laporan ske b blok 26

60
LAPORAN TUTORIAL Skenario B Blok 26 2015 Kelompok 7 Tutor : dr. Nita Parisa Rofifah Dwi Putri 04121401089 Shobana An Agustin 04111401101 Abdillah Husada 04121401023 Rifkia Izza Maorits 04121401028 Nikodemus SPL Tobing 04121401033 Indriani Gultom 04121401057 Maya Chandra Dita 04121401038 Helen 04121401044 Intan Fajrin Karimah 04121401046 Putri Beauty Octavia 04121401037 Vina Chanthyca Ayu 04121401043 Fakhra Afifah Aliati 04121401041 Risfandi Ahmad Taskura 04121401091

Upload: indriani-gultom

Post on 11-Feb-2016

259 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

laporan kelompok

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Ske B Blok 26

LAPORAN TUTORIALSkenario B Blok 26

2015

Kelompok 7

Tutor : dr. Nita Parisa

Rofifah Dwi Putri 04121401089

Shobana An Agustin 04111401101

Abdillah Husada 04121401023

Rifkia Izza Maorits 04121401028

Nikodemus SPL Tobing 04121401033

Indriani Gultom 04121401057

Maya Chandra Dita 04121401038

Helen 04121401044

Intan Fajrin Karimah 04121401046

Putri Beauty Octavia 04121401037

Vina Chanthyca Ayu 04121401043

Fakhra Afifah Aliati 04121401041

Risfandi Ahmad Taskura 04121401091

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

Page 2: Laporan Ske B Blok 26

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… 3

KEGIATAN TUTORIAL …………………………………………………… 4

SKENARIO …………………………………………………………………… 5

KLARIFIKASI ISTILAH ……………………………………………………… 5

IDENTIFIKASI MASALAH ……………………………………………….…. 6

ANALISIS MASALAH ……………………………………………………….. 7

TEMPLATE …………………………………………………………………….. 14

HIPOTESIS …………………………………………………………………….. 21

TOPIK PEMBELAJARAN ………………………………………………….…. 21

KESIMPULAN ………………………………………………………………… 40

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 41

2

Page 3: Laporan Ske B Blok 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga

kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B Blok 26”

sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita,

nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir

zaman.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.

Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,

2. tutor kelompok,

3. teman-teman sejawat FK Unsri,

4. semua pihak yang telah membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada

semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan

perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

Palembang, 26 Agustus 2015

Tim Penyusun

3

Page 4: Laporan Ske B Blok 26

KEGIATAN TUTORIAL

Tutor : dr. Nita Parisa

Moderator : Putri Beauty Octavia

Sekretaris Meja : 1. Rifkia Izza Maorits

2. Helen

Pelaksanaan : 24 Agustus 2015 dan 26 Agustus 2015

13.00-14.30 WIB

Peraturan selama tutorial:

1. Mengangkat tangan terlebih dulu bila ingin menyampaikan atau menyanggah pendapat.

2. Berbicara setelah dipersilakan oleh moderator.

3. Tidak diperkenankan menggunakan alat komunikasi elektronik, tablet, laptop, dan lain-lain

kecuali untuk kepentingan tutorial.

4

Page 5: Laporan Ske B Blok 26

I. SKENARIOAnto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki

dan tangannya teraba dingin seperti es. Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus

menerus, tidak menggigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk

pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Anto sudah diberi obat penurun

panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai

turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak napas, disertai mimisan. Sejak 8 jam

yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.

Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan Umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filliformis, RR: 36x/menit, T:

36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test: (+)

Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)

Thorax: simetris, dyspnea (-). Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama

derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-).

Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)

normal.

Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”

Pemeriksaan Penunjang:

Hb: 12 g/dL Ht: 45 vol% Leukosit: 2800/mm3, trombosit: 45.000/mm3.

II. KLARIFIKASI ISTILAH

II.1 Mimisan: perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga, hidung, dan

nasofaring disebabkan oleh kelainan local atau sistemik dan paling sering adalah

dari pleksus kilsebach.

5

Page 6: Laporan Ske B Blok 26

II.2 Batuk: embusan cepat udara dari paru-paru yang biasanya dalam rangka untuk

membersihkan saluran udara paru-paru cairan, lendir, atau materi; juga disebut

tusis.

II.3 Sesak napas: (dyspnea) ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai

sensasi yang berbeda intensitasnya.

II.4 Kaki tangan dingin seperti es: ekstremitas dingin yang disebabkan karena

kekurangan oksigen di jaringan perifer.

II.5 Delirium: gangguan mental yang ditandai oleh ilusi, halusinasi, ketegangan otak

dan kegelisahan fisik.

II.6 Nadi filliformis: nadi yang cepat dan lemah.

II.7 Rumple leede test: Pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan

pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik

kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit.

II.8 Demam: Peningkatan suhu tubuh di atas normal.

II.9 Suara napas vesikuler: Suara paru normal saat udara melewati duktus alveolar

dan alveoli, suara terdengar di seluruh lapangan paru, suaranya halus, rendah,

inspirasi lebih panjang dari ekspirasi 3:1. Terdengar paling jelas di perifer paru-

paru.

II.10 Capillary refill time: Waktu pengisian kembali kapiler.

III. IDENTIFIKASI MASALAH

III.1 Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki

dan tangannya teraba dingin seperti es.

III.2 Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak menggigil, disertai

sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan

buang air kecil seperti biasa.

III.3 Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian

naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit

sesak napas, disertai mimisan.

III.4 Sejak 8 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba

dingin seperti es. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.

6

Page 7: Laporan Ske B Blok 26

III.5 Pemeriksaan Fisik:

Keadaan Umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filliformis, RR: 36x/menit, T:

36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test: (+)

Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)

Thorax: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-),

irama derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-).

Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)

normal.

Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”

III.6 Pemeriksaan Penunjang:

Hb: 12 g/dL Ht: 45 vol% Leukosit: 2800/mm3, trombosit: 45.000/mm3.

IV. ANALISIS MASALAH

IV.1 Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki

dan tangannya teraba dingin seperti es. Sejak 8 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil

disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.

IV.1.1 Apa etiologi dan patofisiologi dari:

a.Kaki dan tangan dingin seperti es

Merupakan manifestasi dari Sindrom Syok Dengue, di mana telah terjadi

kebocoran plasma yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi pada tubuh pasien.

b. Tidak buang air kecil

Anuria adalah salah satu pertanda terjadinya syok. Pada keadaan syok perfusi ke

ginjal menurun. Akibatnya jumlah darah yang difiltrasi juga menurun sehingga

produksi urin juga menurun. Pasien tidak buang air kecil sejak 8 jam dan disertai

kaki teraba dingin seperti es menunjukkan pasiem mengalami syok hipovolemik.

Hal ini karena virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan

menimbulkan viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement

sehingga terjadi komplek imun antibodi-virus pengaktifan tersebut akan

membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin,

Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi

7

Page 8: Laporan Ske B Blok 26

termoregulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi

Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi.

IV.1.2 Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami?

Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur

<15 tahun (95%) dan mengalami pergeseran dengan adanya peningkatan proporsi

penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi penderita DBD

pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah.

IV.2 Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak menggigil, disertai

sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan

buang air kecil seperti biasa.

IV.2.1 Apa etiologi dan patofisiologi dari:

a. Demam tinggi terus menerus dan tidak menggigil

Etiologi: Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non

infeksi.

1. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur,

ataupun parasit.

2. Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara

lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi,

keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, SLE, vaskulitis, dll),

keganasan (penyakit Hodgkin, limfoma non-hodgkin, leukemia, dll) dan

pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin).Selain

itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari

pemberian imunisasi selama ±1-10 hari. Hal lain yang juga berperan sebagai

faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti

perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus,dll).

Mekanisme:

Substansi penyebab demam disebut sebagai pirogen. Pirogen terdiri atas 2

macam yaitu pirogen endogen dan pirogen eksogen. Pirogen endogen berasal

dari luar tubuh (bakteri, virus, parasit) sedangkan pirogen eksogen berasal dari

dalam tubuh (sitokin, IL-1, IL-6, TNF-α). Pada kasus ini pirogen eksogen

berupa virus dengue akan merangsang sel makrofag/monosit, limfosit, dan 8

Page 9: Laporan Ske B Blok 26

endothel untuk melepaskan pyrogenic sitokin (IL-1,IL-6,TNF, INF). Pirogen

eksogen dan pyrogenic sitokin ini selanjutnya akan berikatan dengan

reseptornya di endothelium hypothalamus sehingga mengaktivasi fosfolipase

A2 untuk melepaskan asam arakhidonat kemudian oleh enzim COX2, asam

arachidonat diubah menjadi PGE2 sehingga terjadi peningkatan set point pada

hypothalamus.

Pada kasus DBD demam bisa disertai dengan menggigil, bisa juga tidak. Akan

tetapi, demam yang disertai menggigil lebih sering terjadi pada kasus malaria,

dimana terdapatnya fase menggigil. Oleh sebab itu, penyebab demam karena

malaria dapat disingkirkan. Saat demam, menggigil merupakan kompensasi

tubuh untuk meningkatkan panas dengan dengan sangat cepat sehingga saat

tubuh akan melakukan kompensasi. Akibat virulensi dengue yang begitu

tinggi, tubuh belum sempat beradaptasi dengan respon menggigil.

b. Sakit kepala

Nyeri kepala pada pasien terjadi akibat rilis mediator proinflamasi sebagai

mekanisme respon imun terhadap agen infeksius. Mediator proinflamasi

ini kemudian menekan ujung-ujung saraf sehingga kemudian disampaikan

sebagai rasa nyeri pada otak. Hal inilah yang menyebabkan penderita

merasakan nyeri kepala.

Viremia kompleks virus-antibodi aktivasi komplemen

anafilatoksin (c3a, c5a) histamin vasodilatasi (vasoaktif)

gangguan tekanan intracranial sakit kepala.

c. Pegal-pegal

Pada seseorang dengan hipoperfusi, asupan oksigen dan glukosa akan

menurun sehingga tubuh kekurangan energi, Respon dari tubuh adalah

melakukan pembentukan energi melalui jalur anaerob dimana hasil

akhirnya adalah asam laktat yang membuat otot pegal.

d. Sakit perut

Setiap kenaikan 1 derajat terjadi peningkatan 13% konsumsi O2,

peningkatan kebutuhan kalori, dan katabolisme otot menjadi cepat. Pada 9

Page 10: Laporan Ske B Blok 26

kasus ini, karena terjadi peningkatan permeabilitas dan perembesan

plasma yang terus menerus, perfusi ke jaringan menurun menyebabkan

hipoksia jaringan sehingga timbul sakit perut.

IV.2.2 Apa makna dari tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti

biasa?

Tidak ada batuk pilek adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding

berupa influenza/common cold. Dimana gejala klinis yang di timbulkan

berupa demam yang disertai dengan sakit otot, rasa lemas, tidak nafsu

makan, dan mungkin ada pilek, batuk dan sakit tenggorokan. BAK seperti

biasa dan belum terjadi penurunan volume menunjukan bahwa DBD yang

diderita belum sampai tahap syok. BAB seperti biasa menunjukan bahwa

demam yang diderita bukan karena infeksi thypoid karena biasanya

thypoid menyebabkan konstipasi atau diare. Makna klinis BAB seperti

biasa juga menandakan bahwa tidak ada perdarahan organ dalam yang

ditandai dengan BAB berwarna hitam (melena) atau muntah berwarna

hitam (hematemesis).

IV.3 Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian

naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit

sesak napas, disertai mimisan. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.

IV.3.1 Apa makna panas yang turun sebentar kemudian naik lagi?

Demam pada pasien DBD umumnya antara 39-40°C, bersifat bifasik

(demam pelana kuda), menetap 5-7 hari. Pada fase awal demam yang

merupakan fase febris, demam akan menetap. Pemberian antipiretik pada

fase ini hanya untuk mempertahankan suhu dibawah 39°C namun tidak

mengurangi lama demam. Sehingga walaupun diberikan antipiretik,

demam akan tetap naik meskipun sudah turun setelah pemberian

antipiretik jika masih berada dalam fase febris (1-4 hari pertama).

IV.3.2 Apa makna satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk

serta sedikit sesak napas disertai mimisan?

10

Page 11: Laporan Ske B Blok 26

Menandakan bahwa anto sudah masuk pada fase kritis dari DBD, dimana

fase kritis sering ditandai dengan penurunan suhu tubuh. Kemudian,

terjadinya mimisan atau epiktaksis juga merupakan salah satu tanda terjadi

nya manifestasi pendarahan mukosa, yang menjadi salah satu cara

penegakan diagnosis DBD. Sesak nafas terjadi pada pasien DBD karena

telah terjadi efusi pleura, terutama hemitoraks kanan, tetapi apabila terjadi

perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua

hemitoraks. Sesak napas juga bisa terjadi karena telah terjadi syok.

4.4 Pemeriksaan Fisik:

Keadaan Umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filliformis, RR: 36x/menit, T:

36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test: (+)

Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)

Thorax: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama

derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-).

Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)

normal.

Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”

4.4.1 Interpretasi dan mekanisme abnormal:

a. Keadaan Umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filliformis, RR:

36x/menit, T: 36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test: (+)

11

Page 12: Laporan Ske B Blok 26

Pemeriksaan Hasil pada Kasus

Normal Interpretasi Mekanisme

Kesadaran Delirium/gelisah Compos mentis

Abnormal Kurangnya oksigen yang dibawa untuk perfusi jaringan (terutama otak dan SSP)

Tekanan Darah 70/50 mmHg 120/ 80 mmHg Hipotensi Kebocoran plasma volume intravascular menuruntekanan darah meningkat sebagai kompensasi tubuh lama-lama terjadi syok tekanan darah menurun

Nadi Filiformis Isi cukup, tegangan cukup, amplitude cukup, frekuensi teratur, kecepatan normal.

Abnormal Kompensasi tubuh terhadap kehilangan cairan akibat kebocora plasma

RR 36x/menit 20-50x/ menit Abnormal Normal

Suhu 36,2oC 36,5-37,5oC Hipotermi Kurangnya suplai darah dn oksigen ke jaringan perifer

Berat badan 15 kg BMI : 15

(0.98)2

BMI : 15,6

Gizi kurang

Tinggi badan 98 cm

b. Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)

Konjungtiva Interpretasi: normal

Penjelasan: hal tersebut menunjukkan bahwa kebocoran plasma tidak

menimbulkan anemia

Nafas cuping hidung interpretasi: normal

12

Page 13: Laporan Ske B Blok 26

c. Thorax: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising

jantung (-), irama derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan,

wheezing (-).

Normal.

d. Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak

teraba, BU (+) normal.

Hepatomegali pada pasien DBD terjadi akibat kerja berlebihan hepar untuk

mendestruksi trombosit dan untuk menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel

hepar terutama sel Kupffer mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus

dengue. Bila kebocoran plasma dan perdarahan yang terjadi tidak segera

diatasi, maka pasien dapat jatuh ke dalam kondisi kritis yang disebut DSS

(Dengue Shock Sydrome) dan sering menyebabkan kematian (Soedarmo,

2002; Nainggolan et al. 2006).

e. Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”

CRT memanjang (> 2 detik) pada :

a. Dehidrasi (hipovolumia)

b. Syok

c. Peripheral vascular disease

d. Hipotermia

CRT memanjang utama ditemukan pada pasien yang mengalami keadaan

hipovolumia (dehidrasi,syok), dan bisa terjadi pada pasien yang hipervolumia

yang perjalanan selanjutnya mengalami ekstravasasi cairan dan penurunan

cardiac output dan jatuh pada keadaan syok.

4.5 Pemeriksaan Penunjang:

Hb: 12 g/dL Ht: 45 vol% Leukosit: 2800/mm3, trombosit: 45.000/mm3.

13

Page 14: Laporan Ske B Blok 26

4.5.1 Interpretasi dan mekanisme abnormal:

Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi Hasil

Hemoglobin 12g/dL 11-14 g/dL Normal Normal

Hematokrit 45 vol % 31-40 vol % meningkat Terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma sehingga kadar Ht seolah-olah meningkat di dalam plasma

Leukosit 2800/ mm3 5000-10.000/ mm3

Leukopenia Infeksi virus dengue menyebabkan banyak leukosit yang mati

Trombosit 45.000/ mm3 150.000-400.000 / mm3

Trombositopenia berat

Trombositopenia terjadi akibat pemendekan umur trombosit akibat destruksi berlebihan oleh virus dengue dan sistem komplemen (pengikatan fragmen C3g) depresi fungsi megakariosit, serta supresi sumsum tulang

V. TEMPLATE

V.1 How to diagnose

1. Klinis

Gejala klinis berikut harus ada, yaitu:

Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus

menerus selama 2-7 hari

Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

o uji bendung positif

o petekie, ekimosis, purpura

o perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

o hematemesis dan atau melena

Pembesaran hati14

Page 15: Laporan Ske B Blok 26

Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan

tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan

tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik)

dan pasien tampak gelisah.

2. Laboratorium

Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)

Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,

dengan manifestasi sebagai berikut:

o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar

o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan

o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau

hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis

Kerja DBD.

Derajat Penyakit

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah

ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)

Derajat IDemam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung.

Derajat IISeperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat IIIDidapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.

Derajat IVSyok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

15

Page 16: Laporan Ske B Blok 26

V.2 DD

Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang

luas. Pada hari–hari pertama DBD sulit dibedakan dari morbili dan Immune

Thrombocytopenic Purpura (ITP) yang disertai demam. Diagnosis banding

perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam

tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.

V.3 WD

Dengue Shock Syndrome

V.4 Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah

tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989

hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per

100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun

hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui

vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan

kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya

tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,

kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa faktor diketahui

berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :

1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu

tempat ke tempat lain;

2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan

paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;

3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

16

Page 17: Laporan Ske B Blok 26

V.5 Etiologi

Etiologi kasus ini adalah oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda

antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1,

DEN-2, DEN-3, DEN-4. Virus ini ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.

Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko

penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status

imunitas, dan predisposisi genetis.

V.6Patofisiologi

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang atau re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) dengan konsentrasi tinggi.

Terdapatnya kompleks virus-antibodi di dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :

1. Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding tersebut (plasma leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya syok. Telah terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok diduga akibat kebocoran plasma melaui kapiler yang rusak ke daerah ekstravaskular seperti rongga pleura, peritonium atau perikardium.

2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis ini akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan terjadinya agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular.

3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses

17

Page 18: Laporan Ske B Blok 26

aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Di samping itu aktivasi ini juga merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding kapiler.

V.7Tatalaksana

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat sekali mengalami syok dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati.

Penggantian Volume Plasma Segera

Seperti diketahui cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3 bagian cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini dibagi lagi menjadi cairan intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%).

Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid isotonik efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal dan tidak meninbulkan reaksi alergi. Namun hanya seperempat bagian bolus yang tetap berada di dalam intravaskular, sehingga diperlukan lebih banyak volume dan berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru. Contoh larutan ini adalah ringer laktat, ringer asetat dan NaCl 0,9%. Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu mempertahankan tekanan onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas dan komplikasi lain. Contoh cairan koloid adalah albumin, dextran dan gelatin. Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgbb, tetesan secepatnya. Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan dinaikkan lagi menjadi 20 ml/kgbb disamping pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak melebihi 30 ml/kgbb/jam. Apabila setelah pemberian kedua cairan tresebut syok belum teratasi sedangkan kadar Ht menurun didiga terjadi perdarahan maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar Ht.

Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume

Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar Ht turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila Ht telah turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam atau lebih merupakan keadaan sirkulasi membaik.

18

Page 19: Laporan Ske B Blok 26

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka pemeriksaan analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa.

Pemberian Oksigen

Terapi oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak sering menjadi gelisah apabila dipasang masker oksigen.

Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit tanpa parbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan tanda perdarahan. Pemberian darah segar adalah untuk meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif. Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT dan FDP berguna untuk mementukan berat-ringannya DIC.

Pemantauan

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan adalah : Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok teratasi. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan, untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi. Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam).

Rawat di PICU

Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif.

V.8Komplikasi 19

Page 20: Laporan Ske B Blok 26

Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya.

Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan

elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam. Pada usia 1–4 tahun wajib

diwaspadai ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia tersering

terjadinya kejang demam. Komplikasi lain juga bisa terjadi sirosis hati dan edem

paru. Kegagalan dalam melakukan tatalaksana komplikasi ini, dapat memberikan

jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan tanda kegagalan sirkulasi,

hipotensi dan syok serta bisa menyebabkan kematian.

V.9Pencegahan dan edukasi

Menggunakan insektisida

1. Malathion (untuk membunuh nyamuk dewasa), dengan pengasapan atau

pengabutan. Dapat digunakan berbagai jenis insektisida yang

disemprotkan di dalam kamar atau ruangan.

2. Abate (untuk membunuh jentik nyamuk), dengan menaburkan pasir abate

ke dalam sarang-sarang nyamuk (penampungan air bersih)

Tanpa insektisida

1. Menguras bak mandi dan tempat penampungan air minimal 1x seminggu

2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat

3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, dan benda lain

yang memungkinkan nyamuk bersarang

- Isolasi penderita, agar penderita tidak digigit vector (nyamuk) lain untuk

ditularkan kepada orang lain

- Mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan obat (anti nyamuk)

gosok

Atau secara singkat dengan menerapkan program 3M plus, yakni

mengubur barang bekas yang berpotensi sebagai tempat perkembangan nyamuk,

20

Page 21: Laporan Ske B Blok 26

menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan

menggunakan kelambu, bubuk abate, serta memelihara ikan tempalo.

V.10 Prognosis

Dubia.

V.11 KDU

Syndrom Shock Dengue: 3B

DBD: 4A

VI. HIPOTESIS

Anto anak laki-laki usia 5 tahun diduga mengalami sindrom dengue shock.

VII. LEARNING ISSUE

VII.1 Demam Berdarah Dengue

A. Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic

fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi

klinis demam,nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai

oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan/syok.

B. Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat moleku l 4 x 106.

Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype

ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang

21

Page 22: Laporan Ske B Blok 26

antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan

West Nile virus.

C. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.

Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan

pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun

1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.

aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi

lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang

berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa

faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :

4) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke

tempat lain;

5) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan

terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;

6) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

D. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis

berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon

imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :

a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi

antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi

virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent

enhancement (ADE)

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun

seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi

22

Page 23: Laporan Ske B Blok 26

interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6

dan IL-10;

c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.

Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi

sitokin oleh makrofag;

d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a

dan C5a.

Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks

virus antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi

makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga

diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit

sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating

factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi

kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-

antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma. Trombositopenia pada

infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :

1) Supresi sumsum tulang, dan

2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan

hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan

proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada

saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya

stimulasi tromobositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,

terdapatnya antibody VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di

perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,

peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi

tromobosit. Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati

konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam

berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur

intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak

(kalikrein C1-inhibitor complex).

23

Page 24: Laporan Ske B Blok 26

24

Page 25: Laporan Ske B Blok 26

Etiologi dan mekanisme epistaksis

Epistaksis adalah pecahnya pembuluh darah kecil di hidung yang bisa terjadi karena

perdarahan kronik, infeksi local, trauma, tumor, penyakit kardiovaskular, infeksi sistemik,

perubahan tekanan atmosfer, kelainan hormonal maupun kelainan kongenital. Pada kasus

akibat invasi virus dengue, maka terjadi viremia. Kompleks imun antibody diaktifkan. Lalu

terjadilah trombositopenia sehingga terjadi koagulopati. Perdarahan pun terjadi termasuk

perdarahan di hidung

E. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa

demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue

(SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis

25

Page 26: Laporan Ske B Blok 26

selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai

risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.

F. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam

dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan

hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit

plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun

deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase

Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis

yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM

maupun IgG. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

• Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative

(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total

leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

• Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

• Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥

20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

• Hemostasis: Dilakuka n pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

• Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

• Golongan darah: dan crossmatch (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau

komponen darah.

26

Page 27: Laporan Ske B Blok 26

• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM: terdeksi mulai

hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi

primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari

ke-2.

•Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan,

uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

2. Pemeriksaan radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila

terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.

Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur

pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan

pemeriksaan USG.

G. Diagnosis

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala

prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

1. Demam Dengue (DD).

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih

manifestasi klinis sebagai berikut: Nyeri kepala., Nyeri retroorbital, Mialgia / arthralgia,

Ruam kulit, Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif), Leukopenia dan

pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah

dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

2. Demam Berdarah Dengue (DBD).

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di

bawah ini dipenuhi :

• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : Uji bendung positif, Petekie,

ekimosis, atau purpura, Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan dari tempat lain, Hematemesis atau melena

• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).

27

Page 28: Laporan Ske B Blok 26

• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis

kelamin.

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya.

- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada

DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.

H. Diagnosis Banding

Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada

hari –hari pertama DBD sulit dibedakan dari morbili dan Immune Thrombocytopenic Purpura

(ITP) yang disertai demam. Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat

kesesuaian klinis dengan demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.

Sindrom Syok Dengue (SSD).

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang

cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai

umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

I. Derajat penyakit infeksi virus dengue

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi

derajat penyakit

28

Page 29: Laporan Ske B Blok 26

Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu:

derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif);

derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain,

derajat III yang ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta

penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai <80 mmHg),

sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasen tampak gelisah; serta

derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba

dan tekanan darah tidak terukur.

29

Page 30: Laporan Ske B Blok 26

J. Tata Laksana

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan

plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.

Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa,

tetapi pada pasien DSS diperlukan perawatan intensif. Diagnosa dini terhadap tanda–tanda

syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi kematian. Pada fase demam pasien

dianjurkan tirah baring, diberi obat antipiretik atau kompres hangat. Tidak dianjurkan

pemberian asetosal/salisilat dikarenakan dapat menimbulkan gastritis, perdarahan atau

asidosis sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian cairan dan

elektrolit per oral, jus buah, sir up, susu, selain air putih juga dianjurkan pada pasien demam

dengue. Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejala tidak sepesifik, sehingga patut

30

Page 31: Laporan Ske B Blok 26

diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang mungkin merupakan gejala awal

perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala awal berupa demam tinggi mendadak tanpa sebab

yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu. Pertama yang harus dilakukan

adalah melihat tanda syok yang merupakan tanda kegawatdaruratan seperti gelisah, nafas

cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan sebagainya. Jika ditemukan

kejang, muntah berulang, kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya dilakukan

rawat inap. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan pemeriksaan uji

torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji torniquet (-) atau uji torniquet

(+) dengan jumlah trombosit >100.000/ul dapat dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap

hari hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik berupa parasetamol. Apabila

jumlah trombosti <100.000/ul perlu dirawat untuk observasi. Pada pasien rawat jalan, di beri

nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda syok maka pasien harus di bawa ke

rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Pada keadaan dehidrasi/kehilangan cairan yang

disebabkan demam tinggi, anoreksia dan muntah, dapat diberikan cairan pengganti berupa

minum 50 ml/kg berat badan dalam 4-6 jam pertama kemudian jika dehidrasi teratasi diberi

cairan rumatan 80 –100 ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Bila terjadi kejang demam,

diberikan antikonvulsif selain diberi antipiretik. Kemudian dilakukan pemeriksaan hematokrit

berkala untuk monitor hasil pengobatan sebagai gambaran derajat kebocoran plasma dan

pedoman kebutuhan cairan intravena. Jenis cairan yang digunakan larutan kristaloid adalah

larutan ringer Laktat (RL), ringer asetat (RA) dan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

Kemudian cairan koloid seperti dekstran-40, albumin 5%, gelatin dsb. Darah, Fresh Frozen

Plasma, dan komponen darah lain diberikan untuk mempertahankan Hb, menaikkan daya

angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan untuk mengkoreksi koagulopati. Cairan yang

mengandung glukosa tidak diberikan dalam bentuk bolus karena dapat menyebabkan

hiperglikemia, diuresis osmotik dan memperburuk cedera serebral iskemik.

31

Page 32: Laporan Ske B Blok 26

K. Prognosis

Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau infeksi

awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD. Keparahan terlihat dari usia, dan

infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga dapat mengakibatkan

komplikasi hemorhagik yang parah. Prognosis di tentukan juga oleh lamanya penanganan

terhadap terjadinya syok pada sindroma syok dengue (SSD). Prognosis baik jika diatasi

maksimal 90 menit. Prognosis akan terlihat buruk jika melebihi 90 menit.

32

Page 33: Laporan Ske B Blok 26

L. Komplikasi

Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya. Komplikasi

pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia,

dan kejang demam. Pada usia 1 –4 tahun wajib diwaspadai ensefalopati dengue karena

merupakan golongan usia tersering terjadinya kejang demam. Komplikasi lain juga bisa

terjadi sirosis hati dan edem paru. Kegagalan dalam melakukan tatalaksana komplikasi ini,

dapat memberikan jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan tanda kegagalan

sirkulasi, hipotensi dan syok serta bisa menyebabkan kematian.

VII.2 Sindrom Dengue Shock

1. PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit

yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia,

kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.

Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini

disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik

atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering

menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah

karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau

tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi

virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis.

Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan

penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.

Infeksi sekunder dengan serotipe virus Dengue yang berbeda dari sebelumnya merupakan

faktor resiko terjadinya manifestasi Deman Berdarah Dengue yang berat atau Dengue Shock

Syndrome (DSS). Namun sampai saat ini mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus

dengue masih belum jelas, banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam

Berdarah Dengue antara lain faktor host, lingkugan (environment) dan faktor virusnya

sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan

(environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin,

33

Page 34: Laporan Ske B Blok 26

kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial

ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh.

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi

konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak  itu penyakit tersebut menyebar ke

berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-

Timur telah terjangkit penyakit.

Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat

baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi

KLB setiap tahun. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =

35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar

10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000);

21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Meningkatnya jumlah kasus

serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,  disebabkan karena semakin baiknya sarana

transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap

pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air

serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen kesehatan

telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang

digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi

diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang

sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan

hasil yang memuaskan. 

2. DEFENISI

Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita

Dengue Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue. Dengue Shock Syndrome

bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas

dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30-50% penderita

demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan kematian terutama

bila tidak ditangani sevara dini dan adekuat.

3. ETIOLOGI

34

Page 35: Laporan Ske B Blok 26

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang

berbeda antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-

2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan

seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga

seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali

seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko

penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas,

dan predisposisi genetis.

4. INSIDEN

Suat penelitian di Jakarta oleh Sumarmo (1973-1978) mendapatkan bahwa penderita

DSS terutama pada golongan umur 1-4 tahun (46,5%), sedang wong (1973) dari singapura

melaporkan pada umur 5-10 tahun dan di Manadoterutama dijumpai pada umur 6-8 tahun

kemudian pada tahun 1983 didapatkan terbanyak pada umur 4-6 tahun.

Tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada

anak perempuan daripada anak laki-laki. Jumlah penderita DBD/DHF yang mengalami

renjatan berkisar antara 26-65%, dimana Sumarmo dkk. (1985) mendapatkan 63%, Kho dkk.

(1979) melaporkan 50%, Rampengan (1986) melaporkan 59,4% sedangkan WHO (1973)

melaporkan 65,45% dari seluruh penderita demam berdarah dengue yang dirawat.

5. PATOFISIOLOGI 

Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrom ialah tejadinya peninggian

permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat terjadinya perembesan

plasma dan elekrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk kedalam ruang

interstitial, sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi

cairan ke rongga serosa. Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat

berkurang sampai kurang lebih 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan

hipovolemi ini bila tidak segera diatasi maka dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis

metabolik, sehingga terjadi pergeseran ion kalium intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme

ini diikuti pula dengan penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling, sehingga lebi

lanjut akan memperberat renjatan. Sebab lain kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat

35

Page 36: Laporan Ske B Blok 26

saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi

adekuat.

Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :

a. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai

nilai terendah pada masa renjatan.

b. Gangguan fungsi trombosit

c. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin memanjang

sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin norma. Beberapa factor

pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.

d. Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular Coagulation DIC).

6. MANIFESTASI KLINIS 

Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan demam

berdarah dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-tanda

kegagalan sirkulasi sampai tingkat renjatan.

Renjatan : Terjadinya renjatan pada DBD biasanya terjadinya pada saat atau setelah

demam menurun yaitu siantara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-

10. Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri atas :

a. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung.

b. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat-laun ksadaran menurun menjadi

apati, spoor dan koma.

c. Peubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya.

d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.

e. Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.

f. Oligouri sampai anuria. (infeksi tropic)

Berdasarkan gangguan sirkulasi di atas, maka sebaian ahli membagi renjatan atas:

36

Page 37: Laporan Ske B Blok 26

a. Renjatan berat (profound shock) ialah renjatan yang ditandai oleh tekanan darah

yang tidak dapat diukur dan nadi ta dapat diraba.

b. Renjatan sedang ialah tekanan nadi menurun 20 mmHg atau lebih dan atau tekanan

darah sistolik kuranh atau sama dengan 80 mmHg.

Panas :Merupakan salah satu manifestasi klinik yang selalu ditemukan, kebanyakan

peneliti melaporkan 100% penderita DSS didahului oleh panas.

Sumarno (1983) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa suhu penderita DSS terendah ialah

36,2 derajat celcius dan tertinggi 40,8 derajat celcius dan ternyata DSS banyak dijumpai pada

suhu sekitar 37 derajat celcius. Panas mempunyai nilai prognostic pada penderita DSS ; bila

renjatan terjadi pada suhu tubuh lebih dari 39 derajat celcius, maka tingkat prognose jelek.

Hepatomegali : Dilaporkan dari berbagai tempat dengan angka bervarisi. Di Indonesia

(Jakarta) dilaporkan 89%, semarang 65,9% dan Cuba 62 %. Terdapat korelasi antara

persentase hepatomegali dengan derajat berat penyakit tetapi pembesaran hati tidak sejajar

dengan beratnya penyakit, dengan kata lain, pembesaran hati pada penderita DBD derajat IV

tidak selalu lebih besardari penderita DBD derajat II.

7. DIAGNOSIS 

Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih berdasarkan atas patokan yang telah

dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2 kriteria

laboratorik dengan syarat bila criteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria

klinik (satu diantaranya ialah panas) seperti yang telah diuraikan diatas.

Derajat I dan II disebut DHF/DBD tanpa renjatan sedang derajat III dan IV disebut

DHF/DBD dengan renjatan atau DSS. (3,4,5,6) Wong dkk. (1973) juga mengemkakan

beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnosis klinim penderita dengue

shock syndrome, yaitu :

1. Clouding of sensorium

2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.

3. Nyeri perut

37

Page 38: Laporan Ske B Blok 26

4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis,

melena, hematuri, dan hemoptisis.

5. Trombositopenia berat

6. Adanya pleural efosion pada toraks foto

7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.

8. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya bersifat suportif,yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai

akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DB dapat

berobat jalan,sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus

DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis pada umunya terjadi pada

hari ke-3. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,anoreksia dan

muntah. Pasien perlu diberi minum banyak,50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh

dengan gula,sirup,susu,sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,berikan

cairan rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hipererksi dapat diatasi dengan

antipiretik,dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%.Parasetanol

direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali.

Penanganan Syok Dalam keadaan renjatan berat diberikan cairan ringer laktat secara cepat

selama 30 menit,apabila tidak teratasi dapat diganti dengan koloid

10-20ml/kgBB/jam,dengan jumlah maksimal 30 ml/kgBB,akan tetapi bila masih belum

berhasil diduga telah terjadi perdarahan,maka dianjurkan pemberian tranfusi darah

segar.Apabila kadar Ht tetap >40 vol%,berikan darah sebanyak 10ml/kgBB/jam,tapi bila

perdarahan masif berikan 20ml/kgBB. Bila renjatan tidak berat,maka berikan cairan dengan

kecepatan 20ml/kgBB/jam.

Bila renjatan sudah diatasi,nadi sudah teraba,amplitudo nadi cukup besar,tekanan

sistolik 80mmHg atau lebih,maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi

10ml/kgBB/jam.Kecepatan pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinik

dan nilai hematokrit yang diperiksa periodik.Evaluasi klinis,nadi,tekanan

darah,pernafasan,suhu dan pengeluaran urin dilakukan lebih sering. 

Penyulit-penyulit

38

Page 39: Laporan Ske B Blok 26

1. Perdarahan massif

2. Kegagalan pernapasan akibat udema parau atau kolaps paru

3. Ensefalopati dengue

4. Kegagalan jantung.

Kriteria Memulangkan Pasien :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Tampak perbaikan secara klinis

4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi

6. Jumlah trombosit >50.000/ml

7. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).

9. PENCEGAHAN 

Pengembangan vaksin untuk dengue sangat sulit karena keempat jenis serotipe virus

bisa mengakibatkan penyakit. Perlindungan terhadap satu atau dua jenis serotipe ternyata

meningkatkan resiko terjadinya penyakit yang serius. Saat ini sedang dicoba dikembangkan

vaksin terhadap keempat serotipe sekaligus. sampai sekarang satu-satunya usaha pencegahan

atau pengendalian dengue dan dhf adalah dengan memerangi nyamuk yang mengakibatkan

penularan. a. aegypti berkembang biak terutama di tempat-tempat buatan manusia, seperti

wadah plastik, ban mobil bekas dan tempat-tempat lain yang menampung air hujan. nyamuk

ini menggigit pada siang hari, beristirahat di dalam rumah dan meletakkan telurnya pada

tempat-tempat air bersih tergenang.

Pencegahan dilakukan dengan langkah 3m : 

1. menguras bak air 

39

Page 40: Laporan Ske B Blok 26

2. menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak nyamuk 

3. mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.

Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh

larva nyamuk seperti abate. Hal ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama

beberapa minggu, tapi pemberiannya harus diulang setiap beberapa waktu tertentu. di tempat

yang sudah terjangkit dhf dilakukan penyemprotan insektisida secara fogging, tapi efeknya

hanya bersifat sesaat dan sangat tergantung pada jenis insektisida yang dipakai. Di Samping

itu partikel obat ini tidak dapat masuk ke dalam rumah tempat ditemukannya nyamuk

dewasa. Untuk perlindungan yang lebih intensif, orang-orang yang tidur di siang hari

sebaiknya menggunakan kelambu, memasang kasa nyamuk di pintu dan jendela,

menggunakan semprotan nyamuk di dalam rumah dan obat-obat nyamuk yang dioleskan.

10. PROGNOSIS

Prognosa penderita tergantung dari beberapa factor :

1. Sangat erat kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya

penanganan.

2. Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama pemberian infuse

dimulai.

3. Panas selama renjatan

4. Tanda-tanda serebral.

VIII. KESIMPULAN

Anto anak laki-laki usia 5 tahun mengalami DBD derajat 3 (sindrom dengue shock).

40

Page 41: Laporan Ske B Blok 26

IX. DAFTAR PUSTAKA

1. Nelwan, R.H.H. 2009. Demam : Tipe dan Pendekatan. Dalam : Sudoyo, Aru W, dkk.

(Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3 edisi kelima. Jakarta : Interna

Publishing.

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Tatalaksana DBD. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia

3. Tanto, chris, dkk. (ed). 2014. Kapita Selekta Kedokteran jilid II ed. 4. Jakarta: Media

Aesculapius.

41