latar belakang poa.docx
DESCRIPTION
latar belakang poaTRANSCRIPT
UPAYA PENINGKATAN PENJARINGAN BALITA GIZI BURUK DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS AMBACANG
1.1. Latar Belakang
Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia.
Kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas mulai
meningkat khususnya pada kelompok sosial ekonomi menengah ke atas di perkotaan. Dengan
kata lain, saat ini Indonesia tengah menghadapi masalah gizi ganda. Hal ini sangat merisaukan
karena mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan di masa
mendatang. Diperkirakan masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk yang
keberadaannya tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah balita di Indonesia menurut data Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tahun 2007 mencapai 17,2% dengan laju
pertumbuhan penduduk 2,7% per tahun. United Nations Children’s Fund (UNICEF) melaporkan
Indonesia berada di peringkat kelima dunia untuk negara dengan jumlah anak yang terhambat
pertumbuhannya paling besar dengan perkiraan sebanyak 7,7 juta balita (Depkes RI, 2007).
Data Susenas tahun 2005, angka prevalensi gizi kurang anak balita 28%, dan di antara
angka tersebut 8,8 % menderita gizi buruk. Pada tahun 2008 angka tersebut berkurang menjadi
13,0 %. Walau prevalensi gizi kurang menurun namun anak yang stunting (pendek) masih
cukup tinggi 36,8% yang berarti pernah menderita kekurangan gizi. Sedangkan Prevalensi gizi
buruk 5,4 % (Depkes, 2010).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ) 2007, secara nasional kekurangan gizi pada
anak balita adalah sebesar 18,4% terdiri dari gizi kurang 13,0 % dan gizi buruk 5,4 %. Sementara
itu Riskesdas 2010, gizi kurang tidak mengalami perubahan dan gizi buruk mengalami
peningkatan dengan prevalensi gizi kurang balita sebesar 13% dan gizi buruk 5,9%.
Selanjutnya data Departemen Kesehatan RI tahun 2010 menunjukkan penurunan dari
tahun 2007 dengan prevalensi gizi buruk 5,4% menjadi 4,9% pada tahun 2010, sementara
prevalensi gizi kurang tidak mengalami perubahan, masih 13%. (Depkes, 2010).
Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan dengan cukup
zat gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan
pertumbuhan badan yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering
menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama, 2006).
Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di bawah garis
merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan badan.
Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan pesat yaitu
kelompok balita (bawah lima tahun) dimana prevalensinya pada anak balita masing tinggi + 30-
40%. Kebanyakan penyakit gizi ditandai dengan berat badan di bawah garis merah pada masa
bayi dan anak ditandai 2 sindrom yaitu kwashiorkor dan marasmus (Hardjoprakoso, 1986).
Menurut Suhardjo (1986), klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah garis merah
yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut umur yang kemudian
dibandingkan terhadap ukuran baku, karena berat badan anak merupakan indikator yang baik
bagi penentuan status gizinya. Khususnya untuk mereka yang berumur di bawah lima tahun,
dimana keadaan seperti ini disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti: tingkat pendidikan ibu,
tingkat ekonomi keluarga, latar belakang sosial budaya keluarga dilihat dari pantangan makanan,
distribusi makanan, keadaan fisiologi, sehingga faktor-faktor tersebut ikut menentukan besarnya
presentase balita dengan berat badan di bawah garis merah.
Kartu Menuju Sehat (KMS) dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan balita. Pada
KMS terdapat garis yang berwarna merah. Apabila balita tersebut berada di bawah garis merah
menunujukkan bahwa anak tersebut memiliki masalah gizi dan perlu mendapatkan perhatian
yang lebih. Seorang balita yang berada di bawah garis merah (BGM) pada KMS belum tentu
menderita gizi buruk. KMS tidak dapat dipakai untuk mengukur status gizi balita.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya
menangani masalah gizi balita karena hal itu berpengaruh terhadap pencapaian salah satu tujuan
Millennium Development Goals (MDGs) pada Tahun 2015 yaitu mengurangi dua per tiga tingkat
kematian anak-anak usia di bawah lima tahun. Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita
menurun dari 25,8 % pada Tahun 2004 menjadi 18,4 % pada Tahun 2007, sedangkan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 menargetkan penurunan
prevalensi kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk) pada anak balita adalah <15,0% pada
Tahun 2014 (Sarjunani, 2009).
Penelitian Orisinal (2001) di Propinsi Sumatera Barat menjelaskan ada hubungan yang
bermakna antara pendapatan per kapita dengan status gizi Balita
1.2. Rumusan Masalah
Mengidentifikasi masalah masih rendahnya penjaringan balita gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas Ambacang Padang
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi dan mencarikan solusi dalam upaya peningkatan penjaringan balita gizi buruk
di wilayah Kerja Puskesmas Ambacang
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1. Menganalisis penyebab masih rendahnya penjaringan balita gizi buruk di wilayah Kerja
Puskesmas Ambacang Padang
1.3.2.2. Menentukan alternatif pemecahan masalah masih rendahnya penjaringan balita gizi
buruk di wilayah kerja Puskesmas Ambacang Padang
1.4. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapt menjadi masukan kepada pihak puskesmas dalam upaya
peningkatan penjaringan balita gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Ambacang.