukup Jelas
Huruf d : Cukup Jelas
Huruf e : Cukup Jelas
Huruf f : Cukup Jelas
Huruf g : Cukup Jelas
Huruf h : Cukup Jelas
Huruf i : Cukup Jelas
( Ayat 4)
Huruf a : Pengobat Tradisional atau surat terdaftar pengobat Trasdisional
Keterampilan adalah seseorang yang melakukan pengobatan
dan atau perawatan tradisional berdasarkan keterampilan fisik
dengan menggunakan anggota gerak / dan atau alat bantu;
Huruf b : Pengobat Tradisional atau Surat Terdaftar Pengobat Tradisional
Ramuan adalah usaha seseorang yang melakukan pengobatan
dan atau perawatan tradisional dengan menggunakan
obat/ramuan tradisional yang berasal dari tanaman (flora),
fauna, bahan mineral, air dan bahan alam lain;
Pasal 5 : Cukup Jelas
Pasal 6 : Cukup Jelas
Pasal 7 : Cukup Jelas
Pasal 8 : Cukup Jelas
Pasal 9 : Cukup Jelas
Pasal 10 : Cukup Jelas
Pasal 11 : Cukup Jelas
Pasal 12 : Cukup Jelas
Pasal 13 : Cukup Jelas
Pasal 14 : Cukup Jelas
Pasal 15 : Cukup Jelas
Pasal 16 : Cukup Jelas
Pasal 17 : Cukup Jelas
Pasal 18 : Cukup Jelas
Pasal 19 : Cukup Jelas
31
Pasal 20 : Cukup Jelas
Pasal 21 : Cukup Jelas
Pasal 22 : Cukup Jelas
Pasal 23 : Cukup Jelas
Pasal 24 : Cukup Jelas
Ayat (1) : Pengobat Tradisonal Keterampilan terdiri dari pengobat
tradicional pijat urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refelksi,
akupresuir, akupunturis, chiropraktor, tukang gigi dan
pengobat tradisional lainnya dengan metode sejenis.
: Pengobat Tradisional Ramuan terdiri dari pengobat tradicional
ramuan indonesia (jamu), gurah, tabib, sinse, homoephaty,
aromatherapis, pengobat tradisional lainnya dengan metode
sejenis.
Pasal 25 : Cukup Jelas
Pasal 26 : Cukup Jelas
Pasal 27 : Cukup Jelas
Pasal 28 : Cukup Jelas
Pasal 29 : Cukup Jelas
Pasal 30 : Cukup Jelas
Pasal 31 : Cukup Jelas
Pasal 32 : Cukup Jelas
Pasal 33 : Cukup Jelas
Pasal 34 : Cukup Jelas
Pasal 35 : Cukup Jelas
Pasal 36 : Cukup Jelas
Pasal 37 : Cukup Jelas
Pasal 38 : Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 5