laporan skenario c blok 24 fix (1)

Upload: denis-puja-sakti

Post on 11-Oct-2015

94 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIALSKENARIO C BLOK 24 TAHUN 2014

Disusun oleh: Kelompok L10Astary Utami04111001004Putri Nilam Sari04111001025Beuty Savitri04111001031Mary Gisca Theressi04111001036Johannes Lie04111001038Agien Tri Wijaya04111001041Yuni Paradita Djunaidi04111001042Obby Saleh04111001048Hajrini Andwiarmi A04111001047Denis Puja Sakti04111001049Sabrina Sinurat04111001066Vhandy Ramadhan04111001070Yasinta Putri Astria04111001073Dipika Awinda04111001074

Tutor : dr. Ramli

PENDIDIKAN DOKTER UMUMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYAKATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial skenario C blok 24 ini dapat terselesaikan dengan baik.Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok L10 tutorial, dan juga teman-teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Palembang, 16 April 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar1Daftar Isi2Skenario C Blok 24 3Klarifikasi Istilah3Identifikasi Masalah4Analisis Masalah4Hipotesis46Learning Issues47- Inkontinensia Urine47- Depresi pada geriatric61- Osteoporosis67- Obesitas71- Sistolik hipertensi74- Atrial fibrilasi93- Menopause 97Kerangka Konsep100Kesimpulan100Daftar Pustaka101

I. Skenario C Blok 24Mrs. Minah ,63 years old female, complains of two episodes of urinary incontinence. On both occsions she was unable to reach a bathroom in time to prevent loss of urine. The first episode occured when she was in her car and the second while she was in shopping mall. She is reluctant to go out because of this problem urge incotinence . She has no menstrual periode since she was 50. Whithin the last month ,her husband died and ever since she stayed with a housemaid.Physical examination found the body weight is 75 kg, height is 156 cm , the blood pressure is 150/80 mmHg, there is apical-radial pulse deficit, body temperature is 36,5 C, there is no exertional dyspnea, fatigue, and headache.Laboratory finding is within normal limit. Lumbar densitometry is -3,0 and femoral densitometry is -2,7. Geriatric Depression Scale (GDS) 6 , MMSE score is 26.Mrs. Minah so far was in treatment of catopril 12,5 mg, two times daily.II. Klarifikasi Istilah1. Incontinence = ketidakmampuan untuk mengendalikan pengeluaran urin.2. Urge incontinence = pengeluaran urin secara involunter akibat peregangan orifisium vesika urinaria seperti pada saat batuk atau bersin.3. No menstrual periode = berhentinya menstruasi karena aktor usia.4. Apical radial pulse deficit =perbedaan antara denyut apical atau precordial dengan denyut radial.5. Exertional dyspnea = sesak nafas yang terjadi pada saat beraktivitas6. Lumbar densitometry = pengukuran densitas(kepadatan) tulang pada bagian os lumbar.7. Femoral densitometry = pengukuran densitas(kepadatan) tulang pada bagian os femur8. Geriatric depression scale =skala penilaian 30 item untuk mengidentifikasi depresi pada orang tua.9. MMSE( Mini Mental Stage Examination ) = instrumen yang digunakan untuk skrining fungsi kognitif.10. Captopril = suatu inhibitor angiotensin converting enzim yang digunakan dalam pengobatan hipertensi ,gagal jantung kongestif, dan disfungsi ventrikel kiri, pasca infark mio kardium.

III. Identifikasi Masalah

1. Nyonya Minah , 63 tahun , mengeluh dua kali kejadian inkontinensia urin. Pada kedua kejadian nyonya Minah tidak mampu mencapai kamar mandi tepat waktu untuk buang air kecil. Kejadian pertama terjadi ketika sedang berada di dalam mobil dan yang kedua terjadi pada pusat pemberlanjaan . Ny. Minah tidak berkeinginan unutk keluar rumah akibat kejadian inkontinensia urin.2. Nyonya Minah mengalami menopause pada umur 50 tahun.3. Suami nyonya Minah telah wafat sebulan yang lalu dan sekarang tinggal dengan pembantu.4. Pemeriksaan fisik Berat badan 75 kg ; Tinggi badan 156 cm ; Tekanan darah 150/80 mmHg ; defisit denyut apical-radial ; suhu tubuh 36,5 C ; tidak ada exertional dyspnea,fatigue dan sakit kepala.5. Pemeriksaan penunjang Densitometri lumbar (-3) dan femur (-2,7) ; GDS 6 ; MMSE 266. Riwayat pengobatan captopril 12,5 mg 2 kali sehari

IV. Analisis Masalah

Masalah1 Nyonya Minah , 63 tahun , mengeluh dua kali kejadian inkontinensia urin. Pada kedua kejadian nyonya Minah tidak mampu mencapai kamar mandi tepat waktu untuk buang air kecil. Kejadian pertama terjadi ketika sedang berada di dalam mobil dan yang kedua terjadi pada pusat pemberlanjaan . Ny. Minah tidak berkeinginan untuk berpergian akibat kejadian urge inkontinensia urin.

1. Bagaimana anatomi sistem urinari wanita?Jb.Kandung kemih, anyaman serat otot polos. Longitudinal >> sirkuler >> longitudinal kembali.Bladder Neck, Lanjutan otot detrusorSfringter uretra, dibentuk oleh serat-serat otot lurik. Peranannya ialah untuk menahan miksi.Trigonum, kelanjutan otot ureter Fungsinya adalah memperlancar arus urin dari ureter ke arah kandung kemih.Ureter-vesika junction , Struktur ini merupakan katup yang membuka saat pengisian kandung kemih dan menutup saat kontraksi otot detrusor.Anatomi vesica urinaria (kandung kemih)Lapisan kandung kemih yaitu : lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan submukosa,lapisan mukosa. Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari 2 bagian besar,yaitu ;(1) Corpus, merupakan bagian utama vesica urinaria di mana urin berkumpul (2) Collum, merupakan lanjutan dari corpus yang berbentuk corong. Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor, serat-seratnya ke segala arah dan apabila berkontraksi dapat menigkat tekanan intra vesica menjadi 40-60 mmHg. Kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting dalam proses berkemih. Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas collum vesicae terdapat daerah berbentuk segitiga yang lapisan mukosanya halus (kecuali daerah ini, lapisan mukosa dinding kandung kemih berbentuk ruggae/berlipat-lipat). Collum (leher kandung kemih) panjangnya 2-3 cm, dindingnya terdiri dari dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastic. Otot pada daerah ini disebut sphincter urethra internum. Setelah urethra posterior, urethra berjalan melewati diafrgama urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sphincter urethra externum. Otot ini merupakan otot lurik yang bekerja dibawah kesadaran dan dapat melawan upaya kendali involunter yang berusaha untuk mengosongkan kandung kemih. Persarafan kandung kemihPersarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan segmen S-2 dan S-3. Berjalan dari nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari urethra (posterior) dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan reflex berkemih. Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih. Saraf postganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat 2 tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfinter. Kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medulla spinalis. Tipe SarafFungsi

Kolinergik parasimpatik (Nervus erigenus)Kontraksi bladder

SimpatetikRelaksasi bladder (dengan menghambat tonus parasimpatis)

SimpatetikRelaksasi bladder (adrenergik beta)

SimpatetikKontraksi leher bladder

Somatik (nervus pudendi)Kontraksi otot dasar panggul

2. Bagaimana fisiologi berkemih ?Jb. Pengisian Kandung KemihDinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun dalam serabut-serabut spiral, longitudinal dan sirkuler, tetapi batas yang jelas dari lapisan otot ini tidak terlihat. Kontraksi peristalitik yang reguler terjadi 1-5 kali permenit yang menggerakkan urine dari pelvis ginjal ke kandung kemih, dimana urine masuk dengan cepat dan sinkron sesuai dengan gerakan gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring melalui dinding kandung kemih dan walaupun disini tidak terdapat alat seperti spingter uretra, jalannya yang miring cenderung membiarkan ureter tertutup, kecuali sewaktu gelombang peristaltik guna mencegah refluk urine dari kandung kemih (Ganong,1983). Sewaktu pengisian normal kandung kemih, akan terjadi hal-hal sebagai berikut: 1. Sensasi kandung kemih harus intak 1. Kandung kemih harus tetap dapat berkontraksi dalam keadaan tekanan rendah walaupun volume urine bertambah1. Bladder outlet harus tetap tertutup selama waktu pengisian ataupun saat terjadi peninggian tekanan intra abdomen yang tiba-tiba1. Kandung kemih harus dalam keadaan tidak berkontraksi involunterPengosongan Kandung KemihKandung kemih hanya mempunyai dua fungsi yaitu untuk mengumpulkan (pengisian) dan mengeluarkan (pengosongan) urin menurut kehendak. Aktifitsas sistem saraf untuk kedua sistem ini adalah berbeda. Proses berkemih adalah suatu proses yang sangat komplet dan masih banyak membingungkan. Berkemih dasarnya adalah suatu reflek spinal yang dirangsang dan dihambat oleh pusat-pusat di otak, seperti halnya perangsangan defekasi, dan penghambatan ini volunter. Urine yang masuk kedalam kandung kemih tidak menimbulkan kenaikan tekanan intra vesikal yang berarti, sampai kandung kemih benar-benar terisi penuh. Seperti otot polos lainnya otot-otot kandung kemih juga mempunyai sifat elastis bila diregangkan. Pengosongan kandung kemih melibatkan banyak faktor, tetapi faktor tekanan intra vesikal yang dihasilkan oleh sensasi rasa penuh adalah merupakan pertama untuk berkontraksinya kandung kemih secara volunter. Selama berkemih otot-otot perineal dan muskulus spingter uretra eksternus mengalami relaksasi, sedangkan muskulus detrusor mengalami kontraksi yang menyebabkan urin keluar melalui uretra. Pita-pita otot polos yang terdapat pada sisi uretra tampaknya tidak mempunyai peranan sewaktu berkemih, dimana fungsi utamanya diduga untuk mencegah refluk semen kedalam kandung kemih sewaktu ejakulasi (Ganong,1983). Mekanisme pengeluaran urine secara volunter, mulainya tidak jelas. Salah satu peristiwa yang mengawalinya adalah relaksasi otot diafragma pelvis yang menyebabkan tarikan otot-otot detrusor kebawah untuk memulai kontraksinya. Otot-otot perineal dan spingter eksterna berkontraksi secara volunter yang mencegah urine masuk kedalam uretra atau menghentikan aliran saat berkemih telah dimulai. Hal ini diduga merupakan kemampuan untuk mempertahankan spingter eksterna dalam keadaan berkontraksi, dimana pada orang dewasa dapat menahan kencing sampai ada kesempatan untuk berkemih. Setelah berkemih uretra wanita kosong akibat gravitasi, sedangkan urine yang masih ada dalam uretra laki-laki dikeluarkan oleh beberapa kontraksi muskulus bulbo kavernosus (Tanagho,1995;Turek,1993). Pada orang dewasa volume urine normal dalam kandung kemih yang mengawali reflek kontraksi adalah 300-400 ml. Didalam otak terdapat daerah perangsangan untuk berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesensefalon. Kandung kemih dapat dibuat berkontraksi walau hanya mengandung beberapa milliliter urine oleh perangsangan volunter reflek pengosongan spiral. Kontraksi volunter otot-otot dinding perut juga membantu pengeluaran urine dengan menaikkan tekanan intra abdomen. Pada saat kandung kemih berisi 300-400 cc terasa sensasi kencing dan apabila dikehendaki atas kendali pusat terjadilah proses berkemih yaitu relaksasi spingter (internus dan eksternus) bersamaan itu terjadi kontraksi otot detrusor buli-buli. Tekanan uretra posterior turun (spingter) mendekati 0 cmH2O sementara itu tekanan didalam kandung kemih naik sampai 40 cmH2O sehingga urin dipancarkan keluar melalui uretra (Rochani, 2000). Retensi UrinPenyebab retensio urine dapat dibagi menjadi 3 kelompok (Rochani,2000) : 1. Supra Vesika Penyebab supra vesikal adalah hal-hal yang disebabkan karena persarafan kandung kemih misalnya trauma medula spinalis, atau kerusakan syaraf-syaraf sympatis dan para sympatis akibat trauma operasi atau neuropati DM. Obat-obatan anticholinergike, smooth muscle relaksasi. Symphatikomimetik dapat menyebabkan retensi urine.

1. VesikaPenyebab vesikal adalah kelainan-kelainan kandung kemih yang diakibatkan obstruksi lama atau infeksi kronis yang menyebabkan fibrosis buli-buli sehingga kontraksi buli-buli melemah.

1. Infra VesikalPenyebab infra vesikal adalah penyebab mekanik seperti : 1. Klep uretra posterior kongenital1. Meatus stenosis kongenital 1. Striktur uretra 1. Batu uretra 1. Prostat hipertropi

Proses BerkemihReflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini disebabkan oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih sampai reseptor pada uretra posterior ketika mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor kandung kemih ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus kemudian secara reflek kembali lagi ke kandung kemih melalui syaraf parasimpatis (Syaifuddin, 2001). Berkemih pada dasarnya merupakan reflek spinal yang akan difasilitasi dan dihambat oleh pusat-pusat susunan syaraf yang lebih tinggi. Urin yang memasuki kandung kemih tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai terisi penuh. Pada kandung kemih ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya isi organ tersebut, tetapi jari-jaripun bertambah, oleh karena itu peningkatan tekanan hanya akan sedikit saja, sampai organ tersebut relatif penuh. Selama proses berkemih otot-otot perinium dan sfingter uretra eksterna relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan urin akan mengalir melalui uretra. Kontraksi otot-otot perinium dan sfingter eksterna dapat dilakukan secara volunter, sehingga mencegah urin mengalir melewati uretra atau menghentikan aliran urin saat sedang berkemih (Guyton, 2006).Proses pengosongan kandung kemih terjadi bila kandung kemih terisi penuh. Proses miksi terdiri dari dua langkah utama:1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua. Terjadinya distensi atau peningkatan tegangan pada kandung kemih mencetuskan refleks I yang menghasilkan kontraksi kandung kemih dan refleks V yang menyebabkan relaksasi uretra.1. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya menimbulkan kesadaran dan keinginan untuk berkemih. Ketika proximal uretra mengalirkan urin maka akan mengaktifkan refleks II yang akan menghasilkan kontraksi kandung kemih dan IV sehingga stingfer eksternal dan uretra akan berelaksasi, sehingga urin dapat keluar. Jika tejadi distensi pada uretra yang bisa disebabkan karena sumbatan, atau kelemahan sfingter uretra maka akan mengaktifkan refleks III, sehingga kontraksi kandung kemih melemah. Reflek berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhya bersifat autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang di otak. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih. Jika sudah tiba saat berkemih, pusat cortical dapat merangsang pusat berkemih sacral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu yang bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi (Guyton, 2006). Pada kondisi tertentu, proses berkemih tidak dapat terjadi secara normal, oleh karenanya diperlukan tindakan khusus untuk tetap dapat mengeluarkan urin dari kandung kemih, yaitu dengan pemasangan kateter. Pola eliminasi urin sangat tergantung pada individu, biasanya berkemih setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya dalam sehari sekitar lima kali. Jumlah urin yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan, dan status kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1200 sampai 1500 ml per hari atau 150-600 ml per sekali berkemih.Perubahan Fisiologis Sistem Urinaria pada GeriatriKandung kemih fungsi kontraktil tidak efektif lagi & mudah terbentuk trabekulasi sampai divertikel akibat dari peningkatan fibrosis & kandungan kolagenPerubahan morfologis Trabekulasi Fibrosis Saraf autonom Pembentukan divertikulaPerubahan fisiologis Kapasitas Kemampuan menahan kencing Kontraksi involunter Volume residu pasca berkemih

Uretra: tekanan penutupan uretra & tekanan outflow akibat dari atrofi mukosa, perubahan vaskularisasi submukosa & menipisnya lapisan otot uretraPerubahan morfologis Komponen seluler Deposit kolagen Perubahan fisiologis Tekanan penutupan Tekanan akhiran keluar

3. Apa etiologi dan bagaimana fisiologi dari inkontinensia urin?Jb. Tabel klasifikasi dan etiologi inkontinensia persisten

TipeDefinisiPenyebab

Inkontinensia urgeKetidakmampuan untuk menunda pengeluaran air kemih lebih dari beberapa menit setelah penderita merasakan kandung kemihnya penuh1. Infeksi saluran kemih 1. Kandung kemih yg terlalu aktif 1. Penyumbatan aliran kemih 1. Batu & tumor kandung empedu 1. Obat, terutama diuretic

Tabel klasifikasi dan etiologi inkontinensia persisten

TipeDefinisiPenyebab

Inkontinensia stresKebocoran air kemih, biasanya berupa pancaran kecil, yg disebabkan oleh meningkatnya tekanan di dalam perut, yg terjadi pada saat penderita batuk, tertawa, mengedan, bersin atau mengangkat benda berat1. Kelemahan pada sfingter (otot yg mengendalikan aliran kemih dari kandung kemih) 1. Pada wanita, berkurangnya tahanan terhadap aliran kemih melalui uretra, biasanya karena kekurangan estrogen 1. Perubahan anatomis yg disebabkan oleh melahirkan banyak anak atau pembedahan panggul 1. Pada pria, pengangkatan prostat atau cedera pada bagian atas uretra atau leher kandung kemih

Inkontinensia overflowPenimbunan air kemih dalam kandung kemih yg terlalu banyak sehingga sfingter tidak mampu menahannya dan terjadi kebocoran yg hilang-timbul, seringkali tanpa sensasi kandung kemih1. Penyumbatan aliran air kemih, biasanya disebabkan oleh pembesaran atau kanker prostat (pada pria) & karena penyempitan uretra (pada anak-anak) 1. Kelemahan otot kandung kemih 1. Kelainan fungsi saraf 1. Obat-obatan

Inkontinensia totalKebocoran berkesinambungan karena sfingter tidak menutup1. Cacat bawaan 1. Cedera pada leher kandung kemih (misalnya karena pembedahan)

Inkontinensia psikogenikHilangnya pengendalian karena kelainan psikisGangguan emosional (misalnya depresi)

Inkontinensia campuranGabungan dari berbagai keadaan diatas.Banyak wanita yg mengalami inkontinensia campuran antara stress & desakanGabungan dari berbagai penyebab diatas

Mekanisme terjadi inkontinensia juga berbeda berdasarkan klasifikasinya. Secara garis besar Inkontinensia urin terbag menjadi dua yaitu :1.Inkontinensia Transien. Inkontinensia transien memiliki onset yang mendadak, biasanya dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan atau penyakit akut.Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya.Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut.Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic.Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat menggunakan akronim (Resnick 1984) di bawah ini :D: DeliriumI: Infection of urinary tract or other infectionA: Atrophic urethritis and vaginitisP: Pharmaceutical (diuretics, anticholinergic, antihistamine, Ca channel blocker)P: Psychological Problems, especially depressionE: Excess urine output (eg. congestive heart failure, hyperglycaemia)R: Restricted mobilityS: Stool impaction2.Inkontinensia Urin Persisten Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.

Kategori klinis meliputi :a. Inkontinensia urin stress (stres inkontinence). Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.Inkontinesia urin stres dapat dibedakan dalam 4 jenis yaitu:Tipe 0: pasien mengeluh kebocoran urin tetapi tidak dapat dibuktikan melalui pemeriksaan.Tipe l: IU terjadi pada pemeriksaan dengan manuver stres dan adanya sedikit penurunan uretra pada leher vesika urinaria.Tip 2: IU terjadi pada pemeriksaan deng;an penurunan uretra pada leher vesika urinaria 2 crn atau lebihTipe 3 : uretra terbuka (lead pipe) danarea leher kandung kemih tanpa kontraksi kandung kemih. Leher uretra dapat menjadi fibrotik (riwayat trauma atau bedah sebelumnya) dengan gangguan neurologik atau keduanya. Tipe ini disebut juga defisiensi sfingter intrinsik.b. Inkontinensia urin urgensi (urgency inkontinence). Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. c. Inkontinensia urin luapan / overflow (overflow incontinence). Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.d. Inkontinensia urin fungsional. Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.

4. Apa hubungan umur dan jenis kelamin denga kejadian inkontinensia urin pada kasus?Jb. Umur dan jenis kelamin pada kasus ini merupakan faktor resiko untuk terjadinya inkontinensia urine. Inkontinensia tidak harus dikaitkan dengan lansia. Inkontinensia dapat dialami setiap individu pada usia berapa pun walaupun kondisi ini lebih umum dialami oleh lansia. Dimana penyebab inkontinensia dapat berupa proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau sedatif. Akan tetapi Semakin tua seseorang, semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urin karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot-otot dasar panggul. Pengaruh penuaan akan menyebabkan terjadinya atrofi pada seluruh organ tubuh, termasuk juga pada organ urogenital.Perubahan-perubahan fisiologik terkait proses menua pada saluran kemih bawah :Kandung kemihPerubahan morfologis :Trabekulasi FibrosisSaraf autonom Pembentukan divertikulaPerubahan fisiologis :Kapasitas Kemampuan menahan kencing Kontraksi involunter Volume residu paca berkemih UretraPerubahan morfologis :Komponen selular Deposit kolagen Perubahan fisiologis :Tekanan penutupan Tekanan aliran keluar VaginaKomponen seluler Mukosa atrofiDasar panggulDeposit kolagen Rasio jaringan ikat:otot Otot melemah

Perempuan mengalami inkontinensia urin dua kali lebih sering daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan mengalami proses kehamilan, persalinan, menopause, serta struktur kandung kemih yang berbeda dengan laki-laki. Inkontinensia urin pada perempuan biasanya disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul yang menyangga saluran kemih dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga urin keluar begitu saja tanpa dapat ditahan. Selain itu juga da[at disebabkan Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada perempuan di usia menopause, akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urin.

5. Apa makna klinis dari kalimat ia tidak mampu mencapai kamar mandi tepat waktu untuk buang air kecil ? Jb. Dari kalimat yang tertera pada kasus dapat diambil kesimpulan bahwa nyonya Minah tidak dapat menahan keinginannya untuk buang air kecil selain itu bisa juga disebabkan adanya gangguan mobilisasi pada nyonya Minah sehingga urin keluar tanpa dapat dikontrol ( inkontinensia ). Inkontinensia urin (IU) merupakan suatu gejala dan bukan merupakan suatu penyakit, oleh karena itu penanganan kasus IU dilakukan dengan pendekatan multidisiplin. .

6. Bagaimana makna klinis dari kalimat dia tidak berkeinginan untuk berpergian akibat masalah urge inkontinensia ? Jb. Dari keluhan nyona Minah dapat disimpulkan bahwa nyonya Minah mengalami inkontinensia urgensi. Inkontinensia Urgensi adalah pelepasan urine yang tidak terkontrol sebentar setelah ada peringatan ingin melakukan urinasi. Disebabkan oleh aktivitas otot destrusor yang berlebihan atau kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol.Karena hal tersebut dia tidak akan nyaman ,jika setiap berpergian tidak mampu untuk menunda pengeluaran air kemih lebih dari beberapa menit, di mana ada dorongan yang kuat untuk berkemih sehingga membuat nyonya akan selalu mencari toilet ataupun nyonya Minah bisa ngompol.Oleh karena itu nyonya mina merasa malu dan malas untuk berpergian yang kemudian dapat menyebabkan nyonya Minah merasa depresi.

Masalah 2 Nyonya Minah mengalami menopause pada umur 50 tahun.1. Apa hubungan kejadian menopause dengan inkontinensia urin pada kasus?Jb. Menopause adalah pertanda bahwa ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen. Pada masa menopause terjadi perubahan endokrin yang diduga berkaitan dengan proses penuaan yang terjadi pada aksis hipotalamus-hipofisis dan ovarium. Akibatnya terjadi gangguan interaksi antara hormon yang dihasilkan oleh ketiga organ tersebut. Terutama terjadi penurunan produksi hormon estrogen oleh ovarium. Penurunan hormon estrogen (estradiol) ini disebabkan oleh proses penuaan pada ovarium. Akibatnya ovarium menjadi kecil, dindingnya tebal dan tidak dapat lagi menjawab rangsangan hormon FSH untuk membentuk estradiol. Penurunan estradiol mencapai kadar < 108 pg/ml dan peningkatan FSH mencapai > 25 mIU/ml, yang menandakan awal dari masa menopause. Pada masa menopause estradiol menurun sampai di bawah 10%. Hormon estrogen berkerja pada organ sasaran melalui reseptor estrogen dan . Jaringan yang memiliki reseptor estrogen dan adalah kulit, otak, tulang, uterus, vesika urinaria, uretra, ovarium, kardiovaskuler, dan payudara. Jaringan yang hanya memiliki reseptor estrogen adalah traktus gastrointestinal, sedangkan jaringan yang hanya memiliki reseptor adalah hepar. Interaksi estrogen dengan reseptornya akan menghasilkan proses anabolik. Akibatnya bila terjadi penurunan estrogen terutama pada traktus urinarius perempuan menopause akan perubahan struktur dan fungsi. Estrogen dapat mempertahankan kontinesia dengan meningkatkan resistensi uretra, meningkatkan ambang sensoris kandung kemih, dan meningkatkan sensitivitas adreno reseptor pada otot polos uretra. Uretra dan ureter merupakan jaringan yang tergantung pada estrogen. Penurunan estrogen diduga ikut berperan dalam perubahan struktur dan fungsi pada dinding uretra dan kandung kemih yang menyebabkan berbagai keluhan. Uretra mempunyai empat lapisan fungsional yang sensitif terhadap estrogen, terdiri dari epitel, vaskuler, jaringan penyokong dan otot polos yang berfungsi pada pemeliharaan tekanan uretra. Keluhan yang ditimbulkan berupa inkontinensia urin, peningkatan frekuensi berkemih, nokturia, dan kesulitan berkemih.Inkontinensia urin disebabkan perubahan pada jaringan epitel dan vaskuler yang terletak di antara mukosa dan jaringan otot. Bagian distal uretra akan menjadi kaku dan tidak elastis sehingga sukar untuk menutup sempurna. Bila kandung kemih penuh maka tetesan urin dapat keluar tidak terkontrol. Penutupan yang tidak sempurna juga menyebabkan bakteri dan substansi berbahaya lain dapat masuk ke dalam kandung kemih sehingga dapat terjadi inflamasi uretra dan kandung kemih.

Inkontinensia di atas terjadi akibat proses penuaan dan akibat penurunan kadar estrogen. Secara mekanisme dapat disebabkan:1. Uretra gagal untuk menutup secara sempurna dan menjadi sangat mudah digerakkan, disebut uretra hipermobilitas1. Kelemahan otot yang melingkari leher kandung kemih, disebut defisiensi sfingter intrinsik/Intrinsic sphincteric deficiency atau ISDUretra hipermobilitasPada uretra hipermobilitas terjadi di mana uretra tidak menutup secara sempurna dan sangat mudah digerakkan. Kondisi ini terjadi bila otot dasar pelvis menjadi lemah akibat proses penuaan dan mengikuti hal-hal seperti di bawah ini:1. Tegangan dari otot-otot dasar pelvis berkurang1. Kandung kemih akan turun ke bawah1. Kandung kemih yang turun ke bawah akan mendesak otot-otot yang mengelilingi leher kandung kemih.1. Inkontinensia urin pada uretra hipermobilitas dikategorikan dalam 2 tipe yaitu:1. Tipe 1: Terjadi karena leher kandung kemih dan uretra tidak menutup dengan sempurna.1. Tipe 2: Terjadi karena leher kandung kemih tergeser akibat perubahan posisi kandung kemih seperti pada cystocele.

2. Bagaimana efek menopause terhadap wanita usia lanjut? Jb. Menopause dan inkontinensia : Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urinMenopause dan Psikologis (sindroma menopause) : muda tersinggung, depresi, merasa sedih, rasa takut, gugup, gangguan emosional dll.Menopause dan Vasomotor : terdiri dari hot flushes dan keringat malam. Hot flushes terjadi akibat gangguan termoregulator hipotalamus yang diinduksi oleh penurunan kadar esterogen dan progesterone. Instablitas ini menimbulan perubahan yang tiba tiba berupa vasodilatasi perifer mendadak dan bersifat sementara yang muncul sebagai hot flushes. Bila muncul dimalam hari maka dilaporkan pasien sebagai keringat malam.Menopause dan Urogenital : urera dan vagina berasal dari jaringan embrionik yang sama sehingga defisisnesi esterogen menyebabkan atrofi pada keduanya. Diding vagina akan menipism dan terjadi atrofi kelenjar vagina , sehingga lubrikasi berkurag dan menyebabkan dispareuni. Efek defisiensi esterogen pada uretra dan kandung kemih berhubungan dengan ssindrom uretral berupa frequency, urgency dan disuria. Menopause dan Sruktur Tulang : osteoporosis. Menopause menyebabkan berkurangnya estrogen sehingga berkurangnya kolagen. Fungsi kolagen untuk memberikan kekuatan dan membentuk struktur tulang, yang bekerja bersama garam posfor dan kalsium. Kolagen juga untuk memberikan kekuatan pada otot dan dinding pembuluh darah. Pada kulit, kekurangan kolagen dapat menyebabkan kurangnya aliran darah pada kulit sehingga kulit tampak kasar dan keriput.Dilaporkan 25% wanita menopause akan kehilangan kalsium 3% setahun dan kejadian ini disebut osteoporosis. Proses osteoporosis pada dasarnya akibat kegagalan aktivitas osteoblas, peningkatan absopsi kalsium dan ketidakseimbangan kalsium yang berkepanjangan. Diperkirakan ada reseptor estrogen pada osteoblas. Estrogen juga menekan aktivitas osteoklas untuk mengabsorpsi kalsium pada tulang.Menopause dan Hipertensi ; Efek 17 b estradiol mampu menurunkan kontraksi otot polos aorta, melalui pengaruhnya terhadap IGF-1 (insulin-like growth factor-1) dan reseptor adrenergik a1D, menjadi salah satu dasar penjelasan fenomena hipertensi pada wanita menopause dan postmenopause. terdapat interaksi antara reseptor adrenergik a1D di intrasel dalam pengendalian kontraksi otot polos aorta tikus. 17 b estradiol mempunyai efek menurunkan kontraktilitas otot polos aorta tikus dengan menurunkan ekspresi reseptor adrenergik a1D di otot polos aorta tikus melalui IGF-1. Efek 17 b estradiol menurunkan kontraksi otot polos aorta, melalui pengaruhnya terhadap IGF-1 dan reseptor adrenergik a1D menjadi salah satu dasar penjelasan fenomena hipertensi pada wanita menopause dan postmenopause. Selain itu ketika terjadinya menopause maka risiko aterosklerosis meningkat pada wanita dan menjadi faktor risiko hipertensi.Menopause dan Metabolik ; obesitas. Pada wanita yang telah mengalami menopause, fungsi hormone tiroid didalam tubuhnya akan menurun. Oleh karena itu kemampuan untuk menggunakan energi akan berkurang. Terlebih lagi pada usia ini juga terjadi penurunan metabolisme basal tubuh, sehingga mempunyai kecenderungan untuk meningkat berat badannya .

Masalah 3Suami nyonya Minah telah wafat sebulan yang lalu dan sekarang tinggal dengan pembantu .1. Apakah ada hubungan dari wafatnya suami nyonya Minah dan tinggal dengan pembantu dengan kejadian inkontinensia urin yang dialaminya? JelaskanJb. Dari literature mengenai uroogi disebutkan bahwa terdapat hubungan antara gangguan psikiatri (depresi) dan inkontinensia urin. Didapatkan persentase yang besar dari pasien depresi yang juga mengalami inkontinensia urin. Depresi juga memiliki hubungan dengan urge incontinence, seperti dalam proses penuaan dandemensia dan pada gangguan neurologic seperti hydrocephalus. Terdapat dua kemungkinan hipotesis mengenai urge incontinence. Pertama, penurunan monoamines seperti serotonin dan noradrenalin di CNS yang akan berakibat menjadi depresi dan hiperaktif kandung kemih. Kemudian, depresi tidak hanya mengakibatkan persisten inkontinensia urin, tetapi individu dengan perubahan CNS monoamins akan bermanifetasi menjadi depresi dan hiperaktif kandung kemih. Selain itu, depresi dapat menyebabkan KKH (kandung kemih hiperaktif) dan menyebabkan relaksasi sfingter uretra tidak tepat waktunya.Keadaan berkabung/berduka dan hanya tinggal berdua dengan pembantunya mempengaruhi kondisi psikologis Ny. Minah dan menjadi salah satu faktor risiko depresi, namun untuk terjadi depresi itu sendiri diperlukan faktor risiko yang multipel

Masalah 4 Berat badan 75 kg ; Tinggi badan 156 cm ; Tekanan darah 150/80 mmHg ; defisit denyut apical-radial ; suhu tubuh 36,5 C ; tidak ada exertional dyspnea,fatigue dan sakit kepala.

1. Bagaimana interpertasi dari hasil pemeriksaan fisik dan jelaskan hubungannya dengan inkontinensia urin pada kasus ? Berat badan 75 kg Tinggi badan 156 cm Tekanan darah 150/80 mmHg Adanya defisit apical radial pulse Tidak ada exertional dsypnea , fatique dan sakit kepala.Jb. 1. BMI : BB/TB2: 75/(1,56)2: 75/2,4: 31,25 (Obesitas kelas II )Pada wanita dengan IMT (Indeks Massa tubuh) yang tinggi dapat terjadi peningkatan tekanan intra abdominal, yang menekan dasar panggul menyebabkan aktivitas otot destrusor yang berlebihan atau kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol.dan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan stres inkontinensia urin . Tekanan Darah 150/80 mmHgTermsuk ke dalam klasifikasi Hipertensi Sistolik Terisolasi. Hipertensi sistolik terisolasi mengacu pada peningkatan tekanan sistolik (tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih) dengan tekanan diastolik normal (tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal) dan umumnya terjadi pada kelompok usia lanjut. Hubungan antara hipertensi dengan inkontinensia urin adalah pada orang-orang yang terkena hipertensi akan diberikan obat untuk mengontrol tekanan darahnya seperti pada skenario, nyonya Minah diberikan obat Catopril yang salah satu efek sampingnya adalah batuk. Batuk dapat meningkatkan tekanan intraabdominal dan pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya inkontinensia urin. Adanya defisit apical radial pulseDinilai dengan membandingkan pulse pada apex jantung terhadap arteri radialis pada waktu yang sama selama 1 menit. Denyut pada a. Radialis jauh lebih lemah dibandingkan pada apex jantung. Merupakan salah satu tanda terjadinya fibrilasi atrial. Akan tetapi masih belum terdapat gejala pemberat berupa lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif.Apical radial pulse deficit Terjadi perbedaan irama antara nadi yang diperiksa di apical (jantung) dan radial menandakan aritmia Fibrilasi Atrial. Tidak ada exertional dsypnea , fatique dan sakit kepala.Tidak ada CHF, gagal ginjal

Masalah 5Densitometri lumbar (-3) dan femur (-2,7) ; GDS 6 ; MMSE 261. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari hasil pemeriksaan ; Densitometri lumbar dan femur GDS MMSE Jb.

Lumbal densitometry = -3,0 Femoral densitometry = -2,7 Interpretasi Osteoporosis

Dilaporkan 25% wanita menopause akan kehilangan kalsium 3% setahun dan kejadian ini disebut osteoporosis. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel mononuclear seperti IL-1, IL-6 dan TNF-a yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.Selain peningkatan aktifitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal.

Selain itu, menurunnya estrogen dapat menyebabkan :1. gangguan aktivasi sel osteoblast1. gangguan pengendapan matriks tulang1. berkurangnya deposit kalsium dan fosfat tulang Makna dalam kasusMenopause kehilangan estrogen proses resorpsi tulang tidak terkendali dan tidak dapat diimbangi oleh formasi tulang Osteoporosis.Berdasarkan T-score, terdapat risiko tinggi terjadinya fraktur sehingga perlu dilakukan :1. Tindakan pengobatan osteoporosis.1. Tindakan pencegahan fraktur dilanjutkan.Ulang densitometri tulang dalam 1-2 tahun.Interpretasi hasil GDS:Geriatric Depression Scale (Long Version)0 9 : Normal10 19: Depresi sedang20 30 : Depresi beratGeriatric Depression Scale (Short Version)0 5: Normal>5: Suggest depression10: Indicative of depression

Pada kasus, skor GDS Ny. Minah adalah 6 jadi kalau berdasarkan GDS Short Version, Ny. Minah masuk dalam kategori suggest depression, ini bisa disebabkan karena kematian suaminya atau karena penyakit inkontinensia yang saat ini sedang dideritanya, sedangkan kalau berdasarkan GDS Long Version, Ny. Minah masuk kategori normal. Interpretasi hasil MMSE:24 30: Normal18 23: Demensia ringan10 17 : Demensia sedang untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian bawah1. Tes tekanan urethra --> mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat dan saat dianmis.1. Imaging --> tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.

1. Pemeriksaan penunjuangUji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin pada saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih. Differential DiagnosisInkontinensia overflow merupakan hilangnya kendali miksi involunter yang berhubungan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini dapat terjadi secara sekunder dari kerusakan otot detrusor yang memicu kelemahan detrusor. Selain itu obstruksi uretra juga dapat memicu distensi kandung kemih dan inkontinensi overflow. Inkontinensia overflow terjadi pada keadaan kandung kemih yang lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga tekanan kandung kemih dapat naik tinggi, meningkatnya tegangan kandung kemih akibat obstruksi prostat hipertrofi pada laki-laki atau lemahnya otot detrusor akibat diabetes melitus, trauma medula spinalis, obat-obatan. Manifestasi klinisnya berupa pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna mengakibatkan urine menetes lewat uretra secara intermitten atau keluar tetes demi tetes.Inkontinensia urin tipe fungsional terjadi akibat penurunan berat fungsi fisik dan kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat. Hal ini terjadi biasanya pada demensia berat, penglihatan yang buruk, keengganan ke toilet karena depresi, kecemasan atau kemarahan, drunkeness, atau berada dalam situasi di mana tidak mungkin untuk mencapai toilet,gangguan mobiditas, gangguan neurologik dan psikologik.Working DiagnosisPada kasus ini, pasien menderita inkontinentia campuran (inkontinentia stress dan inkontinentia urgensi). Dikarenakan inkontinentia stress dapat terjadi akibat outlet kandung kemih atau sfingter yang tidak kompeten. Apa saja yang mengakibatkan tambahan tekanan intra-abdominal. Tambahan tekanan intra-abdominal dapat terjadi akibat obesitas, kehamilan, mengangkat barang berat, batuk, bersin, tertawa, gerak badan, dan seterusnya. Sedangkan inkontinentia urgensi dikaitkan pengeluaran urine yang tidak dapat ditahan dan segera keluar (urgensi).Kelainan ini dibagi 2 subtipe yaitu motorik dan sensorik. Subtipe motorik disebabkan oleh lesi pada sistem saraf pusat seperti stroke, parkinson, tumor otak dan sklerosis multiple atau adanya lesi pada medula spinalis suprasakral, subtipe semsorik disebabkan oleh hipersensitivitas kandung kemih akibat sinsitis, uretritis dan divertikulitis.EtiologiSeiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan terapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat. Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya. Obat-obatan ini bisa sebagai biang keladi mengompol pada orang-orang tua. Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat.Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya mengompol. Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan.Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.Patofisiologi Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase yaitu, fase pengisisan, dengan kandung kemih berfungsi sebagai reservoar urine yang masuk secara berangsur-angsur dari ureter, dan fase miksi dengan kandung kemih befungsi sebagai pompa serta menuangkan urine melalui uretra dalam waktu relatif singkat. Pada keadaan normal selama fase pengisian tidak terjadi kebocoran urine, walaupun kandung kemih penuh atau tekanan intraabdomen meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-loncat atau kencing dan peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada keadaan normal, dalam hal demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar kesadaran. Pada fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih dikosongkan sama sekali. Orang dewasa dapat mempercepat atau memperlambat miksi menurut kehendaknya secara sadar, tanpa dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing. Cara kerja kandung kemih yaitu sewaktu fase pengisian otot kandung kemih tetap kendor sehingga meskipun volume kandung kemih meningkat, tekanan di dalam kandung kemih tetap rendah. Sebaliknya otot-otot yang merupakan mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang. Dengan demikian maka uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam kandung kemih meningkat karena kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi pengendoran mekanisme penutup di dalam uretra. Uretra membuka dan urine memancar keluar. Ada semacam kerjasama antara otot-otot kandung kemih dan uretra, baik semasa fase pengisian maupun sewaktu fase pengeluaran. Pada kedua fase itu urine tidak boleh mengalir balik ke dalam ureter (refluks). Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah kontrol volunter dan disuplai oleh saraf pudenda, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol sistem safar otonom, yang mungkin dimodulasi oleh korteks otak. Kandung kemih terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan submukosa dan lapisan mukosa. Ketika otot detrusor berelaksasi, pengisian kandung kemih terjadi dan bila otot kandung kemih berkontraksi pengosongan kandung kemih atau proses berkemih berlangsung. otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot detrusor, saraf pelvis, medula spinalis dan pusat saraf yang mengontrol berkemih. Ketika kandung kemih seseorang mulai terisi oleh urin, rangsangan saraf diteruskan melalui saraf pelvis dan medula spinalis ke pusar saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada ganglia basal dan serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisi tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih. Ketika pengisian kandung kemih berlanjut, rasa penggebungan kandung kemih disadari, dan pusat kortikal (pada lobus frontal), bekerja menghambat pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikal dan subkortikal karena obat atau penyakit dapat mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin. Komponen penting dalam mekanisme sfingter adalah hubungan urethra dengan kandung kemih dan rongga perut. Mekanisme sfingter berkemih memerlukan agulasi yang tepat antara urethra dan kandung kemih. Fungsi sfingter urethra normal juga tergantung pada posisi yang tepat dari urethra sehiingga dapat meningkatkan tekanna intraabdomen secara efektif ditrasmisikan ke uretre. Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidak akan keluar pada saat tekanan atau batuk yang meningkatkan tekanan intraabdomen. Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh refleks-refleks yang berpusat di medula spinalis segmen sakral yang dikenal sebagai pusat berkemih. Pada fase pengisian kandung kemih, terjadi peningkatan aktivitas saraf otonom simpatis yang mengakibatkan penutupan leher kandung kemih, relaksasi dinding kandung kemih serta penghambatan aktivitas parasimpatis dan mempertahankan inversi somatik pada otot dasar panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas simpatis dan somatik menurun, sedangkan parasimpatis meningkat sehingga terjadi kontraksi otot detrusor dan pembukaan leher kandung kemih. Proses reflek ini dipengaruhi oleh sistem saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak, korteks serebri dan serebelum. Pada usia lanjut biasanya ada beberapa jenis inkontinensia urin yaitu ada inkontinensia urin tipe stress, inkontinensia tipe urgensi, tipe fungsional dan tipe overflow. Patofisiologi yang akan dibahas adalah inkontinensia urin tipe stress dimana inkontinensia urin tipe stres merupakan inkontinensia urin yang paling banyak dijumai pada perempuan. Ada sebuah penelitian yang melaporkan bahwa inkontinensia urin stres ternyata tidak hanya disebabkan oleh kegagalan penyokong uretr tetapi juga karena penutupan leher vesika yang tidak adekuat dan gangguan pada sestem kendali kontinensia urin (neuromuskular). Pemahaman itu memicu kesimpulan bahwa tatalaksana yang diberikan pada perempuan dengan inkontinensia urin harus disesuaikan dengan jenis inkontinensia urin dan penyebab kerusakan; sebaiknya tatalaksana ini tidak disamaratakan untuk semua kasus inkontinensia urin. Untuk lebih memahami patofisiologinya, inkontinensia urin akan dibahas dengan pendekatan anatomi dan fisiologi.Irisan lateral organ panggul berkaitan dengan sistem kendali kontinensia. Beberapa komponen penting yang berperan ialah otot levator ani yang berjalan dari tulang pubis menuju ke sfingter ani dibalik rectum untuk menyokong organ pelvis. Otot itu berjalan disebelah lateral fascia arkus tendinosus pelvis yang merupakan fasia endopelvis yang menghubungkan tulang pubis dengan spina isiadika. Fasia tersebut cenderung berperan pasif dalam mekanisme kontinensia tetapi hubungan fascia itu dengan otot levator ani merupakan elemen penting dalam sistem kendali in. Hubungan tersebut memungkinkan kontraksi aktif otot pelvis untuk memicu elevasi leher vesika. Aktivitas konstn normal otot levator ani menyokong leher vesika dalam proses miksi normal.Salah satu pertanyaan penting ialah bagaimana aparatus itu dapat menjaga uretra tertutup rapat walaupun tekanan dalam vesika meningkat pada waktu batuk keras tanpa dapat mendesak urin keluar melalui uretra. Pada model konseptul dijelaskan bahwa stabilitas lapisan penyokong cenderung lebih mempengaruhi terjadinya kontinensia dibandingkan dengan tinggi uretra. Individu dengan lapisan penyokong yang kuat, uretra akan ditekan antara tekanan abdominal dan fasia pelvis pada arah yang sama. Kondisi tersebut diibaratkan saaat seseorang dapat menghentikan aliran air yang melalui selang taman dengan menginjak selang dan menekan ke arah lantai keras yang mendasari. Jika lapisan dibawah uretra tidak stabil dan tidak memberikan tahanan yang kokoh terhadap tekanan abdominal yang menekan uretra, maka tekanan yang berlawanan akan menyebabkan hilangnya penutupan dan kerja oklusi akan berkurang. Kondisi yang terjadi selanjutnya dapat diibaratkan seperti saat seseorang mencoba menghentikan aliran air melalui selang taman dengan menginjak selang yang berada di atas tanah liat.Analog tersebut juga dapat menjelaskan mengapa pada inkontinensia urin dapat terbentuk sistoureterokel yang besar dan pada pasien dengan uretra yang terletak jauh dibawah posisi normal sering kali tidak dapat menjalankan fungsi kontinensia dengan baik. Jika lapisan suburetral dapat mempertahankan stabilitasnya maka mekanisme itu dipertahankan efektif (gambar 2).

Gambar 2. A. tekanan abdominal medesak uretra terhadap penyokong uretra. B. Pada gambar ini, jaringan penyokong tidak stabil sehingga tidak membentuk jaringan yang kokoh saat uretra ditekan. C. Sistouretrokel terbentuk saat uretra terletak lebih rendah dari normal tetapi memiliki lapisan penyokong kuat yang memungkinkan kompresi uretra.Klasifikasi Inkontinensia Urin1. Inkontinensia Urin Akut ReversibelPasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya.Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut.Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic.Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat akronim di bawah ini :D --> DeliriumR --> Restriksi mobilitas, retensi urinI --> Infeksi, inflamasi, ImpaksiP --> Poliuria, pharmasi1. Inkontinensia Urin PersistenInkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.

Kategori klinis meliputi :a. Inkontinensia urin stress (stres inkontinence)Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.

b. Inkontinensia urin urgensi (urgency inkontinence)Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai ikontinensia urin tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.c. Inkontinensia urin luapan / overflow (overflow incontinence)Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.7d. Inkontinensia urin fungsional Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.KomplikasiInkontinensia urin dapat menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, lecet pada area bokong sampai dengan ulkus dekubitus karena selalu lembab, serta jatuh dan fraktur akibat terpeleset oleh urin yang tercecer.PenatalaksanaanPada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan tetapi pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi konservatif. Latihan otot dasar panggul adalah terapi non operatif yang paling populer, selain itu juga dipakai obat-obatan, stimulasi dan pemakaian alat mekanis.Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.1. Terapi non farmakologiDilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah :1. Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.1. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia.9,101. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).1. Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah dengan cara :1. Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri 10 kali, ke depan ke belakang 10 kali, dan berputar searah dan berlawanan dengan jarum jam 10 kali.1. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan 10 kali.Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik1. Terapi farmakologi1. Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine.1. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra.1. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.1. Terapi pembedahanTerapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).1. Modalitas lainSambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan.1. PampersDapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana pengobatan sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin. Namun pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet bila jumlah air seni melebihi daya tampung pampers sehingga air seni keluar dan akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat menyebabkan kemerahan pada kulit, gatal, dan alergi.1. KateterKateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan batu. Selain kateter menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan alat yang secara rutin digunakan untuk mengosongkan kandung kemih. Teknik ini digunakan pada pasien yang tidak dapat mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga beresiko menimbulkan infeksi pada saluran kemih.1. Alat bantu toiletSeperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia lanjut yang tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebut akan menolong lansia terhindar dari jatuh serta membantu memberikan kemandirian pada lansia dalam menggunakan toilet .

Depresi pada geriatri1. PengertianDepresi merupakan gangguan perasaan dengan ciri-ciri antara lain: semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur, dan makan. Pada depresi terdapat gejala psikologik dan gejala somatik. Gejala psikologik antara lain adalah: menjadi pendiam, rasa sedih, pesimistik, putus asa, nafsu bekerja dan bergaul kurang, tidak dapat mengambil keputusan, mudah lupa dan timbul pikiran-pikiran bunuh diri. Gejala somatik antara lain: penderita kelihatan tidak senang, lelah, tidak bersemangat, apatis, bicara dan gerak geriknya pelan, terdapat anoreksia, isomnia, dan konstipasi (Maramis, 2005).2. Faktor Predisposisia. Gangguan efektif riwayat keluarga atau keturunan (faktor genetik).b. Perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri ( teori agresi menyerang kedalam).c. Perpisahan traumatic individu dengan benda atau yang sangat berarti ( teori kehilangan).d. Konsep diri yang negatif dan harga diri rendah (teori organisasi kepribadian).e. Masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap dunia seseorang dan terhadap stressor (teori kognitif)f. Keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya (model ketidakberdayaan).g. Kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan (model perilaku).h. Perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama masa depresi, termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekressi kortosol, dan variasi periodik dalam irama biologis model biologik. (Stuart dan Sundeen, 1998).

3. EtiologiEtiologi dari depresi pada lansia terdiri dari: faktor psikologik, biologik, dan sosio-budaya. Pada sebagian besar kasus, ketiga faktor ini saling berinteraksi.a). Faktor PsikososialMenurut teori psikoanalitik dan psikodinamik Freud (1917) cit Kaplan dan Sadock (1997) mengungkapkan bahwa depresi disebabkan karena kehilangan obyek cinta kemudian individu mengadakan introyeksi yang ambivalen dari aspek cinta tersebut. Menurut model Cognitif Behavioural Beck (1974) cit Kaplan dan Sadock (1997), depresi terjadi karena pandangan yang negatif terhadap diri sendiri, interprestasi yang negatif terhadap pengalaman hidup dan harapan pengalaman hidup dan harapan yang negatif untuk masa depan.b). Faktor Biologik1). Disregulasi biogenik aminBeberapa peneliti melaporkan bahwa pada penderita depresi terdapat abnormalitas metabolitas biogenik amin (5- hydroxy indolacetic acid, homouanilic acid, 3-methoxy-4 hydroxy phenylglycol). Hal ini menunjukkan adanya disregulasi biogenic amin, serotonin, dan norepineprin yang merupakan nurotransmiter paling terkait dengan patofisiologi depresi. 2). Disreguloasi NeuroendokrinHipotalamus merupakan pusat pengatur aksis neuroendokrin. Organ ini menerima input neuron yang mengandung neurotransmister biologik amin. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung biogenik ami (Amir, 1998). c). Faktor Genetik Faktor genetik memiliki kontribusi dalam terjadinya depresi. Berdasarkan studi lapangan, studi anak kembar, dan anak angkat, serta studi linkage terbukti adanya faktor genetik dan depresi.

4. Tanda dan GejalaFrank J.Bruno (cit. Samsyddin, 2006) mengemukakan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi, yakni:a). Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan.b). Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan.c). Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang depresi sulit tidur,. Tetapi dilain pihak banyak orang yang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur.d). Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya.e). Kurang Energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa lelah.f). Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. Orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri.g). Kapasitas menurun untuk bisa berfikir dengan jernih dan untuk memecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu.h). Perilaku merusak diri tidak langsung. Contohnya: penyalahgunaan alkohol/narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. Makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypogliycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.i). Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. (tentu saja, bunuh diri yang sebenarnya, merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung. 5. Tingkat DepresiDepresi menurut PPDGJ-III (2001) dibagi dalam tiga tingkatan yaitu depresi ringan, depresi sedang, depresi berat. Dimana perbedaan antara episode depresif ringan, sedang dan berat terletak pada penilaian klinis yang kompleks yang meliputi jumlah, bentuk dan keparahan gejala yang ditemukan.

a). Depresi Ringan Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresif seperti tersebut diatas. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya. Tidak boleh ada gejala beratnya diantaranya. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan.b). Depresi Sedang Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaliknya 4) dari gejala lainnya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.c). Depresi Berat Semua 3 gejala depresi harus ada. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya berlangsung sekurang-kuarangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejalanya aman berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. Sangat tidak mungkin pasien untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.1.Penatalaksaan DepresiPenatalaksaan depresi pada lansia meliputi beberapa aspek, antara lain:a). FarmakoterapiRespon terhadap obat pad usia lanjut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain farmakokinetik dan farmakodinamik. Faktor-faktor farmakokinetik antara lain: absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ereksi obat akan mempengaruhi jumlah obat yang dapat mencapai jaringan tempat kerja obat untuk bereaksi dengan reseptornya. Faktor-faktor farmakodinamik antara lain: sensitivitas reseptor, mekanisme homeostatik akan mempengaruhi antisitas efek farmakologik dari obat tersebut.Obat-obat yang digunakan pada penyembuhan depresi usia lanjut antara lain:- Anti Depresan Trisiklik- Irreversible Monoamin Oxsidase A-B Inhibitor (MAOIs)- Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs)- Selective Serotonin Reuptake Enhacer (SSRIs)- Penstabil Mood (Mood Stabilizer)- Electroconvulsive Teraphy (ECT) b). PsikoterapiMenurut Marasmis (2005), cara-cara psikoterapi dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu psikoterapi suportif dan psiloterapi genetic dinamik.1). Psikoterapi suportifTujuan psikoterapi jenis ini adalah menguatkan daya tahan mental yang ada, mengembangkan mekanisme yang baru dan lebih baik untuk mempertahankan control diri, dan dapat mengembalikan keseimbangan adaptif (dapat menyesuaikan diri). Cara-cara psikoterapi suportif antara lain: ventilasi atau psikokatarsis, persuasi atau bujukan, sugesti penjaminan kembali, bimbingan dan penyuluhan, terapi kerja, hipnoterapi dan narkoterapi kelompok, terapi perilaku.2). Psikoterapi genetic-dinamik (psikoterapi wawasan).Psikoterapi genetic-dinamik dibagi menjadi psikoterapi reeduaktif dan psikoterapi rekonstruktif. Psikoterapi reedukatif adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya lebih banyak dialam sadar, dengan usaha berencana untuk penyesuaian diri kembali, memodifikasi tujuan , dan membangkitkan serta mengungkapkan potensi reaktif yang ada. Cara psikoterapi reedukatif antara lain: terapi hubungan antara manuasia, terapi sikap, terapi wawancara, analisa dan sintesa yang distributive, konseling terapetik, terapi kerja, reconditioning, terapi kelompok yang reedukatif, dan terapi somatic. Cara-cara psikoterapi rekonstruktif antara lain: Psikoanalisa Freud, Psikoanalisis non-Frreu, psikoanalisis non-Freudian, dan psikoterapi yang berorientasi pada psikoanalisanya (misalnya: asosiasi bebas, analisa mimpi, hipnoanalisa, narkoterapi, terapi main, terapi seni, dan terapi kelompok analitik.

c). Manipulasi lingkunganLingkungan pergaulan pasien akan sangat membantu penatalaksanaan depresi pada lansia. Dimana keluarga penderita harus bersifat sabar dan penuh perhatian. Pengobatan sosiokultural dilakukan dengan mengurangi stresor yang ada yaitu menciptakan lingkungan yang sehat serta memperbaiki sistem komunikasi lingkungan. Selain itu keadaan fisik dan keberhasilan perlu mendapat perhatian yang optimal dan seringkali diperlukan mmanipulasi lingkungan untuk meringankan penderitaan pasien (Setabudi, 1984).

OsteoporosisPenyakit pada tulang yang ditandai oleh penurunan pembentukan matriks dan peningkatan resorpsi tulang sehingga terjadi penurunan jumlah total tulang.EpidemiologiPada usia lanjut, terutama pada wanita dengan faktor resiko rendahnya asupan kalsium dalam makanan dan pengeluaran kalsium yang berlebihan akibat masa menyusui anak yang terlalu lama serta jumlah paritas yang terlalu banyak.EtiologiAktivitas osteoklas > osteoblas1. MenopausePada menopause terjadi penurunan estrogen padahal estrogen berguna untuk mencegah resorpsi tulang, selain itu juga terjadi penurunan aktivitas tubuh dan penurunan sekresi parathormon.2. Penurunan kadar kalsitoninKalsitonin berguna untuk menekan aktivitas osteoklas. Pada usia lanjut terjadi penurunan kadar kalsitonin.3. Penurunan kadar androgen adrenal4. Aktivitas fisikAdanya imobilisasi lama yang mengakibatkan penurunan masa tulang.5. Penurunan absorpsi kalsiumSeiring pertambahan usia terjadi penurunan penyerapan kalsium tubuh.

Faktor Resiko1. Umur (manula)1. Etnis (kulit putih mempunyai resiko paling tinggi)1. Keturunan1. Kerangka tubuh yang lemah dan skoliosis1. Kurangnya kegiatan fisik1. Tidak pernah melahirkan1. Menopause dini mulai 46 tahun1. Gizi.Protein yang berlebihan akan menurunkan kadar kalsium dalam plasma, diet garam, perokok, peminum aklohol, dan kopi yang berat.1. Endokrin, kadar estrogen plasma yang kurang1. Obat, misalnya corticosteroid,dll1. Fatique damage atau kerusakan tulang karena keletihan1. Jenis kelamin. Osteoporosis pada perempuan lebih sering daripada laki-laki dengan perbandingan 3:1

Klasifikasi1. Osteoporosis Primer (80%)Terutama pada tulang belakang, femur dan pergelangan tanganTipe I sering pada wanita pascamenopauseTipe II sering pada usia senile >75 tahun baik pada laki-laki dan perempuan2. Osteoporosis SekunderSering akibat penyakit lain. Contoh : akromegali, hiperparatiroidisme primer, DM tipe I, Corticosteroid jangka lama, keganasan misalnya: myeloma multipel.3. Osteoporosis IdiopathicPenyebab tidak diketahui, jarang, sering pada anak anak, remaja, wanita pramenopause dan laki laki usia pertengahan.DiagnosisAnamnesis dan Pemeriksaan Fisik- nyeri tulang terutama terasa pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada malam hari.- deformitas tulang.Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.Pemeriksaan LaborPemeriksaan kadar osteokalsin dan alkali fosfatase untuk menilai proses osteoblastik dan pemeriksaan piridinolin crosslink (Pyd) dan deoksipiridinolin crosslink (Dpd) pada proses osteoklastik.Selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui osteoporosis sekunder seperti hiperparatiroidisme (kadar TSH dan FT4), hiperparatiroidisme primer (kadar iPTH dan mmPTH), sindrom Cushing (kortisol) dan myeloma (SPE dan hematologi rutin).Kadar Ca, Fosfat, Kalsitonin dan vitamin D juga dapat turut diperiksa.PencitraanRadiografi = codfish deformity/fish mouth pada vertebra setelah penurunan masa tulang >30%CT Scan bila dicurigai adanya keganasanDEXA (Dual X-Ray Absorptiometry) yang paling sensitif dan akurat. Setiap pengurangan massa tulang 1 SD meningkatkan kemungkinan patah tulang 2 2,5 kali.Berdasarkan densitas mineral tulang (bone mass density=BMD) menurut WHO :BMD normal 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.

1. Keturunan (Genetik)Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.1. Faktor resiko yang dapat dikontrol:1. ObesitasPada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.1. Kurang Olahraga.Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.1. Kebiasaan MerokokMerokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.1. Mengkonsumsi garam berlebihBadan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.1. Minum alkoholBanyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi.1. Minum kopiFaktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.1. StressHubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

Tanda Dan GejalaSeperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau tersembunyi (occult). Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun

Pemeriksaan Penunjang1. Hemoglobin / hematokrit1. Untuk mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia. 1. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal1. GlukosaHiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).1. Kalium serumHipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.1. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.1. Kolesterol dan trigliserid serumPeningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )1. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.1. Kadar aldosteron urin/serumUntuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab ).1. UrinalisaDarah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.1. Asam uratHiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.1. Steroid urin: Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme 1. IVPDapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.1. Foto dada: Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung.1. CT scan: Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati.1. EKGDapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

KomplikasiPasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab tersering kematian adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal ginjal sering ditemukan, dan sebagian kecil pada pasien dengan retinopati.1. Komplikasi pada Sistem KardiovaskulerKompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan tekanan sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan penebalan dinding ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk, kapasitasnya membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung. Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard karena penambahan massanya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran jantung dengan denyut ventrikel kiri yang menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat) sering terdengar pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark. Sebagian besar kematian dengan hipertensi disebabkan oleh infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin II.

1. Efek NeurologikEfek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah retina. Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi. Sakit kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang merupakan salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan keleyengan, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi secara sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-Bouchard). Hanya umur dan tekanan arterial diketahui berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma.Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau transient ischemic attack.Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah.

1. Efek pada GinjalLesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat pada penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus dan 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga sering terjadi pada pasien-pasien ini.

PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan hipertensi adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan sistem kardiovaskuler dan ginjal. Karena kebanyakan penderita hipertensi, khususnya yang berusia > 50 tahun akan mencapai target tekanan diastol saat target tekanan sistol sudah dicapai, sehingga fokus utamanya adalah mencapai target tekanan sistol. Penurunan tekanan sistol dan diastol < 140 / 90 mmHg berhubungan dengan penurunan terjadinya komplikasi stroke, dan pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus, target tekanan darah ialah < 130 / 80 mmHg.Penalaksanaan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip, yaitu :1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan kausal.1. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.1. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi.1. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan mungkin seumur hidup.1. Pengobatan dengan menggunakan standart triple therapy (stt) menjadi dasar pengobatan hipertensi.

Pemakain obat pada lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan adanya :1. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan1. Interaksi obat1. Efek samping obat.1. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.

Pada pengobatan hipertensi ada tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penderita adalah :1. Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler.1. Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer.1. Organ yang rusak karena hipertensi.

Secara garis besar, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat antihipertensi, yaitu:1. Mempunyai efektivitas yang tinggi1. Mempunyai toksisitas dan efek samping yang ringan atau minimal1. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.1. Tidak menimbulkan intoleransi 1. Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh penderita.1. Memungkinkan pe