laporan tutorial skenario c blok 14.docx

99
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14 TAHUN 2014 DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6 Tutor: dr. Mezfi Unita, SpPA(K) R.A Deta Hanifah (04011281320023) Endy Averossely Passaray (04011381320017) KMS.M Afif Rahman (04011381320019) Virdhanitya Vialetha (04011381320045) M.Tafta Zani (04011381320061) Fira Andriani (04011381320065) Dedi Yanto Husada (04011181320017) Nurul Windi Anggraini (04011181320019) Rismitha Andini (04011181320055) Dwi Nopianti (04011181320101) Muhammad alex Januarsyah (04011181320109) Tri Legina Oktari (04011181320111)

Upload: virdhanitya-vialetha

Post on 04-Feb-2016

254 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C

BLOK 14 TAHUN 2014

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6

Tutor: dr. Mezfi Unita, SpPA(K)

R.A Deta Hanifah (04011281320023)

Endy Averossely Passaray (04011381320017)

KMS.M Afif Rahman (04011381320019)

Virdhanitya Vialetha (04011381320045)

M.Tafta Zani (04011381320061)

Fira Andriani (04011381320065)

Dedi Yanto Husada (04011181320017)

Nurul Windi Anggraini (04011181320019)

Rismitha Andini (04011181320055)

Dwi Nopianti (04011181320101)

Muhammad alex Januarsyah (04011181320109)

Tri Legina Oktari (04011181320111)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

TAHUN 2014

Page 2: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan ini berhasil kami selesaikan.

Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas Laporan Tutorial. Dalam penyusunan laporan

ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, namun kami menyadari bahwa kelancaran

dalam penyusunan laporan ini tidak lain berkat bantuan dari dr. Mezfi Unita, Sp.PA (K)

selaku Tutor kami yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan

bimbingan, pengarahan, dan dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan laporan ini.

Untuk itu kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Mezfi Unita, Sp.PA

(K).

Kami sadar laporan yang kami buat ini masih banyak kekurangan-kekurangan, baik

pada teknik penyusunan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki

sangatlah terbatas. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak

sangat kami harapkan untuk memperbaiki laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat

bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Palembang, 29 Desember 2014

Penyusun

2

Page 3: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

DAFTAR ISI

Anggota.................................................................................................................................1

Kata Pengantar......................................................................................................................2

Daftar Isi...............................................................................................................................3

I. Skenario....................................................................................................................4

II. Klarifikasi Istilah......................................................................................................5

III. Identifikasi Masalah.................................................................................................5

IV. Analisis Masalah......................................................................................................6

V. Keterkaitan Masalah................................................................................................33

VI. Learning Issue..........................................................................................................34

VIII. Kerangka Konsep.....................................................................................................63

IX. Kesimpulan...............................................................................................................63

X. Daftar Pustaka..........................................................................................................64

3

Page 4: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Skenario C blok 14 Tahun 2014

Tn.Romo, 63 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit oleh keluarganya karena

tidak sadar sejak 3 jam yang lalu. Menurut keluarganya, pasien mengidap DM tipe 2 sejak

5 tahun yang lalu dan setiap hari mengkonsumsi obat glibenkemid 5 mg. Menurut

keluarganya, sebelum tidak sadar, Tn. Romo merasa dingin, berkeringat, jantung

berdebar-debar, badan lemas dan merasa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi.

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran: Koma, TD 90/40 mmHg, nadi 124 x/menit, suhu 36oC.

Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik.

Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl.

4

Page 5: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

I. KLARIFIKASI ISTILAH

No. Istilah Definisi

1. Ruang Gawat Darurat Salah satu bagian dari rumah sakit yang menyediakan

penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan

cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidup

(UGD)

2. DM Tipe 2 Jenis kedua diabetes yang lebih umum dimana

pankreas dapat memproduksi insulin namun tidak

cukup

3. Glibenklamid Obat oral anti diabetes golongan sulfonilurea yang

berguna untuk menurunkan gula darah

4. Koma Suatu keadaan tidak sadarkan diri yang dalam hingga

penderita tidak dapat dibangunkan bahkan dengan

rangsangan yang kuat

5. GDS Hasil pengukuran gula darah yang dilakukan seketika

waktu tanpa ada puasa

6. Glukometer Alat yang digunakan untuk mengukur glukosa darah

II. Identifikasi masalah

N

O

MASALAH CONCERN

1. Tn.Romo, 63 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit

oleh keluarganya karena tidak sadar sejak 3 jam yang lalu.

VVVV

2. Menurut keluarganya,pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun

yang lalu dan setiap hari mengkonsumsi obat glibenkemid 5 mg.

VV

3 Menurut keluarganya, sebelum tidak sadar, Tn. Romo merasa

dingin, berkeringat, jantung berdebar-debar, badan lemas dan

merasa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi.

VVV

4. Pemeriksaan fisik:

Kesadaran: Koma, TD 90/40 mmHg, nadi 124 x/menit, suhu 36oC.

V

5

Page 6: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik.

Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40

mg/dl.

III. ANALISIS MASALAH

A. Tn.Romo, 63 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit oleh

keluarganya karena tidak sadar sejak 3 jam yang lalu.

1. Apa penyebab dan mekanisme tidak sadar tuan Romo?

Penyebab Dalam kasus ini, koma yang dialami Tn. Roma diakibatkan adanya

keadaan hipoglikemia, keadaan hipoglikemia pada Tn. Roma dapat disebabkan

karena dosis obat antidiabetika oral yang terlalu tinggi (pada usia lanjut, dosis

normal 2,5 mg/hari).

Mekanisme makan OAD sebelum makan kadar insulin meningkat

hiperinsulinemia glukosa darah menurun asupan glukosa otak meningkat

otak kekurangan glukosa tidak sadar

2. Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan?

Usia

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis

menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah

seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada

mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi

terhadap insulin.

Jenis kelamin

Resiko perempuan dan laki-laki terhadap DM sama besar tetapi dipengaruhi

oleh genetik. Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang

mengidap diabetes mellitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan

tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan baik.

6

Page 7: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

3. Apa akibat tidak sadar selama 3 jam?

Tidak sadar yang dialami oleh tn. Romo diakibatkan karena syok hipoglikemik.

Hipogilkemia bila terjadi terus-menerus dan dalam jangka waktu yang cukup

lama dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen bahkan kematian

4. Apa penanganan yang harus dilakukan di ruang gawat darurat?

Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera diberikan karbohidrat, baik

oral maupun intravena. Pada kasus ini, Tn. Romo dibawa ke ruang gawat darurat

dalam keadaan tidak sadar, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah

terjadinya kerusakan otak yang serius.

Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2 flakon ( 50 mL ) bolus intra

vena.

Diberikan cairan Dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam per kolf.

Periksa gula darah sewaktu (GDS) atau setiap 1 jam ,dengan Glukometer

Bila GDS < 50 mg/dL bolus Dekstrosa 40 % 50mL iv

Bila GDS < 100 mg/dL bolus Dekstosa 40 % 25mL iv

Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40 % :

Bila GDS < 50 mg/dL bolus Dekstrosa 40 % 50mL iv

Bila GDS < 100 mg/dL bolus Dekstosa 40 % 25mL iv

Bila GDS < 100-200 mg/dL tanpa bolus Dekstrosa 40%

Bila GDS > 200 mg/dL pertimbangkan menurunkan kecepatan drip

Dekstrosa 10 % atau mengganti infus dengan Dektrosa 5 % atau NaCl

0,9%

Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, sliding scale setiap 6

jam

GD ( mg/dL ) RI ( Unit , subkutan )

< 200 0

200 – 250 5

250 – 300 10

300 – 350 15

>350 20

7

Page 8: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Bila pasien belum sadar, GDS sekitar 200 mg/dL : injeksi Deksametason 10

mg iv bolus dilanjutkan Manitol 1,5-2 g/kg BB iv setiap 6-8 jam, lalu cari

penyebab lain dari penurunan kesadaran.

B. Menurut keluarganya, sebelum tidak sadar, Tn. Romo merasa dingin,

berkeringat, jantung berdebar-debar, badan lemas dan merasa cemas, setelah

minum obat sebelum makan pagi.

1. Bagiamana penyebab dan mekanisme :

a) merasa dingin?

Pada keadaan hipoglikemia, timbul suatu efek langsung akibat kadar

glukosa darah yang rendah terhadap hipotalamus, yang akan merangsang

saraf simpatis. Selanjutnya rangsangan saraf simpatis akan diterima oleh

medulla adrenal yang akan menyekresikan epinefrin. Epinefrin akan

berikatan dengan reseptor α1 yang beradadi otot polos pembuluh darah

perifer, dalam konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan vasokonstriksi

pembuluh darah perifer. Hal ini akan menyebabkan kulit menjadi terasa

dingin.

b) berkeringat?

Konsumsi OAD golongan sulfonylurea, pada kasus ini glibenklamid

peningkatan pelepasan insulin dari pancreas karena sulfonylurea berikatan

dengan reseptor sulfonylurea menghambat efluks ion kalium melalui

kanal tersebut dan menimbulkan depolarisasi depolarisasi membuka suatu

kanal kalsium bergerbang-tegangan dan menimbulkan influks kalsium

pelepasan insulin belum ada pasokan makanan (karena obat diberikan

sebelum makan) hiperinsulinemia peningkatan pengambilan glukosa

oleh sel dan penurunan pengeluaran glukosa oleh hati hipoglikemia.

Hipoglikemia sel tidak mendapat glukosa yang cukup untuk kebutuhan

energi otak merangsang sekresi epinefrin epinefrin terlalu banyak

merangsang syaraf otonom (simpatis) menyebabkan timbulnya gejala

berkeringat, berdebar-debar, tremor, dan lainnya.

8

Page 9: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

c) jantung berdebar-debar?

Mekanisme yang terjadi adalah suatu kondisi dimana hemoglobin dalam

darah penderita tidak sempurna dalam membawa oksigen ke seluruh sistem

saraf di tubuh, karena tubuh kekurangan zat besi pada darah. Maka keadaan

itu menyebabkan irama jantung menjadi abnormal atau jantung berdebar-

debar. Mekanisme respon hipoglikemia, pada awalnya, bagian ventromedial

hipothalamus merupakan organ utama yang berperan dalam respons kontra

regulasi. Hormon kontra regulasi terbagi dalam 2 kelompok, yaitu: hormon

kerja cepat yaitu katekolamin dan glucagon dan hormon kerja lambat yaitu

growth hormone dan kortisol. Secara otomatis terjadilah respon terhadap

rendahnya kadar gula darah dengan merangsang kelenjar adrenal untuk

melepaskan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung

saraf. Epinefrin akan merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi

juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan, dengan cara

menyebabkan beberapa pembuluh darah berkontraksi dan pembuluh lain

berelaksasi, dengan pengaruh keseluruhan yang akan diperoleh berupa

pengurangan aliran darah menuju kulit, saluran pencernaan, dan

ginjal,sementara meningkatkan aliran darah ke jantung,otak dan otot.

Meningkatnya aliran darah ke jantung inilah yang kemudian menyebabkan

jantung berdebar-debar pada Tn. Romo.

d) badan lemas?

Hipoglikemia Kekurangan glukosa diseluruh tubuh sel-sel tidak dapat

membentuk ATP badan menjadi lemas.

e) merasa cemas?

Rasa cemas diintepretasikan sebagai suatu stres oleh otak kita dan membuat

otak kita meresponnya. Mekanisme adaptasi stres oleh otak biasanya

memang didasarkan karena adanya pemicu dalam hal ini disebebkan oleh

hipoglikemi. Inilah yang menyebabkan pasien-pasien terutama pasien

gangguan cemas panik merasakan adanya kondisi kecemasan dan gejala

psikosomatik yang akut padahal dia tidak sedang dalam kondisi stres saat itu

terjadi. Respon otomatis ini sebenarnya menandakan bahwa otak telah berada

9

Page 10: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

pada fase kelelahan (exhausted) yang pada hal ini disebabkan oleh

berkurangnya kadar glukosa dalam darah yang akhirnya menyebabkan

responnya kacau terhadap stres. Gambaran cemas disini (berkeringat, jantung

berdebar debar, gemetar). Pelepasan besar-besaran noreepineprin oleh

postganglion simpatis dan pelepasan epineprin dari medula adrenal.

2. Apa dampak yang akan terjadi bila Tn.Romo makan obat OAD sebelum makan

dan kapan waktu minum obat yang baik serta alasannya?

Glibenklamid adalah obat OAD golongan sulfonilurea yang bekerja

menurunkan kadar glukosa darah puasa lebih besar daripada glukosa sesudah

makan. Sehingga efek hipoglikemik dari glibenklamid akan lebih besar. Juga

karena glibenklamid dikonsumsi dalam jangka panjang, sehingga efek

hipoglikemi juga semakin meningkat ditambah lagi asupannya kurang.

Waktu pemberian OAD yang baik tergantung pada golongan OAD yang

tersedia berdasarkan prinsip kerja OAD tersebut, OAD dibedakan menjadi 5

golongan, yaitu:

1. Sulfonilurea dimakan 15-30 menit sebelum makan

contohnya glibenklamid dengan dosis 2,5-15 mg

2. Biguanide dimakan bersamaan saat makan atau sesudah makan

contohnya metformin dengan dosis 0,5-3 mg

3. Meglitinides dimakan bersamaan saat makan

Contohnya repaglinides dengan dosis 0,5-16 mg

4. Alpha glucosidase inhibitor dimakan bersamaan saat makan

Contohnya glucobay dengan dosis 50-100 mg

5. Thiazolidinediones diminum bersamaan saat makan

Contohnya phioglitazhone dengan dosis 15-30 mg

3. Bagaimana hubungan antar keluhan pada kasus?

Gejala-gejala (keluhan) yang dirasakan oleh Tn. Romo dalam kasus merupakan

akibat dari hipoglikemia. Keadaan hipoglikemia ini menyebabkan adanya

pelepasan hormon kontraregulator insulin, epinefrin, sebagai kompensasi yang

10

Page 11: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

selain menyebabkan pelepasan glukosa lebih lanjut dari hati, juga dapat

mengakibatkan berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi. Selain itu,

tingkah laku yang aneh, merasa cemas, sensorium yang tumpul, dan koma

terjadi akibat kekurangan glukosa dalam otak.

C. Menurut keluarganya, pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan

setiap hari mengkonsumsi obat glibenkemid 5 mg.

1. apa saja obat anti diabetik?

Golongan Nama generik Nama dagang Dosis Fungsi

Sulfonylurea

Chlorpropamide

Glibenclamid

Gliquidone

Gliclazide

Glipizide

glipmepride

Diabenese

daonil, euglucon

Glurenorm

Diamicron

minidiab, glicotrol

amaryl

250-500 mg

2,5-15 mg

30-120 mg

20-320 mg

2,5-20 mg

1-8 mg

Meningkatkan sekresi

insulin

Biguanides Metformin Glucophage,diabex 0,5-3 mg

Meningkatkan

sensitivitas insulin

pada jaringan otot dan

jaringan lemak tubuh

Alpha glucosidase

inhibitorAcarbose Glucobay 50-600 mg

Menghambat

penyerapan

karbohidrat pada

saluran cerna

MeglitinidesNateglinides

repaglinides

Starlix

novonorm

180-540 mg

0,5-16 mg

Meningkatkan sekresi

insulin (kemampuan

bergantung kepada

kadar glukosa)

Tiazolidinediones Pioglitazone

rosiglitazone

Actos

avandia

15-30 mg

4-8 mg

Meningkatkan

sensitivitas insulin

11

Page 12: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

pada jaringan otot dan

jaringan lemak tubuh

Beberapa sumber menambahkan

Penghambat DPP-IV Meningkatkan sekresi insulin pada saat kadar gula

darah meningkat, dan menurunkan pembentukan

gula di hati.

Sitagliptin,

Saxagliptin

2. Termasuk golongan apa obat glibenklamid?

Glibenklamid termasuk golongan obat sulfonilurea generasi II

3. Bagaimana farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat anti diabetik?

Berdasarkan cara kerja, obat antidiabetika oral dibagi menjadi 3 golongan:

a) Memicu produksi insulin

1. Sulfonilurea

Obat ini telah digunakan dalam menangani hipoglikemia pada penyandang

diabetes melitus tipe 2 selama lebih dari 40 tahun. Mekanisme kerja obat ini

cukup rumit. Ia bekerja terutama pada sel beta pankreas untuk meningkatkan

produksi insulin sebelum maupun setelah makan. Sel beta pankreas merupakan

sel yang memproduksi insulin dalam tubuh.

Sulfonilurea sering digunakan pada penyandang diabetes yang tidak gemuk di

mana kerusakan utama diduga adalah terganggunya produksi insulin.

Penyandang yang tepat untuk diberikan obat ini adalah penyandang diabetes

melitus tipe 2 yang mengalami kekurangan insulin tapi masih memiliki sel beta

yang dapat berfungsi dengan baik. Penyandang yang biasanya menunjukkan

respon yang baik dengan obat golongan sulfoniurea adalah usia saat diketahui

menyandang diabetes melitus lebih dari 30 tahun,  menyandang diabetes

diabetes melitus lebih dari 5 tahun, berat badan normal atau gemuk, gagal

dengan pengobatan melalui pengaturan gaya hidup, perubahan pengobatan

dengan insulin dengan dosis yang relatif kecil.

Sampai saat ini sudah ada 3 generasi sulfonilrea yang beredar.

12

Page 13: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Generasi I : Acetohexamid, Chlorpropamid, Tolbutamid dan Talazamid

Generasi II : Gliclazid, Glipizid, gliburid dan Glibenklamid.

Generasi III : Glimepirid.

Di Indonesia, turunan generasi II adalah yang paling sering digunakan. hal ini

dikarenakan lebih efektif dan generasi II ini mempunyai efek minimal. Adapun

efek samping utama sulfonilurea yang sering dilaporkan adalah penambahan

berat badan.

Penggunaan dalam klinik. Pada pemakaian sulfonilurea, umumnya selalu

dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari hipoglikemia. Pada keadaan

tertentu dimana kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan sulfonilurea

dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa dalam beberapa

hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu sudah

terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna.

Dosis permulaan sunfonilurea tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila

konsentrasi glucosa puasa<200mg/dl,>200 mg/dl dapat diberikan dosis awal

yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena

diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali sehari, sebaiknya

diberikan pada waktu makan pagi atau pada makanan porsi terbesar.

 

2. Golongan Meglitinide

Meglitinide merupakan bagaian dari kelompok yang meningkatkan produksi

insulin (selain sulfonilurea). Maka dari itu ia membutuhkan sel beta yang masih

berfungsi baik. Repaglinid dan Nateglinid termasuk dalam kelompok  ini,

mempunyai efek kerja cepat, lama kerja sebentar, dan digunakan untuk

mengontrol kadar glukosa darah setelah makan. Repaglinid diserap secara cepat

segera setelah dimakan, mencapai kadar puncak di dalam darah dalam 1 jam. 

b) Meningkatkan kerja insulin (sensitivitas terhadap insulin)

1. Biguanide

Metformin adalah satu-satunya biguanid yang tersedia saat ini. Metformin

berguna untuk penyandang diabetes gemuk yang mengalami penurunan kerja

insulin. Alasan penggunaan metformin pada penyandang diabetes gemuk adalah

karena obat ini menurunkan nafsu makan dan menyebabkan penurunan berat

badan.

13

Page 14: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Sebanyak 25% dari penyandang diabetes yang diberikan metformin dapt

mengalami efek samping pada saluran pencernaan, yaitu rasa tak nyaman di

perut, diare dan rasa seperti logam di lidah. Pemberian obat ini bersama

makanan dan dimulai dengan dosis terkecil dan meningkatkannya secar

perlahan dapat meminimalkan kemungkinan timbulnya efek samping. Obat ini

tidak seharusnya diberikan pada penyandang dengan gagal ginjal, hati, jantung

dan pernafasan.

Metformin dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi. Obat-

obatan oral mungkin gagal untuk mengontrol gula darah setelah beberapa saat

sebelumnya berhasil (kegagagalan sekunder)  akibat kurangnya kepatuhan

penyandang atau fungsi sel beta yang memburuk dan / atau terjadinya gangguan

kerja insulin (resistansi insulin). Pada kasus-kasus ini, terapi kombinasi

metformin dengan sulfonilurea atau penambahan penghambat-glucosidase

biasanya dapat dicoba. Kebanyakan penyandang pada akhirnya membutuhkan

insulin.

 

2. Tiazolidinedion

Saat ini terdapat 2 tiazolinedion di Indonesia yaitu rosiglitazon dan pioglitazon.

Obat golongan ini memperbaiki kadar glukosa darah dan menurunkan

hiperinsulinaemia (tingginya kadar insulin)  dengan meningkatkan kerja insulin

(menurunkan resistensi insulin) pada  penyandang diabetes melitus tipe 2. Obat

golongan ini juga menurunkan  kadar trigliserida da asam lemak bebas.

Rosiglitazone (Avandia) dapat pula digunakan kombinasi dengan metformin

pada penyandang yang gagal mencapai target kontrol glukosa darah dengan

pengaturan makan dan olahraga. Pioglitazone (Actos), juga diberikan untuk

meningkatkan kerja (sensitivitas) insulin.

 Efek samping dari obat golongan ini dapat berupa bengkak di daerah perifer

(misalnya kaki), yang disebabkan oleh peningkatkan volume cairan dalam

tubuh. Oleh karena itu obat goolongan ini tidak boleh diberikan pada

penyandang dengan gagal jantung berat. Selain itu, pada penggunaan obat in

ipemeriksaan fungsi hati secara berkala harus dilakukan.

c) Penghambat enzim alfa glukosidase

14

Page 15: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Penghambat kerja enzim alfa-glukosidase seperti akarbose, menghambat

penyerepan karbohidrat dengan menghambat enzim disakarida di usus (enzim

ini bertanggung jawab dalam pencernaan karbohidrat). Obat ini terutama

menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Efek sampingnya yaitu

kembung, buang angin dan diare. Supaya lebih efektif obat ini harus dikonsumsi

bersama dengan makanan.

Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal pada penyandang diabetes melitus

tipe 2 dengan kadar glukosa darah puasanya kurang dari 200 mg/dL (11.1

mmol/l) dan kadar glukosa darah setelah makin tinggi. Obat ini tidak

mengakibatkan hipoglikemia, dan boleh diberikan baik pada penyandang

diabetes gemuk maupun tidak, serta dapat diberikan bersama dengan

sulfonilurea, metformin atau insulin.

4. bagaimana indikasi dan kontra indikasi dari glibenklamid?

INDIKASI Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang

diabetesnya mulai timbul pada usia diatas 40 tahun.

KONTRAINDIKASI Pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar

dan ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang.

Obat golongan sulfonilurea juga menyebabkan hipersensitifitas dan

meningkatkan resiko ketoasidosis diabetik.

5. bagaimana efek samping obat glibenklamid?

Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya

rendah, antara lain gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan

hipersekresi asam lambung dan gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit

kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik

termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik

dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak

tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada

lansia. Selain itu, golongan ini juga cenderung meningkatkan berat badan.

6. Bagaimana patofisiologi dari DM tipe 2?

15

Page 16: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Patofisiologi DM sangat multifaktorial, yang merupakan gabungan beberapa

faktor resiko meliputi genetik(mutasi), sedentary life style(kurang aktivitas

fisik), pola makan yang tidak seimbang berupa input yang lebih besar dibanding

output sehingga terjadi obesitas serta factor lainnya.Keadaan tersebut mampu

membuat keadaan yang disebut sebagai resistensi insulin baik pada hepar

maupun jaringan perifer( jaringan lemak dan otot).

Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari

makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan

lemak menjadi asam lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat

makanan itu harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel agar dapat diolah. Di

dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme,

yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Dalam proses metabolisme ini

insulin memegang peran yang sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke

dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hidrat arang

dalam makanan diserap oleh usus halus dalam bentuk glukosa. Glukosa darah

dalam tubuh manusia diubah menjadi glikogen hati dan otot oleh insulin.

Sebaliknya, jika glikogen hati maupun otot akan digunakan, dipecah lagi

menjadi glukosa oleh adrenalin. Jika kadar insulin darah berkurang, kadar

glukosa darah akan melebihi normal, menyebabkan terjadinya hiperglikemia.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak

kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk

kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila

insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya

glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di

dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini badan akan menjadi lemah karena

tidak ada sumber energi di dalam sel. Inilah yang disebut sebagai diabetes

melitus.

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan

dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya

insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada

diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian

insuliin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

16

Page 17: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi

akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan

pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi

peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan

terjadi diabetes tipe II.

7. Hormon apa saja yang terlibat pada kasus?

Hormon yang terlibat pada kasus adalah insulin yang meningkat sehingga

menyebebakan hipoglikemia dan epinefrin sebagai mekanisme kompensasi dari

hipoglikemik yang dialami oleh Tn. Romo sehingga menyebabkan banyak

gejala timbul yang mengakibatkan berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan

palpitasi. Selain itu, tingkah laku yang aneh, merasa cemas, sensorium yang

tumpul, dan koma terjadi akibat kekurangan glukosa dalam otak.

8. Apa tipe-tipe DM?

Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,

diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.

Diabetes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang

disebabkan oleh reaksi otoimun.

Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β,

sel α dan sel σ. Sel-sel β memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi glukagon,

sedangkan sel-sel σ memproduksi hormon somastatin. Namun demikian

serangan autoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β. Destruksi otoimun

dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan

defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah yang menyebabkan

gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defesiensi insulin,

fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1 juga menjadi tidak

normal. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan

oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan

17

Page 18: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

menurunkan sekresi glukagon, tapi hal ini tidak terjadi pada penderita DM tipe

1, sekresi glukagon akan tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia,

hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan

ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik

apabila tidak mendapatkan terapi insulin.

Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih

banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada

orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab dari DM

tipe 2 karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin

secara normal, keadaan ini disebut resietensi insulin. Disamping resistensi

insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul gangguan gangguan sekresi

insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak

terjadi pengrusakan sel-sel β langerhans secara autoimun sebagaimana terjadi

pada DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM

tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut.

Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin,

merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian

besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadi penurunan

kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar

dengan pasien diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi pula suatu

defisiensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respon sel α terhadap

glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatya hiperglikemia, dan kedua

kerusakan tersebut dapat diperbaiki melalui manuve-manuver teurapetik yang

mengurangi hiperglikemia tersebut (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Diabetes mellitus gestasional

Diabetes mellitus gestasional adalah keadaaan diabetes yang timbul selama

masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara. Keadaan ini

terjadi karena pembentukan hormon pada ibu hamil yang menyebabkan

resistensi insulin

9. Bagimana penatalaksanaan DM tipe 2?

18

Page 19: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang

termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi

berpotensi untuk menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam

upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya

masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula

pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan

Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM

dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah

hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan

jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak

terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian

pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal

pengelolaan penyakit DM. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah

penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian pada

penyandang diabetes.

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :

a. Skrinning

Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa,

dan GIT. Skrinning direkomendasikan untuk :

Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes

Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil

Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler

Orang-orang yang gemuk

b. Pengobatan

Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan

pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan

19

Page 20: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu

dibantu dengan diet dan bergerak badan.

Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik

masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan

jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral.

Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa individu

dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta

pancreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.

Tabel 2

Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral

Obat Lamanya jam Dosis lazim/hari

Klorpropamid (diabinise) 60 1

Glizipid (glucotrol) 12-24 1-2

Gliburid (diabeta, micronase) 16-24 1-2

Tolazamid (tolinase) 14-16 1-2

Tolbutamid (orinase) 6-12 1-3

c. DIET

Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan

yang masuk harus dibagi merata sepanjang hari. Ini harus konsisten dari hari

kehari. Adalah sangat penting bagi pasien yang menerima insulin

dikordinasikan antara makanan yang masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh

orang dengan DM tipe II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan

dengan resistensi insulin dan hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik

dengan penurunan berat badan. (Hendrawan,2002).

1) Modifikasi dari faktor-faktor resiko

Menjaga berat badan

Tekanan darah

Kadar kolesterol

Berhenti merokok

Membiasakan diri untuk hidup sehat

20

Page 21: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik

yang terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang

berulang untuk mencapai kebugaran.

Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena

hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.

Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam

yang tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar

karbohidrat dan lemak tinggi.

Konsumsi sayuran dan buah-buahan.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang

telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih

lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum

kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari)

dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah

mempunyai penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap

dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan

termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas

hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan

holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit

rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung

dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi

medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang

keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).

10. Apakah etiologi dari DM tipe 2?

Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap

dengan jelas. Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus

bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya

akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya

juga memegang peranan penting pada penderita DM ((Price, 2005).

21

Page 22: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan

terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat,

serta kurang gerak badan. Etiologi DM tipe 2 juga bervariasi mulai dari

resistensi insulin yang disertai defisiensi insulin relatif hingga defek sekresi

insulin yang dibarengi resistensi insulin.

11. Apa saja faktor resiko dari DM tipe 2?

Adapun Faktor resikonya dibagi menjadi:

1. Risiko yang Bisa Dikontrol

Kelebihan berat badan (Obesitas).

Stres

Gaya hidup yang tidak sehat ditandai dengan minimnya aktivitas fisik

Kolesterol dan lemak darah yang tinggi akibat pola makan yang salah

Tekanan darah tinggi.

Merokok.

2. Risiko yang Tidak Bisa Dikontrol

Ras atau etnis

Faktor keturunan / Kelainan genetik

Faktor usia

12. apa komplikasi DM tipe 2?

1. Komplikasi Akut

Hipoglikemi

Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah mencapai

60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik berdebar,

banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuroglikopenik (pusing,

gelisah, kesadaran menurun sampai koma)

Diabetic Ketoacidosis (DKA), dan Hiperglikemia, Hiperosmolaritas, Koma

non-ketotik (HHNK)

2. Komplikasi Kronis (Menahun)

22

Page 23: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Makroangiopati (Pembuluh darah jantung, Pembuluh darah tepi, Pembuluh

darah otak )

Mikroangiopati (Pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik),

Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik))

Neuropati.

3. Komplikasi dengan mekanisme gabungan:

Rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,infeksi

kulit dan infeksi kaki.

Disfungsi ereksi.

13. Apa kompetensi dokter umum pada DM tipe 2?

Kompetensi dokter umum dalam menangani kasus DM tipe 2 adalah 4A,

dimana lulusan dokter umum mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh

dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray, penilaian

tingkat kesadaran dengan skala koma Glasgow (GCS) ). Dokter dapat

memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

14. Bagimana cara mendiagnosis DM?

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM

berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan

pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria,

serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan

glukosa darah sewaktu   200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis

DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa  126 mg/dl juga digunakan

untuk patokan diagnosis DM.  Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil

pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal , belum cukup

kuat untuk  menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut

dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah

puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain,

atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

23

Page 24: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985

1. 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa

2. Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan

3. Puasa semalam, selama 10-12 jam

4. Kadar glukosa darah puasa diperiksa

5. Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb, dilarutkan dalam air 250

ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama

pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

 Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl  , atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl  (Puasa berarti tidak

ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir )  atau

3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75

gram pada TTGO**

* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali

untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti

ketoasidosis atau berat badan yang menurun cepat.

**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik

15. Apa saja diagnosis banding pada kasus?

Diabetes tipe 1

Diabetes autoimun laten pada dewasa (jarang)

Diabetes melitus sekunder: gangguan pankreas, gangguan hormonal (sindrom

Cushing, akromegali), induksi obat (steroid, tiazid)

Diabetic ketoacidosis

Cystic fibrosis

Drug-induced glucose intolerance

Glucose intolerance

Pancreatitis

24

Page 25: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

D. Pemeriksaan fisik:

Kesadaran: Koma, TD 90/40 mmHg, nadi 124 x/menit, suhu 36oC.

Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik.

Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl.

1. Bagimana interpretasi dari hasil pemerikasaan fisik?

Pemeriksaan Fisik Hasil Normal Interpretasi

Kesadaran Koma Compos mentis suatu keadaan tidak sadarkan

diri yang dalam hingga penderita

tidak dapat dibangunkan bahkan

dengan rangsangan yang kuat

Tekanan Darah 90/40

mmHg

120/80 mmHg Hipotensi/tekanan darah rendah

yang disebabkan oleh

hipoglikemik

Nadi 124

x/menit

60-100 x/menit Takikardi

Suhu 360C 36,5-37,50C Hipotermia ringan (kedinginan)

Kadar glukosa

darah sewaktu

40 mg/dl 60-120 mg/dl

Hipoglikemik berat

2. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?

1. Koma

Terjadi karena kondisi hipoglikemi yang terjadi. Hipoglikemi dapat timbul

akibat peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, baik sesudah

penyuntikkan insulin subkutan atau karena obat yang meningkatkan sekresi

insulin seperti sulfonylurea dan metformin atau glibenclamid. Glukosa

merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Oleh karena itu

otak hanya menyimpan glukosa dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi otak

yang normal sangat tergantung asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan

pasokan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat

menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat, gangguan kognisi dan koma.

25

Page 26: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Dalam kasus ini, koma yang dialami Tn. Romo diakibatkan adanya keadaan

hipoglikemia, keadaan hipoglikemia pada Tn. Romo dapat disebabkan karena

dosis obat antidiabetika oral (dalam hal ini glibenklamid 5 mg) yang terlalu

tinggi (pada usia lanjut, dosis normal 2,5 mg/hari), penurunan fungsi ginjal

akibat usia yang sudah tua, asupan makanan yang tidak adekuat (karena waktu

makan yang tidak tepat), pengonsumsian antidiabteika oral jangka panjang.

2. Tekanan Darah

Kondisi hipoglikemik menyebabkan osmolaritas darah berkurang sehingga

terjadi kondisi hipovolemik dan tekanan darah menurun. Selain itu kadar

glukosa darah yang rendah dapat merangsang sekresi epineprin yang

merangsang saraf parasimpatis untuk meningkatkan volume darah dengan

vasodilatasi namun vasodilatasi dengan keadaan hivolemik menyebabkan

tekanan darah menurun.

3. Nadi

Denyut nadi yang meningkat merupakan merupakan efek fisiologis sebagai

kompensasi penurunan TD dengan tujuan meningkatkan TD. Selain itu

denyut nadi ini meningkat akibat adanya rangsangan saraf simpatis yang

kemudian merangsang pengeluaran epineprin. Epineprin bekerja pada

reseptornya di jantung dan menyebabkan peningkatan denyut nadi (IPD,

2010) (Sherwood, 2001).

4. GDS

Gula darah sewaktu yang rendah menunjukkan kadar glukosa darah yang

menurun. Mekanismenya dapat terjadi karena terjadi peningkatan kadar insulin

pada waktu yang tidak tepat.

3. Bagimana cara pemerikasaan gula darah suatu dengan glukometer?

1. Siapkan glucometer, alkohol, kasa/kapas, test strip, jarum penusuk (lancet)

dan alat penusuk (lancing device)

2. Untuk menghindari kontaminasi, cuci dan keringkan kedua tangan dengan

kain bersih sebelum pengambilan sampel darah

3. Masukkan lancet ke alatnya (lancing device). Pastikan bahwa jarum yang

26

Page 27: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

dipakai steril dan masih baru. Jarum penusuk hanya untuk sekali pakai

4. Letakkan ujung jari anda yang akan ditusuk. Jari yang direkomendasikan

adalah telunjuk, jari manis, dan jari tengah.

5. Bersihkan ujung jari yang akan ditusuk dengan kasa atau kapas beralkohol

untuk menghindari infeksi

6. Tusukkan jarum ke ujung jari. Darah pertama yang keluar dengan kapas di

lap terlebih dahulu lalu biarkan bulatan kecil darah terbentuk di ujung jari.

Tekan dengan pelan jari anda untuk membantu mengeluarkan darah, jangan

terlalu kuat agar darah tidak bercampur cairan otot yang akan membuat hasil

tidak valid

7. Bila darah tidak cukup keluar, dapat dicoba ke jari kedua

8. Masukkan test strip ke glucosemeter. Pastikan bahwa tanggal test strip tidak

kadaluwarsa

9. Tempelkan kasa atau kapas beralkohol ke ujung jari yang ditusuk untuk

menghentikan pendarahan.

10. Lihat hasil pada glukometer

4. Jelaskan tipe-tipe kesadaran?

a. Compos mentis : sadar normal.

b. Apatis : sikapnya acuh tak acuh

c. Delirium : gelisah, diorientasi orang,ruang dan waktu, berhalusinasi.

d. Somnolen : respon psikomotornya lambat, mudah tertidur, kesadaran pulih

bila dirangsang namun jatuh tertidur lagi.

e. Stupor : seperti tertidur lelap tetapi ada respon terhadap nyeri dengan adanya

reflek pupil terhadap cahaya.

f. Koma : tidak ada respon terhadap rangsangan apapun.

5. Apa saja macam macam koma?

1. Koma supratentorial

27

Page 28: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedang batang

otak tetap normal. Ini disebabkan proses metabolik dan lesi struktural

supratentorial (hemisfer). Adanya massa yang mengambil tempat di dalam

kranium (hemisfer serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak,

abses dan hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di

sekitarnya; terjadilah : 1. Hemiasi girus singuli, 2. Hemiasi transtentorial

sentral, 3. Herniasi unkus.

2. Koma infratentorial

Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.

1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau serta

merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi,

perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan

sebagainya.

2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS.

a. Langsung menekan pons.

b. Hemiasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah

tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.

c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan

menekan medula oblongata.

Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan

sebagainya.

3. Koma metabolik

Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma

disebabkan kegagalan difus dari metabolisme sel saraf

1) Ensefalopati metabolik primer

Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya

metabolisme sel saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.

2) Ensefalopati metabolik sekunder

Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme

otak, yang mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan

keseimbangan elektrolit ataupun keracunan.

28

Page 29: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Pada koma metabolik ini biasanya ditandai gangguan sistem motorik simetris dan

tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan glutethimide atau

atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien

mempergunakan barbiturat).

ANALISIS HIPOTESIS

Hipotesis : Tn romo 63 tahun mnderita DM tipe 2 dengan komplikasi shock

hipoglikemik akibat mengkonsumsi obat glibenklamid sebelum makan pagi

1. Bagaimana penyebab dan mekanisme shock hipoglikemik?

Penyebab syok hipoglikemik

1. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas

2. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi yang diberikan kepada

penderita diabetes untuk menurunkan kadar glukosa darahnya.

3. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal.

4. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan gukosa dihati.

Mekanisme syok hipoglikemik

Konsumsi OAD golongan sulfonylurea terjadi peningkatan pelepasan

insulin dari pancreas karena sulfonylurea berikatan dengan reseptor

sulfonylurea menghambat efluks ion kalium melalui kanal tersebut dan

menimbulkan depolarisasi depolarisasi membuka suatu kanal kalsium

bergerbang-tegangan dan menimbulkan influks kalsium dan pelepasan

insulin belum ada pasokan makanan (karena obat diberikan sebelum

makan) hiperinsulinemia peningkatan pengambilan glukosa oleh sel

dan penurunan pengeluaran glukosa oleh hati hipoglikemia

Kontraregulator : peningkatan insulin eksogen menyebabkan penekanan

sekresi glucagon sehingga tidak dapat meningkatkan pengeluaran glukosa

oleh hati hipoglikemia.

29

Page 30: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Hipoglikemi menyebabkan kurangnya pasokan glukosa ke otak, otak dapat

menggunakan glikogen namun dalam jumlah terbatas, contohnya glikogen

yang bersumber dari otot, akibat keterbatasan glikogen di otot dan

keterbatasan otak untuk menggunakan glikogen sebagai sumber energi,

akhirnya otak kehilangan sumber energinya, maka terjadilah syok

hipoglikemik yang ditandai dengan adanya iritabilitas saraf progresif yang

menyebabkan pasien menjadi pingsan, dapat juga kejang, yang lebih fatal

adalah koma

2. Bagaimana tata laksana shock hipoglikemik?

Terapi non farmakologi

Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah

penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa)

maupun minum jus buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering

mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu

membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan

sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan,

sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung

karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit).

Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak

mungkin untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan

glukosa intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang

yang memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya

selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh

sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa

dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk

suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit.

Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan. Sebelum

pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh

tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering

mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan

sering makan dalam porsi kecil.

30

Page 31: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Terapi farmakologi

a. Infuse martos ( maltose 10%) atau glukosa 10% bila belum sadar dapat

diulang 25 CC glukosa 40% setiap ½ jam (sampai sadar) dan dapat

diulang sampai enam kali . gunakan rumus 1.2.3 Injeksi gula 40% IV

25 ml (encerkan dua kali) .

1) Rumus 1 : Diberikan 1 flash bila kadar gula darah 60 -90 mg/dl

2) Rumus 2 : Diberikan 2 flash bila kadar gula darah 30 – 60 mg/dl

3) Rumus 3 : Diberikan 3 flash bila kadar gula darah < 30 mg / dl

b. Injeksi metil prednisolon 62,5 – 125 mg IV diulang serta dikombinasi

fenitoin 3x 100 mg IV atau fenitoin oral dengan dosis 3 x 100 mg

sebelum makan 5

c. Bila perlu, injeksi efedrin (bila tidak ada kontraindikasi jantung, dll) 25 –

50 mg atau injeksi glucagon 1 mg IM

3. Apa kompetensi dokter umum pada kasus syok hipoglikemik?

31

Page 32: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Hypoglikemia : KDU tingkat kemampuan 3B, yaitu mampu membuat diagnosis

klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan – pemeriksaan tambahan

yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau

X-ray), dan dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan pada

keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan

dan/atau kecacatan pada pasien, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus

gawat darurat).

Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan)

yaitu :

a. Hipoglikemia Berat termasuk tingkat kemampuan 3B yaitu.

b. Koma

IV. Keterkaitan antar masalah

32

Page 33: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Tn. Romo, 63 Tahun

DM Tipe 2

Belum makan pagi

Hipoglikemi

Konsumsi Glibenklamid 5 mg

Koma TD 90/40 mmHg

Cemas

Nadi 124 x/menit

Syok hipoglikemik

Berkeringat Jantung berdebar-

debar

Badan lemas

GDS 40 mg/dl

Dingin

V. Learning Issue

33

Page 34: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

1. DIABETES MELITUS TIPE 2

A. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2

Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk

metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan

secara efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa

darah meningkat (Adhi, 2011). Diabetes mellitus sebelumnya dikatakan

diabetes tidak tergantung insulin atau diabetes pada orang dewasa. Ini adalah

istilah yang digunakan untuk individu yang relatif terkena diabetes (bukan

yang absoult) defisiensi insulin. Orang dengan jenis diabetes ini biasanya

resisten terhadap insulin. Ini adalah diabetes sering tidak terdiagnosis dalam

jangka waktu yang lama karena hiperglikemia ini sering tidak berat cukup

untuk memprovokasi gejala nyata dari diabetes. Namun demikian, pasien

tersebut adalah risiko peningkatan pengembangan komplikasi macrovascular

dan mikrovaskuler (WHO,1999). Faktor yang diduga menyebabkan

terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya

kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan

dan faktor makanan (Tjekyan, 2007).

B. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam

3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini

adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat

menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi

insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan

insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin

sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan

sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun

menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa

darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk

menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2,

dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan

selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi

34

Page 35: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

gangguan sel beta. Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar

glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah

puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika

kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak

mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel

beta menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam

darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi

glukosa hati khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi

glukosa hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa.

Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan

faktor yang didapat (acquired) antara lain menurunnya massa sel beta,

malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta

dan efek toksik glukosa (glucose toXicity) (Schteingart, 2005 dikutip oleh

Indraswari, 2010).

Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat

dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi

insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi

respons metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara

terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan.

Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik

dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi

insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini

juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti

kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan

berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin

(Indraswari, 2010).

C. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang

progresif dan adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan Diabetes

Mellitus tak tergantung insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai pola

familial yang kuat. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi

insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat

35

Page 36: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula

mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian

terjadi reaksi intraselular yang meningkatkan transport glukosa menembus

membrane sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat kelainan dalam

pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya

jumlah tempat reseptor yang responsive insulin pada membrane sel.

Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin

dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan

dalam waktu yang cukup lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi

pada akhirnya sekresi insulin menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak

lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien

NIDDM mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi

insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes

mellitus yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM merupakan

akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan

perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemilihan toleransi glukosa

(Rakhmadany,2010).

D. Gambaran Klinis

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah (Agustina,

2009):

Keluhan Klasik

a. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak

dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk

menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa

diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita

kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b. Banyak kencing ( Poliuri)

36

Page 37: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak

kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat

mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.

c. Banyak minum (polydipsi)

Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar

melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab

rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk

menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.

c. Banyak makan (polyphagia)

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa

dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa

lapar.

E. Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2

Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang

diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai (Shahab,2006).

a. Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok  dengan salah satu

faktor risiko untuk DM, yaitu:

1. Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

2. Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}

3. Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)

4. Riwayat keluarga DM

5. Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram

6. Riwayat dm pada kehamilan

7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl

8. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau  GDPT (glukosa darah

puasa terganggu)

37

Page 38: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Tabel 1.

Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan

diagnosis DM (mg/dl)

Kadar glukosa darah sewaktu

Bukan DM Belum pasti  DM DM

Plasma Vena       < 110 110 – 199 ≥200

Darah Kapiler    <   90 90  - 199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa

Bukan DM Belum pasti  DM DM

Plasma Vena      < 110 110 – 125 ≥126

Darah Kapiler     

                      <   90 90  - 109 ≥110

b. Langkah-langkah untuk  menegakkan diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM

berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan

pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria,

serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan

glukosa darah sewaktu   200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis

DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa  126 mg/dl juga

digunakan untuk patokan diagnosis DM.  Untuk kelompok tanpa keluhan

khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja

abnormal, belum cukup kuat untuk  menegakkan diagnosis klinis DM.

Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka

abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah

sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa

oral (TTGO) yang abnormal.

Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985

1. 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa

2. Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan

3. Puasa semalam, selama 10-12 jam

4. Kadar glukosa darah puasa diperiksa

38

Page 39: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

5. Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb, dilarutkan dalam air 250

ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama

pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

 Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl  , atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl  (Puasa berarti tidak

ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir )  atau

3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75

gram pada TTGO**

* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali

untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut,

seperti ketoasidosis atau berat badan yang menurun cepat.

**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik

F. Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2

Adapun Faktor resikonya yaitu (Rakhmadany, 2010):

Unchangeable Risk Factor

1. Kelainan Genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes

mellitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat

menghasilkan insulin dengan baik.

2. Usia

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis

menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah

seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada

mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi

terhadap insulin.

Changeable risk factor

39

Page 40: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

1. Stress

Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-

manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak.

Serotonin ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stress,

tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko

terkena diabetes mellitus.

2. Pola Makan yang Salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan resiko

terkena diabetes mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas,

sedangkan berat badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan kerja

insulin ( resistensi insulin).

3. Minimnya Aktivitas Fisik

Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga

dan energi, yang biasa dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai profesi atau

pekerjaan. Sedangkan faktor resiko penderita DM adalah mereka yang

memiliki aktivitas minim, sehingga pengeluaran tenaga dan energi hanya

sedikit.

4. Obesitas

80% dari penderita NIDDM adalah Obesitas/gemuk.

5. Merokok

Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian yang

menyelidiki hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara

1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama 30

tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih tinggi bagi perokok berat.

Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari memiliki

resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang

tidak merokok. Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan terhadap

insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok dapat mencampuri

cara tubuh memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap insulin biasanya

mengawali terbentuknya Diabetes tipe 2.

6. Hipertensi

40

Page 41: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan

resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan

konsekuensi metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas

metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan

fungsi tubuh/ disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa

substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh darah.

PENANGGULANGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2

A. Strategi Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe 2

Adapun stategi penanggulangannnya sebagai berikut (Moh Joeharno,2009):

1. Primordial prevention

Primordial prevention merupakan upaya untuk mencegah terjadinya risiko

atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat terhadap

penyakit secara umum. Pada upaya penanggulangan DM, upaya pencegahan

yang sifatnya primordial adalah :

a. Intervensi terhadap pola makan dengan tetap mempertahankan pola

makan masyarakat yang masih tradisional dengan tidak membudayakan

pola makan cepat saji yang tinggi lemak,

b. Membudayakan kebiasaan puasa senin dan kamis

c. Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan mempertahankan kegiatan-

kegiatan masyarakat sehubungan dengan aktivitas fisik berupa olahraga

teratur (lebih mengarahkan kepada masyarakat kerja) dimana kegiatan-

kegiatan masyarakat yang biasanya aktif secara fisik seperti kebiasaan

berkebun sekalipun dalam lingkup kecil namun dapat bermanfaat sebagai

sarana olahraga fisik.

d. Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat

2. Health promotion

Health promotion sehubungan dengan pemberian muatan informasi kepada

masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Dan pada upaya

pencegahan DM, tindakan yang dapat dilakukan adalah :

41

Page 42: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

a. Pemberian informasi tentang manfaat pemberian ASI eksklsif kepada

masyarakat khususnya kaum perempuan untuk mencegah terjadinya

pemberian susu formula yang terlalu dini

b. Pemberian informasi akan pentingnya aktivitas olahraga rutin minimal

15 menit sehari

3. Spesific protection

Spesific protection dilakukan dalam upaya pemberian perlindungan secara

dini kepada masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Pada

beberapa penyakit biasanya dilakukan dalam bentuk pemberian imunisasi

namun untuk perkembangan sekarang, diabetes mellitus dapat dilakukan

melalui :

a. Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid

b. Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan insulin secara dini

c. Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan bayi sejak

dini

d. Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi

4. Early diagnosis and promp treatment

Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan sehubungan dengan upaya

pendeteksian secara dini terhadap individu yang nantinya mengalami DM

dimasa mendatang sehingga dapat dilakukan upaya penanggulangan sedini

mungkin untuk mencegah semakin berkembangnya risiko terhadap

timbulnya penyakit tersebut. Upaya sehubungan dengan early diagnosis pada

DM adalah dengan melakukan :

a. Melakukan skrining DM di masyarakat

b. Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat keluarga

pada kelompok masyarakat

5. Disability limitation

Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah

dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM yang ditujukan kepada

42

Page 43: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

seorang yang telah diangap sebagai penderita DM karena risiko

keterpaparan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan adalah :

a. Pemberian insulin yang tepat waktu

b. Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di rumah

sakit

c. Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik

6. Rehabilitation

Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan kembali

pada individu yang telah mengalami sakit. Pada penderita DM, upaya

rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah :

a. Pengaturan diet makanan sehari-hari yang rendah lemak dan

pengkonsumsian makanan karbohidrat tinggi yang alami

b. Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan melaksanakan

pemeriksaan laboratorium komplit minimal sekali sebulan

c. Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap obat-obat

yang diabetagonik

2. OBAT ANTI DIABETES

1. Golongan Sulfonilurea

Dikenal dua generasi sulfonilures, generasi 1 terdiri dari tolbutamid,

tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi dua yang potensi

hipoglikemik lebih besar antara lain adalah gliburid, glipizid gliklazid dan

glimepirid.

Mekanisme kerja

Sering disebut insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin

dari granul-granul sel beta langerhans pancreas. Rangsangannya melalui

interaksinya dengan ATP-sensitive K Channel pada membrane sel-sel β

yang menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka

kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca akan masuk ke sel β,

merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin

43

Page 44: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptide-C. Selain itu, sulfonylurea

dapat mengurangi klirens insulin di hepar. 1

Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan

hipoglikemia.

Farmakokinetik

Absorbsi ke saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan

hiperglikemia dapat mengurangi absorbs, karena itu akan lebih efektif bila

diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma 90% terikat protein

plasma terutama albumin. Ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan

paling besar untuk gliburid.

Masa paruh asetoheksamid pendek tetapi metabolit aktifnya, 1-

hidroksiheksamid masa paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama

dengan tolbutamid dan tolazamid. Sebaiknya sediaan ini diberikan dalam

dosis terbagi. Sekitar 10 % metabolitnya dieksresi melalui empedu dan

keluar bersama tinja.

Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48

jam. Efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obat dihentikan.

Metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20 % diekskresi utuh di urin.

Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah 96

% tolbutamid terikat protein plasma dan di hepar diubah menjadi

karboksitolbutamid. Ekskresinya melalui ginjal.

Tolazamid absorbsinya lebih lambat dari yang lain. Efeknya dalam glukosa

darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh

sekitar 7 jam. 1

Sulfonilurea generasi II umumnya potensi hipoglikemiknya 100x lebih besar

dari generasi I. Meski masa paruhnya pendek, yaitu 3-5 jam, efek

hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam. Cukup diberikan 1x sehari.

Glipizid, absorbsinya lengkap, masa paruh 3-4 jam. Dalam darah 98% terikat

protein plasma, potensinya 100x lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek

hipoglikemik maksimalnya mirip dengan sulfonylurea lain. Metabolismenya

di hepar menjadi metabolit tidak aktif, 10 % diekskresi melalui ginjal dalam

keadaan utuh.

44

Page 45: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Gliburid (glibenklamid), potensi 200x lebih besar dari tolbutamid, masa

paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar. Pada pemberian dosis

tunggal hanya 25 % metabolitnya diekskresi melalui urin, sisanya melalui

empedu. PAda penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder,

dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1 ½ tahun.

Karena semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui

ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar

atau ginjal yang berat.

Efek samping

Insidens efek samping generasi I adalah 4 % dan lebih rendah lagi untuk

genarasi II. Dapat timbul hipoglikemia hingga koma. Reaksi ini lebih sering

terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar dan ginjal,

terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang.

Efek samping lain yaitu mual, muntah, diare, gejala hematologic, ssp, mata,

dsb. Gangguan saluran cerna tersebut dapat berkurang dengan mengurangi

dosis, menelan obat bersama dengan makanan atau membagi obat dalam

beberapa dosis. Gejala ssp berupa vertigo, bingung, ataksia, dsb. Gejala

hematologic seperti leucopenia, agranulositosis. Efek samping lain yaitu

hipotiroidisme, ikterus obstruktif, yang bersifat sementara dan lebih sering

timbul akibat klorpropamid.

Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme

kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain

itu hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan

tanpa tanda akut dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma.

Penurunan kecepatan ekskresi klorpropamid dapat meningkatkan

hipoglikemia.

Indikasi

Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya

mulai timbul pada usia diatas 40 tahun. Selama terapi pemeriksaan fisik dan

laboratorium harus dilakukan secara teratur.

45

Page 46: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Interaksi

Obat yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia saat penggunaan

sulfonylurea adalah insulin, alcohol, fenformin, kloramfenikol, anabolic

steroid, fenfluramin dan klofibrat.

2. Meglitinid

Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme

kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda.

Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-

independent di sel β pankreas.

Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam

waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karenanya harus diberikan beberapa kali

sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak

aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi

hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-hati. Efek samping utamanya

hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi juga pernah dilaporkan.

3. Biguanid

Dikenal 3 jenis ADO dari golongan biguanid yakni fenformin, buformin dan

metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran karena sering

menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah

metformin.

Mekanisme kerja: biguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu

antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya

tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa

dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap

insulin. Preparat ini tak mempunyai efek yang berarti pada sekresi glukagon,

kortisol, hormone pertumbuhan, dan somatostatin.

Biguanid tidak merangsang maupun menghambat perubahan glukosa menjadi

lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat

badan dengan mekanisme yang masih belum jelas pada orang nondiabetik yang

gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah.

46

Page 47: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat

protein plasma, ekskresinya melalui urine dalam keadaan utuh. Masa paruhnya

sekitar 2 jam.

Dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan 3 x 500 mg , dosis

maksimal 2,5 gram. Obat diminum pada waktu makan. Pasien DM yang tidak

memberikan respon dengan sulfonilurea dapat diatasi dengan metformin, atau

dapat pula diberikan sebagai terapi kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea.

Efek samping : hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual,

muntah, diare serta kecap logam(metalic taste). Pada beberapa pasien yang

mutlak bergantung pada insulin eksogen, kadang-kadang biguanida

menimbulkan ketosis yang tak disertai dengan hiperglikemia. Hal ini harus

dibedakan dengan ketosis karena defisiensi insulin.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular,

pemberian biguanid dapat menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam

darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan

tubuh.

4. Golongan Tiazolidinedion

Mekanisme kerja dan efek metabolic

Telah diterangkan diatas, insulin merangsang pembentukan dan translokasi

GLUT ke membrane sel organ perifer. Ini terjadi karena insulin merangsang

Peroxisome proliferators-activated reseptor-γ (PPARγ) di inti sel dan

mengaktivasi insulin-responsive genes, gen yang berperan dalam metabolism

karbohidrat dan lemak. PPARγ terdapat di target insulin, yakni di jaringan

adipose, pankreas, hepar, keberadaannya di otot skelet masih meragukan.

Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPARγ membentuk

kompleks PPARγ-RXR dan terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adipose

PPARγ mengurangi keluarnya asam lemak ke otot, dan karenanya dapat

mengurangi resistensi insulin.

Efek samping antara lain, peningkatkan berat badan , edema, menambah volume

plasma dan memperburuk gagal jantung kongesif. Edema sering terjadi pada

penggunaannya bersama insulin. Kecuali heap, tidak dianjurkan pada gagal

ginjal kelas 3 dan 4 menurut New York Heart Association. Hipoglikemia pada

penggunaan monoterapi jarang terjadi.

47

Page 48: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

5. Penghambat Enzim α-glikosidase

Obat golongan penghambat enzim α-glikosidase ini dapat memperlambat

absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan

menghambat kerja enzim α-glikosidase di brush border intestin, dapat

mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.

Karena kerjanya tak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan

menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai

monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat

tinggi. Di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan / atau

insulin.

Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan, dan absorpsi buruk.

Efek samping yang bersifat dose-dependent, antara lain malabsorpsi, flatulen,

diare, dan abdominal bloating. Untuk mengurangi efek samping ini sebaiknya

dosis dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk selama 4-8

minggu, kemudian secara bertahap ditingkatkan setiap 4-8 minggu sampai dosis

maksimal 75 mg setiap tepat sebelum makan. Dosis yang lebih kecil dapat

diberikan dengan makanan kecil(snack).

Akarbose paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat,

mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila

akarbose diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan

menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada

pemberian sukrose, polisakarida, atau maltosa.

3. SYOK HIPOGLIKEMIA

DEFINISI

Konsentrasi glukosa darah yang berkurang secara abnormal (sewaktu: 75-115

gr/dl). Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah di bawah batas

normal. Hipoglikemia dianggap telah terjadi bila kadar  glukosa darah < 50 mg/ dL

Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada diabetes

melitus, terutama karena terapi insulin. Harus ditekankan bahwa serangan

hipoglikemia adalah berbahaya, bila sering terjadi atau terjadi dalam waktu yang

lama, dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan kematian.

48

Page 49: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

KLASIFIKASI

Berdasarkan durasi timbulnya :

-Hipoglikemia akut Penurunan cepat glukosa plasma sampai kadar rendah.

-Hipoglikemia kronis Penurunan relatif lambat glukosa plasma di sebabkan

turunnya produksi glukosa hati sebagai respon terhadap hiperinsulinemia

1. Ringan, Simtomatik dapat di atasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari0hari

yang nyata.

2. Sedang, Simtoimatik dapat di atasi sendiri menimbulkan gangguan aktivitas sehari-

hari yang nyata.

3. Berat. Sering (tidak selalu) tidak simtomatik karena gangguan kognitif pasien tidak

dapat mengatasi sendiri.

ETIOLOGI

Hipoglikemia pada (DM) dapat ditemukan pada penderita yang mendapat

pengobatan insulin atau penderita yang mendapat obat hipoglikemia oral (tablet).

Pada umumnya lebih sering ditemukan pada penderita DM yang mendapat insulin.

Terjadinya hipoglikemia pada penderita ini adalah akibat pemberian dosis obat

yang melebihi dari yang semestinya dengan kata lain dosis yang diberikan terlalu

besar, atau penderita melakukan kegiatan dan aktifitas fisik yang berlebihan, atau

penderita kurang makan sedangkan pemberian dosis obat yang diberikan tidak

diturunkan.

Pada umumnya timbulnya hipoglikemia sering ditemukan pada saat sebelum

makan siang dan malam hari. Hal ini disebabkan karena penderita terlambat makan

siang (karbohidrat yang dimakan tidak mencukupi). Aktifitas fisik yang berlebihan,

dosis insulin yang berlebihan, perubahan jenis suntikan insulin dari insulin

babi/sapi ke insulin murni tanpa menurunkan dosis insulin, semuanya dapat

mempercepat timbulnya hipoglikemia. Beberapa keadaan tersebut di bawah ini

dapat mempermudah penderita DM masuk ke dalam hipoglikemia:

1. Kerja insulin akan lebih lama bila pada penderita yang mendapat insulin juga

mendapat obat-obat seperti, propranolol, oxytetracycline, ethylene diamino tetra

acetic acid (EDTA).

49

Page 50: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

2. Penderita dengan insufisiensi ginjal atau gagal ginjal mempunyai

kecenderungan untuk mengalami hipoglikemia akibat gangguan inaktifasi

insulin oleh ginjal.

3. Adanya hipoglikemia sering juga ditemukan pada penderita DM usia lanjut

yang mendapat tablet golongan sulfonilurea yang kerjanya lama seperti,

chlorpropamide (Diabinese) atau acetohexamide oleh karena kerjanya yang

lama merangsang sel beta, sehingga sekresi insulin dapat berlangsung lama.

Pada orang tua sering disertai dengan gangguan faal ginjal, sehingga walaupun

obat hipoglikemia oral sudah dihentikan masih dapat timbul ulangan

hipoglikemia karena kerja obat ini yang lama. Pada penderita usia lanjut

mungkin produksi glukosa oleh hati berkurang sehingga timbul suatu keadaan

hipoglikemia

PATOFISIOLOGI

Mekanisme respon hipoglikemia pada awalnya, tubuh secara otomatis

memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepaskan

epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin

akan merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi juga menyebabkan

gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan,

gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar). 

Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung

pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas,

otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu

dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak,

otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke

dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam

system saraf tersebut.

Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang disuplai oleh darah menurun, maka

akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental

seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65

mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl

(0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat

menghasilkan koma.

50

Page 51: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan

dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus

hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat.

Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat

dibagi lagi menjadi:

Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa

Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap

makan, biasanya karbohidrat.

Hipoglikemia paling sering terjadi disebabkan oleh insulin atau obat lain

(sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar

gula darahnya. Jika dosis obat ini lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka

obat ini bisa bereaksi menurunkan kadar gula darah terlalu banyak.

Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat. Hal

ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara

normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal.

Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi

kadar gula darah yang rendah.

Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS juga bisa

menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan

psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin atau oba hipoglikemik untuk

dirinya.

Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama

bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor.

Olah raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang

menyebabkan hipoglikemia.

Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia, hanya jika terdapat penyakit

lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau

mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di hati bisa

menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula

darah yang adekuat. Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam

berpuasa bisa menyebabkan hipoglikemia. Bayi dan anak-anak yang memiliki

kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia

diantara jam-jam makannya.

51

Page 52: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami

hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu

jenis hipoglikemia reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap

sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang

tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala hipoglikemi terdiri dari 2 fase, yaitu

1. Fase 1, gejala-gejala akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga

hormon epinefrin dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena

pada saat itu pasien masih sadar sehingga dapat diambil tindakan yang perlu

untuk mengatasi hipoglikemi lanjut.

2. Fase 2, gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak,

sehingga dinamakan gejala neurologis.

Gejala dan tanda hipoglikemia :

1. Gejala karena efek hipoglikemi pada saraf otonom

a. Banyak keringat walaupun udara dingin atau berkeringat dingin

b. Timbul rasa lapar

b. Parestesia pada bibir dan jari

c. Pucat

d. Palpitasi

e. Tremor

2. Gejala karena efek hipoglikemik pada sistem saraf pusat

a. Penglihatan kabur dan diplopia

b. Sakit kepala

c. Gerakan-gerakan yang bersifat spastik

d. Sering menguap

3. Perubahan psikis karena hipoglikemia

a. Depresi dan iritabel

b. Sering mengantuk tapi tidak dapat tidur pada malam hari

c. Tidak mampu konsentrasi

4. Gejala karena efek hipoglikemi pada sistem muskular

Rasa lemah dan mudah capai selama mengerjakan kegiatan fisik

52

Page 53: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

FAKTOR RISIKO

Kelebihan insulin merupakan determinan utama resiko hipoglikemia

iatrogenik. Kelebihan insulin relatife atau absolute dapat terjadi jika :

a. dosis insulin atau obat oral lain berlebih, atau salah jenis obat

b. influx glukosa eksogen dikurangi (puasa 24 jam atau jika telat makan)

c. penggunaan glukosa tergantung insulin meningkat ( saat olahraga)

d. sensitifitas insulin meningkat (terapi insulin intensif, saat malam hari,

setelah olahraga).

e. Produksi glukosa endogen berkurang (konsumsi alkohol)

f. klirens insulin berkurang (pada gagal ginjal)

PENATALAKSANAAN

1. Peningkatan glukosa darah di arahkan ke kadar glukosa puasa, yaitu 120

mg/dl

2. Satu flakon (25 ml) dekstrosa 40% (10 g dekstrosa) dapat menaikkan

kadar glukosa 25-50 mg/

3. Petunjuk praktis rumus pemberian terapi adalah 3-2-1

Kadar glukosa

mg/dl

Terapi Glukosa 1 flakon (25 ml) 40 %

(10 g), menaikkan kadar

glukosa 25-50 mg/dl

< 30 mg/dl Inj. Iv dekstrosa 40%,

bolus 3 flakon

Rumus – 3

30 – 60 mg/dl Inj. Iv dekstrosa 40%,

bolus 2 flakon

Rumus – 2

60-100 mg/dl Inj. Iv dekstrosa 40%,

bolus 1 flakon

Rumus – 1

4. INSULIN DAN REGULASI GLUKOSA

Kelenjar Pankreas

Kelenjar prankeas dinamakan juga kelenjar Langerhans atau pulau Langerhans.

53

Page 54: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Pulau Langerhans merupakan sekelompok kecil yang tersebar di seluruh pankreas.

Sel-sel pulau Langerhans tak terkait dengan saluran pembawa getah pankreas yang

menuju duodenum. Sekresi yang dihasilkan dari kelenjar Langerhans yakni

hormone insulin, sebuah hormon berbentuk protein yang ditemukan oleh Dr.

Frederick Banting pada tahun 1922. Hormon insulin berperan saat proses

pengubahan gula darah (glukosa) menjadi gula otot (glikogen) di dalam hati.

Sehingga, oleh hormon tersebut, kadar gula darah menjadi turun. Kekurangan

hormon insulin pada seseorang dapat menyebabkan penyakit diabetes melitus atau

penyakit kencing manis yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam

darah. Kelebihan glukosa tersebut dikeluarkan bersama urin. Tanda-tanda diabetes

melitus,yaitu sering mengeluarkan urin dalam jumlah banyak, sering merasa haus

dan lapar, serta badan terasa lemas.

Selain hormon insulin, kelenjar Langerhans juga memproduksi hormon guklagon.

Hormon guklagon hormon yang berperan dalam mengubah glikogen menjadi

glukosa.

Hormon insulin dan glukagon bekerja secara berlawanan untuk mengatur kadar

glukosa. Bila kadar glukosa dalam darah tinggi, pankreas akan mensekresikan

hormon insulin. Insulin merangsang hati untuk menyerap glukosa dan

mengubahnya menjadi glikogen. Sebaliknya, jika kadar glukosa dalam darah

menurun, hormon glukagon akan mengubah glikogen menjadi glukosa.

Hormon Insulin

Insulin adalah polipeptida dengan BM kira-kira 6000. Polipeptida ini terdiri dari 51

asam amino tersusun dalam 2 rantai; rantai A yang terdiri dari 21 asam amino dan

rantai B terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 jembatan

disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7 dan B-19 dengan A-20. Selain itu masih

terdapat jembatan disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A.

Insulin disintesis oleh sel b pulau Langerhans. Insulin dibentuk dari proinsulin.

Proinsulin disintesis dalam elemen poliribosom retikulum endoplasmik sel β

pankreas. Prohormon tersebut ditransfer ke retikulum endoplasmik dan kemudian

ke badan Golgi. Di tempat terakhir ini terjadi perubahan proinsulin menjadi insulin.

Granula yang mengandung insulin, proinsulin (sedikit) dan peptida—C kemudian

melepaskan diri dari aparatus Golgi.

54

Page 55: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

A. Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,

dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada

rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam

darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara

fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone

glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon

insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase,

preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang

kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel

tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai

menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk

disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara

normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi

glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan

komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi

insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat

pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai

bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah

adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum

sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya

rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati

membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan

senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang

terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa.

Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel

jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta

misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati

membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul

glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian

membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk

55

Page 56: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Glucose signaling

Glucose

GLUT-2

Glucose

Glucose-6-phosphate

ATP

Depolarization of

membrane

K+ channel shut

Ca2+ Channel Opens

Insulin + C peptide

Cleavage enzymes

Proinsulin

preproinsulin Preproinsuli

n Insulin Synthesisβ cell

K+ ↑↑

Gambar.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasiGlukosa ( Kramer,1995 )

Dinamika sekresi insulin

Insulin Release

tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran

sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang

menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian

oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya

ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini

dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan

belum seutuhnya dapat dijelaskan (Gambar 1).

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak

hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel,

tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun

senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja

pada reseptor tersendiri, tidak Pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang

disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.

B. Dinamika Sekresi Insulin

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan

tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk

biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan

terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau

56

Page 57: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah

agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat

beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara

sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal,

sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi

insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat

dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang

relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar

glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR

yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal

karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa

darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan

untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara

fisiologis. AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya

hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial

(postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk

hiperinsulinemia kompensatif.

Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained

phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan

dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas

pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi

insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya

(secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di

akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme

penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi

fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan

sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya

dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial)

tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2

sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1.

57

Page 58: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Insu

lin

Sec

reti

on

Intravenous glucose stimulation

First-Phase

SecondPhase

IGT

Normal

Type 2DM

Basal

Pada gambar di atas (Gambar. 2) diperlihatkan dinamika sekresi insulin pada

keadaan normal, Toleransi Glukosa Terganggu (Impaired Glucose Tolerance =

IGT), dan Diabetes Mellitus Tipe 2.

Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin

yang juga normal di jaringan (tanpa resistensi insulin), sekresi fase 2 juga akan

berlangsung normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan (ekstra) sintesis

maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas normal untuk dapat mempertahankan

keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang memang ideal karena

tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat memberikan dampak

glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak negatifnya.

C. Aksi Insulin

Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam

tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya

dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada

otot, lemak, dan hepar.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan

dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada

membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan

semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa

58

0 5 10 15 20 25 30 ( minute )

Gambar.2 Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta (Ward, 84)

Page 59: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum

begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan

kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong

penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah

yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya

mengalami metabolism. Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal,

selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula

aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya

resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi

terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan

metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-

2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel

kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur

homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih

ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari

proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini

berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin.

Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon

tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi

tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah

kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan

semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

59

Page 60: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi

glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi

membran, 6. kembali kesuasana semula.

Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan

perifer (Girard, 1995)

D. Efek Metabolisme dari Insulin

Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan

pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada

dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti

oleh peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal

sebagai gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis

diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan

oleh dua faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin)

dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai

oleh faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1),

gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut.

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada

dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak

sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan

dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah

hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah

segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum).

Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor

etiologi yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini

bersifat progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak

ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak

berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering memunculkan

abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang

normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk

peningkatan sekresi insulin (insulin secretagogue) atau bila diperlukan secara

60

Page 61: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi

insulin (insulin sensitizer).

Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti peningkatan kinerja fase 2

sekresi insulin, pada tahap awal belum akan menimbulkan gangguan terhadap

kadar glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap dekompensasi, dapat

terdeteksi keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu yang disebut

juga sebagai prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi sudah mulai

tidak adekuat lagi, tubuh mengalami defisiensi yang mungkin secara relatif, terjadi

peningkatan kadar glukosa darah postprandial. Pada toleransi glukosa terganggu

(TGT) didapatkan kadar glukosa darah postprandial, atau setelah diberi beban

larutan 75 g glukosa dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO), berkisar

diantara 140-200 mg/dl. Juga dinamakan sebagai prediabetes, bila kadar glukosa

darah puasa antara 100 – 126 mg/dl, yang disebut juga sebagai Glukosa Darah

Puasa Terganggu (GDPT).

Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap diabetes,

atau hiperglikemia akut postprandial yang terjadi ber-ulangkali setiap hari sejak

tahap TGT, memberi dampak buruk terhadap jaringan yang secara jangka panjang

menimbulkan komplikasi kronis dari diabetes.Tingginya kadar glukosa darah

(glucotoxicity) yang diikuti pula oleh dislipidemia (lipotoxicity) bertanggung

jawab terhadap kerusakan jaringan baik secara langsung melalui stres oksidatif,

dan proses glikosilasi yang meluas.

Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau

konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor

resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai

kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2,

meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia

masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama mikrovaskular,

meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular

telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi insulin

dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun

postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi

insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan

61

Page 62: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari

hepar.

Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya ditentukan

oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase

2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan

sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya

respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan atau

pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan mempercepat

progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut

pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai

jaringan tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin,

selain daripada intoleransi terhadap glukosa beserta berbagai akibatnya, sering

menimbulkan kumpulan gejala yang dinamakan sindroma metabolik.

E. Glukosa

Glukosa adalah bahan bakar yang digunakan dalam kuantitas yang cukup

besar. Persediaan karbohidrat pada jaringan saraf sangat terbatas dan fungsi

normalnya tergantung pada suplai glukosa yang terus menerus. Ketika glukosa

plasma turun, gejala yang pertama muncul adalah palpitasi, berkeringat, dan gugup

karena perubahan saraf otonom. Ini terjadi pada tingkat glukosa darah yang sedikit

di bawah tingkat di mana aktivasi otonom pertama terjadi, karena threshold untuk

gejala sedikit di atas threshold untuk aktivasi awal. Pada kadar glukosa plasma

yang lebih rendah, neuroglycopenic symptoms mulai terjadi. Ini termasuk lapar,

confusion, dan kelainan kognitif lainnya. Pada kadar glukosa plasma yang jauh

lebih rendah, letargi, koma, konvulsi, dan bahkan kematian dapat terjadi. Pada

onset gejala hipoglikemia dibutuhkan terapi dengan glukosa atau minuman

mengandung glukosa. Meskipun hilangnya gejala secara dramatis adalah respon

yang umum, abnormalitas mulai dari berkurangnya intelektual hingga koma dapat

persisten jika hipoglikemia sangat parah atau berkepanjangan. Bila gangguan ini

tidak segera ditanggulangi, akan menimbulkan kerusakan sel-sel otak yang

irreversible yang menyebabkan kematian.

62

Page 63: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

Tn. Romo, 63 TahunDM tipe 2, sejak 5 tahun

yang lalu

↑ sekresi insulin + belum makan pagi

Mendapat OAD (Glibenklamid 5 mg)

jangka lama

Hipoglikemik

Berkeringat Dingin

Vasodilatasi perifer, kompensasi

vasokonstrriksi

Epinefrin ↑

Merangsang hormon kontraregulasi

(Epinefrin)

Gangguan otak

Gejala neuroglikopenia

Koma, lemas

Rangsang sistem saraf parasimpatis

Volume darah ↑

Osmolaritas darah ↓

Hipovolemik

Hipotensi

Takikardia

Koma Hipoglikemik

VI. Kerangka Konsep

VII. Kesimpulan

Tn. romo 63 tahun menderita diaebtes melitus tipe 2 dengan komplikasi koma

hipoglikemik yang disebabkan karena penggunaan obat anti diabetik

(glibenklamid) yang tidak tepat.

63

Page 64: LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 14.docx

VIII. Daftar Pustaka

Girard J. 1995. NIDDM and glucose transport in cells. In (Assan, R, ed) NIDDM

and glucose transport in cells. Molecular Endocrinology and Development

CNRS Meudon, France: 6 – 16

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta: EGC

Cryer, Philip E., 1997. Hypoglycemia: Pathophysiology, Diagnosis, and

Treatment. USA: Oxford University Press.

Aru W.Sudoyo, et all. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.

Jakarta: Interna Publishing

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

Greenspan, Francis S. 2000. Endokrinologi: Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. 2008. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

64