laporan xantin analagetik
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Analisis kimia kuantitatif dapat diartikan sebagai metode analisis
prosedur kimia kuantitatif terhadap bahan-bahan yang dipakai dalam bidang
farmasi terutama dalam penentuan kadar dan mutu dari obat-obatan dan
senyawa-senyawa kimia yang tercantum dalam farmakope dan buku-buku
resmi lainnya.
Obat-obatan di pasaran sampai ke tangan konsumen dalam waktu
yang cukup lama. Dalam waktu tersebut, tidak menutup kemungkinan kadar
zat aktif dalam sediaan telah mengalami penurunan. Untuk itulah perlu
adanya penentuan kadar senyawa aktif dalam sampel, sehingga dapat
menjamin bagwa kadar obat yang ada dalam sediaan itu memang sesuai
dengan persyaratan kadar seperti dalam monografinya masing-masing
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan
1. Mengetahui dan memahami penentuan kadar golongan xantin dalam
suatu sediaan dengan menggunakan metode tertentu.
2. Mengetahui dan memahami cara melakukan analisis kualitatif sampel
golongan xantin dalam suatu sediaan farmasi.
3. Mengetahui dan memahami penentuan kadar golongan obat analgetik
dan antipiretik dalam suatu sediaan dengan menggunakan metode
tertentu.
I.2.2 Tujuan Percobaan
1. Melakukan analisis kualitatif terhadap sampel golongan xantin dengan
menggunakan reagen tertentu.
2. Menetapkan kadar teofilin dan kofein dalam berbagai bentuk sediaan
farmasi dengan menggunakan metode titrimetri tertentu.
3. Menetapkan kadar aspirin dan parasetamol dalam berbagai bentuk
sediaan farmasi dengan menggunakan metode titrimetri tertentu.
I.3 Prinsip Percobaan
1. Melakukan penetapan kadar dari asetosal dalam sediaan tablet Poldan
Mig® dengan menggunakan metode alkalimetri, dimana sampel dititrasi
dengan larutan baku NaOH dan menggunakan indikator PP, titik akhir
titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi merah jambu.
2. Melakukan penetapan kadar dari parasetamol dalam sediaan sirup
Sanmol® dengan menggunakan metode nitritometri, dengan penambahan
sejumlah volume dari HCl encer dan HCl pekat serta serbuk Zink.
Kemudian dipanaskan, lalu didinginkan hingga suhu 15oC. lalu
ditambahkan indikator teopolin oo + metilen blue (5 : 3) kemudian dititrasi
dengan larutan baku NaNO2. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya
perubahan warna larutan menjadi warna hijau.
3. Melakukan penetapan kadar dari parasetamol dalam sediaan tablet
Corexin® dengan menggunakan metode nitritometri, dengan
penambahan sejumlah volume dari HCl encer dan HCl pekat serta serbuk
Zink. Kemudian dipanaskan, lalu didinginkan hingga suhu 15oC. lalu
ditambahkan indikator teopolin oo + metilen blue (5 : 3) kemudian dititrasi
dengan larutan baku NaNO2. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya
perubahan warna larutan menjadi warna hijau.
4. Melakukan penetapan kadar teofilin dari bentuk sediaan tablet
Neonapacin® dengan menggunakan metode argentometri dimana sampel
dititrasi dengan menggunakan larutan baku AgNO3 berlebih, dan indicator
Besi (III) Ammonium Sulfat. Kemudian kelebihan AgNO3 dititrasi kembali
dengan NH4SCN.
5. Melakukakan penetapan kadar kofein dalam sediaan tablet Bodrex®
dengan menggunakan metode iodometri dimana sampel dititrasi dengan
menggunakan larutan baku Natrium tiosulfat dan menggunakan indikator
kanji dimana titik akhir titrasi ditandai dengan warna biru yang ada pada
larutan sampel menghilang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Derivat xantin terdiri dari kofein. Teofilin dan teobromin ialah alkaloid
yang terdapat dalam tumbuhan. Sejak dahulu ekstrak tumbuh-tumbuhan ini
digunakan sebagai minuman. Kofein terdapat dalam kopi yang didapat dari
biji Coffea Arabica. Teh, dari daun Thean sinensis, mengandung kofein dan
teofilin. Cocoa, yang didapat dari biji Theobroma cacao mengandung kofeing
dan teobromin. Penelitian membuktikan bahwa kofein berefek stimulasi.
Inilah daya tarik minuman yang mengandung kofein. Kemudian ternyata
belum ada senyawa sintetik yang mempunyai keunggulan terapi seperti
senyawa alam. Ketiganya merupakan derivat xantin yang mengandung
gugus metal. Xantin sendiri ialah dioksipurin yang mempunyai struktur mirip
dengan asam urat. Kofein ialah 1,3,7-trimetilxantin ; teofilin ialah 1,3-
dimetilxantin ; dan teobromin ialah 3,7-dimetilxantin.
Teofilin, kofein dan teobromin mempunyai efek farmakologi yang sama
yang bermanfaat secara klinis. Obat-obat ini menyebabkan relaksasi otot
polos, terutama otot polos bronkus, merangsang SSP, otot jantung, dan
meningkatkan dieresis, teobromin tidak bermanfaat secara klinis karena efek
farmakologinya rendah. Xantin merangsang SSP, menimbulkan dieresis,
merangsang otot jantung, dan merelaksasi otot polos tertama bronkus. (1)
Xantin merupakan alkaloid yang bersifat basa lemah ; biasanya
diberikan dalam bentuk garam rangkap. Untuk pemberian oral dapat
diberikan dalam bentuk basa bebeas atau bentuk garam, sedangkan untuk
pemberian parenteral perlu sediaan dalam bentuk garam.
Kofein, disebut juga tein, merupakan Kristal putih yang larut dalam air
dengan perbandingan 1:46. Teofilin berbentuk Kristal putih, pahit dan sedikit
larut dalam air.
Senyawa xantin merupakan basa lemah dengan pKb antara 13
sampai 14. Teofilin dan teobromin merupakan asam lemah dengan pKa 8,6
dan 9,9. Kofein tidak bersifat asam karena tidak mempunyai atom hydrogen
yang dapat dilepaskan sehingga kofein merupakan basa yang sangat lemah
dan garamnya mudah terurai oleh air, karenanya kofein dapat disari dari
larutan asam atau basa (lebih mudah dari larutan basa) dengan kloroform.
Tetapi kofein mudah terurai oleh basa kuat, sehingga larutan dalam basa
harus segera disari.
Teobromin dan teofilin dengan perak nitrat membentuk endapan
dalam suasana basa. Sementara itu, kofein tidak bereaksi dengan perak
karena tidak mempunyai atom hydrogen yang dapat dilepas. Dalam suasana
basa, barbiturat dengan perak nitrat membentuk garam yang tak larut. (2)
Xantin memiliki rumus umum sebagai berikut:
Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid
merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga
digunakan tanpa resep dokter. Obat-obat ini merupakan suatu kelompokobat
yang heterogen, secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini memiliki
banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Protip golongan
ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai
obat mirip aspirin (aspirin-like drugs).
Kemajuan penelitian dalam darsawarsa terakhir ini member
penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek
terapi dan efek samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek
sampingnya berdasarkan pada penghambatan biosintesis prostaglandin
(PG). (1)
Derivat dari para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen.
Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek terapetik
ditentukan oleh gugus aminobenzen.fenasetin tidak digunakan lagi dalam
pengobatan karena efeknya yang dapat menyebabkan analgetik nefropati,
anemia hemolitik, dan mungkin kanker kandung kemih. (1)
II.2 Uraian Bahan
1. Air suling (3)
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Aquades, air suling
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Asam klorida (3)
Nama resmi : Acidum hydrochloridum
Nama lain : Asam klorida
RM / BM : HCl / 34,46
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang.
Jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan
bau hilang
Kelarutan : Bercampur dengan air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi
3. Asam sulfat (3)
Nama resmi : Acidum Sulfuricum
Nama lain : Asam sulfat
RM / BM : H2SO4 / 98,07
Pemerian : Cairan kentak seperti minyak higroskopik, tidak
berwarna, jika ditambahkan ke dalam air
menimbulkan panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pereaksi
4. Natrium Hidroksida (3)
Nama resmi : Natrii Hydroxidum
Nama lain : Natrium Hidroksida
RM / BM : NaOH / 40,00
Pemerian : Putih atau praktis putih, massa hablur berbentuk
pellet, serpihan atau batang, keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur bila dibiarkan
diudara akan cepat menyerap karbondioksida dan
lembab.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pereaksi
5. Kalium iodida (5)
Nama resmi : Kalii iodidum
Nama lain : Kalium iodida
RM / BM : KI / 166
Pemerian :Hablur heksahedral, transparan / tidak berwarna,
opak dan putih / serbuk butiran putih, higroskopik.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut
dalam air mendidih, larut dalam etanol (95%) P,
mudah larut dalam gliserol P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Pereaksi
6. AgNO3 (3)
Nama Resmi : Argenti Nitras
Nama Lain : Perak nitrat
RM/BM : AgNO3 / 169,87
Pemerian : hablur transparan atau serbuk hablur berwarna
putih ; tidak berbau ; menjadi gelap jika kena
cahaya
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air ; larut dalam etanol
(95 %) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
7. Iodium (3)
Nama Resmi : Iodum
Nama Lain : Iodum
RM/BM : I / 126,91
Pemerian : keping atau butir, berat, mengkilat, seperti logam ;
hitam kelabu ; bau khas
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 300 bagian air, dalam 13
bagian etanol (95 %) P. dalam lebih kurang 80
bagian gliserol P dan dalam lebih kurang 7 bagian
karbondisulfida P ; larut dalam kloroform P dan
dalam karbontetraklorida P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
8. Amilum (3)
Nama resmi : Amilum solani
Nama lain : Pati kentang
RB :
Pemerian : Serbuk halus, putih, tidak berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%
P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Kegunaan : Sebagai indikator
9. Natrium Tiosulfat (3)
Nama Resmi : Natrii Thiosulfas
Nama Lain : Natrium Tiosulfat
RM/BM : Na2S2O3.H2O / 248,17
Pemerian : Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur
kasar. Dalam udara lembab meleleh basah ;
dalam hampa udara pada suhu di atas 33°
merapuh.
Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air ; praktis tidak larut
dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai titran
10.Kofein (3)
Nama Resmi : Coffeinum
Nama Lain : Kofein
RM/BM : C8H10N4O2 / 194,19
RB :
Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum mengkilat,
biasanya menggumpal putih ; tidak berbau ; rasa
pahit
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%)
P; mudah larut dalam kloroform P ; sukar larut
dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
11.Aspirin (4)
Nama Resmi : Acidum Acetylsalicylicum
Nama Lain : Asam asetilsalisilat
RM/BM : C9H8O4 / 180,16
RB :
Pemerian : Hablur putih, umunya seperti jarum atau
lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih;
tidak berbau atau berbau lemah.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol
(95%) P; larut dalam kloroform P dan dalam eter
P, sangat sukar larut dalam eter mutlak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
12.Parasetamol (4)
Nama Resmi : Paracetamolum
Nama Lain : Parasetamol
RM/BM : C8H9NO2 / 151,16
RB :
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau; rasa sedikit
pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1 ,
mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
13.Teofilin (4)
Nama Resmi : Theophyllinum
Nama Lain : Teofilin
RM/BM : C7H8N4O2.H2O / 198,18
RB :
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau; rasa pahit;
stabil di udara.
Kelarutan : Sukar larut dalam air tetapi lebih kurang larut
dalam air panas; mudah larut dalam larutan alkali
hidroksida dan dalam ammonium hidroksida, agak
sukar larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
II.3 Uraian Sampel
1. Poldan Mig® (5)
Komposisi : Parasetamol 400 mg, asetosal 250 mg, kofein 65 mg.
Indikasi : Meredakan sakit kepala dan sakit kepala sebelah akibat
migren.
Kontraindikasi : Hipersensitif, penderita dengan gangguan fungsi hati.
Kemasan : 1 x 4 kaplet
2. Bodrex® (5)
Komposisi : Parasetamol 600 mg, kofein 50 mg.
Indikasi : Meringankan sakit kepala, pusing, pening berat, sakit
gigi dan menurunkan demam.
Kontraindikasi : Hipersensitif, penderita dengan gangguan fungsi hati.
Kemasan : 2 blister x 10 tablet
3. Sanmol® (5)
Komposisi : Parasetamol 120 mg / 5 ml
Indikasi : Analgesik dan antipiretik
Kontraindikasi : Hipersensitif, penderita dengan gangguan fungsi hati.
Kemasan : botol, 60 ml
4. Corexin® (5)
Komposisi : Salisilamida 250 mg, asetaminofen 200 mg, kofein 50
mg, gliserilguai alokat 50 mg, finelefrina HCl 5 mg,
klorterinamina maleat 2 mg.
Indikasi : Influenza, pilek, demam, panas, batuk, alergi.
Kemasan : 1 x 4 tablet
5. Neo Napacin® (5)
Komposisi : Teofilin 130 mg, efedrin 25 mg.
Indikasi : Asma, sesak napas.
Kemasan : Strip 4 tablet
II.4 Prosedur Preparasi
1. Asetosal
a. Kocok sejumlah serbuk halus tablet setara dengan lebih kurang 500
mg asam asetilsalisilat dengan 10 ml etanol selama beberapa menit,
sentrifuge, tuang beningnya yang jernih, dan uapkan hingga kering.
Keringkan residu dalam ruang hampa udara pada suhu 60oC selama 1
jam. (4)
b. Ekstraksi dengan larutan kloroform dari campuran aspirin, fenasetin,
dan kafein dengan larutan NaHCO3; aspirin akan berada dalam larutan
basa. Pada larutan kloroform terdiri dari fenasetin dan kofein diuapkan.
Residu yang dikeringkan ditimbang. Residu dicampur dengan air dan
difiltrasi, fenasetin tidak larut. (6)
c. Campuran dari asam encer dan aspirin, fenasetin dipisahkan dari
kofein dengan ekstraksi eter. Kofein dipisahkan dari larutan asam
dengan ekstraksi kloroform. Aspirin dipisahkan dari fenasetin dengan
ekstraksi dengan larutan NaHCO3. (6)
2. Parasetamol
a. Sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih kurang 50 mg parasetamol
larutkan dalam 50 ml metanol P, saring. (4)
b. Ekstraksi dengan larutan kloroform dari campuran aspirin, fenasetin,
dan kafein dengan larutan NaHCO3; aspirin akan berada dalam larutan
basa. Pada larutan kloroform terdiri dari fenasetin dan kofein diuapkan.
Residu yang dikeringkan ditimbang. Residu dicampur dengan air dan
difiltrasi, fenasetin tidak larut. (6)
c. Campuran dari asam encer dan aspirin, fenasetin dipisahkan dari
kofein dengan ekstraksi eter. Kofein dipisahkan dari larutan asam
dengan ekstraksi kloroform. Aspirin dipisahkan dari fenasetin dengan
ekstraksi dengan larutan NaHCO3. (6)
3. Kofein
a. Larutkan lebih kurang 5 mg dalam 1 ml HCl P dalam cawan porselin,
tambahkan 50 mg kalium klorat P, uapkan di atas tangas uap hingga
kering. Balikkan cawan di atas bejana berisi beberapa tetes NH4OH 6
N. Sisa berwarna lembayung yang hilang dengan penambahan larutan
alkali larut. (4)
b. Ekstraksi dengan larutan kloroform dari campuran aspirin, fenasetin,
dan kafein dengan larutan NaHCO3; aspirin akan berada dalam larutan
basa. Pada larutan kloroform terdiri dari fenasetin dan kofein diuapkan.
Residu yang dikeringkan ditimbang. Residu dicampur dengan air dan
difiltrasi, fenasetin tidak larut. (6)
c. Campuran dari asam encer dan aspirin, fenasetin dipisahkan dari
kofein dengan ekstraksi eter. Kofein dipisahkan dari larutan asam
dengan ekstraksi kloroform. Aspirin dipisahkan dari fenasetin dengan
ekstraksi dengan larutan NaHCO3. (6)
4. Sirup Parasetamol
a. Encerkan sejumlah zat uji dengan metanol P hingga diperoleh larutan
yang mengandung lebih kurang 1 mg parasetamol per ml. (4)
5. Teofilin
a. Digerus dan ditimbang tidak lebih dari 20 tablet diserbukkan dan
dipindahkan secara kuantitatif pada labu 200 ml dan dicampur dengan
50 ml air dan 15 ml amoniak. Campuran diaduk selama 10 menit
dengan pengocokan sesekali. Kemudian dilarutkan dengan air untuk
mencukupkan volume. Disaring 20 ml pertama dari penyaringan
dibuang. (6)
6.
II.5 Prosedur Kerja
1. Teofilin
a. Ditimbang seksama 250 mg, larutkan dalam 100 ml air. Tambahkan 20
ml perak nitrat 0,1 N, kocok. Titrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan
indikator merah fenil. (3)
1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 18,02 Teofilin
b. Titrasi. Larutan zat dalam dimetil formaldehid dititrasi dengan 0,1 N
NaOH (1/10 mol), indikator tiolftalein. (7)
c. Larutkan 0,150 g dalam 100 ml air, tambahkan 20 ml 0,2 M perak
nitrat dan kocok. Tambahkan 1 ml bromthimol biru. Titrasi dengan
NaOH 0,1 M (8)
1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 18,02 Teofilin
d. Sebanyak kurang lebih 250 mg teofilin yang ditimbang seksama,
ditambah 50 ml air dan 8 ml ammonia encer. Larutan dihangatkan
perlahan-lahan di atas penangas air sehingga larut sempurna. Larutan
selanjutnya ditambah 20 ml perak nitrat 0,1 N dan dicampur.
Pemanasan di atas penangas air dilanjutkan selama 15 menit. Larutan
didinginkan lalu disaring melalui krus penyaring dengan penghisapan.
Larutan dicuci tiga kali, tiap kali dengan 10 ml air. Kumpulan filtrate
dan air cucian diasamkan dengan asam nitrat pekat. Larutan
selanjutnya ditambah 2 ml besi (III) amonium sulfat 8 % dan dititrasi
dengan amonium tiosianat 0,1 N.
Tiap ml perak nitrat 0,1 N setara dengan 18,02 teofilin. (2)
2. Kofein
a. Lakukan penetapan kadar menurut cara I yang tertera pada titrasi
bebas air menggunakan 100 mg yang ditimbang. Larutkan dalam 40
ml anhidrat asetat P, panaskan, dinginkan, tambahkan 80 ml benzene
P. (3)
1 ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 19,42 mg Kofein
b. Timbang seksama kurang lebih 170 mg, larutkan dalam 5 ml asam
asetat glasial P, hangatkan jika perlu. Dinginkan kurang lebih 10 ml
anhidrida asetat P dan 20 ml toluene P. Titrasi dengan asam perklorat
0,1 N, tetapkan secara potensiometrik. (4)
1 ml asam perklorat setara denga 19,42 mg C8H10N4O2
c. Titrasi. 300 mg zat dilarutkan dalam 3,5 ml asam formiat lalu
ditambahkan 50 ml anhidrat asetat. Setelah diberi 2-3 tetes larutan
sudan IV, larutan dititrasi dengan 0,1 N asam perklorat (1/10 mmol)
sampai warna kembali menjadi ungu kelabu. (7)
d. Sejumlah sampel yang setara dengan kurang lebih 500 mg kofein
ditimbang seksama lalu dilarutkan dalam air secukupnya. Larutan
diencerkan dengan air sampai 100 ml, jika perlu disaring. Sebanyak
5,0 ml larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup
kaca, ditambah 10 ml larutan iodat-iodida 0,1 N dan 5 ml asam klorida
3,5 %, lalu ditutup segera dan digojog. Larutan didiamkan selam 20
menit (terlindung dari cahaya) pada suhu 20°C. larutan dipindahkan ke
dalam tabung sentrifugal dan dipusingkan selama 3 sampai 5 menit
dengan putaran 2000 putaran permenit. Pada 10,0 ml larutan yang
jernih dititrasi dengan natrium tiosianat 0,1 N menggunakan indikator
larutan kanji. Kadar kafein ditetapkan dengan kurva antara volume
natrium tiosianat terhadap satu seri larutan baku kafein. (2)
3. Parasetamol
a. Lakukan penetapan dengan cara penetapan kadar nitrogen,
menggunakan 300 mg yang ditimbang seksama dan 8 ml H2SO4
bebas nitrogen P. (3)
1 ml H2SO4 0,1 N setara dengan 15,116 mg C8H9NO2
b. Larutkan 200 mg sampel yang ditimbnag seksama dalam 2 ml HCl
encer dan panaskan perlahan-lahan di atas penangas air. Encerkan
200 ml air dan dinginkan sampai 15o – 20o C tambahkan 0,2 gram KBr
dan campurkan 5 tetes indikator tepeolin oo dan 3 tetes metilen blue,
titrasi dengan larutan baku nitrit hingga timbul warna hijau kebiruan.(9)
1 ml NaNO2 0,1 N setara dengan 0,06750 g parasetamol
4. Asetosal
a. Timbang seksama lebih kurang 1,5 gram, masukkan ke dalam labu.
Tambahkakn 50 ml NaOH 0,5 N LV, didihkan campuran secara
perlahan-lahan selama 10 menit. Tambahkan indikator PP. Titrasi
kelebihan NaOH dengan H2SO4 0,5 N LV. Lakukan penetapan
blangko. (3)
1 ml NaOH 0,5 N setara dengan 45,04 mg C9H8O4
b. Timbang seksama lebih kurang 1,5 gram, masukkan ke dalam labu.
Tambahkakn 50 ml NaOH 0,5 N LV, didihkan campuran secara
perlahan-lahan selama 10 menit. Tambahkan indikator fenolphtalein
LP. Titrasi kelebihan NaOH dengan asam sulfat 0,5 N LV. Lakukan
penetapan blangko. (4)
1 ml NaOH 0,5 N setara dengan 45,04 mg C9H8O4
c. Larutkan sekitar 0,4 gram aspirin dan sedikit 5 ml alcohol netral dan
titrasi atau sedikit untuk NaOH 0,1 N dan PP. Tambahkan 30 ml lebih
kurang alkali atau sedikit. Panaskan 5 menit, dinginkan di bawah
pereaksi lime soda dan titrasi dengan 0,1 N HCl. Tiap ml dari 0,1 N
alkali setara dengan 18 mg asetosal. (9)
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain : baskom, botol semprot, buret,
Erlenmeyer, gelas ukur, pipet skla, pipet tetes, plat tetes, statif dan klem,
sendok tanduk, dan timbangan analititk.
III.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain : air suling, aluminium foil,
Na2CO3, larutan baku Iod, larutan baku natrium tiosulfat, larutan baku AgNO3,
indikator kanji, HCl encer, pereaksi murexid, zwikker, roux, dan parri, serta
sampel sediaan tablet Bodrex® dan sediaan injeksi fenobarbital.
III.2 Cara Kerja
1. Penetapan kadar kofein metode iodometri
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Dilarutkan sampel kofein (setara 100 mg) dengan HCl encer sebanyak
5 ml dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer bersumbat kaca
c. Ditambahkan dengan 15 ml larutan baku I2
d. Didiamkan ditempat gelap kurang lebih 15 menit
e. Dititrasi dengan Natrium Tiosulfat hingga berwarna kuning, kemudian
ditambahkan indikator kanji hingga berwarna biru
f. Dititrasi kembali dengan Natrium Tiosulfat hingga warna biru yang ada
pada larutan hilang
g. Dicatat volume titrasinya
2. Penetapan kadar kofein metode titrasi bebas air
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang sampel setara dengan 100 mg lalu dimasukkan dalam
erlenmeyer
c. Ditambahkan 5 ml anhidrat asetat dan 10 ml benzen
d. Ditambahkan indikator kristal violet
e. Dititrasi dengan larutan baku HClO4
f. Dicatat volume titrasinya
3. Penetapan kadar teofilin metode titrasi bebas air
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang sampel setara dengan 100 mg lalu dimasukkan dalam
erlenmeyer
c. Ditambahkan 5 ml anhidrat asetat dan 10 ml benzen
d. Ditambahkan indikator kristal violet
e. Dititrasi dengan larutan baku HClO4
f. Dicatat volume titrasinya
4. Penetapan kadar teofilin metode argentometri
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang sampel setara dengan 100 mg lalu dimasukkan dalam
erlenmeyer
c. Ditambahkan 10 ml air dan 4 ml ammonia encer kemudian
dihangatkan hingga larut
d. Ditambahkan 8 ml larutan baku AgNO3 lalu dipanaskan selama 15
menit kemudian didinginkan lalu disaring
e. Dicuci tiga kali dengan 4 ml air, filtrat ditambahkan HNO3 pekat
f. Ditambahkan indikator besi (III) ammonium sulfat
g. Dititrasi dengan NH4SCN
h. Dicatat volume titrasinya
5. Penetapan kadar asetosal
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang sampel setara dengan 100 mg lalu dimasukkan dalam
erlenmeyer
c. Ditambahkan 5 ml etanol netral dan 7 ml air
d. Ditambahkan indikator merah fenol
e. Dititrasi dengan NaOH
f. Dicatat volume titrasinya
6. Penetapan kadar parasetamol
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Dilarutkan sampel kofein (setara 100 mg) dengan HCl encer sebanyak
5 ml dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer bersumbat kaca
c. Ditambahkan dengan 5 ml HCl pekat
d. Lalu, ditambahkan 5 ml H2SO4 10%, kemudian dipanaskan
e. Didinginkan hingga suhu 15oC, lalu ditambahkan KBr
f. Ditambahkan indikator tropeolin oo dan metilen biru dengan
perbandingan 5 dan 3
g. Dititrasi dengan Natrium Nitrit hingga terbentuk larutan berwarna hijau.
h. Dicatat volume titrasinya
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Tabel Pengamatan
A. Analisis Kualitatif
Kelompok Kode Sampel Hasil Identifikasi Jawaban Sampel
IEci Teofilin TeobrominK Tri - Teofilin
IIYuli Teofilin KafeinKwandi Teofilin Teobromin
IIIPica Kafein KafeinEki Kafein Kafein
IVAdel Teobromin TeobrominK Afu Teofilin Teofilin
VDici Teobromin TeobrominK Agus Teofilin Teofilin
VIK Ferliem Teofilin TeofilinAmel Kafein Kafein
B. Analisis Kuantitatif
Kelompok Sampel Bs (mg) Vt (ml) N %K
IAspirin 100 - - -Teofilin 100 3,2 0,0869 31, 35
IITeofilin 100 5,7 0,0964
106,81
PCT 100 1,2 0,1027 18,63
IIIPCT 50 3,5 0,1027 108,67
Kafein 100 5 0,0896 4,03
IVPCT 100 8,2 0,1027
127,29
Kafein 100 8,4 0,0896 18,86
VKafein 100 9 0,0896 21,47Aspirin 100 - - -
VI Kafein 100 5,1 0,0896 4,03
PCT 100 8,2 0,1027 127,29IV.2 Perhitungan
Kelompok I
1. Teofilin
%K = (V 1N 1−V 2N 2 )Bst
Bs .FkX100%
= (8 .0,0869−6,2.0,0813 )18,02
100 .0,1X 100%
= (0,695−0,504 )180,2
100X 100%
= 31,35%
Kelompok II
1. Teofilin
%K = Vt .N .BstBs . Fk
X100%
= 5,7 .0,0964 .19,42
100 .0,1X 100%
= 106,81%
2. Parasetamol
%K = Vt .N .BEBs
X 100%
= 1,2.0,1027 .151,16
100X100%
= 18,63%
Kelompok III
1. Kafein
%K = (V 1N 1−V 2N 2 )BE
BsX 100%
= (5.0,0896−1025 .10 .0,0913) 194,194100
X 100%
= (0,448−0,365 )48,65
100X100%
= 4,03%
2. Parasetamol
%K = Vt .N .BEBs
X 100%
= 3,5 .0,1027 .151,16
50X 100%
= 108,67%
Kelompok IV
1. Kafein
%K = (V 1N 1−V 2N 2 )BE
BsX 100%
= (8,4.0,0896−1025 .10 .0,0913) 194,194100
X 100%
= (0,753−0,365 )48,65
100X100%
= 18,86%
2. Parasetamol
%K = Vt .N .BEBs
X 100%
= 8,2 .0,1027 .151,16
100X 100%
= 127,29%
Kelompok V
1. Kafein
%K = (V 1N 1−V 2N 2 )BE
BsX 100%
= (9 .0,0896−1025 .10 .0,0913) 194,194100
X 100%
= (0,807−0,365 )48,65
100X100%
= 21,47%
Kelompok VI
1. Kafein
%K = (V 1N 1−V 2N 2 )BE
BsX 100%
= (5.0,0896−1025 .10 .0,0913) 194,194100
X 100%
= (0,448−0,365 )48,65
100X100%
= 4,03%
2. Parasetamol
%K = Vt .N .BEBs
X 100%
= 8,2 .0,1027 .151,16
100X 100%
= 127,29%
IV. Reaksi
1. Parasetamol
+ 2HCl + CH3COH + 2Cl-
NaNO2 + HCl HNO2 + NaCl
+ HCl + HNO2
2. Kafein
a. Iodometri
+ I2 + 3H+ + 3I-
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
. Cl
Mengalami tautomerisasi
. Cl + H2O
Garam diazonium
b. TBA
+ HClO4 + ClO4-
3. Aspirin
+ NaOH + H2O
4. Teofilin
a. TBA
+ HClO4 + ClO4-
b. Argentometri
+ AgNO3 + HNO3
AgNO3 + NH4SCN ↔ ↓AgSCN + NH4NO3
6SCN- + Fe3+ Fe(SCN)63-
c.
merah
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar paracetamol dan
kafein dengan menggunakan metode titrimetri berdasarkan reaksi diazotasi
dan titrasi bebas air. Reaksi diazotasi merupakan reaksi pembentukan
diazonium dari reaksi antara senyawa yang memiliki gugus amin primer
aromatis bebas dengan HNO2. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna larutan dari ungu menjadi hijau kebiruan.
Pada umumnya reaksi diazotasi dilakukan pada senyawa yang
memiliki gugus amin primer aromatis bebas. Tetapi tenyata parasetamol
memiliki gugus amin sekunder aromatis, maka senyawa tersebut harus
direduksi dulu menjadi senyawa amin aromatis bebas dengan serbuk Zn
pada suasana asam dengan penambahan HCl pekat. Gugus amin sekunder
mengalami reduksi karena gas hidrogen mendesak oksigen, sehingga gugus
nitrit menjadi senyawa amin.
Asam nitrit yang dibutuhkan disini harus dibuat dengan mereaksikan
antara natrium nitrit dengan suatu asam. Hal ini dilakukan karena asam nitrit
sangat tidak stabil. Asam nitrit sangat mudah teroksidasi menjadi asam nitrat
oleh udara.
NO2- + On NO3
-
Percobaan ini dilakukan pada suhu kurang dari 15oC, hal ini dilakukan
karena asam nitrit yang dibentuk dari natrium nitrit dan suatu asam klorida
tidak stabil dan mudah terurai dalam suhu kamar. Selain itu garam diazonium
yang terbentuk pada hasil reaksi juga tidak stabil.
HNO2 + H+ N2 + H2O
(Ar N=N+) Cl- + H2O Ar-OH + N2 + HCl
Titrasi pembentukan garam diazonium berjalan lambat, karenanya
digunakan katalisator serbuk KBr untuk mempercepat reaksi. Selain itu
volume larutan baku yang ditambahkan juga secara perlahan-lahan, dengan
kecepatan 2 ml per menit. Titrasi ini dilakukan dalam keadaan tertutup,
karena sifat dari HNO2 yang mudah menguap.
Pada percobaan ini digunakan indikator dalam yaitu tropeolin oo 0,1 %
dan metilen biru 0,1 %, merupakan campuran indikator yang menunjukkan
titik akhir titrasi yang lebih peka dibandingkan indikator lain. Indikator
tropeolin oo yang digunakan sebab indikator ini memiliki struktur dengan
cincin aromatis yang dapat bereaksi dengan asam nitrit. Perubahan warna
indikator bebas menjadi warna indikator setelah bereaksi dengan asam nitrit
inilah yang dijadikan indikasi tercapainya titik akhir yaitu dari warna merah
menjadi warna kuning. Tetapi perubahan warna indikator ini kurang jelas
sehingga perlu dikombinasikan dengan indikator lain sehingga dapat
mempertajam perubahan warnanya. Indikator yang digunakan untuk tujuan
tersebut adalah indikator metilen biru. Indikator metilen biru tidak mengalami
perubahan warna pada reaksi diazotasi warna indikator tropeolin oo bebas
setelah dikombinasikan dengan metilen biru menghasilkan warna ungu dan
setelah bereaksi dengan asam nitrit yang menghasilkan warna kuning,
dengan kombinasi metilen biru (warna biru) menghasilkan warna hijau
kebiruan. Dari hasil pengamatan bahwa dengan 5 tetes tropeolin oo dan 3
tetes metilen biru akan menunjukkan titik akhir titrasi yang lebih jelas, yang
pada percobaan ini titik akhir titrasi ditunjukkan dengan perubahan warna dari
ungu menjadi hijau kebiruan.
Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa kadar paracetamol
sebesar 108,67%. Sedangkan berdasarkan literatur FI III dimana sampel
mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 110,1%. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sampel memenuhi syarat.
Selain dilakukan penetapan kadar dari sampel parasetamol juga
dilakukan penetapan kadar terhadap sampel kafein. Pada penetapan kadar
kafein dilakukan dengan menggunakan metode iodometri. Dalam
pengerjaannya ditambahkan H2SO4 4 N untuk mereduksi gugus C= O pada
benzen sehingga I2 dapat masuk pada gugus benzen tersebut.
Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau
nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari
ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion
hidroksida, sesuai dengan reaksi :
I2 + O2 HI + IO-
3 IO- IO3- + 2 I-
Dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat
menjadi ion sulfat sehingga titik kesetaraannya tidak tepat lagi. Namun pada
proses iodometri juga perlu dihindari konsentrasi asam yang tinggi karena
asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan pemisahan
belerang, sesuai dengan reaksi berikut :
S2O3= + 2 H+ H2S2O3
8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2 + 8 S
Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan,
namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan
baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat
larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau
penambahan suatu pengawet.
Berdasarkan pada hasil pengamatan diperoleh kadar dari kafein
sebesar 4,03%. Sedangkan berdasarkan literatur FI III, persyaratan kadar
untuk kafein tidak kurang dari 85,6% dan tidak lebih dari 100,1%. Dari hasil
pengamatan ini diperoleh bahwa sampel tidak memenuhi syarat.
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan pada
percobaan ini adalah sebagai berikut;
1. Kesalahan dalam proses preparasi, sampel yang ditarik bukanlah sampel
yang sebenarnya
2. Pemisahan yang tidak menyeluruh ketika dilakukan preparasi sehingga
adanya zat-zat tambahan lainnya yang ikut terlarut.
3. Penentuan titik akhir titrasi yang kurang tepat
4. Pengonversian bahan yang digunakan tidak sesuai.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan dapat disimpulkan sebagai
berikut;
1. Persen kadar yang diperoleh dari sampel kafein sebesar 4,03%.
Sedangkan berdasarkan literatur FI III, persyaratan kadar untuk kafein
tidak kurang dari 85,6% dan tidak lebih dari 100,1%. Dari hasil
pengamatan ini diperoleh bahwa sampel tidak memenuhi syarat.
2. Persen kadar yang diperoleh dari sampel paracetamol sebesar
108,67%. Sedangkan berdasarkan literatur FI III dimana sampel
mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 110,1%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel memenuhi syarat.
3. Berdasarkan uji kualitatif dapat diketahui bahwa;
a. Sampel dengan kode “Eci”, “Kuandi”, “Adel”, dan “Dici”
mengandung senyawa teobromin.
b. Sampel dengan kode “K Tri”, “K Agus”, “K Ferliem”, dan “K Afu”
mengandung senyawa teofilin.
c. Sampel dengan kode “Yuli”, “Pica”, “Eki”, dan “Amel” mengandung
senyawa kafein.
VI.2 Saran
1. Diharapkan alat-alat di laboratorium dapat dilengkapi sehingga
praktikum dapat berjalan dengan efektif dan efesien.
2. Diharapkan para asisten dapat lebih bersabar dalam membimbing
praktikan dalam menjalankan praktikum serta dapat bersikap adil pada
setiap praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta :
Universitas Indonesia. Hal. 230, 252.
2. Sudjadi. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press. Hal. 156, 160, 169.
3. Dirjen, POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Depkes RI.
Hal. 96, 53, 58, 412, 97, 763, 93, 428, 175, 330,
598, 31.
4. Dirjen, POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Depkes RI.
Hal. 31, 649, 783, 32, 254, 651.
5. IAI. 2011. ISO Indonesia Volume 46.Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Hal. 6,
40, 41, 498, 529.
6. Higuchi, Takeru. 1990. Phamaceutical Analysis. New York : A Wiley-
Interscience Publication. Hal. 561, 562, 283, 243.
7. Auterhoff & Kovar. 2002. Identifikasi Obat. Bandung : ITB. Hal. 146, 189,
190.
8. The Department of Health. 2009. British Pharmacopeia. London : The
Stationery Office on behalf of the Medicines and
Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA).
Hal. 4647.
9. Underwood, A.L. 1993. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi V. Surabaya:
Erlangga. Hal. 138.
LAMPIRAN
Pereaksi Theobromin Teofilin KafeinMurexida +HCl + KClO3
kuning merah Coklat + NH3 ungu
Merah ungu
AgNO3 +NO3↓kristal(jarum panjang)
↓putih agak kental +NH4OH ↓selai yang larut dalam HNO3
Roux Hijau Stabil Parri +Co(NO3)2 uap
NH3OH unguBiru tua
Air + I2 ≠ larut + HCl ↓coklat
+ NaOH ↓larutLarutan Jernih + HgCl2 5%
↓putih
Cuprifil Hijau Ungu HijauFeCl3 Larutan
ungu