laporan tutorial skenario b blok 14 tahun 2013

95
SKENARIO B BLOK 14 TAHUN 2013 Tn. A, 67 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena koma sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg. Menurut keluarganya, sebelum koma, pasien merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan merasa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi. Pemeriksaan fisik Kesadaran: koma, TD 90/40 mmHg, nadi 120x/menit, suhu 36 o C. Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik. Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl. Jelaskan mengenai kasus ini secara rinci! I. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Koma = suatu keadaan tidak sadarkan diri yang dalam hingga penderita tak dapat dibangunkan, bahkan dalam rangsangan yang kuat. 2. DM tipe 2 = salah satu diantara 2 jenis DM dengan konsep puncak 50-60 tahun ditandai dengan konsep bertahap dan gejala metabolik (glikosuria dan konsekuensi), disertai atau tanpa disertai obat hiperglikemi oral, tetapi tidak dperlukan pemberian insulin eksogen. 3. Glibenklamid = obat anti diabetes, hipoglikemik oral derivat sulfonylurea yang bekerja aktif menurunkan 1

Upload: tara-manroe

Post on 21-Oct-2015

181 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

SKENARIO B BLOK 14 TAHUN 2013

Tn. A, 67 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena

koma sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap

hari mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg. Menurut keluarganya, sebelum koma, pasien

merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan merasa cemas, setelah minum obat

sebelum makan pagi.

Pemeriksaan fisik

Kesadaran: koma, TD 90/40 mmHg, nadi 120x/menit, suhu 36oC.

Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik.

Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl.

Jelaskan mengenai kasus ini secara rinci!

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Koma = suatu keadaan tidak sadarkan diri yang dalam hingga penderita tak

dapat dibangunkan, bahkan dalam rangsangan yang kuat.

2. DM tipe 2 = salah satu diantara 2 jenis DM dengan konsep puncak 50-60

tahun ditandai dengan konsep bertahap dan gejala metabolik (glikosuria dan

konsekuensi), disertai atau tanpa disertai obat hiperglikemi oral, tetapi tidak

dperlukan pemberian insulin eksogen.

3. Glibenklamid = obat anti diabetes, hipoglikemik oral derivat sulfonylurea

yang bekerja aktif menurunkan kadar gula darah, bekerja dengan merangsang

sekresi insulin dari pankreas.

4. Palpitasi = perasaan berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur yang

sifatnya subjektif.

5. Glukosa darah sewaktu = pemeriksaan gula darah pada sembarang waktu,

tidak melihat pasien sudah makan atau belum.

6. Glukometer = alat yang digunakan dalam menentukan proporsi glukosa dalam

darah.

II. IDENTIKASI MASALAH

1. Tn. A, 67 tahun, koma sejak 3 jam yang lalu.

1

Page 2: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

2. Tn. A mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari

mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg.

3. Sebelum koma, Tn. A merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas, dan

merasa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi.

4. Pemeriksaan fisik.

III. ANALISIS MASALAH

1. Tn. A mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari

mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg.

a. Bagaimana etiologi DM tipe 2?

Diabetes ini sering disebut Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

(NIDDM), dimana penyakit dikarakteristikkan oleh adanya resistensi

insulin atau kurangnya sekresi insulin. Kurangnya sekresi insulin

postprandial disebabkan gangguan fungsi sel β pankreas dan kurangnya

rangsangan untuk mensekresi insulin dari hormon usus (Dipiro., et al,

2008).

Faktor etiologi yang berperan meliputi:

- Faktor genetik (hereditas)

Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar

non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar

daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak

memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes

tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian

epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi

akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberi kontribusi

pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan.

(Robbins, 2007, hlm. 67).

- Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan

lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2.

- Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara

dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan

ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk

memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm. 73).

2

Page 3: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

- Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi

yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin.

Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban

metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi

sel yang terlalu banyak. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm.73).

- Gaya hidup (Stress)

Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang

cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini

berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan

meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan

sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban

yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada

penurunan insulin. ( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).

- Kurangnya aktivitas fisik

- Penurunan sel islet sensitivitas terhadap glukosa

- Pelambatan sekresi insulin karena disfungsi sel beta

- Peningkatan tahanan pada insulin karena penurunan densitas insulin

reseptor ( Guthrie, 1991)

b. Bagaimana prevalensi DM tipe 2?

Berdasarkan karakteristik subjek penelitian diketahui bahwa kasus DM

tipe 2 lebih banyak terjadi pada laki-laki (64,6%) dibanding perempuan

(35,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di India di mana

kecenderungan prevalensi DM tipe 2 daerah kota dan desa menunjukkan

peningkatan pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan

Menurut umur diperoleh proporsi kelompok umur yang paling banyak

menderita DM tipe 2 adalah 45-52 tahun (47,5%). Hasil penelitian di

negara maju menunjukkan bahwa orang dewasa yang berisiko terkena DM

tipe 2 adalah umur 65 tahun ke atas. Sedangkan di negara berkembang

orang dewasa yang berisiko terkena DM tipe 2 adalah umur 46-64 tahun.

DM tipe 2 pada umumnya terjadi pada usia di atas 40 tahun karena pada

usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses

3

Page 4: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

penuaan mengakibatnya berkurangnya kemampuan sel beta pankreas

dalam memproduksi insulin.

Dalam Perkeni 2006 menyebutkan bahwa World Heatlh Organization

(WHO) juga memprediksi kenaikan jumlah pasien di Indonesia dari 8.4

juta pada tahun 2000 menjadi 21.3 juta pada tahun 2030. Hal tersebut

mengakibatkan Indonesia berada di peringkat keempat jumlah penyandang

DM di dunia setelah Amerika Serikat, India, dan Cina menurut

Reputrawati dalam Hans (2008).

Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa

secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan

dan gejala adalah 1,1%. Sedangkan prevalensi nasional DM berdasarkan

hasil pengukuran gula darah pada penduduk umur >15 tahun yang

bertempat tinggal di perkotaan adalah 5,7%. Riset ini juga menghasilkan

angka Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) secara nasional berdasarkan

hasil pengukuran gula darah yaitu pada penduduk berumur>15 tahun yang

bertempat tinggal di perkotaan sebesar 10,2%.

(Departemen Kesehatan RI. Laporan Nasional Riskesdas 2007. Jakarta :

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan.

2008)

c. Bagaimana patofisiologi DM tipe 2?

Gangguan metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi 3 hal, yaitu:

resistensi insulin, hilangnya pelepasan insulin fase pertama, sehingga

lonjakan awal insulin post prandial tidak terjadi pada lansia dengan DM,

dan peningkatan kadar glukosa post prandial dengan kadar glukosa puasa

normal (Jurnal IDI, DM Tipe pada usia lanjut, 12 Desember 2010).

Awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja

insulin. 4 faktor timbulnya resistensi insulin pada lansia adalah:

- Perubahan komposisi tubuh, yaitu massa otot lebih sedikit dan jaringan

lemak lebih banyak. Banyaknya jaringan lemak akan menyebabkan

resistensi insulin dengan cara:

Faktor inflamasi: Aktivitas jaringan pada obesitas akan meningkatkan

produksi berbagai macam sitokin seperti TNF-α, IL-6, resistin, leptin,

adiponektin, MCP-1, PAI-1. Pengikatan molekul sitokin ini pada

4

Page 5: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

reseptor spesifik akan mengaktifkan jalur JNK (Janus Kinase) dan

IKKβ, yang selanjutnya akan mengaktifkan faktor transkripsi Nuclear

factor (NF-kβ). Translokasi NF-kβ ke dalam nucleus akan

menginduksi transkripsi berbagai macam mediator inflamatorik yang

dapat mengarah pada keadaan resistensi insulin.

Akumulasi asam lemak dan metabolitnya di dalam sel: Akumulasi

ini akan menyebabkan aktivasi jalur serin/threonin kinase. Aktivasi

jalur ini menyebabkan fosforilasi pada gugus serin dari kompleks IRS,

sehingga fosforilasi dari gugus tironin, seperti pada mekanisme kerja

insulin yang normal akan terhambat. Hambatan pada fosforilasi gugus

tironin kompleks IRS ini menyebabkan tidak teraktivasi jalur PI3

kinase dan menyebabkan glukosa tetap berada di ekstrasel. (Buku

Robbins dan Cotran’s 2009)

- Pengaruh aktivitas fisik yang berkurang pada lansia terhadap utilisasi

glukosa. Aktivitas fisik yang berkurang, secara langsung dapat

mengganggu proses translokasi GLUT-4 dengan beberapa mekanisme,

yaitu:

Pada metabolisme, otot sedikit menggunakan glukosa darah

sebagai sumber energi utama dan menyebabka kurangnya

sensitivitas reseptor insulin. Akibatnya aktivasi PI-3K dan

MAP kinase juga terganggu, selanjutnya akan mengganggu

proses translokasi GLUT-4 dari dalam sel.

Kontraksi otot yang kurang, menyebabkan terhambatnya

rangsangan Ca, sehinngga PKC serine yang dapat menstimulasi

GLUT-4 berkurang, dan proses translokasi GLUT-4 pun

terganggu.

Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan terhambatnya

pembentukan ATP, sehingga tidak dapat merangsang AMP

kinase yang dapat mengganggu proses translokasi GLUT-4 dari

dalam sel (Jurnal Mandala of health volume 4, nomor 2, Mei

2010)

- Perubahan pola makan lebih banyak makan karbohidrat akibat

berkurangnya jumlah gigi.

5

Page 6: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

- Terjadi perubahan hormonal (terutama IGF-1 dan

dehidroepiandrosteron (DHEAS) plasma), sehingga ambilan glukosa

menurun akibat sensitivitas reseptor insulin dan aksi insulin menurun.

Awalnya sel β pankreas akan melakukan kompensasi untuk merespon

keadaan hiperglikemi dengan memproduksi banyak insulin sehingga

terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan kadar glukosa menginduksi “fase

pertama” dalam glucose-mediated insulin secretion yakni dengan

pelepasan insulin yang baru saja disintesa dan penyimpanan dalam granula

sekretorik sel β. Glukosa tidak memerlukan insulin untuk masuk ke dalam

sel β (juga fruktosa, manosa atau galaktosa). Masuknya glukosa ke dalam

sel β dideteksi oleh glukokinase, sehingga glukosa tadi difosforilasi

menjadi glukosa-6-fosfat (G6P). Proses ini membutuhkan ATP. Penutupan

kanal K+-ATP-dependent mengakibatkan depolarisasi membrane plasma

dan aktivasi kanal kalsium yang voltage-dependent yang menyebabkan

peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan kadar kalsium

inilah yang menyebabkan sekresi insulin. Mediator lain yang berperan

dalam pelepasan insulin adalah aktivasi fosfolipase dan protein kinase C

(sebagai contoh oleh asetilkolin) serta rangsangan dari aktivitas adenilil-

siklase dan protein kinase-A sel β. Mekanisme induksi sekresi insulin juga

melibatkan aktivitas hormone, seperti vasoactive intestinal peptide (VIP),

PACAP, GLP-1, dan GIP. Factor-faktor ini memegang peranan penting

dalam “fase kedua” sekresi insulin, yakni pelepasan insulin baik yang baru

saja disintesa maupun yang disimpan dalam granula sekretorik. Kegagalan

sel β dalam meespon kadar glukosa darah yang tinggi, akan menyebabkan

abnormalitas jalur transduksi sinyal insulin pada sel β pankreas dan terjadi

resistensi insulin. Resistensi insulin ini menyebabkan aktivasi jalu caspase

dan peningkatan kadar ceramide yang menginduksi apoptosis sel β. Fase

ini akan diikuti oleh berkurangnya massa sel β di pankreas. Pengurangan

massa sel β pankreas ini akan menyebabkan sintesis insulin berkurang dan

menyebabkan DM tipe 2.

d. Bagaimana ciri-ciri penderita DM tipe 2?

6

Page 7: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

- Sering buang air kecil (poliuria)

Buang air kecil akan menjadi sering jika terlalu banyak glukosa dalam

darah. Jika insulin tidak ada atau sedikit maka ginjal tidak bisa

menyaring glukosa untuk kembali ke darah. Lalu ginjal akan menarik

tambahan air dari darah untuk menghancurkan glukosa. Hal ini

membuat kandung kemih penuh dan orang jadi sering pipis.

- Sering merasa haus (polidipsi)

Karena sering buang air kecil, Anda akan menjadi lebih sering haus,

karena proses penghancuran glukosa yang sulit maka air di dalam

darah tersedot untuk menghancurkannya. Sehingga seseorang perlu

minum lebih banyak untuk menggantikan air yang hilang.

- Sering merasa lapar (poliphagia)

- Merasa lemah dan gampang kelelahan

Karena produksi glukosa terhambat sehingga sel-sel makanan dari

glukosa yang harusnya didistribusikan ke semua sel tubuh untuk

membuat energi jadi tidak berjalan. Karena sel energi tidak mendapat

asupan sehingga orang akan merasa cepat lelah.

- Sering kesemutan di kaki dan tangan

7

Page 8: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Gejala ini disebut neuropati. Terjadi secara bertahap karena glukosa

dalam darah tinggi dan merusak sistem saraf. Orang-orang sering tidak

menyadari bahwa itu salah satu pertanda. Kondisi gula darah tinggi

kemungkinan telah terjadi beberapa tahun sebelum diagnosa.

Kerusakan saraf dapat menyebar tanpa diketahui.

- Gejala lain

Selain itu ada pula gejala lain yang bisa muncul seperti penglihatan

kabur, kulit kering atau gatal, sering infeksi atau luka dan memar, yang

membutuhkan penyembuhan dalam waktu lama merupakan tanda-

tanda lain dari diabetes.

e. Bagaimana komplikasi DM tipe 2?

Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori mayor, yaitu komplikasi

metabolik (akut) dan komplikasi vaskular jangka panjang (kronis).

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relative

akut dari konsentrasi glukosa plasma. Pada DM tipe 2, komplikasi

metabolic yang sering terjadi adalah:

- Hipoglikemia, yaitu keadaan yang terjadi apabila kadar gula darah

terlalu rendah, yaitu lebih rendah dari 70 mg/dl. Akibatnya, tubuh dan

otak tidak memiliki cukup energi untuk berfungsi dengan baik.

Hipoglikemia dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan

yang dimakan, aktivitas fisik yang berlebih, dan obat atau insulin yang

digunakan. Pasien diabetes dependen insulin mungkin suatu saat

menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang

dibutuhkannya untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang

mengakibatkan terjadi hipoglikemia. Gejala hipoglikemia disebabkan

oleh pelepasan epineprin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan

palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku

yang aneh, sensorium yang tumpul, dan koma). Harus ditekankan

bahwa serangan hipoglikemia adalah berbahaya, bila sering terjadi

dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan otak yang

permanen atau bahkan kematian.

- Ketoasidosis, kondisi serius yang dapat mengakibatkan koma bahkan

kematian. Komplikasi ini dapat terjadi pada semua diabetes meskipun

8

Page 9: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

terjadi lebih jarang di para penderita diabetes tipe 2. Ketoasidosis

biasanya berlangsung lambat, tetapi ketika pasien mulai muntah,

kondisi yang mengancam jiwa ini dapat terjadi dalam beberapa jam.

Gejala awalnya dapat berupa rasa haus atau mulut yang sangat kering,

sering buang air kecil, kadar gula darah yang tinggi dan kadar keton di

urin yang tinggi (>80 mg/dL). Gejala lain yang muncul setelahnya

dapat berupa terus menerus merasa lelah, kulit kering, mual, muntah

atau perut sakit, sulit bernafas, bau mulut seperti buah, dan sulit

berkonsentrasi.

Komplikasi kronis adalah komplikasi yang muncul dalam jangka

waktu yang lebih panjang pada penderita diabetes jika diabetesi tidak

dikontrol. Inilah beberapa hal yang seringkali terjadi:

- Penyakit jantung & stroke, orang dengan diabetes tipe 2 memiliki

risiko 2,5 kali lebih besar mengalami serangan jantung & stroke

dibandingkan orang normal, karena diabetes meningkatkan

kecenderungan mereka untuk mengalami hipertensi dan pembentukan

plak, gumpalan yang menyumbat di pembuluh darah.

- Masalah sirkulasi, satu dari tiga orang berusia di atas 50 tahun yang

menderita diabetes tipe 2 mengalami masalah ini. Beberapa gejala

yang mungkin dialami adalah sakit di kaki ketika berjalan kaki atau

berolahraga yang hilang dengan istirahat, mati rasa atau kesemutan di

bagian bawah kaki, luka atau infeksi di kaki yang sulit sembuh, dan

tidak merasakan sakit sehingga terjadi luka atau infeksi yang lebih

besar karena kerusakan saraf. Inilah yang merupakan penyebab utama

amputasi.

- Masalah kulit, ketika kadar gula darah Anda tinggi, tubuh Anda

kehilangan air, sehingga kulit menjadi kering. Kerusakan saraf yang

disebabkan oleh diabetes dapat menghambat proses berkeringat

(keringat membantu kulit tetap lembut dan lembap). Saat Anda

menggaruk kulit yang kering dan gatal sehingga luka, luka ini dapat

menjadi jalan masuk kuman dan menyebabkan infeksi.

- Kerusakan mata, tiga masalah mata yang berhubungan dengan

diabetes adalah retinopati diabetic, glaucoma, dan katarak.

9

Page 10: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

- Penyakit ginjal atau nefropati diabetic, 10-20% orang dengan

diabetes mengalami penyakit ginjal. Penyakit ginjal, seperti layaknya

komplikasi lainnya, dapat dicegah dengan menjaga kadar gula darah

Anda.

- Penyakit gigi dan mulut, diabetes berisiko menderita penyakit mulut

yang parah karena umumnya lebih rentan terhadap infeksi bakteri dan

memiliki penurunan kemampuan untuk melawan bakteri yang

menyerang gusi.

- Kesehatan mental, orang yang menderita diabetes memiliki risiko

lebih besar mengalami depresi.

f. Bagaimana cara kerja obat glibenklamid pada pasien DM tipe 2?

Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk

melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada

pasien yang masih mampu mensekresi insulin. Golongan ini tidak dapat

dipakai pada diabetes melitus tipe 1. Efek hipoglikemia sulfonilurea adalah

dengan merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta

pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR) channel tersebut

maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya

penurunan permeabilitas K pada membran sel beta, terjadi depolarisasi

membran dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan

peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodulin, dan

menyebabkan eksokitosis granul yang mengandung insulin. Sulfonilurea

juga selanjutnya dapat meningkatkan kadar insulin dengan cara

mengurangi bersihan hormon dihati. Pada bulan awal pengobatan

sulfonilurea, kadar insulin plasma saat puasa dan respon insulin terhadap

glukosa oral meningkat. Pada pemberian kronis, kadar insulin dalam

sirkulasi menurun dibandingkan sebelum pengobatan, tetapi meskipun

kadar insulin ini berkurang kadar glukosa plasma tetap dapat

dipertahankan. Harus dicatat bahwa tidak ada efek penstimulasian akut

sulfonilurea yang terukur pada sekresi insulin selama pengobatan klinis.

Hal ini diduga karena berkurangnya afinitas reseptor sulfonilurea di

permukaan sel pada sel beta pankreas. Jika terapi sulfonilurea kronis

dihentikan, keresponsifan sel beta pankreas terhadap pemberian obat akut

10

Page 11: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

akan kembali lagi. sulfonilurea juga dapat menstimulasi pelepasan

somatostatin, dan senyawa ini dapat menghambat sekresi glukagon.

g. Jelaskan mengenai penggunaan glibenklamid:

- Dosis dan cara pemberian

Dosis glibenklamid awal 2,5 mg / hari (1 - 2 kali sehari), rata-rata dosis

pemeliharaan adalah 5-10 mg/hari, dapat diberikan sebagai dosis

tunggal. Tidak dianjurkan memberikan dosis pemeliharaan lebih dari

20mg/hari. Pemberian dilakukan setengah jam sebelum makan.

- Efek samping

Efek yang terjadi berupa reaksi hipoglikemik, termasuk koma. Efek

samping lainnya dari sulfonilurea termasuk penyakit kuning, mual dan

muntah, kolestasis, agranulositosis, anemia aplastik dan hemolitik,

reaksi hipersensitivitas umum, dan reaksi dermatologis (Goodman and

Gilman, 2006) gangguan GI, berkeringat, kulit lembab, cemas,

takikardi, hipertensi, palpitasi, angina pectoris, aritmia jantung;

gangguan daya penglihatan sementara, reaksi hipersensitivitas. Jarang:

diskrasia darah

(MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 11-2011/2012)

- Indikasi

Diabetes meliitus tipe 2 ringan atau sedang "maturity onset", tanpa

komplikasi yang tidak responsif dengan diet saja (tidak bergantung

pada insulin)

- Kontra indikasi

Pasien dengan penyakit hepar

Pasien dengan payah ginjal

Hipersensitif terhadap glibenklamid atau senyawa OHO

golongan sulfonilurea lainnya

Pasien dengan Porfiria

Ketoasidosis diabetik dengan atau tanpa koma

11

Page 12: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Penggunaan obat ini harus hati-hati karena banyak

menimbulkan hipoglikemi pada usia lanjut obat ini sebaiknya

tidak digunakan pada pasien yang berusia 70 tahun.

- Efek jangka panjang

Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini

lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi

hepar atau ginjal serta mekanisme kompensasi berkurang dan asupan

makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah

dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut

( akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi

otak sampai koma. Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali

terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologik, susunan saraf pusat,

mata dan sebagainya. Gejala susunan saraf pusat berupa fertigo,

bingung, ataksia dan sebagainya. Gejala hematologikal. Leukopenia

dan agranulositosis. Efek samping lain gejala hipotiroidisme, ikterus

obstruktuf, yang bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat

klorpropamid (0.4%).

2. Sebelum koma, Tn. A merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas, dan

merasa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi.

a. Bagaimana mekanisme dari: (sesuai skenario)

- Merasa dingin

Pada keadaan normal glukosa yang cukup dapat menghasilkan energi

dan juga kalor, namun karena Tn.A mengalami hipoglikemia maka

kalor yang dihasilkan juga akan berkurang. Keadaan kurang glukosa

dalam darah => saraf simpatis => hipotalamus posterior => epinefrin.

Sehingga Tn.A merasa dingin akibat kalor yang dihasilkan sedikit,

sedangkan epinefrin tetap bekerja.

- Berkeringat

respon pertama pada saat kadar glukosa darah turun dibawah normal

adalah peningkatan akut sekresi hormon glukagon dan epinefrin; batas

12

Page 13: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

kadar glukosa tersebut adalah 65 - 68 mg%. Bila glukosa darah tetap

turun sampai 57 mg% gejala aktivasi otonomik mulai tampak. Pada

keadaan glukosa arteri turun, terjadi peningkatan aliran

sympatoadrenal di otak, yang menyebabkan stimulasi neuron

postganglion simpatetis sehingga pelepasan asetilkolin lebih banyak

dan menyebabkan pengeluaran keringat lebih banyak.

- Palpitasi

Palpitasi adalah perasaan (sensasi) yang tidak menyenangkan yang

disebabkan oleh denyut jantung yang tidak teratur. Mekanisme yang

terjadi adalah suatu kondisi dimana hemoglobin dalam darah penderita

tidak sempurna dalam membawa oksigen ke seluruh sistem saraf di

tubuh, karena tubuh kekurangan zat besi pada darah. Maka keadaan itu

menyebabkan irama jantung menjadi abnormal atau jantung berdebar-

debar. Mekanisme respon hipoglikemia, pada awalnya, bagian

ventromedial hipothalamus merupakan organ utama yang berperan

dalam respons kontra regulasi. Hormon kontra regulasi terbagi dalam 2

kelompok, yaitu: hormon kerja cepat yaitu katekolamin dan glucagon

dan hormon kerja lambat yaitu growth hormone dan kortisol. Secara

otomatis terjadilah respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan

merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin)

dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin akan

merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi juga

menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan, dengan

cara menyebabkan beberapa pembuluh darah berkontraksi dan

pembuluh lain berelaksasi, dengan pengaruh keseluruhan yang akan

diperoleh berupa pengurangan aliran darah menuju kulit, saluran

pencernaan, dan ginjal,sementara meningkatkan aliran darah ke

jantung,otak dan otot. Meningkatnya aliran darah ke jantung inilah

yang kemudian menyebabkan palpitasi pada Tn.A.

- Badan lemas

13

Page 14: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi dibagi dalam 2 kategori,

yaitu otonomik dan neuroglikopenik. Badan lemas merupakan salah

satu gejala neuroglikopenik. Peningkatan insulin akibat stimulasi

eksogen (pemberian OAD) tanpa peningkatan kadar gula darah

glukosa yang masuk ke dalam sel akan berkurang Pembentukan

ATP berkurang akibat pasokan glukosa ke sel menurun

menurunnya pembentukan energy badan lemas.

- Merasa cemas

Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi dibagi dalam 2 kategori,

yaitu otonomik dan neuroglikopenik. Tanda-tanda dan gejala-gejala

otonomik terjadi akibat aktivasi sistem syaraf otonom melalui

pelepasan epinefrin dari medulla adrenal kedalam sirkulasi dan

norepinefrin dari ujung2 syaraf simfatis postganglionik kedalam

jaringan2 target. Dalam keadaan normal, ambang glikemik bagi

pelepasan katekolamin lebih tinggi daripada ambangnya bagi induksi

gejala-gejala neuroglikopenik. Sehingga gejala-gejala otonomik

mengawali timbulnya gejala-gejala neuroglikopenik. Pada keadaan

hipoglikemi yang berat susunan saraf pusat menjadi overaktif, pasien

akan mengalami mental confusion, berkeringat dengan nadi yang

cepat. Hipoglikemi akan menyebabkan kerusakan neuron-neuron otak

jika energi utama yang dibutuhkan oleh otak tidak terpenuhi.

Kerusakan neuron mengganggu aktivitas neurotransmitter di otak.

Stuart&Laraia mengatakan pengaturan anxietas berhubungan dengan

aktivitas dari neurotransmmiter Gamma Aminobutyric Acid (GABA),

yang mengontrol aktifitas neuron di bagian otak yang berfungsi untuk

pengeluaran ansietas. Mekanisme kerja terjadinya ansietas diawali

dengan penghambatan neurotransmmiter di otak oleh GABA. Ketika

bersilangan di sinaps dan mencapai atau mengikat ke reseptor GABA di

membran postsinaps, maka saluran reseptor terbuka, diikuti oleh

pertukaran ion-ion. Akibatnya terjadi penghambatan atau reduksi sel

yang dirangsang dan kemudian sel beraktifitas dengan lamban (dalam

Agustarika,2009). Mekanisme biologis ini menunjukkan bahwa

14

Page 15: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

ansietas terjadi karena adanya masalah terhadap efisiensi proses

neurotransmitter.  Neurotransmitter sendiri adalah utusan kimia

khusus yang membantu informasi bergerak dari sel saraf ke sel saraf.

Jika neurotransmitter keluar dari keseimbangan, pesan tidak bisa

melalui otak dengan benar. Hal ini dapat mengubah cara otak bereaksi

dalam situasi tertentu, yang menyebabkan kecemasan.

b. Bagaimana hubungan keluhan dan mengonsumsi obat glibenklamid

sebelum makan pagi?

Glibenklamid menurunkan kadar glukosa darah puasa lebih besar daripada

glukosa sesudah makan (Sudoyo, Ari W. Dkk. Ilmu Penyakit Dalam.

2009. Hal.1887). Sehingga efek hipoglikemik dari glibenklamid akan lebih

besar. Padahal keluhan hipoglikemik pada usia lanjut sering tidak

diketahui dan dianggap sebagai keluhan pusing biasa atau serangan

iskemia sementara (Sudoyo, Ari W. Dkk. Ilmu Penyakit Dalam. 2009.

Hal.1904). Hal ini tentu berbahaya karena tidak cepat disadari sehingga

dapat berujung pada koma. Apalagi pada lansia fungsi kognitif

kebanyakan sudah menurun, sehingga kemunginan untuk lupa

mengkonsumsi makanan semakin besar. Juga karena glibenklamid

dikonsumsi dalam jangka panjang, sehingga efek hipoglikemi juga

semakin meningkat ditambah lagi asupannya kurang.

Pengonsumsian jangka panjang menyebabkan peningkatan jumlah insulin

dan menyebabkan hipoglikemia. Sebagai mekanisme awal ketika otak

kekurangan glukosa maka otak akan mengirim sinyal untuk meningkatkan

hormon efineprin yang meningkatkan glukoneogenesis, lipolisis, dan

menghambat sekresi insulin. Efek ini juga dapat menyebabkan takikardi

untuk penyebaran nutrisi dan O2 sehingga palpitasi dan merasa cemas.

juga meningkatan metabolisme tubuh hingga apabila energi telah habis

maka akan lemas. Selanjutnya akan terjadi pelepasan asetilkolin untuk

mengeluarkan panas dari metabolisme sel sehingga merangsang k.keringat

dan menyebabkan tubuh menjadi dingin. Stadium parasimpatik meliputi

lapar, mual, tekanan darah turun, takikardi, lemas dan cemas. Stadium

simpatik meliputi keringat dingin pada muka ,bibir atau tangan gemetar. 

15

Page 16: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

3. Tn. A, 67 tahun, koma sejak 3 jam yang lalu.

a. Bagaimana mekanisme koma yang dialami Tn. A?

Glibenklamid => meningkatkan sekresi insulin => dosis berlebihan =>

kadar glukosa darah turun mjd sangat rendah => koma hipoglikemik.

Hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan

tanpa tanda akut dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma.

Pada penelitian survey yang dilakukan oleh Department of Neurology and

Neurological Sciences, and Program in Neurosciences, Stanford

University School of Medicine,terdapat setidaknya 93,2% penyebab

masuknya seseorang dengan gejala koma hipoglikemik adalah mereka

yang menderita diabetes mellitus dan telah menjalani terapi pemberian

insulin pada rentang waktu sekitar 1,5 tahunan.

Dalam otak manusia, dikenal serabut-serabut assosiasi primer dan

sekunder yang menghubungkan pusat-pusat dalam otak yang mengalirkan

berbagai fungsi luhur secara terkoordinasi dengan sangat baik. Bangunan

tersebut terletak di bagian tengah batang otak dan memanjang ke

hipotalamus dan talamus. Bangunan itu kemudian disebut dengan ARAS

(’Ascending Retikular Activating System’) atau lazim disebut Formatio

16

Page 17: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Reticularis atau Midbrain Reticular Formation = MRF. Dua pusat anatomi

yang mengatur kesadaran adalah korteks serebri dan batang otak. Batang

otak atau ARAS mengatur “tinggi-rendah” kesadaran (on-off

quality) sedang korteks serebri mengatur “isi” (content) dari kesadaran.

Secara fisiologik, keadaan bagian dari otak ini saling isi mengisi dan saling

mengaktivasi (reciprocal activation and stimulation) yang mengatur

secara optimal fungsi masing-masing. Jadi kesadaran ditentukan oleh

kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer

serebri dan ARAS pada batang otak. Dimana terdapat neurotransmiter

yang berperan pada ARAS antara lain kolinergik, monoaminergik dan

GABA. Apabila terjadi gangguan total maupun parsial dari mekanisme

pengontolan ini, maka akan menyebabkan terjadinya gangguan kesadaran

(sistem motorik dan sensorik).

Otak hanya memakai glukosa untuk sumber energinya yaitu sekitar 5

mg/100mg/menit. Cadangan glukosa di otak memberikan energi selama

kurang lebih 2 menit dan kesadaran akan hilang dalam waktu 8-10 detik.

Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat

ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat

kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM),

sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat

menghasilkan koma.

4. Pemeriksaan fisik.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik

Tn. A?

- Koma

Klasifikasi GCS (Glasgow Coma Scale):

ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar

sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan

sekelilingnya.

Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan

dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

17

Page 18: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon

psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih

bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu

memberi jawaban verbal.

Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada

respon terhadap nyeri.

Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon

terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek

muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Koma dapat terjadi karena asupan glukosa untuk otak menurun akibat

hipoglikemi. Sehingga dalam beberapa menit saja apabila otak

kekurangan asupan, akan menyebabkan koma.

Ada satu kemungkinan lagi, meskipun lebih jarang terjadi. Pada

hipoglikemia ini untuk mencukupi kadar gula darah agar kembali ke

normal, yaitu sekitar 70 - 100 mg/dl, maka apabila glukosa tidak

mencukupi, tubuh akan merubah glikogen menjadi glukosa. Proses ini

disebut glukoneogenesis (Pembentukan gkukosa dari bahan bukan

karbohidrat). Setelah itu, apabila simpanan glikogen otot habis, maka

tubuh akan menggunakan membongkar lemak. Proses ini terjadi di

hati. Apabila pembongkaran ini terjadi dengan proses anaerob, asam

laktat akan terbentuk secara otomatis. Penumpukan asam laktat yang

berlebihan, maka akan menyebabkan tubuh menjadi asam, hal ini bisa

menyebabkan terjadinya ketoasidosis. Ketoasidosis yang berkelanjutan

maka akan berakhir dengan syok, dan akhirnya koma, lalu terjadilah

kematian. Setelah semua lemak terbongkar, dan itu tidak cukup untuk

menyediakan glukosa bagi tubuh, maka yang selanjutnya terjadi adalah

pembongkaran protein.

- TD 90/40 mmHg

TD rendah. Hal ini terjadi karena tidak ada nutrisi di jaringan otak saat

koma. Ada 3 kompensasi: iskemik jaringan, penurunan nutrisi vaskuler

18

Page 19: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

(meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga volume darah menurun),

penurunan vasometer (menyebabkan dilatasi vaskuler)

- Nadi 120x/menit

Nadi 120x per menit menyatakan denyut nadi cepat (takikardi), karena

denyut nadi normal yaitu 60-100x per menit. Hali ini disebabkan oleh

pelepasan katekolamin sebagai kontraregulatory hormon yang

disebabkan oleh keadaan hipoglikemi. Katekolamin (epinefrin dan

norepinefrin) bekerja menghambat sekresi insulin dan secara langsung

merangsang proses glukoneogenesis di hepar dan ginjal, menghambat

utilisasi glukosa di jaringan perifer dan merangsang proses lipolisis.

Selanjutnya proses lipolisis akan menghasilkan substrat2 yang

diperlukan untuk glikoneogenesis (yaitu gliserol) dan sumber energi

alternatif bagi otot (yaitu asam lemak dan benda2 keton). Salah satu

reseptor katekolamin yaitu β2 yang berada pada otot polos bronkus,

otot polos pembuluh darah otot rangka, usus, uterus, dan kelenjar.

Aktivasi reseptor β2 oleh pelepasan katekolamin akan menyebabkan

vasokonstriksi, sehingga denyut nadi menjadi lebih cepat.

- Suhu

Suhu Tn. A adalah 36oC = hipotermia

o Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C

o Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 37,5°C

o Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C

o Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

- Kadar GDS

Kadar GDS rendah. Normalnya, kadar gula dalam darah adalah 100

mg/dl (gula darah puasa) dan 140 mg/dl (gula darah sewaktu). Namun,

pada penderita DM, kadar gula darah puasanya lebih dari 126 mg/dl

dan gula darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl.

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga

dibawah 60 mg/dl. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan

19

Page 20: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

kadar gula darah antara 70-110 mg/dL, kadar gula darah normal adalah

80-120 mg/dl pada kondisi puasa, atau 100-180 mg/dl pada kondisi

setelah makan. Hal ini sangat membahayakan bagi tubuh, terutama

otak dan sistem syaraf, yang membutuhkan glukosa dalam darah yang

berasal dari makanan berkarbohidrat dalam kadar yang cukup.

Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ

tubuh mengalami kelainan fungsi. Otak sebagai organ yang sangat

peka terhadap kadar gula darah yang rendah, akan memberikan respon

melalui sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan

epinefrin (adrenalin). Hal ini akan selanjutnya merangsang hati untuk

melepaskan gula agar kadarnya dalam darah tetap terjaga.

Mekanisme respon hipoglikemia, pada awalnya, tubuh secara otomatis

memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan

melepaskan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa

ujung saraf. Epinefrin akan merangsang pelepasan gula dari cadangan

tubuh tetapi juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan

kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung

berdebar-debar dan kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat

menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing,

bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak

mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma.

Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan

otak yang permanen. 

b. Bagaimana mekanisme hipoglikemia pada skenario ini?

Secara umum, hipoglikemia dapat dikategorikan sebagai yang

berhubungan dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat.

Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan

berhubungan dengan obat seperti pada kasus ini. Penderita diabetes berat

menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karena

sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan

kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal

kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi

kadar gula darah yang rendah. Seperti sebagian besar jaringan lainnya,

20

Page 21: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

metabolisme otak terutama bergantung pada glukosa untuk digunakan

sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat memperoleh

glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam

beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak

sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke

dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf di

dalam system saraf tersebut. Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di

suplai oleh darah menurun, maka akan mempengaruhi juga kerja otak.

Konsumsi OAD golongan sulfonylurea terjadi peningkatan pelepasan

insulin dari pancreas karena sulfonylurea berikatan dengan reseptor

sulfonylurea menghambat efluks ion kalium melalui kanal tersebut dan

menimbulkan depolarisasi depolarisasi membuka suatu kanal kalsium

bergerbang-tegangan dan menimbulkan influks kalsium dan pelepasan

insulin belum ada pasokan makanan (karena obat diberikan sebelum

makan) hiperinsulinemia peningkatan pengambilan glukosa oleh sel

dan penurunan pengeluaran glukosa oleh hati hipoglikemia

Kontraregulator : peningkatan insulin eksogen menyebabkan penekanan

sekresi glucagon sehingga tidak dapat meningkatkan pengeluaran glukosa

oleh hati hipoglikemia

c. Bagaimana cara pemeriksaan GDS dengan menggunakan glukometer?

Tes ini dapat dilakukan sendiri di rumah bila memiliki alatnya. Pertama,

bersihkan ujung jari yang akan ditusuk dengan kasa atau kapas beralkohol

untuk menghindari infeksi. Tusukkan jarum pada jari (gunakan jari

telunjuk, tengah dan kelingking, jangan menggunakan jari jempol dan jari

kelingking) untuk mengambil sampel darah. Tempelkan kasa atau kapas

beralkohol ke ujung jari yang tertusuk untuk menghentikan perdarahan.

Kemudian sampel darah diletakkan ke dalam celah. yang tersedia pada

mesin glukometer. Pastikan bahwa test strip yang Anda gunakan belum

kedaluwarsa. Setiap strip memiliki tanggal kedaluwarsa sendiri yang bila

terlewati akan membuat hasil pengukuran tidak akurat.

Hasilnya tidak terlalu akurat, tetapi dapat digunakan untuk memantau

glukosa bagi penderita agar apabila ada indikasi gula tinggi dapat segera.

melakukan pengecekan di laboratorium dan menghubungi dokter. Alat

21

Page 22: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

glukometer terkini sudah dirancang begitu mudah digunakan dan tidak

menimbulkan rasa sakit saat mengambil sampel darah.

d. Perlukah dilakukan pemeriksaan penunjang lain untuk pasien ini?

Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa kembali setelah dilakukan

penatalaksanaan.

5. a. Bagaimana:

- Prognosis

Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding

dari dalamnya suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik

dan intoksikasi obat lebih baik prognosisnya dibanding koma yang

disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial. Karena pada koma

karena gangguan metabolik dapat segera dipulihkan dengan

menghilangkan gangguan tersebut. Untuk skenario ini pada

hipoglikemia dapat dilaksanakan pemberian glukosa cair ke dalam

tubuh untuk meningkatkan kadar glukosa darahnya. Semakin cepat

penanganan koma Tn.A maka kemungkinan kerusakan otak dapat

dihindari, apabila semakin lambat maka prognosis akan semakin buruk

dikarenakan cedera SSP semakin parah. Dengan penanganan kadar

gula darah (KGD) dan tekanan darah (TD) yang baik, kebanyakan

komplikasi diabetes mellitus dapat dicegah. Studi menunjukkan

bahawa kontrol KGD, TD dan kolesterol dapat mengurangkan risiko

penyakit ginjal, penyakit mata, penyakit pada sistem saraf, serangan

jantung dan stroke (Eckman, 2010).

- Penatalaksanaan dari yang dialami oleh Tn. A

o Menentukan kadar glukosa darah

Pengukuran kadar glukosa darah kapiler dengan menggunakan

glukometer dapat dipakai sebagai pedoman untuk memastikan

diagnosis serta untuk menyingkirkan kecurigaan hipoglikemi

sebagai penyebab timbulnya gejala-gejala klinis.

o Perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai beberapa hal,

antara lain pekerjaan pasien, riwayat keluarga yang menderita

22

Page 23: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

diabetes, riwayat pemakaian obat-obat golongan sulfonylurea

atau insulin, riwayat konsumsi alcohol, riwayat penyakit yang

menjadi faktor predisposisi, dan obat-obat lain yang digunakan

pasien.

o Juga perlu ditanyakan tentang frekuensi dan lamanya episode

gejala, ada tidaknya gejala-gejala otonomik dan atau

neuroglikopenik, apakah gejala berkurang dengan minum

larutan gula, kapan gejala2 tersebut terjadi (pada saat puasa

atau sesudah makan)

o Penilaian terhadap keadaan umum dan status gizi pasien perlu

dilakukan agar dapat ditentukan apakah pasien masih bisa

diberikan terapi oral atau sudah memerlukan terapi parenteral.

Setelah kejadian hipoglikemi teratasi, harus segera dicari faktor

penyebabnya serta dilakukan penyesuaian dosis OHO atau

insulin, atau bila perlu diganti dengan obat-obat yang lebih

aman dalam mengendalikan kadar glukosa darah.

o Edukasi terhadap keluarga memegang peranan yang sangat

penting.

o Pemberian insulin analog yang bersifat lebih fisiologik dalam

mengendalikan kadar glukosa darah.

o Apabila penderita tidak sadar, injeksi glukosa 40% Intra vena

25 ml (encerkan 2x dengan aqua injeksi) juga infus glukosa

10% atau Dekstrose 10%. Bila belum sadar dapat diulang 25 cc

glukosa 40% setiap 30 menit. Dapat diulang sampai 6x sampai

penderita sadar. Kemudian periksa gula darah sewaktu 30

menit setelah Intra vena terakhir. Jika tidak ada kontra indikasi

jantung pada jantung, dapat dilakukan injeksi efedrin 25-50 mg

atau glukagon 1 mg Intra muskuler.

o Pada stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan

curiga hipoglikemia), diberikan larutan dekstrosa40% sebanyak

2 flakon (=50 ml) bolus intravena dan diberikan cairan

dekstrosa 10% per infus sebanyak 6 jam per kolf. Glukosa

darah sewaktu diperiksa. Jika GDS < 50 mg/dl, ditambahkan

23

Page 24: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

bolus dekstrosa 40% 50 mlsecara intravena. Pada pasien, perlu

dilakukan pengawasan kadar glukosa darah sampai obat

glibenklamiddiekskresi sepenuhnya oleh tubuh, karena

sulfonilurea yang memiliki kerja panjang sehingga

dapatmenyebabkan episode hipoglikemia berulang.

o Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit

setelah penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen

atau tablet glukosa) maupun minum jus buah, air gula atau

segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia

(terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa

tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan

sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun

bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan

yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya

roti atau biskuit). Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung

lama serta tidak mungkin untuk memasukkan gula melalui

mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk

mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang yang

memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat

sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon

yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang

pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan

karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk

suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu

5-15 menit.

- Pencegahan hipoglikemia pada DM tipe 2

o Pemantauan kadar glukosa darah yang ketat perlu dilakukan

untuk menentukan penatalaksanaan yang efisien dan efektif.

o Penilaian terhadap keadaan umum dan status gizi pasien perlu

dilakukan agar dapat ditentukan apakah pasien masih bisa

diberikan terapi oral atau sudah memerlukan terapi parenteral.

24

Page 25: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

o Setelah kejadian hipoglikemi teratasi, harus segera dicari faktor

penyebabnya serta dilakukan penyesuaian dosis OHO atau

insulin, atau bila perlu diganti dengan obat-obat yang lebih

aman dalam mengendalikan kadar glukosa darah.

o Pasien dan keluarganya diberikan edukasi tentang cara-cara

pengenalan dan penanggulangan hipoglikemi, pengaturan

makan dan dosis OHO atau insulin.

o Cara yang paling efektif untuk mencegah episode lebih lanjut

dari hipoglikemia tergantung pada penyebabnya. Risiko

episode lebih lanjut dari hipoglikemia diabetes sering dapat

(tetapi tidak selalu) akan berkurang dengan menurunkan dosis

insulin atau obat lain, atau dengan perhatian yang cermat lebih

untuk menyeimbangkan gula darah pada jam yang tidak biasa,

tingkat yang lebih tinggi dari latihan, atau asupan alkohol.

o Beberapa perawatan yang digunakan untuk hipoglikemia

hyperinsulinemic, tergantung pada bentuk yang tepat dan

tingkat keparahan. Beberapa bentuk hiperinsulinisme bawaan

menanggapi diazoxide atau octreotide. Operasi pengangkatan

bagian terlalu aktif pankreas adalah kuratif dengan resiko

minimal ketika hiperinsulinisme adalah fokal atau karena tumor

jinak memproduksi insulin pankreas. Ketika hiperinsulinisme

bawaan adalah difus dan refrakter terhadap obat,

pancreatectomy nyaris total mungkin pengobatan terakhir,

namun dalam kondisi ini kurang konsisten efektif dan penuh

dengan komplikasi lebih.

o Hipoglikemia karena kekurangan hormon seperti

hypopituitarism atau kekurangan adrenal biasanya berhenti

ketika hormon yang tepat diganti.

o Hipoglikemia karena sindrom dumping dan pasca-bedah

kondisi yang terbaik ditangani dengan mengubah diet.

Termasuk lemak dan protein dengan karbohidrat dapat

memperlambat pencernaan dan mengurangi sekresi insulin

25

Page 26: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

awal. Beberapa bentuk ini menanggapi pengobatan dengan

inhibitor glukosidase, yang memperlambat pencernaan pati.

o Hipoglikemia reaktif dengan kadar glukosa yang rendah

terbukti paling sering mengganggu diprediksi yang dapat

dihindari dengan mengkonsumsi lemak dan protein dengan

karbohidrat, dengan menambahkan camilan pagi atau sore hari,

dan mengurangi asupan alkohol.

o Sindrom idiopatik postprandial tanpa terbukti kadar glukosa

yang rendah pada saat gejala dapat lebih dari sebuah tantangan

manajemen. Banyak orang menemukan perbaikan dengan

mengubah pola makan (makanan kecil, menghindari gula

berlebihan, makanan daripada karbohidrat dicampur dengan

sendirinya), mengurangi asupan stimulan seperti kafein, atau

dengan membuat perubahan gaya hidup untuk mengurangi

stres. Lihat bagian berikut dari artikel ini.

o Sulfonilurea dengan masa kerja panjang seperti glibenklamid

tidak dianjurkan pada penderita DM lanjut usia karena dapat

meningkatkan resiko hipoglikemia. Sebagai alternative pilihan

adalah sulfonylurea dengan masa kerja pendek seperti

gliclazide dan tolbutamide.

IV. HIPOTESIS

Tn. A mengalami DM tipe 2 dengan komplikasi hipogllikemia karena cara

pengonsumsian obat anti diabetik.

V. LEARNING ISSUE

1. DM tipe 2

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula

sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau

menggunakan insulin secara adekuat.

Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan

kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi

hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar

26

Page 27: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan

atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar

gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif

setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.

Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama

yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat.

Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan

energi atau disimpan sebagai cadangan energi.

Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang

pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula

darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara

perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik kadar gula darah juga bisa

menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.

PENYEBAB:

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk

mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan

respon yang tepat terhadap insulin.

Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin)

menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin.

Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.

Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus

atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan

sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk

terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90%

sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi

kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan

insulin secara teratur.

Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin,

NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, terkadang kadarnya lebih

tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya,

sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada

27

Page 28: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor

resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,, 80-90% penderita mengalami

obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.

Penyebab diabetes lainnya adalah:

- Kadar kortikosteroid yang tinggi

- Kehamilan (diabetes gestasional)

- Obat-obatan, dan

- Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

PREVALENSI:

Menurut CDC, sekitar 23.613.000 orang di Amerika Serikat, atau 8% dari

populasi, menderita diabetes. Prevalensi diabetes total meningkat 13,5% dari

2005-2007. Diperkirakan bahwa hanya 24% dari diabetes sekarang tidak

terdiagnosis, turun dari 30% diperkirakan pada tahun 2005 dan dari 50% yang

sebelumnya diperkirakan pada ca 1995. Sekitar 90-95% dari semua kasus

Amerika Utara diabetes tipe 2, dan sekitar 20% dari populasi di atas usia 65

memiliki diabetes mellitus tipe 2. Fraksi penderita diabetes tipe 2 di bagian

lain dunia bervariasi secara substansial, hampir pasti untuk lingkungan dan

alasan gaya hidup, meskipun ini tidak diketahui secara rinci. Diabetes

mempengaruhi lebih dari 150 juta orang di seluruh dunia dan jumlah ini

diharapkan dua kali lipat pada tahun 2025 .. Sekitar 55 persen tipe 2 adalah

obesitas-kronis obesitas menyebabkan resistensi insulin meningkat yang dapat

berkembang menjadi diabetes, kemungkinan besar karena jaringan adiposa

(terutama di perut sekitar organ internal) merupakan sumber (baru ini

diidentifikasi) dari sinyal kimia beberapa lainnya jaringan (hormon dan

sitokin). Penelitian lain menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 menyebabkan

obesitas sebagai akibat dari perubahan dalam metabolisme dan sel perilaku

petugas lain gila pada resistensi insulin. Namun, genetika memainkan peran

yang relatif kecil dalam terjadinya luas diabetes tipe 2. Hal ini dapat secara

logis disimpulkan dari peningkatan besar dalam terjadinya diabetes tipe 2 yang

memiliki berkorelasi dengan perubahan signifikan dalam gaya hidup barat.

28

Page 29: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

GEJALA:

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang

tinggi. Jika kadar gula darah sampai di atas 160-180 mg/dL, maka glukosa

akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan

membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang

hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,

maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga

banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,

penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal

ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak

makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual, dan

berkurangnya ketahanan selama melakukan olahraga. Penderita diabetes yang

kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.

Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan

penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan.

Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat

badan. Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan

bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan

ketoasidosis diabetikum.

Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak

dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari

sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang

merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi

asam (ketoasidosis).

Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang

berlebihan, mual, muntah, lelah, dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).

Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk

memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau aseton.

Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,

29

Page 30: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

kadang dalam waktu hanya beberapa jam.

Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa

mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin

atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala

beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala

yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi

ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000

mg/dL, biasanya terjadi akibat stres, misalnya infeksi atau obat-obatan), maka

penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan

kebingungan mental, pusing, kejang, dan suatu keadaan yang disebut koma

hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.

KOMPLIKASI

Lama-lama peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf

dan struktur internal lainnya. Terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di

dalam dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan

mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan

berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.

Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat

berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya

aterosklerosis (penimbunan plak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini

2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi yang jelek

melalui pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai jantung, otak, tungkai,

mata, ginjal, saraf, dan kulit, dan memperlambat penyembuhan luka.

Karena hal tersebut di atas, maka penderita diabetes bisa mengalami berbagai

komplikasi jangka panjang yang serius, yang lebih sering terjadi adalah

serangan jantung dan stroke. Kerusakan pembuluh darah mata bisa

menyebabkan gangguan penglihatan (retinopati diabetikum. Kelainan fungsi

ginjal menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani dialisa.

30

Page 31: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu

saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau

tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke

tangan, tungkai, dan kaki, mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum),

maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti

terbakar dan kelemahan.

Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera

karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu.

Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan

semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam

dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian

tungkai harus diamputasi.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah,

ditunda, atau diperlambat, dengan mengontrol kadar gula darah.

DIAGNOSA:

Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya (polidipsi,

polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula

darah yang tinggi.

Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah

penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan. Pada

usia di atas 65 tahun, paling baik jika pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa

karena setelah makan, usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih

tinggi.

Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa.

Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil.

Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula

darah puasa. Lalu penderita meminum larutan khusus yang mengandung

sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk

31

Page 32: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

diperiksa.

PENGOBATAN:

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar

gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula darah yang benar-benar

normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang

normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka

panjang adalah semakin berkurang.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olahraga, dan diet.

Seseorang yang obesitas yang menderita diabetes tipe II tidak akan

memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan

berolahraga secara teratur. Tetapi kebanyakan penderita merasa kesulitan

menurunkan berat badan dan melakukan olahraga yang teratur. Karena itu

biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik per-oral.

Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak

makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita

diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu

dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi

cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula

darah dan berat badan.

Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan

olahraga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana

cara menghindari terjadinya komplikasi. Mereka juga harus memberikan

perhatian khusus terhadap infeksi kaki dan kukunya harus dipotong secara

teratur. Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui

perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.

Terapi sulih insulin:

Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus

diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui

suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat

32

Page 33: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

diberikan per-oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang

dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat

bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan

masalah dalam penentuan dosisnya.

Insulin disuntikkan di bawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan,

paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa

terlalu nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan

lama kerja yang berbeda:

Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler yang bekerja paling cepat dan paling

sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20

menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.

Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani

beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum

makan.

Insulin kerja sedang.

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai

bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10

jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari

untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam

hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

Insulin kerja lama.

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya

baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga

bisa dibawa kemana-mana.

Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:

- Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya

- Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan

menyesuaikan dosisnya

- Aktivitas harian penderita

33

Page 34: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

- Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya

- Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari.

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari

insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang

paling minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan

menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja

sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak

tidur malam.

Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat

dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin

kerja cepat tambahan pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap

harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung

kepada makanan, olahraga, dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan

insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak

sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh

bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini

mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap

insulin harus meningkatkan dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan di bawahnya pada

tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan

rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal, dan pembengkakan, di sekitar tempat

penyuntikan selama beberapa jam. Suntikan sering menyebabkan terbentuknya

endapan lemak (sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak

(sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara

mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada pemakaian

insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.

Obat-obat hipoglikemik per-oral

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara

adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I.

Contohnya adalah; glipizid, gliburid, tolbutamid, dan klorpropamid. Obat ini

34

Page 35: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh

pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.

Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi

meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja

dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II

jika diet dan olahraga gagal menurunkan kadar gula darah secara adekuat.

Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa

penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral

tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu

diberikan suntikan insulin.

Pemantauan pengobatan

Pemantauan kadar gula darah merupakan bagian yang penting dari pengobatan

diabetes. Adanya glukosa bisa diketahui dari air kemih; tetap pemerisaan air

kemih bukan merupakan cara yang baik untuk memantau pengobatan atau

menyesuaikan dosis pengobatan. Saat ini kadar gula darah dapat diukur sendiri

dengan mudah oleh penderita di rumah.

Penderita diabetes harus mencatat kadar gula darah mereka dan

melaporkannya kepada dokter agar dosis insulin atau obat hipoglikemiknya

dapat disesuaikan.

2. Komplikasi DM tipe 2

Komplikasi-komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua kategori

mayor: (1) komplikasi metabolik akut dan (2) komplikasi-komplikasi vascular

jangka panjang.

- Komplikasi Metabolik Akut

Disebabkan oleh perubahan yang relative akut dari konsentrasi glukosa

plasma. Pada dua keadaan ini kadar glukosa darah sangat tinggi (pada

KAD 300-600 mg/dL, pada SHH 600-1200 mg/dL), dan pasien

biasanya tidak sadarkan diri. Karena angka kematiannya tinggi, pasien

harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan yang memadai.

Komplikasi paling sering pada DM tipe 2 adalah hiperglikemia,

35

Page 36: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

hiperosmolar dan koma nonketotik (HHNK). Bukan karena defisiensi

insulin absolut tetapi relatif hiperglikemia muncul tanpa ketosis.

Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik dan

dehidrasi berat. Komplikasi metabolik lain adalah hipoglikemia (reaksi

insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi insulin. Terjadi

penurunan kadar glukosa darah sampai < 60 mg/dL. Pasien dependen

insulin mungkin suatu saat menerima insulin dalam jumlah yang lebih

banyak dari yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa

normal. Gejala-gejala hipoglikemi disebabkan oleh pelepasan epinefrin

(berkeringat, gemetar, sakit kepala dan palpitasi), juga akibat

kekurangan glukosa dalam otak. Penatalaksanaan hipoglikemi adalah

perlu diberikan karbohidrat baik oral maupun intravena. Kadang-

kadang diberikan glucagon, suatu hormone glikogenolisis secara

intramuscular untuk meningkatan kadar glukosa darah. Hipoglikemia

akibat pemberian insulin pada pasien DM dapat memicu pelepasan

hormone kontra-regulator (glucagon, epinefrin, kortisol, GH) yang

sering kali meningkatkan glukosa dalam kisaran hiperglikemia.

Mencegah hipoglikemia adalah dengan menurunkan dosis insulin dan

dengan demikian menurunkan hiperglikemia.

- Komplikasi Kronik Jangka Panjang

Komplikasi vaskular jangka panjang dari DM melibatkan

mikroangiopati yang merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang

kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal

(nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot

serta kulit. Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma dari

arteriola retina. Akibatnya, perdarahanm neovaskularisasi dan jaringan

parut retina dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini dari

nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi

nefron terus berlanjut, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan

uremia. Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan polior

(glukosa sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat

penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan

pembentukan katarak dan kebutaan. Pada jaringan saraf terdapat

36

Page 37: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

penimbunan sorbitor dan fruktosa serta penurunan kada mioinositol

yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan

saraf akan mengganggu kegiatan metabolic sel-sel schwan dan

menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan

berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul

nyeri, parastesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik dan

gangguan motorik yang disertai hilangnya reflex tendon dalam,

kelemahan otot dan atrofi. Makroangiopati diabetic mempunyai

gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gangguan ini berupa

(1) penimbunan sorbitol dalam intima vascular, (2)

hiperlipoprotenemia dan (3) kelainan pembekuan darah. Selanjutnya,

makroangiopati ini akan mengakibatkan penyumbatan vascular. Jika

mengenai arteri-arteri perifer maka akan terjadi insufisiensi vascular

perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangrene pada

ekstrimitas serta insufisiensi serebral dan stroke.

Saraf yang paling sering rusak adalah saraf perifer, yang menyebabkan

perasaan kebas atau baal pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas,

terutama pada kakinya, maka pasien DM sering kali tidak menyadari

adanya luka pada kaki, sehingga meningkatkan risiko menjadi luka

yang lebih dalam (ulkus kaki) dan perlunya melakukan tindakan

amputasi. Selain kebas, pasien mungkin juga mengalami kaki terasa

terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit di malam hari serta

kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang mengalami

kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai perawatan

kaki yang memadai sehingga mengurangi risiko luka dan amputasi.

Organ/jaringan

yang terkenaYang terjadi Komplikasi

Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk dan

menyumbat arteri berukuran besar

atau sedang di jantung, otak,

tungkai, dan penis.

Sirkulasi yang buruk menyebabkan

penyembuhan luka yang jelek dan bisa

menyebabkan penyakit jantung, stroke,

gangren kaki dan tangan, impoten dan

37

Page 38: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Dinding pembuluh darah kecil

mengalami kerusakan sehingga

pembuluh tidak dapat mentransfer

oksigen secara normal dan

mengalami kebocoran

infeksi

MataTerjadi kerusakan pada pembuluh

darah kecil retina

Gangguan penglihatan dan pada

akhirnya bisa terjadi kebutaan

Ginjal

Penebalan pembuluh darah

ginjal

Protein bocor ke dalam air

kemih

Darah tidak disaring

secara normal

Fungsi ginjal yang buruk

Gagal ginjal

Saraf

Kerusakan saraf karena glukosa

tidak dimetabolisir secara normal

dan karena aliran darah berkurang

Kelemahan tungkai yang terjadi

secara tiba-tiba atau secara

perlahan

Berkurangnya rasa, kesemutan

dan nyeri di tangan dan kaki

Kerusakan saraf menahun

Sistem saraf

otonom

Kerusakan pada saraf yang

mengendalikan tekanan darah dan

saluran pencernaan

Tekanan darah yang naik-turun

Kesulitan menelan dan

perubahan fungsi pencernaan

disertai serangan diare

Kulit

Berkurangnya aliran darah ke

kulit dan hilangnya rasa yang

menyebabkan cedera berulang

Luka, infeksi dalam (ulkus

diabetikum)

Penyembuhan luka yang buruk

Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama

38

Page 39: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

infeksi saluran kemih dan kulit

Jaringan ikat

Gluka tidak dimetabolisir secara

normal sehingga jaringan menebal

atau berkontraksi

Sindroma terowongan karpal

Kontraktur Dupuytren

HIPOGLIKEMIA PADA DIABETES MELITUS

Hipoglikemia adalah suatu simptom kompleks yang diawalidengan turunnya kadar glukose

darah sampai tidak mencukupinyakebutuhan metabolik yang diperlukan oleh sistim saraf

sehingga menimbulkan berbagai keluhan dan gejala yang karakteristik (1,4,7). Hipoglikemia

post prandial dikemukakan pertama kali pada tahun

1924, pada waktu itu belum diketahui secara jelas mengenai gejalagejala dan tidak

diperkirakan adanya hipoglikemia. Sejak digunakan obat insulin dan sulfonilurea untuk

diabetes melitus (DM), banyak dilaporkan mengenai hipoglikemia akibat obat-obat tersebut.

Timbulnya keadaan tersebut karena kurang penerangan kepada penderita akan pengaruh obat

atau dosis yang diberikan terlalu tinggi atau tidak menurut aturan. Kemajuan dalam

pengobatan diabetes mellitus dalam beberapa tahun terakhir ini serta tingkat pendidikan

masyarakat yang semakin maju maka akhir-akhir ini adanya hipoglikemia akibat pemberian

obat-obat

hipoglikemia semakin berkurang. Namun demikian perlu diketahui secara dini untuk

mencegah perlangsungan selanjutnya karena hal ini dapat membahayakan hidup penderita. Di

Indonesia frekuensi hipoglikemia pada penderita diabetes mellitus sampai saat ini masih

belum pernah dilaporkan dalam skala besar. Utojo Sukaton melaporkan pada tahun l980 2l

penderita hipoglikemia yang dirawat di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (9).

Disimpulkan bahwa frekuensi hipoglikemia yang sangat sedikit ini disebabkan banyak nya

kasus yang tidak dilaporkan (9).

ETIOLOGI

Hipoglikemia pada (DM) dapat ditemukan pada penderita yang mendapat pengobatan insulin

atau penderita yang mendapat obat hipoglikemia oral (tablet). Pada umumnya lebih sering

ditemukan pada penderita DM yang mendapat insulin. Terjadinya hipoglikemia pada

39

Page 40: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

penderita ini adalah akibat pemberian dosis obat yang melebihi dari yang semestinya dengan

kata lain dosis yang diberikan terlalu besar, atau penderita melakukan kegiatan dan aktifitas

fisik yang berlebihan, atau penderita kurang makan sedang pemberian dosis obat yang

diberikan tidak diturunkan (1,3,6). Pada umumnya timbulnya hipoglikemia sering ditemukan

pada saat

sebelum makan siang dan malam hari. Hal ini disebabkan karena penderita terlambat makan

siang (karbohidrat yang dimakan tidak mencukupi). Aktifitas fisik yang berlebihan, dosis

insulin yang berlebihan,

perubahan jenis suntikan insulin dari insulin babi/sapi ke insulin murni tanpa menurunkan

dosis insulin, semuanya dapat mempercepat timbulnya hipoglikemia. Beberapa keadaan

tersebut di bawah ini dapat mempermudah penderita DM masuk ke dalam hipoglikemia:

1. Kerja insulin akan lebih lama bila pada penderita yang mendapat

insulin juga mendapat obat-obat seperti, propranolol,

oxytetracycline, ethylene diamino tetra acetic acid (EDTA).

2. Penderita dengan insufisiensi ginjal atau gagal ginjal mempunyai kecenderungan

untuk mengalami hipoglikemia akibat gangguan inaktifasi insulin oleh ginjal.

3. Adanya hipoglikemia sering juga ditemukan pada penderita DM usia lanjut yang

mendapat tablet golongan sulfonilurea yang kerjanya lama seperti, chlorpropamide

(Diabinese) atau acetohexamide oleh karena kerjanya yang lama merangsang sel beta,

sehingga sekresi insulin dapat berlangsung lama. Pada orang tua sering disertai

dengan gangguan faal ginjal, sehingga walaupun obat hipoglikemia oral sudah

dihentikan masih dapat timbul ulangan hipoglikemia karena kerja obat ini yang lama.

Pada penderita usia lanjut mungkin produksi glukosa oleh hati berkurang sehingga

timbul suatu keadaan hipoglikemia

Mengatasi komplikasi:

Insulin maupun obat hipoglikemik per-oral bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah

sehingga terjadi hipoglikemia. Hipoglikemia juga bisa terjadi jika penderita kurang makan

atau tidak makan pada waktunya atau melakukan olah raga yang terlalu berat tanpa makan.

Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama yang terkena pengaruhnya adalah otak.

Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen yang tersimpan

di hati. Proses ini melibatkan pelepasan epinefrin (adrenalin), yang cenderung menyebabkan

rasa lapar, kecemasan, meningkatnya kesiagaan, dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa

darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala.

40

Page 41: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat,

menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda hipoglikemia,

penderita harus segera makan gula. Karena itu penderita diabetes harus selalu membawa

permen, gula, atau tablet glukosa, untuk menghadapi serangan hipoglikemia. Atau penderita

segera minum segelas susu, air gula atau jus buah, sepotong kue, buah-buahan, atau makanan

manis lainnya.

Penderita diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon, yang bisa disuntikkan jika mereka

tidak dapat memakan makanan yang mengandung gula.

Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah:

Rasa lapar yang timbul secara tiba-tiba

Sakit kepala

Kecemasan yang timbul secara tiba-tiba

Badan gemetaran

Berkeringat

Bingung

Penurunan kesadaran, koma.

Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan darurat. Tanpa pengobatan yang tepat

dan cepat, bisa terjadi koma dan kematian.

Penderita harus dirawat di unit perawatan intensif. Diberikan sejumlah besar cairan intravena

dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang hilang melalui air

kemih yang berlebihan.

Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya

disesuaikan. Kadar glukosa, keton, dan elektrolit darah, diukur setiap beberapa jam, sehingga

pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan. Contoh darah arteri diambil untuk mengetahui

keasamannya. Pengendalian kadar gula darah dan penggantian elektrolit biasanya bisa

mengembalikan keseimbangan asam basa, tetapi kadang perlu diberikan pengobatan

tambahan untuk mengoreksi keasaman darah.

Pengobatan untuk koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik sama dengan

pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum. Diberikan cairan dan elektrolit pengganti. Kadar

gula darah harus dikembalikan secara bertahap untuk mencegah perpindahan cairan ke dalam

otak. Kadar gula darah cenderung lebih mudah dikontrol dan keasaman darahnya tidak terlalu

berat.

41

Page 42: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang berkembang

secara progresif. Retinopati diabetik dapat diobati secara langsung dengan pembedahan

laser untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah kerusakan

retina yang menetap. Terapi laser dini bisa membantu mencegah atau memperlambat

hilangnya penglihatan.

Menurut Tjokroprawiro (2007) dalam bukunya yang bertajuk ‘Hidup Sehat Dan Bahagia

Bersama Diabetes’, komplikasi DM dapat muncul secara akut dan kronik yaitu muncul

beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap DM.

Dua komplikasi akut yang paling sering adalah:

A. Reaksi hipoglikemi

Reaksi hipoglikemi adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan

glukosa yang harus ditanngani dengan segera. Gejala tersebut ditandai

dengan dengan tanda- tanda seperti rasa lapar, gementar, keringat dingin,

pusing dan sebagainya. Dalam keadaan hipoglikemi ini, bila penderita

masih sadar, harus segera diberi roti atau pisang karena jika tidak segera

diobati,penderita akan tidak sadarkan diri. Keadaan ini terjadi disebabkan

oleh kekurangan glukosa dalam darah dan koma ini disebut koma

hipoglikemik.

Penderita koma hipoglikemik ini harus segera di bawa ke rumah sakit

karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infus glukosa. Penderita

yang mengalami reaksi hipoglikemi(masih sadar) atau koma hipoglikemik

ini biasanya disebabkan oleh obat antidiabetes yang diminum dengan dosis

terlalu tinggi atau penderita terlambat makan bahkan bisa juga disebabkan

oleh latihan fisik yang berlebihan.

B. Koma diabetes

Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma diabetes ini muncul karena

kadar gula dalam darah yang terlalu tinggi dan biasanya melebihi 600

mg/dL. Antara gejala koma diabetes ini adalah:

Nafsu makan menurun

Minum banyak dan kencing banyak

Disusuli dengan rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan

dalam serta berbau aseton

Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi

42

Page 43: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Komplikasi kronik DM pula terjadi apabila penderita lengah dan ia bisa

menyerang keseluruhan alat tubuh mulai hujung rambut sampai hujung kaki

termasuk semua alat di dalamnya. Sebaliknya, komplikasi tersebut tidak akan

muncul jika perawatan DM dilaksanakan dengan tertib dan teratur.

3. Glibenklamid

Dikenal 2 generasi sulfonilurea , generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid,

asethoheksimid dan kloropropamid. Generasi 2 yang potensi hipoglikemik

lebihbesar antara lain gliburid (glibenklamid), glipizid, gliklazid dan

glimepirid. Gliburid (glibenklamid) potensinya 200x lebih kuat dari

talbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam, metabolismenya di hepar, pada

pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolismenya diekskresi melalui urin,

sisanya melalui empedu. Mekanisme kerja golongan obat ini sering disebut

insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel

ß langehans pankreas (Suherman, 2009). Dosis Glibenklamid 5 mg, dosis total

15 mg/hari, dosistunggal maksimal 10 mg (Ikatan Apoteker Indonesia (IAI),

2010). Waktu mencapai konsentrasi maksimal dalam darah (T max)

glibenklamid adalah 3 jam (Prashanth dkk, 2011)

Indikasi:

Diabetes militus pada orang dewasa, tanpa komplikasi yang tidak responsif

dengan diet saja.

Kontra Indikasi:

Glibenklamida tidak boleh diberikan pada diabetes militus juvenil, prekoma

dan koma diabetes, gangguan fungsi ginjal berat dan wanita hamil.

Gangguan fungsi hati, gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal.

Ibu menyusui, diabetes militus dan komplikasi (demam, trauma, gangren) dan

pasien yang sedang operasi.

43

Page 44: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Komposisi:

Tiap kaptab mengandung glibenklamida 5 mg.

Cara Kerja Obat:

Glibenklamida adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang bekerja

aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamida bekerja dengan

merangsang sekresi insulin dari pankreas. Oleh karena itu glibenklamida

hanya bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih

mampu memproduksi insulin. Pada penggunaan per oral glibenklamida

diabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar ke seluruh cairan ekstrasel,

sebagian besar terikat dengan protein plasma. Pemberian glibenklamida dosis

tunggal akan menurunkan kadar gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat

bertahan selama 15 jam. Glibenklamida diekskresikan bersama feses dan

sebagai metabolit bersama urin.

Pola ADME ( Absorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi)

Pemberian glibenklamid secara oral akan diabsorbsi melalui saluran cerna

dengan cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi

absorbsi. Kadar optimal dapat dicapai walau tidak harus diminum 30 menit

sebelum makan. Hal ini disebabkan masa paruh glibenklamid yang panjang,

dengan alasan dalam plasma sekitar 90%-99% terikat dengan protein plasma

terutama albumin.

Penggunaannya dengan single dose pagi hari yang dapat menstimulir sekresi

insulin pada semua glukosa sewaktu makan. Dengan demikian tercapai

regulasi gula darah optimal yang mirip pola normal selama 24 jam. Dalam

hepar zat ini dirombak menjadi metabolit kurang aktif yang akan diekskresi

lewat kemih 25% dan sisanya lewat empedu. Oleh karena glibenklamid

dimetabolisme dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan

pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal berat. Pada penggunaannya

dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-

kira 21% selama 1,5 tahun

Farmakologi:

Farmakodinamik: Memiliki efek hipoglikemik yang poten (200 kali lebih kuat

44

Page 45: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

daripada Tolbutamida) sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan

jadwal makan yang ketat. Glibenklamid efektif dengan pemberian dosis

tunggal.

Farmakokinetik: Absorpsi OHO sulfonilurea melalui usus baik sehingga dapat

diberikan per oral. ;Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan

ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar pada protein plasma terutama

albumin (70-99%).pada protein plasma terutama albumin (70-99%).;Studi

menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif menunjukkan bahwa,

glibenklamid diserap sangat baik (84 ± 9%).libenklamid diserap sangat baik

(84 ± 9%).;Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum mulai

meningkat 15-60 menit setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam

darah tercapai setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam

setelah pemberian kadar ;dalam plasma hanya tinggal sekitar 5%. ;Masa kerja

sekitar 15 = 24 jam;Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung

dengan jalan hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan

satu metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit

inaktif.;Metabolit utama (M1) merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-

trans, metabolit kedua (M2) merupakan hasil hidroksilasi 3-cis, sedangkan

metabolit lainnya belum teridentifikasi. Semua metabolit tidak ada yang

diakumulasi.;Hanya 25-50 % metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian

besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja.;Waktu paruh

eliminasi sekitar 15-16 jam, dapat bertambah panjang apabila terdapat

kerusakan hati atau ginjal. ;Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar

dari serum setelah 36 jam.;Glibenklamid tidak diakumulasi di dalam tubuh,

walaupun dalam pemberian berulang.

Absorbsi, perjalanan, dan eksresi:

Diabsorbsi melalui GI tract secara efektif. Makanan dan hiperglikemia dapan

mengurangi absorbsi sulfonilurea (hiperglikemia menghambat motilitas

lambung dan usus ). Semua senyawa sulfonilurea dimetabolisme dihati dan

metabolitnya disekresikan melalui urin. Oleh karena itu sulfonil urea harus

diberikan secara hati - hati pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan hati.

Efek akut obat golongan sulfonilurea berbeda dengan efek pada efek pada

45

Page 46: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

pemakaian kronis. Pada glibenklamid mempunyai masa paruh 4 jam pada

pemakaian akut, tetapi pada pemakaian jangka lama > 12 minggu, masa

paruhnya memanjang sampai 12 jam ( bahkan sampai > 20 jam pada

pemakaian kronis dengan dosis maksimal ). Karena itu dianjurkan untuk

pemakaian sehari sekali.

Penggunaan dalam Klinik

Glibenklamid menurunkan glukosa darah puasa lebih besar daripada glukosa

sesudah makan masihg - masing 36% dan 21%. Bila diperlukan, dosis terbagi

dapat diberikan dengan dosis sore yang lebih rendah. Pemberuan sulfonilurea

dosis tunggal dapat menurunkan Hba1c sebesar 1,5 - 2 .

Pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah untuk

menghindari hipoglikemia. Pada keadaan hiperglikemik dapat diberikan

dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa dalam beberapa

hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu sudah

terjadi penurunan kadar glukosa darah yang bermakna.

Kombinasi sulfonilurea dan insulin ternyata lebih baik daripada insulin

sendiri, dosis insulin yang dibutuhkan pun lebih rendah dan cara kombinasi ini

dapat diterima pasien daripada menggunakan insulin multi injeksi.

Dosis:

Dosis awal 1 kaptab sehari sesudah makan pagi, setiap 7 hari ditingkatkan

dengan 1/2 - 1 kaptab sehari sampai kontrol metabolit optimal tercapai.

Dosis awal untuk orang tua 2.5 mg/hari.

Dosis tertinggi 3 kaptab sehari dalam dosis terbagi.

Peringatan dan Perhatian:

Pada keadaan stress, terapi dilakukan harus dengan insulin.

Hati-hati bila diberikan pada orang yang lanjut usia.

Efek Samping:

Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya

rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf

pusat. ;Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan

hipersekresi asam lambung ;Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit

46

Page 47: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya;Gejala hematologik

termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik

dapat terjadi walau jarang sekali ;Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis

tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal

atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik

oral dengan masa kerja panjang;Golongan sulfonilurea cenderung

meningkatkan berat badan

Interaksi Obat:

Efek hipoglikemia ditingkatkan oleh alkohol, siklofosfamid, antikoagulan

kumarina, inhibitor MAO, fenilbutazon, penghambat beta adrenergik,

sulfonamida.

Efek hipoglikemia diturunkan oleh adrenalin, kortikosteroid, tiazida.

Obat yang dapat meningkatkan hipoglikemia sewaktu penggunaan

glibenklamid adalah insulin, alkohol, sulfonamid, salisilat dosis besar,

anabolic steroid.

Propanolol dan penghambat adrenoseptor β lainnya menghambat reaksi

takikardia, berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab

termasuk ADO, sehingga keadaan hipoglikemi menjadi lebih hebat tanpa

diketahui. Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik;Analgetika

(azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek

sulfonilurea;Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang

mengganggu toleransi glukosa;Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat

mempercepat metabolisme OHO; oktreotid dapat menurunkan kebutuhan

insulin dan OHO;Antihipertensi diazoksid: melawan efek

hipoglikemik;Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon,

sulfonamida dan trimetoprim): meningkatkan efek sulfonilurea;Antibakteri

rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat

metabolisme);Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek

hipoglikemik;Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma

sulfonilurea;Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik

sulfonilurea;Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral)

antagonis efek hipoglikemia ;Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa

47

Page 48: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

dan mempunyai efek aditif terhadap OHO;Penyekat adrenoreseptor beta :

meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala peringatan, misalnya

tremor;Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik;Urikosurik:

sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonilurea

Cara Penyimpanan:

Simpan pada suhu kamar (di bawah 30 derajat Celcius) dan tempat kering.

Kemasan:

Glibenklamida 5 mg kaptab, botol 100 kaptab.

Glibenklamida 5 mg kaptab, kotak 10 strip @ 10 kaptab.

Glibenklamida 5 mg kaptab, kotak 10 blister @ 10 kaptab.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

Jenis: Kaplet

Produsen: PT Indofarma

Sediaan yang beredar di pasaran :

Glibenclamide (Generik); Abenon; Clamega; Condiabet; Daonil; Diacella;

Euglucon; Fimediab; Glidanil; Glimel; Gluconic; Glimel; Gliseta; Glyamid;

Glynase Pres Tab; Harmida; Hisacha; Latibet; Libronil; Merzanil; Prodiabet;

Prodiamel; Renabetic; Samclamide; Semi Euglucon; Semi Gliceta; Tiabet.

4. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar

glukosa darah dibawah rentang batas normal. Hipoglikemia dapat disebabkan

oleh berbagai kelainan dan berat ringannya ditentukan pula oleh lamanya

terjadi penurunan kadar glukosa darah serta berat ringan gejala yang timbul.

Pada pasien DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian obat-obat

golongan sulfonilurea dan pemakaian insulin. Pengaruh buruk hipoglikemia

terutama akan menyebabkan gangguan fungsi syaraf otak yang bila

berlangsung lama akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Kekawatiran

akan terjadinya hipoglikemia dalam penatalaksanaan DM, terutama pada

pasien usia lanjut menimbulkan permasalahan dalam kendali glukosa darah

48

Page 49: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

yang akan meningkatkan risiko komplikasi makro dan mikrovaskular akibat

hiperglikemia.

Tinjauan pustaka ini akan membahas patofisiologi dan penatalaksanaan

hipoglikemia pada pemakaian insulin terutama pada pasien DM usia lanjut.

Regulasi kadar glukosa darah (Homeostasis Glukosa)

Sistem syaraf pusat sangat tergantung dengan oksidasi glukosa sebagai sumber

energi utamanya. Gangguan suplai glukosa akan mengakibatkan gangguan

fungsi otak (neuroglikopenia), dan bila berlangsung lama akan menyebabkan

kerusakan syaraf otak yang irreversibel dan kematian. Pada orang dewasa

sehat dengan BB 70 kg, kebutuhan glukosa otak diperkirakan sebanyak 1

mg/kg/menit) atau sebanyak 100 g/hari. Ambilan glukosa otak difasilitasi oleh

2 transporter glukosa yaitu GLUT 1 dan GLUT3 yang tidak tergantung dengan

insulin. Dalam keadaan hipoglikemia, sistem transportasi glukosa ini

mengalami gangguan. Sedangkan pada hipoglikemia kronik akan terjadi up

regulasi transporter glukosa, suatu fenomena penting yang berperan dalam

terjadinya hypoglycemia unawareness.

Dalam keadaan puasa, otak dapat menggunakan benda2 keton (β-hydroksi-

butirat dan aseto asetat) sebagai sumber energi alternatif. Ambilan benda2

keton oleh otak proporsional dengan kadarnya didalam darah. Oksidasi benda2

keton dapat menjadi sumber energi hanya bila kadarnya didalam sirkulasi

mengalami peningkatan, seperti terjadi dalam keadaan puasa yang lama.

Jadi bila kadar glukosa darah rendah, sedangkan kadar keton sangat tinggi,

maka otak sebagian terlindung dari efek buruk hipoglikemia. Namun bila

kadar glukosa dan keton rendah, seperti terjadi pada hipoglikemi akibat

pemberian insulin dan gangguan oksidasi asam lemak, otak akan sangat rentan

terhadap gangguan metabolik. Kadar glukosa didalam sirkulasi ditentukan

oleh keseimbangan antara asupan glukosa (absorpsi + produksi) dan utilisasi/

penggunaannya oleh berbagai jaringan. Dalam keadaan puasa, produksi

glukosa tergantung pada ketersediaan substrat2 yang diperlukan bagi proses

glikogenolisis dan glukoneogenesis. Sementara utilisasi glukosa ditentukan

oleh ambilan glukosa dan ketersediaan sumber energi alternatif terutama bagi

jaringan otot. Mekanisme utama yang berperan dalam pencegahan

hipoglikemia ditunjukkan dalam gambar dibawah ini. Dalam keadaan puasa

(post absorptive state), kadar insulin menurun, sehingga menurunkan ambilan

49

Page 50: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

glukosa oleh hepar, otot dan lemak. Glikogenolisis didalam hati merupakan

proses paling penting untuk memenuhi kebutuhan glukosa dalam keadaan

puasa selama 12 sampai 24 jam. Bila puasa berlangsung lebih lama, setelah

simpanan glikogen hati berkurang, akan terjadi lipolisis dan pemecahan

protein untuk mempertahankan kadar asam lemak, gliserol dan asam amino

didalam aliran darah. Asam lemak akan digunakan oleh otot sebagai sumber

energi dan oleh hati untuk memproduksi benda2 keton yang akan digunakan

sebagai sumber energi alternatif bagi jaringan2 tubuh lain. Gliserol dan asam

amino akan diambil oleh hati dan ginjal yang akan digunakan sebagai bahan

utama bagi proses glukoneogenesis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa

produksi glukosa pada laki-laki sehat sekitar 1,8 mg/kg/menit selama dalam

keadaan puasa sampai 40 jam. Kontribusi proses glukoneogenesis terhadap

produksi glukosa basal meningkat dari 41% setelah 12 jam sampai 92%

setelah 40 jam puasa. Dalam keadaan puasa yang lama, ginjal memproduksi

25% atau lebih dari total kebutuhan akan glukosa, terutama melalui proses

glukoneogenesis dari glutamine, laktat dan gliserol. Pada insufisiensi ginjal

kronik yang berat akan terjadi gangguan produksi glukosa renal sehingga akan

menimbulkan hipoglikemi puasa. Bila kadar glukosa plasma berada dibawah

nilai ambang hipoglikemi, akan terjadi pelepasan hormon2 kontra regulasi,

sebagai usaha untuk meningkatkan produksi glukosa. Nilai ambang ini

diperkirakan pada kadar 67 mg/dl. Bagian ventromedial hipothalamus

merupakan organ utama yang berperan dalam respons kontra regulasi.

Hormon kontra regulasi terbagi dalam 2 kelompok, yaitu hormon kerja cepat

yaitu katekolamin dan glukagon dan hormon kerja lambat yaitu growth

hormone dan kortisol.

Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) bekerja menghambat sekresi insulin

dan secara langsung merangsang proses glukoneogenesis di hepar dan ginjal,

menghambat utilisasi glukosa di jaringan perifer dan merangsang proses

lipolisis. Selanjutnya proses lipolisis akan menghasilkan substrat2 yang

diperlukan untuk glikoneogenesis (yaitu gliserol) dan sumber energi alternatif

bagi otot (yaitu asam lemak dan benda2 keton). Glukagon terutama bekerja

merangsang produksi glukosa hati, namun sangat sedikit atau bahkan tidak

mempunyai efek terhadap utilisasi glukosa perifer atau stimulasi produksi

50

Page 51: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

glukosa ginjal. Walaupun glukagon merangsang lipolisis dan ketogenesis,

namun hanya mempunyai efek minimal terhadap mobilisasi prekursor

glukoneogenesis dari lemak. Efek kontra regulasi dari kortisol dan growth

hormone terjadi beberapa jam setelah hipoglikemi. Jadi kedua hormon ini

hanya berperan minimal dalam pencegahan hipoglikemi akut, namun penting

dalam pencegahan hipoglikemi akibat puasa yang lama. Kortisol merangsang

glukoneogenesis hati dan lipolisis, sehingga meningkatkan kadar asam lemak

bebas dan gliserol. Growth hormone juga mempunyai efek yang sama

terhadap lipolisis dan glukoneogenesis, serta secara bersamaan menekan

utilisasi glukosa di jaringan perifer. Kedua hormon diatas dapat meningkatkan

lipolisis untuk menghasilkan substrat penting bagi proses glukoneogenesis,

serta asam lemak bebas dan benda2 keton yang akan digunakan sebagai

sumber energi alternatif.

Definisi Hipoglikemi

Diagnosis hipoglikemi ditegakkan berdasarkan trias Whipple, yaitu: adanya

gejala2 dan tanda2 hipoglikemi, kadar glukosa plasma yang rendah, dan

terjadi pemulihan gejala setelah kadar glukosa plasma kembali normal melalui

pemberian glukosa eksogen.

Namun, nilai cutoff dari kadar glukosa plasma untuk menetapkan hipoglikemi

masih simpang siur. Berbagai kepustakaan menggunakan rentang nilai antara

45 sampai 75 mg/dl (2,5 – 4,2 mmol/l). Dalam praktek sehari-hari, definisi

hipoglikemi disesuaikan dengan keadaan klinis. Walaupun tidak ada ketentuan

pasti tentang seberapa rendah kadar glukosa darah sebagai patokan

mendefinisi-kan hipoglikemi, namun terdapat kesepakatan bahwa kadar

glukosa plasma vena antara 45 sampai 60 mg/dl (2,5 – 3,3 mmol/l) jelas

mendukung diagnosis hipoglikemi, dan bila dibawah 45 mg/dl (2,5 mmol/l)

biasanya sudah menimbulkan gejala klinis yang berat. Bila kadar glukosa

darah yang rendah disertai dengan gejala2 neurologik, kecurigaan terhadap

hipoglikemi lebih tinggi dan perlu segera dicari faktor penyebabnya. Pada

pasien diabetes yang diterapi dengan insulin, kadar glukosa darah hendaklah

51

Page 52: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

dipertahankan diatas 75 mg/dl (4,2 mmol/l) untuk mencegah kemungkinan

terjadinya hipoglikemi simtomatis dan hypoglycemia unawareness.

Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi:

Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi dibagi dalam 2 kategori, yaitu

otonomik dan neuroglikopenik. Tanda-tanda dan gejala-gejala otonomik

terjadi akibat aktivasi sistem syaraf otonom melalui pelepasan epinefrin dari

medulla adrenal kedalam sirkulasi dan norepinefrin dari ujung2 syaraf simfatis

postganglionik kedalam jaringan2 target. Dalam keadaan normal, ambang

glikemik bagi pelepasan katekolamin lebih tinggi daripada ambangnya bagi

induksi gejala-gejala neuroglikopenik. Sehingga gejala-gejala otonomik

mengawali timbulnya gejala-gejala neuroglikopenik. Gejala-gejala dan tanda-

tanda yang berhubungan dengan pelepasan katekolamin dapat berupa tremor,

muka pucat, palpitasi, takhikardia, tekanan nadi yang melebar dan rasa cemas

(ansietas). Berkeringat, rasa lapar dan parestesia juga umum ditemukan, yang

biasanya dimediasi oleh adanya pelepasan asetilkholin. Pada orang dewasa,

pengeluaran keringat lebih mencolok, hal ini diduga akibat stimulasi oleh

syaraf2 simfatis kolinergik post ganglionik. Gejala2 neuroglikopenik terjadi

akibat kekurangan glukosa didalam otak. Karena glukosa merupakan sumber

energi utama untuk metabolisme jaringan otak, maka penurunan kadar glukosa

darah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi bagi otak. Gejala-gejala

neuroglikopenik tidak dapat dibedakan dengan gejala2 akibat terjadinya

hipoksia jaringan otak. Gejala2 tersebut antara lain berupa rasa lemas,

kelelahan, pusing, sakit kepala, perubahan perilaku dan bingung. Pasien dapat

mengalami letargi, mudah tersinggung dan bahkan dapat bersikap agresif.

Dapat pula terjadi gangguan fungsi kognitif, gangguan berfikir dan

berkonsentrasi, aphasia dan bicara kacau. Disamping itu, hipoglikemia dapat

menyebabkan pandangan kabur, kebutaan, paresthesia, hemiplegi, hipotermi,

dan bahkan koma, kejang dan berakhir dengan kematian. Episode hipoglikemi

yang lama dan berat dapat menimbulkan kematian sel syaraf, sehingga

menyebabkan gangguan fungsi otak yang permanen. Dengan bertambahnya

usia, gejala2 hipoglikemi menjadi berkurang dan profil gejalapun mengalami

perubahan.

52

Page 53: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Dalam suatu studi di Inggeris yang membandingkan respons terhadap

hipoglikemi pada 7 orang dewasa (5 orang laki-laki) non diabetes yang

berumur 65 sampai 80 tahun dengan 6 orang (3 orang laki-laki) usia 24 sampai

49 tahun, menunjukkan bahwa skor gejala berkurang secara bermakna pada

kelompok usia yang lebih tua. Pada pasien DM, faktor predisposisi terjadinya

hypoglycemia antara lain faktor usia, gangguan fungsi jantung, ginjal dan hati

serta adanya sepsis dan gizi buruk. Disamping itu, beberapa jenis obat dapat

pula mengadakan interaksi dengan golongan sulfonilurea dan insulin, sehingga

memperkuat efek hipoglikemik kedua jenis obat ini. Obat-obatan dapat

menyebabkan hipoglikemi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui:

- Peningkatan sekresi insulin: Disopyramide, Quinine, Pentamidine,

Ritodrine, Isoniazide, Chloroquine.

- Peningkatan ambilan dan utilisasi glukosa dijaringan perifer: Beta

adrenergic blocker, ACE inhibitor, Biguanid, PPAR γ agonist.

- Penurunan produksi glukosa di hati: alkohol, mekanisme otoimun:

hidralazine, Procainamide, Interferon.

- Obat2 yang mengandung gugus sulfhydryl (methimazole,

penicillamine, captopril.

- Tidak jelas mekanismenya (diduga menurunkan klirens insulin) :

Sulfonamide, Salisilat, Antikoagulan (dicumarol, warfarin), Analgetik,

antiinflamasi (indomethazine, colchicin, parasetamol, fenilbutazon),

Anti psikotik (haloperidol, chlorpromazine), Ketoconazole, Anti

Parkinson (Selegiline), Octreotide, Phenytoin.

Secara klinis hipoglikemi dibagi dalam 3 kategori, yaitu :

Hipoglikemi ringan, yaitu bila gejala2 dan tanda2 hipoglikemi ringan dan

dapat diobati sendiri oleh pasien.

Hipoglikemi sedang, yaitu bila gejala2 dan tanda2 hipoglikemi disertai dengan

gangguan kognitif ringan, namun pasien masih bisa menanggulanginya

sendiri.

53

Page 54: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Hipoglikemi berat, bila disertai dengan gangguan kognitif berat, bahkan

sampai terjadi koma dan kejang sehingga pasien tidak dapat

menanggulanginya sendiri.

Penatalaksanaan Hipoglikemia

Gejala-gejala dan tanda-tanda hipoglikemi bersifat non spesifik, sehingga

langkah awal dalam mengevaluasi pasien yang diduga mengalami

hipoglikemia adalah dengan menentukan kadar glukosa darah.

Pada kebanyakan pasien, pengukuran kadar glukosa darah saat terjadinya

gejala-gejala klinis sulit dilakukan karena gejala yang timbul terlalu singkat

dan pasien jauh dari pusat pelayanan kesehatan.

Pengukuran kadar glukosa darah kapiler dengan menggunakan glukometer

dapat dipakai sebagai pedoman untuk memastikan diagnosis serta untuk

menyingkirkan kecurigaan hipoglikemi sebagai penyebab timbulnya gejala-

gejala klinis. Namun interpretasi hasilnya hendaklah dilakukan secara hati2

karena pengukuran kadar glukosa darah secara teknis bisa salah bila dilakukan

oleh pasien sendiri yang mungkin belum pernah mengalami gejala-gejala

otonomik dan neurogligopenik.

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai beberapa hal, antara lain:

pekerjaan pasien, riwayat keluarga yang menderita diabetes, riwayat

pemakaian obat-obat golongan sulfonylurea atau insulin, riwayat konsumsi

alcohol, riwayat penyakit yang menjadi faktor predisposisi dan obat-obat lain

yang digunakan pasien. Juga perlu ditanyakan tentang frekuensi dan lamanya

episode gejala, ada tidaknya gejala-gejala otonomik dan atau neuroglikopenik,

apakah gejala berkurang dengan minum larutan gula, dan kapan gejala2

tersebut terjadi (pada saat puasa atau sesudah makan)

Pasien yang mengalami hipoglikemi hanya pada periode postprandial mungkin

menderita idiopathic reactive hypoglycemia. Namun, penyebab hipoglikemi

lain seperti insulinoma dapat pula menimbulkan hipoglikemi postprandial.

Kelompok usia lanjut perlu mendapat perhatian khusus, karena mereka sering

tidak mengalami gejala-gejala dini hipoglikemi akibat gangguan fungsi syaraf

54

Page 55: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

otonom (hypoglycemia unawareness), sehingga glukosa darah dapat turun

mencapai kadar yang sangat rendah (< 40 mg/dl) yang dapat menimbulkan

kerusakan syaraf otak yang irreversible.Penatalaksanaan hipoglikemi di rumah

sakit sebaiknya melibatkan kerjasama tim. Pemantauan kadar glukosa darah

yang ketat perlu dilakukan untuk menentukan penatalaksanaan yang efisien

dan efektif. Penilaian terhadap keadaan umum dan status gizi pasien perlu

dilakukan agar dapat ditentukan apakah pasien masih bisa diberikan terapi oral

atau sudah memerlukan terapi parenteral. Setelah kejadian hipoglikemi

teratasi, harus segera dicari faktor penyebabnya serta dilakukan penyesuaian

dosis OHO atau insulin, atau bila perlu diganti dengan obat-obat yang lebih

aman dalam mengendalikan kadar glukosa darah. Insulin basal yang

dikombinasi dengan OHO aman digunakan pada pasien2 DM tipe2. Dalam

suatu review dari beberapa studi klinis acak terkendali, yang membandingkan

pemberian insulin monoterapi dan kombinasi dengan OHO, 13 dari 14

diantaranya tidak menunjukkan perbedaan bermakna dari angka kejadian

hipoglikemi. Penggunaan insulin analog terbukti mengurangi angka kejadian

hipoglikemi. Dalam beberapa studi menunjukkan bahwa angka kejadian

hipoglikemi lebih rendah pada pemakaian insulin glargine dan insulin detemir,

dibandingkan dengan insulin NPH. Sebelum dipulangkan, pasien dan

keluarganya diberikan edukasi tentang cara-cara pengenalan dan

penanggulangan hipoglikemi, pengaturan makan dan dosis OHO atau insulin.

Simpulan :

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar

glukosa darah dibawah rentang batas normal. Bila kadar glukosa darah turun

sampai dibawah 40 mg/dl, akan memberikan gejala-gejala neurologik yang

berat dan irreversibel. Pada pasien DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat

pemberian obat-obat golongan sulfonilurea dan pemakaian insulin.

Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam penatalaksanaan DM,

terutama pada pasien usia lanjut menimbulkan permasalahan dalam kendali

glukosa darah yang akan meningkatkan risiko komplikasi makro dan

mikrovaskular akibat hiperglikemia. Pada kelompok usia lanjut, manifestasi

gejala dan tanda2 hipoglikemia seringkali tidak jelas dikarenakan adanya

neuropati otonom (hypoglycemia unawareness) , sehingga terkadang pasien

55

Page 56: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan hipoglikemia yang berat.

Hipoglikemia dapat memprovokasi terjadinya gangguan hemodinamik

sehingga dapat meningkatkan angka kejadian stroke, infark miokard, dan

aritmia ventrikel serta sudden death.

Hipoglikemia dapat pula menimbulkan penurunan kesadaran dan kejang, yang

pada usia lanjut akan meningkatkan risiko jatuh dan fraktur karena adanya

komorbiditas seperti osteoporosis. Dalam pencegahan dan penatalaksanaan

hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 usia lanjut, edukasi terhadap keluarga

memegang peranan yang sangat penting. Pemberian insulin analog yang

bersifat lebih fisiologik dalam mengendalikan kadar glukosa darah, dapat

mengurangi frekuensi kejadian hipoglikemia.

VI. KERANGKA KONSEP

56

Tn. A, 67 tahun, mengidap DM tipe 2

Konsumsi glibenklamid jangka panjang

Sekresi insulin

Glukoneogenesis dan glikogenolisis Glikogenesis

Hipoglikemia

Utilisasi glukosa

oleh sel

Merasa dingin

Badan lemas

Berkeringat

Peningkatan kerja epinefrin

Palpitasi

Peningkatan kerja simpatis

Koma hipoglikemik

Denyut nadi meningkat

TD turunMerasa cemas

Page 57: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

VII. KESIMPULAN

Tn. A, 67 tahun, mengidap DM tipe 2, mengalami hipoglikemia karena konsumsi

glibenklamid jangka panjang yang berakibat peningkatan sekresi insulin, sehingga

terjadi peningkatan glikogenesis, utilisasi glukosa dalam sel dan penurunan

glukoneogenesis serta glikogenolisis. Hal ini ditandai dengan gejala berkeringat,

merasa dingin, palpitasi, merasa cemas, TD turun dan denyut nadi yang

meningkat.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, Ari.W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. InternaPublishing:

Jakarta.

United Kingdom Prospective Diabetes Study Group: Intensive blood-glucose

control with sulphonylureas or insulin compared with conventional treatment and

risk of complications in patients with type 2 diabetes (UKPDS 33). Lancet 1998;

352:837–852.

Cryer PE: Hypoglycaemia: the limiting factor in the glycaemic management of

type I and type II diabetes.Diabetologia 2002; 45:937–948.

Tomky D. Detection, Prevention, and Treatment of Hypoglycemia in the Hospital.

Diab Spectr. 2005;18(1):42

57

Denyut nadi meningkat

Merasa cemas

Page 58: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Zammit NN, Frier BM. Hypoglycemia in type 2 diabetes. Diab Care

2005;28(12):2948-2957.

Fowler MJ. Hypoglycemia. Clinical Diabetes 2008; 26,(4):170-173

Kaukonen KM,Rantala M, Pettila.V, Hynninen M. Severe hypoglycemia during

intensive insulin therapy. Acta Anaesthesiol Scand 2009; 53: 61–65.

Buku ajar Ilmu penyakit dalam Jilid 3 edisi V editor Aru W. Sudoyo, Bambang

setyhadi Jakarta Interna publishing 2009

Goodman & Gilman's the Pharmacological Basis of Therapeutics 11th edition Mc

graw Hill 2006

jfi.iregway.com/index.php/jurnal/article/.../89/87

http://jurnal.unpad.ac.id/mku/article/view/1487

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi:

Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta:EGC

Gizi kesehatan masyarakat.alih bahasa : dr. Andry hartono . editor edisis bahasa

indonesi:palupi widyastuti,SKM & Erita Agustin Hardyanti, SKM. Penerbit:

buku kedokteran EGC.

Jurnal: Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin

Oleh: dr. RISMA KARLINA PRABAWATI

DOUBLE DEGREE NEUROLOGI

Pembimbing: Prof. drh. Aulani’am

DI PROGRAM DOUBLE DOLGREE NEUROLOGI FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG2012

58

Page 59: Laporan Tutorial Skenario b Blok 14 Tahun 2013

Clinical diabetes melitus: a problem oriented approach. Davidson,john K.

Lecture notes on Clinical Medicine. Edisi 6. David rubenstein, david wayne, john

bradley. Penerbit: erlangga 2007

59